Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN: 979-587-529-9
Pengkajian Beberapa Varietas Unggul Baru (Vub) Padi Di Lahan Rawa Lebak Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan Waluyo* dan Suparwoto Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan Jl. Kol.H. Burlian KM 6 Palembang. Tlp : (0711) 410155; Fax: (0711)411845) *) Corresponding author:
[email protected]
ABSTRAK Lahan rawa lebak merupakan lahan marjinal yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan di Sumatera Selatan, tetapi baru sebagian kecil yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Kendala utama terhambatnya pengembangan rawa lebak selain karena faktor agrofisiknya terutama fluktuasi genangan air, juga karena faktor teknis, sosial ekonomi dan kelembagaannya. Usaha untuk memperbaiki kondisi lahan rawa lebak tersebut adalah melalui perbaikan teknologi sistem usahatani yang spesifik lokasi yang mampu meningkatkan produktivitas lahan serta mampu meningkatkan pendapatan petani. Pengkajian Sistem Usahatani Padi di Lahan Rawa Lebak dilaksanakan Desa Kota Daro II, MT 2015 Kecamatan Rantau Panjang Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Kegiatan pengujian di lapangan akan dilaksanakan pada 2015 di lahan sawah rawa lebak dengan luas per plot 50 x 10 m2 dengan 5 varietas varietas Inpari 1, Inpari 15, Inpari 22, Inpari 6 dan Situbagenditsebagai perlakuan, dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 ulangan (petani kooperator). Paket teknologi yang digunakan berdasarkan pengelolaan tanaman terpadu lahan rawa lebak (PTT rawa lebak). Bibit padi yang ditanam berumur 30 hari dengan jumlah bibit 2 - 3 per lubang, jarak tanam yang digunakan 50 x 12,5 x50 cm. Dosis pupuk yang digunakan 100 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 100 kg KCl per ha. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam sedangkan Pupuk Urea diberikan 3 kali yang terdiri 1/3 dosis pada waktu tanam, 1/3 dosis pada umur 4 minggu setelah tanam dan 1/3 dosis pada umur 7 minggu setelah tanam. Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul spesifik lokasi dan pendapatan petani di lahan lebak. Hasil pengkajian menunjukan bahwa varietas Inpari 1, Inpari 15, Inpari 22, Inpari 6 dan Situbagendit mampu memberikan hasil panen tertinggi pada masing-masing varietas sebesar 6,0-7,5 ton /ha, dan dapat meningkatan pendapatan petani sebesar 10-20 %. Penggunaan varietas unggul pada usahatani padi di lahan pasang surut menguntungkan dengan nilai BC ratio > 1. Secara keseluruhan pengkajian ini menunjukan bahwa penggunaan teknologi introduksi dapat meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan petani di lahan rawa lebak. Kata kunci : Lebak, varietas, pendapatan petani PENDAHULUAN Produksi padi terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah. Kebutuhan beras nasional dewasa ini telah menyentuh angka lebih dari 30 juta ton per tahun. Disisi lain, tantangan yang dihadapi dalam pengadaan produksi padi semakin berat. Laju pertumbuhan penduduk dan tingkat konsumsi beras yang relatif masih tinggi menuntut peningkatan produksi yang sinambung, sementara sebagian lahan sawah yang subur telah beralih fungsi untuk usaha lainnya. Perubahan iklim global juga 2-1
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN: 979-587-529-9
