Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta
Triwulan IV 2014
Triwulan IV 2014
Halaman ini sengaja dikosongkan
ii
Triwulan IV 2014
Kata Pengantar Perekonomian Jakarta pada triwulan IV 2014 tumbuh cukup baik. Laju pertumbuhan ekonomi Jakarta tercatat sebesar 6,2% (yoy) pada triwulan akhir 2014. Hal tersebut terutama bersumber dari konsumsi rumah tangga dan Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT). Di sisi lain, kinerja ekspor masih terkontraksi sejalan dengan masih belum pulihnya perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Jakarta untuk keseluruhan 2014 mengalami perlambatan. Laju perpertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 6% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya (6,1%, yoy). Realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut berada pada batas bawah dari proyeksi sebelumnya yang memprakirakan pertumbuhan ekonomi Jakarta berada pada kisaran 6,0% - 6,4% (yoy). Perlambatan perekonomian Jakarta terutama sebagai dampak dari melambatnya perekonomian nasional dan menurunnya daya beli masyarakat, sehubungan dengan penerapan sejumlah kebijakan tarif barang dan jasa oleh Pemerintah. Realisasi inflasi Jakarta cukup tinggi pada Desember 2014 atau berada di atas inflasi nasional. Inflasi Jakarta di 2014 mencapai 8,95% (yoy), lebih tinggi dari inflasi pada tahun sebelumnya (8,0%, yoy) dan inflasi nasional (8,36%, yoy). Hal ini tidak terlepas dari posisi Jakarta sebagai daerah defisit pangan dan relatif kuatnya permintaan masyarakat urban, khususnya kelas menengah. Selain itu, kenaikan harga BBM bersubsidi pada November 2014, merupakan salah satu kebijakan dari rangkaian kebijakan reformasi subsidi energi yang dilakukan pemerintah sepanjang tahun 2014, yang memberikan dampak cukup signifikan bagi perkembangan inflasi. Perekonomian Jakarta untuk keseluruhan tahun 2015 diprakirakan tumbuh membaik di kisaran 6,1% - 6,5% (yoy), dengan dukungan dari seluruh komponen di sisi penggunaan, sejalan dengan membaiknya perekonomian global dan domestik. Namun, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I 2015 berpotensi melambat, yaitu sekitar 6,1% (yoy), sebagai pengaruh dari minimnya dukungan belanja dan investasi pemerintah. Adapun tekanan inflasi Jakarta pada semester I 2015 diperkirakan akan menurun tapi masih pada level yang cukup tinggi karena masih dipengaruhi oleh adanya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi (faktor base effect). Untuk keseluruhan tahun 2015, inflasi Jakarta diprakirakan akan turun menjadi pada kisaran 4,3% - 4,7% (yoy). Demikian asesmen ringkas Bank Indonesia mengenai perkembangan terkini dan prospek perekonomian Jakarta. Asesmen lengkap disajikan dalam publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi DKI Jakarta ini. Adapun tujuan dari penyusunan KEKR triwulanan ini selain sebagai masukan perumusan kebijakan moneter Bank Indonesia, juga diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi Jakarta. Akhir kata, semoga kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi daerah Jakarta. Jakarta, Februari 2014 Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Doddy Zulverdi Direktur
iii
Triwulan IV 2014
Halaman ini sengaja dikosongkan
iv
Triwulan IV 2014
Daftar Isi KATA PENGANTAR
halaman iii
DAFTAR ISI
halaman v
RINGKASAN UMUM
halaman vi
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA
halaman vii
BAB I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
halaman 1 halaman 1 halaman 5 halaman 10
A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta B. Dinamika Sektor Ekonomi Utama Jakarta Boks 1: Perubahan tahun dasar PDB/PDRB Berbasisi SNA 2008 BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH
halaman 15
BAB III. INFLASI
halaman 20
BAB IV. PERBANKAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN
halaman 24
PENGELOLAAN UANG A. Intermediasi Perbankan B. Ketahanan Sektor Korporasi C. Ketahanan Sektor Rumah Tangga D. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang BAB V. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN A. Ketenagakerjaan B. Kesejahteraan BAB VI. PROSPEK PEREKONOMIAN JAKARTA A. Pertumbuhan Ekonomi B. Inflasi
halaman 24 halaman 25 halaman 26 halaman 27 halaman 29 halaman 29 halaman 32 halaman 35 halaman 35 halaman 44
v
Triwulan IV 2014
Ringkasan Umum Perekonomian Provinsi DKI Jakarta tumbuh cukup baik. Laju pertumbuhan ekonomi Jakarta tercatat sebesar 6,2% (yoy) pada triwulan IV 2014, sedangkan untuk keseluruhan tahun tumbuh sebesar 6,0% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta terutama bersumber dari konsumsi rumah tangga dan Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT). Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Jakarta didominasi oleh empat lapangan usaha utama, yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; industri pengolahan; konstruksi dan jasa keuangan dan asuransi. Kinerja keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan yang terendah dalam tiga tahun terakhir, baik merujuk pada capaian pendapatan maupun belanja. Tidak optimalnya kinerja keuangan pemerintah daerah ini terkait dengan permasalahan teknis penganggaran dan pengadaan. Minimnya dukungan belanja daerah ditengarai turut berpengaruh pada perlambatan ekonomi Jakarta tahun 2014. Pada triwulan IV 2014, inflasi Jakarta masih dapat terjaga pada level single digit, meski lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya maupun dibandingkan dengan inflasi nasional tahun 2014. Tekanan inflasi pada triwulan laporan terutama bersumber dari kelompok administered prices. Kenaikan harga BBM bersubsidi pada November 2014 merupakan salah satu kebijakan yang memberikan dampak cukup signifikan bagi perkembangan inflasi Jakarta. Sejalan dengan masih belum optimalnya pertumbuhan Provinsi DKI Jakarta pada triwulan IV 2014, kegiatan intermediasi perbankan juga mengalami perlambatan. Pada triwulan IV 2014, penyaluran kredit di Jakarta tercatat tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kendati demikian, pembiayaan keuangan korporasi cukup terjaga di tengah melemahnya kinerja perekonomian dan stance kebijakan moneter ketat. Perekonomian Jakarta untuk keseluruhan tahun 2015 diprakirakan tumbuh di kisaran 6,1% - 6,5% (yoy), dengan dukungan dari seluruh komponen di sisi penggunaan, sejalan dengan membaiknya perekonomian global dan domestik. Namun, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I 2015 berpotensi melambat, yaitu sekitar 6,1% (yoy), sebagai pengaruh dari minimnya dukungan belanja dan investasi pemerintah. Adapun tekanan inflasi Jakarta pada semester I 2015 diperkirakan akan menurun tapi masih pada level yang cukup tinggi karena masih dipengaruhi oleh adanya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi (faktor base effect). Adapun proyeksi inflasi Jakarta untuk keseluruhan tahun 2015 diprakirakan akan turun menjadi pada kisaran 4,3% - 4,7% (yoy). vi
Triwulan IV 2014
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA Indikator
2012
2013
Total
Total
IV
2014 Total
6.5
6.1
6.2
6.0
Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)* Berdasarkan Lapangan Usaha: 1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
3.3
1.9
0.7
0.7
2 Pertambangan dan Penggalian
-0.7
-0.2
-1.1
-0.9
3 Industri Pengolahan
2.4
5.5
3.8
5.5
4 Pengadaan Listrik dan Gas
5.3
1.0
6.4
1.8
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
4.1
3.7
3.4
3.8
6 Konstruksi
5.4
6.1
3.0
4.7
7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6.8
5.3
5.1
5.0
8 Transportasi dan Pergudangan
6.3
6.5
14.2
13.7
6.9
7.1
5.6
5.8
10 Informasi dan Komunikasi
13.8
12.1
9.6
11.1
11 Jasa keuangan dan Asuransi
9.4
7.8
11.9
4.5
12 Real Estate
6.7
5.1
5.6
5.0
13 Jasa Perusahaan
7.0
8.2
8.9
9.0
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
1.4
-2.9
2.4
1.2
15 Jasa Pendidikan
6.0
3.5
3.6
3.7
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
8.4
5.8
7.3
6.9
17 Jasa Lainnya
8.7
7.6
8.0
8.5
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Berdasarkan Permintaan: 6.3
6.0
a. Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga
6.2
5.4
5.0
5.4
b. Pengeluaran Konsumsi LNPRT
9.4
5.8
-0.7
16.9
c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
2.0
1 Konsumsi
5.1
6.0
8.7
1.4
3 PMTB
9.6
5.8
2.5
3.0
4 Perubahan Invesntori
7.2
7.9
-37.9
-16.3
5 Ekspor Barang dan Jasa
11.3
3.4
-3.1
-0.5
6 Impor Barang dan Jasa
9.1
0.5
0.8
-1.2
7 Net Ekspor Antar Daerah
4.8
-5.8
18.8
0.6
- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
11,578
12,660
3,025
11,529
- Volume Ekspor Non Migas (ribu ton)
3,053
3,380
8,024
755,138
- Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
63,877
70,197
13,638
56,039
- Volume Impor Non Migas (ribu ton)
30,382
38,043
1,444
22,514
133.58
144.27
118.77
118.77
4.52
8.00
8.95
8.95
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
1,630
1,856
2,088
2,088
Kredit (Rp Triliun)
1,305
1,622
1,803
1,803
- Modal Kerja
684
852
934
934
- Investasi
357
480
545
545
- Konsumsi
264
290
323
323
Kredit UMKM (Rp Triliun)
93
99
119
119
Loan to Deposit Ratio (%)
80.42
86.47
86.35
86.35
1.55
1.36
1.90
1.90
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun)
85.0
91.4
87.2
86.2
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu)
23.2
24.5
141.5
130.4
Ekspor
Impor
Indeks Harga Konsumen Laju Infl asi Tahunan (%, yoy) Perbankan
NPL Gross (%) Sistem Pembayaran Transaksi RTGS
Transaksi Kliring (Rp Triliun) - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) - Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu)
6.7
6.6
6.6
6.4
289.2
287.5
286.2
273.3
* Tahun Dasar 2010
vii
Triwulan IV 2014
Halaman ini sengaja dikosongkan
viii
Triwulan IV 2014
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pada triwulan IV 2014 perekonomian Provinsi DKI Jakarta mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi, meski secara keseluruhan tahun 2014 tumbuh melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2013. Pada triwulan IV 2014 perekonomian Jakarta tumbuh sebesar 6,2% (yoy), sementara untuk keseluruhan tahun 2014 tumbuh sebesar 6,0%, melambat daripada tahun 2013 sebesar 6,1%. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ekspor yang terkontraksi, sehubungan dengan perkembangan ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan ekonomi Jakarta. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Jakarta didominasi oleh empat lapangan usaha utama, yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; industri pengolahan; konstruksi; dan jasa keuangan dan asuransi. Dibandingkan dengan kinerja tahun 2013, secara umum, lapangan-lapangan usaha utama tersebut mengalami penurunan kinerja pada tahun 2014. Perbaikan kinerja hanya terjadi pada industri pengolahan, yang mencatat pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013.
A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta Konsumsi rumah tangga menunjukkan kinerja cukup baik pada triwulan IV 2014. Konsumsi rumah tangga mampu tumbuh positif sebesar 5,0% (yoy). Akivitas belanja yang masih relatif kuat tercermin dari hasil Survei Penjualan
Eceran
bulan
Desember
2014
yang
menunjukkan
tren
peningkatan penjualan makanan dan minuman sejak awal triwulan IV 2014. Namun, perbaikan konsumsi rumah tangga tersebut kemudian tertahan. Faktor yang menahan konsumsi rumah tangga, antara lain kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014. Kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut berimbas pada penjualan kendaraan bermotor, yang 1
menunjukan tren menurun . Penjualan kendaraan merupakan salah satu barometer konsumsi rumah tangga di Jakarta. Selain itu, belum optimalnya konsumsi masyarakat juga dirasakan oleh perusahaan waralaba. Dari kegiatan liaison kepada perusahaan waralaba diketahui bahwa pada periode laporan, jumlah kunjungan dan rata-rata belanja konsumen tidak setinggi yang diperkirakan sebelumnya. Ditinjau secara keseluruhan tahun 2014, konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat, meski pada level yang moderat. Konsumsi rumah,
1
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)
1
Triwulan IV 2014
untuk keseluruhan tahun 2014, mencatat pertumbuhan sebesar 5,43% (yoy), meningkat terbatas dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,41%. Meski tumbuh relatif terbatas, konsumsi rumah tangga masih menjadi salah satu mesin pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jakarta. Kegiatan belanja perayaan hari besar keagamaan (Natal) dan masa liburan jelang tahun baru menjadi penopang kinerja konsumsi rumah tangga di ujung tahun 2014.
% yoy
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama
Indeks
60 40
140
20
120
Optimis
0
Pesimis
100
-20 -40
80
-60
60
-80 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2013
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12* 1**
2014
gKredit Konsumsi
gPenjulan Makanan minuman
gPenjualan Barang Rumah Tangga
gTotal Penjualan Eceran
2015
Grafik I.1 Survei Penjualan Eceran dan Kredit Konsumsi
40 20 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2011
2012
2013
2014
2015
Grafik I.2 Survei Konsumen
Perkembangan kondisi ekonomi makro juga mendorong terbatasnya pertumbuhan Jakarta akhir tahun 2014. Tingkat inflasi yang cukup tinggi pasca-kenaikan harga BBM bersubsidi serta tekanan pada nilai tukar berimbas pada penurunan daya beli. Tekanan daya beli masyarakat juga tercermin dari Indeks penghasilan konsumen yang telah berada di area pesimis. Berdasarkan hasil liaison, beberapa pelaku usaha sudah mulai mentransmisikan ke harga jual, sebelum kenaikan harga BBM bersubsidi terjadi. Dari sisi pembiayaan, kenaikan suku bunga kredit berpengaruh terhadap penyaluran kredit konsumsi. Realisasi kredit konsumsi pada triwulan IV 2014 tercatat senilai Rp1.206 triliun, atau tumbuh 9,4% (yoy), melambat dibandingkan dengan akhir triwulan lalu yang tumbuh sebesar 12,0% (yoy) atau senilai Rp1.186 triliun. Ketatnya likuiditas dan tingkat suku bunga dirasakan masih cukup tinggi sehingga membatasi rumah tangga untuk mengambil kredit konsumsi. Pertumbuhan kredit konsumsi yang melambat cukup signifikan adalah kredit untuk pembelian kendaraan bermotor (roda empat) yang tumbuh negatif. Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT), pada triwulan IV 2014 tumbuh negatif, meski secara keseluruhan tahun 2014 mencatat pertumbuhan yang tinggi. Dinamika perkembangan LNPRT sepanjang tahun 2014 sangat dipengaruhi oleh aktivitas terkait Pemilu 2014. Berbagai kegiatan persiapan pemilihan calon legislatif pada bulan April 2014 sudah dimulai sejak akhir tahun 2013. Sementara itu, kegiatan terkait Pemilu 2
Triwulan IV 2014
2014 telah menurun signifikan pascaterpilihnya presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang baru. Kondisi ini menjadi penyebab utama sektor LNPRT mengalami pertumbuhan negatif 0,65% pada triwulan IV 2014. Meski demikian, untuk keseluruhan tahun 2014 aktivitas LNPRT meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2013, akibat kegiatan kampanye dan kegiatan lainnya pada masa Pemilu. Hal tersebut kemudian mendongkrak pertumbuhan LNPRT hingga mencapai 16,9% (yoy). Peran konsumsi pemerintah pada perekonomian terlihat belum optimal pada periode laporan. Hal ini tercermin dari kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi Jakarta yang hanya sebesar 0,24 pada triwulan IV 2014 atau untuk keseluruhan tahun 2014 hanya mencapai 0,26%, lebih rendah dari tahun 2013 yang tercatat sebesar 1,11%. Belum optimalnya konsumsi pemerintah pusat yang dominan di Jakarta, tercermin dari realisasi belanja Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga), yang masih di bawah target yaitu sebesar 93% dari target APBN-P 2014 (Rp1.280,4 triliun). Realisasi belanja APBD Provinsi DKI Jakarta juga tidak optimal. Hingga akhir Desember 2014 belanja APBD hanya mencapai sekitar 60,7% dari total anggaran balanja APBD-P sebesar Rp 64,88 triliun. Realisasi belanja tersebut terendah dalam tiga tahun terkahir. Belum optimalnya penyerapan APBD terutama disebabkan karena Unit Layanan Pengadaan (ULP) masih belum dapat berfungsi optimal sehubungan masa transisi Pemerintahan. Investasi
Jakarta
menunjukkan
pertumbuhan
yang
positif,
meski
mengalami perlambatan. Investasi Jakarta tercatat tumbuh sebesar 2,50% (yoy) pada triwulan IV 2014 atau tumbuh sebesar 3,01 untuk keseluruhan tahun 2014. Pertumbuhan tersebut, lebih rendah dibandingkan dengan capaian tahun 2013 sebesar 5,78% (yoy). Data investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga mengonfirmasi melemahnya kinerja investasi. Berdasarkan data BKPM, investasi PMA menunjukkan pertumbuhan yang terbatas. Sementara itu, pertumbuhan investasi PMDN masih tertahan sejalan dengan tendensi sejumlah pelaku untuk menahan ekspansi usaha. Perlambatan investasi terjadi terutama pada investasi bangunan. Melambatnya pertumbuhan investasi di sektor properti menjadi salah satu pemicunya. Hal tersebut terkait dengan meningkatnya biaya bunga kredit serta kebijakan loan to value (LTV) dan KPR indent rumah kedua.2 Dari sisi pembiayaan, dukungan terhadap investasi juga melambat, tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit investasi yang masih dalam tren menurun, meski menunjukan peningkatan pada akhir triwulan IV 2014.
