KAJIAN ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADI PADA LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI SULAWESI SELATAN Dr. Ir. Fadjry Djufry, M.Si, dkk
BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang semakin pesat dari tahun ke tahun berimplikasi terhadap kebutuhan bahan pangan yang juga semakin meningkat. Di lain pihak konversi lahan-lahan sawah produktif ke lahan non pertanian seperti pemukiman, perkotaan dan pembangunan infrastruktur serta kebutuhan lainnya tidak dapat dihindari khususnya di wilayah pulau Jawa. Hal ini mendorong
pemerintah
untuk
mencari
lahan
potensial
yang
belum
dimanfaatkan secara optimal. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan perluasan areal tanam dan pencetakan sawah baru. Pencetakan sawah baru lebih banyak diarahkan ke lahan-lahan kering di luar pulau Jawa, umumnya tergolong lahan-lahan marginal seperti ultisol, oksisol dan inceptisol (Setyorini et al. 2007).
Selanjutnya menurut Sudjadi
(1984), lahan sawah yang baru dicetak sering dihadapkan pada berbagai permasalahan kesuburan tanah, sehingga produktivitas lahan sawah bukan baru biasanya jauh lebih rendah dari sawah yang telah mapan. Kendala utama pada pada tanah tersebut adala rendahnya pH, kandungan bahan organik dan unsur hara tanah seperti P dan K yang rendah, serta adanya unsur besi yang dapat meracuni tanaman padi. Selain pembukaan lahan kering untuk lahan sawah juga telah dibuka lahan-lahan rawa yang potensial di Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi Selatan. Keberhasilan yang ditunjukkan oleh petani di bagian selatan Kalimantan dan petani Bugis di sepanjang pesisir timur Sumatera mendorong pemerintah untuk pembukaan lahan pasang surut secara besar-besar untuk
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1
mendukung program transmigrasi. Potensi
lahan rawa di Indonesia
yang
tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, Papua dan Sulawesi sekitar 20.096.800.
Laporan Dinas Pertanian Prov. Sulawesi Selatan (2011), pada
tahun 2009 hingga tahun 2011 program pencetakan sawah baru di Sulawesi Selatan terealisasi dan siap tanam seluas 850 ha. Pemanfaatan lahan kering dan rawa untuk usaha pertanian di Indonesia
diperkirakan telah dilakukan
sudah cukup lama, walaupun lahan yang dimanfaatkan untuk usaha pertanian masih dalam jumlah terbatas. Menurut Widjaja Adhi et al. (1992), lahan pasang surut dapat dibedakan menjadi dua zona; (1) zona pasang surut payau/salin dan (2) zona pasang surut air tawar. Kedua zona tersebut mempunyai ciri dan sifat yang berbeda sehingga pengelolaannya juga berbeda. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi di lahan pasang surut sangat beragam. Agrofisik lahan dan kesuburan tanah yang beragam, dan teknologi budidaya yang belum optimal menyebabkan hasil produksi dan produktivitas yang dicapai antara satu lokasi dengan lokasi yang lain beragam. Masalah utama pertanian lahan pasang surut antara lain agrofisik lahan (tipologi lahan, tipe luapan dan mintakat fisiografi), teknologi pengelolaan lahan dan budidaya seperti penggunaan varietas unggul baru yang adaftif, pemberian kapur dan pupuk dan pengelolaan tata air belum dilaksanakan secara optimal (Noor M dan Jumberi, 2008). Menurut Noor. M dan Jumberi. A (2008), lahan pasang surut mempunyai karakteristik yang berbeda dengan agroekosistem lainnya seperti lahan kering atau tadah hujan. Lahan pasang surut terdiri atas berbagai tipologi lahan yang mempunyai sifat-sifat kimia dan kesuburan yang berbeda. Selain itu juga terdiri atas berbagai tipe luapan, yaitu A, B, C dan D. Keragaman tipologi lahan dan tipe luapan pada lahan rawa pasang surut merupakan salah satu faktor penyebab perbedaan produktivitas dan perlunya pengelolaan yang berbeda pula. Menurut Alihamsyah et al. (2002) dan Maas et al. (2000) dalam Ar-Riza (2010), lahan pasang surut mempunyai sifat yang rapuh dan kadang sangat ekstrim, sehingga tidak semua lahan cocok untuk budidaya pertanian. Utamanya pada lahan gambut selain rapuh juga mempunyai sifat kering tak
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2
balik. Sedangkan lahan sulfat masam mempunyai lapisan tanah yang mengandung senyawa pirit (FeS2) yang jika teroksidasi akibat kekeringan, dan atau salah kelola akan mengakibatkan hancurnya kisi-kisi minerat liat dan menghasilkan ion Al dan Fe yang beracun bagi tanaman. Disamping itu juga berakibat menjadi mudah tercucinya basa-basa seperti Ca, Mg, dan K, sehingga tanah menjadi masam dan miskin hara (Widjaja-Adhi et al. 1992). Berdasarkan karakteristik tersebut di atas maka dalam pemanfaatannya untuk
budidaya
padi
diperlukan
kehati-hatian
dan
kecermatan
dalam
pengelolaan lahan tersebut. Mengacu pada kondisi tersebut, maka varietas padi
rawa
harus
memiliki
beberapa
sifat
yang
dapat
mendukung
pertumbuhannya sesuai kondisi rawa. Diantara sifat yang harus dimiliki: (1) tinggi tidak kurang dari 90 cm, (2) mempunyai potensi anakan 13-15 anakan/rumpun, toleran terendam sekaligus toleran kekeringan, (3) batang kokoh, (4) umur pendek/genjah, dan (5) potensi hasil tinggi (Ar-Riza, 2000). Usaha pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut belum banyak dilaksanakan dan hasil yang diperoleh selama ini masih rendah, sehingga
berbagai
upaya
terus
diupayakan.
Rendahnya
hasil
selain
berhubungan erat dengan kendala fisiko-kimia lahan, dinamika air genangan, juga disebabkan oleh pemilihan dan penerapan teknologi yang masih belum mengacu pada kondisi spesifik lokasi dan sosial-budaya setempat (Sutikno dan Rina, 2002). Peningkatan produktivitas padi pada lahan kering dan rawa pasang surut bukaan baru dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya dan perluasan areal panen dengan meningkatkan intensitas pertanaman (IP). Dengan
penerapan
inovasi
teknologi,
indeks
pertanaman
ditingkatkan menjadi IP 200 dengan pola tanam padi – padi.
