KAJIAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PENERAPAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA DI KABUPATEN PASURUAN
FAHRIYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
KAJIAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PENERAPAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA DI KABUPATEN PASURUAN
FAHRIYAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN B OGOR 2006
© Hak cipta milik Fahriyah, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya d alam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul: KAJIAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK PENERAPAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA DI KABUPATEN PASURUAN adalah karya saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis dari Perguruan Tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya
Bogor, Juli 2006
Fahriyah NRP. A545010221
ABSTRAK FAHRIYAH. Kajian Kelembagaan dan Dampak Penerapan Otonomi Daerah terhadap Kinerja Industri Gula Di Kabupaten Pasuruan (HERMANTO SIREGAR sebagai Ketua dan RINA OKTAVIANI sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Tujuan penelitian ini adalah: (1) menelaah pelaksanaan otonomi daerah menurut UU No 22/1999 dan UU No 25/1999 di Kabupaten Pasuruan dari sudut pandang kelembagaan, (2) mengkaji perubahan hubungan (fungsional dan koordinasi) antar lembaga yang membawahi industri gula, (3) menganalisis struktur perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum penerapan otonomi daerah termasuk peranan industri gula dalam perekonomian daerah, dan (4) menganalisis dampak penerapan otonomi daerah terhadap nilai produksi, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja pada industri gula di Kabupaten Pasuruan . Tujuan yang pertama dan kedua ditelaah dengan menggunakan analisis deskriptif dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah otonomi daerah, sedangkan tujuan ketiga dan keempat dianalisis dengan menggunakan Tabel IO Kabupaten Pasuruan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer GRIMP versi 7.02. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) secara empiris kebijakan otonomi daerah jika diperbandingkan dengan isi UU No 22/1999 dan UU No 25/1999 belum sepenuhnya diterapkan secara konsisten, (2) dari sisi penerimaan, Pemda Kabupaten Pasuruan masih mengandalkan sumber eksternal dibandingkan dengan sumber internalnya, sedangkan dari sisi pengeluaran, proporsi alokasi anggaran untuk pengeluaran pembangunan mengalami peningkatan dari 20.31% menjadi 38.08%, (3) perubahan kelembagaan industri gula di Kabupaten Pasuruan lebih dipengaruhi oleh pemberlakuan Inpres No.5/1998, dimana pelaku pengembangan tebu rakyat saat ini dilakukan oleh petani dan PG Kedawung sedangkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan hanya berfungsi sebagai fasilitator dan mediator walaupun secara fungsional dinas ini bertanggungjawab atas pelaksanaan program pengembangan tebu rakyat, (4) industri gula di Kabupaten Pasuruan belum dapat digolongkan sebagai sektor yang dominan dalam perekonomian daerah jika dilihat dari kontribusinya terhadap total nilai output domestik, total nilai tambah dan total tenaga kerja , (5) analisis keterkaitan dan analisis pengganda (multiplier ) menunjukkan bahwa pengembangan industri gula sangat penting bagi kelangsungan dan pertumbuhan perkebunan tebu di Kabupaten Pasuruan, dan (6) dampak otonomi daerah terhadap kinerja industri gula yang diukur dari peningkatan produksi, nilai tambah bruto dan penciptaan kesempatan kerja menunjukkan bahwa kinerja industri gula terbaik akan tercipta jika otonomi daerah (perubahan alokasi APBD) diikuti oleh peningkatan investasi swasta dan ekspor, karena dapat menghasilkan peningkatan output, NTB dan peciptaan lapangan kerja yang relatif besar, yakni 12.45 persen. Kata Kunci: Otonomi Daerah, Industri Gula, Kelembagaan, APBD, Dampak
Judul Penelitian
: Kajian Kelembagaan dan Dampak Penerapan Otonomi Daerah Terhadap Kinerja Industri Gula di Kabupaten Pasuruan
Nama Mahasiswa
: Fahriyah
NRP
: A545010221
Program Studi
: Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1 . Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc. Ketua
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. Anggota
Mengetahui,
2 . Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
3 . Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA.
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 30 Juni 2006
Tanggal Lulus: 28 Agustus 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pasuruan Jawa Timur pada tanggal 14 Juni 1978, dari Ayahanda Muktasim Billah Karimy dan Ibunda Sirin. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara. Setelah menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri Bangil Pasuruan pada tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan Program Magister, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur yang mendalam penulis panjatkan pada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Kajian Kelembagaan dan Dampak Penerapan Otonomi Daerah terhadap Kinerja Industri Gula Di Kabupaten Pasuruan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih penulis sampaikan juga kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak saran untuk perbaikan tesis ini. Selama penyusunan tesis ini, penulis ban yak memperoleh bantuan dari Bapak Margo Yuwono dan Ibu Indah , khususnya dalam pengumpulan data dan penyusunan Tabel IO Kabupaten Pasuruan. Terima kasih tidak terhingga untuk Bapak Margo Yuwono atas bantuan dan kesediannya meluangkan waktu untuk mengajarkan kepada penulis tentang analisis input-output. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Agus Purwoto dan Bapak Usman Mukarrom. Terima kasih terbanyak penulis sampaikan kepada abi dan mama atas doa, motivasi dan dukungan yang tak habis-habisnya. Kesabaran dan pengertian mereka selama ini adalah hutang budi yang tidak akan pernah terbayarkan. Terima kasih juga buat adik-adik (Ili, Aziz, Najib dan Amar) yang selalu
memberikan doa dan semangat selama menempuh pendidikan . Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar H. Nuruddin Karimy alm. (Izuddin Karimy alm., Usman Karimy, Sa’dullah Karimy, Rohima Karimy, M. Ridho , Hasan alm., Husin dan Hamidah Karimy) atas segala doa dan dukungannya, baik moril maupun materiil. Terakhir, penulis sampaikan terima kasih kepada para sahabat (Dian, Lusi, Tanti, Basith, Rizal, Didin, Yanuar), teman -teman EPN 2001 (Besse, Yuliarmi, Erna, Yati, Indra, Dafina, Joel dkk) dan untuk teman-teman kost putri H. Subagja (Neni, Nicken, Nisa, Bu Kendah, Yati, Diana dan Rafli, Dini, Niken, Asri, Mba Ita) atas dukungan, motivasi dan persahabatan kalian. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik kepada mereka semua. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, namun penulis berharap tesis ini mampu memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2006
Penulis
DAFTAR ISI
I.
II.
III.
IV.
DAFTAR TABEL ............................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................
viii
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang.......................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah...............................................................
10
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................
14
1.4. Kegunaan Penelitian ..............................................................
14
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .......................
15
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
17
2.1. Tinjauan Teoritis....................................................................
17
2.1.1. Teori Desentralisasi....................................................
17
2.1.2. Teori Kelembagaan dan Kebijakan Desentralisasi.....
23
2.1.3. Tab el dan Analisis Input-Output................................
27
2.2. Ketentuan Pokok Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Und angUndang No. 25 Tahun 1999 ..................................................
37
2.3. Tinjauan Studi Terdahulu ......................................................
43
2.3.1. Studi Desentralisasi di Indonesia...............................
43
2.3.2. Pengalaman Desentralisasi di Berbagai Negara ........
45
KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS .............
55
3 .1. Kerangka Pendekatan Studi ..................................................
55
3.2. Hipotesis ................................................................................
61
METODE PENELITIAN................................................................
64
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................
64
4.2. Jenis dan Sumber Data .........................................................
64
4.3. Metode Analisis ......................................................................
65
4.3.1. Analisis Deskriptif .......................................................
65
4.3.2. Analisis Kuantitatif ......................................................
65
i
V.
VI.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN.............................
76
5.1. Geografis dan Administrasi Wilayah ......................................
76
5.2. Kondisi Fisik Wilayah .............................................................
77
5.2.1. Ketinggian Tempat.....................................................
77
5.2.2. Kemampuan Tanah....................................................
79
5.2.3. Kondisi Iklim ...............................................................
81
5.2.4. Kondisi Hid rologi........................................................
83
5.3. Kondisi Demografi dan Ketenagakerjaan ..............................
83
5.3.1. Kondisi Demografi......................................................
83
5.3.2. Ketenagakerjaan ........................................................
85
5.4. Kondisi Perekonomian Wilayah .............................................
86
5.4.1. Pertumbuhan Ekonomi...............................................
88
5.4.2. Struktur Ekonomi .......................................................
89
5.5. Kondisi Industri Gula di Kabupaten Pasuruan.......................
91
DESKRIPSI KELEMBAGAAN......................................................
97
6.1. Kelembagaan Pemerintahan Daerah .....................................
97
6.2 . Keuangan Daerah .................................................................. 103 6 .2.1. Pener imaan dan Pengeluaran Daerah ....................... 103 6.2 .2. Kinerja Keuangan Daerah .......................................... 112 6.3 . Kelembagaan Industri Gula................................................... 114 VII.
KONDISI PEREKONOMIAN KABUPATEN PASURUAN SEBELUM PENERAPAN OTONOMI DAERAH .......................... 119 7.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Pasuruan ....................... 119 7.1.1. Struktur Permintaan dan Penawaran ......................... 119 7.1.2. Struktur Permintaan Akhir ......................................... 120 7.1.3. Struktur Output Sektoral............................................ 124 7.1.4. Struktur Nilai Tambah Bruto ...................................... 126 7.1.5. Struktur Ekspor-Impor............................................... 129 7.1.6. Struktur Ketenagakerjaan .......................................... 134 7.2. Peranan Industri Gula dalam Perekonomian Daerah ............ 142 7.2.1. Keterkaitan Industri Gula............................................ 142 7.2.2. Peningkatan Produksi.................................................. 147 7.2 .3. Penciptaan Nilai Tambah ............................................ 148
ii
7.2.4. Penciptaan Kesempatan Kerja.................................... 151 7.2.5. Analisis Pengganda..................................................... 154 VIII.
DAMPAK OTONOMI DAERAH.................................................... 172 8.1. Dampak Perubahan APBD Kabupaten Pasuruan................... 172 8.2. Dampak Perubahan APBD dan Investasi Swasta .................. 176 8.3. Dampak Perubahan APBD, Investasi Swasta dan Ekspor..... 186 8.4. Sintesis Hasil Penelitian ......................................................... 189
IX.
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 198 9.1. Kesimpulan ............................................................................ 198 9.2. Implikasi Kebijakan................................................................ 202 9.3. Saran Untuk Penelitian Lanjutan........................................... 203 DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 204 LAMPIRAN.................................................................................... 209
iii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
PDRB Kabup aten Pasuruan Atas Dasar Harga Harga Berlaku, Tahun 2000-2003 ..............................................................................
5
Distribusi Persentase PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Pasuruan, Tahun 1999-2003 ..............................................................................
6
3.
Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Pasuruan, Tahun 1999-2003..........................................................................................
6
4.
Luas Areal, Produksi dan Jumlah Petani Tanaman Perkebunan Kabupaten Pasuruan, Tahun 2003....................................................
8
5.
Tabel Transaksi Input-Output Tiga Sektor........................................
28
6.
Pembagian Fungsi dan Kewenangan Antar Tingkat Pemerintahan Berdasarkan Undang -Undang No. 22 Tahun 1999...........................
40
7.
Rumus Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja .............
71
8.
Distribusi Luas Wilayah Masing-Masing Kecamatan di Kabupaten Pasuruan............................................................................................
78
9.
Luas Daerah Berdasarkan Ketinggian Tempat ..................................
78
10.
Luas Daerah Berdasarkan Kedalaman Efektif Tanah ........................
80
11.
Luas Daerah Berdasarkan Tekstur Tanah .........................................
80
12.
Luas Daerah Berdasarkan Drainase Tanah .......................................
80
13.
Luas Daerah Berdasarkan Erosi........................................................
81
14.
Jenis dan Karakteristik Tanah Kabupaten Pasuruan .........................
82
15.
Penduduk Kabupaten Pasuruan Usia 10 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama ........................................
86
Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pasuruan dan Distribusi Sektoral Tahun 2004 Atas Dasar Harga Konstan 1993 ....
87
17.
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pasuruan Tahun 1998-2004 ......
89
18.
Distribusi PDRB Kabupaten Pasuruan Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 1999-2004 ..............................................................................
90
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Tebu Rakyat Kabupat en Pasuruan, Tahun 1993 -2004 .............................................................
92
Luas Areal, Produksi Tebu, Kristal Gula dan Tingkat Rendemen di PG. Kedawung, Tahun Giling 1998/1999 -2002/2003 .......................
93
Nilai Produksi dan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Gula di Kabupaten Pasuruan, Tahun 1999-2003 ..........................................
94
Pangsa Industri Gula Terhadap Total PDRB, Industri Pengolahan dan Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, Tahun 1999-2003 ..............................................................................
95
2.
16.
19. 20. 21. 22.
iv
23.
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Dinas Daerah Kabupaten Pasuruan Pada Periode Sesudah Otonomi Daerah ......... 102
24.
Kontribusi dan Pertumbuhan Penerimaan Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ........................... 106
25.
Proporsi Bagi Hasil Beberapa Komponen Penerimaan Pemerintah Sebelum dan Sesudah Penerapan UU No. 25 Tahun 1999 .............. 108
26.
Komposisi Pengeluaran Rutin Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ........................................... 109
27.
Pertu mbuhan Pengeluaran Rutin Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ........................................... 109
28.
Komposisi Pengeluaran Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ........................... 110
29.
Pertumbuhan Pengeluaran Pembangunan Daerah Kabupaten P asuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ........................... 111
30.
Rasio Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan Terhadap Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Total Pada Periode Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ........................................... 112
31.
Rasio Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap PDRB di Kabupaten Pasuruan, Tahun 1998-2003 .......................................... 113
32.
Struktur Permintaan dan Penawaran Sektoral di Kab upaten Pasuruan, Tahun 2000 ...................................................................... 121
33.
Komposisi Permintaan Akhir Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000...... 123
34.
Persentase Nilai Output Domestik Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor) ................................................................ 125
35.
Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponennya, Tahun 2000................................................................................................... 127
36.
Persentase Nilai Tambah Bruto Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor).......................................................................... 128
37.
Persentase Nilai Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor) ................. 133
38.
Jumlah Tenaga Kerja, Produktivitas dan Nilai Upah Sektoral di Kabupaten Pasuruan ......................................................................... 135
39.
Persentase Jumlah Tenaga Kerja, Total Upah, rangking Produktivitas dan Rasio Upah sektoral di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000........................................................................................ 136
40.
Persentase Jumlah Tenaga Kerja Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor) ................................................................ 137
41.
Koefisien Tenaga Kerja Sektoral Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 139
42.
Koefisien Tenaga Kerja Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor).......................................................................... 140
v
43.
Kaitan Langsung Industri Gula Dengan Sektor-Sektor Lain Dalam Perekonomian Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000............................ 144
44.
Kaitan Langsung dan Tidak Langsung Industri Gula Dengan Seluruh Sektor Dalam Perekonomian Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000................................................................................................... 146
45.
Peranan Permintaan Akhir Industri Gula Dalam Peningkatan Produksi Dirinci Menurut Sektor, Tahun 2000 .................................. 149
46.
Peranan Permintaan Akhir Industri Gula Dalam Penciptaan Nilai Tambah Bruto Dirinci Menurut Sektor, Tahun 2000 ......................... 150
47.
Peranan Permintaan Akhir Industri Gula Dalam Penciptaan Kesempat an Kerja Dirinci Menurut Sektor, Tahun 2000................... 152
48.
Pengganda Output Masing-Masing Sektor Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000........................................................................................ 160
49.
Pengganda Output Sektor Industri Gula Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000........................................................................................ 162
50.
Pengganda Pendapatan Masing-Masing Sektor Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 ...................................................................... 164
51.
Pengganda Pendapatan Sektor Industri Gula Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 ...................................................................... 166
52.
Pengganda Tenaga Kerja Masing-Masing Sektor Di Kabupat en Pasuruan, Tahun 2000 ...................................................................... 168
53.
Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Gula Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 ...................................................................... 170
54.
Dampak Perubahan APBD Kabupaten Pasuruan Terhadap Output Sektoral.............................................................................................. 177
55.
Dampak Perubahan APBD Kabupaten Pasuruan Terhadap NTB Sektoral.............................................................................................. 178
56.
Dampak Perubahan APBD Kabupaten Pasuruan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral ................................................... 179
57.
Dampak Perubahan APBD dan Investasi Swasta Terhadap Output Sektoral.............................................................................................. 183
58.
Dampak Perubahan APBD dan Investasi Swasta Terhadap NTB Sektoral.............................................................................................. 184
59.
Dampak Perubahan APBD dan Investasi Swasta Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral.................................................. 185
60.
Dampak Perubahan APBD, Investasi Swasta dan Ekspor Terhadap Output Sektoral ................................................................................. 190
61.
Dampak Perubahan APBD, Investasi Swasta dan Ekspor Terhadap NTB Sekto ral...................................................................................... 191
62.
Dampak Perubahan APBD, Investasi Swasta dan Ekspor Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral ................................................... 192
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kerangka Dasar Pemerintahan Menurut UU No. 22 Tahun 1999 .....
38
2.
Diagram Alur Kerangka Pendekatan Studi........................................
62
3.
Kedudukan Perangkat Daerah Menurut UU No.5 Tahun 1974 ......... 100
4.
Kedudukan Perangkat Daerah Menurut UU No. 22 Tahun 1999 ...... 100
vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Klasifikasi Sektor Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000........ 210
2.
Keterangan Sektor............................................................................. 212
3.
Keterangan Asal Data yang Digunakan Untuk Analisa Dampak Otonomi Daerah ................................................................................ 213
4.
Susunan Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan, Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ........................................... 214
5.
Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah .................................................................. 216
6.
Realisasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah ........................................... 218
7.
Tabel Input-Output Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen, (40x40 Sektor) ........................... 220
8.
Tabel Input-Output Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen, (40x40 Sektor).................... 229
9.
Permintaan Akhir Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 Dirinci Menurut Komponen dan Sektor....................................................................... 238
10.
Nilai Output Domestik Sektoral Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 . 240
11.
Nilai Tambah Bruto Sektoral Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 ..... 241
12.
Nilai Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Sektoral Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 ...................................................................... 242
13.
Pengeluaran (Konsumsi) Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan, Dirinci Menurut Sektor....................................................................... 243
14.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan, Dirinci Menurut Sektor................................... 244
15.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Swasta d i Kabupaten Pasuruan, Dirinci Menurut Sektor...................................................... 245
16.
Perbandingan Nilai Ekspor Di Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah, Dirinci Menurut Sektor........................... 246
17.
Kontribusi Komponen Permintaan Akhir Terhadap Total Permintaan Akhir Tiap Sektor Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 .................. 247
18.
Matriks Tujuan, Metode Analisis dan Kesimpulan Penelitian ............ 249
v iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Gerakan reformasi yang menurunkan Pemerintah Orde Baru pada bulan Mei 1998 telah mendorong timbulnya perubahan aspirasi rakyat untuk menuntut perbaikan dalam berbagai bidang kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Salah satu diantara tuntutan perubahan kepada pemerintah pusat adalah desentralisasi kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Menanggapi tuntutan tersebut, Pemerintah Indonesia melakukan pembaharuan atas komitmen politiknya untuk membentuk pemerintahan yang lebih terdesentralisasi dengan menyusun dua undang -undang baru, yakni: Undang -Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undangundang tersebut berfungsi sebagai dasar hukum untuk mendesentralisasikan kekuatan politik dan ekonomi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Politik desentralisasi ini kemudian dikenal juga dengan istilah Otonomi Daerah dan resmi diterapkan pada tanggal 1 Januari 2001 (Suharyo, 2000). Kedua undang -undang tersebut ditetapkan sebagai tindak lanjut dari Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah: Pengaturan,
Pembagian
dan
Pemanfaatan
Sumberdaya
Nasional
yang
Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang -Undang No. 22 Tahun 1999
memberikan otonomi penuh pada kabupaten/kota (Daerah Tingkat II) dan otonomi parsial pada provinsi (Daerah Tingkat I). Undang-undang ini juga menetapkan 11 bidang pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota,
yaitu:
pekerjaan
umum,
kesehatan,
pendidikan
dan
2
kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Sementara itu, daerah provinsi mendapat kewenangan untuk melaksanakan pelayanan publik y ang terbatas dan tugas-tugas yang didelegasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 menetapkan sistem pembagian keuangan baru, dimana pemerintah daerah akan mendapat bagian y ang lebih besar dari pemanfaatan sumberdaya alam. Undang -Undang ini juga menyatakan bahwa Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan tanggung jawab atas perencanaan, pengaturan, pembiayaan dan pelayanan kepentingan (jasa) publik berdasarkan prinsip -prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan adanya pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada masyarakat (Suharyo, 2000). Undang -Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang -Undang No. 25 Tahun 1999 diharapkan membawa perubahan pada penataan kewenangan, sumberdaya aparatur/personil, keuangan daerah, manajemen pelayanan publik maupun sistem kelembagaan daerah. Dalam hal penataan kelembagaan daerah, adanya Undang -Undang tersebut telah memberikan kebebasan kepada daerah untuk menyusun dan menata kelembagaannya sesuai dengan karakteristik dan keanekaragaman budayanya. Selain perubahan struktur kelembagaan, kebijakan otonomi daerah juga memberikan kewenangan dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan kata lain bahwa, konsekuensi atas penyerahan kewenangan dari pusat kepada daerah akan
diikuti
dengan
penyerahan
kewenangan
pembiayaan
dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah (desentralisasi fiskal). Menurut Isdijoso et al. (2001), dari sisi penerimaan, desen tralisasi fiskal merupakan keleluasaan
3
bagi daerah untuk menggali sumber-sumber penerimaan (baru) sebagai tuntutan pembiayaan rutin dan pembangunan. Sedangkan dari sisi pengeluaran, desentralisasi fiskal merupakan kewenangan daerah dalam menentukan alokasi dan prioritas penggunaan dana bantuan pembangunan dari pusat. Perubahan -perubahan yang terjadi atas sistem pemerintahan daerah (kelembagaan maupun pengelolaan keuangan daerah) akibat penerapan kedua Undang -Undang tersebut akan mempengaruhi kegiatan perekonomian daerah. baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu visi otonomi daerah di Indonesia adalah untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah dan memberikan peluang yang lebih besar kepada pemerintah daerah
untuk
mengembangkan
kebijakan
regional
dan
lokal
sehingga
pendayagunaan potensi ekonomi di masing-masing daerah dapat dioptimalkan (Rasyid, 2001). Oleh sebab itu, hasil akhir yang sangat diharapkan dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terjadinya pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan kegiatan perekonomian daerah. Penerapan kebijakan desentralisasi yang tepat dapat mendorong dan mempercepat pembangunan daerah melalui penciptaan dukungan yang lebih besar pada kegiatan perdagangan dan investasi (Isdijoso et al., 2001). Menurut Mahi (2000), dengan adanya otonomi daerah, terjadi perubahan mendasar dalam pembangunan daerah di Indonesia. Implikasi yang paling penting dari kebijakan otonomi daerah adalah terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan antar daer ah. Salah satu kabupaten di Indonesia yang menerima otonomi penuh semenjak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah pada tahun 2001 adalah kabupaten Pasuruan. Kabupaten ini merupakan bagian dari Provinsi Jawa Timur y ang jika dilihat dari letak geografisnya, wilayah Kabupaten Pasuruan terletak
4
pada jalur segitiga Surabaya-Malang-Bali yang sangat strategis sebagai wilayah pengembangan investasi Provinsi Jawa Timur untuk menopang pertumbuhan ekonomi regional (Dinas Informasi & Komunikasi, 2002). Dari hasil studi KPPOD (Komisi Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah), daya tarik investasi kabupaten Pasuruan menurut persepsi pengusaha menduduki peringkat ke-60 dari 134 sampel kabupaten/kota di Indonesia. Jika dilihat dari potensi ekonominya maka Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu dari 10 kabupaten/kota yang memiliki Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi di Jawa Timur (BPS, 2001a). Pada permulaan pelaksanaan dan penerapan undang-undang otonomi daerah,
kinerja
perekonomian
daerah
Kabupaten
Pasuruan
mengalami
perkembangan yang relatif baik dimana laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2001 adalah sebesar 3.74 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2000 yang mencapai 3.59 persen. Bahkan pada tahun 2001 tersebut laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Pasuruan melebihi laju pertumbuhan PDB Nasional yang hanya 3.44 persen maupun PDRB Jawa Timur (3.34 persen), sedangkan pendapatan per kapita yang dicapai pada tahun 2001 adalah sebesar Rp 2 908 903.26 juta. Struktur ekonomi Kabupaten Pasuruan selama tahun 2000-2003 didukung oleh tiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, pertanian dan perdagangan (Tabel 1). Pada tahun 2003, sektor industri pengolahan memegang porsi terbesar sebagai penyumbang PDRB kabupaten Pasuruan dengan pangsa sebesar 33.85 persen, sektor pertanian menduduki peringkat kedua dengan pangsa sebesar 29.98 persen dan pangsa sektor perdagangan adalah sebesar 15.71 persen.
5
Tabel 1.
PDRB Kabupaten Pasuruan Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 20002003 (Juta Rp) Sektor
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
2000 2001 2002 2003 1 105 211.03 1 248 213.67 1 399 243.99 1 498 602.94 887.48 1 145.88 1 131.89 756.39 1 172 346.94 1 351 165.84 1 527 053.34 1 691 820.17 91 381.37 126 600.82 147 878.22 65 176.95 36 051.45 44 080.11 51 838.39 29 586.75 710 342.50 785 416.58 528 819.04 621 054.07 156 236.94 171 134.90 105 424.83 128 247.31 112 602.49 339 687.12
128 870.35
147 970.95
164 113.71
403 359.06
449 420.60
486 499.17
3 459 611.55 4 009 230.60 4 562 095.13 4 998 435.97
PDRB
Sumber: BAPPEDA dan BPS, 2004
Laju pertumbuhan sektoral pada tahun 2003 menunjukkan bahwa sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 2.26 persen dan relatif menurun jika dibandingkan laju pertumbuhan pada tahun 2002 yang mencapai 2.4 5 persen. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun tersebut adalah sektor bangunan
sebesar 8.83 persen. Sementara untuk sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan mengalami peningkatan laju pertumbuhan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan industri pengolahan meningkat dari 3.46 persen pada tahun 2002 menjadi 4.78 persen pada tahun 2003 sedangkan sektor perdagangan mengalami peningkatan laju pertumbuhan dari 5.10 persen menjadi 5.16 persen (BAPPEDA dan BPS, 2004). PDRB Kabupaten Pasuruan dari sektor pertanian lebih banyak dipengaruhi oleh kinerja sub sektor tanaman pangan karena sub sektor ini memberikan kontribusi terbesar diantara sub sekto r-sub sektor lain (lebih dari 20 persen) kemudian diikuti oleh sub sektor peternakan dan perikanan (Tabel 2). Pangsa sub sektor perkebunan berada pada kisaran 1.38-1.45 persen setingkat lebih tinggi bila dibandingkan dengan sub sektor kehutanan yang memiliki pangsa
6
kurang dari 0.15 persen. Walaupun pangsanya relatif kecil namun potensi sub sektor perkebunan dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian daerah relatif besar, hal ini dapat dilihat dari perkembangan laju pertumbuhannya (Tabel 3). Laju pertumbuhan sub sektor perkebunan menunjukkan arah yang cenderung makin baik setelah pada tahun 1998 dan 1999 mengalami kontraksi akibat adanya krisis ekonomi maka pada tahun 2000 hingga 2001 mengalami laju pertumbuhan positif dan lebih tinggi diantara keempat sub sektor lain yakni sebesar 6.13 dan 7.55 persen. Pada tahun 2002, sub sektor perkebunan mengalami penurunan laju pertumbuhan namun pada tahun 2003 sub sektor ini kembali mengalami peningkatan laju pertumbuhan dan menduduki posisi tertinggi diantara keempat sub sektor lain. Tabel 2.
Distribusi Persentase PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Pasuruan, Tahun 1999 -2003 (%)
Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan
2000 21.86 1.41 3.76 0.14
200 1 20.72 1.47 3.87 0.10
2002 20.38 1.45 3.88 0.10
200 3 20.06 1.45 3.81 0.09
Perikanan 1.74 1.74 Pertanian 29.18 28.91 Sumber: BAPPEDA dan BPS beberapa Tahun (Diolah)
1.72 27.88
1.69 27.50
1.62 27.04
Tabel 3.
1999 22.13 1.38 3.79 0.14
Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Pasuruan, Tahun 1999 -2003 (%)
Sub Sektor 199 9 2000 Tanaman Bahan Makanan 2.58 2.40 Tanaman Perkebunan -2.54 6.13 Peternakan -2.94 2.70 Kehutanan 1.70 1.14 Perikanan 1.94 3.55 Pertanian 1.58 2.69 Sumber: BAPPEDA dan BPS beberapa Tahun (Diolah)
200 1 -1.57 7.55 6.45 -26.23 2.42 0.18
2002 2.19 2.17 4.10 1.31 2.15 2.45
200 3 2.36 4.05 2.16 -3.23 -0.13 2.26
7
Dengan laju pertumbuhan yang relatif besar, potensi sub sektor perkebunan di masa yang akan datang dapat diharapkan menjadi sub sektor andalan penggerak perekonomian daerah. Peranan penting sub sektor perkebunan selain sebagai sumber penerimaan daerah yang potensial, sub sektor perkebunan mempunyai interdependensi yang sangat kuat dengan industri pengolahan (agroindustri) karena sebagian besar output sub sektor ini digunakan sebagai bahan baku pada industri pengolahan. Implikasinya, dinamika pertumbuhan sub sektor perkebunan sangat dipengaruhi oleh dinamika pertumbuhan industri pengolahan. Dengan kata lain industri pengolahan merupakan sektor pendukung sub sektor perkebunan (Saptana dan Sumaryanto, 2002). Semakin baik kinerja sub sektor perkebunan, akan meningkatkan pengembangan sektor pendukung seperti sarana produksi, transportasi, pengolahan dan pemasaran (perdagangan) (Said dan Dewi, 2003). Kabupaten Pasuruan menghasilkan sembilan jenis tanaman perkebunan y ang dominan diusahakan oleh masyarakat seperti terlihat pada Tabel 4. Dari total luas areal perkebunan rakyat yang mencapai 31 266.80 ha, 50.3 persennya merupakan areal perkebunan kapuk randu, 16.5 persen merupakan areal tebu, 13 persen merupakan areal perkebunan kopi, 11 persen merupakan areal perkebunan kelapa sedangkan tanaman perkebunan yang lain memiliki luas areal kurang dari 1000 ha. Jika dilihat dari produksi yang dihasilkan, tebu merupakan komoditi yang menghasilkan produksi tertinggi dengan total produksi sebesar 21 184.76 ton jauh melampaui produksi kopi yang hanya mencapai 909 ton atau kapuk randu yang memiliki areal terluas hanya mampu berproduksi sebesar 4 242 ton. Sementara itu, jika dilihat dari jumlah petani yang mengusahakan, tanaman tebu juga merupakan tanaman yang dalam pengusahaannya paling
8
banyak melibatkan petani dengan total petani sebanyak 24 657 kepala keluarga sedang tanaman kapuk randu han ya diusahakan oleh 20 393 kepala keluarga. Tanaman perkebunan lain yang melibatkan petani yang relatif besar lainnya adalah tanaman kelapa dan kopi dengan jumlah petani masing-masing 18 349 dan 9 601 kepala keluarga. Tabel 4.
Luas Areal, Produksi dan Jumlah Petani Tanaman Perkebunan Kabupaten Pasuruan, Tahun 2003
Luas Areal Produksi Bentuk Jumlah Petani (Ha) (Ton) Produksi (KK) Kelapa 3 539 2 400 Setara kopra 18 349 Kopi 4 184 909 Biji ose 9 601 Cengkeh 915 238 Biji kering 1 223 Kapuk Randu 15 702 4 242 Serat bersih 20 393 Jambu Mete 874 247 Biji mentor 4 024 Kenanga 302 534 Bunga segar 468 Tebu 5 169.3 21 184.76 Kristal gula 24 657 Kapas 8.5 1 610 Serat berbiji 127 Kunyit 223 1 173 Rimpang basah 853 Jahe 246 1 435 Rimpang basah 900 Temulawak 64 392 Rimpang basah 321 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pasuruan dalam BPS, 2004 Komoditi
Produksi perkebunan tebu yang relatif besar di Kabupaten Pasuruan menempatkan kabupaten ini sebagai salah satu sentra produksi gula di Jawa Timur. Perkebunan tebu di Kabupaten Pasuruan telah didukung oleh adanya industri pengolahan tebu yaitu pabrik gula (PG) Kedawung yang merupakan bagian dari PT Perkebunan Nusantara XI. PG Kedawung memiliki kapasitas giling sebesar 2 203 ton/hari. Pada tahun giling 2001, PG Kedawung mengolah 320 849.30 ton tebu dengan produksi hablurnya sebesar 19 975.20 ton (4.35 ton/ha) (P3GI, 2002). Produksi tanaman tebu yang relatif lebih besar dibanding tanaman perkebunan lain serta adanya industri pengolahan tebu menunjukkan bahwa perkebunan tebu di Kabupaten Pasuruan cukup potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sub sektor yang menyokong perekonomian daerah, apalagi
9
dalam kegiatan usahataninya tanaman tebu di Kabupaten ini melibatkan petani dalam jumlah yang relatif banyak. Peranan penting industri gula dalam suatu perekonomian daerah adalah karena industri gula ini merupakan industri yang tergolong dalam klasifikasi padat karya dan menghasilkan nilai tambah yang cukup besar melalui upah, laba dan sewa lahan (Woerjanto, 2000; Sawit, 1998). Selain itu gula sendiri merupakan bahan pangan yang penggunaannya bersifat luas. Hal ini disebabkan karena gula, pada satu sisi merupakan bahan pangan y ang dapat dikonsumsi langsung juga merupakan bahan baku bagi banyak industri (input antara). Oleh karena itu, peningkatan produksi industri gula dapat mendorong peningkatan produksi industri-industri yang menggunakan gula seb agai bahan bakunya (Simatupang et al., 1998). Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, dimana pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri, menuntut adanya kemandirian daerah dalam merencanakan, membiayai maupun melaksanakan pembangunan sesuai dengan potensi masing-masing. Jika kebijakan
otonomi
daerah
yang
mendukung
peran
serta
masyarakat
dilaksanakan dengan baik, maka akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintah daerah yang pada gilirannya akan mendorong adanya ekspansi dalam perekonomian. Melalui pelaksanaan otonomi daerah, potensi kabupaten Pasuruan dalam menghasilkan produk gula seharusnya dapat dikembangkan menjadi sektor unggulan yang dapat menopang kegiatan perekonomian daerah. Peran pemerintah daerah sebag ai fasilitator dan regulator dalam perekonomian diharapkan mampu meningkatkan kinerja industri gula di kabupaten pasuruan melalui penciptaan iklim yang kondusif.
10
Kajian atas pelaksanaan otonomi daerah telah banyak dilakukan akan tetapi masih bersifat parsial. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pelaksanaan otonomi daerah serta menganalisis dampak penerapan otonomi daerah tersebut terhadap kinerja industri gula di kabupaten Pasuruan. Kajian ini mempertimbangkan aspek kelembagaan dan aspek ekonomi secara bersamaan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui apakah aspek kelembagaan y ang berkaitan dengan Undang-Undang Otonomi Daerah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan apakah penerapan otonomi daerah benar-benar telah menciptakan ekspansi dalam perekonomian melalui perbaikan kinerja sektoral khususnya industri gula. 1.2. Perumusan Masalah Berkaitan dengan penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang -Undang No. 25 Tahun 1999, maka sejak saat itu tiap -tiap pemerintah daerah termasuk Kabupaten Pasuruan memiliki kewenangan yang makin besar dalam mengurus pemerintahannya sendiri termasuk dalam mengembangkan perekenomian daerah sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki. Undang -Undang otonomi daerah tersebut merupakan strategi baru dalam manajemen pemerintahan dan keuangan daerah. Semakin
meningkatnya
kewenangan
pemerintah
daerah,
maka
selayaknya harus didukung oleh adanya perubahan atas sistem kelembagaan pemerintah daerah. Sistem kelembagaan di bawah pemerintahan sentralistis y ang selama ini dijalankan sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan pemerintahan daerah yang baru. Pemerintah daerah perlu melakukan penataan kembali atas organisasi perangkat daerah termasuk didalamnya pembagian tugas dan fungsi sesuai dengan tujuan pembangunan daerah masing-masing. Oleh karena tiap-
11
tiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda sehingga tujuan masing-masing pembangunan daerah pun berbeda maka struktur dan perilaku kelembagaan tiap -tiap pemerintah daerah mem iliki karakteristik yang berlainan. Penataan kelembagaan yang baru harus ditujukan untuk efisiensi dan efektifitas pemerintah daerah. Dari kajian yang dilakukan oleh tim SMERU di beberapa daerah menunjukkan bahwa setelah dua tahun pelaksanaan desentralisasi (otonomi) telah menimbulkan berbagai masalah dalam penataan kelembagaan pemerintah daerah. Struktur organisasi pemerintah di daerah cenderung dibuat besar untuk menampung pegawai dalam jumlah yang lebih banyak. Penyusunan organisasi y ang tidak didasarkan untuk melaksanakan tugas dan fungsi tertentu akhirnya menciptakan
“pengangguran
terselubung”.
Selain
masalah
struktur
dan
penyusunan organisasi, hubungan antara berbagai tingkat pemerintahan menjadi tidak jelas, khususnya antara provinsi dan kabupaten/ko ta. Salah satu penyebab timbulnya kondisi ini adalah pada pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa setiap daerah otonomi (provinsi, kabupaten/kota) berdiri sendiri dan tidak berhubungan satu sama lain . Dilain pihak rumusan kewenangan masing-masing tingkat pemerintahan yang tidak jelas menyebabkan tidak adanya koordinasi dalam pembuatan rencana pengembangan daerah dan peraturan daerah serta menyebabkan terjadinya kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi karena provinsi tidak memiliki instansi pelaksana di kabupaten/kota (Toyamah et al., 2002). Selanjutnya perubahan kewenangan yang disertai dengan tanggung jawab dalam hal pembiayaan dan pengelolaan keuangan daerah menyebabkan terjadinya perubahan kebijakan anggaran pemerintah daerah. Dengan kebijakan
12
anggaran pemerintah atau yang disebut juga dengan kebijakan fiskal, pemerintah
dapat
mempengaruhi
jalannya
perekonomian
yaitu
dengan
mempengaruhi tingkat pendapatan regional, tingkat kesempatan kerja, tingkat investasi dan distribusi pendapatan. Hasil studi yang dilaksanakan oleh Isdijoso et al. (2001) maupun tim SMERU (Toyamah et al., 2002) menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan otonomi daerah (desentralisasi fiskal) ternyata tidak mampu menciptakan ekspansi dalam perekono mian daerah. Hal ini disebabkan karena adanya respon y ang berlebihan dari aparat pemerintahan di daerah dalam meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yaitu melalui peningkatan berbagai macam jenis pajak dan pungutan, sementara upaya mengefektifkan alokas i pengeluaran anggaran daerah masih relatif belum terpikirkan. Kondisi ini justru menyebabkan terjadinya kontraksi dalam perekonomian. Sementara itu, industri gula merupakan salah satu industri yang paling banyak
memperoleh
campur
tangan
pemerintah
(the
most
regulated
commodity ), mulai dari kegiatan produksi tebu hingga distribusinya ke pabrikpabrik gula serta distribusi gula ke konsumen maupun industri-industri yang menggunakan gula sebagai bahan baku (Churmen, 2000; Sudana, 2000). Peraturan yang dibuat untuk mendukung industri gula, ditetapkan mulai dari y ang berbentuk Undang -Undang hingga SK Bupati, artinya hampir seluruh jenjang pemerintahan ikut serta dalam pengaturan industri gula. Terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Pasuruan, maka pengelolaan industri gula kini merupakan kewenangan pemerintah daerah setempat, walaupun tetap mengacu pada kebijakan pergulaan nasional. Aspek kelembagaan terutama aspek regulasi yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat
13
mempengaruhi tiap-tiap simpul dalam sistem agroindustri gula mulai dari alokasi sumberdaya lahan dan air, usahatani dan distribusi tebu hingga pada peningkatan investasi dalam industri gula. Sejalan dengan meningkatnya kemandirian Pemerintah Daerah dalam p engelolaan keuangan maka peran Pemerintah Kabupaten Pasuruan terhadap peningkatan kinerja sektor-sektor unggulan daerah akan semakin luas. Sebagai salah satu komoditi unggulan Kabupaten Pasuruan, perkebunan tebu dan industri gula seharusnya memperoleh dampak positif dari meningkatnya kewenangan pengelolaan anggaran daerah tersebut. Anggaran daerah sebagai salah satu instrumen pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan dalam mempengaruhi kinerja industri gula dapat dialokasikan secara langsung pada industri gula, misalnya pemberian subsidi bagi petani tebu. Secara tidak langsung dapat dilakukan melalui alokasi anggaran bagi perbaikan infrastruktur industri gula. Jika kebijakan alokasi anggaran daerah digunakan sebaik-baiknya untuk mendukung kegiatan industri gula maka perbaikan kinerja industri pergulaan akan tercapai. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah pelaksanaan penerapan otonomi daerah menurut UndangUndang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 di Kabupaten Pasuruan, jika dilihat dari sudut pandang kelembagaan?
2.
Bagaimanakah perubahan hubungan (fungsional dan koordinasi) antar lembaga/organisasi yang “membawahi” industri gula setelah penerapan kedua undang-undang tersebut?
14
3.
Bagaimanakah
kondisi
perekonomian
Kabupaten
Pasuruan
sebelum
penerapan otonomi daerah termasuk posisi dan peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan? 4.
Bagaimanakah dampak penerapan otonomi daerah terhadap kinerja industri gula di Kabupaten Pasuruan?
1.3. Tujuan Penelitian 1.
Menelaah pelaksanaan penerapan otonomi daerah menurut UndangUndang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 di Kabupaten Pasuruan dari sudut pandang kelembagaan.
2.
Mengkaji
perubahan
hubungan
(fungsional
dan
koordinasi)
antar
lembaga/organisasi yang “membawahi” industri gula setelah penerapan kedua undang -undang tersebut. 3.
Menganalisis
kondisi
perekonomian
Kabupaten
Pasuruan
sebelum
penerapan otonomi daerah termasuk posisi dan peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan. 4.
Menganalisis dampak penerapan otonomi daerah terhadap nilai produksi, nilai tambah dan penciptaan kesempatan kerja pada industri gula di Kabupaten Pasuruan.
1.4. Kegunaan Penelitian 1.
Sebagai bahan evaluasi atas dampak penerapan otonomi daerah menurut Undang -Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 di Kabupaten Pasuruan terhadap kinerja industri gula.
2.
Sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
merumuskan
strategi
untuk
memaksimalkan penerapan otonomi daerah menurut Undang -Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang 25 Tahun 1999 dan atau mengurangi
15
akibat-akibat negatif dari penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang -Undang No. 25 Tahun 1999. 3.
Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian terkait lebih lanjut.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Industri gula dalam penelitian ini meliputi usahatani tebu dan Pabrik Gula. Lembaga dalam penelitian ini adalah instansi pemerintahan (dinas kehutanan dan perkebunan), PG Kedawung, APTR dan kelompok tani. Kajian terhadap kelembagaan meliputi aspek organisasi (institusi) dan aspek regulasi. Analisis terhadap
kelembagaan
bersifat
deskriptif
sedangkan
analisis
dampak
menggunakan analisis keseimbangan umum menggunakan tabel I-O. Analisis dampak dengan menggunakan tabel I-O dapat juga digunakan untuk melihat kinerja makro ekonomi regional, namun pada penelitian ini difokuskan untuk melihat kinerja industri gula di Kabupaten Pasuruan. Pada analisis ini, adanya otonomi daerah ditunjukkan oleh perubahan alokasi dan peningkatan dana APBD y ang diterima oleh Kabupaten Pasuruan sebagai akibat langsung adanya otonomi daerah serta perubahan tingkat investasi dan ekspor yang merupakan akibat tidak langsung dari adanya otonomi daerah. Kinerja industri gula yang dimaksud dalam penelit ian ini diukur dari
nilai produksi, nilai tambah bruto dan
penyerapan tenaga kerja oleh sektor industri gula. Penggunaan analisis input-output memiliki beberapa keterbatasan yang sulit dihindarkan baik yang bersifat teknis maupun asumsi yang mendasari analisis ini. Keterbatasan tersebut antara lain: 1.
Analisis input-output didasarkan pada asumsi dasar Leontief, yakni koefisien input antara dianggap konstan selama periode analisis. Koefisien input antara yang konstan ini mengabaikan kemungkinan substitusi faktor
16
produksi. Asumsi ini seringkali tidak sesuai dengan kenyataan karena kemungkinan substitusi selalu ada, apalagi dalam jangka panjang. Asumsi ini juga menunjukkan bahwa teknologi produksi bersifat konstan. 2.
Analisis input-output tidak mengenal mekanisme penyesuaian harga. Perubahan harga input diasumsikan akan selalu sebanding dengan perubahan harga output.
3.
Analisis
input-output mengasumsikan
bahwa
sektor-sektor
produksi
diturunkan dari permintaan (demand-driven) atau dengan kata lain perekonomian dibangun dari sudut permintaan. Dalam suatu perekonomian diasumsikan memiliki ekses kapasitas produksi sehingga peningkatan permintaan selalu dapat dipenuhi dengan peningkatan output tanpa ada peningkatan harga. Jika terjadi peningkatan permintaan akhir secara otomatis akan menggerakkan seluruh sektor perekonomian melalui proses pengganda ekonomi (multiplier). 4.
Pada penelitian ini, dampak otonomi daerah melalui perubahan APBD dicerminkan hanya dari sisi pengeluaran, hal ini dikarenakan sisi penerimaan APBD tidak dinyatakan secara eksplisit dalam tabel I-O standar. Sisi ini akan terlihat secara jelas bila kuadran III tabel I-O dirinci lebih jauh. Namun karena keterbatasan data, perincian kuadran III tidak dapat dilakukan.
5.
Kolom 305 (ekspor) pada Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 menunjukkan aliran barang dan jasa yang terjadi antara penduduk Kabupaten Pasuruan dengan bukan penduduk Kabupaten Pasuruan. Keterbatasan data menyebabkan kolom ekspor disusun tanpa membedakan antara ekspor antar daerah dengan ekspor luar negeri.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Teori Desentralisasi Desentralisasi merupakan bagian penting dari proses demokratisasi suatu negara. Desentralisasi dianggap sebagai suatu cara untuk mendorong penguasa (pemerintah) agar lebih dekat dengan masyarakatnya (Dethier, 2000). Selama dua dekade terakhir konsep tentang desentralisasi pemerintahan menjadi topik y ang menarik diperbincangkan di seluruh dunia. Menurut Burki et al. (1999), Peterson (1997) serta Bird et al. (1995), pelaksanaan desentralisasi di setiap negara mempunyai tujuan yang sama meskipun motivasi dan alasan setiap negara berbeda-beda. Di Eropa Tengah dan Timur desentralisasi dimotivasi oleh kegagalan perekonomian yang terpusat (command economy ) sehingga terjadi reformasi menuju ekonomi pasar. Di Amerika Latin, alasan desentralisasi adalah karena adanya tekanan dari masyarakat untuk melaksanakan demokrasi. Desentralisasi di negara-negara Afrika disebabkan oleh adanya reaksi terhadap tekanan etnis dan regional untuk ikut melaksanakan pengawasan dan berpartisipasi dalam proses politik. Sedangkan di Asia, munculnya desentralisasi didorong oleh adanya keinginan untuk meningkatkan pelayanan terhadap penduduk yang banyak dan tersebar serta dalam rangka mengurangi kontrol pusat. Desentralisasi pembangunan
pada
muncul dekade
ke
permukaan
1970-an.
sebagai
Tumbuhnya
paradigma
perhatian
baru
terhadap
desentralisasi adalah sebagai akibat dari kegagalan perencanaan pemerintahan y ang terpusat. Kepopuleran paradigma desentralisasi mencuat ke permukaan
18
dengan fokus growth with equity. Pada saat itulah argumen -argumen desentralisasi dibangun oleh para pelopornya terutama untuk negara-negara dunia ketiga (Kuncoro,1995). Istilah desentralisasi menunjuk kepada proses penyerahan kekuasaan (power), baik politik, administratif maupun fiskal kepada unit -unit pemerintah sub-national (Burki et al., 1999). Desentralisasi memiliki bentuk dan dimensi y ang beragam, dimana masing-masing bentuk mempunyai karakteristik, implikasi kebijakan dan prasyarat kesuksesan yang berbeda-beda pula (Rondinelli et al., 1999). Menurut Litvack et al. (1998) dan Rondinelli et al. (1999), desentralisasi dapat dibedakan kedalam tiga bentuk utama, yaitu: 1.
Desentralisasi politik (political decentralization), yang berarti memberikan kepada masyarakat setempat dan wakil-wakil mereka, kekuasaan yang lebih besar di dalam setiap pengambilan keputusan (decision making) yang mencakup kekuasaan dalam penetapan stan dar dan kerangka hukum (legal framework)
2.
Desentralisasi administratif (administrative decentralization), yang berarti adanya kewenangan (authority), tanggung jawab (responsibility ) dan sumberdaya keuangan diantara berbagai tingkat pemerintahan, dimana adanya kapasitas dan kekuatan institusional yang lebih sesuai pada berbagai tingkat pemerintahan dianggap sebagai suatu prakondisi bagi keefektifan pelaksanaan desentralisasi tersebut
3.
Desentralisasi fiskal (fiscal decentralization) yang berhubungan dengan perumusan kewenangan atas sumber-sumber yang ada atau akses
19
terhadap transfer dan pembuatan berbagai keputusan yang menyangkut pengeluaran rutin maupun pengeluaran investasi. Kompleksitas proses desentralisasi digambarkan oleh Parker (1995), sebagai the souffle theory of decentralization, artinya bahwa instrumeninstrumen desentralisasi harus bekerja secara simultan. Desentralisasi politik (devolusi), desentralisasi administrasi (dekonsentrasi) dan fiskal tidak dapat dilaksanakan secara sendiri-sendiri meskipun setiap komponen desentralisasi menimbulkan implikasi yang berbeda-beda.
Upaya-upaya pengembangan
demokrasi (democracy deepening) melalui desentralisasi politik dan penyerahan urusan (devolusi) yang lebih besar kepada pemerintah daerah tidak dapat berjalan tanpa dibarengi dengan desentralisasi fiskal (finance follow function). Tujuan dari berbagai bentuk desentralisasi adalah: (1) mengurangi kesibukan pemerintah pusat dan dengan demikian membebaskan pemerintah dari hal-hal yang kecil dan sulit serta keterlibatan yang tidak perlu pada masalahmasalah lokal dan memfasilitasi koordinasi dan tindakan -tindakan yang cepat di tingkat lokal, (2) memperkuat persatuan nasional, (3) mendorong pemerataan secara geografis, (4) meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menjamin responsibilitas dan akuntanbilitas, (5) meningkatkan dan memperbaiki pelayanan jasa (delivery of services) kepada masyarakat dan mendorong investasi serta inovasi; (6) membuat rencana pembangunan yang lebih responsif terhadap kondisi setempat (local condition), (7) meningkatkan mobilisasi sumberdaya lokal untuk pembangunan wilayah setempat, (8) memfasilitasi perlindungan terhadap hak-hak rakyat, baik hak -hak demokrasi maupun hak-hak manusia yang lainnya, (9) mendorong pembangunan yang lebih merata, dan (10) meningkatkan efisiensi karena dengan desentralisasi memberikan fleksibilitas dalam berbagi
20
pelaksanaan rencana dan koordinasi diantara berbagai badan yang terlibat dalam perencanaan pada tingkat lokal (Maro, 1990; Oyugi, 2000). Beberapa kondisi penting yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan desentralisasi menurut Rondinelli et al. (1999) adalah: 1.
Kerangka desentralisasi harus berhubungan dengan marjin, keuangan lokal
dan
penguasaan
fiskal
untuk
memberikan
pelayanan
pertanggungjawaban dari fungsi pemerintah lokal. 2.
Masyarakat daerah harus mendapat informasi tentang biaya pelayanan dan opsi pemberian pelayanan serta sumber dananya sehingga kebijaksanaan tersebut lebih bermakna.
3.
Masyarakat membutuhkan mekanisme untuk mengekspresikan keinginan terutama penyaluran inisiatif melalui para politisi.
4.
Adanya sistem yang akuntabel (accountable) berdasarkan informasi yang transparan sehingga masyarakat dapat memonitor kinerja pemerintah daerah.
5.
Instrumen desentralisasi seperti kerangka institusi yang legal, struktur pertanggungjawaban pelayanan dan sistem fiskal antar pemerintah harus didesain untuk mendukung pengambilan keputusan.
Keberhasilan desentralisasi memerlukan dukungan partisipasi daerah, di sisi lain proses
desentralisasi
itu
sendiri
dapat
mendorong
kesempatan
untuk
berpartisipasi dengan alternatif kekuatan dan sumberdaya yang lebih dekat dengan masyarakat, lebih dikenal dan lebih mudah untuk mempengaruhi pemerintah (Miyasto, 2000). Sedangkan menurut Bird et al. (1995), hal terpenting yang dapat mendukung keberhasilan desentralisasi adalah desain dan
21
implementasi yang tepat yang mengarah kepada perbaikan penyediaan jasa publik. Menurut Ebel dan Yilmaz (2001), strategi desentralisasi dibuat untuk menciptakan transparansi, akuntabilitas dan efisiensi. Oleh karena itu komponen terpenting dari strategi desentralisasi adalah dengan mendesain suatu kerangka hukum dan peraturan yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi tiap tingkat pemerintahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Konstitusi tersebut harus berisi prinsip -prinsip umum bagaimana desentralisasi harus dijalankan, termasuk didalamnya hak dan kewajiban bagi semua tingkat pemerintahan, penjelasan dan peranan kelembagaan -kelembagaan kunci pada tingkat lokal maupun pusat dan dasar-dasar peraturan yang mengatur pembentukan maupun perubahan pada kelembagaan tersebut. Tanggung jawab terhadap keuangan juga merupakan komponen utama desentralisasi. Pemerintah
daerah
dapat
menyelenggarakan
fungsi-fungsi
desentralisasi secara efektif jika mempunyai penerimaan keuangan yang cukup, baik yang berasal dari sumber lokal maupun transfer pemerintah pusat sebagaimana kekuasaan untuk membuat keputusan pengeluaran (Rondinelli et al. , 1999). Desentralisasi fiskal dapat mendorong pertumbuhan melalui efisiensi alokasi sumberdaya pada tingkat daerah. Menurut Lin dan Liu (2000), jika investasi infrastruktur atau alokasi sumberdaya lebih efisien pada sektor-sektor y ang
berproduktivitas
tinggi
dibanding
dengan
sektor-sektor
yang
berproduktivitas rendah, maka penerapan desentralisasi dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Stiglitz (1999) juga menyatakan bahwa setiap efisiensi alokasi pareto hanya dapat dicapai melalui sistem
22
d esentralisasi, dimana keputusan tentang produksi dan konsumsi diserahkan kepada masyarakat sebagai pelaku ekonomi. Desentralisasi fiskal sebagai kerangka hubungan keuangan antara pusat dan daerah harus memliki persyaratan sebagai berikut: (1) sistem fiskal harus memberikan distribusi kekuasaan di antara berbagai tingkat pemerintahan mengenai pemungutan dan pengeluaran sumberdaya pemerintahan (public resource). Walaupun banyaknya kewenangan yang diberikan antar jenjang pemerintahan tidak bisa disamaratakan, namun sistem keuangan seharusnya menjamin bahwa penyerahan kewenangan (devolution of discretion) atas sumberdaya keuangan harus konsisten dengan pelimpahan tanggung jawab. (2) sistem tersebut harus menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumberdaya-sumberdaya masyarakat secara keseluruhan bagi fungsi-fungsi pemerintahan, dalam hal ini pelayanan rutin dan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah regional. (3) sistem tersebut seharusnya mampu mendistribusikan pengeluaran pemerintah secara merata di daerahdaerah. (4) pajak dan retribusi yang dikenakan oleh pemerintah daerah harus sejalan dengan distribusi beban pengeluaran pemerintah terhadap seluruh masyarakat (Davey, 1988). Menurut Ebel (1997), desentralisasi fiskal terkait dengan beberapa hal sebagai berikut: (1) pemisahan antara tugas dan tanggung jawab antar pemerintahan, (2) transfer pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, (3) penguatan sistem penerimaan dan sistem pelayanan publik pemerintah daerah, (4) privatisasi perusahaan milik negara, dan (5) penyediaan jaring pengaman (safety net). Davey (1988), membedakan sumber-sumber pendanaan pemerintah daerah dalam beberapa sumber yaitu: alokasi dari
23
pemerintah pusat sebagai transfer, yang dapat berupa bantuan pusat (grants) dengan berbagai jenisnya, bagi hasil pajak (tax sharing), pinjaman dan penyertaan modal berupa investasi pemerintah pusat pada suatu pemerintah daerah. Selain dalam bentuk transfer, pemerintah daerah dapat memperoleh pendapatan melalui pajak daerah, retribusi, pinjaman dan laba badan usaha. 2.1.2. Teori Kelembagaan dan Kebijakan Desentralisasi Pada
dasarnya
kelembagaan
mempunyai
dua
pengertian
yaitu:
kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarkhi (Williamson, 1985; Hayami dan Kikuchi, 1987 dan Bardan, 1989). Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya.
Kelembagaan sebagai suatu organisasi menurut Winardi
(1989), dapat dinyatakan sebagai sebuah kumpulan orang-orang yang dengan sadar berusaha untuk memberikan su mbangsih mereka ke arah pencapaian suatu tujuan umum. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintahan, koperasi, bank dan sebagainya. Menurut Shaffer dan Schmid dalam Pakpahan (1989) dan Hardjolukito et al. (1990), suatu kelembagaan (institution) baik sebagai suatu aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama, yaitu:
24
1.
Batas kewenangan (jurisdictional boundary) Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, faktor produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam oganisasi tersebut.
2.
