KAJIAN PEMODELAN SPASIAL BANJIR UNTUK MENDUKUNG KEBIJAKAN SEMPADAN SUNGAI DAN TATA RUANG WILAYAH (STUDI KASUS WILAYAH PENGEMBANGAN BALEENDAH) Aninda Deviana 1) Iwan Kridasantausa 2) Yadi Suryadi 3) 1) Mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Air - Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, e-mail :
[email protected] 2) Kelompok Keahlian Sumber Daya Air Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, e-mail :
[email protected] 3) Kelompok Keahlian Sumber Daya Air Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Beberapa daerah di Kabupaten Bandung rentan terhadap banjir saat hujan, seperti di lokasi penelitian ini, Kecamatan Baleendah, Kecamatan Dayeuhkolot, dan Kecamatan Bojongsoang. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan daerah rawan banjir di Kecamatan Baleendah, Kecamatan Dayeuhkolot, dan Kecamatan Bojongsoang (DAS Citarum Hulu), untuk mengevaluasi sempadan yang ada dalam kasus daerah dataran banjir yang terjadi dan untuk mengembangkan strategi implementasi kebijakan itu sempadan sungai dan perencanaan tata ruang berdasarkan daerah dataran banjir dalam rangka meningkatkan perlindungan dan pelestarian sungai. Penelitian ini terdiri dari: 1) Analisa curah hujan rancangan dengan metode log Pearson III, Gumbel dan Log Normal 2) Analisa debit banjir rancangan dengan metode hidrograf sintetik Snyder 2) Pemodelan hidrodinamik 1 dimensi di sungai 4) Analisa Spasial 5) Analisa SWOT. Dari hasil simulasi diperoleh peta genangan periode ulang 2,5, 25 dan 50 tahun di wilayah pengembangan Baleendah, yang mencakup Kecamatan Baleendah, Kecamatan Dayeuh Kolot dan Kecamatan Bojongsoang. Beberapa daerah di Kecamatan tersebut potensial untuk tergenang. Dengan Analisis SWOT, strategi implementasi kebijakan ini strategi sempadan sungai dan perencanaan tata ruang wilayah dibagi menurut strategi jangka pendek, strategi jangka menengah dan strategi jangka panjang Kata Kunci: banjir, daerah dataran banjir, sempadan sungai, analisa SWOT
ABSTRACT Some areas in the district of Bandung are prone to flooding when it rains, such as in the locations of this study, Baleendah Sub district, Dayeuhkolot Sub district, and Bojongsoang Sub district. The main objectives of this study is to obtain the flood-prone area in Baleendah Sub district, Dayeuhkolot Sub district, and Bojongsoang Sub district (Citarum Upstream Catchment), to evaluate the existing river border (sempadan) in case of floodplain areas happened and to develop policy’s implementation strategies of river border (sempadan) and spatial planning based on flood plain areas in order to improve river’s preservation and protection. This study consist of : 1) Designed rainfall analysis using Log Pearson III, Gumbel, and Log Normal Methods, 2) Designed food discharge analysis using Snyder’s Synthetic Hydrograph Methods, 3) One Dimensional Hydrodynamic Model in River, 4) Spatial Analysis, 5) SWOT Analysis. From the simulation results obtained over a period of inundation maps 2.5, 25 and 50 years in the development of Baleendah, which includes the District of Baleendah District, Dayeuh Kolot District and Bojongsoang Disctrict.. Some areas in the District is a potential for flooding. With SWOT analysis, strategy implementation of this policy and strategy of the river border spatial planning strategy is divided according to short-term, Medium-Term Strategy and Long-Term Strategy Keywords: flood, flood plain area, river border, sempadan, SWOT Analysis
1
PENDAHULUAN Pesatnya perkembangan pembangunan sarana dan prasarana di Kabupaten Bandung memberikan dampak yang cukup besar bagi masyarakat didalamnya serta lingkungan sekitarnya. Terlebih lagi dengan adanya arus deras migrasi penduduk dari daerah lain disekitarnya maupun dari luar kota Bandung sendiri menyebabkan pembangunan kawasan permukiman untuk tempat tinggal terus berkembang. Penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2009 adalah 3.142.193 jiwa, terdiri dari 1.601.223 jiwa penduduk laki-laki dan 1.540.970 jiwa penduduk perempuan.(sumber: Kabupaten Bandung Dalam Angka 2010, BPS Kabupaten Bandung). Hal ini jika tidak dilakukan penataan suatu kawasan yang baik dapat berakibat penyalahgunaan peruntukan lahan dan mengakibatkan terpuruknya kualitas hidup masyarakat Kabupaten Bandung. Salah satu area yang tidak banyak mendapat perhatian adalah area sempadan sungai. Berdasarkan kondisi tersebut, untuk menunjang kemanfaatan sungai serta mengendalikan kerusakan sungai, maka perlu dievaluasi sempadan sungai di Citarum Hulu apabila terjadi bantaran banjir (flood plain), dan strategi kebijakan apa yang seharusnya dilakukan apabila terdapat daerah bantaran banjir (flood plain area) di sungai Citarum Hulu dengan mempertimbangkan faktor – faktor dominan yang terlibat didalamnya seperti luas daerah bantaran banjir, pemanfaatan lahan, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, peraturan perundangan dan kelembagaan. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah: 1. Memperoleh peta daerah genangan banjir untuk periode ulang 2, 5, 25 dan 50 tahun di DAS Citarum Hulu 2. Mengevaluasi sempadan sungai jika terjadi daerah bantaran banjir (flood plain area). 3. Menyusun strategi implementasi kebijakan sempadan sungai dan tata ruang wilayah berdasarkan flood plain area dalam rangka mewujudkan kemanfaatan sungai dan perlindungan sungai untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai
LOKASI WILAYAH STUDI Secara geografis DAS Citarum terletak antara 6º43’21,8” - 7º19’38,1” LS dan 107º32’2”107º53’51,6” BT. Luas DAS Citarum Hulu keseluruhan adalah 1.771 Km2 dimana diantara cekungan Bandung sebagian besar dikelilingi oleh pegunungan vulkanik quaternary dan limpasan permukaan akhirnya mengalir ke Sungai Citarum. Peta jaringan sungai DAS Citarum Hulu adalah seperti tampak pada gambar berikut ini:
Gambar 1. Jaringan Sungai DAS Citarum Hulu
2
LANDASAN TEORI Analisa Hidrologi Curah hujan sangat bervariasi terhadap tempat, maka untuk kawasan yang luas satu alat penakar hujan tidak cukup untuk menggambarkan curah hujan wilayah tersebut, oleh karena itu untuk menggambarkan keadaan hujan di kawasan DAS, digunakan metode untuk mendapatkan curah hujan wilayah. Curah hujan wilayah dapat dihitung dengan metode rata – rata aljabar dan metode polygon Thiessen.
