ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
KAJIAN DAMPAK PENERAPAN BSS-115 DI FASILITAS RADIOTERAPI DAN INDUSTRI DI INDONESIA Oleh : Veronika Tuka*), Yus Rusdian Akhmad*), Endang Murniaty**) Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif (P2STPFRZR) *) Bidang Pengkajian Industri dan Penelitian **) Bidang Pengkajian Kesehatan
ABSTRAK KAJIAN DAMPAK PENERAPAN BSS-115 DI FASILITAS RADIOTERAPI DAN INDUSTRI DI INDONESIA. Basic Safety Standard (BSS) No. 115 IAEA tahun 1996 mempunyai tujuan untuk menetapkan persyaratan dasar proteksi terhadap risiko yang berhubungan dengan paparan radiasi pengion dan keselamatan sumber radiasi. BSS-115 merekomendasikan NBD yang diterima untuk pekerja radiasi adalah 20 mSv/tahun dan untuk masyarakat 1 mSv/tahun. Ketentuan peraturan baru tentang NBD di Indonesia yang mendukung penerapan BSS-115 akan segera diterapkan. Pengkajian tentang dampak penerapan BSS-115 dilaksanakan untuk mendukung perumusan kebijakan tersebut khususnya terhadap fasilitas yang mempunyai potensi risiko radiologi tinggi seperti rumah sakit yang memiliki fasilitas radioterapi dan industri yang memanfaatkan kamera radiografi. Untuk memperoleh gambaran kesanggupan para pengguna terhadap ketentuan baru telah dilakukan pengukuran potensi penerimaan dosis pekerja. Sebagian besar rumah sakit yang mempunyai fasilitas radioterapi mampu menerapkan ketentuan baru tersebut, sedangkan untuk industri masih memerlukan data lebih lengkap.
ABSTRACT STUDY ON IMPACT OF BSS-115 APPLICATION AT RADIOTHERAPHY FACILITY AND INDUSTRY IN INDONESIA. The purpose of the IAEA-BSS-115 is to establish basic requirements for protection againts the risk associated with exposure to ionizing radiation and for the safety of radiation sources. The BSS-115 recommended limitation of dose for worker and public as 20 mSv/year and 1 mSv/year, respectivelly. The Indonesian regulatory authority has a plan to apply the limit. A study on impact of the limit to the high risk practices especially for hospital having radiotheraphy services and industries having radography services has been conducted to support these policy. To obtain a desirable acceptance by society of the dose limit, a series of survey for potential exposure have been implemented. It is concluded that most of radiotheraphy services could accept the limit, but additional data are needed to make a conclusion on the radiography services.
25
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
PENDAHULUAN Indonesia termasuk Negara yang cukup aktif dalam pemanfaatan tenaga nuklir untuk maksud damai. Sampai saat ini Indonesia telah mengoperasikan 3 reaktor nuklir untuk keperluan penelitian, yaitu 1 reaktor nuklir dengan daya 2 MW di Bandung, 1 reaktor nuklir dengan daya 100 kW di Yogjakarta, dan 1 reaktor nuklir dengan daya 30 MW di Serpong. Di samping itu Indonesia juga telah mengoperasikan berbagai instalasi nuklir seperti instalasi produksi elemen bakar reaktor riset, instalasi elemen bakar experimental, instalasi produksi radioisotop, instalasi radiometalurgi dan instalasi pengolahan limbah radioaktif yang semuanya berlokasi di Serpong; instalasi irradiator dan lebih dari 2400 instansi pemanfaat zat radioaktif dan sumber radiasi lainnya di seluruh Indonesia untuk keperluan medis/kesehatan, industri dan penelitian1. