FEBRUARI 2017
KANTOR PERWAKILAN PROVINSI DKI JAKARTA Jl. Ir. H. Juanda No. 28, Jakarta Pusat 10120 www.bi.go.id
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA FEBRUARI 2017
ii
Visi, Misi, & Nilai-nilai Strategis
Bank Indonesia Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
Misi Bank Indonesia Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi DKI Jakarta
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Menjadi kantor perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
FEBRUARI 2017
iii
iv
Kata Pengantar
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
Kami memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi DKI Jakarta edisi Februari 2017 ini dapat diselesaikan dengan baik. Buku ini merupakan terbitan rutin triwulanan, yang pada edisi ini menganalisis dan mengevaluasi kondisi perekonomian DKI Jakarta di tahun 2016, berdasarkan realisasi data hingga periode triwulan IV 2016. Memasuki tahun yang baru, kami juga menyajikan asesmen prospek ekonomi triwulan I 2017 serta keseluruhan tahun 2017. Secara ringkas, perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2016 tumbuh stabil dibandingkan tahun lalu, yang didukung oleh membaiknya konsumsi rumah tangga seiring dengan meningkatnya keyakinan masyarakat dan juga dipengaruhi oleh rendahnya capaian inflasi di tahun 2016. Realisasi inflasi DKI Jakarta pada akhir tahun 2016 berada di bawah rentang target 4±1% dan tercatat sebagai capaian inflasi tahunan paling rendah dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Kondisi ini dikontribusi oleh relatif rendahnya harga-harga komoditas energi dan transportasi, dan juga terkendalinya harga pangan di tahun 2016.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
Kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada berbagai pihak, seperti BPS DKI Jakarta, SKPD Provinsi DKI Jakarta, narasumber yang kami undang dalam Focus Group Discussion serta pihak-pihak lainnya, atas perolehan data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan buku ini. Harapan kami, kajian ini dapat menjadi sumber referensi bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi Jakarta serta dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Masukan dan saran dari berbagai pihak juga kami harapkan untuk dapat meningkatkan kualitas kajian buku KEKR ini. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi kita dalam berkarya.
Jakarta, Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA ttd Doni P. Joewono KEPALA PERWAKILAN
FEBRUARI 2017
v
vi
iv vi viii xi
Daftar Isi
BAB I
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI RINGKASAN UMUM TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
2
PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL
3 4 8
A. Perekonomian Global B. Perekonomian Nasional C. Bauran Kebijakan
10 EKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB II
11 21 28
A. Komponen Permintaan B. Komponen Penawaran (Lapangan Usaha) Boks 1 – Dampak Pilkada dan Aksi Massa terhadap Perekonomian DKI Jakarta
32 KEUANGAN PEMERINTAH
BAB III
33 35 36
A. Pendapatan Daerah B. Belanja Daerah C. Pembiayaan
38 INFLASI
BAB IV
39 41 45 46 49
A. Perkembangan Inflasi Tahun 2016 B. Disagregasi Inflasi Tahun 2016 C. Program Pengendalian Inflasi Tahun 2016 D. Tracking Inflasi Triwulan I 2017 E. Program Pengendalian Inflasi 2017
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
STABILITAS KEUANGAN DAERAH 50 A. Perkembangan Kinerja Bank Umum B. Stabilitas Keuangan Daerah C. Pembiayaan UMKM
51 58 63
SISTEM PEMBAYARAN 66 A. Pengelolaan Uang B. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
67 69
BAB V
BAB VI
KESEJAHTERAAN 70 A. Kemiskinan B. Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan C. Rasio Gini
71 74 75
PROSPEK PEREKONOMIAN
76
A. Prospek Perekonomian Global dan Nasional B. Prospek Perekonomian DKI Jakarta
77 79
BAB VII
BAB VIII
FEBRUARI 2017
vii
viii
Ringkasan Umum Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2016 tumbuh stabil dibandingkan dengan tahun 2015. Hal tersebut sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia sebelumnya, yaitu momentum perbaikan kondisi ekonomi ekonomi yang telah dimulai sejak awal tahun akan tertahan di penghujung 2016, sehingga capaian pertumbuhan ekonomi menjadi terbatas. Ekspektasi masyarakat yang mulai pulih menjelang akhir tahun 2016 mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga dan berkontribusi positif terhadap capaian pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun. Hal tersebut juga didukung dengan capaian inflasi tahunan 2016 yang rendah. Namun, kinerja pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 tertahan oleh turunnya dukungan belanja pemerintah sebagai dampak dari konsolidasi fiskal. Di samping itu, untuk turut mendukung pemulihan ekonomi dengan tetap mengutamakan kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan, Bank Indonesia tidak merubah suku bunga BI 7-day Reverse Repo Rate, yang sebelumnya telah dilakukan pelonggaran dengan menurunkan suku bunga tersebut pada bulan September dan Oktober 2016. Kebijakan ini diharapkan akan semakin memperkuat penerapan berbagai paket kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Berbagai hal ini diharapkan dapat semakin mendorong optimisme masyarakat sehingga perekonomian nasional, khususnya DKI Jakarta, dapat kembali menguat dan semakin berkualitas. Pengkinian angka pertumbuhan ekonomi sepanjang tiga tahun ke belakang oleh Badan Pusat Statistik, dan rilis pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta triwulan IV 2016 menunjukkan bahwa perekonomian Jakarta pada triwulan IV 2016 melambat cukup signifikan, yaitu tumbuh sebesar 5,51% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya, yang tumbuh hingga 6,10% (yoy). Dengan realisasi tersebut, kinerja perekonomi DKI Jakarta untuk keseluruhan tahun tercatat tumbuh sebesar 5,85% (yoy), relatif tidak berbeda jika dibandingkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang mencapai 5,89% (yoy). Pertumbuhan ekonomi didorong oleh membaiknya konsumsi rumah tangga, sejalan dengan membaiknya tingkat ekspektasi masyarakat dan terjaganya daya beli, yang ditopang oleh terkendalinya inflasi DKI Jakarta tahun 2016. Membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional yang didorong oleh daerah penghasil sumber daya alam juga turut menopang pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta, dengan perdagangan antardaerah neto yang meningkat cukup tinggi. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh konsumsi Lembaga Non-Publik yang melayani Rumah Tangga (LNPRT), sejalan dengan berlangsungnya serangkaian kegiatan terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah. Namun, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2016 tidak dapat tumbuh tinggi karena adanya pelemahan belanja pemerintah pada tahun 2016. Penghematan anggaran di tingkat pemerintah pusat untuk mengurangi defisit APBN, berdampak pada kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah di DKI Jakarta pada akhir tahun. Tekanan inflasi di ibukota tahun 2016 terjaga stabil dan berada di tingkat yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan capaian inflasi pada akhir tahun 2016 sebesar 2,37% (yoy), yang merupakan capaian terendah dibandingkan dengan inflasi beberapa tahun sebelumnya. Rendahnya capaian inflasi DKI Jakarta pada tahun 2016 dipengaruhi oleh perkembangan harga energi internasional yang masih terjaga, yang kemudian diikuti dengan penurunan harga-harga komoditas energi dan transportasi di Jakarta. Di sisi lain, harga pangan secara umum juga masih terkendali, melalui perbaikan manajemen stok dan efisiensi rantai pasokan pangan.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
FEBRUARI 2017
PROVINSI DKI JAKARTA
PERTUMBUHAN EKONOMI 3,30% (yoy) 2,37% (yoy)
2015
5,89%
TW III 2016
6,10% (yoy)
2016
5,85%
TW IV 2016
5,51% (yoy)
5,78% 2,40% 2,37% (yoy) (yoy)
5,19%
INFLASI
3,30% 2,95%
Inflasi pada tahun 2016: 2,37%. Disebabkan oleh turunnya harga komoditas energi dan relatif terkendalinya harga pangan
-2,32% -1,16%
2015 2016
TW III TW IV 2016 2016
TW III TW IV TW III TW IV TW III TW IV 2016 2016 2016 2016 2016 2016 Inflasi Inti Inflasi Volatile Food Inflasi Administered Prices
KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi Penerimaan Tahun 2015 : 78,5% Tahun 2016 : 94,5%
Realisasi Penerimaan
Penyerapan Belanja
78,5% 94,5%
72,1% 82,2%
Rp44,2 T Rp54,0 T TW IV TW IV 2015 2016
Rp43,0 T Rp47,1 T TW IV TW IV 2015 2016
Penyerapan Belanja Tahun 2015 : 72,1% Tahun 2016 : 82,2%
Pertumbuhan Kredit
DPK (Dana Pihak Ketiga)
LDR (Loan To Deposit Ratio)
3,88% 7,47%
2,25% 11,39%
58,88% 58,19%
STABILITAS SISTEM KEUANGAN
NPL (Non Performing Loan)
2,76% 2,90%
Batas Aman
5% TW III 2016
TW IV 2016
TW III 2016
TW IV 2016
TW III 2016
TW IV 2016
TW III 2016
Intermediasi Perbankan
TW IV 2016
Risiko Kredit
PROYEKSI 2017 5,8% - 6,2% (yoy)
PERTUMBUHAN EKONOMI
PDRB 2017 diproyeksikan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Dorongan pertumbuhan diperkirakan berasal dari: Meningkatnya konsumsi rumah tangga, Membaiknya ekspektasi masyarakat, Membaiknya investasi.
4,1% ± 1% Inflasi Proyeksi inflasi 2017 cenderung berada di sekitar batas atas 4% ± 1%. - Kenaikan harga pada komponen administered, - Tingkat permintaan masyarakat yang meningkat, - Pergerakan nilai tukar.
ix
x
Dari sisi kesejahteraan, persentase penduduk miskin di Jakarta pada September 2016 relatif stabil dibandingkan dengan kondisi Maret 2016. Namun bila dibandingkan dengan kondisi September tahun sebelumnya persentase penduduk miskin di Jakarta mengalami sedikit peningkatan. Menurunnya kinerja sektor-sektor utama Jakarta pada periode tersebut, seperti sektor industri pengolahan dan perdagangan, yang menjadi tumpuan mata pencaharian masyarakat dengan keterampilan terbatas, berdampak pada turunnya permintaan tenaga kerja dari sektor-sektor tersebut dan menyebabkan laju penurunan persentase penduduk miskin di Jakarta tertahan. Kendati laju penurunan persentase penduduk miskin di Jakarta tertahan, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan membaik. Perbaikan tersebut juga diikuti oleh membaiknya kondisi rasio indeks gini, yang menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan di Jakarta kini masuk pada kategori rendah. Mengiringi perkembangan perekonomian Jakarta tersebut, kondisi stabilitas keuangan ibukota masih terjaga di tingkat yang aman. Kinerja perbankan di DKI Jakarta menunjukkan perbaikan yang tercermin dari peningkatan total aset, kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Namun, fungsi intermediasi perbankan yang ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami penurunan yang lebih disebabkan belum solidnya perekonomian global dan domestik secara keseluruhan. Selain itu, risiko kredit (rasio NPL) masih relatif terjaga. Meskipun mengalami sedikit peningkatan, NPL masih berada dalam batas toleransi atau jauh di bawah 5%. Pada sisi sistem pembayaran, aktivitas transaksi keuangan masyarakat baik secara tunai maupun nontunai mengalami peningkatan, sejalan dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga pada penghujung 2016. Dari sisi transaksi tunai, peningkatan terlihat dari aliran uang tunai yang mengalami net outflow. Sedangkan dari sisi nontunai juga terlihat dari peningkatan transaksi yang menggunakan sistem kliring nasional (SKN-BI). Berdasarkan pantauan terhadap berbagai faktor, baik kondisi ekonomi global maupun nasional, pertumbuhan ekonomi pada periode ke depan dan keseluruhan tahun 2017 akan lebih baik. Faktor pendorong pertumbuhan terutama akan bersumber dari konsumsi masyarakat, seiring dengan membaiknya investasi dan kegiatan ekspor. Peningkatan kegiatan investasi terutama dimotori oleh pemerintah melalui pembangunan proyek infrastruktur dan konstruksi. Stimulus Pemerintah melalui 14 paket kebijakan diharapkan dapat meningkatkan peran sektor swasta dalam perekonomian yang selama ini masih tertahan. Di sisi harga, tekanan inflasi pada tahun 2017 diperkirakan meningkat, yang dipicu oleh kebijakan Pemerintah mencabut subsidi listrik 900VA yang dilakukan secara bertahap dan kenaikan biaya administrsi perpanjangan STNK pada semester pertama tahun 2017. Perbaikan ekonomi yang disertai dengan peningkatan permintaan, juga turut berpengaruh terhadap tekanan inflasi Ibukota. Berdasarkan perkembangan tersebut terdapat risiko tingkat inflasi di Jakarta akan berada di batas atas kisaran perkiraan. Kendati demikian, berbagai langkah akan terus ditempuh agar perkembangan inflasi Jakarta dapat tetap mengawal tercapainya sasaran inflasi nasional tahun 2017 sebesar 4% ± 1%. Penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi DKI dalam menentukan langkah-langkah strategis pengendalian inflasi akan terus ditingkatkan, antara lain melalui pengendalian harga pangan di Ibukota.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
FEBRUARI 2017
PROVINSI DKI JAKARTA
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Indikator Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)* Berdasarkan Lapangan Usaha: 1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Pengadaan Listrik dan Gas 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6 Konstruksi 7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8 Transportasi dan Pergudangan 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10 Informasi dan Komunikasi 11 Jasa keuangan dan Asuransi 12 Real Estate 13 Jasa Perusahaan 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib 15 Jasa Pendidikan 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17 Jasa Lainnya Berdasarkan Permintaan: 1 Konsumsi a. Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga b. Pengeluaran Konsumsi LNPRT c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3 PMTB 4 Perubahan Inventori 5 Ekspor Barang dan Jasa 6 Impor Barang dan Jasa 7 Net Ekspor Antar Daerah Ekspor - Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) - Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) Impor - Nilai Impor Non Migas (USD Juta) - Volume Impor Non Migas (ribu ton) Indeks Harga Konsumen Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) Perbankan Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Kredit UMKM (Rp Triliun) Loan to Deposit Ratio (%) NPL Gross (%) Sistem Pembayaran Transaksi Kliring (Rp Triliun) - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) - Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu)
2014 Total
2015 Total
I
2016 III
II
IV
TOTAL
5,9
5,9
5,7
6,0
6,1
5,5
5,8
0,5 -0,9 5,5 2,4 3,9 5,0 5,0 13,8 5,5 11,1 4,0 5,0 9,0 1,2 3,7 6,9 8,3
1,1 -0,7 5,0 4,5 3,2 4,0 2,7 9,0 5,4 10,1 10,7 4,7 7,8 1,2 6,6 7,6 8,0
1,8 0,3 3,8 2,7 4,3 0,5 5,2 10,1 5,7 10,2 11,2 4,5 7,5 1,7 5,3 7,1 7,8
1,6 -1,9 3,8 5,1 3,4 0,8 5,0 10,0 4,5 10,4 13,3 4,6 7,8 2,3 6,4 7,1 7,9
0,4 -2,2 3,6 -1,5 1,5 2,1 3,4 12,2 5,8 11,2 9,9 4,8 8,3 6,8 6,5 7,1 8,5
-0,1 -2,2 3,3 -7,9 -0,2 2,0 5,0 12,5 7,3 11,3 0,5 4,8 10,0 2,4 9,5 9,9 9,6
0,9 -1,5 3,6 -0,5 2,2 1,4 4,7 11,2 5,8 10,8 8,5 4,7 8,4 3,3 7,0 7,8 8,5
5,2 5,5 16,8 2,0 3,1 76,4 0,7 -0,4 0,2
4,8 5,3 -4,7 3,8 2,6 -2,6 -1,0 -11,3 -24,8
6,8 5,4 5,8 17,4 0,8 51,0 -3,2 -6,6 -10,6
7,1 5,6 6,0 15,1 0,4 66,4 0,0 -2,7 -5,4
4,7 5,0 14,7 1,9 1,4 42,5 0,0 -3,8 0,7
2,4 5,9 19,6 -11,8 3,6 106,9 1,5 10,2 59,4
5,1 5,5 11,7 2,4 1,6 65,1 -0,4 -0,7 5,8
11.529 2.950
11.454 3.133
2.550 752
3.050 784
2.786 688
4.138 786
12.524 3.010
56.039 22.514 118,77 8,95
46.350 26.289 123,35 3,30
11.245 7.574 123,80 3,62
11.948 7.563 124,29 3,08
11.212 6.540 125,32 2,40
12.597 7.666 126,27 2,37
47.002 29.343 126,27 2,37
2.067 1.206 691 337 178 119 57,39 1,60
2.179 1.338 747 400 190 126 60,26 2,11
2.258 1.295 707 397 191 121 57,35 2,57
2.282 1.358 764 404 190 123 59,49 2,68
2.302 1.356 758 409 189 122 58,88 2,76
2.473 1.439 800 444 194 125 58,19 2,90
2.473 1.439 800 444 194 125 58,19 2,90
2,6 54,3
2,4 45,7
2,2 44,0
2,3 44,0
2,0 37,7
2,1 39,4
2,2 41,3
Sumber: BPS, BI
xi
Bab I
PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL
Perekonomian global di tahun 2016 diwarnai dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Pemulihan ekonomi dunia masih lemah sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang berjalan lambat, kecuali ekonomi AS yang terus membaik. Membaiknya ekonomi AS tersebut didukung oleh konsumsi dan investasi yang semakin meningkat, dan juga tingkat pengangguran yang stabil. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia mulai terjadi di tahun 2016, meskipun masih pada level yang rendah, dan berpotensi meningkat seiring kesepakatan OPEC untuk menurunkan produksinya. Demikian pula kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia, seperti minyak kelapa sawit, batubara, dan beberapa barang tambang lainnya terus berlanjut. Pada perkembangan nasional, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang semakin baik pada penghujung 2016. Pertumbuhan ekonomi meningkat disertai dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi meningkat ditopang ekspor dan investasi yang membaik di tengah konsumsi yang tetap kuat. Sementara itu, stabilitas makroekonomi terjaga dengan baik sebagaimana tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang menurun dan nilai tukar rupiah yang bergerak stabil. Perkembangan domestik yang terus membaik dan risiko di pasar keuangan global yang mereda memberi ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter di triwulan IV 2016. Penurunan suku bunga kebijakan itu ditransmisikan dengan baik dan diharapkan dapat memperkuat upaya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan.
NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP USD
PERTUMBUHAN HARGA KOMODITAS EKSPOR INDONESIA
SUKU BUNGA BANK SENTRAL AS (FFR)
PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL
INFLASI IHK NASIONAL
Rp13.473
15%
0,50-0,75%
5,02%
3,02%
Triwulan IV 2016
Triwulan IV 2016, yoy
Per Desember 2016
Tahun 2016, yoy
Tahun 2016, yoy
Perekonomian
Global dan Nasional
A. Perekonomian Global Perekonomian global di tahun 2016 diwarnai dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Pemulihan ekonomi dunia masih lemah sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang berjalan lambat, kecuali ekonomi AS yang terus membaik. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia mulai terjadi di tahun 2016, meskipun masih pada level yang rendah, dan berpotensi meningkat seiring kesepakatan OPEC untuk menurunkan produksinya. Demikian pula kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia, seperti minyak kelapa sawit, batubara, serta beberapa barang tambang lainnya mulai terlihat di tahun 2016, setelah pada tahun-tahun sebelumnya berada pada level yang rendah. Memasuki paruh kedua tahun 2016, perekonomian global mulai membaik. Membaiknya perekonomian global tersebut didukung oleh AS dan Tiongkok, yang diikuti dengan harga komoditas global yang terus meningkat. Perbaikan ekonomi AS diperkirakan terus berlanjut didukung oleh konsumsi dan investasi yang meningkat. Sementara perekonomian Tiongkok diperkirakan tetap tumbuh cukup kuat sejalan dengan proses rebalancing ekonomi yang berlangsung secara gradual. Sementara itu, harga komoditas dunia, termasuk harga minyak dan komoditas ekspor Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Namun demikian, sejumlah risiko global tetap perlu diwaspadai, antara lain rencana ekspansi kebijakan fiskal pemerintah AS yang dapat mendorong penguatan mata uang AS dan penyesuaian suku bunga Fed Fund Rate menjadi lebih cepat. Demikian pula, kecenderungan kebijakan proteksionis perdagangan AS, dapat mempengaruhi kondisi pasar ekspor global. Selain
itu, risiko geopolitik di Eropa dapat menurunkan volume perdagangan dunia dan menambah ketidakpastian global. Ekonomi AS mengalami perbaikan yang diperkirakan terus berlanjut. Perbaikan tersebut didukung oleh konsumsi dan investasi yang meningkat. Konsumsi AS yang cukup solid, tercermin dari Personal Consumption Expenditures (PCE) yang tumbuh sebesar 2,5% (yoy). Selain itu, rilis data pada Desember 2016 juga mengindikasikan masih solidnya konsumsi, antara lain peningkatan consumer confidence sebesar 98,2%, pertumbuhan penjualan ritel riil sebesar 2,0%, dan tetap kuatnya pendapatan nominal yang tumbuh sebesar 2,9%. Lebih lanjut, perekonomian Tiongkok masih tumbuh cukup kuat, dengan capaian PDB pada triwulan IV 2016 sebesar 6,8% (yoy), sehingga secara keseluruhan tahun 2016 perekonomian Tiongkok tumbuh sebesar 6,7% (yoy). Hal ini sejalan dengan proses rebalancing ekonomi yang berlangsung secara gradual sebagaimana tercermin dari berlanjutnya tren perlambatan investasi, sementara tren konsumsi cenderung stabil. Pada Desember 2016, pertumbuhan penjualan retail mencapai 10,9%, melampaui pertumbuhan Fixed Asset Investment yang tercatat sebesar 8,1%. Perkembangan dari rebalancing ekonomi Tiongkok juga terlihat dari pertumbuhan kredit rumah tangga yang terus meningkat, sementara kredit korporasi menurun. Sementara itu, harga komoditas dunia, termasuk harga minyak dan komoditas ekspor Indonesia, menunjukkan peningkatan. Rata-rata harga minyak nasional (Minas) pada triwulan IV 2016 meningkat menjadi 48 dolar AS per barel, dari sebelumnya
Bab I
42 dolar AS per barel pada triwulan III 2016. Harga minyak mengalami gejolak selama triwulan IV 2016 seiring dengan faktor ketidakpastian yang berasal dari proses kesepakatan OPEC. Namun demikian, kenaikan harga minyak dapat tertahan jika produksi minyak AS meningkat. Produksi minyak AS mulai mendekati pertumbuhan positif, didorong oleh harga yang mulai naik. Jumlah pengeboran minyak (rig count) juga telah meningkat 50% dibandingkan jumlahnya di bulan Mei 2016. Harga komoditas ekspor Indonesia juga menunjukkan peningkatan. Kenaikan harga batubara dipengaruhi tingginya impor Tiongkok, antara lain karena tingginya permintaan terkait musim dingin. Selain itu, kandungan persediaan di Tiongkok yang masih turun juga turut menahan harga batubara di level yang tinggi. Harga CPO juga diperkirakan naik karena meningkatnya pajak ekspor CPO Indonesia dan Malaysia pada Februari 2017 dan kondisi pasar yang masih net-demand. Peningkatan harga logam diperkirakan juga berlanjut hingga tahun 2018 karena didukung peningkatan permintaan di Tiongkok dan AS.
B. Perekonomian Nasional Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2016 tercatat masih tumbuh positif sehingga secara keseluruhan tahun pertumbuhan ekonomi 2016 lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Perekonomian Indonesia tumbuh 4,94% (yoy) di triwulan IV 2016 disumbang oleh perbaikan ekspor dan investasi didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tetap kuat (Tabel 1.1). Kinerja ekspor membaik seiring dengan peningkatan harga komoditas seperti batubara dan CPO sejak paruh kedua 2016.
Kenaikan harga komoditas juga berimbas pada investasi nonbangunan dalam bentuk kendaraan dan peralatan lainnya yang meningkat, sedangkan investasi bangunan masih terus melambat sejalan dengan aktivitas konstruksi yang terbatas. Sementara, kontribusi konsumsi pemerintah ke PDB turun sejalan dengan kebijakan penghematan belanja Pemerintah. Konsumsi rumah tangga (RT) tetap tumbuh kuat dan menjadi motor pertumbuhan pada triwulan IV 2016. Konsumsi RT pada triwulan IV-2016 tumbuh stabil 4,99% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (5,01%; yoy). Konsumsi RT yang tetap kuat sejalan dengan keyakinan konsumen yang meningkat, baik terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun ke depan, serta didukung oleh inflasi yang rendah sehingga mampu menjaga daya beli masyarakat. Sementara, konsumsi LNPRT tumbuh 6,7% (yoy) pada triwulan IV 2016 sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, sejalan dengan meningkatnya kegiatan organisasi kemasyarakatan/partai politik dalam rangka kampanye pilkada serentak di 101 daerah serta penyelenggaraan kegiatan beberapa organisasi berskala nasional. Konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2016 menurun sejalan dengan konsolidasi fiskal yang ditempuh melalui penghematan untuk memperkuat kredibilitas kebijakan fiskal. Penerimaan negara yang relatif terbatas mendorong pemerintah menempuh program penghematan belanja. Mulai semester kedua 2016, pemerintah melakukan pemotongan anggaran belanja. Secara keseluruhan belanja pemerintah mengalami kontraksi pertumbuhan. Investasi tumbuh meningkat pada triwulan IV 2016, yang ditopang optimisme terhadap prospek
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%,yoy) %Y-o-Y, Tahun Dasar 2010 Sektor Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Investasi Investasi Bangunan Investasi NonBangunan Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB
2014 5,15 12,19 1,16 4,45 5,52 1,58 1,07 2,12 5,01
2015 I 5,01 -8,06 2,91 4,60 5,71 1,62 -0,68 -2,63 4,82
II 4,97 -7,98 2,61 4,01 4,72 2,05 -0,26 -7,37 4,74
III 4,95 6,57 7,09 4,93 6,11 1,65 -0,95 -6,65 4,77
Sumber: BPS (diolah)
4
IV 4,93 8,33 7,12 6,43 7,78 2,47 -6,38 -8,75 5,17
2015 4,96 -0,62 5,32 5,01 6,11 1,95 -2,12 -6,41 4,88
2016 I 4,97 6,40 3,43 4,67 6,78 -1,20 -3,29 -5,14 4,92
II 5,07 6,71 6,23 4,18 5,07 1,70 -2,18 -3,20 5,18
III 5,01 6,64 -2,95 4,24 4,96 2,16 -5,65 -3,67 5,01
IV 4,99 6,72 -4,05 4,80 4,07 7,07 4,24 2,82 4,94
2016 5,01 6,62 -0,15 4,48 5,18 2,45 -1,74 -2,27 5,02
Perekonomian
Global dan Nasional
ekonomi sejalan dengan kenaikan harga komoditas. Investasi tumbuh 4,80% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (4,24%; yoy) terutama didorong oleh investasi nonbangunan dalam bentuk kendaraan dan peralatan lainnya. Kenaikan investasi tersebut sejalan dengan tren perbaikan harga komoditas global (khususnya batubara dan CPO) yang mendorong dilakukannya peremajaan alat angkutan di sektor pertambangan dan perkebunan. Hal tersebut terindikasi dari penjualan alat berat yang melonjak tinggi. Namun, investasi bangunan melambat sejalan dengan masih terbatasnya investasi proyek konstruksi terkait pemotongan belanja modal pemerintah dan belum kuatnya dukungan investasi sektor swasta dalam pembangunan proyek konstruksi. Ekspor meningkat signifikan didorong oleh kenaikan harga komoditas dan perbaikan ekonomi global. Ekspor tumbuh positif pada triwulan IV-2016 sebesar 4,24% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi 5,65% (yoy). Kenaikan harga komoditas menjadi faktor pendorong meningkatnya ekspor. Selain itu, pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut meningkatkan permintaan dari negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, India, dan AS. Ekspor CPO dan batubara meningkat didukung kenaikan harga dan permintaan khususnya dari negara Asia seperti India dan Tiongkok. Sementara itu, pendorong positifnya kinerja ekspor manufaktur utamanya adalah ekspor road vehicle, organic chemical dan tekstil.
Bab I
Sejalan dengan kenaikan ekspor dan stabilnya permintaan domestik, impor tumbuh positif pada triwulan IV 2016. Impor pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 2,82% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi 3,67% (yoy). Kenaikan impor terutama ditopang oleh positifnya kinerja impor nonmigas di tengah pelemahan impor migas. Kenaikan impor nonmigas terutama didorong oleh positifnya impor bahan baku, terutama impor bahan baku untuk industri serta suku cadang dan perlengkapan barang modal, ditengah kontraksi impor barang modal. Dari sisi sektoral, pertumbuhan kinerja lapangan usaha (LU) terkait ekspor meningkat sejalan dengan perbaikan harga komoditas, sementara LU orientasi domestik tumbuh terbatas (Tabel 1.2). Sektor terkait ekspor seperti sektor pertanian (sub lapangan usaha perkebunan) dan pertambangan (sub lapangan usaha batubara dan bijih logam) menjadi motor pertumbuhan di triwulan IV-2016, sejalan dengan perbaikan ekspor. LU manufaktur secara agregat tumbuh melambat dengan divergensi arah pertumbuhan berdasarkan orientasi produk. Industri berorientasi ekspor antara lain industri batubara, pengolahan migas, dan tekstil tumbuh membaik. Sementara industri berorientasi domestik antara lain makanan-minuman (mamin) dan galian nonlogam/semen tumbuh melambat sejalan dengan permintaan domestik yang melambat. Di sisi lain, langkah konsolidasi fiskal tercermin pada LU konstruksi dan sub lapangan usaha jasa administrasi pemerintah yang tumbuh melambat.
Tabel 1.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%,yoy) %Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
Sektor Pertanian,Peternakan,Kehutanan,& Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air* Konstruksi Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin** Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi*** Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan**** Jasa-jasa Lainnya***** PDB
2014 4,24 0,43 4,64 5,86 6,97 5,29 8,84 5,75 5,12 5,01
2015 I
II
III
IV
3,76 0,58 4,07 1,97 6,03 3,70 7,88 6,88 5,79 4,82
6,54 -3,59 4,20 1,22 5,35 1,95 7,72 4,19 8,60 4,74
2,88 -4,41 4,60 1,12 6,82 1,97 9,08 7,57 5,03 4,77
1,64 -6,03 4,43 1,02 7,13 4,03 8,51 8,56 6,14 5,17
2015 3,77 -3,42 4,33 1,32 6,36 2,90 8,31 6,81 6,37 4,88
2016 I
II
III
IV
1,47 1,20 4,68 7,35 6,76 4,43 7,73 7,52 5,67 4,92
3,44 1,15 4,63 6,09 5,12 4,25 8,24 9,25 5,35 5,18
3,03 0,29 4,52 4,69 4,95 3,79 8,64 6,87 3,94 5,01
5,31 1,60 3,36 3,11 4,21 4,01 8,79 4,51 2,92 4,94
2016 3,25 1,06 4,29 5,26 5,22 4,11 8,36 6,99 4,42 5,02
Sumber: BPS ^ Proyeksi Bank Indonesia * Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air ** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor, serta (ii) Penyediaan akomodasi dan makan minum *** Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi **** Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate, dan (iii) Jasa Perusahaan ***** Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Lainnya, dan (iv) Jasa Lainnya
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
5
FEBRUARI 2017
transfer dalam bentuk DBH meningkat terbatas terutama di wilayah KTI terkait perbaikan ekspor.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) tumbuh meningkat sejalan dengan meningkatnya ekspor ditengah masih kuatnya pertumbuhan Jawa (Gambar 1.1). Perekonomian Sumatera yang meningkat ditopang kinerja ekspor seiring perbaikan harga berbagai komoditas utama wilayah Sumatera seperti CPO, karet, batubara, dan kopi. Peningkatan ekspor juga menjadi penopang peningkatan pertumbuhan ekonomi di KTI khususnya dalam bentuk komoditas utama seperti batubara, nikel, tembaga, emas, dan CPO. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur membaik meskipun masih kontraksi. Ekonomi Jawa masih tumbuh kuat ditopang menguatnya konsumsi rumah tangga, investasi, serta ekspor manufaktur. Ekspor yang meningkat menyumbang terjaganya daya beli konsumen di seluruh kawasan, sehingga konsumsi rumah tangga tetap tumbuh kuat. Dari sisi fiskal, kebijakan konsolidasi fiskal berimbas pada kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah yang tercatat di seluruh kawasan. Adanya penundaan DAU di berbagai daerah masih berdampak pada negatifnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, sementara
Dari sisi harga, tekanan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada triwulan IV 2016 secara triwulanan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya meski masih terkendali pada rentang sasaran inflasi 4,0±1%. Pada akhir triwulan IV 2016, realisasi inflasi IHK tercatat sebesar 1,03% (qtq) atau sebesar 3,02% (yoy). Realisasi inflasi tersebut secara triwulan lebih tinggi dibandingkan akhir triwulan sebelumnya yang sebesar 0,90% (qtq). Meningkatnya tekanan inflasi di triwulan IV 2016 terutama bersumber dari kelompok volatile food (VF) dan administered price (AP), sementara tekanan inflasi dari kelompok inti lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada kelompok VF triwulan IV 2016 terutama dipengaruhi oleh naiknya harga aneka cabai akibat terbatasnya pasokan. Inflasi kelompok VF tercatat sebesar 2,06% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 0,30% (qtq). Lebih tingginya inflasi VF di triwulan IV 2016 didorong
Gambar 1.1 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV-2016 (% yoy)
SUMATERA
JAWA
4,19 4,47 4,03 4,49 I
II III 2016
5,38
5,82 5,70
I
IV
KALIMANTAN
II III 2016
5,45
BALINUSRA
I
II III 2016
6,02 5,56
6,74 6,83 5,22 4,87
1,97 1,62 1,21 2,22
IV
SULAMPUA
IV
I
II III 2016
IV
I
KTI
8,72 9,21
II III 2016
5,54 4,33 4,03 5,39
IV
I
II III 2016
IV
Nasional 5,18
ACEH 4,3
4,92 SUMUT 5,2
KEP. RIAU 5,2 RIAU 2,2
KALBAR 3,8
KALTARA SULTENG 4,27 3,8
JAMBI 6,4 SUMSEL 5,1 KEP. BABEL 4,9
SUMBAR 4,9
LAMPUNG 5 BANTEN 5,5
PDRB ≥ 7,0%
6
JABAR 5,4
6,0% ≤ PDRB < 7,0%
MALUT 6,5
I PAPBAR 4,9
KALTIM (0,3)
KALTENG 8,6 DKI KALSEL JAKARTA 5,5 JATENG 5,3 5,3
BENGKULU 5,6
SULUT 6,5
DIY 4,7
JATIM 5,5
SULBAR 7,5 SULSEL 7,6 BALI 5,5
5,01 4,94
II III 2016
IV
PAPUA 21,4
GORONTALO 7 MALUKU 5,9 NTT 5,2
SULTRA 7,6
NTB 3,8
5,0% ≤ PDRB < 6,0%
4,0% ≤ PDRB < 5,0%
0% ≤ PDRB < 4,0%
PDRB < 0%
Perekonomian
Global dan Nasional
Bab I
inflasi AP tercatat mengalami inflasi sebesar 0,21% (yoy) setelah pada triwulan sebelumya mengalami deflasi 0,38% (yoy).
oleh inflasi komoditas cabai merah dan cabai rawit seiring dengan rendahnya pasokan. Kenaikan inflasi cabai rawit dan cabai merah pada triwulan IV 2016 masing-masing mencatat kenaikan hingga sebesar 47,65% (qtq) dan 35,34% (qtq) antara lain karena tingginya intensitas hujan dan kendala produksi di sejumlah daerah sentra produksi. Meski demikian, secara tahunan (yoy) inflasi kelompok VF tercatat lebih rendah yakni menjadi 5,92% dibanding akhir triwulan sebelumnya yang sebesar 6,51%.
