Jurnal Teknik PWK Volume 3 Nomor 4 2014 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk __________________________________________________________________________________________________________________
KAJIAN KEMBALI TERHADAP RISIKO TSUNAMI DI KOTA BANDA ACEH Dara Zaiyana¹ dan Imam Buchori² 1
Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2 Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro email :
[email protected]
Abstrak: Kota Banda Aceh merupakan salah satu wilayah yang berpotensi terkena tsunami. Tragedi gempa bumi Samudra Hindia pada 26 Desember 2004 merupakan gempa terbesar dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Ketinggian gelombang muka air laut saat tsunami mencapai daratan (run up height) terukur setinggi 20 meter, genangan (inundation) bisa menghempas daratan sejauh 8 kilometer jauhnya dari pinggir pantai sehingga 50% dari semua bangunan rusak akibat terkena gelombang tsunami. Selama hampir 10 tahun setelah kejadian gempa dan tsunami tersebut, Kota Banda Aceh telah pulih kembali dalam menjalankan peran pentingnya dalam tatanan aspek kehidupan masyarakat Aceh sebagai ibukota Provinsi Aceh, bahkan pembangunan yang telah dilakukan relatif lebih maju jika dibandingkan dengan pembangunan sebelum masa tsunami. Pemerintah Kota Banda Aceh juga telah melakukan berbagai macam upaya mitigasi bencana salah satunya yaitu dengan adanya peta risiko bencana tsunami. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat risiko bencana tsunami di Kota Banda Aceh melalui peninjauan kembali dengan menggunakan data dan informasi terbaru dengan menggunakan Sistem Infromasi Geografis (SIG) kemudian mengidentifikasikan wilayah-wilayah mana saja yang berada pada kelas kerentanan rendah, sedang dan tinggi. Penelitian ini dilakukan melalui metode pendekatan kuantitatif. Pengolahan data yang dilakukan untuk mendapatkan risiko tsunami yaitu melalui skoring dan overlay dua komponen, yaitu bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Melalui analisis dan pemodelan SIG analisis bahaya tsunami diklasifikasikan ke dalam 2 zona yaitu tinggi dan rendah. Analisis kerentanan diklasifikasi menjadi 3 zona yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hasil overlay dan klasifikasi penilaian tingkat kerentanan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Kota Banda Aceh sebagian besar termasuk dalam kategori tingkat kerentanan sedang sebesar 41%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar lahan yang akan terdampak tsunami jauh dari pinggir pantai dan untuk analisis risiko secara keseluruhan Kota Banda Aceh memiliki tingkat risiko tsunami yang rendah dengan persentase sebanyak 18%, risiko tsunami yang sedang sebanyak 42% dan risiko tsunami tinggi sebanyak 40%. Kata Kunci : Tsunami, Mitigasi Bencana, Risiko, SIG. Abstract: Banda Aceh is one of the areas that potentially affected to tsunami. The tragedy of the Indian Ocean earthquake on December 26, 2004 the largest earthquake in the last 40 years. Wave height of sea level when the tsunami reaches land (the run-up height) measured as high as 20 meters, the inundatio could smash land as far as 8 kilometers away from the beach so that 50% of all buildings were damaged by the tsunami wave . For nearly 10 years after the events of the earthquake and tsunami, Banda Aceh has been restored in order play an integral role in aspects of community life in Aceh as the capital of Aceh province, even the construction has been done relatively more advanced when compared to the period before the construction of the tsunami. Government of Banda Aceh have also done a wide variety of disaster mitigation efforts one of which is the presence of tsunami risk map. The main objective of this study was to determine the level of risk of the tsunami in Banda Aceh through the review using the latest data and information using the Information Systems Geographic (GIS) then identifies any areas that are at a low vulnerability class, medium and high. This research Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
| 807
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
was conducted through a quantitative approach. Data processing is performed to obtain the tsunami risk is through scoring and overlay of two components, hazard) and vulnerability. Through GIS analysis and modeling of tsunami hazard analysis classified into two zones: the high and low. Vulnerability analysis are classified into three zones, low, medium, and high. Results overlay and classification of the degree of vulnerability assessment in this study showed that most of the city of Banda Aceh in the category of vulnerability rate was 67%. This is because most of the land that will be affected by the tsunami away from the beach and for the analysis of the overall risk of Banda Aceh has low tsunami risk level with the percentage as much as 18%, the medium risk of tsunami that was as much as 42% and a high tsunami risk as much as 40%.