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengawas pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia telah menetapkan ketentuan di bidang keselamatan kerja radiasi, yaitu Peraturan Kepala BAPETEN No. 01/Ka. BAPETEN/V-99 tentang ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi. Salah satu isi dari peraturan tersebut adalah mengenai Nilai Batas Dosis (NBD) yang berlaku di Indonesia. NBD merupakan nilai batas dosis yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan yang berlaku untuk pekerja radiasi, para magang, dan pelajar, tetapi tidak termasuk dosis penyinaran yang berasal dari alam dan untuk tujuan medik. NBD merupakan jumlah penyinaran eksternal selama masa kerja dan dosis yang terikat yang berasal dari permukaan zat radioaktif selama masa tersebut. NBD yang berlaku saat ini, untuk pekerja radiasi (seluruh tubuh) 50 mSv/tahun sedangkan untuk masyarakat umum, penyinaran seluruh tubuh 5 mSv/tahun2. Basic Safety Standard (BSS) No. 115 IAEA tahun 1996 atau yang sering disebut dengan BSS-115 mempunyai tujuan untuk menetapkan persyaratan dasar proteksi terhadap risiko yang berhubungan dengan paparan radiasi pengion dan keselamatan sumber radiasi. BSS-115 merekomendasikan bahwa NBD yang diterima untuk pekerja radiasi adalah 20 mSv/tahun dan untuk masayarakat 1 mSv/tahun, hal itu didasarkan pada rekomendasi dari ICRP (International Commission on Radiological Protection) No. 60 tahun 19903. Ketentuan peraturan baru tentang NBD di Indonesia yang mendukung penerapan BSS-115 akan segera ditetapkan, dalam hal ini akan dilakukan revisi tentang Peraturan Kepala BAPETEN No. 01/Ka.-BAPETEN/V-99. Dalam rangka mendukung penerapan BSS-115 tersebut, pusat pengkajian fasilitas radiasi dan zat radioaktif melakukan pengkajian tentang
26
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
dampak penerapan BSS-115 khususnya terhadap fasilitas yang mempunyai dampak radiologi tinggi, dalam hal ini rumah sakit yang memiliki fasilitas radioterapi dan industri pengguna kamera radiografi. Sehubungan dengan rekomendasi dari badan internasional seperti ICRP, IAEA, WHO, dll. yang merekomendasikan agar negara pemanfaat tenaga nuklir menerapkan standar keselamatan radiasi terbaru/mutakhir untuk melindungi pekerja radiasi maupun masyarakat dan lingkungan hidup, maka mau tidak mau Indonesia harus berupaya memenuhinya. Standar keselamatan mutakhir adalah seperti yang telah disebutkan pada alenia sebelumnya. Untuk mengetahui dampak penerapan BSS-115 di fasilitas radioterapi dan industri, terlebih dahulu akan disampaikan penjelasan tentang pemanfaatan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya di Indonesia, terutama di fasilitas radioterapi dan industri.
PEMANFAATAN ZAT RADIOAKTIF DAN SUMBER RADIASI LAINNYA Hingga saat ini pemanfaatan zat radioaktif dan sumber radiasi lainnya telah dilakukan dalam berbagai bidang seperti : bidang kesehatan yang meliputi pemanfaatan sinar-X untuk tujuan diagnostik, terapi dan kedokteran nuklir, bidang industri seperti pemanfaatan zat radioaktif atau sumber lainnya untuk radiografi (kendali mutu), logging (untuk pencarian minyak atau gas), gauging (kendali mutu), analisa dan lain sebagainya, serta bidang penelitian4. Di dalam pemanfaatan ini harus diutamakan keselamatan radiasi sehingga pemanfaatan tersebut tidak menimbulkan bahaya bagi pekerja maupun masyarakat lainnya. Untuk itu pengawasan dilakukan secara ketat melalui pembuatan peraturan, melakukan perizinan bagi setiap yang memiliki zat radioaktif dan sumber radiasi lainnya. Semua pengguna diharuskan mengikuti semua peraturan keselamatan yang telah diterbitkan BAPETEN. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, pengusaha instalasi yang melaksanakan setiap kegiatan pemanfaatan zat radioaktif dan sumber lainnya yang dapat mengakibatkan penerimaan dosis radiasi harus memenuhi prinsip kesehatan dan keselamatan yang sering disebut asas proteksi radiasi, yang terdiri dari asas justifikasi (justification of practices), limitasi (dose limitation), dan optimisasi (optimization of protection and safety). Secara singkat, prinsip keselamatan dan kesehatan ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus mempunyai manfaat lebih besar dibanding dengan risiko yang ditimbulkan (asas justifikasi)