2
Kebijakan tersebut ditempuh untuk mengendalikan pertumbuhan sektor properti agar tidak membahayakan stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan. 3
Triwulan IV 2014
Sementara itu, dari sisi investasi nonbangunan, optimisme masih ada. Hasil kegiatan liaison pada triwulan IV 2014, menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang bergerak di bidang industri cenderung memiliki optimisme yang lebih baik meski perkembangan permintaan masih termoderasi. Optimisme tersebut menjadi insentif terutama bagi sektor industri pengolahan untuk melakukan ekspansi usaha seperti
perawatan atau
penggantian mesin dan alat produksi. % yoy 40
600,000
35
500,000
30 400,000
25 20 15
% yoy CMA 250
9000 8000
200
7000 150
6000 5000
100
300,000
4000
50
200,000
3000
10
0
2000
100,000
5 0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2011
2012 Kredit Investasi
2013
(50)
1000 0
(100) I
II
III IV
2010
2014
gKredit Investasi
I
II
III IV
2011
Investasi PMA (Miliyar Rp)
Grafik I.3 Perkembangan Kredit Investasi
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
I
2013
Investasi PMDN (Miliyar Rp)
II
III IV
2014
gPMDN
gPMA
Sumber:Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Grafik I.4 Realisasi PMA & PMDN
Ekspor luar negeri DKI Jakarta mengalami pertumbuhan negatif. Ekspor pada triwulan IV mencatat pertumbuhan -3,10% (yoy), atau tumbuh sebesar -0,53% (yoy) untuk keseluruhan tahun 2014. Hal ini sejalan dengan masih belum pulihnya perekonomian global. Berdasarkan data pencatatan Bea dan Cukai, pertumbuhan ekspor produk Jakarta melambat cukup signifikan pada triwulan laporan, yaitu tumbuh sebesar 7,15% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 16,36% (yoy). Peningkatan permintaan dari negara mitra dagang utama yaitu Amerika Serikat (AS) untuk komoditas garmen dan perhiasan belum mampu mendorong kinerja ekspor luar negeri secara keseluruhan. 80
%,yoy
%,yoy
60
70 60 50
40
40
30 20
20 10
0
0 (10)
(20)
(20) (40)
(30) 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2011
2012
g.Nilai Ekspor JKT
2013
2014
gVol.Ekspor JKT (rhs)
Ket.: gVolume Ekspor - CMA
Grafik I.5 Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor
Impor Jakarta pada triwulan IV 2014 mencatat pertumbuhan yang positif, meski secara keseluruhan tahun masih terkontraksi. Impor Jakarta pada 4
Triwulan IV 2014
triwulan IV 2014 tercatat tumbuh sebesar 0,83% (yoy), namun dilihat dari keseluruhan tahun 2014 masih terkontraksi sebesar 1,18% (yoy). Pertumbuhan impor yang positif, bersumber dari kelompok bahan baku dan barang konsumsi. Meningkatnya impor barang konsumsi sejalan dengan pergerakan konsumsi rumah tangga yang masih cukup baik dalam menopang pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan laporan, di tengah tekanan inflasi yang cukup tinggi jelang akhir tahun 2014.
100
%,yoy
%,yoy
80 60 40
20 0 (20) (40) 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2011
2012
g.Nilai Impor JKT
2013
2014
gVol.Impor JKT (rhs)
Ket.: gVolume Ekspor - CMA
Grafik I.6 Perkembangan Nilai dan Volume Impor Jakarta
140 120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60) (80)
100.0 80.0 60.0
40.0 20.0 0.0 (20.0)
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2011
2012
2013
2014
(40.0) (60.0) g.Nilai Impor Konsumsi
g.Nilai Bahan Baku
g.Nilai Barang Modal
Grafik I.7 Perkembangan Nilai Impor Barang Konsumsi, Barang Modal, dan Bahan Baku
Namun, khusus impor kelompok barang modal terkontraksi cukup dalam dibandingkan dengan periode sebelumnya. Turunnya impor barang modal terkonfirmasi dari hasil liaison, yang menunjukkan bahwa para pengusaha cenderung menunda atau menunggu kebijakan-kebijakan pemerintahan baru terkait dengan kemudahan berbisnis, sehingga aktivitas ekspansi pada akhir tahun 2014 relatif tertahan. Meski demikian, pada periode laporan teridentifikasi impor barang modal yang cukup besar nilainya, yaitu pengadaan mesin pengeboran tunnel dan alat berat pendukung konstruksi MRT.
B. Dinamika Lapangan Usaha Utama Jakarta Stuktur perekonomian Jakarta menurut lapangan usaha tahun 2014, berdasarkan tahun dasar 2010, dikontribusikan oleh empat lapangan usaha utama, yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; industri pengolahan; konstruksi; dan jasa keuangan dan asuransi3. Keempat lapangan usaha tersebut memberikan kontribusi sebesar 2,7% terhadap total pertumbuhan ekonomi Jakarta pada tahun 2014 yang tercatat sebesar 6,0%. 3
Pada rilis BPS triwulan IV 2014, terjadi perubahan perhitungan tahun dasar dari 2000 menjadi 2010. Pada sisi penawaran, struktur lapangan usaha 9 sektor berubah menjadi 17 kategori. Sedangkan pada sisi permintaan, menambah point net ekspor antardaerah.
5
Triwulan IV 2014
Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan IV 2014, kinerja lapangan usaha konstruksi Jakarta masih tumbuh positif, meski belum optimal. Sektor properti tumbuh sebesar 3,0% (yoy), di tengah kondisi ekonomi makro yang tidak kondusif. Hal tersebut memengaruhi daya beli dan minat konsumen, serta tarif sewa properti komersial. Perlambatan tarif sewa properti komersial terutama pada hotel dan perkantoran. Tingginya suku bunga perbankan menyebabkan konsumen menunda pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Berdasarkan hasil liaison, perilaku tersebut menyebabkan penjualan 4
properti mengalami penurunan hingga 50% dari target pengembang . Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah juga menyurutkan rencana pengembang untuk melakukan investasi yang ekspansif. Hal tersebut dikonfirmasi oleh perlambatan konsumsi semen, serta penjualan eceran bahan dan barang konstruksi pada akhir triwulan IV 2014. Proyek infrastruktur juga berperan menjaga sektor konstruksi tetap tumbuh positif. Hal tersebut didukung oleh upaya percepatan pembangunan ruas jalan tol yang telah disetujui oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Beberapa proyek yang direncanakan akan dimulai pada triwulan ini adalah pembangunan ruas tol Semanan Sunter dan Sunter Pulo, dan pembangunan ruas tol Depok
Antasari tahap I. % (yoy) 70
Ribu Ton
700
60
600
50 40
500
30
400
20
300
10 0
200
-10 -20
100
-30
0
-40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2012 Konsumsi Semen (ribu ton)
2013
2014 g.Konsumsi Semen (skala kanan)
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik I.8 Konsumsi Semen di Jakarta
Lapangan Usaha Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan Jakarta masih menunjukkan pertumbuhan yang positif pada triwulan IV 2014, dan untuk keseluruhan tahun 2014 tumbuh meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh cukup baik. Indikasi peningkatan kinerja sektor industri terlihat dari produksi industri manufaktur Jakarta yang masih menunjukkan pertumbuhan positif (Grafik 4
6
Contact liaison salah satu Perusahaan Pengembang Properti terbesar di Indonesia
Triwulan IV 2014
I.10). Kelompok industri besar dan sedang yang mencatat pertumbuhan cukup tinggi pada tahun 2014 yaitu industri makanan (10,56%); industri farmasi, obat kimia, dan obat tradisional (9,92%); furnitur dan barang anyaman dari bambu dan rotan (9,10%); serta industri peralatan listrik (9,84%). Sementara, untuk industri mikro dan kecil pertumbuhan tinggi terjadi pada industri industri alat angkut (37,25%); minuman (25,08%); furnitur (14,75%); dan pakaian jadi (11,26%). Tanda-tanda pemulihan ekonomi global diindikasi turut membentuk ekspektasi yang positif, terutama di industri seperti makanan-minuman, bahan kimia, dan peralatan listrik Dari kegiatan liaison diketahui terdapat optimisme dari industri produk
low cost green car (LCGC). Optimisme tersebut timbul seiring dengan permintaan pasar yang masih cukup tinggi. Selain itu, Peraturan Menteri Perindustrian No. 80/M-IND/PER/9/2014 tentang Industri Kendaraan Bermotor dalam Rangka Pendalaman dan Pengembangan Industri Manufaktur Kendaraan Bermotor ditengarai turut mendorong perkembangan dan ekspansi investasi industri otomotif. Namun, di sisi lain kontak liaison produsen kendaraan bermotor juga menginformasikan adanya tekanan pada
margin keuntungan, sebagai akibat dari peningkatan biaya impor bahan baku dan terbatasnya penyesuaian harga antarprodusen kendaraan bermotor. 25
%, yoy
jual
terkait
dengan
kompetisi
21.2
20 13.3
15 11.3
10
7.6 5.0
7.0
5.2
10.0 8.9 7.6
4.4
5
6.6
7.8 5.5
5.8 5.9
I
II
III
IV
I
II
2013 Besar & Sedang
III
IV
2014 Mikro dan Kecil
Sumber: BPS
Grafik I.9 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor masih tumbuh cukup baik, meski melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada triwulan IV 2014 lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor mencatat pertumbuhan sebesar 5,10%. Masih baiknya pertumbuhan lapangan usaha tersebut pada triwulan IV 2014 tidak terlepas dari masih kuatnya konsumsi rumah tangga DKI Jakarta pada periode tersebut.
7
Triwulan IV 2014
Pada tahun 2014, lapangan usaha dimaksud tercatat tumbuh sebesar 4,95%, melambat dibandingkan dengan tahun 2013 yang tumbuh 5,35%. Faktor Pemilu 2014 dan beberapa kegiatan pameran hasil industri yang digelar sepanjang tahun 2014 tidak menghasilkan pertumbuhan sektor tersebut sebagaimana yang diperkirakan. Menurunnya aktivitas perdagangan juga tercermin dari kegiatan bongkar dan muat barang yang tumbuh negatif. Selain itu, hasil liaison juga mengonfirmasi adanya penurunan perdagangan yang ditunjukkan oleh lebih rendahnya frekuensi kunjungan customer ke toko/pasar dan average spending per customer. Faktor pemicu lain yaitu melemahnya daya beli masyarakat pasca diterapkannya sejumlah kebijakan energi (listrik, BBM dan LPG), menyebabkan aktivitas konsumsi/belanja masyarakat berkurang. 50
%,yoy (CMA)
40
30 20 10
0 (10) (20) (30)
gBongkar
gMuat
(40) 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2011
2012
2013
2014
Sumber: BPS Grafik I.10 Bongkar dan Muat Barang
Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi Pada triwulan IV 2014, pertumbuhan lapangan usaha keuangan dan asuransi cukup tinggi. Pertumbuhan pada periode tersebut mencapai 11,9% (yoy), Kebijakan suku bunga perbankan ketat, yang masih berlanjut hingga triwulan IV 2014 diprakirakan menekan spread laba (spread suku bunga kredit dan simpanan) perbankan. Dari sisi kegiatan intermediasi, pertumbuhan kredit pada akhir tahun 2014 sebesar 9,39% (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut masih di bawah target nasilnal tahun 2014 sebesar 15%-17%. Namun, pada tahun 2014, perkembangan lapangan usaha dimaksud menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan lapangan usaha tersebut tercatat sebesar 4,54%, melambat cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2013 yang tercatat sebesar 7,76%. Meski demikian, pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan IV 2014 dapat menahan perlambatan keseluruhan tahun 2014 sehingga masih mencatat pertumbuhan yang positif. Kinerja pasar modal yang relatif stagnan berkontribusi pada melambatnya sektor keuangan dan asuransi. Berdasarkan hasil liaison kepada salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa brokerage pasar modal, terkonfirmasi beberapa faktor yang menyebabkan tertahannya laju kinerja 8
Triwulan IV 2014
perusahaan
di
industri
sejenis.