Keywords: Tsunami, Disaster Mitigation, Risk, GIS. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang rawan bencana dilihat dari aspek geografis, klimatologis dan demografis. Letak geografis Indonesia diantara dua benua dan dua samudera menyebabkan Indonesia mempunyai potensi yang cukup bagus dalam perekonomian sekaligus juga rawan dengan bencana. Secara geologis Indonesia berada pada wilayah jalur gempa aktif yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami, yaitu terletak pada daerah pertemuan tiga lempeng tektonik (lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Samudra Pasifik) yang setiap waktu terus bergerak. Salah satu wilayah yang berpotensi terkena tsunami adalah kawasan pesisir Kota Banda Aceh. Tragedi gempa bumi Samudra Hindia pada 26 Desember 2004 merupakan gempa terbesar dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Ketinggian gelombang muka air laut saat tsunami mencapai daratan (run up height) terukur setinggi 20 meter, genangan (inundation) bisa menghempas daratan sejauh 8 kilometer jauhnya dari pinggir pantai (Anshari dkk, 2011). Gempa bumi tersebut menimbulkan tsunami yang menghantam Aceh, Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung, Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Di Aceh, khususnya di Kota Banda Aceh sekitar 50% dari semua bangunan rusak akibat terkena gelombang tsunami. Tragedi tersebut mebuat dunia sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari bencana tsunami. Selama hampir 10 tahun setelah kejadian gempa dan tsunami tersebut,
Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
Pemerintah Kota Banda Aceh telah melakukan berbagai macam upaya mitigasi bencana salah satunya yaitu dengan adanya peta risiko bencana tsunami. Namun dengan mempertimbangkan kondisi sekarang, maka diperlukan suatu kajian kembali terhadap risiko tsunami Kota Banda Aceh dengan menggunakan data dan infromasi yang terbarukan. Pembuatan peta risiko bencana tsunami merupakan salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan, Kota Banda Aceh sendiri sudah mempunyai peta risiko bencana tsunami. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga telah mempublikasikan Peta Indeks Risiko Bencana Tsunami untuk wilayah Provinsi Aceh pada tahun 2010. Dari peta tersebut terlihat bahwa Kota Banda Aceh termasuk dalam tingkat risiko tsunami yang tinggi. Oleh itu dibutuhkan pembelajaran/penelitian lebih mendalam mengenai risiko bencana tsunami di Kota Banda Aceh dengan menggunakan data dan informasi yang terbaru terutama mengenai perubahan struktur penduduk, ekonomi, fisik (kerentanan bangunan) dan kondisi penggunaan lahan sekarang karena tsunami di masa yang akan datang dapat menyebabkan dampak buruk yang lebih besar, karena adanya pertambahan penduduk, bangunanbangunan baru, dan infrastruktur-infrastruktur baru (Jelinek dan Krausman, 2008). Beberapa penelitian terdahulu dan model-model yang berkaitan dengan bencana tsunami telah banyak dilakukan. Bahaya tsunami yang menghasilkan informasi yang detail mengenai gelombang tsunami di pinggir
| 808
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
pantai, panjang penggenangan tsunami dan ketinggian tsunami (Van Veen et.al, 2012) dilakukan dengan menggunakan aplikasi Delft3D dan RiskMap. Penelitian yang mereview peran penting dari ekosistem pesisir dalam mitigasi bahaya gelombang laut. Dalam hal ini dibahas mengenai dampak kawasan pesisir terhadap kejadian tsunami pada tahun 2004. Sejumlah penelitian ilmiah menggambarkan bahwa ekosistem pesisir merupakan hal yang penting dalam melindungi pantai terhadap risiko bencana badai dan angin topan. Selain itu juga untuk meninjau keadaan pengetahuan mengenai peran ekosistem pesisir dalam mitigasi risiko bencana tsunami. Karena mitigasi risiko bukan hal yang umum bagi ekologis oleh karena itu peneliti menjelaskan konsep