Hak kepemilikan (property right) Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimplikasi ekonomi. Konsep Property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat peserta yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan hak milik atau hak penguasaan apabila tidak ada pengesahan dari masyarakat sekitarnya. Pengertian di atas mengandung dua implikasi yakni, hak seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya.
3.
Aturan representasi (rule of representation) Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan organisasi dalam membagi beban dan manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut.
25
Pembangunan kelembagaan merupakan suatu proses untuk memperbaiki kemampuan suatu lembaga (institution) dalam menggunakan sumberdaya yang tersedia, berupa manusia (human) maupun dana (financial) secara efektif. Keefektifan suatu lembaga tergantung pada lokasi, aktivitas dan teknologi yang digunakan oleh suatu lembaga.
Konsep ‘keefektifan’ (effectiveness) diartikan
sebagai kemampuan suatu lembaga dalam mendefinisikan seperangkat standart dan menyesuaikannya dengan tujuan operasionalnya (Israel, 1987). Penerapan kebijakan desentralisasi di Indonesia melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang -Undang No. 25 Tahun 1999 mengharuskan pemerintah daerah untuk mengambil alih sebagian besar tanggung jawab dari fungsi-fungsi pemerintah pusat, sementara kewenangan pemerintah pusat hanya dibatasi pada kewenangan yang berskala nasional. Pemberian kewenangan baru ini memerlukan kerangka hukum dan peraturan-peraturan pelaksana yang jelas mengenai siapa mengerjakan apa. Selama fungsi-fungsi tersebut tidak dapat dinyatakan secara jelas maka akan terjadi berbagai interpretasi diantara pemerintah daerah. Oleh sebab itu, hal pertama yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat adalah dengan membuat suatu kebijakan yang lebih jelas mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten/kota) (Fane, 2003; Damuri dan Amri, 2003). Dalam teori organisasi, pengaturan dan pembagian kewenangan disebut dengan batas kewenangan (jurisdictional boundary ). Keberhasilan
dalam
memperoleh
manfaat
dari
suatu
kebijakan
desentralisasi membutuhkan prasyarat-prasyarat tertentu, yaitu: kapasitas administratif yang baik dan pejabat-pejabat daerah yang responsif dan bertanggung jawab atas besarnya otoritas keuangan mereka (Bahl dan Linn,
26
1994 dalam Bird dan Vaillancourt, 2000). Penyerahan tanggung jawab atas tugas dan fungsi yang baru dari pemerintah pusat perlu disertai dengan adanya kapasitas yang memadai dari kelembagaan termasuk pejabat-pejabat pemerintah daerah sebagai penerima. Pada sistem pemerintahan yang terdesentralisasi seluruh tanggung jawab termasuk fungsi-fungsi yang meliputi manajemen kepegawaian, pemrosesan data, kontrak dan berbagai pelayanan yang lain telah dialihkan kepada pegawai-pegawai di daerah. Menurut Alm et al. (2001), meningkatnya berbagai tugas pemerintah daerah tersebut menimbulkan kekhawatiran
akan
kemampuan
pegawai-pegawai
daerah
pada
tahap
pelaksanaannya, karena selama ini mereka tidak terbiasa menjalankan tugastugas tersebut.
Oleh sebab itu, Damuri dan Amri (2003) menyatakan perlu
menetapkan pedoman umum dari pemerintah pusat mengenai Standar Pelayanan Minimum (SPM) sehingga tidak menimbulkan perbedaan pemahaman dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang berada dalam kewenangannya. Kebijakan desentralisasi sebagai salah satu ciri pemerintahan yang demokratis selalu terkait dengan adanya pemberdayaan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang mempunyai efek besar terhadap kualitas hidup (Dethier, 2000; Ebel dan Yilmaz, 2001). Pada sistem yang terdesentralisasi dimana pengambilan keputusan ditentukan oleh partisipasi warga, pemerintah terpilih mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan agenda yang diamanatkan oleh pemilihnya. Ciri khusus adanya sistem desentralisasi fiskal adalah adanya dewan perwakilan daerah, anggaran yang disetujui daerah, kekuasaan melakukan pinjaman dan kapasitas pemerintah daerah untuk menarik pajak (Bahl, 1999 dalam Ebel dan Yilmaz, 2001). Desentralisasi di Indonesia telah merubah prosedur seleksi kepala daerah,
27
dimana saat ini kepala daerah langsung bertanggung jawab kepada dewan perwakilan daerah. Melalui dewan perwakilan inilah aspirasi masyarakat dapat tersampaikan, oleh sebab itu pertanggungjawaban pemerintah daerah dapat diperbaiki melalui perbaikan proses pemilihan karena pemilih mempunyai kekuatan untuk menentukan komposisi dewan perwakilan dan pejabat daerah (Alm et al., 2001). 2.1.3. Tabel dan Analisis Input Output 1. Tabel Input-Output Tabel
Input-Output
(Tabel
I-O)
adalah
tabel
transaksi
yang
menggambarkan hubungan supply dan demand antara berbagai sektor dalam suatu wilayah perekonomian. Menurut BPS (2000b), tabel I-O pada dasarnya merupakan suatu sistem pencatatan ganda (double entry system ) dari neraca transaksi yang terjadi antar produsen dalam suatu perekonomian. Tabel ekonomi tersebut memperlihatkan cara transaksi jual beli yang dilakukan diberbagai sektor ekonomi. Tabel I-O sebagai suatu sistem penyajian data dikembangkan pertama kali oleh Profesor Wassily Leontief pada akhir dekade 1930-an. Leontief (1985) mengemukakan bahwa analisis input-output merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik antar sektor dalam sistem ekonomi yang kompleks. Analisis Leontief didasarkan pada keseimbangan hubungan antar sektor di dalam suatu wilayah, sehingga metode ini dapat dianggap sebagai suatu kemajuan penting di dalam pengembangan teori keseimbangan umum. Konsep dasar dari model I-O Leontief adalah: (1) struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui
28
transaksi jual beli, (2) output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya untuk memenuhi permintaan akhir rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal dan ekspor, (3) input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, rumah tangga dalam bentuk jasa dan tenaga kerja, pemerintah dalam bentuk pajak tidak langsung, penyusutan, surplus usaha dan impor, (4) hubungan input-output bersifat linier, (5) dalam suatu kurun waktu analisa (biasanya satu tahun), total input sama dengan total output, dan (6) suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan. Tabel transaksi Input-Output sederhana untuk tiga sektor dapat digambarkan pada Tabel 5. Tabel 5.
Tabel Transaksi Input-Output Tiga Sektor
Alokasi Output
Permintaan Antara
Susunan Input
Sektor Produksi
Input Antara
Permintaan Akhir F1
Penyediaan Jumlah Impor Output M1 X1
Sektor 1
X11
X12
X13
Sektor 2
X21
X22
X23
F2
M2
X2
Sektor 3
X31
X32
X33
F3
M3
X3
V1 X1
V2 X2
V3 X3
Input Primer Jumlah Input Sumber: BPS, 2000b
Tabel transaksi tersebut menggambarkan arus komoditi barang dan jasa y ang dinyatakan dalam nilai uang diantara sektor-sektor dalam satuan waktu dan sistem ekonomi tertentu. Isian angka sepanjang baris memperlihatkan komposisi penyediaan dan permintaan pada suatu sektor. Penyediaan dapat berasal dari output domestik (Xi) dan impor untuk produk sejenis (Mi ). Sedangkan permintaannya terdiri dari permintaan antara (Xij ) dan permintaan akhir (F i ). Isian sepanjang kolom menunjukkan susunan input yang digunakan dalam proses produksi oleh suatu sektor. Input tersebut terdiri dari input antara (X ij) dan input primer (Vi ) (BPS, 2000b).
29
Dari Tabel 5 tersebut dapat dilihat bahwa sektor 1, jumlah penyediaannya adalah sebesar X1+M1 dan dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara oleh sektor 1, 2 dan 3 sebesar X11, X 12 dan X13, sedangkan sisanya digunakan untuk memenuhi permintaan akhir sebesar F1.
Alokasi output secara keseluruhan
dapat dirumuskan ke dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut: X 11 + X12 + X 13 + F1 = X 1 + M 1 X 21 + X22 + X 23 + F2 = X 2 + M 2 X 31 + X22 + X 33 + F3 = X 3 + M 3 Persamaan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan umum: n
∑X
ij
+ Fi = Xi + M i ............................................................................ (1)
i =1
dimana: X ij Fi Xi Mi
= = = =
Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Permintaan akhir sektor i Jumlah output (domestik) sektor i Besarnya impor sektor i
Sesuai cara-cara di atas, persamaan aljabar secara kolom dapat dirumuskan sebagai berikut: n
∑X
ij
+ Vj = X j ................................................................................... (2)
j =1
dimana: V j = Input primer sektor j Pada dasarnya tabel I-O dibagi menjadi empat bagian yaitu kuadran I (kuadran antara), kuadran II (kuadran permintaan akhir), kuadran III (kuadran input primer), dan kuadran IV (kuadran input primer permintaan akhir). Menurut Sembiring (1995), pembagian tabel I-O kedalam empat kuadran tersebut sangat penting untuk memahami ketergantungan ekonomi dan gambaran holistik masing-masing sektor.
30
1. Kuadran Antara Kuadran antara (intermediate quadrant) disebut juga dengan kuadran inter industri, kuadran ini menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh sektor-sektor dalam perekonomian. Analisis keterkaitan antar sektor atau ketergantungan ekonomi bertitik tolak dari kuadran ini. Dari kuadran ini dapat disusun matriks koefisien input yang merupakan dasar analisis keterkaitan (lingkages), yaitu perbandingan antara penggunaan input antara dan nilai output dari sektor yang bersangkutan. Keterkaitan in penting untuk melihat perubahan output suatu sektor terhadap pendapatan, ketenagakerjaan dan output sektor-sektor lainnya. 2. Kuadran Permintaan Akhir Kuadran permintaan akhir (final demand quadrant) menunjukkan penjualan barang dan jasa yang diproduksi oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir ini terdiri atas pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubah an stok serta ekspor barang dan jasa. Secara umum komponen permintaan akhir merupakan komponen perhitungan PDB dari sisi pengeluaran. 3. Kuadran Input Primer (primary input quadrant) Kuadran input primer (primary input quadrant) disebut juga dengan kuadran nilai tambah yang menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Isian kuadran ini terdiri dari sel-sel nilai tambah bruto atau input primer. Nilai tambah bruto terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung dan subsidi.
31
4. Kuadran Input Primer-Permintaan Akhir Kuadran input primer-permintaan akhir (primary input-final demand quadrant) menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Pada umumnya kuadran IV jarang ada dalam tabel I-O. Analisis yang menggunakan tabel I-O harus memenuhi tiga asumsi dasar sebagai berikut: (1) asumsi homogenitas, artinya bahwa suatu komoditi hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatu sektor dengan susunan yang tunggal dan tidak ada substitusi output diantara berbagai sektor, (2) asumsi linieritas, yakni suatu prinsip dimana fungsi produksi bersifat linier dan homogen, artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input secara proporsional, dan (3) asumsi aditivitas, yakni suatu prinsip dimana efek total dari pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Asumsi-asumsi ini menunjukkan bahwa semua pengaruh di luar sistem input-output diabaikan. Tabel I-O sebagai model kuantitatif memiliki beberapa keterbatasan diantaranya adalah penggunaan teknologi oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi dianggap konstan. Dengan demikian perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Hal ini disebabkan karena pada tabel I-O koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan tetap selama periode analisis atau proyeksi. Keterbatasan lain dari analisis tabel I-O adalah banyaknya agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor
yang
ada.
Hal
ini
akan
menyebabkan
semakin
besar
kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan akan semakin banyak informasi ekonomi yang tidak terungkap dalam analisisnya (BPS, 2000a).
32
2. Analisis Input-Output Analisis yang dapat dilakukan pada Tabel I-O adalah: (1) Analisis keterkaitan, (2) Analisis penyebaran, dan (3) Analisis pengganda (multiplier). 1. Keterkaitan Koefisien keterkaitan (linkages) digunakan untuk menyusun prioritasprioritas sektor perekonomian dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Keterkaitan antarsektor perekonomian mengukur derajat saling ketergantungan antarsektor. Keterkaitan ini menunjukkan sejauh mana pertumbuhan suatu sektor mempengaruhi atau dipengaruhi sektor-sektor lainnya (Sembiring, 1995). Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Besarnya keterkaitan langsung ke depan dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut: n
Fi = dimana: Fi X ij Xi aij
∑X
i
n
= ∑ a ij ................................................................................. (3)
j =1
Xi
= = = =
j =1
Keterkaitan langsung ke depan Banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j Total output sektor i Unsur matriks koefisien teknis
Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara secara langsung bagi sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total. Besarnya keterkaitan langsung ke belakang dapat dihitung dengan rumus di bawah ini: n
Bj =
∑X i =1
Xj
i
n
= ∑ a ij ................................................................................ (4) i =1
33
dimana: Bj X ij Xj aij
= = = =
Keterkaitan langsung ke belakang Banyaknya input sektor j yang berasal dari sektor i Total input sektor j Unsur matriks koefisien teknis
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan merupakan alat untuk mengukur akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor lain yang menggunakan output sektor tersebut baik secara lansung maupun tidak langsung p er unit kenaikan permintaan total. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dapat dihitung dengan persamaan berikut: n
FLTL i = ∑ C ij ..................................................................................... (5) j =1
dimana: FLTLi C ij
= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan = Unsur Matriks Kebalikan Leontief Terbuka
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dapat dihitung dengan persamaan berikut: n
BLTL j = ∑ Cij .................................................................................... (6) i =1
dimana: BLTLj = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang Analisis keterkaitan dapat menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan produksi seluruh sektor perekonomian. 2. Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran (coefficient of dispertion) disebut juga dengan indeks daya penyebaran ke belakang. Analisis ini menunjukkan koefisien kaitan
34
y ang memberikan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam suatu sistem perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Kriswantriyono, 1994). Koefisien penyebaran dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
n n ∑ Cij
Bd = n i =n1
∑∑ C
..................................................................................... (7)
ij
i =1 j =1
dimana: B d = Koefisien penyebaran C ij = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka Jika nilai Bd sektor i lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut memperoleh pengaruh yang tinggi dari sektor lain. Hal ini berarti bahwa sektor tersebut peka terhadap pengaruh sektor lain atau terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. 3. Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran (sensitivity of dispersion) disebut juga dengan indeks daya penyebaran ke depan. Kepekaan penyebaran mampu memberikan gambaran tentang pengaruh yang timbul oleh suatu permintaan akhir terhadap semua
sektor
dalam
perekonomian.
Kepekaan
penyebaran
merupakan
keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief. Persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
35
n n ∑ Cij j =1
Fd = n n
∑∑ C
...................................................................................... (8)
ij
i =1 j =1
dimana: F d = Kepekaan penyebaran Jika nilai Fd sektor j lebih besar dari 1, menunjukkan bahwa sektor tersebut mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap sektor lain atau perekonomian secara keseluruhan (Kriswantriyono, 1994). 4. Pengganda Penggan da (multiplier ) adalah pengukuran suatu respon atau dampak dari stimulus ekonomi. Pengganda juga diartikan sebagai koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor di suatu daerah. Stimulus ekonomi yang dimaksud berupa output, pendapatan maupun kesempatan kerja (Miller dan Blair, 1985). Masing-masing pengganda dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe I dan tipe II. Total pengganda yang diturunkan dari model Input-Output dapat diklasifikasikan dalam lima komponen: 1.
Efek Awal (Initial Impact), merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan penjualan dalam satuan moneter. Dari sisi output, efek awal ini dapat diartikan sebagai peningkatan penjualan output sektor tertentu untuk memenuhi permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan ini akan memberi dampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja.
2.
Efek Putaran Pertama (First Round Effect), menunjukkan efek langsung dari pembelian oleh masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output
36
sebesar satu satuan moneter. Dari sisi output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung. Efek putaran pertama dari sisi permintaan menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. Sedangkan efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. 3.
Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect) merupakan efek putaran kedua, yaitu sebagai aliran peningkatan output berikutnya dalam suatu perekonomian untuk penyediaan dukungan produksi sebagai suatu respon meningkatnya permintaan akhir suatu sektor. Jika terjadi peningkatan permintaan akhir suatu sektor maka akan terjadi peningkatan produksi sektor
tersebut.
Peningkatan
produksi
dari
sektor
tersebut
akan
meningkatkan permintaan bagi sektor-sektor yang digunakan dalam proses produksi. Dalam hal output efek dukungan n i dustri dihitung dari matriks kebalikan terbuka sebagai ukuran respon terhadap pembelian putaran pertama. 4.
Efek Induksi Konsumsi (Consumption-Induced Effect) yaitu pengaruh pengeluaran
rumah
tangga
terhadap
perekonomian
wilayah
atau
penerimaan rumah tangga sebagai pembayaran upah tenaga kerja dalam memproduksi tambahan output suatu sektor. Efek induksi konsumsi menunjukkan adanya pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat adanya peningkatan pendapatan rumah tangga. 5.
Efek Lanjutan (Flow-on Effect) didefinisikan sebagai dampak output dan pendapatan yang terjadi pada semua sektor dalam perekonomian karena
37
adanya peningkatan penjualan suatu sektor. Efek ini dihitung dengan mengurangkan
efek
total
(First
Round,
Industrial
Support
dan
Consumption-Induced Effect) dengan dampak awal (Initial Impact). 2.2. Ketentuan Pokok Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 Menurut Undang -Undang No. 22 Tahun 1999, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan pemerintah Daerah Otonomi oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi. Desentralisasi dalam undang -undang ini adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang disebut dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Daerah
Otonom
merupakan
kesatuan
masyarakat
hukum
yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah Otonom dibentuk dengan memperhatikan persyaratan seperti kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan keamanan dan syarat lainnya yang memungkinkan daerah tersebut dapat melaksanakan pembangunan, pembinaan, kestabilan politik dan kesatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Titik berat pelaksanaan otonomi daerah tersebut dilaksanakan di daerah kabupaten
dan
daerah
kota.
Kepala
daerah
kabupaten/kota,
yaitu
bupati/walikota dipilih oleh DPRD kabupaten/kota (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dan bertanggung jawab kepada DPRD kabupaten/kota. Daerah provinsi
38
memperoleh otonomi parsial, artinya provinsi mempunyai dua fungsi yaitu sebagai daerah otonom dan sebagai wilayah administratif, yang merupakan wakil pemerintah pusat. Kepala daerah provinsi, yaitu gubernur dipilih oleh DPRD provinsi
yang
telah
dikonsultasikan
dengan
pemerintah
pusat.
Pertanggungjawaban gubernur sebagai kepala daerah ditujukan kepada DPRD provinsi, sedangkan sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur bertanggung jawab kepada presiden. Dalam Undang -Undang No. 22 Tahun 1999, dinyatakan tidak ada hubungan hirarkhis antara provinsi dengan kabupaten walaupun provinsi memegang peran sebagai koordinator. Hubungan pemerintah pusat dan daerah menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 disajikan pada Gambar 1.
Pusat
Provinsi
Kabupaten
Kota
Kecamatan
Kecamatan
Kelurahan
Desa
Keterangan:
Desentralisasi Dekonsentrasi Ko -administrasi
Gambar 1. Kerangka Dasar Pemerintahan Menurut UU No. 22 Tahun 1999
39
Pembagian kewenangan berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa kewenangan pemerintah pusat hanya terbatas pada lima kewenangan dan kewenangan khusus. Pada dasarnya, semua kewenangan yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pusat harus menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan paling besar sementara kewenangan pemerintahan provinsi tidak dinyatakan secara jelas. Pada dasarnya kewenangan provinsi meliputi kewenangan yang bersifat lintas kabupaten, kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan di daerah kabupaten/kota, dan kewenangan yang merupakan delegasi dari pemerintah pusat. Untuk memperjelas kewenangan antar tingkat pemerintahan, khususnya
kewenangan
provinsi,
pemerintah
mengeluarkan
Peraturan
Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2000 yang ditetapkan pada bulan Mei 2000. Melalui PP No. 25 Tahun 2000 ini terlihat bahwa sebenarnya kewenangan provinsi
merupakan bagian kewenangan khusus yang seharusnya menjadi
kewenangan pemerintah pusat. Pembagian kewenangan dan fungsi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000 dirinci pada Tabel 6. Undang -Undang No. 25 Tahun 1999 menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi bersumber dari: (1) Pendapatan Asli Daerah, (2) Dana Perimbangan, (3) Pinjaman Daerah, dan (4) Lain -lain penerimaan yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah, pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah yang sah dan lain -lain pendapatan yang sah. Undang -Undang
ini
menjadi
dasar
bagi
susunan
transfer
antarpemerintahan yang baru (intergovernmental transfer). Melalui Undang-
40
Undang ini, SDO (Subsidi Daerah Otonomi) , yaitu dana pemerintah pusat y ang digunakan untuk menggaji pegawai dan pengeluaran-pengeluaran operasional rutin yang lain serta transfer pembangunan, yang dikenal dengan istilah
program
Inpres
(Instruksi
Presiden)
digantikan
dengan
dana
perimbangan. Tabel 6.
Pembagian Fungsi dan Kewenangan Antar Tingkat Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
Pusat 1. Pertahanan dan keamanan 2. Sistem peradilan 3. Fiskal dan moneter 4. Agama 5. Politik luar negeri 6. Kewenangan bidang lain: 1) Perencanaan makro ekonomi 2) Dana perimbangan keuangan 3) Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara 4) Pembangunan sumberdaya manusia 5) Pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi yang strategis 6) Konservasi dan standarisasi nasional
Provinsi 1. Kewenangan yang mencakup kepentingan lintas kabupaten 2. Semua kewenangan yang tidak mampu dilakukan oleh kabupaten 3. Kewenangan yang didelegasikan oleh pusat 4. Kewenangan spesifik lain: 1) Perencanaan makro ekonomi regional dan pengawasan 2) Pelatihan dalam bidang tertentu 3) Pengalokasian sumberdaya manusia dengan potensi tertentu dan aktivitas-aktivitas penelitian yang meliputi wilayah provinsi 4) Pengelolaan pelabuhan daerah 5) Pengawasan terhadap lingkungan hidup 6) Perdagangan dan promosi budaya/pariwisata 7) Pengawasan terhadap wabah dan penyakit tanaman dan desain wilayah tingkat provinsi
Kabupaten/Kota 1. Semua kewenangan yang tidak termasuk dalam kewenangan pemerintah pusat maupun provinsi 2. Fungsi-Fungsi Utama: 1) Pekerjaan umum 2) Kesehatan 3) Pendidikan dan kebudayaan 4) Pertanian 5) Transportasi 6) Industri dan perdagangan 7) Investasi 8) Lingkungan 9) Pertanahan 10) Koperasi 11) Tenaga Kerja
Sumber: Suharyo, 2002.
Dana Perimbangan adalah dana yang berasal dari penerimaan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana ini terdiri dari tiga komponen, yaitu: (1) Bagi Hasil (Revenue Sharing) (2) Dana
41
Alokasi Umum (DAU) (3) Dana Alokasi Khusus (DAK). Komponen dana Bagi Hasil terdiri dari bagian daerah
dari penerimaan pajak bumi dan bangunan
(PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), penerimaan dari sumberdaya alam (SDA), dan penerimaan dari minyak dan gas. Dana perimbangan SDA dibagi atas sektor kehutanan, pertambangan umum, dan perikanan. Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 dengan ketentuan sebagai berikut: 1.
Ditetapkan minimum 25 persen dari pos penerimaan dalam negeri APBN
2.
Bagian DAU untuk provinsi 10 persen dan kabupaten/kota 90 persen
3.
DAU suatu provinsi ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk provinsi dalam APBN dengan porsi provinsi yang bersangkutan
4.
DAU suatu kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk kabupaten/kota dalam APBN dengan porsi kabupaten/kota yang bersangkutan
5.
Bobot daerah ditetapkan berdasarkan kebutuhan wilayah otonomi daerah dan potensi ekonomi daerah
6.
Perhitungan dilakukan oleh Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Menurut Suharyo (2002), berdasarkan ketentuan tersebut maka DAU
dapat ditulis sebagai suatu persamaan berikut:
42
DAU i = DAU n ×
Wi ∑W
Wi = FNi - PR i dimana: DAUi = DAU untuk daerah ke-i DAUn = DAU yang akan dialokasikan untuk semua daerah (provinsi atau kabupaten) Wi = Bobot untuk daerah i ΣW = Jumlah bobot untuk semua daerah (provinsi atau kabupaten) FNi = Kebutuhan fiskal daerah i PRi = Penerimaan potensial untuk daerah i Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan dari APBN kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Disebut khusus karena kebutuhan y ang dibiayai bersifat khusus, berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya sehingga dalam penerapannya tidak bisa menggunakan suatu rumus alokasi umum. Pembiayaan melalui DAK mempertimbangkan juga ketersediaan dana dalam APBN. Oleh karena itu, pembiayaan DAK biasanya mendahulukan kebutuhan yang sudah menjadi komitmen dan prioritas nasional. Dalam rangka meningkatkan kemampuan pembiayaan pembangunan daerah maka Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 juga memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk melakukan pinjaman baik yang berasal dari pinjaman domestik maupun pinjaman asing. Ketentuan tentang pinjaman daerah secara detail diatur dalam PP No. 107 Tahun 2000. Pinjaman daerah bisa dalam bentuk pinjaman jangka panjang untuk membiayai pembangunan infrastruktur maupun pinjaman jangka pendek yang digunakan untuk membiayai arus kas pemerintah daerah.
43
2.3. Tinjauan Studi Terdahulu 2.3.1. Studi Desentralisasi di Indonesia P enetapan dan pelaksanaan Undang -Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang -Undang No. 25 Tahun 1999 di Indonesia sejak Januari 2001 telah mendorong munculnya berbagai studi tentang desentralisasi atau otonomi daerah di Indonesia. Kajian mengenai dampak perubahan sistem kelembagaan pemerintah daerah setelah pemberlakuan otonomi daerah diantaranya dilakukan oleh Suharyo (2000), yang melihat bagaimana aspirasi daerah terhadap penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang -Undang No. 25 Tahun 1999 melalui pendekatan partisipatif (participatory assessment approach ). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi berbagai ketidaksetujuan stakeholder di daerah terhadap desain desentralisasi, yaitu mengenai fokus unit otonomi, pembagian fungsi dan kewenangan diantara berbagai tingkat pemerintahan serta hubungan fiskal antar pemerintahan (menyangkut ketentuan bagi hasil). Usui dan Alisjahbana (2003) dalam studinya tentang Perencanaan dan Pembiayaan
Pembangunan
Daerah
di
Indonesia
menyimpulkan
bahwa
desentralisasi di Indonesia belum memperhatikan pentingnya upaya koordinasi dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan diantara kementrian dan lembagalembaga di pemerintahan pusat. Studi Suharyo (2002), menyimpulkan bahwa adanya pembagian tugas dan kewenangan yang tidak jelas diantara berbagai tingkat
pemerintahan
telah
menimbulkan
kesulitan
dalam
membangun
rancangan transfer yang dapat dipercaya yaitu kesesuaian antara pengeluaran dengan penerimaan untuk pelaksanaan tugas-tugas tertentu.
44
Studi desentralisasi fiskal yang terkait dengan perubahan manajemen keuangan daerah terhadap penggunaan dana transfer serta alokasi anggaran daerah, antara lain dilakukan oleh tim SMERU (2002), tentang pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Kabupaten Sumba Timur. Studi ini menghasilkan temuan yang menarik diantaranya adalah bahwa selama awal pelaksanaan desentralisasi, proporsi terbesar dari APBD digunakan untuk pengeluaran rutin, terutama untuk membayar gaji pegawai yang jumlahnya sangat banyak sehingga proporsi alokasi anggaran untuk pembangunan dan pelayanan publik menurun dibanding dengan tahun -tahun sebelumnya. Studi Suharyo (2002), menunjukkan bahwa alokasi anggaran tahun 2001 untuk transfer cenderung menimbulkan adanya disparitas (kesenjangan) daerah. Kajian y ang dilakukan oleh Sartiyah (2001) pada dua kabupaten sebagai daerah kasus, yaitu kabupaten Aceh Besar dan Aceh Utara dengan menggunakan analisis simulasi, menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan respon yang signifikan antara daerah yang memiliki sumberday a yang besar dan yang kecil terhadap perubahan dana bagi hasil, sumbangan dan bantuan serta total pendapatan asli daerah (PAD). Analisis dampak desentralisasi fiskal terhadap kondusifitas iklim usaha telah dilakukan oleh Isdijoso et al. (2001) dan Saad (2001). Kajian yang dilakukan oleh Isdijoso et al. (2001) merupakan analisis deskriptif mengenai respon pemerintah daerah terhadap kondusifitas iklim usaha di daerah kota dan kabupaten di Indonesia. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 8 kota dan 8 kabupaten di 8 provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Studi ini menyimpulkan bahwa respon daerah kota dan kabupaten
45
terhadap rancangan desentralisasi fiskal adalah bahwa pemerintah daerah memprioritaskan upaya peningkatan PAD daripada peningkatan efektifitas pengeluaran. Pengaruh respon daerah terhadap perubahan iklim usaha di daerah sangat
dipengaruhi
oleh
perbedaan
kecepatan
implementasi
perubahan
kebijakan di lapangan, dimana kebijakan di sisi penerimaan (tax policy) biasanya berjalan lebih cepat dibandingkan dengan kebijakan di sisi pengeluaran (expenditure policy) sehingga kondisi yang mungkin terjadi adalah memburuknya iklim usaha di daerah yang ditandai oleh meningkatnya hambatan perdagangan domestik (internal trade) dan investasi. Studi Saad (2001) menunjukkan hasil y ang sama, bahwa sejak diberlakukannya otonomi daerah kapasitas keuangan di daerah terlalu kecil untuk mengimbangi kewenangan dan tugas yang harus dijalankan oleh daerah dalam menyediakan pelayanan yang lebih berkualitas. Alasan ini digunakan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan melalui peningkatan berbagai pajak dan pungutan yang pada akhirnya menghasilkan distrorsi dan inefisiensi di daerah. 2.3.2. Pengalaman Desentralisasi di Berbagai Negara Selama dua dekade terakhir, konsep desentralisasi pemerintahan menjadi perhatian bagi penduduk di berbagai belahan dunia. Beberapa pengalaman pelaksanaan desentralisasi di berbagai negara, dapat dijadikan pelajaran penting bagi kesuksesan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia. Berikut ini adalah pelaksanan desentralisasi di beberapa negara yang mewakili berbagai benua, Eropa, Asia, Amerika, Australia dan Afrika. 1. Hungaria Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Hungaria dimulai pada tahun 1990. Sistem keuangan pemerintahan daerah yang baru, dibentuk dengan
tujuan
46
untuk memberikan kebebasan pada pemerintah daerah dari kontrol pemerintah pusat yang berlebihan dan mendorong terciptanya pemerintah daerah yang lebih bertanggung jawab dan akuntabel. Sebelum diberlakukannya sistem baru, Hungaria menganut sistem keuangan pemerintah yang terpusat dengan pemerintahan yang disusun dalam sistem bertingkat (multilevel) . Adanya Undang -Undang pemerintahan daerah sendiri (UU No. 65/1990) menyebabkan majelis kota tidak lagi berfungsi sebagai pemerintahan antara y ang menghubungkan pusat dan daerah. Pelaksanaan Undang-Undang ini mendorong terjadinya pemekaran daerah sehingga sampai dengan tahun 1993 majelis lokal bertambah dua kali lipat menjadi 3 148. Dalam sistem pemerintahan y ang baru, tanggung jawab pemerintah wilayah dikurangi secara dramatis, sebagai gantinya pemerintah Hungaria membentuk Komisioner Republik yang berfungsi sebagai koordinator, pengawas dan peninjau kelayakan keputusankeputusan daerah secara konstitusi dan hukum tetapi komisioner republik ini tidak memiliki fungsi fiskal. Disamping itu, pemeritah pusat juga membentuk organisasi dekonsentrasi dari kementrian pusat di tingkat wilayah dan kabupaten (county ) untuk menjalankan dan mengawasi aktivitas-aktivitas departemen di tingkat wilayah. Counties tetap bertanggung jawab terhadap pengeluaran-pengeluaran y ang terjadi di daerah dan melayani lebih dari satu daerah walaupun tanggung jawab untuk mengumpulkan penerimaan makin dikurangi. Walaupun demikian, tidak selamanya county bertindak sebagai penyalur dana anggaran untuk pembiayaan pembangunan daerah dari pemerintah pusat. Selama pemerintah daerah dapat mengambil- alih pelayanan y ang disediakan oleh county maka county hanya akan menyediakan pelayanan-pelayanan yang sifatnya mahal.
47
Counties diperintah oleh suatu badan yang dipilih secara tidak langsung, counties tidak memiliki basis politik tertentu sehingga kota-kota dengan status county tidak mempunyai wakil di majelis county . Sesuai dengan Undang-Undang pemerintahan daerah sendiri, daerah akan memperoleh bantuan dari pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat melaksanakan tanggung jawab yang baru dengan lebih baik. Daerah juga diberikan kekuasaan untuk memiliki, meminjam dan mengalihkan kekayaan daerah serta mendirikan, mengatur dan menjual perusahaan -perusahaan publik (Bird et al., 1995). 2. Polandia Polandia merupakan pelopor pelaksanaan desentralisasi di negara-negara y ang berada di kawasan Eropa Tengah dan Eropa Timur. Desentralisasi dan pentransferan kekuasaan kepada komunitas lokal merupakan prasyarat dari pelaksanaan demokrasi, pemerataan dan efisiensi ekonomi. Pelaksanaan desentralisasi di Polandia didasarkan atas aturan -aturan yang ditetapkan dalam Undang -Undang Pemerintahan Daerah Sendiri dan berlaku mulai 22 Maret 1990. Undang -undang ini memberikan tanggung jawab kepada pemerintah daerah untuk memberikan semua pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat daerah. Secara spesifik, pemerintah daerah diberikan kekuasaan untuk menyediakan jasa perumahan, pembiayaan kesehatan, bantuan sosial, panas dan energi, sistem transportasi lokal, penyediaan air dan sanitasi, pendidikan dasar dan taman kanak-kanak, pelayanan publik dan perlindungan kebakaran, organisasi spasial, penggunaan lahan dan perlindungan lingkungan hidup. Kekuasaan ini merupakan pemberian devolusi penuh kepada gminy
48
(semacam kotamadya) dalam hal pembiayaan dan pengalihan tanggung jawab (Bird et al., 1995). Undang -Undang Pemerintahan Daerah Sendiri di Polandia, memuat halhal sebagai berikut: (1) pemerintah lokal harus dapat dipertanggungjawabkan terhadap masyarakat (pemilih) melalui pemilihan langsung dan pelaksanaan anggaran lokal akan diperiksa oleh kantor akuntansi regional, (2) sebagai suatu jenjang dari pemerintahan, otonomi pemerintah daerah dilindungi secara hukum. Undang -undang nasional dapat memberikan tugas-tugas
tertentu
untuk
dijalankan oleh gminy, dimana pemerintah pusat harus menyediakan pembiayaan dan panduan pelaksanaan dan pelayanan, (3) pemerintah daerah bebas merancang dan melaksanakan anggaran belanjanya tetapi menteri keuangan akan mengalokasikan subsidi, dan (4) gminy dapat membentuk suatu asosiasi untuk menetapkan standar pelayanan bersama atau untuk tujuan membentuk perwakilan. 3. Thailand Desentralisasi
di
Thailand
dilaksanakan
bersamaan
dengan
diberlakukannya undang -undang sistem pemerintahan yang baru pada tahun 1997, undang-undang tersebut mengatur organisasi pemerintahan di daerah. Semua organisasi administratif lokal harus mempunyai sebuah majelis lokal dan sebuah komite administratif lokal atau administrasi lokal. Anggota majelis lokal harus dipilih secara langsung sementara eksekutif lokal dapat dipilih secara langsung atau ditunjuk dari anggota majelis lokal. Penetapan Undang-Undang ini menunjukkan suatu langkah maju, dimana pada saat sebelum adanya undang-undang tersebut, pengurus pemerintahan lokal dapat ditunjuk oleh gubernur dan masyarakat tidak mempunyai hak untuk mengganti pejabat-
49
pejabat lokal. Selain itu pengajuan pembuatan undang -undang dan regulasi juga harus mendapatkan persetujuan dari gubernur. Undang -Undang
desentralisasi
menyatakan
bahwa
suatu
lokalitas
(daerah) yang memenuhi persyaratan sebagai pemerintahan sendiri mempunyai hak untuk membentuk suatu administratif lokal. Setiap pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pada tingkat yang lebih tinggi, harus ditujukan demi melindungi kepentingan masyarakat atau negara sebagai suatu kesatuan dan tidak boleh secara substansial mempengaruhi prinsip-prinsip pemerintahan otonom berdasarkan keinginan masyarakat di suatu daerah. Pada sisi finansial, perencanaan dan proses desentralisasi yang baru menyatakan secara tegas bahwa total penerimaan pemerintah lokal, sedikitnya 20 persen berasal dari total penerimaan pusat untuk tahun anggaran 2001 dan akan terus ditingkatkan hingga 35 persen pada tahun anggaran 2006 (Varanyuwantana, 2000). 4. India Tuntutan adanya desentralisasi kekuasaan-kekuasaan administratif dan fiskal di India didorong oleh adanya perubahan-perubahan politik dan ekonomi. Di bidang politik, munculnya sejumlah partai politik regional yang berkoalisi dengan partai-partai yang berkuasa di pusat telah mengubah peta kekuatan politik dari pusat ke daerah. Dalam bidang ekonomi, didorong oleh adanya kehendak
untuk
melakukan
peninjauan
kembali
peran
negara
dalam
mengalokasikan sumber-sumber yang tersedia khususnya agar pemerintah dapat memberikan
pelayanan
pemerintahan
yang
sesuai
dengan
kebhinekaan
permintaan dari berbagai wilayah. Kekuasaan -kekuasaan pengeluaran dan pajak pemerintah pusat dan pemerintah negara-negara bagian dicantumkan secara tegas dalam Seventh
50
Schedule of The Constitution. Fungsi-fungsi yang diperlukan untuk memelihara stabilitas makro ekonomi, hubungan internasional dan kegiatan-kegiatan yang mengandung skala ekonomi besar, ditugaskan secara khusus kepada pemerintah pusat atau harus dilaksanakan secara bersama-sama dengan negara bagian. Sebagian besar basis pajak progresif dan pajak-pajak dengan basis luas ditugaskan ke pusat. Pusat juga memiliki kekuasaan atas pajak-pajak lain (residual). Pajak yang ditugaskan ke negara bagian adalah pajak penjualan dan pembelian barang-barang. Tiap negara bagian mempunyai hak untuk meminjam ke pusat maupun pasar, tetapi jika suatu negara bagian masih memiliki hutang ke pusat, pinjaman ke pasar terlebih dahulu harus disetujui pusat (Rao, 2000 ). 5. Argentina Argentina berdasarkan konstitusinya merupakan federasi yang memiliki tiga jenjang pemerintahan, yaitu pemerintah nasional, 23 provinsi dan lebih dari 1000 kotamadya/kabupaten dengan satu kota otonomi Buenos Aires (merupakan ibukota federal). Dalam semua jenjang pemerintahan, seluruh pejabat eksekutif maup un pejabat legislatif dipilih secara langsung melalui pemilihan umum dengan masa jabatan selama empat tahun kecuali senator nasional (masa jabatan berakhir setelah enam tahun). Anggota-anggota Dewan Peradilan di tingkat nasional, diusulkan oleh lembaga eksekutif dan diangkat oleh Kongres sedangkan anggota Dewan Peradilan tingkat provinsi juga diusulkan oleh lembaga eksekutif dan diangkat oleh badan legislatif provinsi. Senat merupakan lembaga
yang
mengatur
hubungan -hubungan
antar
wilayah-wilayah
pemerintahan maupun kebijakan-kebijakan pemantauan terhadap kesenjangan ekonomi antar provinsi dan antar wilayah.
51
Mengingat Argetina merupakan negara federal, pemerintah provinsi dan lokal (Dati II) selain memiliki kekuasaan secara politik juga memiliki kemandirian y ang besar atas fungsi-fungsi pengeluaran dan penerimaan. Namun secara khusus, desentralisasi di Argentina lebih dirasakan pada sisi pengeluaran daripada sisi perpajakan sehingga justru menciptakan situasi ketidakseimbangan fiskal vertikal, yang akhirnya hanya menciptakan ketergantungan pada bantuan federal. Sistem bagi hasil merupakan mekanisme koordinasi pajak yang lebih disukai dan digunakan untuk mengendalikan ketimpangan-ketimpangan fiskal horisontal (Rezk, 2000). 6. Kolumbia Kolumbia memiliki 33 pemerintahan umum berjenjang menengah (32 departemen dan distrik khusus ibu kota), berbagai wilayah nasional dan lebih dari 1000 pemerintahan setingkat Dati II. Pemerintah Dati II bertanggung jawab atas pelayanan lokal (jalan, air dan pembuangan sampah) dan berbagi tanggung jawab dengan pemerintah regional (departemen -departemen) untuk kesehatan dan pendidikan. Kunci untuk memahami hubungan fiskal intrapemerintahan di Kolumbia adalah sistem transfer intrapemerintahan. Sistem ini m emiliki tiga elemen dasar: situado fiscal (SF), participaciones municipales (PM), dan sistema nacional de cofinanciacion (SNC). SF terdiri dari 24.5 persen penerimaan rutin nasional yang ditransfer ke departemen -departemen (dan distrik) untuk membiayai pen didikan dan kesehatan. Sebagian diberikan dalam porsi yang sama dan sebagian lagi didasarkan atas jumlah penduduk. PM juga terdiri dari suatu persentase dari penerimaan rutin nasional, yang meningkat secara tahunan ke tingkat maksimum 22 persen dalam tahun 2002. Dana ini ditransfer ke Dati II-Dati II untuk investasi
52
sosial yang didasarkan atas formulasi yang rumit dengan memprioritaskan pada Dati II-Dati II yang lebih kecil dan miskin. Sedangkan SNC merupakan dana pendamping sebagai sumber pembiayaan atas proyek-proyek sub-nasional. Prinsip dasar yang menjadi pedoman kerangka sistem transfer intrapemerintahan adalah bukan ditujukan untuk membiayai lembaga pemerintahan tertentu melainkan
untuk
mendukung
efektifitas
penyediaan
pelayanan
kepada
masyarakat. (Bird and Ariel, 2000). 7. Maroko Di Maroko, pemerintahan daerah jenjang pertama adalah provinsi yang dikepalai oleh gubernur dan diangkat oleh pemerintah pusat. Tiap-tiap provinsi memiliki dewan daerah yang dipilih oleh anggota-anggota dewan kota dan dewan municipal. Provinsi bertanggung jawab atas investasi daerah rural atas penyediaan sebagian kecil dari jenis-jenis pelayanan masyarakat. Dati II dikelola oleh dewan Dati II yang dipilih dalam pemilihan umum. Masing-masing Dati II secara bergiliran memilih seorang walikota dari anggota-anggotanya. Dati II diberikan otonomi walaupun dibawah arahan gubernur atau kementrian dalam negeri. Pendapatan-pendapatan di Maroko dikumpulkan dari tiga sumber: (1) dua jenis pajak pusat ditetapkan dan dipungut oleh pemerintah pusat yakni pajak kota dan pajak bisnis. Hasil pungutan akan diserahkan kembali pada pemerintah daerah, (2) satu jenis pajak daerah ditetapkan dan dipungut oleh pemerintah pusat, yakni pajak kota tambahan, dan (3) tiga puluh enam jenis pajak daerah ditetapkan dan dikumpulkan oleh pemerintah daerah. Pemerintah Daerah memiliki kebebasan yang sangat kecil dalam penetapan tarif pajak atau retribusi dan tidak bertanggung jawab atas
53
pemungutan pajak. Selain itu peranan pemerintah d aerah sangat terbatas dalam penyusunan surat-surat pemberitahuan pajak. Pemerintah Daerah di Maroko menerima 70 persen dari pendapatannya sendiri atas pajak-pajak yang tarifnya ditetapkan di pusat sementara itu kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan jumlah dana antara Dati II urban dan Dati II rural atau antara pemerintahan provinsi/regional dan pemerintahan lokal tidak dirumuskan secara jelas (Vaillancourt, 2000). 8. Australia Australia terdiri dari enam negara bagian federasi dengan dua tingkat pemerintahan yang tersentralisasi (New South Wales, Victoria, Queensland, Western Australia, Tasmania) dan dua daerah federal (Australian Capital Territory dan Northern Territory). Pemerintah pusat menekankan keseragaman atas pelayanan publik di seluruh negara dan menggunakan bantuan khusus untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah nasional hanya bertanggung jawab terhadap pertahanan, perdagangan, imigrasi, urusan external, keamanan sosial dan
ketenagakerjaan.
Negara-negara
bagian
bertanggung
jawab
atas
pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, transportasi, rel kereta api, listrik dan air.
Walaupun
begitu,
pemerintah
federal
memiliki
pengaruh
terhadap
kewenangan negara bagian melalui transfer khusus. Federasi (Persemakmuran) Australia merupakan negara federal utama di dunia barat yang paling sentralistis jika dilihat dari pengumpulan penerimaan. Empat per lima dari total pajak yang ditarik di Australia ditentukan oleh pemerintah federal, sebagian besar sisa pajak tersebut dikumpulkan oleh negara bagian sedangkan pemerintah lokal (daerah) hanya memperolah bagian yang paling kecil. Sistem ini secara substansial menghasilkan ketidakseimbangan
54
vertikal (vertical imbalances) pada berbagai tingkat pemerintahan subnasional serta menimbulkan derajat ketergantungan yang sangat tinggi dari negara bagian terhadap pemerintahan federal. 45 persen dari total penerimaan pemerintah federal merupakan bantuan penerimaan umum yang ditujukan pada negara bagian yang disediakan untuk membiayai pelayanan-pelayanan dasar (Spahn and Shah, 1995 ).
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan y ang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya yakni melalui pemberian kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri (otonomi daerah). Pernyataan ini telah ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 18, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari Pemerintah Daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan dari Pemerintah Pusat makin tinggi. Hal ini merupakan salah satu wujud kecilnya peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mendorong timbulnya kesadaran baru untuk mengkaji kembali konsep desentralisasi dan otonomi daerah dalam arti sebenarnya. Penataan kembali atas sistem otonomi daerah ditujukan untuk menjamin terjadinya efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas
dan
demokratisasi
nilai-nilai
kerakyatan
dalam
praktik
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Paradigma pembangunan nasional juga telah mengalami perubahan, yakni
dari
paradigma
pertumbuhan
menuju
paradigma
pemerataan
pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma tersebut
56
antara lain diwujudkan melalui penetapan kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pada intinya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 telah memberikan landasan yuridis bagi pelaksanaan desentralisasi secara menyeluru h yaitu desentralisasi politik, administrasi dan desentralisasi fiskal.
Hal-hal yang mendasar dari kedua undang -undang ini
adalah upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas serta peningkatan peran serta masyarakat . Saat ini tiaptiap daerah kabupaten dan kota mempunyai kewenangan yang utuh dan bulat untuk
merencanakan,
melaksanakan,
mengawasi,
mengendalikan
dan
mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Melalui peran serta masyarakat yang makin
besar,
kebijakan
desentralisasi
ini
dapat
mempengaruhi
kualitas
pemerintahan daerah. Menurut Mardiasmo (2002), salah satu perubahan kualitas pemerintahan adalah berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah dari command and controll menjadi berorientasi pada tuntutan dan keb utuhan publik. Sehingga peran pemerintah dalam proses pembangunan daerah hanya sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) Desentralisasi menyebabkan perubahan pada kelembagaan pemerintah daerah dan manajemen keuangan daerah. Perubahan kelembagaan itu meliputi perubahan pada institusi pemerintahan (organisasi) maupun regulasi dalam hal ini adalah perundang -undangan yang dibuat oleh pemerintah. Sedangkan perubahan manajemen keuangan daerah meliputi perubahan pada sisi penerimaan dan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
57
Pada sisi penerimaan, desentralisasi memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah terhadap kebijakan pajak dan retribusi serta perubahan struktur dan besaran dana perimbangan yang diterima daerah. Pada sisi pengeluaran, desentralisasi memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menentukan sendiri penggunaan dana perimbangan. Keleluasaan tersebut merupakan kebebasan menentukan komposisi pengeluaran rutin dan pembangunan berdasarkan prio ritas pembangunan daerahnya. Perubahan kelembagaan pemerintah daerah, selain diakibatkan oleh makin besarnya kewenangan pemerintah daerah juga terkait dengan tuntutan penciptaan good governance (kepemerintahan yang baik). Good governance merupakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (World Bank, 1997 dalam Mardiasmo, 2002 ). Oleh sebab itu, perubahan kelembagaan pemerintah daerah akan berkaitan langsung dengan perbaikan sistem birokrasi. Perubahan
kelembagaan,
dari
sisi
organisasi
pemerintahan
akan
diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik sehingga struktur organisasi yang dibentuk seharusnya mengikuti prinsip form follow function, artinya perangkat daerah dibentuk sesuai dengan tugas dan fungsi yang akan dijalankan. Dari segi regulasi, perundangan harus dibuat untuk memberikan arahan yang jelas bagi masing-masing perangkat daerah tentang tanggung jawab dan kewenangannya.
58
Perubahan manajemen keuangan dan anggaran daerah memegang peranan penting dalam mempengaruhi kinerja perekonomian daerah. Anggaran daerah merupakan alat kebijakan fiskal pemerintah daerah yang digunakan untuk mendorong, memfasilitasi dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. Berbagai perubahan yang terjadi dari adanya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, menciptakan kehidupan demokrasi yang semakin baik, keadilan dan pemerataan, menciptakan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar daerah serta memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
(social
welfare).
Secara
teoritis,
peningkatan
kesejahteraan masyarakat ini didasarkan atas argumen bahwa desentralisasi akan meningkatkan efisiensi dalam mengalokasikan sumberdaya daerah karena keputusan tentang pengeluaran dibuat pada tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat akan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut (Ebel dan Yilmaz, 2001). Melalui pelaksanaan desentralisasi, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang nyaman bagi pelaku ekonomi
dengan
memberikan
berbagai
insentif
yang
ditujukan
untuk
meningkatkan investasi daerah. Desentralisasi juga memungkinkan bagi daerah untuk mengalokasikan sebagian besar penerimaannya kepada sektor-sektor perekonomian daerah yang memiliki keunggulan komparatif (Damuri dan Amri, 2003). Kabupaten
Pasuruan
sebagai
salah
satu
kabupaten/kota
yang
memperoleh otonomi penuh setelah diterapkannya Undang-Undang No. 22
59
Tahun 1999 dan Undang -Undang No. 25 Tahun 1999 seyogyanya akan mengalami perubahan -perubahan mendasar pada pemerintahan daerah dan manajemen
keuangan
daerah.
Kedua
undang-undang
ini
memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya seseuai dengan aspirasi masyarakat setempat. Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan yang meliputi struktur, tugas dan tanggung jawab akan mengalami penyesuaian seiring dengan meningkatnya kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kewenangan baru inilah yang seharusnya menjadi salah satu dasar bagi penyusunan organisasi pemerintahan daerah termasuk penetapan perangkat daerah yang akan melaksanakan tugas-tugas tersebut. Penyusunan organisasi juga akan diikuti dengan penyusunan peraturan -peraturan baru yang mengatur tata kerja lembaga-lembaga daerah. Restrukturisasi kelembagaan daerah diarahkan pada terwujudnya
perangkat
daerah
yang
responsif
terhadap
tuntutan
penyelenggaraan pembangunan daerah, terutama dalam melayani kepentingan masyarakat secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu kelembagaan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan yang baru seharusnya mampu memberikan pelayanan yang bercirikan lebih cepat, lebih murah dan lebih baik (faster, cheaper and better). Dari sisi manajemen keuangan daerah, kebijakan atas anggaran daerah (kebijakan fiskal) yang meliputi sumber-sumber penerimaan daerah dan pengalokasian atas pengeluaran daerah merupakan instrumen penting bagi Pemerintah
Daerah
kabupaten
Pasuruan
dalam
meningkatkan
kinerja
perekonomian daerah. Desentralisasi fiskal akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui dua cara: (1) desentralisasi fiskal dapat meningkatkan investasi
60
daerah
yang
akan
meningkatkan
stok modal
sehingga
mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, dan (2) desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi alokasi sumberdaya karena pemerintah daerah memiliki keunggulan informasi tentang kebutuhan lokal sehingga dapat mendistibusikan barang publik dan jasa y ang peka terhadap kondisi ekonomi lokal. Pengaruh
besaran dana yang dikelola dan keleluasaan tersebut
merupakan faktor dari derajat desentralisasi fiskal suatu daerah. Makin tinggi penerimaan
fiskal
yang
bebas
pengalokasiannya
makin
tinggi
derajat
d esentralisasi fiskal yang dimiliki daerah. Demikian pula makin tinggi penerimaan fiskal diharapkan makin tepat pilihan infrastruktur sehingga makin tinggi insentif investasi yang diciptakan. Pada sisi lain, keleluasaan dalam mencari sumbersumber penerimaan terutama upaya peningkatan pajak dan retribusi justru bisa berpengaruh negatif terhadap investasi. Sementara itu sub sektor perkebunan di Kabupaten Pasuruan khususnya tanaman tebu, relatif potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sub sektor andalan bagi perekonomian daerah. Pengembangan usahatani tebu dan industri gula memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian daerah melalui penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. Industri gula merupakan industri yang tergolong padat karya karena proses produksinya dari mulai pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan yaitu tebang dan angkut tebu membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Penggunaan gula yang tidak hanya sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung tetapi juga sebagai bahan baku bagi industri lain menyebabkan industri ini memiliki keterkaitan yang relatif besar dalam perekonomian daerah. Perbaikan kinerja
61
industri gula dapat mendorong peningkatan kinerja industri lain berbahan baku gula. Kesesuaian persyaratan tanam tanaman tebu dan adanya berbagai sarana pendukung pergulaan di Kabupaten Pasuruan merupakan modal utama bagi pemerintah daerah untuk memajukan industri gula. Melalui penerapan desentralisasi fiskal, keleluasaan Pemerintah Daerah dalam mengelola dan mengalokasikan pengeluaran anggaran daerah ditujukan untuk menciptakan berbagai insentif yang dapat meningkatkan kinerja industri gula. Pada akhirnya pelaksanaan otonomi daerah dengan perbaikan sistem kelembagaan daerah dan manajemen keuangan daerah akan menciptakan iklim y ang kondusif untuk menggiatkan kegiatan perekonomian khususnya pada industri gula sehingga meningkatkan kinerja industri gula di Kabupaten Pasuruan. Perbaikan kinerja industri gula ditunjukkan dengan meningkatnya nilai output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja oleh industri gula. Perbaikan kinerja industri ini secara langsung dan tidak langsung juga akan diikuti peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Pasuruan secara keseluruhan. Kerangka pendekatan studi yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alur pada Gambar 2. 3.2. Hipotesis Berdasarkan uraian pada kerangka pendekatan studi di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1.
Penerapan dan pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Pasuruan menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 telah memperbaiki sistem kelembagaan pemerintah daerah.
62
OTONOMI DAERAH: UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 25 Tahun 1999
DESENTRALISASI FISKAL
Keuangan Daerah APBD Kab . Pasuruan
Pemerintahan Daerah Kabupaten Pasuruan
Institusi
Sumber Penerimaan dan Aloksai Anggaran
Regulasi
Kinerja Sektor Industri Gula
Analisis Deskriptif
Analisis Tabel I-O Keterkaitan Pengganda
Kinerja Perekonomian Daerah
Implikasi Kebijakan
Gam bar 2.
Diagram Alur Kerangka Pendekatan Studi
63
2.
Setelah penerapan kedua undang-undang tersebut, hubungan (fungsional dan koordinasi) antar lembaga yang membawahi industri gula menjadi lebih baik.
3.
Penerapan otonomi daerah memberikan dampak positif bagi peningkatan nilai produksi, nilai tambah dan penciptaan kesempatan kerja pada industri gula di Kabupaten Pasuruan.
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer terutama digunakan untuk analisis deskriptif tentang tugas dan kewenangan lembaga pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan dan lembaga-lembaga yang membawahi industri gula. Data primer diperoleh dari wawancara dengan lembaga-lembaga tersebut yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan , PG Kedawung, APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat) dan Kelompok Tani. Data sekunder digunakan untuk menurunkan Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 yaitu Tabel I-O Provinsi Jawa Timur Tahun 2000, PDRB Kabupaten Pasuruan, Data Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan (Realisasi APBD Kabupaten Pasuruan), Data konsumsi rumah tangga menurut sektor ekonomi dan data sekunder lain yang diperlukan untuk penelitian ini. Tahun 2000 dipilih karena dianggap bahwa pada tahun ini merupakan tahun terakhir dimana data yang tersedia cukup lengkap untuk membentuk tabel I-O selain itu pada tahun ini akan diperoleh gambaran perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum otonomi deaerah. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu data survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS), survei khusus pembentukan modal (SKPM), survei ongkos usaha tani (SOUT), survei tahunan industri pengolahan
65
besar/sedang (IBS) dan survey tahunan industri kecil dan kerajinan rakyat (IKKR). Selain dari BPS juga diperoleh dari BAPPEDA Pasuruan, Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan dan sumber-sumber lain yang terkait. 4.3. Metode Analisis 4.3.1. Analisis Deskriptif Untuk menjawab tujuan 1 dan 2, yaitu untuk menelaah penerapan otonomi daerah menurut Undang -Undang No. 22 Tahun 1999 dan UndangUndang No. 25 Tahun 1999 dari sudut pandang kelembagaan dan perubahan hubungan membawahi
(fungsional industri
dan gula
koordinasi) dilakukan
antar analisis
lembaga/organisasi deskriptif,
yait u
yang dengan
membandingkan dua kondisi sebelum dan sesudah dilaksanakannya kedua undang-undang otonomi di atas. Hal-hal yang diuraikan untuk menjawab tujuan 1 adalah: 1.
Struktur organisasi dan kewenangan Pemerintah Daerah
2.