Persepsi
negatif
terhadap
prospek
pertumbuhan ekonomi domestik dan global menjadi salah satu faktor penghambatnya. Selain itu, naiknya risiko perekonomian seperti pelemahan nilai tukar rupiah, tingginya suku bunga perbankan dan defisit ganda pada transaksi berjalan dan fiskal. % yoy
120
1,400
35
100
1,200
30
1,000
25
800
20
600
15
400
10
200
5
Triliun Rp
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2011
2012 Kredit
2013 g-Kredit (skala kanan)
Total Industri Pengolahan Perdagangan Besar& Eceran Perantara Keuangan Real Estate, Usaha Persewaan & Js Perusahaan
80 60
40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12
2014
Grafik I.11 Perkembangan Kredit di Jakarta
% yoy
2011
(20)
2013
2014
Sumber: BI, diolah
Grafik I.12 Perkembangan Kredit Sektoral
2500
Rata-rata Kurs Tengah yoy
13,000
2000
2012
25.0%
12,000
20.0%
1500
11,000
15.0%
1000
10,000
10.0%
9,000
5.0%
500
8,000
0.0%
0
7,000
-5.0%
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
2011 2012 gEmiten Properti gEmiten Perdagangan
2013 2014 2015 gEmiten Keuangan gEmiten Barang Konsumsi
Sumber: CEIC, diolah
Grafik I.13 Kinerja Emiten Terpilih Pasar Modal dan Kredit
6,000
-10.0% 1
2
3
4
1
2011
2
3
2012
4
1
2
3
4
1
2
2013
3
4
2014
Sumber: BI, diolah
Grafik I.14 Nilai Tukar
9
Triwulan IV 2014
BOKS 1 Perubahan Tahun Dasar PDB/PDRB Berbasis SNA 2008
Produk Domestik Bruto (PDB)/ Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto atau balas jasa faktor produksi yang dihasilkan di wilayah domestik suatu negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu. Penyusunan PDB/PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan yang disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan. PDB/PDRB atas dasar harga berlaku atau dikenal dengan PDB nominal disusun berdasarkan harga yang berlaku pada periode penghitungan, dan bertujuan untuk melihat struktur perekonomian. Sedangkan PDB/PDRB atas dasar harga konstan disusun berdasarkan harga pada tahun dasar dan bertujuan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2004, data PDRB yang disajikan menggunakan tahun dasar 2000, yang mencakup periode data sejak tahun 2000. Perubahan tahun dasar dari 1993 menjadi 2000 dilakukan karena struktur perekonomian Indonesia dalam kurun waktu tersebut telah mengalami perubahan yang signifikan, meliputi perkembangan harga, cakupan komoditas produksi dan konsumsi serta jenis dan kualitas barang maupun jasa yang dihasilkan. Pada 5 Februari 2015, BPS merilis PDB/PDRB tahun dasar 2010. Perubahan tahun dasar diperlukan karena sepuluh tahun terakhir banyak perubahan yang terjadi pada tatanan global dan lokal yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008, penerapan perdagangan bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional dan meluasnya jasa layanan pasar modal merupakan contoh perubahan yang perlu diadaptasi dalam mekanisme pencatatan statistik nasional. Tabel 1.1. Perbandingan Konsep dan Metode SNA
Sumber: BPS 10
Triwulan IV 2014
Salah satu bentuk adaptasi pencatatan statistik nasional adalah melakukan perubahan tahun dasar PDB Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan perubahan tahun dasar secara berkala sebanyak 5 (lima) kali yaitu pada tahun 1960, 1973, 1983, 1993, dan 2000. Perubahan tahun dasar PDB/PDRB dilakukan seiring dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tertuang dalam 2008 System of National Accounts (SNA 2008) melalui penyusunan kerangka Supply and Use Tables (SUT). Tahun 2010 dipilih sebagai tahun dasar baru menggantikan tahun dasar 2000 karena perekonomian Indonesia relatif stabil pada tahun tersebut. Selain itu, selama 10 (sepuluh) tahun terakhir, struktur ekonomi telah berubah terutama di bidang informasi dan teknologi serta transportasi yang berpengaruh terhadap pola distribusi dan munculnya produk-produk baru. Kemudian PBB merekomendasikan pergantian tahun dasar untuk dilakukan setiap 5 (lima) atau 10 (sepuluh) tahun. Perubahan dimaksud akan memberikan beberapa dampak, antara lain, meningkatnya nominal PDB. Dengan begitu akan terjadi pergeseran kelompok pendapatan suatu negara, dari penghasilan rendah menjadi menengah atau tinggi. Besaran indikator makro seperti rasio pajak, rasio utang, rasio investasi dan tabungan, struktur serta pertumbuhan ekonomi juga akan mengalami perubahan. Dengan perubahan metodologi penghitungan tersebut, maka menyebabkan terjadinya perbedaan pada level PDB antara tahun dasar 2000 dan
2010.
Sebagai
contoh,
perekonomian
Indonesia
yang
diukur
berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku tahun 2000 mencapai Rp 6.446 triliun. Sedangkan jika berdasarkan tahun dasar 2010 mencapai Rp 6.864 triliun atau terjadi kenaikan 6,74 persen. Perbedaan 6,47 persen disebabkan oleh dampak implementasi SNA 2008 sebesar 2,42 persen dan perubahan volume dan harga sebesar 4,05 persen. Selain itu, besaran beberapa indikator makro juga akan mengalami perubahan struktural. Misalnya, rasio Current Account (CA)/PDB dan Defisit Fiskal/PDB berpotensi menjadi lebih rendah dengan menggunakan nominal PDB (2010). Berdasarkan perhitungan sebelumnya, diketahui bahwa nilai nominal PDB seri 2010 akan lebih besar daripada seri 2000. Hall tersebut akan menyebabkan rasio CA/PDB menjadi lebih kecil, sebagai contoh, rasio CA/PDB menjadi sebesar -2,87% pada tahun 2014, sedangkan tahun sebelumnya sebesar 3,02%. Pada sisi lain rasio defisit fiskal/PDB juga akan terlihat membaik. Misalnya, rasio defisit fiskal /PDB tahun 2014 membaik menjadi -2,10% dari sebelumnya -2,24%. Implikasinya terhadap besaran indikator-indikator perekonomian harus dicermati dengan lebih baik agar ketajaman analisa dapat terus terjaga.
11
Triwulan IV 2014
Tabel 1.2. Perbandingan klasifikasi PDB/PDRB menurut Pengeluaran
Tabel 1.3. Perbandingan klasifikasi PDB/PDRB menurut lapangan usaha
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Manfaat
perubahan
tahun
dasar
PDB/PDRB
antara
lain:
1)
menginformasikan perekonomian nasional terkini, seperti struktur dan pertumbuhan ekonomi; 2) meningkatkan kualitas data DPB/PDRB; 3) menjadikan data PDB/PDRB dapat diperbandingkan secara internasional. Adapun dampak/implikasi perubahan tahun dasar PDB/PDRB di antaranya: terjadinya perbedaan tingkat nominal PDB/PDRB; terjadinya perubahan struktur ekonomi; serta terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan riil.
Pertambangan Pertanian & Penggalian 0% 0%
jasa-jasa 12%
Keuangan, Persewaan& Js Perush 27%
Pengangkuatan & Komunikasi 15%
Industri LGA Pengolahan 1% 13%
Lainnya
17%
25%
Konstruksi 10%
Industri Pengolahan
14%
Real Estate
7%
PHR 22%
Sumber: BPS, diolah
Grafik I.16 Struktur Perekonomian Jakarta (tahun dasar 2000)
12
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Jasa Perusahaan
Konstruksi
7%
13%
Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan
7%
10%
Sumber: BPS, diolah
Grafik I.7 Struktur Perekonomian Jakarta (tahun dasar 2010)
Triwulan IV 2014
Perubahan tahun dasar dari tahun 2000 menjadi tahun 2010 telah mengubah struktur perekonomian Jakarta. Hal tersebut terlihat dari perubahan pangsa lapangan usaha (sektor) utama DKI Jakarta. Berdasarkan tahun dasar 2000, Lapangan usaha Jasa Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan memiliki pangsa terbesar yaitu 27%, kemudian diikuti dengan Perdagangan, Hotel, dan Restoran, dengan pangsa sebesar 22%, selanjutnya sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan pangsa 15%. Dengan menggunakan tahun dasar 2010, lapangan usaha dengan pangsa terbesar di Jakarta menjadi Perdagangan Besar, Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (17%); kemudian diikuti dengan konstruksi (13%) dan Jasa Keuangan (10%). Sementara itu, pangsa lapangan usaha industri mengalami kenaikan pada tahun dasar 2010 menjadi 14% dari sebelumnya 13%. Lapangan usaha pada tahun dasar 2010 terlihat lebih detail atau berkembang, sejalan dengan meningkatnya kompleksitas aktivitas lapangan usaha.
13
Triwulan IV 2014
Halaman ini sengaja dikosongkan
14
Triwulan IV 2014
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH
Kinerja keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan yang terendah dalam tiga tahun terakhir, baik merujuk pada capaian pendapatan maupun belanja. Tidak optimalnya kinerja keuangan pemerintah daerah ini terkait dengan permasalahan teknis penganggaran dan pengadaan. Minimnya dukungan belanja daerah ditengarai turut berpengaruh pada perlambatan ekonomi Jakarta pada tahun 2014.
A. PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014 menurun signifikan dibandingkan dengan tahun 2013. Realisasi pendapatan Provinsi DKI Jakarta tercatat sekitar Rp46 triliun atau sebesar 70,7% dari total target pendapatan sebesar Rp65 triliun. Adapun persentase realisasi pendapatan daerah Provinsi DKI Jakarta dari tiga sumber utama, yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan transfer, dan Pendapatan lain-lain yang sah, juga lebih rendah daripada capaian tiga tahun terakhir. Pendapatan daerah dari sisi PAD juga tidak mencapai targetnya. Total PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014 hanya tercapai 82,7% dari target. Penurunan PAD sangat terkait dengan perlambatan perekonomian yang tercermin dari penurunan capaian restribusi dan pajak. Penerimaan restribusi sangat rendah dibandingkan dengan targetnya, yakni hanya mencapai 28,9% yang ditengarai juga terkait dengan berbagai kendala teknis baik dalam mekanisme pemungutan maupun pengawasan. Sementara itu, realisasi pajak daerah hanya mencapai 83,2%, jauh di bawah realisasi pada tahun sebelumnya yang berada di atas target. Meski realisasi PAD jauh di bawah targetnya, pangsa PAD terhadap total pendapatan pada 2014 sedikit meningkat menjadi 71,5%. Adapun rasio pajak daerah juga menurun, dari 2,7% pada tahun 2013 menjadi 2,1% pada tahun 2014.5 Berdasarkan jenis pajak, perlambatan penerimaan pajak terbesar pada tahun 2014 terjadi pada pajak bea balik nama (BBN-KB). Penurunan tersebut ditengarai merupakan pengaruh dari menurunnya kinerja penjualan kendaraan bermotor. Penerimaan BBN-KB bahkan lebih rendah secara nominal pada tahun 2014 atau tumbuh negatif bila dibandingkan dengan tahun 2013. Jenis pajak lain yang melambat signifikan adalah pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak restoran, pajak reklame, dan pajak parkir. Meski demikian, penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) menjadi paling 5
Rasio pajak dihitung berdasarkan jumlah penerimaan pajak dibagi dengan PDRB. 15
Triwulan IV 2014
tinggi secara nominal dan tumbuh sebesar 71,4%. Selain itu, jenis pajak lain yang juga mencatatkan peningkatan pertumbuhan adalah pajak hiburan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Peningkatan BPHTB memberikan indikasi masih dinamisnya pasar properti baik primer maupun sekunder di Jakarta. Tabel II.1 Realisasi Pajak Daerah Provinsi DKI Jakarta Jenis Pajak
Realisasi 2011
Realisasi 2012
Realisasi 2013
% Kenaikan 2014 (yoy)
Realisasi 2014
PKB
3,641,385,894,568
4,106,845,546,568
4,605,752,074,027
4,972,739,304,800
107.97%
BBN-KB
4,548,138,976,760
5,507,807,622,158
6,143,220,041,650
5,518,702,656,100
89.83%
PBB-KB
848,569,568,929
882,560,030,740
1,027,108,786,899
1,170,067,382,978
113.92%
P. Hotel
856,438,362,131
1,013,110,947,174
1,155,587,147,069
1,375,196,365,741
19.00
1,015,104,829,065
1,259,814,887,896
1,572,377,264,899
1,826,615,462,032
16.17
P. Hiburan
295,948,646,002
368,728,298,435
393,263,369,552
492,310,490,421
25.19
P. Reklame
268,795,660,062
483,155,613,645
657,911,188,863
849,985,846,544
29.19
PPJ
511,440,669,632
557,307,626,142
609,449,433,475
655,713,255,150
7.59
PAT
118,660,611,701
103,924,783,228
95,969,793,793
94,885,050,600
-1.13
P. Parkir
158,036,067,992
214,301,695,241
314,642,385,699
401,361,164,366
27.56
P. Restoran
2,988,908,444,409
3,223,437,288,307
3,419,932,665,925
3,706,446,782,117
8.38
PBB
-
-
3,372,759,801,356
5,779,309,599,067
71.35
P. Rokok
-
-
-
292,728,166,410
BPHTB
Sumber : Dispenda Provinsi DKI Jakarta
Tabel II.2 Perkembangan Pendapatan APBD DKI Jakarta, 2012-2014
URAIAN
PENDAPATAN PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan Lain-Lain PAD PENDAPATAN TRANSFER Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian Transfer Pemerintah Provinsi Pendapatan Bagi Hasil Pajak Pendapatan Bagi Hasil Lainnya LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah Pendapatan Dana Darurat Pendapatan Lainnya
APBD 2012
APBD 2013
Total
Total
Total Realisasi (miliar Rp)
Total Serapan (%)
Total Realisasi (miliar Rp)
APBD 2014 Total
Total Serapan (%)
Anggaran (miliar Rp)
Total Total Realisasi Serapan (miliar Rp) (%)
38,482.47
125.6
40,116.30
98.3
65,042.1
45,968.45
70.7
22,304.04 17,722.25 1,822.58 353.77 2,405.44 16,178.43 15,458.30 10,982.38 306.16 275.33 1,779.25 1,779.25 -
119.4 113.4 364.5 98.3 109.3 155.2 169.7 125.5 202.0 -
27,456.89 23,367.97 338.77 375.87 3,374.27 11,518.52 9,389.84 8,865.50 225.15 299.18 2,128.68 2,128.68 1,140.90 1,140.90 -
104.4 103.3 6.8 94.9 121.0 109.21 91.6 88.5 95.7 100.0 97.3 97.3 64.80 64.8 -
39,757.3 32,500.0 1,746.4 448.9 5,062.0 17,770.0 17,684.0 17,372.1 312.0 86.0 2,514.79 5,000.0 5,000.0 -
32,872.55 27,029.73 505.19 463.63 4,874.00 12,159.91 9,676.98 9,279.00 312.48 86.02 2,482.9 2,482.94 935.99 10.13 925.85
82.7 83.2 28.9 103.3 96.3 68.4 54.7 53.4 100.2 18.7 -
Sumber : Data Sementara (*), BPKD Pemprov DKI Jakarta
Dari sisi transfer, realisasi tahun 2014 hanya mencapai 68,4%, seiring dengan tidak tercapainya penerimaan dana bagi hasil (DBH) seperti yang ditargetkan. Baik persentase realisasi DBH hasil pajak maupun hasil bukan 16
Triwulan IV 2014
pajak (SDA) mengalami penurunan signifikan. Penurunan DBH hasil pajak sejalan dengan penurunan penerimaan pajak penghasilan yang disetor ke kas pemerintah pusat. Hal ini terkait dengan penurunan penerimaan baik dari pendapatan formal maupun usaha, sejalan dengan melambatnya aktivitas perekonomian. Selain itu, DBH hasil bukan pajak, yang utamanya bersumber dari bagi hasil kilang minyak di Kepulauan Seribu, juga terkena dampak penurunan harga jual minyak, di samping capaian lifting yang semakin rendah.
