PERCEPATAN ADOPSI VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI DI LAHAN PASANG SURUT Yardha, Hery Nugroho dan Adri Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, Jl. Samarinda Paal Lima Kotabaru Jambi, Telp. 0741 7052525, Fax. 0741 40413, e_mail
[email protected]
ABSTRAK Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Provinsi Jambi, dengan luas areal adalah 1.187 hektar. Tingkat produktivitas kedelai di Provinsi Jambi masih rendah yaitu, 1,0–1,3 t/ha, yang salah satu faktornya dipengaruhi oleh mutu benih. Penyediaan benih unggul kedelai selama ini mengandalkan sistem jaringan benih antar lapang/ dan musim. Penyediaan benih kedelai bermutu tidak terpisahkan dari rencana pemerintah memberikan bantuan benih kepada petani kedelai, Alur benih kedelai selama ini tidak sepenuhnya berjalan, maka perlu dilakukan revitalisasi alur benih. Diharapkan dengan pola pertanaman yang memperhatikan waktu, luasan lahan dan teknologi spesifik lokasi yang digunakan akan dapat menyediakan kebutuhan benih bermutu secara berkelanjutan. Kegiatan diawali dengan survei dan dilanjutkan kegiatan lapang usaha penangkaran benih kedelai. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer, sekunder, pengamatan secara langsung (visual) dan farm record keeping. Sedangkan pengamatan di lapang dilakukan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Data primer maupun data sekunder diolah dengan menggunakan tenik tabulasi sederhana. Mengunakan analisis deskriptif kuantitatif dan diskritif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan penangkaran benih kedelai dengan penggunaan varietas unggul Anjasmoro di lahan pasang surut memberikan hasil yang cukup tinggi, dengan produktivitas 1,3 t/ha dengan hasil berupa benih sebesar 60% yang bisa dijadikan benih. Meskipun hasil tersebut melebihi produktivitas kedelai di Provinsi Jambi tetapi masih tergolong rendah. Kata kunci: adopsi, difusi, VUB kedelai, pasang surut
ABSTRACT Adoption acceleration of new high yielding soybean variety in tidal area. Tanjung Jabung district is a center of soybean production in Jambi Province, with total area is 1,187 hectares. Soybean productivity levels in the province of Jambi is still low, 1.0 to 1.3 t/ha, which is one of the factors affected by seed quality. Provision of soybean seeds have been relying on a network system between airy seed and season. Provision of quality seed is inseparable from the government plans to provide assistance to farmers soybean seed (BLBU Soybean), Flow soybean seed has not fully implemented, it is necessary to revitalize the seed furrow. Cropping pattern is expected with respect to time, land area and the specific technology used will be able to provide quality seed needs in a sustainable. The event begins with field activities Survey and continued soybean seed business. The data collected consist of primary and, secondary data, direct observation (visual) and farm record keeping. While the field observations made on the growth and development of plants. Data were collected both primary data and secondary data were processed using a simple tabulation tenik. While the analysis in the form of quantitative analysis and qualitative diskriptive. The results showed the use of soybean seed varieties Anjasmoro in tidal land has resulted in some high, with a productivity of 1.3 t/ha with the results in the form of seed by 60% which can be used as seed. Although these results exceed the productivity of soybean in Jambi Province, but is still relatively low. Keywords: adoption, spybean high yielding variety, tidal
178
Yardha et al.: Percepatan adopsi varietas unggul baru kedelai di lahan pasang surut
