KAJIAN APLIKASI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI CABAI MERAH (HOT CHILLI) DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI BERIKLIM BASAH I Ketut Kariada1) dan Adriana Bire2) 1) BPTP Bali 2) BPTP Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan adalah salah satu sentra produksi sayur-sayuran di Bali yang pasar utamanya adalah kota Denpasar dan sekitarnya. Wilayah ini merupakan daerah lahan kering dataran tinggi beriklim basah. Sumber mata pencaharian para petani di daerah ini umumnya sayuran dan sejak tahun 1980an telah menerapkan teknologi revolusi hijau dimana dalam memacu produksi lahan selalu menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Selain sayuran, para petani juga mengusahakan ternak sapi penggemukan dimana limbahnya juga dapat digunakan sebagai pupuk. Pada tahun 1990an limbah ternak tidak diperlakukan sebagai pupuk organik serta para petani lebih menyukai menggunakan pupuk an-organik demikian pula pemanfaatan pukan ayam yang dicampur sekam padi. Mengingat pentingnya manfaat dari pupuk organik terhadap tanaman dan tanah, maka dalam pengkajian tahun 2005 telah dilakukan penelitian penerapan pupuk organik dengan kontrol pupuk an-organik pada tanaman cabai merah (hot chilli). Lokasi pengkajian adalah di dusun Pemuteran Kecamatan Baturiti Tabanan. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mendapatkan aplikasi yang terbaik dalam penerapan pupuk organik dan kombinasinya pada tanaman di tingkat petani. Dalam pengkajian ini terdapat 5 perlakuan dan 5 ulangan yaitu (a) P0 : kontrol (SP-36 100kg/ha); (b) P1 : pukan ayam dicampur sekam 15 ton/ha (cara petani); (c) P2 : pupuk organik kascing 5 ton/ha; (d) P3 : ½ P0 + ½ P1; (e) P4 : ½ P0 + ½ P2.. Seluruh perlakuan diberikan pada saat tanam dan guludan lahan dilindungi dengan mulsa plastik. ... Hasil pengkajian menunjukkan, perlakuan pemupukan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tinggi tanaman cabai, kanopi, jumlah buah per tanaman, berat buah, serta produksi cabai. Hasil terendah diperoleh pada perlakuan P0 (NPK 100-50-50) yaitu 12.5 ton/ha, sementara hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 (kascing 5 t/ha) yaitu 19.67 ton/ha. Berdasarkan hasil tersebut maka disarankan kepada para petani untuk menerapkan pupuk organik kascing untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan lahan serta mampu menekan pemanfaatan pupuk dan pestisida kimia. Kata kunci : pupuk organik, pupuk an-organik, cabai hot chilli, lahan kering dataran tinggi. PENDAHULUAN
Farming systems zone lahan kering dataran tinggi beriklim basah Baturiti memiliki kondisi topografi, agroklimat dan agroekosistem yang sangat beragam serta tingkat kesuburan tanah yang sedang hingga rendah. Berdasarkan hasil PRA diperoleh gambaran bahwa pengelolaan lahan pada umumnya adalah untuk komoditi sayuran dataran tinggi dan tanaman pangan lainnya. Selain sayuran, komoditi peternakan juga merupakan bagian dai usaha tani seperti ratarata keluarga memiliki ternak sapi bali 2 ekor serta ternak lainnya seperti babi, kelinci, dan ayam dengan skala kecil. Di beberapa tempat seperti dusun Pemuteran, Bukit Catu dan Batu Sesa konsentrasi tanaman lebih banyak pada kentang, wortel, bawang prey, cabai maupun tomat, sementara di dusun lain sekitarnya seperti dusun Titigalar banyak petani mengusahakan tanaman cabai merah disamping juga tanaman jagung manis, tomat dan sayuran lain. Masalah utama dalam pengelolaan sayuran adalah terjadinya penurunan produksi serta meningkatnya serangan OPT. Dengan adanya ternak sapi penggemukan yang dipelihara oleh masyarakat dengan rata-rata kepemilikan 3 ekor per keluarga, maka kotoran ternak sapi dan limbah sayuran menjadi potensi yang sangat baik sebagai bahan baku pupuk organik misalnya pupuk organik kascing