B. BELANJA DAERAH Tren penurunan kinerja belanja terjadi semenjak tiga tahun terakhir. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014 bahkan hanya mencapai 60,7%, yang secara nominal relatif sama dengan capaian tahun 2013. Rendahnya realisasi belanja ini menjadi isu utama, terutama dikaitkan dengan belum optimalnya dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal yang produktif. Selain itu, realisasi belanja operasi yang juga minim berpotensi berpengaruh pada kualitas layanan publik. Berdasarkan jenisnya, belanja operasi terserap sebesar 79%, sementara belanja modal hanya terealisasi sebesar 43,6% dari alokasi yang dianggarkan. Dari sisi komposisi belanja, tidak terlihat adanya pergeseran pangsa yang lebih besar ke belanja modal. Pangsa belanja modal masih berkisar 28% - 29% dari total belanja. Adapun belanja operasi masih didominasi oleh belanja pegawai dan belanja barang. Tabel II.3 Perkembangan Belanja APBD DKI Jakarta, 2012-2014
URAIAN
BELANJA BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Bunga Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan BELANJA MODAL Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Gedung dan Bangunan Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya BELANJA TIDAK TERDUGA Belanja Tidak Terduga TRANSFER Bagi Hasil Pajak ke Kab/Kota/Desa Bagi Hasil Retribusi ke Kab/Kota/Desa Bagi Hasil Lainnya ke Kab/Kota/Desa Transfer Lainnya ke Kab/Kota/Desa
APBD 2012
APBD 2013
Total
Total
Total Realisasi (miliar Rp)
Total Serapan (%)
Total Realisasi (miliar Rp)
APBD 2014 Total
Total Serapan (%)
Anggaran (miliar Rp)
Total Total Realisasi Serapan (miliar Rp) (%)
32,619.80
96.4
39,402.93
84.6
64,882.7
39,414.26
60.7
23,207.47 11,199.17 10,006.15 3.17 1,982.97 15.99 9,409.43
101.7 98.2 99.9 72.9 145.0 51.3 86.0
28,268.15 12,824.51 13,297.76 1.22 1,462.46 682.20 11,143.97
79.0 80.3 73.5 28.0 53.9 55.9 43.6
4.9
89.38 90.3 89.2 50.3 90.2 81.8 72.0 75.80 7.53 7.5 -
35,767.7 15,976.3 18,096.5 4.4 2,714.8 1,221.0 37.3 25,530.6
2.90
28,104.76 12,020.43 12,979.37 2.19 2,013.68 1,044.80 44.29 11,279.08 19.10 19.10
69.2 78.6
2.14
3.1
-
-
Sumber : Data Sementara (*), BPKD Pemprov DKI Jakarta
17
Triwulan IV 2014
Ke depan, diperlukan upaya dan komitmen kuat untuk meningkatkan penyerapan anggaran belanja, terutama belanja modal guna mendukung perekonomian Jakarta. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi Jakarta yang lebih cepat. Belanja modal memiliki peran penting dalam mendorong kinerja perekonomian Jakarta melalui perbaikan sistem infrastruktur, maupun kualitas layanan publik. Berbagai alokasi belanja modal yang perlu mendapat perhatian terkait dengan program prioritas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meliputi belanja untuk pengembangan sistem transportasi, mitigasi banjir, pembangunan fasilitas perumahan, pendidikan, kesehatan, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Sejumlah langkah konkrit yang dapat dilakukan untuk mengakselerasi belanja dengan penguatan sistem perlu terus didukung pengoptimalannya. Selain itu, juga diperlukan strategi untuk mengatasi kendala legal dalm pengadaan lahan. Hal ini terkait dengan sejumlah target capaian pembangunan yang dicanangkan pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2015. Tabel II.4 SejumlahTarget Capaian Pembangunan Provinsi DKI Jakarta
Sumber : RKPD 2015 Provinsi DKI Jakarta
C. PEMBIAYAAN DAERAH Sejalan dengan melambatnya perekonomian, pembiayaan dalam APBD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014 juga menurun dibandingkan dengan tahun 2013. Penerimaan pembiayaan dalam APBD 2014 terealisasi sebesar Rp7,13 triliun atau 90,7% dari yang ditargetkan. Penerimaan pembiayaan tersebut menurun sebesar 24,2% dari realisasi penerimaan 18
Triwulan IV 2014
pembiayaan pada tahun 2013. Sumber dari penerimaan pembiayaan terutama berasal dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya. Berbeda dengan yang direncanakan, penerimaan pembiayaan pada tahun 2014 lebih tinggi dari pengeluaran pembiayaan, sehingga tidak terjadi defisit APBD. Hal ini juga terkait dengan penyerapan belanja yang lebih rendah dari realisasi pendapatan. Secara agregat, APBD Provinsi DKI Jakarta berpotensi menyisakan saldo sekitar Rp 9,7 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan SILPA di 2013.
Realisasi pengeluaran pembiayaan APBD yang meningkat signifikan pada tahun 2014 adalah pada komponen penyertaan modal (investasi). Penyertaan modal ditujukan pada perusahaan daerah (BUMD). Investasi dalam bentuk penyertaan modal ini dikaitkan dengan upaya untuk menyehatkan organisasi BUMD serta mendukung sejumlah misi pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Diantaranya adalah penguatan modal PT Food Station yang akan lebih berperan dalam pembentukan harga di pasar induk beras Cipinang, sehingga volatilitas harga beras dapat dijaga. Demikian pula dengan penyertaan modal di PD Pasar Jaya yang diarahkan untuk mendukung program revitalisasi pasar dan kerjasama perdagangan dengan wilayah lain. Tabel IV.3 Perkembangan Pembiayaan APBD DKI Jakarta, 2012-2014
URAIAN
PEMBIAYAAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN Penggunaan SiLPA Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Pencairan dana cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah & Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman PENGELUARAN PEMBIAYAAN Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah
APBD 2012
APBD 2013
Total
Total
Total Realisasi (miliar Rp)
Total Serapan (%)
Total Realisasi (miliar Rp)
APBD 2014 Total
Total Serapan (%)
Anggaran (miliar Rp)
Total Total Realisasi Serapan (miliar Rp) (%)
6,418.7
136.1
6,381.1
110.4
(1,392.0)
3,092.4
7,199.9 6,415.3 779.7 4.9 0.0 781.2 618.5 109.3 53.4
93.5 99.1 26.2 22.2 72.2 100.0
9,410.4 9,410.4 3,029.3 2,981.4 47.9 -
99.4 99.4 82.2 82.2 82.4 -
7,863.4 7,594.0 269.4 9,255.4 9,246.0 9.4 -
7,134.1 7,134.1 4,041.7 4,033.5 8.2 -
PENDAPATAN NETTO + PENERIMAAN PEMBIAYAAN BELANJA NETTO + PENGELUARAN PEMBIAYAAN SALDO
72,905.5 72,905.5
53,102.54 43,455.93 9,646.62
90.7 99.4 43.7 43.6 87.0 -
Sumber : Data Sementara (*), BPKD Pemprov DKI Jakarta
19
Triwulan IV 2014
BAB III INFLASI
Pada triwulan IV 2014, inflasi Jakarta masih terjaga pada level single digit, meski lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya maupun dibandingkan dengan inflasi nasional tahun 2014. Tekanan inflasi pada triwulan laporan terutama bersumber dari kelompok administered prices. Kenaikan harga BBM bersubsidi pada November 2014, merupakan salah satu kebijakan dari rangkaian kebijakan reformasi subsidi energi yang dilakukan pemerintah sepanjang tahun 2014, dan memberikan dampak cukup signifikan bagi perkembangan inflasi.
Inflasi Jakarta pada tahun 2014 relatif terjaga, meski lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya maupun dengan inflasi nasional. Inflasi Jakarta tercatat sebesar 8,95% (yoy), meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 8,0% (yoy). Dalam empat tahun terakhir (kecuali tahun 2013), inflasi Jakarta cenderung lebih tinggi dari inflasi nasional. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh posisi Jakarta sebagai daerah defisit pangan dan relatif kuatnya permintaan masyarakat urban, khususnya kelas menengah. Selain itu, kenaikan harga BBM bersubsidi pada November 2014, merupakan salah satu kebijakan dari rangkaian kebijakan reformasi subsidi energi yang dilakukan pemerintah sepanjang tahun 2014, yang memberikan dampak cukup signifikan bagi perkembangan inflasi. Dengan adanya kebijakan ini tekanan inflasi di Jakarta melonjak pada akhir tahun 2014. Dampak langsung dari kenaikan harga BBM pada tahun 2014 terhadap komoditas bensin sebesar 30,8%, lebih rendah daripada tahun 2013 sebesar 44,4%. Namun, dampak tidak langsung yang ditimbulkan lebih besar pada tahun 2014, akibat melonjaknya ekspektasi masyarakat sehubungan dengan sejumlah penerapan kebijakan energi pada tahun 2014 maupun yang akan dilaksanakan pada tahun 2015. Berdasarkan disagregasi inflasi, tekanan inflasi terutama bersumber dari inflasi kelompok administered prices dan volatile foods . Inflasi kelompok administered prices di Jakarta tercatat paling tinggi sebesar 17,49% (yoy), disusul dengan inflasi kelompok volatile food sebesar 12,88% (yoy). Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong peningkatan inflasi yang signifikan, baik secara langsung maupun tidak langsung ( second round effect), melalui transmisi biaya distribusi barang dan jasa. Sementara itu, inflasi volatile food yang cenderung menurun sejak awal tahun 2014, kemudian meningkat dengan signifikan pada triwulan IV 2014. Hal tersebut, dipicu oleh gejolak harga beras dan cabai merah karena turunnya pasokan. Di sisi lain, inflasi inti 20
Triwulan IV 2014
relatif terjaga hingga akhir periode laporan, didukung oleh relatif rendahnya gejolak harga-harga komoditas dalam kelompok inti dibandingkan dengan kelompok inflasi lainnya. Perkembangan inflasi inti tersebut berperan dalam menahan tingkat inflasi Jakarta 2014 hingga tidak menembus level double digit.
25
20
%, yoy
%,yoy Inflasi IHK
Core
Adm Price
Volatile Foods
10 9
8 15
7
6
10
5 5
4 3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2012 2013 Keterangan : diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2011
2012
Jakarta
2013
2014
Nasional
Sumber : BPS, diolah pendekatan subkelompok
Grafik III.1 Disagregasi Inflasi Jakarta
Grafik III.2 Inflasi Jakarta dan Nasional
Pada triwulan IV 2014, tingginya inflasi administered prices bersumber dari kenaikan tarif tenaga listrik rumah tangga dan bahan bakar rumah tangga (LPG 12kg), serta penyesuaian harga BBM bersubsidi. Penyesuaian TTL bertahap sepanjang tahun 2014 dilakukan untuk mengurangi subsidi dengan merujuk pada harga keekonomiannya.6 Hal ini menyebabkan adanya penyesuaian harga barang dan jasa di Jakarta, baik yang termasuk dalam kelompok volatile food maupun kelompok inti (sewa dan kontrak rumah, serta jasa-jasa). Inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga, yang terutama disumbang oleh kenaikan harga LPG, juga menjadi salah satu sumber peningkatan inflasi kelompok administered prices. Kenaikan harga BBM yang ditetapkan pada 18 November 2014 juga memberikan tekanan inflasi yang signifikan. Selain dampak langsung pada kelompok administered prices, terdapat dampak lanjutan yang juga cukup signifikan dari penyesuaian tarif angkutan serta biaya transportasi barang dan jasa. Kenaikan tarif angkutan dalam kota di Jakarta mencapai 33%, tertinggi secara nasional. Berdasarkan estimasi, dampak tidak langsung dari kenaikan harga BBM bersubsidi ke biaya transportasi mencapai 1,33%. Kenaikan tersebut terutama berasal dari penyesuaian tarif angkutan antarkota, yang diatur oleh Kementerian Perhubungan, dan tarif angkutan dalam kota, yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan organisasi angkutan darat (Organda). Sementara itu, dampak tidak langsung ke inflasi inti dan volatile
food diprakirakan sebesar 0,53%. Berdasarkan sebaran dampaknya, total
6
Kenaikan TTL pada September 2014, untuk kelompok rumah tangga (R-2 dan R-1) serta untuk golongan perusahaan (P-2 dan P-3). 21
Triwulan IV 2014
tambahan inflasi dari kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 3%, sebagian besar akan ditransmisikan pada bulan November 2014.
18
Kenaikan Harga BBM Okt '05
% ytd 2005
16
2008
14
2013
12
2014
10
2.5
Kenaikan Harga BBM Juni '13
2014
1.0 Kenaikan Harga BBM Nov '14
2
Rata-rata 5 Tahun
1.5
6
4
%,mtm
2.0
Kenaikan Harga BBM Mei '08
Kenaikan Harga BBM Mar '05
8
3.0
0.5 0.0
0
Jan
Feb Mar Apr Mei Jun
Juli Agust Sep Okt Nop Des
Sumber : BPS, diolah
Grafik III.4 Tren Inflasi Jakarta Pasca Kenaikan BBM
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agust Sep Okt Nop Des
Sumber : BPS, diolah
Grafik III.5 Tren Inflasi Bulanan Jakarta 2014 VS Historis
Sementara itu, tekanan inflasi pada kelompok inti, terutama disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah dan kuatnya tekanan permintaan. Faktor pelemahan nilai tukar antara lain tercermin dari inflasi pada komoditas kendaraan bermotor dan barang elektronik di Jakarta yang memiliki kandungan impor tinggi. Meski demikian, dampak inflasi dari tekanan nilai tukar tersebut diimbangi dengan pelemahan harga komoditas, terutama emas perhiasan, yang pangsanya cukup dominan pada inflasi Jakarta. Penurunan harga emas perhiasan di Jakarta tidak terlepas dari dinamika harga emas global, terkait rencana normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral Amerika. Di samping itu, terdapat pola musiman dan dampak lanjutan dari sejumlah penyesuaian administered prices yang juga berpengaruh pada inflasi di kelompok inti. Kebijakan reformasi subsidi energi pemerintah berdampak pada meningkatnya sejumlah biaya-biaya di Jakarta seperti, biaya konstruksi, biaya sewa dan kontrak rumah yang termasuk dalam kelompok inflasi inti. Selain itu, tekanan pada inflasi inti juga disebabkan oleh faktor musiman (seasonal). Kondisi ini sangat terasa pada masa menjelang hari libur nasional, seperti Natal dan Tahun Baru. Menghadapi hari raya besar keagamaan masyarakat cenderung khususnya bahan makanan olahan.
meningkatkan
kegiatan
konsumsi,
Tekanan inflasi volatile food disebabkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat dan relatif terbatasnya pasokan bahan pangan terutama pada dua bulan terakhir tahun 2014. Gejolak harga pangan antara lain bersumber dari meningkatnya harga beras, terkait dengan menurunnya pasokan beras, di tengah meningkatnya permintaan masyarakat. Faktor anomali cuaca, yaitu kekeringan pada akhir September hingga awal November 2014, serta curah hujan yang tinggi pada akhir November hingga 22
Triwulan IV 2014
akhir Desember 2014, telah mengganggu pola tanam padi di daerah sentra produksi (pengunduran masa tanam). Di samping beras, cabai merah juga menjadi penyumbang tingginya inflasi Jakarta jelang akhir tahun 2014. Terbatasnya pasokan cabai merah akibat dari banyaknya petani yang tidak menanam kembali pasca jatuhnya harga cabai merah.