Sementara itu, tekanan inflasi kelompok inti pada triwulan IV 2016 cenderung rendah terutama dipengaruhi oleh rendahnya harga komoditas global dan terjaganya ekspektasi inflasi. Inflasi inti triwulan IV 2016 tercatat sebesar 0,48% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,03% (qtq). Pada triwulan ini, harga komoditas global mengalami penurunan sebesar 0,11% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan terutama terjadi pada komoditas emas internasional yang diikuti dengan turunnya harga perhiasan yang merupakan salah satu komoditas yang memiliki bobot cukup besar dalam keranjang kelompok inflasi inti. Selain itu, rendahnya tekanan inflasi inti turut dipengaruhi oleh faktor ekspektasi terhadap inflasi yang rendah sebagaimana terindikasi pada survei Desember 2016. Namun, adanya tekanan pelemahan terhadap nilai tukar rupiah pada Desember 2016 menahan berlanjutnya disinflasi kelompok inti lebih lanjut.
Kelompok AP mengalami kenaikan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016, meski secara tahunan inflasi kelompok ini tercatat pada level yang rendah. Realisasi inflasi kelompok administered prices (AP) pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 1,68% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 0,93% (qtq), yang didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara, tarif listrik, rokok, dan bensin. Kenaikan tarif angkutan udara terjadi seiring dengan musim liburan menjelang hari raya Natal dan tahun baru 2017 serta mulainya liburan anak sekolah. Sementara kenaikan harga bensin didorong oleh kenaikan harga bensin nonsubsidi seperti Pertalite, Pertamax, dan Dexlite yaitu sebesar Rp150/liter pada Desember 2016. Sementara itu, kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar diikuti oleh kenaikan tarif listrik di akhir triwulan IV 2016. Perkembangan ini menyebabkan secara tahunan
Secara spasial, realisasi inflasi di berbagai daerah secara agregat mendukung pada tercapainya sasaran inflasi nasional sebesar 4±1% (Gambar 1.2). Realisasi inflasi pada Desember 2016 di berbagai daerah
Gambar 1.2 Peta Inflasi Daerah Bulan Desember 2016 (% yoy)
ACEH 4 SUMUT 6,3
KEP. RIAU 3,5 RIAU 4
KALBAR 3,7
KALTIMRA 3,5 SULTENG 1,5
JAMBI 4,4 SUMSEL 3,6 KEP. BABEL 6,8
SUMBAR 4,9
KALTENG 2,1 DKI KALSEL JAKARTA 2,4 JATENG 3,6 2,4
BENGKULU 5 LAMPUNG 2,8 BANTEN 2,9
JABAR 2,7
Inf > 5,0%
DIY 2,3
SULBAR 2,2 SULSEL 2,9 BALI 5,5
JATIM 2,7
SULUT 0,35
MALUT 1,9 PAPBAR 3,6
PAPUA 3,2
GORONTALO 1,3 MALUKU 3,3 NTT 2,5
SULTRA 2,7
NTB 2,6
4,0% < Inf < 5,0%
3,0% < Inf < 5,0%
Inf < 3,0%
Sumber: BPS (diolah)
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
7
FEBRUARI 2017
secara umum berada pada tingkat yang cukup rendah seiring dengan meredanya tekanan kenaikan inflasi kelompok bahan makanan. Secara keseluruhan tahun, inflasi yang cukup rendah terutama terjadi di Jawa, diikuti Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera yang masing-masing tercatat sebesar 2,69% (yoy), 2,90% (yoy) dan 4,53% (yoy). Lebih tingginya inflasi di wilayah Sumatera disumbang oleh kenaikan inflasi yang cukup tinggi di beberapa daerah di wilayah ini, terutama dipicu oleh kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura, khususnya cabai merah, yang cukup signifikan di paruh kedua tahun 2016. Setelah mengalami tekanan pada triwulan IV 2016, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat di tengah peningkatan ketidakpastian terkait arah kebijakan AS. Pada triwulan IV 2016, secara point to point rupiah melemah sebesar 3,13% menjadi Rp13.473 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah antara lain berasal dari meningkatnya ketidakpastian global terkait Pilpres AS, kenaikan FFR dan meningkatnya kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri pada akhir tahun. Ketidakpastian eksternal meningkatkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah pada triwulan IV 2016. Rupiah mengalami depresiasi terutama akibat sentimen politik global yang meningkat, menjelang dan pasca pilpres AS. Kemenangan Donald Trump yang di luar perkiraan memberikan sentimen negatif terhadap pergerakan mata uang negara berkembang. Sementara itu, sinyal kenaikan FFR yang semakin kuat setelah penyataan Yellen pada Joint Economic Committee yang cenderung hawkish1 juga turut memberi tekanan depresiasi terhadap rupiah dan mata uang negara berkembang. Di sisi domestik, permintaan terhadap valas mengalami peningkatan. Namun, pelemahan rupiah tertahan oleh aliran dana masuk terkait tax amnesty dan sentimen positif seiring rendahnya inflasi. Stabilitas sistem keuangan tetap stabil, didukung oleh ketahanan industri perbankan yang masih tetap kuat yang tercermin dari memadainya rasio kecukupan modal dan terkendalinya risiko kredit. Ketahanan permodalan industri perbankan masih
1 Kebijakan yang cenderung kepada pengetatan ekonomi yang dikeluarkan oleh otoritas moneter di suatu negara
8
berada pada level yang cukup kuat dan jauh diatas thresholdnya. Pada triwulan IV 2016 permodalan perbankan mengalami peningkatan, sebagaimana tercermin pada Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 22,69%, lebih tinggi dibandingkan dengan 22,33% pada triwulan sebelumnya. Level kecukupan permodalan yang terus meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya diperkirakan masih mampu untuk menahan dampak negatif dari peningkatan risiko kredit. Risiko kredit menunjukkan perbaikan pada akhir 2016, terindikasi dari rasio Non Performing Loan (NPL) gross yang turun dari 3,10% di triwulan sebelumnya menjadi 2,93% di triwulan IV 2016. Sementara itu, pertumbuhan kredit terus membaik didukung oleh kredit produktif. Pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 7,9% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 6,5% (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut bersumber dari peningkatan pertumbuhan kredit produktif yaitu kredit modal kerja (KMK) dan kredit Investasi (KI), sedangkan kredit konsumsi (KK) relatif masih stabil. Untuk keseluruhan tahun 2016, kredit tumbuh 7,9%, lebih rendah dari pertumbuhan tahun 2015 yang mencapai 10,5%. Secara sektoral, kredit triwulan IV 2016 di mayoritas sektor ekonomi mampu tumbuh positif seperti di sektor konstruksi dan industri, terkait sisi permintaan pada sektorsektor tersebut. Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan IV 2016 juga tumbuh meningkat ditopang oleh deposito dan giro. DPK secara total tumbuh sebesar 9,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 3,1% (yoy). Berdasarkan jenisnya, pertumbuhan DPK pada triwulan IV 2016 terutama bersumber dari naiknya pertumbuhan deposito dan giro. Sedangkan, pertumbuhan tabungan masih cenderung stabil.
C. Bauran Kebijakan Dengan mempertimbangkan kondisi terkini, serta prospek dan risiko perekonomian ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 dan 16 Februari 2017 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,00% dan Lending Facility tetap sebesar 5,50%. Keputusan
Perekonomian
Global dan Nasional
tersebut konsisten dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendukung momentum pemulihan ekonomi domestik. Sejalan dengan membaiknya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan membaik dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga. Meskipun demikian, Bank Indonesia tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global terutama terkait arah kebijakan AS dan risiko geopolitik di Eropa, maupun dari dalam
Bab I
negeri terutama terkait dengan dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi. Untuk itu, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus melakukan penguatan koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus pada pengendalian inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan kelanjutan reformasi struktural untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
9
FEBRUARI 2017
Bab II
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Di tengah pelemahan ekonomi global, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dapat tumbuh stabil. Sesuai dengan kisaran proyeksi Bank Indonesia sebelumnya, ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2016 tercatat tumbuh 5,85% (yoy). Perkembangan ini relatif tidak berbeda jika dibandingkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang mencapai 5,89% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh membaiknya konsumsi rumah tangga, sejalan dengan terjaganya daya beli masyarakat yang ditopang oleh terkendalinya inflasi DKI Jakarta tahun 2016. Membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional yang didorong oleh daerah penghasil sumber daya alam juga turut menopang pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta, dengan perdagangan antardaerah neto yang meningkat cukup tinggi. Namun, perekonomian tahun 2016 belum mampu tumbuh lebih tinggi dari tahun 2015 karena adanya penghematan anggaran di tingkat pemerintah pusat untuk mengurangi defisit APBN, sehingga berdampak pada kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah di DKI Jakarta pada akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 akan lebih baik, meskipun belum tumbuh signifikan dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan berjalan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga, yang terindikasi dari keyakinan konsumen dan masyarakat terhadap kondisi perekonomian domestik yang mulai membaik. Namun demikian, konsumsi pemerintah pada triwulan I 2017 diperkirakan belum akan tumbuh signifikan, yang sejalan dengan pola tahunannya, dimana pada periode triwulan awal tahun berjalan masih digunakan untuk persiapan kegiatan dan belum terdapat realisasi anggaran yang signifikan. Di sisi lain, investasi pada triwulan berjalan diperkirakan tumbuh lebih baik dibandingkan periode sebelumnya, yang didorong oleh investasi bangunan oleh pemerintah, sejalan dengan pembangunan infrastruktur moda transportasi umum dan sejumlah pembangunan infrastruktur kebinamargaan lainnya, seperti flyover dan underpass yang menurut rencana akan dimulai di triwulan I 2017.
RATA-RATA PERTUMBUHAN EKONOMI
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUMNYA
PERTUMBUHAN EKONOMI
PERTUMBUHAN EKONOMI
PERTUMBUHAN EKONOMI
1,51%
5,5%-5,9%
6,10%
5,51%
5,85%
Kuartalan (qtq), 5 tahun terakhir
Untuk tahun 2016 (yoy)
Triwulan III 2016, yoy
Triwulan IV 2016, yoy
Tahun 2016, yoy)
Ekonomi
Makro Regional
A. Komponen Permintaan Kinerja perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2016 tumbuh positif dan relatif sama dengan pertumbuhan tahun 2015, meskipun pertumbuhan pada triwulan IV 2016 melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 yang tercatat sebesar 5,85% (yoy) tersebut relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2015 (5,89%; yoy) (Grafik 2.1 dan 2.2). Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta masih lebih tinggi dibandingkan
8 % yoy
6,1 6,05
7
6,48
6
5,75
5,9 5,51
5 4
6,07
6 5,95
5,91
5,85
5,89
5,8
5,85
5,75 I
II
III
IV
2013
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
2014 2015 Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta
III
5,7
IV
2016
2013
2014
2015
2016
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta per Triwulan
% yoy 6,48
7 % yoy
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
Nasional
Jawa
DKI Jakarta
3
5,47
5,59
5,02
5,85
5,89 4,88
5,57
4
I
5,91
5 5,01
5,45 5,51 4,94
5,02
5,57 5,75
5,73 5,86
5,63
5,18
5,04
4,74
6
5,9
5,4
5,33
5,54 4,66
4 3
5
5,1
4,73
5
6,12
6
4,92 5,32
7
Grafik 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan DKI Jakarta
2014
2015 Nasional
Jawa
2016 DKI Jakarta
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.3 Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Kawasan Jawa dan DKI Jakarta per Triwulan
Grafik 2.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Nasional, Kawasan Jawa dan DKI Jakarta
Bab II
pertumbuhan ekonomi Nasional dan Kawasan Jawa baik pertumbuhan pada triwulan IV 2016 maupun pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2016 (Grafik 2.3 dan 2.4). Penopang perekonomian Jakarta yang utama, yaitu konsumsi rumah tangga tumbuh membaik pada tahun 2016. Secara keseluruhan tahun, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,49% (yoy), lebih baik dari pertumbuhan tahun 2015 yang tercatat sebesar 5,31% (yoy). Hal tersebut juga sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2016 (5,94%; yoy) yang membaik signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,05%; yoy). Konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup tinggi tersebut tidak terlepas dari lebih baiknya persepsi dan optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian domestik tahun ini dibandingkan dengan kondisi pada tahun sebelumnya. Menguatnya konsumsi rumah tangga yang didorong oleh membaiknya persepsi dan optimisme masyarakat tercermin pada hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. Dari hasil survei tersebut terlihat keseluruhan komponen, yaitu Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) menunjukkan peningkatan pada triwulan IV 2016 (Grafik 2.5). Hal tersebut menggambarkan tingkat keyakinan dan dan ekspektasi konsumen terhadap perekonomian domestik pada akhir tahun 2016 yang meningkat. Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima masyarakat pada triwulan IV 2016 meningkat dan lapangan kerja yang tersedia lebih banyak dibandingkan dengan periode
130 Indeks 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 I
II
Optimis
Pesimis
III
2013
IV
I
II
III
2014
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
12
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE)
triwulan sebelumnya maupun pada periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja pada triwulan IV 2016 yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, dan lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Grafik 2.6). Meningkatnya penghasilan dan pendapatan masyarakat, yang didorong oleh bertambahnya ketersediaan lapangan pekerjaan menyebabkan kondisi keuangan rumah tangga lebih leluasa untuk melakukan konsumsi dan belanja. Kondisi keuangan rumah tangga yang solid tersebut juga didukung oleh rendahnya tingkat inflasi di DKI Jakarta pada tahun 2016. Sehingga dengan pendapatan riil yang lebih tinggi dapat digunakan untuk berbelanja barang dengan kuantitas lebih banyak karena harganya tidak memiliki kenaikan signifikan dibandingkan dengan tahun lalu. Optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian juga tercermin melalui Indeks Tendensi Konsumen yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, meskipun indeks pada triwulan IV 2016 melemah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, Indeks Tendensi Konsumen masih berada di wilayah optimis, yaitu 104,28, sedangkan pada triwulan sebelumnya indeks tercatat sebesar 108,79 (Grafik 2.7). Jika dilihat dari variabel pembentuk Indeks Tendensi Konsumen, membaiknya ekonomi konsumen yang tercermin dari tingkat optimisme (nilai indeks di atas 100) didorong oleh seluruh variabel pembentuk indeks. Variabel tersebut antara lain adanya peningkatan pendapatan rumah tangga saat ini, yang diikuti komponen inflasi dimana kenaikan harga secara ratarata tidak berpengaruh kepada total pengeluaran,
120 Indeks 110 100 90 80 70 60 50 40 30 I II III IV I II III IV 2013 2014 Indeks Penghasilan Konsumen
Optimis Pesimis
I
II III IV I II III IV 2015 2016 Indeks Ketersediaan Lap. Kerja
Sumber: Survei Konsumen BI, diolah
Sumber: Survei Konsumen BI, diolah
Grafik 2.5 Indeks Survei Konsumen
Grafik 2.6 Indeks Penghasilan Konsumen dan Ketersediaan Kerja
Ekonomi
Bab II
Makro Regional
130 Indeks 120
108,79
110
104,28
Optimis
100
Pesimis
90 80
160 Indeks 140 120 100 80 60 40 20 0 I
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
I
Indeks 120 100 80 60 40 20
II
III IV
I
II
2013
II III IV 2016
III IV
I
II
2014
Indeks Penjualan Makanan Minuman Barang Rekreasi
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
III IV
2015
I
II
III IV
0
2016
Indeks Penjualan Barang Rumah Tangga Indeks Total Penjualan
Sumber: Survei Pedagang Eceran BI
Grafik 2.7 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 2.9 Penjualan Mobil
serta adanya peningkatan pada volume konsumsi barang dan jasa1.
tahun 2016 lebih baik dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya (Grafik 2.8).
Membaiknya konsumsi dan belanja rumah tangga juga terkonfirmasi melalui tingkat penjualan eceran yang menunjukkan peningkatan pada periode akhir tahun 2016. Berdasarkan Survei Pedagang Eceran (SPE) Bank Indonesia, penjualan pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan setelah pada triwulan sebelumnya melemah. Peningkatan indeks penjualan eceran pada periode akhir tahun tersebut sejalan dengan tren pada tahun sebelumnya, yaitu penjualan pada triwulan IV 2016 akan cenderung meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yang salah satunya dipengaruhi oleh banyaknya tawaran potongan harga (diskon) oleh retailer untuk memenuhi target penjualan tahunan mereka. Secara umum, indeks penjualan pada akhir
Membaiknya konsumsi rumah tangga juga tercermin pada penjualan kendaraan bermotor khususnya mobil di Jakarta yang membaik dan menunjukkan peningkatan (Grafik 2.9). Pada triwulan IV 2016, penjualan mobil di Jakarta tumbuh sebesar 12,16%, yang juga tercatat sebagai pertumbuhan penjualan triwulan tertinggi selama tahun 2016. Menutup tahun 2016, penjualan mobil di Jakarta secara tahunan mencatat pertumbuhan sebesar 4,83% (yoy), setelah pada kurun waktu sebelumnya pertumbuhan penjualan kendaran bermotor berada di angka negatif. Meningkatnya penjualan kendaraan bermotor pada triwulan IV 2016, diikuti pula dengan membaiknya penyaluran kredit kendaraan bermotor pada triwulan IV 2016, setelah pada triwulan
160 Indeks 140 120 100 80 60 40 20 0 I
II
Indeks 120
III IV
2013
I
II
III IV
2014
Indeks Penjualan Makanan Minuman Barang Rekreasi
I
II
III IV
I
2015
II
III IV
20000
80
19500
60
19000
40
18500
20
18000
0
17500
2016
Indeks Penjualan Barang Rumah Tangga Indeks Total Penjualan
Sumber: Survei Pedagang Eceran BI
Grafik 2.8 Indeks Penjualan Eceran
20500 Miliar Rp
100
17000
I
II
III IV
2014 Nominal kredit
I
II
III IV
2015
I
II
% yoy 12 10 8 6 4 2 (2) (4) (6) (8)
III IV
2016
201420152016
Pertumbuhan Kredit Kend. Bermotor (Skala Kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.10 Penyaluran Kredit Kendaraan Bermotor
1 Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS Provinsi DKI Jakarta No.10/02/31/Th.XIX tanggal 6 Februari 2017 mengenai Indeks Tendensi Konsumen
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
13
FEBRUARI 2017
7000 Juta USD
% yoy 40
6000
30
5000
20
4000
10
3000
0
2000
-10
1000
-20
0
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
I
II
2015 Nilai Imp Konsumsi
-30
III IV
I
2016 2014 2015 2016 Barang Konsumsi
II III IV 2014
% yoy 10
5
I
Nominal Kredit Konsumsi
II III IV 2015
I
II III IV 2016
0 2014 2015 2016
Pertumbuhan Kredit Konsumsi (Skala Kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.11 Impor Barang Konsumsi
Grafik 2.13 Penyaluran Kredit Konsumsi
sebelumnya sempat terkontraksi cukup dalam (Grafik 2.10). Namun, pertumbuhan penyaluran kredit kendaraan bermotor secara tahunan menunjukkan tren penurunan. Hal tersebut diperkirakan karena semakin banyaknya produk kendaraan khususnya mobil murah ramah lingkungan (Low Cost Green Car – LCGC) yang ditawarkan di kisaran harga 100-150 juta rupiah, sehingga lebih terjangkau untuk dibeli oleh masyarakat dengan cara tunai.
tertinggi dibandingkan kurun waktu dua tahun ke belakang. Dari sisi pembiayaan, peningkatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari penyaluran kredit yang meningkat. Pada triwulan IV 2016, penyaluran kredit di DKI Jakarta tumbuh sebesar 7,57% (yoy), membaik dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (3,88%; yoy), atau kembali tumbuh di kisaran 7% seperti pada paruh pertama tahun 2016 (Grafik 2.12). Secara keseluruhan tahun 2016, nominal penyaluran kredit konsumsi di DKI Jakarta tercatat paling tinggi dibandingkan 2 tahun sebelumnya, yaitu mencapai Rp1,4 triliun.
Menguatnya konsumsi rumah tangga juga terindikasi melalui beberapa indikator lainnya, antara lain impor barang konsumsi yang meningkat. Pada triwulan IV 2016, impor barang konsumsi tumbuh sangat tinggi, yaitu mencapai 20,70% (yoy), dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,43% (yoy) (Grafik 2.11). Pertumbuhan nilai impor barang konsumsi secara keseluruhan tahun 2016 sebesar 16,64% (yoy), yang juga merupakan pertumbuhan
% yoy 25
1600000 Miliar Rp 1400000
20
1200000 1000000
15
800000 10
600000 400000
5
200000 0
I
II III IV I
2014 Nominal Kredit
14
200000 Miliar Rp 195000 190000 185000 180000 175000 170000 165000 160000 155000 150000
II III IV
2015
I
II III IV
2016 201420152016 Pertumbuhan Kredit (Skala Kanan)
0
Lebih lanjut, penyaluran kredit konsumsi di DKI Jakarta pada triwulan laporan tumbuh 2,31% (yoy), membaik dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,96% (yoy) (Grafik 2.13). Jika dilihat secara nominal,
18 %
% yoy 10 5
17
0
16
-5
15 14
-10 I
II III IV I 2013
II III IV I 2014
II III IV I 2015
II III IV 2016
Rata-rata Tertimbang Suku Bunga Kredit Konsumsi Pertumbuhan Rata-rata Tertimbang Suku Bunga Kredit Konsumsi (Skala Kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.12 Penyaluran Kredit
Grafik 2.14 Suku Bunga Kredit Konsumsi
-15
Ekonomi
Makro Regional
Bab II
2,50
0,40 0,30
2,00
0,20 0,10
1,50
0,00 1,00
-0,10 -0,20
0,50
-0,30 -0,40
I
II III IV I 2013
II III IV I II III IV I 2014 2015 Persediaan
II III IV 2016
0,0
I
II III IV 2013
I
II III IV I II III IV 2014 2015 Perkiraan Penjualan
I
II III IV 2016
Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah
Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.15 Likert Scale Persediaan
Grafik 2.16 Likert Scale Perkiraan Penjualan
penyaluran kredit konsumsi di DKI Jakarta pada keseluruhan tahun 2016 tercatat sebesar Rp194,5 triliun, lebih tinggi dari total penyaluran kredit konsumsi tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp190,1 triliun. Meskipun pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi pada triwulan IV 2016 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, serta nominal penyaluran pada tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015, namun penyaluran kredit konsumsi tersebut masih berada pada tren yang menurun, terutama sejak akhir tahun 2014. Hal tersebut menunjukkan konsumsi rumah tangga DKI Jakarta masih belum sepenuhnya pulih dan rentan terhadap faktor risiko yang disebabkan oleh dinamika perekonomian global maupun karena faktor domestik.
Hal ini sejalan dengan pola tahunannya, yaitu konsumsi rumah tangga pada triwulan pertama akan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan periode triwulan akhir tahun. Masyarakat telah membelanjakan pendapatannya lebih banyak pada akhir tahun, terutama didorong oleh berbagai potongan harga (diskon) oleh pusat perbelanjaan dan retailer pada akhir tahun, sehingga pada awal tahun masyarakat cenderung mengurangi belanjanya untuk menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatan. Hal tersebut juga sejalan dengan kalangan usaha yang telah disurvei dengan metode liaison yang berpendapat bahwa tingkat penjualan pada periode satu triwulan ke depan tidak akan mengalami peningkatan yang signifikan (Grafik 2.16). Namun demikian, Pilkada DKI Jakarta yang masih akan berlangsung sampai dengan bulan April 2017 diperkirakan memiliki dampak positif terhadap konsumsi rumah tangga, khususnya pada penggunaan transportasi, komunikasi, makanan minuman, serta pakaian (Selengkapnya dapat dilihat pada Boks 1: Dampak Pilkada dan Aksi Massa terhadap Perekonomian DKI Jakarta). Memasuki tahun 2017, optimisme dan keyakinan masyarakat mulai pulih. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ke depan aktivitas ekonomi akan kian menggeliat, sehingga ada optimisme terhadap perbaikan pendapatan dan konsumsi rumah tangga tetap tumbuh relatif tinggi pada triwulan I 2017 (Grafik 2.17).
Hasil liaison mengonfirmasi kinerja ekonomi DKI Jakarta. Dari kegiatan liaison2, diketahui bahwa meningkatnya konsumsi dan belanja rumah tangga menyebabkan tingkat persediaan beberapa perusahaan, yang menjadi kontak liaison, pada triwulan IV 2016 terlihat jauh menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.15). Hal tersebut mengindikasikan tingkat persediaan atau inventory perusahaan berkurang atau dengan kata lain berhasil terjual kepada konsumen dalam jumlah yang banyak. Pada triwulan I 2017, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tumbuh cukup tinggi, meski sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
2 Kegiatan Liaison adalah kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung/tidak langsung kepada pelaku usaha/institusi lainnya mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan dan likert scale.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
15
FEBRUARI 2017
Jakarta dan menahan laju pertumbuhan konsumsi pemerintah di Jakarta.
150 Indeks 140 130 120 110 100 90 80 70 60
Optimis Pesimis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
2015 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
2016
2017
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Sumber: Survei Konsumen BI, diolah
Grafik 2.17 Perkembangan Terkini Survei Konsumen Bank Indonesia
Konsumsi pemerintah pada triwulan laporan mengalami kontraksi yang cukup dalam. Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat -11,83% (yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya masih tumbuh positif sebesar 1,90% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, konsumsi pemerintah untuk keseluruhan tahun 2016 melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2015, dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah tahun 2016 tercatat sebesar 2,43% (yoy), sedangkan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 3,82% (yoy). Kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah tersebut terjadi karena adanya efisiensi dan pemotongan anggaran pemerintah pusat yang dilakukan untuk mencegah peningkatan defisit penerimaan pajak pada tahun 2016 serta untuk penghematan anggaran. Pemotongan dan penghematan anggaran tersebut diimplementasikan melalui self-blocking atau tidak dicairkannya sebagian anggaran. Self-blocking pada tahun 2016 dilaksanakan sebanyak dua kali, berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 yang ditandatangani tanggal 12 Mei 2016, serta Inpres Nomor 8 tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2016 yang ditandatangani tanggal 26 Agustus 2016. Self blocking yang diimplementasikan sebanyak dua kali dalam satu tahun tersebut semakin memperlemah belanja Kementerian/Lembaga yang berada di
16
Sebagai ibukota negara, sejumlah kantor pusat Kementerian/Lembaga memusatkan kegiatan dan koordinasi di kota Jakarta, sehingga pengeluaran anggaran dan belanja Kementerian dan Lembaga tersebut tercatat sebagai nilai tambah konsumsi pemerintah dalam PDRB DKI Jakarta. Pangsa konsumsi Pemerintah Pusat tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan pangsa konsumsi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam komponen konsumsi pemerintah di DKI Jakarta, sehingga dinamika yang terjadi pada penyerapan anggaran Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga yang berkedudukan di Jakarta akan memengaruhi kinerja pertumbuhan konsumsi pemerintah. Pada tahun 2016, penyerapan belanja Kementerian/ Lembaga baru mencapai 89%, relatif lebih rendah dibandingkan dengan capaian penyerapan tahun 2014 dan 2015 yang masing-masing sebesar 95% dan 91%. Realisasi sepanjang tahun 2016 tersebut secara tren juga terlihat lebih rendah dibandingkan dengan penyerapan dua tahun sebelumnya (Grafik 2.18). Realisasi penyerapan yang berada di bawah tren dua tahun sebelumnya tersebut merupakan dampak dari diberlakukannya dua kali self blocking, sehingga berakibat pada berkurangnya kemampuan belanja Kementerian/Lembaga. Dari sisi APBD DKI Jakarta, serapan belanja APBD DKI Jakarta pada akhir tahun 2016 relatif lebih baik dibandingkan dengan penyerapan dua tahun sebelumnya. Serapan belanja APBD tahun 2016 sebesar 82,4% dan serapan belanja APBD tahun 2014 dan 2015 masing-masing sebesar 59,4% dan 71,9% (Grafik 2.19). Penyerapan anggaran pada tahun 2014 dan 2015 tersebut diwarnai beberapa kendala, antara lain pengalihan pengadaan barang dan jasa melalui Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (ULP) DKI Jakarta serta penerapan sistem e-budgeting, sehingga hal tersebut menyebabkan terhambatnya proses pengadaan dan belanja di lingkup Pemerintah pada tahun 2014. Sedangkan kendala di tahun 2015 adalah karena pengesahan APBD tahun bersangkutan yang melewati batas waktu yang ditentukan, sehingga APBD baru bisa dicairkan memasuki bulan Maret 2015, dan menyebabkan jangka waktu untuk merealisasikan anggaran menjadi kurang optimal. Kendati sudah mengalami perbaikan, serapan belanja APBD DKI
Ekonomi
Bab II
Makro Regional
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
700.000 Miliar Rp 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000
Jan Feb Mar 2014 6% 11% 16% 2015 6% 12% 21% 2016 7% 11% 17%
Apr 24% 29% 24%
Mei 34% 34% 30%
Jun 43% 42% 37%
Jul 48% 50% 43%
Ags 58% 57% 48%
Sep 68% 67% 53%
Okt 78% 74% 65%
Nov 85% 81% 78%
Des 95% 91% 89%
100.000 0
2012
2013
2014
Nominal PMTB Non Bangunan
2015
2016
Nominal PMTB Bangunan
Sumber: DJPN Kementerian Keuangan
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 2.18 Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga di Jakarta
Grafik 2.20 Pangsa Komponen PMTB
Jakarta tahun 2016 belum bisa kembali seperti kondisi penyerapan pada tahun 2012 dan 2013.
tercatat sebesar 3,58% (yoy) lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (1,42%; yoy). Lebih rendahnya kinerja investasi pada tahun 2016 disebabkan oleh melambatnya kinerja investasi bangunan yang memiliki pangsa paling besar terhadap komponen Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB/investasi) di Jakarta, yaitu sebesar 78% (Grafik 2.20). Melambatnya kinerja investasi bangunan tersebut tidak terlepas dari terhambatnya pembangunan proyek dan konstruksi yang diinisiasi oleh pemerintah, yang memberikan sumbangsih paling besar dalam kegiatan investasi bangunan di Jakarta. Terhambatnya pembangunan tersebut terjadi karena adanya penundaan transfer Dana Bagi Hasil (DBH) pemerintah dari APBN ke APBD Provinsi DKI Jakarta sebagai imbas dari adanya pemotongan anggaran pusat dan defisit penerimaan pajak. Dengan ditundanya DBH tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengurangi anggaran
Memasuki triwulan I 2017, konsumsi pemerintah diperkirakan belum akan tumbuh signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh pola yang secara umum terjadi di lingkup belanja pemerintah, yaitu pada periode triwulan awal digunakan untuk persiapan kegiatan dan belum terdapat realisasi pekerjaan proyek maupun penagihan pembayaran yang signifikan. Sejalan dengan kontraksi pada konsumsi pemerintah, kinerja investasi di DKI Jakarta pada tahun 2016 melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016, investasi DKI Jakarta hanya tumbuh 1,57% (yoy), sedangkan pertumbuhan tahun 2015 tercatat sebesar 2,64% (yoy). Adapun pertumbuhan investasi pada triwulan IV 2016 yang
50000 Rp Miliar 40000
85,1
% 100 58,4
84,6
80
71,9
30000
59,4
60
540.000 Miliar Rp
% yoy 8
520.000
7
500.000
6
480.000
5
460.000
4
440.000
3
20000
40
10000
20
420.000
2
400.000
1
0
380.000
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014 2015 2016 Total Realisasi Belanja Daerah Persentase Realisasi Total Belanja (rhs) Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta
Grafik 2.19 Perkembangan Realisasi Belanja APBD DKI Jakarta
2012
2013
Nominal PMTB Bangunan
2014
2015
2016
0
Pertumbuhan (Skala Kanan)
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 2.21 Pertumbuhan Investasi Bangunan
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
17
FEBRUARI 2017
belanja, khususnya belanja modal yang menurut rencana akan digunakan untuk investasi pada sejumlah pembangunan konstruksi, antara lain pembangunan rumah susun dan penyediaan lahannya, pembangunan dan rehabilitasi gedung sekolah, serta pembangunan jalan dan jembatan. Melambatnya investasi bangunan pada tahun 2016 juga tercermin dari pertumbuhan nominal investasi bangunan yang lebih rendah dari tahun sebelumnya (Grafik 2.21). Sementara itu, peran swasta dalam kegiatan investasi masih terbatas, sehingga hal tersebut juga menyebabkan pertumbuhan investasi di Jakarta melambat. Masih rendahnya investasi swasta terindikasi dari penyaluran kredit investasi pada tahun 2016 yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penyaluran kredit investasi pada tahun 2016 tumbuh 11% (yoy), sedangkan penyaluran pada tahun 2015 dapat tumbuh mencapai 18,97% (yoy) (Grafik 2.22). Masih rendahnya investasi swasta tersebut tidak terlepas dari perilaku investor swasta yang masih melanjutkan perilaku wait-andsee terhadap kondisi ekonomi saat ini yang telah terindikasi dari terus melambatnya penyaluran kredit investasi sejak akhir tahun 2015 (Grafik 2.22). Aktivitas investasi bangunan swasta juga masih terbatas, yang disebabkan oleh belum pulihnya permintaan di sektor properti, yang tercermin dari penyaluran kredit rumah tangga untuk pembelian hunian (rumah tapak maupun apartemen) yang belum tumbuh signifikan (Grafik 2.23).