padi
dapat
Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan teknik budidaya yang tepat yaitu menggunakan varietas unggul yang adaptif, dan penggunaan pupuk sesuai dosis rekomendasi hasil padi dapat ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi untuk meningkatkan produktivitas padi tersebut masih sangat memungkinkan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3
Berdasarkan hal tersebut di atas dibutuhkan suatu inovasi teknologi sebagai upaya peningkatan produktivitas padi pada lahan-lahan bukaan baru. Ada dua hal yang bisa menjadi pendekatan pada masalah tersebut yaitu perbaikan varietas melalui introduksi varietas unggul baru padi yang adaptif dan perbaikan teknologi budidaya padi di tingkat petani melalui introduksi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi khususnya komponen teknologi pengelolaan hara. Inovasi teknologi teknologi yang relatif murah dan mudah diterapkan oleh petani adalah introduksi varietas unggul baru. Menurut Sembiring (2010), Kementerian Pertanian telah melepas lebih 233 varietas unggul yang terdiri atas 144 varietas unggul padi sawah inbrida, 35 varietas unggul padi hibrida, 30 varietas unggul padi gogo, dan 24 varietas padi rawa. Dalam dua tahun terakhir ini Badan Litbang Pertanian telah melepas varietas baru untuk padi lahan sawah irigasi (Inpari 1-13), varietas unggul padi gogo (Inpago 4-6) dan untuk ekosistim rawa yaitu varietas Inpara 1–6. Varietasvarietas baru tersebut (Inpara 1-6) memiliki beberapa karakteristik diantaranya memiliki toleransi atas rendaman air selama 7–14 hari pada fase vegetatif dengan produktifitas yang lebih tinggi berkisar antara 4–6 t/ha GKG. Varietas Inpari, selain produktivitas tinggi 6-10 ton/ha, juga ketahanan terhadap hama dan penyakit, mutu beras premium dan umur pendek. Sedangkan untuk Inpago memiliki keunggulan yaitu produktivitas yang tinggi > 4 ton/ha, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, toleran kekeringan serta umur lebih pendek. Pengkajian varietas ungul baru padi yang adaptif pada lahan sawah bukaan baru belum pernah dilakukan di Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Gowa, Wajo, Bone, Maros dan Pangkep, sehingga hasil kajian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi varietas unggul baru padi yang adaptif dapat dikembangkan pada lahan-lahan sawah bukaan baru yang dapat meningkatkan produksi > 4 ton/ha GKG. Kajian adaptasi beberapa varietas padi unggul baru diharapkan dapat meningkatkan produksi dan indeks pertanaman padi di Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu hasil kajian ini diharapkan dapat menstimulir petani memanfaatkan lahan sawah yang telah dibuka.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4
2. Pokok Permasalahan Lahan sawah yang baru dicetak sering dihadapkan pada berbagai permasalahan kesuburan tanah, sehingga produktivitas lahan sawah bukaan baru biasanya jauh lebih rendah dari sawah yang telah mapan. Kendala utama pada pada tanah tersebut adalah rendahnya pH, kandungan bahan organik dan unsur hara tanah seperti P dan K yang rendah, serta adanya unsur besi yang dapat meracuni tanaman padi. Khusus untuk lahan rawa, secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi sangat beragam. Agrofisik lahan dan kesuburan tanah
yang
beragam,
dan
teknologi
budidaya
yang
belum
optimal
menyebabkan hasil produksi dan produktivitas yang dicapai antara satu lokasi dengan lokasi yang lain beragam. Masalah utama pertanian lahan rawa antara lain agrofisik lahan (tipologi lahan, tipe luapan dan mintakat fisiografi), teknologi pengelolaan lahan dan budidaya seperti penggunaan varietas unggul baru yang adaftif, pemberian kapur dan pupuk dan pengelolaan tata air belum dilaksanakan secara optimal. Menurut Noor. M dan Jumberi. A (2008), lahan rawa mempunyai karakteristik yang berbeda dengan agroekosistem lainnya seperti lahan kering atau tadah hujan. Lahan rawa terdiri atas berbagai tipologi lahan yang mempunyai sifat-sifat kimia dan kesuburan yang berbeda. Keragaman tipologi lahan dan tipe luapan pada lahan rawa merupakan salah satu faktor penyebab perbedaan produktivitas dan perlunya pengelolaan yang berbeda.
3. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan penelitian ini adalah: a. Mendapatkan varietas unggul baru padi yang adaptif pada lahan sawah bukaan baru di Provinsi Sulawesi Selatan. b. Mendapatkan varietas unggul baru padi yang mempunyai potensi hasil > 4 t/ha. c. Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) padi 2 kali setahun.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
5
4. Metodologi Pelaksanaan a. Lokus Kegiatan Kegiatan pengkajian ini dilaksanakan pada tiga Kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu lahan kering bukaan baru di Kabupaten Gowa dan Maros, serta lahan rawa di Kabupaten Pangkep dan dilakukan selama delapan bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan September 2012. b. Fokus Kegiatan Fokus dari kegiatan ini adalah melakukan uji adaptasi beberapa varietas unggul baru di lahan petani kabupaten Gowa, Maros dan Pangkep yaitu di Kabupaten Gowa, varietas yang diadaptasikan adalah terdiri dari 11 varietas unggul baru padi (Inpari 1, 3, 4, 7, 8, 10, 13, 14, 15, 20, Sidenuk) dan satu varietas pembanding yaitu Ciherang.
Di Kabupaten Maros varietas yang
diadaptasikan adalah terdiri dari 10 varietas unggul baru padi (Inpari 1, 3, 4, 6, 7, 8, 10, 13, Inpara 1, 2) serta 1 varietas pembanding yaitu Cisantana. Di Kabupaten Pangkep, varietas yang diadaptasikan terdiri dari 5 varietas unggul baru padi rawa (Inpara 1, 2, 3, 4, 5), empat varietas lokal padi rawa (Margasari, Martapura, Siam Unus, Siam Mutiara), dan satu varietas pembanding yaitu Ciliwung. Dari kegiatan ini akan diperoleh varietas yang beradaptasi baik yang memperlihatkan produktivitas tinggi. c. Ruang lingkup kegiatan Secara umum tahapan kegiatan meliputi antara lain,1) Sosialisasi pengenalan varietas padi unggul baru di tingkat petani, 2) pembuatan demplot uji adaptasi varietas, 3) temu lapang, 4) apresiasi teknologi penanganan benih, dan 5) monitoring dan evaluasi. d. Bentuk Kegiatan Pengkajian Varietas Ungul Baru Padi yang Adaptif pada Lahan Sawah Bukaan Baru sudah banyak dilakukan, di Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan, namun di wilayah Sulawesi Selatan khususnya lahan bukaan baru di Kabupaten Gowa, Maros dan Pangkep belum pernah dilaksanakan sehingga hasil kajian ini diharapkan dapat menghasilkan varietas unggul baru tanaman www.sulsel.litbang.deptan.go.id
6
padi yang dapat meningkatkan produksi > 4 ton/ha GKG di lahan bukaan baru kabupaten Gowa, Maros dan Pangkep. Kegiatan ini memiliki prospek untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara luas oleh petani dan penentu kebijakan (Pemda). Hal ini didukung ketersediaan varietas unggul baru dari badan Litbang Pertanian yang sudah dikembangkan oleh Unit Penangkar Benih Sumber (UPBS) BPTP Sulawesi Selatan, teknologi inovasi pengelolaan lahan sawah bukaan baru, selain itu masih rendahnya penerapan dan penguasaan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi khususnya pada lahan sawah bukaan baru, dan belum ada rekomendasi VUB padi spesifik lokasi. Hasil kajian ini mempunyai daya ungkit yang cukup tinggi untuk percepatan peningkatan produktivitas padi khususnya pada lahan-lahan sawah bukaan baru di Kabupaten Gowa, Maros dan Pangkep. Hasil penelitian menunjukkan dengan penggunaan VUB yang sesuai dapat meningkatkan produksi 10-20 %. Introduksi VUB padi pada lahan sawah bukaan baru pada saat ini dan masa akan datang tetap diperlukan untuk mengoptimalkan pendayagunaan lahan-lahan sawah bukaan baru yang masih tidur.