Rp/kg 70,000
60,000
Ton/Mgu
Pasokan Bawang Merah (skala kanan)
Rp/Kg
1,000
Harga Bawang Merah Eceran
900
50,000
Rp/Kg
Daging Ayam
1,100
Harga Bawang Merah Grosir
Telur Ayam
35,000
132,000
Daging Sapi (skala kanan)
122,000
30,000
112,000
800
40,000
700
30,000
600
25,000
102,000
20,000
92,000
500
20,000
400
10,000
300
0
200
82,000
15,000
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7891011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2012
2013
2014
2011
201 5
Grafik III.6. Perkembangan Harga dan Pasokan Bawang Merah Rp/Kg
Pasokan Beras PIBC (skala kanan) Harga Beras Grosir Harga Beras Eceran
11,000
24,000 21,000 18,000 15,000
9,000
12,000
8,000
9,000 6,000
7,000
3,000
6,000
0 143253214214314321431432532142142143143253214332532143214214314314314 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2011
2012
Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta
2013
2014
201 5
Grafik III. 8. Perkembangan Harga dan Pasokan Beras
2013
2014
201 5
Grafik III. 7. Perkembangan Harga Daging
Ton/Mgu
10,000
2012
Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta
Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta
12,000
62,000
143253214214314321431432532142142143143253214332532143214214314314314
143253214214314321431432532142142143143253214332532143214214314314314
2011
72,000
10,000
Rp/kg 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0
Pasokan Cabai Merah (skala kanan)
Ton/Mgu
Harga Cabai Merah Grosir
1,800
Harga Cabai Merah Eceran
1,600
1,400 1,200 1,000 800 600 400
200 143253214214314321431432532142142143143253214332532143214214314314314 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2011
2012
Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta
2013
2014
2 0 1 5
Grafik III. 9. Perkembangan Harga dan Pasokan Cabai
23
Triwulan IV 2014
BAB IV PERBANKAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN PENGELOLAAN UANG
Sejalan dengan masih belum optimalnya kegiatan beberapa sektor ekonomi di Provinsi DKI Jakarta pada triwulan IV 2014, kegiatan intermediasi perbankan juga mengalami perlambatan. Pada triwulan IV 2014, penyaluran kredit di Jakarta tercatat tumbuh sebesar 9,39% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 11,97% (yoy). Kendati demikian, pembiayaan keuangan korporasi cukup terjaga di tengah melemahnya kinerja perekonomian. A. Intermediasi Perbankan Penyaluran kredit perbankan pada triwulan IV 2014 secara umum masih mengalami perlambatan. Realisasi kredit di Jakarta tercatat tumbuh sebesar 9,39% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya, yang sebesar 11,97% (yoy). Perlambatan kegiatan usaha menyebabkan tingkat realisasi kredit modal kerja tumbuh melambat dari 10,80% pada triwulan III 2014 menjadi 6,08% pada triwulan IV 2014. Sejalan dengan hal tersebut, penyaluran kredit investasi juga relatif terbatas. Perilaku investor yang cenderung menunggu penerapan beberapa kebijakan (kenaikan BBM dan TTL) pemerintahan baru, menyebabkan rendahnya permintaan kredit investasi. Di sisi lain, sentimen negatif terhadap kondisi ekonomi makro menyebabkan sejumlah investor menahan laju investasinya. Berbeda dengan kredit investasi dan modal kerja, kredit konsumsi di Jakarta menunjukkan peningkatan. Kredit konsumsi tumbuh dari 2,91% menjadi 7,79% pada triwulan laporan. Kenaikan kredit konsumsi tertinggi terjadi pada jenis kredit multiguna. Sejalan dengan meningkatnya laju inflasi, tekanan terhadap daya beli masyarakat menjadi cukup tinggi. Penurunan daya beli masayarakat tersebut juga mendorong masyarakat untuk mengambil kredit multiguna untuk menutupi kebutuhan dasar. Pada Desember 2014, realisasi kredit multiguna yang disalurkan oleh perbankan di Provinsi DKI Jakarta tercatat sebesar Rp31,86 triliun, atau mengalami pertumbuhan 23,49% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan akhir triwulan lalu yang tumbuh 11,15%(yoy).
24
Triwulan IV 2014
% yoy
50
1,400
35
40
1,200
30
30
1,000
25
20
800
20
10
600
15
0
400
10
(10)
200
5
(20)
Triliun Rp
0
0
1234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 2 2011
2012 Kredit
2013
% yoy
(30) 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2014
2011
g-Kredit (skala kanan)
2012
gKredit Modal Kerja
Grafik IV.1 Kinerja Penyaluran Kredit Perbankan
2013 gKredit Investasi
2014 gKredit Konsumsi
Grafik IV.2 Penyaluran Kredit Perbankan berdasarkan Jenis Kredit
Sejalan dengan perlambatan perekonomian Jakarta, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh perbankan di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan penurunan pertumbuhan. Pada triwulan IV 2014, DPK yang terhimpun oleh perbankan di Jakarta tercatat sebesar Rp2.088 triliun atau tumbuh sebesar 12,23% (yoy) sedikit lebih kecil dibandingkan dengan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 12,37% (yoy). Melambatnya pertumbuhan DPK ditengarai terkait dengan kenaikan biaya hidup akibat naiknya hargaharga barang dan jasa pascakebijakan kenaikan BBM. Dengan perkembangan kredit dan DPK tersebut maka LDR tercatat meningkat menjadi sebesar 86,35% pada akhir triwulan laporan.
DPK
95
g.DPK
2,200
95%
2,000
90%
1,800
85%
1,600
80%
1,400
75%
1,200
70%
1,000
65%
800
60%
90
85
80
75
70 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
% yoy
2011
2012
2013
2014
Triliun Rp
Grafik IV.3 DPK Perbankan Jakarta
LDR
86.35%
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2011
2012
2013
2014
Grafik IV.4 LDR Perbankan Jakarta
B. Ketahanan Sektor Korporasi Pembiayaan keuangan korporasi melambat, sejalan dengan melemahnya kinerja perekonomian. Secara total, penyaluran kredit perbankan masih tumbuh cukup tinggi sebesar 9,39% (yoy). Berdasarkan jenis kredit, perlambatan terjadi pada kredit investasi dan kredit modal kerja. Dari sisi sektoral, berdasarkan beberapa sektor utama DKI Jakarta terlihat bahwa penyaluran kredit ke industri pengolahan mengalami penurunan terdalam dibandingkan dengan sektor utama lainnya. Melambatnya kredit ditengarai sebagai dampak dari terbatasnya ekspansi industri. Selain itu, sejumlah korporasi lebih mengandalkan pembiayaan dari sumber internal untuk 25
Triwulan IV 2014
ekspansi. Selain itu, kredit perdagangan besar dan eceran mengalami perlambatan sejalan dengan perlambatan kredit modal kerja. Meski demikian, kredit perusahaan jasa real estate atau properti mengalami kenaikan pertumbuhan. Masih meningkatnya kredit ke sektor properti, menunjukkan masih adanya optimisme perbankan terhadap bisnis properti di Jakarta, meski perkembangan terakhir dari kegiatan di sektor ini menunjukkan perlambatan. Secara umum rasio NPL di Jakarta masih terjaga di bawah ambang batas risiko (5%). Rasio NPL di sektor perdagangan dan konstruksi cenderung meningkat, tercatat masing-masing masih sebesar 2,62% dan 2,72% pada akhir triwulan IV 2014 (Grafik III.4.20). Sementara itu, rasio NPL di sektor real
estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan tercatat relatif stabil sekitar 1%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya di 2014. Adapun NPL sektor industri pengolahan mengalami penurunan yaitu tercatat sebesar 2,01%. Penurunan NPL sektor industri tersebut sejalan tren perlambatan kredit ke sektor tersebut.
120
% yoy
5.00
Industri Pengolahan
%
Rasio NPL Industri Rasio NPL Perdagangan Rasio NPL Konstruksi Rasio NPL Real Estate & Jasa Perusahaan
Perdagangan Besar& Eceran 100
Perantara Keuangan Real Estate, Usaha Persewaan & Js Perusahaan
4.00
80
3.00 60
2.00
40 20
1.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 (20)
2011
2012
2013
2014
0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2011
Grafik IV.5 Kredit Bank berdasarkan Sektor Ekonomi
2012
2013
2014
Grafik IV.6 Rasio NPL Kredit Sektor Utama Perbankan
C. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Pembiayaan sektor rumah tangga tumbuh lebih tinggi dengan rasio NPL yang relatif masih terjaga pada triwulan IV 2014. Berdasarkan jenisnya, pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) baik tipe 22 70 m2 maupun di atas tipe 70 m2 tumbuh lebih tinggi pada periode laporan. Rasio NPL pada sejumlah kredit perumahan cenderung turun dan pada level aman (di bawah 5%). Kredit pembelian KPR tipe 22 70 m2 dan ruko/rukan, memiliki rasio NPL masing-masing mencapai sekitar 1,77% dan 2,15%. Meski demikian, kualitas kredit KPA sampai dengan tipe 21 m2, perlu dicermati karena rasio NPL yang relatif tinggi, yaitu sebesar 4,39%, meski telah membaik dari triwulan sebelumnya.
26
Triwulan IV 2014
% yoy
KPR Tipe 22 s.d. 70
KPR Tipe Diatas 70
170
Roda Empat
Keperluan Multiguna
%
7
NPL Rumah Tipe 22 - 70
NPL Rumah s.d. Tipe 21
Roda Empat
NPL Keperluan Multiguna
6 5
120
4
70
3 2
20
1 (30)
0 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
(80) 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2011
2012
2013
2011
2012
2013
2014
2014
Grafik IV.7 Kredit Perbankan ke Rumah Tangga
Grafik IV.8 Rasio NPL Kredit Perumahan
Kredit perbankan untuk kendaraan bermotor roda empat tumbuh negatif pada triwulan IV 2014. Dari sisi kualitas kredit, NPL pada kredit perbankan untuk kendaraan bermotor (roda empat) relatif rendah dan bahkan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan III 2014 (0,50%), menjadi sebesar 0,48%. Sementara itu, kredit multiguna yang disalurkan oleh perbankan tumbuh meningkat. Meski demikian, NPL pada kredit multiguna cenderung menurun pada akhir triwulan laporan.
D. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Transaksi pembayaran nontunai tumbuh cukup tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang masih tumbuh baik pada triwulan IV 2014. Rata-rata nilai transaksi (Real Time Gross Settlement) RTGS mengalami peningkatan menjadi Rp3,12 triliun (19,10%, yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,62 triliun (2,03%, yoy). Meski demikian transaksi kliring tumbuh melambat pada triwulan berjalan. Tercatat pada triwulan IV 2014 rata-rata nilai transaksi kliring adalah Rp142,22 miliar atau tumbuh 8,88% (yoy), sedangkan nilai transaksi triwulan sebelumnya mencapai Rp130,63 miliar atau tumbuh 27,29% (yoy). Guna meningkatkan peran APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu), Bank Indonesia, melalui bank umum dan Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dalam menyelenggarakan kegiatan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Kegiatan bertujuan untuk mengurangi penggunaan uang tunai dan menurunkan tingkat pemalsuan uang di DKI Jakarta. Pelaksanaan kegiatan ini adalah dengan mewajibkan penggunaan e-money pada setiap transaksi pembelian tiket bus Trans Jakarta dan commuter line. Pada 11 Agustus 2014, PT Transjakarta telah menerapkan e-ticket dan pada awal tahun 2015 akan diterapkan pembayaran parkir yang menggunakan parking machine.
27
Triwulan IV 2014
Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat DKI Jakarta pada triwulan IV 2014, sedikit berbeda dengan pola pada tahun-tahun sebelumnya. Kebutuhan uang tunai masyarakat, yang biasanya meningkat memasuki masa libur akhir tahun dari Hari Besar Keagamaan, justru cenderung menurun pada tahun ini. Perlambatan perekonomian dan sejumlah kebijakan kebijakan energi yang diterapkan akhir triwulan IV 2014 menyebabkan masyarakat cenderung menahan pengerluaran pada periode dimaksud. Pada periode laporan, uang tunai yang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp44,60 triliun. Sementara itu, uang tunai yang keluar (outflow) tercatat sebesar Rp18,60 triliun, dengan demikian
pada triwulan IV 2014, Jakarta mengalami net
inflow sebesar Rp25,80 triliun. 34000 32000 30000 28000 26000 24000 22000 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 -2000
Miliar Rp
Miliar Rp
30000 20000 10000
Miliar Rp 160
Miliar Rp 8
140
7
120
6
100
5
0
80
4
-10000
60
3
-20000
40
2
20 -30000 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2011
INFLOW
2012
2013
OUTFLOW
2014
NET FLOW (rhs)
Grafik IV.9 Inflow-Outflow
28
40000
Nominal
1
Volume (skala kanan)
-
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2011
2012
2013
2014
Grafik IV.10 Transaksi Kliring
Triwulan IV 2014
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Pembangunan ekonomi Jakarta, secara umum belum selaras dengan kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan penduduk Jakarta. Meskipun tingkat pengangguran terbuka tetap menunjukkan tren yang menurun, laju penurunannya relatif melambat. Selain itu, geliat aktivitas ekonomi di Jakarta tidak banyak menyentuh penduduk miskin, tercermin dari persentase jumlah orang miskin yang meningkat dan diikuti pula dengan peningkatan indeks kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan. A. Ketenagakerjaan Angkatan kerja provinsi DKI Jakarta menunjukkan tren yang menurun pada tahun 2014, bahkan mencatat pertumbuhan yang negatif. Angkatan kerja DKI Jakarta tumbuh -0,89% (yoy) (Grafik VI.1). Pertumbuhan ekonomi Jakarta yang melambat bisa menjadi salah satu penyebab, karena berkurangnya kemampuan perekonomian menyerap atau menarik penduduk usia kerja untuk masuk ke pasar tenaga kerja di Jakarta. Kondisi ini juga tercermin dari menurunnya tingkat partisipasi angkatan kerja (Grafik VI.2). 15
Persen,yoy
10 5 2010
2011
2012
2013
2014
(5) (10)
74.0 72.0 70.0 68.0 66.0 64.0 62.0 60.0 58.0 56.0 54.0
Persen
Pertumbuhan AK
Pertumbuhan Bukan AK
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik VI.1 Perkembangan Angkatan Kerja
6.8 6.6 6.4 6.2
6.0 5.8 5.6
5.4 2010
(15)
persen, yoy
2011 Partisipasi AK
2012
2013
2014
Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik VI.2 Partisipasi Angkatan Kerja
Turunnya partisipasi angkatan kerja, di sisi lain, juga dapat dipandang sebagai penundaan penduduk yang tergolong usia kerja memasuki pasar tenaga kerja. Hal ini mereka lakukan karena ingin mempersiapkan diri lebih baik sebelum masuk ke pasar tenaga kerja, antara lain dengan melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan lantar belakang pendidikan yang lebih tinggi, maka diharapkan pilihan lapangan pekerjaan menjadi lebih luas dan kemungkinan memperoleh tingkat upah (gaji) yang lebih baik akan lebih besar. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan yang positif dari jumlah penduduk usia kerja yang bukan tenaga kerja (Grafik VI.1). Perilaku masyarakat seperti ini, dalam jangka panjang, akan mendorong struktur tenaga kerja yang lebih baik dan berkualitas, seiring meningkatnya pekerja
29
Triwulan IV 2014
dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi (Grafik VI.3). Dengan pendidikan yang lebih tinggi, lapangan kerja yang dimasuki cenderung mengarah pekerja penuh waktu, dengan jam kerja lebih dari 35 jam dalam seminggu (Grafik Grafik VI.4). 2500
Ribu orang
Ribu orang
1100
4600
Ribu Orang
1050
Ribu orang
4400
2000
1000
1500 900 1000
1000
4200 4000
950
3800
900
3600
800
500 0
700 2010
2011
2012
SLTP ke bawah
2013
SLTA
850
3400
3200
800 2010
2014
2011
2012
Penuh waktu
Pendidikan Tinggi
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik VI.3. Bekerja dan Latar Belakang Pendidikan
2013
2014
Tidak penuh waktu
Sumber: BPS Jakarta, diolah Bekerja penuh waktu = waktu kerja 35+ jam dalam seminggu
Grafik VI.4.Bekerja Penuh dan Paruh Waktu
Di lihat dari sisi status pekerjaan utama, penduduk Jakarta yang bekerja di sektor formal 7 menunjukkan tren yang meningkat. Hal ini selaras dengan dengan struktur latar belakang pendidikan angkatan kerja Jakarta yang mengarah pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang secara umum dapat lebih diterima oleh dunia kerja yang bersifat formal. Selain jumlahnya yang dalam tren meningkat, proposi tenaga kerja formal juga terus meningkat (Grafik VI.5). Struktur pekerja Jakarta yang lebih didominasi oleh pekerja di sektor formal tersebut, mendorong tingkat pendapatan masyarakat yang lebih stabil, dalam hal ini ada kepastian penghasilan. Kondisi ini dapat menjadi sumber penopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hal ini pun tercermin pada struktur perekonomian Jakarta, dari sisi pengeluaran, yang ditopang cukup kuat oleh konsumsi rumah tangga (Grafik VI.6). Persen
%, yoy 27.5
29.8
27.8
30.9
37.9
38.1
38.7
52.0
80
32.0
100
4.50 72.49
70.20
72.16
69.11
62.09
61.92
61.33
47.95
20
68.02
60 40
6.00
6.41
6.22
5.41
5.43
2012
2013
2014
3.00 1.50
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
2011
Kegiatan Formal
Kegiatan Informal
Sumber: BPS diolah
Grafik VI.5. Proporsi Tenaga Kerja Sektor Formal-Informal
7
Sumber: BPS diolah
Grafik VI.6. Pertumbuhan Konsumsi Rumah tangga
Tenaga kerja formal merupakan penduduk bekerja dengan kategori buruh/karyawan dan berusaha dengan dibantu buruh tetap. 30
Triwulan IV 2014
Perkembangan ekonomi DKI Jakarta cukup mampu membawa tingkat pengangguran terbuka terus menurun. Secara umum, tren penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) telah terjadi sejak tahun 2010 (Grafik VI.7). Dari sisi latar belakang pendidikan, penurunan TPT terutama terjadi pada level SMA (umum dan kejuruan). Namun, pengangguran untuk tingkat pendidikan tinggi (diploma dan universitas), pada tahun 2014 justru menunjukkan
peningkatan
(Grafik
VI.8).
