Volume 16, Nomor 1, Hal. 45-52 Januari – Juni 2014
ISSN:0852-8349
PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PADI MELALUI PENDEKATAN PTT DI LAHAN LEBAK KABUPATEN OGAN ILIR SUMATERA SELATAN Sri Ratmini dan Herwenita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian No. 83 Km. 6 Palembang ABSTRAK Pengembangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan terutama padi melalui dukungan inovasi teknologi yang kemudian dikembangkan menjadi SL-PTT. Penelitian dilakukan pada tahun 2010 pada 30 petani kooperator agroekosistem sawah lebak. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang dianalisis deskriptif dengan menggunakan nilai rata-rata serta analisis finansial, sedangkan data sekunder diperoleh dari petugas instansi terkait dan studi literatur. Rata-rata produksi riil per hektar yang diperoleh petani LL yaitu 5,25 dan petani SL-PTT sebesar 4,16 ton atau lebih besar 64% dan 30,9% dibanding dengan rata-rata produksi petani non SL-PTT yaitu 3 ton. Peningkatan produksi ini mendorong peningkatan pendapatan dan keuntungan bagi petani yang mengikuti SL-PTT. Keuntungan yang diperoleh oleh petani LL per hektar meningkat 85,91% dan petani SL-PTT meningkat 37,13% dibanding dengan petani yang tidak mengikuti SL-PTT Padi. Kata Kunci : padi, produktivitas, pendapatan dan lebak PENDAHULUAN Komoditas tanaman pangan memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang cenderung meningkat tiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Berbagai upaya dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional yaitu dengan pemanfaatan lahan-lahan sub optimal salah satunya lahan lebak. Di Sumatera Selatan luas lahan lebak mencapai 2,98 juta ha, sekitar 117.000 ha yang berpotensi untuk sawah. Dari luasan tersebut yang sudah dimanfaatkan untuk tanaman padi seluas 368.690 ha, yang terdiri dari 70.908 ha lebak dangkal; 129.103 ha lebak tengahan dan 168,679 ha lebak dalam (Fakultas Pertanian Unsri, 1997; Proyek Swamps II, 1991;
Puslitbangtannak 2002; dan WidjajaAdhi et al., 1992). Pemanfaatan lebak sebagai lahan pertanian memiliki berbagai kendala yang dihadapi baik fisik maupun sosial ekonomi. Kendala utama yang dijumpai pada lahan lebak adalah kebanjiran di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Selain itu kondisi tergenang yang cukup lama akan berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah baik fisik, kimia dan biologi tanah mapun sosial ekonomi dan kelembagaan (Djafar, 1986; Djafar 1992; Subagio dan Supraptohardjo, 1978;, Swarno dan Ismail, 1992; Zahri, 1994). Upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan terutama padi, memerlukan dukungan inovasi teknologi. Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang)
45
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas padi, diantaranya varietas unggul, benih berkualitas dan teknologi budidaya lainnya. Badan Litbang juga telah mengembangkan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produktivitas padi dan efisiensi input produksi. Dalam pengembangan PTT secara nasional, Departemen Pertanian meluncurkan program Sekolah Lapang (SL) PTT sejak tahun 2008 yang secara berjenjang pelaksanaannya dikoordinasikan langsung oleh Ditjen Tanaman Pangan. SL-PTT padi di Sumatera Selatan dilaksanakan di 11 kabupaten dengan total luasan 110.000 ha dengan jumlah LL 4400 unit. Pendampingan SL-PTT padi yang didampingi oleh BPTP Sumatera Selatan pada tahun 2010 berjumlah 2526 ha /unit dari 58 % total 4400 unit LL (Tabel 1). Tabel 1. Lokasi Pendampingan SL-PTT di Kecamatan Indralaya Tahun 2010