BAB II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Tahapan pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan secara bertahap, mulai dari penyusunan proposal, seminar proposal di Kantor BPTP Sulawesi Selatan, sosialisasi, penentuan lokasi/pengumpulan data sekunder, koordinasi dan konsultasi dilakukan dengan stakeholder dan instansi terkait. Pelaksanaan uji adapatasi varietas unggul padi dilakukan di tiga Kabupaten yaitu Gowa, Maros dan Pangkep. Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan secara sistematis dan selanjutnya dilakukan analisis data dan pembuatan laporan. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada lahan bukaan baru sesuai dengan judul dan keluaran yang diharapkan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
7
b. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada lahan bukaan baru sesuai dengan judul dan keluaran yang diharapkan, ada beberapa kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaannya yang utama adalah a) Musim kemarau datang lebih awal sehingga pengolahan tanah terlambat dan waktu tanam tertuda, b) Lahan bukaan baru pada umumnya merupakan lahan tadah hujan dan biasanya porositasnya masih sangat tinggi karena belum adanya lapisan lumpur pada lapisan olah, air cepat meresap sehingga membutuhkan air dalam jumlah yang sangat besar.
2. Pengelolaan Administrasi Managerial a. Perencanaan Anggaran Perencanaan anggaran yang digunakan disusun seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Rincian anggaran yang digunakan No. 1. 2. 3. 4.
Uraian Gaji dan Upah Bahan Habis Pakai Perjalanan Lain – lain Jumlah biaya yang diusulkan
Jumlah (Rp.) 84.260.000 18.240.000 137.000.000 10.500.000 250.000.000
Total anggaran yang digunakan sebesar Rp. 250.000.000,- yang terdiri dari
upah gaji, pembelian bahan penelitian, perjalanan dinas, dan belanja
operasional lainnya. b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Karena anggaran diperoleh secara bertahap melalui tiga termin, maka penggunaannya pada tahap awal harus betul-betul mempertimbangkan asas manfaat dan kegiatan prioritas yang harus didahulukan pembayarannya misalnya pengadaan bahan harus diprioritaskan sedangkan pembayaran honorarium peneliti pada termin pertama hanya dibayarkan dua bulan saja. Demikian juga pada termin kedua dan ketiga.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
8
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Kegiatan penelitian ini merupakan uji adaptasi varietas unggul baru yang dilakukan di lapangan, bahan yang digunakan sebagian besar merupakan bahan habis pakai, sehingga pengelolaan asset tidak ada Karen kegiatan ini tidak melakukan pembelian peralatan. d. Kendala-Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Kendala dan hambatan
pengelolaan administrasi manajerial adalah
karena kegiatan ini merupakan kegiatan aplikasi di lapangan, maka dalam pengelolaannya membutuhkan biaya yang cukup besar pada awal kegiatan, sedangkan realisasi anggaran dibagi dalam tiga termin yaitu termin petama, kedua, dan ketiga masing-masing 30%, 50% dan 20%, sehingga anggaran yang dikucurkan pada termin pertama lebih kecil dibanding dana yang dibutuhkan pada awal kegiatan.
BAB III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA 1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja a. Kerangka Metode Proses Melakukan konsultasi dengan Pemda setempat tentang renca kegiatan ini dan sekaligus menentukan lokasi, petugas penyuluh yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini. Mengadakan pertemuan untuk mensosialisasikan bentuk dan cara pelaksanaan kegiatan dan juga hak-hak yang akan diterima penyuluh maupun petani yang terlibat. Penelitian uji adaptasi varietas unggul baru pada lahan sawah bukaan baru, dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan, lahan kering dan lahan rawa. Pengkajian
dilaksanakan
selama
satu
musim
tanam
pada
sentra
pengembangan tanaman padi di Kabupaten Gowa, Maros dan Pangkep. Pengkajian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Pada lahan sawah bukaan baru di Kabupaten
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
9
Maros, perlakuannya adalah terdiri dari 10 varietas unggul baru padi (Inpari 1, 3, 4, 6, 7, 8, 10, 13, Inpara 1, 2) serta 1 varietas pembanding yaitu Cisantana. Pada lahan sawah bukaan baru di Kabupaten Gowa,
perlakuannya adalah
terdiri dari 11 varietas unggul baru padi (Inpari 1, 3, 4, 7, 8, 10, 13, 14, 15, 20, Sidenuk) serta 1 varietas pembanding yaitu Ciherang. Pada lahan rawa di Kabupaten Pangkep, perlakuan yang digunakan terdiri dari 5 varietas unggul baru padi rawa (Inpara 1, 2, 3, 4, 5), 4 varietas lokal padi rawa (Margasari, Martapura, Siam Unus, Siam Mutiara), dan satu varietas pembanding yaitu Ciliwung Pengkajian menggunakan rakitan-rakitan teknologi spesifik lokasi. Komponen-komponen teknologi yang diterapkan, seperti terlihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Komponen teknologi yang diterapkan pada Padi, di Kab. Gowa, Maros dan Pangkep tahun 2012 No.
Komponen Teknologi
1. 2.
Pengolahan tanah Varietas
3 4. 5.