P = 1/n (P1 + P2 + P3 +…..+Pn) ...Pers. metode rata- rata aljabar …… Pers. .metode poligon Thiessen Curah hujan rancangan dihitung dengan menggunakan metode Log Person Tipe III, Gumbel dan Log Normal. Untuk mengetahui apakah frikuensi yang dipilih dapat digunakan atau tidak maka analisis uji kesesuaian frekuensi digunakan dua metode statistik, yaitu Uji Chi Square dan Uji Smirnov Kolmogorov. Analisis debit banjir rencana dapat menggunakan metode rasioanal atau empiris. Untuk perhitungan debit banjir dapat menggunakan hidrograf sintetis satuan Snyder. Menurut Snyder (1938), lama dari unit hidograf dapat diprediksi berdasarkan formulasi yang diturunkan sbb.: te =
= 0.1 82 t p
(tp)s = Ct (L Lca)0,3 Pada saat time peak akan dicapai besaran debit puncak hidrograf sebesar : QP Model Hidrodinamik 1 Dimensi Model Mike 11 adalah suatu pemodelan hidrodinamik satu dimensi yang menggunakan skema implisit, persamaan finite difference, dengan perhitungan aliran unsteady di sungai untuk mengetahui perilaku aliran di sungai. Dalam melakukan simulasi model satu dimensi pada sungai, syarat batas pada setiap percabangan anak sungai sebagai waktu puncak (Tp) dan debit puncak (Qp) dengan cara merambatkan debit inflow di masing – masing hulu anak sungai menuju hilir, dan ketika bertemu dengan anak – anak sungai yang lain, gabungan dua rambatan debit, dan begitu seterusnya. Penataan Ruang Kegiatan penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang mempunyai tujuan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan demi kepentingan sekarang dan masyarakat mendatang, sehingga diperlukan upaya penataan ruang yang menyangkut seluruh aspek penataan ruang. . proses dalam perencanaan penataan ruang adalah : (a) proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Di samping sebagai “guidance of future actions” RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development sustainability). (b) proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri, (c) proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.
3
Tinjauan Kebijakan Daerah Sempadan Sungai Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termsuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Adapun tujuan dari penetapan garis sempadan sungai adalah sebagai berikut : a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di sekitarnya; b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjaga fungsi sungai; c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi.
Gambar 2. Daerah Pengusaan Sungai dan Dataran Banjir (sumber : Siswoko, 2004)
Analisa SWOT Analisis SWOT merupakan metode evaluasi untuk mencari strategi yang akan dilakukan.Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (weakness). Tabel 1 Matriks SWOT Strengths (S) Tentukan 1-10 kekuatan internal Opportunities (O) Tentukan 1-10 peubah peluang eksternal
Strategi SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Treaths (T) Tentukan 1-10 peubah ancaman eksternal
Strategi ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Weakness (W) Tentukan 1-10 kelemahan internal Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti (2000).
4
METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan Pola Pikir Tabel 2. Bagan Alir Pendekatan Pola Pikir Kajian Tidak tersedianya data spasial Banjir untuk menunjang kebijakan penataan ruang yang berbasis hidrologis Kebijakan Penataan Ruang (ekonomi Vs Daya Dukung Lingkungan)
Pemanfaatan lahan di daerah sempadan sungai dan flood plain area Banyaknya masyarakat yang tinggal di daerah bantaran banjir
Analisa Hidrologi Data peta : peta topografi, peta DAS, peta tata guna lahan dan peta stasiun curah hujan
karakteristik sungai : profil melintang sungai dan memanjang sungai.
Genangan
PERMASALAHAN
Penentuan Faktor Internal dan Eksternal
Data hidrologi : data klimatologi, data debit dan curah hujan.
strategi implementasi kebijakan sempadan sungai dan flood plain area
Model Hidrodinamik 1D
Analisa Spasial untuk menentukan luas genangan
PENGUMPULAN DATA
ANALISA HIDROLOGI DAN ANALISA SPASIAL
ANALISA SWOT
Langkah Kerja Penyelesaian Studi Langkah-langkah dalam pengerjaan studi ini adalah sebagai berikut: 1. Analisa Curah Hujan Analisa hidrologi dilakukan untuk mendapatkan debit banjir rencana berdasarkan kala ulang, sebagai data masukan ke perangkat lunak MIKE 11. berikut adalah analisa hidrologi yang dilakukan : - Menghitung curah hujan wilayah tiap sub DAS - Analisa frekuensi dan probabilitas dengan metode Log Pearson III, Log Normal dan Gumbel - Menghitung uji kesesuaian frekwensi dengan metode uji Smirnov-Kolmogorov dan uji Chi-Kuadrat. - Distribusi hujan harian menjadi jam – jaman dengan pola hujan durasi pendek (Wanny K dkk, 2003) 2. Analisis debit banjir rencana - Kalibrasi parameter Snyder DAS Citarum Hulu - Menghitung hidrograf satuan sintetik Snyder tiap sub DAS 3. Pemodelan hidrodinamik 1 D di sungai Kondisi syarat batas yang dipergunakan dalam modul hidrodinamik adalah : data jaringan sungai, data penampang melintang sungai, data kondisi batas simulasi berupa hidrograf masing – masing sub DAS , data parameter hidrodinamik, yaitu parameter yang terkait dengan hidrolika. Output dari pemodelan hidrodinamik 1 D adalah elevasi muka air. 4. Analisa Spasial Genangan didapatkan dengan memplotkan elevasi muka air tertinggi ke dalam peta kontur. 5. Analisa SWOT Hasil simulasi dengan analisa spasial adalah berupa luas genangan dan titik genangan. Titik genangan (flood plain area) adalah wilayah perlindungan sungai, sehingga diperlukan pengelolaan dataran banjir
5
dengan cara penetapan batas dataran banjir, penetapan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir dan pengawasan peruntukan lahan di dataran banjir (PP Nomor 38 Tahun 2011). Selanjutnya akan diidentifikasi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan eksternal (Peluang dan Ancaman) dari rencana penerapan kebijakan sempadan sungai dan flood plain area di DAS Citarum Hulu. Dengan membuat diagram SWOT maka akan dapat dirumuskan strategi yang tepat dalam implementasi kebijakan sempadan sungai dan flood plain area.