27
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
2. Penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh Badan Pengawas (asas limitasi) 3. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi ditekan serendah-rendahnya (asas optimisasi). Penerapan asas justifikasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar sebelum tenaga nuklir dimanfaatkan, terlebih dahulu harus dilakukan analisis resiko manfaat. Apabila pemanfaatan tenaga nuklir menghasilkan manfaat/keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan resiko akibat kerugian radiasi yang mungkin ditimbulkannya, maka kegiatan tersebut boleh dilaksanakan. Sebaliknya, apabila manfaat/ keuntungannya lebih kecil dari resiko yang ditimbulkan, maka kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan. Penerapan asas limitasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar penerimaan dosis radiasi oleh seseorang tidak boleh melampaui nilai batas dosis yang ditetapkan oleh Badan Pengawas. Yang dimaksud Nilai Batas Dosis (NBD) ini adalah dosis radiasi yang diterima dari penyinaran eksterna dan interna selama 1 (satu) tahun dan tidak tergantung pada laju dosis. Penetapan NBD ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medik dan yang berasal dari radiasi alam. NBD yang berlaku saat ini adalah 50 mSv (5000 mrem) per tahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv (500 mrem) per tahun untuk anggota masyarakat. Sehubungan dengan rekomendasi IAEA agar NBD untuk pekerja radiasi diturunkan menjadi 20 mSv (2000 mrem) per tahun untuk jangka waktu 5 tahun (dengan catatan per tahun tidak boleh melebihi 50 mSv) dan untuk anggota masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv (100 mrem) per tahun, maka tentunya kita harus berhati-hati dalam mengadopsinya. Bila ketentuan ini diberlakukan sekarang dan semua pemanfaat tenaga nuklir harus mengikutinya, maka dikhawatirkan akan banyak instalasi nuklir dan fasilitas radiasi terpaksa harus ditutup karena tidak sesuai dengan standar keselamatan mutakhir. Hal ini disebabkan karena fasilitas radiasi/ instalai nuklir tersebut pada saat diberi izin masih mengikuti ketentuan/standar keselamatan yang berlaku saat itu. BAPETEN merencanakan akan menerapkan ketentuan tentang hal tersebut. Sehingga mulai tahun 2005 telah dilakukan pengkajian tentang dampak penerapan NBD berdasarkan BSS-115 di fasilitas radioterapi dan dilanjutkan pada tahun 2006 untuk fasilitas industri dan penelitian. Penerapan asas optimisasi menuntut agar paparan yang diterima seseorang harus ditekan serandah-rendahnya dibawah NBD dengan memperhitungkan faktor ekonomi dan sosial. Apabila dalam satu lokasi terdapat beberapa fasilitas pemanfaatan tenaga nuklir, pengusaha instalasi harus menetapkan tingkat dosis yang lebih rendah untuk masing-masing
28
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
instalasi, agar dosis kumulatif tidak melampaui NBD. Tingkat dosis yang lebih rendah ini disebut ”dosis pembatas” (dose constraint) digunakan dalam proses optimisasi fasilitas yang bersangkutan, untuk menyakinkan bahwa NBD tidak terlampaui sebagai akibat adanya beberapa fasilitas di satu lokasi. Demikian pula pelepasan zat radioaktif ke lingkungan hidup dari semua fasilitas dimaksud tidak boleh mengakibatkan NBD untuk anggota masyarakat dilampaui.
