Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan Gusmiatun1*) ABSTRAK Memanfaatkan lahan kering untuk budidaya padi gogo merupakan salah satu alternatif upaya mempertahankan ketahanan pangan di wilayah Sumatera Selatan. Di sisi lain minat petani untuk menanam padi gogo umumnya rendah, hal ini karena tingkat produksi dan mutu rasanya yang rendah. Oleh karena itu perakitan varietas unggul baru untuk mutu dan produksi sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan minat petani menanam padi gogo. Langkah awal pembentukan varietas baru adalah menentukan tetua persilangan yang memiliki sifat-sifat unggul yang akan digabungkan, dengan demikian informasi mengenai pertumbuhan dan produksi dari tetua perlu diketahui, yaitu melalui uji adaptasi tetua pada daerah tempat tujuan varietas baru akan dikembangkan, karena toleransi varietas umumnya berbeda antar lokasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan produksi beberapa varietas padi gogo guna menentukan tetua persilangan dalam rangka pembentukan varietas baru. Penelitian dilaksanakan di Desa Pulau Semambu, Kecamatan Indralaya Utara, dari bulan Februari hingga Mei 2015. Percobaan di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok tunggal dengan 4 ulangan. Varietas yang digunakan adalah Situ Begendit, Situ Gintung, Inpago-7, Telang Sari, Aek Sibundo, Jati Luhur. Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah jumlah anakan produktif, umur panen, panjang malai, berat gabah permalai, jumlah gabah isi, berat gabah perumpun, produksi/petak, berat kering berangkasan, persentase gabah hampa, dan berat 1000 butir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Situ Gintung dan Inpago 7 memiliki tinggi tanaman tertinggi (145,20 cm). Varietas Situ Begendit menghasailkan jumlah anakan produktif terbanyak (16,00). Varietas Jati Luhur dan Talang Sari memiliki umur panen tercepat (95,00 HTS). Varietas Talang Sari memiliki panjang malai terpanjang (26,39 cm) dan berat brangkasan kering terberat (51,83 g). Varietas Jati Luhur menghasilkan jumlah gabah total per malai (225,63 butir), jumlah gabah isi per malai (204,75), berat gabah perumpun (31,60), berat 1000 butir 26,25 g), berat gabah perpetak (3,36 kg); paling banyak, dan persentase gabah hampa paling rendah yaitu 2,33 %. Kata kunci: lahan kering, produktivitas, padi gogo.
PENDAHULUAN Secara nasional Indonesia telah berhasil memenuhi kebutuhan beras dari hasil produksi sendiri, namun dalam konteks ketahanan pangan, swasembda di tingkat propinsi dan tingkat yang lebih rendah harus tetap dikejar. Strategi untuk mencapai swasembada beras yang berkelanjutan diantaranya adalah melalui percepatan peningkatan produktivitas padi dengan fokus pada lokasi yang masih mempunyai produktivitas dibawah rata-rata nasional/propinsi/kabupaten serta perluasan areal tanam terutama untuk padi gogo dan padi rawa/lebak. Propinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki Program Lumbung PanganNasional, Adanya perubahan pemanfaatan lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan perkebunan sawit maupun karet dan permukiman, menyebabkan
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 ancaman bagi ketahanan pangan yang telah dicapai. Oleh karena itu, memanfaatkan lahan kering sebagai perluasan areal tanam padi gogo merupakan alternatif solusi yang dianggap mampu mempertahankan ketahanan pangan. Didukung keberadaan lahan kering di Sumatera masih terbuka luas, yaitu dari 385.407 ha yang sudah dikelola baru mencapai 52.679 ha atau sekitar 13,7% dari luas lahan yang tersedia (BPTP Sumatera Selatan, 2009). Selama ini minat petani untuk menanam padi gogo masih kurang dibandingkan dengan padi sawah, hal ini disebabkan kurang lengkapnya studi tentang