PENDAHULUAN Provinsi Jambi memiliki lahan pasang surut yang potensial dikembangkan sebagai lahan pertanian produktif seluas 206.832 ha, sebagian besar berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kabupaten ini memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi kedelai Provinsi Jambi, dengan luas areal 1.187 ha atau 54% dari luas areal kedelai dengan produktivitas 1,0–1,3 t/ha. Produktivitas kedelai di lahan pasang surut tergolong rendah, berkisar antara 0,7–1,3 t/ha. Hal ini disebabkan antara lain oleh tata air, kualitas benih, pengendalian hamapenyakit, pemupukan, pascapanen, dan harga yang tidak memadai (BPS Provinsi Jambi 2009; Abdullah dkk 2007; Harnowo dkk 2007). Benih bermutu merupakan salah satu komponen teknologi yang berperan penting dalam peningkatan produktivitas. Tingkat penggunaan benih unggul bermutu di Indonesia meningkat dari 39% pada tahun 2000 menjadi 48% pada tahun 2004. Di Provinsi Jambi, penggunaan benih unggul bermutu hanya 15% (Nugraha dkk 1996; Adie dan Yardha 2009). Petani penangkar sebagai produsen benih kurang termotivasi memproduksi benih dalam jumlah dan kualitas yang cukup karena kurangnya insentif terhadap produksi benih mereka. Namun dilihat dari sisi konsumen harga benih bermutu tergolong mahal, sehingga petani terpaksa menggunakan benih asalan (tidak bersertifikat). Permasalahan yang ditemui di lapangan adalah tidak tersedianya benih kedelai dalam enam tepat yaitu tepat varietas, mutu, jumlah, waktu, tempat dan harga (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi 2007). Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya sistem penyediaan benih bermutu (Anwar 2005 dan Badan Litbang Pertanian 2007). Pengkajian ini bertujuan untuk melihat tingkat adopsi varietas unggul kedelai di lahan pasang surut.
BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di Desa Rantau Makmur Kecamatan Berbak Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi pada Pebruari–Nopember 2011, melalui gelar teknologi varietas unggul kedelai seluas dua hektar memakai varietas Anjasmoro. Tanah diolah secara minimum, setelah panen padi, jerami dibabat kemudian dihamparkan dan dibiarkan selama tiga hari agar kering. Dua minggu kemudian lahan disemprot dengan herbisida. Saluran drainase (kemalir) dibuat untuk setiap 8 m. Sebelum tanam benih diberi insektisida berbahan aktif fipronil untuk mencegah serangan lalat kacang. Benih ditanam secara tugal dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua biji/lubang. Perbaikan lahan (ameliorasi lahan) dilakukan dengan pemberian pupuk kandang 1 t/ha dan dolomit 750 kg/ha. Sebelum diaplikasikan, pupuk kandang dicampur rata dengan dolomit, diaplikasikan pada saat tanam sekaligus menutup lubang tanam. Pupuk diberikan dengan dosis 75 kg/ha urea + 100 kg SP36/ha + 50 kg KCl/ha, dicampur rata dan diaplikasikan pada saat tanaman berumur 15 HST dengan cara dilarik di samping barisan tanaman dengan jarak 5–7 cm dari tanaman, diupayakan pupuk dapat ditutup dengan tanah. Penyiangan dilakukan dua kali, penyiangan I dengan herbisida pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ke-2 (jika diperlukan) dilakukan secara konvensional pada saat tanaman berumur 40–45 HST.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
179
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada saat tanaman berumur 7 HST melalui penyemprotan insektisida berbahan aktif fipronil untuk mencegah serangan lalat kacang. Pengendalian hama dan penyakit selanjutnya dilakukan sesuai kondisi di lapangan. Panen dilakukan jika polong sudah masak fisiologis, yang ditandai oleh kulit polong berwarna coklat dan daun menguning dan rontok. Cara panen sesuai kebiasaan petani dengan sabit. Tanaman yang sudah dipanen dijemur dan kemudian dilakukan pembijian dengan threser. Kemudian dijemur hingga kering kadar air 12%) dan dibersihkan. Petani/kelompok tani penangkar binaan ditentukan secara sengaja. Kelompok tani penangkar benih yang telah memiliki pengalaman melakukan penangkaran secara kelompok. Pembinaan yang dilakukan meliputi teknis penangkaran, administrasi, manajerial dan kemampuan berkomunikasi dalam rangka kerja sama (kemitraan) dengan instansi pemerintah maupun kelompok tani lain dan penyedia modal. Kriteria yang digunakan dalam menilai keberhasilan pembinaan adalah: (1) kemampuan teknis penangkaran, (2) administrasi yang rapi dan lengkap, dan (3) terdapat saling pengertian antara kelompok petani penangkar dengan calon mitranya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kapasitas Produksi Benih Kedelai Benih yang dihasilkan Balai Benih Induk Palawija dan kelompok tani penangkar benih yang ada di Provinsi Jambi pada tahun 2008 tercatat 65 ton (Tabel 1). Dengan asumsi rata–rata benih yang dibutuhkan untuk budidaya 40 kg/ha maka benih yang akan dihasilkan hanya mampu memenuhi kebutuhan benih untuk luas 1.625 hektar. Tabel 1. Produksi benih kedelai oleh Balai Benih Induk di Provinsi Jambi, Tahun 2008.