tentang evaluasi risiko. Analisis risiko di artikan dengan formula “Bahaya x Kerentanan”, dengan variabel risiko yaitu sosial dan lingkungan (Cochard et. al, 2008). Penelitian oleh Paris et. al pada tahun 2007 ini menyajikan deskripsi dari erosi dan pengendapan batu yang disebabkan oleh tsunami 2004 di Lhok Nga. Dampak geomorfologi tsunami di Lhok Nga dibuktikan dengan erosi pantai yang parah. KAJIAN LITERATUR Tsunami Tsunami adalah kata dalam bahasa Jepang yang ditulis dalam dua karakter yaiti “tsu” yang artinya pelabuhan dan “nami” yang artinya gelombang. Badan Meteorologi dan Geofisika menyebutkan definisi tsunami sebagai sederetan gelombang laut yang menjalar dengan panjang gelombang sampai 100 km dengan ketinggian beberapa puluh cm di tengah laut dalam. Sehingga dalam istilah yang paling sederhana, tsumami adalah merupakan perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan antara lain oleh: - Gempa bumi yang berpusat di bawah laut, - Letusan gunung api bawah laut, Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
- Longsor bawah laut, - Hantaman meteor dari angkasa yang jatuh ke laut. Bencana, Bahaya, Kerentanan, dan Risiko Bencana Bencana merupakan peristiwa yang disebabkan oleh alam maupun manusia yang berdampak buruk pada masyarakat, daerah, dan bangsa. Kejadian yang berkaitan dengan bencana dapat berdampak pada ekonomi, sosial atau kerusakan lingkungan. Kapasitas masyarakat, wilayah, atau negara untuk menangani dampak bencana memberikan dasar bagi kita untuk mengklasifikasikan peristiwa ini sebagai krisis yang dapat ditangani oleh sumberdaya lokal atau bencana yang memerlukan bantuan dan dukungan dari luar (Wisner et al, 1994). Bahaya Bahaya mengacu pada kejadian baik alam maupun akibat perbuatan manusia yang dapat menimbulkan bancana yang mengakibatkan kerugian baik harta, benda, maupun nyawa. Bahaya dapat merujuk ke berbagai jenis bencana alam (banjir, badai, gempa bumi, kebakaran hutan, dll), teknologi (bahan tumpahan berbahaya, kecelakaan nuklir, listrik padam, dll), atau kejadian akibat ulah manusia (biokimia, bom, senjata, massa kehancuran, terorisme) (BNPB, 2011). Kerentanan Kerentanan adalah suatu kondisi karakteristik seseorang atau kelompok dan situasi mereka yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menghadapi dampak buruk bahaya alam tertentu (Wisner et al, 1994). Kerentanan dapat diukur dari kerentanan fisik, ekonomi, sosial, dan lingkungan (Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, BNPB: 2008). Risiko Risiko adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yangdapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan | 809
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU No. 24 tahun 2007). Istilah risiko dan bahaya sering digunakan secara bergantian dan tidak konsisten. Adanya interpretasi yang berbeda dari manajer risiko, perencana, spesialis asuransi, dan orang awam, arti dari kata-kata telah berevolusi secara independen dan digunakan berbagai cara. Konsep risiko kadang dituliskan dalam bahasa matematika seperti misalnya (Wisner et.al, 2004). R=HxV dengan: R = Risk H = Hazard V = Vulnerability Mitigasi Mitigasi adalah suatu upaya atau tindakan yang dilakukan untuk mengurangi efek dari suatu kejadian bencana. Di dalam UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Bab I ayat 9 disebutkan bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi ada dua macam yaitu secara struktural dan non-struktural. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan pemodelan spasial yang menggambarkan kondisi nyata di lapangan. Sistem informasi geografis ArcGIS merupakan alat yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis variabel bahaya dan kerentanan (Habibi, 2012) untuk memperoleh daerah risiko tsunami. Jenis pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis data-data tersaji dalam bentuk angka dan terukur. Tahap awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah menelaah teori-teori meupun konsep melalui beberapa literatur dan jurnal yang relevan. Kemudian dilanjutkan dengan survei lapangan untuk mengkaji fenomena dilapangan. Hasil Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