sehingga berpotensi pula mensubstitusi peran utama pupuk an-organik yang selama ini dimanfaatkan. Paket teknologi perbaikan kualitas dan produksi sayuran dengan menggunakan pupuk organik kascing diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani. Adapun tujuan pengkajian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pupuk pupuk organik terhadap produksi tanaman cabai merah (hot chilli) di tingkat petani. METODOLOGI Pengkajian dilakukan pada “farming system zone (FSZ)” lahan kering dataran tinggi beriklim basah dengan sasaran agar diperoleh jenis pupuk organic yang mampu memberikan produksi baik pada tanaman cabai merah (hot chilli). Dalam kajian ini bibit cabai jenis hot chilli (yang sudah umum dilakukan petani) digunakan sebagai bahan tanaman. Pengkajian dilakukan pada MT. 2005 yang dilaksanakan di lahan petani (on farm research) dengan memberikan bantuan pupuk, peralatan, bibit bermutu serta sarana lainnya yang dibutuhkan oleh kelompok. Sebagian dari kebutuhan sarana produksi tersebut diberikan oleh petani sebagai bagian dari partisipasi. Lokasi pengkajian adalah di Dusun Pemuteran, Desa Candikuning Baturiti Tabanan. Pengkajian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok ( RAK ) terdiri dari 5 perlakuan dan 5 ulangan, dengan masing-masing perlakuan sbb : (a) P0 : pupuk an-organik NPK 100-50-50; (b) P1: pupuk kandang ayam dicampur sekam padi 10 ton/ha; (c) P2 : paket teknologi pupuk organik kascing 5 ton/ha (Kariada, dkk, 2000); (d) P3 : 1/2 P0 + 1/2 P1; (e) P4 : 1/2 P0 + 1/2 P2 Adapun parameter yang diukur meliputi rata-rata tinggi tanaman, rata-rata lebar kanopi, jumlah buah per tanaman, rata-rata berat buah per tanaman, rata-rata produksi per hektar. Data yang dikumpulkan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam. Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT 5 % (Gomez dan Gomez, 1995). Sementara untuk kelayakan teknis dan finansial maka dilakukan analisis aspek ekonominya yang meliputi analisis B/C ratio da tingkat keuntungan per hektar. HASIL DAN PEMBAHASAN Data tinggi tanaman cabai merah (hot chilli), lebar kanopi serta jumlah buah per tanaman disajikan dalam Tabel 1. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa perlakuan aplikasi pupuk organic menunjukkan berbeda nyata untuk parameter tinggi tanaman,. Lebar kanopi maupun jumlah buah per tanaman. Perlakuan P2 yaitu pemberian pupuk organik kascing dengan dosis 5 t/ha mampu memberikan nilai tertinggi untuk seluruh parameter pengukuran. Rata-rata tinggi tanaman umur 35 HST berbeda nyata (P<0.05) dimana nilai terendah adalah pada perlakuan P0 (aplikasi pupuk an-organik NPK 100-15-15) yaitu 51.66 cm dan tertinggi pada perlakuan P2 yaitu 61.67 cm. Sementara rata-rata lebar kanopi tanaman juga berpengaruh nyata (P<0.05) pada aplikasi pemupukan organik dimana lebar kanopi terendah adalah pada perlakuan P0 yaitu 5.05 cm dan terbaik pada P2 5.96 cm diikuti oleh perlakuan P1, P4 dan P3. Hal yang sama juga terjadi pada jumlah buah pertanaman dimana jumlh buah terendah pada perlakuan P0 yaitu 67 buah dan tertinggi pada perlakuan P2 yaitu 99.80 buah dan diikuti perlakuan P1, P4 dan P3.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman cabai pada umur 35 HST, lebar kanopi serta jumlah buah per tanaman. Rata-rata Tinggi Rata-rata lebar Jumlah buah per Perlakuan tanaman (cm) kanopi (cm) tanaman (buah) P0 51.66 a 5.05 a 67 a P1 60.45 c 5.58 bc 91.2 c P2 61.67 c 5.96 c 99.80 d P3 54.26 ab 5.12 a 71.80 b P4 56.61 b 5.24 ab 73.20 b a,b,c,d : huruf pada kolom yang sama yang berbeda menunjukkan beda nyata (P<0,05) Pada umur 0-35 HST tingkat absorpsi akar terhadap unsur hara adalah efektif untuk fase-fase pertumbuhan vegetatif dan hingga 60 HST pembentukan bunga / buah. Perlakuan pupuk organic kascing (P2) menunjukkan hasil