menjadi ancaman bagi upaya peningkatan produksi pangan, khususnya padi. Ancaman kekeringan dimusim kemarau dan kebanjiran dimusim hujan sudah semakin sering melanda pertanaman petani. Naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global telah menyebabkan semakin meluasnya lahan salin yang mengancam produksi padi (Departemen Pertanian, 2008). Kondisi lahan rawa yang spesifik dan karakternya yang marjinal menyebabkan perlunya penanganan yang berbeda dengan kondisi lahan lainnya. Sebagian besar varietas padi yang dihasilkan pemulia dan yang populer digunakan petani merupakan varietas yang dapat berproduksi baik pada kondisi yang optimal. Masih sangat sedikit sekali ditemui varietas unggul yang toleran dengan kondisi di lahan rawa lebak. Beberapa penelitian dan kajian telah banyak dilakukan tentang karakter tanaman yang toleran dengan kondisi sub optimum khususnya di lahan rawa. Lahan rawa khususnya lahan rawa lebak merupakan salah satu sumber daya lahan yang potensial untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan pertanian tanaman pangan khusunya padi. Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), potensi pengembangan cukup luas mencapai 2,98 juta ha namun yang sudah dimanfaatkan untuk tanaman padi baru seluas 0,37 juta ha, yang terdiri dari 0,07 juta ha lebak dangkal; 0,13 juta ha lebak tengahan, dan 0,17 juta ha lebak dalam. (Widjaya Adhi etal, 1992). Di lahan lebak, tanahnya dapat berupa tanah alluvial, alluvial bergambut atau gambut, lahan lebak dibedakan berdasarkan lama dan kedalaman genangan, yaitu (1) lebak dangkal bila lama genangannya kurang dari 3 bulan dan dalamya kurang dari 50 cm; (2) lebak tengahan bila lama genangannya antara 3-6 bulan dan dalamya 50-100 cm, dan lebak dalam bila lama genangannya lebih dari 6 bulan dan dalamnya lebih dari 100 cm. (Puslitbangtanak, 2002). Ditinjau dari potensi luas lahan dan penyebarannya, agroekosistem lahan rawa lebak mempunyai potensi untuk peningkatan produktivitas pertanian serta pemerataan dan peningkatan pendapatan petani. Akan tetapi pemanfaatan lahan rawa belum optimal, akibatnya dukungan potensi yang ada belum secara nyata diikuti oleh peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Karena memiliki berbagai kendala antara lain kendala fisik, biologis, dan social ekonomi, sehingga pengembangannya memerlukan perencanaan dan pengembangan yang cermat. Dari masalah tersebut di atas, salah satu solusinya adalah menggunakan varietas yang sesuai dengan kondisi lokasi dan alam setempat. Penggunaan varietas unggul yang cocok dan adaptif merupakan salah satu komponen teknologi yang nyata kontribusinya terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan dapat dengan cepat diadopsi petani karena murah dan penggunaannya lebih praktis. Karena keterbatasan pengetahuan petani akan varietas yang cocok ditanam di lahan rawa, menyebabkan petani menggunakan varietas-varietas yang diperuntukan bagi lahan sawah irigasi. Padahal, Badan Litbang Pertanian telah banyak menghasilkan varietas-varietas untuk kondisi sub optimal, diantaranya varietas padi lahan rawa, namun penyebarannya dirasakan sangat lambat. Untuk itu diperlukan upaya percepatan diseminasi agar penyebarannya sampai ke pengguna. BAHAN DAN METODE Pengkajian akan dilaksanakan di Desa Kota daro II, Kecamatan Rantau Panjang Kabupaten Ogan ilir Sumatera Selatan, yang dilaksanakan pada bulan Febuari sampai dengan Agustus 2015. Pendekatan yang ditempuh dalam display varietas menganut azasazas partisipatif yang keterkaitan antara peneliti, penyuluh dan petani serta bimbingan teknis selama pengujian kepada petani. Kegiatan akan dilaksanakan di Kabupaten Ogan Ilir dengan tipologi lahan rawa lebak dangkal pada musim Tanam 2015. 2-2
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN: 979-587-529-9