Kebutuhan benih Pembibitan/pesemaian Jumlah tanaman per lubang tanam Jarak tanam Pemupukan
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pengairan Penyiangan Pengendalian hama/penyakit Panen dan Pascapanen
Pengelolaan Tanaman Sempurna, dibuat saluran drainase - VUB lahan sawah (Inpari 1, 3, 4, 6, 7, 8, 10, 13, 14, 15, 20, Sidenuk, Cisantana, Ciliwung dan Ciherang) - VUB lahan rawa (Inpara 1, 2, 3, 4, 5), - Varietas Lokal padi rawa (Margasari, Martapura, Siam Unus, Siam Mutiara) 25-30 kg/ha Pesemaian basah dan kering 1-2 tan/lubang Legowo 2:1 Urea: 200 kg/ha, SP36: 100kg/ha, KCl : 75 kg/ha (Pupuk Nitrogen berdasarkan BWD) Intermitten dan Tata air konservasi Pengendalian gulma terpadu Pengendalian hama terpadu Tepat waktu dan prosessing dengan alat dan mesin
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
10
Data yang akan diamati meliputi meliputi: data agronomis tanaman dan preferensi petani pada varietas serta data curah hujan selama pengkajian. Data tanaman yang akan dikumpulkan meliputi : 1) Umur berbunga, yaitu jumlah hari sejak sebar sampai saat 90% tanaman berbunga, 2) Jumlah anakan maksimum/rumpun diamati pada 10 tanaman contoh per petak yang dipilih secara acak pada saat tanaman berumur 6 minggu setelah tanam, 3) Tinggi tanaman (35 dan 45 hari setelah tanam), yaitu rata-rata tinggi tanaman dari 10 rumpun tanaman contoh dipilih secara acak, 4) Jumlah malai per rumpun, yaitu rata-rata jumlah malai dari 10 rumpun tanaman contoh yang dipilih secara acak, pengamatan dilakukan menjelang panen, 5) Panjang malai per rumpun diukur pada 10 tanaman contoh dipilih secara acak.dilakukan pada saat menjelang panen, 6) Jumlah biji per malai. 7) Jumlah biji yang hampa per malai, 8) Bobot 1000 butir gabah isi kering pada tingkat kadar air 14%, 9) persentase gabah isi (%), 10) Hasil gabah bersih per plot yaitu hasil gabah yang dipanen dari petak percobaan netto (setelah dikurangi satu baris tanaman pinggir), 11) Jenis dan intensitas serangan penyakit, penilaian serangan hama dan penyakit akan dinyatakan dalam nilai skor sesuai dengan sistim evaluasi baku untuk masingmasing hama dan penyakit tertentu, 12) ketinggian air (cm), dan 13) lama waktu padi terendam (hari). Analisis yang digunakan adalah fasilitas uji: analisis varians, uji beda, analisis regresi, analisis kuantifatif dan analisis finansial B/C Ratio. Cakupan analisis meliputi analisis data pertumbuhan dan produktivitas tanaman, cita rasa, dan tanggapan petani melalui organoleptik. Varietas memperoleh hasil yang tinggi dianggap lebih tahan terhadap perubahan lingkungan atau daya adaptasinya tinggi. b. Indikator Keberhasilan - Terkumpulnya data penelitian - Terealisasinya kegiatan fisik di lapangan - Ditemukannya varietas yang beradaptasi baik secara spesifik lokasi - Tersusunnya laporan hasil penelitian
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
11
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa Komponen Pertumbuhan Lokasi percobaan di Kabupaten Maros tergolong lahan sawah konversi dari lahan kering yang masih baru. Lahan tersebut baru dikonversi menjadi sawah sekitar 3 tahun. Hal tersebut akan mempengaruhi kemampuan adaptasi pertumbuhan vegetatif dan generatif dari setiap varietas padi. Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan jumlah malaiuji adaptasi varietas pada lahan bukaan baru di Kabupaten Maros disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 menunjukkan terdapat variasi perbedaan tinggi tanaman pada setiap varietas unggul baru (VUB) yang dikaji. Hal ini disebabkan sifat genetik dari masing VUB yang berbeda sehingga menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda pula. Tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan oleh varietas Inpari 3 (79 cm) dan terendah oleh varietas Cisantana (62,9 cm). Tinggi tanaman yang dicapai tersebut lebih rendah dari rata-rata tinggi tanaman yang telah dilaporkan (Suprihatno, 2010). Tinggi tanaman padi berkolerelasi positip dengan luas daun tanaman dalam melakukan proses fotosintesis. Menurut Suprapto dan Drajat (2005) bahwa, tinggi tanaman digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi pada tanaman padi, namun pertumbuhan tinggi tanaman yang tinggi belum menjamin hasil yang diperoleh lebih besar. Hal ini sejalan dengan pendapat Blum (1998) yang mengemukakan bahwa tinggi tanaman berkorelasi
negatif
terhadap
hasil.
Selanjutnya
jumlah
anakan
akan
menentukan jumlah malai yang dihasikan oleh tanaman (Tabel 3)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
12
Tabel 3. Rataan tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah malai Kab. Maros 2012 Perlakuan/ Tinggi Tanaman Jumlah Anakan/ Jumlah malai/rumpun Variates (cm) rumpun (batang) (rumpun) Inpari 1 64,9 a 11,2 a 10,2 a Inpari 3 79,0 a 12,1 a 9,5 a Inpari 4 66,8 a 11,7 a 10,1 a Inpari 6 68.3 a 9,6 a 10,0 a Inpari 7 61,6 a 10,9 a 10,0 a Inpari 8 64,2 a 9,3 a 10,1 a Inpari 10 63,7 a 10,8 a 9,0 a Inpari 13 71,4 a 10,5 a 8,5 a Inpara 1 64,9 a 9,6 a 8,8 a Inpari 2 65,8 a 8,7 a 9,0 a Cisantana 62,9 a 9,9 a 9,5 a Keterangan : Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 % Jumlah anakan produktif berpengaruh langsung terhadap jumlah malai yang dihasilkan. Makin banyak anakan produktif makin besar jumlah gabah yang akan diperoleh. Rataan jumlah anakan produktif lebih sedikit dan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata pada setiap varietas yang dikaji. Hal ini disebabkan varietas yang ditanam kurang dapat beradaptasi baik pada kondisi lingkungan tumbuh lahan bukaan baru di Kabupaten Maros. Kemampuan membentuk anakan produktif dipengaruhi oleh interaksi sifat genetik varietas dan lingkungan tumbuhnya (Endrizal dan J. Bobihoe, 2010). Varietas Inpari 3 memperlihatkan rata-rata jumlah anakan produktif (12,1 batang) lebih banyak dibanding varietas lainnya dan terendah varietas Inpara 2 (8,7 batang). Begitupula jumlah malai per rumpun tidak menunjukkan jumlah malai antara varietas. Jumlah malai terbanyak dihasilkan pada varietas Inpara 1 (10,2 rumpun) dan terendah varietas Inpari 13 ( 8,5 rumpun). Lahan pengujian di Kabupaten Gowa tergolong lahan sawah bukaan baru yang juga masih baru sekitar 2 tahun. Hasil konversi dari lahan kering, sehingga lapisan terak bajak belum terbentuk. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Tabel 4 memperlihatkan ratarata pertumbuhan tinggi tanaman,jumlah anakan produktif dan jumlah malai pada lahan bukaan baru di Kabupaten Gowa. Analisis ragam menunjukkan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