keunggulan-keunggulan padi gogo. Selain itu padi gogo yang di tanam masyarakat rata-rata memiliki produktivitas yang rendah, yaitu berkisar dari 1,5-2,5 ton/ha atau baru mencapai 43% dari produktivitas padi sawah (BPS, 2007). Penyebab rendahnya produktivitas padi gogo di tingkat petani adalah teknik budidaya yang diterapkan belum optimal, diantaranya varietas yang digunakan kurang sesuai (Departemen Pertanian, 2008). Oleh karena itu penelitian yang bertujuan untuk menciptakan varietas unggul baru yang memiliki mutu dan produksi tinggi sangat diperlukan agar minat petani untuk menanam padi gogo meningkat.. Pemerintah sudah banyak melepas varietas unggul padi gogo, periode tahun 2001 – 2003 telah dilepas empat varietas padi gogo (potensi hasil : 4,0-5,0 ton/ha) yaitu Danau Gaung, Batutugi, Situ Patenggang dan Situ Bagendit. Keempat varietas tersebut dinyatakan memiliki nasi pulen tetapi hanya satu yang beraroma wangi, yaitu Situ Patenggang. Varietas-varietas tersebut masih berstatus non komersial (Departemen Pertanian, 2008). Pada tahun 2011 pemerintah melepas Varietas INPAGO UNSOED-1 yang beraroma wangi dan berdaya hasil tinggi serta varietas padi gogo IR 79971-B-191-B-B serta IR 79771-B-227-B-B yang mampu menghasilkan gabah rata-rata sebanyak 8,4 ton per hektar (Litbang Pertanian, 2011). Distribusi benih ke tingkat petani untuk kedua varietas unggul yang terakhir di lepas pemerintah juga belum baik. Bahkan sejak tahun 1960 pemerintah telah melepas 30 varietas padi gogo unggul. Masing-masing varietas unggul mempunyai keunggulan tertentu, dan tidak satu pun di antara varietas-varietas tersebut yang toleran terhadap semua masalah, dengan kata lain setiap varietas unggul toleransinya spesifik dengan masalah di suatu lokasi dimana varietas tersebut dikembangkan (BBPTP, 2010). Di samping itu preferensi masyarakat terhadap selera berbeda antar daerah/wilayah. Hal tersebut terbukti dari hasil survey lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar petani tetap menanam varietas lokal dengan menggunakan benih yang berasal dari penanaman sebelumnya. Alasan petani karena padi lokal lebih adaptif kondisi lingkungan serta memiliki rasa sesuai dengan preferensi mereka. Dengan demikian masih diperlukan kegiatan perakitan varietas-varietas unggul baru spesifik lokasi yaitu yang memiliki rasa sesuai dengan preferensi masyarakat serta adaptif pada kondisi lingkungannya. Hal ini ditujukan untuk mengembangkan padi gogo di lahan kering dalam upaya mencapai swasembada pangan di tingkat propinsi/kabupaten, yang akhirnya akan bermuara kepada sumbangan produksi beras dalam skala nanalitian dilaksanakansional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan produksi padi gogo guna mencari tua yang berumur dangkal dan atau berdaya hasil tinggi untuk menghasilkan varietas unggul baru padi gogo spesifik lokasi.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pulau Semambu, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir dari bulan Januari hingga sampai Juni 2015.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Pecobaan di lapangan diterapkan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Tunggal dengan 6 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali. Varietas yang diuji adalah : Situ Begendit, Situ Gintung, Inpago-7, Telang Sari, Aek Sibundo, dan Jati Luhur. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Hasil analisis keragaman (Tabel 3) menunjukkan bahwa perbedaan jenis varietas yang digunakan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, umur panen, panjang malai, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa, berat gabah per rumpun, berat 1000 butir, berat gabah per petak dan berat berangkasan kering, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan produktif. Tabel 1. Hasil Analisis Keragaman Pengaruh Jenis Varietas terhadap Peubah yang diamati Peubah yang diamati Jenis varietas (V) Koefisien Keragaman (%) Tinggi tanaman (cm) ** 6,46 Jumlah anakan produktif tn 17,39 Umur panen (HST) ** 0,77 Panjang malai (cm) ** 2,38 Jumlah gabah per malai ** 4,28 Jumlah gabah isi per malai ** 4,29 Persentase gabah hampa (%) ** 1,17 Berat gabah per rumpun (g) ** 9,17 Berat 1000 butir (g) ** 1,81 Berat gabah per petak (kg) ** 10,13 Berat berangkasan kering (g) ** 7,40 Keterangan: tn = Berpengaruh tidak nyata ** = Berpengaruh sangat nyata V = Jenis varietas Tabel 2. Pengaruh Varietas terhadap Peubah Pertumbuhan Tinggi Jumlah Anakan Umur Panen Berat Kering Varietas Tanaman (cm) Produktif (HST) Berangkasan (g) V1 104,10(a) 16,00(ab) 106,00(b) 43,75(ab) V2 145,20(b) 11,75(a) 106,00(b) 44,03(ab) V3 145,20(b) 14,50(a) 114,00(c) 37,63(a) V4 127,45(b) 13,75(a) 95,00(a) 51,83(c) V5 95,8 (a) 14,75(a) 106,00(b) 42,48(ab) V6 138,16(b) 11,70(a) 95,00(a) 45,20(bc) Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata
a. Tinggi Tanaman (cm) Varietas Situ Gintung (V1) dan Inpago-7 (V2) menghasilkan rata-rata pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai 145,20 cm, yang berbeda tidak nyata dengan varietas Jati Luhur (V3)
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 dan Talang Sari (V4) Pertumbuhan terendah terdapat pada varietas Aek Sibundo (V5), yaitu 95,88 cm (Tabel 2). b. Jumlah Anakan Produktif Rata-rata jumlah anakan produktif berturut-turut dari yang terbanyak dihasilkan oleh varietas Situ Bagendit (V1) = 16,00; Aek Sibundo (V5) = 14,75; Inpago-7 (V3) = 14,50; Talang Sari (V4) = 13,75; Situ Gintung (V2) dan Jati Luhur (V6) menghasilkan jumlah anakan paling sedikit, yaitu 11,75 (Tabel 2). c. Umur Panen (HST) Umur panen varietas Situ Bagendit (V1) berbeda sangat nyata dengan umur panen varietas Inpago 7 (V3), Talang Sari V4 dan Jati Luhur V6, tetapi berbeda tidak nyata dengan varietas Situ Gintung (V2) dan Aek Sibundo (V5) (Tabel 2). d.
Berat Kering Berangkasan (g) Varietas Talang Sari (V4) menghasilkan berat kering berangkasan paling berat yaitu 51,83 g yang berbeda sangat nyata dengan varietas lainnya, tetapi berbeda tidak nyata dengan varietas Jati Luhur (V6) yang menghasilkan berat kering berangkasan 45,2 g (Tabel 2). 160 140 120
106
114
106
106 95
100 80 60
145,2
145,2
138,16
127,45
104,1
95,88
40 20
95
Tinggi Tanaman Anakan Produktif Umur Panen
106
106
114
95
106
95
V1
V2
V3
V4
V5
V6
0
Varietas Keterangan: V1 = Situ Bagendit V2 = Situ Gintung V3 = Inpago 7
V4 = Talang Sari V5 = Aek Sibundo V6 = Jati Luhur
Gambar 1. Tinggi Tanaman (cm), Jumlah Anakan Produktif, dan Umur Panen (HST) pada Beberapa Varietas Padi Gogo.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Tabel 3. Pengaruh Varietas terhadap Peubah Produksi Varietas Panjang ∑ Gabah ∑ Gabah (%) Gabah Berat Gabah Berat Gabah Berat malai /malai isi/malai Hampa/malai / rumpun /petak 1000 (cm) (g) (kg) butir V1 V2 V3 V4 V5 V6 Keterangan:
22,98(a) 119,00(a) 102,00(a) 5,63(bc) 19,23(ab) 2,06(a) 24,75(a) 24,15(a) 201,50(bc) 178,25(c) 4,22(ab) 26,33(c) 2,78(bc) 26,00(bc) 26,39(b) 209,25(cd) 162,00(b) 6,78(c) 24,05(bc) 2,68(b) 24,50(a) 23,47(a) 185,25(b) 166,00(c) 3,35(a) 28,09(cd) 2,98(bc) 25,50(abc) 24,20(a) 119,75(a) 98,50(a) 6,05(c) 18,74(a) 1,99(a) 25,00(ab) 23,59(a) 225,63(d) 204,75(d) 2,33(a) 31,60(d) 3,36(c) 26,25(c) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.
e. Panjang Malai (cm) Varietas Inpago-7 (V3) memiliki malai terpanjang, yaitu 26,39 cm. Sedangkan varietas Situ Bagendit (V1), Situ Gintung (V2) Talang Sari (V4) Aek Sibundo (V5), dan Jati Luhur (V6) menghasilkan malai yang berbeda tidak nyata, yaitu antara 22,98 – 24,20 cm (Gambar 2).