Kegiatan display varietas unggul baru di lahanrawa lebak dangkal dengan luas per plot 50 x 10 m2 dengan 5 varietas 1). Inpari 1; 2) Inpari 6; 3) Inpari 15; 4) Inpari 22, dan 5) varietas Situbagendit sebagai perlakuan, dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 ulangan (petani kooperator). Paket teknologi yang digunakan berdasarkan pengelolaan tanaman terpadu lahan rawa. Bibit padi yang ditanam secara dengan sistem legowo 4:1, jarak tanam yang digunakan 25 x 12,5 x 50 cm. Dosis pupuk yang digunakan 100 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 100 kg KCl per ha. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam berumur 7 hari, sedangkan Pupuk Urea diberikan 3 kali yang terdiri 1/3 dosis pada waktu 10 hari setelah tanam, 1/3 dosis pada umur 4 minggu setelah tanam dan 1/3 dosis pada umur 7 minggu setelah tanam. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur panen, produksi dalam bentuk gabah kering panen dan hama/penyakit yang menyerang. Selain itu juga akan dilakukan penghitungan jumlah curahan tenaga kerja dan persepsi petani tentang varietas yang dikaji. Data lainnya adalah status hara dengan PUTS. Selanjutnya Data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji beda BNJ 5%. Untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani padi meliputi pendapatan bersih dan nilai BC Ratio menggunakan metoda input-output analisis (Malian, 2004). (RAVC) BC ratio = ---------------TVC Dimana : BC ratio = Nisbah pendapatan terhadap biaya P = Harga jual padi (Rp/kg) TVC = Biaya total (Rp/ha/musim) RAVC = (Q x P) – TVC Q = Total produksi padi (kg/ha/musim) Dengan keputusan : BC Ratio > 1, usahatani secara ekonomi menguntungkan BC Ratio = 1, usahatani secara ekonomi berada pada titik impas BC Ratio < 1, usahatani secara ekonomi tidak menguntungkan HASIL Tabel 1. Keragaan tinggi tanaman dan jumlah anakan beberapa varietas pada umur 4 minggu dan 8 minggu, di Desa Kotadaro II Kecamatan Rantau Panjang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Varietas Inpari 1 Inpari 6 Inpari 15 Inpari 22 Situbagendit
Umur 4 MSS Tinggi Jumlah tanaman anakan 41,102 8,24 42,48 8,16 41,84 10,08 47,56 8,40 48,24 7,84
Umur 8 MSS Tinggi Jumlah tanaman anakan 88,4 20,8 107,8 23,8 94,8 21,8 95,4 22,2 86,0 20,0
2-3
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN: 979-587-529-9
Tabel 2.Tinggi tanaman, jumlah anakan dan panjang malai pada kegiatan pengkajian varietas unggul baru (VUB), di Desa Kota Daro II Kecamatan Rantau Panjang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan Varietas
Tinggi tanaman (cm)
Inpari 1 Inpari 6 Inpari 15 Inpari 22
77,8 a 122,4 bc 104,6b 102,0b
Jumlah anakan Per rumpun 26,0 a 29,4 b 27,0 ab 28,6 b
Panjang malai (cm) 23,8 a 27,4 b 26,3b 26,1 b
Situ Bagendit 97,2ab 25,4a 23,7 a Keterangan: Angka yang diikuti hurup yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% Tabel 3. Jumlah gabah isi, gabah hampa, umur panen dan hasil gabah pada kegiatanpengkajian varietas unggul baru (VUB), di Desa Kota Daro II Kecamatan Rantau Panjang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera selatan Varietas
Jumlah gabah isi/malai
Inpari 1 Inpari 6 Inpari 15 Inpari 22
96,2 a 157,0 b 159,8 a 150,4 ab
Jumlah gabah hampa/malai 10,2 a 14,2 c 68,0 bc 7,4 bc
Bobot 1000 butir (gram) 27,0 28,0 26,5 26,4
Umur panen (hari) 108 118 116 118
Hasil ton/ha
6,0 a 7,9 bc 6,6 ab 7,0 b
Situ Bagendit 115,8 b 14,2 b 27,0 115 6,4 ab Keterangan: Angka yang diikuti hurup yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5%