% yoy 35 500 Triliun Rp 450 30 400 25 350 300 20 250 15 200 150 10 100 5 50 0 0 I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016 2014 2015 2016 Nominal Kredit Investasi Pertumbuhan Kredit Investasi (Skala Kanan)
Investasi bangunan oleh pemerintah masih akan menjadi penopang utama pertumbuhan investasi pada triwulan I 2017. Proyek infrastruktur strategis pemerintah khususnya yang berkaitan dengan infrastruktur transportasi seperti pembangunan Mass Rapid Transportation (MRT) dan Light Rapid Transportaion (LRT) akan menjadi nilai tambah investasi bangunan di DKI Jakarta. Kendala proses pembebasan lahan MRT pada tahun 2016 yang sempat menghambat proses pembangunan telah diatasi dan pembangunan MRT dapat berlanjut. Pasca penyelesaian permasalahan pembebasan lahan tersebut, pembangunan MRT kembali terakselerasi dan mencapai perkembangan yang sangat baik, yang terlihat dari progres pembangunan pada Desember 2016 yang baru mencapai 49,46% terakselerasi menjadi 64,71% per 31 Januari 20173. Pembangunan moda transportasi Light Rapid Trasportation (LRT) dalam kota Jakarta telah memulai proses studi kelayakan pada tahun 2016 lalu, dengan rencana pembangunan dilakukan dalam dua fase, yaitu fase pertama yang akan menyambungkan jalur Velodrome-Kelapa Gading dan fase dua dengan rute Velodrome-Dukuh Atas. Dengan capaian progres pembangunan prasarana LRT pada tahun 2016 yang baru mencapai 10%, pembangunan konstruksi fisik pada akhir tahun 2017 ditargetkan mencapai 70%. Sebuah pencapaian yang signifikan dalam satu tahun. Dengan target sedemikian optimis, aktivitas konstruksi proyek LRT sudah mulai dipacu sejak awal tahun 2017. Hal tersebut akan tercermin pada pertumbuhan investasi triwulan I 2017 yang akan
% yoy 61.000 Miliar Rp 60.000 59.000 58.000 57.000 56.000 55.000 54.000 53.000 52.000 I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016 2014 2015 2016 Nominal Kredit Pertumbuhan Kredit (Skala Kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.22 Penyaluran Kredit Investasi
Grafik 2.23 Penyaluran Kredit Rumah Tangga untuk Perumahan
3 Berdasarkan FGD dengan Bappeda Provinsi DKI Jakarta, 16 Februari 2017.
18
25 20 15 10 5 (5)
Ekonomi
Bab II
Makro Regional
450.000 Miliar Rp 440.000 430.000 420.000 410.000 400.000 390.000 380.000 370.000
1
2
3
4
1.300.000 Miliar Rp
% yoy 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 6 7 8 9 10 11 12 1 2016 2017 Pertumbuhan Kredit Investasi (skala kanan)
5
Nominal Kredit Investasi
% yoy 12
1.250.000
10
1.200.000
8
1.150.000
6
1.100.000
4
1.050.000
2
1.000.000
1
2
3
4
5
Nominal kredit
6 7 8 9 10 11 12 1 2016 2017 gKredit Korporasi (Skala Kanan)
-
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.24 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit Investasi
Grafik 2.25 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit Korporasi
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Di samping itu, pembangunan rumah susun beserta penyediaan lahannya yang sempat tertunda pada tahun 2016 karena terdapat pemotongan anggaran akan kembali dilanjutkan pada tahun 2017. Aktivitas tersebut akan semakin mendorong geliat kegiatan investasi di DKI Jakarta pada triwulan I 2017.
tersebut berpotensi menyebabkan swasta masih menahan aktivitas ekonominya. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor luar negeri pada tahun 2016 membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016, ekspor tumbuh -0,42% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2015 sebesar -1,00% (yoy). Membaiknya pertumbuhan ekspor tahun 2016 juga tidak terlepas dari kontribusi pertumbuhan ekspor pada triwulan IV 2016 yang telah tumbuh positif sebesar 1,47% dan membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-0,04%; yoy). Pertumbuhan kinerja ekspor luar negeri DKI Jakarta sampai dengan tahun 2016 masih lebih banyak ditopang oleh ekspor jasa melalui kunjungan wisatawan mancanegara, yang memiliki rata-rata pangsa di atas 50% terhadap keseluruhan komponen ekspor luar negeri (Grafik 2.26).
Sementara itu, beberapa indikator menunjukkan bahwa investasi swasta mulai bergerak. Hal tersebut tercermin dari nominal penyaluran kredit investasi yang meningkat pada tiga bulan terakhir, dan pertumbuhan kredit korporasi yang menunjukkan peningkatan pada bulan Januari 2017 (Grafik 2.24 dan 2.25). Namun, masih terdapat faktor risiko yang dipengaruhi oleh kondisi politik. Dinamika politik pemilihan kepala daerah Provinsi DKI Jakarta yang berlangsung hingga dua putaran dan akan berakhir menjelang pertengahan tahun 2017. Kondisi
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
Pangsa Ekspor Barang
I
II
2015
III
IV
I
II
2016
III
IV
Pangsa Ekspor Jasa
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, diolah
Grafik 2.26 Pangsa Komponen Ekspor DKI Jakarta
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
19
FEBRUARI 2017
30 % yoy
3500 Juta USD
20
3000
15
10
2500
10
-
2000
(10)
1500
(20)
1000
(30)
500
-15
(40)
0
-20 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Nilai Ekspor (Juta USD) Pertumbuhan Nilai Ekspor (skala kanan)
I
II III IV I II III IV 2013 2014 Pertumbuhan Ekspor Jasa
I
II III IV I II III IV 2015 2016 Pertumbuhan Ekspor Barang
% yoy 20
5 0 -5 -10
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 2.27 Kinerja Pertumbuhan Ekspor
Grafik 2.29 Pertumbuhan Nilai Ekspor DKI Jakarta
Kontribusi positif ekspor jasa dalam menopang kinerja komponen ekspor luar negeri juga tercermin dari kinerja pertumbuhannya yang masih positif pada triwulan IV 2016 dan berada di atas pertumbuhan ekspor barang (Grafik 2.27). Pertumbuhan ekspor jasa didorong oleh meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sebagai dampak positif dari pemberlakuan pembebasan visa kunjungan ke Indonesia bagi wisatawan dari beberapa negara, yang terlihat dari meningkatnya kunjungan wisman pada paruh kedua tahun 2016 (Grafik 2.28).
2016. Berdasarkan data pencatatan Bea Cukai, ekspor produk DKI Jakarta pada triwulan IV 2016 tumbuh 0,24% (yoy), membaik dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (-3.48%; yoy), dan kembali tumbuh positif setelah dalam kurun waktu empat triwulan ke belakang selalu tumbuh negatif (Grafik 2.29). Tumbuhnya nilai ekspor barang juga didukung oleh pertumbuhan salah satu produk ekspor unggulan DKI Jakarta, yaitu barang perhiasan4 (Grafik 2.30).
Sejalan dengan ekspor jasa, ekspor barang juga membaik pada triwulan IV 2016 dan melanjutkan tren perbaikan yang telah dimulai sejak awal tahun
800 Ribu orang 750 700 650 600 561 541 550 500 450 400 350 300 I II
733
736
III
IV
657 613
III
IV
539
543
I
II
2015
2016 Jumlah Wisman
Sejalan dengan membaiknya ekspor tersebut, impor DKI Jakarta pada tahun 2016 juga membaik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya, meskipun masih negatif. Impor DKI
70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
I
II III IV I II III IV 2013 2014 Kend. Bermotor dan Suku Cadang
I
II III IV 2015 Perhiasan
I
II III IV 2016 Alat Mekanik
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 2.28 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
Grafik 2.30 Ekspor Produk Unggulan DKI Jakarta
3 Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS Provinsi DKI Jakarta No. 06/02/31/Th. XIX tanggal 1 Februari 2017 perihal Ekspor dan Impor DKI Jakarta. Tiga besar nilai ekspor produk DKI Jakarta menurut golongan barang HS 2 digit adalah kendaraan dan bagiannya, perhiasan/permata, dan mesin-mesin/pesawat mekanik.
20
Ekonomi
Makro Regional
Jakarta tahun 2016 tumbuh -0.73% (yoy), sedangkan pertumbuhan tahun 2015 tercatat sebesar -11.34% (yoy). Membaiknya kinerja ekspor pada tahun 2016 tersebut tidak terlepas dari capaian impor pada triwulan IV 2016 yang tumbuh cukup tinggi, yaitu 10,23% (yoy), dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III 2016 (-3,76%; yoy) dan pertumbuhan pada paruh pertama tahun 2016 yang masih negatif. Pertumbuhan positif kinerja impor DKI Jakarta tersebut terkonfirmasi melalui nilai impor ke DKI Jakarta yang terus melanjutkan tren peningkatan sejak awal tahun lalu, dengan pertumbuhan nilai impor pada triwulan IV 2016 mencapai titik tertinggi selama empat tahun terakhir, yaitu sebesar 13,15% (yoy) (Grafik 2.31). Membaiknya impor DKI Jakarta tersebut merespons pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun 2016, dengan impor barang konsumsi yang mengalami pertumbuhan paling tinggi (20,70%; yoy) dan menopang pertumbuhan impor secara keseluruhan, di samping impor bahan baku dan barang modal yang juga tumbuh positif (Grafik 2.32).
B. Komponen Penawaran (Lapangan Usaha) Lapangan usaha utama Jakarta secara umum mengalami pertumbuhan. Struktur perekonomian Jakarta menurut Lapangan Usaha (LU) pada triwulan IV 2016 masih didominasi oleh empat lapangan utama, yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, industri pengolahan, konstruksi, dan jasa keuangan4. Lapangan
60 Miliar USD
% yoy 15
50 40
20 10 -
I
II
III IV
2014 Nilai Impor
I
II
III IV
I
II
III IV
2015 2016 2014 2015 2016 Pertumbuhan Nilai Impor (Skala Kanan)
usaha utama tersebut secara umum melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, kecuali lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang tumbuh cukup baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Lapangan Usaha Konstruksi Seperti telah diperkirakan sebelumnya, pertumbuhan lapangan usaha kontruksi DKI Jakarta pada tahun 2016 melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi di tahun 2016 sebesar 1,37% (yoy), sedangkan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 3,99% (yoy). Melambatnya lapangan usaha konstruksi juga terjadi pada triwulan IV 2016, dengan pertumbuhan sebesar 2% (yoy), dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (2,09%; yoy). Salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada tahun 2016 adalah karena tertundanya sebagian proyek konstruksi yang direncanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai akibat dari defisit penerimaan pajak dan penundaan pemberian Dana Bagi Hasil dari APBN ke APBD yang akan digunakan untuk pendanaan proyek konstruksi, seperti pembangunan rumah susun, pembangunan dan rehabilitasi gedung sekolah, serta pembangunan jalan dan jembatan. Namun, terdapat indikasi perbaikan kinerja sektor properti ke depan, yang tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit di sektor konstruksi yang sudah mulai menunjukkan tren peningkatan (Grafik 2.33). Selain itu, konsumsi
40 % yoy
10
30
5
20
0
10
-5
30
Bab II
0
-10
(10)
-15
(20)
-20
(30)
-25
(40)
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
2014 2015 2016 2014 2015 2016 Barang Konsumsi Bahan Baku Barang Modal
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 2.31 Pertumbuhan Nilai Impor DKI Jakarta
Grafik 2.32 Pertumbuhan Nilai Impor Barang Konsumsi, Bahan Baku, dan Barang Modal
4 Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS DKI Jakarta No. 09/02/31/Th.XIX tanggal 6 Februari 2017 tentang Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Tahun 2016
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
21
FEBRUARI 2017
% yoy 110.000 Miliar Rp 100.000 90.000 80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Nominal Kredit Konstruksi Pertumbuhan (Skala Kanan)
% (yoy) 1800 Ribu Ton 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Konsumsi Semen gKonsumsi Semen yoy (RHS)
45 40 35 30 25 20 15 10
15 10 5 0 -5 -10 -15 -20
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 2.33 Penyaluran Kredit Sektor Konstruksi
Grafik 2.34 Konsumsi Semen di Jakarta
semen juga mulai membaik meskipun masih tumbuh negatif pada triwulan IV 2016 (Grafik 2.34).
pembangunan dan pemeliharaan sarana pedestrian, di antaranya Kawasan Tanah Abang, Kawasan Istiqlal, penghubung Kota Tua-Museum Bahari, dan kawasan Stasiun Palmerah. Pembangunan rumah susun yang sempat tertunda pada tahun 2016 akibat adanya shortfall pajak akan kembali dilanjutkan di tahun 2017, dengan target pembangunan 11.105 unit yang tersebar di empat wilayah di Jakarta.
Memasuki tahun 2017, pertumbuhan lapangan usaha konstruksi diperkirakan membaik. Hal tersebut salah satunya akan didukung oleh berbagai proyek konstruksi yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pembangunan kontruksi infrastruktur transportasi seperti MRT dan LRT akan terus dilanjutkan, dengan progres pekerjaan sipil MRT per tanggal 31 Januari 2017 telah mencapai 64,71% dan pembangunan LRT yang ditargetkan akan mencapai 70% progres konstruksi fisik pada tahun 2017. Di samping itu, pembangunan infrastruktur kebinamargaan di DKI Jakarta juga akan menjadi pendorong pertumbuhan lapangan usaha konstruksi, antara lain pembangunan flyover Pancoran dan underpass Matraman-Salemba serta
110.000 Miliar Rp 100.000 90.000 80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 1
Dukungan dari sektor swasta diperkirakan akan datang yang tercermin dari semakin meningkatnya pembangunan apartemen di kota Jakarta. Membaiknya tingkat konsumsi masyarakat pada tahun 2016 dan bertambahnya kelas menengah di DKI Jakarta membuka peluang bagi para pengembang untuk menyediakan hunian vertikal di kota Jakarta dalam bentuk apartemen dengan harga yang kompetitif. Hal tersebut juga didorong dengan fakta bahwa semakin sedikitnya lahan yang
% yoy 45 40 35 30 25 20 2
3
4
5
Nominal Kredit Konstruksi
6
7
8
9
10
2016 Pertumbuhan Kredit Konstruksi (Skala Kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.35 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit Konstruksi
22
20
11
12
1 2017
15
Ekonomi
Makro Regional
tersisa di kota Jakarta, sehingga penyediaan hunian dilakukan dalam bentuk vertikal (apartemen/ rumah susun). Selain itu, gaya hidup kaum urban yang menghendaki hunian di tengah kota yang dekat dengan lokasi kantor atau tempat usaha menjadi penarik investor swasta untuk membangun hunian vertikal. Dengan perkembangan demikian, dukungan swasta dalam mendorong lapangan usaha konstruksi akan berdampak positif pada akselerasi pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada triwulan I 2017. Gairah konstruksi swasta juga didukung oleh pembiayaan perbankan, dengan pertumbuhan penyaluran kredit konstruksi masih terus melanjutkan tren peningkatan sejak Maret 2016 (Grafik 2.35).
Lapangan Usaha Industri Pengolahan Membaiknya permintaan berdampak pada pertumbuhan positif lapangan usaha industri pengolahan. Pada tahun 2016, lapangan usaha industri pengolahan tumbuh 3,64% (yoy), dan pada triwulan IV 2016 tumbuh 3,34% (yoy). Meskipun demikian, capaian pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 dan triwulan III 2016 yang masing-masing tercatat sebesar 5,08% (yoy) dan 3,64% (yoy).
Lainnya TPT 11% 6% Mamin 7% Barang Logam 7% Kimia 13%
Alat Angkut 56%
Bab II
Pertumbuhan positif lapangan usaha industri pengolahan di DKI Jakarta pada tahun 2016 tidak terlepas dari kontribusi industri alat angkut di DKI Jakarta yang memiliki pangsa dominan (Grafik 2.36), seperti tercermin pada meningkatnya pertumbuhan produksi mobil (Grafik 2.37), dan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang, khususnya industri alat angkutan yang tumbuh 10,82% (yoy) pada triwulan IV 20165. Dari segi pembiayaan, pertumbuhan positif lapangan usaha industri pengolahan juga tercermin dari pertumbuhan kredit ke sektor industri pengolahan yang mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016, setelah mengalami tren penurunan yang dimulai sejak periode yang sama tahun sebelumnya (Grafik 2.38). Memasuki triwulan I 2017, lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan akan melanjutkan pertumbuhan positif. Perkiraan kondisi permintaan dan konsumsi rumah tangga yang prospektif pada tahun 2017 menjadi faktor yang mendorong pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan. Di samping itu, penjualan mobil pada tahun 2017 yang diperkirakan oleh Gaikindo sebanyak 1,1 juta unit atau tumbuh sebesar kurang lebih 4% dibandingkan realisasi penjualan tahun 2016 juga akan ikut menopang kinerja lapangan usaha industri pengolahan untuk tetap tumbuh positif.
25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20
I
II III IV 2013
I
II III IV I II III IV 2014 2015 Pertumbuhan Produksi Mobil
I
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Sumber: Gaikindo
Grafik 2.36 Pangsa Industri Pengolahan di Jakarta
Grafik 2.37 Pertumbuhan Produksi Mobil
II III IV 2016
5 Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS Provinsi DKI Jakarta No.07/02/31/Th.XIX tanggal 1 Februari 2017 tentang Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Triwulan IV Tahun 2016.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
23
FEBRUARI 2017
250.000 Miliar Rp
% yoy 35 30 25 20 15 10 5 (5) (10) IV
200.000 150.000 100.000 50.000 -
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
Nominal Kredit
IV
I
II
2015
III
IV
I
II
2016
III
gKredit Industri Pengolahan (Skala Kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.38 Penyaluran Kredit Sektor Industri Pengolahan
Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Membaiknya konsumsi rumah tangga pada tahun 2016 berdampak positif pada pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Pada tahun 2016, lapangan usaha perdagangan tumbuh 4,66% (yoy), jauh membaik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2015 (2,67%; yoy). Capaian pertumbuhan pada triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 5,03% (yoy) juga jauh membaik dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (3,45%; yoy). Ekspektasi masyarakat yang mulai membaik di penghujung tahun 2016 mendorong perbaikan konsumsi rumah tangga, sehingga membuat kinerja pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil
160 Indeks 140 120 100 80 60 40 20 0 I
II
Indeks 120 100 80 60 40 20 III IV
2013
I
II
III IV
2014
Indeks Penjualan Makanan Minuman Barang Rekreasi
24
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
0
2016
Indeks Penjualan Barang Rumah Tangga Indeks Total Penjualan
dan sepeda motor membaik pada triwulan IV 2016, setelah sebelumnya menunjukkan tren perlambatan yang dimulai pada awal tahun 2016. Meningkatnya kegiatan belanja masyarakat di penghujung tahun 2016 merupakan faktor terbesar yang mendorong pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Peningkatan belanja rumah tangga tersebut tidak terlepas dari pola belanja masyarakat pada akhir tahun yang cenderung lebih tinggi, khususnya menjelang hari raya Natal dan tahun baru 2017. Hal tersebut juga didorong oleh maraknya potongan harga (diskon) yang ditawarkan oleh pusat perbelanjaan dan retailer, sehingga hal tersebut mendorong masyarakat untuk berbelanja lebih banyak lagi.
2500 Miliar Rp
% yoy 60 50
2000
40
1500
30
1000
20
500 0
10 I
II
III IV
I
II
III IV
I
II
III IV
I
II
III IV
2013 2014 2015 2016 Nominam Kredit Perdagangan Besar dan Eceran gKredit Perdagangan Besar dan Eceran (Skala Kanan)
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.39 Indeks Penjualan Eceran di Jakarta
Grafik 2.40 Kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran di Jakarta
0
Ekonomi
Bab II
Makro Regional
pada triwulan pertama awal tahun dibandingkan periode triwulan akhir tahun.
Membaiknya sektor perdagangan juga tercermin pada indeks Survei Pedagang Eceran (SPE) Bank Indonesia yang meningkat pada akhir tahun 2016, terutama pada indeks penjualan makanan minuman, indeks penjualan barang rumah tangga, serta indeks penjualan barang rekreasi, dan secara umum indeks total penjualan di DKI Jakarta membaik pada akhir tahun 2016 (Grafik 2.39). Namun, penyaluran kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran terlihat bergerak stagnan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.40).
Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi Lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi mencatat perlambatan pertumbuhan. Lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi pada tahun 2016 tumbuh 8.50% (yoy), sedangkan pertumbuhan tahun sebelumnya tercatat 10,72% (yoy). Perlambatan pertumbuhan lapangan usaha jasa keuangan pada tahun 2016 tersebut sejalan dengan penyaluran kredit pada tahun 2016 yang melambat dibandingkan dengan tahun 2015. Penyaluran kredit pada tahun 2016 tercatat tumbuh 7,57% (yoy), dan pertumbuhan pada tahun 2015 tercatat 10,96% (yoy) (Grafik 2.41).
Konsumsi rumah tangga yang diperkirakan membaik pada tahun 2017 akan menjadi penopang kinerja lapangan usaha perdagangan. Namun pertumbuhan lapangan usaha perdagangan pada triwulan I 2017 diperkirakan akan sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh belanja dan konsumsi rumah tangga yang memiliki pola tahunan, yang cenderung lebih rendah
1.600.000 Miliar Rp
% yoy 25
1.400.000
20
1.200.000 1.000.000
15
800.000 10
600.000 400.000
5
200.000 0
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
Nominal Kredit
IV
I
II
III 2016
IV
0 2014
2015
2016
Pertumbuhan Kredit (Skala Kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.41 Penyaluran Kredit di Jakarta
6000 Indeks
% yoy 25
5000 4000 3000 2000 1000 0
I
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 IHSG gIHSG (RHS)
16.000 Rp/USD
20
14.000
15
12.000
10
10.000
5
8.000
0
6.000
-5
4.000
-10
2.000
-15
0
% yoy 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Rata-rata Kurs Tengah gNilai Tukar (RHS)
Sumber: Bursa Efek Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 2.42 Perkembangan IHSG
Grafik 2.43 Perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
25
FEBRUARI 2017
1.500 Miliar Rp
% yoy
1.450 1.400 1.350 1.300 1.250 1.200
1
2
3
4
5
6
2016
Nominal Kredit
7
8
9
10
11
12
1 2017
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 -
Pertumbuhan Kredit (Skala Kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 2.44 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit di Jakarta
Perlambatan lapangan usaha jasa keuangan juga tercermin dari kinerja pasar modal yang melambat di penghujung tahun 2016. Hal tersebut didorong oleh dinamika dan gejolak ekonomi di negara-negara maju seperti Eropa dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dan direalisasikannya penyesuaian Fed Fund Rate (FFR) di Amerika Serikat pada Desember 2016, sehingga mendorong aliran dana keluar dari negara-negara berkembang menuju Amerika Serikat. Keluarnya dana asing tersebut juga berpengaruh pada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Grafik 2.42 dan 2.43). Memasuki triwulan I 2017, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal tersebut terindikasi dari membaiknya kegiatan intermediasi perbankan dalam bentuk penyaluran kredit yang meningkat di bulan Januari 2017 dan tumbuh sebesar 9,05% (yoy) (Grafik 2.44). Di samping itu, rupiah kembali mengalami penguatan pada bulan Januari 2017, yang dipengaruhi oleh momen inaugurasi presiden terpilih AS, Donald Trump, dimana pidato Presiden AS tersebut menunjukkan implementasi kebijakan yang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar. Akibat rencana implementasi kebijakan tersebut, indeks dolar AS kembali melanjutkan pelemahannya pada Januari 2017 dan aliran modal kembali masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
26
Lapangan Usaha Lainnya Lapangan usaha lainnya seperti Informasi dan Komunikasi, serta Jasa Transportasi juga menjadi sektor yang menopang pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2016. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan informasi masyarakat, terjadi perubahan pola komunikasi seluler masyarakat, yaitu dari pemakai telepon (voice) dan short message services (SMS) menjadi pemakai data. Selain itu, penetrasi penggunaan sosial media yang semakin tinggi turut berdampak pada pertumbuhan pembelian dan pemakaian data selular. Tingginya permintaan masyarakat akan data yang lebih cepat, mendorong pelaku usaha untuk terus mengembangkan teknologi informasi agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggannya. Hal tersebut mendorong lapangan usaha informasi dan komunikasi pada tahun 2016 masih tumbuh pada level yang relatif tinggi yaitu sebesar 10,82% (yoy), dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 10,05% (yoy). Semakin maraknya pengguna layanan transportasi yang berbasis aplikasi telepon pintar juga mendorong kinerja pertumbuhan jasa transportasi, di samping moda transportasi umum konvensional seperti bus Transjakarta dan angkutan kereta Commuter
Ekonomi
Makro Regional
Dengan perkembangan tersebut, lapangan usaha transportasi dan pergudangan pada tahun 2016 mencatat pertumbuhan sebesar 11,24% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 9,04% (yoy).
Line dengan jumlah penumpang yang semakin tinggi. Selain itu, pertumbuhan lapangan usaha transportasi juga didorong oleh bertambahnya frekuensi penerbangan dan jumlah penumpang yang melakukan penerbangan melalui bandara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersial yang terus melanjutkan tren peningkatan (Grafik 2.45).
900.000 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0
I
II
2014
III
IV
I
II
Kedatangan
Bab II
III 2015 Keberangkatan
IV
I
II
2016
III
IV
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 2.45 Jumlah Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang di Bandara Halim Perdanakusuma
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
27
FEBRUARI 2017
Dampak Pilkada dan Aksi Massa terhadap Perekonomian DKI Jakarta
BOKS 1
Proses pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlangsung secara serentak tanggal 15 Februari 2017 ikut memberikan dampak positif bagi perekonomian DKI Jakarta. Sebaliknya, pilkada tersebut juga dapat memberikan dampak negatif jika diikuti dengan aksi-aksi yang mengakibatkan berkurangnya aktivitas pedagangan, kegiatan usaha, investasi maupun mobilitas penduduk DKI Jakarta.
Meningkatnya konsumsi yang berasal dari pengeluaran dana kampanye pasangan calon maupun pendukungnya. Berdasarkan data dari KPU DKI Jakarta, pengeluaran dana kampanye dari ketiga pasangan calon di DKI Jakarta mencapai Rp187,4 miliar, yang seluruhnya digunakan untuk pengeluaran modal berupa pembelian kendaraan dan peralatan serta pengeluaran operasional berupa pertemuan terbatas, tatap muka, produksi iklan, operasional posko dan lain-lain. Dana tersebut bersumber dari
25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% I
II
2015
PDRB Konsumsi LNPRT
III
IV
I
II
2016
III
IV
Konsumsi RT Konsumsi Pemerintah
Grafik B.1.1 Pertumbuhan Konsumsi Selama Masa Pilkada 2017
28
dana KPUD serta pasangan calon maupun dari pendukungnya. Persiapan pelaksanaan pilkada yang dimulai pada triwulan III termasuk pemilihan pasangan calon, rapat-rapat internal partai juga ikut memengaruhi pertumbuhan konsumsi LNPRT yang terlihat meningkat cukup tajam dimulai pada triwulan III 2016. Kegiatan pilkada juga secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2016 yang mencapai 5,94% atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 5.05% (yoy), Peningkatan konsumsi terutama terjadi pada penggunaan transportasi dan komunikasi (meningkat dari 6,91% menjadi 7,99% (yoy)); restoran dan hotel (meningkat 5,08% menjadi 6,82%(yoy)); makanan dan minuman (meningkat 3,47% menjadi 4,68% (yoy)) serta pakaian dan alas kaki (meningkat dari 2,59% menjadi 3,90% (yoy)).
10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% I
II
2015
III
IV
I
II
2016
III
IV
Konsumsi RT - Mamin selain restoran - Pakaian & Alas Kaki - Transportasi & Komunikasi - Restoran & Hotel
Grafik B.1.2 Belanja Konsumsi Selama Masa Pilkada 2017
Boks 1
Meningkatnya pertumbuhan beberapa sektor lapangan usaha Besarnya pengeluaran dalam rangka kegiatan Pilkada ikut mendorong pertumbuhan beberapa sektor terkait khususnya sektor transportasi; informasi dan komunikasi; jasa perusahan seperti jasa periklanan, jasa konveksi, jasa percetakan, serta sektor makanan-minuman dan perdagangan. Sektor-sektor tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan terbesar dialami oleh sektor jasa perusahaan yang tumbuh 1,67% dari 8,30% menjadi 9,97% (yoy). Besarnya peranan Pilkada dalam mendorong pertumbuhan di sektor jasa, akomodasi dan makan minum serta perdagangan dan reparasi terlihat jelas pada triwulan IV 2016, dengan pola pergerakan selama 2 tahun terakhir cenderung stabil/menurun (Grafik B.1.3). Dibatasinya jumlah pemasangan alat peraga kampanye oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta ikut mendorong pertumbuhan di sektor jasa perusahan maupun di sektor Informasi dan komunikasi, seiring dengan meningkatnya penggunaan media sosial. Selain dianggap lebih murah, mudah dan fleksibel, penggunaan media sosial juga dinilai efektif dalam menyampaikan pesan-pesan kampanye. Para pasangan calon bisa menyebarluaskan idenya dengan beragam fitur, mulai dari gambar hingga video.
Terpengaruhnya aktivitas bisnis dan perdagangan Selain, dampak positif yang dirasakan, terdapat pula dampak negatif terhadap perekonomian DKI Jakarta terutama jika terjadi aksi massa atau demonstrasi yang dapat berujung pada berkurangnya aktivitas dan kegiatan perekonomian DKI Jakarta. Sebagai contoh, dampak aksi massa yang dilaksanakan pada 4 November 2016 dan 2 Desember cukup memengaruhi jalannya aktivitas ekonomi dan bisnis di kota Jakarta mengingat perserta aksi yang cukup besar dan datang dari berbagai daerah. Efek aksi tersebut berimbas pada menurunnya pengunjung mal, kafe dan restoran. Berbagai acara rapat atau pertemuan di hotel dibatalkan serta beberapa operasional kantor di jalan protokol seperti kawasan Sudirman, Thamrin, Hayam Wuruk, dan Gajahmada pada umumnya meliburkan diri atau masuk setengah hari. Selain itu, pusat-pusat perdagangan seperti Tanah Abang, Glodok, Mangga Dua maupun Cempaka Mas pada umumnya sebagian besar tutup mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan nilai PDRB yang mencapai Rp2.177 triliun pada tahun 2016 atau rata-rata sekitar Rp6 triliun per hari, serta asumsi aktivitas konsumsi yang berkurang 60% dan aktivitas lainnya yang juga berkurang 30% pada saat terjadinya aksi demo tersebut, maka potensi turunnya aktivitas
16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0%
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
Perdagangan & Reparasi Kendaraan Transportasi dan Pergudangan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Perusahaan Sumber: BPS, diolah
Grafik B.1.3 Pergerakan beberapa sektor Lapangan Usaha
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
29
FEBRUARI 2017
30
ekonomi di DKI Jakarta diperkirakan sedikitnya mencapai Rp 2,9 triliun. Hal tersebut didukung pula dengan informasi dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta bahwa perkiraan omzet mengalami kerugian sekitar Rp600 miliar, dengan asumsi 30 ribu pertokoan di pusat ibukota Jakarta yang tutup. Selain itu, terdapat pula jumlah pekerja yang diliburkan yang mencapai 510 ribu jiwa serta UMKM yang tidak beroperasi yang berjumlah sekitar lima ribuan dengan omset masing-masing Rp 2 juta. Kerugian tersebut tidak semata timbul pada saat aksi demo berlangsung, tetapi juga akumulasi dampak pada jelang dan
sesudah aksi demo. Kondisi ini tercermin pula pada kondisi lalu lintas di Ibukota yang lengang, sebagaimana terlihat pada peta berikut.
