Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Sawah Irigasi di Kabupaten Gowa Arini Putri Hanifa, Maintang, dan Sahardi
279
KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN GOWA Growth and Yield Performance of New Improved Varieties of Irrigated Wetland Rice in Gowa Regency Arini Putri Hanifa, Maintang, dan Sahardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5, Sudiang, Makassar E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Adaptability to a certain environment of varieties or introduced strains needs to be tested to obtain improved genotypes that highly adapted to the environment. Study on selected new improved varieties of rice (rice VUB) has been conducted in order to examine their growth and yield. The activity was carried out at the Experimental Farm of AIAT South Sulawesi in Gowa, with planting date on 20 April 2014 and harvesting date on 22 August 2014. Study materials used were 11 rice VUBs: Inpari 7, Inpari 15, Inpari 20, Inpari 21, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 25, Inpari 26, Inpari 28, Inpari 30, and Ciliwung. The study was carried out in the form of variety display; each variety was planted with 4 x 5 m planting space. Data were collected to determine adaptation level of each variety in the form of growth component, production component, and productivity (tons/ha). Sample taking was every 10 clumps per varieties. Data were tabulated and statistically analyzed by calculating average values of observed variables. Growth and yield components were observed and collected as data. The result of the study showed that the highest productivity was shown by Inpari 20 with 7.78 tons/ha. Keywords: rice, new improved varieties, growth, yield
ABSTRAK Varietas atau galur introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotipe unggul pada lingkungan tersebut. Pengkajian terhadap beberapa VUB padi telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan hasil dari beberapa VUB padi. Kegiatan dilaksanakan di Kebun Percobaan BPTP Sulawesi Selatan di Gowa, tanggal tanam 20 April 2014 dan tanggal panen 22 Agustus 2014. Bahan kajian yang digunakan adalah 11 varietas unggul baru padi, yaitu: Inpari 7, Inpari 15, Inpari 20, Inpari 21, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 25, Inpari 26, Inpari 28, Inpari 30, dan Ciliwung. Kajian dilaksanakan dalam bentuk hamparan display varietas dan setiap varietas ditanam pada luas petak 4 x 5 m. Data yang dikumpulkan untuk mengetahui tingkat adaptasi masing-masing varietas berupa komponen pertumbuhan, komponen produksi, dan produktivitas (ton/ha). Pengambilan data diambil setiap 10 rumpun per varietas. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis menggunakan statistik sederhana dengan menghitung rata-rata yang diperoleh pada setiap peubah yang diamati. Hasil kajian menunjukkan produktivitas tertinggi ditunjukkan oleh varietas Inpari 20 sebesar 7,78 ton/ha. Kata kunci: padi, varietas unggul baru, pertumbuhan, hasil
PENDAHULUAN
Kontribusi peningkatan produktivitas dan luas areal panen terhadap peningkatan produksi padi nasional dalam kurun waktu 1970-2000-an masing-masing sekitar 56,1% dan 26,3% (Las et al., 2004). Berbagai kendala fisik maupun sosial ekonomi menghambat upaya perluasan areal pertanaman padi. Oleh karenanya, titik tumpu peningkatan produksi padi nasional terletak pada peningkatan produktivitas. Keberhasilan peningkatan produktivitas tercapai dengan dukungan berbagai macam program intensifikasi dan kelembagaan, terutama dukungan inovasi teknologi dan
280
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