No
I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1
52
Kabupaten/ Komoditas
Padi Nonhibrida Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Musi Rawas Lahat Musi Banyuasin Ogan Ilir Ogan Komering Ulu Empat Lawang Ogan Komering Ilir Muara Enim Jumlah
∑ Luas SLPTT Padi
∑ Lua s LL (unit )
∑ LL yang didam pingi (unit)
20.000 5000 20000 7500 7500
800 200 800 300 300
550 58 389 198 176
10000 7500
400 300
260 130
2500
100
60
2500
100
42
20000 7500 110.000
800 300 4400
480 183 2526
Sumber : Laporan Akhir SL-PTT Padi BPTP Sumsel TA. 2010
Kegiatan pendampingan SL-PTT padi yang dilakukan adalah mendampingi pelaksanaan kegiatan SL-PTT Padi meliputi: (1) Memberikan informasi PTT dalam bentuk bahan cetakan kepada petugas lapang, (2) Pembuatan demo-plot PTT di masing-masing kabupaten, (3) Sosialisasi varietas VUB pada lahan Laboratorium Lapang (LL), (4) Menjadi nara sumber pada saat pelatihan di tingkat kabupaten dan BPP, dan (5) Menjadi nara sumber dan supervisi teknologi pada saat pertemuan petugas lapangan dan petani. METODE PENELITIAN Karateristik Lebak Pada musim hujan genangan air dapat mencapai tinggi antara 4-7 meter, tetapi pada musim kemarau lahan dalam keadaan kering, kecuali dasar atau wilayah paling bawah. Pada musim kemarau muka air tanah di lahan rawa lebak dangkal dapat mencapai > 1 meter sehingga lebih menyerupai lahan kering (upland). Lahan rawa lebak dipengaruhi oleh iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun dengan 6-7 bulan basah (bulan basah = bulan yang mempunyai curah hujan bulanan > 200 mm) atau antara 3-4 bulan kering (bulan kering = bulan yang mempunyai curah hujan bulanan <100 mm). Bulan basah jatuh pada bulan Oktober/November sampai Maret/April, sedangkan bulan kering jatuh antara bulan Juli sampai September. Berdasarkan tipe genangannya maka lahan lebak dapat digolongkan menjadi tiga tipologi yaitu lebak pematang atau lebak dangkal, lebak tengahan, dan lebak dalam.
Sri Ratmini., dkk: Peningkatan Pendapatan Petani Padi Melalui Pendekatan PTT di Lahan Lebak di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan
Lokasi dan Teknik Pengumpulan Data Kegiatan dilakukan pada kelompok tani lokasi pelaksana SLPTT di akhir musim tanam MK 2010, Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir (OI) dengan metode survai pada 30 petani kooperator LL dengan agroekosistem sawah lebak. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan sebelumnya, Sedangkan Data sekunder diperoleh dari penyuluh pertanian, pemerintah desa, dan instansi terkait serta studi literatur. Data primer yang diliput yaitu; tingkat produksi, Input dan output yang digunakan, serta analisis finansial. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan nilai rata-rata. Peningkatan pendapatan dan keuntungan dari pelaksanaan SLPTT dilihat melalui analisis finansial dan disajikan dalam bentuk tabulasi. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Potensi Wilayah Kabupaten Ogan Ilir terbentuk pada tahun 2003, merupakan kabupaten baru hasil pemekaran Kabupaten Ogan Komering Ilir yang memiliki luas wilayah 266.607 Ha. Kabupaten Ogan Ilir merupakan daerah yang mempunyai Iklim Tropis Basah (Type B) dengan musim kemarau antara bulan Mei bulan Oktober, sedangkan musim hujan antara bulan November –April, namun pada tahun 2011 iklim di Kabupaten Ogan Ilir telah mengalami pergeseran sehingga musim hujan terjadi sepanjang tahun. Jenis penggunaan lahan di Kabupaten Ogan Ilir tahun 2010 terdiri dari lahan yang sudah diusahakan mencapai 222.147 hektar atau 83,32 %,