Kab/Kota Jambi Muaro Jambi Bungo Tebo Merangin Sarolangun Tanjab. Barat Tanjab. Timur BBI Palawija Jumlah
Produksi (ton) 0,85 0,90 13,20 44,30 2,50 15,40 6,65 35,50 0,95 120,5
Lulus (ton) 0,25 – 13,20 20,30 2,50 0,30 6,65 31,30 – 65,00
Balai benih Induk (BBI) palawija menggunakan benih sumber kedelai umumnya dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi). Hasil penangkaran sebagian didistribusikan kepada Balai–Balai Benih Utama (BBU) palawija di kabupaten, sebagian lagi digunakan sendiri untuk mendapatkan kelas benih selanjutnya (benih pokok). Hasil penanaman benih pokok baik oleh BBI maupun oleh BBU selanjutnya disebarkan untuk memenuhi kebutuhan pesanan maupun disebarkan ke petani penangkar guna menghasilkan benih siap sebar (Marwoto et al. 2008).
180
Yardha et al.: Percepatan adopsi varietas unggul baru kedelai di lahan pasang surut
Transfer dan Adopsi Teknologi Untuk mempercepat proses transfer dan adopsi teknologi, ditempuh melalui mekanisme: (1) dialog atau diskusi, (2) gelar paket teknologi, dan (3) seminar. Dialog atau diskusi dimulai dari Pemda Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebagai pengambil kebijakkan, Dinas Pertanian, Penyuluh Pertanian Lapang, Perangkat Desa hingga ke petani sebagai pengguna. Dialog dilakukan sebelum pelaksanaan dan selama kegiatan berlangsung, terutama dengan perangkat desa dan petani. Pendekatan umpan balik diusahakan terjadi antara sesama petani kooperator dan nonkoperator untuk menyampaikan pengalaman mereka mengenai teknologi yang diadopsi (Darman et al. 2007; dan Direktorat Perbenihan 2005). Teknologi yang diterapkan petani saat ini perlu perbaikan, menyangkut teknologi budi daya, termasuk varietas unggul. Perbaikan juga meliputi kelembagaan, insfrastruktur dan kerja sama antar petani melalui pembinaan dan pengawasan yang intensif.
Keragaan Tanaman Kedelai Keragaan tanaman kedelai di lapangan menunjukkan pertumbuh berkisar 90%, berarti varietas Anjasmoro dengan kelas benih FS (benih pejenis) memliki adaptasi baik pada lingkungan lahan pasang surut. Tabel 2.
Pertumbuhan dan hasil varietas Anjasmoro di Desa Rantau Makmur, Kecamatan Berbak, 2011.