13
terdapat variasi perbedaan tinggi tanaman pada setiap varietas unggul baru (VUB) yang diujii. Hal ini disebabkan kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan dan sifat genetik dari masing VUB yang berbeda sehingga menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda pula. Tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan oleh varietas Inpari 15 (97,7 cm) dan terendah oleh varietas Inpari 1 (72,0 cm). Tinggi tanaman yang dicapai tersebut masih lebih rendah dari ratarata tinggi tanaman yang telah dilaporkan (Suprihatno, 2010). Tinggi tanaman padi berkolerelasi positip dengan luas daun tanaman dalam melakukan proses fotosintesis. Menurut Suprapto dan Drajat (2005) bahwa, tinggi tanaman digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi pada tanaman padi, namun pertumbuhan tinggi tanaman yang tinggi belum menjamin hasil yang diperoleh lebih besar. Hal ini sejalan dengan pendapat Blum (1998) yang mengemukakan bahwa tinggi tanaman berkorelasi negatif terhadap hasil. Selanjutnya jumlah anakan akan menentukan jumlah malai yang dihasikan oleh tanaman (Tabel 5). Tabel 4. Rataan tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah malai Kab. Gowa 2012 Perlakuan/ Variates
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Anakan/ rumpun (batang)
Jumlah malai/rumpun (rumpun) 12,2 a 11,5 a 13,1 a 13,2 a 11,0 a 13,1 a 12,0 a 11,5 a 10,8 a 13,0 a
Inpari 1 72,0 a 21,9 b Inpari 3 82,9 a 20,6 a Inpari 4 86,8 a 18,6 a Inpari 7 78,0 a 19,3 a Inpari 8 73,0 a 22,7 b Inpari 10 85,4 a 22,6 b Inpari 13 94,1 a 19,4 a Inpari 14 92,1 a 20,5 a Inpari 15 97,7 a 17,2 a Inpari 20 84,7 a 25,8 b Inpari 88,9 a 21,9 b Sidenuk 10,5 a 81,9 a 20,7 a Ciherang 10,2 a Keterangan : Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
14
Jumlah anakan produktif berpengaruh langsung terhadap jumlah malai yang dihasilkan. Makin banyak anakan produktif makin tinggi gabah yang akan diperoleh. Rataan jumlah anakan produktif memperlihatkan perbedaan yang nyata pada setiap varietas yang dikaji. Hal ini disebabkan varietas yang ditanam mampu beradaptasi baik pada kondisi lingkungan tumbuh di Kabupaten Gowa. Kemampuan membentuk anakan produktif dipengaruhi oleh interaksi sifat genetik varietas dan lingkungan tumbuhnya (Endrizal dan J. Bobihoe, 2010). Varietas Inpari 20 memperlihatkan rata-rata jumlah anakan produktif (25,8 batang) lebih banyak dibanding varietas lainnya.Sedangkan jumlah malai per rumpun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah malai antara varietas. Jumlah malai terbanyak dihasilkan pada varietas Inpara 7 ( 13,2 rumpun) dan terendah varietas Inpari 13 Ciherang( 10,2 rumpun). Sawah tempat pengujian uji adaptasi di Kabupaten Pangkep tergolong lahan bukaan baru dari konversilahan tambak (sawah yang merupakan lahan salinitas), sehingga varietas yang diuji sebagian besar merupakan varietas padi lahan rawa. Rataan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan jumlah malai di Kabupaten Pangkep disajikan pada Tabel 5. Analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan tinggi tanaman pada setiap varietas unggul baru (VUB) yang dikaji. Hal ini disebabkan dari kemampuan daya adapatasi dan sifat genetik dari masing VUB yang berbeda sehingga menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda pula. Rataan tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan oleh varietas lokal Kalimantan Selatan Siam Mutiara (95,5 cm) dan terendah oleh varietas Inpari 1 (73 cm). Hal tersebut dapat dipahami karena varietas Siam Mutiara merupakan varietas lokal khusus untuk lahan rawa yang umumnya memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih tinggi dari varietas unggul baru. Tinggi tanaman padi berkolerelasi positip dengan luas daun tanaman dalam melakukan proses fotosintesis. Menurut Suprapto dan Drajat (2005) bahwa, tinggi tanaman digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi pada tanaman padi, namun pertumbuhan tinggi tanaman yang tinggi belum menjamin hasil yang diperoleh lebih besar.Hasil
statistik
menunjukkan tidak
terdapat
perbedaan nyata terhadap jumlah anakan. Selanjutnya jumlah anakan akan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
15
menentukan jumlah malai yang dihasikan oleh tanaman (Tabel 3). Tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara jumlah malai yang dihasilkan dari setiap varietas. Varietas Martapura menghasilkan rata-rata jumlai malai lebih banyak dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Tabel 5. Rataan tinggi tanaman, jumlah Pangkep 2012 Perlakuan/ Variates
Tinggi Tanaman (cm)
anakan dan jumlah malai Kab.
Jumlah Anakan/ rumpun (batang)
Jumlah malai/rumpun (rumpun) Inpara 1 73,0 a 16,0 a 12,7 a Inpara 2 81,6 a 16,5 a 14,9 a Inpara 3 73,3 a 16,1 a 11,9 a Inpara 4 85,3 a 19,3 a 16,8 b Inpara 5 92,0 a 19,3 a 16,1 b Margasari 88,7 a 16,0 a 13,9 a Martapura 83,6 a 17,0 a 18,5 b Siam unus 87,3 a 18,0 a 16,3 b Siam mutiara 95,5 a 16,0 a 16,9 b 93,54 a 16,7 a 13,5 a Ciliwung Keterangan : Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 % Komponen Produksi Rataan komponen hasil (panjang malai, jumlah gabah total, presentase gabah isi, presentase gabah hampa, bobot 1000 butir gabah dan hasil t/ha GKP) masing-masing VUB yang dikaji di Kabupaten Maros disajikan pada Tabel 4 dan 5. Panjang malai tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara varietas unggul baru (VUB). Panjang malai tertinggi diperoleh varietas Inpari 10 (24,1) lebih panjang dibanding varietas yang lainnya. Tabel 6 juga menunjukkan perbedaan yang nyata antara varietas pada jumlah gabah total/malai dan presentase gabah isi. Varietas Inpari 13 menghasilkan rata-rata jumlah gabah total terbanyak (114,6) dibanding varietas lainnya. Jumlah gabah total terendah diperoleh pada varietas Inpari 1 (76,6). Selanjutnya varietas Inpari 1 menghasilkan presentase gabah isi lebih besar
(92,4) dibanding
varietas lainnya. Persentase gabah isi yang terendah diperoleh pada varietas Inpari 7 (72,4). Sedangkan varietas Inpari 13 menghasilkan rata-rata
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
16