Grafik B.1.4 Kondisi Lalu Lintas Jakarta pada Saat Normal
Grafik B.1.5 Kondisi Lalu Lintas Jakarta Saat Aksi 4 November
Munculnya beberapa aksi massa juga membuat aparat kepolisian harus mengeluarkan anggaran mencapai Rp76 miliar dalam rangka pengamanan Ibukota berkaitan dengan aksi tanggal 4 November dan 2 Desember 2016. Dana tersebut dikeluarkan untuk mengerahkan aparat kemananan sebanyak 47 ribu gabungan Polri dan TNI yaitu 20 ribu pada tanggal 4 November dan 27 ribu pada tanggal 2 Desember 2016.
Bab III
KEUANGAN PEMERINTAH
Secara keseluruhan, realisasi APBD DKI Jakarta pada tahun 2016 menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Serapan penerimaan mencapai 94,54% dan serapan belanja mencapai 82,15%. Tingginya serapan pendapatan terutama didorong oleh meningkatnya penerimaan pajak, sedangkan kenaikan serapan belanja didorong oleh pertumbuhan belanja tidak langsung. Secara triwulanan, realisasi belanja daerah Pemerintah DKI Jakarta pada triwulan IV 2016 mengalami kontraksi pertumbuhan, namun pendapatan daerah masih tumbuh tinggi. Pendapatan daerah tumbuh 31,13% yoy, meningkat pesat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,51% yoy. Hal tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang merupakan kelompok penyumbang pendapatan daerah terbesar. Sebaliknya, pertumbuhan belanja pada triwulan IV 2016 mengalami kontraksi sebesar 17,31% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 5,41% (yoy). Dari sisi belanja tidak langsung, kontraksi pertumbuhan terutama disebabkan karena adanya base effect kenaikan remunerasi tahun 2015 yang baru dibayarkan pada akhir tahun 2015. Dari sisi belanja langsung, kontraksi pertumbuhan terutama disebabkan karena adanya masalah dalam pengadaan lahan di beberapa SKPD, ditambah dengan pengurangan belanja modal yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta karena penundaan pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) pajak tahun 2016. Dari sisi pembiayaan, realisasi penerimaan pembiayaan mencapai 91,66% sedangkan pengeluaran pembiayaan hanya mencapai 80,46%. Kurang maksimalnya penyerapan pembiayaan disebabkan karena kendala pembebasan lahan yang dihadapi PT. MRT sehingga mengakibatkan terganggunya pekerjaan fisik.
REALISASI PENERIMAAN
REALISASI PENERIMAAN
REALISASI BELANJA
REALISASI BELANJA
SURPLUS (DEFISIT) APBD
78,51%
94,54%
72,10%
82,15%
Rp 6.913,1 M
Kumulatif Tahun 2015
Kumulatif Tahun 2016
Kumulatif Tahun 2015
Kumulatif Tahun 2016
Tahun 2016
Keuangan
Pemerintah
A. Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan daerah dalam APBD tahun 2016 lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015. Pada tahun 2016 realisasi pendapatan mencapai Rp54,04 triliun atau sebesar 94,54% dari anggaran, sedangkan pada tahun 2015 hanya Rp44,21 triliun atau sebesar 78,51% dari anggaran. Dengan demikian pada tahun 2016 terjadi pertumbuhan realisasi pendapatan sebesar 22,23%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam merealisasikan target pendapatan daerah, terutama pajak. Pada tahun 2016 realiasi penerimaan pajak mencapai Rp31,61 triliun atau 95,49% dari target, sedangkan pada tahun 2015 realisasinya hanya Rp29,08 triliun atau 89,24% dari target. Dengan demikian pada tahun 2016, penerimaan dari pajak daerah tumbuh sebesar 8,71%. Apabila dilihat secara triwulanan, pada triwulan IV 2016 pendapatan daerah Provinsi DKI Jakarta meningkat pesat (Tabel 3.1). Pertumbuhan realisasi pendapatan mencapai 31,13% yoy, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,51% yoy. Pendapatan asli daerah (PAD), yang merupakan sumber pendapatan utama Provinsi DKI Jakarta tumbuh 8,87% yoy, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,23% yoy. Meskipun pertumbuhan pajak daerah mengalami perlambatan, hal tersebut dapat diimbangi dengan tingginya pertumbuhan pada lain-lain PAD sehingga pertumbuhan keseluruhan PAD masih terjaga.
Berbeda dengan kondisi triwulan sebelumnya, realisasi dana perimbangan pada triwulan IV 2016 melonjak hampir seribu kali lipat karena adanya peningkatan penerimaan dana bagi hasil (DBH) pajak. Lonjakan tersebut terjadi karena adanya pembayaran atas DBH pajak yang kurang dibayarkan pada tahun anggaran 2015 dengan nilai kurang lebih Rp5 triliun. Hal itu pula yang menyebabkan Provinsi DKI Jakarta hanya melakukan penyesuaian belanja daerah sebesar Rp2,58 triliun, meskipun pada tahun 2016 terjadi penundaan penyaluran DBH pajak sebesar Rp8,08 triliun. Sementara itu, komponen lain-lain pendapatan daerah yang sah mengalami kontraksi hingga 252,60% (yoy), setelah sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 245,08% (yoy). Hal ini disebabkan karena pada tahun 2015 penyaluran hibah untuk MRT lebih banyak dilakukan pada triwulan III, sedangkan pada tahun 2016 dilakukan pada triwulan IV, sehingga pola pertumbuhannya sangat kontras. Selain itu pada tahun 2016 anggaran tambahan penghasilan guru PNSD dan dana BOS tidak lagi masuk ke dalam komponen lain-lain pendapatan yang sah, namun masuk ke dalam dana perimbangan sebagai bagian dari dana alokasi khusus. Melambatnya pertumbuhan pajak tidak terlepas dari turunnya penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), yang merupakan salah satu sumber penerimaan pajak utama (lihat Grafik 3.1). Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan PBB mengalami kontraksi sebesar 39,39% (yoy), setelah tumbuh 11,44% (yoy) pada triwulan III 2016. Hal ini tidak mengherankan mengingat batas waktu pembayaran
Bab III
Tabel 3.1 Pendapatan Daerah DKI Jakarta APBD 2015 APBD 2016 Kumulatif Tw IV Kumulatif Tw IV Tw IV Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi (Miliar Rp) (%) (Miliar Rp) (%) (Miliar Rp) (%)
URAIAN PENDAPATAN PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-Lain PAD DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
44.209,24 33.686,18 29.076,93 459,46 527,28 3.622,51 5.887,27 4.635,79
78,51% 88,73% 89,24% 75,32% 82,39% 87,63% 45,30% 86,68%
54.037,90 37.155,22 31.608,65 674,57 289,16 4.582,84 15.271,66 1.611,02
94,54% 96,50% 95,49% 103,91% 89,04% 103,50% 95,51% 60,36%
16.854,06 10.346,70 8.102,87 254,30 31,77 1.957,76 8.292,26 (1.784,90)
yoy (%)
29,49% 31,13% 26,87% 8,87% 24,48% 3,56% 39,17% 76,47% 9,78% -89,03% 44,21% 57,14% 51,86% 967336,96% -66,87% -153,32%
Sumber: BPKAD DKI Jakarta
PBB tahun 2016 adalah hingga tanggal 31 Agustus. Penurunan ini menunjukkan bahwa wajib pajak lebih disiplin dalam melakukan pembayaran PBB tepat waktu, sehingga tidak melampaui jatuh tempo. Selain itu, adanya kebijakan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait penghapusan sanksi denda PBB pada 2 Juli hingga 2 Agustus 2016 ikut mendorong minat masyarakat untuk melakukan pembayaran PBB pada periode jatuh tempo. Berbeda dengan PBB, penerimaan daerah yang bersumber dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) tumbuh 18,57% yoy, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi hingga 12,71% yoy. Kondisi tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan transaksi jual beli properti di DKI Jakarta sepanjang periode triwulan IV 2016. Hal ini di antaranya dapat dikonfirmasi melalui kenaikan kredit perumahan yang juga menunjukkan
40
250
30
200
20
150
10
100
0
50
-10
0
-20
-50
-30
I
II III 2014
IV
I
II III IV I 2015 BPHTB PBB (rhs)
II III 2016
IV
-100
perkembangan ke arah yang lebih baik (lihat Bab 5, Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan Keuangan dan UMKM). Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya penjualan kendaraan bermotor, pertumbuhan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) juga meningkat. Jika pada triwulan III 2016 pertumbuhannya sebesar 11.30% (yoy), maka pada triwulan IV 2016 pertumbuhannya mencapai 22,90% (yoy). Adanya berbagai program promo atau diskon menjadi daya tarik bagi konsumen untuk membeli kendaraan pada akhir tahun. Sumber pajak utama lainnya yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB) juga mengalami peningkatan pertumbuhan, yaitu dari 15,94% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 22,90% (yoy) pada triwulan IV 2016. Secara rinci, seluruh komponen penerimaan pajak di DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 3.2.
50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
I
II III 2014 g_PKB
Sumber: BPKAD DKI Jakarta
I
II III 2015 g_BBN-KB
IV
II III 2016 g_Penjualan Mobil
Sumber: BPKAD DKI Jakarta
Grafik 3.1 Perkembangan Sumber Pajak Utama DKI Jakarta
34
IV
I
IV
Keuangan
Pemerintah
Bab III
Tabel 3.2 Realisasi Penerimaan Pajak
Jenis Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Air Tanah Pajak Parkir Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Pajak Rokok Total
2015 Kumulatif Tw IV Realisasi Realisasi (%) 6.090,20 4.685,40 1.232,84 1.276,29 2.290,26 608,80 714,97 729,88 105,12 450,94 3.609,34 6.807,84 475,06 29.076,9
100,66% 101,86% 91,32% 85,09% 109,06% 110,69% 39,72% 102,80% 110,65% 106,10% 61,37% 95,89% 113,11% 89,24%
2016 Kumulatif Tw IV Realisasi Realisasi (%) 7.143,53 5.004,00 1.094,90 1.499,80 2.453,44 769,54 894,27 714,84 112,40 465,99 3.903,78 7.020,90 531,27 31.608,65
101,33% 104,25% 104,28% 93,74% 94,36% 109,93% 77,76% 92,24% 112,40% 93,20% 75,80% 98,89% 101,19% 95,49%
Triwulan IV Realisasi Realisasi (%) 1.855,89 1.323,49 275,39 434,70 660,50 233,46 307,94 182,80 35,13 115,73 1.789,25 665,08 223,51 8.102,87
26,32% 27,57% 26,23% 27,17% 25,40% 33,35% 26,78% 23,59% 35,13% 23,15% 34,74% 9,37% 42,57% 24,48%
yoy (%) 7,07% 13,32% -14,68% 6,70% 4,47% 12,57% 32,00% -4,79% 6,57% 1,60% 18,57% -39,39% 27,77% 3,56%
Sumber: BPKAD DKI Jakarta
B. Belanja Daerah Pada tahun 2016 realiasi belanja Pemerintah DKI Jakarta lebih baik diibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2015 realisasi belanja sebesar 43,03 triliun atau 72,10% dari total anggaran, pada tahun 2016 realisasinya sebesar Rp47,12 triliun atau 82,15% dari total anggaran. Dengan demikian pada tahun 2016 terjadi pertumbuhan realisasi belanja sebesar 9,51% (Grafik 3.3). Secara lebih rinci, kelompok belanja tidak langsung mengalami pertumbuhan lebih tinggi yaitu sebesar 14,76%, sedangkan kelompok belanja langsung tumbuh 4,64%. Berdasarkan penyerapannya, belanja tidak langsung memiliki tingkat penyerapan yang lebih tinggi yaitu 90.15%, sedangkan belanja langsung sebesar 75,35%. Terjadinya peningkatan realisasi belanja menunjukkan adanya pengelolaan belanja yang lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan realisasi belanja langsung tidak dapat terserap lebih besar, seperti adanya permasalahan dalam belanja pengadaan tanah karena faktor harga ataupun status tanah yang bermasalah. Adanya efisiensi pelaksanaan anggaran melalui e-catalogue dan lelang konsolidasi, serta peningkatan pengendalian belanja daerah yang lebih akuntabel dan trasparan melalui less cash dan cash management system yang berdampak penyerapan belanja lebih rendah. Masing-masing
komponen belanja secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3.3. Secara triwulanan, pertumbuhan realisasi belanja daerah pada triwulan IV 2016 mengalami kontraksi sebesar 17,31% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 5,41% (yoy). Hal ini disebabkan karena pada tahun 2016 realisasi belanja dilakukan relatif lebih merata pada setiap triwulan, sedangkan pada tahun sebelumnya realisasi belanja lebih banyak dilakukan pada akhir tahun. Dengan demikian terjadi base effect yang mengakibatkan pertumbuhan pada akhir tahun 2016 menjadi rendah (Grafik 3.2). Apabila dilihat berdasarkan kelompok belanja, kontraksi pertumbuhan terjadi baik pada kelompok belanja tidak langsung, maupun pada kelompok belanja langsung. Pada triwulan III 2016, kelompok belanja tidak langsung mampu tumbuh sebesar 37,44% (yoy), sedangkan pada triwulan IV 2016 pertumbuhannya terkontraksi hingga 22,08%. Kontraksi terjadi pada hampir seluruh subkelompok, kecuali pada belanja bantuan sosial dan bantuan keuangan yang memiliki kinerja lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Belanja pegawai, yang merupakan komponen belanja tidak langsung paling besar, mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 31,65% (yoy), turun tajam dibandingkan dengan triwulan III 2016 yang tumbuh sebesar 56,11% yoy. Hal itu disebabkan karena pada tahun 2015 dilakukan peningkatan remunerasi PNS
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
35
FEBRUARI 2017
DKI Jakarta, dan pembayarannya baru dilakukan pada periode triwulan IV 2015, sehingga terjadi base effect yang mengakibatkan belanja pegawai pada triwulan IV 2016 menjadi jauh lebih rendah, dan pertumbuhannya menjadi negatif. Kelompok belanja langsung mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 13,79% (yoy), masih melanjutkan kontraksi yang terjadi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 18,02% (yoy). Kontraksi ini terutama disebabkan oleh penurunan belanja modal yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 24,61% (yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya tumbuh 11,65%. Adanya penurunan belanja modal merupakan akibat dari penundaan DBH pajak tahun
50 %
C. Pembiayaan Hingga akhir tahun 2016, penerimaan pembiayaan telah direalisasikan sebesar 91,66% sedangkan realisasi pengeluaran pembiayaan sebesar 80,46%.
50.000 Rp Miliar
45,32
40
2016, sehingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus melakukan penyesuaian belanja, sebagaimana telah dibahas pada KEKR edisi Agustus 2016. Di samping itu, adanya kendala dalam belanja pengadaan lahan oleh beberapa Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) juga menjadi faktor penghambat realisasi belanja modal, di antaranya rencana pembelian tanah eks Kedutaan Besar Inggris.
42,39 33,80
82,20
17,22 10,99 5,29
3,13
20.000
17,03 17,66 16,77 15,53 13,33 12,60 12,40
60
59,40
0
Tw I
Tw II 2013
2014
Tw III 2015
Tw IV 2016
45,68
40,10
29,45
27,59
10.000
0,85
80
72,10
49,10
20
0
84,60
30.000
30
10
85,10
40.000
36,53
% 100
Rata-rata Tw IV: 75,30%
29,70 14,18
23,00 10,56
5,40
3,07
15,43
0,85
40
28,65
20
10,99
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014 2015 2016
Total Realisasi Belanja Daerah (lhs)
Persentase Realisasi Belanja Daerah (rhs)
Sumber: BPKAD DKI Jakarta
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov. DKI Jakarta
Grafik 3.2 Penyerapan Belanja Triwulanan DKI Jakarta
Grafik 3.3 Realisasi dan Penyerapan Belanja Kumulatif DKI Jakarta
Tabel 3.3 Belanja DKI Jakarta Triwulan III 2016
URAIAN BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Keuangan Belanja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
APBD 2015 APBD 2016 Kumulatif Tw IV Kumulatif Tw IV Tw IV Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi (Miliar Rp) (%) (Miliar Rp) (%) (Miliar Rp) (%) 43.031,32 20.707,21 15.866,06 5,48 659,08 1.717,43 2.087,12 371,15 0,88 22.324,12 1.446,28 10.633,82 10.244,02
72,10% 90,11% 89,91% 11,89% 70,12% 96,20% 99,96% 92,52% 1,21% 60,82% 77,83% 64,76% 55,60%
47.124,82 23.763,82 18.027,34 11,74 903,90 2.161,67 2.452,95 205,48 0,74 23.361,00 1.332,04 13.063,40 8.965,56
Sumber: BPKAD DKI Jakarta
36
82,15% 90,27% 90,50% 39,13% 67,69% 96,85% 97,98% 95,24% 0,83% 75,26% 85,07% 77,54% 71,01%
20.922,92 8.369,16 5.644,26 581,35 550,52 1.388,79 204,18 0,06 12.553,75 626,52 5.316,66 6.610,58
36,47% 31,79% 28,34% 43,53% 24,67% 55,47% 94,63% 0,07% 40,44% 40,01% 31,56% 52,36%
yoy (%) -17,31% -22,08% -31,65% -11,79% -3,03% 23,59% 54,52% -83,47% -13,79% 3,98% 2,44% -24,61%
Keuangan
Pemerintah
Penerimaan pembiayaan tidak terealisasi seluruhnya karena penerimaan pinjaman daerah yang bersumber dari Bank Dunia untuk program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI), atau yang dikenal juga dengan Proyek Darurat Penanggulangan Banjir Jakarta, hanya terealisasi sebesar 88,38%. Selain itu, penerimaan kembali pinjaman daerah yang anggarannya baru muncul setelah APBD-P juga tidak terealisasi.
Bab III
Dari sisi pengeluaran pembiayaan, realisasi kurang berjalan optimal karena adanya kendala dalam proyek MRT terkait pembebasan lahan, sehingga berdampak pada keterlambatan penyelesaian fisik pekerjaan. Dari seluruh anggaran yang dialokasikan untuk proyek MRT, realisasinya hanya mencapai 62,29%. Rincian mengenai pembiayan DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Pembiayaan DKI Jakarta Triwulan III 2016
URAIAN SURPLUS/ (DEFISIT) APBD PENERIMAAN PEMBIAYAAN Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman PENGELUARAN PEMBIAYAAN Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang PEMBIAYAAN NETO Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Tahun Berkenaan
APBD 2015 APBD 2016 Pertumb. Kumulatif Tw IV Kumulatif Tw IV Kumulatif Anggaran Realisasi Realisasi Anggaran Realisasi Realisasi (ctc) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (%) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (%) (3.376,31) 9.459,47 9.160,90 298,57 6.083,15 6.079,05 4,10 3.376,31 -
1.177,92 9.209,78 9.160,90 48,88 5.454,18 79,00 5.371,09 4,08 3.755,60 4.933,52
-34,89% 97,36% 100,00% 16,37% 89,66% 88,35% 99,63% 111,23% -
(203,79) 5.748,79 4.933,52 379,90 435,37 5.545,00 5.545,00 203,79 -
6.913,07 -3392,22% 5.269,28 91,66% 4.933,52 100,00% 335,76 88,38% 4.461,57 80,46% 4.461,57 80,46% 807,71 396,34% 7.720,78 -
486,89% -42,79% -46,15% 586,84% -18,20% -100,00% -16,93% -100,00% -78,49% 56,50%
Sumber: BPKAD DKI Jakarta
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
37
FEBRUARI 2017
Bab IV INFLASI
Inflasi ibukota tahun 2016 relatif rendah. Inflasi tahun 2016 tercatat sebesar 2,37% (yoy), lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Pencapaian ini juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada beberapa tahun sebelumnya. Pencapaian inflasi ibukota terutama dipengaruhi oleh perkembangan harga energi internasional yang masih terjaga, yang kemudian diikuti dengan penurunan harga-harga komoditas energi dan transportasi di Jakarta. Di satu sisi, belum membaiknya permintaan masyarakat akibat aktivitas perekonomian yang belum terlalu bergairah, turut menyebabkan tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand pull) yang relatf terbatas. Di sisi lain, harga pangan secara umum juga masih terkendali, melalui perbaikan manajemen stok dan efisiensi rantai pasokan pangan. Triwulan I tahun 2017 diawali dengan inflasi yang cukup tinggi, sebagai dampak kenaikan tarif listrik dan biaya administrasi STNK. Dengan demikian, tekanan inflasi pada awal tahun 2017 diprakirakan lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya, seiring dengan kebijakan penyesuaian harga komoditas terkait energi oleh pemerintah dan perbaikan ekonomi yang akan mendorong permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.
INFLASI IHK DKI JAKARTA
PERKIRAAN INFLASI IHK DKI JAKARTA
INFLASI NASIONAL
INFLASI IHK DKI JAKARTA
RATA-RATA INFLASI IHK
3,30%
2,5 - 2,9%
3,02%
2,37%
4,95%
Tahun 2015, yoy
Tahun 2016, yoy
Tahun 2016, yoy
Tahun 2016, yoy
Rata-rata 5 tahun, yoy
Inflasi
A. Perkembangan Inflasi Tahun 2016 Inflasi Jakarta pada tahun 2016 tercatat rendah. Inflasi tahun 2016 hanya sebesar 2,37% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (3,30% yoy) serta dari rata-rata lima tahun sebelumnya sebesar 4,95% (yoy)*. Kebijakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal tahun 2016 menyebabkan harga komoditas energi dan produk-produk yang terkait seperti bensin, tarif listrik serta berbagai jenis transportasi menjadi rendah hingga akhir tahun. Selain itu, tingkat permintaan masyarakat yang relatif masih terbatas, didukung oleh nilai tukar yang terkendali, ikut berkontribusi terhadap pencapaian inflasi ibukota yang rendah.
Dari sisi pangan, di tengah berlanjutnya anomali cuaca La-Nina, perbaikan manajemen stok pangan serta efisiensi rantai pasokan melalui pengembangan kerjasama antardaerah, serta didukung oleh komunikasi ekspektasi yang efektif kepada masyarakat, berhasil membawa harga pangan yang relatif terkendali. Seluruh hal tersebut mampu mendukung pencapaian inflasi Ibukota yang juga lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional (3,02% yoy). Berdasarkan pembagian per kelompok komoditas, inflasi yang rendah pada tahun 2016 terjadi pada sebagian besar kelompok barang dan jasa. Kebijakan pemerintah menurunkan harga energi pada awal
10,00 ytd (%) 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 -2,00
Jan
Feb
Mar
Apr 2012
Mei 2013
Jun
Jul 2014
Ags 2015
Sumber: BPS (diolah)
Grafik 4.1 Perkembangan laju inflasi DKI Jakarta
* Tidak menghitung inflasi 2014 karena ada kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi
Sep 2016
Okt
Nov
Des
Bab IV
13,00 % (yoy)
2
11,00
1,5
9,00
1
7,00
0,5
5,00
0
3,00
-0,5
1,00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2012
2013 IHK Jakarta
2014 2015 IHK Nasional
-1
% (qtq)
I
2016
III IV 2015 Inflasi Jakarta
I
II
III
IV
2016 Inflasi Nasional
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Grafik 4.2 Inflasi Jakarta dan Nasional
Grafik 4.3 Inflasi Jakarta dan Nasional Triwulanan
tahun 2016, menjadi penyebab utama rendahnya tekanan inflasi pada komoditas-komoditas terkait energi. Penurunan harga energi seperti BBM bersubsidi dan BBM nonsubsidi juga berpengaruh terhadap komoditas lain, terutama transportasi. Hal tersebut dapat terlihat dari kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mengalami deflasi 1,28% (yoy), jauh lebih rendah dari ratarata lima tahun sebelumnya (4,63% yoy)*. Inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar juga terpantau rendah, yaitu sebesar 2,42% (yoy), yang juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun sebelumnya (3,75% yoy)*.
menjadi lebih kompetitif. Lebih rendahnya tekanan biaya pendidikan terjadi hampir di semua jenjang pendidikan. Penuranan inflasi pendidikan yang paling signifikan terjadi pada tarif Sekolah Menengah Pertama, yaitu dari 13,99% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 2,14% (yoy) tahun 2016.
Perbaikan daya beli masyarakat yang masih terbatas, serta pergerakan nilai tukar yang stabil, turut mendukung rendahnya inflasi DKI Jakarta. Hal itu tercermin dari rendahnya inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Inflasi tahun 2016 pada kelompok tersebut tercatat sebesar 4,02% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun sebelumnya (6,78% yoy)*. Harga komoditas energi yang masih rendah juga memberikan dampak positif bagi biaya produksi berbagai lapangan usaha, sehingga tekanan inflasi dari sisi biaya (cost push inflation) juga relatif terbatas. Dengan demikian harga barang/jasa cenderung bergerak stabil.
Pada kelompok sandang, inflasi yang lebih rendah disebabkan oleh harga emas perhiasan yang cenderung stabil dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sebagai dampak dari harga emas dunia yang relatif rendah serta permintaan yang terbatas. Sentimen terhadapan kenaikan Fed Fund Rate (FFR), membuat harga emas tertekan. Emas sering dianggap sebagai investasi alternatif terhadap dolar. Sehingga jika dolar AS menguat antara lain karena kenaikan FFR, permintaan emas cenderung turun. Selain itu ekonomi Tiongkok yang cenderung melambat menyebabkan turunnya permintaan emas perhiasan dari negara tersebut. Turunnya permintaan emas perhiasan Tiongkok telah memengaruhi permintaan emas dunia, mengingat Tiongkok merupakan salah satu dari dua pasar emas terbesar di dunia. Kondisi tersebut kemudian juga berpengaruh terhadap harga emas perhiasan di Indonesia, termasuk Jakarta. Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 4,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya (5,01% yoy)*.
Komoditas pendidikan juga berkontribusi pada rendahnya inflasi Jakarta tahun 2016. Inflasi Pendidikan turun dari 8,31% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 2,14% (yoy) tahun 2016. Jenis pendidikan yang banyak dan beragam untuk berbagai jenjang pendidikan, menyebabkan harga yang ditawarkan
Inflasi kelompok bahan makanan bergerak relatif terkendali, di tengah berlangsungnya fenomena La-Nina yang menyebabkan hujan berkepanjangan. Penguatan peran dan sinergi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta di bidang pangan, mampu menjaga pencapaian inflasi bahan makanan
* Tidak menghitung inflasi 2014 karena ada kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi
40
II
Inflasi
8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 -1,00 -2,00
Bab IV
% (yoy)
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Perumahan, Rokok & Tembakau Air, Listrik, Gas & BB
Sandang
Rata-rata 2016 pada 5 Tahun Sebelumnya
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi Dan Olah Raga
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2016
Sumber: BPS (diolah)
Grafik 4.4 Inflasi berdasarkan kelompok barang
yang terkendali. Perbaikan rantai pasokan pangan, manajemen stok yang lebih baik serta berbagai kegiatan stabilisasi harga lainnya, membantu menjaga harga pangan dari fluktuasi yang berlebihan. Selain dari BUMD, peran TPID Jakarta melalui program stabilisasi harga, antara lain operasi pasar dan pasar murah yang rutin dilakukan, juga turut menahan gejolak inflasi pangan di ibukota. Inflasi kelompok bahan makanan pada tahun 2016 tercatat sebesar 5,31% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan ratarata lima tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 7,52% (yoy)*. Dari seluruh kelompok barang, hanya kelompok kesehatan yang mengalami inflasi lebih tinggi. Upaya pemerintah meningkatkan akses masyarakat
terhadap fasilitas kesehatan, baik melalui Kartu Jakarta Sehat, maupun BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Adanya fasilitas tersebut menyebabkan jumlah masyarakat yang dapat mengakses fasilitas kesehatan semakin banyak. Hal tersebut mendorong meningkatnya permintaan akan jasa layanan kesehatan.
B. Disagregasi Inflasi Tahun 2016 Berdasarkan disagregasi inflasi, rendahnya inflasi pada tahun 2016 didukung oleh deflasi kelompok administered prices, rendahnya inflasi inti, dan terkendalinya volatile food (Grafik 4.4).
25 %,yoy 20 15 10 5 0 (5) (10)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2012
2013 Inflasi IHK
Core
2014 Adm Price
2015 Volatile Foods
2016
Sumber: BPS, Bank Indonesia (diolah)
Grafik 4.5 Pergerakan disagregasi inflasi DKI Jakarta
* Tidak menghitung inflasi 2014 karena ada kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
41
FEBRUARI 2017
Administered prices Kelompok administered prices kembali mengalami deflasi pada triwulan IV 2016, dan menjadi salah satu penyebab rendah dan terkendalinya inflasi Jakarta. Kebijakan pemerintah terkait harga energi masih memberikan dampak pada deflasi beberapa komoditas energi, terutama bensin, angkutan dan bahan bakar rumah tangga. Penurunan harga energi di Indonesia mengikuti perkembangan harga minyak internasional yang cenderung rendah sepanjang tahun 2016. Dampak dari kebijakan tersebut terlihat dari perkembangan inflasi subkelompok transpor, yang kembali mengalami deflasi sebesar 3,29% (yoy) pada triwulan IV 2016. Penurunan harga BBM nonsubsidi pada triwulan I 2016 seperti pertamax dan pertalite, yang kemudian diikuti pula dengan turunnya tarif BBM bersubsidi pada April 2016, masih memberikan dampak yang cukup signifikan hingga akhir tahun 2016. Turunnya harga komoditas-komoditas tersebut menarik inflasi kelompok administered prices ke bawah. Penurunan harga BBM, baik nonsubsidi maupun bersubsidi
menyebabkan komoditas bensin mengalami deflasi sebesar 11,14% (yoy) pada triwulan IV 2016. Berbagai komoditas angkutan, antara lain angkutan dalam dan luar kota, masih mengalami deflasi. Adanya perayaan hari besar keagamaan, yaitu Natal serta libur akhir tahun 2016, tidak serta merta menyebabkan inflasi Jakarta melaju tinggi. Angkutan dalam kota dan angkutan luar kota, masing masing mengalami deflasi sebesar 2,57% (yoy) dan 4,67% (yoy). Adapun angkutan udara mengalami inflasi yang relatif rendah yaitu 0,33% (yoy). Komoditas lain yang terpantau mengalami deflasi adalah bahan bakar rumah tangga (0,26% yoy), termasuk di dalamnya LPG dan minyak tanah.
Inflasi Inti Belum solidnya perbaikan permintaan masyarakat hingga akhir tahun 2016 turut memengaruhi pergerakan inflasi inti yang terpantau rendah. Tekanan permintaan rumah tangga yang masih
115 USD/Barrel 105 95 85 75 65 55 45 35 25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bloomberg
Grafik 4.6 Pergerakan harga minyak dunia
Tabel 4.1 Komoditas-komoditas Penyumbang Deflasi Administered prices Triwulan IV 2016 Komoditas Administered Prices Utama Penyumbang Deflasi Komoditas Bobot Inflasi (yoy) Kontribusi (yoy) BENSIN ANGKUTAN DALAM KOTA ANGKUTAN ANTAR KOTA TARIP TAKSI SOLAR
3,05% 3,55% 0,93% 0,09% 0,03%
-11,14% -2,57% -4,67% -12,91% -23,06%
-0,34% -0,09% -0,04% -0,01% -0,01%
Komoditas Administered Prices Dengan Deflasi Tertinggi Komoditas Bobot Inflasi (yoy) Kontribusi (yoy) SOALR TARIP TAKSI BENSIN ANGKUTAN ANTAR KOTA ANGKUTAN DALAM KOTA
Sumber: BPS
42
0,03% 0,09% 3,05% 0,93% 3,55%
-23,06% -12,91% -11,14% -4,67% -2,57%
-0,01% -0,01% -0,34% -0,04% -0,09%
Bab IV
Inflasi
7,0 % (yoy)
30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 -5,0 -10,0 -15,0
6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov
2012
2013
2014
Core Inflation
2015 Nilai Tukar (sisi kanan)
2016
Sumber: BPS, Bank Indonesia (diolah)
Grafik 4.7 Pergerakan inflasi inti dan nilai tukar
rendah tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun 2016 yang mencapai 5,49% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun sebelumnya sebesar 5,94% (yoy). Masih terbatasnya konsumsi masyarakat menyebabkan rendahnya insentif untuk menaikkan harga barang dan jasa dalam kelompok inti. Nilai tukar rupiah yang cenderung menguat sejak awal tahun 2016 turut berkontribusi terhadap terjaganya inflasi inti. Rupiah yang cenderung menguat menjadikan harga barang-barang impor, baik bahan baku produksi, barang modal maupun barang konsumsi, menjadi lebih murah. Selain itu, harga energi yang relatif rendah, turut membantu mengurangi tekanan biaya produksi, sehingga harga jual barang dan jasa dari produsen dapat dipertahankan stabil (Grafik 4.7).
