TAMPILAN VARIETAS UNGGUL BARU INPARI 7 DI LAHAN SAWAH DATARAN MEDIUM BERIKLIM BASAH DI BALI I Made Londra dan IB. Aribawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Jl. By Pass Ngurah Rai Denpasar Bali e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Varietas unggul merupakan komponen teknologi yang andal dan cukup besar sumbangannya dalam meningkatkan produksi dan produktivitas padi nasional. Hingga saat ini Kementerian Pertanian, melalui Badan Litbang Pertanian telah melepas lebih dari 233 varietas unggul yang terdiri atas 144 varietas unggul padi sawah inhibrida (Inpari). Diantara VUB Inpari yang dilepas, diantaranya : Inpari 6, Inpari 7, 10, 14, 15, 20, dan lainnya. Untuk mengenalkan VUB Inpari yang telah dilepas seperti VUB Inpari 7 perlu dilakukan pengujian (display) untuk melihat tampilannya. Kajian untuk melihat tampilan varietas unggul baru (VUB) Inpari 7 telah dilakukan di lahan sawah dataran medium iklim basah Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali MT. 2013. Tujuan dari kajian ini adalah mengetahui pertumbuhan dan hasil VUB Inpari 7 yang dibudidayakan petani di lahan sawah. Kajian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) tiga perlakuan diulang empat kali. Sebagai perlakuan adalah varietas unggul baru (VUB) Inpari 7 dan dua varietas pembanding yang ditanam petani secara terus menerus, yaitu varietas unggul Ciherang dan IR64. Parameter tanaman yang diamati adalah : tinggi tanaman, jumlah anakan, berat jerami, jumlah gabah isi dan hampa per malai, bobot 1000 biji serta hasil gabah kering panen per hektar. Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan yang dicoba berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter tanaman yang diamati. Hasil gabah kering panen tertinggi dihasilkan oleh varietas unggul Inpari 7, yaitu 7,92 ton GKP/ha. Kata kunci : tampilan, varietas unggul baru dan lahan sawah.
Pendahuluan Komoditas beras memegang peranan yang sangat penting ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, dan politik, karena beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia dan tingkat ketersediaannya mempunyai nilai yang sangat strategis dalam menopang ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan dalam hal ini adalah kecukupan beras, yang merupakan tolak ukur penting dan sangat strategis dalam pengambilan kebijakan pembangunan di Indonesia. Dalam hal penyediaan beras, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, diantaranya : (1) konversi lahan pertanian ke non pertanian, (2) menurunnya kualitas dan kesuburan tanah, (3) keterbatasan dan ketidak pastian ketersediaan air irigasi akibat perubahan iklim dan persaingan pemanfaatan sumber daya air, (4) serta tidak pastinya pola Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 101
hujan akibat perubahan iklim global. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan akan beras salah satu cara yang ditempuh pemerintah adalah melakukan impor (Anon, 2013). Dalam upaya memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, serta mengurangi impor Badan Litbang Pertanian melakukan terobosan dengan menerapkan inovasi teknologi yang disesuaikan dengan sumberdaya pertanian setempat (spesifik lokasi), yang disebut dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah. PTT padi merupakan suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi dengan menggabungkan komponen teknologi yang memiliki efek sinergistik. Penggunaan varietas unggul baru (VUB) inbrida atau hibrida merupakan salah satu komponen teknologi dasar PTT yang dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi padi sawah. Hingga saat ini Kementerian Pertanian telah melepas lebih dari 233 varietas unggul yang terdiri atas 144 varietas unggul padi sawah inhibrida, 35 varietas unggul padi hibrida, 30 varietas unggul padi gogo, dan 24 varietas unggul padi rawa. Sebagian besar dari varietas unggul tersebut dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian (Sembiring, 2010). Di Bali, varietas unggul Ciherang yang dilepas tahun 2000 masih mendominasi areal pertanaman padi. Sebagian besar