Komponen Persentase Tumbuh (%) Tinggi Tanaman (cm) Umur bunga (hari) Umur panen (hari) Jumlah polong (rumpun) Polong bernas (%) Bobot 100 biji (g) Hasil (kg/ha)
Karya Bakti 90 84 35 79 87 68 15 1.390
Penangkar Ojolali 90 80 36 80 85 62 13 1.350
Sido Mukti 90 82 34 77 86 65 14 1.370
Rata–rata (kg/ha) 90 82 35 79 86 65 14 1.370
Dari penampilan ketiga petani penangkar terdapat satu yang memberikan hasil yang memuaskan. Hasil wawancara dengan petani ternyata dari keragaan tanaman di lapang petani sangat tertarik dan berminat untuk melaksanakan teknologi yang diperagakan tersebut. Dalam upaya memperoleh pendapatan yang maksimal, masing–masing petani mempunyai keinginan yang berbeda dalam mengusahakan beramam tanamannya. Sehingga dalam suatu hamparan ditemukan pola perbedaan pengusahaaan bermacam tanaman oleh petani. Pada musim kemarau kedua di lahan sawah bersamaan dengan waktu pola penanaman kedelai ada pola lain yang diusahakan petani seperti tanam jagung dan kacang tanah pada umumnya. Tanaman-tanaman seperti ini merupakan alternatif usahatani selain kedelai, sehingga dapat dikatakan sebagai tanaman pesaing dari kedelai. Untuk melihat sampai berapa besar kedelai mampu bersaing dengan komoditas pesaingnya maka perlu dihitung estimasi dari besarnya produksi yang diharapkan. Ekpektasi Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
181
hasil besarnya bervariasi sesuai dengan kemampuan produktivitas dan tingkat harga dari masing-masing daerah. Upaya peningkatan daya saing dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas atau volume hasil yang diperoleh. Penggunaan varietas–varietas unggul baru kedelai akan meningkatkan produktivitas hasil yang dicapai petani saat ini. Masih cukup besar senjang hasil antara petani dan potensi hasil dari varietas–varietas unggul tersebut. Seperti kedelai dengan varietas yang dapat dikategorikan berdaya hasil tinggi (>2 t/ha) seperti Anjasmoro, Kaba, dan Grobogan. Saat ini petani masih banyak menggunakan varietas wilis yang sudah berumur lama dan tingkat hasil kedelai daya hasil rendah (Marwoto et al. 2009; dan Rahmad et al. 2000). Dari aspek rata–rata produksi kedelai per satuan luas, tercermin bahwa Propinsi Jambi relatif rendah. Industri yang bergerak di sektor benih kedelai telah ada di Jambi, tetapi masih sangat diperlukan pemacuan terhadap optimalisasi penangkar benih. Pertumbuhan tanaman pada stadia awal (umur 14 hari) sampai pada masa pertumbuhan tanaman mulai periode berbunga hingga pemasakan polong cukup sangat bagus. Keragaan pertanaman kedelai yang dikelola dengan teknik budidaya anjuran jauh lebih baik dibandingkan pertumbuhan kedelai petani, meskipun sudah dipupuk dengan Urea, SP36, dan KCl dengan dosis yang sama dengan yang dianjurkan. Petani umumnya sudah menanam varietas unggul serti Anjasmoro dan Gorobongan. Penggunaan benih yang berkualitas baik, serta adanya penambahan pupuk kandang dan dolomit menjadi penyebab utama perbedaan kergaaan pertumbuhan tanaman. Populasi tanaman yang dianjurkan adalah sekitar 333.000 tanaman/ha, namun populasi tanaman saat panen lebih rendah, yaitu 258.000 tanaman/ha atau sekitar 75% dari populasi anjuran. Rendahnya populasi tanaman saat panen terutama disebabkan oleh gangguan curah hujan pada saat tanaman akan dipanen. Tinggi tanaman kedelai saat panen dengan teknologi anjuran nyata lebih tinggi dibandingkan kedelai petani. Rata–rata hasil biji benih kering tergolong tinggi, yaitu 1,37 t/ha. Tingkat hasil tersebut nyata lebih tinggi 25% dibandingkan hasil rata–rata petani. Selain tingkat hasil yang lebih tinggi, varietas Anjasmoro juga mempunyai ukuran biji yang lebih besar, yang ditunjukkan oleh berat 100 biji sekitar 14 gram. Keragaan hasil biji kedelai dengan teknik budidaya yang dianjurkan dalam kegiatan ini adalah 1,37 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perbaikan teknik budidaya, yaitu penggunaan benih bermutu, pemberian pupuk kandang, dan dolomit mampu meningkatkan produktivitas benih kedelai di lahan pasang surut. Hama yang umum ditemui di pertanaman kedelai pada saat pertanaman dilapangan adalah ulat grayak (Spodoptera litura) yang menyerang mulai periode pengisian polong, namun masih bisa dikendalikan.