survei tersebut kemudian dianalisis agar dapat menghasilkan temuan studi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Metode pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Metode analisis yang dilakukan meliputi metode analisis deskiptif dan analisis evaluatif. Analisis deskriptif ini dengan menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data yang ada (Narbuko & Achmadi, 2001). Data tersebut diuraikan dalam bentuk gambar/peta, grafik, tabel, dan diagram agar diperoleh hasil kajian yang lebih baik. Sementara analisis evaluatif dalam penelitian ini secara garis besarnya menggunakan teknik overlay terhadap variabel-variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Jenis analisis yang digunakan dalam penelitian, untuk menjawab pertanyaan dan mencapai tujuan penelitian sesuai dengan sasaran penelitian yang akan dicapai yaitu: Analisis Bahaya Tsunami Analisis bahaya tsunami bertujuan untuk menilai sejauh mana daerah yang terkena tsunami, intensitas dampak tsunami dan kemungkinan terjadinya. Analisis bahaya tsunami dilakukan secara kuantitatif. Tahapan yang dilakukan dalam analisis bahaya tsunami adalah sebagai berikut: a. Klasifikasi parameter ketinggian dan kelerengan dengan data DEM Kota Banda Aceh dengan menggunakan Spatial Analyst. b. Klasifikasi parameter jarak dari pantai. c. Overlay variabel dan kalkulasi dengan rumus sebagai berikut: H = (Ketinggian × 50) + (Jarak dari Pantai × 30) + (Kelerengan × 20) d. Penyajian hasil melalui peta bahaya tsunami. Analisis Kerentanan Tsunami ini dilakukan untuk mengetahui tingkat | 810
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
ketidakmampuan suatu komunitas atau masyarakat di Kota Banda Aceh untuk menghadapi bencana tsunami. Kerentanan yang dimaksud dalam penelitian ini tinjau dari aspek sosial kependudukan (kepadatan penduduk), ekonomi, dan fisik lingkungan. Penilaian tingkat kerentanan bencana tsunami dibagi menjadi 3 kelas (kerentanan rendah, kerentanan sedang, dan kerentanan tinggi) dengan rumus sebagai berikut: V = [(1 x Sosial Kependudukan) + (1 x Ekonomi) + (2 x fisik lingkungan)] Total kerentanan merupakan jumlah dari setiap variabel kerentanan berdasarkan faktor skoring. Output yang dihasilkan yaitu Peta Kerentanan Tsunami. Analisis Risiko Tsunami dilakukan dengan meng-overlay antara peta bahaya tsunami dengan peta tingkat kerentanan serta melakukan analisis skoring. Rumus fungsi penilaian risiko yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
Sumber: Bappeda GAMBAR 1 PETA GENANGAN TSUNAMI 2004 Pada peta tersebut dapa dilihat bahwa kawasan yang terkena tsunami tahun 2004 terdampak pada Kecamatan Meuraksa, Kuta Raja, sebagian Kecamatan Jaya Baru, Kuta Alam dan Syiah Kuala. Variabel untuk analisis bahaya tsunami yang digunakan adalah data DEM, ketinggian, kelerengan, dan jarak dari pantai. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan bahaya tsunami diklasifikasikan ke dalam 2 zona yaitu tinggi dan rendah. Daerah yang memiliki zona bahaya tsunami tinggi yaitu di wilaya pesisir Kota Banda Aceh dengan jarak ± 1km dari garis pantai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Risiko (R) = Bahaya (H) x Kerentanan (V) Hasil Pembahasan Analisis Bahaya Tsunami Analisis bahaya (hazard) tsunami digunakan untuk mengklasifikasikan wilayah sesuai dengan tingkat bahaya tsunami. Secara umum, luas yang tergenang tsunami di Kota Banda Aceh adalah 4.852 ha dari total luas wilayah kota Banda Aceh. Berikut adalah peta kawasan terkena tsunami di Kota Banda Aceh pada tahun 2004.