ANALISA DAN PEMBAHASAN 1. Analisa Hidrologi 1.1 Curah Hujan
Tabel 3. Curah Hujan Wilayah Persub DAS, DAS Citarum Hulu (sumber : hasil perhitungan) 1.2 Analisa Frekuensi dan Probabilitas
Pada analisa frekuensi dan probabilitas dihitung curah hujan rencana tiap sub DAS. Berikut adalah perhitungan curah hujan rencana pada salah satu sub DAS di DAS Citarum Hulu : Kala Ulang 1.01 2 5 10 20 25 50
Curah Hujan Rencana (mm) Log Pearson III Gumbel 35.719 24.547 74.028 74.321 97.042 104.079 111.964 123.781 127.257 142.680 130.558 148.675 144.261 167.142
Log Normal 35.297 74.221 97.134 111.797 126.668 129.871 143.074
Tabel 4. Curah hujan rencana sub DAS Citepus (sumber : hasil perhitungan) 1.3 Uji Kesesuaian Disribusi
Dari hasil uji kesesuaian distribusi, dihasilkan bahwa setiap sub DAS mempunyai distribusi yang berbeda. Pemilihan distribusi berdasarkan simpangan terkecil. 1.4 Koefisien Pengaliran (C) Tabel 5. Perhitungan Koefisien Pengaliran DAS Citarum Hulu No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Sub DAS Citepus Cibolerang Cipamokolan Cisangkuy Ciwidey Citarum Hulu Cikeruh Citarik Cidurian Cibeureum Cicadas Cigede Cimahi
C rata -rata 0.614728 0.604648 0.55882074 0.5383512 0.445142 0.55783464 0.57949351 0.62173981 0.5691107 0.623653 0.6533647 0.5354859 0.623653
6
1.5 Analisa Hujan Durasi Pendek Jika data hujan ekstrim tidak diperoleh dapat digunakan data harian di DAS yang ada pengukuran debit dengan periode yang sama dan pola distribusi hujannya diperoleh dari hujan durasi pendek. Untuk itu diperlukan pola hujan harian menjadi jam-jaman. Pola hujan untuk Jawa-Barat dapat dilihat pada tabel 6 , sedangkan perhitungan curah hujan netto jam – jaman pada salah satu sub DAS disajikan tabel 7 berikut: Tabel 6. Pola hujan untuk Jawa Barat (Wanny dkk dalam Mulyantari, 2003) Pola hujan (jamjaman) 3
1
2
3
68
24
8
4
26
61
10
3
5
11
54
28
6
1
6
12
54
24
6
3
1
7
50,5
25,5
12,6
6,5
3,4
1,2
0,3
8
12,3
50,2
4,4
7,7
21,5
2,4
1,2
Persentase (%) jam ke4
5
6
7
Interval (jam/pola)
8
1 1 1 1 1 0,3
1
Tabel 7. Curah hujan netto jam – jaman sub DAS Citepus Kala ulang
(tahun)
1.101
2
5
10
20
25
50
R Rencana
(mm)
24.547
74.321
104.079
123.781
142.680
148.675
167.142
C Rn
(mm)
0.61
0.61
0.61
0.61
0.61
0.61
0.61
15.09
45.69
63.98
76.09
87.71
91.39
102.75
Nisbah (%)
Jam ke-
2.
1.00
0.120
1.811
5.482
7.678
9.131
10.525
10.967
12.330
2.00
0.540
8.148
24.671
34.549
41.089
47.363
49.353
55.483
3.00
0.240
3.622
10.965
15.355
18.262
21.050
21.935
24.659
4.00
0.060
0.905
2.741
3.839
4.565
5.263
5.484
6.165
5.00
0.030
0.453
1.371
1.919
2.283
2.631
2.742
3.082
6.00
0.010
0.151
0.457
0.640
0.761
0.877
0.914
1.027
Analisa Debit Banjir Rencana
2.1 Kalibrasi Parameter Model Hidrograf Sintetik Snyder Kalibrasi dilakukan untuk mendapatkan kesesuaian data debit dan data curah hujan. Data pengukuran yang digunakan adalah debit harian maksimum tahun 1999 – 2008 lokasi pos debit Nanjung, dengan data curah hujan pada hari yang sama. Pos hujan yang digunakan dalam kalibrasi adalah pos hujan Ujung berung, Bandung, Paseh, Chinchona, Sukawarna, Ciparay, Cicalengka dan Cisondari. Kalibrasi dilakukan dengan catatan pada tanggal tersebut tidak terjadi genangan dilahan, sehingga tidak ada debit yang meluap dan terjadi banjir. Parameter Snyder yang dikalibrasi adalah Ct, Cp dan n. Hasil selengkapnya dari kalibrasi model hidrograf sintetik Snyder disajikan pada tabel dibawah. Tabel 8. Parameter Hasil Kalibrasi di DAS Citarum Hulu, Tahun 1999 – 2008 No 1 2 3 4
Parameter Cp Ct n Korelasi
Nilai Hasil Kalibrasi 2 0.4 0.25 0.89778512950306
7
Korelasi Q Model dan Q Observasi 600 Q Model (m3/s)
500 400
300 Garis Korelasi
200 100 0 0
200 400 Q Observasi (m3/s)
600
Gambar 3. Simulasi Q Banjir dan Q pengamatan tahun 1999 -2008
2.1 Banjir Rencana Hidrograf sintetik hasil simulasi debit rancangan dengan beberapa periode ulang, merupakan kondisi syarat batas hidrologi pada perangkat lunak MIKE 11. Contoh hasil perhitungan hidrograf banjir rancangan untuk kala ulang tertentu per sub DAS dengan Hidrograf Satuan Sintetik Snyder disajikan pada tabel berikut ini : Tabel 8. Rekapitulasi Debit Banjir Rancangan Sub DAS Citepus Kala Ulang (thn) 2 5 10 20 25
Q Banjir Rencana (m3/dt) 35.785 50.112 59.599 68.698 71.585
50
80.476
Hidrograf Snyder Sub DAS Citepus
100 80 Debit (m3/dt)
Durasi Hujan (%) Q10
60
Q2
40
Q5 Q20
20
Q25 Q50
0 0
5
10
15
20
25
30
Gambar 4. Hidrograf Sintetik Snyder sub DAS Citepus
3.