terbaik mengingat pupuk kascing mengandung komposisi unsur hara yang cukup baik. Hasil analisis kimia yang dilakukan C.V. Sarana Petani Bali, 2000 menunjukkan komponen unsur yang dikandung antara lain mengandung N = 1,99%, P = 3,92 %, K = 0,69 %, S = 0,26 %, Cu = 0,045 % serta Fe = 0,081 % merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Dengan demikian maka dalam pembentukan jaringan daam fase vegetatif dan generatif faktor lingkungan tanah dan pupuk sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman (Soepardi, 1974). Kadar N pada kascing memberikan efek yang sangat cepat menstimulir pertumbuhan pada phase vegetatif yang juga merupakan unsur pengatur absorpsi kalium (K) dan phosphor (P). Selain itu dengan adanya zat tumbuh yang dikandung pupuk kascing memacu untuk pertumbuhan akar yang lebih baik. Sementara pada aplikasi pupuk an-organik (NPK) pada perlakuan P0 menunjukkan seluruh parameter pengukuran memberikan nilai terendah. Hal ini mengindkasikan bahwa kadar unsur NPK yang dikandung banyak mengalami kehilangan pada tanah-tanah berpasir seperti pada lokasi pengkajian karena sifat N adalah menguap dan leaching. Dengan demikian maka terjadi faktor lingkungan yang kurang seimbang antara unsur N, P dan K dimana hal memperlambat ketersediaan unsur hara yang berarti mempengaruhi kecepatan pertumbuhan cabai. Sementara itu bobot buah cabai per pohon dan hasil per hektar cabai disajikan dalam Tabel 2. Dari data-data dalam Tabel 2 tersirat bahwa perlakuan pupuk organic berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap bobot buah maupun hasil cabai. Bobot buah per tanaman terendah diperoleh pada perlakuan P0 yaitu 1.01 kg/pohon dan tertinggi pada perlakuan P2 1.74 kg per pohon dan diikuti oleh perlakuan P1, P3 dan P4. Sementara hal yang sama juga terjadi pada hasil cabai yang menunjukkan terjadi pengaruh nyata dari aplikasi perlakuan pupuk organic. Hasil terendah pada perlakuan P0 yaitu 12.35 t/ha dan hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 19.67 t/ha. Tabel 2. Pengaruh aplikasi pupuk organik terhadap berat buah dan hasil cabai per hektar Rata-rata berat buah per Rata-rata hasil per hektar Perlakuan pohon (kg) (ton) P0 1.01 a 12.35 a P1 1.51 bc 18.47 c P2 1.74 c 19.67 c P3 1.36 b 15.31 b P4 1.33 b 14.49 b a,b,c,d : huruf pada kolom yang sama yang berbeda menunjukkan beda nyata (P<0,05) Terjadinya perbedaan pada bobot buah dan hasil cabai ini antara lain ditentukan oleh kondsi lingkungan lahan. Secara umum pada tanah-tanah berpasir kadar C-organik tanah, N tersedia dan K tersedia adalah rendah, sehingga dengan pemberian pupuk organik akan mampu memberi peningkatan hasil yang jauh lebih tinggi. Pupuk kascing misalnya mempunyai kandungan unsur hara yang lebih baik (lihat Tabel 3) bila dibandingkan dengan kadar pukan ayam yang dicampur sekam namun keduanya akan lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan P0 (aplikasi pupuk an-organik) karena mampu menahan air, meningkatkan pH tanah,
melepaskan P terjerap sehingga menjadi tersedia bagi tanaman serta mempunyai KTK yang tinggi. Pupuk organik kascing juga mampu memperbaiki kondisi biologi, fisika dan kimia tanah bila dibandingkan dengan pukan an-organik (Kartini, 2000). Dalam musim tanam ini beberapa kendala yang ditemukan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman antara lain adanya curah hujan yang tidak sesuai dengan musim sehingga juga mempengaruhi kerontokan bunga, serangan kutu daun kapas (Aphids) serta lalat buah. Tabel 3. Hasil analisis kimia tanah dan pupuk kompos di dusun Pemuteran Candikuning Baturiti Tabanan, No. Uraian Analisis Pukan Ayam Analisis kascing campur sekam (kompos) 1. pH 9.10 (A)* 9.45 (A)* pH 6.0 (N)** 6.8 (N)** 2. C-org (%) 12.83 (ST)* 17.64 (ST)* 3. N-Total (%) 0.58 (T)* 0.70 (T)* 1.19 (ST)** 