Analisis Usaha Tani Perbandingan input–output antara usahatani kedelai konsumsi dan benih diperlihatkan pada Tabel 3, secara absolute terlihat pendapatan yang diperoleh dari usaha penangkaran benih jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha yang menghasilkan kedelai untuk konsumsi, begitupun dengan nilai R/C dan B/C ratio. Pada usaha penangkaran nilai R/C mencapai 2,27 yang diinterpretasikan setiap Rp 1 yang dikeluarkan untuk membiayai usaha penangkaran benih kedelai akan mendapat penerimaan sebesar Rp 2,37 rupiah, sedangkan pada usahatani kedelai yang memproduksi kedelai untuk konsumsi mendapat penerimaan sebesar Rp 1,50. Interpretasi yang sama juga berlaku untuk B/C rasio. Pada usaha 182
Yardha et al.: Percepatan adopsi varietas unggul baru kedelai di lahan pasang surut
penangkaran benih kedelai setiap Rp 1 yang dikeluarkan mendapatkan pendapatan sebesar Rp 1,37, sedangkan pada usahatani kedelai yang menghasilkan kedelai untuk konsumsi sebesar Rp 0,50. Tabel 3.
Perbandingan input–output usahatani kedelai untuk konsumsi dan usaha penangkaran benih di Provinsi Jambi.
Uraian Penerimaan (Rp) Biaya Produksi (Rp) * Sarana Produksi – Benih – Pupuk – Tenaga Kerja – Pestisida * Sertifikasi C. Pendapatan (Rp) D. R/C E. B/C
Produksi benih 16.000.000 6.762.500
Produksi konsumsi 10.000.000 6.650.000
360.000 1.515.000 4.095.000 785.000 7.500 9.237.500 2,37 1,37
360.000 1.515.000 3.990.000 785.000 – 3.350.000 1.50 0,50
Sumber: Data Primer diolah (2009).
Strategi pemenuhan benih kedelai seperti yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa untuk mencapai kondisi swasembada pangan kedelai yang dimulai pada tahun 2010 ini memerlukan tambahan luas panen minimal 7.790 ha dan tambahan benih bermutu sebanyak 12.893 ton. Untuk tambahan luas panen dapat dilakukan dengan: 1) memanfaatkan lahan–lahan tidur yang cukup luas; 2) memanfaatkan lahan sawah pada musim kelamarau di luar jadwal penanaman padi, dan; 3) membuka lahan–lahan baru. Sedangkan untuk tambahan kebutuhan benih bermutu dapat ditempuh melalui: 1) peningkatan kapasitas BBI dan BBU Palawija yang ada; 2) membangun jaringan jalur benih antar lapang antarmusim; 3) perbanyakan dan pembinaan yang intensif kelompok– kelompok tani penangkar benih, dan 4) ketiga alternatif tersebut di atas memelurkan dukungan kebijkan pemerintah daerah (Sayaha dkk 2006; dan Aswardi 2005). Strategi pemenuhan benih kedelai seperti yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa untuk mencapai kondisi swasembada pangan kedelai yang dimulai pada tahun 2010 ini memerlukan tambahan luas panen minimal 7.790 ha dan tambahan benih bermutu sebanyak 12.893 ton. Untuk tambahan luas panen dapat dilakukan dengan: 1) Memanfaatkan lahan–lahan tidur yang cukup luas; 2) Memanfaatkan lahan sawah pada musim kelamarau di luar jadwal penanaman padi, dan; 3) membuka lahan–lahan baru. Sedangkan untuk tambahan kebutuhan benih bermutu dapat ditempuh melalui: 1) Peningkatan kapasitas BBI dan BBU Palawija yang ada; 2) membangun jaringan jalur benih antar lapang antar musim; 3) perbanyakan dan pembinaan yang intensif kelompok– kelompok tani penangkar benih, dan 4) ketiga alternatif tersebut di atas memerlukan dukungan kebijakan pemerintah daerah.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
183
Tabel 4. Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Proyeksi kebutuhan konssumsi, luas panen dan kebutuhan benih minimum di Provinsi Jambi, Periode 2010 – 2915. Kebutuhan konsumsi (ton) 18.862 20.556 22.251 23.946 25.641 27.335
Luas panen minimum (ha) 12.575 13.704 14.834 15.964 17.094 18.223
Kebutuhan benih minimum (ton) 502,99 548,16 593,36 638,56 683,76 728,93
Sumber: Data sekunder diolah (2009).