METODOLOGI Metodologi pengukuran yang dilakukan adalah dengan melakukan pengukuran laju paparan di luar dan di dalam fasilitas radioterapi yang terdapat di rumah sakit dan perusahaan yang dikunjungi dengan menggunakan surveimeter dengan sensitivitas yang sesuai untuk laju dosis lingkungan berorde mikro-R/jam atau mikro rem/jam. Perhatian khusus ditujukan pada daerah dimana operator atau pekerja radiasi dan masyarakat umum berada sedangkan untuk radiografi industri perhatian dititik beratkan tempat dimana kamera radiografi dan peralatannya disimpan atau yang lebih dikenal dengan boom pit/bunker dan ditempelkan juga di personil radiografer. Dalam IAEA-TECDOC-1191 sumber radioaktif yang digunakan dalam radiografi industri dikelompokkan dalam kelompok kategori I dengan tingkat risiko yang tinggi. Satu unit kamera radiografi terdiri dari : 1. Kamera (exposure device); 2. Crank (control unit / drive cable control) 3. Kabel penuntun sumber (source guide tube) 4. Kabel tambahan penuntun sumber (extended source guide tube) 5. Penyangga (tripod stand) Untuk pengkajian ini, selain melakukan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran aktif), juga melakukan pengukuran menggunakan sistem TLD (pengukuran pasif). TLD yang digunakan dalam pengkajian ini adalah TLD-100 Harshaw dari bahan 7LiF yang memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Bersifat setara dengan jaringan tubuh manusia (tissue equivalent), nomor atom efektif LiF alam hampir sama dengan nomor atom efektif tubuh.
7
2. Cukup independen terhadap foton dan elektron energi tinggi, kepekaannya cukup linier pada daerah energi tinggi sehingga perubahan energi radiasi tidak mempengaruhi kepekaan TLD.
29
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
3. Tidak peka terhadap faktor lingkungan seperti perubahan tekanan, temperatur dan kelembaban selama pengukuran. 4. Mampu merekam dosis radiasi dari rendah hingga tinggi. 5. Proses pembacaan dosis radiasi yang diterimanya dapat dilakukan secara cepat. Meskipun demikian ada juga kelemahan dari TLD ini, terutama data yang disimpannya akan hilang setelah dibaca, sehingga tidak dapat dilakukan evaluasi ulang.
HASIL SURVEI, HASIL ANALISIS DI FASILITAS RADIOTERAPI DAN INDUSTRI SERTA PEMBAHASAN Untuk mengetahui dampak penerapan BSS-115 dilakukan kajian pada tahun 2005 dan 2006, untuk tahun 2005 survei dilakukan ke berbagai rumah sakit yang mempunyai fasilitas raditerapi, sampai saat ini terdapat 25 rumah sakit yang mempunyai fasilitas radioterapi, dan untuk tahun 2005 telah dilakukan survei dan pengukuran di 11 (sebelas) rumah sakit yang memiliki fasilitas radioterapi. Sedangkan untuk tahun 2006 kajian dilakukan di bidang industri dan penelitian, kajian lebih dititik beratkan pada perusahaan pengguna kamera radiografi karena dampak radiologiknya tinggi bagi operator radiografi maupun masyarakat sekitar. 1. Hasil survei dan analisis di 11 (sebelas) Rumah Sakit yang mempunyai Fasilitas Radioterapi Survei dilakukan di 11 (sebelas) rumah sakit yang memiliki fasilitas radioterapi. Hasil survei lapangan berupa data peralatan dan sumber radioterapi, pengukuran laju paparan radiasi secara langsung dengan surveimeter dan pengukuran tidak langsung dengan TLD yang dipasang di beberapa titik sekitar ruang radioterapi. Hasil pemantauan radiasi ditampilkan dalam tabel yang memperlihatkan titik dan ruang lokasi pemasangan TLD, hasil pengukuran, dan hasil perhitungan dosis tahunan berdasarkan hasil pembacaan TLD. Selain itu tabel tersebut juga memberikan informasi mengenai daerah pekerja dan sekitarnya di fasilitas radioterapi. Pemasangan TLD dilakukan selama 14 - 45 hari, selama pemasangan TLD sampai dengan pengambilan jumlah pasien yang diterapi dicatat begitu juga dengan jumlah penyinarannya. Rangkuman hasil survei dan analisis TLD di sebelas rumah sakit dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Rangkuman hasil Survei dan Analisis di Sebelas Rumah sakit di Indonesia No.