1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10
2012
Inflasi kelompok sandang cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi kelompok sandang tercatat sebesar 4,17% (yoy), lebih rendah dari pencapaian triwulan sebelumnya sebesar 6,63% (yoy). Melambatnya inflasi sandang terutama disumbangkan oleh inflasi emas perhiasan
25,0 % (yoy) 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 -5,0 -10,0 -15,0 -20,0
1800 USD/Troy Ounce
1000
Pergerakan inflasi subkelompok makanan jadi yang menurun turut mendukung rendahnya tekanan inflasi inti. Inflasi subkelompok makanan jadi kembali turun, yaitu dari 3,54% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 3,37% (yoy) pada triwulan IV 2016. Capaian inflasi tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata dalam lima tahun sebelumnya (6,89% yoy)*. Harga bahan baku industri makanan jadi cenderung stabil, didukung oleh stabilnya nilai tukar rupiah, serta biaya energi (bensin, listrik dan bahan bakar lainnya) yang relatif rendah.
2013
2014
2015
Sumber: Bloomberg
Grafik 4.8 Pergerakan Harga Emas Internasional
2016
Feb
Apr
Jun
Ags
2015 Emas Internasional
Okt
Des
Feb
Apr
Nillai Tukar
Jun
Ags
Okt
Des
2016 Emas Perhiasan
Sumber: BI, Bloomberg, BPS (diolah)
Grafik 4.9 Pertumbuhan emas internasional, NT& emas perhiasan
* Tidak menghitung inflasi 2014 karena ada kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
43
FEBRUARI 2017
Tabel 4.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Inti Triwulan IV 2016 Komoditas Administered Prices Utama Penyumbang Inflasi Komoditas Bobot Inflasi (yoy) Kontribusi (yoy) KONTRAK RUMAH EMAS PERHIASAN SEWA RUMAH TARIP PULSA PONSEL NASI DENGAN LAUK
5,01% 2,03% 4,25% 1,67% 2,52%
4,09% 8,56% 2,73% 6,70% 3,29%
0,20% 0,17% 0,12% 0,11% 0,08%
Komoditas Administered Prices Dengan Inflasi Tertinggi Komoditas Bobot Inflasi (yoy) Kontribusi (yoy) TARIF GUNTING RAMBUT ANAK BAJU TIDUR RAK PIRING GELAS MINUM SARUNG KATUN
0,03% 0,03% 0,17% 0,07% 0,09%
33,33% 33,33% 30,99% 29,31% 29,07%
0,01% 0,01% 0,05% 0,02% 0,03%
Sumber: BPS
yang juga melambat. Selain itu, biaya produksi sandang yang rendah, termasuk di dalamnya sandang impor akibat pergerakan nilai tukar yang menguat, menyebabkan inflasi sandang bergerak turun. Indeks harga komoditas subkelompok pendidikan pada triwulan laporan terpantau tidak berubah. Seiring dengan berlalunya periode tahun ajaran baru dari beberapa tingkat pendidikan, konsumsi rumah tangga terhadap komoditas-komoditas dalam subsektor pendidikan turut berkurang. Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya tekanan inflasi pada subkelompok pendidikan. Pada triwulan IV 2016, inflasi subkelompok pendidikan tercatat sebesar 2,14% (yoy).
Volatile foods Terjaganya inflasi triwulan IV 2016 tidak terlepas dari terkendalinya inflasi bahan makanan. Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan tercatat sebesar 5,31% (yoy). Pencapaian ini lebih rendah, baik dibandingkan dengan rata-rata inflasi kelompok bahan makanan pada lima tahun sebelumnya yang mencapai 7,52% (yoy)*, maupun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,85% (yoy). Deflasi subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya sebesar 0,12% (yoy) serta rendahnya inflasi subkelompok daging dan hasil-hasilnya, yang tercatat sebesar 2,19% (yoy), menjadi penyumbang utama terkendalinya kelompok bahan makanan. Beras, yang termasuk dalam komoditas subkelompok padi-padian mengalami deflasi (penurunan indeks harga beras). Deflasi beras pada triwulan laporan tercatat sebesar 0,83% (yoy), jauh lebih rendah
dibandingkan dengan pencapaian triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 11,57% (yoy). TPID Jakarta cukup berperan dalam pengendalian harga beras di Ibukota, antara lain melalui perluasan kerja sama antardaerah dalam memasok beras ke DKI Jakarta baik melalui standby buyer beras maupun pengelola Sistem Resi Gudang (SRG). TPID Jakarta, melalui BUMD yang bergerak di bidang pangan, mampu menjaga kesinambungan pasokan di ibukota. Selain itu, kerja sama standby stock beras sebanyak 200.000 ton antara BUMD pangan dengan Bulog, mampu menjaga perputaran pasokan beras di Jakarta apabila terdapat musim paceklik di daerah produsen, yang mengakibatkan berkurangnya pasokan. Di sisi lainnya, adanya impor beras yang masuk pada tahun 2016 serta peningkatan indeks pertanaman (IP), turut mendukung harga beras yang stabil. Harga beras yang stabil dan cenderung turun, mampu menahan laju inflasi kelompok bahan makanan, mengingat bobotnya cukup besar dalam perhitungan inflasi. Harga subkelompok daging dan hasil-hasilnya yang stabil, turut mendukung terkendalinya inflasi bahan makanan. Daging ayam tercatat mengalami deflasi sebesar 1,30% (yoy), jauh lebih rendah dari Desember tahun lalu yang mengalami inflasi sebesar 17,64% (yoy). Terkendalinya harga pakan ternak serta pasokan yang memadai menyebabkan harga daging ayam turun. Harga daging sapi juga relatif stabil, dengan inflasi sebesar 5,50% (yoy), yang juga lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 10,01% (yoy). Upaya TPID Jakarta, melalui salah satu BUMD Pangan, untuk menjaga kesinambungan pasokan dilakukan dengan menyelenggarakan program pembelian sapi dari Provinsi NTT melalui kapal ternak, impor sapi, maupun breeding sapi. Upaya tersebut cukup berdampak pada inflasi yang terkendali.
* Tidak menghitung inflasi 2014 karena ada kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi
44
Inflasi
Bab IV
Tabel 4.3. Komoditas Volatile food Penyumbang Inflasi Triwulan IV 2016 Komoditas Volatile Food Utama Penyumbang Inflasi Komoditas Bobot Inflasi (yoy) Kontribusi (yoy) CABAI MERAH BAWANG MERAH CABAI RAWIT KENTANG TOMAT SAYUR
0,55% 0,48% 0,12% 0,20% 0,18%
45,49% 43,06% 69,77% 27,21% 21,77%
0,25% 0,21% 0,09% 0,05% 0,04%
Komoditas Volatile Food Dengan Inflasi Tertinggi Komoditas Bobot Inflasi (yoy) Kontribusi (yoy) CABAI RAWIT CABAI MERAH BAWANG MERAH DAUN BAWANG KEMBANG KOL
0,12% 0,55% 0,48% 0,06% 0,04%
69,77% 45,49% 43,06% 39,26% 33,79%
0,09% 0,25% 0,21% 0,02% 0,01%
Sumber: BPS
Kinerja volatile food pada triwulan IV 2016 sedikit terganggu oleh fenomena La-Nina. Hujan yang berkepanjangan, terutama di daerah sentra hortikukltura, menyebabkan kerusakan pada komoditas tersebut seperti aneka cabai dan bawang merah (bumbu-bumbuan), sehingga pasokan yang masuk ke ibukota turun. Pada periode tersebut kelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi sebesar 30,70% (yoy). Bawang merah mengalami inflasi mencapai 43,06% (yoy), sementara cabai merah mengalami inflasi sebesar 45,49% (yoy). Walau demikian, deflasi subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, serta relatif stabil inflasi subkelompok pangan lainnya, mampu menahan gejolak bumbu-bumbuan yang berujung pada terkendalinya inflasi bahan makanan.
C. Program Pengendalian Inflasi Tahun 2016 Penguatan koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI serta BUMD yang bergerak di bidang pangan melalui TPID sangat diperlukan untuk memastikan terkendalinya inflasi di Ibukota. Kerjasama dalam pemenuhan stok pangan DKI dengan daerah lain selalu diupayakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Berbagai program TPID, sebagaimana tercantum pada roadmap pengendalian inflasi, akan terus diharmonisasikan dengan berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah melalui programprogram kerja di masing-masing SKPD, terutama yang menyangkut ketahanan pangan dan kelancaran distribusi pangan, serta kebijakan lainnya. Berbagai program yang ada perlu mendapat dukungan komitmen yang kuat dari berbagai pihak agar tercapai kestabilan harga yang dibutuhkan untuk mendorong pembangunan ekonomi Jakarta secara keseluruhan dan berkesinambungan. Pada tahun 2016, program kegiatan TPID Jakarta masih difokuskan pada pencapaian empat hal pokok
yaitu, Ketersediaan pasokan, Kelancaran distribusi, Komunikasi dan Keterjangkauan Harga, (4K). Adapun beberapa contoh program yang telah dilakukan dalam pemenuhan pasokan adalah kerjasama standby buyer beras di beberapa daerah surplus beras, kerjasama standby stock beras dengan Bulog sebanyak 200.000 ton, dan pembelian sapi dari Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan kapal ternak camara. Berbagai upaya tersebut dilakukan agar pasokan pangan ke Ibukota dapat terus berjalan berkesinambungan. Untuk kelancaran distribusi pangan, pembenahan sistem logistik/infrastruktur pendukung terus dilakukan, antara lain pengendalian banjir. Normalisasi sungai yang telah dilakukan semenjak tahun 2014 telah terbukti dapat mengatasi banjir. Pada tahun 2015 dan 2016, tidak terdapat banjir besar yang pada tahun-tahun sebelumnya kerap melanda pada awal tahun. Program tersebut akan terus dijalankan dari tahun ke tahun agar potensi banjir semakin berkurang. Dari sisi komunikasi, upaya pemanfaatan Info Pangan Jakarta (IPJ) dan pendekatan persuasif pengendalian inflasi melalui perluasan public awareness terus dilakukan. Hal itu dimaksudkan agar ekspektasi harga masyarakat dapat lebih terkelola dan inflasi pangan dapat terkendali. IPJ saat ini telah dikembangkan dengan menambahkan data harga dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), sehingga masyarakat mempunyai informasi yang lebih luas mengenai kondisi pangan Provinsi DKI Jakarta. Komunikasi publik mengenai pengendalian inflasi juga dilakukan melalui media lain, antara lain media televisi dan radio. Diskusi dan komunikasi dengan berbagai stakeholder, baik pemangku kebijakan maupun pelaku usaha terkait, juga terus dilakukan, agar program pengendalian inflasi DKI selalu selaras dengan program nasional. Adapun perihal keterjangkauan harga bagi masyarakat, terutama masyarakat bawah dan penghuni rumah susun, TPID secara terencana melakukan kegiatan pasar murah
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
45
FEBRUARI 2017
Gambar 4.1 Roadmap Pengendalian Inflasi DKI Jakarta
KELEMBAGAAN TATA NIAGA 1
2
3
2015
2016
Penguatan koordinasi lintas sektor dan TPID Wilayah Perpanjangan MoU & PKS Penguatan peran BUMD dlm pembentukan harga pasar 1) Penyelesaian masalah kerja sama penyediaan pangan
Percepatan realisasi kerja sama penyediaan pangan Pengoperasian outlet BUMD pangan di pasar utama Jkt Kerjasama langsung dengan sentra agrobisnis
2017 - 2019 Perluasan kerjasama penyediaan pangan Integrasi sistem lelang komoditas pangan di IPJ Strategi price tagging
Batas kewajaran dalam penentuan harga atau pajak & restribusi yang diatur Perda
LOGISTIK/INFRASTR 2
3
Penguatan koordinasi dan kerjasama untuk mendukung perbaikan sistem logistik Pasar darurat saat banjir
Perbaikan sistem logistik pasar sentra distribusi
Optimasi jalur kereta dan angkutan laut untuk perdagangan (short sea shipping)
Normalisasi waduk/ sungai/ drainase (flood mitigation) Pembenahan jalur distribusi vital (infrastruktur laut dan darat) Revitalisasi pasar
DEMAND CONTROL INFORMASI 2
Optimalisasi sistem informasi harga (IPJ) malalui integrasi ke PIHPS nasional
Mendorong efektivitas IPJ dan pesan pengendalian inflasi melalui perluasan public awareness
4
Program diversifikasi pangan
Sosialisasi program pengendalian inflasi (4K) dan Perda terkait harga (menjaga ekspektasi inflasi) Sosialisasi urban farming 2)
LAYANAN PUBLIK 2
Optimalisasi PTSP untuk mengurangi biaya usaha Penambahan Rusun dan utilitas (listrik, gas, air) Peningkatan transportasi massal (penambahan armada & integrasi moda transportasi Jabodetabek) 1 K1
2 K2
3 K3
4 K4
K Koordinasi lintas sektor
1) Dukungan APBD dalam bentuk penyertaan modal 2) Penyediaan bibit komoditas hortikultura strategis kepada masyarakat Sumber: BPS (diolah)
agar masyarakat dapat menikmati pangan dengan harga yang terjangkau. Koordinasi TPID yang baik di Provinsi DKI Jakarta, serta berbagai programnya yang teruji mampu mengendalikan inflasi, telah menjadi rujukan bagi TPID lain untuk melakukan studi banding. Pada tahun 2016, TPID DKI Jakarta menerima tiga kunjungan, yaitu dari TPID Bengkulu, TPID Sumatera Utara dan TPID Tasikmalaya. Selain studi banding, kunjugan tersebut juga diikuti dengan penjajakan kerja sama perdagangan pangan antardaerah. Di sisi lain, TPID DKI Jakarta juga melakukan kunjungan penjajakan kerja sama dengan berbagai daerah lainnya, terutama daerah penghasil komoditas pangan strategis. Berbagai program strategis yang tercantum dalam roadmap pengendalian inflasi DKI Jakarta akan terus diimplementasikan dengan konsisten. Pola kerjasama dan koordinasi pengendalian inflasi di dalam TPID DKI Jakarta akan terus diperkuat,
46
agar target inflasi yang mendukung pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang berkesinambungan dapat tercapai.
D. Tracking Inflasi Triwulan I 2017 Mengawali tahun 2017, inflasi Jakarta pada Januari meningkat dibandingkan dengan Desember 2016. Pada Januari, inflasi tercatat sebesar 0,99% (mtm) atau 3,13% (yoy). Meningkatnya inflasi pada Januari utamanya dipicu oleh naiknya biaya administrasi STNK dan pencabutan subsidi listrik 900 VA tahap pertama (Januari 2017). Dengan kebijakan ini kelompok komoditas administered prices menjadi kontributor utama inflasi Januari 2017. Sementara itu, inflasi inti masih relatif stabil dan inflasi volatile food masih terjaga, kendati fenomena La Nina, masih membayangi dinamikan komoditas dalam kelompok volatile food.
Inflasi
Kelompok administered prices mengalami inflasi setelah pada bulan-bulan sebelumnya selalu deflasi. Di tengah terkendalinya permintaan masyarakat dan harga pangan di Ibukota, kebijakan pemerintah berupa penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL), harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, dan kenaikan biaya administrasi STNK, menjadi pemicu utama inflasi pada awal triwulan I 2017. Terkait TTL, pemerintah melakukan pencabutan subsidi listrik untuk pelanggan golongan 900VA mulai Januari 2017. Kebijakan tersebut rencananya akan dilakukan bertahap sebanyak tiga kali sepanjang tahun 2017. Alasan pemerintah mencabut subsidi listrik pelanggan golongan 900VA yaitu (1) bahwa pelanggan listrik golongan tersebut pada umumnya masuk ke dalam kategori rumah tangga mampu (RTM) secara ekonomi; dan (2) pemerintah hendak meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, dengan mengalihkan subsidi ke daerah lain yang belum terlayani listrik, terutama untuk kawasan Indonesia Timur. Adapun pencabutan subsidi listrik untuk golongan 900VA yang dimulai Januari 2017, menyebabkan Subkelompok Bahan Bakar, Penerangan dan Air mengalami inflasi sebesar 2,07% (yoy). Sebagai respons dari meningkatnya harga minyak dunia jelang akhir tahun 2016 pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi. Kebijakan penyesuaian diberlakukan pada tanggal 5 Januari 2016, dengan kenaikan harga BBM nonsubsidi rata-rata sebesar Rp 300 per liter untuk pertamax, pertalite, dan dexlite. Adanya kebijakan tersebut menyebabkan kelompok Transpor, Komunikasi dan
Bab IV
Jasa Keuangan mengalami inflasi sebesar 1,58% (yoy), lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 0,97% (yoy). Sementara itu, pergerakan berbagai harga komoditas yang tergabung dalam inflasi inti masih relatif terbatas. Kenaikan tarif pulsa telepon seluler (ponsel), seiring penyesuaian tarif oleh beberapa provider telekomunikasi, serta dampak dari pencabutan subsidi listrik terhadap beberapa komoditas yang terkait, antara lain sewa rumah dan kontrak rumah, belum terlalu berdampak pada perkembangan inflasi inti. Konsumsi masyarakat yang relatif belum membaik, di tengah kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2017, terkendalinya ekspektasi inflasi, serta nilai tukar yang cukup stabil, turut mendukung stabilnya inflasi inti secara keseluruhan. Inflasi pangan Ibukota tercatat relatif terkendali. Terjaganya harga pangan terutama bersumber dari harga beras yang tetap stabil. Antisipasi musim panen dan musim paceklik, serta strategi pengadaan beras yang baik menyebabkan pasokan beras di Jakarta tetap terjaga dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, ditengah tiadanya kuota impor beras pada tahun 2017. Dengan upaya ini pergerakan harga beras dapat terjaga normal. Namun, La Nina, yang menyebabkan hujan berkepanjangan, masih menjadi risiko bagi inflasi volatile food. Walau inflasi kelompok bahan makanan tetap stabil pada Januari 2017 (4,16% yoy), subkelompok bumbubumbuan masih mengalami inflasi yang cukup tinggi. Hujan berkepanjangan terutama di daerah sentra produksi, menyebabkan panen yang tidak maksimal.
25,00 % (yoy) 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 -5,00
Bahan Makanan
Padi-padian, Daging dan Umbi-umbian Hasil-hasilnya dan Hasilnya
Ikan Segar
Ikan Telur, Susu dan SayurDiawetkan Hasil-hasilnya sayuran
Rata-Rata Januari 5 tahun Sebelumnya
Kacang - Buah - buahan Bumbu kacangan bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan Makanan Lainnya
Jan - 2017
Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.10 Pergerakan inflasi kelompok bahan makanan
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
47
FEBRUARI 2017
140000
Rp/kg
Ton/Mgu
1800
120000
1600
100000
1400
80000 60000
40.000
30.000
1000
25.000
600
20000
400
15.000
200
10.000
1421431432114314321432532142142142143214325321421432143143143253214214
2014
2015
2016
112.000 102.000 92.000 82.000 72.000 62.000 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
2017
2013
Pasokan Cabai Merah (skala kanan) Cabai Merah Grosir Cabe Rawit Merah Eceran Cabai Merah Eceran Sumber: Info Pangan Jakarta
2014
Daging Ayam
2015
2016 2017 Daging Sapi (skala kanan)
Telur Ayam
Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta
Grafik 4.11 Pasokan dan harga cabai merah di Pasar Induk Kramat jati
Grafik 4.12 Perkembangan harga daging ayam dan sapi, dan telur ayam
13.000 Rp/Kg
70000
Ton/Mgu
12.000 11.000 10.000 9.000 8.000 7.000 6.000
1421431432114314321432532142142142143214325321421432143143143253214214
24000 21000 18000 15000 12000 9000 6000 3000 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 2013 2014 2015 2016 2017 Pasokan Beras PIBC (skala kanan)
Harga Beras Grosir
Harga Beras Eceran
Rp/kg
Ton/Mgu
60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
1100 1000 900 800 700 600 500 400 300 200
1421431432114314321432532142142142143214325321421432143143143253214214
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
2013
2014
Pasokan Bawang Merah (skala kanan) Harga Bawang Merah Eceran
2015
2016
2017
Harga Bawang Merah Grosir
Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta
Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta
Grafik 4.13 Pasokan dan harga beras di Pasar Induk Cipinang
Grafik 4.14 Pasokan dan harga bawang merah di Ps. Induk Kramat Jati
Gambar 4.2 Prakiraan Curah Hujan
Sumber: BMKG
48
122.000
1421431432114314321432532142142142143214325321421432143143143253214214
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
2013
142.000 132.000
20.000
40000
0
Rp/Kg
35.000
1200 800
Rp/Kg
Gambar 4.3 Prakiraan Sifat Hujan
Sumber: BMKG
Inflasi
Kondisi tersebut menyebabkan pasokan bumbubumbuan, terutama cabai rawit merah, ke Ibukota terbatas, yang mendorong harga cabai rawit merah membumbung tinggi. Walau demikian, hujan yang diperkirakan mulai mereda pada Februari-Maret 2017, serta langkah pemerintah untuk menjajaki penggunaan teknologi gudang penyimpanan khusus produk hortikultura (Controlled Atmosphere Storage), diharapkan akan mampu menekan harga bumbu-bumbuan tersebut. Berbagai kebijakan lainnya seperti program kerjasama Standby stock beras dengan Bulog, pasar murah dan perluasan kerjasama pangan antardaerah akan terus dikembangkan agar inflasi pangan tetap terjaga sejak awal tahun 2017. Perkembangan stok pangan di DKI Jakarta hingga Januari masih terkendali, sehingga inflasi volatile food pada triwulan I 2017 diprakirakan tetap terjaga. Volume beras yang masuk ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pada minggu keempat Januari 2017 tetap terkendali. BUMD pangan Jakarta masih mampu menjaga pasokan yang berkesinambungan, sehingga harga beras tetap stabil. Pasokan daging sapi juga masih stabil dengan kecenderungan meningkat. Pengiriman sapi dari NTT masih berjalan lancar, sementara realisasi impor daging sapi juga tetap terjaga. Adapun pasokan yang cenderung turun adalah bumbu-bumbuan, khususnya cabai merah dan bawang merah. Namun, penurunan pasokan diprakirakan hanya sampai akhir triwulan I 2017. Dengan berbagai perkembangan yang ada, inflasi Ibukota pada triwulan I 2017 diprakirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pencabutan subsidi listrik tahap 2 yang akan dilaksanakan pada Maret 2017, akan semakin mendorong laju inflasi DKI Jakarta semakin keatas.
E. Program Pengendalian Inflasi 2017 Merujuk pada fenomena inflasi Jakarta yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal, sejumlah program kerja pengendalian inflasi direncanakan oleh TPID Provinsi DKI Jakarta
Bab IV
pada tahun 2017. Adapun program prioritas pada tahun 2017 tersebut tetap diselaraskan dengan slogan pengendalian inflasi 4K (Ketersediaan pasokan, Kelancaran distribusi, Komunikasi dan Keterjangkauan harga), dan tetap mengacu pada roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun. Program kerja TPID Jakarta pada tahun 2017 merupakan program lanjutan dari yang sudah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya, sebagaimana telah disusun dalam roadmap pengendalian inflasi yang telah disepakati. Intensitas koordinasi lintas wilayah akan semaikin ditingkatkan pada tahun 2017 dalam rangka mempercepat dan mengefektifkan implementasi dari rekomendasi yang diajukan. Perluasan kerja sama antardaerah dalam rangka pemenuhan pasokan akan terus dilakukan, terutama untuk komoditas pangan strategis. Dalam rangka menjaga ketersediaan barang dan keterjangkauan harga, Jakarta akan membangun pusat perkulakan pangan. Pusat Perkulakan tersebut direncanakan akan dibangun di Pasar Induk Kramatjati dengan area seluas ± 5.000 m2. Pusat Perkulakan ini akan dikelola langsung oleh BUMD Provinsi DKI Jakarta, di bawah Unit Pelaksana Pasar Perkulakan. Pusat perkulakan tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan, memperpendek rantai pemasaran barang dagangan di pasar, sehingga pedagang dapat menjual kepada end user (konsumen langsung) dengan harga yang lebih kompetitif. Program revitalisasi pasar tradisional juga terus dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan berbelanja di Ibu kota. Komunikasi kepada publik melalui berbagai media seperti talkshow dan media online, juga akan terus dilakukan secara intensif untuk menjangkar ekpektasi inflasi masyarakat. Sebagai contoh komunikasi yang telah dilakukan adalah kegiatan dalam rangka meluruskan informasi dan persepsi saat kenaikan harga cabai merah yang dilakukan TPID Jakarta dengan Menteri Perdagangan. Melalui komunikasi ini, media masa diharapkan mampu mempublikasikan berita dengan benar, sehingga tidak menimbulkan respons yang kontraproduktif. Dari sisi keterjangkauan harga, TPID akan terus melakukan program pasar murah secara rutin dan terencana di berbagai belahan Ibukota.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
49
FEBRUARI 2017
Bab V
STABILITAS KEUANGAN DAERAH SERTA PENGEMBANGAN KEUANGAN DAN UMKM
Stabilitas keuangan di Provinsi DKI Jakarta masih terjaga di tingkat yang aman. Secara umum, pada tahun 2016 kinerja perbankan menunjukkan peningkatan dengan pertumbuhan aset, penghimpunan dana, dan fungsi intermediasi yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015. Sementara risiko kredit yang masih berada dalam batas yang aman tetap perlu dicermati karena kecenderungan peningkatan Non Performing Loan (NPL) masih terus berlangsung. Namun, pada Triwulan IV 2016, fungsi intermediasi perbankan yang ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami penurunan. Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan dana pihak ketiga yang bersumber dari pembayaran tax amnesti dan belum dapat disalurkan melalui kredit. Dari sisi sektor korporasi dan rumah tangga, walaupun masih memiliki ketahanan yang cukup baik, eksposur perbankan dari kedua sektor tersebut sampai dengan triwulan IV 2016 masih harus dicermati meskipun terdapat penurunan NPL.Penyaluran kredit pada dua sektor utama Provinsi DKI Jakarta yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perantara keuangan dapat meningkat meskipun dilakukan secara selektif dengan menerapkan prinsip kehatihatian. Sementara itu, berbeda dengan penyaluran kredit secara umum, penyaluran kredit di sektor UMKM secara keseluruhan mengalami kontraksi pada triwulan IV 2016 sebesar 0,23%. Seiring dengan hal tersebut, peningkatan risiko kredit yang tercermin dari rasio Non Performing Loan dari sektor UMKM juga perlu dicermati mengingat NPL pada sektor UMKM tercatat sebesar 4% dan berindikasi untuk meningkat.
LOAN-TODEPOSIT RATIO
PERTUMBUHAN DANA PIHAK KETIGA
PERTUMBUHAN KREDIT
PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
NON-PERFORMING LOAN
58,19%
11,39%
7,57%
-0,23%
2,90%
Triwulan IV 2016
Triwulan IV 2016, yoy
Triwulan IV 2016, yoy
Triwulan IV 2016, yoy
Triwulan IV 2016
Stabilitas Keuangan Daerah Serta
Pengembangan Keuangan dan UMKM
A. Perkembangan Kinerja Bank Umum Kondisi Umum Secara keseluruhan, pertumbuhan kinerja keuangan bank umum di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015 meskipun pertumbuhan kreditnya melambat. Pada tahun 2016 total aset tumbuh sebesar 10,2% (yoy) jauh lebih baik dari tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 9,1% (yoy). Sampai dengan triwulan IV 2016, stabilitas industri perbankan DKI Jakarta masih terjaga dengan intermediasi perbankan yang cukup baik. Stabilitas pada industri perbankan
tersebut terlihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang stabil di kisaran 87% (Lokasi Bank) dan 58% (Lokasi Proyek), serta rasio kredit bermasalah yang masih berada jauh di bawah batas 5% (Tabel 5.1). Total aset bank umum di DKI Jakarta pada triwulan IV 2016 menunjukkan perbaikan. Total aset bank umum mencapai Rp4.162 triliun, tumbuh sebesar 10,17% atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 4,64% (yoy). Pertumbuhan tersebut antara lain disebabkan masuknya aliran dana hasil tax amnesty, yang merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan perekonomian dan
Tabel 5.1 Perkembangan Kinerja Bank Umum di Jakarta
No
Keterangan
1 2 3
Total Asset Dana Pihak Ketiga (DPK) Kredit - Lokasi Bank (LB) - Lokasi Proyek (LP) Pertumbuhan (growth) - g_Asset (%, yoy) - g_DPK (%, yoy) - g_Kredit Lokasi Bank (%, yoy) - g_Kredit Lokasi Proyek (%, yoy) LDR - Lokasi Bank (LB) - Lokasi Proyek (LP) Non performing loan (NPL) - Lokasi Bank - Lokasi Proyek Jumlah Bank Jumlah Kantor
4
4
5
6 7
2014 I
2015
2016
II
III
IV
I
II
III
IV
3.003 1.820
3.143 1.913
3.321 2.000
3.463 2.100
3.579 2.153
3.625 2.183
3.778 2.251
3.778 2.220
1.623 1.109
1.706 1.160
1.759 1.186
1.803 1.206
1.806 1.202
1.887 1.263
1.960 1.305
13,43 11,25 20,43 21,84
17,08 12,01 18,45 17,51
15,81 12,37 13,26 11,97
14,50 12,90 11,13 9,39
18,39 18,30 11,24 8,36
15,33 14,10 10,60 8,90
89,20 60,93
89,18 60,61
87,96 59,30
85,83 57,39
83,87 55,81
1,56 1,44 111 551
1,68 1,47 111 576
1,91 1,63 111 574
1,90 1,60 111 569
2,05 1,81 111 564
Sumber : Bank Indonesia
I
II
III
IV
3.775 2.258
3.862 2.282
3.953 2.302
4.162 2.473
2.004 1.338
1.942 1.295
2.024 1.358
2.036 1.355
2.140 1.439
13,77 12,54 11,39 9,99
9,09 5,69 11,18 10,96
6,18 4,86 7,55 7,74
6,53 4,54 7,26 7,51
4,64 2,25 3,90 3,88
10,17 11,39 6,79 7,57
86,44 57,85
87,06 57,96
90,29 60,26
86,03 57,35
88,69 59,49
88,46 58,88
86,56 58,19
2,22 1,79 110 551
2,45 2,02 110 551
2,33 2,11 110 541
2,73 2,57 110 540
2,96 2,68 110 547
3,01 2,76 109 545
2,96 2,90 109 545
Bab V
15%
11%
9% 4%
22%
18,06 %
81,94 %
76,68 %
23,32 %
39%
Bank Persero BPD
BUSN Devisa Bank campuran
BUSN Non Devisa Bank Asing
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Total Asset Bank Umum Jakarta Total Asset Bank Umum Prov. Lain di Pulau Jawa
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1 Komposisi Bank di Jakarta
Grafik 5.2 Proporsi Aset Perbankan di Jakarta
membantu program-program pembangunan. Dilihat berdasarkan kelompok bank, total aset terbesar dimiliki oleh bank swasta nasional, yaitu sebesar 47,9%, diikuti oleh bank pemerintah dan bank asing masing-masing sebesar 35,6% dan 16,5%.
domestik. Salah satu dampak dari tax amnesty yaitu meningkatnya likuiditas perbankan yang tercermin dari peningkatan dana pihak ketiga, yaitu dari 2,25% menjadi 11,39%, yang tersalurkan melalui 21 (dua puluh satu) bank penerima dana repatriasi, baik itu bank pemerintah, bank umum swasta nasional, maupun bank pemerintah daerah.
Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) berdasarkan lokasi Bank di DKI Jakarta pada triwulan IV 2016 meningkat. Rasio NPL tercatat sebesar 2,96%, melanjutkan tren peningkatan sejak tahun 2013. Peningkatan NPL tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian global dan domestik yang belum solid sehingga mengakibatkan terganggunya cash flow debitur dan terbatasnya penambahan pendapatan masyarakat. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan perbankan lebih selektif dalam penyaluran kreditnya. Penyumbang NPL terbesar terutama berasal dari kredit yang disalurkan di luar Jakarta. Hal tersebut tercermin dari rasio NPL berdasarkan lokasi proyek yang lebih rendah dibandingkan dengan NPL lokasi Bank (Tabel 5.1).