Pembinaan masyarakat petani yang dilakukan dalam pengkajian ini tidak semata–mata untuk peningkatan produksi agar tersedia cukup pangan, melainkan diarahkan untuk mencapai pertanian tangguh yang mampu mendukung industri yang kuat. Untuk itu, pembinaan petani beserta keluarganya diarahkan kepada: (1) adanya kepentingan bersama antara anggotanya, (2) adanya kesamaan kondisi sumberdaya alam dalam berusahatani di lahan pasang surut, (3) adanya kondisi masyarakat dan kehidupan antara kehidupan sosial yang relatif sama, (4) adanya saling percaya mempercayai antara sesama anggota, dan (5) adanya kepemimpinan kelompok tani yang mampu memfungsikan kelompok tani sebagai kelas belajar mengajar, wahana kerjasama dan sebagai unit produksi. Dengan pendekatan kelompok ini maka telah terjalin hubungan kerjasama yang harmonis antara individu sesama anggota kelompok dalam proses belajar, proses berproduksi, pengolahan hasil dan pemasaran hasil untuk meningkatkan pendapatan dan kehidupan yang layak guna menghadapi pihak–pihak lain. Dengan demikian, dampak positif yang diperoleh dari hasil pembinaan masyarakat petani selama ini terasa bahwa secara umum mereka: (1) mampu bicara dalam arti mengemukan pendapat, (2) mampu mengambil keputusan sendiri, (3) mampu membiayai usahatani, (4) menguntungkan, dan (5) berperan dalam menentukan kegiatan pembangunan pertanian dan kelestarian lingkungan sekitarnya.
Pemberdayaan Petani Penangkar Benih Kedelai di Lahan Pasang Surut Kondisi perbenihan kedelai sudah menjurus pada krisis benih. Hal ini dapat dilihat dari kesulitan petani memperoleh benih unggul, sehingga menanam benih asalan. Sampai saat ini sudah dilepas 70 varietas kedelai namun penyebarannya masih mengalami kendala karena belum berkembangnya sistem perbenihan kedelai di Indonesia. Para penangkar benih kurang berminat mengusahakan benih kedelai karena keuntungannya yang lebih kecil dibanding mengusahakan benih padi atau jagung. Untuk itu perlu adanya cara–cara menumbuhkan minat penangkar benih melalui kelompok–kelompok tani pada sentrasentra produksi kedelai, dengan membangun sistem jaringan benih sertifikasi antar musim dan antarwilayah (jabalsim). Benih dari suatu kelompok ke kelompok lain memiliki keragaman/perbedaan yang mencakup aspek genetik, fisiologik, dan fisik. Kondisi dari ketiga aspek tersebut akan menentukan kualitas (mutu) benih, dan selanjutnya akan menentukan keragaan pertumbuhan dan produksi di lapang, karena pertumbuhan dan produksi suatu tanaman ditentukan faktor genetik dan faktor lingkungan.