1.90 (ST)** 4. P tersedia (ppm) 229.84 (ST)* 624.25 (ST)** 5. K tersedia (ppm) 7.015.31 (ST)* 11.842.40 (ST)* 6. Ca tersedia (meq/100g) 10.70 (T)** 30.00 (T)** 7. Mg tersedia (meq/100g) 3.13 (S)** 15.23 (T)** 8. KTK (meq/100g) 35.50 (T)** 69.00 (T)** 9. Kadar Air (%) 9.75 (KU)* 13.18 (KU)* Tekstur : pasir berlempung. R = rendah, S = sedang, T = tinggi, ST = sangat tinggi, A = alkalis, AM = agak masam, KU = kering udara. *) Sumber : I. K. Kariada, et. Al, 2003. **) Sumber : Suwardi, 2005 (sumber bahan kompos dan kascing dari tempat berbeda) Dari Tabel 3 terlihat bahwa kadar unsur yang dikandung oleh pupuk organik kascing adalah cukup baik (C.V. Sarana Petani Bali, 2000; Suwardi, 2005; Anonim, 2005) sehingga mampu memberikan hasil yang cukup baik. Unsur hara yang dikandung ini sangat sesuai dengan kebutuhan tanaman cabai yang membutuhkan kation-kation makro maupun mikro seperti di atas. Komposisi unsur yang dikandungnya juga sangat berimbang sehingga ketersediaan unsur hara yang siap diabsorpsi oleh akar pada fase generatif dan pembentukan bunga / buah akan terpenuhi terutama pada saat fase-fase absorpsi nitrogen dalam pembentukan akar, batang dan daun (Soepardi, 1974, Miller, 1972). Kadar N organik pada kascing memberikan efek yang sangat cepat menstimulir pertumbuhan pada phase vegetatif yang juga merupakan unsur pengatur absorpsi kalium (K) dan phosphor (P). Kascing sebagai pupuk organik yang dapat menyediakan bahan-bahan asam amino dan protein yang siap membangun jaringan pertumbuhan tanaman dan buah. Kascing juga mengandung zat tumbuh yaitu auksin yang berperan dalam memacu pertumbuhan akar sehingga daya serap akar terhadap unsur hara makro dan mikro sangat efektif. Selain itu pupuk kascing juga mampu membebaskan unsur P-terfiksasi / terjerap dalam tanah menjadi P-tersedia serta menghasilkan pH yang alkalis sehingga bila diaplikan akan mampu meningkatkan pH tanah. Dalam kondisi seperti ini maka keseimbangan unsur hara akan menjadi lebih baik, merangsang pertumbuhan akar sehingga dengan pertumbuhan akar yang baik akan mampu menyerap unsur hara secara efektif. Selain itu dengan kondisi pH yang lebih baik maka nematoda-nematoda tanah yang merusak akar tidak akan mampu berkembang sehingga akar dapat berkembang baik yang akhirnya mampu memanfaatkan unsur hara dengan baik dalam fase pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan (Kartini, 2000). Walaupun pupuk kandang ayam yang dicampur sekam memberikan hasil yang lebih rendah akan tetapi bila dibandingkan dengan perlakuan NPK pukan ayam ini memberikan dampak yang jauh lebih baik. Dalam menyikapi era perdagangan bebas yang sudah dekat dimana salah satu komponen perdagangan yang penting yang dikaitkan dengan isu lingkungan adalah produk-produk pertanian organik dimana produk-produk ini saja yang akan mampu bersaing di tingkat global. Dalam aplikasi pupuk kimia maka produksi yang dihasilkan justru jauh
lebih rendah karena pada lahan-lahan yang bertekstur pasir / remah unsur N akan mudah tercuci (leaching) maupun mengalami penguapan selain juga bila terjadi hujan mudah tererosi. Dalam analisis usaha tani penerapan teknologi pupuk organik pada cabai merah menunjukkan bahwa nilai ekonomi yang cukup berbeda antar perlakuan (Tabel 4). Dari Tabel tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa seluruh perlakuan memberikan keuntungan yang baik dimana keuntungan terbesar diperoleh pada perlakuan P2 (B/C ratio 5.4) diikuti oleh perlakuan P1, P3, P4 dan terkecil P0 (kontrol NPK). Secara keseluruhan perlakuan pemupukan ini memberikan keuntungan yang baik dan layak diusahakan. Tabel 4. Analisis ekonomi aplikasi pupuk organik pada tanaman cabai merah (hot chilli). Uraian P0 P1 P2 P3 P4 Pupuk NPK 285.000 0 0 642.500 1.892.500 100-50-50 Pukan ayam (10 0 1.000.000 0 0 