Hal
ini
disebabkan
belum
terdapatnya perubahan struktur pekerja di Jakarta beberapa tahun terakhir yang lebih banyak menyerap tenaga kerja dengan level pendidikan sekolah menengah atas (SMA) (Grafik VI.9). Peningkatan proporsi pekerja untuk level pendidikan tinggi, tidak sejalan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja dengan tingkat pendidikan tinggi. 14
14
Persen 12.2
12 10
12.6
11.1
12.2
10.8
8 6
6.7
6.2
8.6
8.5
2007
2008
2009
8
4
6.5 6.1
2
4 2006
2014
6
6.5 5.9
5.0
6.4
2013
10
9.9
11.4
5.9
Persen
12
2010
Tingkat Pengangguran Terbuka
2011
2012
2013
2014
g. PDRB (yoy)
Sumber: BPS, diolah
Grafik VI.7. Tingkat Pengangguran Terbuka
0 SD ke bawah
SLTP
SMA Umum
SMA Kejuruan
Diploma I/II/III
Universitas
Sumber: BPS, diolah
Grafik VI.8.Tingkat Pengganggur Terbuka Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Jakarta, sebagai kota besar yang terus berbenah diri, semakin membutuhkan tenaga kerja dengan level pendidikan dan keahlian yang semakin tinggi. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan jumlah pekerja yang diserap dengan latar belakang pendidikan tinggi, yang meningkat dari tahun ke tahun (Grafik VI.3). Permasalahannya adalah laju penyerapan tidak seimbang dengan laju pertambahan angkatan kerja berpendidikan tinggi. Hal ini dapat juga diartikan bahwa pasokan dari tenaga kerja tidak sepenuhnya sesuai dengan yang diminta pasar. Kondisi ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian (mis-match) antara lapangan kerja dan keahlian pekerja. Permasalahan ini perlu mendapat perhatian khusus, terutama dari dunia pendidikan, agar ada kesesuaian antara kurikulum pendidikan dengan dunia kerja. Hal lain yang perlu dicermati adalah laju penurunan tingkat pengangguran terbuka melambat signifikan pada tahun 2014, mencerminkan semakin rendahnya kemampuan lapangan kerja di DKI Jakarta menyerap tambahan angkatan kerja.
31
Triwulan IV 2014
Juta
%
3.0
100%
19%
20%
22%
2.0
80% 60%
2.5
43%
45%
44%
1.5 1.0
40% 20%
38%
35%
34%
0.5 -
0% 2012
2013
SLTP ke bawah
SLTA
2014
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
UMP/KHL
90.78
96.75
81.42
84.84
92.02
102.09
111.18
110.15
KHL (Rp)
991,988
1,005,2
1,314,0
1,317,7
1,401,8
1,497,8
1,978,7
2,216,2
UMP (Rp) 900,560
972,604
1,069,8
1,118,0
1,290,0
1,529,1
2,200,0
2,441,3
120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Pendidikan Tinggi
Sumber: BPS, diolah
Grafik VI.9. Proporsi Tenaga Kerja Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Sumber: Pemprov Jakarta
Grafik VI.10.Perkembangan UMP dan KHL Jakarta
Terkait dengan upah, dalam dua tahun terakhir upah minimum di Jakarta meningkat cukup tinggi, mencapai level dua digit. Kenaikan UMP Jakarta ditetapkan sebesar Rp 2.441.000 pada tahun 2014 atau tumbuh sebesar 11%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan di tahun 2013 yang mencapai 44%, atau sebesar Rp 2.200.00 (Grafik VI.10). Kenaikan UMP Jakarta rata-rata dalam periode tahun 2002-2012 hanya berkisar ±10%. Kondisi pasar ketenagakerjaan turut berpengaruh dalam pembentukan komponen upah. Pasar tenaga kerja yang ketat, tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun, cenderung akan mendorong kenaikan upah. Ketatnya pasar tenaga kerja dapat disebabkan kondisi demografi dan jumlah tenaga kerja, maupun sebagai pengaruh dari ketidaksesuaian (mis-match) antara lapangan kerja dan keahlian pekerja. Semakin berkembangnya tingkat kemajuan suatu industri akan membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat keahlian yang relatif lebih tinggi. Terbatasnya tenaga kerja dengan keahlian yang spesifik juga dapat memengaruhi tingkat upah untuk bidang keahlian atau sektor tertentu.
B. Kesejahteraan Perekonomian Jakarta yang masih dalam tren melambat berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin Jakarta tahun 2014 (per September 2014) tercatat sebesar 412,79 ribu orang, meningkat 11,05% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 371,70 ribu orang. Persentase jumlah penduduk miskin terhadap total penduduk juga meningkat, dari 3,72% pada tahun 2013 menjadi 4,09%. Berdasarkan difinisinya, jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh level garis kemiskinan, mengingat penduduk miskin merupakan penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. 8 8
Konsep BPS, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, yang diukur berdasarkan pengeluaran. 32
Triwulan IV 2014
Dengan
demikian,
meningkatnya
garis
kemiskinan
akan
cenderung
meningkatkan jumlah penduduk miskin. Keadaan tahun 2014 menunjukkan bahwa pertumbuhan garis kemiskinan melambat, atau meningkat relatif terbatas sebesar 5,81% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, hal tersebut diikuti dengan peningkatan jumlah orang miskin dengan persentase yang jauh lebih besar yaitu 11,05%. Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kedalaman kemiskinan di Jakarta. 7.0
20
Persen
Persen, yoy
15
6.0
10
5.0
5
4.0
-
3.0
2008*
(5)
2.0
2009*
2010*
2011*
2012
2013
2014
(10)
1.0
(15)
0.0 2007*
2008*
2009*
2010*
Persentase Orang Miskin
2011*
2012
2013
2014
(20)
Pertumbuhan PDRB (yoy)
Sumber: BPS, diolah *) data per Maret
perubahan garis kemiskinan
Perumbahan Orang Miskin
Sumber: BPS, diolah *) data per Maret
Grafik VI.11. Pekembangan Orang Miskin dan PDRB
Grafik VI.12. Perubahan Orang Miskin dan Garis Kemiskinan
Meningkatnya garis kemiskinan, terutama disumbang oleh peningkatan garis kemiskinan makanan (GKM). Dari pertumbuhan garis kemiskinan sebesar 5,81%, 4,34% di antaranya dikontribusi oleh GKM, sementara sisanya sebesar 1,47% oleh garis kemiskinan nonmakanan (GKMN). Dengan pangsa GKM yang mencapai 65%, maka perkembangan harga makanan menjadi penentu pergerakan garis kemiskinan. Komoditas yang paling berpengaruh pada penduduk miskin adalah beras dan rokok kretek filter. Pangsa pengeluaran komoditas tersebut pada garis kemiskinan masingmasing 25,2% dan 16.1%. Sementara itu untuk komponen GKMN, komoditas yang paling besar pangsanya yaitu perumahan sebesar 29,74% Beras
Persen
16.1
Telur Ayam Ras
12.00 10.00
6.2
Daging Ayam Ras
4.30
5.7
Mie Instan
8.00
6.33
4.00
4.34
2.00 1
2
GKM
3.4
Tempe
3.1
Tahu
3.1
Ikan Kembung
2.8
Gula pasir
2.5 0
GKNM
Sumber: BPS, diolah
Kontribusi
4.3
Susu Bubuk
1.47
6.00
Grafik VI.13. GKMN
25.2
Rokok Kretek Filter
5
Persen 10
15
20
25
30
Sumber: BPS
GKM
dan
Grafik VI.14 Peran Komoditas dalam GKM
Dalam melihat permasalahan kemiskinan, dimensi lain yang perlu mendapat perhatian adalah seberapa besar tingkat kedalaman dan keparahan
kemiskinan.
Perkembangan
terkini
menunjukkan
indeks
33
Triwulan IV 2014
kedalaman kemiskinan 9 penduduk Jakarta menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 0,39 menjadi 0,60. Artinya kesenjangan antara pengeluaran masyarakat miskin dengan garis kemiskinan semakin melebar. Buah pembangunan yang terjadi di Jakarta relatif tidak menyentuh perbaikan pada masyarakat miskin. Hal ini dapat terjadi karena kegiatan ekonomi di Jakarta cenderung tidak pro job, sebagaimana terlihat dari meningkatnya tingkat pengangguran terbuka. Rendahnya pertumbuhan kesempatan kerja berkontribusi pada bertambahnya tingkat kemiskinan. Sejalan dengan perkembangan indeks kedalaman kemiskinan, indeks keparahan kemiskinan
10
juga memburuk. Pada tahun 2013 indeks
keparahan kemiskinan tercatat sebesar 0,073. Pada tahun 2014 indeks ini meningkat 0,058 poin menjadi 0,131. Dengan demikian terjadi pelebaran disparitas pengeluaran di antara penduduk miskin. Meningkatanya indeks keparahan kemiskinan penting untuk diperhatikan, mengingat banyak pemasalahan sosial, terutama kriminalitas kerap dipicu oleh parahnya kondisi kemiskinan.
0.18
Indeks
Indeks
0.65 0.60
0.16
0.55
0.14
0.50 0.12 0.45 0.10
0.40
0.08
0.35
0.06
0.30 2011*
2012
2013
2014
Indeks Keparahan Kemiskinan Indeks Kedalaman Kemiskinan (skala kanan)
Sumber: BPS, diolah *) data per Maret
Grafik VI.15. Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
9
Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh dari garis kemiskinan. 10 Indeks keparahan kemiskinan merupaka ukuran penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini semakin tinggi ketimpangan antara penduduk miskin. 34
Triwulan IV 2014
BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN JAKARTA
Perekonomian Jakarta pada tahun 2015 diprakirakan tumbuh di kisaran 6,1% - 6,5% (yoy) dengan dukungan dari seluruh komponen di sisi penggunaan, sejalan dengan membaiknya perekonomian global dan domestik. Namun, perekonomian Jakarta pada triwulan I 2015 berpotensi tumbuh melambat sebesar 6,1% (yoy) sebagai pengaruh dari minimnya dukungan belanja dan investasi pemerintah. Selain itu, kinerja perdagangan antardaerah juga terindikasi melambat. Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I 2015 akan ditopang oleh kinerja konsumsi dan ekspor, serta investasi dalam level yang lebih terbatas. Kebijakan penyesuaian harga BBM pasca pemberlakukan sistem subsidi tetap, berpotensi meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat. Di sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I 2015 diproyeksikan bersumber dari kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, sektor konstruksi, sektor informasi dan komunikasi, serta sektor industri pengolahan. Tekanan inflasi Jakarta pada semester I 2015 masih dipengaruhi oleh adanya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi (faktor base effect). Adapun proyeksi inflasi Jakarta untuk keseluruhan tahun 2015 diprakirakan berada pada kisaran 4,3% - 4,7% (yoy).
A.
Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Jakarta pada 2015 diprakirakan tumbuh meningkat dibandingkan dengan tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Jakarta diprakirakan berada di kisaran 6,1% - 6,5% (yoy). Dari sisi permintaan, sumber pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi rumah tangga dan ekspor, sejalan dengan stabilnya kondisi ekonomi makro dan potensi pemulihan ekonomi global. Sementara itu, juga terdapat dukungan konsumsi pemerintah dan investasi dengan adanya indikasi komitmen yang kuat dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengoptimalkan belanja dan mendukung realisasi investasi. Secara sektoral, peningkatan konsumsi rumah tangga akan mendukung pertumbuhan sektor jasa baik jasa perdagangan, informasi dan komunikasi. Adapun perbaikan ekspor luar negeri dan perdagangan antar daerah akan mendukung kinerja sektor industri. Peningkatan pertumbuhan juga diprediksi pada sektor konstruksi, real estate, dan jasa keuangan, sejalan dengan proyeksi pemulihan bisnis properti komersial dan laju pertumbuhan kredit yang lebih tinggi di 2015. Meski prospek perekonomian Jakarta pada tahun 2015 diprediksi lebih baik daripada tahun 2014, terdapat sejumlah faktor risiko yang perlu dicermati. Dari sisi eksternal, terdapat risiko perlambatan ekonomi 35
Triwulan IV 2014
sejumlah negara mitra dagang utama Jakarta, khususnya di Tiongkok dan Jepang. Perlambatan perekonomian di kedua negara tersebut akan cukup berpengaruh pada kinerja ekspor produk manufaktur Jakarta. Meluasnya ketidakstabilan ekonomi Uni Eropa yang dipicu oleh konflik Yunani juga dapat berpengaruh pada kinerja ekspor baik yang langsung melalui Jakarta maupun re-ekspor melalui negara ASEAN dan Tiongkok. Persaingan global yang semakin ketat terutama dari faktor daya saing ekspor serta kemampuan berintegrasi dalam rantai suplai/pemasaran global juga memberikan risiko perbaikan kinerja ekspor lebih lanjut. Diversifikasi pasar ekspor yang diupayakan juga cenderung belum sepenuhnya berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini tercermin dari pangsa pasar tujuan ekspor produk Jakarta yang belum terdiversifikasi secara signifikan pada akhir tahun 2014. Jalur transmisi lain dari risiko faktor eksternal pada perekonomian Jakarta adalah pada tekanan nilai tukar. Gangguan ekspor berpotensi menahan perbaikan defisit neraca perdagangan yang pada gilirannya akan berpengaruh pada kestabilan nilai tukar dan terbatasnya capital inflow. Hal ini juga juga dipersulit dengan rencana normalisasi kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dengan penyesuaian suku bunga ke level yang lebih tinggi. Secara umum, depresiasi nilai tukar dapat meningkatkan daya saing ekspor. Namun dengan masih tingginya ketergantungan impor dari komoditas ekspor, maka peningkatan daya saing relatif terbatas. Terbatasnya capital inflow dan mengetatnya pasar keuangan juga akan berdampak pada perekonomian Jakarta yang didominasi oleh jasa keuangan.