belum diusahakan sebanyak 15,60 % dan tanah lainnya sebesar 3,08 %. Pembagian penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2010. Jenis Luas Penggunaan Penggunaan % Lahan Lahan (Ha) I. Sudah diusahakan 222.147 83,32 1. Perkampungan/ pemukiman 5.334 2,00 2. Sawah Irigasi (1 x 1) 31.567 11,84 3. Sawah Lebak 24.721 9,27 4. Tegalan 78.404 29,41 5. Kebun Campuran 20.556 7,71 6. Perkebunan Besar 22.241 8,34 7. Perkebunan Rakyat 39.324 14,75 II. Belum diusahakan 36.237 13,59 1. Hutan Belukar 32.183 12,07 2. Semak dan Alang-alang 4.054 1,52 III. Tanah Lainnya 8.223 3,08 1. Danau, Rawa, Polder 5.750 2,16 2. Sungai, Jalan 2.473 0,93 100,00 Jumlah 266.607 Sumber : http://www.oganilirkab.go.id No
Pada tahun 2008 luas panen padi di Kabupaten OI mencapai 49.253 hektar dengan produksi 191.752 ton GKG, dan tahun 2009 masih dapat ditingkatkan menjadi 205.585 ton GKG dengan luas panen yang juga mengalami peningkatan menjadi 50.963 hektar namun luas panen padi sedikit mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 49.108 ha. Walaupun terjadi penurunan luas panen, Kabupaten OI masih dapat mempertahankan swasembada beras dengan pencapaian
51
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
B. Penerapan Teknologi Peningkatan produksi padi di suatu wilayah tidak dapat dipisahkan dengan penerapan teknologi. Penerapan teknologi sebaiknya berdasarkan kebutuhan wilayah masing-masing, yang biasa dikenal dengan istilah teknologi spesifik lokasi. Penerapan teknologi spesifik lokasi dapat menurunkan nilai masukkan untuk mendapatkan produksi yang optimum. Dari hasil wawancara di lokasi kajian diketahui bahwa pemakaian sarana produksi terutama pupuk menunjukkan bahwa petani telah mulai mengenal dan memanfaatkan pupuk untuk meningkatkan produksi, namun belum tepat (dosis, waktu dan cara pemberian). Umumnya petani di Indralaya menggunakan pupuk tunggal (urea dan SP 36), namun belum ada yang menggunakan KCl. Dosis rata-rata pupuk urea yang diterapkan adalah urea 116 kg, dan 194. Selain pupuk tunggal pupuk majemuk yang digunakan sebagian petani adalah pupuk phonska dengan dosis 273 kg/ha. Waktu pemberian pupuk urea dilakukan sebnyak tiga kali yaitu pada saat tanam, umur 10 HST dan 20 HST (Tabel 3).
panen tepat waktu
ya
16,13
Pengolahan tanah dan penerapan bibit muda tingkat adopsinya masih dih sangat rendah, hal ini disebabkan karena masalah genangan air di lahan lebak. Teknologi jajar legowo masih belum diadopsi oleh petani disin, hal ini disebabkan karena kebutuhan tenaga kerja dan petani belum familiar dengan sistem tanaman jajar legowo. Permasalahan panen tepat waktu belum banyak dilakukan pada musim tanam 2010, hal ini disebabkan karena pada saat waktu panen padi terendam banjir. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas gabah dan produksi yang dicapai. C. Produksi Padi Produksi Padi rata-rata per hektar yang dicapai petani di lokasi LL, SLPTT dan non SL-PTT disajikan pada Gambar 1. 6 5 Rata-rata Produksi (Ton)
produksi padi 201.270 ton GKG dari sasaran produksi 190.740 ton GKG.