Sumber-sumber penerimaan serta alokasi anggaran menurut sektor pembangunan
Sedangkan untuk menjawab tujuan 2 dilakukan dengan mendeskripsikan secara lebih spesifik tugas dan kewenangan masing-masing lembaga yang terkait dengan industri gula di Kabupaten Pasuruan, diantaranya adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan , Pabrik Gula Kedawung, APTR dan Kelompok Tani serta
beberapa
kebijakan
pemerintah
daerah
yang
berkaitan
dengan
pengembangan industri gula. 4.3.2. Analisis Kuantitatif Untuk menjawab tujuan 3 dan 4 yaitu untuk menganalisis kondisi perekonomian daerah dan peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten
66
Pasuruan sebelum penerapan otonomi daerah serta dampak penerapan otonomi daerah terhadap kinerja industri gula digunakan analisis Input-Output. Analisis Input-Output terhadap kinerja in dustri gula di Kabupaten Pasuruan ini dilakukan dengan beberapa tahap: 1. Tahap Derivasi Tabel Input-Output Kabupaten Pasuruan Tahap ini dilakukan karena Kabupaten Pasuruan belum memiliki tabel I-O maka penyusunan tabel I-O dengan menggunakan metode semi survey perlu dilakukan. Metode semi survey yang digunakan adalah menggunakan metode RAS Modifikasi, tabel dasar yang digunakan untuk menurunkan tabel I-O Pasuruan adalah Tabel I-O Jawa Timur Tahun 2000. Metode ini dipilih karena lebih sederhana dan tidak membutuhkan data yang mendetail namun merupakan metode yang efektif dan tepat waktu dalam penyusunan tabel I-O (BPS, 2000a). Penggunaan metode RAS modifikasi ini adalah untuk mengatasi kelemahan yang biasanya terdapat pada penggunaan metode RAS Sederhana. Tabel I-O Pasuruan y ang
dihasilkan
dari
metode
RAS
sederhana
akan
menunjukkan
komposisi/struktur input antara yang identik dengan komposisi/struktur input antara pada Tabel I-O Jawa Timur.
Metode RAS modifikasi adalah dengan
memasukkan informasi baru ke dalam kuadran antara yang menunjukkan struktur input yang sesungguhnya dari suatu sektor yang ada di Kabupaten Pasuruan sedangkan untuk sektor-sektor yang belum memiliki data, struktur input antaranya dicari menggunakan metode RAS. Metode RAS pertama kali diperkenalkan oleh Stone dan Brown (1962) sebagai suatu metode yang digunakan untuk up dating tabel I-O. Metode RAS merupakan suatu metode untuk mencari satu set bilangan pengganda baris dan pengganda kolom untuk mendapatkan matriks kuadran I yang baru. Jika matriks
67
A adalah matriks koefisien input kuadran I dan aij adalah sel-sel matriks, maka aij tersebut terbentuk dari dua macam pengaruh: 1. Pengaruh substitusi, yang menunjukkan seberapa jauh komoditi i dapat digantikan oleh komoditi lain dalam proses produksi. 2. Pengaruh fabrikasi, yang menunjukkan seberapa jauh komoditi j dapat menyerap input antara dari jumlah input yang tersedia. Miller dan Blair (1985) mengemukakan bahwa penggunaan metode RAS untuk menyesuaikan matriks koefisien tidak hanya pada masalah lintas waktu (updating) tetapi juga lintas ruang (masalah regionalisasi). Bahkan karena keterbatasan data daerah (regional), metode RAS akhirnya menjadi lebih sering digunakan untuk menurunkan tabel I-O daerah dari tabel I-O nasional (antar daerah) dibandingkan untuk keperluan up dating. Apabila pengganda substitusi diberi notasi r, pengganda fabrikasi diberi notasi s dan Ao adalah matriks koefisien input Jawa Timur maka koefisien input Pasuruan adalah: At = r A o s............................................................................................ (1) Untuk menurunkan Tabel I-O Pasuruan dengan metode RAS modifikasi dilakukan langkah -langkah sebagai berikut: 1 . Melakukan klasifikasi sektor-sektor ekonomi untuk Kabupaten Pasuruan. Pengklasifikasian sektor didasarkan pada tujuan penelitian, peranan penting suatu sektor dalam perekonomian (ditunjukkan oleh share masing-masing sektor terhadap PDRB) serta ketersediaan data di Kabupaten Pasuruan. Hasil pengklasifikasian ditentukan bahwa Tabel I-O Pasuruan dibagi menjadi 40 sektor (Lampiran 1).
68
2 . Mengisi nilai output Kabupaten Pasuruan menurut sektor berdasarkan data dinas dan dari publikasi BPS dalam Pasuruan Dalam Angka Tahun 2000. 3 . Memasukkan data komposisi input sektor-sektor Kabupaten Pasuruan tahun 2000. Sektor-sektor yang memiliki data komposisi input adalah sektor 16-31, data yang digunakan berasal dari data IBS dan IKKR tahun 2000. Untuk sektor-sektor yang belum memiliki informasi tentang komposisi inputnya selanjutnya dicari dengan menggunakan metode RAS. 4. Memasukkan data Kabupaten Pasuruan tahun 2000 untuk menyusun komponen-komponen permintaan akhir, yaitu konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, ekspor (luar negeri maupun antar daerah), dan pembentukan stok. Selain permintaan akhir juga memasukkan jumlah permintaan antara, input antara, dan input primer (nilai tambah bruto) masing-masing sektor. Data konsumsi rumah tangga diambil dari SUSENAS, data untuk kolom pengeluaran pemerintah diperoleh dari Rincian Realisasi APBD Kabupaten Pasuruan sedangkan untuk pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok diperoleh dari data SKPM dan survey BPS. 5. Menyusun klasifikasi (agregasi) sektor untuk Tabel I-O Jawa Timur Tahun 2000 sesuai dengan klasifikasi sektor Kabupaten Pasuruan dan kemudian menyusun matriks koefisien input dari Tabel I-O Jawa Timur sesuai dengan klasifikasi sektor Kabupaten Pasuruan tersebut. 6. Proses penyusunan matriks dengan menggunakan pengganda baris ke-r dan pengganda kolom ke-s (metode RAS), dengan mengunci sel-sel input antara yang telah disesuaikan dengan struktur nput i Kabupaten Pasuruan , yakni sektor 16-31. Proses ini berlanjut terus sampai diperoleh suatu matriks,
69
dimana jumlah angka untuk masing-masing baris sama dengan jumlah permintaan antara masing-masing sektor dan jumlah angka masing-masing kolom sama dengan jumlah input antara masing-masing sektor. 7 . Setelah kolom-kolom dalam tabel I-O terisi, selanjutnya dilakukan rekonsiliasi dimana jumlah penawaran harus sama dengan jumlah permintaan. Penawaran terdiri dari output domestik (600) + impor (409) + margin perdagangan dan transportasi (509), sedangkan permintaan terdiri dari total permintaan antara (180) + total permintaan akhir (309). Rekonsiliasi ini dilakukan, khususnya untuk melakukan adjustment terhadap data yang sumbernya lemah seperti perubahan stok (304), ekspor (305) dan impor (409). 2. Tahap Analisis Struktur Perekonomian Daerah dan Peranan Industri Gula Sebelum Penerapan Otonomi Daerah Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 yang diperoleh dari hasil derivasi kemudian dianalisis untuk melihat struktur perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum diberlakukannya otonomi daerah termasuk posisi dan peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan. Analisis struktur perekonomian Kabupaten Pasuruan dilakukan dengan mendeskripsikan struktur permintan dan penawaran,
permintaan akhir, output sektoral, nilai tambah
bruto, ekspor dan impor serta struktur ketenagakerjaan. Analisis peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan dilakukan dengan menggunakan analisis keterkaitan dan analisis pengganda (multiplier). Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat hubungan sektor industri gula dengan sektor-sektor lain dalam perekonomian daerah. Analisis keterkaitan yang dilakukan terdiri dari analisis keterkaitan langsung ke depan dan ke belakan g serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan ke
70
belakang. Analasis keterkaitan industri gula dihitung dengan rumus sebagai berikut: 1.
Keterkaitan Langsung Ke Depan 40
Fi =
∑X
i
40
= ∑ a ij ............................................................................... (2)
j =1
Xi
j =1
dimana: Fi = Keterkaitan langsung ke depan industri gula X ij = Banyaknya output industri gula yang digunakan sebagai input antara oleh sektor j X i = Total output industri gula aij = Unsur matriks koefisien teknis 2.
Keterkaitan Langsung Ke Belakang 40
Bj =
∑X
i
i =1
Xj
40
= ∑ a ij ............................................................................. (3) i =1
dimana: B j = Keterkaitan langsung ke belakang industri gula X ij = Banyaknya input antara yang digunakan oleh industri gula, yang berasal dari sektor i X j = Total input sektor industri gula aij = Unsur matriks koefisien teknis 3.
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan 40
FLTL i = ∑ C ij ....................................................................................... (4) j =1
dimana: FLTLi C ij 4.
= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan = Unsur matriks kebalikan leontief terbuka Industri gula (jumlah matriks kebalikan leontif terbuka pada baris industri gula)
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang 40
BLTL j = ∑ C ij ...................................................................................... (5) i =1
dimana: BLTLj = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang C ij = Unsur matriks kebalikan leontief terbuka Industri gula (jumlah
71
matriks kebalikan leontif terbuka pada kolom industri gula) Analisis
pengganda
(multiplier) merupakan
suatu
koefisien
yang
digunakan untuk menilai dampak perubahan permintaan akhir industri gula terhadap penciptaan output, pendapatan dan kesempatan kerja baik pada industri gula itu sendiri maupun dalam perekonomia n secara keseluruhan. Rumus perhitungan koefisien pengganda secara ringkas disajikan pada Tabel 7. Tabel 7.
Rumus Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja
No
Nilai
Pengganda Pendapatan (Rp)
Output (Rp)
1. Efek Awal 1 hj 2. Efek Putaran Pertama Σ iaij Σ iaij . hj 3. Efek Dukungan Industri Σ iαij–1-Σ iaij Σ iα ij hj–h j -Σ iaij hj 4. Efek Induksi Konsumsi Σ iα*ij–1-Σ iaij Σ iα *ij hj–hj -Σ iaijhj * 5. Efek Total Σ iα ij Σ iα *ij hj * 6. Efek Lanjutan Σ iα ij–1 Σ iα *ij hj–hj Sumber : Daryanto dan Morison, 1992 Keterangan aij = Koefisien output hj = Koefisien pendapatan rumah tangga ej = Koefisien tenaga kerja αij = Matriks kebalikan leontief terbuka α*ij = Matriks kebalikan leontief tertutup
Tenaga Kerja (Orang) ej Σ iaij . e j Σ iαij ej–ej -Σ iaije j Σ iα*ij e j–e j -Σ iaije j Σ iα*ij e j Σ iα*ij e j–e j
Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pada pengukuran output, pendapatan dan tenaga kerja maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II, sebagai berikut: Tipe I =
Efek Awal + E. Putaran Pertama + E. Dukungan Industri
Tipe II =
Efek Awal Efek Awal + E. Putaran Pertama + E. Dukungan Industri + E. Induksi Konsumsi Efek Awal
3. Tahap Analisis Dampak Otonomi Daerah Konsekuensi
dari
pelaksanaan
kebijakan
otonomi
daerah
adalah
pemberian kewenan gan yang lebih besar bagi daerah (Kabupaten Pasuruan) dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. Penerapan otonomi daerah akan dicerminkan oleh adanya perubahan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
72
(APBD), baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran. Peningkatan dana yang ada di daerah, khususnya akibat adanya perubahan mekanisme dana transfer pemerintah pusat terhadap daerah akan mempengaruhi besaran dan alokasi belanja pemerintah daerah. APBD merupakan instrumen bagi Pemerintah Daerah untuk menjalankan fungsinya dalam memproduksi barang dan jasa publik bagi kepentingan masyarakat. Melalui pengalokasian dana dalam APBD, Pemerintah Daerah dapat memberikan dampak pada perekonomian sehingga tercapai sasaran-sasaran pembangunan, yakni
pertumbuhan ekonomi (Peningkatan output dan PDRB)
dan penciptaan lapangan pekerjaan. Perubahan APBD dalam model I-O ini merupakan perubahan yang bersifat eksogen, artinya perubahan ini timbul dari luar sistem ekonomi namun pada akhirnya akan menciptakan permintaan baru dan menghendaki pemenuhan dari dalam sistem ekonomi yang telah ada. Dalam pemenuhan permintaan inilah perubahan APBD (otonomi daerah) menciptakan dampak terhadap sistem perekonomian. Analisa dampak otonomi daerah dilakukan dengan menggunakan 3 skenario, yakni: (1) perubahan APBD Kabupaten Pasuruan yang dicerminkan oleh adanya perubahan pada pengeluaran pemerintah (kolom 302) dan perubahan pada total PMTB (kolom 303). Pengeluaran Pemerintah yang dimasukkan kedalam kolom 302 adalah pengeluaran yang bersifat rutin (non gaji) sedangkan pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin untuk barang-barang modal (barang-barang yang mempunyai umur pemakaian satu tahun atau lebih) akan masuk kedalam kolom 303 . (2) perubahan APBD yang diikuti oleh perubahan pembentukan modal tetap bruto (investasi) oleh swasta. Hal ini dilakukan
73
berdasarkan asumsi bahwa penerapan otonomi daerah secara tidak langsung akan menciptakan iklim yang kondusif bagi masyarakat (swasta) untuk melakukan investasi atau perluasan usaha yang kemudian dicerminkan oleh meningkatnya pembentukan modal bruto oleh sektor swasta. Namun demikian isian pada kolom PMTB tidak menunjukkan nilai pembentukan modal yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi yang ada, karena isian pada kolom ini hanya menggambarkan komposisi barang-barang modal. (3) perubahan konsumsi pemerintah, total PMTB dan perubahan ekspor. Asumsi yang mendasari skenario ini adalah bahwa selain menciptakan kondusifitas dalam berusaha,
penerapan
otonomi
daerah
akan
mendorong
kondusifitas
perdagangan. Perhitungan dan keterangan asal-usul data yang digunakan untuk analisa dampak dijelaskan pada Lampiran 3. Analisis dampak ini digunkan untuk menjawab tujuan ke-4, yakni untuk mengetahui efek perubahan neraca eksogen y aitu pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan ekspor terhadap variabel endogen seperti output, nilai tambah bruto dan kesempatan kerja. Analisis dampak yang digunakan adalah analisis pengganda (multiplier). Analisis dampak dengan menggunakan pengganda (multiplier) adalah sebagai berikut: 1. Dampak Output Dalam model I-O, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir. Artinya jumlah output yang diproduksi tergantung tergantung dari permintaan akhirnya dan pada sisi yang lain output juga menentukan besarnya permintaan akhir. Dampak output dihitung dengan rumus berikut:
(
X AO = I - A d
) (F ) .......................................................................... (1) -1
AO
74
∆X = X AO - X BO ................................................................................. (2) dimana: X AO = FAO = X BO = ∆X =
Output yang terbentuk setelah otonomi daerah Permintaan akhir setelah otonomi daerah Output sebelum otonomi daerah (Output tahun 2000) Perubahan output akibat adanya otonomi daerah
2. Dampak Nilai Tambah Bruto Sesuai dengan asumsi dasar penyusunan tabel I-O, maka hubungan antara nilai tambah bruto (NTB) dengan output bersifat linier. Artinya kenaikan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan atau penurunan NTB. Hubungan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: ∧
VAO = V X AO ....................................................................................... (3) ∆V = VAO - VBO .................................................................................. (4) dimana: V AO = ˆ = V V BO = ∆V =
NTB yang terbentuk setelah otonomi daerah Matriks diagonal koefisien NTB NTB sebelum otonomi daerah (NTB tahun 2000) P erubahan NTB akibat adanya otonomi daerah
Matriks diagonal koefisien NTB adalah matriks dimana isian sel-sel diagonalnya adalah NTB sektor yang bersangkutan dibagi dengan outputnya, sedangkan sel- sel di luar diagonalnya adalah nol. 3. Dampak Kesempatan Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang
balas jasa
terhadapnya merupakan salah satu komponen input primer. Tenaga kerja juga memiliki hubungan linier dengan output. Artinya naik turunnya output di suatu sektor akan mempengaruhi naik turunnya jumlah tenaga kerja yang diserap di sektor tersebut. berikut:
Dampak kesempatan kerja dapat dihitung dengan persamaan
75
L AO = Lˆ X AO ....................................................................................... (5) ∆L = L AO - L BO .................................................................................. (6) dimana: LA O= Lˆ = LB O= ∆L=
kesempatan kerja yang terbentuk setelah otonomi daerah Matriks diagonal koefisien tenaga kerja Kesempatan kerja sebelum otonomi daerah Perubahan kesempatan kerja akibat adanya oto nomi daerah
Matriks diagonal koefisien tenaga kerja adalah matriks dimana isian selsel diagonalnya adalah koefisien tenaga kerja, yaitu jumlah tenaga kerja suatu sektor dibagi dengan outputnya. Isian sel-sel di luar diagonal adalah nol. Penurunan Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 maupun pengolahan data menggunakan program komputer GRIMP (Generation Regional Impact) versi 7.02.
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Geografis dan Administrasi Wilayah Kabupaten Pasuruan merupakan bagian dari Provinsi Jawa Timur, yang secara geografis berada antara 112. 300 sampai dengan 113. 30 0 Bujur Timur dan 7. 30 0 sampai dengan 8. 30 0 Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah: 1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura
2.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo
3.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Malang
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto Wilayah Kabupaten Pasuruan terdiri dari daerah pegunungan, perbukitan
dan dataran rendah, yang secara rinci terbagi menjadi tiga bagian: 1.
Bagian Selatan terdiri dari pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian dari permukaan tanah antara 186 m sampai 2 700 m yang membentang mulai dari wilayah Kecamatan Tosari, Puspo sampai Barat yakni Kecamatan Tutur, Purwodadi dan Prigen.
2.
Bagian Tengah terdiri dari dataran rendah yang berbukit dengan ketinggian permukaan tanah antara 6 m sampai 91 m dan pada umumnya relatif subur.
3.
Bagian Utara terdiri dataran rendah dan pantai dengan ketinggian permukaan tanah 2 m sampai 8 m. Daerah ini membentang dari Timur yakni wilayah Kecamatan Nguling ke arah Barat yakni Kecamatan Lekok, Rejoso, Kraton, dan Bangil. Letak wilayah Kabupaten Pasuruan dilihat dari segi perekonomian sangat
strategis karena terletak di sekitar daerah pengembangan ekonomi yaitu :
77
1.
Surabaya – Jember/Banyuwangi/Bali
2.
Surabaya – Malang
3.
Malang – Jember/Banyuwangi/Bali Kabupaten Pasuruan mempunyai luas wilayah 1 474 .015 km2 atau 147
401. 50 ha (3.13 persen luas Provinsi Jawa timur) yang secara administrasif terbagi atas 24 Kecamatan, 24 Kelurahan, 341 Desa, dan 1 694 Pedukuhan. Pada umumnya masing-masing kecamatan di Kabupaten Pasuruan memiliki luas wilayah yang hampir merata. Kecamatan dengan luas wilayah paling besar adalah Kecamatan Lumbang dengan luas wilayah 125.5 50 km2 , sedangkan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Pohjentrek dengan luas wilayah 11.880 km2. Distribusi luas wilayah untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 8 . 5.2. Kondisi Fisik Wilayah 5.2.1. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang menentukan jenis kegiatan penduduk, yakn i sebagai salah satu penentu batasbatas wilayah tanah usaha. Berdasarkan letak di permukaan bumi, Kabupaten Pasuruan terletak antara 0 s/d 1 800 m diatas permukaan laut (dpl). Secara rinci, distribusi luas wilayah Kabupaten Pasuruan berdasarkan ketinggian tempat dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 tersebut, wilayah Kabupaten Pasuruan terluas berada di ketinggian 100 – 500 m dpl, yakni 42 015.50 ha (28.51 persen). Sedangkan yang terkecil ber ada di ketinggian di atas 1000 m dpl, yakni 23 764.5 0 ha (16.12 persen). Daerah pada ketinggian di atas 1000 m dpl memiliki topografi kasar dengan lereng-lereng terjal. Demi pengamanan daerah yang
78
berada di bawahnya, maka daerah ini harus dipertahankan sebagai hutan lindung. Tabel 8. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Distribusi Luas Wilayah Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Pasuruan Nama Kecamatan Purwodadi Tutur Puspo Tosari Lumbang Pasrepan Kejayan Wonorejo Purwosari Prigen Sukorejo Pandaan Gempol Beji Bangil Rembang Kraton Pohjentrek Gondang Wetan Rejoso Winongan Grati Lekok Nguling Total
Luas (Km2) 102.455 86.300 58.350 98.000 125.550 89.950 79.150 47.300 59.870 121.900 58.180 43.270 64.920 39.900 44.600 42.520 50.750 11.880 26.250 37.000 45.970 50.780 46.570 42.600 1 474.015
Sumber: BAPPEDA dan BPS, 2005
Tabel 9. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Luas Daerah Berdasarkan Ketinggian Tempat Ketinggian ( M dpl) 0 - 25 25 - 100 100 - 500 500 - 1000 1000 < Jumlah
Sumber: BAPPEDA dan BPS , 2005
Luas (Ha) 29 967.00 27 550.00 42 015.50 24 104.50 23 764.50 147 401.50
(%) 20.33 18.69 28.51 16.35 16.12 100.00
79
5.2.2. Kemampuan Tanah Kemampuan tanah merupakan identifikasi unsur-unsur tanah yang sangat berpengaruh terutama untuk menentukan jenis -jenis penggunaan tanah yang ada diatasnya. Unsur-unsur fisik tanah meliputi : 1.
Lereng Lereng adalah adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan
bidang horizontal yang dinyatakan dalam persen (%). Berdasarkan kelerengan tanahnya, wilayah Kabupaten Pasuruan terdiri dari: 1.
Kelerengan 0-2 % meliputi 30.92 persen luas wilayah, kecuali daerah genangan air, merupakan daerah yang lebih baik untuk usaha pertanian tanaman semusim.
2.
Kelerengan 2-15 % meliputi 35.93 persen luas wilayah, merupakan daerah yang baik untuk usaha pertanian dengan tetap memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air.
3.
Kelerengan 15 -40 % meliputi 15.07 persen luas wilayah, merupakan daerah yang lebih baik untuk usaha tanaman tahunan/tanaman keras.
4.
Kelerengan lebih dari 40 % meliputi 18.08 persen luas wilayah, merupakan wilayah yang harus dihutankan karena mempunyai fungsi sebagai pelindung tanah dan air serta menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan hidup.
2.
Kedalaman Efektif Tanah Kedalaman efektif tanah adalah tebalnya lapisan tanah dari permukaan
sampai bahan induk atau sampai suatu lapisan dimana perakaran tanaman tidak dapat atau tidak mungkin menembusnya. Luas daerah berdasarkan kedalaman efektif tanah di Kabupaten Pasuruan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.
80
Tabel 10. No.
Luas Daerah Berdasarkan Kedalaman Efektif Tanah
Kedalaman (Cm)
Luas (Ha)
(%)
1.
> 90
53 560.50
2.
61-90
63 134.00
3.
30-60
24 576.00
4.
< 30
6 131.00
Jumlah
147 401.50
Manfaat
36.34 Tidak menghambat pertumbuhan akar tanaman Untuk tanaman semusim 42.83 dan tanaman tahunan Tanaman semusim berakar 16.67 dalam 4.16 Tanaman semusim berakar dangkal 100.00
Sumber: BAPPEDA dan BPS, 2005
3.
Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah keadaan kasar dan halusnya (bahan padat organik)
tanah yang ditentukan berdasarkan perbandingan fraksi-fraksi pasir, debu dan air. Rincian luas daerah berdasarkan tekst ur tanah disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. No. 1. 2. 3.
Luas Daerah Berdasarkan Tekstur Tanah
Tekstur Halus Sedang Kasar Jumlah
Luas (Ha) 80 080.85 65 933.65 1 387.00 147 401.50
(%) 54.33 44.73 0.94 100.00
Sumber: BAPPEDA dan BPS, 2005
4.
Drainase Drainase tanah menunjukkan lamanya dan seringnya tanah jenuh
terhadap
kandungan
air
atau
menunjukkan
kecepatan meresapnya air
permukaan tanah. Rincian luas daerah berdasarkan drainase tanah disajikan pada Tabel 12. Tabel 12.
Luas Daerah Berdasarkan Drainase Tanah
No. Drainase 1 . Tidak pernah tergenang 2 . Tergenang periodik 3 . Tergenang terus-menerus Jumlah Sumber: BAPPEDA dan BPS, 2005
Luas (Ha) 143 686.50 584.00 3 131.00 147 401.50
(%) 97.48 0.40 2.12 100.00
81
5.
Erosi Erosi merupakan peristiwa pengikisan tanah oleh permukaan air,
sehingga mengakibatkan butiran -butiran tanah terangkat ke tempat lain. Rincian luas daerah berdasarkan erosi tanah disajikan pada Tabel 13. Tabel 13.
Luas Daerah Berdasarkan Erosi
No. Erosi 1 . Ada erosi 2 . Tidak ada erosi Jumlah
Sumber: BAPPEDA dan BPS, 2005
6.
Luas (Ha) 21 890.50 125 511.00 147 401.50
(%) 14.85 85.15 100.00
Jenis Tanah Jenis Tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Pasuruan, meliputi :
Alluvial, Regosol, Grumosol, Mediteran, Latosol dan Andosol. Karakteristik dari masing-masing jenis tanah yang ada di Kabupaten Pasuruan dapat dilihat pada Tabel 14. 5.2.3. Kondisi Iklim Kabupaten Pasuruan pada umumnya beriklim tropis, dengan klasifikasi Schmidt dan Ferguson. selebihnya tipe B.
Sebagian besar kecamatan bertipe iklim C dan
Temperatur sebagian besar wilayah antara 240-32 0 C,
sedangkan untuk wilayah diatas 2 770 m, temperatur terendah sampai 50 C utamanya di Kecamatan Tosari. Curah hujan banyak dipengaruhi oleh angin muson yang bertiup dari Australia dan Asia. Angin muson timur merupakan angin yang kering, sedangkan angin yang bertiup dari arah barat relatif agak basah. Berdasarkan intensit as curah hujannya, daerah Kabupaten Pasuruan dapat dikelompokkan menjadi 4 zona curah hujan sebagai berikut:
82
1.
Zona curah hujan antara 2 000 -2 500 mm/tahun, zona ini banyak dijumpai di daerah sekitar Pasrepan, Kolursari dan selatan Purwosari.
2.
Zona curah hujan antara 1 750 -2 000 mm/tahun, zona ini tersebar di bagian barat Purwosari dan daerah sekitar Beji.
3.
Zona curah hujan antara 1 500 -1 750 mm/tahun, zona ini tersebar di daerah bergelombang hingga perbukitan, antara lain di sekitar daerah Bangil, Rem bang, Wonorejo, Kejayan dan Lumbang.
4.
Zona curah hujan < 1 500 mm/tahun, zona ini tersebar di daerah dataran sepanjang
pantai
di
sekitar
daerah
Kraton,
Kota
Pasuruan,
Gondangwetan, Lekok, Grati dan Nguling. Tabel 14. No.
Jenis dan Karakteristik Tanah Kabupaten Pasuruan
Jenis Tanah
Luas (%)
Karakteristik Cocok untuk pertanian. M erupakan endapan tanah liat, bercampur pasir halus, hitam kelabu, mempunyai daya penahan air cukup baik, mengandung cukup banyak mineral bagi tumbuhan. Jenis tanah yang umurnya masih muda, berasal dari bahan vulkanis, porositas sedang, menahan air dengan baik, mudah longsor. Dimanfaatkan untuk pertanian dengan terasiring. Kadang-kadang dilapisi padas kelabu cokelat, porositas sedang, mudah tererosi. Regosol vulkanik baik untuk tanaman tebu, tembakau, palawija, sayuran sedangkan regosol margel baik untuk hutan jati. Jangkauan penyebarannya luas, berasal dari batuan berkapur, batuan beku basis sampai intermedier dan batuan metamorf. Dapat dimanfaatkan untuk pertanian dengan syarat ada input teknologi. Tekstur liat berlempung, berwarna hitam sampai kelabu, porositas dan drainase jelek, mudah terkena erosi. Campuran Nepal dan batu kapur, di daerah bukit sampai dengan gunung, secara umum membentuk bukit-bukit lipatan. Baik untuk hutan jati.
1.
Alluvial
15.73
2.
Andosol
17.24
3.
Regosol
24.23
4.
Mediteran
14.26
5.
Grumosol
3.99
6.
Latosol
24.55
Sumber: BAPPEDA dan BPS, 2005
83
5.2.4. Kondisi Hidrologi Perairan darat di wilayah Kabupaten Pasuruan dibedakan atas dua kelompok yaitu air tanah dan air permukaan. Sumber air tanah secara umum sangat melimpah, hal ini ditandai oleh adanya 471 sumber mata air yang tersebar di 24 kecamatan dengan debit air antara 1-5000 liter/detik. Sumber mata air terbesar adalah sumber mata air Umbulan dengan kapasitas debit air mencapai 5 000 liter/detik, yang dimanfaatkan untuk keperluan air minum, irigasi dan industri.
Untuk daerah lereng perbukitan, banyak juga dijumpai sumur-
sumur bor tertekan (artesis) atau tak tertekan dengan debit antara 5-10 liter/d etik. Air permukaan umumnya berasal dari beberapa sungai yang mengalir dari daerah hulu di pegunungan bagian selat an dan bermuara di pantai utara. Kabupaten Pasuruan memiliki 18 sungai dan 7 sungai besar antara lain sungai Lawean, Rejoso, Masangan, Temboro, Kedunglarangan , Welang, dan terbesar adalah sungai Porong. 5.3. Kondisi Demografi dan Ketenagakerjaan 5.3.1. Kondisi Demografi Kondisi dan tingkat kualitas hidup penduduk di suatu daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah. Oleh sebab itu, penduduk merupakan aset dan modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Pasuruan .
Berdasarkan budayanya, penduduk
Kabupaten Pasuruan dapat dikelompokkan menjadi dua masyarakat /budaya, yaitu masyarakat Jawa dan masyarakat Madura. Meskipun masih ada budaya lain misalnya Arab dan Cina, namun pada kenyataannya kedua masyarakat
84
tersebut tidak memberi pengaruh nyata seperti bahasa dan adat-istiadat pada kehidupan sehari-hari. Jumlah penduduk Kabupaten Pasuruan pada tahun 1990 mencapai 1 092 983 jiwa, namun dalam rentang waktu 10 tahun berikutnya jumlah penduduk mengalami peningkatan sebesar 20.02 persen sehingga pada akhir tahun 2000 jumlah penduduk mencapai 1 366 605 jiwa.
Tahun 2003 jumlah penduduk
Kabupaten Pasuruan mencapai 1 416 594 jiwa atau meningkat sebesar 3.66 persen dibandingkan tahun 2000 (Susenas Jawa Timur, 2003). Jumlah penduduk laki-laki 710 635 jiwa sedangkan penduduk perempuan sebanyak 705 959 jiwa, sehingga rasio jumlah penduduk laki-laki den gan jumlah penduduk perempuan (sex ratio ) di Kabupaten Pasuruan adalah 100,71 artinya pada setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 101 jiwa penduduk laki-laki. Secara keseluruhan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 4 676 jiwa dibandingkan penduduk perempuan. Jika dilihat dari usia penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Pasuruan pada tahun 2003 terbanyak berada pada kelompok 15-64 tahun (68 .87 persen) sebanyak 975 630 jiwa, penduduk pada kelompok usia 0 -14 tahun sebanyak 368 669 jiwa (26.03 persen) sed angkan penduduk pada kelompok usia diatas 65 tahun hanya 72 295 jiwa (5.1 persen).
Kondisi ini menunjukkan bahwa
Kabupaten Pasuruan memiliki struktur penduduk usia muda. Struktur penduduk usia muda akan membawa konsekuensi penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan dan penyediaan lap angan kerja yang lebih tinggi. Tingkat kepadatan penduduk kabupaten Pasuruan tahun 2003 mencapai 961 jiwa/km2 artinya setiap 1 km2 luas daratan Kabupaten Pasuruan dihuni oleh 961 jiwa penduduk. Angka tersebut termasuk tinggi jika dibandingkan dengan
85
rata-rata kepadatan penduduk di provinsi Jawa Timur yang hanya 738 jiwa/ km 2. Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Pohjentrek sebesar 2 330 jiwa/km2 sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Tosari 184 jiwa/km 2.
Berdasarkan tingkat kepadatan
penduduknya menunjukkan bahwa penduduk di Kabupaten Pasuruan lebih terkonsentrasi di wilayah utara. 5.3.2. Ketenagakerjaan Angkatan kerja di Kabupaten Pasuruan jumlahnya cukup besar yakni lebih dari 50 persen dari total penduduk.
Pada tahun 2000 angkatan kerja di
Kabupaten Pasuruan mencapai 701 137 orang (51.30 persen terhadap total penduduk) kemudian pada tahun 2003 meningkat menjadi 768 545 orang (54.25 persen). Jika dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan, sebagian besar angkatan
kerja
di
Kabupaten
Pasuruan
adalah
angkatan
kerja
yang
berpendidikan rendah. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya persentase angkatan kerja yang tidak pernah sekolah yang mencapai 11.07 persen, sedangkan yang pernah sekolah tapi belum menamatkan SD/MI sebesar 29.48 persen. Angkatan kerja yang menamatkan pendidikan tertingginya pada tingkat SD/MI sebanyak 34.03 persen dan hanya 2.13 persen angkatan kerja yang menamatkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Pada tahun 2003, angkatan kerja yang bekerja mencapai 693 616 orang (90.25 persen dari total angkatan kerja) dengan tenaga kerja laki-laki sebanyak 446 590 orang dan tenaga kerja perempuan sebanyak 247 026 orang. Penduduk Kabupaten Pasuruan sebagian besar bekerja di sektor primer yakni sektor pertanian dengan jumlah tenaga kerja sebesar 276 267 orang (39.83 persen). Sektor lain yang menampung tenaga kerja terbanyak adalah sektor industri yang
86
menampung tenaga kerja sebanyak 149 890 orang (21.61 persen) dan sektor perdagangan sebanyak 125 336 orang (18.07 persen). Banyaknya tenaga kerja di Kabupaten Pasuruan pada tahun 2003 menurut lapangan usaha disajikan pada Tabel 15. Tabel 15.
Penduduk Kabupaten Pasuruan Usia 10 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Lainnya Sumber: Susenas Jawa Timur, 2003
Jumlah Tenaga Kerja 276 267 2 913 149 890 902 21 364 125 336 41 478 3 399 70 680 1 387
(%) 39.83 0.42 21.61 0.13 3.08 18.07 5.98 0.49 10.19 0.20
5.4. Kondisi Perekonomian Wilayah Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat dilihat dari volume barang dan jasa yang dihasilkan di suatu daerah, yakni dengan melihat Produ k Domestik Regional Bruto (PDRB), baik yang dihitung berdasarkan harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Namun untuk memberikan deskripsi yang lebih riil terhadap perkembangan produksi maka perhitungan atas dasar harga konstan y ang sering digunakan. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Pasuruan pada tahun 2004 mencapai 4.37 persen dengan nilai Rp 1 702 370.61 juta. Laju pertumbuhan pada tahun 2004 mengalami peningkatan yang relatif besar jika dibandingkan dengan tahuntahun sebelumya, yakn i tahun 2003 (3.90 persen), tahun 2002 (3.79 persen) dan tahun 2001 (3.74 persen).
Sektor-sektor yang mendominasi perekonomian
Kabupaten Pasuruan masih dipegang oleh sektor industri pengolahan, pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi berturut-turut
87
adalah 39.44 persen, 26.43 persen dan 11.91 persen . Uraian PDRB Kabupaten Pasuruan tahun 2004 dan distribusi masing-masing sektor disajikan pada Tabel 16. Tabel 16.
Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pasuruan dan Distribusi Sektoral Tahun 2004 Atas Dasar Harga Konstan 1993
No.
Sektor
1.
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas 1. Makanan, Minuman & Tembakau 2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 3. Brg. Kayu & Hsl Hutan lainnya 4. Kertas & Barang Cetakan 5. Pupuk, Kimia & Barang dr Karet 6. Semen & Brg Galian Bkn Logam 7. Logam Dasar Besi dan Baja 8. Alat Angkt, Mesin & Peralatannya 9. Barang lainnya 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa Total Sumber: PDRB Kabupaten Pasuruan Tahun 2004, 2005
2004 (Juta Rp) 449 987.11 334 712.30 23 934.97 63 979.35 1 226.96 26 133.53 455.89 671 464 .56 0.00 671 464.56 371 982.42 32 572.14 66 928.95 15 047.45 16 669.89 14 122.42 14 458.39 121 947.70 17 735.20 48 772.30 15 249.96 202 753.36 150 343.51 29 435.25 22 974.60 74 027.68
Kontribusi (%) 26.43 19.66 1.41 3.76 0.07 1.54 0.03 39.44 0.00 39.44 21.85 1.91 3.93 0.88 0.98 0.83 0.85 7.16 1.04 2.86 0.90 11.91 8.83 1.73 1.35 4.35
48 818.11
2.87
190 841.64 1 702 370.61
11.21 100.00
Dari Tabel 16 tersebut terlihat bahwa sektor industri pengolahan didominasi oleh sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau yang memberikan kontribusi sebesar 21.85 persen. Sedangkan pada sektor pertanian, sub
sektor
tanaman
bahan
makanan
memberikan
kontribusi
terbesar
dibandingkan keempat sektor lainnya yakni sebesar 19.66 persen. Pada sektor
88
perdagangan, hotel dan restoran, sub sektor perdagangan memberikan kontribusi terbesar diantara kedua sub sektor lainnya, yakni sebesar 8.83 persen. 5.4.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditunjukkan dengan perubahan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) relatif terhadap nilai PDRB tahun sebelumnya yang dinilai pada harga konstan. Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pasuruan selama tujuh tahun terakhir (tahun 1998-2004 ) mencapai 0.73 persen.
Jika laju pertumbuhan ekonomi tersebut dibandingkan antara
sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah, maka setelah pelaksanaan otonomi
daerah
(tahun 2001-2004)
perekonomian
Kabupaten
Pasuruan
mengalami pertumbuhan yang positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.95 persen. Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, yakni selama 3 kurun waktu (tahun 1998-2000) rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai -3.57 persen. Pertumbuhan ekonomi yang minus ini disebabkan oleh adanya dampak krisis ekonomi pada akhir tahun 1997 sehingga pada tahun 1998 laju pertumbuhan mengalami kontraksi sebesar 15.85 persen. Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pasuruan pada tahun 1998 -2004 secara rinci disajikan pada Tabel 17. Dari
rerata
pertumbuhan
ekonomi
sektoral
(tahun
1998 -2004)
memperlihatkan adanya beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi (lebih dari 1 persen) yakni sektor listrik, gas dan air bersih ( 7.30 persen), sektor angkutan dan komunikasi (5.27 persen), sektor jasa (1.28 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran (1.22 persen) dan sektor pertanian (1.02 persen).
Sementara itu keempat sektor lainnya yaitu sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan sektor pertambangan dan penggalian, masih belum sepenuhnya
89
pulih dari dampak krisis ekonomi, hal ini ditunjukkan oleh rerata pertumbuhan y ang negatif. Tabel 17.
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pasuruan Tahun 1998-2004 (%)
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
1998 -4.17
1999 1.58
2000 2.69
2001 0.18
2002 2.45
2003 2.26
2004 2.19
-63.86
-6.37
-18.18
8.46
13.25
-7.86
-9.25
-28.52 3.94 -49.25
1.44 7.92 -10.05
4.30 3.11 -0.61
4.66 13.50 6.18
3.46 10.54 7.78
4.78 4.40 8.83
5.68 7.65 10.01
-19.66
2.03
4.51
5.59
5.10
5.16
5.79
-3.20
8.00
7.05
8.67
9.67
4.22
2.48
-22.39
-3.48
2.26
4.60
5.30
5.14
5.11
-3.85 -15.85
-0.06 1.54
2.17 3.59
3.17 3.74
2.24 3.79
2.62 3.90
2.66 4.37
Sumber: PDRB Kabupaten Pasuruan (1998-2004), diolah
Tin gginya pertumbuhan sektor pertanian ini didukung oleh pertumbuhan y ang relatif tinggi dari ketiga sub sektornya yakni, sub sektor tanaman pangan (1.68 persen), sub sektor perikanan (1.53 persen) dan sub sektor perkebunan (0.43
persen) sedangkan sub sektor peternakan dan kehutanan masih
mengalami
kontraksi
masing-masing
-2.50
persen
dan
-8.34
persen.
Pertumbuhan sektor pertanian ini merupakan salah satu indikator bahwa sektor pertanian di kabupaten Pasuruan masih menjadi sektor andalan dalam menggerakkan perekonomian daerah. 5.4.2. Struktur Ekonomi Struktur ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari kontribusi masingmasing sektor ekonomi terhadap total nilai produksi yang dihasilkan oleh semua sektor ekonomi. Semakin tinggi kontribusi suatu sektor akan menunjukkan pentingnya peranan sektor tersebut dalam perekonomian suatu daerah. Kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB Kabupaten Pasuruan tahun 1998-2004 secara rinci disajikan pada Tabel 18.
90
Tabel 18.
Distribusi PDRB Kabupaten Pasuruan Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 1999-2004 (%)
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
1999 32.15
2000 31.95
2001 31.13
2002 30.67
2003 29.98
2004 28.82
0.02
0.02
0.02
0.03
0.02
0.02
33.86 1.57 0.85
33.89 1.88 0.86
33.70 2.28 0.90
33.47 2.78 0.97
33.85 2.96 1.04
34.88 3.10 1.13
14.70
15.29
15.49
15.57
15.71
15.80
3.21
3.05
3.20
3.42
3.42
3.38
3.54
3.25
3.21
3.24
3.28
3.32
10.11 100.00
9.82 100.00
10.06 100.00
9.85 100.00
9.73 100.00
9.55 100.00
Sumber: PDRB Kabupaten Pasuruan (1999-2004), diolah
Pada Tabel 18 di atas terlihat bahwa struktur ekonomi Kabupaten Pasuruan selama enam kurun waktu terakhir didominasi oleh tiga sektor yaitu sektor pertanian, industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran . Selama tahun 1999 -2004 rata-rata kontribusi sektor pertanian (30.78 persen) dan
sektor industri pengolahan (33.94 ) terhadap total PDRB hampir
seimbang yakni di atas 30 persen. Jika dibandingkan dengan tahun -tahun sebelumnya (1993-1997), struktur ekonomi Kabupaten Pasuruan dikuasai oleh sektor industri pengolahan dengan pangsa lebih dari 40 persen. Namun sejak terjadinya kirisis ekonomi, pangsa sektor industri mengalami penurunan dari 49.45 persen pada tahun 1997 menjadi 35.14 persen pada tahun 1998.
Sementara itu, peranan sektor
pertanian meningkat dari 27.04 persen menjadi 30.90 persen pada tahun yang sama. Pada dasarnya dinamika industri pengolahan di Kabupaten Pasuruan tergantung pada dinamika sub sektor agroindustri, karena lebih dari 55 persen nilai industri pengolahan disumbang oleh sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau yang menggunakan produk-produk pertanian sebagai bahan baku.
91
Oleh sebab itu, pengembangan sektor industri pengolahan di Kabupaten Pasuruan harus didukung dengan pengembangan sektor pertanian sebagai sektor penyedia bahan baku. Begitu juga sebaliknya, untuk menciptakan nilai tambah
yang
lebih
besar
terhadap
produk-produk
pertanian
maka
pengembangan industri pengolahan mutlak diperlukan. 5.5. Kondisi Industri Gula di Kabupaten Pasuruan Industri gula Kabupaten Pasuruan merupakan usaha yang tidak dapat dipisahkan dari sektor perkebunan tebu. Hal ini disebabkan karena gula tebu merupakan hasil pengolahan tebu oleh pabrik -pabrik gula. Oleh karena itu perkembangan industri gula tebu sangat tergantung kepada perkembangan perkebunan tebu. Industri gula Kabupaten Pasuruan termasuk kedalam agroindustri tertua y ang dikenal oleh masyarakat. Sejak zaman kolonial Belanda (Awal Abad 19) usahatani tebu dan pabrik gula menjadi bagian penting bagi masyarakat Kabupaten Pasuruan. Pengenalan dan penyebarluasan teknik budidaya tebu, pada saat itu didukung oleh adanya pusat penelitian pergulaan milik Belanda (Het Proefstation Oost -Java) yang telah didirikan sejak 9 Juli 1887 (P3GI,1987). Secara agroklimatologis, sebagian besar wilayah Kabupaten Pasuruan merupakan daerah yang potensial sebagai usahatani tebu. Hasil penelitian Dinas Kehutanan dan Perkebunan menyatakan bahwa dari 24 Kecamatan yang berada di Kabupaten Pasuruan, 21 Kecamatan diantaranya merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan usahatani tebu.
Areal perkebunan tebu di
Kabupaten Pasuruan pada tahun 2004 mencapai 4 848.90 ha atau 15.63 persen dari total areal perkebunan (31 030.4 ha). Daerah sentra tanaman tebu umumnya berada di wilayah timur Pasuruan, yakni di Kecamatan Grati
92
(1 827.2 ha), Winongan (628.5 ha), Gondang Wetan (455.7 ha) dan Rejoso (421.9 ha), sedangkan sisanya tersebar di kecamatan lain. Perkembangan luas areal dan produksi tebu rakyat selama 12 tahun terakhir disajikan pada Tabel 19. Perkembangan luas areal dan produksi tebu rakyat selama 12 tahun terakhir memiliki kecenderungan menurun. Rata-rata pertumbuhan luas areal tebu selama kurun waktu 1993-2004 mencapai -2.39 persen sedangkan rata-rata pertumbuhan produksinya mencapai –4.96 persen. Tabel 19.
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Tebu Rakyat Kabupaten Pasuruan, Tahun 1993 -2004
Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Sumber Keterangan
Luas Areal (Ha) 6 155.00 6 235.22 5 579.50 5 829.70 5 414.90 6 490.80 5 694.00 4 235.00 4 586.70 4 784.20 5 169.30 4 848.90
Produksi (Ton) 34 179.00 32 250.30 24 739.13 25 898.57 26 584.57 22 740.95 21 402.00 20 284.00 21 663.98 20 842.60 21 184.76 22 225.86
: BAPPEDA dan BPS, berbagai terbitan : Produksi dalam bentuk kristal gula
Produksi tebu rakyat berfluktuasi seiring dengan adanya perubahan produktivitas lahan dan luas areal perkebunan tebu. Menurut laporan dinas kehutanan dan perkebunan (2004), fluktuasi luas areal tebu rakyat di Kabupaten Pasuruan yang cenderung menurun diantaranya disebabkan oleh fluktuasi harga gula sehingga petani enggan menanam tebu dan beralih pada komoditi lainnya. Sebagian besar produksi tebu rakyat di Kabupaten Pasuruan diolah oleh PG Kedawung, yang merupakan bagian dari PT Perkebunan Negara XI dan sebagian kecil lainnya diolah oleh PG Candi Baru (secara administrat if, PG ini berada di Kabupaten Sidoarjo). Wilayah kerja PG Kedawung meliputi 16
93
kecamatan atau 90 persen luas areal perkebunan tebu Kabupaten Pasuruan sedangkan PG Candi Baru meliputi 5 kecamatan yang berada di wilayah barat yakni Kecamatan Gempol, Pandaan , Sukorejo, Beji dan Prigen. Dengan kata lain, dinamika industri gula (tebu) di Kabupaten Pasuruan lebih ditentukan oleh dinamika kondisi pergulaan di PG Kedawung. Kondisi pergulaan di PG Kedawung selama 5 tahun (tahun giling) terakhir dapat dilihat dari perkembangan luas areal, produksi kristal gula dan tingkat rendemen. Selama kurun waktu 5 tahun giling yaitu 1998/1999 -2002/2003, luas areal perkebunan tebu mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 4.63 persen. Produksi tebu dan kristal gula juga mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 6.51 persen dan 5.14 persen, sedangkan tingkat rendemen mengalami penurunan sebesar -1.57 persen. Pada tahun giling 2002/2003, produktivitas lahan mengalami penurunan relatif besar yakni sebesar -17.49 persen sehingga produksi tebu menurun dari 3 254 817 kw menjadi 2 903 165 kw ( menurun sebesar 12. 11 persen). Kondisi luas areal, produksi tebu dan kristal gula serta tingkat rendemen selengkapnya disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Tahun Giling 1998/1999 1999/2000 2000/2001 2001/2002 2002/2003
Luas Areal Tebu, Produksi Tebu, Kristal Gula dan Tingkat Rendemen di PG. Kedawung , Tahun Giling 1998/1999 -2002/2003 Luas Areal Tebu (Ha) 3 874.50 3 749.80 4 123.80 4 492.70 4 708.20
Tebu (Kw) 2 2 2 3 2
154 654 862 254 903
350 350 401 817 165
Kristal Gula (Kw) 154 180 175 220 197
561.90 646.00 856.60 065.20 852.00
Rendemen (%) 7.17 6.81 6.14 6.76 6.82
Sumber: PG Kedawung, 2004
Peranan industri gula di Kabupaten Pasuruan dalam perekonomian, bukan hanya dilihat dari kontribusinya dalam menciptakan nilai tambah namun
94
sekaligus dapat dilihat dari peranannya menjadi penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Nilai produksi industri gula dan penyerapan tenaga kerja pada sub sektor ini pada tahun 1999-2003 dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21.
Nilai Produksi dan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Gula di Kabupaten Pasuruan, Tahun 1999-2003
Uraian Nilai Produksi PG (Ribu Rp) Tenaga PG Kerja (Orang) Petani
1999
2000
2001
2002
2003
30 075 613
33 250 335
44 689 295
51 602 693
58 696 199
5 580
5 417
5 936
6 413
6 683
14 969
18 544
18 790
22 269
24 778
Sumber: PG Kedawung, 2004 (diolah)
Dari Tabel 21 terlihat bahwa nilai produksi industri gula mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata pertumbuhan yang relatif tinggi yakni 18.54 persen. Dari kurun waktu 1999-2003, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2001 yakni sebesar 34.40 persen. Hal ini disebabkan, harga gula pada tahun tersebut mengalami peningkatan dari Rp 184 063.50/kw (tahun 2000) menjadi 254 123.50/kw atau meningkat sebesar 38.06 persen. Pada tahun 2003, peningkatan nilai produksi juga lebih disebabkan oleh adanya peningkatan harga gula yang relatif tinggi yakni sebesar 26.52 persen, sementara produksi kristal gula mengalami penurunan 11.2 persen dibandingkan tahun 2002. Penyerapan tenaga kerja pada industri gula dikelompokkan menjadi dua yakni tenaga kerja yang diserap oleh sub sektor perkebunan tebu dan tenaga kerja yang diserap oleh sub sektor industri penggilingan tebu (Pabrik Gula). Secara keseluruhan tenaga kerja yang diserap oleh industri gula di Kabupaten Pasuruan
mengalami
peningkatan
yang
relatif
tinggi
dengan
rata-rata
pertumbuhan 11.37 persen. Pada tahun 2003, tenaga kerja yang mampu diserap oleh industri gula (PG dan perkebunan tebu) adalah 4.54 persen dari keseluruhan penduduk yang bekerja. Jika dilihat dari penduduk yang bekerja di sektor
95
pertanian (39.83 persen), 8.97 persen diantaranya adalah penduduk yang berkerja di sub sektor perkebunan tebu. Sementara itu, jika dilihat proporsi penduduk yang bekerja di sektor industri pengolahan (21.61 persen), 4.46 persen diantaranya adalah penduduk yang bekerja di sub sektor industri penggilingan tebu. penyerapan tenaga kerja pada sub sektor industri penggilingan tebu ini tergolong tinggi mengingat jenis industri (menurut klasifikasi KLUI 5 digit) yang ada di Kabupaten Pasuruan jumlahnya relatif banyak, yakni 127 jenis industri (Industri Besar Sedang, 2002). Peranan industri gula Kabupaten Pasuruan dalam perekonomian daerah dapat dilihat dari proporsi nilai produksi industri gula terhadap PDRB Kabupaten Pasuruan. Pangsa industri gula terhadap total PDRB, sektor industri pengolahan dan sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau selengkapnya dapat dilihat p ada Tabel 22. Tabel 22.
Pangsa Nilai Produksi Industri Gula Terhadap Total PDRB, Industri Pengolahan dan Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau , Tahun 1999-2003 (%)
Pangsa IG terhadap Pangsa IG tehadap Tahun Total PDRB Industri Pengolahan 1999 0.99 2.91 2000 0.96 2.84 2001 1.12 3.31 2002 1.13 3.38 2003 1.16 3.45 Sumber : PG Kedawung, 2004 (Diolah) Keterangan : IG : Industri Gula IMMT : Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Pangsa IG terhadap IMMT 4.99 4.86 5.68 6.00 6.19
Pada Tabel 22 terlihat bahwa pangsa industri gula terhadap total PDRB Kabupaten Pasuruan mengalami peningkatan. Walaupun pada tahun 2000 terjadi penurunan pangsa sebesar 2.60 persen namun secara rata-rata dalam kurun waktu 5 tahun terakhir telah terjadi pertumbuhan pangsa industri gula terhadap PDRB sebesar 4.25 persen. Peningkatan harga gula pada tahun 2001 telah
96
mendorong peningkatan nilai produksi dan pada akhirnya pangsa industri gula juga mengalami peningkatan paling tinggi dibandingkan tahun-tahun lain yakni sebesar 15.98 persen. Jika dilihat struktur PDRB Kabupaten Pasuruan, lebih dari 33 persen PDRB Kabupaten Pasuruan disumbang oleh sektor industri pengolahan. Sementara itu sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau memberikan kontribusi lebih dari 55 persen terhadap total nilai produksi industri pengolahan. Sebagai salah satu industri yang berada pada sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau, industri gula juga turut memberikan kontribusi yang relatif besar pada sub sektor ini. Pada tahun 2003, pangsa industri makanan, minuman dan tembakau adalah sebesar 18.68 persen terhadap total PDRB Kabupaten Pasuruan, 6.19 persen diantaranya adalah sumbangan dari industri gula. Dari uraian diatas terlihat bahwa peranan industri
gula
dalam
perekonomian Kabupaten Pasuruan tercipta karena industri gula , termasuk perkebunan tebu, berperan sebagai penyedia lapangan kerja dan sebagai penyumbang dalam PDRB daerah, walaupun secara kuantitas bukan merupakan kontributor terbesar. Selain itu, industri pengolahan di Kabupaten Pasuruan yang didominasi oleh industri makanan dan minuman, paling tidak akan membutuhkan industri gula sebagai salah satu industri penyedia bahan baku. Ketersediaan gula dalam jumlah yang cukup akan turut meningkatkan kinerja industri pengolahan makanan dan minuman. Dengan kata lain peranan industri gula di Kabupaten Pasuruan juga didukung oleh adanya keterkaitan yang diciptakan industri gula terhadap sektor-sektor lain (perkebunan tebu dan industri makanan -minuman).
VI. DESKRIPSI KELEMBAGAAN 6.1. Kelembagaan Pemerintahan Daerah Sejak adanya pemberlakuan UU tentang otonomi daerah yang baru yaitu UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, struktur organisasi pemerintahan daerah Kabupaten Pasuru an mengalami beberapa perubahan. Pembentukan struktur organisasi didasarkan pada kewenangan baru yang diterima oleh pemerintah daerah. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 kewenangan
baru
pemerintah
daerah
Kabupaten
(Pasuruan )
meliputi
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain. Khusus di bidang keagamaan, sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten sebagai salah satu upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam menumbuhkembangkan kehidupan beragama. Kedudukan Kabupaten Pasuruan sebagai pelaksana otonomi daerah diemban oleh bupati beserta perangkatnya. Sebagai kepala daerah atau kepala eksekutif, bupati dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh wakil bupati dan bertanggung jawab kepada DPRD Kabupaten karena bupati dipilih oleh lembaga legislatif tersebut. DPRD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah daerah namun bukan merupakan bagian dari pemerintah daerah Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Bupati berkewajiban memberikan laporan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Ketentuan tentang organisasi perangkat daerah terdapat dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No.
98
84 Tahun 2000, yang secara detail dijabarkan dalam peraturan daerah. Susunan organisasi perangkat daerah di Kabupaten Pasuruan meliputi: 1.
Sekretariat daerah : merupakan unsur staf pemerintah kabupaten, dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati. Tugas sekretaris daerah adalah membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana serta memberikan pelayanan administratif kepada seluruh perangkat daerah.
2.
Dinas Daerah : merupakan unsur pelaksana pemerintah kabupaten, dipimpin oleh Kepala yang berada dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah . Dinas mempunyai tugas melaksanakan otonomi daerah dalam rangka pelaksaan desentralisasi. Dinas kabupaten dapat membentuk cabang dinas dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) y ang berada di wilayah kerja Kecamatan dan dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas dan secara operasional dikoordinasikan oleh Camat .
3.
Lembaga Teknis Daerah : merupakan unsur penunjang pemerintah daerah, dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah dapat berbentuk badan atau kantor yang bertugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya.
4.
Kecamatan : merupakan perangkat daerah kabupaten yang dipimpin oleh seorang Camat. Camat diangkat oleh bupati atas usul Sekretaris Daerah dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi syarat. Camat
99
menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati dan Camat bertanggung jawab kepada Bupati. 5.