petani menanam varietas Ciherang secara terus menerus. Hasil survey yang dilakukan oleh BPSB Bali pada MT 2012, menunjukkan VUB Ciherang luas penyebarannya (49,60%), diikuti VUB Cigeulis (31,70%) dan VUB Inpari 13 (10,40%). Penggunaan varietas secara terus menerus dari musim ke musim dalam satu hamparan akan berdampak negatif yaitu produktivitas padi cenderung menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan pergiliran varietas dengan penggunaan varietas unggul lainnya. Upaya perakitan varietas unggul baru yang memiliki karakter yang lebih unggul dari varietas unggul Ciherang terus dilakukan pemerintah. Akhir-akhir ini pemerintah telah melepas varietas unggul baru yang diberi nama Inpari (inhibrida padi irigasi). Varietas unggul baru Inpari yang berkembang di Bali adalah varietas unggul Inpari 6, Inpari 7, Inpari 10 dan Inpari 13. Untuk mengenalkan VUB Inpari dengan pendekatan PTT, perlu dilakukan pengujian dan demonstrasi varietas unggul baru (display) yang dilakukan secara partisipatif dengan petani. Kurangnya pengujian dan demonstrasi yang dilakukan secara partisipatif menjadi penghambat adopsi VUB oleh petani, sehingga VUB yang telah dilepas tidak menyebar di petani. Hasil display VUB Inpari 7 dengan pendekatan PTT yang dilakukan oleh Duwijana et al. (2013) di Subak Tibu Beleng, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali pada MT. 2013, menunjukkan VUB Inpari 7 produktivitasnya lebih tinggi 1,76% bila dibandingkan dengan varietas unggul Ciherang. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Khairudin et al. (2007) yang mendapatkan bahwa pengembangan padi dengan menggunakan PTT meningkatkan hasil padi dari 3,47 t GKG/ha menjadi 5,26 t GKG/ha atau meningkat 51,00%. Penerapan PTT selain dapat meningkatkan produksi juga lebih efisien dalam penggunaan benih, pupuk dan air irigasi, sehingga berdampak pada pendapatan petani dimana keuntungan yang diperoleh 35% lebih besar dibanding dengan non PTT (Kamandalu et al., 2012). Dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi padi secara berkelanjutan perlu dilakukan soisalisasi dan pengenalan varietas unggul baru kepada petani secara partisipatif sebagai pengguna melalui kegiatan display, supaya varietas tersebut cepat menyebar. Kegiatan display seperti VUB Inpari perlu dilakukan di kawasan baru, yang nantinya bisa menjadi kawasan sentra penghasil padi seperti di Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali yang terletak ± 600 m di atas permukaan laut, dimana umumnya petani menanam varietas unggul IR64 dan Ciherang secara terus menerus dengan rata-rata produktivitas padi yang dicapai antara 4,5-5,0 t/ha.
I Made Londra dan IB. Aribawa : Tampilan VUB Inpari 17 | 102
Pengenalan dan sosialisasi VUB seperti VUB Inpari di tempat ini belum pernah dlakukan, sehingga dengan demikian perlu dilakukan kajian ini. Kajian ini bertujuan untuk mengenalkan (mendisplykan) VUB Inpari 7 sebagai VUB alternatif pilihan petani dalam meningkatkan produktivitas dan produksi padi serta melakukan pergiliran varietas.
Metodologi Rancangan Percobaan Dalam kajian ini digunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan diulang empat kali. Perlakuan yang dicoba adalah tiga varietas unggul padi sawah, yaitu Inpari 7, Ciherang dan IR64. Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di lahan sawah Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali pada MT. 2013. Pemilihan lokasi kegiatan berdasarkan informasi dari peta AEZ dan merupakan salah satu kawasan sentra tanaman padi di Kabupaten Buleleng. Bahan dan Alat Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah tiga varietas unggul padi sawah yang didapat dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, pupuk urea dan Phonska, serta pupuk organik dari limbah sapi. Sedangkan alat yang digunakan adalah alat untuk bercocok tanam, meteran, timbangan dan alat-alat yang lainnya. Pendekatan Kegiatan untuk melihat tampilan penggunaan varietas unggul baru (VUB) Inpari 7 ini, berdasarkan jenisnya termasuk kegiatan pengembangan. Oleh karena itu, untuk mensukseskan kegiatan ini