Model Hidrodinamik 1 Dimensi di Sungai
Untuk simulasi model hidrodinamik aliran di sungai, simulasi dilakukan dari Sapan hingga outlet Nanjung atau pada patok 0.00 – 31.136, akan tetapi penentuan lokasi kajian terpilih berada antara sungai Cicadas – Citepus. Jarak langsung patok terletak antara patok 8.022 -18.481 atau 8,022 km – 18,481 km dari syarat batas debit inflow di hulu DAS.
8
[meter]
Standard - Q50 OKOK.res11
9232500.0 9232000.0 9231500.0 9231000.0 9230500.0 9230000.0 9229500.0 9229000.0 9228500.0 9228000.0 9227500.0 9227000.0 9226500.0 9226000.0 9225500.0 9225000.0 9224500.0 9224000.0 780000.0
782000.0
784000.0
786000.0
788000.0
790000.0
792000.0
794000.0
796000.0
798000.0 [meter]
Gambar 5. Jaringan Sungai Citarum pada MIKE 11 (Sapan –Nanjung) Tabel 9. Rekapitulasi Model Hidrodinamik Pada Periode Ulang Banjir No
Periode Ulang Banjir
Tinggi Limpasan
Elevasi Muka Air Tertinggi
Debit Nanjung
1
Q2
0,27 -1,52 m
659,77 dpl
442,97 m3/dt
2
Q5
0,23 – 3,12 m
661,23 dpl
590,18 m3/dt
3
Q10
0,24 – 3,59 m
661,43 dpl
701,03 m3/dt
4
Q20
0,04 – 3,92 m
662,29 dpl
863,9 m3/dt
5
Q25
0,14 – 4,00 m
662,39 dpl
868,47 m3/dt
6
Q50
0,07 - 4,14 m
662,73 dpl
962,68 m3/dt
4. Analisa Spasial Analisa spasial dilakukan untuk mendapatkan luas genangan dari periode ulang banjir. Genangan didapat dengan memplotkan elevasi muka air tertinggi hasil simulasi menggunakan MIKE 11 kedalam peta kontur sekitar sungai. Dengan menggunakan perangkat lunak Arc-GIS, berikut adalah peta genangan hasil simulasi periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 25 tahun dan 50 tahun di lokasi kajian :
Genangan Periode Ulang Banjir 2 Tahun Genangan Periode Ulang Banjir 5 Tahun Genangan Periode Ulang Banjir 25 Tahun Genangan Periode Ulang Banjir 50 Tahun Sempadan Sungai Sungai
Gambar 6. Peta Genangan Pada Berbagai Periode Ulang Banjiir
9
Tabel 10. Luas genangan hasil simulasi Periode Ulang Banjir
Luas genangan (ha)
2 tahun
21,92
5 tahun
98,62
25 tahun
954,78
50 tahun
4561,69
4.1 Daerah Yang Tergenang Mengacu pada kecocokan antara data dengan simulasi dan pedoman pengendalian banjir (Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Pengairan,1996), digunakan periode ulang banjir 25 tahun. Ada 2 (dua) dasar pemilihan penggunaan besaran kala ulang banjir rencana yaitu 25 dan 50 tahun. Periode ulang 25 tahun merupakan standar pertama dalam perencanaan penanggulangan banjir yang berkenaan dengan genangan, yaitu penggunaan kala ulang minimum untuk berbagai kondisi yang ada dan periode ulang banjir 50 tahun untuk fase akhir, yaitu penggunaan kala ulang berdasarkan analisa ekonomi agar mencapai manfaat ekonomi secara optimum. Sehingga pada kajian ini digunakan periode ulang banjir 25 tahun karena tidak memperhitungkan analisa ekonomi dalam penelitiannya .