penyediaan sarana produksi. Salah satu inovasi teknologi yang diandalkan dalam peningkatan produktivitas padi adalah pembentukan varietas unggul baru (VUB) yang berdaya hasil tinggi. Varietas adalah kelompok tanaman dalam jenis atau spesies tertentu yang dapat dibedakan dari kelompok lain berdasarkan suatu sifat atau sifat-sifat tertentu. Varietas dapat dibedakan oleh setiap sifat yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari yang lain. Varietas berdasarkan teknik pembentukannya dapat dibedakan menjadin varietas hibrida, varietas sintetik, dan varietas komposit (Tamarin, 2004). Varietas-varietas baru (unggul) ditemukan melalui seleksi galur atau persilangan (crossing). Diharapkan sifat-sifat baru yang akan dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan, baik dalam hal produksi, umur produksi, maupun daya tahan terhadap hama dan penyakit. Varietas-varietas ini diharapkan sesuai dengan keadaan tempat yang akan ditanami (Andrianto dan Indarto, 2004). Tersedianya varietas unggul yang beragam sangat penting artinya guna menjadi banyak pilihan bagi petani baik untuk pergiliran varietas antarmusim, mencegah petani menanam satu varietas terusmenerus, mencegah timbulnya serangan hama dan penyakit, dan menjadi pilihan petani sesuai kondisi lahan. Pengenalan atau identifikasi varietas unggul adalah suatu teknik untuk menentukan apakah yang dihadapi tersebut adalah benar varietas unggul yang dimaksudkan. Pelaksanaannya menggunakan pegangan berupa deskripsi varietas (Gani, 2000). Perbedaan varietas cukup besar memengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman. Keragaman penampilan tanaman terjadi akibat sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan keduaduanya. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik merupakan suatu untaian susunan genetik yang akan diekspresikan pada satu atau keseluruhan fase pertumbuhan yang berbeda dan dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman dan akhirnya menghasilkan keragaman pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995). Varietas unggul merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Penerapan varietas unggul baru termasuk salah satu inovasi teknologi yang cepat berkembang namun lambat aplikasinya di lahan petani. Hingga saat ini sudah banyak varietas unggul baru padi yang sudah dirakit dan dilepas oleh Badan Litbang Pertanian, tetapi yang digunakan dan dikembangkan petani masih terbatas (Balai Penelitian Tanah, 2007). Salah satu hal yang luput dari perhatian adalah bahwasanya pelepasan varietas unggul masih bersifat nasional dan belum mempertimbangkan kesesuaian lingkungan dan agroekologi spesifik sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas beberapa komoditas pertanian unggulan (Baehaki, 1996). Oleh karenanya, varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotipe unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotipe. Respon genotipe terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan (Darliah et al., 2001). Deskripsi pertumbuhan maupun potensi hasil masing-masing varietas unggul padi tidak selalu terekspresikan serupa. Hal ini tergantung pada daya adaptasi tanaman dan kondisi lingkungan pada lokasi penanaman. Oleh karenanya, pengkajian semacam ini bermanfaat untuk bahan pertimbangan dalam memilih varietas unggul yang berpotensi tinggi dan spesifik lokasi untuk ditanam. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan hasil beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) padi di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
METODE PENELITIAN
Bahan Pengkajian Bahan kajian yang digunakan adalah 11 varietas unggul baru padi yaitu Inpari 7, Inpari 15, Inpari 20, Inpari 21, Inpari 23, Inpari 24, Inpari 25, Inpari 26, Inpari 28, Inpari 30, Ciliwung, pupuk urea dan NPK, caplak jajar legowo, meteran, dan alat tulis menulis.
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Sawah Irigasi di Kabupaten Gowa Arini Putri Hanifa, Maintang, dan Sahardi
281
Waktu dan Tempat Kajian adaptasi Varietas Unggul Baru dilaksanakan pada lahan semi intensif pada sawah irigasi di Kebun Percobaan Gowa BPTP Sulawesi Selatan dengan titik koordinat S 05°18.605' E 119°30.007. Penanaman dilakukan pada tanggal 20 April 2014 dan panen tanggal 22 Agustus 2014.