184
Yardha et al.: Percepatan adopsi varietas unggul baru kedelai di lahan pasang surut
Potensi kelembagaan yang ada di tingkat petani (kelompok tani) memiliki potensi yang cukup baik untuk dilakukan pembinaan penangkaran perbenihan. Jika penangkaran benih bisa berkembang di tingkat kelompok tani maka kebutuhan akan benih dapat dipenuhi oleh kelompok tani tersebut, sehingga biaya pengadaan benih relatif lebih murah dan akan menambah pendapatan bagi kelompok tani. Dengan demikian keberadaan benih tidak terlalu jauh dari pengguna, sehingga para petani mudah mendapatkan benih yang bermutu, dan juga memberikan nilai tambah bagi kelompok tani (Darman et al. 2007). Kendala sistem penangkaran di kelompok tani dalam pembinaan kelompok tani perlu dilihat kesiapan atau minat kelompok tani apakah sudah memiliki kelembagaan yang baik, ini akan menentukan tingkat keberhasilan dalam pembinaan penangkaran perbenihan. Untuk memperkecil kendala dalam pembinaan penangkaran benih kedelai, pemilihan kelompok tani merupakan kunci utama dalam mengatasi kendala yang akan muncul. Kelompok tani harus memiliki jiwa usaha sehingga kelompok tani mampu menangkap peluang dalam usaha perbenihan yang dikelolanya dengan melaksanakan sistem sertifikasi perbenihan dengan baik. Metode pembinaan penangkaran perbenihan di kelompok tani di samping mendekatkan sistem perbenihan pada pengguna (petani), juga memiliki manfaat dalam percepatan penyebaran varietas unggul baru, sehingga adopsi varietas unggul baru ke petani lebih mudah dan cepat. Melalui kelompok yang dibentuk sebagai penangkar, varietas unggul baru dikenalkan sekaligus ditangkarkan sebagai benih yang bersertifikasi. Dengan sistem penangkaran benih berbasis komunitas akan mempermudah pembinaan dan pelaksanaan sosialisasi sistem perbenihan di daerah sentra produksi. Sistem pembinaan yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan agar bisa eksis dan termonitor keberadaannya. Untuk mempercepat pengembangan benih antar musim antar wilayah diperlukan adanya hubungan antara penangkar dari satu wilayah dengan wilayah lainnya, sehingga penangkar binaan perlu dihubungkan satu dengan yang lainnya agar terbangun hubungan antarpenangkar dari berbagai wilayah di sentra sentra produksi kedelai. Dengan terbangunnya hubungan penangkar dari berbagai daerah atau wilayah diharapkan sistem penangkaran perbenihan kedelai akan menjadi baik, dan akan mempercepat proses penyebaran benih unggul baru. Di samping itu dengan terjalinnya hubungan antarpenangkar benih dari berbagai wilayah diharapkan kendala yang dihadapi oleh petani saat tanam benih dapat diatasi. Pembinaan yang dilakukan berupa pembinaan teknis penangkaran yang baik dan pembinaan administrasi dan manajerial, serta meningkatkan kemampuan komunikasi dalam rangka menjaga kerjasama (kemitraan) baik dengan instansi pemerintah maupun, kelompok tani dan penyedia modal. Pola kemitraan dilakukan dari proses produksi sampai didapatkan benih yang bersertifikat, yaitu: 1. Proses produksi pola kemitraan (penangkaran) dalam pengadaan bahan baku (calon benih) penyedia modal (PT Pertani) menyediakan sarana untuk dipergunakan oleh petani dan hasilnya dibeli. 2. Proses pertanaman, varietas ditentukan oleh PT Pertani dengan Benih sumber (BP) terhadap kelompok tani yang sudah berpengalaman dengan melakukan isolasi jarak atau waktu, pemupukan berimbang. Pelaporan ke BPSB untuk sertifikasi, oleh PT Pertani di mana petani bersedia melakukan seleksi varietas lain (roguing). 3. Panen, waktu panen yang tepat ditandai dari kondisi pertanaman 90–95% bulir sudah
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
185
memasuki fase masak fisiologis (kuning jerami) dan bulir padi pada pangkal malai sudah mengeras. Setelah dipanen segera dirontok untuk menghindari penumpukan karena akan terjadi fermentasi dan akan mematikan lembaga. Label identitas asal blok, varietas, kelas calon benih, dan tanggal panen. Pengangkutan ke Unit Pengelola Benih menjadi tanggung jawab PT Pertani. Harga beli didasarkan pada harga pasar ditambah dengan insentif penangkaran. 4. Pengeringan dengan matahari dengan lantai jemur, dibolak–balik setiap tiga calon benih dikeringkan sampai mencapai kadar air 13%, dan sebaiknya 10–12% agar tahan disimpan lama. 5. Pembersihan menggunakan blower, calon benih yang telah diproses dikemas dalam kemasan curah (75–100 kg) disusun rapi dan diberi identitas benih (no kelompok benih). Kermudian dilakukan pengambilan sample untuk pengujian oleh BPSB. 6. Penyimpanan benih dilakukan pada benih yang sudah lulus uji BPSB dan pengemasan dalam kemasan kecil dilakukan setelah ada permintaan.