10
Tabel 11. Luas Genangan hasil simulasi dengan Curah Hujan Maksimum Tahun 1999 - 2008 Hasil Simulasi Pada Berbagai Periode Ulang Banjir Q2 No
Nama Kecamatan
Sempadan Sungai
Daerah yang tergenang
1
Kecamatan Baleendah
- 100 m diukur dari tepi sungai (PP No. 38 Tahun 2011)
Ds. Bojongmalaka, Kel. Andir, Kel. Manggahang, Rancamayar
Q5 Luas Genangan (ha)
12.23
2
3
4
KECAMATAN BOJONGSOANG
KECAMATAN DAYEUHKOLOT
KECAMATAN MARGAHAYU Total
- 100 m diukur dari tepi sungai (Permen PU No. 63 Tahun 1993) - Sekurangkurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar (Perda kab. Bandung No. 3 tahun 2008)
bojongsari Cangkuang wetan, Ds. Dayeuh kolot
Daerah yang tergenang
Ds. Bojongmalaka, Kel. Andir, Kel. Manggahang, Rancamayar, Kel. Wargamekar, Kel. Baleendah, Kel. Jelekong
0.15
Ds.Bojong sari
0.66
Ds. Cangkuang Wetan, Ds. Dayeuh Kolot, Kel Pasawahan
Q25 Luas Genangan (ha)
76.38
13.08
9.16
Daerah yang tergenang
Ds. Bojongmalaka, Kel. Andir, Kel. Manggahang, Rancamayar, Kel. Wargamekar, Kel. Baleendah, Kel. Jelekong, Ds. Malakasari
Ds.Bojong sari, Ds. Buah Batu, Ds. Tegal Luar
Ds. Cangkuang Wetan, Ds. Dayeuh Kolot, Kel Pasawahan
Luas Genangan (ha)
Q2 masih berada pada area sempadan sungai
812.77
113.91
28.09
Ds. Sulaeman
Q2 masih berada pada area sempadan sungai Q2 masih berada pada area sempadan sungai
Q2 masih berada pada area sempadan sungai
8.87 21.91
Keterangan
98.62
939.04
11
4.2
Tata Guna Lahan
4.2.1 Kecamatan Baleendah
U
Tata Guna Lahan Q25 : Industri tegal/ladang sawah Permukiman Belukar Kebun Campur Sungai
Gambar 7. Peta Tata Guna Lahan Daerah Tergenang Q25 Kec. Baleendah Sebaran Penggunaan Lahan Kec. Baleendah 2500 Luas genangan Q25
2000 Luas (ha)
Lahan Tidak Tergenang 1500 1000 500 0 Sawah
Kebun Campur
Tanah Kosong
Tegal/Ladang
Rawa
Permukiman
Industri
Perkebunan
Tata Guna Lahan
Gambar 8. Sebaran Penggunaan Lahan Kecamatan Baleendah Pada Genangan Periode Ulang 25 tahun
12
4.2.2 Kecamatan Bojongsoang
U
Tata Guna Lahan Q25 : Industri tegal/ladang sawah Permukiman Belukar Kebun Campur Sungai
Gambar 9. Peta Tata Guna Lahan Daerah Tergenang Q25 Kec. Bojongsoang Sebaran Penggunaan Lahan Kec. Baleendah 2500 Luas genangan Q25
2000 Luas (ha)
Lahan Tidak Tergenang 1500 1000 500 0 Sawah
Kebun Campur
Tanah Kosong
Tegal/Ladang
Rawa
Permukiman
Industri
Perkebunan
Tata Guna Lahan
Gambar 10. Sebaran Penggunaan Lahan Kecamatan Bojongsoang Pada Genangan Periode Ulang 25 tahun
13
4.2.3 Kecamatan Dayeukolot
Tata Guna Lahan Pada Q25: Industri tegal/ladang sawah Permukiman Belukar Kebun Campur Sungai
Gambar 11. Peta Tata Guna Lahan Daerah Tergenang Q25 Kec. Dayeuh Kolot
Sebaran penggunaan Lahan Kec. Dayeuh Kolot 600
Luas (ha)
500
Luas Genangan Q25
400 Luas Lahan Tidak tergenang
300 200 100 0
Tata Guna Lahan
Gambar 12. Sebaran Penggunaan Lahan Kecamatan Dayeuh Kolot Pada Genangan Periode Ulang 25 Tahun
14
4.3 Tinjauan Lokasi Kajian Dalam RTRW Kabupaten Bandung Dalam RTRW Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2008, Kawasan Kecamatan Baleendah, Kecamatan Bojongsoang dan Kecamatan Dayeuh Kolot merupakan kawasan fungsi penyangga untuk mengantisipasi perkembangan di pusat kota. Fungsi kegiatan kawasan lokasi kajian adalah dalam bidang jasa, pertanian, industri non polutif, permukiman dan perdagangan. Arahan pemanfaatan ruang kawasan sempadan sungai sebagai kawasan lindung setempat, (Perda no. 3 Tahun 2008) adalah: - Tidak diperkenankan bagi kegiatan permukiman seperti perumahan, industri, dan fasilitas sosial dan fasilitas umum. - Tidak diperkenankan bagi pengembangan persawahan, sedangkan bagi kegiatan ladang/tegalan, perkebunan dan peternakan penggunaan lahan iijinkan secara terbatas. Pembatasan dapat dilakukan berupa pembatasan kegiatan dan pembangunan minimum. - Diperkenankan bagi kegiatan pariwisata, dengan izin penggunaan bersyarat. Izin berupa izin penggunaan lahan yang memiliki potensi dampak penting terhadap kawasan disekitarnya. Dengan adanya daerah dataran banjir (flood plain area) maka resiko kerawanan banjir akan meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan pengembangan infrastruktur. Terkait dengan fungsinya sebagai penyangga, maka pengembangan kawasan terbangun di daerah ini dilakukan melalui intensifikasi lahan dengan bangunan vertikal. Dengan upaya intensifikasi diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap ruang, dan dapat memberikan ruang terbuka yang memadai. Diperlukan strategi pengelolaan dataran banjir dengan konsep yang mudah untuk dilaksanakan (realistis) berdasarkan pola penggunaan lahan eksisting, mempertimbangkan potensi dan kendala fisik alam sebagai kawasan rawan banjir dan mengamankan kawasan sempadan sungai dan dataran banjir sebagai kawasan lindung setempat guna menjaga kelestarian daya dukung lingkungan. 5.
Analisa SWOT
5.1 Matrik SWOT
Opportunities (O) O1. Ketersediaan Peraturan Perundang – Undangan Terkait Kebijakan Sempadan Sungai dan Flood Plain Area O2. Peluang Peran Serta Lembaga Masyarakat/LSM dan Masyarakat O3. Peluang Sharing Pendanaan Operasi dan Pemeliharaan Sungai Dengan Pihak Swasta
Strengths (S) S1. Kelembagaan S2. Masih Tersedianya Lahan Terbuka Yang Cukup Luas S3. Adanya Infrastruktur Pengendalian Banjir
Weakness (W) W1. Kondisi Topografi Yang Landai W2. Sedimentasi W3. Belum Berfungsinya Pengawasan Penataan Ruang secara Optimal W4. Berkembangnya Pemukiman di Daerah Sempadan Sungai dan Flood Plain Area W5. Konflik Antara Kepentingan Ekonomi dan Pelestarian Lingkungan
Strategi SO
Strategi WO
Memanfaatkan lahan yang tersedia untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dataran banjir.