EKSTERNAL
DOMESTIK
● Pemulihan ekonomi Global tidak Merata: AS membaik, Eropa, Tiongkok dan Jepang terhambat ● Penurunan Harga Komoditas ● Rencana normalisasi kebijakan Fed (Penguatan USD)
● Pertumbuhan ekonomi Melambat ● Inflasi di Atas Sasaran ● Defisit neraca perdagangan membaik ● Inflow Meningkat
EKSTERNAL BALANCES
INTERNAL BALANCES
● Defisit neraca perdagangan membaik terbatas ● Capital Inflows terbatas ● Potensi Tekanan Nilai Tukar
● Pertumbuhan Ekonomi Membaik ● Inflasi Terkendali ● Kredit Meningkat
RISIKO EKSTERNAL
RISIKO DOMESTIK
● Perlambatan Ekonomi Tiongkok lebih dalam ● Pasar Keuangan mengetat (Normalisasi kebijakan Fed) ● Gejolak Euro zone (Stimulus vs Pengetatan)
● Pertumbuhan Ekonomi lebih tertekan ● Tekanan Inflasi lebih tinggi dari perkiraan ● Pemanfaatan ruang fiskal terkendala
Diagram VI.1 Prospek & Faktor Risiko Perekonomian Domestik 2015
STABILITAS
36
BAURAN KEBIJAKAN
REFORMASI STRUKTURAL
Triwulan IV 2014
Dari sisi domestik, faktor risiko terutama bersumber dari tekanan inflasi yang lebih tinggi dari prakiraan dan terbatasnya pemanfaatan ruang fiskal. Terkendalinya inflasi, yang merupakan salah satu elemen penting dari stabilitas ekonomi makro, perlu menjadi perhatian di Jakarta, terutama merujuk pada tingginya inflasi pada tahun 2014. Potensi tekanan inflasi yang tinggi selain akan memengaruhi daya beli dan tingkat konsumsi, juga berpotensi memberikan sentimen negatif pada pasar dan prospek investasi di Jakarta. Meski ketersediaan pasokan pangan dapat dijaga, tekanan permintaan yang besar dan rigiditas level harga yang tinggi di Jakarta perlu menjadi perhatian. Selain itu, belum terselesaikannya masalah struktural terkait mata rantai tata niaga serta inefisiensi pada sistem logistik dan distribusi juga memberikan risiko pada kesinambungan pasokan pangan dan inflasi tahun 2015. Terkait dengan agenda reformasi struktural dari sisi fiskal, risiko terkendalanya pemanfaatan ruang fiskal untuk pembangunan infrastruktur menjadi isu utama. Hambatan dari realokasi anggaran subsidi BBM untuk pembangunan proyek infrastruktur strategis yang lebih produktif bagi perekonomian, diprediksi terjadi di level teknis. Dalam kasus Jakarta, pembangunan infrastruktur yang difokuskan pada peningkatan kapasitas serta perbaikan kualitas sarana pelabuhan, prasarana jalan, dan saluran drainase, menghadapi kendala khususnya dari penyediaan lahan. Hingga saat ini, proyek megaproject MRT Jakarta yang telah berjalan juga masih menyisakan masalah pembebasan lahan. Selain itu, terdapat pula kendala dari sisi administrasi pengadaan dan manajemen kontrak proyek infrastruktur yang berpotensi menghambat pemanfaatan ruang fiskal yang telah dimiliki. Pada periode yang lebih pendek, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I 2015 diprakirakan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Hal ini terkait dengan terbatasnya dukungan konsumsi pemerintah. Meski belanja pemerintah relatif rendah pada triwulan I sesuai pola musimannya, kebijakan pengetatan belanja Pemerintah Pusat untuk kegiatan di luar kantor serta keterlambatan penetapan APBD Jakarta berdampak signifikan pada perlambatan perekonomian tahun 2015. Hingga akhir Februari 2015, APBD Jakarta belum mendapatkan persetujuan untuk ditetapkan melalui peraturan daerah. Keterlambatan ini menyebabkan belum dapat direalisasikannya sejumlah pos anggaran belanja strategis yang terkait dengan belanja program pembangunan dan investasi. Dukungan pertumbuhan terutama bersumber dari kenaikan konsumsi rumah tangga sejalan dengan peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan ( disposable income ). Penurunan harga BBM bersubsidi
37
Triwulan IV 2014
dengan pemberlakuan mekanisme subsidi tetap, berpotensi meningkatkan peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan. Inflasi yang rendah dan penurunan sejumlah harga barang dan jasa, meski dalam level yang terbatas, cukup mampu mendorong kinerja konsumsi rumah tangga di Jakarta. Selain itu, kenaikan upah minimum (UMP) pada awal tahun akan berdampak pada peningkatan daya beli. Hal ini terkonfirmasi dari hasil survei konsumen yang mengindikasikan optimisme konsumen Jakarta terhadap tingkat penghasilan dan keyakinan pada kondisi ekonomis secara keseluruhan. Ekspektasi terhadap prospek kegiatan usaha juga membaik dibandingkan dengan periode pasca kenaikan harga BBM bersubsidi pada triwulan IV 2014. Meski demikian, indeks konsumsi barang kebutuhan tahan lama (durable goods) pada triwulan I 2015 cenderung melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan masih terbatasnya pertumbuhan kredit konsumsi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja
Indeks 140 120
Optimis
100
Pesimis
80 60 40 20 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2011
2012
2013
2014
2015
Grafik VI.1 Indeks Ekspektasi Penghasilan dan Ketersediaan Lapangan Kerja
Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LPNRT) masih diproyeksikan tumbuh negatif pada triwulan I 2015. Setelah tumbuh cukup tinggi mencapai 16,9% pada tahun 2014, dengan adanya belanja Pemilu, pengeluaran LNPRT diprediksi masih akan tumbuh negatif pada semester I 2015. Konsumsi LNPRT akan kembali tumbuh positif setelah hilangnya faktor
base effect dari belanja Pemilu tahun 2014 yang sangat signifikan di Jakarta. Kinerja investasi pada triwulan I 2015 diperkirakan membaik dengan dukungan dari investasi swasta. Perbaikan investasi terutama berasal dari investasi bangunan, sejalan dengan prospek pemulihan pembangunan properti komersial dan residensial serta peningkatan belanja infrastruktur. Selain itu, mulai meningkatnya permintaan ekspor terhadap produk manufaktur diperkirakan berdampak positif pada investasi pada sektor industri manufaktur. Setelah mengalami stagnasi selama beberapa periode, investasi untuk menambah kapasitas produksi atau memperbaiki alat produksi yang mendukung efisiensi usaha berpotensi dilakukan, meski dalam level yang moderat. Hal ini juga dalam rangka mengantisipasi peningkatan permintaan 38
Triwulan IV 2014
domestik dengan adanya perbaikan prospek perdagangan antardaerah tahun 2015. Terjaganya stabilitas ekonomi makro dan beroperasinya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Jakarta akan mendorong kinerja investasi pada triwulan I 2015. Sentimen positif pada stabilitas ekonomi makro, khususnya dari potensi penurunan defisit neraca perdagangan dengan dibatasinya subsidi BBM, kestabilan nilai tukar dan tingkat inflasi yang lebih rendah, akan mendorong pertumbuhan investasi pada triwulan berjalan. Penurunan suku bunga perbankan yang dilakukan pada Februari 2015, menyikapi proyeksi inflasi yang lebih rendah dan sebagai upaya mendukung pertumbuhan ekonomi, diprediksi turut memberikan dorongan bagi investasi untuk tumbuh lebih tinggi. Selain itu, komitmen pemerintah yang diwujudkan dengan implementasi PTSP baik di tingkat pusat (BKPM) maupun daerah (Satuan Kerja Khusus PTSP), juga menjadi faktor pendukung investasi di Jakarta. PTSP diarahkan pada perbaikan layanan pengurusan izin usaha dan penyederhanaan prosedur perizinan tengah dilakukan. Demikian pula dengan implementasi sistem online untuk perizinan dan pembayaran pajak, serta penggunaan sistem pembayaran elektronik akan mendukung kinerja investasi yang lebih baik daripada capaian di 2014. Terkait dengan sumber pendanaan investasi, PMDN diprediksi masih akan mendominasi. Kecenderungan investasi dari sumber PMDN, yang meningkat dalam empat tahun terakhir, diperkirakan akan terus berlanjut, sejalan dengan membaiknya iklim dan prospek investasi di Jakarta, khususnya pada sektor perdagangan dan jasa. Semakin membaiknya likuiditas perbankan domestik, yang didukung dengan penurunan suku bunga, akan mendukung investasi dari sisi pembiayaan. Sementara itu, investasi PMA berpotensi termoderasi dengan kenaikan suku bunga negara Amerika Serikat dan tren pelemahan nilai tukar sejumlah negara. Namun, Jakarta sebagai sentra perekonomian Indonesia dipandang masih prospektif dari sudut pandang keseimbangan antara prospek imbal hasil dan risiko investasi yang menjadi perhatian investor asing Investasi bangunan diperkirakan masih akan mendominasi di Jakarta, khususnya dengan dukungan pemulihan bisnis properti. Pelemahan ekonomi telah menahan pertumbuhan properti di Jakarta pada tahun 2014, namun prospek imbal hasil dan permintaan pada properti komersial masih relatif tinggi, terutama dengan adanya proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun 2015. Indikasi meningkatnya investasi properti berasal dari penawaran baru pada sejumlah proyek perkantoran komersial yang diproyeksikan akan menambah suplai secara signifikan dalam lima tahun ke depan. Sementara itu, suplai untuk properti ritel semakin terbatas dengan adanya moratorium mall, sehingga konsep pengembangan properti mixed-use
39
Triwulan IV 2014
dengan komponen ritel menjadi pilihan investasi bagi sejumlah pengembang. Hal ini untuk merespons permintaan pada ruang ritel yang masih relatif kuat. Untuk jenis properti residensial, tingkat penjualan kondominium masih cukup tinggi, di tengah pengetatan kebijakan kredit properti (KPR/KPA). Hal ini menjadi pendorong bagi sejumlah pengembang untuk terus melakukan investasi, meski kenaikan harga jual melambat dibandingkan dengan tiga tahun terakhir. Sejumlah investor juga melirik kesempatan berinvestasi pada lahan properti yang terus mengalami peningkatan, sejalan dengan keterbatasan lahan prospektif di Jakarta. Kontak liaison perusahaan pengembang masih menunjukkan optimisme terhadap prospek investasi properti terutama dengan perbaikan iklim investasi yang akan mendorong masuknya investasi asing. Di sisi infrastruktur, peningkatan kinerja investasi masih bertumpu pada realisasi proyek infrastruktur dalam jangka panjang. Sejumlah proyek infrastruktur skala besar, baik yang telah berjalan maupun yang direncanakan multi-years, akan mendukung kinerja investasi bangunan tahun 2015. Pada triwulan I 2015, peningkatan kinerja didukung oleh intensitas pembangunan proyek MRT dan penyelesaian pelabuhan peti kemas Kalibaru (New Tanjung Priok Port) dan jalan layang pelabuhan. Dari sisi APBD, fokus pembiayaan investasi selain pada pembangunan infrastruktur, juga pada pembebasan lahan, yang nantinya diperuntukkan untuk pembangunan rumah susun dan layanan publik lain, termasuk ruang terbuka hijau. Adapun fokus pembangunan infrastruktur yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Pusat untuk wilayah jakarta meliputi tiga program utama, yakni perumahan rakyat, pengelolaan sumber daya air dan mitigasi banjir, serta transportasi perkeretaapian. Tabel VI.1 Rencana Kegiatan Strategis Pembangunan 2015 Program Strategis
Proyek Kegiatan
Pengembangan Perumahan & Pembangunan Rumah Susun Sewa Kawasan Permukiman (Rusunawa) Pengelolaan Sumber Daya Air Normalisasi Sungai Ciliwung & Pengendalian Banjir Pembangunan SudetanSungai Ciliwung Pembangunan Tanggul disepanjang garis pantai untuk mendukung NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) Pengelolaan & Penyelenggaraan Transportasi Kereta Api
Pembangunan MRT East - West Pembangunan MRT HI - Kp. Bandan
Niliai Investasi (Rp. juta)
Koordinator
358.000,00 Kementerian Perumahan Rakyat 449.100,00 79.500,00 Kementerian Pekerjaan Umum 42.000,00
700.000,00
Kementerian Perhubungan
24.200,00
Perbaikan kinerja ekspor Jakarta diprakirakan berlanjut pada triwulan I 2015 dan keseluruhan tahun 2015. Prospek perbaikan ekonomi Amerika 40
Triwulan IV 2014
Serikat pada tahun 2015 menjadi salah satu kunci pertumbuhan ekspor produk Jakarta. Demikian pula, pemulihan ekonomi Uni Eropa juga diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2015, meskipun terdapat tantangan dari isu renegosiasi hutang Yunani yang mengemuka di Februari 2015. Sementara itu, prospek yang mixed terindikasi di kawasan Asia yang merupakan mitra dagang terbesar Jakarta. Perekonomian Tiongkok dan Jepang cenderung melambat dan berpengaruh pada ekspor produk pengolahan baik yang berbasis SDA maupun non-SDA. Sedangkan ekonomi negara berkembang di Asia dan India menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini diprediksi dapat menjadi sasaran ekspor produk manufaktur Jakarta, khususnya otomotif. Sejalan dengan meningkatnya skala ekonomi dengan penambahan kapasitas produksi otomotif dan komponennya, serta diversifikasi produk ke kendaraan hemat energi (LGCC), ekspor produk otomotif akan semakin berdaya saing dan ekspansi pasar ekspor dapat terus dilakukan. Adapun ekspor produk Jakarta ke Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa berpotensi meningkat dengan permintaan pada produk garmen/tekstil, alas kaki, dan perhiasan. Tabel VI.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global (update) Realisasi
WEO (IMF) Oct-14^
Jun-14
Jan-15
2013^^ 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015
RDG
Consensus Forecast Dec-14 Jan-15
World Bank
Jan-15
Jan-15
Feb-15
2014 2015 2016 2014 2015 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016
World output1
3.3
3.3 3.8 4.0
3.3 3.5 3.7
3.3
3.9
3.3
3.5
3.9 3.3
3.6 3.3
3.6 3.8 3.29 3.61 3.82 3.30 3.44 3.7
Advanced economies United States Euro area Japan
1.4 2.2 -0.4 1.5
1.8 2.2 0.8 0.9
2.4 3.0 1.7 0.8
1.8 2.4 0.8 0.1
2.4 3.6 1.2 0.6
2.4 3.3 1.4 0.8
1.9 2.1 1.1 1.3
2.5 3.0 1.8 1.3
1.8 2.4 0.8 0.2
2.3 3.2 1.1 1.2
2.5 3.0 1.6 1.6
1.8 2.3 0.8 0.3
2.2 3.0 1.1 1.2
1.8 2.4 0.8 0.2
2.3 3.2 1.1 1.2
2.3 2.8 1.6 1.5
1.8 2.3 0.8 0.3
2.3 3.0 1.1 1.2
2.4 3.0 1.5 1.6
1.8 2.4 0.8 0.2
2.3 3.2 1.1 1.0
2. 3. 1. 1.
Emerging and developing economies Developing Asia China India Mexico Other EM
4.7 6.6 7.7 4.6 3.1
4.4 5.0 5.2 6.5 6.6 6.5 7.4 7.1 6.8 5.6 6.4 6.5 2.74 3.58 4.07
4.4 6.5 7.4 5.8 2.7
4.3 6.4 6.8 6.3 2.6
4.7 6.2 6.3 6.5 3.4
4.7
5.3
4.4
4.4
5.2 6.5 6.9 6.7
4.4
4.3
4.
7.1 6.4 2.6
4.7 6.4 7.0 6.3
4.8
7.4 5.6 2.7
4.6 6.3 7.4 5.6
4.6
7.5 6.3 3.8
4.6 6.5 7.0 6.3
4.4
7.6 5.5 2.9
4.9 4.38 6.4 7.0 7.3 7.0 5.6 3.4
7.4 5.5 2.7
7.0 6.4 3.0
6.8 6.5 3.4
7.4 5.6 2.7
6.9 6.3 2.6
6. 6. 3.
World trade volume (goods and services)
3.0
3.8
3.1
3.8
5.3
4.1
5.2
4.0
4.5
4.8
3.2
4.7
5.0 3.2
4.5
4.
100
65
68
55
68
2.3 3.1 1.3 0.8
5.0
5.5
Commodity prices (U.S. dollars)
2 Perlambatan pada triwulan I 2015 oleh penurunan Oil (USD per barel) 104.1 102.8 99.4 97.3 96.3 56.7 juga 63.9 102.8 disumbang 99.3 96.1 65.4 68.6 Nonfuel (average based on world kinerja perdagangan -1.2 antardaerah. Setelah tumbuh 18,9 %0.2pada triwulan IV commodity export weight) -3.0 -4.1 -0.8 -4.0 -9.3 -0.7 -2.5 -0.6 -3.6 -1.1
99
-4.29 -3.92 -1.53 -4.29 -5.60 -1.9
PDB dunia Worldkinerja Bank dan Consensusperdagangan Forecast adalah hasil perhitungan DKEM dg menggunakan PPP WEO terbaru yang ada saat itu. PDB India menggunakan tahun fiskal dan berdasarpada harga 2014, antardaerah diprakirakan akan basis melambat 1
pasar (market price). Khusus untuk PDB India oleh World Bank, menggunakan basis perhitungan Factor Cost.