0 ton/Ha) Pupuk kascing 5 0 0 3.500.000 0 0 t/ha Pestisida kimia 450.000 900.000 900.000 675.000 675.000 dan Organik Bibit cabai 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 Plastik h/p 3.400.000 3.400.000 3.400.000 3.400.000 3.400.000 Sewa Lahan / 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 musim Tenaga kerja 1.750.000 1.750.000 1.750.000 1.750.000 1.750.000 (70 HOK) Total Biaya 11.685.000 12.050.000 15.350.000 12.267.000 13.517.500 input Produksi (t/ha) 12.35 18.47 19.67 15.31 14.49 Nilai (harga jual 61.750.000 92.350.000 98.350.000 76.550.000 72.450.000 di petani Rp.5.000/kg) Keuntungan / ha 50.065.000 80.300.000 83.000.000 64.283.000 58.932.500 Analisis B/C 4.3 6.7 5.4 5.2 4.4 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : (a) perlakuan pupuk kandang kascing dengan dosis 5 ton / Ha memberikan rata-rata hasil cabe hot chilli yang terbaik. Produksi yang dicapai mencapai 19.67 t/ha diikuti oleh perlakuan P1, P3, P4 dan P0 yaitu masing-masing 18.47 t/ha, 15.31 t/ha, 14.49 t/ha dan terendah 12.35 t/ha. Produksi yang dicapai dalam perlakuan ini cukup baik dan layak dilakukan usaha tani. Mengingat produksi cabai merah dengan perlakuan pupuk organik memberikan hasil lebih tinggi maka terdapat potensi yang baik untuk dapat mensubstitusi peran pupuk an-organik NPK yang selama ini sering digunakan petani dan harganya semakin mahal serta bersifat kimiawi. Dengan menerapkan pupuk organik maka diharapkan para petani akan mampu membenahi kondisi lingkungan lahan serta mampu meningkatkan efisiensi produksi dengan cara membuat pupuk organik dan diaplikasikan di lahan sendiri. Disarankan agar dilakukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap peran pupuk organik ini serta menghimbau para petani untuk memelihara ternak dan limbahnya diproses untuk pupuk organik untuk mensubstitusi peran pupuk an-organik dalam membudidayakan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2004. Komposisi kimia pupuk organik. Peternakan Bogor.
Pusat penelitian dan Pengembangan
C.V. Sarana Petani Bali. 2000. Pupuk Organik Kastcing (POK). Pupuk Organik Pertama di Indonesia. Alami, Ramah Lingkungan, Bebas Bahan Kimia. Denpasar. Gomez, A.K. Dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. UI-Press. Jakarta. 698 Hlm. Miller, F.P. 1972. Fertilizers And Our Environment. The Fertilizer Hand Book. The Fertilizer Institut New York. Pp. 24-46. Soepardi, G. 1974. Sifat Dan Ciri-Ciri Tanah 3. Terjemahan H.O. Buckman Dan N.C. Brady. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Faperta IPB Bogor. Kariada, I.K. M. Sukadana, L. Kartini dan Y. Handayani. 2000. Laporan Pengkajian Pupuk Organik Kascing pada sayuran pinggiran perkotaan. IP2TP Denpasar. Kariada, I.K., I.M. Londra, I.B. Aribawa, dan I.N. Dwijana. 2005. Laporan Akir Pengkajian Agribisnis Usaha Tani Integrasi Ternak Sapi dan Sayuran Pada FSZ Lahan Kering Dataran Tinggi Beriklim Basah. BPTP Bali. Kartini, N.L. 2000. Peranan Pupuk Organik Kastcing (POK) Dalam Pertanian Organik. Makalah Disampaikan Pada Seminar Hasil Pengkajian Pupuk Organik IP2TP Denpasar
PROSPEK PEMBUDIDAYAAN JAMUR KAYU DI KUPANG Rostaman dan Ali Hasan Politeknik Pertanian Negeri Kupang ABSTRAK Jamur kayu adalah komoditas yang mempunyai prospektif. Jamur kayu digunakan sebagai makanan untuk pemenuhan gizi dan sebagai makanan kesehatan untuk peningkatan derajat kesehatan. Komoditas tersebut dapat diusahakan dengan memanfaatkan limbah pertanian yang melimpah seperti serbuk gergaji dan tongkol jagung. Berdasarkan hasil perhitungan, usahatani jamur menguntungkan. PENDAHULUAN Jamur kayu adalah semua jenis jamur (mushroom) yang tumbuh pada kayu yang sudah melapuk. Di alam, jamur tumbuh subur pada musim penghujan. Beberapa jenis jamur dimanfaatkan oleh manusia sebagai makanan dan bahan obat. Sebagian jamur dibudidayakan pada kayu atau serbuk kayu dan bahan lainnya yang diperkaya dalam suatu bangunan yang dinamakan kubung jamur (mushroom house). Pada tempat tersebut, jamur tumbuh subur karena kondisi lingkungan fisiknya mendukung. Jamur tiram (Pleurotus spp), jamur kuping (Auricularia spp), jamur shiitake (Lentinula edodes) dan jamur lin zhi (Ganoderma lucidum) merupakan jenis jamur yang banyak dibudidayakan di Asia termasuk Indonesia. Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta merupakan daerah penghasil jamur kayu tersebut. Pengusahaan atau industri jamur kayu telah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat. Jamur kayu digunakan sebagai makanan untuk pemenuhan gizi dan sebagai makanan kesehatan untuk peningkatan derajat kesehatan. Nilai gizi dan khasiat jamur kayu disajikan pada Tabel 1. Selain itu, industri jamur banyak memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat sekitarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, roda ekonomi masyarakat berjalan dengan baik. Tabel 1. Kandungan gizi dan khasiat beberapa jenis jamur kayu Uraian Kandungan gizi - Protein - Lemak - Niacin - Thiamin - Asam folat - Vitamin C - Kalium Khasiat
Jamur tiram putih (P. ostreatus)
Jamur kuping (Auricularia spp)
Shiitake (L. edodes)
10-30 persen 109 mg/100 g 65 mg/100 g 30-144 mg/100 g 3006 mg/100 g
8-10 persen
13-18 persen 2-5 persen 55 mg/100g 7,8 mg/100 g -
menurunkan kolesterol
0,8-1,2 persen menyembuhkan kanker dan tumor, dan antikoagulan
menyembuhka n kanker dan tumor, memicu kekebalan tubuh dan, anti-HIV
Sumber : Stamets, P. (1993).Growing Gourmet and Medicinal Mushrioom
LINGKUNGAN TUMBUH
Ling zhi (G. lucidum) Tidak diketahui
menyembuhkan kanker, tumor, kekebalan tubuh, menurunkan kolesterol, menyembuhkan degenerasi hati, & antikoagulan,
Orang awam mengatakan bahwa jamur kayu sulit tumbuh di daerah yang mempunyai cuaca kering dan panas seperti di Kupang. Apa benar jamur kayu sulit tumbuh di daerah kering dan panas? Sebenarnya, jamur dapat tumbuh di tempat tersebut. Buktinya, di beberapa tempat di Kupang jamur tiram tumbuh dengan baik dan menghasilkan. Yang jadi masalah bagaimana menyiasati supaya produksi jamur kayu tersebut tinggi. Umumnya jamur kayu terutama shiitake tumbuh baik di daerah yang mempunyai cuaca relatif dingin (15 -25 oC). Namun demikian, lingkungan fisik seperti suhu bukan merupakan persyaratan mutlak. Jamur merupakan organisma yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan fisik dalam waktu yang relatif singkat. Adanya seleksi alam pada jamur tersebut, memungkinkan diperoleh strain yang dapat hidup pada suhu yang relatif tinggi. Persyaratan yang mutlak bagi pertumbuhan jamur kayu adalah kelembaban media atau substrat tempat hidupnya relatif tinggi (60-70 persen) dan kelembaban udara yang tinggi (di atas 80%). Kelembaban udara yang tinggi di dalam kubung dapat menurunkan suhu udara di dalam bangunan tersebut. SUBSTRAT DAN LIMBAH PERTANIAN Jamur hidup pada bahan organik yang kaya selulosa dan lignin. Bahan organik tersebut adalah pohon yang mati karena petir, kebakaran, terserang penyakit atau sengaja ditebang oleh manusia. Pada musim penghujan, banyak tubuh buah jamur kayu yang muncul dari pohon-pohon tersebut. Pada beberapa dekade ini, jamur kayu ditumbuhkan pada berbagai bahan organik yang asal tanaman yang diperkaya. Pengayaan bahan organik bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tubuh buah dan kualitas buah jamur. Berbagai jenis limbah pertanian dapat digunakan untuk budidaya jamur kayu adalah serbuk gergaji, tongkol jagung, batang jagung, kulit kacang tanah, kulit kacang buncis/merah, kulit kopi dan lain-lain. Jenis kayu inferior yakni tidak layak untuk kayu bangunan atau perkakas dan kayu hasil penebangan penjarangan dapat juga