persentase gabah hampa lebih rendah (11,1) dibanding varietas lainnya.. Sedangkan bobot 1.000 butir gabah yang terbesar dicapai oleh varietas Inpari 16 (29 g) dan terendah diperoleh varietas Cisantana (24 g). Besar atau kecilnya gabah dari suatu varietas dapat diukur dari bobot 1.000 butir gabah. Makin berat bobot 1.000 butir gabahnyamengindikasikan bahwa varietas tersebut gabahnya lebih besar. Hasil tanaman padi dipengaruhi oleh komponen hasil seperti jumlah gabah isi per malai dan bobot 1.000 butir. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa varietas Inpari 13 menghasilkan produksi 4,51 t/ha GKP dan berbeda nyata dengan hasil varietas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Inpari 13 dapat beradaptasi baik pada kondisi lahan bukaan baru di kabupaten Maros. Meskipun hasil yang dicapai masih lebih rendah dari potensi hasilnya yaitu 9 t/ha. Hal ini disebabkan varietas Inpari 13 agak tahan terhadap cekaman kekeringan dengan potensi hasil tinggi. Tabel 6. Rataan panjang malai, jumlah gabah total, presentase gabah isi Kab. Maros Perlakuan/ Panjang malai Jumlah Gabah/ Presentase Gabah Variates (cm) Malai (butir) isi (%) Inpari 1 22,9 a 76,6 a 92,43 b Inpari 3 22,9 a 98,1 b 79,19 a Inpari 4 22,7 a 97,3 b 74,5 a Inpari 6 23,7 a 91,2 b 76,8 a Inpari 7 22,0 a 84,8 a 72,1 a Inpari 8 22,1 a 83,4 a 71,9 a Inpari 10 24,1 a 82,2 a 83,9 a Inpari 13 23,4 a 114,6 b 82,6 a Inpara 1 22,2 a 99,7 b 90,1 b Inpari 2 21,4 a 99,9 b 89,2 b Cisantana 22,8 a 112,1 b 77,48 a Keterangan : Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
17
Tabel 7. Rataan presentase gabah hampa, bobot 1000 biji dan produksi GKP Kab. Maros Presentase Perlakuan/ Gabah Bobot 1000 biji Produksi Variates hampa (%) (g) GKP (t/ha) Inpari 1 15,8 a 27,0 a 2,96 a Inpari 3 14,1 a 26,0 a 3,48 a Inpari 4 15,2 a 26,0 a 3,75 a Inpari 6 16,6 a 25,0 a 3,78 a Inpari 7 17,5 a 26,1 a 3,40 a Inpari 8 16,4 a 27,0 a 2,89 a Inpari 10 15,1 a 25,8 a 3,67 a Inpari 13 11,1 b 27,3 a 4,51b Inpara 1 13,2 a 25,0 a 3,23 a Inpari 2 16,8 a 25,7 a 3,19 a Cisantana 23,4 a 24,0 a 2,61 a Keterangan : Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 % Rataan komponen hasil (jumlah gabah isi, presentase gabah isi, bobot 1000 butir gabah dan hasil t/ha GKG) masing-masing VUB yang dikaji Kabupaten Pangkep disajikan pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8 menunjukkan tidak ada perbedaan terhadap peubah panjang malai. Selanjutnya terdapat perbedaan yang nyata antara verietas pada jumlah gabah total/malai. Varietas Inpara4 menghasilkan rata-rata jumlah gabah isi terbanyak (149,2) dibanding varietas lainnya. Jumlah gabah isi terendah diperoleh pada varietas Inpara1 (94,5).Tabel 6juga menunjukkan varietas pembanding Ciliwung dan Inpara 2 menghasilkan rata-rata persentase gabah isi lebih besar (81,3) dibading varietas lainnya. Persentase gabah isi yang terendah diperoleh pada varietas Margasari (70,5). Sedangkan bobot 1.000 butir gabah yang terbesar dicapai oleh varietas Inpara5 (27,5 g) dan terendah diperoleh varietas Inpara3 (24,0 g). Besar atau kecilnya gabah dari suatu varietas dapat diukur dari bobot 1.000 butir gabah. Semakin berat bobot 1.000 butir gabahnya, menjadi indikator bahwa varietas tersebut gabahnyaakan lebih besar.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
18
Tabel 10. Rataan panjang malai, jumlah gabah, presentase gabah isi Kab. Pangkep Perlakuan/ Panjang malai Jumlah Gabah/ Presentase Gabah Variates (cm) Malai (butir) isi (%) Inpara 1 22,0 a 94,5 a 73.7 a Inpara 2 22,8 a 152,0 b 81,3 a Inpara 3 24,2 a 143,1 b 76,2 a Inpara 4 22,9 a 149,2 b 74,3 a Inpara 5 22,1 a 115,2 a 75,8 a Margasari 25,2 a 116,6 a 70,5 a Martapura 23,2 a 111,1 a 77,5 a Siam unus 25,4 a 129,6 b 80,3 a Siam mutiara 25,5 a 130,7 b 73,4 a Ciliwung 24,4 a 130,1 b 90,1 a Keterangan : Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 % Tabel 9 memperlihatkan rataan komponen hasil (presentase gabah hanmpa, bobot 1000 butir gabah dan hasil t/ha GKG) masing-masing VUB. Tabel 9 menunjukkan perbedaan yang nyata antara verietas pada jumlah gabah isi/malai. Varietas Inpari 8 menghasilkan rata-rata jumlah gabah isi terbanyak (180,67) dibanding varietas lainnya. Jumlah gabah isi terendah diperoleh pada varietas Inpari 2. Tabel
9
menunjukkan varietas Inpara 2 menghasilkan rata-rata
persentase gabah hampa lebih rendah (18,7) dibading varietas lainnya. Sedangkan bobot 1.000 butir gabah yang terbesar dicapai oleh varietas Inpara1 (28,3 g) dan terendah diperoleh varietas Inpara 3 (24,0 g). Besar atau kecilnya gabah dari suatu varietas dapat diukur dari bobot 1.000 butir gabah. Makin berat bobot 1.000 butir gabahnya,mengindikasikan bahwa varietas tersebut gabahnya besar. Tabel 9 memperlihatkan rataan presentase gabah hampa, bobot 1.000 biji dan produksi. Hasil tanaman padi dipengaruhi oleh komponen hasil seperti jumlah gabah isi per malai dan bobot 1.000 butir. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa varietas Siam Mutiara menghasilkan produksi 5,05 t/ha GKP dan berbeda nyata dengan hasil varietas Inpari lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Siam Mutiara dapat beradaptasi baik pada lingkungan tumbuh lahan salin di Kabupaten Pangkep. Varietas lain yang www.sulsel.litbang.deptan.go.id
19
berpotensi untuk dikembangkan pada lahan rawa pasang surut di Kabupaten Pangkep adalah varietas Inpara 2-5. Tabel 9. Rataan presentase gabah hampa, bobot 1000 biji dan produksi GKP Kab. Pangkep Presentase Perlakuan/ Gabah Bobot 1000 biji Produksi Variates hampa (%) (g) GKP (t/ha) Inpara 1 26,2 b 28,3 a 3,50 a Inpara 2 18,7 b 25,3 a 4,76 b Inpara 3 23,8 b 24,0 a 4,69 b Inpara 4 25,7 b 26,0 a 4,86 b Inpara 5 21,1 b 27,5 a 4,25 a Margasari 27,4 b 25,0 a 4,19 a Martapura 21,2 b 25,3 a 4,25 a Siam unus 22,4 b 26,2 a 4,42 a Siam mutiara 25,7 b 27,3 a 5,05 b Ciliwung 14,9 a 28,3 a 4,25 a Keterangan : Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 % Rataan komponen hasil (jumlah gabah isi, presentase gabah isi, bobot 1000 butir gabah dan hasil t/ha GKG) masing-masing VUB yang dikaji disajikan pada Tabel 10 dan 11. Tabel 10 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap panjang malai. Sedangkan terhadap jumlah gabah total terdapat perbedaan yang nyata antara verietas . Varietas Inpari 15 menghasilkan ratarata jumlah gabah total terbanyak (159,9) dibanding varietas lainnya. Jumlah gabah isi terendah diperoleh pada varietas Inpari 20 (91,3).Tabel
10