PEMBAHASAN Introduksi padi varietas unggul baru, penanaman suatu varietas yang terus menerus, disuatu tempat dalam jangka waktu yang lama, seperti halnya varietas Ciherang sangat tidak dianjurkan. Hal tersebut menyebabkankan produktivitas tanaman menjadi rendah, menjadi tidak tahan terhadap penyakit utama, yang dikarenakan secara genetis sudah tidak murni lagi karena ditanam terlalu lama kemungkinan telah terjadi persilangan dengan varietas-varietas lain, yang umumnya berpotensi produksinya rendah. Pada awalnya varietas tersebut tahan terhadap hama wereng, tetapi apabila ditanam secara terus menerus, hama wereng akan membentuk biotipe-biotipe baru, sehingga tanaman menjadi tidak tahan. Untuk mengganti varietas tersebut telah diadaptasikan varietas unggul baru (VUB), seperti varietas Inpari 1, Inpari 6, Inpari 15, Inpari 22 dan Situbagendit, dengan adanya introduksi varietas unggul baru ini diharapkan dapat mengurangi proporsi penggunaan varietas Ciherang. Selain untuk meningkatkan produktivitas juga untuk mmperlambat keganasan hama dan penyakit, karena varietas Ciherang sudah rentan terhadap hama dan penyakit. Tingginya minat petani untuk menanam varietas Ciherang karena petani menyukai beras yang bulirnya panjang, dengan tekstur nasi yang pulen, dan bobot gabah berat. Untuk 2-4
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN: 979-587-529-9
itu telah dirakit beberapa varietas menyerupai Ciherang, diantaranya varietas Inpari. Selain itu penanaman satu varietas untuk dua musim yang berbeda (musim hujan dan musim kemarau) juga tidak baik, karena ada indikasi varietas tertentu disuatu daerah tertentu baik baik ditanam pada musim hujan belum tentu baik ditanam pada musim berikutnya, untuk itu perlu diadakan pergiliran varietas antar musim. Program peningkatan ketahanan pangan memerlukan dukungan subsistem sarana produksi diantaranya benih. Berbagai sebab belum digunakannya varietas unggul baru (VUB) antara lain kurangnya informasi keberadaan varietas tersebut dengan berbagai sifat keunggulannya serta ketersediaan benih varietas unggul terbatas. Untuk mendorong penyebaran benih varietas unggul diperlukan pengenalan varietas melalui sosialisasi varietas dan teknik produksi benih kepada penangkar di daerah sentra produksi (Marwoto et al. 2006). dengan strategi tersebut diharapkan akan terjadi percepatan waktu dalam adopsi produksi benih dan meningkatnya produksi benih. Varietas unggul merupakan salah satu komponen paket teknologi budidaya padi secara nyata dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, pada kegiatan pengkajian varietas unggul baru (VUB) padi tahun 2015 menggunakan varietas Inpari 1, Inpari 6, Inpari 15, Inpari 22, dan Situ Bagendit).
Keragaan Tanaman Padi Secara umum pertumbuhan awal cukup baik, hal ini dicirikan dengan persentase tumbuh cukup tinggi (>90%). Pengamatan persentase tumbuh dilakukan 10 hari setelah benih ditanam. Secara rata-rata semua varietas memberikan persentase tumbuh yang baik yaitu diatas 90%. Pertumbuhan fase vegetatif, pada umur 4 minggu dan 8 minggu setelah tanam tebar masing-masing varietas yang ditanam, yaitu varietas Inpari 1, Inpari 6, Inpari 15, Inpari 22 , dan varietas Situbagendit, menunjukan pertumbuhan yang sangat baik, hal ini terlihat dari tinggi tanaman dan jumlah anakan yang banyak. Jumlah anakan dan tinggi tanaman sebagai salah satu indikator tingkat perkembangan tanaman dapat dilihat pada tabel 1. Varietas yang memiliki jumlah anakan lebih banyak dengan varietas pembanding (Situbagendit) pada saat tanaman umur 8 MSS yaitu varietas Inpari 6 dan Inpari 22, berdasarkan hasil perhitungan secara tabulasi rata-rata memiliki jumlah anakan yang tertinggi, yaitu masing-masing 23,8 dan 22,2 dan 21,8 anakan per rumpun, sedangkan terendah dimiliki oleh varietas Situbagendit rata-rata 20,0 batang per rumpun. Sedangkan komponen tinggi tanaman, terlihat bahwa varietas Inpari 