digunakan untuk budidaya jamur kayu. Serbuk gergaji merupakan bahan dasar yang umum untuk media tumbuh jamur tiram dan jamur kayu lainnya. Selain itu, beberapa jenis bahan pengaya ditambahkan untuk memperkaya media dan menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Bahanbahan tersebut adalah dedak, kapur atau gipsum, dan bahan tambahan lainnya. Komposisi formulasi media jamur berbeda-beda. Formulasi media yang dapat dijadikan patokan adalah 45,5 kg tongkol jagung dan kulit kacang tanah giling, 4,5 kg dedak, 1,8 kg gipsum (kalsium sulfat) dan 0,45 kg kapur (kalsium karbonat) serta 45-64 kg air. Pada dasarnya, semua bahan yang disebutkan di atas banyak terdapat (melimpah) di daerah Kupang dan sekitarnya. Dedak yang merupakan bahan pengaya juga tersedia banyak walaupun penggunaannya harus bersaing dengan kepentingan peternakan. TEKNIK PEMBUDIDAYAAN Usaha budidaya jamur kayu dapat dilakukan oleh kalangan rumah tangga. Hal yang paling penting dilakukan adalah menentukan pasar untuk komoditas jamur tersebut. Apakah jenis jamur kayu yang akan diusahakan dapat diserap pasar? Di Kupang jamur yang mempunyai prospek adalah jamur tiram dan jamur kuping, karena segmen pasarnya telah jelas yaitu pasar lokal. Namun demikian, jamur lainnya dapat diusahakan jika pasar nasional atau dunia terbuka untuk komoditas yang dimaksud. Dalam budidaya jamur kayu, beberapa kiat harus dikuasai oleh pengusaha jamur kayu. Kiat-kiat budidaya tersebut merupakan kunci keberhasilan budidaya jamur kayu, yaitu : a. Sterilisasi. Di udara terdapat banyak spora jamur kontaminan yang jika tumbuh pada media tanam jamur budidaya dapat menghambat pertumbuhan jamur tersebut. Oleh karena itu untuk menurunkan sumber kontaminan tersebut media tanam perlu disterilisasi dulu.
b. Jenis unggul (fast growing variety). Selain unggul dalam produksi tubuh buah, jenis atau strain jamur yang dibudidayakan harus mempunyai kemampuan tumbuh yang kuat dan cepat, sehingga dapat bersaing dengan jamur kontaminan. c. Kelembaban tinggi. Persyaratan tumbuh bagi jamur kayu adalah kelembaban media dan lingkungan udara yang tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengabutan. Teknik ini berperan juga sebagai sekaligus penurunan suhu udara di dalam kubung. d. Ketekunan. Usaha budidaya jamur kayu membutuhkan tingkat ketekunan yang tinggi. Ini berkaitan atau kerja dengan organisma mikro (kecil). Dua cara budidaya jamur kayu yang banyak dilakukan, yaitu menggunakan log alami (batang pohon) dan log sintetis. Log sintesis terbuat dari serbuk gergaji yang diperkaya dengan bahan pengaya (dedak/bekatul). Berikut ini prosedur singkat pembuatan log jamur dan budidaya jamur tiram. Bahanbahan dicampur kering secara merata. Selanjutnya campuran tersebut dibasahi sampai kelembabannya mencapai 65-70 %. Kemudian adonan itu dimasukkan ke dalam kantung plastik (tahan panas). Kemudian, kantung tersebut disterilisasi dalam steamer selama beberapa jam untuk membunuh mikroorganisme kontaminan. Jika suhu suhu media telah mencapai sekitar 30 – 35 0C, maka bibit dapat ditaman pada media tersebut. Media yang telah ditanami bibit disebut log jamur. Selanjutnya, log jamur disimpan pada ruang inkubasi yang hangat (sekitar 24 0C) untuk mempercepat pertumbuhan miselium. Jika pertumbuhan miselium sudah maksimum (12-21 hari sejak penanaman), maka log jamur dipindahkan ke tempat lainnya (kubung jamur) untuk pembuahan. Pembuahan jamur tiram terjadi setelah satu bulan atau lebih sejak penanaman bibit atau 7-12 hari sejak log jamur penuh dengan miselium. Tubuh buah jamur dapat mulai dipanen sejak saat itu untuk selama sekitar 3-4 kali panenan atau lebih. Banyaknya produksi tubuh buah tergantung pada media, jenis atau strain jamur, lingkungan fisik (kelembaban) dan organisme pengganggu. Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya jamur tiram adalah menjaga kondisi lingkungan fisik kubung jamur yang stabil. Kondisi lingkungan yang dibutuhkan adalah kelembaban udara 85-90%. Kondisi ini diperlukan agar produksi tubuh buah tinggi sesuai dengan potensi genetiknya. Kelembaban tersebut dapat tercipta melalui pengabutan kubung jamur. ANALISIS USAHA Hasil perhitungan kasar usaha budidaya jamur khususnya jamur tiram cukup menguntungkan. Biaya produksi untuk pembuatan log jamur tiram yang telah ditanami bibit jamur sekitar Rp 800. Setelah satu bulan atau lebih, tubuh buah akan muncul dari log jamur. Produksi tubuh buah jamur dapat mencapai 300-600 gram per log atau rata-rata 400 gram. Jika harga jual per kilogramnya adalah Rp 20.000, maka perolehannya adalah Rp 8.000. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh mencapai Rp 7.200 per log dalam satu periode budidaya. MASALAH KONTAMINAN DAN SERANGGA HAMA Budidaya jamur tidak terlepas dari berbagai gangguan baik jamur kontaminan, maupun artropoda. Organisma pengganggu tersebut dapat menyebabkan kegagalan pembuatan log jamur dan kegagalan produksi tubuh buah jamur. Berbagai jenis jamur kontaminan yang banyak merugikan diantaranya adalah jamur hijau (Trichoderma harzianum, T. viride, T. koningii), jamur hijau biru (Penicillium spp). jamur oncom (Neurospora sp) dan jamur hitam (Aspergillus spp). Jenis artropoda yang menyerang jamur kayu bervariasi menurut lokasi. Di Bandung ditemukan berbagai jenis serangga dan tungau yang berperan sebagai hama, yaitu lalat sciarid Bradysia ocellaris (Diptera: Sciaridae), lalat limonid Libnotes immaculipennis (Diptera: Limoniidae), lalat phorid Megaselia tamilnaduensis (Diptera: Phoridae), phorid Chonocephalus rostamani (Diptera: Phoridae), lalat scatopsid Coboldia fuscipes (Diptera: Scatopsidae) dan kumbang Cyllodes bifacies (Coleoptera: Nitidullidae) dan jenis tungau. Di Yogyakarta, tungau menyebabkan kerugian pada budidaya jamur kuping. Hama tungau ini dinamakan hama kremes, dapat mengurangi produksi sebesar 40-60 persen.
Strategi pengendalian organisme pengganggu adalah dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian secara terpadu. Sanitasi lingkungan kubung harus mendapatkan perhatian utama, karena sumber jamur kontaminan dan serangga berasal dari sampah atau limbah jamur itu sendiri. Untuk mencegah tumbuhnya jamur kontaminan, sterilisasi yang sempurna merupakan hal utama. Penggunaan insektisida harus sangat dibatasi. Hal ini karena bau insektisida akan diserap oleh tubuh buah jamur, sehingga dapat menurunkan kualitas jamur. Adanya residu pada tubuh buah jamur dapat menyebabkan gangguan kesehatan (keracunan). DAFTAR PUSTAKA Beetz, A. & L Greer (1999). Mushroom cultivation and marketing: Horticulture production guide. ATTRA Information Package. http://www.attra.org/attra-pub/mushroom.html. Diakses 12 Maret 2002. Magdalena, Merry (2004). Teknologi Rekayasa Sulap Jamur jadi Suplemen Antitumor. BPTP Jakarta. Mushworld (2004). Mushroom Growers’s Handbook I. Mushworld Heineart Inc, Seoul. Rostaman & N. Maryana (2004). Mengenal serangga hama pada pertanaman jamur tiram di Jawa Barat. Poster pada Seminar Prospek Jamur dalam Industri dan Lingkungan di UNPAD Bandung pada tanggal 6 September 2004. Rostaman (2005). Dinamika populasi palat sciarid (Diptera: Sciaridae) pada budidaya jamur tiram. Disertasi, ITB Bandung Shoomery (2004).What are common contaminants of the mushroom culture? The Shoomery Stamets, P. (1993). Growing Gourmet and Medicinal Mushrooms. Ten Speed Press, Berkeley, California. Sulistyawaty, Agnes Rita (2005). Terpuruknya Petani Jamur Kuping. Kompas http://www.kompas.com/kompas-cetak/0511/18/ekora/2022174.htm. Diakses 2 Juli 2006 Wibowo, S. (1999). Panen jamur dari serbuk gergaji. Trubus No 39 bulan Oktober 1999.