Aset Perbankan Pertumbuhan aset perbankan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015 yaitu dari 9,09% menjadi 10,17% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan aset pada triwulan IV 2016 yang meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,64% (yoy). Peningkatan aset tersebut lebih disebabkan karena adanya program pengampunan pajak (tax amnesty) di tengah perlambatan ekonomi global maupun
52
Total Asset Bank Umum yang berada di Pulau Jawa Total Asset Bank Umum yang berada di luar Pulau Jawa
Sejalan dengan longgarnya likuiditas, secara perlahan bank mulai melakukan ekspansi kredit, walaupun masih dilakukan secara selektif dan lebih berhatihati. Dengan demikian pada triwulan IV 2016 kredit (LB) tumbuh 6,79% (yoy), meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar 3,9% (yoy). Pertumbuhan tersebut didominasi oleh peningkatan kredit investasi, yaitu dari 7,92% pada triwulan III 2016 menjadi 8,67% (yoy). Penyaluran kredit tersebut kemudian diikuti oleh peningkatan kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing dari 1,64% dan 3,38% pada triwulan III 2016 menjadi 6,48% dan 4,18% pada triwulan IV 2016. Jika dilihat dalam enam tahun terakhir, pertumbuhan asset selama tahun 2016 merupakan pertumbuhan terendah yang pernah dialami oleh Perbankan di DKI Jakarta dengan tren perlambatan dimulai sejak triwulan II 2015. Faktor penghambat penyaluran kredit di DKI Jakarta antara lain disebabkan kondisi ekonomi yang mengalami perlambatan dan daya saing industri di DKI Jakarta yang mulai menurun, sehingga ikut memengaruhi cash flow debitur dan menyebabkan peningkatan NPL. Selain itu, situasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta yang penuh dinamika membuat sektor swasta cenderung mengambil posisi wait and see, sehingga permintaan
Stabilitas Keuangan Daerah Serta
Pengembangan Keuangan dan UMKM
Bab V
91,00 89,00 87,00 85,00 83,00 81,00 79,00 77,00 75,00 73,00 71,00 69,00 67,00 65,00 63,00 61,00 59,00 57,00 55,00 53,00 51,00 49,00 47,00 45,00
I
II
III
IV
2013 LDR Perbankan Nasional
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
LDR Jakarta (LB)
LDR Jakarta (LP)
III
IV
2016 LDR Perbankan di P. Jawa
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan LDR Bank Umum
kredit untuk investasi dan modal kerja menjadi terbatas. Pada triwulan IV 2016, LDR Lokasi Proyek relatif stabil dibandingkan dengan triwulan III 2016 yaitu sebesar 58,7% sedangkan LDR Lokasi Bank cenderung turun menjadi sebesar 86,6% (Grafik 5.3). Melihat pertumbuhan kredit berdasarkan Lokasi Proyek pada triwulan IV 2016 yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit berdasarkan Lokasi Bank yaitu masing-masing tumbuh sebesar 7,57% (yoy) dan 6,79% (yoy), menunjukkan bahwa peningkatan DPK di Provinsi DKI Jakarta lebih banyak disalurkan untuk kredit-kredit yang berlokasi di Jakarta. Namun, LDR perbankan di Provinsi DKI Jakarta masih lebih rendah dibandingkan dengan LDR Perbankan di Jawa dan Nasional, terutama karena karakteristik DKI Jakarta yang lebih sebagai daerah penghimpun dana.
Secara keseluruhan, aset perbankan di Provinsi DKI Jakarta didominasi oleh bank milik swasta dengan porsi mencapai 47,9%, diikuti kemudian oleh bank pemerintah serta bank asing dan campuran, dengan porsi masing-masing sebesar 35,6% dan 16,5% (Grafik 5.5). Struktur proporsi aset perbankan di Jakarta
(%, yoy) 30
5.100 (Rp. T)
25
4.100
20
3.100
15
2.100
Asset Bank Asing dan Campuran, 19,11%
10
1.100
5
100 -900
Berdasarkan komposisinya, pertumbuhan aset terutama ditopang oleh meningkatnya aset kelompok bank milik pemerintah, yaitu dari 11,70% pada triwulan sebelumnya menjadi 16,47% (yoy) pada triwulan IV 2016. Peningkatan tersebut juga diikuti oleh peningkatan aset pada kelompok bank milik swasta, serta bank asing dan campuran yang tercatat masing-masing tumbuh sebesar 9,33% dan 1,13% dibandingkan dengan triwulan III 2016 yang masing-masing sebesar 4,96% dan -7,84%(yoy) (Grafik 5.4).
0
-5 II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Total Aset Jakarta g_Asset Bank Milik Pemerintah g_Asset Bank Swasta Nasional g_Asset Bank Asing dan Campuran g_Asset di Provinsi Jakarta
Asset Bank Milik Pemerintah, 41,17%
Triwulan IV Asset Bank Swasta Nasional, 39,72%
2016
I
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.4 Perkembangan Aset Perbankan berdasarkan Kelompok
Grafik 5.5 Proporsi Aset Bank Umum berdasarkan Kelompok Bank
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
53
FEBRUARI 2017
3.000.000
70
2.500.000
60
Giro, 29%
50
2.000.000
40
1.500.000
30
1.000.000
20
500.000
10
-
0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Giro Tabungan Deposito % DPK Jakarta terhadap Nasional % DPK Jakarta terhadap Jawa
Deposito, 53%
Komposisi DPK Provinsi DKI Jakarta
Tabungan, 18%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.6 Perbandingan Komposisi DPK Bank Umum
Grafik 5.7 Proporsi DPK DKI Jakarta
pada triwulan IV 2016 relatif tidak berubah selama lima tahun terakhir. Faktor pendorong tumbuhnya aset adalah keberhasilan perbankan di DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi intermediasinya dengan melakukan ekspansi kredit ke daerah lain.
dan tabungan masing-masing sebesar 29% dan 18% (Grafik 5.7). Komposisi tersebut relatif tidak berubah dalam kurun waktu empat tahun terakhir (Grafik 5.6). Dengan tingginya komposisi deposito tersebut, biaya dana menjadi lebih mahal, namun relatif bersifat jangka panjang.
Dana Pihak Ketiga (DPK) Pertumbuhan DPK perbankan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan 2015 yaitu dari 5,69% menjadi 11,39% (yoy). DPK perbankan di DKI Jakarta pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp2.471 triliun atau secara tahunan tumbuh 11,39%, meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2016 yang hanya tumbuh sebesar 2,25%. Peningkatan terutama pada komponen giro sebesar 18,91% diikuti oleh peningkatan pada komponen tabungan dan deposito masing-masing sebesar 13,90% dan 6,91%. Berdasarkan jumlah penghimpunan dana pihak ketiga, DKI Jakarta menjadi tumpuan perbankan nasional, selain sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian. Hal tersebut tercermin dari penghimpunan dana pihak ketiga DKI Jakarta (berdasarkan lokasi bank) terhadap DPK Perbankan nasional yang mencapai 51% (Grafik 5.6). Sedangkan bila dibandingkan dengan perbankan di Jawa, kontribusi DPK DKI Jakarta mencapai 63%. Kontribusi tersebut memiliki tren yang stabil sejak tahun 2010. Komposisi dana pihak ketiga DKI Jakarta pada triwulan IV 2016 lebih didominasi oleh deposito. Porsi deposito tercatat sebesar 53%, diikuti oleh giro
54
Meskipun terdapat perlambatan ekonomi, pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga berdasarkan lokasi bank yang berada di Provinsi DKI Jakarta pada triwulan IV 2016 menunjukkan adanya peningkatan. Penghimpunan dana pihak ketiga tercatat sebesar Rp2.473 triliun atau tumbuh sebesar 11,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 2,25%(yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut lebih disebabkan masuknya dana repatriasi yang berasal dari program pemerintah berupa tax amnesty ke dalam industri perbankan. Pertumbuhan dana pihak ketiga di Provinsi DKI Jakarta ini tercatat lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga di Pulau Jawa dan nasional yang masing-masing tercatat sebesar 10,69% dan 9,60% (yoy) (Grafik 5.8). Peningkatan pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan di Provinsi DKI Jakarta didukung oleh peningkatan seluruh komponen dana pihak ketiga berupa giro, tabungan dan deposito. Pertumbuhan giro pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 18,91% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar negatif 0,83% (yoy). Tabungan tercatat tumbuh sebesar 13,90% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,51% (yoy). Selain itu, deposito juga
Stabilitas Keuangan Daerah Serta
Pengembangan Keuangan dan UMKM
24,00 (%, yoy) 20,00 16,00 12,00 8,00 4,00 0,00
I
II III IV I 2013
g_DPK Perbankan Nasional
II III IV I 2014
II III IV I 2015
g_DPK Perbankan di P. Jawa
II III IV 2016
g_DPK di Provinsi Jakarta
29,00 26,00 23,00 20,00 17,00 14,00 11,00 8,00 5,00 2,00 -1,00
Bab V
(%, yoy)
(%) 2,00 1,90 1,80 1,70 1,60 1,50 1,40 1,30 1,20 1,10 1,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 g_Giro Jakarta
- Suku Bunga Giro (skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.8 Laju Pertumbuhan DPK di Provinsi DKI Jakarta
Grafik 5.9 Pertumbuhan Giro dan Suku Bunga Giro
(%) 30,00 (%, yoy) 2,60 27,00 2,40 24,00 2,20 21,00 18,00 2,00 15,00 1,80 12,00 1,60 9,00 1,40 6,00 1,20 3,00 1,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 g_Tabungan Jakarta - Suku Bunga Tabungan (skala Kanan)
(%) 8,50 30,00 (%, yoy) 27,00 8,00 24,00 7,50 21,00 7,00 18,00 6,50 15,00 6,00 12,00 5,50 9,00 5,00 6,00 4,50 3,00 4,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 g_Deposito Jakarta - Suku Bunga Deposito (skala Kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.10 Pertumbuhan Tabungan dan Suku Bunga Tabungan
Grafik 5.11 Pertumbuhan Deposito dan Suku Bunga Deposito
tercatat tumbuh sebesar 6,91% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,11% (yoy). (Grafik 5.9, 5.10, dan 5.11).
peningkatan penyaluran kredit oleh kelompok bank swasta nasional, khususnya kredit modal kerja dan investasi debitur korporasi, di tengah perlambatan ekonomi, dinamika pilkada dan penurunan daya saing industri di DKI Jakarta. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kredit di Pulau Jawa dan Nasional, pertumbuhan kredit di Provinsi DKI Jakarta tergolong lebih rendah. Di satu sisi, lebih rendahnya pertumbuhan kredit Jakarta tersebut terutama karena melambatnya penyaluran kredit di sektor-sektor unggulan DKI Jakarta seperti sektor perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan perantara keuangan. Di sisi lain, kebutuhan kredit di luar Jakarta, terutama di luar Jawa, cukup besar sehingga mendorong pertumbuhan kredit di Jawa dan nasional yang pada triwulan IV 2016 tercatat masing-masing sebesar 7,54% dan 7,85% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan dana pihak ketiga tersebut tidak diikuti dengan kenaikan suku bunga deposito dan tabungan. Kenaikan suku bunga hanya terjadi pada suku bunga giro, yaitu dari 1,37% pada triwulan III 2016 menjadi 1,66% pada triwulan IV 2016.
Penyaluran Kredit Kinerja kredit bank umum berdasarkan lokasi bank meningkat. Penyaluran kredit meningkat dari 3,9% menjadi 6,79% (yoy) didorong adanya
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
55
FEBRUARI 2017
(%, yoy)
Kredit Konsumsi 17%
28,00 24,00 20,00
Komposisi Kredit Provinsi DKI Jakarta
16,00 12,00 8,00 4,00
I
II III IV I 2013
g_Kredit Nasional
II III IV I 2014
II III IV I 2015
g_Kredit Perbankan di P. Jawa
II III IV 2016
Kredit Modal Kerja 51%
Kredit Investasi 32%
g_Kredit Perbankan Jakarta
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.12 Laju Pertumbuhan Kredit Bank Umum (Lokasi Bank)
40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
II III IV I 2013 g_Kredit Modal Kerja
II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016 g_Kredit Investasi g_Kredit Konsumsi
36,00 33,00 30,00 27,00 24,00 21,00 18,00 15,00 12,00 9,00 6,00 3,00 0,00
(%, yoy)
(%) 10.00 9.50 9.00 8.50 8.00 7.50
7.00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 g_Kredit Modal Kerja - Suku Bunga Kredit Modal Kerja (skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.14 Pertumbuhan Jenis Penggunaan Kredit (Lokasi Bank)
Grafik 5.15 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Suku Bunga Kredit Modal Kerja
35,00 32,00 29,00 26,00 23,00 20,00 17,00 14,00 11,00 8,00 5,00
56
I
Grafik 5.13 Proporsi Kredit DKI Jakarta
(%, yoy)
(%) 10,00 9,50 9,00 8,50 8,00 7,50
7,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 g_Kredit Investasi - Suku Bunga Kredit Investasi (skala Kanan)
(%) 30,00 30,00 (%, yoy) 28,00 28,00 26,00 24,00 26,00 22,00 24,00 20,00 18,00 22,00 16,00 20,00 14,00 12,00 18,00 10,00 16,00 8,00 6,00 14,00 4,00 12,00 2,00 10,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 g_Kredit Konsumsi - Suku Bunga Kredit Konsumsi (skala Kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.16 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi
Grafik 5.17 Pertumbuhan Kredit Konsumsi dan Suku Bunga Kredit Konsumsi
Stabilitas Keuangan Daerah Serta
Pengembangan Keuangan dan UMKM
Berdasarkan jenis penggunaan kredit, komposisi penyaluran kredit di Provinsi DKI Jakarta relatif tidak berubah dalam kurun waktu enam tahun terakhir yaitu didominasi oleh kredit modal kerja. Porsi kredit modal kerja mencapai 51% dari total kredit. Sementara itu komposisi kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 32% dan 17% (Grafik 5.13). Pertumbuhan penyaluran kredit tersebut terjadi pada seluruh jenis penggunaan baik kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi. Pertumbuhan terbesar pada kredit modal kerja, yang secara tahunan tumbuh sebesar 6,48% (yoy) pada triwulan IV 2016 dari 1,64% (yoy) pada triwulan III 2016. Pertumbuhan ini diikuti oleh kredit investasi dan konsumsi yang masing-masing tumbuh sebesar 8,67% (yoy) dan 4,18% (yoy) pada triwulan IV 2016 (Grafik 5.14). Dalam dua tahun terakhir, suku bunga kredit cenderung mengalami penurunan. Rata-rata suku bunga kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi pada triwulan IV 2016 masing-masing sebesar 8,89%, 8,98%, dan 15,31%. Suku bunga tersebut menurun bila dibandingkan dengan triwulan III 2016 yang masing-masing tercatat sebesar 9,06%, 9,0% dan 15,42% (Grafik 5.15, 5.16 dan 5.17). Kondisi perekonomian, baik domestik maupun global yang belum solid, serta perbaikan daya beli masyarakat yang masih terbatas telah menahan permintaan kredit, baik modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Di samping itu, relatif terbatasnya penurunan suku bunga masing-masing jenis kredit tersebut dan peningkatan NPL juga menjadi faktor terbatasnya ekspansi kredit oleh perbankan pada triwulan IV 2016.
4,00 (%) 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00
I
II III IV 2013
NPL Perbankan Nasional
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
NPL Perbankan di P. Jawa
I
II III IV 2016
NPL Perbankan Jakarta
Bab V
Dari sisi risiko kredit, pada triwulan IV 2016, tingkat kualitas kredit perbankan di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan lokasi bank (LB) membaik dibandingkan dengan triwulan III 2016 yaitu rasio NPL kini 2,96% dari sebelumnya 3,01%. Sedangkan berdasarkan lokasi proyek (LP) NPL tercatat sebesar 2.90% atau membaik dari sebelumnya sebesar 2.76%. NPL gross untuk kredit modal kerja pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 1,66% sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan III 2016 yang sebesar 1,69%. Sedangkan untuk NPL kredit investasi dan konsumsi masing-masing relatif stabil dan membaik dibandingkan dengan triwulan lalu yaitu sebesar 0,98% dan 0,32%. Walaupun terjadi penurunan, risiko kredit memiliki kecenderungan meningkat selama tiga tahun terakhir (Grafik 5.18) terutama dipicu oleh peningkatan NPL kredit modal kerja dan investasi (Grafik 5.19). Secara keseluruhan, NPL di DKI Jakarta berdasarkan LP masih lebih rendah jika dibandingkan dengan NPL di Pulau Jawa maupun nasional yang masing-masing tercatat sebesar 2,94% dan 2,91% (Grafik 5.19). Penurunan NPL perbankan di DKI Jakarta pada triwulan IV 2016 lebih disebabkan adanya beberapa usaha yang dilakukan oleh manajemen bank yaitu penjadwalan kembali utang debitur (restrukturisasi kredit), penghapusbukuan dan peningkatan ekspansi kredit. Namun, dengan kondisi belum solidnya perekonomian global dan domestik, rasio NPL ini tetap perlu dicermati pergerakannya agar tidak membebani industri perbankan dan memengaruhi stabilitas keuangan secara keseluruhan. Penyebaran kredit secara spasial terkonsentrasi di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat dengan porsi masing-masing mencapai 51,2% dan 35,2%. Sebaran
2,00 (%) 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Modal Kerja Investasi Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.18 Perbandingan NPL Bank Umum
Grafik 5.19 Perbandingan NPL berdasarkan Jenis Penggunaan
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
57
FEBRUARI 2017
Kota Jakarta Timur 2,52%
Kota Jakarta Utara 4,12% Kota Jakarta Barat 6,91%
Kota Jakarta Pusat 35,23%
Penyaluran Kredit Triwulan IV 2016
Kota Jakarta Selatan 51,22%
Kota Jakarta Barat 9,96%
Kota Jakarta Pusat 32.88%
Dana Pihak Ketiga (DPK) Triwulan IV
Kota Jakarta Selatan 44,56%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.20 Proporsi Penyaluran Kredit secara Spasial
Grafik 5.21 Proporsi Penyaluran DPK secara Spasial
tersebut sejalan dengan penghimpunan DPK yang juga dominan terkonsentrasi di kedua daerah tersebut yang masing-masing tercatat sebesar 44,6% dan 32,9%. (Grafik 5.20 dan 5.21).
dalam pembayaran kredit juga terus meningkat sebagaimana tercermin pada rasio NPL yang mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
B. Stabilitas Keuangan Daerah Ketahanan Sektor Korporasi Sejalan dengan belum solidnya perekonomian global dan domestik, tekanan terhadap ketahanan korporasi masih terus meningkat. Hal tersebut tercermin dari perkembangan pertumbuhan ekonomi berdasarkan lapangan usaha, dan pertumbuhan kredit yang melemah. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha juga mengonfirmasi masih terbatasnya aktivitas dunia usaha di Jakarta, terlihat dari tren pertumbuhan realisasi investasi yang melambat (Grafik 5.22). Tekanan terhadap kemampuan sektor korporasi
25% (qtq)
15% 10% 5% 0% -5% -10%
I
Sektor utama yang perlu mendapat perhatian untuk Provinsi DKI Jakarta antara lain perdagangan besar dan eceran dan industri pengolahan. Pertumbuhan penyaluran kredit terhadap kedua sektor tersebut juga memiliki tren menurun, sejalan dengan pertumbuhannya yang masih relatif rendah (Grafik 5.23). Selain itu, pertumbuhan NPL pada sektor utama di Provinsi DKI Jakarta, yang terdiri dari perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan perantara keuangan, perlu dicermati karena adanya kecenderung peningkatan (Grafik 5.23). Meskipun kinerja korporasi masih ketat, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan adanya perbaikan dalam kegiatan
49,00 44,00 39,00 34,00 29,00 24,00 19,00 14,00 9,00 4,00 -1,00 -6,00
20%
58
Kota Jakarta Timur 4,28%
Kota Jakarta Utara 8,33%
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
(%, yoy)
I
II III IV I 2013
II III IV I 2014
g_Total Kredit g_Kredit Sektor Perantara Keuangan
II III IV I 2015
II III IV 2016
g_Kredit Sektor Industri Pengolahan g_Kredit Perdagangan Besar dan eceran
Sumber: SKDU Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.22 Realisasi Investasi, SKDU
Grafik 5.23 Penyaluran Kredit kepada Sektor Utama Jakarta
Stabilitas Keuangan Daerah Serta
Pengembangan Keuangan dan UMKM
5 (%) 5 4 4 3 3 2 2 1 1 0 I II III IV I 2013 NPL Industri Pengolahan
II III IV I 2014
II III IV I 2015
NPL Perdagangan Besar & Eceran
(%) 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 II III IV 2016 NPL Perantara Keuangan (rhs)
35% (qtq) 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5%
I
II III 2014
IV
I
Realisasi
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
Log. (Realisasi)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: SKDU Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.24 Pertumbuhan NPL Kredit kepada Sektor Utama Jakarta
Grafik 5.25 Perkembangan Saldo Bersih Tertimbang di DKI Jakarta
usaha pada triwulan IV 2016. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT)1 triwulan IV 2016 yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik 5.24). Berdasarkan SKDU, realisasi investasi mencatat pertumbuhan yang lebih rendah yaitu dari 5,06% pada triwulan III 2016 menjadi 4,93% pada triwulan IV 2016 dan memiliki kecenderungan untuk melanjutkan tren perlambatan. Di samping itu, penggunaan tenaga kerja relatif menurun sedangkan kapasitas produksi terpakai relatif stabil dan sedikit menurun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kondisi ekonomi belum maksimal, mengingat aktivitas pelaku usaha masih berada di bawah potensi ekonomi yang dimiliki.
2.500.000 (Rp.Triliun)
Bab V
Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Pada triwulan IV 2016, penyaluran kredit pada sektor korporasi berdasarkan lokasi bank tercatat sebesar 83,22% dari total kredit atau mencapai Rp1.781 triliun. Sedangkan berdasarkan lokasi proyek, pertumbuhan kredit sektor korporasi pada triwulan IV 2016 meningkat menjadi 7,57% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 3,88% (yoy) (Grafik 5.26). Sektor korporasi yang mendominasi pemberian kredit berasal dari Perdagangan dan eceran sebesar 18,66%, Industri Pengolahan 15,93%, dan Perantara Keuangan 15,20%, sedangkan sisanya tersebar di sektor-sektor lainnya (Grafik 5.27).
(yoy) 30% 25%
2.000.000
Perdagangan Besar dan Eceran, 18.66%
20%
1.500.000
15%
1.000.000
10%
500.000
5%
0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Kredit Korporasi Kredit Rumah Tangga g_Kredit (LB) g_Kredit Korporasi g_Kredit Rumah Tangga -
Lainnya, 50,21%
Industri Pengolahan, 15,93% Perantara Keuangan, 15,20%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.26 Proporsi Kredit Korporasi dan Rumah Tangga
Grafik 5.27 Proporsi Kredit Sektor Korporasi
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
59
FEBRUARI 2017
500.000 (Rp.Triliun)
(yoy) 50% 40%
400.000
30%
300.000
20%
200.000
10%
100.000
0%
-
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2013
2014
2015
2016
Industri Pengolahan Perantara Keuangan g_Perdagangan Besar dan Eceran (rhs)
-10%
49,00 44,00 39,00 34,00 29,00 24,00 19,00 14,00 9,00 4,00 (1,00) (6,00)
(%, yoy)
I
II
III
IV
I
2013
Perdagangan Besar dan Eceran g_Industri Pengolahan (rhs)
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
I
II
III
g_Kredit Sektor Industri Pengolahan g_Kredit Sektor Perantara Keuangan g_Kredit Perdagangan Besar dan eceran Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.28 Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama
Grafik 5.30 Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama
Untuk Provinsi DKI Jakarta, pemberian kredit terutama diberikan kepada sektor perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan dan perantara keuangan. Pada triwulan IV 2016, dari ketiga sektor utama tersebut yang mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan adalah perantara keuangan yaitu dari 8,07% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 19,38% (yoy) (Grafik 5.28).
Meskipun rasio NPL lebih baik pada triwulan IV 2016 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, perbankan tetap selektif dalam menyalurkan kreditnya mengingat belum solidnya perekonomian global dan domestik. Pertumbuhan kredit pada tiga sektor utama Provinsi DKI Jakarta pada triwulan IV 2016 cukup bervariatif. Sektor perantara keuangan tumbuh signifikan dari 8,07%(yoy) menjadi 19,38% (yoy) dan sektor industri pengolahan juga mengalami pertumbuhan dari -5,79% (yoy) menjadi 0,6% (yoy). Berbeda dengan kedua sektor tersebut, pertumbuhan kredit sektor perdagangan besar dan eceran melambat menjadi 0,93% (yoy) dari 2,33% (yoy) pada triwulan sebelumnya (Grafik 5.30).
Dari sisi kualitas kredit, penyaluran kredit kepada korporasi untuk beberapa sektor tertentu perlu dicermati. NPL sektor korporasi perbankan yang berlokasi proyek di Provinsi DKI Jakarta tercatat sebesar 3,06% pada triwulan IV 2016. NPL tersebut membaik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,21%. Sektor usaha yang berkontribusi besar dalam menyumbang peningkatan NPL yaitu sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 0,75% dan industri pengolahan sebesar 0,57% dari total kredit bermasalah (Grafik 5.29).
Dilihat dari jenis penggunaan kredit pada sektor korporasi, komposisi kredit modal kerja pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 56%, kredit investasi tercatat sebesar 31%, dan kredit konsumsi sebesar 13% (Grafik 5.31). Hal tersebut mengindikasikan
5,0 (%) Konsumsi 13%
4,0 Investasi 31%
3,0 2,0
Modal Kerja 56%
1,0 0,0
I
II
III
IV
I
II
III
IV
2013 2014 Sektor Korporasi Perdagangan Besar dan Eceran
I
II
III
IV
I
II
III
IV
2015 2016 Industri Pengolahan Perantara Keuangan
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.29 Perkembangan NPL Kredit Korporasi Sektor Utama DKI Jakarta
60
IV
2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.31 Proporsi Kredit Korporasi Berdasarkan Penggunaan
Stabilitas Keuangan Daerah Serta
Pengembangan Keuangan dan UMKM
40,23%
39,71%
59,77%
60,29%
I
37,97%
IV
39,69%
III
62,03%
II
60,31%
I
37,03%
IV
40,52%
III
62,97%
II
2014
59,48%
I
41,83%
IV
41,95%
III
2013
58,17%
41,44%
42,30% 57,70%
II
I
Indeks Keyakinan Konsumen ( IKK ) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ( IKE ) Indeks Ekspektasi Konsumen ( IEK ) Threshold Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
58,05%
41,47%
58,56%
2016
58,53%
2015
41,00%
Jan FebMarApr Mei Jun Jul AgsSep OktNovDes Jan FebMarApr Mei Jun Jul AgsSep Des
41,64%
70
59,00%
80
58,36%
90
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
40,95%
100
Pesimis
110
Optimis
120
Pertumbuhan DPK perseorangan/rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta triwulan IV 2016 tumbuh melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan DPK perseorangan/ rumah tangga pada triwulan laporan tercatat sebesar 9,17% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 2016 sebesar 11,10% (yoy) (Grafik 5.34).
41,64%
130
Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan
58,36%
Dukungan konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta menunjukkan resiliensi yang cukup. Kondisi tersebut diperkirakan mulai meningkat, tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia yang meningkat ke level 116 pada triwulan IV 2016 dari sebelumnya 108 pada triwulan III 2016 (Grafik 5.32). Peningkatan indeks tersebut menunjukkan optimisme terhadap sektor rumah tangga. Selain itu, Survei Konsumen Bank Indonesia mencatat bahwa mayoritas pendapatan di sektor
45,06%
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
59,05%
Ketahanan Sektor Rumah Tangga
rumah tangga digunakan untuk konsumsi (83,99%), sedangkan sisanya digunakan untuk tabungan (11,58%) dan pembayaran cicilan pinjaman (4,843%) (Grafik 5.33). Hal ini menggambarkan bahwa repayment capacity konsumen masih cukup baik, mengingat masih ada bagian dari pendapatan yang ditabung.
54,94%
bahwa kredit kepada sektor korporasi lebih banyak digunakan sebagai modal kerja.
Bab V
II
III
IV
2015
DPK Bukan Perseorangan
2016
DPK Perseorangan
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.32 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 5.34 Komposisi DPK
30%
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Des
2015 Konsumsi Cicilan pinjaman
2016 Tabungan
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 5.33 Penggunaan Penghasilan Rumah Tangga
I
II
III
2013 DPK Total
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
2014
2015 2016 DPK Bukan Perseorangan DPK Perseorangan Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.35 Perkembangan DPK
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
61
FEBRUARI 2017
Komposisi DPK perseorangan/rumah tangga pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 39,71% atau turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 40,23% (Grafik 5.35). Preferensi rumah tangga dalam melakukan simpanan dana, masih didasarkan pada tingkat pengembalian (suku bunga), dengan deposito menempati porsi tertinggi sebesar 50,99%, diikuti tabungan dan giro masing-masing sebesar 39,1% dan 9,91%.
4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011
2012
Sektor Rumah Tangga
2013
2014
Perumahan
2015
Kendaraan
2016
Multiguna
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kredit Perseorangan di Perbankan Grafik 5.37 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga
Sejalan dengan perbaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga (RT), pertumbuhan terhadap penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga juga meningkat. Pada triwulan IV 2016, kredit kepada sektor rumah tangga berdasarkan lokasi proyek tercatat tumbuh sebesar 2,31% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 1,95% (yoy) (Grafik 5.35). Meningkatnya pertumbuhan sektor rumah tangga terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan kinerja kredit di sektor perumahan dan kendaraan bermotor. Meningkatnya penyaluran kredit rumah tangga diikuti dengan membaiknya NPL kredit rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta, yaitu dari 1,97% menjadi 1,89% pada triwulan IV 2016 (Grafik 5.36). Membaiknya NPL tersebut lebih disebabkan karena peningkatan penyaluran kredit di sektor rumah tangga yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kredit bermasalahnya. Meskipun kredit rumah tangga meningkat, pada triwulan IV 2016 Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012
2013
Perumahan (Rp.Triliun) g_Perumahan (yoy)
2014
2015
Kendaraan (Rp.Triliun) g_Kendaraan (yoy)
2016 Multiguna (Rp.Triliun) g_Multiguna (yoy)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.36 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
62
30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40% -50%
masih mengalami kontraksi sebesar 0,87% (yoy), kendati lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami kontraksi sebesar 3,95% (yoy). Membaiknya pertumbuhan kredit tersebut lebih disebabkan adanya peningkatan pemberian kredit untuk rumah tinggal di bawah tipe 21 dan kepemilikan ruko/rukan (Grafik 5.38). Selain itu, pada triwulan IV 2016, kredit kendaraan bermotor juga tumbuh meskipun mengalami kontraksi sebesar 2,76% (yoy). Perkembangan itu tetap lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar -5,35% (yoy). Hal tersebut disebabkan meningkatnya pertumbuhan kredit sepeda motor sebesar 10,11% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 28,05% (Grafik 5.39). Peningkatan penjualan kendaraan bermotor ini juga dikarenakan adanya penawaran-penawaran dari pihak dealer berupa diskon akhir tahun terhadap unit-unit yang belum terjual.
200% (yoy) 150% 100% 50% 0% -50% -100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.38 Perkembangan Kredit Kepemilikan Rumah s.d. Tipe 21
Stabilitas Keuangan Daerah Serta
Pengembangan Keuangan dan UMKM
80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% -20,00% -40,00% -60,00% -80,00% -100,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.39 Perkembangan kredit sepeda motor
Pada triwulan IV 2016, penyaluran kredit multiguna mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit multiguna turun dari 7,36% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 5,23% (yoy). Perlambatan tersebut lebih disebabkan oleh kredit untuk pemilikan televisi, radio, dan alat elektronik yang tumbuh melambat menjadi 1,3% (yoy), dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 31,7% (yoy).