6 dengan tinggi tanaman yang paling menonjol dibandingkan dengan varietas lainnya, yaitu dengan tinggi tanaman 107,8 cm, sedangkan varietas yang memiliki tinggi terendah dimiliki oleh varietas Inpari 1, dan Situbagendit; masing-masing tinggi tanaman 88,4 cm; dan 86,0 cm, seperti disajikan pada tabel 1. Tinggi tanaman merupakan salah satu kriteria seleksi pada tanaman padi, tetapi pertumbuhan yang tinggi belum menjamin tingkat produksinya. Tinggi tanaman mempunyai pengaruh yang besar terhadap hubungan antara panjang malai dengan hasil. Tanaman yang tumbuh baik mampu menyerap hara dalam jumlah yang banyak. Ketersediaan hara ditanah berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas fotosintesis tanaman, sehingga akan meningkatan pertumbuhan dan komponen hasil tanaman (Yosida, 1981). Pertanaman pada saat generatif, data yang diamati dalam pengkajian ini adalah tinggi tanaman (cm), jumlah anakan produktif (anakan), panjang malai (cm), jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai (butir), bobot 1000 butir (gram), umur panen 2-5
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN: 979-587-529-9
(hss), dan produksi (ton/ha). Berdasarkan hasil pengkajian menunjukkan bahwa perlakukan berbeda nyata dengan semua parameter yang diamati. Tinggi Tanaman,hasil analisis sidik ragam 5 varietas padi yang dikaji menujukkan terdapat dua varietas yang tidak berbeda nyata tinggi tanaman yaitu varietas Inpari 1 dan Situbagendit, namun berbeda nyata dengan varietas Inpari 6, Inpari 15 dan Inpari 22. Varietas mempunyai tinggi tanaman 122,4 cm; 104,6 cm dan 102,0 cm, sedangkan tinggi tanaman yang lainnya, varietas Inpari 1dan Situbagendit mempunyai tinggi tanaman masing-masing 77,8 cm, dan 97,2 cm. Seperti disajikan pada tabel 2. Jumlah anakan Produktif, hasil pengamatan jumlah anakan pada saat menjelang panen berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan varietas Situbagendit dan inpari 1 tidak berbeda nyata, namun berbedanyata dengan varietas Inpari 6, Inpari 15 dan Inpari 22. Jumlah anakan tertinggi diperoleh varietas Inpari 6 dengan jumlah anakan 29,4 batang., dan diikuti oleh varietas Inpari 22 dengan jumlah anakan 28,6 batang per rumpun. Sedangkan julah anakan terendah diperoleh oleh varietas Situbagendit dan Inpari 1 dengan jumlah anakan 25,4 batang dan 11,8 batang per rumpun. Hal ini disebabkan pada saat pembentukan anakan produktif atau pengisian bulir pengaruh lingkungan sangat mendukung. Menurut Lesmana et al. (2004), salah satu faktor yang mempengaruhi produksi tanaman padi tinggi adalah kondisi anakan produktif yang banyak. Panjang malai, panjang malai pada varietas Inpari 6, Inpari 15 dan Inpari 22 Tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan varietas lainnya yaitu varietas Inpari 1, dan varietas Situ Bagendit. Panjang malai terpanjang diperoleh pada varietas Inpari 6 dengan panjang malai 27,4 cm, sedangkan panjang malai terendah diperoleh pada varietas Situbagendit yaitu 23,7 cm. Bervariasinya pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan panjang malai dari varietas-varietas yang diuji akibat dari faktor genetik dari masing-masing varietas dan faktor lingkungan, yaitu ketersediaaan air, kesuburan tanah, jarak tanam dan suhu, karena faktor tersebut dapat menetukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Ismunadji et al, 1989). Jumlah gabah isi dan Umur panen, Jumlah gabah permalai lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas tanaman selama fase reproduktif yaitu dari primordia sampai penyerbukan. Jumlah gabah permalai merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan komponen