Sumber: Analisis Penyusun, 2014 GAMBAR 2 PETA BAHAYA TSUNAMI
Analisis Kerentanan Tsunami Kerentanan Kependudukan terhadap Tsunami di Kota Banda Aceh Kerentanan aspek kependudukan yaitu kepadatan penduduk, semakin besar kepadatan penduduk makan kerentanan suatu daerah akan semakin besar pula. Daerah dengan penduduk yang padat akan lebih banyak menelan banyak korban dibandingkan dengan daerah yang berpenduduk jarang. Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
| 811
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
Sumber: Analisis Penyusun, 2014
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
Sumber: Analisis Penyusun, 2014
GAMBAR 3 PETA KERENTANAN KEPADATAN PENDUDUK
GAMBAR 4 PETA KERENTANAN EKONOMI
Dari 6 kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh sebanyak 1 kecamatan merupakan keretanan tinggi yaitu seluas 521 ha atau sebesar 8,5 % dari luas wilayah Kota Banda Aceh, 4 kecamatan merupakan kerentanan sedang yaitu seluas 3.261 ha dan 1 kecamatan merupakan kerentanan rendah seluas 726 ha.
Dari 6 kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh sebanyak 1 kecamatan merupakan keretanan sedang dengan persentase 17%, dan sisanya 5 kecamatan merupakan kerentanan tinggi dengan persentase 83%.
Kerentanan Ekonomi terhadap Tsunami di Kota Banda Aceh Kerentanan ekonomi berkaitan dengan kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pecegahan atau mitigasi bencana. Salah satu aspek kerentanan ekonomi adalah bisa dilihat dari mata pencaharian yang rentan terhadap bencana tsunami.
Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
Kerentanan Fisik Lingkungan terhadap Tsunami di Kota Banda Aceh Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan terhadap bahaya tsunami. Indikator yang digunakan adalah kepadatan bangunan, ketinggian daratan terhadap permukaan laut, jarak dari garis pantai, jarak dari sungai, dan penggunaan lahan. 1. Kepadatan Bangunan Semakin tinggi kepadatan bangunan di suatu wilayah maka semakin tinggi pula tingkat kerawanannya terhadap tsunami, karena jumlah obyek yang mungkin akan terkena bahaya tsunami akan semakin besar. Dan semakin rendah kepadatan bangunan di suatu wilayah, maka semakin rendah pula tingkat kerentanan terhadap tsunami, karena jumlah obyek yang mungkin akan terkena tsunami sedikit. Analisis kepadatan bangunan dilihat dari kepadatannya, kedekatan bangun dengan sungai, dan kedekatan bangunan dengan laut.
| 812
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
Sumber: Analisis Penyusun, 2014 GAMBAR 5 PETA KERENTANAN KEPADATAN BANGUNAN Wilayah dengan kepadatan sedang ditandai dengan kepadatan bangunan yang dekat dengan sungai dapat ditemui di Kecamatan Baiturrahman, Kuta Alam dan sebagian kecil wilayah Kecamatan Jaya Baru dengan persentase 32%. Sedangkan wilayah dengan kepadatan bangunan tinggi hanya terdapat di kawasan yang padat bangunan yang dekat dengan laut yaitu Kecamatan Meuraxa, Kuta Raja, Kuta Alam dan Syiah Kuala dengan persentase 37%. 2. Ketinggian daratan terhadap permukaan laut Berdasarkan pengolahan DEM (Digital Elevation Model), didapat hasil berupa peta kerentanan ketinggian daratan terhadap permukaan laut di Kota Banda Aceh. Kerentanan tinggi berada pada ketinggi 0 – 5 m, kerentanan sedang berada pada ketinggian 5 – 10 m dan kerentanan rendah berada pada ketinggian > 10 m.