Metode Kajian Kajian dilaksanakan dalam bentuk hamparan display varietas. Setiap varietas ditanam pada luas petak 4 x 5 m. Bibit ditanam pada umur 14 hari setelah semai dengan sistem tanam legowo 4:1 ditanam 2-3 bibit per rumpun dengan jarak tanam 12,5 x 25 x 50 cm. Pemupukan dilakukan berdasarkan rekomendasi yaitu 200 kg urea dan 300 kg NPK per ha. Pengendalian hama penyakit dilakukan berdasarkan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), sedangkan pengendalian gulma dilakukan dengan penyiangan tangan. Data yang dikumpulkan untuk mengetahui tingkat adaptasi masingmasing varietas berupa komponen pertumbuhan, komponen produksi, dan produktivitas (ton/ha). Pengambilan data diambil setiap 10 rumpun per varietas. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara statistik dengan menghitung rata-rata yang diperoleh pada setiap peubah/komponen yang diamati.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Profil genetik yang diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995). Komponen Pertumbuhan Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang di permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi bila malai belum keluar, dan sesudah malai keluar tingginya diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi. Tinggi tanaman adalah suatu sifat baku (keturunan). Adanya perbedaan tinggi dari suatu varietas disebabkan oleh suatu pengaruh keadaan lingkungan. Bila syarat-syarat tumbuh baik, maka tinggi tanaman padi sawah biasanya 80-120 cm (Norsalis, 2011). Berdasarkan panduan sistem karakterisasi dan evaluasi tanaman padi, tinggi tanaman diukur menggunakan skala 1 (pendek) untuk padi sawah dengan tinggi <110 cm, skala 5 (sedang) untuk padi sawah dengan tinggi 110-130 cm, dan skala 9 (tinggi) untuk padi sawah dengan tinggi >130 cm. Merujuk pada sistem karakterisasi dan evaluasi tersebut, maka kesebelas VUB padi dapat digolongkan menjadi 2, yaitu skala 1 (pendek): Inpari 7, 20, 21, 24, 30, dan Ciliwung dan selebihnya digolongkan menjadi skala 2 (sedang): Inpari 15, 23, 25, 26, 28. Tinggi tanaman padi tertinggi diperoleh pada Inpari 28 yaitu 120 cm, dan terendah pada Inpari 20 yaitu 96 cm (Tabel 1). Dari sisi kepentingan petani sebagian menyukai batang tanaman yang tinggi, sehingga tidak perlu membungkuk ketika memanen (Wingin, 1976). Variasi perbedaan tinggi tanaman terdapat pada setiap varietas unggul baru (VUB) yang dikaji. Hal ini disebabkan sifat genetik dari masing VUB yang berbeda sehingga menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda pula. Menurut Suprapto dan Drajat (2005) dalam Djufry (2013) bahwa tinggi tanaman digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi pada tanaman padi, namun pertumbuhan tinggi tanaman yang tinggi belum menjamin hasil yang diperoleh lebih besar. Hal ini sejalan dengan pendapat Blum (1998) dalam Djufry (2013) yang mengemukakan bahwa tinggi tanaman berkorelasi negatif terhadap hasil.
282
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Tabel 1. Komponen pertumbuhan beberapa VUB padi di Gowa Varietas Inpari 7 Inpari 15 Inpari 20 Inpari 21 Inpari 23 Inpari 24 Inpari 25 Inpari 26 Inpari 28 Inpari 30 Ciliwung
Tinggi (cm) 109 112 96 104 112 106 118 112 120 108 107
Rataan jumlah anakan 20,20 25,40 33,80 26,80 9,00 20,00 27,00 21,60 17,20 21,00 18,60
Jumlah anakan Jumlah anakan terbanyak diperoleh pada varietas Inpari 20, dengan rata-rata jumlah anakan sebesar 33,8 terendah pada inpari 23 dengan rata-rata 9 anakan. Banyaknya jumlah anakan tidak selalu linier dengan komponen hasil, mengingat tidak semua anakan yang terhitung adalah anakan produktif. Tidak jarang ditemukan penampilan padi dengan jumlah anakan banyak, namun yang produktif hanya sedikit dan banyak gabah hampa. Salah satu faktor penyebabnya adalah proses fotosintesis dan distribusi asimilat yang tidak merata serta tidak optimal. Jumlah anakan malai ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan di mana untuk masing– masing varietas mempunyai keunggulan tersendiri. Jumlah anakan malai per tanaman juga dipengaruhi oleh ketersediaan air yang cukup dan suhu yang rendah pada fase pembungaan. Sebaiknya temperatur rendah pada masa berbunga karena berpengaruh baik bagi pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi. Jumlah anakan yang dihasilkan oleh tanaman padi sawah lebih ditentukan oleh periode pilokron yang dimilikinya hingga tanaman menghasilkan malai. Satu periode pilokron membutuhkan 5-7 hari bergantung pada kondisi lingkungan (Sumardi, 2010).