hasil. Hasil pengamatan jumlah gabah per malai, menunjukkan bahwa varietas Inpari 6 memiliki jumlah gabah permalai terbanyak, yaitu 159,8 butir per malai dan berbeda nyata dengan varietas Inpari 1, dan situbagendit, tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Inpari 15, dan Inpari 22. Varietas Inpari 1 dan situbagendit memiliki jumlah gabah/malai, yaitu 96,2 dan 115,8 gabah isi per malai. Sedangkan jumlah gabah/malai tertinggi sebanyak 159,8 pada Inpari 6. Pengamatan terhadap jumlah gabah hampa varietas Inpari 1 berbeda nyata dengan varietas lainnya, dengan jumlah gabah hampa permalai sebesar 10,2 permalai, dan berbeda nyata dengan varietas Inpari 6, Inpari 15, Inpari 22 dan varietas Situ Bagendit. dengan jumlah gabah hampa masing-masing 14,2; 68,0; 7,4 dan14,2 gabah hampa permalai, namun verietas tersebut berbeda nyata dengan varietas Inpari 1. Untuk bobot 1000 butir bervariasi pada masing-masing varietas. Bobot tertinggi pada varietas Inpari 6 yaitu 28 gram, sedangkan bobot terendah pada varietas Inpari 22 yaitu 26,4 gram per 1000 bulir. Tinggi rendahnya persentase gabah isi per malai disebabkan oleh perbedaan tanggapan dan ketahanan tiap varietas terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan terutama pada fase reproduktif dan pemasakan. Dikemukakan oleh Simanulang (2001) bahwa jumlah gabah isi per malai berhubungan nyata dengan hasil tanaman tetapi sangat dipengaruhi oleh gabah hampa. Sedangkanumur panen menunjukkan bahwa antara 108 hari setelah tanam sampai 118 hari setelah tanam, umur panen tercepat 2-6
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN: 979-587-529-9
terdapat pada varietas inpari 1, sedangkan umur panen lebih lama pada varietas Inpari 6 dan Inpari 22. Produktivitas,rata-rata produktivitas pada masing-masing lebih dari 6,0 ton/ha, varietas yang dikaji menujukkan bahwa varietas Inpari 6 dengan hasil 7,9 ton/ha berbeda nyata dengan varietas lainnya, yaitu varietas Inpari 1, Inpari 15, dan Situbagendit. Dengan produksi pada masing-masing varietas 6,0 ; 6,4, dan 6,6 ton/ha. Sedangkan varietas Inpari 1 tidak berbeda nyata dengan varietas Inpari 15 dan Situbagendit, seperti disajikan pada Tabel 3. Banyaknya gabah bernas maupun bobot 1000 butir berhubungan erat dengan tinggi hasil yang diperoleh. Faktor yang paling penting untuk memperoleh hasil gabah yang tinggi tergantung pada jumlah pembentukan jumlah anakan serta dipengaruhi oleh sifat genetik masing-masing yang berinteraksi dengan faktor lingkungan (Vergara, 1985), selanjutnya jumlah gabah hampa permalai dan umur tanaman merupakan faktor pendukung utama untuk potensi hasil, yang merupakan salah satu sifat yang perlu bagi varietas unggul lahan rawa (Suwarno et al., 1993). Analisis Usahatani Padi, analisis usahatani padi pada lahan lebak terhadap 5 varietas unggul padi Inpari 1 (6,0 ton/ha), Inpari 6 (7,9 ton/ha); Inpari 15 (6,6 ton/ha), Inpari 22 (7,0 ton/ha); dan Situ Bagendit (6,4 ton/ha), dengan harga jual gabah Rp 4600/kg gkg, maka diperoleh penerimaan per hektar per musim untuk Inpari 1 (Rp 27.600.000), Inpari 6 (Rp 36.340.000); Inpari 15 (Rp 29.440.000 ), Inpari 22 (Rp 32.200.000), dan Situ Bagendit (Rp 29.440.000 ), sedangkan biaya produksi mencapai Rp 8.300.000 /ha/musim. Sehingga pendapatan bersih yang diperoleh untuk Inpari 1 (Rp 19.300.000 ), Inpari 6 (Rp 28.040.000); Inpari 15 (Rp 21.140.000), Inpari 22 (Rp 23.900.00 ), dan Situ Bagendit (Rp 21.140.000). dengan nilai B/C ratio 2,3; 3,3; 2,5; 27; dan 2,5. Dengan demikian penggunaan varietas unggul pada usahatani padi di lahan rawa lebak menguntungkan dengan nilai BC ratio > 1 , disajikan pada lampiran 1.