diperlukan kerjasama antar instansi terkait di daerah (dari tingkat provinsi sampai tingkat desa) serta partisipasi aktif dari kelompok tani (subak) untuk mengikuti kegiatan ini. Tahapan Kegiatan Kegiatan dimulai dengan penentuan lokasi dan petani kooperator sebagai lokasi pelaksanaan dan pelaksana kegiatan. Pada tahap persiapan juga dilakukan koordinasi ke tingkat pusat (Balit dan Balai Besar Padi) guna mencari informasi inovasi teknologi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan di tingkat lapangan. Sosialisasi dilakukan dengan instansi terkait (Distan, BPSB, BPTPH, Bakorluh) mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, serta desa/kelompok tani untuk mencari masukan dari tingkat lapangan guna penyempurnaan kegiatan. Sosialisasi dimaksudkan untuk menyamakan persepsi kegiatan mulai dari persiapan, pelaksanaan dan pelaporan guna penyempurnaan kegiatan di tingkat lapangan. Penentuan petani kooperator merupakan hasil koordinasi dengan instansi terkait dari tingkat provinsi sampai tingkat desa. Secara umum petani kooperator yang tergabung dalam Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 103
kegiatan mempunyai kriteria antara lain : 1) biasa bercocok tanam padi, 2) berusahatani lebih diutamakan dari pada usaha lainnya, 3) berada dalam satu wilayah desa atau kecamatan yang berorientasi pada pertanian, dan 4) bersedia bekerjasama dengan peneliti, penyuluh dan petugas teknis dalam hal pembinaan, 5) berpikiran maju. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh petani koperator yang memiliki kesamaan persepsi dalam berusahatani dan mau menanggung segala resiko berusahatani. Hal ini sangat penting karena petani koperator merupakan kunci keberhasilan dalam kegiatan ini. Pelaksanaan Kegiatan Kajian untuk melihat tampilan varietas unggul (VUB) Inpari 7 ini, menggunakan pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu). Pendekatan yang ditempuh dalam menerapkan PTT ini, di tingkat lapangan didasarkan pada karakteristik lingkungan biofisik, kondisi sosial ekonomi dan budaya di suatu wilayah yang menjadi lokasi kegiatan. Adapun komponen PTT yang digunakan dalam kegiatan ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Teknologi budidaya padi model PTT yang digunakan di lapangan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8. 9. 10. 11.
Perlakuan Varietas Pesemaian Seleksi benih Tanam bibit Jumlah bibit/lubang Jarak tanam Dosis pupuk anjuran Pengendalian OPT Pengelolaan gulma Pengairan Penangan pascapanen
Komponen Teknologi PTT Varietas unggul baru (VUB) Pesemaian basah diaplikasi kompos, sekam dan pupuk Pemilihan benih bernas dengan air garam. 15 HSS. 1-3 bibit, bibit sesedikit mungkin Tapin legowo 2:1 (50 cm x 25 cm x 12,5 cm) Sesuai Kepmen Pertanian No.1, 2006. pukan sapi. Prinsip PHT Cara mekanis (penyiangan). Pengairan berselang Gebot sesuai dengan kondisi petani
Lahan yang digunakan adalah lahan milik petani, sehingga dengan demikian luasan lahan dieseuaikan dengan luasan lahan milik petani, dimana petani kooperator digunakan sebagai ulangan. Setelah pengolahan tanah dilakukan sampai siap tanam, maka bibit padi yang berumur 15 hari ditanam dengan sistem tanam legowo 2 : 1 dengan jarak tanam 50 cm x 25 cm x 12,5 cm, ditanam 2-3 bibit per lubang. Pupuk organik dari limbah sapi dengan dosis 2,00 t/ha diberikan sekaligus pada saat pengolahan tanah terakhir. Pupuk Phonska (200 kg/ha) dan urea(150 kg/ha), secara tercampur diberikan dua kali, yaitu setengah dosis pada umur tanaman 2 MST dan sisanya pada umur tanaman 6 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif (konsep PHT), sedangkan pengendalian gulma menggunakan cara mekanis, menyesuaikan dengan keadaan tanaman. Pengumpulan Data dan Analisis Data 1. 2.
Parameter tanaman yang diamati dalam kajian ini adalah : Tinggi tanaman, yaitu rerata tinggi tanaman dari 10 rumpun contoh yang ditentukan secara acak pada setiap petak petani. Jumlah anakan per rumpun, yaitu rerata jumlah anakan dari 10 rumpun contoh yang ditentukan secara acak
I Made Londra dan IB. Aribawa : Tampilan VUB Inpari 17 | 104
3.
4. 5. 6.