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
Sumber: Analisis Penyusun, 2014 GAMBAR 6 PETA KERENTANAN KETINGGIAN DARATAN 3. Jarak dari garis pantai Semakin dekat dengan garis pantai maka akan semakin rentan terhadap terjangan tsunami, sedangkan semakin jauh dengan garis pantai maka akan semakin tidak tidak rentan terhadap tsunami. Kelas yang sangat rentan yaitu yang mempunyai jarak dari gais pantai yag sangat dekat yaitu kurang dari 100 meter, hal tersebut dikarenakan pantai merupakan wilayah yang pertama kali berinteraksi dengan tsunami yang datang dari arah laut. Kelas yang tidak rentan terhadap tsunami, yaitu jarak yang lebih dari 1000 meter.
Sumber: Analisis Penyusun, 2014 GAMBAR 6 PETA KERENTANAN GARIS PANTAI
Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
| 813
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
4. Jarak dari sungai semakin dekat dengan sungai yang tegak lurus dengan garis pantai maka akan rentan terkena gelombang tsunami. Pada analisis jarak dari sungai terbagi menjadi beberapa tingkat kerentanan. Kelas dengan kerentanan tinggi berada pada jarak kurang dari 250 meter dari sungai Sedangkan kelas dengan kerentanan rendah berada pada jarak lebih dari 750 meter dari sungai dengan kemungkinan besar tidak terkena gelombang tsunami, dan dapat melakukan evakuasi secara horisontal jika tsunami datang.
Sumber: Analisis Penyusun, 2014 GAMBAR 8 PETA KERENTANAN JARAK SUNGAI 5. Tata Guna Lahan Berdasarkan hasi pengolahan data parameter penggunaan lahan didapatkan kerentanan penggunaan lahan Kota Banda Aceh termasuk dalam kategori kerentanan tinggi karena dapat dilihat bahwa penggunaan lahan untuk kawasan perumahan sebanyak 67%, sudah tidak banyak aktivitas yang dilakukan di pesisir pantai yang merupakan daerah yang rawan terhadap tsunami.
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
Sumber: Analisis Penyusun, 2014 GAMBAR 9 PETA KERENTANAN TATA GUNA LAHAN 6. Kerentanan Total Fisik Lingkungan Terhadap Tsunami di Kota Banda Aceh Kerentanan ini merupakan hasil overlay dan skoring dari penilaian kerentanan terhadap variabel kerentanan fisik lingkungan yaitu analisis kepadatan bangunan, ketinggian daratan terhadap permukaan laut, analisis jarak dari garis pantai, analisis dari jarak sungai dan analisis tata guna lahan. Hasil overlay dan klasifikasi kerentanan fisik lingkungan diperoleh tingkat kerentanan sedang sebanyak 62% dan kerentanan tinggi sebanyak 38 %. Kerentanan tinggi tersebar di sebagian wilayah pesisir dan kawasan yang berbatasan dengan sungai.
Sumber: Analisis Penyusun, 2014 GAMBAR 10 PETA KERENTANAN TOTAL LINGKUNGAN Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
| 814
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
7. Kerentanan Total terhadap Tsunami di Kota Banda Aceh Hasil overlay dan klasifikasi penilaian tingkat kerentanan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Kota Banda Aceh sebagian besar termasuk dalam kategori tingkat kerentanan rendah sebesar 41%. Hal ini disebabkan karena sebagian wilayah yang akan terdampak tsunami jauh dari pinggir pantai.