KESIMPULAN Produktivitas pada masing-masing varietas padi yang dikaji adalah Inpari 6 dengan hasil 7,9 ton/ha, dan Inpari 22 , Inpari 15, Inpari 1 dan Situ Bagendit masing-masing sebesar 7,0; 6,4; 6,4; dan 6,0 ton/ha. Respon petani dari lima varietas yang dikaji, ada dua varietas yang direspon petani yaitu varietas Inpari 6 dan Inpari 22. Penggunaan varietas unggul pada usahatani padi di lahan lebak menguntungkan dengan nilai BC ratio > 1.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertanian, 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Departemen Pertanian, Jakarta. 38 Halaman. Lesmana, O.S, H.M. Toha, I.Las dan B. Suprihanto. 2004. Varietas unggul baru padi. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Ismunadji et al,. 1988. padi Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Malian, A. Husni. 2004. Analisis ekonomi usahatani dan kelayakan finansial teknologi pada skala pengkajian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (The Participating Development of technology Transfer Project (PAATP). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2-7
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN: 979-587-529-9
Marwoto,D. Harnowo, M.M. Adie, M. Anwari, J. Purnomo, Riwanodja dan Subandi. 2006. Panduan teknis produksi benih sumber kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang. Puslitbangtanak. 2002. Anomali iklim. Evaluasi dampak, peramalan dan teknologi antisipasinya. Untuk menekan resiko penurunan produksi. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor Simanulang, Z.A. 2001. Kriteria seleksi untuk sifat agronomis dan mutu. Dalam Bambang Prayudi dkk (Ed). Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil penelitian/pengkajian Spesifik lokasi. BPTP Jambi. Suwarno dan T. Suhartini. 1993. Perbaikan Varietas Padi Untuk menunjang Usahatani di Lahan Pasang Surut dan Lebak. Dalam Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Jakarta/Bogor, 23 – 25 Agustus 1993. Wijaya Adhi, IPG., Nugroho, dan A. Syarifuddin, K. 1992. Sumber Daya Lahan Rawa; Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan, Pp.19-38. Puslitbangtan, Badan Litbang Departemen Pertanian. Vergara, B. S.1985. Petunjuk untu penyawahan; komponen hasil; unsur-unsur yang mempengaruhi hasil padi. Bharatara Karya Aksara. Bekerjasama dengan International Rice research Institute. Los Banos-Philippines. Yosida, S. 1981. Fondamental of rice crop science. IRRI-Manila. Lampiran 1. Analisis usahatanikegiatanPengkajian varietas unggul baru (VUB), di Desa Kota Daro II Kecamatan Rantau Panjang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan No 1. 2. 3. 4.
5
6
7
Sarana Produksi Benih Pupuk Pestisida Jumlah (Rp) Tenaga kerja Jumlah (Rp) Total biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Inpari 1 Inpari 6 Inpari 15 Inpari 22 Situ Bagendit Pendapatan bersih (Rp) Inpari 1 Inpari 6 Inpari 15 Inpari 22 Situ Bagendit BC ratio Inpari 1 Inpari 6 Inpari 15
Satuan
Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
30 kg 1 paket 1 paket
10000 1200.000 800.000
300.000 1200.000 1.000.000 2.500.000 5.800.000 5.800.000 8.300.000
6,0 7,9 6,4 7,0 6,4
4600 4600 4600 4600 4600
27.600.000 36.340.000 29.440.000 32.200.000 29.440.000
19.300.000 28.040.000 21.140.000 23.900.000 21.140.000 2,3 3,3 2,5 2-8
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN: 979-587-529-9
Inpari 22
2,9
Situ Bagendit
2,5
Keterangan : Harga gabah Rp 4.600/kg gabah kering giling
2-9