Menerapkan peraturan kebijakan sempadan sungai dan flood plain area terkait kondisi adanya pemukiman didaerah sempadan sungai.
Memanfaatkan peran kelembagaan untuk menerapkan kebijakan terkait sempadan sungai dan flood plain area.
Menciptakan peluang peran serta lembaga masyarakat/LSM dan masyarakat pada pemukiman di daerah sempadan sungai dan flood plain area. Memanfaatkan peraturan kebijakan
15
Memanfaatkan infrastruktur pengendalian banjir untuk menciptakan peluang sharing pendanaan operasi dan pemeliharaannya dengan pihak swasta
sempadan sungai dan flood plain area dalam melaksanakan pengawasan penataan ruang. Menciptakan peluang sharing pendanaan operasi dan pemeliharaan sungai dalam rangka mengatasi permasalahan sedimentasi di DAS Citarum Hulu. Menciptakan peluang sharing pendanaan operasi dan pemeliharaan sungai dalam rangka mengatasi permasalahan sedimentasi di DAS Citarum Hulu.
Treaths (T) T1. Perubahan Iklim Global T2. Perambahan Hutan Gunung Wayang, DAS Citarum Hulu T3. Pesatnya Pertambahan Penduduk Kabupaten Bandung
Strategi ST
Strategi WT
Meningkatkan peran kelembagaan dalam menghadapi perubahan iklim global.
Mengurangi perambahan hutan gunung Wayang, DAS Citarum Hulu dalam rangka mengatasi permasalahan sedimentasi.
Memanfaatkan infrastruktur pengendalian banjir dalam menghadapi perubahan iklim global.
Meningkatkan pengawasan penataan ruang dalam rangka pesatnya pertambahan penduduk Kabupaten Bandung.
Memanfaatkan lahan yang tersedia untuk menghadapi perubahan iklim global.
Meningkatkan peran pelestarian lingkungan dalam rangka mengatasi perubahan iklim global.
Memanfaatkan peran kelembagaan dalam menghadapi perambahan hutan gunung wayang, DAS Citarum Hulu.
5.2
Penyusunan Strategi
A. Strategi Jangka Pendek 1. Pembangunan dan Pemeliharaan Bangunan Pengendali Banjir, Dengan Peluang Sharing Dana Pemeliharaan Dengan Pihak Swasta Dari hasil simulasi menggunakan perangkat lunak MIKE 11, pada periode ulang banjir 25 tahun, limpasan terjadi pada patok 8.022 - 15.925 dengan ketinggian 0,35 – 3,7 m, dan patok 16.603 – 18.481 dengan ketinggian limpasan 0,3 – 2,9 m, sehingga pada daerah tersebut dapat dipertimbangkan infrastruktur pengendalian banjir yang sesuai, seperti tanggul sepanjang aliran sungai yang melimpas. Sedangkan untuk mengurangi sedimentasi dapat dilakukan normalisasi sungai secara berkala. Pendanaan untuk biaya operasi dan pemeliharaan bagi daerah flood plain area dan sempadan sungai
16
dapat dilaksanakan oleh institusi yang berwenang dengan stake holder atau pihak swasta yang diatur berdasarkan nota kesepahaman. Pihak swasta yang dapat berperan dalam upaya pemeliharaan bangunan pengendali banjir adalah pihak swasta yang memanfaatkan aliran sungai Citarum, seprti PJT, PLN atau idustri lainnya atas dasar biaya pengelolaan sumber daya air. 2. Kemudahan Bagi Industri Non Polutif dalam Permohonan Perpanjangan Ijin Usaha. Sekitar 44,81 ha dari luas genangan Q25 merupakan kawasan industri ( Dalam RTRW Kabupaten Bandung industri yang diperkenankan adalah industri non polutif dan kegiatan pariwisata), sehingga bagi pihak industri non polutif yang memohon perpanjangan usahanya, dapat dipermudah perijinannya. 3. Mekanisme Insentif Bagi Kegiatan Pertanian Yang Sesuai Kaidah Konservasi Salah satu dari mekanisme intensif adalah kemudahan bagi kegiatan pertanian yang sesuai kaidah konservasi. Luas areal pertanian pada Q25 adalah 45,7 ha, berupa kebun campuran 32,19 ha, tegal/ladang 13,28 ha dan persawahan 655,45 ha. Kemudahan dapat dilakukan pihak Pemda dengan menyediakan varietas tanaman yang tahan genangan, berupa tanaman perkebunan seperti tanaman karet, kelapa, kopi dan cengkeh juga berupa tanaman pangan seperti padi varietas Siak Raya, Dendang, Lambur, Inpara-1, Inpara 2 (sumber : Varietas Padi Rawa Adaptif Pada Lahan Banjir Dan Rendaman, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi). B. Strategi Jangka Menengah 1. Pengelolaan DAS Berwawasan Konservasi Dengan Mekanisme Jasa Lingkungan Pengelolaan DAS berwawasan konservasi merupakan upaya untuk menahan laju deforestasi yang dilakukan oleh masyarakat daerah hulu DAS dengan membangun hubungan hulu hilir dengan mekanisme jasa lingkungan. Mekanisme diterapkan untuk membuat masyarakat di hulu menyadari dampak yang ada di bagian hilir. mekanisme ini mengembangkan hubungan antara masyarakat di hulu dan yang tinggal di hilir melalui sistem transaksional. Adanya pihak swasta, seperti pihak industri, PLN dan PJT sebagai pemanfaat aliran sungai Citarum, memungkinkan konsep ini untuk dilaksanakan pada DAS Citarum. 2. Pembatasan dan Pengendalian Ruang Sempadan Sungai dan Dataran Banjir Dengan Pengembangan Kawasan Secara Vertikal. Untuk kawasan yang telah terbangun (built up area) : Kawasan terbangun di lokasi kajian pada Q25 adalah berupa kawasan permukiman seluas 171,46 ha, kawasan industri seluas 44,81 ha dan area persawahan 655,45 ha . Pengendalian ruang sempadan sungai dan dataran banjir pada kawasan yang telah terbangun dilakukan dengan upaya untuk mengembalikan fungsi kawasan terbangun di area sempadan sungai secara bertahap kembali ke fungsi semula, yaitu untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai, sesuai kriteria dan standar teknisnya, dengan cara peningkatan fungsi hidrologis daerah sempadan sungai dan tidak diperkenankan adanya pendirian bangunan baru pada kawasan tersebut, agar tidak berkembang lebih lanjut kecuali bangunan lama yang dikembangkan secara vertikal dan bangunan yang menunjang fungsi kawasan dan merupakan bangunan bagi kepentingan umum dan pariwisata. Dengan dilakukannya pengembangan kawasan terbangun secara vertikal maka diharapkan tersedia lahan sebagai lahan terbuka hijau (RTH). Untuk kawasan pengembangan baru (development area) : untuk kawasan pengembangan baru pengendalian ruang dilakukan dengan cara melindungi kawasan sempadan sungai dan dataran banjir dari alih fungsi lahan dan pembatasan kegiatan tegal/ladang, peternakan dan perkebunan. Dari hasil simulasi pada Q25 luas kegiatan tegal/ladang 13,8 ha dan kebun campur 32,19 ha. sedangkan warga yang bermata pencaharian dari sektor peternakan sebanyak 729 orang. Pengembangan pembangunan bagi kegiatan tegal/ladang, peternakan dan perkebunan dapat diijinkan, akan tetapi dilakukan pembatasan berupa pembatasan kegiatan dan pembangunan minimum. Dari hasil simulasi dengan