C. Pembiayaan UMKM Penyaluran kredit kepada sektor UMKM oleh perbankan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 tidak sebaik tahun 2015 yang tumbuh sebesar 5,44% (yoy). Pada tahun 2016, kredit kepada sektor UMKM mengalami kontraksi sebesar 0,23% terutama karena belum solidnya perekonomian domestik sehingga
perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kreditnya. Namun, secara historis, sektor UMKM telah terbukti sebagai sektor yang tahan terhadap krisis dan turut berperan sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kelebihan sektor ini dibandingkan dengan sektor lainnya antara lain fleksibilitas operasional, kecepatan inovasi, dan struktur biaya rendah, serta dapat menciptakan lapangan kerja di Indonesia, mengingat sektor tersebut menyerap tenaga kerja terbanyak di sektor industri. Kelebihan sektor UMKM dibandingkan dengan sektor lainnya tersebut membuat adanya ruang bagi pengembangan UMKM oleh perbankan di Provinsi DKI Jakarta. Namun, dampak dari belum solidnya perekonomian global dan domestik juga berimbas kepada sektor UMKM. Hal tersebut tercermin dari menurunnya pertumbuhan kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek pada triwulan IV 2016 menjadi negatif 0,23% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar 1,3% (yoy) (Grafik 5.40). Dari segi penggunaan, kredit UMKM didominasi oleh kredit modal kerja sebesar 71%, sedangkan komposisi untuk kredit investasi dan konsumsi masing-masing sebesar 29% dan 0% (Grafik 5.41). Pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh meningkatnya kredit modal kerja, yang tumbuh sebesar 4,54% (yoy), membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,34% (yoy). Sementara itu, kredit UMKM untuk investasi masih tumbuh negatif pada triwulan IV 2016 dengan cerukan yang lebih dalam
(%, yoy) 30,00%
2.500
0%
25,00%
2.000
20,00%
1.500
15,00%
1.000
10,00%
29%
5,00%
500 0
Bab V
0,00% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012
2013
Total Kredit (LB) g_Kredit (skala kanan)
2014
2015
71%
-5,00%
2016
Total Kredit UMKM (LP) g_Kredit UMKM (skala kanan)
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.40 Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 5.41 Proporsi UMKM triwulan IV 2016
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
63
FEBRUARI 2017
dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu dari 5,12% (yoy) menjadi 10,16% (yoy). Pertumbuhan kredit invesatasi UMKM yang masih negatif tersebut sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta, serta aktivitas investasi swasta yang juga masih rendah. Terbatasnya akses pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan dari perbankan di satu sisi antara lain disebabkan kurangnya keahlian sumber daya manusia (SDM) perbankan yang memahami mengenai UMKM. Di sisi lain, kondisi pelaku UMKM sendiri yang belum memenuhi persyaratan juga menjadi tantangan di dalam mendapatkan pendanaan dari sektor perbankan. Sejalan dengan pertumbuhan yang masih melambat, pangsa kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 1,9% (yoy), dari sebelumnya sebesar 6,6% (yoy) pada triwulan III 2016. Jika dilihat dari jumlah rekening debitur berdasarkan lokasi proyek, sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebanyak 522.127 rekening, yang terdiri dari UMKM skala mikro sebanyak 390.881 rekening, UMKM skala kecil dan menengah masing-masing sebanyak 76.740 rekening dan 54.506 rekening. Sementara itu, berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi DKI Jakarta tahun 2014, jumlah UMKM tercatat sebesar 930 ribu, yang terdiri dari 92 ribu usaha mikro, 683 ribu usaha kecil dan 154 ribu usaha menengah. Berdasarkan data tersebut, persentase UMKM di Jakarta yang memperoleh akses kredit kepada perbankan baru sekitar 59,62%.
Sektor Lain 20% Industri Pengolahan 15%
Perdagangan Besar dan Eceran 50%
Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 15% Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.43 Proporsi Penyaluran Kredit berdasarkan Sektor Ekonomi
Dari sisi penyaluran kredit secara sektoral berdasarkan lokasi proyek, mayoritas disalurkan kepada tiga sektor utama yaitu, sektor perdagangan besar dan eceran (50%), sektor usaha real estate, persewaan dan jasa perusahaan (15%) dan sektor industri pengolahan (15%) (Grafik 5.43). Pertumbuhan kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran tercatat sebesar 4,99% (yoy) atau meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2016 yang tumbuh 2,93% (yoy). Sebaliknya, terjadi penurunan pada kredit UMKM sektor usaha persewaan, real estate dan jasa perusahaan yang hanya tumbuh sebesar 2,34% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 20,48% (yoy). Hal serupa juga terjadi pada kredit UMKM sektor industri pengolahan, yaitu sebelumnya tumbuh sebesar 4,31% (yoy), kemudian turun signifikan menjadi negatif 2,09% (yoy) pada triwulan IV 2016.
7,00%
-Kredit Mikro 8,49%
6,00% -Kredit Kecil 14,72%
Triwulan IV 2016
5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00%
-Kredit Menengah 76,80%
64
0,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011
2012 2013 Modal Kerja
2014 2015 Investasi
2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.42 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM berdasarkan Skala Usaha
Grafik 5.44 Perkembangan NPL Kredit UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan
Stabilitas Keuangan Daerah Serta
Pengembangan Keuangan dan UMKM
25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% -5,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012 Mikro
2013 Kecil
2014 2015 Menengah
2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.45 Perkembangan NPL Kredit UMKM berdasarkan Kategori
Dari sisi kualitas kredit, tingkat non-performing loan (NPL) kredit UMKM perlu diwaspadai. Pada triwulan IV 2016, NPL kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek di Provinsi DKI Jakarta berada pada level 4,01%, meningkat dari sebelumnya sebesar 3,62%. Peningkatan angka NPL tersebut didorong dari kredit modal kerja dan kredit investasi, yang masing tercatat sebesar 4,28% dan 3,35% dari sebelumnya sebesar 3,78% dan 3,24% (Grafik 5.44). Peningkatan terutama berasal dari kredit skala menengah (Grafik 5.45). Dalam rangka mendorong peningkatan penyaluran kredit bagi UMKM, berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Daerah untuk menjadikan pelaku UMKM bankable, sehingga dapat mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan. Upaya yang dilakukan
Bab V
antara lain melalui (1) penyediaan lokasi binaan (lokbin) dan lokasi sementara (loksem) bagi UMKM; (2) pendataan dan pemberian surat izin usaha; (3) sertifikasi BPOM bagi UMKM kuliner; dan (4) pemberian bantuan untuk peningkatan usaha. Selain itu, Pemerintah Daerah juga mendorong sinergi antar-BUMD yang dimilikinya untuk meningkatkan kapasitas dan penyaluran kredit UMKM. Salah satu contoh sinergi tersebut adalah kerjasama antara Bank DKI dengan PD Pasar Jaya dalam menyalurkan kredit kepada para pedagang di lingkungan PD Pasar Jaya. Di samping itu, Pemerintah Daerah juga memberikan bantuan modal usaha dan gerobak untuk membantu usaha kecil menengah di kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK) serta di rumah susun. Upaya lain untuk mendukung peningkatan akses keuangan UMKM juga dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta dalam bentuk program pengendalian inflasi dan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL). Program tersebut dijalankan untuk meningkatkan kapasitas UMKM dan memfasilitasi akses terhadap input, produksi, pasar dan keuangan. Bank Indonesia juga memberikan bantuan teknis kepada UMKM, Business Development Services (BDS), pendamping UMKM, Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) dan lembaga atau institusi terkait lainnya melalui penyediaan informasi maupun capacity building tentang pencatatan transaksi keuangan, manajemen keuangan, penguatan kelembagaan, business coaching dan kegiatan lainnya.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
65
FEBRUARI 2017
Bab VI
SISTEM PEMBAYARAN
Sejalan dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2016, aktivitas transaksi keuangan masyarakat baik secara tunai maupun nontunai mengalami mengalami peningkatan. Dari sisi transaksi tunai, peningkatan terlihat dari aliran uang tunai yang mengalami net outflow. Sedangkan dari sisi nontunai juga terlihat dari peningkatan transaksi yang menggunakan sistem kliring nasional (SKN-BI).
PERTUMBUHAN PENARIKAN UANG KARTAL
PERTUMBUHAN PENYETORAN UANG KARTAL
JUMLAH TEMUAN UANG PALSU
PERTUMBUHAN TRANSAKSI RTGS
PERTUMBUHAN TRANSAKSI RITEL DENGAN SKN-BI
37,48%
-45,89%
84.368 lbr
8,47%
9,31%
Triwulan IV 2016, qtq
Triwulan IV 2016, qtq
Tahun 2016
Triwulan IV 2016, qtq
Triwulan IV 2016, qtq
Sistem
Pembayaran
A. Pengelolaan Uang
dalam negeri atau berlibur ke luar negeri, sehingga penarikan uang tunai dibutuhkan untuk bekal berlibur.
Pada triwulan IV 2016, Provinsi DKI Jakarta mengalami net outflow yang cukup tinggi (Tabel 6.1), sejalan dengan perputaran uang di kawasan Jawa dan total perputaran uang secara nasional yang juga mengalami net outflow. Tingginya penarikan uang dari kas Bank Indonesia (outflow) disumbang oleh meningkatnya kebutuhan dan belanja masyarakat di akhir tahun, khususnya menjelang natal dan tahun baru. Di samping itu, periode akhir tahun sering digunakan untuk berlibur, baik berlibur di
Tingginya penarikan uang tunai dari kas Bank Indonesia tersebut dapat terlihat dari tingkat outflow uang kartal yang tercatat sebesar Rp42,93 triliun atau naik sebesar 37,48% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, tingkat penyetoran (inflow) tercatat sebesar Rp21,49 triliun atau terkoreksi sebesar 45,89% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Dengan
Tabel 6.1 Perkembangan Transaksi Uang Kartal Indikator (Rp Miliar)
2015
2013
2014
Q3
Q3
Q1
Q2
2016 Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Penarikan / Outflow
48.081,61
45.470,01
26.396,33
44.171,17
44.973,29
48.208,63
29.969,98
66.491,08
31.224,42
42.928,23
Penyetoran / Inflow
29.737,95
31.870,02
25.727,43
22.697,61
33.748,41
18.251,38
31.644,33
22.837,69
39.713,81
21.488,62
Net Flow
18.343,66
13.599,99
668,89
21.473,56
11.224,88
29.957,25
(1.674,35)
43.653,39
(8.489,40)
21.439,62
Sumber: Bank Indonesia
50 Rp Triliun
10 (%,yoy)
40
Rp Triliun 50 40
8
30
30
20
6
20
10
4
10
-
0
2
(10)
(10) (20)
-
(20) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2013
Outflow (Penarikan)
2014
2015
Inflow (Penyetoran)
2016
Net Flow
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2013
PDRB Jakarta
2014
2015
Inflasi Jakarta
2016
Net Flow (skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 6.1 Perkembangan Inflow – Outflow Uang Kartal
Grafik 6.2 Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Net Flow
Bab VI
demikian, posisi aliran uang kartal pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp21,44 triliun (net outflow), berbeda dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami net inflow sebesar Rp8,49 triliun. Selain pengelolaan aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia dalam pengelolaan uang Rupiah adalah memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money Policy), di antaranya melalui pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) secara rutin. Pada periode triwulan IV 2016, nilai nominal pemusnahan UTLE tercatat sebesar Rp6,49 triliun atau sebesar 30,18% dari jumlah uang kartal yang masuk ke kas Bank Indonesia (Grafik 6.3). Nominal pemusnahan UTLE pada tahun 2016 yang tercatat secara akumulasi sampai dengan triwulan IV sebesar Rp33,01 triliun, meningkat dibandingkan dengan posisi akumulasi pada akhir tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp29,43 triliun, atau meningkat 12,16%. Meningkatnya pemusnahan UTLE tersebut dipengaruhi oleh peluncuran uang Rupiah emisi tahun 2016, atau lebih dikenal dengan Uang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peluncuran uang NKRI yang dilakukan pada tanggal 19 Desember 2016 sangat diminati oleh masyarakat Jakarta. Hal tersebut mendorong penukaran uang emisi lama dalam jumlah besar, yang sebagian memiliki kondisi tidak layak edar, dengan uang NKRI. Berkaitan dengan peluncuran uang NKRI tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia juga semakin menggalakkan kegiatan edukasi dan sosialisasi uang rupiah, baik melalui koran, radio, videotron, maupun poster, kepada audiens yang beragam, antara lain kalangan perbankan, TNI, penegak hukum, Pemerintah Provinsi, dunia usaha,
10 Rp Triliun
45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
8 6 4 2 Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Pemusnahan
Q1
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
Q3
2016
% Pemusnahan Thd Inflow (skala Kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 6.3 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
68
Q4
organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, jajaran manajemen PD Pasar Jaya, serta kalangan nelayan. Edukasi dan sosialisasi tersebut dilakukan untuk mengklarifikasi pemberitaan-pemberitaan negatif seputar peluncuran uang Rupiah, dan juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar senantiasa memperlakukan uangnya dengan lebih baik, antara lain dengan menjaga uang kertas agar tetap kering, serta tidak meremas, melipat, dan menstaples uang kertas, sehingga uang akan selalu bersih dan tidak mudah lusuh. Hal ini juga akan berdampak positif terhadap jumlah lembar uang dengan kondisi fisik yang layak edar, dan usia edar uang kartal tersebut menjadi lebih panjang. Sementara itu, selama tahun 2016, penemuan uang palsu di DKI Jakarta, yang masuk melalui laporan serta setoran perbankan ke Bank Indonesia, tercatat terus melanjutkan tren peningkatan. Jumlah temuan uang palsu pada tahun 2016 tercatat sebesar 84.368 lembar, atau naik sebesar 49,04% (yoy) jika dibandingkan jumlah temuan uang palsu tahun 2015 yang tercatat sebesar 56.606 lembar (Grafik 6.4). Selain menunjukkan masih tingginya angka kriminalitas terkait pencetakan dan penyebaran uang palsu, meningkatnya temuan uang palsu juga mencerminkan semakin teredukasinya masyarakat dan dunia perbankan untuk menyampaikan laporan kepada penegak hukum dan Bank Indonesia. Untuk terus meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat, Bank Indonesia senantiasa melakukan penanggulangan yang bersifat preventif maupun represif. Tindakan preventif dilaksanakan melalui program edukasi dan sosialisasi keaslian uang rupiah secara berkala, mengembangkan desain
90 Ribu Lembar 80 70 60 50 40 30 20 10 2013
2014
2015
Temuan Uang Palsu Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 6.4 Statistik Uang Palsu
2016
Sistem
Pembayaran
uang Rupiah dengan unsur pengaman yang lebih baik, serta meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait. Sementara itu, upaya penanggulangan secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan dan perundang - undangan yang berlaku.
700 Dalam Rp. Triliun 600 500 400 300 200 100 0
I
II
III IV
2013
B. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Sejalan dengan meningkatnya aktivitas transaksi pembayaran tunai, aktivitas transaksi pembayaran nontunai pada triwulan IV 2016 juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selama triwulan IV 2016, penyelesaian transaksi ritel melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI), baik yang berbasis kredit maupun debet, tercatat sebanyak 21,35 juta transaksi dengan nilai sebesar Rp497,17 triliun (Grafik 6.5). Jumlah penyelesaian transaksi ritel tersebut meningkat 2,94% (yoy) dibandingkan transaksi akhir tahun 2015 yang tercatat sebesar 20,74 juta transaksi dengan nilai nominal sebesar Rp628,16 triliun. Berdasarkan jenisnya, Sistem Kliring Nasional (SKN) dibagi menjadi SKN berbasis Data Keuangan Elektronik (DKE) dan SKN berbasis warkat (kliring debet). SKN berbasis DKE atau yang biasa disebut kliring kredit, tercatat mengalami peningkatan. Kegiatan transaksi menggunakan SKN berbasis DKE tersebut tercatat sebanyak 18,83 juta transaksi dengan nilai nominal sebesar Rp359,86 triliun. Transaksi menggunakan SKN berbasis DKE tersebut mengalami peningkatan 5,44% (yoy) dibandingkan transaksi pada periode akhir tahun 2015, sedangkan
Dalam Triliun Rupiah 700
25,00 Dalam Juta Lembar
600
20,00
500
2013
II
III IV
2014
Lembar
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
Nominal (skala kanan)
0
II
III IV
2016
20,000 15,000
5,000
I
I
25,000 Dalam Ribu Lembar
10,000
III IV
III IV
Sedangkan transaksi yang menggunakan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS-BI) mengalami peningkatan secara nominal sebesar 8,47% (qtq) dari sebelumnya Rp2.683,4 triliun menjadi Rp2.910,8 triliun dengan jumlah transaksi sebanyak 720.21 ribu transaksi pada triwulan IV 2016.
200
II
II
2015
Sementara itu, penggunaan SKN berbasis warkat (kliring debet) pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan. Pada triwulan IV 2016 terdapat 2,52 juta transaksi dengan nilai nominal Rp173,3 triliun. Jumlah transaksi tersebut lebih rendah 12,56% (yoy) dibandingkan dengan jumlah transaksi periode yang sama tahun sebelumnya, sedangkan dari nominalnya juga mengalami kontraksi 7,97% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama triwulan sebelumnya.
300
I
I
jika dilihat secara nominal mengalami kontraksi 24,86% (yoy) dibandingkan nominal tahun sebelumnya.
10,00
0,00
III IV
Grafik 6.6 Pertumbuhan Nominal SKN
400
100
II
2014
120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40%
Nominal Perputaran Kliring Kredit Nominal Perputaran Kliring Debet Pertumbuhan Nominal Kliring Kredit (RHS) Pertumbuhan Nominal Kliring Debet (RHS) Sumber: Bank Indonesia
15,00
5,00
I
Bab VI
0
I
II III IV
2013
I
II III IV
2014
Perputaran Kliring Kredit (Lembar) Pertumbuhan Nominal Kliring Kredit (RHS)
I
II III IV
2015
I
II III IV
25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25%
2016
Perputaran Kliring Debet (Lembar) Pertumbuhan Nominal Kliring Debet (RHS)
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 6.5 Pertumbuhan Transaksi SKN-BI (Kredit dan Debet)
Grafik 6.7 Pertumbuhan Volume SKN
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
69
FEBRUARI 2017
Bab VII
KESEJAHTERAAN
Data terkini menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di Jakarta pada September 2016 relatif stabil dibandingkan dengan kondisi Maret 2016. Namun bila dibandingkan dengan kondisi September persentase penduduk miskin di Jakarta mengalami sedikit peningkatan. Menurunnya kinerja sektor-sektor utama Jakarta, yaitu sektor industri pengolahan dan perdagangan, yang menjadi tumpuan mata pencaharian masyarakat dengan keterampilan terbatas, berdampak pada turunnya permintaan tenaga kerja dari sektor-sektor tersebut dan menyebabkan laju penurunan persentase penduduk miskin di Jakarta tertahan. Kendati laju penurunan persentase penduduk miskin di Jakarta tertahan, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan membaik. Perbaikan tersebut juga diikuti oleh membaiknya kondisi rasio indeks gini, yang menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan di Jakarta kini masuk pada kategori rendah.
INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN
INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN
RASIO PENDUDUK MISKIN
RASIO PENDUDUK MISKIN
RASIO GINI
0,43
0,08%
3,61%
3,75%
0,39
Per September 2016
Per September 2016
Per September 2015
Per September 2016
Tahun 2016
Kesejahteraan
A. Kemiskinan Tingkat kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta pada September 2016 relatif stabil dibandingkan dengan kondisi Maret 2016, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan September 2015.1 Persentase penduduk miskin di Jakarta pada September 2016 sebesar 3,8%, relatif tidak berubah dibandingkan dengan kondisi Maret 2016. Jika dibandingkan dengan kondisi pada periode yang sama tahun sebelumnya, persentase penduduk miskin Jakarta meningkat 0,2 poin dari 3,6% (Grafik 7.1). Relatif stabilnya porsi penduduk miskin di Jakarta pada September 2016 terhadap kondisi Maret 2016 disebabkan karena kenaikan jumlah penduduk Jakarta diikuti dengan kenaikan jumlah penduduk miskin secara proporsional. Di satu sisi upah minimum Jakarta yang cukup tinggi menjadi daya tarik orang untuk mengadu nasib di Jakarta. Di
4,2 % 4,1 4,0 3,9 3,8 3,7 3,7 3,6 3,5 3,4 3,3 3,2 Mar
4,1 3,9
3,9
3,8
3,7
3,7
3,6
3,6
Sep
2012
Mar
3,8
Sep
2013
Mar
Sep
2014
Mar
Sep
2015
Persentase Penduduk Miskin Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 7.1 Porsi Penduduk Miskin di Jakarta
Mar
Sep
2016
sisi lain, kehidupan di Jakarta juga memerlukan perjuangan. Bila tidak memiliki keterampilan yang memadai, pekerjaan juga tidak mudah didapat. Sehingga penambahan penduduk Jakarta justru meningkatkan jumlah orang miskin, dan beban bagi perekonomian Jakarta. Kendati dari sisi proporsi tingkat kemiskinan Jakarta relatif stabil, jumlah penduduk miskin di Jakarta pada September 2016 menunjukkan peningkatan. Jumlah orang miskin mengalami pertumbuhan positif, setelah tumbuh negatif pada September 2015 dan Maret 2016. Jumlah penduduk miskin Jakarta pada September 2016 meningkat 4,7% (yoy), yaitu dari 368,67 ribu orang pada pada September 2015, menjadi 385,84 pada September 2016 (Grafik 7.2).
420 Ribu orang 11,1 410 11,2 412,8 400 390 394,0 380 1,3 370 371,7 360 -2,5 350 354,2 340 330 320 Mar
Sep
2013
Mar
Sep
2014
Jumlah Org Miskin
% (yoy) 15 10 398,9 384,3 1,3
368,7 -10,7
Mar
Sep
2015
4,7 385,8
5 (5)
-3,7
(10) Mar
Sep
(15)
2016
g orang miskin (skala kanan)
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, diolah
Grafik 7.2 Pertumbuhan Peduduk Miskin Jakarta
1 Individu yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan merupakan individu yang masuk ke dalam kategori penduduk miskin
Bab VII
Jumlah orang miskin meningkat di tengah membaiknya kinerja perekonomian Jakarta pada triwulan III 2016.2 Pada periode tersebut ekonomi Jakarta tumbuh 6,10% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 6,04% (yoy). Kondisi tersebut terjadi karena lapangan usaha utama seperti industri pengolahan, serta perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan motor mengalami perlambatan pertumbuhan. Di satu sisi kedua lapangan usaha tersebut banyak menyerap tenaga kerja. Di sisi lain, ketika aktivitasnya turun, kedua lapangan usaha tersebut termasuk lapangan usaha yang banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan kondisi demikian, banyak pekerja yang tidak memiliki keterampilan khusus rentan jatuh miskin, terutama pekerja pada level bawah, karena kehilangan pekerjaan dari kedua lapangan usaha tersebut. Meningkatnya jumlah orang miskin sejalan dengan perlambatan pertumbuhan konsumsi, baik konsumsi masyarakat maupun konsumsi pemerintah pada triwulan III 2016. Di samping itu, bertambahnya jumlah penduduk miskin juga disebabkah oleh angka garis kemiskinan yang mengalami peningkatan, sejalan dengan meningkatnya harga-harga sejumlah komoditas yang dikonsumsi masyarakat. Pada September 2016 garis kemiskinan di Jakarta berada pada level Rp 520.690, meningkat 3,51% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 503.038. Peningkatan garis kemiskinan tertinggi berasal dari garis kemiskinan nonmakanan (GKNM), yang tumbuh sebesar 5,93% (yoy). Sementara itu pertumbuhan garis kemiskinan makanan (GKM) hanya tumbuh sebesar 2,22% (yoy) (Grafik 7.4).
Lebih tingginya pertumbuhan garis kemiskinan nonmakanan menyebabkan porsi nonmakanan meningkat pada garis kemiskinan (Grafik 7.5). Komoditas yang paling tinggi berkontribusi terhadap garis kemiskinan nonmakanan yaitu perumahan, dengan kontribusi mencapai 36,73%. Hal ini menunjukkan bahwa porsi pendapatan/pengeluaran masyarakat bawah yang dialokasikan untuk keperluan perumahan cukup besar. Harga tempat tinggal, baik kontrak, maupun sewa yang terus meningkat, akan berpengaruh cukup signifikan pada peningkatan angka garis kemiskinan nonmakanan. Ketika kenaikan harga perumahan tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan pendapatan yang cukup pada masyarakat bawah, maka kontribusi komoditas perumahan dalam garis kemiskinan nonmakanan juga akan semakin besar. Sementara itu, untuk garis kemiskinan makanan, kontribusi terbesar masih pada komoditas beras dan rokok kretek. Kedua komoditas tersebut hampir selalu berada di peringkat atas dalam hal kontribusi terhadap garis kemiskinan, meskipun besar kontribusinya kian mengecil. Kendati angka garis kemiskinan terus meningkat, laju pertumbuhannya menunjukkan tren yang menurun pada tahun 2016. Hal tersebut selaras dengan relatif rendahnya tekanan inflasi sepanjang tahun 2016. Relatif terkendalinya inflasi bahan pangan di Jakarta menyebabkan laju pertumbuhan garis kemiskinan makanan terus turun. Komoditas pangan yang paling besar porsinya dalam garis kemiskinan makanan yaitu beras. Sepanjang tahun 2016 pergerakan harga beras dapat terjaga dengan baik, sebagai hasil dari penerapan yang tepat strategi pengendalian harga beras di Jakarta oleh TPID Jakarta. Namun, terdapat
7,5 %, yoy
15,0 %, yoy
6,5
10,0
5,5
5,0
4,5
-
4,0
3,5
(5,0)
3,0
2,5
(10,0)
1,5
(15,0) I
II
III
2014
IV Perdag
I
II
III
2015
IV
I
II
2016
Industri Pengolahan
III
%, yoy 8,0 7,0 6,0 5,0
2,0 1,0 I
II
III
2014
IV
Jumlah Org Miskin
I
II
III
2015
IV
I
II
2016
III
-
Konsumsi (skala kanan)
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, diolah
Grafik 7.3 Pertumbuhan Lapangan Usaha Utama Jakarta
Grafik 7.4 Pertumbuhan Jumlah Orang Miskin dan Konsumsi
2 September masuk dalam periode triwulan III. Data kemiskinan yang rilis pada 1 Februari 2017 merupakan kondisi kemiskinan per September 2016.
72
Kesejahteraan
16 %, yoy
25,0 %, yoy
14
20,0
12
Bab VII
15,0
10
10,0
8 6
5,93
4
5,0
3,51 2,22
-
2
(5,0)
Mar
2013
Sep
Mar
2014
Sep
GK
Mar
GKM
2015
Sep
Mar
2016
Sep
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
2015
2016
Beras
GKNM
Rokok Kretek
2017
Daging Ayam Ras
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 7.5 Pertumbuhan Garis Kemiskinan
Grafik 7.7 Inflasi Komoditas Pangan yang Berperan dalam Pembentukan Garis Kemiskinan
komoditas yang menahan laju penurunan garis kemiskinan makanan, yaitu rokok kretek (Grafik 7.7). Cukai rokok kretek yang dinaikkan bertahap, dan tingginya konsumsi rokok kretek di kalangan masyarakat bawah, menyebabkan kontribusi komoditas tersebut terhadap kenaikan garis kemiskinan cukup besar. Sama halnya dengan garis kemiskinan makanan, garis kemiskinan nonmakanan juga menunjukkan pertumbuhan yang melambat, meskipun level pertumbuhannya masih berada cukup jauh di atas garis kemiskinan makanan. Rendahnya harga minyak internasional, menyebabkan inflasi komoditas yang terkait energi cukup terjaga seperti transpor, listrik dan bensin. Komoditas-komoditas tersebut menjadi pendorong melambatnya laju pertumbuhan garis kemiskinan nonmakanan (Grafik 7.8). Namun, kenaikan harga rumah kontrak dan rumah sewa, menahan laju penurunan pertumbuhan garis kemiskinan nonmakanan tersebut.
Dengan tekanan inflasi yang lebih rendah, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan garis kemiskinan yang melambat, seharusnya memberikan dampak positif terhadap kemiskinan. Namun, data menunjukkan jumlah orang miskin di Jakarta justru meningkat pada September 2016. Pemulihan ekonomi Jakarta yang tidak merata di antara lapangan usaha yang ada menjadi salah satu faktor penyebabnya. Bila lapangan usaha yang menjadi tempat mata pencaharian utama penduduk yang rentan terhadap kemiskinan menurun kinerjanya, maka terdapat potensi penduduk tersebut kehilangan pekerjaannya (PHK). Jika sudah tidak memiliki pekerjaan, turunnya tekanan harga berbagai komoditas pada tahun 2016 tidak banyak memberikan manfaat bagi mereka yang terkena PHK untuk mempertahankan daya belinya.
100 % 90 80 70 60 50 40 30 20 10 -
34,43
34,86
35,41
35,67
65,57
65,14
64,59
64,33
Sep
Mar
Mar
2015
GKM
GKNM
2016
Sep
35,0 %, yoy 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 (5,0) (10,0) (15,0) (20,0) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
2015
Listrik
2016
Bensin
2017
Transpor
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 7.6 Komponen Garis Kemiskinan
Grafik 7.8 Inflasi Komoditas Nonpangan yang Berperan dalam Pembentukan Garis Kemiskinan
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
73
FEBRUARI 2017
Maret
0,30 0,20 Mar
Sep
2012
Mar
Sep
2013
Indeks Kedalaman Kemiskinan
Mar
Sep
2014
Mar
Sep
2015
Mar
Sep
2016
Poly. (Indeks Kedalaman Kemiskinan)
2012
2013
Indeks Keparahan Kemiskinan
2014
2015
September
0,40
Maret
0,50
September
0,60
Indeks
Maret
0,18 0,16 0,14 0,12 0,10 0,08 0,06 0,04 0,02 -
September
0,70 Indeks
Secara umum, masyarakat miskin yang berada di dekat atau sekitar garis kemiskinan akan mudah terangkat menjadi golongan tidak miskin, bila aktivitas ekonomi di sektor riil bergairah, terutama lapangan usaha yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Dengan menciptakan kondisi yang kondusif bagi dunia usaha akan memberikan insentif bagi aktivitas ekonomi di sektor riil untuk lebih menggeliat, sehingga dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor riil, diharapkan akan terjadi peningkatan pendapatan masyarakat sehingga mampu memenuhi kebutuhan minimalnya (di atas garis kemiskinan) dan kemudian masyarakat tersebut dapat keluar dari golongan penduduk miskin.
Maret
Indeks Keparahan Kemiskinan pun tidak memburuk meskipun jumlah orang miskin di Jakarta meningkat. Indeks Keparahan Kemiskinan masih menunjukkan kecenderungan membaik jika mengamati dengan periode yang lebih panjang, yaitu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 (Grafik 7.10). Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebaran atau distribusi
Mengetahui kondisi kedua jenis indeks kemiskinan di atas penting bagi pemerintah untuk menentukan fokus program pengentasan kemiskinan yang ingin diambil. Apabila kebijakan pengentasan kemiskinan diarahkan untuk mengurangi tingkat kemiskinan, maka menjadi penting untuk mengetahui data seberapa besar kondisi kedalaman kemiskinan. Namun, bila kebijakan diarahkan untuk mengurangi populasi (jumlah penduduk) yang miskin, maka program pengentasan kemiskinan diarahkan untuk mengatasi tingkat keparahan kemiskinan. Dalam hal ini program-program lebih dikonsentrasikan bagi mereka yang berada pada kelompok berpendapatan terendah (the lowest-income population group).
September
Bila memerhatikan data dengan periode yang lebih panjang, yaitu dari tahun 2012 hingga tahun 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta masih menunjukkan tren yang menurun (Grafik 7.9). Hal itu berarti bahwa rata-rata konsumsi penduduk miskin menunjukkan kecenderungan mendekati garis kemiskinan, atau dengan kata lain kesenjangan (gap) antara garis kemiskinan dengan nilai rata-rata konsumsi penduduk miskin kian menyempit.
pengeluaran/pendapatan di antara penduduk miskin semakin merata.
Maret
Meningkatnya jumlah penduduk miskin di Jakarta pada September 2016 tidak diikuti oleh kenaikan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan, jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2016. Namun, bila dibandingkan dengan kondisi September 2015, kedua indeks menunjukkan penurunan kinerja. Indeks Kedalaman Kemiskinan3 penduduk Jakarta pada September 2016 tercatat sebesar 0,43, lebih rendah dari kondisi Maret 2016 (0,46), sementara Indeks Keparahan Kemiskinan sebesar 0,08, sama dengan kondisi Maret 2016. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi September 2015, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan September 2015 lebih rendah, masingmasing sebesar 0,27 dan 0,04.
September
B. Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
2016
Poly. (Indeks Keparahan Kemiskinan)
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Grafik 7.9 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 7.10 Indeks Keparahan Kemiskinan
3 Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh dari garis kemiskinan.
74
Kesejahteraan
C. Rasio Gini Indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan di Jakarta yang membaik, didukung oleh pencapaian rasio gini tahun 2016 yang membaik. Pada September 2016 indeks rasio gini Jakarta tercatat sebesar 0,397 (Grafik 7.10). Di dalam rasio gini terdapat tiga kategori ketimpangan, yaitu rendah, bila nilai rasio gini di bawah 0,4; sedang bila nilai rasio gini berada di antara 0,4-0,5; dan tinggi bila nilai rasio gini di atas 0,5. Berdasarkan katergori ini maka rasio gini Jakarta pada September 2016 berada dalam kategori rendah. Dengan demikian ketimpangan pendapatan antarpenduduk Jakarta membaik dan kini masuk dalam kategori rendah. Menurunnya ketimpangan pendapatan tercermin dari membaiknya ditribusi pendapatan. Perbaikan kondisi ketimpangan disebabkan oleh pergerakan komposisi pendapatan kelas menengah atas dalam perekonomian. 40% masyarakat berpendapatan sedang mengalami perbaikan penguasaan kue ekonomi yang cukup baik. Pada September 2016 kelompok tersebut menguasai 37,3%, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (September 2015) yang hanya sebesar
33,5%, dan juga lebih tinggi dari kondisi Maret 2016, yang mampu menguasai 36,3%. Sementara itu, porsi penguasaan kue perekonomian dari 20% masyarakat berpendapatan tertinggi (masyarakat kaya) mengalami penurunan. Pada September 2015 kelompok masyarakat kaya mampu menguasai perekonomian hingga 50%. Pada Maret 2016 porsi penguasaan ekonomi kelompok tersebut turun menjadi 47,7%, dan semakin turun pada September 2016, yaitu sebesar 46,2%. Namun, 40 % kelompok masyarakat dengan pendapatan terendah relatif tidak mengalami peningkatan yang signifikan terhadap penguasaan output perekonomian. Per September 2016 kelompok ini mendapatkan porsi sebesar 16,5% dari output yang dihasilkan perekonomian. Kondisi tersebut sedikit membaik dibandingkan dengan Maret 2016. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi September 2015, porsi kelompok 40% masyarakat berpendapatan terendah justru turun. Menurunnya kinerja lapangan usaha industri pengolahan dan perdagangan besar dan eceran, yang merupakan lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja, ditengarai menjadi salah satu faktor terbatasnya perbaikan pendapatan masyarakat dari kelompok berpendapatan terendah.