Lokasi Pemasangan TLD
Dosis (mSv)
30
Dosis (mSv/th)
Daerah
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
1
RS A
0,26 ~ 3,04
0 ~ 15
Pekerja
Radiasi
2
RS B
0,14 ~ 0, 51
0~6
dan Masyarakat Pekerja Radiasi
3
RS C
0,19 ~ 0,27
1~2
dan Masyarakat Pekerja Radiasi
4
RS D
0,11 ~ 0,23
0~1
dan Masyarakat Pekerja Radiasi
5
RS E
0,121 ~ 5,274
0 ~ 56
dan Masyarakat Pekerja Radiasi
6
RS F
0,091 ~ 0,172
0
dan Masyarakat Pekerja Radiasi
7
RS G
0,119 ~ 0,175
0~1
dan Masyarakat Pekerja Radiasi
8
RS H
0,104 ~ 0,412
0~3
dan Masyarakat Pekerja Radiasi
9
RS I
0,339 ~ 0,470
3~5
dan Masyarakat Pekerja Radiasi
10
RS J
0,102 ~ 0,177
0
dan Masyarakat Pekerja Radiasi
11
RS K
0,159 ~ 0,334
1~4
dan Masyarakat Pekerja Radiasi dan Masyarakat
2. Hasil Survei dan Analisis di Radiografi Industri Untuk bidang industri survei dilakukan di beberapa perusahaan yang memiliki fasilitas dampak radiologik tinggi, salah satu perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memanfaatkan kamera radiografi untuk NDT (Non-Destructive Testing), contohnya adalah perusahaan X PT. X merupakan salah satu perusahaan yang menggunakan teknik NDT (NonDestructive Testing). Salah satu teknik NDT yang digunakan adalah radiografi, yang menggunakan bahan radioaktif Ir-192. Radiografi merupakan salah satu fasilitas yang mempunyai potensi penerimaan radiologik tinggi. Perusahaan ini mempunyai 4 (empat) kamera radiografi Ir-192 dengan aktivitas ± 95 Ci dan dengan tipe isotop padat. Selain melakukan pengukuran langsung, penempatan TLD di lokasi tertentu yang diperkirakan seseorang dapat memperoleh paparan berlebih, penempatan TLD untuk masingmasing operator radiografi yang ditempelkan selama ± 1 bulan di masing-masing film badge mereka, menganalisis data, juga dilakukan pertanyaan kepada PPR dengan cara mengisi
31
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
lembar kuisioner Tabel 3. Hasil survei, hasil analisis dan hasil kuisioner dari perusahaan ini sebagai berikut : untuk pengukuran dengan surveimeter disekitar lokasi PT. X dan di boom pit: antara 0,06 – 0,64 μSv/jam, hasil analisis TLD untuk lokasi dan personil dapat di lihat pada tabel berikut. Tabel 2. Hasil Analisis TLD No.
Pekerja Radiasi dan
Bacaan (nC)
Dosis (mSv)
1 2 3 4 5 6
Lokasi Pemasangan TLD Mr A s/d Mr H R. Logistik Kontrol di BAPETEN Dinding R. Boompit (Bunker) Pintu Ruang Boompit ((Bunker) TLD Kontrol PT. X (R. NDT Manager)
0,160 ~ 4,453 0,273 0,187 0,306 0,227 0,177
0,089 ~ 2,431 0,148 0,101 0,166 0,123 0,096
personil
menggunakan
Tabel 3. Pemahaman dan Praktik dari PPR 1.
2.