KESIMPULAN 1. Penggunaan teknologi anjuran budidaya kedelai mampu meningkatkan hasil benih 1,37 t/ha. 2. Usahatani penangkaran benih kedelai lebih menguntungakan dari usahatani komoditas lain di lahan pasang surut. 3. Kemampuan kelompok penangkar dalam memproduksi benih kedelai dapat mencapai 60%.
UCAPAN TERIMA KASIH Dengan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sutarman, SP, Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan berpartisifasi, sehingga kegiatan ini dapat terlaksana sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah T., A. Wijanarko, Marwoto, T. Adisarwanto, Cipto Prahoro, 2007. Verifikasi Efektifitas Teknologi Produksi Kedelai melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Lahan Pasang Surut. Laporan Hasil Penelitian Balitkabi Malang. Adie. M.M., dan Yardha. 2008. Pengembangan Kedelai di Provinsi Jambi melalui Penyediaan Varietas Spesifik Lokasi. Prosiding Lokakarya Nasional Percepatan Penerapan IPTEK dan Inovasi Teknologi Mendukung Ketahanan Pangan dan Revitaslisasi Pembangunan Pertanian Jambi, 11–12 Desember 2007. Aswaldi, A. 2005. Model dan Sistem Perbenihan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian Melalui Penguatan Sistem Perbenihan 25–26 November 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat. Badan Penel;itian dan Pengembangan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 2007. Pedoman Umum. Kegiatan Produksi Benih Sumber Kedelai Mendukung Program Benih Berbantuan Tahun 2007. 27 hlm. Badan Pusat Statististik (BPS) Provinsi Jambi. 2009. Jambi Dalam Angka 2009. Chambers R. 1996. PRA. Participatory Rural Appraisal. Memahami Desa Secara Partisipatif. Diterbitkan dalam Kerja Sama dengan Mitra Tani Yokyakarta. Penerbit Kanisus. Darman M. dkk. 2007. Pemberdayaan Kelompok Tani sebagai Penangkar Benih Padi dan Palawija. Pros Lokakarya Nasional Akselerasi Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian
186
Yardha et al.: Percepatan adopsi varietas unggul baru kedelai di lahan pasang surut
Mendukung Pembangunan Berawal Dari Desa. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dep. Pertanian. 2007. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi. 2007. Program Bangkit Kedelai di Provinsi Jambi. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov. Jambi, Jambi. Direktorat Perbenihan, 2005. Varietas Unggul Padi dan Pengembangannya. Ditjentan, Deptan. Jakarta. Harnowo, D., Hidaya, JR., dan Suyamto. 2007. Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Harnowo, D., Sudaryono dan N. Prasetyawati. 2008. Sistem penyediaan benih bermutu, peran kelembagaan dan tataniaga kedelai di Kabupaten Lampung Tengah. Inovasi Teknologi Kacang–kacangan dan Umbia–umbian. Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi. p. 302–312. Marwoto, D. Harnowo, M.M. Adie, M. Anwari, J. Purnomo, Riwanodja, dan Subandi. 2009. Panduan Teknis Produksi Benih Sumber Kedelai, Kacang Tanah dan Kacang Hijau. Balai Penelitian Tanaman Kacang–kacangan dan Umbi–umbian. 32 hlm. Nugraha, U.S. 1996. Produksi Benih Kedelai Bermutu Melalui Sistem Jabal dan Partisipasi Petani. Jurnal Litbang Pertanian 15(2): 27–34. Rachman, J Hidayat., Harnoto., M. Mahmud, dan Sumarno. 2000. Teknologi Produksi Benih Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sayaka, B. I K. Kariyasa, Waluyo, Y. Marisa dan T.Nurasa. 2006. Analisis Sistem Perbenihan Komoditas Pangan dan Perkebunan Utama. Laporan Akhir. PSE.Badan Litbang. Deptan. 166 hlm.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
187