60
Indeks
0 Mar
2009 2010 2011 2012 2013
Sep
Mar
2014
Sep
2015
Mar
Sep
2016
Mar
Mar
20% Pendapatan Tinggi
16,5
37,3
36,3
Sep
Mar
2015
40% PendapatanTerendah
46,2
47,7
50,0 33,5
49,8 Sep
2014
16,0
10
0.340
16,6
30 20
0.364
33,6
0.385
35,6
0.381
0.397
16,0
40
0.411 0.397
50,4
50 0.421
50,3
0.431
14,7
0.436
34,2
0.430
%
15,5
0.460 0.440 0.420 0.400 0.380 0.360 0.340 0.320 0.300
Bab VII
Sep
2016 40% Pendapatan Sedang
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, diolah Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, diolah
Grafik 7.11 Rasio Gini Jakarta
Grafik 7.12 Distribusi Pendapatan
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
75
FEBRUARI 2017
Bab VIII
PROSPEK PEREKONOMIAN
Dengan memerhatikan kondisi terkini, baik kondisi ekonomi global maupun nasional, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan dengan tahun 2016. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat mencapai kisaran 5,62%-6,02% yoy. Pertumbuhan terutama didorong oleh konsumsi masyarakat, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan investasi dan ekspor. Konsumsi pada triwulan II 2017 juga akan terdorong dengan adanya faktor musiman puasa dan Idul Fitri yang bergeser dari triwulan III. Konsumsi pemerintah dan investasi juga akan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan II dan keseluruhan tahun 2017. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2017 diprakirakan berada pada kisaran 5,75%-6,15%. Dalam periode yang sama inflasi diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya kondisi permintaan. Namun dorongan inflasi yang tinggi berasal dari penerapan kebijakan Pemerintah mencabut subsidi listrik 900VA yang dilakukan secara bertahap dalam semester pertama tahun 2017. Dengan kondisi ini, Inflasi tahun 2017 diprakirakan meningkat mencapai kisaran 4,90%-5,90%, malampaui sasaran nasional 4% ± 1%. Sementara itu, beberapa risiko masih membayangi proses penyesuaian ekonomi ke depan. Dari sisi global, terdapat risiko tekanan tehadap nilai tukar akibat adanya rencana kenaikan Fed Fund Rate, dan risiko kenaikan harga BBM akibat adanya kecenderungan kenaikan harga minyak dunia. Dari sisi domestik, terdapat risiko pemotongan belanja pemerintah akibat peningkatan defisit fiskal, dan risiko terganggunya produksi dan distribusi hasil pertanian akibat tingginya curah hujan.
PROYEKSI EKONOMI GLOBAL
PROYEKSI PERTUMBUHAN HARGA KOMODITAS GLOBAL
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA
PROYEKSI INFLASI JAKARTA
3,4%
7,8%
5,0 - 5,4%
5,8 - 6,2%
4,9 – 5,9%
tahun 2017, yoy
tahun 2016, yoy
Tahun 2017, yoy
Tahun 2017, yoy
Tahun 2017, yoy
Prospek
Perekonomian
A. Prospek Perekonomian Global dan Nasional Prospek Perekonomian Global Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2017 diprakirakan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2016. Proyeksi pertumbuhan berdasarkan world economic outlook dari IMF dan berdasarkan concensus forecast juga mengindikasikan perbaikan ekonomi global pada tahun 2017 (Tabel 8.1). Pertumbuhan terutama akan bersumber dari meningkatnya kinerja perekonomian pada emerging market dan developing economies (EMDEs), khususnya Tiongkok yang pertumbuhannya diproyeksikan lebih tinggi dari estimasi sebelumnya. Stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintahan baru Amerika Serikat juga akan menjadi faktor pendorong, namun, terdapat kekhawatiran mengenai rencana pengenaan tarif impor yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 juga akan ditandai dengan kenaikan harga komoditas.
Pergantian pemerintahan telah membawa ekspektasi positif tentang arah pertumbuhan ekonomi Amerika. Pelaksanaan reformasi perpajakan ditambah dengan kelonggaran fiskal dan peningkatan belanja infrastruktur diharapkan dapat menjadi stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Amerika pada tahun 2017. Sejalan dengan hal tersebut, inflasi diperkirakan akan meningkat dan berimplikasi pula pada fed fund rate (FFR), yang diperkirakan naik. Berdasarkan ekspektasi pasar, implied probability mengindikasikan kenaikan FFR pada tahun 2017 akan dilakukan sebanyak dua kali (Grafik 8.1). Selain itu, terdapat sentimen negatif karena adanya rencana penerapan tarif yang tinggi dalam kebijakan impor barang-barang industri, sehingga akan berpengaruh terhadap mitra dagang, seperti Tiongkok.
Tabel 8.1 Survei Bloomberg tentang Suku Bunga FFR Realisasi 2015 Dunia Negara Maju Amerika Serikat Kawasan Eropa Jepang Negara Berkembang Negara Berkembang Asia Tiongkok India Volume Perdagangan Dunia (barang dan jasa) Harga Komoditas (US Dollars) Minyak (Minas & ICP, USD per barel)
3,1 1,9 2,5 1,5 0,6 4,0 6,9 7,3 2,0 50,9
Concensus Forecast Feb 2016 2016 2017 2,5
2,8
1,6 1,7 1,0
2,3 1,6 1,2
6,7 6,8
6,5 7,4
Des 2016 2016 2017
Bank Indonesia Jan 2016 Feb 2016 2016 2017 2016 2017
3,0 1,5 1,6 1,6 0,5 4,0
3,2 1,8 2,2 1,4 0,1 4,3
3,1 1,6 1,7 1,6 0,5 4,1
3,4 1,8 2,3 1,4 0,1 4,5
3,1 1,6 1,6 1,6 0,8 4,1
3,4 1,9 2,3 1,5 0,8 4,5
6,6 7,4 0,9
6,4 7,4 1,1
6,7 7,4 0,9
6,5 7,4 1,2
6,5 7,4
6,5 7,4
40
45
41
47
41
52
Bab VIII
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
88% 72% 59% 46% 34%
44% 32%
26%
39% 19%
12%
Feb 17
35%
28%
Mar 17
May 17
Jun 17
Jul 17
0.5-0.75
27% 15%
Sep 17
9%
Nov 17
Dec 17
0.75-1
Grafik 8.1 Survei Bloomberg tentang Suku Bunga FFR
meningkatkan tekanan terhadap terjadinya capital outflows.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2017 diprakirakan lebih baik dari estimasi sebelumnya, dengan didukung oleh keberlanjutan stimulus pemerintah. Konsumsi masyarakat diperkirakan menguat dan industri mulai bergerak setelah lebih dari empat tahun mengalami kontraksi (Grafik 8.2). Adanya pemotongan kapasitas produksi baja akan membantu mendorong kenaikan harga pada tingkat produsen. Investasi diprakirakan berjalan stabil, seiring dengan meningkatnya investasi sektor manufaktur dan masih kuatnya belanja infrastruktur pemerintah.
Sementara itu, adanya kesepakatan antara anggota OPEC dengan produsen minyak non-OPEC untuk membatasi produksi minyak hingga pertengahan tahun 2017 diprakirakan mendorong kenaikan harga minyak dunia. Harga komoditas logam juga diprakirakan meningkat karena terbatasnya pasokan, seiring dengan adanya penutupan tambang timah dan seng yang cukup besar di Australia, Kanada, dan Irlandia.
Pemulihan ekonomi Tiongkok tidak terlepas dari derasnya aliran kredit murah perbankan atas dorongan pemerintah. Namun, kondisi tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru, ketika utang korporasi tidak dikelola secara baik. Selain itu pelemahan Yuan, yang dilakukan untuk mendorong daya saing ekspor, dikhawatirkan dapat terus
Prospek Perekonomian Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2017 diperkirakan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2016. Momentum pemulihan ekonomi diperkirakan
8% 6% 4% 2% 0% -2% -4% -6% -8% 1
3
5
2012
7
9 11
1
3
5
7
2013
9 11
1
3
5
7
9 11
2014
1
3
5
7
2015
Sumber: investing.com
Grafik 8.2 Perkembangan Producer Price Index di Tiongkok (yoy)
78
9 11
1
3
5
2016
7
9 11
1
2017
Prospek
Perekonomian
terus berlanjut karena didorong oleh membaiknya kinerja ekspor dan investasi dengan didukung oleh meningkatnya pembiayaan, baik dari kredit perbankan maupun pembiayaan non-bank. 14 paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah juga diharapkan dapat mendorong peran sektor swasta yang selama ini masih tertahan. Sementara itu pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan masih relatif stabil. Membaiknya kinerja ekspor pada akhir tahun 2016 berpotensi terus berlanjut pada tahun 2017 dengan ditopang oleh meningkatnya permintaan global dan naiknya harga komoditas. Peningkatan ekspor akan didorong oleh komoditas utama seperti CPO, batubara, bijih logam, kimia organik dan otomotif yang telah menunjukkan pergerakan positif pada akhir tahun 2016. Tujuan utama ekspor diperkirakan masih kepada negara-negara Asia seperti Tiongkok, India, Thailand dan Jepang. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan Negara, namun terdapat efek negatif yaitu potensi kenaikan inflasi administered prices. Dengan adanya berbagai faktor tersebut, Bank Indonesia tetap mewaspadai sejumlah risiko pada tahun 2017, baik yang bersumber dari global khususnya mengenai arah kebijakan AS dan Tiongkok, kenaikan FFR, serta kenaikan harga minyak dunia, maupun dari dalam negeri terutama mengenai dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi. Untuk itu, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mempertimbangkan dukungan bagi optimalisasi pemulihan ekonomi. Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus melakukan penguatan koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus pada pengendalian inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan reformasi struktural untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
B. Prospek Perekonomian DKI Jakarta Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sejalan dengan membaiknya perekonomian global dan nasional, pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI
Bab VIII
Jakarta pada tahun 2017 diperkirakan meningkat. Dorongan pertumbuhan akan bersumber dari konsumsi rumah tangga, seiring dengan meningkatnya investasi (pembentukan modal tetap bruto) dan ekspor yang diperkirakan kembali pada jalur positif. Pengelolaan fiskal yang lebih baik diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi pemerintah. Berbagai faktor tersebut juga diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan impor (Tabel 8.2). Perkembangan berbagai indikator mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan I 2017 masih sejalan dengan proyeksi dan diperkirakan terus meningkat. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan ekonomi diprakirakan berada pada kisaran 5,62%-6,02% yoy, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2017 yang diprakirakan berada pada kisaran 5,43%-5,83% (yoy). Untuk keseluruhan tahun 2017 pertumbuhannya diprakirakan berada kisaran 5,75%-6,15%. Dengan kondisi perekonomian yang lebih baik, peran sektor swasta diperkirakan mulai meningkat. Bersama dengan realisasi belanja infrastruktur pemerintah, realisasi investasi swasta, yang sebelumnya berjalan lambat, diharapkan dapat meningkat dan mendorong tumbuhnya investasi. Beberapa indikator menunjukkan bahwa investasi, yang tengah bergerak pada arah yang positif sesuai dengan proyeksi dan momentumnya, diperkirakan dapat terus terjaga. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan investasi diprakirakan berada pada kisaran 4,10%-4,50% (yoy), dan pada akhir tahun diprakirakan dapat tumbuh pada kisaran 4,10%4,50% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2016 yang hanya sebesar 1,57% (yoy). Pencapaian tersebut akan didukung oleh realiasi/ kelanjutan beberapa proyek infrastruktur seperti pembangunan MRT, LRT, dan fasilitas Asian Games 2018. Dibangunnya transportasi massal berbasis rel di DKI Jakarta diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan sektor properti khususnya apartemen di sepanjang jalur rel tersebut. Sejalan dengan meningkatnya harga minyak dunia, aktivitas ekonomi di negara-negara Timur Tengah diperkirakan meningkat. Hal itu akan mendorong pertumbuhan ekspor DKI Jakarta, khususnya untuk komoditas kendaraan bermotor dan alat mekanik. Selain itu adanya penurunan bea masuk impor ke Vietnam sebesar 10% untuk kendaraan jenis
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
79
FEBRUARI 2017
sembilan kursi ke bawah bagi negara ASEAN, juga diharapkan ikut meningkatkan kinerja ekspor. Berdasarkan hal-hal tersebut, pada triwulan II 2017 ekspor diprakirakan tumbuh di kisaran 2,37%2,77% (yoy), dan untuk keseluruhan tahun 2017 diprakirakan tumbuh di kisaran 2,39%-2,7% (yoy). Dengan meningkatnya investasi dan ekspor, yang merupakan faktor pendorong pendapatan, maka konsumsi masyarakat diperkirakan meningkat. Hal ini juga tercermin dari indeks ekspektasi konsumen yang sejak awal tahun terus meningkat (Grafik 8.3). Optimisme konsumen terhadap penghasilan enam bulan kedepan meningkat cukup tinggi, yang juga disertai dengan optimisme terhadap prospek kegiatan usaha dan ketersediaan lapangan kerja. Pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan II 2017 akan turut dipengaruhi oleh kegiatan puasa dan perayaan Idul Fitri, yang bergeser dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang jatuh pada triwulan III 2016. Selain itu, dilaksanakannya berbagai event seperti Jakarta Great Sale (Juni-Juli 2017) dan Jakarta Fashion & Food Festival (7 April-7 Mei 2017), dipercaya akan turut memberikan andil terhadap meningkatnya konsumsi masyarakat. Berdasarkan hal-hal tersebut, konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 diprakirakan tumbuh sebesar 5,40%5,80%, sedangkan untuk keseluruhan tahun 2017 diprakirakan berada pada kisaran 5,51%-5,91% (yoy).
pada 15 Februari 2017, konsumsi LNPRT diprakirakan terus menurun dan pada triwulan II 2017 pertumbuhannya akan berada pada kisaran 1,05%1,45% (yoy). Dengan tidak adanya faktor pendorong yang kuat seperti pada tahun 2016, pertumbuhan konsumsi LNPRT pada tahun 2017 diprakirakan berada pada kisaran -0,50% hingga -0,10% (yoy). Pada sisi fiskal, pola belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diyakini tidak akan mengalami banyak perubahan, sehingga realisasi pada triwulan I 2017 akan cenderung lebih rendah. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan konsumsi pemerintah diprakirakan berada pada kisaran 2,30%-2,70% (yoy) seiring dengan telah dimulainya realisasi belanja barang dan jasa serta belanja modal, di samping berbagai pengeluaran rutin. Dengan pengelolaan fiskal yang lebih baik, pertumbuhan konsumsi pemerintah diprakirakan berada pada kisaran
165 155 145 135 125 115 105 95 85 75
Optimis
Pesimis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2015
Setelah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2016, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) diprakirakan menurun pada tahun 2017. Pasca-Pilkada serentak
2017
2016
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 6 bln yad
Ekspektasi Penghasilan 6 bln yad Ekspektasi Kegiatan Usaha 6 bln yad
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 8.3 Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen dan Komponennya
Tabel 8.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta – Sisi Permintaan (% yoy)
PDRB (%, yoy)
2015
2016
Total
Total
5,89
5,85
2017 I 5,43
p
II 5,62
-
p
Total-p
-
5,83
6,02
5,75
- 6,15
-
5,85
5,40
-
5,80
5,51
- 5,91
- 18,45
1,05
-
1,45
(0,50)
- (0,10)
Sisi Permintaan Konsumsi Rumah Tangga
5,31
5,49
5,45
Konsumsi LNPRT
(4,65)
11,67
18,05
Konsumsi Pemerintah
3,82
2,43
1,26
-
1,66
2,30
-
2,70
4,19
- 4,59
Pembentukan Modal Tetap Bruto
2,64
1,57
4,00
-
4,40
4,10
-
4,50
4,10
- 4,50
Ekspor Luar Negeri
(1,00)
(0,42)
2,34
-
2,74
2,37
-
2,77
2,39
- 2,79
Net Ekspor Antar Daerah
(24,83)
5,75
1,84
-
2,24
1,90
-
2,30
1,45
- 1,85
Impor Luar Negeri
(11,34)
(0,73)
1,33
-
1,73
1,90
-
2,30
2,91
- 3,31
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p
80
proyeksi Bank Indonesia
Prospek
Perekonomian
4,19%-4,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2016 yang hanya sebesar 2,43%. Selain itu, pengesahan APBD DKI Jakarta yang berjalan dengan lancar dan dilaksanakannya lelang dini untuk beberapa proyek utama akan mendukung penyerapan belanja APBD 2017 yang lebih optimal. Dengan meningkatnya konsumsi, maka pertumbuhan impor diprakirakan meningkat, baik itu untuk impor barang konsumsi, maupun untuk bahan baku dan barang modal. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan impor diprakirakan masih akan terjaga seperti pada triwulan sebelumnya, dengan angka pertumbuhan berkisar pada 1,90%-2,30% (yoy). Secara keseluruhan, pertumbuhan impor pada tahun 2017 diprakirakan berada pada kisaran 2,91%3,31% (yoy). Dari sisi lapangan usaha, perkembangan sektorsektor utama di DKI Jakarta pada triwulan II 2017 diprakirakan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 8.3). Kinerja sektor industri pengolahan diprakirakan masih terjaga dan tumbuh pada kisaran 3,91%-4,31% (yoy). Selain karena ditopang oleh kinerja pada subsektor industri alat angkutan, adanya faktor musiman
Bab VIII
puasa dan Idul Fitri yang pada tahun 2017 bergeser ke triwulan II juga akan mendorong kenaikan pada industri makanan dan minuman. Dengan kondisi ini, pertumbuhan sektor industri pengolahan pada tahun 2017 diprakirakan dapat mencapai 4,05%-4,45% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 3,64% (yoy). Meningkatnya investasi juga akan tercermin dari kinerja sektor konstruksi. Pada triwulan II 2017 pertumbuhan sektor konstruksi diprakirakan berkisar pada 1,95%-2,35% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Seperti halnya investasi, pembangunan berbagai proyek infrastruktur di DKI Jakarta akan menjadi pendorong tumbuhnya sektor tersebut. Sejalan dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi kendaraan pada triwulan II 2017 juga diprakirakan meningkat. Pertumbuhan sektor ini diprakirakan berada di kisaran 5,45%-5,85% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Adanya faktor musiman puasa dan Idul Fitri dipercaya akan menjadi faktor pendorong utama. Dengan membaiknya kondisi perekonomian,
Tabel 8.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta – Sisi Penawaran (% yoy)
2015
PDRB (%, yoy)
2016
2017 p
Total
Total
I
5,89
5,85
5,43 -
5,83
0,60 -
1,00
II
p
Total-p
5,62 - 6,02
5,75 - 6,15
Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1,14
0,88
Pertambangan dan Penggalian
-0,70
-1,50
(2,75) - (2,35)
1,00 -
1,40
(0,72) - (0,32)
0,80 -
1,20
(1,21) - (0,81)
Industri Pengolahan
5,08
3,64
3,82 -
4,22
3,91 -
4,31
4,05 -
4,45
Pengadaan Listrik, Gas
2,55
-0,49
0,95 -
1,35
1,35 -
1,75
1,43 -
1,83
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah & Limbah
3,38
2,21
2,95 -
3,35
3,25 -
3,65
3,35 -
3,75
Konstruksi
3,99
1,37
1,68 -
2,08
1,95 -
2,35
1,95 -
2,35
4,08 -
4,48
5,45 -
5,85
4,65 -
5,05
12,15 - 12,55
9,46 -
9,86
6,58 -
6,98
Perdagangan Besar & Eceran, Rep. Kendaraan
2,67
4,66
Transportasi dan Pergudangan
9,04
11,24
7,54 -
7,94
10,03 - 10,43
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
5,41
5,81
Informasi dan Komunikasi
10,11
10,82
Jasa Keuangan
10,72
8,50
4,12 -
4,52
5,05 -
5,45
6,26 -
6,66
Real Estate
4,72
4,69
4,72 -
5,12
4,95 -
5,35
5,01 -
5,41
11,05 - 11,45
10,59 - 10,99
6,32 -
6,72
10,86 - 11,26
Jasa Perusahaan
7,76
8,41
8,95 -
9,35
8,01 -
8,41
8,32 -
8,72
Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sos,
1,18
3,32
1,79 -
2,19
2,35 -
2,75
2,23 -
2,63
Jasa Pendidikan
6,53
6,97
6,76 -
7,16
6,45 -
6,85
6,74 -
7,14
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
7,58
7,81
6,32 -
6,72
6,85 -
7,25
7,47 -
7,87
Jasa lainnya
8,04
8,46
6,95 -
7,35
7,97 -
8,37
8,12 -
8,52
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p proyeksi Bank Indonesia
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
81
FEBRUARI 2017
pertumbuhan sektor ini pada tahun 2017 diprakirakan mencapai 4,65%-5,05% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Prospek Inflasi Inflasi Jakarta pada tahun 2017 diprediksi lebih tinggi dari tahun 2016, dan berada pada kisaran 4,9% - 5,9% (yoy). Prakiraan inflasi yang lebih tinggi tersebut didorong baik oleh faktor domestik maupun eksternal. Dari sisi domestik, tingginya tekanan inflasi disebabkan oleh kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) akibat pencabutan subsidi pada pelanggan listrik berdaya 900 VA secara bertahap (Januari, Maret, Mei 2017). Besarnya pengaruh kebijakan pencabutan subsidi listrik tersebut tidak hanya disebabkan oleh dampak langsung terhadap tarif listrik, tetapi juga disebabkan oleh dampak lanjutan (second round effect) terhadap kenaikan harga komoditas lainnya, antara lain harga sewa rumah, kontrak rumah dan produk-produk industri rumah tangga di ibukota. Perbaikan perekonomian Ibukota, dengan didukung kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2017, akan menaikkan permintaan masyarakat. Dari sisi eskternal, perbaikan ekonomi dunia dan harga komoditas internasional serta dampak kebijakan Amerika terkait Fed Fund Rate (FFR) terhadap nilai tukar rupiah, akan turut memengaruhi dinamika inflasi secara keseluruhan. Berdasarkan disagregasi inflasi, meningkatnya inflasi tahun 2017 diprakirakan didorong oleh kenaikan inflasi administered prices dan inflasi inti, di tengah terkendalinya volatile food. Inflasi administered prices terutama berasal dari kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi pengguna listrik dengan daya 900 VA. Dari sisi inflasi inti, meningkatnya inflasi inti dipengaruhi oleh permintaan masyarakat yang diprediksi meningkat, sejalan dengan prediksi pertumbuhan ekonomi ibukota yang lebih tinggi dari tahun 2016, serta kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2017. Di samping itu, dinamika perekonomian eksternal, yang akan berdampak pada pergerakan harga komoditas internasional dan nilai tukar, pada akhirnya dapat memengaruhi harga barang-barang impor, di tengah meningkatnya kebutuhan impor yang merespons geliat perekonomian domestik. Walau demikian, dengan semakin solidnya kinerja TPID Jakarta dalam mengendalikan pergerakan harga pangan strategis melalui BUMD yang bergerak
82
dibidang pangan, diharapkan dapat menahan laju inflasi yang terlalu tinggi, melalui pengendalian harga pangan. Pada triwulan II 2017, inflasi diprakirakan lebih tinggi dari pencapaian tahun-tahun sebelumnya. Lebih tingginya inflasi triwulan II 2017 disebabkan oleh kenaikan tarif listrik dengan daya 900 VA akibat pencabutan subsidi yang dilakukan berkala pada bulan Maret dan Mei 2017, sehingga berpotensi menaikkan laju inflasi triwulan II 2017. Dampak kenaikan tarif listrik pada Maret 2017 masih akan dirasakan pada April, terutama terkait dengan pelanggan listrik pascabayar. Selain itu, bulan puasa dan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada Juni 2017 akan semakin mendorong inflasi ke atas. Di samping itu, beberapa long weekend yang ada pada triwulan II 2017, diperkirakan akan dimanfaatkan masyarakat untuk berlibur. Hal tersebut dapat memberikan tambahan tekanan inflasi, antara lain dari sisi transprotasi, terutama angkutan udara. Dari sisi pangan, anomali cuaca akibat La-Nina diprakirakan akan berakhir pada akhir triwulan I 2017.
Faktor Risiko Selain berbagai tantangan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa faktor risiko yang perlu diwaspadai terkait pertumbuhan ekonomi dan inflasi di DKI Jakarta, baik yang bersumber dari faktor eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, faktor risiko yang perlu diwaspadai adalah potensi frekuensi kenaikan FFR yang lebih tinggi dan kenaikan harga minyak dunia yang lebih tinggi. Dari sisi domestik, faktor risikonya adalah defisit APBN yang meningkat, yang dapat membatasi dukungan fiskal terhadap perekonomian dan gangguan cuaca yang dapat memengaruhi produksi dan distribusi bahan pangan. Meskipun FFR diperkirakan hanya naik dua kali, beberapa ekonom memprediksi adanya risiko kenaikan frekuensi FFR yang lebih tinggi. Hal tersebut terkait dengan kinerja perekonomian yang mengalami perbaikan, yang diikuti oleh tekanan inflasi yang meningkat. Bila hal tersebut terjadi, berpotensi mengakibatkan volatilitas nilai tukar meningkat dan mendorong terjadinya capital outflow dari negara berkembang seperti Indonesia, karena investasi dalam dolar AS menjadi lebih
Prospek
Perekonomian
Bab VIII
Tabel 8.4 Faktor Risiko Perekonomian DKI Jakarta Jalur Transmisi
Probabilitas
Pertumbuhan ekonomi
Moderat
Meningkatkan ketidakpastian bagi pelaku usaha
Inflasi
Moderat
Mendorong kenaikan harga barang impor
Kenaikan harga minyak internasional
Inflasi
Tinggi
Mendorong kenaikan harga BBM dan tarif listrik, dan dampak turunannya terhadap harga komoditas lainnya
Meningkatnya defisit APBN
Pertumbuhan ekonomi
Moderat
Mengurangi belanja kementerian dan lembaga di DKI Jakarta serta penundaan dana bagi hasil pajak (DBH)
Gangguan cuaca
Inflasi
Moderat
Menghambat pasokan dan distribusi bahan pangan
Jenis Risiko Kenaikan FFR yang lebih tinggi
Keterangan
menarik. Dalam kondisi ini ketidakpastian usaha meningkat, dan sektor swasta cenderung lebih rentan terhadap isu tersebut. Sebagai dampaknya, swasta akan menahan aktivitasnya, yang selanjutnya dapat mengakibatkan tertahannya laju pertumbuhan ekonomi, tidak terkecuali perekonomian DKI Jakarta. Selain itu, besarnya porsi sektor keuangan dalam PDRB DKI Jakarta mengakibatkan eksposur DKI Jakarta terhadap dinamika global lebih besar dibandingkan daerah lain.
dan solar, serta harga komoditas-komoditas lain yang terkait dengan energi. Sebelumnya, harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax, Pertalite dan Dexlite sudah terlebih dahulu naik pada 5 Januari 2017, mengikuti perkembangan harga minyak dunia. Kebijakan penyesuaian harga komoditas energi oleh pemerintah berpotensi mendorong inflasi ibukota semakin tinggi, yang dapat memengaruhi pencapaian sasaran inflasi nasional tahun 2017 yaitu 4% ± 1%.
Dari sisi inflasi, penguatan dolar AS, akibat kenaikan FFR, akan mengakibatkan harga impor menjadi lebih mahal. Meningkatnya harga barang impor di tengah meningkatnya kebutuhan domestik akan barang impor, sebagai respons dari lebih tingginya aktivitas ekonomi domestik pada tahun 2017, akan semakin mendorong tingkat inflasi. Kondisi ini berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah perlu terus mencermati dan mengkaji perkembangan harga minyak serta dampak yang diakibatkannya (second round impact). Hal itu diperlukan agar kebijakan yang akan ditempuh tidak berakibat pada semakin tingginya tekanan inflasi dalam perekonomian. inflasi yang tinggi pada akhirnya akan menahan laju konsumsi masyarakat dan gairah berinvestasi, yang selanjutnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Dari perkembangan harga komoditas, hal yang perlu dicermati yaitu harga minyak dunia yang mulai merangkak naik. Kenaikan tersebut berpotensi terus berlanjut pada tahun 2017 yang dipicu oleh pemangkasan produksi hingga mencapai 83%, atau lebih besar dari rata-rata historis yang sebesar 80%. Kenaikan harga minyak tersebut juga didorong oleh permintaan dari negara OECD yang berpotensi meningkat. Kenaikan harga minyak tersebut dapat memicu kenaikan inflasi global, termasuk Indonesia. Walau belum ada pembahasan kebijakan tersebut, kenaikan harga minyak dunia perlu diwaspadai, karena dapat ditransmisikan pada kenaikan harga BBM bersubsidi di Indonesia, terutama premium
Dari sisi domestik, kondisi perekonomian nasional yang belum solid menyebabkan risiko shortfall pajak masih besar dan berpotensi meningkatkan defisit APBN. Hal ini dapat mendorong pemerintah kembali melakukan penundaan transfer dana ke daerah, termasuk DKI Jakarta, dan pengetatan anggaran yang dapat berdampak pada penurunan belanja Kementerian/ Lembaga Negara yang berada di DKI Jakarta. Bila hal ini terjadi, maka dukungan fiskal terhadap perekonomian akan terbatas, yang akan tercermin pada menurunnya konsumsi pemerintah dan belanja modal pemerintah (investasi), sehingga pertumbuhan ekonomi berpotensi melambat.
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA
83
FEBRUARI 2017
Terjadinya shortfall penerimaan pajak pada tahun 2016, telah mengakibatkan konsumsi pemerintah di DKI Jakarta tumbuh melambat menjadi 2,43%, sedangkan pada tahun 2015 pertumbuhannya mencapai 3,82%. Demikian pula dengan investasi, pada tahun 2016 hanya tumbuh sebesar 1,57%, sementara tahun sebelumnya tumbuh 2,64%. Pada tahun 2016 aktivitas investasi sangat tergantung dengan pemerintah di tengah swasta yang masih bersikap wait and see. Selain itu, faktor cuaca juga menjadi salah satu faktor risiko yang perlu diwaspadai, khususnya berkaitan dengan inflasi. Potensi hujan yang berkepanjangan dapat menimbulkan terjadinya banjir sehingga mengganggu kelancaran distribusi pangan di DKI Jakarta dan mendorong inflasi. Oleh karena itu, upaya-upaya penanganan banjir perlu terus dilakukan antara lain melalui normalisasi sungaisungai yang melewati Jakarta. Penanganan banjir di ibu kota tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri. Koordinasi pemerintah daerah penyangga ibu kota perlu dilakukan, mengingat baik sumber maupun dampak banjir tidak hanya terkait dengan wilayah Provinsi DKI Jakarta.
84
Dengan memerhatikan berbagai faktor risiko tersebut, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta tahun 2017 diperkirakan tetap masih dalam kisaran proyeksi 5,75% - 6,15%, sedangkan tingkat inflasi berpotensi bias ke atas dari perkiraan awal. Menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang ada, dukungan dari seluruh stakeholder terkait sangat dibutuhkan untuk mencapai target inflasi jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu mengimbangi meningkatnya tekanan inflasi dari sisi administered prices dan inti dengan menjaga kelompok inflasi lainnya, yaitu volatile food. Koordinasi yang intensif antara Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI serta BUMD yang bergerak di bidang pangan melalui TPID sangat diperlukan untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi tahun 2017 dan tahun-tahun ke depannya. Kerja sama dalam pemenuhan stok pangan DKI perlu terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Implementasi Roadmap Pengendalian Inflasi DKI yang telah disepakati perlu terus dilakukan dengan konsisten, agar arah inflasi sejalan dengan sasaran inflasi nasional.
Tim Penyusun PENANGGUNG JAWAB Doni P. Joewono, Fadjar Majardi
KOORDINATOR PENYUSUN M. Cahyaningtyas
TIM PENULIS Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans (Dwi Putra Indrawan, Supriyadi Ramdan Winata, Febrian Alfetty, dan Widyastanto Nugroho)
KONTRIBUTOR Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan (Akmaluddin Suangkupon, Haris Prabowo, Agneis Murdianti, dan Rezky Widiyawati) Tim Pengembangan Ekonomi (Ambawani Restu Widi, Eka Vitaloka, Tia Fitri Hariyani, Wahyu Ega Nugraha, Yoga Munajat, dan Rizky Utama)
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA Divisi Advisory, Pengembangan Ekonomi, Layanan dan Administrasi Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan Jl. Ir. H. Juanda No. 28, Jakarta Pusat 10120 No. Telp. (021) 3514070, Fax No .(021) 3514061
Softcopy dapat diunduh di http://bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/KER/DKIJakarta
FEBRUARI 2017
KANTOR PERWAKILAN PROVINSI DKI JAKARTA Jl. Ir. H. Juanda No. 28, Jakarta Pusat 10120 www.bi.go.id
Kajian Ekonomi & Keuangan Regional
PROVINSI DKI JAKARTA