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
tingkat kerentanan maka akan semakin tinggi risikonya. Dari hasil perhitungan variabel bahaya dan kerentanan dapat dilihat bahwa secara keseluruhan Kota Banda Aceh memiliki tingkat risiko tsunami yang sedang dengan persentase sebanyak 42%. Risiko tsunami yang rendah sebanyak 18% dan risiko tsunami tinggi sebanyak 40%.
Sumber: Analisis Penyusun, 2014 Sumber: Analisis Penyusun, 2014 GAMBAR 11 PETA KERENTANAN TSUNAMI Kerentanan tinggi berada di Kecamatan Meuraksa, sebagian Kecamatan Kutaraja, sebagian Kecamatan Syiah Kuala, dan sebagian Kecamatan Kuta Alam. Kerentanan sedang berada di Kecamatan Baiturahman dan sebagian Kecamatan Kuta Alam. Sedangkan untuk kerentanan rendah sebagian berada di pinggir pantai dan wilayah yang jauh dari pantai, hal tersebut dikarenakan daerah dengan kerentanan rendah merupakan penggunaan lahan yang kosong dan merupakan ruang terbuka hijau.
GAMBAR 12 PETA RISIKO TSUNAMI TAHUN 2014 Kajian Kembali Risiko Tsunami Penelitian mengenai tsunami di Aceh sudah sangat banyak dilakukan, namun untuk penelitian mengenai kajian risiko masih sangat jarang. Sebelumnya Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Banda Aceh sudah memiliki Peta Zonasi Risiko Tsunami yang dibuat pada tahun 2012. Pada peta tersebut dapat dilihat bahwa tingkat risiko tsunami yang tinggi berada di pinggir pantai dan wilayah yang berbatasan dengan sungai.
Analisis Risiko Tsunami Analisis risiko tsunami di dapatkan dari overlay bahaya (hazard) dengan tingkat kerentanan total (vulnerability). Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu wilayah maka akan semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Hal tersebut berlaku juga untuk kerentanan, dimana semakin tinggi Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
| 815
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
Sumber: Bappeda GAMBAR 13 PETA ZONASI RISIKO TSUNAMI TAHUN 2012 Pada Peta Zonasi Risiko Tsunami yang dikerjakan oleh Bappeda (eksisting), tingkat risiko tsunami yang tinggi berada di pinggir pantai dan wilayah yang berbatasan dengan sungai. Pada kajian kembali risiko tsunami ini hasil yang didapat adalah Kota Banda Aceh memiliki tingkat risiko tsunami yang rendah dengan persentase sebanyak 18%, risiko tsunami yang sedang sebanyak 42% dan risiko tsunami tinggi sebanyak 40%. Pada peta hasil analisis terlihat tidak begitu banyak perbedaan dengan risiko tsunami eksisting bahwa daerah yang memiliki risiko tsunami tinggi berada pada pinggir pantai karena wilayah tersebut merupakan kawasan yang pertama kali terdampak terhadap gelombang tsunami dan yang berbeda yaitu pada risiko tsunami rendah berada pada wilayah yang jauh dari laut yaitu dengan jarak 1 km. Berdasarkan hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa Kota Banda Aceh membutuhkan perhatian yang lebih pada kawasan risiko tsunami yang tinggi yaitu kawasan di pesisir pantai. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut adalah dengan melakukan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas. Karena ketika terjadi bencana, masyarakat adalah pihak yang merasakan langsung dampak dari bencana tersebut.
Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
Sumber: Analisis Penyusun, 2014 GAMBAR 14 PETA RISIKO TSUNAMI HASIL ANALISIS DI KOTA BANDA ACEH 2014 KESIMPULAN & REKOMENDASI Kesimpulan Kajian kembali terhadap risiko tsunami di Kota Banda Aceh ini sangat penting untuk dilakukan karena Analisis risiko bukan sesuatu yang mati tetapi suatu analisis yang dinamis dan dapat berubah setiap saat. Setiap tahunnya suatu wilayah pasti akan mengalami perubahan struktur penduduk, ekonomi, fisik, dan kondisi penggunaan lahan karena tsunami di masa yang akan datang dapat menyebabkan dampak buruk yang lebih besar, karena adanya pertambahan penduduk, bangunan-bangunan baru, dan infrastrukturinfrastruktur baru. Kawasan pesisir di Kota Banda Aceh memiliki tingkat risiko bencana tsunami yang tinggi yaitu di Kecamtan Meuraksa, Kutaraja, Kuta Alam, dan Syiah Kuala. Pendekatan SIG dengan perangkat software ArcGIS dan Global Mapper dapat digunakan dalam menganalisis risiko tsunami menggunakan spatial analyst dan analisis tumpang tinding (overlay). Rekomendasi Sesuai dengan temuan studi dan kesimpulan yang telah dikemukan maka beberapa rekomendasi yang dapat diberikan agar dapat menyikapi risiko tsunami tersebut yaitu: 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan | 816
Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami …
masukan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh khususnya dalam penataan kawasan yang berisiko tsunami yang tinggi. 2. Pemerintah segera menerapkan kebijakan dan strategi dalam upaya mitigasi di wilayah pesisir Kota Banda Aceh terhadap risiko tsunami melalui zonasi dan regulasi kawasan yang meliputi kawasan dengan risiko tinggi berada di pesisir yaitu Kecamatan Meuraksa, Kuta Alam, Kutaraja, dan Syiah Kuala direkomendasikan agar adanya pembatasan atau pelarangan pengembangan kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, industri maupun kawasan perkantoran. Kondisi saat ini masih banyak warga yang mengabaikan aturan mengenai pembangunan rumah di pesisir pantai. Perumahan di wilayah pesisir ini perlu dibatasi pembangunannya dan diarahkan menjauhi wilayah pantai. 3. Penduduk di wilayah pesisir perlu diberikan pengetahun tentang bencana tsunami, dengan mengenali dan memahami tsunami dapat mengetahui tindakan yang perlu diambil jika terjadi bencana tsunami terutama di Kecamatan Meuraksa Kuta Alam, Kutaraja, dan Syiah Kuala yang memili risiko tsunami yang tinggi. 4. Melakukan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK). DAFTAR PUSTAKA Anshari, Lutfi. dkk. 2011. Aspek Kebencanaan Dalam Perencanaan. Bandung: Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung. Cochard, Roland et. al. 2007. “The 2004 Tsunami in Aceh and Southern Thailand:
Teknik PWK; Vol. 3; No. 4; 2014; hal. 807-817
Dara Zaiyana dan Imam Buchori
A review on coastal ecosystems, wae hazards and vulnerability”. Perspective in Plant Ecology, Evolution and Systematics. Vol 10, pp. 3-40. Jelínek, Róbert dan Elisabeth Krausmann. 2008. Approches to Tsunami Risk Assessment. Italy: European Commission. Marbruno, Habibi. 2012. “Model Spasial Kerentanan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Terhadap Bencana Gunung Merapi”. Tugas akhir tidak diterbitkan, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang. Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2001. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Paris, Raphael. 2008. “Tsunamic as Geomorphic Crises: Lesson from the December 26, 2004 tsunami in Lhok Nga, West Banda Aceh (Sumatra, Indonesia).” Geomorphology, Vol 104, pp 59-72. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Sekretariat Negara, Jakarta. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Sekretariat Negara, Jakarta. Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang No. 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Sekretariat Negara, Jakarta. Van Veen, B.A.D et al. 2012. “Tsunami Flood Modelling For Aceh & West Sumatra and its Application For an Early Warning System.” Continental Shelf Research. Wisner, Ben et al. 2004. At Risk Natural Hazards, People’s Vulnerability and Disaster Second Edition. London: Routledge.
| 817