Untuk mempermudah berjalan. perbandingan, angka PDB Dunia World Bank juga diestimasi yang menggunakantinggi PPP WEO terbarupada dimana untuktriwulan proyeksi pertumbuhan negara-negara lainnya menggunakan angka proyeksi IMF triwulan Pertumbuhan IVekonomi 2014 merupakan terbaru. Dalam World Bank Global Economic Prospects Jan 2015, PDB Dunia diestimasi menggunakan bobot PPP World Bank tahun 2010. PDB Dunia dinyatakan sebesar 3,3%, 3,6% dan 4,0% (yoy) masing-masing untuk tahun 2014, 2015 dan 2016. faktor base effect dari kontraksi pertumbuhan yang dalam pada periode yang Angka realisasi dan asumsi RDG menggunakan harga minyak jenis Minas, sementara asumsi WEO (IMF) dan WB menggunakan rata-rata harga minyak jenis Brent, Dubai, dan West Texas Intermediate sama tahun 2013. neto perdagangan antardaerah secara gradual (WTI) dimana spread antara Brent dan Minas sebesar Ekspor USD3/barrel 2
^ Menggunakan bobot WEO Oktober 2014
diprakirakan akan membaik dan untuk keseluruhan tahun 2015, ^^ Berdasarkan angka IMF WEO Jan 2015 diproyeksikan tumbuh lebih baik daripada tahun 2014, dengan dukungan prospek perbaikan ekonomi di sebagian besar wilayah lain. Agenda perbaikan sistem logistik dan distribusi akan meningkatkan konektivitas wilayah dan berpengaruh positif pada penjualan produk ekspor Jakarta di pasar domestik.
41
Triwulan IV 2014
Tabel VI.3 Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan (%,yoy) Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Wilayah
2011
2012
2013
6.7
6.5
Sisi Permintaan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LPNRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah Impor Luar Negeri
6.4 10.9 7.9 8.9 (89.0) 20.5 25.1 16.3
Inflasi IHK (%,yoy)
6.73
PDRB (%,yoy)
2014
2015
IV
Total
Ip
Total
6.1
6.2
5.9
6.1
6.1 - 6.5
6.2 9.4 6.0 9.6 7.2 11.3 4.8 9.1
5.4 5.8 8.7 5.8 7.9 3.4 (5.8) 0.5
5.0 (0.7) 1.4 2.5 (37.9) (3.1) 18.8 0.8
5.4 16.9 2.0 3.0 (16.3) (0.5) 0.6 (1.2)
5.9 (0.1) (0.5) 3.1 2.1 2.5 5.6 0.9
5.7 - 6.1 2.5 - 2.9 3.2 - 3.6 3.2 - 3.6 0.6 - 1.0 3.7 - 4.1 4.4 - 4.8 1.4 - 1.8
6.53
6.11
8.95
8.95
7.75
4.3 - 4.7
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p
proyeksi Bank Indonesia
Di sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I 2015 diproyeksikan bersumber dari kinerja sektor perdagangan besar dan eceran; sektor informasi dan komunikasi; sektor konstruksi; serta sektor industri.
Sebagian
besar
sektor
non-tradable diproyeksikan tumbuh
meningkat pada triwulan I 2015, kecuali sektor sektor jasa keuangan dan jasa perusahaan, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, serta sektor transportasi dan pergudangan. Tabel VI.4 Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran (%,yoy) Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Wilayah
2015
2012
2013
IV
Total
I
Total
PDRB (%,yoy)
6.7
6.5
6.1
6.2
5.9
6.1
6.1 - 6.5
Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah & Limbah Konstruksi Perdagangan Besar & Eceran, Rep. Kendaraan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Transportasi dan Pergudangan Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sos. Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya
0.1 4.3 2.4 5.2 2.9 6.3 7.2 7.0 7.5 12.1 3.6 6.7 7.6 11.9 6.2 8.3 13.3
3.3 (0.7) 2.4 5.3 4.1 5.4 6.8 6.3 6.9 13.8 9.4 6.7 7.0 1.4 6.0 8.4 8.7
1.9 (0.2) 5.5 1.0 3.7 6.1 5.3 6.5 7.1 12.1 7.8 5.1 8.2 (2.9) 3.5 5.8 7.6
0.7 (1.1) 3.8 6.4 3.4 3.0 5.1 5.6 14.2 9.6 11.9 5.6 8.9 2.4 3.6 7.3 8.0
0.7 (0.9) 5.5 1.8 3.8 4.7 4.9 5.8 13.7 11.1 4.5 5.0 9.0 1.2 3.7 6.9 8.5
1.0 (1.2) 5.0 2.2 3.7 4.2 5.4 5.4 12.6 11.6 6.4 5.6 8.1 2.2 3.2 7.2 8.2
0.3 - 0.7 (1.5) - (1.1) 5.4 -5.8 1.6 - 2.0 3.5 - 3.9 4.7 - 5.1 5.2 - 5.6 5.3 - 5.7 12.3 - 12.7 12.0 - 12.4 5.3 - 5.7 5.4 - 5.8 8.2 -8.6 2.1 - 2.5 3.1 - 3.5 7.1 - 7.5 8.1 - 8.5
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p
42
2014
2011
proyeksi Bank Indonesia
p
Triwulan IV 2014
Dari empat sektor utama Jakarta, yang memiliki pangsa terbesar, perlambatan diproyeksikan pada sektor jasa keuangan pada triwulan I 2015. Pada tahun dasar yang baru (2010 =100), kinerja sektor jasa keuangan relatif terbatas sepanjang tahun 2014, terkecuali pada triwulan IV 2014. Pertumbuhan yang sangat tinggi pada triwulan IV 2014 (11,9%) diperkirakan lebih disebabkan oleh adanya faktor base effect pada periode yang sama tahun 2013, yakni saat perekonomian Jakarta melambat pada level terdalam (trough). Masih melambatnya penyaluran kredit juga menjadi salah satu faktor terbatasnya kinerja sektor jasa keuangan. Namun, kebijakan terkait pembatasan subsidi BBM cenderung direspons positif oleh pelaku pasar, yang tercermin dari kinerja pasar modal. Untuk keseluruhan tahun 2015, kinerja sektor jasa keuangan diproyeksikan tumbuh lebih baik dengan dukungan peningkatan pertumbuhan kredit dan menguatnya aktivitas perekonomian. Perlambatan sektor jasa perusahaan serta sektor transportasi dan pergudangan di triwulan I 2015 terindikasi sebagai pengaruh dari terbatasnya investasi pada kedua sektor tersebut. Menurunnya kinerja sektor jasa perusahaan cenderung dipengaruhi oleh relatif terbatasnya investasi pada periode sebelumnya, sejalan dengan melambatnya aktivitas perekonomian dan kebijakan pengetatan anggaran pemerintah. Hal yang sama juga terindikasi pada investasi di sektor transportasi dan pergudangan yang juga terbatas. Sesuai pola musiman, penggunaan moda transportasi antar kota juga mengalami penurunan pada triwulan I. Pada keseluruhan tahun 2015, sektor jasa perusahaan maupun sektor transportasi dan pergudangan juga diproyeksikan tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun 2014. Sektor akomodasi dan penyediaan makan minum pada triwulan I 2015 juga diprakirakan tumbuh melambat, sejalan dengan berlanjutnya kebijakan pengetatan anggaran yang dicanangkan Pemerintah Pusat. Larangan kegiatan PNS di luar kantor dan rasionalisasi penyediaan makan minum diprakirakan masih akan memberikan dampak pada perekonomian Jakarta pada triwulan berjalan. Belum adanya peningkatan signifikan dari kunjungan wisatawan yang dapat mengompensasi penurunan okupansi hotel dan pendapatan restoran, juga turut memengaruhi penurunan kinerja sektor akomodasi dan penyediaan makan minum. Di sisi lain, terdapat kecenderungan penurunan tarif kamar hotel untuk dapat meningkatkan okupansi hotel di Jakarta. Meski
demikian,
terdapat
potensi
peningkatan
kinerja
sektor
perdagangan besar dan eceran; serta sektor informasi dan komunikasi pada triwulan I 2015. Sejalan dengan menguatnya daya beli, yang berpengaruh pada tingkat konsumsi rumah tangga, sektor perdagangan besar dan eceran diprakirakan akan tumbuh meningkat. Bisnis reparasi
43
Triwulan IV 2014
kendaraan bermotor juga diprediksi masih akan mampu tumbuh dengan semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, yang terindikasi dari data realisasi pajak kendaraan bermotor pada akhir tahun 2014. Pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi didukung oleh semakin maraknya jasa ritel online dan penggunaan sarana telekomunikasi. Selain itu, jasa iklan pada media informasi juga berpotensi meningkat, dengan adanya event perayaan Imlek. Masih bertumbuhnya investasi pada sektor komunikasi terutama dengan perluasan jaringan 4G juga menjadi faktor terus berkembangnya sektor informasi dan komunikasi pada 2015. Sektor konstruksi juga berpotensi tumbuh lebih tinggi pada triwulan I 2015. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya intensitas pembangunan proyek infrastruktur dalam skala besar, yakni proyek MRT dan pelabuhan Kalibaru. Peningkatan intensitas pembangunan proyek MRT terkait dengan target pembangunan yang mencapai 45% pada akhir tahun 2015. Demikian pula halnya dengan pembangunan pelabuhan dan terminal peti kemas Kalibaru yang ditargetkan selesai pada tahun berjalan. Pembangunan fisik properti komersial juga terindikasi meningkat, terutama untuk gedung perkantoran dan residensial. Hal ini terkonfirmasi dari peningkatan suplai ruang perkantoran baru yang akan masuk ke pasar pada tahun 2015. Dalam level yang lebih terbatas, juga terdapat dukungan dari proyek mitigasi banjir yang salah satunya adalah proyek multiyears Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI). Peningkatan kinerja sektor industri pada triwulan I 2015 sejalan dengan perbaikan ekspor dan permintaan domestik. Berdasarkan data indeks industri manufaktur pada akhir triwulan IV 2014, terdapat indikasi sejumlah industri yang mengalami peningkatan produksi dan diprediksi perbaikan kinerja berlanjut pada triwulan berjalan. Industri yang dimaksud adalah industri garmen, makanan jadi, farmasi, dan kendaraan bermotor. Untuk industri garmen, makanan jadi dan kendaraan bermotor, peningkatan produksi ditengarai lebih sebagai pengaruh dari meningkatnya permintaan ekspor. Sementara itu, untuk produk farmasi termasuk produk obat kimia dan obat tradisional cenderung sebagai pengaruh dari meningkatnya permintaan domestik. Khusus terkait industri otomotif, penambahan kapasitas produksi menjadi basis peningkatan kinerja dan diversifikasi pasar. Untuk keseluruhan tahun 2015, sektor industri diproyeksikan tumbuh meningkat signifikan.
B.
Inflasi
Tekanan inflasi Jakarta pada triwulan I 2015 masih akan berada pada level yang tinggi, namun dalam tren menurun. Meskipun telah dilakukan penyesuaian harga BBM dengan penerapan sistem subsidi tetap dan 44
Triwulan IV 2014
peraturan daerah terkait penurunan tarif angkutan, dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi masih akan tercatat pada triwulan berjalan. Faktor base effect ini akan terus terjadi hingga triwulan III 2015. Selain itu, penyesuaian harga BBM tidak direspons sepenuhnya dengan penurunan harga barang dan jasa, terkait dengan faktor rigiditas harga. Adapun tekanan inflasi pada triwulan I 2015 juga terindikasi dari kenaikan harga beras, sejalan dengan adanya risiko dari mundurnya panen raya, tingginya curah hujan di sejumlah sentra produksi, dan keterbatasan Bulog untuk melakukan operasi pasar (OP) 11
dengan adanya keterbatasan stok. Berdasarkan pemantauan harga harian , harga komoditas volatile food selain beras cenderung menurun dengan terjaganya ketersediaan pasokan. Potensi risiko inflasi pada triwulan I 2015 juga bersumber dari kenaikan UMP Jakarta pada awal tahun 2015. UMP Jakarta ditetapkan sebesar Rp2.700.000 atau mengalami kenaikan sebesar 10,6%. Meskipun kenaikan UMP ini lebih rendah daripada tahun 2014 yang sebesar 11%, pengaruhnya terhadap kenaikan barang dan jasa berpotensi terjadi. Kenaikan UMP akan memberikan efek sundulan dan berdampak pada peningkatan biaya produksi maupun pelayanan jasa pada tahun 2015. Biaya sewa/kontrak rumah juga berpotensi meningkat dengan meningkatnya tingkat pendapatan. Inflasi inti juga berisiko meningkat pada triwulan berjalan dengan proyeksi peningkatan disposable income atau daya beli masyarakat. Di sisi lain, potensi peningkatan inflasi inti sebagai pengaruh dari menguatnya permintaan akan diimbangi oleh menurunnya harga minyak dunia. Dalam tiga bulan mendatang, ekspektasi inflasi masih cenderung menurun. Namun, hal yang berlawanan terdapat pada ekspektasi inflasi dalam periode yang lebih panjang. Hal ini ditengarai terkait dengan asumsi permintaan minyak dunia yang akan mendorong kembali peningkatan harga BBM. Indeks 220 200
180 160 140
120
Perubahan harga umum 3 bulan yad
Perubahan harga umum 6 bulan yad
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2012
2013
2014
2015
Grafik VI.2 Ekspektasi Inflasi (Perubahan Harga)
11
Informasi 34 harga pangan strategis di wilayah DKI Jakarta dapat diakses melalui situs Informasi Pangan Jakarta (IPJ) dengan alamat http://infopangan.jakarta.go.id/. 45
Triwulan IV 2014
Inflasi Jakarta pada keseluruhan tahun 2015 diprediksi lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun laporan. Inflasi Jakarta diprakirakan di kisaran 4,3% - 4,7% (yoy), yang diharapkan dapat turut mendukung target pencapaian sasaran inflasi nasional sebesar 4% ± 1% (yoy). Hal tersebut bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal, kebijakan administered prices yang berpotensi menaikkan inflasi diperkirakan lebih terbatas pada tahun 2015. Sementara itu, dari sisi eksternal, tren penurunan harga minyak dunia diprediksi masih akan berlangsung setidaknya hingga akhir semester I 2015. Meski inflasi tahun 2015 diperkirakan lebih rendah dari tahun 2014 sejumlah risiko masih membayangi. Risiko inflasi pada tahun 2015 dari sisi inflasi administered prices mencakup kenaikan harga bahan bakar LPG dan TTl. Kenaikan LPG terkait dengan pengajuan kenaikan harga oleh Pertamina untuk mendekati harga keekonomiannya. Kenaikan harga LPG diperkirakan akan dikenakan baik untuk ukuran 12 kg, maupun 3 kg. Agar tidak terlalu membebani masyarakat yang mengonsumsi LPG ukuran 3 kg, pemerintah mempunyai dua opsi penyesuaian, yaitu menaikkan harga pada level konsumen atau mengalihkan dana subsidi BBM atau listrik. Bila opsi terakhir yang dipilih maka masyarakat tidak menanggung tambahan kenaikan harga yang terjadi. Penyesuaian harga juga akan dikenakan pada TTL rumah tangga dan industri untuk mengurangi subsidi APBN. Potensi risiko lainnya dari kelompok administered prices berasal dari kenaikan biaya pembuatan SIM yang cukup signifikan. Khusus di wilayah DKI Jakarta, terdapat pula kenaikan pajak progresif kepemilikan kendaraan bermotor lebih dari satu unit. Tabel IV.5 Potensi Risiko Administered Prices 2015
46