17
debit banjir rencana 25 tahun, pada genangan Q25 terdapat 36,81 ha (25,46 ha semak belukar dan 11,35 tanah kosong) lahan yang dapat berkembang sebagai kawasan pengembangan baru. Lahan ini merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau (RTH). Ruang terbuka hijau (RTH) dapat digunakan pada musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan RTH dapat berfungsi sebagai areal parkir banjir. 3. Evaluasi Garis Sempadan Sungai Sesuai Dengan Karakteristiknya
Daerah dataran banjir 2 tahun Daerah dataran banjir 5 tahun Daerah dataran banjir 25 tahun
Sempadan Sungai Sungai Sempadan sungai dengan flood plain area
Gambar 13. Sempadan sungai dan flood plain area pada titik terpilih
Dari hasil identifikasi terhadap garis sempadan sungai dan flood plain area, dapat dilihat bahwa garis sempadan sungai sesuai dengan peraturan perundangan relevan dengan Q2, sehingga perlu ada peninjauan sempadan sungai sesuai dengan daerah dataran banjir yang terjadi pada Q25. Dengan adanya kawasan dataran banjir maka sempadan sungai pada daerah dataran banjir adalah sesuai dengan kawasan dataran banjir. Akan tetapi untuk garis sempadan sungai tanpa dataran banjir tetap mengacu kepada peraturan perundangan tentang sempadan sungai, yaitu 100 m kanan dan kiri sungai dihitung dari tepi sungai untuk sungai orde I (PP No. 38 tahun 2011, Peraturan Menteri PU No. 63 Tahun 1993). C. Strategi Jangka Panjang 1. Flood Proofing Flood proofing merupakan upaya untuk menghindari banjir dengan menyesuaikan tinggi bangunan agar bebas banjir. Flood proofing dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat dan pihak swasta untuk melindungi asetnya. Berdasarkan literatur, ketinggian lantai bangunan adalah 30-50 cm dari ketinggian genangan yang pernah terjadi. Tetapi tidak ditemukan literatur mengenai Standar Operasional dan Prosedur dari flood proofing yang pernah dilakukan. 2. Relokasi Terhadap Permukiman Yang Berada Pada Sempadan Sungai Existing. Relokasi permukiman adalah pemindahan permukiman dari suatu tempat ke tempat lain karena tempat asalnya sudah tidak menunjang lagi. Diperlukan penyediaan lahan oleh PEMDA yang tidak jauh dari kegiatan ekonomi masyarakat untuk lokasi relokasi bagi permukiman di daerah sempadan sungai existing. Bagi masyarakat yang tidak mau direlokasi, dilakukan pembatasan penyediaan infrastruktur pada permukiman di daerah sempadan sungai, seperti pencabutan fasilitas penerangan dan telepon pada 1675 bangunan yang terdapat pada area sempadan sungai (Kecamatan Baleendah 328 bangunan, Kecamatan Bojongsoang 165 bangunan, dan Kecamatan Dayeuhkolot sebanyak 1.182 bangunan).
18
3. Mekanisme Disinsentif Berupa Penertiban dan Pajak Progresif Upaya disinsentif yang dapat dilakukan berupa pengenaan sanksi berupa penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi, terutama pada permukiman yang berada pada area sempadan sungai eksisting, sedangkan bagi permukiman yang berada pada daerah dataran banjir Q25, yaitu 171,46 ha permukiman ( Kecamatan Baleendah 164,02 ha, Kecamatan Bojongsoang 3,97 ha dan Kecamatan Dayeuhkolot 3,47 ha), dapat diberikan pajak progresif berupa pengenaan pajak yang tinggi melalui penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi. 4. Pembangunan Fasilitas Peringatan Dini (Early Warning) dan Mekanisme Tanggap Darurat Bencana Banjir, Dalam rangka Upaya Mitigasi dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Dalam rangka upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, perlu dibangun sistem peringatan dini yang merupakan sistem untuk mengurangi dampak banjir, dimana akan lebih efektif jika sistemnya telah terintegrasi dengan pelaksanaan mekanisme tanggap darurat. Oleh karena itu perlu direncanakan juga pusat penanganan bencana dan pembangunan rumah singgah di daerah aman tidak jauh dari wilayah yang sering terkena banjir. Lokasi evakuasi sementara dapat berupa fasos/fasum yang tidak jauh dari lokasi bencana agar masyarakat dapat segera menyelamatkan diri. Contoh lokasi evakuasi pada lokasi Kelurahan Baleendah dengan luas 2,02 ha adalah sebagai berikut :
Lokasi evakuasi
Gambar 14. Lokasi evakuasi di Kelurahan Baleendah
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dari hasil simulasi diperoleh peta genangan periode ulang 2,5, 25 dan 50 tahun di wilayah pengembangan Baleendah, yang mencakup Kecamatan Baleendah, Kecamatan Dayeuh Kolot dan Kecamatan Bojongsoang. Beberapa daerah di Kecamatan tersebut potensial untuk tergenang. Daerah yang memiliki tinggi elevasi hingga 660 dpl berpotensi tergenang jika terjadi Q2, Daerah yang memiliki tinggi elevasi hingga 661 dpl berpotensi tergenang jika terjadi Q5, Daerah yang memiliki tinggi elevasi hingga 662 dpl berpotensi tergenang jika terjadi Q25, dan Daerah yang memiliki tinggi elevasi hingga 663 dpl jika terjadi Q50.