4 3 2 1 0
Tabel 3. Penerapan teknologi oleh petani lebak di Indralaya tahun 2010 Teknologi penerapan Nilai (%) Urea (kg) 116 96. 77 SP 36 (kg) 194 61 Ponska (kg) Organik (kg) 273 35 Pengolahan tanah 218 87 penggunaan bibit 1-3 ya 93.55 Penggunaan bibit muda ya 22.58 Jarwo tidak 0
52
LL
SLPTT
Non SLPTT
Gambar1. Hasil evaluasi dari perkembangan produktivitas SL-PTT padi di Kecamatan Inderalaya Tahun 2010. Dari gambar ini terlihat bahwa terjadi perbedaan yang signifikan terhadap produksi yang diperoleh antara LL, SL-PTT dan non SL-PTT. Rata-rata produksi riil per hektar yang diperoleh petani LL yaitu 5,25 ton atau lebih besar 64% dibanding dengan rata-rata produksi petani non SL-PTT yaitu 3
Sri Ratmini., dkk: Peningkatan Pendapatan Petani Padi Melalui Pendekatan PTT di Lahan Lebak di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan
ton. Sedangkan rata-rata produksi padi yang diperoleh petani dari lahan SLPTT yaitu 4,16 ton atau meningkat 30,9% dibanding dengan petani non SLPTT. Perbedaan ini dikarenakan pada lahan SL-PTT dan LL petani telah menerapkan teknologi spesifik lokasi. Pada lahan LL, hasil yang diperoleh paling tinggi dikarenakan selain petani menerapkan komponen teknologi yang sesuai, pengamatan dan pengelolaan juga lebih intensif dilakukan. Sedangkan pada lahan non SL-PTT tidak menerapkan teknologi serta pengamatan dan pengelolaan dengan baik dan tidak dilakukan secara intensif. Inovasi teknologi yang diterapkan secara spesifik adalah pemakaian varietas yang bermutu dan pemupukan sesuai SK Permentan dan pengendalian OPT. Untuk persiapan lahan dan pengolahan tanah masih menggunakan teknologi setempat. Hasil evaluasi dari perkembangan produktivitas padi di Kecamatan Inderalaya pada lahan Laboratorium Lapang, SL-PTT dan Non SL-PTT. D. Pendapatan dan Keuntungan Usaha Tani. Penerapan teknologi PTT di lahan lebak mampu meningkatkan produktivitas padi yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan keuntungan usaha tani. Tingkat pendapatan yang diperoleh petani pada lahan Laboratorium Lapang sebesar Rp. 14.700.000,- per hektar atau lebih tinggi 75% dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh petani non SL-PTT yaitu Rp. 8.400.000,-. Sedangkan tingkat keuntungan yang diperoleh pada Laboratorium Lapang yaitu Rp. 10.679.000,- lebih tinggi 85,91% dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh petani sebelum melaksanakan
SL-PTT yaitu sebesar Rp. 5.744.000,(Tabel 4). Tabel 4. Perbandingan Analisa Usaha tani Padi Antara Petani Lahan LL dengan Non SL-PTT No
Uraian
1.
a. Biaya Saprodi b. Ongkos tenaga kerja Rata-rata pengelua ran Rata-rata Penerima an Rata-rata Keuntun gan
2.
3.
4.
Petani LL (Rp.)
Non SLPTT (Rp.)
Penin gkata n (%)
1.496.000
366.000
308,74
2.525.000
2.290.000
10,26
4.021.000
2.656.000
51,39
14.700.00 0
8.400.000
75
10.679.00 0
5.744.000
85,91
Peningkatan keuntungan petani lahan Laboratorium Lapang yang mencapai hampir dua kali lipatnya dikarenakan petani secara intensif telah menerapkan PTT dengan komponen teknologi yang sesuai dengan kondisi lahan (teknologi spesifik lokasi) sehingga walaupun dengan biaya produksi yang relatif lebih tinggi namun dapat memperoleh hasil produksi secara maksimal. Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani pada lahan SL-PTT sebesar Rp. 11.648.000,- per hektar atau lebih tinggi 38,67% dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh petani non SL-PTT yaitu Rp. 8.400.000,-. Sedangkan tingkat keuntungan yang diperoleh pada lahan SL-PTT yaitu Rp. 7.877.500,- lebih tinggi 37,13% dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh petani non SL-PTT yaitu sebesar Rp. 5.744.000,- (Tabel 5). Tabel 5.
Perbandingan Analisa Usahatani Padi Petani SL-PTT dan Non SL-PTT di Kecamatan Indralaya tahun 2010
51
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
No
Uraian
1.
a. Biaya Saprodi b. Ongkos tenaga kerja Rata-rata pengeluar an Rata-rata Penerima an Rata-rata Keuntung an
2.
3.
4.
Petani Non SLPTT (Rp.)
Pening katan (%)
1.376.000
366.000
275,96
2.395.000
2.290.000
4,59
3.771.000
2.656.000
41,98
11.648.000
8.400.000
38,67
7.877.500
5.744.000
37,13
Petani SLPTT (Rp.)