Kelurahan : merupakan perangkat kecamatan yang dipimpin oleh Lurah, y ang diangkat oleh Bupati atas usul Camat dari PNS yang memenuhi syarat. Lurah mendapat pelimpahan sebagian kewenangan dari Camat dan bertanggung jawab kepada Camat. Perbedaan susunan organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten menurut
UU No 5 Tahun 1974 dengan UU No. 22 Tahun 1999 terletak pada kedudukan perangkat daerah . Pada UU No. 5 Tahun 1974, kedudukan dinas dan lembaga teknis daerah berada di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala Daerah/Bupati (Gambar 3) sedangkan pada UU No. 22 Tahun 1999, dinas dan lembaga teknis daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah/Bupati melalui Sekretaris Daerah (Gambar 4). Berdasarkan ketentuan yang baru tentang pemerintahan daerah tersebut maka selanjutnya Kabupaten Pasuruan mengatur kedudukan perangkat daerah melalui Peraturan Daerah (Perda). Perda-perda yang mengatur susunan organisasi perangkat daerah Kabupaten Pasuruan adalah Perda No. 33 Tahun 2001 tentang susunan organisasi sekretariat DPRD, Perda No. 34 Tahun 2001 tentang susunan organisasi sekretariat daerah Kabupaten Pasuruan, Perda No. 35 Tahun 2001 tentang susunan organisasi dinas daerah dan Perda No. 36 Tahun 2001 tentang susunan organisasi lembaga teknis daerah Susunan organisasi pemerintahan daerah Kabupaten Pasuruan pada periode sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah disajikan secara lengkap pada Lampiran 4. Dari Lampiran 4 tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa setelah pelaksanaan otonomi daerah, beberapa susunan organisasi
100
DPRD
Kepala Daerah Bupati
Dinas Daerah
Sekretaris Daerah
Lembaga Teknis
Sumber: Bratakusumah dan Solihin, 2003
Gambar 3. Kedudukan Perangkat Daerah Menurut UU No. 5 Tahun 197 4
DPRD
Kepala Daerah Bupati
Sekretaris Daerah
Dinas Daerah
Lembaga Teknis
Sumber: Bratakusumah dan Solihin, 2003
Gambar 4. Kedudukan Perangkat Daerah Menurut UU No. 22 Tahun 1999
perangkat daerah mengalami pengurangan bagian (perampingan struktur), kecuali pada organisasi lembaga teknis. Susunan organisasi Sekretariat DPRD, Sekretariat Daerah dan Dinas Daerah mengalami efisiensi dengan menghapus suatu bagian dan atau menggabungkan pada bagian lain. Bagian Keuangan pada organisasi Sekretariat DPRD digabungkan dan menjadi Sub bagian pada Bagian Umum. Pada organisasi Sekretariat Daerah, Asisten Kesejahteraan dan Asisten Ekonomi
Pembangunan
digabung
menjadi
Asisten
Pembangunan
dan
Kesejahteraan sedangkan pada Asisten Administrasi, Bagian Kepegawaian dimasukkan pada Bagian Umum.
101
Dinas daerah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah juga mengalami pengurangan kuantitas. Jumlah dinas daerah mengalami pengurangan dari 20 dinas menjadi 18 dinas pada periode sesudah otonomi daerah, karena ada dua dinas yang ditiadakan yakni Dinas Pertambangan dan Dinas Pertanahan. Sesuai Perda No. 35 Tahun 2001, Dinas Tata Ruang Prasarana Jalan dan Pemukiman diubah menjadi Dinas Cipta Karya dan Bina Marga. Dinas Cipta Karya merupakan dinas yang melaksanakan pengelolaan tata ruang dan penataan bangunan, perumahan dan pertamanan serta penyediaan sarana air bersih dan penyehatan
lingkungan
sementara
Dinas
Bina
Marga
melaksanakan
pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan dihapuskan dan sebagian tugas dan kewenangannya telah dialihkan pada Dinas Cipta Karya. D inas yang dialihkan menjadi lembaga teknis adalah Dinas Penduduk dan Catatan Sipil yang dialihkan menjadi Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil. Dalam rangka melaksanakan kewenangan penanaman modal maka sejak pemberlakuan otonomi daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan membentuk dinas yang baru yaitu Dinas Perijinan dan Penanaman Modal. Jika dilakukan analisis lebih lanjut mengenai kewenangan utama yang harus dijalankan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten sebagaimana yang tercantum pada pasal 11 UU No. 22 Tahun 1999 maka terlihat bahwa pembentukan dinas daerah Kabupaten Pasuruan sebagai unsur pelaksana otonomi daerah belum sepenuhnya memenuhi sebelas kewenangan utama Pemerintah Daerah Kabupaten. Pada Tabel 23 terlihat bahwa kewenangan dalam bidang lingkungan hidup tidak memiliki dinas tersendiri dan sebagian kewenangan dalam bidang ini dilaksanakan oleh lembaga teknis, yaitu oleh
102
BAPEDALDA (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah). Kewenangan dalam bidang pertanahan juga tidak dilaksanakan oleh dinas tersendiri. Salah satu penyebab tidak dibentuknya dinas pertanahan di Kabupaten Pasuruan adalah karena terjadi perbedaan antara UU No. 22 Tahun 1999 dengan UndangUndang Pokok Agraria (UUPA), yaitu UU No. 5 Tahun 1960. UUPA menyatakan bahwa masalah keagrariaan adalah masalah pemerintah pusat sedangkan UU pemerintahan daerah menyatakan bahwa pertanahan merupakan kewenangan utama yang harus dijalankan oleh daerah. Sampai saat ini UUPA masih mengacu pada UU No. 5 Tahun 1960 sehingga dikeluarkanlah Keppres No. 1 0 Tahun 2000, Keppres No. 62 Tahun 2001 dan surat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) y ang secara tegas menarik kembali kewenangan bidang pertanahan tersebut. Oleh sebab itu, dinas pertanahan Kabupaten Pasuruan yang pernah dibentuk pada tahun 2000 (untuk persiapan otonomi daerah) dihapuskan kembali karena masih belum jelasnya perundangan pertanahan dan kemudian kewenangan bidang ini dilaksanakan oleh BPN yang berkedudukan di Kabupaten . Tabel 23. No.
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Dinas Daerah Kabupaten Pasuruan Pada Periode Sesudah Otonomi Daerah
Kewenangan Kabupaten UU No. 22/1999
1.
Pekerjaan Umum
2.
Pertanian
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Kesehatan Pendidikan dan Kebudayaan Perhubungan Industri dan Perdagangan Penanaman Modal Lingkungan Hidup Pertanahan Koperasi Tenaga Kerja
Dinas Daerah PERDA No. 35/2001 1. Cipta Karya 2. Bina Marga 1. Pertanian Tanaman Pangan 2. Kehutanan dan Perkebunan 3. Kelautan dan Perikanan 4. Peternakan dan Kehewanan Kesehatan Pendidikan dan Kebudayaan Perhubungan Perindustrian dan Perdagangan Perijinan dan Penanaman Modal Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Sumber: UU No.22/1999 dan Perda No.35/2001
103
Hasil wawancara dengan key person menyatakan bahwa pada tahap pelaksanaan, otonomi daerah di Kabupaten Pasuruan telah menimbulkan permasalahan diantaranya adalah kesalahan interpretasi mengenai siapa mengerjakan apa karena belum adanya aturan yang tegas dan jelas antara pusat, provinsi dan kabupaten. Akibat tidak adanya peraturan tersebut, pada awal pelaksanaan otonomi daerah pernah terjadi bahwa dinas daerah tidak memiliki program kerja yang jelas untuk dijalankan. Selain peraturan yang belum jelas, ketidak siapan sumber daya di daerah juga menjadi penyebab tersendatnya program kerja dinas. Dengan otonomi daerah, sistem yang berlaku adalah sistem bottom up , dimana para pegawai dituntut untuk lebih banyak berinisiatif dan melakukan perencanaan sendiri atas program kerja yang akan dijalankan sesuai dengan kebutuhan daerah.
Perencanaan yang harus dilakukan meliputi
perencanaan kegiat an dan perencanaan pembiayaan kegiatan. Jika Pemda Kabupaten Pasuruan tidak memiliki dana yang cukup maka pembiayaan kegiatan diperoleh dari pusat dengan jalan mengajukan program kerja tersebut pada departemen yang bersangkutan. Pegawai– pegawai dinas yang telah terbiasa dengan sistem top down yakni menjalankan instruksi dari pusat, mengalami kesulitan untuk membuat perencanaan yang bagus. 6.2. Keuangan Daerah 6.2.1. Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Selain perubahan pada struktur organisasinya, pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah juga telah mengakibatkan beberapa perubahan kondisi keuangan daerah. Kondisi keuangan daerah atau biasa juga disebut kondisi fiskal daerah dapat dilihat dari sisi penerimaan dan dari sisi
104
pengeluaran. Dari strukturnya, sisi penerimaan mengalami perubahan yang relatif lebih banyak dibandingkan dari sisi pengeluaran yaitu adanya dana transfer yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus ini menggantikan pos Sumbangan Daerah Otonom (SDO) dan Bantuan Pembangunan, namun pada dasarnya memiliki fungsi yang sama sebagai equalization fund. Perbedaan antara kedua jenis transfer sebelum dan sesudah otonomi daerah adalah SDO dan Bantuan Pembangunan merupakan transfer yang bersifat khusus karena penggunaannya telah ditetapkan oleh pusat sedangkan DAU dan DAK bersifat umum karena pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan (Mahi dan Adriansyah, 2002). Dalam penelitian ini, kajian terhadap kondisi keuangan daerah kabupaten Pasuruan dilakukan dengan melihat komposisi penerimaan dan pengeluaran daerah pada Tahun Anggaran 1998/1999 sampai dengan Tahun Anggaran 2000 untuk periode sebelum otonomi daerah dan Tahun Anggaran 2001 sampai dengan Tahun Anggaran 2003 untuk periode sesudah otonomi. Rincian realisasi penerimaan daerah Kabupaten Pasu ruan pada periode sebelum dan sesudah otonomi daerah disajikan pada Lampiran 5 sedangkan untuk rincian realisasi pengeluarannya disajikan pada Lampiran 6. Pada
dasarnya,
sumber
penerimaan
pemerintah
daerah
dapat
dikategorikan menjadi 2 kelompok, yakni (1) sumber internal yang terdiri dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (SILPA), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Penerimaan Bagi Hasil dan (2 ) sumber eksternal yang terdiri dari DAU dan DAK (SDO dan Bantuan Pembangunan) sebagai block grants dari pemerintah pusat dan pinjaman daerah.
Selama TA 1998/1999–TA 2000, komposisi
105
penerimaan daerah sebagian besar berasal dari Dana Perimbangan yakni sebesar 76.83 persen dan 69.16 persen dari total penerimaan daerah Kabupaten Pasuruan merupakan dana SDO dan Bantuan Pembangunan. Sementara itu, PAD sebagai kekuatan keuangan daerah hanya berkontribusi sebesar 11.89 persen. Pada permulaan penerapan kebijakan desentralisasi, peranan Dana Perimbangan makin meningkat sebagai wujud adanya pengalihan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah maka kewenangan terhadap keuangan daerah pun makin meningkat. Pada TA 2001 kontribusi Dana Perimbangan melonjak menjadi 88.14 persen dan 81.59 persen diantaranya merupakan pos DAU sebagai dana transfer baru yang bertujuan untuk memantapkan kemampuan keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan kewenangan baru (desentralisasi) . Pada tahun -tahun berikutnya yakni TA 2002 dan 2003, kontribusi DAU semakin mengecil seiring dengan makin menurunnya nilai nominal DAU yang diberikan Pemerin tah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan. Secara rata-rata, pada periode TA 2001 -TA 2003, peranan Dana Perimbangan yang berasal dari DAU dan DAK sebesar 64.87 persen dari total penerimaan. Seperti yang terlihat pada Tabel 24 komposisi penerimaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Perimbangan secara umum tidak mengalami perubahan yang besar walaupun pada periode sesudah otonomi daerah kontribusi PAD dan Dana Perimbangan sedikit mengalami penurunan. Perbedaan y ang paling besar dari sisi penerimaan antara sebelum dan sesudah otonomi daerah adalah pada pos SILPA yang mengalami laju pertumbuhan cukup tinggi, yakni sebesar 416.37 persen sehingga pada periode ini kontribusi SILPA relatif jauh melampaui kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah.
106
Tabel 24.
Kontribusi dan Pertumbuhan Penerimaan Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (%)
Jenis Penerimaan
Sebelum Otonomi Daerah (TA 1998/1999 - TA 200) Kontribusi Pertumbuhan 11.29 85.68 11.89 95.27 8.90 92.82 2.66 160.36
SILPA PAD Pajak Retribusi Dana 76.83 101.24 Perimbangan BHP 7.62 691.95 BHBP 0.04 77.67 DAU dan DAK 69.16 96.33 Lainnya 0.00 Pinjaman 0.00 Total 100.00 81.15 Sumber : Statistik Keuangan Daerah (Diolah) Keterangan : BHP : Bagi Hasil Pajak BHBP : Bagi Hasil Bukan Pajak
Sesudah Otonomi Daerah (TA 2001 – TA 2003) Kontribusi Pertumbuhan 16.84 416.37 10.01 64.32 5.35 53.62 1.84 52.48 71.26
84.27
6.13 0.25 64.87 1.89 0.00 100.00
44.96 813.06 91.60 670.51 0.00 89.54
Tabel 24 juga menunjukkan bahwa setelah pelaksanaan otonomi daerah, penerimaan pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan masih mengandalkan sumber eksternal khususnya dari DAU dan DAK sedangkan kontribusi sumber internalnya (SILPA, PAD dan Total Bagi Hasil) masih berada pada proporsi kurang dari 40 persen.
Jika dilihat dari laju pertumbuhan rata-rata pos-pos
penerimaan antara periode sebelum dan sesudah desentralisasi (otonomi daerah), memiliki kecenderungan yang sama yakni mengalami pertumbuhan y ang positif walaupun pada periode sesudah desentralisasi laju pertumbuhannya relatif lebih rendah dibandingkan periode sebelum desentralisasi, kecuali pada pos SILPA dan BHBP. Pos SILPA meningkat tajam karena adanya peningkatan dana transfer yang berupa DAU pada TA 2001 sehingga menyebabkan penerimaan daerah Kabupaten Pasuruan meningkat lebih dari 200 persen. Pelimpahan kewenangan keuangan daerah pada masa desentralisasi ini ternyata belum diikuti dengan kesiapan aparat Pemerintah Daerah dalam mengelola
107
keuangan sehingga pada TA 2002, pos SILPA mencapai Rp 144 633 625 000 atau 22.31 persen dari total penerimaan daerah pada tahun anggaran tersebut. Laju pertumbuhan BHBP yang cukup tinggi disebabkan adanya pemberlakuan UU No. 25 Tahun 1999 khususnya pada pasal 6 yang menjadi dasar hukum untuk mekanisme pembagian hasil-hasil sumberdaya alam yang baru. Bagi Kabupaten Pasuruan, penerimaan bagi hasil bukan pajak yang memberikan kontribusi cukup besar dalam meningkatkan laju pertumbuhan adalah berasal dari bagi hasil kehutanan yang berupa Iuran Hasil Hutan (IHH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan proporsi yang relatif besar antara sebelum dan sesudah pemberlakuan UU No. 25 Tahun 1999 . Perbedaan proporsi bagi hasil beberapa komponen penerimaan pemerintah pada periode sebelum dan sesudah otonomi daerah dapat dilihat pada Tabel 25. Dari sisi pengeluaran, struktur pengeluaran daerah Kabupaten Pasuruan tidak mengalami perubahan selama periode pelaksanaan otonomi daerah. Perbedaan dari sisi pengeluaran terlihat pada komposisi pengeluaran dan laju pertumbuhan masing-masing po s. Komposisi pengeluaran daerah antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan terhadap total pengeluaran pada kedua periode memiliki kecenderungan yang sama, yakni alokasi anggaran untuk
pengeluaran
rutin
lebih
besar
dibandingkan
untuk
pengeluaran
pembangunan. Sebelum otonomi daerah, alokasi anggaran untuk pengeluaran rutin mencapai 79.69 persen sedangkan pengeluaran pembangunan hanya 20.31 persen namun setelah adanya pelaksanaan kebijakan desentralisasi, proporsi alokasi anggaran untuk pengeluaran pembangunan meningkat menjadi 38.08 persen sedangkan pengeluaran rutin menurun menjadi 61.92 persen.
108
Tabel 25.
Proporsi Bagi Hasil Beberap a Komponen Penerimaan Pemerintah Sebelum dan Sesudah Penerapan UU No. 25 Tahun 1999 (%)
Jenis Penerimaan
Sebelum UU No. 25/1999 Pusat
Prov
Kab/Kota
Sesudah UU No. 25/1999 Pusat
Prov
64.8 64 64 32
Kab/ Kota Lain 32
64
-
32
32
6 12
80* 6 12
Kab/Kota
PBB 10 16.2 64.8 10 16.2 BPHTB 20 16 64 20 16 IHH/IHPH 55 30 15 20 16 PSDH 55 30 15 20 16 Iuran Tetap/Land 20 16 64 20 16 Rent Iuran Eksplorasi & 20 16 64 20 16 Eksploitasi/ Royalty Perikanan 100 20 Minyak 100 85 3 Gas Alam 100 70 6 Sumber : Berbagai Publikasi (Diolah) Keterangan : PBB : Pajak Bumi dan Bangunan BPHTB : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan IHH : Iuran Hasil Hutan IHPH : Iuran Hak Pengusahaan Hutan PSDH : Provisi Sumber Daya Hutan * : Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia
Selama TA 1998/1999 sampai dengan TA 2003, belanja pegawai, belanja barang dan belanja lain-lain merupakan tiga pos pada pengeluaran rutin yang memperoleh alo kasi anggaran terbesar (Tabel 26). Dua pos lainnya yang memperoleh alokasi anggaran yang besar adalah biaya pemeliharaan dan biaya perjalanan dinas untuk periode sebelum otonomi daerah sedangkan sesudah otonomi daerah terletak pada pos bantuan keuangan dan pengeluaran tidak termasuk bagian lain. Tingginya proporsi pengeluaran untuk pos pengeluaran y ang tidak termasuk bagian lain ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan belum sepenuhnya siap dalam mengelola keuangan daerah. Hal ini juga didukung oleh tingginya laju pertumbuhan pada pos-pos yang penggunaan dananya tidak jelas.
109
Tabel 26.
Komposisi Pengeluaran Rutin Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (%)
Jenis Pengeluaran Sebelum Otonomi Sesudah Otonomi B. Pegawai 61.52 43.45 B. Barang 8.83 7.87 B. Pemeliharaan 1.25 1.27 B. Perjalanan Dinas 1.34 0.53 B. Lain-lain 5.62 4.01 Bantuan Keuangan 0.76 2.82 Tidak Termasuk Bag. Lain 0.08 1.36 Tidak Tersangka 0.21 0.59 Pengeluaran Rutin 79.69 61.92 Sumber : Statistik Keuangan Daerah Kabupaten/Kota (Diolah) Keterangan : Merupakan persentase terhadap total pengeluaran
Tabel 27.
Pertumbuhan Pengeluaran Rutin Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (%)
Jenis Pengeluaran Sebelum Otonomi B. Pegawai 154.35 B. Barang 85.17 B. Pemeliharaan 136.50 B. Lain-lain 116.35 Bantuan Keuangan -57.48 Tidak Termasuk Bag. Lain 116.84 Tidak Tersangka 58.13 Pengeluaran Rutin 119.25 Total Pengeluaran 123.22 Sumber: Statistik Keuangan Daerah Kabupaten/Kota (Diolah)
Sesudah Otonomi 62.85 68.29 72.44 49.34 247.69 2 286.69 294.49 63.62 77.15
Tabel 27 menunjukkan bahwa setelah pelaksanaan desentralisasi, laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada pos pengeluaran tidak termasuk bagian lain y ang mencapai 2 286.69 persen. Laju pertumbuhan pada pos tersebut jauh melebihi laju pertumbuhan belanja pegawai yang hanya sebesar 62.85 persen. Pengeluaran rutin lain yang memiliki laju pertumbuhan lebih dari 100 persen adalah pengeluaran tidak tersangka (294.49 persen) dan bantuan keuangan (247.69 persen).
Seharusnya dengan adanya penerapan desentralisasi, laju
pertumbuhan tertinggi untuk pengeluaran rutin terjadi pada pos belanja pegawai karena pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat telah mendorong adanya desentralisasi urusan kepegawaian kepada daerah sehingga banyak pegawai dari
110
pusat yang didaerahkan dan penggajiannya kemudian menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang bersangkutan. Dana yang digunakan untuk pengeluaran pembangunan dialokasikan menurut sektor-sektor yang dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pasuruan terbagi menjadi 20 sektor. 5 sektor yang menerima alokasi dana terbesar pada periode sebelum dan sesudah otonom i daerah disajikan pada Tabel 28. Tabel 28.
Komposisi Pengeluaran Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (%)
Jenis Pengeluaran Sebelum Otonomi Sesudah Otonomi SDA dan Irigasi 1.59 3.24 Transportasi, Meteorologi dan 4.32 8.10 Geofisika Pendidikan, Kebudayaan dan 1.44 4.05 Kepercayaan thdp Tuhan YME Perumahan dan Pemukiman 1.64 3.32 Aparatur Pemerintah dan 3.10 6.53 Pengawasan Politik, Penerangan, Komunikasi 1.67 0.74 dan Media Massa Pengeluaran Pembangunan 20.31 38.08 Sumber : Statistik Keuangan Daerah Kabupaten/Kota (Diolah) Keterangan : Merupakan persentase tehadap total pengeluaran
Sektor-sektor yang memperoleh perhatian besar dari pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan adalah sektor transportasi, meteorologi dan geofisika, aparatur pemerintah dan pengawasan, perumahan dan pemukiman, sumberdaya air dan irigasi dan sektor pendidikan, kebudayaan dan kepercayaan terhadap Tuhan YME.
Perbedaan yang terjadi antara sebelum dan sesudah otonomi
daerah terletak pada peningkatan alokasi untuk pengeluaran pembangunan sehingga distribusinya pada masing-masing sektor juga mengalami peningkatan. Sebagai contoh, sektor transportasi, meteorologi dan geofisika sebelum otonomi daerah menerima alo kasi dana sebesar 4.32 persen dari total pengeluaran (sektor yang menerima alokasi terbesar pada pos pengeluaran pembangunan)
111
kemudian pada periode sesudah otonomi daerah meningkat menjadi 8.10 persen. Hal ini juga terjadi pada sektor aparatur pemerintah dan pengawasan y ang mengalami peningkatan dari 3.10 persen menjadi 6.53 persen. Tabel 29.
Pertumbuhan Pengeluaran Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (%)
Jenis Pengeluaran Sebelum Otonomi Industri 5 128.12 Tenaga Kerja 126.27 Transportasi, Meteorologi dan 1 866.45 Geofisika Pertambangan dan Energi 155.08 Pembangunan Daerah dan 476.33 Transmigrasi Lingkungan Hidup dan Tata 1 515.97 Ruang Pendidikan, Kebudayaan dan 3 995.00 Kepercayaan thdp Tuhan YME Kesehatan, Kes Sos, Peranan 518.93 Wanita, Anak & Remaja IPTEK 1 384.70 Pengeluaran Pembangunan 382.15 Total Pengeluaran 123.22 Sumber: Statistik Keuangan Daerah Kabupaten/Kota (Diolah)
Sesudah Otonomi 111.44 203.95 94.04 717.00 292.82 84.38 127.50 184.26 189.31 105.70 77.15
Pengeluaran untuk sektor pendidikan, kebudayaan dan kepercayaan terhadap Tuhan YME memperoleh alokasi anggaran yang relatif tinggi setelah pemberlakuan otonomi daerah. Sebelumnya, sektor ini hanya memperoleh 1.44 persen dari total pengeluaran kemudian pada periode otonomi daerah meningkat menjadi 4.05 persen. Pada periode TA 1998/1999-TA 2000, anggaran (pengeluaran) pembangunan daerah banyak dialokasikan untuk sektor politik, penerangan, komunikasi dan media massa karena pada periode ini bertep atan dengan diadakannya pemilihan umum pertama di era reformasi sehingga dana y ang dialokasikan untuk sektor ini mencapai 1.67 persen dari total pengeluaran dan termasuk kedalam sektor yang memperoleh anggaran terbesar setelah sektor transportasi, meteorologi dan geofisika dan sektor aparatur pemerintah dan pengawasan.
112
Laju pertumbuhan pengeluaran pembangunan pada periode sebelum otonomi daerah mencapai 382.15 persen sedangkan sesudah otonomi daerah mengalami sedikit penurunan, sehingga laju pertumbuhannya hanya 105.70 persen. Pada Tabel 29 terlihat adanya perbedaan sektor-sektor yang mengalami laju pertumbuhan alokasi anggaran.
Pada periode sebelum otonomi daerah,
sektor-sektor yang memiliki laju pertumbuhan alokasi anggaran tertinggi berturut-turut adalah sektor industri, pendidikan, kebudayaan dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, transportasi, meteorologi dan geofisika, lingkungan hidup dan tata ruang serta ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan pada periode sesudah otonomi daerah adalah sektor pertambangan dan energi, pembangunan daerah dan transmigrasi, tenaga kerja, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesehatan, kesejahteraan sosial, peranan wanita, anak dan remaja. 6.2.2. Kinerja Keuangan Daerah Selain
indikator
peranan
sumber-sumber penerimaan dan alokasi
pengeluaran untuk menjelaskan kondisi fiskal daerah, indikator lain yang sering digunakan untuk melihat derajat desentralisasi adalah rasio sumber penerimaan terhadap pengeluaran. Tabel 30.
Rasio Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan terhadap Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Total Pada Periode Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Jenis Sebelum Otonomi Daerah Sesudah Otonomi Daerah Penerimaan Rutin Total Rutin Total SILPA 0.12 0.09 0.37 0.22 PAD 0.18 0.14 0.21 0.12 Total Bagi Hasil 0.14 0.11 0.14 0.08 DAU dan DAK 1.03 0.78 1.28 0.77 Sumber: Statistik Keuangan Daerah Kabupaten/Kota (Diolah)
Tabel 30 menunjukkan bahwa PAD dan Penerimaan Bagi Hasil tidak mampu menutupi pengeluaran daerah , bahkan untuk pengeluaran rutin
113
sekalipun tid ak tercukupi. Pada periode sebelum otonomi daerah, PAD dan Penerimaan Bagi Hasil hanya mampu membiayai pengeluaran rutin sebesar 18 persen dan 14 persen sedangkan sesudah otonomi daerah kemampuan PAD untuk membiayai pengeluaran rutin mengalami peningkatan menjadi 21 persen sementara Penerimaan Bagi Hasil tidak mengalami perubahan proporsi. Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan masih mengandalkan peran DAU dan DAK untuk membiayai pengeluaran rutinnya. Hal ini dapat dilihat dari proporsi DAU dan DAK terhadap pengeluaran rutin yang bernilai lebih dari 100 persen. Oleh sebab itu, peran sumber penerimaan internal belum dapat diandalkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah. Selanjutnya untuk melihat peran Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan terhadap perekonomian daerah dapat dilihat dari rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDRB wilayah tersebut. Tabel 31. Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Sumber Keterangan
Rasio Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap PDRB d i Kabupaten Pasuruan, Tahun 1998–2003 Pengeluaran Pemerintah (Juta Rp) 28 562.846 100 648.273 161 389.120 319 301.285 480 845.272 649 602.692
PDRB (Juta Rp) 2 746 424.71 3 047 825.27 3 459 611.55 4 009 230.84 4 562 095.13 5 079 213.98
Rasio (%) 1.04 3.30 4.66 7.96 10.54 12.79
Pertumbuhan Rasio (%) -41.64 217.53 41.26 70.72 32.34 21.34
: Statistik Keuangan Daerah Kabupaten/Kota dan PDRB Kab. Pasuruan (Diolah) : PDRB atas dasar harga berlaku
Rasio total pengeluaran daerah Kabupaten Pasuruan terhadap PDRB dari tahun 1998-2003 mengalami peningkatan , dimana pada tahun 2003 mencapai nilai tertinggi yakni sebesar 12.79 persen (Tabel 31). Nilai ini menunjukkan bahwa dari Rp 1 000 000 nilai PDRB, Rp 127 900 diantaranya merupakan kontribusi Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan. Pada awal pelaksanaan
114
kebijakan otonomi daerah rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDRB mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi, yang ditunjukkan peningkatan kontribusi pemerintah terhadap perekonomian wilayah dari 4.66 persen pada tahun 2000 kemudian pada tahun 2001 menjad i 7.96 persen (meningkat sebesar 70.72 persen). 6.3. Kelembagaan Industri Gula Untuk mendeskripsikan kelembagaan yang membawahi industri gula di Kabupaten Pasuruan, perlu diuraikan terlebih dahulu kebijakan yang berkaitan dengan pergulaan nasional. Hal ini dikarenakan kebijakan pergulaan di kabupaten Pasuruan dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan pergulaan nasional. Gula merupakan komoditas strategis yang memiliki nilai historis tinggi bagi perekonomian Indonesia, hal ini yang kemudian menjadikan gula sebagai komoditi yang paling banyak diatur oleh pemerintah (most regulated ). Tonggak pergulaan Indonesia telah dimulai sejak tahun 1673, yaitu pada saat didirikannya pabrik gula tebu di Batavia untuk pertama kalinya. Hingga awal abad 18 telah berdiri sekitar 100 pabrik gula dan mencapai puncak produksi pada tahun 1930. Pada tahun tersebut Indonesia menjadi negara eksportir terbesar kedua setelah Kuba dengan total produksi 3 juta ton per tahun. Setelah proses kemerdekaan, Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi perusahaan -perusahaan asing termasuk PG. Hingga tahun 1960-an, PG diberi perlindungan dan bantuan politik secara maksimal karena bagi pemerintah pusat, industri gula merupakan industri v ital dan menjadi sumber pemasukan yang besar bagi negara. Kinerja industri gula nasional makin menurun hingga mencapai titik balik pada tahun 1967, dimana Indonesia berubah dari negara eksportir menjadi negara importir gula.
115
Sebagai salah satu upaya pemerintah pada masa Orde Baru untuk meningkatkan produksi dan produktivitas gula domestik, pemerintah menetapkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1975 tentang Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) y ang berlaku hingga tahun 1997. Berlangsungnya krisis ekonomi di Indonesia dan sebagai tindak lanjut atas kesepakatan dengan IMF maka pada tahun 1998 dikeluarkan Inpres No. 5 Tahun 1998 (Lembaga Penelitian IPB, 2002). Menurut Pakpahan (1999), beberapa perubahan yang terjadi akibat berlakunya Inpres No. 5 Tahun 1998, sebagai berikut: 1.
Petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya. Semula segala sesuatunya diatur berdasarkan program pemerintah.
2.
Sistem Bimas diganti dengan sistem kemitraan. Bentuk kemitraan antara petani dengan pabrik gula disesuaikan dengan kondisi masing-masing d aerah, dalam hal ini dapat berbentuk sewa lahan, tebu rakyat mandiri, tebu rakyat murni dan tebu rakyat kerjasama usahatani.
3.
Koordinasi di tingkat pusat yang semula ditangani oleh Sekretaris Badan Pengendali
Bimas,
kini
dialihkan
kepada
Direktorat
Jenderal
Perkebunan/Sekretaris Dewan Gula Indonesia. Koordinasi di daerah yang semula ditangani oleh Satpem dan Satpel Bimas selanjutnya secara fungsional dikoordinasikan oleh Dinas Perkebunan Daerah Tingkat I 4.
Pelaku pengembangan tebu rakyat benar-benar hanya petani/koperasi, pabrik gula dan bank pelaksana dengan pabrik gula bertindak sebagai Pemimpin
Kerja
Operasional
Lapangan
koordinasi/fasilitator oleh Dinas Perkebunan.
(PKOL)
dengan
116
Pada dasarnya kelembagaan yang berada pada lingkup industri gula di kabupaten Pasuruan hampir identik dengan daerah-daerah penghasil gula lain di Indonesia. Kebijakan gula nasional yang sentralistis lebih banyak mempengaruhi kondisi pergulaan daerah dibandingkan dengan kebijakan pemerintah daerah sendiri. Sehingga pemberlakuan otonomi daerah tidak secara langsung mempengaruhi kondisi kelembagaan pergulaan Kabupaten Pasuruan. Perubahan yang mendasar adalah bahwa sebelum pencabutan Inpres No. 9 Tahun 1975, Pemerintah Daerah Kabupaten merupakan bagian dari Satuan Pelaksanan Bim as yang berkewajiban untuk mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pedoman Pelaksanaan Program Bimas TRI untuk wilayahnya. Dengan dicabutnya Inpres No. 9 Tahun 1975 dan berlakunya otonomi daerah maka Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan hanya berfungsi sebagai fasilitator dan mediator, walaupun secara fungsional
dinas
ini
bertanggung
jawab
atas
pelaksanaan
program
pengembangan tebu rakyat (PTR). Secara lebih spesifik, fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pasuruan untuk pengembangan tebu rakyat adalah: (1) fungsi koordinasi mengenai usulan plotting area, plafond kredit dan pelaporan, (2) fungsi pengendalian untuk mencegah adanya penyimpangan, (3) fungsi penyuluhan y ang meliputi penyuluhan tentang pola tanam, budidaya tebu dan pemanfaatan kelembagaan serta (4) fungsi evaluasi. Pelaksanaan program pengembangan tebu rakyat Kabupaten Pasuruan dilakukan melalui pola kemitraan antara petani dan Pabrik Gula (PG) yang dapat berbentuk: (1) Tebu Rakyat (TR) Murni, yaitu tebu rakyat yang dikelola oleh petani dengan memanfaatkan fasilitas kredit dan bimbingan teknis serta
117
pengolahan hasil oleh PG Kedawung. Pola ini juga disebut dengan Tebu Rakyat Kredit (TR-K), (2) Tebu Rakyat Mandiri (TR-M), tebu rakyat yang dikelola oleh petani secara swadaya (tanpa kredit) dengan bimbingan teknis dan pengolahan hasil oleh PG Kedawung, dan (3) Tebu Sewa, tebu rakyat yang dikelola oleh PG Kedawung dengan cara menyewa tanah dari petani dengan kesepakatan khusus. Sejak bulan Desember 1999, petani tebu di Kabupaten Pasuruan membentuk Asosiasi Petani Tebu Rakyat Wilayah (APTR-W) tingkat PG Kedawung sebagai tindak lanjut atas pembentukan APTR-PTPN XI (APTR yang meliputi wilayah kerja PT Perkebunan Negara XI). Terbentuknya asosiasi ini didorong oleh makin rendahnya harga gula setelah Bulog tidak lagi berperan dalam pengadaan dan distribusi gula. APTR berperan sebagai wadah petani dalam memperjuangkan terwujudnya perlindungan hak dan kepentingan para petani tebu sehingga memiliki posisi tawar (bargaining position) yang memadai. Pada proses pemasaran gula, peran APTR sangat besar khususnya dalam rangka melakukan lobby dan negoisasi harga gula pada saat lelang gula. Pada proses produksi di PG, petani juga mempunyai perwakilan yang disebut Kelompok Kerja Pengamat Produksi Gula (KKPG). KKPPG adalah suatu kelompok yang tugasnya mewakili petani untuk mengawal penggilingan tebu sejak ditimbang di PG sampai dengan menjadi gula, ikut menganalisa dan memantau rendemen tebu petani sehingga dijamin adanya kebenaran dan keterbukaan pada pengolahan tebu milik petani. Ketua KKPG berasal dari dinas kehutanan dan perkebunan sedangkan anggotanya adalah wakil-wakil petani y ang berada pada wilayah kerja PG Kedawung. Untuk memperlancar hubungan kemitraan antara PG Kedawung dan petani/APTR dibentuk Forum Temu Kemitraan Tebu Rakyat (FTK-TR) yang terdiri
118
dari administratur PG, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, KKPPG dan petani/APTR. Forum temu kemitraan ini dilakukan melalui pertemuan rutin (tiap bulan) untuk melakukan koordinasi dan pembinaan khususnya menjelang musim tanam dan musim giling. FTK-TR berfungsi sebagai forum koordinasi pemecahan masalah dan perumusan kesepakatan untuk menampung aspirasi para petani tebu. Disinilah fungsi dinas diperlukan sebagai mediator bagi pihak -pihak yang berbeda kepentingan (PG dan Petani/APTR). Selama otonomi daerah berlangsung, lembaga-lembaga yang membawahi industri gula di Kabupaten Pasuruan belum ada perubahan. Peranan PEMDA Kabupaten Pasuruan dalam pengembangan industri gula diwujudkan dalam bentuk pemberian kredit bagi petani tebu yang dananya bersumber dari DAU (Dana Alokasi Umum). Pinjaman yang dialokasikan untuk usahatani tebu ini telah diberikan selama dua periode yaitu musim tanam 2001 -2002 senilai Rp 5 965 juta dan musim tanam 2002-2003 senilai Rp 8 877 juta. Kredit ini merupakan kredit lunak dengan bunga 12 persen per tahun, dimana 9 persen untuk Pemerintah Daerah, 2 persen untuk APTR dan 1 persen untuk PG sebagai avalist (penjamin). Pemberian kredit disalurkan melalui PG Kedawung dalam bentuk sarana produksi seperti bibit, pupuk dan pestisida serta sarana lain yang dibutuhkan petani kemudian pembayaran oleh petani dilakukan dengan memotong DO (delivery order) petani yang bersangkutan.
VII. KONDISI PEREKONOMIAN KABUPATEN PASURUAN SEBELUM PENERAPAN OTONOMI DAERAH 7.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Pasuruan Kondisi perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum penerapan otonomi daerah dianalisis dengan menggunakan Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 yang berbentuk matriks 40x40 (klasifikasi 40 sektor). Tabel tersebut secara lengkap disajikan pada Lampiran 7 untuk perlakuan impor secara kompetitif (transaksi total) sedangkan untuk perlakuan impor secara non-kompetitif (transaksi domestik) disajikan pada Lampiran 8. Tabel I-O transaksi total digunakan untuk melihat struktur perekonomian daerah Kabupaten Pasuruan secara keseluruhan sedangkan untuk analisis dampak digunakan tabel I-O dengan transaksi domestik. Tabel transaksi domestik menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi y ang hanya berasal dari produksi dalam negeri (Kabupaten Pasuruan). Tabel transaksi domestik lebih menggambarkan kondisi riil perekonomian Kabupaten Pasuruan, sehingga untuk analisa dampak akan lebih baik jika digunakan tabel ini. 7.1.1. Struktur Permintaan dan Penawaran Pada tahun 2000, permintaan barang dan jasa di Kabupaten Pasuruan mencapai Rp 14 696 062.51 juta. Dari nilai total permintaan tersebut, 44.86 persen diantaranya merupakan permintaan oleh sektor-sektor produksi untuk kebutuhan kegiatan produksinya (Rp 6 593 108.71 juta), 23.23 persen merupakan permintaan oleh konsumen akhir domestik dan sisanya (31.1 persen) merupakan permintaan oleh konsumen di luar daerah Kabupaten Pasuruan (Ekspor).
Tabel 32.
Struktur Permintaan dan Penawaran Sektoral di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Juta Rp) Sektor
Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture
Permintaan Antara 20 897.52 46 461.66 193 460.75 17 863.55 14 403.18 40 459.44 4 480.97 27 440.92 23 308.81 272 858.96 145 592.85 97,923.03 354 010.01 383 730.47 123 197.73 195 698.59 175 637.94 138 735.13 165 778.04 30 114.85 382 511.51 95 540.84 11 124.49 11 036.39 294 325.44 32 569.63
Akhir Domestik 564.05 35 828.62 219 390.28 1 314.26 0.00 42 731.80 86.80 2.64 0.00 15 848.02 3 082.95 32 809.42 51.92 71 195.22 0.00 30 960.80 180 771.61 0.00 25 172.53 0.00 657 272.23 129 344.74 113 645.83 0.00 137 392.39 40 836.48
Ekspor 0.00 124.68 433 368.19 2 091.22 46 106.81 701.83 4 865.90 1 589.32 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5 192.92 0.00 568 223.53 46 481.25 316 265.04 11 231.78 436 630.58 235 246.29 106 358.50 0.00 9 662.67 279 925.11 570 220.63
Penawaran Total 21 461.57 82 414.95 846 219.22 21 269.02 60 509.99 83 893.07 9 433.68 29 032.87 23 308.81 288 706.98 148 675.79 130 732.45 354 061.93 460 118.62 123 197.73 794 882.93 402 890.81 455 000.17 202 182.35 466 745.43 1 275 030.02 331 244.08 124 770.32 20 699.06 711 642.94 643 626.74
Produksi Domestik 5 352.77 4 110.03 844 392.33 20 284.00 60 510.00 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667.79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64 787 663.10 390 104.74 455 000.17 116 270.13 457 069.00 1 254 210.60 319 311.96 102 090.47 20 699.06 694 069.84 634 683.64
Impor 16 108.79 78 304.92 1 826.89 985.02 0.00 82 764.08 863.68 24 841.11 12 868.81 285 039.18 1 876.36 85 693.44 346 257.21 385 874.21 122 850.09 7 219.82 12 786.08 0.00 85 912.22 9 676.43 20 819.43 11 932.13 22 679.85 0.00 17 573.09 8 943.11
Total 21 461.56 82 414.95 846 219.22 21 269.02 60 510.00 83 893.08 9 433.68 29 032.87 23 308.81 288 706.98 148 675.79 130 732.45 354 061.93 460 118.61 123 197.73 794 882.93 402 890.81 455 000.17 202 182.35 466 745.43 1 275 030.03 331 244.09 124 770.32 20 699.06 711 642.93 643 626.74
Tabel 32.
Lanjutan (Juta Rp) Sektor
Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum & Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total Persentase
Permintaan
56 833.43 944 178.33 131 230.43 217 534.24 971 932.71 133 061.53 170.83 203 957.00 72 195.53 269 120.87 210 437.46
Akhir Domestik 467.62 54 869.52 5 776.73 40 554.62 578 773.86 53 705.42 44 446.00 137 807.67 179 362.60 72 121.92 144 146.68
0.00 81 996.57 1 297.09 6 593 108.71 44.86
170 751.40 192 563.69 0.00 3 413 650.30 23.23
Antara
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Penawaran
0.00 820 096.30 344 778.45 37 613.96 138 135.61 0.00 0.00 212 784.99 22 300.95 9 065.63 40.31
57 301.05 1 819 144.16 481 785.61 295 702.81 1 688 842.18 186 766.96 44 616.82 554 549.66 273 859.08 350 308.42 354 624.45
Produksi Domestik 3 528.47 1 801 802.13 472 178.25 95 716.67 1 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.53 183 475.57 203 753.08
0.00 30 201.04 0.00 4 689 303.50 31.91
170 751.40 304 761.29 1 297.09 14 696 062.51 100.00
170 751.40 295 431.94 0.00 11 536 342.25 78.50
Ekspor
Total
Impor
Total
53 772.58 17 342.03 9 607.36 199 986.14 659 091.31 94 215.69 0.00 0.00 153 678.54 166 832.84 150 871.37
57 301.06 1 819 144.16 481 785.62 295 702.81 1 688 842.17 186 766.96 44 616.82 554 549.66 273 859.07 350 308.41 354 624.45
0.00 9 329.35 1 297.09 3 159 720.26 21.50
170 751.40 304 761.29 1 297.09 14 696 062.51 100.00
120
Untuk memenuhi keseluruhan permintaan barang dan jasa tersebut, Kabupaten Pasuruan memenuhinya dari produksi domestik sebesar Rp 11 536 342.25 juta atau 78.50 persen sedangkan sisanya (21.50 persen) merupakan barang dan jasa yang berasal dari lu ar Kabupaten Pasuruan (impor). Komposisi permintaan dan penawaran sektoral secara rinci dapat dilihat pada Tabel 32. Jika dilihat dari sisi penawaran sektoral, industri gula di Kabupaten Pasuruan belum mampu memenuhi total permintaannya (permintaan antara, akhir domestik dan ekspor) dari produksi domestik. Produksi domestik industri gula Kabupaten Pasuruan hanya mampu memenuhi 57.51 persen atau sebesar Rp 116 270.13 juta sedangkan 42.49 persen lainnya masih mengandalkan impor dari luar Kabupaten Pasuruan. In dustri gula di Kabupaten Pasuruan lebih banyak digunakan sebagai input antara dibandingkan dengan konsumsi akhir. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya persentase permintaan antara industri gula, dimana dari keseluruhan permintaan yang mencapai Rp 202 182.35 juta, 81.99 persen diantaranya merupakan permintaan antara sedangkan konsumsi akhir domestik dan ekspor, masing-masing hanya 12 .45 persen dan 5.56 persen. 7.1.2. Struktur Permintaan Akhir Barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi permintaan oleh konsumen akhir dalam terminologi tabel I-O disebut sebagai permintaan akhir. Komponen permintaan akhir terdiri dari konsumsi rumah tangga termasuk konsumsi lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. Nilai to tal permintaan akhir di Kabupaten Pasuruan pada tahun 2000 adalah Rp 8 102 953.80 juta. Dari nilai tersebut, sebagian besar merupakan permintaan ekspor barang dan jasa, yakni 57.87 persen. Komponen permintaan akhir berikutnya yang memiliki nilai cukup besar
123
adalah konsumsi rumah tangga mencapai Rp 2 856 850.59 juta dan berkontribusi sebesar 35.26 persen terhadap total permintaan akhir. Komposisi permintaan akhir Kabupaten Pasuruan tahun 2000 disajikan pada Tabel 33. Tabel 33.
Komposisi Permintaan Akhir Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Kode Nama Sektor IO 301 Konsumsi RT 302 Kons. Pemerintah 303 Pembentukan Modal Tetap Bruto 304 Perubahan Stok 305 Ekspor Barang dan Jasa 309 Tot. Permintaan Akhir
Nilai (Juta Rp) 2 856 850.59 233 286.24 276 850.78
(%) 35.26 2.88 3.42
46 662.69 4 689 303.50 8 102 953.80
0.58 57.87 100.00
Sumber: Tabel Input-Output Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Jika dilakukan analisa sektoral terhadap masing-masing komponen permintaan akhir terlihat bahwa pada komponen konsumsi rumah tangga, sektor-sektor yang berkontribusi paling besar diantaranya adalah sektor industri makanan lain nya (22.97 persen), industri lainnya (12.87 persen), sayur dan buah (7.61 persen), jasa-jasa lainnya (6.6 7 persen) dan industri penggilingan padipadian dan tepung (6.25 persen) (Lampiran 9). Dari pola konsumsi rumah tangga ini terlihat bahwa konsumsi terhadap bahan pangan masih relatif tinggi, khususnya untuk produk pangan olahan. Konsumsi rumah tangga merupakan potensi demand (permintaan) yang penting artinya dalam pertumbuhan ekonomi, sehingga pola konsumsi yang tinggi terhadap bahan pangan, peranan sektor pertanian (dalam arti luas) sebagai penghasil bahan pangan akan menjadi makin penting. Industri gula hanya berkontribusi 0.87 persen terhadap total konsumsi rumah tangga, sebagaimana terlihat pada penjelasan di atas, hal ini disebabkan bahwa produk industri gula lebih banyak digunakan sebagai input antara dibandingkan
dengan
konsumsi
langsung.
Dengan
demikian,
konsumsi
124
masyarakat terhadap produk industri gula adalah secara tidak langsung melalui konsumsi produk-produk industri makanan lainnya, industri minuman dan industri pengolahan dan pengawetan yang menggunakan gula sebagai bahan bakunya. Komponen konsumsi pemerintah sebagian besar dialokasikan pada sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan (59.26 persen), sektor berikutnya adalah industri lainnya (17.21 persen), listrik, gas dan air bersih (6.39 persen), industri barang dari logam (6.31 persen) se rta angkutan dan komunikasi (3.72 persen). Komponen pembentukan modal tetap bruto hanya terdistribusi pada sembilan sektor yaitu industri lainnya (59.59 persen), bangunan (14.87 persen), industri furniture (9.97 persen), industri tekstil dan pakaian jadi (8.70 persen), industri barang dari logam (2.95 persen), industri logam dasar (2.09 persen), perdagangan (1.09 persen), peternakan lainnya (0.58 persen) serta angkutan dan komunikasi (0.177 persen). Sektor-sektor yang berkontribusi terbesar pada komponen perubahan stok diantaranya adalah sektor industri tekstil dan pakaian jadi (64.39 persen), industri lainnya (11.84 persen), palawija (8.51 persen), sayur dan buah (4.39 persen) dan industri makanan lainnya (2.44 persen). Sementara itu, industri gula berada pada rangking 15 dengan nilai Rp 80.26 juta atau 0.17 persen dari total nilai perubahan stok. 7.1.3. Struktur Output Sektoral Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah adanya pertumbuhan output yang mampu dihasilkan oleh daerah tersebut. Artinya jika jumlah output mengalami peningkatan maka perekonomian daerah tersebut mengalami peningkatan. Output adalah nilai produksi barang maupun jasa yang
125
dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi yang berada di suatu daerah. Telaah terhadap besarnya output yang diciptakan oleh masing-masing sektor akan dapat diketahui sektor mana yang memberikan sumbangan besar dalam pembentukan output secara keseluruhan di Kabupaten Pasuruan. Pada tahun 2000, Kabupaten Pasuruan menghasilkan output senilai Rp 11 536 342,25 juta dan sektor yang memiliki kontribusi terbesar adalah industri kimia lainnya dengan nilai output sebesar Rp 1 801 802.13 juta atau 15.62 persen dari total output. Empat sektor lain yang memberikan kontribusi terbesar pada total output Kabupaten Pasuruan adalah industri makanan lainnya (10.87 persen), industri lainnya (8.93 persen), sayur dan buah (7.32 persen) serta industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah (6.83 persen). Nilai output Industri gula di Kabupaten Pasuruan memberikan kontribusi sebesar 1.01 persen terhadap total output dan tebu sebagai salah satu bahan baku industri gula, hanya berkontribusi sebesar 0.18 persen. Rincian nilai output domestik sektoral dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 34. Kode IO 1-14 15 16-26 27-31 32 33 34-35 36 37 38-40
Persentase Nilai Output Domestik Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor) Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Agroindustri Non Agroindustri Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Resto Angkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa Total
Nilai Output Domestik (%) 10.719 0.003 45.345 29.498 0.802 0.387 5.849 1.590
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Rangking 3 10 1 2 8 9 4 7
1.766
6
4.041 100.000
5
126
Jika dilakukan agregasi terhadap sektor-sektor pada Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 (Tabel 34), persentase nilai output sektor-sektor yang dikategorikan sebagai sektor agroindustri (sektor dengan kode 16-26) menduduki rangking tertinggi yakni sebesar 45.35 persen. Hal ini berarti bahwa lebih dari 45 persen nilai output Kabupaten Pasuruan berasal dari industri-industri yang mengolah produk-produk sektor pertanian. Sementara itu, kontribusi industriindustri yang tergolong non agroindustri hanya 29.5 persen. Kontribusi sektor pertanian terhadap total nilai output menduduki rangking ketiga, yakni 10.72 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi penciptaan output, sektor pertanian dan agroindustri merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan. 7.1.4. Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai Tambah Bruto (NTB) merupakan balas jasa terhadap faktor produksi y ang terbentuk karena adanya kegiatan produksi. Dalam tabel I-O ini, NTB terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. Besarnya NTB masing-masing sektor ditentukan oleh besarnya output (nilai produksi) yang dihasilkan dan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Dengan demikian sektor yang memiliki output besar belum tentu memiliki nilai tambah yang besar juga, karena tergantung pula dengan jumlah biaya produksi yang digunakan. Nilai tambah bruto y ang dihasilkan Kabupaten Pasuruan pada tahun 2000 adalah Rp 4 943 233.54 juta. Jika dilihat dari komposisinya, komponen terbesar NTB Kabupaten Pasuruan adalah berupa surplus usaha (43.33 persen) serta upah dan gaji (42.97 persen) sedangkan komponen penyusutan dan pajak tak langsung netto berkontribusi kurang dari 10 persen. Struktur nilai tambah seperti
127
y ang tertera pada Tabel 35, ternyata proporsi untuk upah dan gaji relatif hampir seimbang dengan surplus usaha. Upah dan gaji merupakan komponen nilai tambah yang bisa langsung diterima oleh pekerja sedangkan surplus usaha merupakan bagian yang diterima oleh pengusaha dan belum tentu dapat langsung dinikmati oleh masyarakat karena surplus usaha tersebut sebagian ada y ang tersimpan di perusahaan dalam bentuk laba yang ditahan. Tabel 35.
Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponennya, Tahun 2000
Kode 201 202 203 204
Nilai (Juta Rp) 2 124 054.83 2 142 046.03 388 180.01 288 952.66 4 943 233.54
Nama Sektor Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Total
(%) 42.97 43.33 7.85 5.85 100.00
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Sektor yang menciptakan n ilai tambah bruto terbesar adalah sektor sayur dan buah yang berkontribusi sebesar 16.06 persen terhadap keseluruhan nilai tambah atau senilai Rp 793 827.85 juta. Urutan kedua adalah sektor industri kimia lainnya yang memberikan kontribusi sebesar 8.48 persen atau senilai Rp 418 983.35 juta. Sektor perdagangan merupakan sektor berikutnya yang memberikan sumbangan sebesar 8.41 persen atau senilai Rp 415 670.68 juta. Industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah serta industri lainnya merupakan sektor berikutnya yang termasuk dalam kelompok lima terbesar, sektor-sektor penghasil nilai tambah. Kontribusi kedua sektor tersebut terhadap total nilai tambah bruto, berturut-turut adalah 7.35 persen dan 7.21 persen. Rincian nilai tambah bruto sektoral disajikan pada Lampiran 11. Dari sisi penciptaan nilai tambah bruto, posisi tebu dan industri gula sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontribusi kedua sektor tersebut terhadap nilai output domestik. Pada penciptaan nilai tambah bruto, rangking
128
industri gula berada pada urutan ke-18 dan tebu berada pada urutan ke-28, sementara jika dilihat dari pembentukan nilai output domestik, rangking industri gula berada pada urutan ke-20 dan tebu berada pada urutan ke-29. Kontribusi industri gula terhadap penciptaan nilai tambah bruto sebesar 1.69 persen atau senilai Rp 83 270.08 juta sedangkan tebu berkontribusi sebesar 0.31 persen terhadap total nilai tambah atau senilai Rp 15 394.01 juta. Tabel 36. Kode IO 1-14 15 16-26 27-31 32 33 34-35 36 37 38-40
Persentase Nilai Tambah Bruto Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor) Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Agroindustri Non Agroindustri Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Resto Angkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa Total
Nilai Tambah Bruto (%) 22.678 0.005 31.158 21.068 1.071 0.459 9.481 2.753
Rangking 2 10 1 3 8 9 4 7
3.337
6
7.992 100.000
5
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Tabel 36 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh nilai tambah bruto y ang tercipta di Kabupaten Pasuruan (53.84 persen) berasal dari sektor pertanian dan industri yang mengolah hasil-hasil pertanian. Sedangkan industriindustri yang termasuk dalam kelompok non agroindustri hanya berada pada urutan ke-3 yakni berkontribusi sebesar 21.07 persen. Hal yang paling menarik adalah walaupun pada pembentukan nilai output domestik, sektor pertanian hanya berkontribusi sebesar 10.72 persen namun pada penciptaan nilai tambah, sektor pertanian mampu berkontribusi dua kali lipat lebih besar (22.68 persen) dari kontribusinya terhadap nilai output domestik.