Berat jerami panen didapat dengan mengubin jerami pada petakan yang berukuran 2 m x 3 m, kemudian ditimbang dan berat ubinan yang didapat (kg) dijadikan dasar untuk konversi dalam bentuk ton/ha Jumlah gabah isi, yaitu rerata jumlah gabah isi dari lima rumpun contoh yang diambil secara acak untuk jumlah malai per rumpun Bobot 1000 butir gabah isi, yaitu bobot 1000 biji gabah kering bersih kadar air tertentu (14%). Hasil gabah kering panen, yaitu didapat dari panen semua malai dalam petak alami petani. Setelah gabah dijemur, kemudian dibersihkan, selanjutnya ditimbang (kg).
Data yang dikumpulkan dianalisis secara sidik ragam. Uji rata-rata pengaruh perlakuan dalam hal ini galur harapan dengan varietas padi pembanding dilakukan dengan uji BNT pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1984).
Hasil dan Pembahasan Secara visual pertumbuhan tanaman padi VUB Inpari 7 dan varietas unggul Ciherang dan IR 64 pada fase pertumbuhan dan fase produksi cukup baik. Pertumbuhan masingmasing varietas kelihatan yang dibudidayakan petani kelihatan seragam. Serangan OPT utama tanaman padi seperti blas dan penggerek batang pada fase pertumbuhan tanaman dalam kategori ringan, demikian juga OPT yang menyerang tanaman padi pada fase produksi dalam kategori ringan. Namun demikian, secara statistik, apabila dibandingkan antar perlakuan dalam hal ini varietas, menunjukkan perbedaan yang nyata, seperti tersaji pada Tabel di bawah ini. Pada Tabel 2, terlihat perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi, dimana tanaman padi tertinggi dihasilkan oleh varietas unggul Ciherang, yaitu 91,20 cm dan hanya berbeda nyata bila dibandingkan dengan varietas unggul IR64. Varietas unggul IR64 tinggi tanamannya mencapai 75,30 cm. Tinggi tanaman yang tinggi belum menjamin tingkat produksinya juga tinggi. Menurut Rubiyo et al., (2005) tinggi tanaman belum bisa menjadi indikasi akan tinggi pula tingkat produksinya. Faktor lingkungan biofisik memungkinkan pertumbuhan yang berbeda antar perlakuan. Sebaliknya Yosida (1981) menyatakan pertumbuhan tanaman yang tinggi mempunyai pengaruh yang besar terhadap hubungan antara panjang malai dengan hasil. Tanaman yang tumbuh baik, mampu menyerap hara dalam jumlah banyak. Ketersediaan hara dalam tanah berpengaruh terhadap aktivitas tanaman termasuk aktivitas fotosintesis, sehingga dengan demikian tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan komponen hasil tanaman. Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah anakan dan berat jerami beberapa varietas unggul padi d Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali MT. 2013. Tinggi tanaman Jumlah anakan (batang/rumpun) Berat jerami (t/ha) (cm) Inpari 7 90,40b 18,85c 20,40c Ciherang 91,20b 16,50b 19,37b IR64 75,30a 24,20a 18,61a BNT 5 % 5,00 2,50 0,70 Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf BNT 5 %. Varietas
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 105
Hasil analisis menunjukan perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan disajikan pada Tabel 2. Jumlah anakan terbanyak dihasilkan oleh varietas unggul IR64, yaitu 24,20 batang per rumpun dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah anakan terrendah dihasilkan oleh varietas unggul Ciherang, yaitu 16,50 batang per rumpun. Umumnya terdapat korelasi yang positif antara jumlah anakan yang terbentuk dengan jumlah malai. Semakin banyak jumlah anakan yang terbentuk, semakin banyak jumlah malai yang dihasilkan dan diharapkan semakin tinggi produktivitas tanaman padi yang dihasilkan. Tarya et al. (2000) menyebutkan bahwa perbedaan massa pertumbuhan total pada fase vegetatif tergantung dari sensitivitas dari varietas yang dibudidayakan terhadap lingkungan dimana tanaman tumbuh, di samping dari sifat genetis tanaman. Tanaman yang sensitif terhadap lingkungan dan mampu memanfaatkan lingkungan akan dapat memproduksi anakan yang lebih banyak (Guswara dan Yamin, 2008). Hasil analisis terhadap berat jerami terlihat perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat jerami padi. Berat jerami terberat dihasilkan oleh varietas unggul baru (VUB) Inpari 7, yaitu 20,40 ton/ha dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Berat jerami terendah dihasilkan oleh varietas unggul IR64, yaitu 18,61 ton/ha (Tabel 2). Berat jerami yang dihasilkan masing-masing varietas erat hubungannya dengan tingkat hasil padi yang diperoleh. Umumnya terdapat korelasi yang positif antara berat jerami dengan tingkat hasil padi yang diperoleh. Tabel 3. Rata-rata jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa per malai dan bobot 1000 biji beberapa varietas unggul padi d Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali MT. 2013. Persentase gabah Bobot 1000 biji hampa/malai (g) Inpari 7 109,05b 13,01b 27,20b Ciherang 113,30b 11,78b 26,56b IR64 84,00a 3,08a 23,92a BNT 5 % 8,00 3,00 1,20 Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf BNT 5 %. Varietas