Petani non SL-PTT juga ikut menerapkan PTT dengan mencontoh lahan SL-PTT namun teknologi yang diterapkan tidak seintensif lahan SLPTT, menyebabkan kurang maksimalnya produksi yang dihasilkan sehingga pendapatan juga tidak maksimal. Perbandingan persentase tingkat keuntungan dengan pendapatan terjadi perbedaan. Hal ini dikarenakan biaya input usaha tani padi tidak sama untuk masing-masing perlakuan. Biaya sarana produksi untuk petani yang tidak mengikuti SL-PTT yaitu Rp. 366.000,terlihat paling rendah dibanding dengan petani lahan LL yaitu Rp. 1.496.000,- (308,74%) dan lahan SL-PTT yaitu Rp. 1.376.000,- (-275,96%). Rendahnya biaya sarana produksi ini dikarenakan petani tidak menggunakan pupuk dan benih unggul, sehingga biayanya relatif murah. Sedangkan biaya tenaga kerja petani non SL-PTT relatif sama dengan petani lahan SL-PTT atau selisih 4,56%. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja baik pada lahan LL, SL-PTT dan non SL-PTT adalah sama yaitu banyak digunakan untuk penanaman, yang membedakannya adalah pada
52
pengendalian organisme pengganggu tanaman. KESIMPULAN SL-PTT memberikan dampak yang baik untuk petani padi. Terbukti dari hasil penelitian ini yang menunjukkan dengan adanya penerapan teknologi PTT, produksi padi dapat ditingkatkan dan memberikan keuntungan yang signifikan terhadap petani. Rata-rata produksi riil per hektar yang diperoleh petani Laboratorium Lapang yaitu 5,25 ton dan petani SL-PTT sebesar 4,16 ton atau lebih besar 64% dan 30,9% dibanding dengan rata-rata produksi petani non SL-PTT yaitu 3 ton. Peningkatan produksi ini mendorong peningkatan pendapatan dan keuntungan bagi petani yang mengikuti SL-PTT. Keuntungan yang diperoleh oleh petani LL per hektar meningkat 85,91% dan petani SL-PTT meningkat 37,13% dibanding dengan petani yang tidak mengikuti SL-PTT Padi. DAFTAR PUSTAKA Djafar, Z.R. 1986. Pengembangan Lahan Lebak dalam Menunjang Peningkatan Produksi Pangan di Sumatera Selatan. Makalah pada Lokakarya Penyususnan Repelita V Sub-sektor Pertanian Tanaman Pangan. Palembang 28-29 Maret 1989. Djafar, Z.R. 1992. Potensi Lahan Lebak untuk Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Potensi Lahan Rawa untuk Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan, Palembang 23-24 Oktober 1991. Fakultas Pertanian Unsri. 1997. Kajian Peningkatan mutu Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan di
Sri Ratmini., dkk: Peningkatan Pendapatan Petani Padi Melalui Pendekatan PTT di Lahan Lebak di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan
Sumatera Selatan. Kanwil Departemen Pertanian Sumatera Selatan.Jamal, E. 2009. Telaah Penggunaan Pendekatan Sekolah Lapang Dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi: Kasus di Kabupaten Blitar dan Kediri, Jawa Timur. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 7 No. 4, Desember 2009 : 337349. Handoko dan Rika Asnita. 2010. Peningkatan Keuntungan Usaha Tani Kedelai Melalui PTT di Bojonegoro. BPTP Jawa Timur. Malang. Proyek Swamps II. 1991. Laporan Tahunan 1991. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian Puslitbangtanak. 2002. Anomali iklim. Evaluasi dampak, peramalan dan teknologi antisipasinya. Untuk menekan resiko penurunan produksi. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Subagio dan M. Supraptohadjo. 1978. Beberapa Catatan Tentang Potensi/Aspek Tanah Daerah Lebak/Rawa di Sumatera Selatan. Makalah pada Synmposium Pemanfaatan potensi Daerah Lebak. Palembang, 26-28 September 1978. Wijaya Adhi et al, IPG., Nugroho, dan A. Syarifuddin K. 1992. Sumber Daya Lahan Rawa; Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan, p.19-38. Puslitbangtan, Badan Litbang.Departemen Pertanian. Zahri, I. 1994. Determinan Pengembangan Diversifikasi Pertanian Pertanian Rawa Lebak Kabupaten Ogan Komering Ilir. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang.
51
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
52