Panjang Malai
28 26 24 22 20 V1
V2
V3
V4
V5
V6
Varietas
Keterangan: V1 = Situ Bagendit V2 = Situ Gintung V3 = Inpago 7
V4 = Talang Sari V5 = Aek Sibundo V6 = Jati Luhur
Gambar 2. Panjang Malai (cm) Beberapa Varietas Padi Gogo. f. Jumlah Gabah per malai Varietas Jati Luhur (V6) menghasilkan Gabah dalam setiap malai paling banyak, yaitu 225,63 butir berbeda sangat nyata dengan varietas lainnya, tetapi berbeda tidak nyata dengan varietas Inpago-7 (V3) yang mampu menghasilkan 209,25 butir gabah dalam setiap malai (Tabel 3). g. Jumlah Gabah Isi per malai Jumlah gabah isi paling banyak di hasilkan oleh Varietas Jati Luhur/V6 (204,75 butir), yang berbeda sangat nyata dengan varietas lainnya. Berikutnya adalah varietas Situ Gintung/V2 (178,25 butir) yang berbeda tidak nyata dengan varietas Talang Sari/V4. Varietas
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 yang menghasilkan gabah isi paling sedikit adalah Aek Sibundo/V5 (98,50 butir), berbeda tidak nyata dengan varietas Situ Bagendit/V1(Tabel 3). Jumlah Gabah Setiap Malai
250 200 Gabah Total per Malai Gabah Isi per Malai
150 100 50 0 V1
V2
V3
V4
V5
V6
Varietas Keterangan: V1 = Situ Bagendit V4 = Talang Sari V2 = Situ Gintung V5 = Aek Sibundo V3 = Inpago 7 V6 = Jati Luhur Gambar 3. Jumlah Gabah Total dan Gabah Isi dalam seiap Malai (butir) pada Beberapa Varietas Padi Gogo. h. Persentase Gabah Hampa (%) Varietas Jati luhur (V6) menghasilkan persentase gabah hampa paling sedikit (2,33%), berbeda tidak nyata dengan varietas Talang Sari (V4) dan Situ Gintung (V2) tetapi berbeda sangat nyata dengan varietas lainnya. Persentase gabah hampa paling besar dihasilkan oleh varietas Inpago 7 (V3) yaitu 6,78%; selanjutnya varietas Aek Sibundo (V5) = 6,05% dan varietas Situ Bagendit (V1 ) =5,63% (Tabel 3). i. Berat Gabah per rumpun (g) Varietas Jati luhur (V6) menghasilkan gabah pada setiap malai paling berat yaitu 31,60 g, berbeda sangat nyata dengan varietas lainnya, tetapi berbeda tidak nyata dengan varietas Talang Sari (V4) = 28,09 g. j. Berat Gabah per Petak (kg) Berat gabah dalam setiap petak yang dihasilkan oleh Varietas Jati Luhur (V6) paling banyak yaitu 3,36 kg, berbeda sangat nyata dengan varietas lainnya, tetapi berbeda tidak nyata dengan varietas Situ Gintung (V2) = 2,78 kg dan varietas Jati Luhur (V4) = 2,98 kg (Tabel 3). k. Berat 1000 butir (g) Varietas Jati Luhur (V6) memiliki berat gabah 1000 butir seberat 26,25 g yang berbeda tidak nyata dengan varietas Situ Gintung (V2) = 26,00 g dan Aek Sibundo (V4) = 25,5 g, tetapi berbeda sangat nyata dengan varietas lainnya (Tabel 3).
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
2. Pembahasan Tinggi tanaman yang dihasil dipengaruhi oleh varietas yang digunakan, masing-masing varietas memiliki sifat genetik dan serapan hara yang berbeda-beda sehingga memiliki tinggi yang beragam. Menurut Lakitan (1996), bahwa setiap tanaman memiliki sifat pertumbuhan yang berbeda dan menghendaki kondisi yang berbeda tergantung pada spesies dan varietas tanaman tersebut. Dengan demikian, meski kondisi lingkungan dan perlakuan sama akan menunjukkan respon yang berbeda. Jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh semua varietas tidak berbeda nyata, yaitu antara 11–16 anakan. Namun demikian varietas Situ Begendit tetap menghasilkan jumlah terbanyak yaitu 16 anakan. Menurut Wirjoprajitno (1980) dalam kondisi lingkungan yang sama dan ketersediaan unsur hara yang sama, waktu tanam yang sama dan varietas yang berbeda adalah faktor yang mempengaruhi terbentuknya anakan. Berat berangkasan kering tidak selalu dipengaruhi oleh jumlah anakan dan tinggi tanaman, hal ini dapat dilihat pada varietas Situ Begendit yang mempunyai jumlah anakan yang paling banyak memiliki berat berangkasan kering 43,75 gram dan varietas Situ Gintung