129
7.1.5. Struktur Ekspor dan Impor Ekspor dan impor barang dan jasa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah transaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk Kabupaten Pasuruan dengan bukan penduduk Kabupaten Pasuruan. Transaksi ekonomi tersebut meliputi transaksi barang merchandise, jasa pengangkutan, jasa pariwisata, jasa komunikasi maupun transaksi komoditas lainnya. Pada tahun 2000, kondisi neraca perdagangan Kabupaten Pasuruan mengalami surplus senilai Rp 1 529 583.25 juta. Angka ini merupakan selisih antara nilai ekspor (Rp 4 689 303.50 juta) dengan nilai impor (Rp 3 159 720.26 juta). Rata-rata nilai neraca perdagangan untuk semua sektor ekonomi adalah Rp 38 239.58 juta. Transaksi ekspor, impor dan neraca perdagangan sektoral secara lengkap disajikan pada Lampiran 12. Walaupun secara total nilai neraca perdagangan mengalami surplus namun secara sektoral terdapat beberapa sektor yang mengalami defisit atau neraca perdagangannya bernilai negatif. Analisis nilai ekspor secara sektoral menunjukkan bahwa tidak semua sektor melakukan transaksi ekspor, dari 40 sektor yang ada, 13 sektor diantaranya tidak melakukan transaksi ekspor. Sektor yang paling banyak menjual prod uknya ke luar Kabupaten Pasuruan adalah industri kimia lainnya, dengan nilai ekspor sebesar Rp 820 096.30 juta atau sebesar 17.49 persen dari total nilai ekspor Kabupaten Pasuruan. Sektor berikutnya yang termasuk kedalam sektor yang memiliki kontribusi besar pada ekspor daerah Kabupaten Pasuruan adalah industri furniture (12.16 persen), industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah (12.12 persen), industri makanan ternak (9.31 persen) dan sektor sayur dan buah (9.24 persen). Jika dilakukan analisis lebih lanjut, terlihat bahwa sektor-sektor yang mengolah hasil pertanian (agroindustri)
130
merupakan sektor-sektor yang berkontribusi paling tinggi terhadap nilai ekspor Kabupaten Pasuruan (Tabel 3 7). Dari nilai ekspor sebesar Rp 4 689 303.50 juta, 55.02 persen diantaranya merupakan ekspor produk-produk agroindustri, sementara produk-produk nonagroindustri hanya berkontribusi sebesar 28.59 persen. Sektor pertanian berkontribusi 10.54 persen dengan nilai ekspor sebesar Rp 494 040.87 juta. Tingginya ekspor sektor pertanian ini disebabkan oleh tingginya kontribusi ekspor sayur dan buah. Beberapa komoditi buah-buahan y ang merupakan primadona ekspor Kabupaten Pasuruan adalah mangga, pisang dan apel. Jika dilihat dari nilai impornya, sektor yang memiliki nilai impor terbesar adalah sektor industri lainnya yakni Rp 659 091.31 juta atau 20.86 persen dari total impor Kabupaten Pasuruan. Sektor perikanan, kehutanan, tanaman perkebunan lainnya dan industri barang dari logam merupakan sektor-sektor y ang memiliki nilai transaksi impor tertinggi dengan kontribusi berturut-turut adalah 12.21 persen, 10.96 persen, 9.02 persen, 6.33 persen. Industri gula memiliki nilai impor sebesar Rp 85 912.22 juta atau berkontribusi sebesar 2.72 persen sedangkan tebu merupakan sektor yang memiliki kontribusi kecil terhadap total nilai transaksi impor yakni 0.03 persen. Sebagaimana pada transaksi ekspor, jika dilakukan agregasi dari 40 sektor menjadi 10 sektor maka terlihat bahwa sektor pertanian merupakan sektor y ang berkontribusi paling besar terhadap impor daerah Kabupaten Pasuruan. 41.88 persen (Rp 1 323 303.70 juta) impor Kabupaten Pasuruan berupa impor produk-produk sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan, perikanan dan kehutanan. Ketiga subsektor ini memiliki kontribusi lebih dari 10 persen terhadap total impor. Sektor berikutnya yang memiliki nilai impor tertinggi adalah sektor
131
nonag roindustri dengan kontribusi sebesar 29.74 persen, sedangkan impor produk-produk sektor agroindustri hanya 6.25 persen (Tabel 37). Analisis sektoral terhadap neraca perdagangan menunjukkan bahwa sektor yang memiliki kontribusi terbesar
terhadap neraca perdagangan
Kabupaten Pasuruan adalah sektor industri kimia lainnya. 52.82 persen nilai neraca perdagangan Kabupaten Pasuruan merupakan kontribusi dari produkproduk industri kimia lainnya. Sektor-sektor lain yang memiliki kontribusi terbesar adalah industri furniture dengan kontribusi sebesar 36.69 persen atau senilai Rp 561 277.52 juta, industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah berkontribusi sebesar 36.68 persen atau senilai Rp 561 003.71 juta, sayur dan buah berkontribusi sebesar 28.21 persen atau senilai Rp 431 541.30 juta serta industri makanan ternak yang berkontribusi sebesar 27.91 persen atau senilai Rp 426 954.16 juta. Industri gula di Kabupaten Pasuruan termasuk kedalam sektor-sektor y ang memiliki neraca perdagangan defisit senilai Rp 74 680.44 juta. Berbeda dengan industri gula, tebu sebagai bahan baku industri gula mengalami surplus neraca perdagangan walaupun nilainya relatif kecil yakni Rp 1 106.20 juta atau 0.07 persen dari total nilai neraca perdagangan Kabupaten Pasuruan. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi ketersediaan bahan baku bagi industri gula Kabupaten Pasuruan, produksi tebu domestik relatif dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan produksi industri gula. Sementara itu, produk industri gula sendiri belum mampu untuk memenuhi kebutuhan gula daerah, khususnya untuk memenuhi permintaan antara bagi industri-industri yang berbahan baku gula seperti industri makanan lain, industri susu dan makanan dari susu dan industri minuman. Ketiga industri di atas merupakan industri-industri yang tergolong
132
industri besar dari sisi penciptaan nilai output sehingga dalam proses produksinya juga memerlukan bahan baku yang relatif besar. Analisis neraca perdagangan dengan melakukan agregasi terhadap sektor-sektor perekonomian seperti yang disajikan pada Tabel 37, menunjukkan bahwa sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap neraca perdagangan Kabupaten
Pasuruan
adalah
sektor
agroindustri.
Nilai
surplus
neraca
perdagangan dari sektor ini lebih besar dari total nilai surplus perdagangan Kabupaten Pasuruan. Surplus neraca perdagangan sektor agroindustri mencapai Rp 2 382 703.23 juta atau sebesar 155.76 persen dari total surplus neraca perdagangan. Sektor-sektor lain yang memiliki kontribusi besar terhadap surplus neraca perdagangan adalah sektor nonagroindustri yang berkontribusi sebesar 26.21 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang berkontribusi sebesar 5.32 persen. Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki defisit neraca perdagangan paling besar, yakni senilai Rp 829 262.83 juta atau sebesar 54.22 persen. Dari sisi penciptaan nilai output, sektor pertanian memiliki kontribusi yang relatif besar namun dari sisi neraca perdagangan defisit yang dialami oleh sektor pertanian paling besar diantara sektor lainnya. Defisit neraca perdagangan di sektor pertanian terutama disebabkan oleh adanya defisit pada subsektor perikanan (24.89 persen), perkebunan (23.01 persen) dan kehutanan (22.64 persen). Kondisi ini menunjukkan bahwa permintaan akan sektor pertanian masih cukup besar, khususnya dalam rangka untuk mencukupi kebutuhan bahan baku bagi sektor agroindustri. Hal ini dapat terlihat bahwa subsektor yang men galami defisit adalah produk-produk sektor pertanian yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Sektor agroindustri yang memiliki kontribusi besar, baik terhadap nilai output, nilai tambah bruto maupun terhadap
Tabel 37. Kode IO 1-14 15 16-26 27-31 32 33 34-35 36 37 38-39
Persentase Nilai Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor) Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Agroindustri Non Agroindustri Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Resto Angkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa Total
Nilai Ekspor (%) 10.535 0.000 55.024 28.589 0.000 0.000 5.013 0.193
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
3 8 1 2 9 10 4 5
Nilai Impor (%) 41.880 3.888 6.252 29.743 2.982 0.000 4.864 5.280
0.001
7
0.6 44 100.00
6
Rank
1 7 3 2 8 10 5 4
Neraca Perdagangan (%) -54.215 -8.032 155.77 5 26.205 -6.160 0.000 5.322 -10.314
4.775
6
-9.861
8
0.336 100.00
9
1.280 100.00
4
Rank
Rank 10 7 1 2 6 5 3 9
134
neraca perdagangan merupakan pasar potensial bagi sektor pertanian di Kabupaten Pasuruan. 7.1.6 . Struktur Ketenagakerjaan Pada tahun 2000, tenaga kerja yang mampu terserap pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Pasuruan sebanyak 676 495 jiwa. Jumlah tenaga kerja yang mampu terserap pada suatu sektor perekonomian merupakan salah satu indikator kemampuan sektor tersebut dalam menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat di wilayah ini. Ilustrasi kondisi ketenagakerjaan Kabupaten Pasuruan tahun 2000 disajikan pada Tabel 38 dan Tabel 39. Berdasarkan Tabel 38 dan Tabel 39 terlihat bahwa sektor sayur dan buah merupakan sektor penyerap tenaga kerja tertinggi. Tenaga kerja yang bekerja pada sektor ini sebanyak 173 953 orang atau menyerap 25.71 persen dari keseluruhan tenag a kerja di Kabupaten Pasuruan. Sektor perdagangan merupakan sektor terbesar berikutnya yang menyerap tenaga kerja sebanyak 97 955 orang atau 14.48 persen. Sektor-sektor lain yang merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Pasuruan adalah sektor jasa-jasa lainnya, angkutan dan komunikasi dan sektor bangunan, dengan kontribusi berturut-turut adalah 7.69 persen, 6.22 persen dan 5.03 persen. Penduduk Kabupaten Pasuruan yang bekerja pada perkebunan tebu dan industri gula sebanyak 23 961 orang atau 3.54 persen dari total penduduk yang bekerja. Jika dilakukan agregasi terhadap 40 sektor menjadi 10 sektor, seperti y ang disajikan pada Tabel 40 terlihat bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor andalan sebagai penyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Pasuruan. Dari keseluruhan penduduk yang bekerja di Kabupaten Pasuruan, 39.28 persen atau sebanyak 265 726 orang diantaranya bekerja di sektor pertanian, khususnya
135
Tabel 38.
Jumlah Tenaga Kerja, Produktivitas dan Nilai Upah Sektoral di Kabupaten Pasuru an, Tahun 2000
Sektor 1 Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu&Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa- Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
NTB (Juta Rp)
Total Upah (Juta Rp)
Jumlah TK (Orang)
2 4 811.44 3 722.67 793 827.85 15 394.01 55 503.33 941.21 7 274.40 3 229.76 9 576.18 3 344.29 111 063.91
3 3 069.80 1 971.66 488 949.50 9 967.59 7 065.97 192.47 2 973.72 1 484.37 1 304.72 827.82 39 584.35
4 1 677 1 013 173 953 18 544 10 496 1 144 5 417 428 608 1 075 19 094
38 386.76
13 128.01
7 437.17 66 498.67 225.14
4 179.87 34 171.04 92.99
363 301.52 28 532.15
Produktivitas (2/4) 5
Rasio Upah (3/4)
2.87 3.67 4.56 0.83 5.29 0.82 1.34 7.55 15.75 3.11 5.82
6 1.83 1.95 2.81 0.54 0.67 0.17 0.55 3.47 2.15 0.77 2.07
15 653
2.45
0.84
2 233 14 391 3 282
3.33 4.62 0.07
1.87 2.37 0.03
135 086.95
15 078
24.09
8.96
13 788.27
2 175
13.12
6.34
112 791.23
45 341.30
5 061
22.29
8.96
83 270.08 154 098.40 233 129.65 112 986.98
44 896.34 51 011.57 96 339.83 66 153.66
5 417 5 694 19 543 7 384
15.37 27.06 11.93 15.30
8.29 8.96 4.93 8.96
38 499.41
6 138.11
3 487
11.04
1.76
4 980.21
838.97
1 523
3.27
0.55
193 279.99
55 325.35
8 972
21.54
6.17
215 320.84
86 438.07
12 261
17.56
7.05
901.20
567.30
137
6.58
4.14
418 983.35 206 637.30
205 614.00 81 970.06
21 831 10 149
19.19 20.36
9. 42 8.08
58 511.47
18 964.15
3117
18.77
6.08
356 401.26
148 635.04
19 392
18.38
7.66
52 941.54
16 815.49
2 811
18.83
5.98
22 665.35 415 670.68 53 016.39
11 812.03 105 269.02 15 994.58
34 051 97 955 26 548
0.67 4.24 2.00
0.35 1.07 0.60
136 066.62
35 402.56
42 045
3.24
0.84
164 942.86
39 552.43
7376
22.36
5.36
170 751.40
162 620.38
3 450
49.49
47.14
224 316.88
70 515.50
52 030
4.31
1.36
0.00
0.00
4 943 233.54
2 124 054.83
0.00 676 495
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
7.31
3.14
136
Tabel 39.
Persentase Jumlah Tenaga Kerja, Total Upah, Rangking Produktivitas dan Rasio Upah Sektoral di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu&Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya
Jumlah TK (%)
Total Upah (%)
Rank Produktivitas
Rank Rasio Upah
0.25 0.15 25.71 2.74 1.55 0.17 0.80 0.06 0.09 0.16 2.82 2.31 0.33 2.13 0.49
0.14 0.09 23.02 0.47 0.33 0.01 0.14 0.07 0.06 0.04 1.86 0.62 0.20 1.61 0.00
32 27 24 36 22 37 35 19 13 31 21 33 28 23 39
25 23 19 36 32 38 35 18 21 31 22 30 24 20 39
2.23
6.36
3
3
0.32 0.75 0.80 0.84 2.89 1.09 0.52 0.23 1.33 1.81 0.02 3.23 1.50 0.46 2.87 0.42 5.03 14.48 3.92 6.22 1.09
0.65 2.13 2.11 2.40 4.54 3.11 0.29 0.04 2.60 4.07 0.03 9.68 3.86 0.89 7.00 0.79 0.56 4.96 0.75 1.67 1.86
16 5 14 2 17 15 18 29 6 12 20 8 7 10 11 9 38 26 34 30 4
11 5 7 6 16 4 26 34 12 10 17 2 8 13 9 14 37 28 33 29 15
0.51
7.66
1
1
7.69
3.32
25
27
0.00
0.00
40
40
Total 100.00 100.00 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
137
di sub sektor tanaman bahan makanan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor agroindustri merupakan sektor penyerap tenaga kerja tertinggi berikutnya, yang mampu menyerap pekerja sebanyak 18.40 persen dan 12.80 persen dari total tenaga kerja. Pada tahun 2000, sektor agroindustri di Kabupaten Pasuruan mampu menampung tenaga kerja sebanyak 86 595 orang sementara sektor non agroindustri hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 55 480 orang pekerja atau 8.08 persen. Tabel 40. Kode IO 1-14 15 16-26 27-31 32 33 34-35 36 37 38-40
Persentase Jumlah Tenaga Kerja Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor) Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Agroindustri Non Agroindustri Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Resto Angkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa Total
Jumlah Tenaga Kerja (%) 39.280 0.485 12.801 8.075 0.416 5.033 18.404 6.215
Rangking 1 9 3 5 10 7 2 6
1.090
8
8.201 100.000
4
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Untuk melihat daya serap tenaga kerja pada masing-masing sektor perekonomian di Kabupaten Pasuruan perlu dihitung juga nilai koefisien tenaga kerja (labor coefficient). Koefisien tenaga kerja merupakan rasio antara nilai output yang dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja yan g digunakan pada suatu sektor. Nilai koefisien ini menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Dari hasil perhitungan koefisien tenaga kerja yang disajikan pada Tabel 41 menunjukkan bahwa sektor yang memiliki daya serap tenaga kerja tertinggi di Kabupaten Pasuruan adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai koefisien sebesar 9.441.
Nilai ini
138
menunjukkan bahwa untuk menghasilkan output jasa pemerintahan umum dan pertahanan sebesar Rp 1, dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 9 orang. Sektor perekonomian di Kabupaten Pasuruan yang memiliki nilai koefisien tenaga kerja terendah adalah sektor industri penggilingan padi-padian dan tepung, dimana untuk menghasilkan output senilai Rp 1000 hanya diperlukan 6 orang tenaga kerja. Sektor-sektor yang memiliki nilai koefisien tenaga kerja terbesar berikutnya adalah kelapa, tebu, bangunan dan kopi dengan nilai koefisien berturut-turut adalah 1.013 , 0.914, 0.763 dan 0.632. Dari rangking koefisien tenaga kerja, sektor perkebunan tebu menduduki peringkat ke-3 dari 40 sektor yang ada di Kabupaten Pasuruan , hal ini menunjukkan bahwa perkebunan tebu memiliki daya serap tenaga kerja yang relatif tinggi. Untuk menghasilkan output tebu senilai Rp 100 dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 91 orang. Sementara untuk industri gula sebagai industri pengolah tebu, memiliki daya serap tenaga kerja yang lebih rendah . Pada satu kali proses produksi ndustri i gula hanya membutuhkan 5 orang tenaga kerja untuk menghasilkan output senilai Rp 100. Secara agregat (Tabel 42) terlihat bahwa pada sektor industri baik agroindustri maupun non agroindustri, penggunaan faktor produksi tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja pada sektor primer (pertanian). Umumnya pada tahap produksi suatu industri, penggunaan tenaga mesin lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan tenaga manusia sehingga sektor industri cenderung bersifat padat modal dibandingkan padat karya. Sektor-sektor yang menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Pasuruan adalah sektor pertambangan dan penggalian, bangunan
139
dan angkutan dan komunikasi, dengan daya serap berturut-turut adalah 9.4 4, 0.76 dan 0.23. Tabel 41.
Koefisien Tenaga Kerja Sektoral Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Sektor 1 Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu&Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya
Nilai Output (Juta Rp)
Jumlah TK (Orang)
Koefisien TK (3/2)
3
4
Rank Koef. TK
2 5 352.77 4 110.03 844 392.33 20 284.00 60 510.00 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667.79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64
1 677 1 013 173 953 18 544 10 496 1 144 5 417 428 608 1 075 19 094 15 653 2 233 14 391 3 282
0.313 0.246 0.206 0.914 0.173 1.013 0.632 0.102 0.058 0.293 0.130 0.348 0.286 0.194 9.441
5 7 10 13 3 17 2 5 19 21 8 18 6 9 14 1
787 663.10
15 078
0.019
32
390 104.74 455 000.17 116 270.13 457 069.00 1 254 210.60 319 311.96 102 090.47 20 699.06 694 069.84 634 683.64 3 528.47 1 80 1 802.13 472 178.25 95 716.67 1 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.53 183 475.57 203 753.08
2 175 5 061 5 417 5 694 19 543 7 384 3 487 1 523 8 972 12 261 137 21 831 10 149 3117 19 392 2 811 34 051 97 955 26 548 42 045 7376
0.006 0.011 0.047 0.012 0.016 0.023 0.034 0.074 0.013 0.019 0.039 0.012 0.021 0.033 0.019 0.030 0.763 0.177 0.221 0.229 0.036
39 38 22 36 34 28 25 20 35 31 23 37 29 26 33 27 4 15 12 11 24
170 751.40
3 450
0.020
30
295 431.94
52 030
0.176
16
-
40
0.00
0.00
Total 11 536 342.25 676 495 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
0.059
140
Tabel 42. Kode IO 1-14 15 16-26 27-31 32 33 34-35 36 37 38-40
Koefisien Tenaga Kerja Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 (Agregasi 10 Sektor) Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Agroindustri Non Agroindustri Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Resto Angkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa
Koefisien Tenaga Kerja 0.2 15 9.441 0.017 0.016 0 .030 0 .763 0 .185 0 .229
Rangking 4 1 9 10 8 2 6 3
0.0 36
7
0.1 19
5
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Salah satu hal terpenting dalam analisis ketenagakerjaan adalah mengukur produktivitas tenaga kerja. Pada penelitian ini, nilai produktivitas tenaga kerja dihitung dari rasio nilai tambah bruto sektoral terhadap jumlah tenaga kerja pada masing-masing sektor. Dari nilai ini dapat diketahui sejauh mana efektivitas penggunaan input tenag a kerja dalam penciptaan nilai tambah untuk setiap sektor perekonomian. Sektor yang memiliki tingkat produktivitas tertinggi adalah jasa pemerintahan umum dan pertahanan dengan tingkat produktivitas sebesar Rp 49.49 juta/TK. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap tenaga kerja yang bekerja di sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 49.49 juta. Sektor yang memiliki produktivitas terendah adalah sektor pertambangan
dan
penggalian
dengan
tingkat
produktivitas
sebesar
Rp 70 000/TK. Sektor yang memiliki tingkat produktivitas tertinggi berikutnya adalah industri makanan ternak dengan tingkat produktivitas sebesar Rp 27.06 juta/TK. Industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta industri susu dan makanan dari
141
susu termasuk kedalam lima sektor yang memiliki nilai produktivitas tertinggi. Industri gula di Kabupaten Pasuruan memiliki tingkat produktivitas sebesar Rp 15.37 juta/TK sedangkan tingkat produktivitas perkebunan tebu seb esar Rp 0.83 juta/TK. Tingkat produktivitas industri gula masih lebih tinggi dibandingkan tingkat produktivitas rata-rata seluruh sektor (11.10 juta/TK). Nilai tambah yang mampu diciptakan oleh satu orang tenaga kerja pada industri gula adalah Rp 15.37 juta. Dilihat dari tingkat upah, jasa pemerintahan umum dan pertahanan merupakan sektor yang memb erikan tingkat upah tertinggi. Besarnya upah yang diterima tiap pekerja pada sektor ini adalah Rp 47.14 juta/tahun sedangkan upah rata-rata untuk seluruh sektor adalah Rp 4.90 juta/TK/tahun. Tingkat upah terendah diterima oleh pekerja yang bekerja di sektor pertambangan dan penggalian, kelapa dan sektor bangunan. Tingkat upah yang ditawarkan oleh industri gula tergolong tingkat upah tinggi, karena nilai rasio upah/TK industri gula jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata rasio upah/TK di Kabupaten Pasuruan. Tiap pekerja pada industri gula menerima upah sebesar Rp 8.29 juta/tahun. Dari uraian diatas terlihat bahwa sektor-sektor yang memiliki nilai produktivitas yang tinggi akan memiliki rasio upah yang relatif tinggi sebaliknya sektor-sektor yang memiliki produktivitas rendah juga memiliki rasio upah yang relatif rendah. Rincian rasio upah/TK sektoral dapat d ilihat pada Tabel 38 sedangkan rangking rasio upah/TK disajikan pada Tabel 39.
142
7.2. Peranan Industri Gula d alam Perekonomian Daerah 7.2.1. Keterkaitan Industri Gula Peranan industri gula dalam perekonomian dapat dilihat dari keterkaitan antara industri gula dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian. Kaitan industri gula dengan sektor-sektor lain pengguna produk industri gula disebut sebagai kaitan ke depan sedangkan kaitan ke belakang merupakan hubungan industri gula dengan sektor-sektor lain yang tercipta melalui kebutuhan sarana dan prasarana produksi industri gula. Melalui kaitan antar sektor inilah industri gula dapat membantu pertumbuhan produksi
sektor-sektor
lain
dalam
perekonomian. Kaitan antar industri dapat diukur dengan menggunakan konsep kaitan lan gsung dan kaitan langsung dan tidak langsung. Kaitan langsung dan kaitan langsung dan tidak langsung terdiri dari kaitan ke belakang dan ke depan. Kaitan langsung ke belakang menggambarkan ukuran besarnya peningkatan output suatu sektor yang digunakan sebagai input bagi industri gula. Kaitan langsung ke depan menunjukkan ukuran peningkatan penggunaan gula sebagai input suatu sektor. Kaitan langsung ke depan dan ke belakang dari industri gula ditampilkan pada Tabel 43. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa total koefisien kaitan langsung ke depan dari industri gula adalah 0.18492 . Hal ini berarti bahwa pangsa industri gula yang digunakan sebagai input antara adalah sekitar 18 persen dari nilai outputnya. Nilai ini lebih kecil dari rata-rata total koefisien kaitan langsung ke depan seluruh sektor yang bernilai 0.23540. Indeks relatif kaitan langsung ke depan terhadap koefisien total sektor juga lebih kecil dari satu (rendah) yaitu
143
0.791. Di samping tergolong rendah, koefisien langsung ke depan industri gula di Kabupaten Pasuruan sangat terkonsentrasi pada empat industri yaitu industri minuman, industri makanan lainnya, industri susu dan makanan dari susu dan industri gula sendiri. Total koefisien kaitan langsung ke depan untuk keempat industri tersebut adalah 0.18263 atau sebesar 98.76 persen dari total koefisien kaitan langsung ke depan industri gula. Total koefisien kaitan langsung ke belakang industri gula lebih besar daripada koefisien kaitan langsung ke depannya, yakni 0.23953. Hal ini berarti bahwa pangsa nilai input antara yang digunakan oleh industri gula adalah sekitar 24 persen dari nilai outputnya. Indeks relatif kaitan langsung ke belakang industri gula terhadap koefisien total industri lebih besar dari satu, yaitu 1.01755. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa industri gula memiliki kaitan langsung ke belakang yang tergolong tinggi. Suatu sektor yang memiliki koefisien kaitan langsung ke belakang yang tinggi tidak selalu mengisyaratkan bahwa sektor tersebut mempunyai dampak sebar yan g luas terhadap sektor penyedia inputnya, tetapi masih tergantung pada penyebaran koefisien kaitan tersebut. Untuk industri gula di Kabupaten Pasuruan, walaupun koefisien kaitan langsung ke belakangnya tinggi namun sangat terkonsentrasi pada tiga sektor yaitu tebu, perdagangan, industri lainnya dan industri gula sendiri. Koefisien kaitan langsung ke belakang terhadap keempat sektor tersebut mencapai 0.21992 atau 91.81 persen dari total kaitan langsung ke belakang. Kuatnya kaitan langsung ke belakang industri gula terhadap tebu adalah wajar karena tebu merupakan bahan baku utama industri gula. Dari komposisi koefisien kaitan langsung ke belakang tersebut juga dapat
1
Total Keterkaitan ke depan industri gula dibagi rata-rata keterkaitan ke depan seluruh sektor
144
disimpulkan bahwa gula yang dihasilkan di Kabupaten Pasuruan didominasi oleh gula tebu dan hanya sebagian kecil berasal dari gula kelapa. Tabel 43.
Kaitan Langsung Industri Gula Dengan Sektor-Sektor Lain Dalam Perekonomian Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 Sektor
Depan Nilai (%) 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00006 0.031 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000
Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & 0.00000 0.000 Buah IGP&T 0.00046 0.247 Ind. Susu&Mknn dari Susu 0.01837 9.936 Ind. Gula 0.01527 8.258 Ind. Mknn Trnak 0.00000 0.000 Ind. Makanan Lain 0.03537 19.130 Ind. Minuman 0.11361 61.436 Ind. Rokok & Tembakau 0.00006 0.033 Ind. Kapuk Randu 0.00000 0.000 Ind. Tekstil & Pakaian Jadi 0.00000 0.000 Ind. Furniture 0.00000 0.000 Ind. Pupuk & Pest. 0.00000 0.000 Ind. Kimia Lainnya 0.00000 0.000 Ind. Logam Dasar 0.00000 0.000 Ind. Barang dari Logam 0.00000 0.000 Industri Lainnya 0.00000 0.000 Listrik, Gas & Air Bersih 0.00000 0.000 Bangunan 0.00000 0.000 Perdagangan 0.00000 0.000 Hotel & Restoran 0.00154 0.830 Angkutan & Komunikasi 0.00010 0.053 Keu, Sewa&Jasa Perush 0.00000 0.000 Jasa Pemerintahan Umum 0.00000 0.000 &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya 0.00008 0.045 Kegiatan yng tak Jls Batasannya 0.00000 0.000 Total 0.18492 100.000 Indeks 0.78553 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Belakang Nilai (%) 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.13530 56.486 0.00000 0.000 0.00001 0.003 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00000
0.000
0.00000 0.00000 0.01527 0.00000 0.00218 0.00000 0.00000 0.00000 0.00012 0.00000 0.00000 0.00593 0.00000 0.00006 0.02130 0.00107 0.00000 0.04804 0.00018 0.00509 0.00116
0.000 0.000 6.375 0.000 0.909 0.000 0.000 0.000 0.052 0.000 0.000 2.476 0.000 0.023 8.892 0.449 0.000 20.057 0.075 2.124 0.483
0.00000
0.000
0.00383
1.597
0.00000 0.23953 1.01755
0.000 100.000
145
Secara keseluruhan, koefisien kaitan langsung dan tidak langsung ke depan
industri gula adalah 1.24192. Angka ini menunjukkan bahwa jika
permintaan akhir meningkat sebesar Rp 1, maka produksi gula akan meningkat sebesar Rp 1.24. Kaitan langsung dan tidak langsung ke depan industri gula hanya terkonsentrasi pada dua sektor yaitu industri gula sendiri dan industri minuman. Pangsa koefisien dari industri gula dan industri minuman adalah 1.13280 atau 91.21 persen dari total kaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor utama yang paling efektif untuk mendorong peningkatan produksi industri gula adalah peningkatan permintaan konsumsi akhir produk industri minuman. Hasil perhitungan koefisien kaitan langsung dan tidak langsung industri gula disajikan pada Tabel 44. Koefisien kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang industri gula adalah 1.29885. Angka ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan pada permintaan akhir industri gula sebesar Rp 1 maka akan menyebabkan peningkatan produksi seluruh sektor dalam perekonomian senilai Rp 1.299. Seperti pada kaitan langsung dan tidak langsung ke depan, kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang juga terkonsentrasi pada dua sektor yaitu industri gula sendiri dan perkebunan tebu. Koefisien kaitan langsung dan tidak langsung untuk kedua sektor tersebut adalah 1.15703 atau 89.08 persen dari total kaitan langsung dan tidak langsung ind ustri gula. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan konsumsi akhir terhadap gula maka hanya industri gula dan perkebunan tebu yang akan banyak menikmati manfaatnya.
146
Tabel 44.
Kaitan Langsung dan Tidak Langsung Industri Gula Dengan Seluruh Sektor Dalam Perekonomian Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 Sektor
Depan Nilai (%) 0.00001 0.001 0.00001 0.001 0.00000 0.000 0.00002 0.002 0.00001 0.001 0.00003 0.002 0.00001 0.001 0.00002 0.001 0.00001 0.001 0.00008 0.007 0.00157 0.127 0.00023 0.019 0.00000 0.000 0.00035 0.028 0.00123 0.099
Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah 0.00998 0.804 IGP&T 0.00103 0.083 Ind. Susu&Mknn dari Susu 0.02820 2.270 Ind. Gula 1.01564 81.780 Ind. Mknn Trnak 0.01305 1.050 Ind. Makanan Lain 0.04744 3.820 Ind. Minuman 0.11716 9.434 Ind. Rokok & Tembakau 0.00018 0.014 Ind. Kapuk Randu 0.00003 0.002 Ind. Tekstil & Pakaian Jadi 0.00013 0.010 Ind. Furniture 0.00003 0.002 Ind. Pupuk & Pest. 0.00026 0.021 Ind. Kimia Lainnya 0.00077 0.062 Ind. Logam Dasar 0.00062 0.050 Ind. Barang dari Logam 0.00018 0.014 Industri Lainnya 0.00016 0.013 Listrik, Gas & Air Bersih 0.00034 0.028 Bangunan 0.00007 0.006 Perdagangan 0.00029 0.023 Hotel & Restoran 0.00216 0.174 Angkutan & Komunikasi 0.00023 0.018 Keu, Sewa&Jasa Perush 0.00018 0.015 Jasa Pemerintahan Umum 0.00000 0.000 &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya 0.00021 0.017 Kegiatan yng tak Jls Batasannya 0.00000 0.000 Total 1.24192 100.000 Indeks 0.91536 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Belakang Nilai (%) 0.00001 0.0004 0.00000 0.000 0.00029 0.022 0.14139 10.886 0.00001 0.0004 0.00001 0.0005 0.00000 0.000 0.00000 0.000 0.00006 0.004 0.00002 0.001 0.00001 0.0004 0.00062 0.048 0.00001 0.001 0.00006 0.005 0.00000 0.000 0.00027 0.00042 0.00000 1.01564 0.00001 0.00291 0.00022 0.00000 0.00001 0.00386 0.00045 0.00094 0.01616 0.00103 0.00073 0.03645 0.00242 0.00000 0.05369 0.00098 0.00853 0.00484
0.021 0.032 0.000 78.195 0.001 0.244 0.017 0.000 0.001 0.297 0.035 0.072 1.244 0.079 0.056 2.806 0.186 0.000 4.134 0.075 0.657 0.373
0.00000
0.000
0.00681
0.524
0.00000 1.29885 0.95731
0.000 100.000
Indeks kaitan langsung dan tidak langsung ke depan industri gula adalah 0.91536 sedangkan indeks kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang
147
adalah 0.95731 . Angka indeks kaitan langsung dan tidak langsung (ke depan dan ke belakang) yang lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa industri gula memiliki kaitan antar industri yang relatif rendah (di bawah rata-rata seluruh industri) sehingga industri gula tidak dapat digolongkan sebagai salah satu sektor kunci dalam perekonomian daerah Kabupaten Pasuruan. Salah satu indikator bahwa suatu sektor dapat dikatakan sebagai sektor kunci adalah jika angka indeks kaitan langsung dan tidak langsungnya lebih besar dari satu (Schultz, 1977 dalam S imatupang et al., 1998). 7.2.2. Peningkatan Produksi Kemampuan industri gula dalam peningkatan produksi output daerah ditunjukkan oleh besaran pengganda output. Koefisien pengganda output industri gula menunjukkan total nilai output yang tercipta apabila nilai permintaan akhir terhadap industri gula meningkat sebesar Rp 1. Pada tahun 2000, nilai produksi industri gula adalah Rp 116 270.13 juta dan hanya berkontribusi sebesar 1.01 persen dari nilai produksi total (40 sektor) dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan. Dari nilai produksinya, industri gula di Kabupaten Pasuruan tidak dapat digolongkan sebagai sektor yan g dominan dalam perekonomian daerah . Namun demikian, peran industri gula terhadap nilai produksi dalam perekonomian tidak dapat dicerminkan dengan baik oleh nilai produksi totalnya saja. Ukuran andil industri gula dalam penciptaan produksi regional yang dinilai lebih tepat adalah andil permintaan industri gula dalam produksi regional (Simatupang et al., 1998 ). Tabel 45 menyajikan hasil perhitungan andil permintaan industri gula dalam produksi output regional tahun 2000 yang dirinci menurut sektor. Total output regional Kabupaten Pasuruan mencapai Rp 11 536 342.25 juta sedangkan
148
nilai output yang tercipta sebagai hasil dari tarikan permintaan industri gula adalah Rp 32 573.47 juta. Produksi hasil tarikan permintaan industri gula tersebut ternyata sangat terkonsentrasi pada dua sektor yaitu industri gula sendiri dan perkebunan tebu. Nilai produksi industri gula dan perkebunan tebu sebagai hasil tarikan permintaan industri gula mencapai Rp 29 016.93 juta atau 89.08 persen dari seluruh andil produksi dari permintaan akhir industri gula. Tingginya konsentrasi andil produksi permintaan akhir industri gula tersebut merupakan cerminan dari rendahnya derajat penyebaran kaitan antar sektornya. Kontribusi permintaan akhir industri gula dalam penciptaan produksi industri gula dan tebu masing-masing adalah 21.91 persen dan 17.48 persen. Jika nilai kontribusi dapat dipandang sebagai derajat ketergantungan kedua sektor tersebut terhadap permintaan akhir industri gula maka dapat dikatakan bahwa produksi industri gula dan produksi tebu tidak tergantung pada permintaan akhir industri gula. Jika permintaan akhir industri gula mengalami penurunan, produksi kedua sektor ini tidak akan mengalami penurunan yang berarti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dinamika produksi industri gula dan perkebunan tebu lebih tergantung pada permintaan antara industri gula dibandingkan permintaan akhirnya. 7.2.3. Penciptaan Nilai Tambah Kemampuan suatu sektor dalam mendorong penciptaan nilai tambah dapat diukur berdasarkan besaran pengganda nilai tambah sektor tersebut. Koefisien pengganda nilai tambah suatu sektor adalah nilai tambah yang tercipta apabila nilai permintaan akhir sektor tersebut meningkat sebesar Rp 1. Dengan demikian, makin besar koefisien pengganda nilai tambah suatu sektor makin
149
efektif sektor tersebut dalam penciptaan nilai tambah dalam perekonomian daerah secara keseluruhan. Tabel 45.
Peranan Permintaan Akhir Industri Gula Dalam Peningkatan Produksi Dir inci Menurut Sektor, Tahun 2000
Sektor
Nilai (Juta Rp)
(%)
Padi 0.14 0.00043 Palawija 0.10 0.00029 Sayur & Buah 7.31 0.02243 Tebu 3 545.96 10.88603 Kapuk Randu 0.14 0.00044 Kelapa 0.16 0.00050 Kopi 0.10 0.00030 Tembakau 0.00 0.00000 Kapas 1.43 0.00438 Tan Perkbnan Lain 0.44 0.00134 Susu 0.14 0.00044 Peternakan Lainnya 15.57 0.04779 Kehutanan 0.33 0.00100 Perikanan 1.50 0.00460 Pertamb. & Galian 0.11 0.00035 IPP Daging, Ikan, Sayur 6.71 0.02060 & Buah IGP&T 10.51 0.03227 Ind. Susu&Mknn dari 0.00 0.00000 Susu Ind. Gula 25 470.97 78.19547 Ind. Mknn Trnak 0.29 0.00089 Ind. Makanan Lain 72.89 0.22379 Ind. Minuman 5.56 0.01708 Ind. Rokok & Tembakau 0.03 0.00010 Ind. Kapuk Randu 0.20 0.00061 Ind. Tekstil & Pakaian 96.86 0.29736 Jadi Ind. Furniture 11.39 0.03496 Ind. Pupuk & Pest. 23.60 0.07 244 Ind. Kimia Lainnya 405.36 1.24444 Ind. Logam Dasar 25.71 0.07893 Ind. Barang dari Logam 18.29 0.05614 Industri Lainnya 914.06 2.80615 Listrik, Gas & Air Bersih 60.64 0.18615 Bangunan 0.01 0.00002 Perdagangan 1 346.56 4.13393 Hotel & Restoran 24.56 0.07541 Angkutan & Komunikasi 213.85 0.65650 Keu, Sewa&Jasa Perush 121.34 0.37252 Jasa Pemerintahan 0.00 0.00000 Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya 170.67 0.52395 Kegiatan yng tak Jls 0.00 0.00000 Batasannya Total 32 573.47 100.00000 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Produksi Total (Juta Rp)
(%)
5 352.77 4 110.03 844 392.33 20 284.00 60 510.00 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667.79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64
0.00263 0.00231 0.00087 17.48155 0.00024 0.01433 0.00114 0.00002 0.01368 0.01191 0.00010 0.03456 0.00418 0.00202 0.03251
787 663.10
0.00085
390 104.74
0.00269
455 000.17
0.00000
116 270.13 457 069.00 1 254 210.60 319 311.96 102 090.47 20 699.06
21.90672 0.00006 0.00581 0.00174 0.00003 0.00096
694 069.84
0.01396
634 683.64 3 528.47 1 801 802.13 472 178.25 95 716.67 1 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.53 183 475.57 203 753.08
0.00179 0.66871 0.02250 0.00544 0.01911 0.08877 0.06552 0.00001 0.24282 0.02044 0.11655 0.05955
170 751.40
0.00000
295 431.94
0.05777
0.00
11,536,342.25
0.28236
150
Tabel 46.
Peranan Permintaan Akhir Industri Gula Dalam Penciptaan Nilai Tambah Bru to Dirinci Menurut Sektor, Tahun 2000
Sektor
Nilai (Juta Rp)
(%)
Padi 0.13 0.00055 Palawija 0.09 0.00038 Sayur & Buah 6.87 0.03001 Tebu 2 691.11 11.75784 Kapuk Randu 0.13 0.00057 Kelapa 0.13 0.00059 Kopi 0.08 0.00036 Tembakau 0.00 0.00000 Kapas 1.31 0.00572 Tan Perkbnan Lain 0.40 0.00174 Susu 0.11 0.00047 Peternakan Lainnya 13.27 0.05797 Kehutanan 0.31 0.00136 Perikanan 1.34 0.00586 Pertamb. & Galian 0.07 0.00032 IPP Daging, Ikan, Sayur 3.09 0.01352 & Buah IGP&T 0.77 0.00336 Ind. Susu&Mknn dari 0.00 0.00000 Susu Ind. Gula 18 241.75 79.70070 Ind. Mknn Trnak 0.10 0.00043 Ind. Makanan Lain 13.55 0.05920 Ind. Minuman 1.97 0.00860 Ind. Rokok & Tembakau 0.01 0.00006 Ind. Kapuk Randu 0.05 0.00021 Ind. Tekstil & Pakaian 26.97 0.11785 Jadi Ind. Furniture 3.86 0.01688 Ind. Pupuk & Pest. 6.03 0.02633 Ind. Kimia Lainnya 94.26 0.41183 Ind. Logam Dasar 11.25 0.04916 Ind. Barang dari Logam 11.18 0.04884 Industri Lainnya 316.36 1.38222 Listrik, Gas & Air Bersih 34.68 0.15154 Bangunan 0.00 0.00001 Perdagangan 1 009.34 4.40993 Hotel & Restoran 10.84 0.04734 Angkutan & Komunikasi 158.59 0.69290 Keu, Sewa&Jasa Perush 98.23 0.42918 Jasa Pemerintahan 0.00 0.00000 Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya 129.59 0.56618 Kegiatan yng tak Jls 0.00 0.00000 Batasannya Total 22 887.81 100.00000 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Nilai Tambah Total (Juta Rp)
(%)
4 811.44 3 722.67 793 827.85 15 394.01 55 503.33 941.21 7 274.40 3 229.76 9 576.18 3 344.29 111 063.91 38 386.76 7 437.17 66 498.67 225.14
0.00263 0.00231 0.00087 17.48155 0.00024 0.01433 0.00114 0.00002 0.01368 0.01191 0.00010 0.03456 0.00418 0.00202 0.03251
363 301.52
0.00085
28 532.15
0.00269
112 791.23
0.00000
83 270.08 154 098.40 233 129.65 112 986.98 38 499.41 4 980.21
21.90672 0.00006 0.00581 0.00174 0.00003 0.00096
193 279.99
0.01396
215 320.84 901.20 418 983.35 206 637.30 58 511.47 356 401.26 52 941.54 22 665.35 415 670.68 53 016.39 136 066.62 164 942.86
0.00179 0.66871 0.02250 0.00544 0.01911 0.08877 0.06552 0.00001 0.24282 0.02044 0.11655 0.05955
170 751.40
0.00000
224 316.88
0.05777
0.00
4 943 233.54
0.46301
151
Peranan permintaan akhir industri gula dalam penciptaan nilai tambah bruto sektoral tahun 2000 disajikan pada Tabel 46. Nilai tambah bruto Kabupaten Pasuruan adalah Rp 4 943 233.54 juta dan nilai tambah total yang dapat diciptakan oleh permintaan akhir industri gula adalah Rp 22 887.81 juta atau 0.46 persen dari total nilai tambah bruto seluruh sektor. Peranan permintaan akhir industri gula terhadap penciptaan nilai tambah bruto hanya terkonsentrasi pada industri gula dan perkebunan tebu. Peningkatan permintaan akhir industri gula akan menciptakan nilai tambah pada industri gula sebesar Rp 18 241.75 juta (21.91 persen) dan perkebunan tebu senilai Rp 2 691.11 juta (17.48 persen). Dengan demikian peranan permintaan akhir industri gula dalam penciptaan nilai tambah praktis hanya dominan untuk perkebunan tebu dan industri gula. Sebagaimana halnya dengan peningkatan output, nilai tambah yang dapat diciptakan oleh permintaan akhir industri gula sangat terkonsentrasi pada industri gula sendiri dan perkebunan tebu. Nilai tambah yang tercipta pada kedua sektor ini mencapai Rp 20 932.86 juta. Dengan demikian, secara keseluruhan industri gula dan perkebunan tebu menyerap sekitar 91.46 persen dari seluruh nilai tambah yang diciptakan oleh permintaan akhir industri gula. Seperti yang diu raikan sebelumnya pada peranan permintaan akhir terhadap produksi regional, terkonsentrasinya dampak penciptaan nilai tambah merupakan refleksi dari rendahnya keterkaitan industri gula dan perkebunan tebu terhadap sektor– sektor lain dalam perekonomian daerah kabupaten Pasuruan. 7.2.4. Penciptaan Kesempatan Kerja Efektivitas industri gula dalam menciptakan kesempatan kerja dapat diukur berdasarkan besaran pengganda tenaga kerjanya. Makin besar pengganda
152
tenaga kerjanya berarti makin banyak tenaga kerj a yang mampu diserap oleh sektor ekonomi tiap Rp 1 peningkatan permintaan akhir suatu sektor. Tabel 47.
Peranan Permintaan Akhir Industri Gula Dalam Penciptaan Kesempatan Kerja Dirinci Menurut Sektor, Tahun 2000
Sektor
TK (Orang)
(%)
Padi 0 0.00092 Palawija 0 0.00049 Sayur & Buah 2 0.03141 Tebu 3 242 67.63438 Kapuk Randu 0 0.00051 Kelapa 0 0.00342 Kopi 0 0.00129 Tembakau 0 0.00000 Kapas 0 0.00174 Tan Perkbnan Lain 0 0.00267 Susu 0 0.00038 Peternakan Lainnya 5 0.11287 Kehutanan 0 0.00195 Perikanan 0 0.00606 Pertamb. & Galian 1 0.02226 IPP Daging, Ikan, Sayur 0 0.00268 & Buah IGP&T 0 0.00122 Ind. Susu&Mknn dari 0 0.00000 Susu Ind. Gula 1 187 24.75827 Ind. Mknn Trnak 0 0.00008 Ind. Makanan Lain 1 0.02370 Ind. Minuman 0 0.00268 Ind. Rokok & Tembakau 0 0.00002 Ind. Kapuk Randu 0 0.00030 Ind. Tekstil & Pakaian 1 0.02612 Jadi Ind. Furniture 0 0.00459 Ind. Pupuk & Pest. 1 0.01911 Ind. Kimia Lainnya 5 0.10247 Ind. Logam Dasar 1 0.01153 Ind. Barang dari Logam 1 0.01242 Industri Lainnya 17 0.35913 Listrik, Gas & Air Bersih 2 0.03842 Bangunan 0 0.00010 Perdagangan 238 4.96246 Hotel & Restoran 5 0.11320 Angkutan & Komunikasi 49 1.02240 Keu, Sewa&Jasa Perush 4 0.09165 Jasa Pemerintahan 0 0.00000 Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya 30 0.62709 Kegiatan yng tak Jls 0 0.00000 Batasannya Total 4 793 100.00000 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
TK Total (Orang)
(%)
1 677 1 013 173 953 18 544 10 496 1 144 5 417 428 608 1 075 19 094 15 653 2 233 14 391 3 282
0.00263 0.00231 0.00087 17.48155 0.00024 0.01433 0.00114 0.00002 0.01368 0.01191 0.00010 0.03456 0.00418 0.00202 0.03251
15 078
0.00085
2 175
0.00269
5 061
0.00000
5 417 5 694 19 543 7 384 3 487 1 523
21.90672 0.00006 0.00581 0.00174 0.00003 0.00096
8 972
0.01396
12 261 137 21 831 10 149 3117 19 392 2 811 34 051 97 955 26 548 42 045 7376
0.00179 0.66871 0.02250 0.00544 0.01911 0.08877 0.06552 0.00001 0.24282 0.02044 0.11655 0.05955
3 450
0.00000
52 030
0.05777
0.00
676 495
0.70852
153
Jumlah tenaga kerja yang bekerja pada industri gula pada tahun 2000 adalah 5 417 orang sedangkan total tenaga kerja yang digunakan oleh seluruh sektor dalam perekonomian adalah 676 495 orang, sehingga jumlah tenaga kerja y ang digunakan industri gula hanya 0.80 persen dari seluruh pekerja dalam p erekonomian. Dilihat dari angka ini jelas bahwa peranan industri gula dalam penyerapan tenaga kerja relatif kecil. Angka tersebut menunjukkan andil langsung saja. Oleh karena itu, sebagaimana halnya dalam penciptaan nilai tambah, peranan industri gula dalam penciptaan kesempatan kerja juga harus memperhitungkan kesempatan kerja yang tercipta di sektor-sektor lain sebagai hasil industri dan proses produksi gula tersebut. Peranan industri gula akan dihitung berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terserap baik secara langsung maupun tidak langsung pada sektor-sektor lain dalam rangka memenuhi permintaan akhir industri gula tersebut. Tabel 47 menyajikan hasil perhitungan peranan permintaan akhir industri gula terhadap penciptaan kesempat an kerja yang dirinci menurut sektor. Total penggunaan tenaga kerja yang disebabkan oleh permintaan akhir industri gula adalah 4 793 orang atau 0.71 persen dari seluruh tenaga kerja yang digunakan dalam perekonomian. Dilihat dari penyebarannya, terlihat bahwa peningkatan permintaan akhir industri gula hanya akan menyebabkan penciptaan lapangan kerja pada industri gula dan perkebunan tebu. Penyerapan tenaga kerja kedua sektor tersebut adalah 4 428 orang atau dari 4 793 orang tenaga kerja yang terserap akibat peningkatan permintaan akhir industri gula 92.39 persen diantaranya digunakan pada industri gula itu sendiri dan perkebunan tebu. Jika dilihat dari persentase antara tenaga kerja yang tercipta akibat permintaan akhir gula dengan total tenaga kerja yang digunakan pada masing-
154
masing sektor juga masih terkonsentrasi pada kedua sektor tersebut. Akibat peningkatan permintaan akhir industri gula, penggunaan tenaga kerja yang terserap pada industri gula sendiri sebanyak 1 187 orang dan perkebunan tebu menyerap tenaga kerja sebanyak 3 242 orang. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan industri gula dalam penciptaan kesempatan kerja bersifat eksklusif. Namun demikian, pengembangan industri gula dapat dijadikan instrumen kebijakan untuk meningkatkan kesempatan kerja di sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan tebu. 7.2.5. Analisis Pengganda Analisis pengganda (multiplier) digunakan untuk menilai dampak perubahan
variabel
eksogen
(permintaan
penciptaan
output,
pendapatan
dan
akhir)
suatu sektor terhadap
kesempatan
kerja
dalam
suatu
perekonomian secara keseluruhan (Siregar, 1998). Ada dua tipe pengganda yang sering digunakan untuk analisis, yaitu pengganda tipe I dan pengganda tipe II. Pengganda tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief model terbuka sedangkan pengganda tipe II diperoleh dari matriks kebalikan Leontief model tertutup dengan memperlakukan rumah tangga sebagai variabel endogen dalam model. Pengganda tipe I merupakan penjumlahan efek awal, efek putaran pertama dan efek dukungan industri untuk tiap satu satuan efek awal. Sementara itu, pengganda tipe II diperoleh dari penjumlahan efek awal, efek putaran pertama, efek dukungan industri dan efek induksi konsumsi untuk tiap satuan efek awal. Pada pengganda output baik tipe I maupun tipe II, dampak diukur tiap satu satuan output, sedangkan pengganda pendapatan dan tenaga
155
kerja masing-masing diukur tiap satu satuan perubahan pendapatan dan tenaga kerja. 1. Pengganda Output Hasil perhitungan nilai pengganda output menunjukkan bahwa sektor industri gula di Kabupaten Pasuruan mempunyai nilai pengganda output (tipe I) sebesar 1.30. Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap industri gula sebesar 1 satuan maka akan meningkatkan output semua sektor dalam perekonomian sebesar 1.30 satuan. Nilai pengganda output industri gula ini menduduki peringkat ke-17 dari 40 sektor dan nilainya masih lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nilai pengganda output semua sektor y ang mencapai 1.36. Sementara itu, sektor perkebunan tebu memiliki nilai pengganda output sebesar 1.14 dan menduduki peringkat ke -26 dari 40 sektor. Sektor-sektor di Kabupaten Pasuruan yang memiliki nilai pengganda output terbesar adalah industri susu dan makanan dari susu (2.20), industri pupuk dan pestisida (1.94),industri kimia lain (1.9 4), industri makanan ternak (1.93) dan industri tekstil dan pakaian jadi (1.93). Jika efek induksi konsumsi dihitung maka nilai pengganda output yang dihasilkan menunjukkan nilai pengganda output tipe II. Nilai pengganda output industri gula dan perkebunan tebu dengan memperhitungkan efek induksi konsumsi, berturut-turut adalah 1.50 dan 1.48. Nilai pengganda output industri gula pada tipe II ini menunjukkan bahwa apabila permintaan industri gula meningkat sebesar 1 satuan maka akan meningkatkan output semua sektor dalam perekonomian sebesar 1.50 satuan baik secara langsung maupun tidak langsung ditambah efek konsumsi masyarakat. Nilai pengganda output industri gula pada tipe II juga lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nilai pengganda
156
output tipe II untuk semua sektor yang mencapai 1.82. Sektor-sektor yang memiliki nilai pengganda output tipe II peringkat lima terbesar berturut-turut adalah industri makanan lain (2.91), industri kimia lain (2.90), industri pupuk dan pestisida (2.88), industri tekstil dan pakaian jadi (2.81) dan industri makanan ternak (2.61). Nilai pengganda output tipe I dan II sektoral disajikan pada Tabel 48. Jika nilai pengganda output pada industri gula dianalisis lebih lanjut terlihat
bahwa efek putaran pertama dari meningkatnya permintaan akhir
industri gula lebih banyak dinikmati oleh sektor perkebunan tebu. Apabila permintaan akhir industri gula meningkat 1 satuan maka efek putaran pertama pada semua sektor sebesar 0.24 satuan dan efek putaran pertama yang dinikmati oleh sektor perkebunan tebu adalah 0.14 satuan (58.33 persen dari total efek putaran pertama). Nilai pengganda output industri gula di Kabupaten Pasuruan disajikan pada Tabel 49. 2. Pengganda Pendapatan Konsep pengganda output hanya men unjukkan tingkat ketergantungan (interdependence) struktural dari masing-masing sektor terhadap sektor-sektor lain dalam perekonomian. Dalam perspektif pembangunan ekonomi, pengaruh penciptaan kesempatan kerja dan pendapatan merupakan hal yang lebih diperhatikan (Richardson, 1972 dalam Siregar, 1998). Nilai pengganda pendapatan tipe I industri gula relatif tinggi yakni mencapai 1.97 dan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata nilai pengganda pendapatan seluruh sektor yang hanya 1.47. Nilai ini menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir industri gula meningkat 1 satuan maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua sektor sebesar 1.97 satuan,
157
baik secara langsung maupun tidak langsung. Nilai pengganda pendapatan industri gula menduduki peringkat ke-5 dari 40 sektor sedangkan empat sektor lainnya yang memiliki nilai pengganda pendapatan terbesar adalah sektor industri makanan ternak (3.26), industri susu dan makanan dari susu (3.23), industri kapuk randu (2.75) dan industri barang dari ol gam (2.42). Sementara itu nilai pengganda pendapatan pada perkebunan tebu hanya sebesar 1.15. Hal ini disebabkan rasio upah/tenaga kerja pada sektor industri gula (Rp 8.29 juta/TK) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkebunan tebu (Rp 0.54 juta/TK) sehingga nilai pengganda pendapatan yang tecipta dari industri gula lebih tinggi dibandingkan dengan perkebunan tebu. Industri gula juga memiliki nilai pengganda pendapatan tipe II yang relatif besar yakni 2.88. Nilai tersebut berarti jika terjadi peningkat an permintaan akhir industri gula sebesar 1 satuan akan meningkatkan pendapatan rumah tangga seluruh sektor, baik secara lansung maupun tidak langsung termasuk faktor induksi sebesar 2.88 satuan. Besarnya induksi konsumsi dari ni dustri gula adalah 0.91 satuan. Nilai ini merupakan peranan konsumsi rumah tangga dalam rangka menciptakan pengganda di semua sektor ekonomi, tiap perubahan satu satuan output industri gula. Nilai pengganda pendapatan Kabupaten Pasuruan untuk masing-masing sektor disajikan pada Tabel 50. Besar pengganda pendapatan yang diciptakan oleh industri gula menunjukkan bahwa sektor industri gula relatif potensial dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun demikian sama halnya dengan pengganda output, dampak pengganda pendapatan yang ditimbulkan sebagian besar hanya dapat dinikmati oleh sektor industri gula itu sendiri (Tabel 51). Sektor yang
158
memperoleh dampak terbesar kedua dari pengganda pendapatan industri gula adalah sektor perkebunan tebu. 3. Pengganda Tenaga Kerja Pengganda tenaga kerja mengukur jumlah tenaga kerja yang mampu terserap oleh semua sektor ekonomi yang disebabkan oleh peningkatan output atau permintaan akhir suatu sektor sebesar satu satuan. Hasil perhitungan pengganda tenaga kerja masing-masing sektor di Kabupaten Pasuruan disajikan pada Tabel 52. Dari Tabel ini terlihat bahwa nilai pengganda tenaga kerja tipe I untuk industri gula adalah 4.10 sedang kan perkebunan tebu sebesar 1.04. Nilai pengganda industri gula sebesar 4.10 menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan output akibat meningkatnya permintaan akhir industri gula sebesar 1
satuan
maka
akan
meningkatkan
penyerapan
tenaga
kerja
dalam
perekonomian sebanyak 4.10 orang (4 orang), baik secara langsung maupun tidak langsung. Dilihat dari nilai pengganda tenaga kerja, industri gula merupakan salah satu sektor yang mampu menciptakan dampak penyerapan tenaga kerja yang relatif besar, hal ini ditunjukkan oleh rangking nilai pengganda tenaga kerja industri gula menduduki peringkat ke-6 dari 40 sektor. Sektor-sektor lain yang memiliki dampak penyerapan tenaga kerja yang tinggi adalah sektor industri penggilingan padi-padian dan tepung (23.47), industri susu dan makanan dari susu (8 .76), industri makanan ternak (5.32), industri makanan lain (4.4 3) dan industri kimia lainnya (4.25). Nilai pengganda tenaga kerja yang memasukkan rumah tangga kedalam model atau pengganda tenaga kerja tipe II menunjukkan kondisi yang relatif sama. Pengganda tenaga kerja industri gula lebih besar dibandingkan dengan
159
rata-rata pengganda tenaga kerja seluruh sektor (3.91) walaupun hanya menduduki peringkat ke-12 dari 40 sektor yang ada, dengan nilai pengganda sebesar 4.41 sedangkan pada sektor perkebunan tebu nilai pengganda tenaga kerjanya sebesar 1.07. Sektor-sektor yang memiliki nilai pengganda tenaga kerja tipe II terbesar adalah industri penggilingan padi-padian dan tepung, industri susu dan makanan dari susu , industri kimia lain, industri makanan ternak dan industri makanan lain, dengan nilai pengganda tenaga kerja berturut-turut adalah 34.25, 11.11, 9.92, 9.30 dan 9.30. Nilai pengganda ini menunjukkan bahwa apabila kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan ditujukan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja maka industri gula tidak seharusnya menjadi prioritas utama. Sektor yang menjadi prioritas utama untuk menyerap tenaga kerja baru adalah sektor industri penggilingan padi-padian dan tepung karena perubahan satu satuan permintaan akhir pada sektor ini akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada semua sektor ekonomi sebanyak 34 orang. Sebagaimana yang terjadi pada pengganda output dan pendapatan, dampak pengganda tenaga kerja industri gula sebagian besar hanya dirasakan oleh sektor industri gula sendiri dan perkebunan tebu. Tabel 53 menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan output industri gula satu satuan, maka efek putaran pertama (first round effect ) akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja hanya pada sektor perkebunan tebu sebanyak 0.12 satuan dan sektor perdagangan sebanyak 0.01 satuan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa industri gula relatif lemah dalam mendorong penciptaan kesempatan kerja di sektor ekonomi lain.
Tabel 48.