menunjukkan varietas Inpari 3 menghasilkan rata-rata persentase gabah isi lebih besar (84,7) dibading varietas lainnya. Persentase gabah isi yang terendah diperoleh pada varietas Inpari 15 (69,4). Sedangkan bobot 1.000 butir gabah yang terbesar dicapai oleh varietas Inpari 15 (33,7 g) dan terendah diperoleh varietas Inpari 4 (27,7 g). Besar atau kecilnya gabah dari suatu varietas dapat diukur dari bobot 1.000 butir gabah. Makin berat bobot 1.000 butir gabahnya,mengindikasikan bahwa varietas tersebut gabahnya besar.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
20
Tabel 10. Rataan panjang malai, jumlah gabah, presentase gabah isi Kab.Gowa Perlakuan/ Panjang malai Jumlah Gabah/ Presentase Gabah Variates (cm) Malai (butir) isi (%) Inpari 1 21,8 a 79,8 b 87,37 a Inpari 3 24,2 a 124,3 a 84,78 a Inpari 4 24,9 a 130,6 a 80,65 a Inpari 7 22,9 a 104,9 a 73,98 a Inpari 8 23,7 a 116,7 a 80,1 a Inpari 10 24,0 a 111,0 a 68,98 a Inpari 13 24,5 a 139,3 a 77,50 a Inpari 14 23,9 a 120,4 a 70,57 a Inpari 15 25,5 a 159,9 a 69,94 a Inpari 20 24,2 a 91,3 b 80,76 a Inpari 22,7 a 108,5 a 75,36 a Sidenuk 24,1 a 120,4 a 79,7 a Ciherang Keterangan : Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 % Tabel 11 memperlihatkan presentase gabah hampa, bobot 1000 biji dan hasil di Kabupaten Gowa. Hasil tanaman padi dipengaruhi oleh komponen hasil seperti jumlah gabah isi per malai dan bobot 1.000 butir. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa varietas Inpari Sidenuk menghasilkan produksi 4,81 t/ha GKP dan berbeda nyata dengan hasil varietas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Inpari Sidenuk dapat beradaptasi baik pada lingkungan tumbuh pada lokasi percobaan di Kabupaten Gowa. Beberapa Varietas lainnya yang mempunyai hasil yang cukup tinggi lebih dari 4 t/ha GKP adalah Inpari 3,4,14 dan 20 sangat berpotensi untuk dikembangkan pada wilayah tersebut.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
21
Tabel 11. Rataan presentase gabah hampa, bobot 1000 biji dan produksi GKP Kab.Gowa Presentase Gabah hampa (%) 13,01 a 15,18 a 18,48 b 26,08 b 22,4 b 30,40 b 22,73 b 31,76 b 30.90 b 19,32 a
Perlakuan/ Bobot 1000 biji Produksi Variates (g) GKP (t/ha) Inpari 1 30,3 a 2,83 a Inpari 3 32,7 a 4,59 b Inpari 4 27,7 a 4,24 b Inpari 7 30,3 a 2,67 a Inpari 8 28,6 a 3,20 a Inpari 10 29,0 a 2,61 a Inpari 13 30,3 a 3,48 a Inpari 14 29,7 a 4,62 b Inpari 15 33,7 a 3,71 a Inpari 20 33,0 a 4,09 b Inpari 24,08 b 29,7 a 4,81 b Sidenuk 23,1 b 27,8 a 3,56 a Ciherang Keterangan : Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 % 2. Potensi Pengembangan ke Depan Varietas unggul baru padi beradaptasi baik yang dihasilkan kegiatan ini, mempunyai produktivitas tinggi dan disukai petani akan dikembangkan untuk mendukung peningkatan produktivitas lahan bukaan baru di masing-masing agroekosistem. Mengembangkan dan mendorong penangkaran benih unggul spesifik lokasi, sehingga kebutuhan benih petani terpenuhi. a. Kerangka Pengembangan ke Depan Varietas Inpari dan Inpara yang beradaptasi baik di masing-masing agroekosistem akan disosialisasikan bersama Pemda setempat yaitu Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan yang merupakan ujung tombak Pemerintah daerah ke petani pengguna dan stakeholder lainnya. b. Strategi Pengembangan Kedepan Setelah varietas unggul baru padi spesifik lokasi pada masig-masing agroekosistem didapatkan melalui kegiatan ini, tentunya petani membutuhkan benih padi varietas yang spsifik lokasi tersebut baik jumlah, jenis dan juga tepat
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
22
waktu. Peran Balai Besar penelitian Padi Sukamandi mempunyai peran sentral dalam memenuhi kebutuhan petani tersebut baik secara langsung maupun melalui UPBS yang dikelola BPTP atau pembinaan penangkar-penangkar benih yang ada di daerah oleh BB padi dan BPTP. BAB IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program Koordinasi kelembagaan dilakukan baik pertemuan secara langsung, melalui telepon, faximail dilakukan sesering mungkin karena lokasi kegiatan jauh dari kantor BPTP Sulawesi Selatan. a. Kerangka Sinergi Koordinasi -
Koordinasi dengan Pemda untuk penentuan lokasi dan pelaksanaan pertemuan dan sosialisai.
-
Koordinasi dengan penyuluh untuk membantu pengumpulan data dan pendampingan petani.
-
Koordinasi dengan anggota tim untuk pelaksanaan kegiatan, monitoring, pengumpulan
data,
pengolahan
data,
administrasi
keuangan,
penyusunan laporan, pengetikan dan seminar. b. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi dengan kelembagaan program terkait berjalan dengan baik dan lancar adalah: (a) Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan kabupaten Gowa, Maros dan Pangkep berperan aktif melakukan pendampingan kegiatan di lapangan dan sekaligus melakukan transfer teknologi ke petani, (c) Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi telah membantu menyuplai benih padi varietas unggul baru yaitu: Inpari-7, Inpari-13, Inpari-14, Inpari-15, Inpari-20, dan Inpari Sidenuk, Inpara-1, Inpara-2, kesemuanya sudah ditanam di lapangan, (d) Balitra telah membantu menyuplai benih padi varietas spesifik lahan rawa yaitu: Varietas Inpara-1, Inpara-2, Inpara-3, Inpara-4, Inpara-5, Margasari, Siamunus, Martapura, Siamutiara, Pandak, kesemuanya sudah ditanam di lapangan, dan (e) unit perbenihan BPTP Sulsel telah membantu
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
23
menyuplai benih padi varietas unggul baru yaiyu: Inpari-1, Inpari-3, Inpari-4, Inpari-7, Inpari-8, Inpari-10, Inpari-13. Adanya koordinasi tersebut sehingga luaran yang diharapkan yaitu ditemukannya varietas yang beradaptasi baik pada lahan sawah bukaan baru di Sulawesi Selatan.
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi Sampai dengan bulan September kegiatan koordinasi kelembagaan berjalan lancer yaitu koordinasi penetapan lokasi kegiatan, penentuan petani pelaksana,
pelaksanaan
sosialisasi,
pengumpulan
data
survey,
dan
pengamatan langsung di lapangan, pengolahan data, dan penyusunan laporan. 2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa -
Memberikan
rekomendasi
teknologi
varietas
unggul
baru
yang
beradaptasi baik di Kabupaten Gowa, Maros dan Pangkep. hasil teknologi -
Penyebaran hasil teknologi varietas unggul baru yang beradaptasi baik kepada Dinas terkait, ilmuan melalui pertemuan ilmiah dan seminar.