yang memiliki tinggi tanaman tertinggi hanya memilki berat berangkasan kering 44.03 gram, sedangkan varietas Talang Sari yang memiliki jumlah anakan dan tinggi tanaman lebih rendah memilki berangkasan kering paling berat yaitu 51,83 gram. Hal ini karena secara morfologi varietas Talang Sari mempunyai lilit batang besar. Berat berangkasan tanaman mencerminkan pola tanaman mengokumulasikan produk dari proses fotosintesis dan merupakan interegrasi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya (Goldworthy dan fisher,1992). Umur varietas padi gogo beragam, mulai dari 95 hingga 114 hari. Varietas Jati Luhur dan Talang Sari memiliki umur paling pendek yaitu 95 hari, kemudian varietas Situ Begendit , Situ Gintung dan Aek sibundong memiliki umur panen 106 hari, dan yang paling lama varietas Inpago-7 yaitu 114 hari. Panjang malai tidak selalu diikuti oleh jumlah gabah permalai , hal ini terbukti varietas Inpago 7 memiliki malai terpanjang yaitu 26,39 cm dengan jumlah gabah permalai 209 butir , sedangkan pada varietas Jati Luhur yang memiliki panjang malai 23,59 cm dapat menghasilkan jumlah gabah permalai paling banyak yaitu 225 butir, dan yang paling sedikit varietas Talang Sari yaitu 185 butir, hal ini karena pada varietas Inpago 7 memiliki jumlah gabah kurang banyak. Jumlah gabah permalai ,berat 1000 butir, persentase gabah hampa, jumlah gabah isi, mempengaruhi berat gabah perumpun yang dihasilkan.oleh hal ini terlihat pada varietas Jati Luhur yang memiliki keunggulan jumlah gabah permalai ,berat 1000 butir, persentase gabah hampa, jumlah gabah isi, menghasilkan produksi perumpun tertinggi yaitu 31,60 gram dan yang paling rendah varietas Aek Sibundong 18,74 gram. Produksi gabah perumpun menentukan produksi perpetak, varietas Jati Luhur memiliki produksi tertinggi yaitu 3,36 kg, selanjutnya varietas Talang Sari yaitu 2,98 kg, varietas Situ Gintung 2,78 kg, varietas Inpago 7 2,68 kg, dan varietas Situ Begendit 2.06 kg. Produksi paling rendah adalahu varietas Aek Sibundong.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 KESIMPULAN 1. Varietas Situ Gintung dan Inpago 7 memiliki tinggi tanaman tertinggi yaitu 145,20 cm, verietas Situ Begendit memiliki keunggulan dalam jumlah anakan produktif yaitu 16, varietas Talang Sari dan Jati Luhur memiliki umur panen terpendek yaitu 95 hari, 2. Varietas Inpago 7 memiliki malai terpanjang yaitu 26,39 cm, varietas Jati Luhur memiliki keunggulan jumlah gabah per malai yaitu 225,63 bulir, jumlah gabah isi per malai yaitu 204,75 bulir, berat gabah perumpun yaitu 31,60 g, berat 1000 butir yaitu 26,25 g, berat perpetak tertinggi yaitu 3,36 kg dan persentase gabah hampa paling sedikit yaitu 2,33 %. 3. Pertumbuhan yang unggul tidak selalu memiliki produksi yang tinggi, meskipun varietas Situ Begendit, Talang Sari, Situ Gintung dan Inpago 7 memiliki keunggulan pertumbuhan tetapi produksi tertinggi dihasilkan oleh varietas Jati Luhur.
DAFTAR PUSTAKA (BPTP Sumatera Selatan, 2009). BPS. 2007. Produksi padi kaltim. http://wartapedia.com/nasional/statistik/8844 bps-produksi-padi-kaltim-capai-577476-ton/. Kaltim (on line), di akses pada tanggal 15 september 2012, 21.00. Departeman Pertanian. 2008. Basis Data Pertanian. Departemen Pertanian. Diakses dari http://database.deptan.go.id/bdspweb/bdsp2007/hasil_kom.a sp. Goldworthy,P.R. and N.M. Fisher. 1992. The physiology of tropical field crops. Terjermah : fisiologi tanaman budidaya tropic. Penerjemah : Tohari dan Soedharoedjian. UGM, press, Yokyakarta. Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Raja Grafindo. Jakarta. Wirjoprajitno, 1980, Gema penyuluhan pertanian, seri No 10/IV/1980. Bercocok Tanaman Padi. Derektorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan. Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan. Jakarta.