Pengganda Output Masing-Masing Sektor Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Das ar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih
Initial 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
First 0.04 0.03 0.03 0.11 0.05 0.10 0.04 0.07 0.05 0.04 0.16 0.07 0.02 0.06 0.16 0.27 0.61 0.70 0.24 0.57 0.53 0.41 0.21 0.73 0.52 0.12 0.53 0.54 0.28 0.31 0.40 0.24
Indust 0.01 0.01 0.01 0.03 0.02 0.04 0.02 0.03 0.02 0.02 0.13 0.03 0.00 0.04 0.09 0.14 0.09 0.50 0.06 0.36 0.34 0.23 0.08 0.08 0.41 0.06 0.41 0.40 0.15 0.13 0.29 0.12
Cons’m 0.16 0.15 0.07 0.35 0.09 0.20 0.26 0.38 0.09 0.13 0.28 0.20 0.07 0.14 0.55 0.79 0.83 0.36 0.20 0.68 1.05 0.77 1.09 0.16 0.88 1.31 0.95 0.95 0.86 0.43 0.90 0.59
Total 1.21 1.20 1.11 1.48 1.16 1.35 1.32 1.48 1.16 1.19 1.57 1.31 1.09 1.24 1.81 2.20 2.54 2.57 1.50 2.61 2.91 2.41 2.38 1.97 2.81 2.48 2.88 2.90 2.28 1.88 2.59 1.94
Elast 0.03 0.09 0.57 0.15 0.89 0.84 0.76 0.56 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.09 0.00 1.59 0.32 1.78 0.15 2.49 0.55 0.81 0.01 0.92 1.35 2.33 0.02 1.32 1.69 0.84 0.65 0.16
Type I 1.05 1.04 1.04 1.14 1.07 1.14 1.06 1.10 1.07 1.06 1.29 1.10 1.02 1.10 1.26 1.41 1.71 2.20 1.30 1.93 1.87 1.64 1.29 1.81 1.93 1.17 1.93 1.95 1.43 1.44 1.69 1.36
Type II 1.21 1.20 1.11 1.48 1.16 1.35 1.32 1.48 1.16 1.19 1.57 1.31 1.09 1.24 1.81 2.20 2.54 2.57 1.50 2.61 2.91 2.41 2.38 1.97 2.81 2.48 2.88 2.90 2.28 1.88 2.59 1.94
Tabel 48.
Lanjutan
Sektor Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya
Initial 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
First 0.28 0.15 0.30 0.15 0.12
Indust 0.14 0.08 0.06 0.10 0.07
Cons’m 0.72 0.33 0.68 0.37 0.25
Total 2.14 1.55 2.04 1.62 1.44
Elast 2.04 0.61 0.41 0.12 0.00
Type I 1.43 1.22 1.37 1.25 1.19
Type II 2.14 1.55 2.04 1.62 1.44
1.00 1.00 1.00
0.00 0.14 0.00
0.00 0.08 0.00
0.00 0.32 0.00
1.00 1.55 1.00
0.81 0.17 0.00
1.00 1.22 1.00
1.00 1.55 1.00
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Tabel 49.
Pengganda Output Sektor Industri Gula Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia La innya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih
Initial 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
First 0.00 0.00 0.00 0.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.02 0.00
Indust 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.02 0.00
Total
(%) 0.00 0.00 0.00 0.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.04 0.00
0.00 0.00 0.02 10.89 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.00 0.00 0.00 0.02 0.03 0.00 78.20 0.00 0.22 0.02 0.00 0.00 0.30 0.03 0.07 1.24 0.08 0.06 2.81 0.19
Cons ’m 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.04 0.01 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.02 0.00
Total 0.00 0.00 0.02 0.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00 1.02 0.00 0.05 0.01 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.06 0.00
(%) 0.01 0.01 1.29 9.49 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.03 0.13 0.00 0.12 0.00 0.34 0.97 0.00 68.14 0.01 3.10 0.62 0.39 0.00 0.84 0.09 0.07 2.16 0.11 0.10 3.92 0.31
Tabel 49.
Lanjutan
Sektor Bangunan Perdagangan Hotel & Rest oran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa La innya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
Initial 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
First 0.00 0.05 0.00 0.01 0.00
Indust 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 1.00
0.00 0.00 0.00 0.24
0.00 0.00 0.00 0.06
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Total 0.00 0.05 0.00 0.01 0.00
(%) 0.00 4.13 0.08 0.66 0.37
Cons’m 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01
Total 0.00 0.07 0.01 0.01 0.01
0.00 0.01 0.00 1.30
0.00 0.52 0.00 100.00
0.00 0.01 0.00 0.20
0.00 0.02 0.00 1.50
(%) 0.01 4.39 0.37 0.83 0.76 0.12 1.26 0.00 100.00
Tabel 50.
Pengganda Pendapatan Masing-Masing Sektor Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia La innya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih
Initial 0.07 0.06 0.03 0.13 0.03 0.06 0.11 0.15 0.03 0.05 0.08 0.07 0.03 0.04 0.19 0.27 0.31 0.05 0.04 0.09 0.28 0.24 0.41 0.03 0.20 0.54 0.22 0.23 0.28 0.08 0.25 0.19
First 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.01 0.00 0.01 0.03 0.06 0.04 0.05 0.03 0.14 0.12 0.06 0.06 0.03 0.10 0.03 0.12 0.11 0.07 0.08 0.09 0.05
Indust 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 0.03 0.01 0.00 0.01 0.02 0.03 0.01 0.06 0.01 0.07 0.06 0.05 0.02 0.01 0.08 0.01 0.09 0.08 0.03 0.03 0.06 0.02
Cons’m 0.03 0.03 0.01 0.07 0.02 0.04 0.05 0.08 0.02 0.03 0.06 0.04 0.01 0.03 0.11 0.16 0.17 0.07 0.04 0.14 0.21 0.16 0.22 0.03 0.18 0.27 0.19 0.19 0.17 0.09 0.18 0.12
Total 0.10 0.10 0.04 0.22 0.06 0.13 0.17 0.25 0.06 0.09 0.18 0.13 0.05 0.09 0.36 0.51 0.54 0.23 0.13 0.44 0.68 0.50 0.71 0.10 0.57 0.85 0.61 0.61 0.55 0.28 0.59 0.38
Elast 0.04 0.12 0.83 0.17 1.49 1.27 0.91 0.61 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.15 0.00 1.38 0.21 3.27 0.28 4.54 0.45 0.70 0.01 1.87 1.35 1.46 0.02 1.25 1.46 1.58 0.58 0.16
Type I 1.10 1.09 1.11 1.15 1.34 1.39 1.09 1.10 1.34 1.27 1.55 1.22 1.09 1.44 1.28 1.31 1.18 3.23 1.97 3.26 1.64 1.44 1.19 2.75 1.93 1.07 1.93 1.87 1.35 2.42 1.59 1.38
Type II 1.60 1.60 1.62 1.68 1.96 2.03 1.59 1.60 1.96 1.86 2.26 1.78 1.59 2.10 1.86 1.91 1.72 4.71 2.88 4.75 2.39 2.10 1.73 4.01 2.82 1.56 2.82 2.73 1.97 3.53 2.32 2.01
Tabel 50.
Lanjutan
Sektor Bangunan Perdagangan Hotel & Rest oran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa La innya Kegiatan yng tak Jls Batasannya
Initial 0.21 0.10 0.26 0.11 0.07
First 0.08 0.03 0.03 0.04 0.02
Indust 0.03 0.02 0.01 0.02 0.01
Cons’m 0.15 0.07 0.14 0.08 0.05
0.00 0.10 0.00
0.00 0.03 0.00
0.00 0.02 0.00
0.00 0.07 0.00
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Total 0.46 0.21 0.44 0.24 0.16
Elast 2.12 0.83 0.34 0.17 0.00
Type I 1.53 1.45 1.17 1.53 1.53
Type II 2.23 2.11 1.71 2.23 2.23
0.00 0.21 0.00
0.00 0.23 0.00
0.00 1.48 0.00
0.00 2.16 0.00
Tabel 51.
Pengganda Pendapatan Sektor Industri Gula Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia La innya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih
Initial 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
First 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00
Indust 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00
(%) 0.00 0.00 0.01 21.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.00 0.00 0.00 0.08 0.15 0.00 51.49 0.00 0.94 0.06 0.00 0.00 0.89 0.28 0.24 4.17 0.33 0.07 10.51 0.52
Cons’m 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00
Total 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00
(%) 0.01 0.01 0.42 14.78 0.00 0.00 0.01 0.02 0.00 0.00 0.02 0.11 0.00 0.06 0.00 1.05 3.56 0.00 35.41 0.01 10.28 1.73 1.86 0.00 1.99 0.54 0.17 5.72 0.38 0.09 11.58 0.69
Tabel 51.
Lanjutan Sektor
Bangunan Perdagangan Hotel & Rest oran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa La innya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
Initial
First
Indust
Total
(%)
Cons’m
Total
(%)
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
0.00 6.22 0.29 1.04 0.40
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
0.02 5.21 1.11 1.04 0.65
0.00 0.00 0.00 0.04
0.00 0.00 0.00 0.03
0.00 0.00 0.00 0.01
0.00 0.00 0.00 0.09
0.00 0.76 0.00 100.00
0.00 0.00 0.00 0.04
0.00 0.00 0.00 0.13
0.00 1.43 0.00 100.00
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Tabel 52.
Pengganda Tenaga Kerja Masing-Masing Sektor Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia La innya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih
Initial 0.31 0.25 0.21 0.91 0.17 1.01 0.63 0.10 0.06 0.29 0.13 0.35 0.29 0.19 9.44 0.02 0.01 0.01 0.05 0.01 0.02 0.02 0.03 0.07 0.01 0.02 0.04 0.01 0.02 0.03 0.02 0.03
First 0.01 0.00 0.01 0.04 0.01 0.03 0.01 0.01 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00 0.01 0.02 0.12 0.05 0.14 0.02 0.02 0.02 0.01 0.12 0.01 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.02
Indust 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.04 0.01 0.03 0.03 0.03 0.00 0.01 0.01 0.00 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01
Cons’m 0.01 0.01 0.01 0.03 0.01 0.01 0.02 0.03 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.04 0.06 0.06 0.03 0.01 0.05 0.08 0.06 0.08 0.01 0.06 0.09 0.07 0.07 0.06 0.03 0.07 0.04
Total 0.33 0.26 0.22 0.98 0.19 1.06 0.66 0.14 0.07 0.31 0.17 0.38 0.29 0.21 9.49 0.11 0.19 0.12 0.21 0.12 0.14 0.13 0.13 0.22 0.11 0.13 0.14 0.12 0.10 0.08 0.11 0.09
Elast 0.03 0.08 0.54 0.11 0.83 0.66 0.60 0.53 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.08 0.00 4.01 4.27 7.72 0.44 8.88 1.75 1.83 0.02 1.37 3.93 6.13 0.03 4.53 3.54 1.08 1.49 0.25
Type I 1.02 1.02 1.03 1.04 1.04 1.04 1.01 1.12 1.13 1.02 1.12 1.04 1.01 1.02 1.00 2.58 23.47 8.76 4.10 5.32 4.43 3.04 1.49 2.77 3.25 1.63 1.80 4.25 1.90 1.46 2.42 1.73
Type II 1.06 1.07 1.05 1.07 1.08 1.05 1.04 1.39 1.25 1.05 1.28 1.08 1.03 1.08 1.01 5.55 34.25 11.11 4.41 9.30 9.30 5.47 3.80 2.93 8.19 6.54 3.57 9.92 4.78 2.42 5.90 3.13
Tabel 52.
Lanjutan
Sektor Bangunan Perdagangan Hotel & Rest oran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa La innya Kegiatan yng tak Jls Batasannya
Initial 0.76 0.18 0.22 0.23 0.04
First 0.01 0.01 0.06 0.01 0.01
Indust 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00
Cons’m 0.05 0.02 0.05 0.03 0.02
0.02
0.00
0.00
0.18 0.00
0.01 0.00
0.00 0.00
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Total 0.83 0.21 0.33 0.27 0.07
Elast 1.04 0.47 0.30 0.09 0.00
Type I 1.02 1.07 1.28 1.04 1.37
Type II 1.09 1.21 1.51 1.16 1.87
0.00
0.02
0.81
1.00
1.00
0.02 0.00
0.21 0.00
0.13 0.00
1.08 0.00
1.21 0.00
Tabel 53.
Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Gula Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia La innya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih
Initial 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
First 0.00 0.00 0.00 0.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Indust 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total
(%) 0.00 0.00 0.00 0.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.03 67.63 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.11 0.00 0.01 0.02 0.00 0.00 0.00 24.76 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.02 0.10 0.01 0.01 0.36 0.04
Cons’m 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 0.00 0.00 0.00 0.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
(%) 0.03 0.02 1.93 63.18 0.00 0.01 0.04 0.01 0.01 0.02 0.02 0.32 0.00 0.18 0.03 0.05 0.04 0.00 23.12 0.00 0.35 0.10 0.10 0.00 0.08 0.01 0.02 0.19 0.02 0.02 0.54 0.07
Tabel 53.
Lanjutan
Sektor Bangunan Perdagangan Hotel & Rest oran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa La innya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
Initial 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
First 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
Indust 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00
0.00
0.00 0.00 0.05
0.00 0.00 0.14
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Total 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
(%) 0.00 4.96 0.11 1.02 0.09
Cons’m 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
(%)
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.02
0.00 0.00 0.01
0.00 0.00 0.19
0.63 0.00 100.00
0.00 0.00 0.01
0.00 0.00 0.21
1.61 0.00 100.00
0.04 5.64 0.59 1.38 0.20
VIII. DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP KINERJA INDUSTRI GULA 8.1. Dampak Perubahan APBD Kabupaten Pasuruan Selama pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten Pasuruan, dana yang dialokasikan untuk belanja daerah (APBD) meningkat sebesar 56.64 persen atau senilai Rp 179 145.73 juta, 58.94 persen diantaranya merupakan konsumsi Pemerintah (pengeluaran rutin) atau senilai Rp 105 590.65 juta dan sisanya (41.06 persen) merupakan konsumsi untuk barang-barang modal (Rp 73 555.08 juta). Peningkatan pengeluaran rutin (konsumsi) Pemerintah Daerah mencapai 55.62 persen sedangkan untuk peningkatan PMTB Pemerintah Daerah mencapai 58.17 persen. Dari peningkatan konsumsi Pemerintah Daerah tersebut, 73.02 persen diantaranya dialokasikan untuk sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan. Sektor lain yang menerima peningkatan alokasi dana terbesar adalah sektor industri lainnya dan sektor jasa-jasa, masing-masing 10.44 persen dan 6.79 persen dari total peningkatan konsumsi Pemerintah. Sedangkan dari peningkatan dana untuk pembentukan barang modal, Rp 62 000.90 juta (84.29 persen) diantaranya dialokasikan untuk sektor industri lainnya sementara untuk sektor bangunan hanya memperoleh alokasi dana senilai Rp 6 046.85 juta (8.22 persen). Setelah penerapan kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Pasuruan, dana APBD untuk pengeluaran rutin (konsumsi Pemerintah Daerah) sebagian besar masih dialokasikan untuk sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan yakni sebesar 72.89 persen dari total konsumsi Pemda, sementara pada periode sebelum oto nomi daerah proporsi untuk sektor ini sedikit lebih rendah yakni 72.82 persen. Sektor lain yang memperoleh proporsi terbesar adalah sektor
173
industri lainnya (11.05 persen), listrik, gas dan air bersih (3.08 persen), angkutan dan komunikasi (3.06 persen) dan jasa-jasa lainnya (3.05 persen). Pada periode sebelum otonomi daerah (Tahun 2000), keempat sektor tersebut juga termasuk kelompok sektor yang memperoleh alokasi dana terbesar (Lampiran 13). Sementara itu, dana APBD yang merupakan PMTB Pemda, baik pada p eriode sebelum otonomi daerah maupun sesudah penerapan otonomi daerah, hanya dialokasikan pada lima sektor yakni sektor industri lainnya, bangunan, perdagangan, industri furniture dan angkutan dan komunikasi. Rincian PMTB Pemda Kabupaten Pasuruan secara lengkap disajikan pada Lampiran 14. Peningkatan dan perubahan terhadap alokasi dana APBD tersebut mengakibatkan penambahan total output Kabupaten Pasuruan sebesar Rp 237 554.42 juta. Dengan kata lain, peningkatan dan perubahan alokasi dana APBD setelah pelak sanaan otonomi daerah telah menimbulkan peningkatan terhadap total output sebesar 2.06 persen. Selain menimbulkan dampak terhadap output, perubahan nilai dan alokasi APBD yang baru, juga men ciptakan dampak terhadap peningkatan nilai tambah bruto dan penciptaan lapangan kerja baru . Total nilai tambah bruto yang tercipta dari peningkatan APBD tersebut adalah Rp 143 342.88 juta (2.90 persen), sedangkan total lapangan kerja yang tercipta sebesar 14 228 orang (2.10 persen). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan alokasi dana APBD yang baru memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan NTB dibandingkan terhadap peningkatan output dan penciptaan kesempatan kerja. Dampak perubahan APBD terhadap sektor industri gula di Kabupaten Pasuruan ternyata tidak men dorong adanya perubahan yang positif terhadap produksi output, penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja. Peningkatan dan perubahan alokasi dana APBD justru telah menimbulkan
174
penurunan output produk industri gula senilai Rp 118.41 juta. Penurunan output ini akhirnya mengakibatkan penyerapan tenaga kerja berkurang sebanyak 6 orang dan NTB yang tercipta menurun sebesar Rp 84.80 juta. Tebu sebagai penghasil bahan baku utama industri gula Kabupaten Pasuruan mengalami arah dampak yang sama terhadap kebijakan ini, yakni berupa penurunan output senilai Rp 16.46 juta dan penurunan nilai tambah bruto senilai Rp 12.49 juta. Pengurangan jumlah tenaga kerja pada usahatani tebu lebih tinggi dibandingkan dengan pengurangan tenaga kerja pada industri gula, yakni berkurang sebanyak 15 orang. Industri gula dan tebu bukan merupakan satu-satunya sektor yang mengalami dampak negatif dari perubahan alokasi dana APBD. Sektor-sektor lain y ang mengalami penurunan output diantaranya adalah sektor sayur dan buah, kopi, industri penggilingan padi-padian dan tepung (IGP&T), padi dan perikanan. Kontribusi kebijakan keuangan daerah yang baru terhadap peningkatan output, NTB dan penyerapan tenaga kerja ternyata hanya terkonsentrasi pada sektor pemerintahan umum dan pertahanan serta sektor bangunan . Dampak kebijakan yang terjadi pada sektor pemerintahan umum dan pertahanan mencapai 45.15 persen sedangkan untuk sektor bangunan sebesar 15.38 persen. Sektor-sektor yang berkontribusi besar terhadap pembentukan output domestik dan penciptaan nilai tambah bruto seperti industri kimia lain, industri makanan lain dan industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah (IP P) tidak memperoleh dampak yang berarti dari kebijakan ini. Dampak yang diakibatkan dari kebijakan ini hanya berpengaruh kurang dari 1 persen bahkan sektor sayur dan buah sebagai salah satu sektor yang termasuk kedalam
175
pencipta NTB dan penyerap lapangan kerja tertinggi mengalami penurunan output yang cukup besar senilai Rp 102.95 juta. Sektor yang termasuk kedalam salah satu kontributor penting dalam penciptaan output domestik dan NTB yang memperoleh dampak relatif besar dari kebijakan keuangan daerah ini adalah sektor industri lainnya (9.03 persen). Akibat yang ditimbulkan dari kebijakan ini telah meningkatkan output sektor industri lainnya senilai Rp 93 006,41 juta, NTB bertambah sebesar Rp 32 189.92 juta dan lapangan kerja yang tersedia meningkat sebanyak 1 751 orang. Rincian dampak perubahan APBD terhadap output, NTB dan penyerapan tenaga kerja menuru t sektor disajikan pada Tabel 54, 55 dan 56. Dari Tabel 54 terlihat bahwa komposisi dari total pertambahan output (Rp 237 554.42 juta) akibat perubahan APBD hanya terkonsentrasi pada dua sektor, yakni sektor industri lainnya dan sektor pemerintahan umum dan pertahanan. Kontribusi kedua sektor ini terhadap total dampak output mencapai 71.61 persen dimana 39.15 persen dari total pertambahan output tersebut berupa output sektor industri lainnya sedangkan kontribusi output sektor pemerintahan umum dan pertahanan mencapai 32.46 persen dari total dampak output. Komposisi dampak NTB akibat perubahan APBD juga terkonsentrasi pada sektor industri lainnya dan sektor pemerintahan umum dan pertahanan. Kontribusi kedua sektor ini terhadap pembentukan NTB mencapai Rp 109 290.85 juta atau 76.24 persen.
Sedangkan sektor-sektor lainnya seperti jasa-jasa
lainnya, angkutan dan komunikasi serta sektor perdagangan hanya berkontribusi kurang dari 5 persen terhadap total dampak NTB.
176
Tabel 56 menunjukkan bahwa komposisi dampak penyerapan tenaga kerja akibat perubahan APBD relatif tidak terkonsentrasi bila dibandingkan dengan dampak output dan NTB. Dari 14 228 orang tenaga kerja baru yang mampu diserap dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan, 5 238 orang atau 36.81 persen diantarany a terserap di sektor bangunan, 1 751 orang (12.31 persen) di sektor industri lain dan 1 558 orang (10.95 persen) terserap di sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan. Peningkatan jumlah tenaga kerja y ang relatif tinggi pada sektor pemerintahan umum dan pertahanan merupakan konsekuensi logis dari adanya kebijakan otonomi daerah dimana meningkatnya kewenangan daerah akan selalu membutuhkan sumberdaya manusia (aparatur pemerintah) yang lebih banyak untuk menjalankan kewenangan tersebut. Peningkatan jumlah pegawai Pemda ini tidak berarti Pemda menyerap tenaga kerja baru tetapi bisa juga bermakna meningkatnya jumlah pegawai Pemerintah Pusat yang ditransfer menjadi pegawai Pemerintah Daerah. 8.2. Dampak Perubahan APBD dan Investasi Swasta Pelaksanaan otonomi daerah juga didasarkan pada adanya kehendak untuk meningkatkan partisipasi yang lebih besar bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan, khususnya pembangunan perekonomian daerah. Partisipasi masyarakat pada perekonomian daerah dicerminkan oleh adanya kegiatan investasi swasta. Nilai investasi swasta yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengeluaran untuk kegiatan pengadaan atau pembelian barang-barang modal (barang-barang yang digunakan dalam proses produksi, yang umur pemakaiannya satu tahun atau lebih) oleh masyarakat. Dalam model I-O, istilah investasi ini disebut sebagai Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
177
Tabel 54 .
Dampak Perubahan APBD Kabupaten Pasuruan T erhadap Output Sektoral
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
5 352.77 4 110.03 844 392.33 20 284.00 60 510.00 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667.79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64
Kondisi Shock (Juta Rp) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -0.48 0.00 0.00 -0.55 0.00 0.00
787 663.10 390 104.74
Kondisi Awal (Juta Rp)
Dampak (Juta Rp)
Perubahan (%)
-11.22 3.14 -102.95 -16.46 31.06 0.27 -7.84 0.06 136.87 21.87 2.06 1 140.25 37.19 -11.63 11.68
-0.2096 0.0765 -0.0122 -0.0811 0.0513 0.0240 -0.0915 0.0015 1.3110 0.5962 0.0014 2.5317 0.4765 -0.0157 3.3586
0.00
123.94
0.0157
-953.50
-841.64
-0.2157
455 000.17
0.00
-0.04
0.0000
116 270.13 457 069.00 1 254 210.60 319 311.96 102 090.47 20 699.06 694 069.84 634 683.64 3 528.47 1 801 802.13 472 178.25 95 716.67 1 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.53 183 475.57 203 753.08
-139.93 0.00 0.00 35.28 0.00 0.00 673.20 1 751.89 0.00 -697.86 0.00 638.75 73 024.29 1 711.96 6 862.83 4 993.48 1 754.35 4 718.92 502.64
-118.41 18.23 283.98 76.87 2.54 44.83 9 279.60 2 579.62 33.30 14 778.16 2 787.35 1 965.55 93 006.41 3 001.20 6 862.96 5 961.24 2 228.29 6 589.24 2 083.62
-0.1018 0.0040 0.0226 0.0241 0.0025 0.2166 1.3370 0.4064 0.9437 0.8202 0.5903 2.0535 9.0319 3.2427 15.3820 1.0750 1.8541 3.5913 1.0226
170 751.40
77 100.93
77 100.93
45.1539
295 431.94
7 169.55
8 472.30
2.8678
0.00
0.00
0.00
-
11 536 342.25
179 145.73
237 554.42
2.0592
178
Tabel 55.
Dampak Perubahan AP BD Kabupaten Pasuruan T erhadap NTB Sektoral
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
4 811.44 3 722.67 793 827.85 15 394.01 55 503.33 941.21 7 274.40 3 229.76 9 576.18 3 344.29 111 063.91 38 386.76 7 437.17 66 498.67 225.14
Kondisi Shock (Juta R p) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -0.48 0.00 0.00 -0.55 0.00 0.00
363 301.52 28 532.15
Kondisi Awal (Juta Rp)
Dampak (Juta Rp)
Perubahan (%)
-10.09 2.85 -96.78 -12.49 28.49 0.23 -6.66 0.05 125.54 19.94 1.56 971.84 35.44 -10.41 7.56
-0.2096 0.0765 -0.0122 -0.0811 0.0513 0.0240 -0.0915 0.0015 1.3110 0.5962 0.0014 2.5317 0.4765 -0.0157 3.3586
0.00
57.16
0.0157
-953.50
-61.56
-0.2157
112 791.23
0.00
-0.01
0.0000
83 270.08 154 098.40 233 129.65 112 986.98 38 499.41 4 980.21 193 279.99 215 320.84 901.20 418 983.35 206 637.30 58 511.47 356 401.26 52 941.54 22 665.35 415 670.68 53 016.39 136 066.62 164 942.86
-139.93 0.00 0.00 35.28 0.00 0.00 673.20 1 751.89 0.00 -697.86 0.00 638.75 73 024.29 1 711.96 6 862.83 4 993.48 1 754.35 4 718.92 502.64
-84.80 6.15 52.79 27.20 0.96 10.79 2 584.12 875.15 8.50 3 436.45 1 219.81 1 201.54 32 189.92 1 716.76 3 486.38 4 468.34 982.99 4 886.62 1 686.74
-0.1018 0.0040 0.0226 0.0241 0.0025 0.2166 1.3370 0.4064 0.9437 0.8202 0.5903 2.0535 9.0319 3.2427 15.3820 1.0750 1.8541 3.5913 1.0226
170 751.40
77 100.93
77 100.93
45.1539
224 316.88
7 169.55
6 432.89
2.8678
0.00
0.00
0.00
-
4 943 233.54
179 145.73
143 342.88
2.8998
179
Tabel 56.
Dampak Perubahan APBD Kabupaten Pasuruan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
1 677 1 013 173 953 18 544 10 496 1 144 5 417 428 608 1 075 19 094 15 653 2 233 14 391 3 282
Kondisi Shock (Juta Rp ) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -0.48 0.00 0.00 -0.55 0.00 0.00
15 078 2 175
Kondisi Awal (Orang )
Dampak (Orang )
Perubahan (%)
-4 1 -21 -15 5 0 -5 0 8 6 0 396 11 -2 110
-0.2096 0.0765 -0.0122 -0.0811 0.0513 0.0240 -0.0915 0.0015 1.3110 0.5962 0.0014 2.5317 0.4765 -0.0157 3.3586
0.00
2
0.0157
-953.50
-5
-0.2157
5 061
0.00
0
0.0000
5 417 5 694 19 543 7 384 3 487 1 523 8 972 12 261 137 21 831 10 149 3117 19 392 2 811 34 051 97 955 26 548 42 045 7376
-139.93 0.00 0.00 35.28 0.00 0.00 673.20 1 751.89 0.00 -697.86 0.00 638.75 73 024.29 1 711.96 6 862.83 4 993.48 1 754.35 4 718.92 502.64
-6 0 4 2 0 3 120 50 1 179 60 64 1 751 91 5 238 1 053 492 1 510 75
-0.1018 0.0040 0.0226 0.0241 0.0025 0.2166 1.3370 0.4064 0.9437 0.8202 0.5903 2.0535 9.0319 3.2427 15.3820 1.0750 1.8541 3.5913 1.0226
3 450
77 100.93
1 558
45.1539
52 030
7 169.55
1 492
2.8678
0
0.00
0
-
676 495
179 145.73
14 228
2.1032
Investasi swasta yang terbentuk pada periode pelaksanaan otonomi daerah telah meningkat sebesar 51.78 persen atau senilai Rp 35 169.35 juta. Dari total nilai pertambahan tersebut, 40.15 persen diantaran ya digunakan pada
180
sektor bangunan (Rp 14 120.99 juta), 20. 61 persen untuk industri furniture dan 18.20 persen untuk industri lainnya. Sedangkan pada sektor-sektor lainnya, seperti industri tekstil dan pakaian jadi, industri logam dasar, industri barang dari logam, peternakan lainnya dan angkutan dan komunikasi, proporsinya kurang dari 10 persen. Perbedaan komposisi investasi swasta di Kabupaten Pasuruan sebelum dan sesudah otonomi daerah secara rinci disajikan pada Lampiran 1 5. Kebijakan keuangan daerah yang diikuti oleh peningkatan investasi (PMTB) swasta menyebabkan p eningkatan total output, NTB dan penyerapan tenaga kerja masing-masing sebesar 2.51 persen, 3.33 persen dan 6.14 persen. Dengan kata lain, peningkatan pada APBD dan investasi swasta senilai Rp 214 315.08 juta men imbulkan dampak berupa pertambah an total output senilai Rp 289 094.56 juta, pertambahan NTB sebesar Rp 164 713.25 juta dan lapangan kerja yang tercipta dari kebijakan ini adalah 26 162 orang. Sebagaimana yang terjadi pada sken ario 1 (peningkatan APBD Kabupaten Pasuruan), peningkatan APBD yang diikuti oleh peningkatan PMTB oleh masyarakat (swasta) juga memberikan
pengaruh
yang
lebih
besar
terhadap
penurunan
tingkat
pengangguran dan penciptaan NTB dibandingkan dengan pembentukan outputnya. Dampak kebijakan pada skenario 2 terhadap kinerja industri gula di Kabupaten Pasuruan tidak jauh berbeda dari dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan pada skenario 1. Perubahan permintaan akhir melalui peningkatan pengeluaran Pemda dan PMTB senilai Rp 214 315.08 juta belum mampu meningkatkan produksi output, NTB dan penyerapan lapangan kerja pada industri gula. Penurunan produksi output industri gula mencapai Rp 113.82 juta, pembentukan NTB berkurang senilai Rp 81.15 juta sehingga kemampuan sektor
181
ini dalam menyerap tenaga kerja berkurang sebanyak 5 orang. Penurunan kinerja industri gula menimbulkan dampak yang sama pada sektor hulu industri ini, yakni sektor perkebunan tebu. Dampak perubahan APBD dan investasi swasta mengakibatkan perkebunan tebu Kabupaten Pasuruan mengalami penurunan produksi senilai Rp 15.81 juta yang kemudian diikuti juga dengan penurunan jumlah tenaga kerja dan pembentukan nilai tambah bruto. Kebijakan perubahan APBD dan pen ingkatan pada investasi swasta memberikan dampak yang besar pada sektor bangunan dan sektor pemerintahan umum dan pertahanan. Kontribusi kebijakan ini terhadap peningkatan output sektor bangunan mencapai 47.03 persen sedangkan pada sektor pemerintahan umum dan pertahanan mencapai 45.15 persen. Tingginya kontribusi kebijakan ini pada sektor bangunan merupakan akibat dari adan ya peningkatan investasi swasta yang sebagian besar dialokasikan pada sektor bangunan (40.15 persen dari total pertambahan investasi swasta). Pada sektor pemerintahan umum dan pertahanan, tingginya nilai kontribusi kebijakan lebih disebabkan karena alokasi dari peningkatan dana APBD sebagian besar dialokasikan untuk sektor pemerintahan umum dan pertahanan (43.04 persen dari total peningkatan APBD). Sektor industri lainnya merupakan sektor berikutnya yang memperoleh dampak relatif besar dari kebijakan ini, yakni sebesar 10.13 persen . Kebijakan perubahan APBD yang diikuti oleh peningkatan investasi swasta menyebabkan output sektor industri lainnya meningkat sebesar Rp 104 368.52 juta, NTB dan penyerapan tenaga kerja juga mengalami pertambahan, masing-masing sebesar Rp 36 122.40 juta dan 1 965 orang tenaga kerja baru. Secara umum kebijakan keuangan Pemda yang diikuti oleh peningkatan investasi swasta menimbulkan dampak yang lebih baik bagi peningkatan output,
182
NTB dan penyerapan tenaga kerja sektoral. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 57, 58 dan 59 , bahwa dampak output, NTB dan penyerapan tenaga kerja masingmasing sektor mengalami peningkatan. Investasi swasta mampu berperan dalam mengurangi tingkat penurunan output, NTB dan penyerapan lapangan kerja pada sektor-sektor yang mengalami dampak negatif dari perubahan alokasi APBD. Sektor-sektor yang berkontribusi besar sebagai pencipta output domestik dan pembentuk NTB seperti industri kimia lain, industri makanan lain, IPP daging, ikan, sayur dan buah masih belum memperoleh dampak yang besar dari peningkatan
investasi
swasta
karena
pengaruh
kebijakan
ini
terhadap
pertumbuhan output dan NTB masih kurang dari 1 persen. Bahkan dampaknya terhadap sektor sayur dan buah juga masih negatif (-0.01 persen). Sektor-sektor yang berkontribusi besar terhadap pengurangan tingkat pengagguran di Kabupaten Pasuruan seperti sektor perdagangan dan jasa-jasa lainnya menerima dampak yang lebih besar (lebih dari 1 persen) dibandingkan sektor-sektor kontributor utama pencipta output domestik. Hal inilah yang menyebabkan kebijakan ini berpengaruh lebih besar terhadap penciptaan lapangan kerja dibandingkan dengan penciptaan output domestik. Komposisi dampak output dan damp ak nilai tambah bruto pada skenario ini masih terkonsentrasi pada sektor industri lainnya dan sektor pemerintahan umum
dan
pertahanan,
walaupun
dibandingkan pada skenario 1.
kontribusinya
mengalami
penurunan
Kontribusi kedua sektor ini terhadap total
damp ak output mencapai 62.77 persen sedangkan kontribusinya terhadap total dampak NTB senilai 68.74 persen. Penurunan kontribusi kedua sektor ini disebabkan oleh makin meningkatnya kontribusi sektor bangunan sebagai akibat adanya investasi swasta yang makin besar. Meningkatnya kontribusi sektor
183
bangunan tidak hanya terjadi pada dampak output dan NTB namun juga terjadi pada dampak penyerapan tenaga kerja. Tabel 57.
Dampak Perubahan APBD dan Investasi Swasta Terhadap Output Sektoral
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Ke lapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainny a Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
5 352.77 4 110.03 844 392.33 20 284.00 60 510.00 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667.79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64
Kondisi Shock (Juta Rp ) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -0.48 0.00 171.45 -0.55 0.00 0.00
787 663.10
Kondisi Awal (Juta Rp)
Dampak (Juta Rp)
Perubahan (%)
-10.89 3.37 -84.30 -15.81 126.48 0.34 -7.61 0.07 218.57 26.35 2.27 1 465.79 129.17 -8.06 16.79
-0.2034 0.0821 -0.0100 -0.0779 0.2090 0.0297 -0.0888 0.0016 2.0936 0.7184 0.0015 3.2545 1.6550 -0.0109 4.8294
0.00
142.51
0.0181
390 104.74
-953.50
-817.23
-0.2095
455 000.17
0.00
-0.04
0.0000
116 270.13 457 069.00 1 254 210.60 319 311.96 102 090.47 20 699.06 694 069.84 634 683.64 3 528.47 1 801 802.13 472 178.25 95 716.67 1 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.53 183 475.57 203 753.08
-139.93 0.00 0.00 35.28 0.00 0.00 3 819.53 8 999.36 0.00 -697.86 2 678.07 1 962.99 79 425.53 1 711.96 20 983.82 5 029.05 1 754.35 4 762.91 502.64
-113.82 23.49 382.66 83.88 2.68 185.57 14 804.98 10 678.46 38.41 17 547.14 7 679.36 3 731.63 104 368.52 3 378.93 20 984.19 6 239.81 2 306.06 7 252.39 2 505.11
-0.0979 0.0051 0.0305 0.0263 0.0026 0.8965 2.1331 1.6825 1.0886 0.9739 1.6264 3.8986 10.1353 3.6509 47.0320 1.1252 1.9188 3.9528 1.2295
170 751.40
77 100.93
77 100.93
45.1539
295 431.94
7 169.55
8 726.40
2.9538
0.00
0.00
0.00
-
11 536 342.25
214 315.08
289 094.56
2.5059
184
Tabel 58.
Dampak Perubahan APBD dan Investasi Swasta T erhadap NTB Sektoral
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
4 811.44 3 722.67 793 827.85 15 394.01 55 503.33 941.21 7 274.40 3 229.76 9 576.18 3 344.29 111 063.91 38 386.76 7 437.17 66 498.67 225.14
Kondisi Shock (Juta Rp) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -0.48 0.00 171.45 -0.55 0.00 0.00
363 301.52
Kondisi Awal (Juta Rp)
Dampak (Juta Rp)
Perubahan (%)
-9.79 3.06 -79.25 -12.00 116.01 0.28 -6.46 0.05 200.49 24.02 1.72 1 249.30 123.09 -7.22 10.87
-0.2034 0.0821 -0.0100 -0.0779 0.2090 0.0297 -0.0888 0.0016 2.0936 0.7184 0.0015 3.2545 1.6550 -0.0109 4.8294
0.00
65.73
0.0181
28 532.15
-953.50
-59.77
-0.2095
112 791.23
0.00
-0.01
0.0000
83 270.08 154 098.40 233 129.65 112 986.98 38 499.41 4 980.21 193 279.99 215 320.84 901.20 418 983.35 206 637.30 58 511.47 356 401.26 52 941.54 22 665.35 415 670.68 53 016.39 136 066.62 164 942.86
-139.93 0.00 0.00 35.28 0.00 0.00 3 819.53 8 999.36 0.00 -697.86 2 678.07 1 962.99 79 425.53 1 711.96 20 983.82 5 029.05 1 754.35 4 762.91 502.64
-81.51 7.92 71.13 29.68 1.01 44.65 4 122.79 3 622.74 9.81 4 080.34 3 360.69 2 281.14 36 122.40 1 932.83 10 659.97 4 677.14 1 017.29 5 378.42 2 027.95
-0.0979 0.0051 0.0305 0.0263 0.0026 0.8965 2.1331 1.6825 1.0886 0.9739 1.6264 3.8986 10.1353 3.6509 47.0320 1.1252 1.9188 3.9528 1.2295
170 751.40
77 100.93
77 100.93
45.1539
224 316.88
7 169.55
6 625.82
2.9538
0.00
0.00
0.00
-
4 943 233.54
214 315.08
164 713.25
3.3321
185
Tabel 59.
Dampak Perubahan APBD dan Investasi Swasta T erhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
1 677 1 013 173 953 18 544 10 496 1 144 5 417 428 608 1 075 19 094 15 653 2 233 14 391 3 282
Kondisi Shock (Juta Rp ) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -0.48 0.00 171.45 -0.55 0.00 0.00
15 078 2 175
Kondisi Awal (Orang )
Dampak (Orang )
Perubahan (%)
-3 1 -17 -14 22 0 -5 0 13 8 0 509 37 -2 159
-0.2034 0.0821 -0.0100 -0.0779 0.2090 0.0297 -0.0888 0.0016 2.0936 0.7184 0.0015 3.2545 1.6550 -0.0109 4.8294
0.00
3
0.0181
-953.50
-5
-0.2095
5 061
0.00
0
0.0000
5 417 5 694 19 543 7 384 3 487 1 523 8 972 12 261 137 21 831 10 149 3117 19 392 2 811 34 051 97 955 26 548 42 045 7376
-139.93 0.00 0.00 35.28 0.00 0.00 3 819.53 8 999.36 0.00 -697.86 2 678.07 1 962.99 79 425.53 1 711.96 20 983.82 5 029.05 1 754.35 4 762.91 502.64
-5 0 6 2 0 14 191 206 1 213 165 122 1 965 103 16 015 1 102 509 1 662 91
-0.0979 0.0051 0.0305 0.0263 0.0026 0.8965 2.1331 1.6825 1.0886 0.9739 1.6264 3.8986 10.1353 3.6509 47.0320 1.1252 1.9188 3.9528 1.2295
3 450
77 100.93
1 558
45.1539
52 030
7 169.55
1 537
2.9538
0.00
0.00
0
-
676 495
214 315.08
26 162
4.0275
186
8.3. Dampak Perubahan APBD, Investasi Swasta dan Ekspor Pelaksanaan desentralisasi (otonomi daerah) diharapkan akan mendorong kelancaran arus perdagangan antar daerah melalui pemanfaatan keunggulan komparatif antar wilayah . Pemerintah Daerah memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendukung kegiatan produksi dan perdagangan bagi sektor-sektor y ang memiliki keunggulan di wilayahnya, baik melalui regulasi maupun pengalokasian dana APBD yang lebih besar bagi sektor-sektor tersebut (Damuri dan Amri, 2003). Dalam model I-O, kegiatan perdagangan baik perdagangan antar Kabupaten, antar Provinsi maupun antar Negara dimasukkan dalam kolom ekspor. Peranan ekspor terhadap permintaan akhir (Tabel IO Total) di Kabupaten Pasuruan mencapai 57.87 persen (Tabel 33) sehingga perubahan -perubahan pada ekspor akan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi perekonomian daerah.
Pada periode sesudah otonomi daerah, ekspor di
Kabupaten Pasuruan meningkat sebesar Rp 1 436 102.27 juta. Peningkatan ekspor tertinggi disumbang oleh sektor industri kimia lainnya yakni 23.98 persen. Artinya dari peningkatan ekspor senilai RP 1436 102.27 juta, Rp 344 433.31 juta merupakan ekspor dari produk-produk industri kimia lainnya.
Selain dalam
bentuk produk industri kimia lainnya, peningkatan ekspor Kabupaten Pasuruan terbesar disumbang oleh sektor industri furniture sebanyak 14.15 persen, sektor industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah sebanyak 11.97 persen dan industri logam dasar sebanyak 10.11 persen atau senilai Rp 171 894.48 juta. Peningkatan ekspor pada industri gula hanya menempati rangking ke-18 dari 40 sektor dengan nilai ekspor sebesar Rp 2 869.01 juta atau hanya berkontribusi sebesar 0.20 persen dari total peningkatan ekspor.
187
Perbedaan nilai ekspor dan komposisi ekspor pada saat sebelum dan sesudah otonomi daerah secara lengkap disajikan pada Lampiran 16. Kebijakan keuangan daerah yang dikuti oleh peningkatan investasi swasta dan ekspor menyebabkan peningkatan yang tinggi pada total produksi output domestik, NTB dan penyerapan lapangan kerja di Kabupaten Pasuruan. Kontribusi kebijakan terhadap perubahan output mencapai 22.89 persen atau senilai Rp 2 640 195.99 juta. Kebijakan ini menyebabkan p embentukan NTB dan penciptaan lapangan kerja masing-masing sebesar 21.37 persen dan 18.36 persen. Tidak seperti yang terjadi pada kebijakan skenario 1 (peningkatan APBD) dan 2 (Peningkatan APBD dan investasi swasta), adanya peningkatan ekspor menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap pembentukan output dibandingkan dengan pembentukan NTB maupun penciptaan lapangan kerja. Dampak yang tercipta akibat penerapan kebijakan keuangan daerah yang diikuti dengan perubahan investasi swasta dan ekspor memiliki komposisi yang relatif tidak terkonsentrasi, yakni dilihat dari proporsi dampak masing-masing sektor terhadap dampak total. Hal ini tidak seperti yang terjadi pada kebijakan skenario 1 dan 2, dimana dampak output dan NTB yang tercipta hanya terkonsentrasi pada dua sektor yakni sektor pemerintahan umum dan pertahanan dan sektor industri lainnya, sementara dampak penyerapan tenaga kerjanya terkonsentrasi pada sektor bangunan, industri lain serta sektor pemerintahan umum dan pertahanan. Pada penerapan kebijakan ini, 5 sektor yang memiliki proporsi tertinggi terhadap total dampak output yang tercipta adalah sektor industri kimia lainnya (23.34 persen), industri lainnya (12.36 persen), industri logam dasar (8.73 persen), industri furniture (8.41 persen) dan sektor IPP daging, ikan, sayur dan
188
buah (6.86 persen). 5 sektor yang memiliki proporsi tertinggi terhadap total dampak NTB adalah sektor industri kimia lainnya (13.57 persen), industri lainnya (10.69 persen), industri logam dasar (9.55 persen), IPP daging, ikan, sayur dan buah (7.91 persen) dan sektor perdagangan (7.49 persen) sedangkan sektorsektor yang memliki proporsi tertinggi terhadap total dampak penyerapan tenaga kerja adalah sektor perdagangan (15.63 persen), bangunan (13.45 persen), angkutan dan komunikasi (8.99 persen), industri kimia lainnya (6.26 persen), dan sektor jasa-jasa lainnya (5.4 2 persen). Kontribusi industri gula terhadap pembentukan dampak output, NTB dan penyerapan tenaga kerja relatif kecil (kurang dari 1 persen), yakni berturut-turut adalah 0.55 persen, 0.98 persen dan 0.57 persen. Kinerja industri gula dan perkebunan tebu yang diukur dari pertambahan output, NTB dan penyerapan tenaga kerja pada kondisi penerapan kebijakan skenario 3 (Peningkatan dana APBD, investasi swasta dan ekspor) mengalami peningkatan yang relatif tinggi, yakni 12.45 persen untuk industri gula dan 14.39 persen untuk perkebunan tebu. Pelaksanaan kebijakan ini telah berkontribusi pada peningkatan output industri gula dan perkebunan tebu, masing-masing senilai Rp 14 480.27 juta dan Rp 2 918.26 juta (Tabel 60). NTB industri gula dan perkebunan tebu mengalami peningkatan senilai Rp 10 370.45 juta dan Rp 2 214.73 juta (Tabel 61) sedangkan kontribusi kebijakan ini terhadap penyerapan lapangan kerja di industri gula dan perkebunan tebu masing-masing sebesar 675 orang dan 2 668 orang (Tabel 62). Jika dilihat perbandingan kontribusi kebijakan terhadap pertambahan output, NTB dan kesempatan kerja pada sektor industri gula dan perkebunan tebu menunjukkan bahwa dampak kebijakan yang tercipta pada perkebunan
189
tebu lebih tinggi (14.39 persen) daripada yang terbentuk pada industri gula (12.45 persen). Hal ini disebabkan bahwa komposisi permintaan akhir industri gula lebih banyak digunakan untuk konsumsi rumah tangga (54.22 persen) sedangkan permintaan akhir perkebunan tebu lebih banyak digunakan untuk ekspor (62.65 persen) (Lampiran 17) sehinggan shock kebijakan peningkatan ekspor telah memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap perkebunan tebu dibandingkan terhadap industri gula itu sendiri. Sektor-sektor yang memperoleh dampak terbesar dari adanya skenario kebijakan peningkatan APBD yang diikuti dengan peningkatan investasi swasta d an ekspor adalah sektor industri logam dasar (48.83 persen), industri barang dari logam (48.54 persen), bangunan (47.12 persen), pemerintahan umum dan pertahanan (45.15 persen) dan sektor tambang dan galian (40.42 persen). Rincian dampak perubahan APBD, investasi swasta dan ekspor terhadap output, NTB dan kesempatan kerja disajikan pada Tabel 60, 61 dan 62. 8.4. SINTESIS HASIL PENELITIAN Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 di Kabupaten Pasuruan dilaksanakan oleh Bupati beserta perangkatnya yakni Sekretariat Daerah, Dinas, Lembaga Teknis, Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Perangkat daerah tersebut berada di bawah dan langsung bertangggung jawab kepada Bupati melalui Sekretariat Daerah. Secara umum, organisasi perangkat daerah Kabupaten Pasuruan dibuat menjadi lebih sederhana, yakni dengan menggabungkan atau menghilangkan bagian-bagian y ang tidak perlu seperti pada susunan organisasi sekretariat daerah dan dinas daerah.
190
Pembentukan dinas daerah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah belum sepenuhnya diterapkan sesuai UU No. 22 Tahun 1999 karena adanya perundangan yang saling bertentangan. Hal ini terjadi pada kewenangan bidang Tabel 60.
Dampak Perubahan APBD, Investasi Swasta dan Ekspor Terhadap Output Sektoral
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur& Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdaga ngan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
5 352.77 4 110.03 844 392.33 20 284.00 60 510.00 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667.79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64
Kondisi Shock (Juta Rp ) 0.00 31.68 1.25 713.00 15 720.03 239.29 1 659.02 541.88 0.00 -0.48 0.00 171.45 -0.55 1 192.82 0.00
787 663.10
Kondisi Awal (Juta Rp)
Dampak (Juta Rp)
Perubahan (%)
487.96 426.24 18 403.64 2 918.26 19 315.46 270.57 1 999.35 544.16 1 429.25 543.16 35 806.93 7 917.32 2 718.76 10 920.90 140.52
9.1160 10.3707 2.1795 14.3870 31.9211 23.9658 23.3296 12.9816 13.6901 14.8090 24.3917 17.5788 34.8349 14.7094 40.4196
145 144.97
181 067.21
22.9879
390 104.74
10 919.50
36 522.90
9.3623
455 000.17
80 785.60
116 223.56
25.5436
116 270.13 457 069.00 1 254 210.60 319 311.96 102 090.47 20 699.06
2 729.08 111 531.34 60 090.46 27 203.11 0.00 1 316.05
14 480.27 116 360.95 130 399.51 41 595.82 25.63 5 176.16
12.4540 25.4581 10.3969 13.0267 0.0251 25.0067
694 069.84
41 945.26
93 386.46
13.4549
634 683.64 3 528.47 1 801 802.13 472 178.25 95 716.67 1 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.53 183 475.57 203 753.08
212 205.46 0.00 343 735.45 174 572.55 29 086.94 179 037.05 1 711.96 20 983.82 69 355.33 14 156.97 9 132.31 515.30
222 071.70 661.70 616 346.39 230 551.82 46 464.29 326 378.28 16 395.20 21 024.24 105 562.93 20 417.85 46 780.19 34 665.62
34.9894 18.7531 34.2072 48.8273 48.5436 31.6949 17.7147 47.1218 19.0358 16.9893 25.4967 17.0135
170 751.40
77 100.93
77 100.93
45.1539
295 431.94
16 888.51
36 693.91
12.4204
0.00
0.00
0.00
-
11 536 342.25
1 650 417.34
2 640 195.99
22.8859
191
Tabel 61.
Dampak Perubahan APBD, Investasi Swasta dan Ekspor Terhadap NTB Sektoral
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur& Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perda gangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
4 811.44 3 722.67 793 827.85 15 394.01 55 503.33 941.21 7 274.40 3 229.76 9 576.18 3 344.29 111 063.91 38 386.76 7 437.17 66 498.67 225.14
Kondisi Shock (Juta Rp) 0.00 31.68 1.25 713.00 15 720.03 239.29 1 659.02 541.88 0.00 -0.48 0.00 171.45 -0.55 1 192.82 0.00
363 301.52
Kondisi Awal (Juta Rp)
Dampak (Juta Rp)
Perubahan (%)
438.61 386.07 17 301.58 2 214.73 17 717.28 225.57 1 697.09 419.28 1 310.99 495.26 27 090.42 6 747.94 2 590.73 9 781.55 91.00
9.1160 10.3707 2.1795 14.3870 31.9211 23.9658 23.3296 12.9816 13.6901 14.8090 24.3917 17.5788 34.8349 14.7094 40.4196
145 144.97
83 515.39
22.9879
28 532.15
10 919.50
2 671.27
9.3623
112 791.23
80 785.60
28 810.97
25.5436
83 270.08 154 098.40 233 129.65 112 986.98 38 499.41 4 980.21
2 729.08 111 531.34 60 090.46 27 203.11 0.00 1 316.05
10 370.45 39 230.48 24 238.35 14 718.48 9.67 1 245.39
12.4540 25.4581 10.3969 13.0267 0.0251 25.0067
193 279.99
41 945.26
26 005.64
13.4549
215 320.84 901.20 418 983.35 206 637.30 58 511.47 356 401.26 52 941.54 22 665.35 415 670.68 53 016.39 136 066.62 164 942.86
212 205.46 0.00 343 735.45 174 572.55 29 086.94 179 037.05 1 711.96 20 983.82 69 355.33 14 156.97 9 132.31 515.30
75 339.37 169.00 143 322.55 100 895.38 28 403.55 112 960.95 9 378.45 10 680.31 79 126.21 9 007.12 34 692.47 28 062.62
34.9894 18.7531 34.2072 48.8273 48.5436 31.6949 17.7147 47.1218 19.0358 16.9893 25.4967 17.0135
170 751.40
77 100.93
77 100.93
45.1539
224 316.88
16 888.51
27 861.12
12.4204
0.00
0.00
0.00
-
4 943 233.54
1 650 417.34
1 056 324.22
21.3691
192
Tabel 62.
Dampak Perubahan APBD, Investasi Swasta dan Ekspor Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur& Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
1 677 1 013 173 953 18 544 10 496 1 144 5 417 428 608 1 075 19 094 15 653 2 233 14 391 3 282
Kondisi Shock (Juta Rp ) 0.00 31.68 1.25 713.00 15 720.03 239.29 1 659.02 541.88 0.00 -0.48 0.00 171.45 -0.55 1 192.82 0.00
15 078
Kondisi Awal (Orang )
Dampak (Orang)
Perubahan (%)
153 105 3 791 2 668 3 350 274 1 264 56 83 159 4 657 2 752 778 2 117 1 327
9.1160 10.3707 2.1795 14.3870 31.9211 23.9658 23.3296 12.9816 13.6901 14.8090 24.3917 17.5788 34.8349 14.7094 40.4196
145 144.97
3 466
22.9879
2 175
10 919.50
204
9.3623
5 061
80 785.60
1 293
25.5436
5 417 5 694 19 543 7 384 3 487 1 523
2 729.08 111 531.34 60 090.46 27 203.11 0.00 1 316.05
675 1 450 2 032 962 1 381
12.4540 25.4581 10.3969 13.0267 0.0251 25.0067
8 972
41 945.26
1 207
13.4549
12 261 137 21 831 10 149 3117 19 392 2 811 34 051 97 955 26 548 42 045 7376
212 205.46 0.00 343 735.45 174 572.55 29 086.94 179 037.05 1 711.96 20 983.82 69 355.33 14 156.97 9 132.31 515.30
4 290 26 7 468 4 955 1 513 6 146 498 16 045 18 647 4 510 10 720 1 255
34.9894 18.7531 34.2072 48.8273 48.5436 31.6949 17.7147 47.1218 19.0358 16.9893 25.4967 17.0135
3 450
77 100.93
1 558
45.1539
52 030
16 888.51
6 462
12.4204
0
0.00
0
-
676 495
1 650 417.34
119 297
18.3648
pertanahan dimana perundangan keagrariaan masih mengacu pada UU No. 5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa masalah keagrarian merupakan wewenang
193
Pemerintah Pusat sehingga dikeluarkanlah Keppres No. 10 Tahun 2000 dan Keppres No. 62 Tahun 2001 serta Surat Kepala BPN yang secara tegas menarik kembali kewenangan bidang pertanahan. Pencabutan UU dengan Keppres menunjukkan adanya suatu kejanggalan karena kekuatan hukum Keppres lebih rendah daripada UU. Seharusnya pencabutan kewenangan ini juga melalui penetapan UU yang baru. Konsekuensi lain yang terjadi akibat kebijakan otonomi daerah adalah tersendatnya program kerja dinas yang disebabkan oleh ketidaksiapan sumber daya di daerah. Kewenangan terhadap pengelolaan keuangan daerah juga belum dapat direspon dengan baik oleh pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan. Penerimaan daerah masih mengandalkan sumber-sumber eksternal (DAU dan DAK) sementara peran sumber-sumber internal (PAD dan Bagi Hasil) hanya berkontribusi sebesar 16.39 persen terhadap total penerimaan. Pengeluaran daerah juga masih didominasi oleh pengeluaran rutin dengan proporsi 61.92 persen terhadap total pengeluaran. Namun seiring dengan meningkatnya kewenangan pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan maka proporsi pengeluaran pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan juga mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan peningkatan propo rsi pengeluaran pembangunan terhadap total pengeluaran dari 20.31 persen menjadi 38.08 persen. Lemahnya kemampuan pengelolaan keuangan daerah terlihat pada pengalokasian dana APBD dimana peningkatan pengeluaran yang relatif tinggi terjadi pada pos-pos anggaran yang penggunaannya tidak jelas seperti pada pos pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan pengeluaran tidak tersangka. Meningkatnya dana yang dialokasikan ke daerah dan ketidaksiapan pada
194
pengelolaanya menyebabkan proporsi sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu (SILPA) dari anggaran Tahun 2001 menjadi sangat tinggi (22.31 persen terhadap total penerimaan anggaran Tahun 2002). Kelembagaan yang membawahi industri gula di Kabupaten Pasuruan tidak banyak dipengaruhi oleh adanya kebijakan otonomi daerah. Kelembagaan ini justru mengalami perubahan yang cukup besar setelah adanya pencabutan Inpres No. 9 Tahun 1975 dan diganti dengan Inpres No. 5 tahun 1998. Semenjak pemberlakuan Inpres tersebut, industri gula telah menerima ‘otonomi’ artinya Pemerintah Pusat telah menyerahkan program pengembangan tebu rakyat kepada petani dan pabrik gula yang bertindak sebagai PKOL dengan koordinasi oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Pembentukan APTR-W (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Wilayah) tingkat PG Kedawung juga did orong oleh adanya ‘otonomi’ dalam distribusi gula (pasca monopoli Bulog) yang diikuti dengan turunnya harga gula. Peran APTR -W sangat besar dalam rangka melakukan lobby dan negoisasi harga gula pada saat lelang gula. D inas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pasuruan hanya berfungsi sebagai fasilitator dan mediator bagi petani dan pabrik gula, walaupun secara fungsional dinas ini bertanggung jawab atas pelaksanaan pengembangan tebu rakyat. Selama pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan telah menyalurkan kredit bagi petani tebu melalui PG Kedawung yang dananya bersumber dari DAU. Analisis terhadap Tabel I-O menun jukkan bahwa industri gula di Kabupaten Pasuruan belum dapat digolongkan sebagai sektor yang dominan dalam perekonomian daerah jika dilihat dari kontribusinya terhadap total nilai output domestik, total nilai tambah dan total tenaga kerja. Analisis terhadap neraca perdagangan memperlihatkan bahwa industri gula belum mampu untuk
195
memenuhi kebutuhan domestik sedangkan neraca perd agangan perkebunan tebu menunjukkan bahwa perkebunan tebu di Kabupaten Pasuruan relatif mampu untuk memasok kebutuhan bahan baku bagi industri gula. Perkebunan tebu di Kabupaten Pasuruan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi jika dilihat dari nilai labor coeffic ientnya. Begitu juga dengan industri gula, daya serap tenaga kerja pada industri gula masih lebih tinggi dibandingkan dengan daya serap tenaga kerja pada industri-industri lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengembangan tebu dan industri gula mampu diandalkan dalam rangka mengurangi pengangguran di Kabupaten Pasuruan, apalagi kondisi tenaga kerja di daerah ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar angkatan kerjanya berpendidikan rendah (hanya 2.13 persen angkatan kerja yang menamatkan pendidikan di Perguruan Tinggi). Output industri gula di Kabupaten Pasuruan sebagian besar digunakan sebagai permintaan antara (78.43 persen dari total permintaan domestik) namun keterkaitan ke depan industri gula terhadap sektor lain relatif rendah dan terkonsentrasi pada empat sektor yaitu industri minuman, industri makanan lainnya, industri susu dan makanan dari susu serta industri gula sendiri. Keterkaitan ke belakang industri gula terhadap sektor-sektor penyedia inputnya relatif
tinggi
walaupun
hanya
terkonsentrasi
pada
perkebunan
tebu,
perdagangan, industri lainnya dan industri gula sendiri. Dari nilai koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa upaya efektif untuk mendorong peningkatan produksi industri gula adalah melalui peningkatan permintaan produk industri minuman. Sedangkan koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan bahwa peningkatan terhadap permintaan akhir industri gula akan
196
lebih banyak dinikmati oleh perkebunan tebu sebagai penyedia bahan baku utama industri gula. Peranan permintaan akhir industri gula terhadap penciptaan output, nilai tambah dan kesempatan kerja di Kabupaten Pasuruan ternyata lebih banyak dinikmati oleh perkebunan tebu dan industri gula itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan industri gula sangat penting bagi kelangsungan dan pertumbuhan perkebunan tebu di Kabupaten Pasuruan. Analisis terhadap koefisien pengganda (multiplier) menunjukkan bahwa industri gula relatif lemah dalam mendorong penciptaan output pada sektorsektor ekonomi lain namun mampu mendorong penciptaan pendapatan dan kesempatan kerja pada sektor-sektor ekonomi lain yang relatif besar. Walaupun nilai pengganda output industri gula relatif kecil namun dampak yang dinikmati oleh perkebunan tebu relatif besar sehingga sejalan dengan analisis keterkaitan diatas bahwa pengembangan industri gula mampu mendorong pertumbuhan perkebunan tebu di Kabupaten Pasuruan. Pelaksanaan otonomi daerah yang ditunjukkan oleh adanya perubahan APBD dan alokasinya yang tidak lagi ditentukan oleh pemerintah pusat membawa dampak negatif terhadap kinerja industri gula dan sekaligus perkebunan tebu. Alokasi anggaran khususnya pada industri gula yang menurun menyebabkan terjadinya penurunan output, NTB dan penyerapan tenaga kerja di sektor industri gula dan perkebunan tebu . Penurunan pengeluaran pemerintah untuk industri gula yang dimaksud dalam analisis ini adalah berkurangnya pengeluaran Pemda untuk konsumsi output industri gula sehingga walaupun pada masa otonomi daerah Pemda Kabupaten Pasuruan telah menyalurkan kredit untuk petani melalui PG dalam pencatatan tabel I-O tidak dimasukkan kedalam kolom 302.