-
Penyebaran hasil teknologi varietas unggul baru yang beradaptasi baik pada lahan bukaan baru kepada semua stakeholder melalui penerbitan jurnal, leaflet dan buleten.
a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil Strategi pemanfaatan hasil litbangyasa dilakukan melalui pertemuan baik melalui rapat, temu lapang, temu informasi, persuratan, tulisan ilmian, leaflet, brosur, buku, poster, radio dan televisi. b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Diadopsinya teknologi varietas unggul baru yang beradaptasi baik pada lahan bukaan baru secara luas ditingkat petani pengguna. Laporan hasil kegiatan ini sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
24
d. Perkembangan Pemanfaatan Hasil Diharapkan dari kegiatan ini diperoleh 1-2 varietas unggul baru yang beradaptasi baik dan mempunyai produktivitas tinggi pada masing-masing lokasi penelitian. Varietas unggul baru yang diuji adaptasikan di Kabupaten Pangkep adalah beberapa Varietas Inpara (Inbrida padi rawa). Varietas yang beradaptasi baik akan dikembangkan di daerah ini, karena Kabupaten Pangkep merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi pengembangan lahan rawa pasang surut sangat luas di Sulawesi Selatan. Demikian pula beberapa Varietas Inpari (Inbrida padi irigasi) yang diadaptasikan di Kabupaten Gowa dan Maros, diharapkan varietas yang beradaptasi baik akan dikembangkan pada lahan-lahan bukaan baru tadah hujan di daerah tersebut.
BAB V. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan -
Penyusunan proposal dan seminar proposal
-
Persiapan proses pencairan anggaran
-
Koordinasi dansosialisasi dengan stakeholder
-
Pelaksanaan uji adapatasi varietas di lapangan
-
Pengamatan dan analisis data
-
Penyusunan laporan
b. Metode Pencapaian target Kinerja -
Melakukan konsultasi dengan Pemda setempat tentang renca kegiatan ini dan sekaligus menentukan lokasi, petugas penyuluh yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini.
-
Mengadakan pertemuan untuk mensosialisasikan bentuk dan cara pelaksanaan kegiatan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
25
-
Melakukan uji adaptasi varietas unggul baru pada lahan sawah bukaan baru, dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan, lahan kering dan lahan rawa.
-
Melakukan monitoring
-
Menyusun laporan hasil pengkajian.
c. Potensi Pengembangan ke Depan Varietas unggul baru padi beradaptasi baik yang dihasilkan kegiatan ini, mempunyai produktivitas tinggi dan disukai petani akan dikembangkan untuk mendukung peningkatan produktivitas lahan bukaan baru di masing-masing agroekosistem. Mengembangkan dan mendorong penangkaran benih unggul spesifik lokasi, sehingga kebutuhan benih petani terpenuhi. d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Koordinasi kelembagaan dilakukan baik pertemuan secara langsung, melalui telepon, faximail dilakukan sesering mungkin karena lokasi kegiatan jauh dari kantor BPTP Sulawesi Selatan. e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa -
Memberikan
rekomendasi
teknologi
varietas
unggul
baru
yang
beradaptasi baik di Kabupaten Gowa, Maros dan Pangkep. hasil teknologi -
Penyebaran hasil teknologi varietas unggul baru yang beradaptasi baik kepada Dinas terkait, ilmuan melalui pertemuan ilmiah dan seminar.
-
Penyebaran hasil teknologi varietas unggul baru yang beradaptasi baik pada lahan bukaan baru kepada semua stakeholder melalui penerbitan jurnal, leaflet dan buleten.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
26
2. Saran a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Varietas Inpari dan Inpara yang beradaptasi baik di masing-masing agroekosistem akan disosialisasikan bersama Pemda setempat yaitu Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan yang merupakan ujung tombak Pemerintah daerah ke petani pengguna dan stakeholder lainnya. b. Keberlanjutan Dukungan Setelah varietas unggul baru padi spesifik lokasi pada masig-masing agroekosistem didapatkan melalui kegiatan ini, tentunya petani membutuhkan benih padi varietas yang spsifik lokasi tersebut baik jumlah, jenis dan juga tepat waktu. Peran Balai Besar penelitian Padi Sukamandi mempunyai peran sentral dalam memenuhi kebutuhan petani tersebut baik secara langsung maupun melalui UPBS yang dikelola BPTP atau pembinaan penangkar-penangkar benih yang ada di daerah oleh BB padi dan BPTP. DAFTAR PUSTAKA Alihamsyah, T. 2005. Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Usaha Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rawa. Banjarbaru. 53 hal. Ar-Riza, I. 2000. Prospek Pengembangan Lahan Rawa Kalimantan Selatan dalam Mendukung Peningkatan Produksi Padi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 19 (3): 92. Ar-Riza, I. 2002. Upaya Peningkatan Produksi dalam Budidaya Padi Rintak di Lahan Rawa Lebak. Dalam Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi). 29-30 Oktober 2002. Bogor. Ar-Risa, I. 2010. Pengelolaan Hara Dalam Budidaya Padi Lahan Rawa Pasang Surut Tipologi Sulfat Masam. Dalam Abdulrachman S, et al. (eds.). Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. Jakarta. 2008. Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi. 987 hal. Distan Sulawesi Selatan. 2011. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Prov. Sulawesi selatan. Irianto, G. 2006. Kebijakan dan Pengelolaan Air dalam Pengembangan Lahan Rawa Lebak. Dalam M. Noor, et al. (Ed.) Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Terpadu. Banjarbaru, 28-29 Juli 2006. Balai Besar penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Balitra. 421 hal.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
27
Noor, M. 2007. Rawa Lebak : Ekologi, Pemanfaatan dan Pengembangnnya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 274 hal. Noor, M dan A. Jumberi. 2008. Potensi, Kendala, dan Peluang Pengembangan Budidaya Padi di lahan Rawa Pasang Surut. Dalam A.A Drajat, et al. (eds.). Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. Jakarta. 2008. LIPI Press. 643 hal. Sembiring, H. 2010. Ketersediaan Inovasi Teknologi Unggulan Dalam Meningkatkan Produksi Padi Menunjang Swasembada dan Ekspor. Dalam Suprihatno B, et al (eds). Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Padi untuk Mempertahankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Beras. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Buku 1. Sukamandi. 2010. Setyorini, D, D.A. Suriadikarta, dan Nurjaya. 2007. Rekomendasi pemupukan padi sawah bukaan baru. Dalam: Tanah Sawah Bukaan. Dalam F. Agus, et al (eds). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hal 5-24. Subagyo, A. 2006. Lahan Rawa Lebak. Dalam Didi Ardi S et al. (eds). Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. Hal 99-116. Sudjadi, M. 1984. Problem soils in Indonesia and their management. In: Ecology Mangement Problem Soils in Asia. FFTC Book Series. No. FFTC Book Series (27). P. 58-73 Sutikno,H dan Y.Rina, 2002. Kondisi sosial ekonomi petani lahan pasang surut. Dalam. Ar-Riza, Sarwani dan Alihamsyah (ed). Monograf. Pengelolaan Air dan Tanah di Lahan Pasang Surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa,Banjarbaru. Widjaya- Adhi, I.P.G. 1986. Pengelolaan lahan pasang surut dan lebak. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 5 (1) : 1-9.. Badan Litbang Pertanian. Jakarta Widjaya Adhi et. al. 2000. Pengelolaan, Pemanfaatan dan Pengembangan Lahan Rawa. Dalam A. Adimihardja et al. (eds.) Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Puslittanak. Bogor. Hal 127-164.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
28