Jumlah gabah isi/malai
Hasil analisis terhadap jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah hampa per malai disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3, terlihat perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah isi dan persentase gabah hampa. Jumlah gabah isi per malai terbanyak dihasilkan oleh varietas unggul Ciherang, yaitu 113,30 butir per malai dan hanya berbeda nyata bila dibandingkan dengan varietas IR64. Jumlah gabah isi per malai terrendah dihasilkan oleh varietas IR64, yaitu 84,00 butir per malai. Hal yang sama juga terlihat pada persentase jumlah gabah hampa per malai, dimana jumlah gabah hampa per malai terrendah dihasilkan oleh varietas unggul IR64, yaitu 3,08 % dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah gabah isi per malai merupakan komponen hasil yang menentukan tingkat produktivitas suatu varietas atau galur harapan padi. Hasil analisis korelasi umumya menunjukkan adanya korelasi yang positif antara jumlah gabah isi per malai dengan tingkat hasil gabah kering giling yang diperoleh (Kamandalu dan Suastika, 2007). Hasil analisis terlihat perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 biji. Bobot 1000 biji terberat dihasilkan oleh varietas unggul baru Inpari 7, yaitu 27,20 gram dan hanya I Made Londra dan IB. Aribawa : Tampilan VUB Inpari 17 | 106
berbeda nyata bila dibandingkan dengan varietas unggul IR64. Bobot 1000 biji terrendah dihasilkan oleh varietas unggul IR64, yaitu 23,92 gram. Bobot 1000 biji yang dihasilkan erat hubungannya dengan ukuran dan kebernasan biji. Semakin berat dan bernas biji yang dihasilkan umumnya semakin berat bobot 1000 biji yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil anasis terhadap produktivitas (hasil) padi disajikan pada Tabel 4. Pada Tabel 4, terlihat perlakuan berpengaruh nyata terhadap hasil padi. Hasil padi tertinggi, dihasilkan oleh varietas unggul baru Inpari 7, yaitu 7,92 ton GKP/ha dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil padi terrendah dihasilkan oleh varietas unggul IR64, yaitu 6,24 ton GKP/ha. Hasil padi ditentukan oleh komponen hasilnya, seperti jumlah malai, jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 biji yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain.. Sedangkan tiap komponen hasil tersebut ditentukan baik secara genetik varietas tanaman maupun oleh berbagai faktor lingkungan tumbuh (iklim hara/tanah dan air). Selanjutnya menurut Flinn dan Garrity, 1986 dalam Toha et al., 2009) potensi hasil suatu varietas tertentu tidak dapat dipisahkan dengan tingkat adaptasi maupun kemantapan penampilannya pada suatu lingkungan tumbuh. Sedangkan potensi hasil secara fisiologis ádalah batas atas hasil tanaman, dimana pada kondisi tersebut hasil tanaman tidak dapat ditingkatkan lagi melalui tambahan input produksi (Yoshida dan Oka, 1982 dalam Toha et al., 2009). Dalam kajian ini, hasil gabah kering panen tertinggi yang dihasilkan oleh VUB Inpari 7 didukung oleh tingginya jumlah gabah isi per malai yang dihasilkan dan bobot 1000 biji. Hasil kajian yang dilakukan terhadap varietas unggul baru (VUB) Inpari 7, 14 dan 15 di Subak Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, dan Subak Tibu Beleng, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Bali didapatkan tingkat produktivitasnya > 8,00 ton GKP/ha (Kamandalu et al., 2012; Suwijana et al., 2013 dan Duwijana et al., 2013). Tabel 4.
Rata-rata produktivitas padi beberapa varietas unggul padi sawah di Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali MT. 2013.
Varietas Produktivitas (t GKP/ha) Inpari 7 7,92c Ciherang 7,02b IR64 6,24a BNT 5 % 0,60 Keterangan : angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf BNT 5 %.