197
Peningkatan total investasi swasta juga belum dapat meningkatkan produksi industri gula dan perkebunan tebu namun hanya mengurangi penurunan produksi yang diakibatkan oleh kebijakan alokasi APBD. Peningkatan ekspor daerah merupakan skenario terbaik dalam menghasilkan peningkatan kinerja industri gula. Kebijakan APBD yang diikuti oleh peningkatan investasi swasta dan ekspor daerah mendorong peningkatan produksi, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja pada industri gula dan perkebunan tebu serta perekonomian daerah secara keseluruhan. Secara ringkas tujuan, metode analisis dan kesimpulan dari penelitian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dapat dilihat pada Lampiran 18.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Dari uraian hasil penelitian dapat disimpulkan: 1.
Secara empiris, kebijakan otonomi daerah jika diperbandingkan dengan isi UU No 22 Tahun 1999 dan UU No 25 Tahun 1999 belum sepenuhnya diterapkan
secara
pertanahan
belum
konsisten. dapat
Pelimpahan
dilaksanakan
kewenangan oleh
di
Pemerintah
bidang Daerah
Kabupaten Pasuruan karena adanya pertentangan dengan undangundang pokok agraria (UU No 5 Tahun 1960) dan pada akhirnya kewenangan ini dijalankan oleh Pemerintah Pusat melalui BPN yang berkedudukan di Kabupaten Pasuruan . Aturan yang belum jelas dan ketidaksiapan
sumberdaya
di
daerah
diperkirakan
menyebabkan
tersendatnya program kerja dinas daerah. 2.
Dari sisi penerimaan , Pemda Kabupaten Pasuruan masih mengandalkan sumber eksternal (DAU dan DAK), sedangkan kontribusi sumber internal (PAD dan Penerimaan Bagi Hasil) hanya 16.39 persen. Tingginya pertumbuhan pos SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu) pada awal pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa pelimpahan kewenangan keuangan daerah belum diikuti dengan kesiapan aparat daerah dalam pengelolaan keuangan. Dari sisi pengeluaran, proporsi alokasi
anggaran
untuk
pengeluaran
pembangunan
mengalami
peningkatan dari 20.31 persen menjadi 38.08 persen . Ketidaksiapan pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan dalam pengelolaan keuangan daerah juga terlihat dari tingginya laju pertumbuhan pengeluaran pada
199
pos-pos (pengeluaran rutin) yang penggunaan dananya tidak jelas, yakni pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan pengeluaran tidak tersangka. 3.
Perubahan kelembagaan industri gula di Kabupaten Pasuruan lebih dipengaruhi oleh pemberlakuan Inpres No.5 Tahun 1998 dibandingkan dengan pemberlakuan otonomi daerah. Pelaku pengembangan tebu rakyat dilakukan oleh petani/koperasi/APTR-W
dan PG Kedawung
sedangkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan hanya berfungsi sebagai fasilitator
dan
mediator
walaupun
secara
fungsional
dinas
ini
bertanggungjawab atas pelaksanaan program pengembangan tebu rakyat. Peranan Pemda Kabupaten Pasuruan dalam pengembangan industri gula diwujudkan dalam bentuk pemberian kredit bagi petani tebu y ang dananya bersumber dari DAU. 4.
Perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum penerapan otonomi daerah y ang dilihat dari struktur nilai output sektoral menunjukkan bahwa sektor industri gula dan perkebunan tebu belum dapat digolongkan sebagai sektor yang dominan karena kontribusi output kedua sektor ini relatif kecil, yakni 1.01 persen dan 0.18 persen. Sektor-sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan output Kabupaten Pasuruan adalah sektor industri kimia lainnya (15.26 persen), industri makanan lainnya (10.87 persen) dan industri lainnya (8.93 persen). Hasil pengagregasian
Tabel
I-O
Kabupaten
Pasuruan
Tahun
2000
memperlihatkan bahwa dari sisi penciptaan output, sektor agroindustri dan sektor pertanian dapat digolongkan sebagai sektor yang dominan dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan dengan kontribusi masingmasing senilai 45.35 persen dan 10.72 persen.
200
5.
Komponen terbesar NTB yang dihasilkan Kabupaten Pasuruan tahun 2000 adalah berupa surplus usaha (43.33 persen) serta upah dan gaji (42.97 persen). Sektor-sektor yang berperanan penting dalam penciptaan NTB adalah sektor sayur dan buah (16.06 persen), industri kimia lainnya (8.48 persen) dan perdagangan (8.41 persen). Kontribusi sektor industri gula dan perkebunan tebu terhadap penciptaan NTB relatif lebih besar bila dibandingkan
dengan
kontribusinya
terhadap
penciptaan
output
domestik. 6.
Sektor industri gula di Kabupaten Pasuruan merupakan sektor yang mengalami defisit neraca perdagangan sedangkan sektor tebu sebagai penghasil
bahan
baku
industri
gula
mengalami
surplus
neraca
perdagangan. Produksi tebu Kabupaten Pasuruan relatif dapat diandalkan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri gula sem entara produksi industri gula belum mampu untuk memenuhi kebutuhan gula domestik. Sektor-sektor dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan yang memiliki surplus neraca perdagangan terbesar adalah industri kimia lainnya, industri furniture dan industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah. 7.
Tenaga kerja di Kabupaten Pasuruan sebagian besar terserap pada sektor sayur dan buah (25.71 persen), perdagangan (14.48 persen) dan sektor jasa lainnya (7.69 persen). Nilai koefisien tenaga kerja menunjukkan bahwa perkebunan tebu di Kabupaten Pasuruan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi (rangking ke-3 dari 40 sektor), industri gula juga memiliki daya serap tenaga kerja yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan sektor industri-industri yang lain.
201
8.
Output industri gula di Kabupaten Pasuruan sebagian besar digunakan sebagai permintaan antara namun keterkaitan ke depan industri gula terhadap sektor lain relatif rendah dan terkonsentrasi pada empat sektor yaitu industri minuman, industri makanan lainnya, industri susu dan makanan dari susu serta industri gula sendiri. Keterkaitan ke belakang industri gula terhadap sektor-sektor penyedia inputnya relatif tinggi walaupun hanya terkonsentrasi pada perkebunan tebu, perdagangan, industri lainnya dan industri gula sendiri. Nilai koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa upaya efektif untuk mendorong peningkatan produksi industri gula adalah melalui peningkatan permintaan produk industri minuman, sedangkan koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan bahwa peningkatan terhadap permintaan akhir industri gula akan lebih banyak dinikmati oleh perkebunan tebu sebagai penyedia bahan baku utama industri gula.
9.
Peranan permintaan akhir industri gula terhadap penciptaan output, nilai tambah dan kesempatan kerja pada perekonomian Kabupaten Pasuruan ternyata lebih banyak dinikmati oleh perkebunan tebu dan industri gula itu sendiri.
10.
Nilai koefisien pengganda (multiplier) menunjukkan bahwa industri gula relatif lemah dalam mendorong penciptaan outpu t pada sektor-sektor ekonomi lain namun mampu mendorong penciptaan pendapatan dan kesempatan kerja pada sektor-sektor ekonomi lain yang relatif besar. Walaupun nilai pengganda output industri gula relatif kecil namun dampak yang dinikmati oleh perkebunan tebu relatif besar.
202
11.
Dampak otonomi daerah terhadap kinerja industri gula yang diukur dari peningkatan produksi, nilai tambah bruto dan penciptaan kesempatan kerja menunjukkan bahwa perubahan besaran (penurunan) dan alokasi APBD menurunkan kinerja industri gula. Peningkatan investasi swasta (PMTB) hanya memperkecil penurunan produksi, NTB dan kesempatan kerja tetapi belum mampu meningkatkan kinerja industri gula. Apabila perubahan alokasi APBD dan investasi swasta diikuti dengan peningkatan ekspor, hal ini dapat menghasilkan peningkatan output, NTB dan peciptaan lapangan kerja yang relatif besar, yakni 12.45 persen.
9.2. Implikasi Kebijakan 1.
Kemampuan sumberdaya Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan dalam p erencanaan dan pengelolaan keuangan daerah perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan pengelolaan keuangan serta penyuluhan tentang dampak kebijakan anggaran terhadap perekonomian daerah.
2.
Industri gula di Kabupaten Pasuruan merupakan agroindustri yang memiliki daya serap tenaga kerja relatif tinggi sehingga pengembangan industri gula dapat dijadikan sebagai instrumen kebijakan untuk meningkatkan kesempatan kerja di sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan tebu.
3.
Setelah penerapan kebij akan otonomi daerah ini, peranan pemerintah daerah terhadap pengembangan industri gula dan perkebunan tebu diwujudkan secara tidak langsung melalui penciptaan kondusifitas perdagangan,
misalnya
dengan
perbaikan
fasilitas
pemasaran,
infrastruktur jalan dan jaminan keamanan sehingga aliran produk industri gula ke konsumen menjadi makin lancar.
203
9.3. Saran Untuk Penelitian Lanjutan 1.
Penelitian ini hanya melihat kebijakan APBD dari sisi pengeluaran sehingga untuk analisis yang lebih lengkap terhadap kebijakan otonomi daerah dapat dilakukan dengan melihat perubahan APBD dari sisi penerimaan.
2.
Untuk dapat meramalkan dampak penerapan otonomi daerah terhadap kinerja industri gula dan memperhatikan saran pada butir 1, terutama untuk jangka panjang, disarankan untuk melakukan studi yang menggunakan model ekonometrika persamaan simultan.
DAFTAR PUSTAKA Alm, J., R.H. Aten and R. Bahl. 2001. Can Indonesia Decentralise Successfully? Plans, Problems and Prospects. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 37(1): 83-102. BAPPEDA dan BPS. 2001. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pasuruan Tahun 2001. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pasuruan. -----------------------. 2004. Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik, Pasuruan. -----------------------. 2005. Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2004. Badan Pusat Stastistik, Pasuruan. Bardan, P. 1989. Alternative Approach to the Theory of Institutions in Economic Development. In Bardan, P (Ed.). The Economic Theory of Agrarian Institutions. Oxford University Press, New York. Bird, R.M., R.D. Ebel and C.I. Wallich. 1995. Decentralization of the Socialist State: Intergovernmental Finance in Transition Economies.The World Bank, Washington, D.C. ---------- dan F. Ariel. 2000. Kolombia: Peran Pokok Pemerintah Pusat dalam Desentralisasi Fiskal. Dalam Desentralisasi Fiskal di Negara-Negara Berkembang. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ------------ dan F. Vaillancourt. 2000. Desentralisasi Fiskal di Negara-Negara Berkembang. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. BPS. 2000a. Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input-Output. Badan Pusat Statistik, Jakarta. -----. 2000b. Teknik Penyusunan Tabel Input-Output. Badan Pusat Statistik, Jakarta. -----. 2001 . Statistik Indonesia 2001. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bratakusumah, D.S. dan D. Solihin. 2003. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Burki, S.J., G.E. Perry and W.R. Dillinger, 1999. Beyond the Center: Decentralizing the State. The World Bank, Washington, D.C. Churmen, I. 2000. Rehabilitasi Pabrik Gula di Jawa dan Pembangunan Pabrik Gula di Luar Jawa. Dalam Kebijakan Industri Gula Indonesia: Prosiding Seminar Sehari Pembangunan Perkebunan Indonesia. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Surabaya. Damuri, Y.R. and P.D. Amri. 2003. Does Decentralization Accelerate Recovery? An Economic Perspective. The Indonesian Quarterly, 31(2): 227-240. Daryanto, A. and J.B. Morison. 1992. Structural Interdependence in the Indonesian Economy , with Emphasis on the Agricultural Sector, 19711985: An Input-Output Analysis. Mimbar Sosek, 6(12): 74-99.
205
Davey, K.J. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek -Praktek Internasional dan Relevansinya. UI-Press, Jakarta. Dethier, J.J. 2000. Some Remarks on Fiscal Decentralization and Governance. Conference on Decentralization Sequencing, Jakarta. Ebel, R.D. 1997. The Economics of Fiscal Decentralization: Framework and Principles. http//www.cipe.org/mdf1997/frame.htm. ----------- and S. Yilmaz. 2001. Concept of Fiscal Decentralization and Worldwide Overview. A Paper for International Symposium Quebec Commission on Fiscal Imbalance, Quebec City. Fane, G. 2003. Change and Continuity in Indonesia’s New Fiscal Decentralisation Arrangements. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 39(1): 159174. Hardjolukito, S., A. Purnomo, Purwanto, Mustafa dan A. Anwar. 1990. Studi Analisis Skala Usaha Budidaya Tambak. Direktorat Jenderal Perikanan Kerjasama dengan Aquatic Consultans, Jakarta. Hayami, Y. dan M. Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Isdijoso, B., Ubaidillah, I.D. Yuliawati, Z. Arel dan Y. Indra. 2001. Desentralisasi Fiskal dan Implikasinya terhadap Kondusifitas Iklim Usaha Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Center for Economic and Social Studies (CESS), Jakarta. Israel, A. 1987. Institutional Development: Incentives to Performance. The Johns Hopkins University Press, London. Kriswantriyono, A. 1994. Dampak Pengembangan Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Dati II Bekasi: Analisis Derivasi Tabel Input-Output. Skripsi Sarjana. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kuncoro, M. 1995. Desentralisasi Fiskal di Indonesia: Dilema Otonomi dan Ketergantungan. Prisma, 24(4): 3 -17. Leontief, W. 1985. Input-Output Economics. Oxford University Press, New York. Lin, J.Y. and Z. Liu. 2000. Fiscal Decentralization and Economic Growth in China. In Economic Development and Cultural Change. The University of Chicago, Chicago. Litvack, J., J. Ahmad and R.M. Bird. 1998. Rethinking Decentralization in Developing Countries. The World Bank Studies Series. The World Bank, Washington, D.C. Mahi, B.R. 2000. Kebijakan Bantuan Pusat ke Daerah: Implikasinya terhadap Pertumbuhan dan Pemerataan Antar Daerah. Makalah Seminar LPEMFEUI, Jakarta. ------------ dan Adriansyah. 2002 . Sejarah Transfer Keuangan Pusat ke Daerah. D alam Dana Alokasi Umum (Konsep , Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah). P.T. Kompas Media Nusantara, Jakarta.
206
Mangiri, K. 2000. Perencanaan Terpadu Pembangunan Ekonomi Daerah Otonom (Pendekatan Model Input-Output). Badan Pusat Statistik, Jakarta. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi, Yogyakarta. Maro, P.S. 1990. The Impact of Decentralizat ion on Spatial Equity and Rural Development in Tanzania. World Development, 18(5): 673 -693. Miller, R.E. and P.D. Blair. 1985. Input-Output Analysis: Foundations and Extensions. Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey. Miyasto. 2000. Membangun Sektor Publik, Kelembagaan dan Infrastruktur Daerah. Makalah disampaikan pada Konggres ISEI XIV, Makassar. Oyugi, W.O. 2000. Decentralization for Governance and Development. Regional Development Dialogue, 21(1): 15 -32. Pakpahan, A. 1989. Kerangka Analitik untuk Penelitian Rekayasa Sosial: Perspektif Ekonomi Institusi. Prosiding PATANAS: Evolusi Kelembagaan Pedesaan di Tengah Perkembangan Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. ---------------. 1999. Tinjauan Industri Gula Tebu Nasional dan Kebijakan Pengembangannya. Gula Indonesia, 24(2): 23-30. Parker, A.N. 1995. Decentralization : the Way Forward for Rural Development?. Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington, D.C. Peterson, G.E. 1997. Decentralization in Latin America: Learning through Experience. The World Bank, Washington, D.C. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2002. Ikhtisar Angka Perusahaan Tahun Giling 2001. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pasuruan . Rao, M. Govinda. 2000. India: Hubungan Fiskal Intrapemerintahan dalam Sistem Perencanaan Nasional. D alam Desentralisasi Fiskal di Negara-Negara Berkembang. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rasyid, R. 2001. Kegagalan Memahami Otonomi Daerah. Media Indonesia. Edisi Khusus, 10 Desember. Rezk, E. 2000. Argentina: Federalisme Fiskal dan Desentralisasi. Dalam Desentralisasi Fiskal di Negara-Negara Berkembang. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rondinelli, D., J. Litvack and J. Seddon (Eds). 1999. Decentralization Briefing Notes. World Bank Institute, Washington, D.C. Roy, J. 1995. Macroeconomic Management and Fiscal Decentralization. The World Bank, Washington, D.C. Saad, I. 2001. Indonesia’s Decentralization Policy: the Budget Allocation and its Implications for the Business Environment. Social Monitoring Early Response Unit (SMERU) Working Paper, Jakarta.
207
Sadoulete, E. and A. Janvry. 1995. Quantitative Development Policy Analysis. The Johns Hopkins University Press, London. Said, E.G. dan G.C. Dewi. 2003. Kinerja Agribisnis Indonesia Pasca Krisis. Agrimedia, 8(2): 4 -7. Sartiyah.
2001. Dampak Implementasi Desentralisasi Fiskal terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Utara: Suatu Analisis Simulasi. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sawit, M.H. 1998. Dua Puluh Dua Tahun Program Intensifikasi Tebu Rakyat (TRI) di Jawa. Agroekonomika, 28(1): 37-56. Sembiring, S.A. 1995. Peranan Agroindustri terhadap Pembangunan Ekonomi di Propinsi Sumatera Utara: Analisis Input-Output. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simatupang, P., N. Syafa’at dan F. Liestijati. 1998. Keterkaitan Antar Industri dan Peranannya dalam Perekonomian Nasional. Dalam Ekonomi Gula di Indonesia. Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor. Siregar, M. 1998. Economic Impacts of Sugar Mill Sector in Indonesia’s Economy. Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 66(2): 189-202. Spahn, P.B. and A. Shah. 1995. Intergovernmental Fiscal Relation in Australia. In Macroeconomic Management and Fiscal Decentralization. The World Bank, Washington, D.C. Stiglitz, J.E. 1999. Economics of the Public Sector. Third Edition. W.W. Norton & Company, New York. Sudana, W., P. Simatupang, S. Friyatno, C. Muslim dan T. Sulistiyo. 2000. Dampak Deregulasi Industri Gula terhadap Realokasi Sumberdaya, Produksi Pangan dan Pendapatan Petani: Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Suharyo, W.I. 2000. Voices from the Regions: A Participatory Assessment of the New Decentralization Laws in Indonesia. UNSFIR Working Paper, Jakarta. Suharyo,
W.I. 2002. Indonesia’s Fiscal Decentralization: A Preliminary Assessment of the First Year Experience. UNSFIR Working Paper, Jakarta.
Toyamah, N., S. Usman, V. Febriany dan M.S. Mawardi. 2002. Mencari Alternatif Penyempurnaan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Beberapa Pelajaran dari Daerah. Social Monitoring Early Response Unit (SMERU) Working Paper, Jakarta. Usui, N. and A. Alisjahbana. 2003. Local Development Planning and Budgeting in Decentralized Indonesia: Key Issues. A Paper for Tokyo Symposium. Indonesian -Japanese Joint Study on Indonesia’s Decentralization, Tokyo.
208
Vaillancourt, F. 2000. Maroko dan Tunisia: Keuangan Pemerintah DaerahDampak pada Pendanaan Infrastruktur. D alam Desentralisasi Fiskal di Negara-Negara Berkembang. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Varanyuwantana, S. 2000. Retrospective and Prospective of Intergovernmental Transfers in Thailand. Paper Prepared for East Asia Studies Institute, Bangkok. Williamson, O.E. 1985. The Economic Institutions of Capitalism. The Free Press, A. Division of Macmillan Inc, New York. Woerjanto, 2000. Peningkatan Efisiensi Manajemen Industri Gula. Dalam Kebijakan Industri Gula Indonesia: Prosiding Seminar Sehari Pembangunan Perkebunan Indonesia. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Surabaya.
LAMPIRAN
210
Lampiran 1.
Klasifikasi Sektor Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000
Kode Sektor 40 X 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 180 190 200 201 202 203 204 205
Nama Sektor Padi Palawija Sayur dan Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tanaman Perkebunan Lainnya Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan dan Pengawetan Daging, Ikan, Sayur dan Buah Industri Penggilingan Padi-padian dan Tepung Industri Susu dan Makanan dari Susu Industri Gula Industri Makanan Ternak Industri Makanan Lainnya Industri Minuman Industri Rokok dan Tembakau Industri Kapuk Randu Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Industri Furniture Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Lainnya Industri Logam dasar Industri Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa-jasa Lainnya Kegiatan yang Tak Jelas Batasannya Jumlah Permintaan Antara Jumlah Input Antara Impor Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Lansung Netto Subsidi
211
Lampiran 1.
Lanjutan
Kode Sektor 40 X 40 209 210 211 301 302 303 304 305 309 310 409 600 700
Nama Sektor Jumlah Input Primer Jumlah Input Jumlah Tenaga Kerja Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor Barang dan Jasa Jumlah Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Jumlah Impor Jumlah Output Jumlah Penyediaan
212
Lampiran 2.
Keterangan Sektor
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Sektor Padi Palawija Syr_Buah Tebu Kapuk R Kelapa Kopi Tembakau Kapas Pkbnan L Susu Ptrnkn_L Khtnan Priknn Tamb&Gal
16.
IPP
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
IGP&T ISMdS Ind Gula IMT IML Ind Min. IRT IKR IT&PJ I.Furnt IP&Pest IKL I.LogDas I.BrgLog Ind Lain Lis,G&A Bangunan Pdagangn Htl&Rest Ang&Kom Keu,Sw,Us Pem&Han Jasa L Keg TdkJls
Keterangan Padi Palawija Sayur dan Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tanaman Perkebunan Lainnya Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan dan Pengawetan Daging, Ikan, Sayur dan Buah Industri Penggilingan Padi-padian dan Tepung Industri Susu dan Makanan dari Susu Industri Gula Industri Makanan Ternak Industri Makanan Lain Industri Minuman Industri Rokok dan Tembakau Industri Kapuk Randu Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Industri Furniture Industri Pupuk dan Pestisida Industri Kimia Lain Industri Logam Dasar Industri Barang dari Logam Industri Lain Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa-jasa Lainnya Kegiatan yang Tidak Jelas Batasannya
213
Lampiran 3. Keterangan Asal Data Untuk Analisa Dampak Otonomi Daerah Kode IO
302
303
305
Nama Sektor Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Ekspor
Asal Data Diperoleh dari rincian realisasi APBD Kabupaten Pasuruan Tahun 2002 . Konsumsi Pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah yang bersifat rutin dan bukan pengeluaran untuk gaji pegawai. Pembentukan Modal Tetap Bruto terdiri dari PMTB oleh Pemerintah Daerah dan Swasta. PMTB Pemerintah Tahun 2002 diperoleh dari data rincian realisasi APBD Kabupaten Pasuruan Tahun 2002. PMTB Pemerintah Daerah merupakan pengeluaran pembangunan dan pengeluaran untuk barang-barang yang memiliki umur ekonomis lebih dari 1 tahun. Total PMTB (Pemerintah + Swasta) diperoleh dengan mencari share PMTB tahun 2000 terhadap total output 2000 dikalikan dengan total output 2002. PMTB Swasta merupakan selisih dari Total PMTB dengan PMTB Pemerintah Daerah. Nilai Ekspor Kabupaten Pasuruan Tahun 2002 merupakan hasil perkalian antara Nilai Ekspor Tahun 2 000 dengan pertumbuhan PDRB Kabupaten Pasuruan Tahun 2002. Asumsinya adalah peningkatan jumlah barang yang diperdagangkan berbanding lurus dengan peningkatan jumlah output yang diproduksi.
214
Lampiran 11. Keterangan Asal Data yang Digunakan Untuk Analisa Dampak Otonomi Daerah Kode IO
301
302
303
305
Nama Sektor
Konsumsi Rumahtangga
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Ekspor
Asal Data Total Konsumsi RT Tahun 2002 diperoleh dari pertumbuhan jumlah penduduk dikali total konsumsi RT Tahun 2000. Struktur konsumsi diasumsikan sama dengan struktur konsumsi Tahun 2 000 sehingga konsumsi sektoralnya merupakan hasil perkalian antara share konsumsi sektoral Tahun 2000 terhadap total Konsumsi RT Tahun 2000 dengan Total konsumsi RT Tahun 2002 Diperoleh dari rincian realisasi APBD Kabupaten Pasuruan Tahun 2002. Konsumsi Pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah yang bersifat rutin dan bukan pengeluaran untuk gaji pegawai. Pembentukan Modal Tetap Bruto terdiri dari PMTB oleh Pemerintah Daerah dan Swasta. PMTB Pemerintah Tahun 2002 diperoleh dari data rincian realisasi APBD Kabupaten Pasuruan Tahun 2002. PMTB Pemerintah Daerah merupakan pengeluaran pembangunan dan pengeluaran untuk barang-barang yang memiliki umur ekonomis lebih dari 1 tahun. Total PMTB (Pemerintah + Swasta) diperoleh dengan mencari share PMTB tahun 2000 terhadap total output 2000 dikalikan dengan total output 2002. PMTB Swasta merupakan selisih dari Total PMTB dengan PMTB Pemerintah Daerah. Nilai Ekspor Kabupaten Pasuruan Tahun 2002 merupakan hasil perkalian antara Nilai Ekspor Tahun 2000 dengan pertumbuhan PDRB Kabupaten Pasuruan Tahun 2002. Asumsinya adalah peningkatan jumlah barang yang diperdagangkan berbanding lurus dengan peningkatan jumlah output yang diproduksi.
216
Lampiran 5 . Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Tabel 1. No
1.
Realisasi Penerimaan Otonomi Daerah
Jenis Penerimaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu
Sebelum (Ribu Rp)
TA 1998/1999
TA 1999/2000
TA 2000
8 102 282 (5.74)
3 882 774 (10.08) 3 044 766 (7.90) 671 412 (1.74) 166 596 (0.43)
16 817 240 (12.55) 1 2 289 357 (9.17) 4 527 883 (3.38) -
18 383 630 (13.03) 13 565 088 (9.61) 4 035 924 (2.86) 782 618 (0.55)
26 229 022 (68.08)
108 728 533 (81.17)
114 606 219 (81.23)
624 149 (1.62) 14 824 (0.04) 23 190 177 (60.19) 2 399 872 (6.23)
14 104 682 (10.53) 66 759 (0.05) 74 565 257 (55.67) 19 991 835 (14.92)
15 125 819 (10.72) 54 032 (0.04) 71 337 159 (50.56) 28 089 209 (19.91)
Pinjaman Daerah
-
-
-
Penerimaan Lainnya
-
-
-
Pajak Daerah Retribusi Daerah Laba BUMD Penerimaan Lain Bag. Pendapatan yg Berasal dari Pemberian Pemerintah /instansi yg Lebih Tinggi Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Sumbangan Daerah Otonom Bantuan Pemb.
5.
Pasuruan
8 403 768 (6.27)
2.
4
Kabupaten
8 417 119 (21.85)
PAD
3.
Daerah
38 528 915 133 949 541 141 092 131 (100.00) (100.00) (100.00) : Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Diolah) : Angka dalam kurung merupakan nilai persentase terhadap total
Total Penerimaan Sumber Keterangan
217
Tabel 2. No 1.
Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Pasuruan Sesudah Otonomi Daerah (Ribu Rp)
Jenis Penerimaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu PAD Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah Laba BUMD Penerimaan Lain Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak 3.
Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus
4 5.
Pinjaman Daerah Penerimaan Lainnya
TA 2001
TA 2002
TA 2003
11 164 826 (2.41)
144 633 625 (22.31)
167 581 030 (25.80)
42 678 377 (9.21) 24 764 974 (5.34) 7 609 783 (1.64) 10 303 620 (2.22) 408 584 167 (88.14) 25 560 154 (5.51) 1 369 670 (0.30) 378 254 343 (81.59) 3 400 000 (0.73)
64 459 172 (9.94) 25 098 517 (3.87) 11 638 245 (1.79) 27 722 410 (4.28) 422 914 123 (65.22) 39 635 464 (6.11) 1 628 659 (0.25) 378 250 000 (58.33) 3 400 000 (0.52)
70 753 821 (10.89) 44 413 842 (6.84) 13 494 124 (2.08) 12 845 855 (1.98) 392 450 401 (60.41) 43 930 401 (6.76) 1 390 000 (0.21) 343 130 000 (52.82) 4 000 000 (0.62)
-
-
-
1 151 16 419 382 18 817 440 088 (0.25) (2.53) (2.90) 463 578 58 648 426 302 649 602 692 Total Penerimaan (100.00) (100.00) (100.00) Sumber : Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Diolah) Keterangan : Angka dalam kurung merupakan nilai persentase terhadap total
218
Lampiran 6 . Realisasi Pengeluaran Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Tabel 1.
Realisasi Pengeluaran Otonomi Daerah
Jenis Pengeluaran A.
Pengeluaran Rutin
1
Belanja Pegawai
2
Belanja Barang
3
Biaya Pemeliharaan
4
Belanja Perjalanan Dinas
5
Belanja Lain-lain Angsuran Pinjaman/Hutang&Bunga Bantuan Keuangan Pengeluaran yg Tdk Termasuk Bagian Lain Pengeluaran Tdk Tersangka
6 7 8 9 B. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pengeluaran Pembangunan Industri Pertanian&Kehutanan Sumberdaya Air&Irigasi Tenaga Kerja Perdagangan, PUD, Keuangan&Koperasi Transportasi, Meteorologi&Geofisika Pertambangan&Energi PARPOSTEL Pemb Daerah&Trans Lingk Hidup&Tata Ruang DIKBUD, Pemuda& Olahraga, Kepercayaan thd Tuhan YME Kepnddkn&Kel Sejahtera Kes, Kes Sos, Peranan Wanita, Anak&Remaja Perumahan&P emukiman Agama IPTEK Hukum Aparatur Pem&Pengwsan Pol, Penerangan, Kom &Media massa Keamanan& Ketertiban Total Pengeluaran
Sumber Keterangan
Daerah
Kabupaten
Pasuruan
Sebelum (Ribu Rp)
TA 1998/1999 22 778 788 (90.93) 17 956 571 (71.68)
TA 1999/2000
TA 2000
317 137 (1.27) 481 231 (1.92) 1 404 247 (5.61) 33 895 (0.14) -
95 984 485 (76.27) 73 906 609 (58.73) 10 010 004 (7.95) 1 866 761 (1.48) 1 248 964 (0.99) 6 867 188 (5.46) 114 811 (0.09) 1 574 869 (1.25)
93 387 454 (71.88) 70 345 991 (54.14) 10 745 616 (8.27) 1 646 398 (1.27) 1 080 487 (0.83) 7 513 798 (5.78) 82 011 (0.06) 1 339 298 (1.03)
17 500 (0.07)
82 960 (0.07)
139 993 (0.11)
2 272 528 (9.07) 4 013 (0.02) 127 847 (0.51) 46 733 (0.19) 25 000 (0.10)
312 319 (0.25) 29 862 774 (23.73) 628 514 (0.50) 1 747 568 (1.39) 1 167 994 (0.93) 137 500 (0.11)
493 862 (0.38) 36 539 851 (28.12) 121 881 (0.09) 1 159 167 (0.89) 4 760 747 (3.66) 86 999 (0.07)
91 300 (0.36)
1 956 672 (1.55)
1 184 273 (0.91)
113 458 (0.45) 6 000 (0.02) 31 019 (0.12) 85 067 (0.34) 41 548 (0.17)
6 525 462 (5.19) 30 000 (0.02) 526 777 (0.42) 1 393 993 (1.11) 1 991 037 (1.58)
9 494 38 428 1 220 1 027
18 247 (0.07) 11 810 (0.05)
2 214 892 (1.76) 43 924 (0.03)
3 236 735 (2.49) 70 791 (0.05)
94 904 (0.38) 105 667 (0.42) 13 188 (0.05) 26 925 (0.11) 393 174 (1. 57)
1 661 161 1 674 193 399 898 576 485 201 980 5 099 135
1 646 838 4 651 015 769 095 465 580 759 990 4 767 912
858 950 (3.43) 177 678 (0.71) 25 051 316 (100.00)
1 520 800 (1.21) 364 789 (0.29) 125 847 259 (100.00)
2 568 207 (10.25)
(1.32) (1.33) (0.32) (0.46) (0.16) (4.05)
034 (7.31) 891 (0.03) 638 (0.33) 875 (0.94) 440 (0.79)
(1.27) (3.58) (0.59) (0.36) (0.58) (3.67)
65 500 (0.36) 183 450 (0.14) 129 927 305 (100.00)
: Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, (Diolah) : Angka dalam kurung merupakan nilai persentase terhadap total
219
Tabel 2.
Realisasi Pengeluaran Otonomi Daerah
Daerah
Kabupaten
Pasuruan
Sesudah (Ribu Rp)
Jenis Pengeluaran A.
Pengeluaran Rutin
1
Belanja Pegawai
2 3 4 5
Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Belanja Perjalanan Dinas Belanja Lain-lain Angsuran Pinjaman/Hutang&Bunga Bantuan Keuangan Pengeluaran yg Tdk Termasuk Bagian Lain Pengeluaran Tdk Tersangka
6 7 8 9 B. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pengeluaran Pembangunan Industri Pertanian&Kehutanan Sumberdaya Air&Irigasi Tenaga Kerja Perdagangan, PUD, Keuangan&Koperasi Transportasi, Meteorologi&Geofisika Pertambangan&Energi PARPOSTEL Pemb Daerah&Trans Lingk Hidup&Tata Ruang DIKBUD, Pemuda& Olahraga, Kepercayaan thd Tuhan YME Kepnddkn&Kel Sejahtera Kes, Kes Sos, Peranan Wanita, Anak&Remaja Perumahan&Pemukiman Agama IPTEK Hukum Aparatur Pem&Pengwsan Pol, Penerangan, Kom &Media massa Keamanan& Ketertiban Total Pengeluaran
Sumber Keterangan
TA 2001
TA 2002
228 418 672 (71.54) 168 626 487 (52.81) 27 097 590 (8.49) 4 387 363 (1.37) 1 859 697 (0.58) 14 462 312 (4.53)
293 392 053 (61.02) 182 814 504 (38.02) 42 640 054 (8.87) 6 857 078 (1.43) 2,477,571 (0.52) 18 622 155 (3.87)
91 025 (0.03)
178122 (0.04)
185 894 (0.03)
10 985 313 (3.44)
14 332 385 (2.98)
13 240 433 (2.04)
270 820 (0.08)
18 860 634 (3.92)
441 340 (0.07)
638 065 (0.20) 90 882 613 (28.46) 281 093 (0.09) 3 759 806 (1.18) 5 663 687 (1.77) 492 761 (0.15)
6 609 550 (1.37) 187 453 219 (38.98) 794 872 (0.17) 5 919 490 (1.23) 19 784 288 (4.11) 643 577 (0.13)
1 216 039 (0.19) 303 883 668 (46.78) 961 033 (0.15) 11 731 021 (1.81) 24 860 728 (3.83) 1 382 642 (0.21)
2 175 091 (0.68)
3 707 625 (0.77)
8 011 585 (1.23)
19 508 751 (6.11)
36 209 584 (7.53)
693 350 (0.22) 807 577 (0.25) 3 680 789 (1.15) 1 480 768 (0.46) 10 662 321 (3.34)
278 999 30 886 3 588
025 988 145 429
(0.06) (0.21) (6.42) (0.75)
17 868 698 (3.72)
TA 2003
40 6 3 23
1 2 11 5
345 719 024 (53.22) 256 730 140 (39.52) 655 274 (6.26) 482 120 (1.00) 158 664 (0.49) 609 120 (3.63)
69 167 338 (10.65) 746 286 (0.27) 948 189 (0.45) 689 741 (1.80) 981 704 (0.92)
33 147 186 (5.10)
299 820 (0.09)
923 775 (0.19)
883 852 (0.14)
8 081 181 (2.53)
9 478 292 (1.97)
23 199 882 (3.57)
7 936 129 (2.49) 3 114 740 (0.98) 1 313 070 (0.41) 596 260 (0.19) 18 025 751 (5.65)
13 4 6 1 26
788 305 884 109 747
366 209 044 008 460
(2.87) (0.90) (1.43) (0.23) (5.56)
30 9 4 3 54
018 262 241 234 359
471 370 816 455 504
(4.62) (1.43) (0.65) (0.50) (8.37)
1 999 305 (0.63)
3 312 849 (0.69)
5 878 194 (0.90)
310 363 (0.10) 319 301 285 (100.00)
223 495 (0.05) 480 845 272 (100.00)
1 177 671 (0.18) 649 602 692 (100.00)
: Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, (Diolah) : Angka dalam kurung merupakan nilai persentase terhadap total
220
Lampiran 7. Tabel Input-Output Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen, (40x40 Sektor) (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
1 124.53 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.64 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0. 07 248.67 12.63 0.00 0.00 7.22 0.05 0.00 98.99 5.77 17.12 8.12 0.00 12.53 0.00 541.34 0.00 3 069.80 1 692.83 11.78 37.02 0.00 4 811.44 5 352.77 1 677
2
1 1
3 4
0.00 163.18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.31 11.35 0.00 0.00 0.00 2.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.73 73.16 6.50 0.00 0.03 6.16 0.00 0.00 56.49 4.63 19.13 25.15 0.00 14.35 0.00 387.36 0.00 971.66 528.45 112.63 109.93 0.00 722.67 110.03 1 013
3 0.00 0.00 17 901.25 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0. 00 978.53 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 214.30 67.84 22 930.11 401.71 0.00 0.00 326.52 0.00 0.00 5 652.80 104.93 1 333.73 534.30 0.00 118.46 0.00 50 564.48 0.00 488 949.50 288 095.65 11 065.26 5 717.44 0.00 793 827.85 844 392.33 173 953
4
2
4 9 2 2 1 15 20
0.00 0.00 0.00 601.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.75 0.00 66.09 4.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.66 21.23 137.91 3.41 0.00 65.10 302.50 25.25 0.00 596.08 72.78 404.63 379.22 0.00 207.22 0.00 889.99 0.00 967.59 008.84 219.46 198.12 0.00 394.01 284.00 18 544
5
1 5 7 25 15 7 55 60
0.00 0.00 0.00 0.00 367.06 0.00 0.00 0.00 367.67 0.00 0.00 130.35 0.00 108.31 0.00 0.00 0.00 0. 00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 119.63 0.00 886.15 372.14 0.00 94.66 616.30 3. 63 9.73 207.34 137.13 332.78 53.22 0.00 200.58 0.00 006.67 0.00 065.97 912.13 170.76 354.47 0.00 503.33 510.00 10 496
6 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 21.77 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.35 1.63 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.13 0.00 33.69 12.25 0.00 4.15 4.70 0.56 37.65 6.59 3.31 11.17 6.41 0.00 41.00 0.42 187.79 0.00 192.47 736.82 8.73 3.20 0.00 941.21 1 129.00 1 144
221
Lampiran 7. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
7
1 2 4
7 8
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.09 0.00 0.00 0.07 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.40 7.82 887.09 1.39 0.00 2.23 46.66 4.25 0.00 160.77 8.71 44.21 66.47 0.00 63.43 0.00 295.60 0.00 973.72 005.93 99.57 195.18 0.00 274.40 570.00 5 417
8
1 1
3 4
9 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 132.69 0.00 0.00 0.00 50.39 1.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.21 0.00 8.37 0.24 452.94 0.10 0.00 7.66 45.01 17.37 0.00 89.46 3.13 30.36 31.10 0.00 85.62 0.00 962.00 0.00 484.37 643.08 6.43 95.87 0.00 229.76 191.76 428
1 4 2 1 9 10
0.00 0.00 0.00 0.00 63.33 0.00 0.00 0.00 63.44 0.00 0.00 22.49 0.00 18.69 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 20.64 0.00 152.89 64.21 0.00 16.33 106.33 0.63 1.68 35.77 23.66 57.42 9.18 0.00 207.14 0.00 863.82 0.00 304.72 385.10 617.46 268.89 0.00 576.18 440.00 608
10 0.00 0.00 0.00 0. 00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 41.17 0.00 4.04 1.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.38 0.00 0.49 0.33 0.00 0.00 3.24 29.83 77.54 4.70 4.51 0.03 48.95 5.59 4.62 16.51 2.65 23.30 25.57 0.00 28.99 0.00 323.50 0.00 827.82 673.55 86.99 1 755.93 0.00 3 344.29 3 667.79 1 075
11
1
1
25
1 1
35 39 27 2 42 111 146
0.00 941.50 597.87 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 389.24 0.00 435.71 0.00 0.00 0.00 0.00 963.53 0.00 0.00 751.59 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 498.42 63.88 0.00 128.50 57.46 53.49 0.00 542.11 0.00 017.99 673.22 0.00 621.03 0.00 735.51 0.00 584.35 074.70 394.77 010.09 0.00 063.91 799.43 19 094
12
3
1
6 13 18 4 1 38 45
3.01 111.39 27.26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.50 0.00 383.01 0.00 0.00 0.00 0.00 43.72 0.00 0.00 051.15 10.00 0.00 0.00 0.00 0.00 141.48 122.95 8.74 0.00 6.99 960.79 14.39 0.00 498.40 0.00 191.38 19.05 0.00 54.05 0.00 652.26 0.00 128.01 681. 61 893.50 683.64 0.00 386.76 039.01 15 653
222
Lampiran 7. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
13
4 2
7 7
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.07 0.00 0.00 172.84 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.06 0.24 0.00 1.24 1.20 2.02 0.00 1.77 0.00 95.93 11.10 0.00 74.05 0.00 367.55 0.00 179.87 382.27 181.99 693.04 0.00 437.17 804.72 2 233
14
1
3
7 34 28 3
66 74
0.00 24.38 6.53 0.00 0.00 3.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.36 272.97 683.10 0.00 0.00 118.75 0.00 0.00 797.71 106.59 38.86 3.27 0.00 139.75 43.59 23.57 2.22 15.71 122.88 142.46 191.42 0.00 100.15 77.13 161.07 258.50 0.00 406.27 0.00 745.73 0.00 171.04 025.79 805.61 496.24 0.00 498.67 244.40 14 391
15 0.00 0.00 0.00 0. 00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 22.08 0.00 18.33 1.74 0.00 0.00 0.00 0.00 3.49 2.05 2.09 0.00 0.00 2.20 0.00 18.27 0.03 10.46 13.46 1.02 0.00 0.91 2.66 7.54 13.55 0.00 2.65 0.00 122.50 0.00 92.99 96.98 31.40 3.77 0.00 225.14 347.64 3 282
16
3
2 26 196 3 39
64 40
4 15 1 1 15 5
424 135 203 11 12 363 787
0.00 869.42 226.96 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 86.68 984.33 397.12 0.00 928.33 613.62 234.71 876.99 0.00 0.00 0.00 937.62 008.56 0.00 0.00 469.27 30.82 0.00 046.64 0.00 354.29 240.38 223.41 0.00 780.73 126.93 352.73 899.65 0.00 672.41 0.00 361.58 0.00 086.95 807.90 857.15 549.52 0.00 301.52 663.10 15 078
17 20 769.98 354.49 156 389.74 0.00 0.00 114.14 4 479.85 0.00 0.00 0.00 0.00 90.82 0.00 118 629.10 0.00 1 010.30 11 235.98 0.00 323.55 0.00 3 421.98 158.69 0.00 0.00 29.28 11.60 0.16 10 358.34 0.00 0.00 234.42 331.55 0.00 27 859.75 124.75 4 962.77 421.10 0.00 260.26 0.00 361 572.59 0.00 13 788.27 12 456.52 839.29 1 448.06 0.00 28 532.15 390 104.74 2 175
18 0.00 1 416.62 1 322.12 0.00 0.00 588.57 0.00 0.00 0.00 1 292.88 135 827.33 2 484.57 0.00 3.54 0.00 137.02 1 106.92 138 735.13 15 198.06 0.00 4 256.49 0.00 0.00 0.00 2.01 0.00 162.56 11 542.05 0.00 40.67 1 045.66 2 800.73 78.37 9 135.82 1 604.67 3 799.86 7 682.13 0.00 1 238.01 707.16 342 208.94 0.00 45 341.30 61 328.64 2 040.54 4 080.76 0.00 112 791.23 455 000.17 5 061
223
Lampiran 7. Lanjutan (Jut a Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
19 0.00 0.00 0.00 16 583.38 0.00 134.16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3 227.84 0.00 258.39 0.00 0.00 0.00 15.15 0.00 0.00 701.72 0.00 28.49 4 307.08 252.22 0.00 5 585.91 53.50 1 157.50 234.30 0.00 460.42 0.00 33 000.04 0.00 44 896.34 35 065.10 2 275.94 1 032.71 0.00 83 270.08 116 270.13 5 417
20 17
8
67 39
1 112
3 1 31 10 3
302 51 79 4 18 154 457
0.00 685.54 0.00 679.12 0.00 910.32 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 864.41 0.00 771.40 0.00 816.77 620.92 0.00 0.00 514.41 754.03 0.00 0.00 0.00 101.77 236.99 0.00 582.00 0.00 0.00 748.22 264.50 0.00 075.50 734.35 586.54 303.04 0.00 720.75 0.00 970.60 0.00 011.57 741.06 661.72 684.05 0.00 098.40 069.00 5 694
21 21 1
26
168
60 78 111 80 170 49
2
91
43 6 64 2 24 10 5 1 021 96 87 28 20 233 1 254
22 0.00 715.98 793.51 0.00 0.00 326.09 0.00 0.00 0.00 510.84 0.00 0.00 0.00 153.44 0.00 427.27 472.96 0.00 654.92 0.00 490.60 918.04 0.00 0.00 320.26 116.46 0.00 850.67 0.00 277.93 241.11 851.90 0.00 166.93 330.07 112.39 985.74 0.00 363.83 0.00 080.95 0.00 339.83 835.51 222.10 732.21 0.00 129.65 210.60 19 543
0.00 0.00 33.80 0.00 0.00 1 052.85 0.00 0.00 0.00 20 959.66 6 780.89 0.00 0.00 0.00 0.00 383.67 13.08 0.00 65 946.06 0.00 1 704.20 3 861.47 0.00 0.00 903.84 0.00 0.00 48 801.53 0.00 5 297.02 10 339.69 7 589.87 0.00 1 765.03 2 729.93 11 254.62 9 413.00 0.00 7 494.76 0.00 206 324.98 0.00 66 153.66 33 571.44 5 873.90 7 387.98 0.00 112 986.98 319 311.96 7 384
23
27 6
10
1
8
1 2 3
63 6 12 3 16 38 102
0.01 106.51 0.00 0.00 98.23 0.00 0.00 308.23 98.40 080.41 0.00 0.67 0.48 0.00 6.38 0.00 15.51 0.00 11.25 0.00 157.90 0.00 957.22 0.00 218.40 0.00 117.35 89.25 0.00 11.08 956.13 118.05 9.39 678.77 015.23 368.91 538.29 0.00 39.52 589.51 591.05 0.00 138.11 217.63 782.26 361.42 0.00 499.41 090.47 3 487
24
13
15
3
4 20
0.00 0.00 0.00 0.00 874.56 0.00 0.00 0.00 0.00 7.34 0.00 0.00 0.00 0.00 23.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14.60 154.29 0.00 61.03 147.38 0.00 1.13 452.30 34.67 29.38 449.51 0.33 341.35 122.11 0.00 5.82 0.00 718.85 0.00 838.97 001.15 791.70 348.38 0.00 980.21 699.06 1 523
224
Lampiran 7. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
25
22 16 10
210
36 21 123 29 4 3 14 3 2 500 55 110 22 5 193 694
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 779.30 497.94 0.00 175.98 738.58 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 67.43 57.20 0.00 0.00 379.85 67.32 0.00 685.39 0.00 650.53 131.70 490.69 0.00 322.90 561.22 464.42 784.19 0.00 935.22 0.00 789.86 0.00 325.35 882.87 039.41 032.36 0.00 279.99 069.84 8 972
26
321
11 4 19 7 17 22 2 2 3 3 2 419 86 91 17 20 215 634
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 637.87 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 327.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 69.29 0.00 0.00 021.79 090.07 867.65 0.00 978.46 0.00 884.06 060.50 028.77 0.00 383.88 311.44 678.75 825.24 0.00 197.88 0.00 362.80 0.00 438.07 120.18 056.60 705.99 0.00 320.84 683.64 12 261
27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.47 0.00 0.30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.35 0.90 77.08 982.50 0.00 59.13 1 154.25 124.27 0.00 30.00 20.39 82.59 63.94 0.00 27.08 0.00 2 627.27 0.00 567.30 237.01 41.22 55.68 0.00 901.20 3 528.47 137
28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 522.99 0.00 0.00 0.00 46 662.96 0.00 0.00 29 800.29 0.00 21 525.55 5 833.98 7 222.88 0.00 0.00 0.00 17 130.50 0.00 0.00 0.00 3 141.51 581.83 22 997.11 581 595.16 4 083.00 21 437.82 279 935.58 31 317.20 0.00 17 390.07 20 981.93 123 382.19 118 193.43 0.00 29 082.79 0.00 1 382 818.77 0.00 205 614.00 143 577.57 54 264.14 15 527.64 0.00 418 983.35 1 801 802.13 21 831
29
59
4
1 23 79 75 1 2
11 2 1 265 81 104 11 8 206 472
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 519.52 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 770.18 0.00 0.00 0.00 184.86 649.91 0.00 742.99 343.25 041.36 455.92 423.61 0.00 848.48 327.48 964.65 779.56 0.00 489.18 0.00 540.96 0.00 970.06 515.48 345.58 806.19 0.00 637.30 178.25 10 149
30
27 5
1
37 18 35 1 2 58 95
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.90 0.00 0.00 0.00 0.00 18.49 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 91.61 181.02 0.00 760.33 425.58 329.88 643.46 400.50 0.00 55.63 146.26 484.33 413.32 0.00 248.89 0.00 205.20 0.00 964.15 151.54 793.47 602.31 0.00 511.47 716.67 3 117
225
Lampiran 7 . Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12 302.80 0.00 29 578.58 1 664.15 205.06 35 700.05 27.99 235.57 0.00 3.41 0.00 405.16 24.01 0.00 0.00 66 685.46 5 544.49 3 886.00 111 230.18 16 636.84 52 163.10 277 912.73 10 994.61 0.00 7 227.54 2 880.46 18 453.33 12 504.87 0.00 7 083.20 0.00 673 349.60 0. 00 148 635.04 173 207.94 23 858.89 10 699.39 0.00 356 401.26 1 029 750.86 19 392
32
2
10 12
4 3 2 1 39 16 16 10 8 52 92
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 351.64 0.00 17.18 0.00 0.00 0.00 251.38 94.27 0.00 0.00 155.78 334.14 0.00 481.20 0.00 616.64 182.07 770.00 0.00 85.72 131.99 943.72 958.31 0.00 235.69 0.00 609.72 0.00 815.49 898.29 362.08 865.69 0.00 941.54 551.27 2 811
33
2
1
2 11
1
21 11 9
22 44
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 420.63 0.00 0.00 0.00 0.00 0. 00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.33 988.40 0.00 0.00 725.01 226.33 216.02 721.39 0.00 132.55 111.35 451.46 828.67 0.00 127.32 0.00 951.47 0.00 812.03 862.78 683.49 307.04 0.00 665.35 616.82 34 051
34 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.32 0.00 0.00 0.00 742.89 0.00 0.00 0.00 867.95 896.87 0.00 0.00 2 587.40 1 338.12 0.00 432.44 986.40 950.34 71 221.02 10 473.66 0.00 460.59 4 997.47 15 604.34 19 781.82 0.00 7 534.34 0.00 138 878.98 0.00 105 269.02 163 868.87 103 614.38 42 918.41 0.00 415 670.68 554 549.66 97 955
35 3 11
2
22 6 2
3 1 4 2 2 1
67 15 26 3 7 53 120
0.00 072.65 291.03 0.00 0.00 147.20 0.00 0.00 0.00 4.19 0.00 237.57 0.00 204.48 0.00 757.19 455.84 0.00 335.37 0.00 531.12 117.74 142.09 0.00 339.34 66.52 0.00 196.99 0.00 19.22 625.51 367.53 0.00 965.89 167.83 830.96 454.12 0.00 833.76 0.00 164.14 0.00 994.58 336.31 172.20 513.30 0.00 016.39 180.53 26 548
36
1
38
2 1
47 35 78 11 9 136 183
0.00 0.00 29.54 0.00 0.00 0. 00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 25.03 0.00 35.94 66.24 0.00 32.93 0.00 119.57 90.17 0.00 0.00 675.34 45.20 0.00 336.13 0.00 471.02 085.93 264.61 0.00 90.91 604.66 773.91 842.83 0.00 819.00 0.00 408.95 0.00 402.56 820.68 993.18 850.19 0.00 066.62 475.57 42 045
226
Lampiran 7. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
37 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 13.87 174.19 13.61 0.00 591.71 67.85 0.00 6 703.58 10.10 87.86 10 634.48 1 837.93 0.00 122.22 11 069.08 1 925.00 3 254.55 0.00 2 304.20 0.00 38 810.22 0.00 39 552.43 112 349.51 7 516.63 5 524.28 0.00 164 942.86 203 753.08 7 376
38
162 8
170 170
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 620.38 0.00 131.02 0.00 0.00 751.40 751.40 3 450
39 0.00 0.00 841.15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.56 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 29.81 428.69 0.00 44.28 0.00 183.27 98.39 0.00 0.00 671.44 121.36 0.00 960.99 0.00 126.08 41 422.84 8 060.17 0.00 278.53 9 717.72 396.80 1 039.11 0.00 6 684.88 0.00 71 115.07 0.00 70 515.50 139 248.32 9 256.73 5 296.31 0.00 224 316.88 295 431.94 52 030
40
180 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0
20 46 193 17 14 40 4 27 23 272 145 97 354 383 123 195 175 138 165 30 382 95 11 11 294 32 56 944 131 217 971 133
6 2 2
4 11
897.52 461.66 460.75 863.55 403.18 459.44 480.97 440.92 308.81 858.96 592.85 923.03 010.01 730.47 197.73 698.59 637.94 735.13 778.04 114.85 511.51 540.84 124.49 036.39 325.44 569.63 833.43 178.33 230.43 534.24 932.71 061.53 170.83 203 957.00 72 195.53 269 120.87 210 437.46 0.00 81 996.57 1 297.09 593 108.71 0.00 124 054.83 142 046.03 388 180.01 288 952.66 0.00 943 233.54 536 342.25 676 495
227
Lampiran 7. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
301 0.00 31 859.94 217 341.22 1 312.50 0.00 41 949.24 0.00 0.00 0.00 15 775.10 3 082.95 31 203.24 0.00 71 177.78 0.00 30 499.82 178 510.83 0.00 24 718.68 0.00 656 134.98 129 155.53 113 139.75 0.00 81 833.44 12 483.69 0.00 52 393.84 0.00 17 681.98 368 124.65 38 790.80 1 954.95 132 511.81 175 308.09 62 969.01 143 761.68 32 516.00 190 659.09 0.00 2 856 850.59
302
1
1
1 14 40 14 1 2 4 8 138 1 233
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 37.54 0.00 0.00 48.28 0.00 0.00 0.00 970.63 0.00 373.59 0.00 0.00 90.49 0.00 0.00 434.11 755.89 0.00 944.50 0.00 713.67 149.89 914.63 320.41 286.39 054.51 666.70 385.00 235.40 904.60 0.00 286.24
303
1
24 27
5 8 164 41 3
276
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 606.18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 081.10 588.57 0.00 0.00 776.63 157.09 974.89 0.00 170.64 009.47 0.00 486.21 0.00 0.00 0.00 0.00 850.78
304 564.05 3 968.67 2 049.05 1.76 0.00 782.55 86.80 2.64 0.00 35.37 0.00 0.00 3.64 17.44 0.00 460.98 290.15 0.00 80.26 0.00 1 137.25 98.72 506.08 0.00 30 043.73 8.33 467.62 531.18 0.10 1.89 5 524.44 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 46 662.69