Pemantauan Personil
Pengawasan
dengan
(Personal monitoring)
suatu alat
Pembagian daerah kerja
Daerah / area yang memungkinkan tenaga ahli
A. Daerah Pengendalian bekerja melakukan kegiatan (Controlled area)
B. Daerah Pengawasan Area diluar dari pada zona tenaga ahli bekerja 3.
(Supervised area) Dosis Pembatas
Dosis yang diterima tertinggi dan terendah ( max /
(Dose constraint)
min )
PENUTUP Pengkajian pengawasan tentang dampak penerapan NBD berdasarkan BSS-115 di Fasilitas Radioterapi dan Industri telah dilaksanakan dengan menggunakan TLD. Pemantauan radiasi dengan sistem TLD telah memberikan hasil yang baik dan konsisten, sebagaimana ditunjukkan pada hasil pengukuran tingkat latar. Sebagian besar fasilitas radioterapi di rumah sakit yang disurvei dalam kegiatan ini memiliki fasilitas proteksi radiasi yang memadai. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil
32
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
pemantauan radiasi untuk dosis tahunan rata-rata yang tidak melampaui NBD BSS-115 yaitu 20 mSv untuk pekerja radiasi dan 1 mSv untuk masyarakat. Apabila NBD-115 diterapkan di Indonesia maka ada beberapa rumah sakit yang hasil pengukurannya masih melebihi NBD BSS-115, sehingga perlu memperbaiki sistem proteksi radiasi dan tata guna ruang sekitarnya. Dari hasil survei dan analisis di perusahaan X diperoleh hasil nilai dosis terbesar dari 6 (enam) pekerja radiasi yang diamati adalah 2,4 mSv dengan rata-ratanya 0,617 mSv. Apabila beban kerja sepanjang tahun dianggap sama, maka masih terdapat keleluasaan untuk mengatur agar dosis perorangan dibawah Nilai Batas Dosis (NBD) 20 mSv, dengan cara menggilirkan beban kerja diantara pekerja radiasi. Pemahaman PPR mengenai Pemantauan Personil, Daerah Pengendalian, Daerah Pengawasan dan Dosis Pembatas (dose constraint) berdasarkan kuisioner masih sederhana, belum mencerminkan pemahaman yang mendalam.
33
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
DAFTAR PUSTAKA 1.
Drs. HERYUDO KUSUMO, MS, “Dampak Penerapan BSS terhadap Pengawasan Tenaga Nuklir di Indonesia”, Rakor Pengawasan Pengelolaan Limbah Radioaktif di Bidang Industri, Jakarta, 29 Oktober 2002.
2.
Laporan Hasil Kajian P2STPFRZR, Tahun 2005 : “Pengkajian Konsepsi Peraturan tentang Penerimaan Dosis Radiasi di Fasilitas Radioterapi”.
3. “International Basic Safety Standards for Protection Against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources”, IAEA, Vienna, 1996. 4.
MARTUA SINAGA, “Pengawasan Naturally Occuring Radioactive Material (NORM)”, Prosiding Seminar Aspek Keselamatan Radiasi dan Lingkungan pada Industri Non Nuklir”, Jakarta, 18 Maret 2003.
34
ISSN: 1412-3258
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
DISKUSI DAN TANYA JAWAB Penanya: Aris S ( BAPETEN ) Pertanyaan:
a.Apakah monitoring atau pengkajian dosis juga termasuk medical dose? b.Apakah occupation factor diambil yang maksimum ( 8 Jam )? Jawaban: a.Tidak b.Ya Penanya: Mutiara S ( BAPETEN ) Saran: Penelitian atau pengkajian diperluas untuk BATAN dari BATEK untuk mengkaji sehingga untuk masukan keregulasi lebih komprehensif. Tanggapan: Saran ini telah kami laksanakan untuk BATAN sedangkan BATEK belum dapat kami lakukan, kami akan melengkapi data kajian dengan data yang ada di BAPETEN yaitu data yang ada di Direktorat Inspeksi Instalasi dan bahan nuklir Subdit Evaluasi Dosis dan Lingkungan.
35