Kesimpulan dan Saran 1.
Varietas yang dicoba berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.
2.
Hasil padi tertinggi dicapai oleh varietas unggul baru (VUB) Inpari 7, yaitu 7,92 ton GKP/ha.
3.
Untuk melihat stabilitas hasil VUB Inpari 7 perlu dilakukan kajian di musim tanam berikutnya.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 107
Daftar Pustaka Anon.
2013. Budidaya Tanaman Padi Sawah. Dalam http://petunjukbudidaya.blogspot.com/2013/01/budidaya-tanaman-padi-sawah.html di unduh Sabtu, 2 April 2013. Pukul 12.47 Wita
BPSB. 2012. Laporan inventarisasi penyebaran varietas. BPSB Bali. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Provinsi Bali. Denpasar. Bali. Duwijana, IN., SAN. Aryawati dan IB. Aribawa. 2013. Tampilan beberapa varietas unggul baru (VUB) Inpari di Subak Tibu Beleng, Mendoyo, Jembarana, Bali. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian, Vol. 11 (55-61), No. 34. BPTP Bali. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Gomez and Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. Second Edition. An International Rice Research Instute Book. A Wiley Interscience Publ. John Wiley and Sons. New York. 680 p. Guswara, A. dan M. Y. Samaullah. 2008. Penampilan beberapa varietas unggul baru pada sistem pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu di lahan sawah irigasi. Dalam Anischan Gani et al. (Eds). Buku 2 : Hlm. 629-637. Proseding Seminar Nasional Padi 2008 : Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. BB Tanaman Padi. Balitbangtan. Deptan. Kamandalu., AANB., dan IBK. Suástika. 2007. Uji daya hasil beberapa galur harapan (GH) padi sawah. Proseding Seminar Nasional Percepatan Alih Teknologi Pertanian mendukung Ketahanan Pangan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian bekerjasama dengan BPTP Bali. Hlm. : 60-63. Kamandalu, AANB., SAN. Aryawati, IBG. Suryawan, IB. Aribawa dan IBK. Suastika. 2012. Laporan Akhir Tahun Pendampingan Program SL-PTT Padi Sawah di Provinsi Bali. BPTP Bali. BBP2TP, Bogor. Badan Litbang Pertanian. Kemtan. Jakarta. 44 hal. Khairuddin, Sumanto dan D.N.Rina.2007. Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Irigasi Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT).Mataram.Prosiding Seminar Nasional. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Rubiyo, Suprapto dan Aan Darajat. 2005. Evaluasi beberapa galur harapan padi sawah di Bali. Buletin Plasma Nutfah volume 11 Nomor 1. Sembiring, H. 2010. Ketersediaan Inovasi Teknologi Unggulan dalam Meningkatkan Produksi Padi Menunjang Swasembada dan Ekspor. Proseding Nasional Hasil Penelitian Padi 2009. Inovasi Teknologi Padi untuk Mempertahankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Beras. BB padi. Badan Litbangtan. Kemtan. Hal. : 1-16 Suprihatno, B., AA. Drajat. B. Abdullah dan Satoto. 2007. Inovasi teknologi perakitan varietas padi. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
I Made Londra dan IB. Aribawa : Tampilan VUB Inpari 17 | 108
Suwijana, I Made, IB. Aribawa, SAN. Aryawati. 2013. Display beberapa varietas unggul baru Inpari di subak Kusamba, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Klungkung Bali. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian, Vol. 11 (6-11), No. 32. BPTP Bali. Badan Litbang Pertanian. Kemtan. Tarya T., Z.A. Simanulang dan E. Sumadi. 2000. Keragaan padi unggul varietas Digul, Way Apo Buru, dan Widas di lahan potensial dan marginal. Paket dan Komponen Teknologi Produksi Padi. Makalah disampaikan pada Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV di Bogor tanggal 22-24 November 1999. Puslitbangtan, Bogor. p. 1-5. Toha, H.M., K. Permadi dan A.A. Drajat. 2009. Pengaruh waktu tanam terhadap pertumbuhan, hasil dan komponen hasil beberapa varietas padi sawah irrigáis dataran menengah. Dalam : Anischan Gani et al. (eds). Proseding Semnas Padi. BB Padi. Balitbangtan. Deptan. Hal. 581-599 Yosida, S. 1981. Fundamental of rice crop science. IRRI. Manila, Philippines. p. 111-176.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 109