305
433 2 46 4 1
5 568 46 316 11 436 235 106 9 279 570 820 344 37 138
212 22 9
30 4 689
0.00 124.68 368.19 091.22 106.81 701.83 865.90 589.32 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 192.92 0.00 223.53 481.25 265.04 231.78 630.58 246.29 358.50 0.00 662.67 925.11 220.63 0.00 096.30 778.45 613.96 135.61 0.00 0.00 784.99 300.95 065.63 40.31 0.00 201.04 0.00 303.50
228
Lampiran 7. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
309 564.05 35 953.30 652 758.47 3 405.47 46 106.81 43 433.63 4 952.70 1 591.96 0.00 15 848.02 3 082.95 32 809.42 51.92 76 388.15 0.00 599 184.33 227 252.87 316 265.04 36 404.31 436 630.58 892 518. 51 235 703.25 113 645.83 9 662.67 417 317.50 611 057.11 467.62 874 965.83 350 555.18 78 168.58 716 909.47 53 705.42 44 446.00 350 592.66 201 663.55 81 187.54 144 186.99 170 751.40 222 764.72 0.00 8 102 953.80
310 21 461.57 82 414.95 846 219.22 21 269.02 60 509.99 83 893.07 9 433.68 29 032.87 23 308.81 288 706.98 148 675.79 130 732.45 354 061.93 460 118.62 123 197.73 794 882.93 402 890.81 455 000.17 202 182.35 466 745.43 1 275 030.02 331 244.08 124 770.32 20 699.06 711 642.94 643 626.74 57 301.05 1 819 144.16 481 785.61 295 702.81 1 688 842.18 186 766.96 44 616.82 554 549.66 273 859.08 350 308.42 354 624.45 170 751.40 304 761.29 1 297.09 14 696 062.51
409 16 108.79 78 304.92 1 826.89 985.02 0.00 82 764.08 863.68 24 841.11 12 868.81 285 039.18 1 876.36 85 693.44 346 257.21 385 874.21 122 850.09 7 219.82 12 786.08 0.00 85 912.22 9 676.43 20 819.43 11 932.13 22 679.85 0.00 17 573.09 8 943.11 53 772.58 17 342.03 9 607.36 199 986.14 659 091.31 94 215.69 0.00 0.00 153 678.54 166 832.84 150 871.37 0.00 9 329.35 1 297.09 3 159 720.26
1
1
1
11
600 5 352.77 4 110.03 844 392.33 20 284.00 60 510.00 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667.79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64 787 663.10 390 104.74 455 000.17 116 270.13 457 069.00 254 210.60 319 311.96 102 090.47 20 699.06 694 069.84 634 683.64 3 528.47 801 802.13 472 178.25 95 716.67 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.53 183 475.57 203 753.08 170 751.40 295 431.94 0.00 536 342.25
1
1
1
14
700 21 461. 56 82 414.95 846 219.22 21 269.02 60 510.00 83 893.08 9 433.68 29 032.87 23 308.81 288 706.98 148 675.79 130 732.45 354 061.93 460 118.61 123 197.73 794 882.93 402 890.81 455 000.17 202 182.35 466 745.43 275 030.03 331 244.09 124 770.32 20 699.06 711 642.93 643 626.74 57 301.06 819 144.16 481 785.62 295 702.81 688 842.17 186 766.96 44 616.82 554 549.66 273 859.07 350 308.41 354 624.45 170 751.40 304 761.29 1 297.09 696 062.51
229
Lampiran 8. Tabel Input-Output Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen , (40x40) (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
3 1
4 5
1
2
31.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.94 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06 15.31 12.41 0.00 0.00 4.15 0.02 0.00 98.99 2.24 8.75 4.67 0.00 12.10 0.00 191.72 349.62 069.80 692.83 11.78 37.02 0.00 811.44 352.77 1 677
0.00 7.90 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.30 3.91 0.00 0.00 0.00 2.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.15 4.50 6.39 0.00 0.01 3.54 0.00 0.00 56.49 1.80 9.78 14.45 0.00 13.87 0.00 129.22 258.14 971.66 528.45 112.63 109.93 0.00 722.67 110.03 1 013
1 1
3 4
3 0.00 0.00 17 822.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 337.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 205.57 59.58 1 411.99 394.74 0.00 0.00 187.74 0.00 0.00 5 652.80 40.83 681.67 306.96 0.00 114.44 0.00 27 215.46 23 349.01 488 949.50 288 095.65 11 065.26 5 717.44 0.00 793 827.85 844 392.33 173 953
4
2 2 9 2 2 1 15 20
0.00 0.00 0.00 570.18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 22.77 0.09 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.63 18.64 131.65 3.35 0.00 14.66 173.93 12.51 0.00 596.08 28.32 206.81 217.86 0.00 200.18 0.00 197.69 692.31 967.59 008.84 219.46 198.12 0.00 394.01 284.00 18 544
5
1 3 1 7 25 15 7 55 60
0.00 0.00 0.00 0.00 367.06 0.00 0.00 0.00 164.68 0.00 0.00 44.91 0.00 16.44 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 114.76 0.00 54.57 365.68 0.00 21.31 354.36 1.80 9.73 207.34 53.36 170.09 30.57 0.00 159.78 0.00 136.42 870.25 065.97 912.13 170.76 354.47 0.00 503.33 510.00 10 496
6 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.11 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.12 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.05 0.00 2.07 12.04 0.00 0.93 2.71 0.28 37.65 6.59 1.29 5.71 3.68 0.00 39.61 0.00 114.87 72.92 192.47 736.82 8.73 3.20 0.00 941.21 1 129.00 1 144
230
Lampiran 8. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
2 4
7 8
7
8
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.35 6.87 54.62 1.37 0.00 0.50 26.83 2.11 0.00 160.77 3.39 22.59 38.19 0.00 61.27 0.00 380.75 914.85 973.72 005.93 99.57 195.18 0.00 274.40 570.00 5 417
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12.58 0.00 0.00 0.00 17.36 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.08 0.00 8.03 0.21 27.89 0.10 0.00 1.72 25.88 8.61 0.00 89.46 1.22 15.52 17.86 0.00 82.71 0.00 314.27 647.74 484.37 643.08 6.43 95.87 0.00 229.76 191.76 428
1 1
3 4
9
1 4 2 1 9 10
0.00 0.00 0.00 0.00 63.33 0.00 0.00 0.00 28.41 0.00 0.00 7.75 0.00 2.84 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 19.80 0.00 9.41 63.09 0.00 3.68 61.14 0.31 1.68 35.77 9.21 29.35 5.28 0.00 200.10 0.00 541.14 322.68 304.72 385.10 617.46 268.89 0.00 576.18 440.00 608
10 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.52 0.00 1.39 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.21 0.00 0.48 0.31 0.00 0.00 3.11 26.20 4.78 4.62 4.19 0.01 28.14 2.77 4.62 16.51 1.03 11.91 14.69 0.00 28.00 0. 00 153.52 169.99 827.82 673.55 86.99 1 755.93 0.00 3 344.29 3 667.79 1 075
11
1
17
1
23 11 39 27 2 42 111 146
0.00 45.60 595.22 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.95 0.00 494.62 0.00 0.00 0.00 0.00 893.09 0.00 0.00 477.15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 30.69 62.77 0.00 28.93 33.04 26.51 0.00 542.11 0.00 520.30 386.77 0.00 599.93 0.00 741.66 993.85 584.35 074.70 394.77 010.09 0.00 063.91 799.43 19 094
12
1
3 3 13 18 4 1 38 45
0.75 5.39 27.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06 0.00 165.49 0.00 0.00 0.00 0.00 42.15 0.00 0.00 713.39 9.80 0.00 0.00 0.00 0.00 124. 25 7.57 8.59 0.00 1.57 552.43 7.13 0.00 498.40 0.00 97.81 10.95 0.00 52.21 0.00 325.09 327.17 128.01 681.61 893.50 683.64 0.00 386.76 039.01 15 653
231
Lampiran 8. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
13
4 2
7 7
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.81 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.43 0.24 0.00 0.28 0.69 1.00 0.00 1.77 0.00 49.03 6.37 0.00 71.54 0.00 135.19 232.36 179.87 382.27 181.99 693.04 0.00 437.17 804.72 2 233
14
1
1
4 3 34 28 3
66 74
0.00 1.18 6.50 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.85 6.02 103.69 0.00 0.00 114.49 0.00 0.00 220.07 104.46 36.80 2.68 0.00 134.06 38.28 1.45 2.18 14.61 27.66 806.83 94.86 0.00 100.15 30.01 82.32 148.51 0.00 392.47 0.00 471.15 274.58 171.04 025.79 805.61 496.24 0.00 498.67 244.40 14 391
15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.49 0.00 0.05 1.68 0.00 0.00 0.00 0.00 3.42 1.94 1.71 0.00 0.00 1.93 0.00 17.96 0.03 2.35 7.74 0.50 0.00 0.91 1.03 3.85 7.78 0.00 2.56 0.00 55.93 66.57 92.99 96.98 31.40 3.77 0.00 225.14 347.64 3 282
16 0.00 42.11 3 212.68 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.10 2 946.66 9 094.15 0.00 29 891.02 10.20 37 984.96 845.53 0.00 0.00 0.00 63 637.39 37 885.76 0.00 0.00 450.17 27.06 0.00 3 976.39 0.00 3 456.66 713.18 606.26 0.00 15 780.73 49.39 2 735.79 516.86 0.00 649.56 0.00 214 513.60 209 847.98 135 086.95 203 807.90 11 857.15 12 549.52 0.00 363 301.52 787 663.10 15 078
17 5 180.28 17.17 155 697.71 0.00 0.00 0.59 3 632.79 0.00 0.00 0.00 0.00 31.29 0.00 18 006.27 0.00 978.11 10 832.89 0.00 177.98 0.00 3 353.46 150.27 0.00 0.00 28.08 10.18 0.01 10 178.54 0.00 0.00 134.79 164.30 0.00 27 859.75 48.54 2 536.48 241.93 0.00 251.41 0.00 239 512.83 122 059.77 13 788.27 12 456.52 839.29 1 448.06 0.00 28 532.15 390 104.74 2 175
18
1
134
1 138 8 4
11
1 9 1 4 1 319 22 45 61 2 4 112 455
0.00 68.61 316.27 0.00 0.00 3.02 0.00 0.00 0.00 16.43 113.12 855.97 0.00 0.54 0.00 132.66 067.21 735.13 360.17 0.00 171.26 0.00 0.00 0.00 1.93 0.00 10.01 341.70 0.00 9.16 601.23 387.88 78.37 135.82 624.37 942.12 413.47 0.00 195.94 0.00 582.37 626.57 341.30 328.64 040.54 080.76 0.00 791.23 000.17 5 061
232
Lampiran 8. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
19 0.00 0.00 0.00 15 731.62 0.00 0.69 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1 775.57 0.00 253.21 0.00 0.00 0.00 14.53 0.00 0.00 689.54 0.00 6.41 2 476.46 124.98 0.00 5 585.91 20.82 591.60 134.61 0.00 444.78 0.00 27 850.73 5 149.32 44 896.34 35 065.10 2 275.94 1 032.71 0.00 83 270.08 116 270.13 5 417
20 0.00 856.52 0.00 644.24 0.00 45.75 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 297.80 0.00 117.09 0.00 65 656.59 38 199.53 0.00 0.00 1 027.80 110 496.37 0.00 0.00 0.00 97.63 208.11 0.00 571.90 0.00 0.00 2 155.13 626.62 0.00 31 075.50 285.73 5 410.81 1 897.63 0.00 696.26 0.00 260 367.02 42 603.57 51 011.57 79 741.06 4 661.72 18 684.05 0.00 154 098.40 457 069.00 5 694
21 1 1
2
9 75 107 44 167 47
2
90
24 3 64 12 6 5 666 354 96 87 28 20 233 1 254
0.00 051.71 785.58 0.00 0.00 135.18 0.00 0.00 0.00 140.80 0.00 0.00 0.00 130.47 0.00 929.11 473.90 0.00 366.77 0.00 076.90 269.46 0.00 0.00 225.81 102.27 0.00 256.27 0.00 62.57 862.50 395.42 0.00 166.93 906.61 323.90 311.44 0.00 181.57 0.00 155.16 925.79 339.83 835.51 222.10 732.21 0.00 129.65 210.60 19 543
22
6
36 1 3
47 1 5 3 1 1 5 5 7 129 76 66 33 5 7 112 319
0.00 0.00 33.65 0.00 0.00 5.41 0.00 0.00 0.00 266.28 695.31 0.00 0.00 0.00 0.00 371.45 12.61 0.00 275.70 0.00 670.08 656.59 0.00 0.00 867.05 0.00 0.00 954.41 0.00 192.50 945.05 761.12 0.00 765.03 062.20 752.26 407.88 0.00 240.09 0.00 934.65 390.33 153.66 571.44 873.90 387.98 0.00 986.98 311.96 7 384
2
8
5
1 2
21 41 6 12 3 16 38 102
23
24
0.00 5.16 0.00 0.00 98.23 0.00 0.00 589.61 44.07 77.25 0.00 0.23 0.01 0.00 0.02 0.00 14.95 0.00 6.19 0.00 154.74 0.00 965.49 0.00 209.51 0.00 68.80 87.70 0.00 2.49 149.54 58.50 9.39 678.77 395.02 210.76 032.79 0.00 38.17 0.00 897.38 693.67 138.11 217.63 782.26 361.42 0.00 499.41 090.47 3 487
0.00 0.00 0.00 0.00 874.56 0.00 0.00 0.00 0.00 0.09 0.00 0.00 0.00 0.00 0.07 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14.60 148.01 0.00 3.76 144.82 0.00 0.26 260.06 17.18 29.38 449.51 0.13 174.46 70.15 0.00 5.62 0.00 192.66 526.19 838.97 001.15 791.70 348.38 0.00 980.21 699.06 1 523
13
15
3
4 20
233
Lampiran 8. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
25
10
3
201
36 4 70 14 4 1 7 2 2 360 140 55 110 22 5 193 694
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 202.83 209.59 0.00 505.76 16.28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 66.08 54.17 0.00 0.00 816.33 59.12 0.00 048.58 0.00 874.11 797.47 613.94 0.00 322.90 385.65 392.80 174.06 0.00 835.48 0.00 375.15 414.70 325.35 882.87 039.41 032.36 0.00 279.99 069.84 8 972
26
7
11 3 17 7 4 12 1 2 1 2 2 73 345 86 91 17 20 215 634
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 083.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 67.90 0.00 0.00 021.79 923.59 447.17 0.00 839.96 0.00 026.18 684.20 005.35 0.00 383.88 121.18 880.22 197.64 0.00 123.20 0.00 808.67 554.13 438.07 120.18 056.60 705.99 0.00 320.84 683.64 12 261
27 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.17 0.79 4.75 965.45 0.00 13.31 663.66 61.58 0.00 30.00 7.93 42.21 36.74 0.00 26.16 0.00 1 857.05 770.22 567.30 237.01 41.22 55.68 0.00 901.20 3 528.47 137
28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.69 0.00 0.00 0.00 592.82 0.00 0.00 656.90 0.00 60.74 5 648.14 6 963.77 0.00 0.00 0.00 16 787.50 0.00 0. 00 0.00 3 013.63 510.94 1 416.11 571 499.50 3 796.69 4 826.23 160 955.55 15 519.06 0.00 17 390.07 8 163.93 63 060.91 67 903.52 0.00 28 0 94.58 0.00 976 863.28 405 955.49 205 614.00 143 577.57 54 264.14 15 527.64 0.00 418 983.35 1 801 802.13 21 831
29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 167.95 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4 674.67 0.00 0.00 0.00 177.33 1 448.90 0.00 23 330.84 73 779.46 16 893.82 837.11 1 201.00 0.00 848.48 127.42 6 115.16 1 596.89 0.00 1 438.58 0.00 132 637.63 132 903.32 81 970.06 104 515.48 11 345.58 8 806.19 0.00 206 637.30 472 178.25 10 149
30
25 1
29 7 18 35 1 2 58 95
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.07 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 87.89 158.97 0.00 747.14 502.42 199.90 369.97 198.46 0.00 55.63 56.91 758.64 237.46 0.00 240.43 0.00 613.94 591.26 964.15 151.54 793.47 602.31 0.00 511.47 716.67 3 117
234
Lampiran 8. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 156. 30 0.00 10 190.20 36.68 31.13 100.74 27.10 227.12 0.00 1.87 0.00 397.05 22.74 0.00 0.00 63 971.02 4 869.00 239.29 109 299.39 15 470.22 11 743.31 159 792.47 5 448.32 0.00 7 227.54 1 120.77 9 431.54 7 184.19 0.00 6 842.52 0.00 413 830.50 259 519.10 148 635.04 173 207.94 23 858.89 10 699.39 0.00 356 401.26 1 029 750.86 19 392
32
2
5 6
1 2 1 1 22 17 16 16 10 8 52 92
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.99 0.00 16.56 0.00 0.00 0.00 246.35 89.26 0.00 0.00 149.44 293.43 0.00 438.13 0.00 138.82 854.42 328.10 0.00 85.72 607.73 015.65 699.58 0.00 193.70 0.00 157.89 451.83 815.49 898.29 362.08 865.69 0.00 941.54 551.27 2 811
33
1
2 6
12 9 11 9
22 44
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.83 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.24 746.16 0.00 0.00 533.92 50.95 448.91 357.48 0.00 132.55 43.32 741.85 476.08 0.00 123.00 0.00 663.29 288.18 812.03 862.78 683.49 307.04 0.00 665.35 616.82 34 051
34 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.07 0.00 0.00 0.00 716.24 0.00 0.00 0.00 850.57 849.28 0.00 0.00 2 482.08 1 175.09 0.00 424.94 917.23 213.95 40 950.20 5 190.16 0.00 460.59 1 944.48 7 975.41 11 364.89 0.00 7 278.33 0.00 82 793.53 56 085.45 105 269.02 163 868.87 103 614.38 42 918.41 0.00 415 670.68 554 549.66 97 955
35
11
7
2
2
4 1
36 30 15 26 3 7 53 120
0.00 148.81 241.07 0.00 0.00 11.03 0.00 0.00 0.00 0.05 0.00 661.13 0.00 941.75 0.00 669.37 439.49 0.00 184.48 0.00 520.49 111.49 116.26 0.00 325.52 58.42 0.00 193.57 0.00 4.33 084.57 677.67 0.00 965.89 843.49 446.91 835.41 0.00 805.43 0.00 286.63 877.51 994.58 336.31 172.20 513.30 0.00 016.39 180.53 26 548
36 0.00 0.00 29.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.80 0.00 34.80 63.86 0.00 18.11 0.00 117.18 85.38 0.00 0.00 647.85 39.69 0.00 1 312.93 0.00 106.04 21 898.40 131.13 0.00 90.91 1 013.45 906.65 484.21 0.00 791.17 0.00 27 774.99 19 633.97 35 402.56 78 820.68 11 993.18 9 850.19 0.00 136 066.62 183 475.57 42 045
235
Lampiran 8. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
37 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 13.59 164.95 11.14 0.00 567.63 59.59 0.00 6 587.21 9.39 19.78 6 114.55 910.77 0.00 122.22 4 306.91 983.87 1 869.78 0.00 2 225.91 0.00 23 967.27 14 842.96 39 552.43 112 349.51 7 516.63 5 524.28 0.00 164 942.86 203 753.08 7 376
38
162 8
170 170
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 620.38 0.00 131.02 0.00 0.00 751.40 751.40 3 450
39 0.00 0.00 837.43 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 28.86 413.31 0.00 24.36 0.00 179.60 93.17 0.00 0.00 644.11 106.58 0.00 944.31 0.00 28.38 23 817.03 3 994.17 0.00 278.53 3 781.10 202.80 596.98 0.00 6 457.73 0.00 42 428.59 28 686.48 70 515.50 139 248.32 9 256.73 5 296.31 0.00 224 316.88 295 431.94 52 030
40
180 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0
5 2 192 16 14
4 2 2 2
4 11
212.09 250.16 604.68 946.03 403.18 207.75 3 633.71 2 602.19 10 440.00 3 466.46 143 755.39 33 735.74 7 803.57 58 245.02 347.64 189 464.97 169 336.99 138 735.13 91 191.41 20 438.42 374 852.54 90 471.57 9 102.36 11 036.39 282 344.91 28 601.66 3 499.68 927 788.76 122 028.15 48 972.78 558 835.59 65 937.86 170.83 203 957.00 28 090.80 137 548.27 120 898.80 0.00 79 210.39 0.00 198 168.88 394 939.84 124 054.83 142 046.03 388 180.01 288 952.66 0.00 943 233.54 536 342.25 676 495
236
Lampiran 8. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
301 0.00 1 542.99 216 379.48 1 245.08 0.00 215.40 0.00 0.00 0.00 200.41 3 044.04 10 749.92 0.00 10 803.81 0.00 29 528.30 172 106.81 0.00 13 597.29 0.00 642 997.29 122 302.72 92 574.02 0.00 78 502.41 10 962.80 0.00 51 484.36 0.00 3 980.69 211 661.93 19 222.55 1 954.95 132 511.81 68 211.20 32 183.60 82 592.78 32 516.00 184 180.64 0.00 2 227 253.27 629 597.31
302
1
1
1 3 23 7 1 2 1 4 138 1 189 43
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.48 0.00 0.00 1.06 0.00 0.00 0.00 899.94 0.00 205.50 0.00 0.00 85.69 0.00 0.00 375.74 663.80 0.00 910.75 0.00 312.44 085.13 390.86 320.41 286.39 577.58 429.57 221.19 235.40 839.88 0.00 841.80 444.44
303
23 24
5 1 94 41 3
194 82
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 553.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.88 227.44 0.00 0.00 371.56 836.38 856.20 0.00 170.64 009.47 0.00 248.50 0.00 0.00 0.00 0.00 374.41 476.37
304 140.68 192.20 2 039.99 1.67 0.00 4.02 70.39 0.25 0.00 0.45 0.00 0.00 0.08 2.65 0.00 446.30 279.74 0.00 44.15 0.00 1 114.48 93.48 414.08 0.00 28 820.79 7.31 28.80 521.95 0.09 0.43 3 176.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 37 400.39 9 262.31
305
433 2 46 4 1
5 568 46 316 11 436 235 106 9 279 570 820 344 37 138
212 22 9
30 4 689
0.00 124.68 368.19 091.22 106.81 701.83 865.90 589.32 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 192.92 0.00 223.53 481.25 265.04 231.78 630.58 246.29 358.50 0.00 662.67 925.11 220.63 0.00 096.30 778.45 613.96 135.61 0.00 0.00 784.99 300.95 065.63 40.31 0.00 201.04 0.00 303.50 0.00
237
Lampiran 8. Lanjutan (Juta Rp) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 190 200 201 202 203 204 205 209 210 211
309 140.68 1 859.87 651 787.65 3 337.97 46 106.81 921.25 4 936.29 1 589.57 0.00 201.34 3 044.04 11 303.27 1.14 15 999.38 0.00 598 198.13 220 767.75 316 265.04 25 078.72 436 630.58 879 358.05 228 840.39 92 988.11 9 662.67 411 724.93 606 081.98 28.80 874 013.37 350 150.10 46 743.89 470 915.27 26 613.41 44 446.00 350 592.66 92 089.74 45 927.30 82 854.28 170 751.40 216 221.56 0.00 7 338 173.37 764 780.43
310 5 352.77 4 110.03 844 392.34 20 284.00 60 509.99 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667. 79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64 787 663.11 390 104.74 455 000.17 116 270.12 457 069.00 1 254 210.59 319 311.96 102 090.47 20 699.06 694 069.85 634 683.63 3 528.47 1 801 802.13 472 178.25 95 716.67 1 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.54 183 475.57 203 753.08 170 751.40 295 431.94 0.00 11 536 342.25 3 159 720.26
409 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
600 5 352.77 4 110.03 844 392.33 20 284.00 60 510.00 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667.79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64 787 663.10 390 104.74 455 000.17 116 270.13 457 069.00 1 254 210.60 319 311.96 102 090.47 20 699.06 694 069.84 634 683.64 3 528.47 1 801 802.13 472 178.25 95 716.67 1 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.53 183 475.57 203 753.08 170 751.40 295 431.94 0.00 11 536 342.25 0.00
700 5 4 844 20 60 1 8 4 10 3 146 45 7 74
1
1
1
11 3
352.77 110.03 392.33 284.00 510.00 129.00 570.00 191.76 440.00 667.79 799.43 039.01 804.72 244.40 347.64 787 663.10 390 104.74 455 000.17 116 270.13 457 069. 00 254 210.60 319 311.96 102 090.47 20 699.06 694 069.84 634 683.64 3 528.47 801 802.13 472 178.25 95 716.67 029 750.86 92 551.27 44 616.82 554 549.66 120 180.53 183 475.57 203 753.08 170 751.40 295 431.94 0.00 536 342.25 159 720.26
Lampiran 9.
Permintaan Akhir Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 Dirinci Menurut Komponen dan Sektor
Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture
Konsumsi RT
Pengeluaran Pemerintah
PMTB
Perubahan Stok
Ekspor
(Juta Rp) Total
0.00 31 859.94 217 341.22 1 312.50 0.00 41 949.24 0.00 0.00 0.00 15 775.10 3 082.95 31 203.24 0.00 71 177.78 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 37.54 0.00 0.00 48.28 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1 606.18 0.00 0.00 0.00
564.05 3 968.67 2 049.05 1.76 0.00 782.55 86.80 2.64 0.00 35.37 0.00 0.00 3.64 17.44 0.00
0.00 124.68 433 368.19 2 091.22 46 106.81 701.83 4 865.90 1 589.32 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5 192.92 0.00
564.05 35 953.30 652 758.47 3 405.47 46 106.81 43 433.63 4 952.70 1 591.96 0.00 15 848.02 3 082.95 32 809.42 51.92 76 388.15 0.00
30 499.82 178 510.83 0.00 24 718.68 0.00 656 134.98 129 155.53 113 139.75 0.00 81 833.44 12 483.69
0.00 1 970.63 0.00 373.59 0.00 0.00 90.49 0.00 0.00 1 434.11 755.89
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 24 081.10 27 588.57
460.98 290.15 0.00 80.26 0.00 1 137.25 98.72 506.08 0.00 30 043.73 8.33
568 223.53 46 481.25 316 265.04 11 231.78 436 630.58 235 246.29 106 358.50 0.00 9 662.67 279 925.11 570 220.63
599 184.33 227 252.87 316 265.04 36 404.31 436 630.58 892 518.51 235 703.25 113 645.83 9 662.67 417 317.50 611 057.11
Lampiran 9.
Lanjutan
Sektor Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
Konsumsi RT
Pengeluaran Pemerintah
PMTB
Perubahan Stok
Ekspor
(Juta Rp) Total
0.00 52 393.84 0.00 17 681.98 368 124.65 38 790.80 1 954.95 132 511.81 175 308.09 62 969.01 143 761.68
0.00 1 944.50 0.00 14 713.67 40 149.89 14 914.63 1 320.41 2 286.39 4 054.51 8 666.70 385.00
0.00 0.00 5 776.63 8 157.09 164 974.89 0.00 41 170.64 3 009.47 0.00 486.21 0.00
467.62 531.18 0.10 1.89 5 524.44 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 820 096.30 344 778.45 37 613. 96 138 135.61 0.00 0.00 212 784.99 22 300.95 9 065.63 40.31
467.62 874 965.83 350 555.18 78 168.58 716 909.47 53 705.42 44 446.00 350 592.66 201 663.55 81 187.54 144 186.99
32 516.00 190 659.09
138 235.40 1 904.60
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 30 201.04
170 751.40 222 764.72
0.00 2 856 850.59
0.00 233 286.24
0.00 276 850.78
0.00 46 662.69
0.00 4 689 303.50
0.00 8 102 953.80
Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
240
Lampiran 10. Nilai Output Domestik Sektoral Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 Sektor
Nilai Output (Juta Rp) 5 352.77 4 110.03 844 392.33 20 284.00 60 510.00 1 129.00 8 570.00 4 191.76 10 440.00 3 667.79 146 799.43 45 039.01 7 804.72 74 244.40 347.64
Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkebunan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertambangan & Penggalian Ind. Pengolahan & Pengawetan Daging, Ikan, Sayur dan Buah 787 663.10 Ind. Penggilingan Padi-padian & Tepung 390 104.74 Ind. Susu & Makanan dari Susu 455 000.17 Ind. Gula 116 270.13 Ind. Makanan Ternak 457 069.00 Ind. Makanan Lain 1 254 210.60 Ind. Minuman 319 311.96 Ind. Rokok & Tembakau 102 090.47 Ind. Kapuk Randu 20 699.06 Ind. Tekstil & Pakaian Jadi 694 069.84 Ind. Furniture 634 683.64 Ind. Pupuk & Pestisida 3 528.47 Ind. Kimia Lainnya 1 801 802.13 Ind. Logam Dasar 472 178.25 Ind. Barang dari Logam 95 716.67 Industri Lainnya 1 029 750.86 Listrik, Gas & Air Bersih 92 551.27 Bangunan 44 616.82 Perdagangan 554 549.66 Hotel & Restoran 120 180.53 Angkutan & Komunikasi 183 475.57 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 203 753.08 Jasa Pemerintahan Umum & Pertahanan 170 751.40 Jasa-Jasa Lainnya 295 431.94 Kegiatan yang tak Jelas Batasannya 0.00 Total 11 536 342.25 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
(%)
Rank
0.046 0.036 7.319 0.176 0.525 0.010 0.074 0.036 0.090 0.032 1.272 0.390 0.068 0.644 0.003
33 35 4 29 25 38 31 34 30 36 18 26 32 24 39
6.828 3.382 3.944 1.008 3.962 10.872 2.768 0.885 0.179 6.016 5.502 0.031 15.618 4.093 0.830 8.926 0.802 0.387 4.807 1.042 1.590 1.766 1.480 2.561 0.00 100.00
5 12 11 20 10 2 13 21 28 6 7 37 1 9 22 3 23 27 8 19 16 15 17 14 40
241
Lampiran 11. Nilai Tambah Bruto Sekto ral Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000 Sektor
Nilai Tambah (Juta Rp) 4 811.44 3 722.67 793 827.85 15 394.01 55 503.33 941.21 7 274.40 3 229.76 9 576.18 3 344.29 111 063.91 38 386.76 7 437.17 66 498.67 225.14
Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tanaman Perkebunan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertambangan & Penggalian Ind. Pengolahan & Pengawetan Daging, 363 301.52 Ikan, Sayur dan Buah Ind. Penggilingan Padi-padian & Tepung 28 532.15 Ind. Susu & Makanan dari Susu 112 791.23 Ind. Gula 83 270.08 Ind. Makanan Ternak 154 098.40 Ind. Makanan Lain 233 129.65 Ind. Minuman 112 986.98 Ind. Rokok & Tembakau 38 499.41 Ind. Kapuk Randu 4 980.21 Ind. Tekstil & Pakaian Jadi 193 279.99 Ind. Furniture 215 320.84 Ind. Pupuk & Pestisida 901.20 Ind. Kimia Lainnya 418 983.35 Ind. Logam Dasar 206 637.30 Ind. Barang dari Logam 58 511.47 Industri Lainnya 356 401.26 Listrik, Gas & Air Bersih 52 941.54 Bangunan 22 665.35 Perdagangan 415 670.68 Hotel & Restoran 53 016.39 Angkutan & Komunikasi 136 066.62 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 164 942.86 Jasa Pemerintahan Umum & Pertahanan 170 751.40 Jasa-Jasa Lainnya 224 316.88 Kegiatan yang tak Jelas Batasannya 0.00 Total 4 943 233.54 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
(%)
Rank
0.097 0.075 16.059 0.311 1.123 0.019 0.147 0.065 0.194 0.068 2.247 0.777 0.150 1.345 0.005
33 34 1 28 21 37 31 36 29 35 17 25 30 19 39
7.349
4
0.577 2.282 1.685 3.117 4.716 2.286 0.779 0.101 3.910 4.356 0.018 8.476 4.180 1.184 7.210 1.071 0.459 8.476 1.073 2.753 3.337 3.454 4.538 0.00 100.00
26 16 18 13 6 15 24 32 10 8 38 2 9 20 5 23 27 3 22 14 12 11 7 40
242
Lampiran 12. Nilai Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Sektoral Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu&Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
Sumber Keterangan
0.00 124.68 433 368.19 2 091.22 46 106.81 701.83 4 865.90 1 589.32 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5 192.92 0.00
16 108.79 78 304.92 1 826.89 985.02 0.00 82 764.08 863.68 24 841.11 12 868.81 285 039.18 1 876.36 85 693.44 346 257.21 385 874.21 122 850.09
Neraca Perdagangan (Juta Rp) -16 108.79 -78 180.24 431 541.30 1 106.20 46 106.81 -82 062.25 4 002.22 -23 251.79 -12 868.81 -285 039.18 -1 876.36 -85 693.44 -346 257.21 -380 681.29 -122 850.09
568 223.53
7 219.82
46 481.25
12 786.08
Nilai Ekspor (Juta Rp)
Sektor
Nilai Impor (Juta Rp)
NP (%)
Rank NP
-1.05 -5.11 28.21 0.07 3.01 -5.37 0.26 -1.52 -0.84 -18.64 -0.12 -5.60 -22.64 -24.89 -8.03
23 28 4 17 12 29 16 25 22 37 21 30 38 39 32
561 003.71
36.68
3
33 695.18
2.20
13
316 265.04
0.00
316 265.04
20.68
7
11 231.78 436 630.58 235 246.29 106 358.50
85 912.22 9 676.43 20 819.43 11 932.13
-74 680.44 426 954.16 214 426.85 94 426.38
-4.88 27.91 14.02 6.17
27 5 9 11
0.00
22 679.85
-22 679.85
-1.48
24
9 662.67
0.00
9 662.67
0.63
15
279 925.11
17 573.09
262 352.02
17.15
8
570 220.63 0.00 820 096.30 344 778.45
8 943.11 53 772.58 17 342.03 9 607.36
561 277.52 -53 772.58 802 754.27 335 171.09
36.69 -3.52 52.48 21.91
2 26 1 6
37 613.96
199 986.14
-162 372.18
-10.62
36
138 135.61
659 091.31
-520 955.71
-34.06
40
0.00
94 215.69
-94 215.69
-6.16
31
0.00 212 784.99 22 300.95
0.00 0.00 153 678.54
0.00 212 784.99 -131 377.58
0.00 13.91 -8.59
18 10 33
9 065.63
166 832.84
-157 767.21
-10.31
35
40.31
150 871.37
-150 831. 06
-9.86
34
0.00
0.00
0.00
0.00
19
30 201.04
9 329.35
20 871.69
0.00
1 297.09
-1 297.09
-0.08
20
4 689 303.50
3 159 720.26
1 529 583.25
100.00
: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah) : NP = Neraca Perdagangan
243
Lampiran 13. Pengeluaran (Konsumsi) Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan, Dirinci Menurut Sektor Sebelum OTDA
Sesudah OTDA
Sektor (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) Padi 0.00 0.00 0.00 0.00 Palawija 0.00 0.00 0.00 0.00 Sayur & Buah 0.00 0.00 0.00 0.00 Tebu 0.00 0.00 0.00 0.00 Kapuk Randu 0.00 0.00 0.00 0.00 Kelapa 0.00 0.00 0.00 0.00 Kopi 0.00 0.00 0.00 0.00 Tembakau 0.00 0.00 0.00 0.00 Kapas 0.00 0.00 0.00 0.00 Tan Perkbnan Lain 0.48 0.00 0.00 0.00 Susu 0.00 0.00 0.00 0.00 Peternakan Lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 Kehutanan 1.06 0.00 0.51 0.00 Perikanan 0.00 0.00 0.00 0.00 Pertamb. & Galian 0.00 0.00 0.00 0.00 IPP Daging Ikan Sayur & 0.00 0.00 0.00 0.00 Buah IGP&T 1 899.94 1.00 946.44 0.32 Ind. Susu&Mknn dari Susu 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Gula 205.50 0.11 65.57 0.02 Ind. Mknn Trnak 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Makanan Lain 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Minuman 85.69 0.05 120.96 0.04 Ind. Rokok & Tembakau 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Kapuk Randu 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Tekstil & Pakaian Jadi 1 375.74 0.72 2 048.93 0.69 Ind. Furniture 663.80 0.35 1 029.37 0.35 Ind. Pupuk & Pest. 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Kimia Lainnya 1 910.75 1.01 1 212.89 0.41 Ind. Logam Dasar 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Barang dari Logam 3 312.44 1.74 3 951.19 1.34 Industri Lainn ya 23 085.13 12.16 34 108.52 11.55 Listrik Gas & Air Bersih 7 390.86 3.89 9 102.81 3.08 Bangunan 1 320.41 0.70 2 136.39 0.72 Perdagangan 2 286.39 1.20 3 253.87 1.10 Hotel & Restoran 1 577.58 0.83 3 331.93 1.13 Angkutan & Komunikasi 4 429.57 2.33 9 053.48 3.06 Keu Sewa&Jasa Perush 221.19 0.12 723.82 0.25 Jasa Pemerintahan Umum 138 235.40 72.82 215 336.33 72.89 &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya 1 839.88 0.97 9 009.43 3.05 Kegiatan yng tak Jls 0.00 0.00 0.00 0.00 Batasannya Total 189 841.80 100.00 295 432.45 100.00 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 dan Rincian APBD Kabupaten Pasuruan, 2002 (Diolah)
244
Lampiran 14. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan , Dirinci Menurut Sektor Sebelum OTDA
Sesudah OTDA
Sektor (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) Padi 0.00 0.00 0.00 0.00 Palawija 0.00 0.00 0.00 0.00 Sayur & Buah 0.00 0.00 0.00 0.00 Tebu 0.00 0.00 0.00 0.00 Kapuk Randu 0.00 0.00 0.00 0.00 Kelapa 0.00 0.00 0.00 0.00 Kopi 0.00 0.00 0.00 0.00 Tembakau 0.00 0.00 0.00 0.00 Kapas 0.00 0.00 0.00 0.00 Tan Perkbnan Lain 0.00 0.00 0.00 0.00 Susu 0.00 0.00 0.00 0.00 Peternakan Lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 Kehutanan 0.00 0.00 0.00 0.00 Perikanan 0.00 0.00 0.00 0.00 Pertamb. & Galian 0.00 0.00 0.00 0.00 IPP Daging Ikan Sayur & 0.00 0.00 0.00 0.00 Buah IGP&T 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Susu&Mknn dari Susu 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Gula 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Mknn Trnak 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Makanan Lain 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Minuman 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Rokok & Tembakau 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Kapuk Randu 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Tekstil & Pakaian Jadi 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Furniture 705.47 0.56 2 091.79 1.05 Ind. Pupuk & Pest. 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Kimia Lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Logam Dasar 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Barang dari Logam 0.00 0.00 0.00 0.00 Industri Lainnya 85 979.33 67.99 147 980.23 73.99 Listrik Gas & Air Bersih 0.00 0.00 0.00 0.00 Bangunan 36 909.48 29.19 42 956.33 21.48 Perdagangan 2 703.34 2.14 6 729.34 3.36 Hotel & Restoran 0.00 0.00 0.00 0.00 Angkutan & Komunikasi 160.70 0.13 255.71 0.13 Keu Sewa&Jasa Perush 0.00 0.00 0.00 0.00 Jasa Pemerintahan Umum 0.00 0.00 0.00 0.00 &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 Kegiatan yng tak Jls 0.00 0.00 0.00 0.00 Batasannya Total 126 458.32 100.00 200 013.40 100.00 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 dan Rincian APBD Kabupaten Pasuruan, 2002 (Diolah)
245
Lampiran 15. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Swasta d i Kabupaten Pasuruan, Dirinci Menurut Sektor Sebelum OTDA
Sesudah OTDA
Sektor (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) Padi 0.00 0.00 0.00 0.00 Palawija 0.00 0.00 0.00 0.00 Sayur & Buah 0.00 0.00 0.00 0.00 Tebu 0.00 0.00 0.00 0.00 Kapuk Randu 0.00 0.00 0.00 0.00 Kelapa 0.00 0.00 0.00 0.00 Kopi 0.00 0.00 0.00 0.00 Tembakau 0.00 0.00 0.00 0.00 Kapas 0.00 0.00 0.00 0.00 Tan Perkbnan Lain 0.00 0.00 0.00 0.00 Susu 0.00 0.00 0.00 0.00 Peternakan Lainnya 553.35 0.81 724.80 0.70 Kehutanan 0.00 0.00 0.00 0.00 Perikanan 0.00 0.00 0.00 0.00 Pertamb. & Galian 0.00 0.00 0.00 0.00 IPP Daging Ikan Sayur & Buah 0.00 0.00 0.00 0.00 IGP&T 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Susu&Mknn dari Susu 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Gula 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Mknn Trnak 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Makanan Lain 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Minuman 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Rokok & Tembakau 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Kapuk Randu 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Tekstil & Pakaian Jadi 23 100.88 34.01 26 247.21 25.46 Ind. Furniture 23 521.97 34.63 30 769.44 29.85 Ind. Pupuk & Pest. 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Kimia Lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 Ind. Logam Dasar 5 371.56 7.91 8 049.62 7.81 Ind. Barang dari Logam 1 836.38 2.70 3 160.62 3.07 Industri Lainnya 8 876.87 13.07 15 278.10 14.82 Listrik Gas & Air Bersih 0.00 0.00 0.00 0.00 Bangunan 4 261.16 6.27 18 382.16 17.83 Perdagangan 306.13 0.45 341.70 0.33 Hotel & Restoran 0.00 0.00 0.00 0.00 Angkutan & Komunikasi 87.80 0.13 131.79 0.13 Keu Sewa&Jasa Perush 0.00 0.00 0.00 0.00 Jasa Pemerintahan Umum 0.00 0.00 0.00 0.00 &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 Kegiatan yng tak Jls 0.00 0.00 0.00 0.00 Batasannya Total 67 916.10 100.00 103 085.44 100.00 Sumber: Tabel I-O Kabupaten Pasuruan, 2000 dan Rincian APBD Kabupaten Pasuruan, 2002 (Diolah)
246
Lampiran 16. P erbandingan Nilai E kspor Di Kabupaten Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah, Dirinci Menurut Sektor Sebelum OTDA
Sesudah OTDA
Sektor (Juta Rp) Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging Ikan Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu&Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture Ind. Pupuk & Pest. Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu Sewa&Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum &Perthnan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jls Batasannya Total
(%)
(Juta Rp)
(%)
0.00 124.68 433 368.19 2 091.22 46 106.81 701.83 4 865.90 1 589.32 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5 192.92 0.00 568 223.53 46 481.25 316 265.04 11 231.78 436 630.58 235 246.29 106 358.50 0.00 9 662.67 279 925.11 570 220.63 0.00 820 096.30 344 778.45 37 613.96 138 135.61 0.00 0.00 212 784.99 22 300.95 9 065.63 40.31
0.00 0.00 9.24 0.04 0.98 0.01 0.10 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.11 0.00 12.12 0.99 6.74 0.24 9.31 5.02 2.27 0.00 0.21 5.97 12.16 0.00 17.49 7.35 0.80 2.95 0.00 0.00 4.54 0.48 0.19 0.00
0.00 156.36 433 369.44 2 804.21 61 826.84 941.12 6 524.92 2 131.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6 385.74 0.00 713 368.50 58 354.26 397 050.64 14 100.79 548 161.93 295 336.75 133 526.34 0.00 10 978.73 318 050.84 773 426.73 0.00 1 164 529.61 516 672.94 64 737.91 237 747.13 0.00 0.00 277 111.28 34 703.58 13 435.03 52.97
0.00 0.00 7.07 0.05 1.01 0.02 0.11 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.10 0.00 11.65 0.95 6.48 0.23 8.95 4.82 2.18 0.00 0.18 5.19 12.63 0.00 19.01 8.43 1.06 3.88 0.00 0.00 4.52 0.57 0.22 0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
30 201.04 0.00 4 689 303.50
0.64 0.00 100.00
39 920.00 0.00 6 125 405.77
0.65 0.00 100.00
Lampiran 17.
Kontribusi Komponen Permintaan Akhir Terhadap Total Permintaan Akhir Tiap Sektor Di Kabupaten Pasuruan, Tahun 2000
(%) Sektor Padi Palawija Sayur & Buah Tebu Kapuk Randu Kelapa Kopi Tembakau Kapas Tan Perkbnan Lain Susu Peternakan Lainnya Kehutanan Perikanan Pertamb. & Galian IPP Daging, Ikan, Sayur & Buah IGP&T Ind. Susu & Mknn dari Susu Ind. Gula Ind. Mknn Trnak Ind. Makanan Lain Ind. Minuman Ind. Rokok & Tembakau Ind. Kapuk Randu Ind. Tekstil & Pakaian Jadi Ind. Furniture
Konsumsi RT
Pengeluaran Pemerintah
PMTB
Perubahan Stok
Ekspor
Total
0.000 82.962 33.198 37.301 0.000 23.381 0.000 0.000 99.540 100.000 95.105 0.000 67.526 -
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.237 0.000 0.000 92.985 0.000 -
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 4.895 0.000 0.000 -
100.000 10.334 0.313 0.050 0.000 0.436 1.426 0.016 0.223 0.000 0.000 7.015 0.017 -
0.000 6.704 66.489 62.649 100.000 76.182 98.574 99.984 0.000 0.000 0.000 0.000 32.457 -
100.00 0 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 -
4.936
0.000
0.000
0.075
94.989
100.000
77.958 0.000 54.218 0.000 73.121 53.445 99.555 0.000 19.067 1.809
0.861 0.000 0.819 0.000 0.000 0.037 0.000 0.000 0.334 0.110
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 5.611 3.997
0.127 0.000 0.176 0.000 0.127 0.041 0.445 0.000 7.000 0.001
21.054 100.000 44.786 100.000 26.752 46.477 0.000 100.000 67.988 94.083
100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Lampiran 17.
Lanjutan (%)
Sektor Ind. Pupuk & Pestisida Ind. Kimia Lainnya Ind. Logam Dasar Ind. Barang dari Logam Industri Lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, Sewa & Jasa Perush Jasa Pemerintahan Umum & Pertahanan Jasa-Jasa Lainnya Kegiatan yng tak Jela s Batasannya Total
Konsumsi RT
Pengeluaran Pemerintah
Perubahan Stok
PMTB
Ekspor
Total
0.000 5.891 0.000 8.516 44.947 72.229 4.398 37.797 74.070 70.075 99.684
0.000 0.219 0.000 7.086 4.902 27.771 2.971 0.652 1.713 9.645 0.267
0.000 0.000 1.534 3.929 20.143 0.000 92.631 0.858 0.000 0.541 0.000
100.000 0.060 0.000 0.001 0.675 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000 93.831 98.466 80.468 29.333 0.000 0.000 60.693 24.217 19.739 0.049
100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
19.043
80.957
0.000
0.000
0.000
100.000
85.181
0.851
0.000
0.000
13.968
100.000
-
-
-
-
-
-
30.352
2.587
2.649
0.510
63.903
100.000
Sumber: Tabel I-O Transaksi Domestik Kabupaten Pasuruan, 2000 (Diolah)
Lampiran 18. Matriks Tujuan, Metode Analisis dan Kesimpulan Penelitian No. 1.
Tujuan Menelaah pelaksanaan penerapan otonomi daerah menurut UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 di Kabupaten Pasuruan dari sudut pandang kelembagaan
Metode Analisis An alisis Deskriptif Membandingkan dua kondisi sebelum dan sesudah dilaksanakannya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 Hal-hal yang diuraikan adalah: 1. Struktur organisasi dan kewenangan Pemerintah Daerah 2. Sumber-sumber penerimaan serta alokasi anggaran menurut sektor pembangunan
Kesimpulan 1. Secara empiris, kebijakan otonomi daerah jika diperbandingkan dengan isi UU No 22/1999 dan UU No 25/1999 belum sepenuhnya diterapkan secara konsisten. Pelimpahan kewenangan di bidang pertanahan belum dapat dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Pasuruan karena adanya pertentangan dengan UUPA (UU No 5/1960) sehingga kewenangan ini dijalankan oleh Pemerintah Pusat melalui BPN yang berkedudukan di Kabupaten. Aturan yang belum jelas dan ketidaksiapan sumberdaya di daerah diperkirakan menyebabkan tersendatnya program kerja dinas daerah. 2. Dari sisi penerimaan, Pemda Kabupaten Pasuruan masih mengandalkan sumber eksternal, sedangkan kontribusi sumber internalnya hanya 16.39%. Tingginya pertumbuhan pos SILPA pada awal pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa pelimpahan kewenangan keuangan daerah belum diikuti dengan kesiapan aparat daerah dalam pengelolaan keuangan. Dari sisi pengeluaran, proporsi alokasi anggaran untuk pengeluaran pembangunan mengalami peningkatan dari 20.31% menjadi 38.08%. Ketidaksiapan pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan dalam pengelolaan keuangan daerah juga terlihat dari tingginya laju pertumbuhan pengeluaran pada pos-pos (pengeluaran rutin)
Lampiran 18. Lanjutan No.
Tujuan
Metode Analisis
2.
Mengkaji perubahan hubungan (fungsional dan koordinasi) antar lembaga/organisasi yang “membawahi” industri gula setelah penerapan kedua UU tersebut
Analisis Deskriptif Menguraikan secara lebih spesifik perubahan tugas dan kewenangan lembaga-lembaga yang ‘membawahi’ industri gula di Kabupaten Pasuruan, yakni Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pabrik Gula Kedawung, APTR dan Kelompok Tani serta beberapa kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengembangan industri gula pada periode sebelum dan sesudah otonomi daerah.
3.
Menganalisis kondisi perekonomian Kabupat en Pasuruan sebelum penerapan otonomi daerah termasuk posisi dan peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan
Analisis Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 1. Analisis struktur perekonomian Kabupaten Pasuruan dilakukan dengan mendeskripsikan struktur permintan dan penawaran, permintaan akhir, output sektoral, nilai tambah bruto, ekspor dan impor serta struktur ketenagakerjaan. 2. Analisis peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan dilakukan dengan menggunakan analisis keterkaitan dan analisis pengganda
Kesimpulan yang penggunaan dananya tidak jelas, yakni pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan pengeluaran tidak tersangka. Perubahan kelembagaan industri gula di Kabupaten Pasuruan lebih dipengaruhi oleh pemberlakuan Inpres No.5 Tahun 1998 dibandingkan dengan pemberlakuan otonomi daerah. Pelaku pengembangan tebu rakyat dilakukan oleh petani/koperasi/APTR-W dan PG Kedawung sedangkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan hanya berfungsi sebagai fasilitator dan mediator walaupun secara fungsional dinas ini bertanggungjawab atas pelaksanaan program pengembangan tebu rakyat. Peranan Pemda Kabupaten Pasuruan dalam pengembangan industri gula diwujudkan dalam bentuk pemberian kredit bagi petani tebu yang dananya bersumber dari DAU 1. Perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum penerapan otonomi daerah yang dilihat dari struktur nilai output sektoral menunjukkan bahwa sektor industri gula dan perkebunan tebu belum dapat digolongkan sebagai sektor yang dominan karena kontribusi output kedua sektor ini relatif kecil, yakni 1.01 persen dan 0.18 persen. Sektor-sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan output Kabupaten Pasuruan adalah sektor industri kimia lainnya (15.26 persen), industri makanan lainnya (10.87 persen) dan industri lainnya
Lampiran 18. Lanjutan No.
Tujuan
Metode Analisis
Kesimpulan (8.93 persen). Hasil pengagregasian Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 memperlihatkan bahwa dari sisi penciptaan output, sektor agroindustri dan sektor pertanian dapat digolongkan sebagai sektor yang dominan dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan dengan kontribusi masing-masing senilai 45.35 persen dan 10.72 persen. 2. Komponen terbesar NTB yang dihasilkan Kabupaten Pasuruan tahun 2000 adalah berupa surplus usaha (43.33 persen) serta upah dan gaji (42.97 persen). Sektor-sektor yang berperanan penting dalam penciptaan NTB adalah sektor sayur dan buah (16.06 persen), industri kimia lainnya (8.48 persen) dan perdagangan (8.41 persen). Kontribusi sektor industri gula dan perkebunan tebu terhadap penciptaan NTB relatif lebih besar bila dibandingkan dengan kontribusinya terhadap penciptaan output domestik. 3. Sektor industri gula di Kabupaten Pasuruan merupakan sektor yang mengalami defisit neraca pe rdagangan sedangkan sektor tebu mengalami surplus neraca perdagangan. Produksi tebu Kabupaten Pasuruan relatif dapat diandalkan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri gula sementara produksi industri gula belum mampu untuk memenuhi kebutuhan gula domestik. Sektorsektor dalam perekonomian Kabupaten
Lampiran 18. Lanjutan No.
Tujuan
Metode Analisis
Kesimpulan Pasuruan yang memiliki surplus neraca perdagangan terbesar adalah industri kimia lainnya, industri furniture dan industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah. 4. Tenaga kerja di Kabupaten Pasuruan sebagian besar terserap pada sektor sayur dan buah (25.71 persen), perdagangan (14.48 persen) dan sektor jasa lainnya (7.69 persen). Nilai koefisien tenaga kerja menunjukkan bahwa perkebunan tebu di Kabupaten Pasuruan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi (rangking ke -3 dari 40 sektor), industri gula juga memiliki daya serap tenaga kerja yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan sektor industri-industri yang lain. 5. Output industri gula di Kabupaten Pasuruan sebagian besar digunakan sebagai permintaan antara namun keterkaitan ke depan industri gula terhadap sektor lain relatif rendah dan terkonsentrasi pada empat sektor yaitu industri minuman, industri makanan lain nya, industri susu dan makanan dari susu serta industri gula sendiri. Keterkaitan ke belakang industri gula relatif tinggi walaupun hanya terkonsentrasi pada perkebunan tebu, perdagangan, industri lainnya dan industri gula sendiri. Nilai koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa upaya efektif untuk mendorong pen ingkatan produksi industri gula
Lampiran 18. Lanjutan No.
Tujuan
Metode Analisis
4.
Menganalisis dampak penerapan otonomi daerah terhadap nilai produksi, nilai tambah dan penciptaan kesempatan kerja pada industri gula di Kabupaten Pasuruan
Analisis D ampak Menggunakan Analisis Lanjutan terhadap Pengganda (Multiplier) Tabel I-O Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 Analisis dampak otonomi daerah dilakukan dengan 3 skenario:
Kesimpulan adalah melalui peningkatan permintaan produk industri minuman, sedangkan koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan bahwa peningkatan terhadap permintaan akhir industri gula akan lebih banyak dinikmati oleh perkebunan tebu sebagai penyedia bahan baku utama industri gula. 6. Peranan permintaan akhir industri gula terhadap penciptaan output, nilai tambah dan kesempatan kerja pada perekonomian Kabupaten Pasuruan ternyata lebih banyak dinikmati oleh perkebunan tebu dan industri gula itu sendiri. 7. Nilai koefisien pengganda (multiplier) menunjuk kan bahwa industri gula relatif lemah dalam mendorong penciptaan output pada sektor-sektor ekonomi lain namun mampu mendorong penciptaan pendapatan dan kesempatan kerja pada sektor-sektor ekonomi lain yang relatif besar. Walaupun nilai pengganda output industri gula relatif kecil namun dampak yang dinikmati oleh perkebunan tebu relatif besar. Dampak otonomi daerah terhadap kinerja industri gula yang diukur dari peningkatan produksi, nilai tambah bruto dan penciptaan kesempatan kerja menunjukkan bahwa perubahan besaran (penurunan) dan alokasi APBD menurunkan kinerja industri gula. Peningkatan investasi swasta
Lampiran 18. Lanjutan No.
Tujuan
Metode Analisis Perubahan APBD Kabupaten Pasuruan, yang dicerminkan oleh adanya perubahan kolom 302 dan 303. Perubahan kolom 303 merupakan menjumlahkan PMTB pemerintah tahun 2002 dengan PMTB swasta tahun 2000. 2. Perubahan APBD yang diikuti oleh perubahan investasi swasta. Yang dicerminkan oleh perubahan kolom 302 dan kolom 303. Perubahan kolom 303 merupakan menjumlahkan PMTB pemerintah tahun 2002 dengan PMTB swasta tahun 2002. 3. Perubahan APBD yang diikuti oleh perubahan investasi swasta dan ekspor, yang dicerminkan oleh perubahan kolom 302, 303 dan 305. Dampak yang dihitung adalah perubahan output, NTB dan kesempatan kerja untuk masing-masing skenario. 1.
Kesimpulan (PMTB) hanya memperkecil penurunan produksi, NTB dan kesempatan kerja tetapi belum mampu meningkatkan kinerja industri gula. Apabila perubahan alokasi APBD dan investasi swasta diikuti dengan peningkatan ekspor, hal ini dapat menghasilkan peningkatan output, NTB dan peciptaan lapangan kerja yang relatif besar, yakni 12.45 persen