19
2. Dari hasil simulasi didapat luas genangan pada periode ulang 2 tahun di lokasi kajian masih berada pada area sempadan sungai (100 m dari kiri dan kanan sungai, diukur dari tepi sungai), sedangkan luas genangan periode ulang 5 dan 25 tahun lebih besar dari area sempadan sungai. 3. Dengan adanya daerah dataran banjir di lokasi kajian maka diperlukan strategi untuk mereduksi kerugian akibat banjir. Dengan mengetahui faktor Internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor Eksternal (peluang dan ancaman) dapat disusun strategi implementasi kebijakan sempadan sungai dan dataran banjir yang mudah untuk dilaksanakan (realistis) berdasarkan pola penggunaan lahan eksisting, mempertimbangkan potensi dan kendala fisik alam sebagai kawasan rawan banjir dan mengamankan kawasan sempadan sungai dan dataran banjir sebagai kawasan lindung setempat guna menjaga kelestarian daya dukung lingkungan.Strategi yang dapat dilakukan adalah : A. Strategi Jangka Pendek - Pembangunan dan Pemeliharaan Bangunan Pengendali Banjir, Dengan Peluang Sharing Dana Pemeliharaan Dengan Pihak Swasta - Kemudahan Bagi Industri Non Polutif dalam Permohonan Perpanjangan Ijin Usaha. - Mekanisme Insentif Bagi Kegiatan Pertanian Yang Sesuai Kaidah Konservasi B. Strategi Jangka Menengah - Pengelolaan DAS Berwawasan Konservasi Dengan Mekanisme Jasa Lingkungan - Pembatasan dan Pengendalian Ruang Sempadan Sungai dan Dataran Banjir Dengan Pengembangan Kawasan Secara Vertikal. - Evaluasi Garis Sempadan Sungai Sesuai Dengan Karakteristiknya C. Strategi Jangka Panjang - Flood Proofing - Relokasi Terhadap Permukiman Yang Berada Pada Sempadan Sungai Existing. - Mekanisme Disinsentif Berupa Penertiban dan Pajak Progresif - Pembangunan Fasilitas Peringatan Dini (Early Warning) dan Mekanisme Tanggap Darurat Bencana Banjir, Dalam rangka Upaya Mitigasi dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Saran Berdasarkan kesimpulan hasil kajian di atas maka beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk mengimplementasikan setiap strategi kebijakan, hal – hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Pembagian kewenangan yang jelas diantara staholders terkait, baik di lingkungan pemerintah, masyarakat dan swasta, termasuk wewenang dalam membiayai kegiatan. 2. Melibatkan masyarakat mulai dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan dan O&P,. 3. Mempunyai kepastian hukum dalam setiap aspek pengaturan (penataan ruang, dataran banjir dan perijinan). 4. Penyuluhan dan pendidikan dini kepada masyarakat, sehingga tumbuh hasrat dari masyarakat untuk berperan dan mencintai lingkungan sungainya.
DAFTAR PUSTAKA Anonim (2004) : Undang – Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Anonim (2007) : Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Anonim (2011) : Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai Anonim (1993) : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Anonim (2004) : Kebijakan Penanggulangan Banjir di Indonesia, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Direktorat pengairan dan Irigasi. Anonim (2009) : Kabupaten Bandung Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Anonim (2008) : Peraturan Daerah nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung
20
Anonim (1996) : Direktorat Jenderal Pengairan. Pedoman Pengendalian Banjir. Departemen Pekerjaan Umum. Bambang Trihatmojo (2009) : Hidrologi Terapan Deltares (2011) : Upper Citarum Basin Flood Management DHI Software (2007) : MIKE 11 User Manual and Tutorial DHI Software (2007) : MIKE View User Manual Freddy Rangkuti (2000) : Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis Grigg, Neil S. (1996) : Water Resources Management, Principles, Regulation and Cases, Mc. GrawHill, New York. Robert J. Kodoatie dan Sugiyanto (2002) : Banjir, Beberapa Penyebab dan Pengendaliannya Dalam Perspektif Lingkungan, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta Robert J. Kodoatie dan Roestam Syarief (2010) : Tata Ruang Air. Penerbit Andi, Yogyakarta Sasmita Priatna, dkk. ( 2011) : Varietas Padi Rawa Adaptif Pada Lahan Banjir dan Rendaman. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Siswoko Sastrodihardjo (2004) : Upaya Mengatasi Masalah Banjir Secara Menyeluruh. Soewarno (1995) : Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Penerbit Nova, Bandung. Sri Harto BR (1993) : Analisis Hidrologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Suripin (2004) : Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Penerbit Andi, Yogyakarta. Wanny K dkk (2003) : Pola Hujan Provinsi Jawa Barat, PUSAIR Ven Te Chow, David R Maidment, Larry W (1988) : Applied Hidrology, The Blackburn Press Yadi Suryadi (2007) : Metode Penentuan Indeks Banjir Berdasarkan Fungsi Debit Puncak Hidrograf Inflow, Luas genangan, Kedalaman dan Waktu Genangan (Studi Kasus DAS Citarum Hulu), Disertasi Program Doktor, Institut Teknologi Bandung.
21