Komponen Hasil Jumlah anakan produktif Jumlah anakan produktif diperoleh pada Inpari 20 sebanyak 28,6 dan jumlah anakan produktif terendah pada Inpari 23, yang hanya diperoleh 9 anakan produktif. Informasi lain yang diperoleh bahwasanya meski pada Inpari 23 hanya diperoleh 9 anakan produktif, namun merupakan 100% dari keseluruhan jumlah anakan yang dimiliki, sedangkan pada Inpari 20, 28,6 anakan produktif merupakan 84,6% dari keseluruhan jumlah anakan yang dimiliki. Varietas lain yang memiliki anakan produktif sebesar 100% dari jumlah anakan yang dimiliki adalah Inpari 26, dengan rata-rata jumlah anakan produktif 21,6. Menurut Masdar (2005), semakin renggang jarak tanam, semakin banyak jumlah anakan produktif per rumpun. Kerapatan jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan antarsistem perakaran dalam konteks pemanfaatan pupuk. Kondisi tanah yang subur, menggunakan jarak tanam yang lebih pendek dibandingkan dengan tanah yang kurang subur. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumardi (2010) bahwa padi bersifat merumpun melalui pembentukan anakan, sehingga penanaman dengan jarak tanam rapat mengakibatkan ruang tumbuh yang terbatas dan mengurangi produksi anakan, baik anakan total maupun anakan produktif. Anakan yang terbentuk pada kepadatan populasi tinggi adalah anakan primer dan sekunder, sedangkan
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Sawah Irigasi di Kabupaten Gowa Arini Putri Hanifa, Maintang, dan Sahardi
283
anakan tersier yang terbentuk umumnya tidak mampu berkompetisi pada ruang tumbuh yang sempit. Dengan demikian, jumlah anakan tanaman padi pada jarak tanam rapat dapat akan lebih sedikit dibanding dengan tanaman yang ditanam pada jarak longgar. Tabel 2. Komponen hasil beberapa VUB padi di Gowa
Varietas Inpari 7 Inpari 15 Inpari 20 Inpari 21 Inpari 23 Inpari 24 Inpari 25 Inpari 26 Inpari 28 Inpari 30 Ciliwung
Jumlah anakan Panjang malai produktif (cm) 18,60 24,60 28,60 25,00 9,00 19,60 26,80 21,60 16,80 20,00 17,40
25,57 24,86 22,92 21,88 23,80 21,67 23,99 26,16 23,21 23,60 22,15
Jumlah gabah per malai 121,2 122,5 102,0 113,8 152,1 92,2 130,0 154,8 132,6 122,4 111,8
Gabah hampa (%) 24,75 17,14 9,80 14,76 23,01 17,35 25,38 12,14 7,92 16,34 14,13
Berat 1.000 biji
Produk tivitas (ton/ha)
25 27 23 23 27 20 24 27 24 26 22
5,25 6,72 7,78 5,09 5,50 5,28 5,54 4,93 7,68 6,40 5,12
Panjang malai Panjang malai diukur dari pangkal malai hingga ujung, merupakan rata-rata dari 10 sampel malai tiap varietas. Berdasarkan pengamatan malai terpanjang diperoleh pada varietas Inpari 26, lalu disusul Inpari 7 dengan panjang malai 25,57 cm. Adapun panjang malai terendah diperoleh pada varietas Inpari 24, yaitu 21,67 cm. Panjang malai berkorelasi dengan hasil. Makin panjang malai, makin banyak bulir padi sehingga makin tinggi hasil gabah.
Jumlah gabah per malai Hasil rata-rata pengamatan jumlah gabah per malai, varietas Inpari 26 menunjukkan jumlah gabah per malai terbanyak, yaitu 154,8 biji yang terdiri dari 136,0 biji gabah isi dan 18,8 gabah hampa, sedangkan jumlah gabah per malai terendah diperoleh pada varietas Inpari 24 yakni sejumlah 92,2 gabah, terdiri dari gabah isi 76,2 biji dan 16,0 gabah hampa. Kemampuan tanaman menghasilkan gabah bernas sangat dipengaruhi oleh distribusi asimilat ke biji. Lebih lanjut, temperatur sangat memengaruhi pengisian biji padi. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 23°C ke atas. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi akibat tidak membukanya bakal biji. Temperatur yang rendah pada waktu pengisian biji juga dapat menyebabkan rusaknya polen dan menunda pembukaan tepung sari (Luh, 1991).
Persentase gabah hampa Persentase tertinggi gabah hampa diperoleh pada varietas Inpari 25 sebesar 25,38% dan persentase gabah hampa terendah ditunjukkan oleh Inpari 28, yaitu sebesar 7,92%. Gabah hampa bisa juga dipengaruhi oleh tidak serempaknya pematangan biji akibat tidak bersamaannya keluar biji, sehingga pada saat dipanen masih ada biji yang belum berisi dengan sempurna dan pada akhirnya akan menjadi biji hampa (Arafah dan Najmah 2012). Gabah hampa dapat terjadi akibat kurangnya distribusi asimilat ke biji. Penyebab lainnya diduga terdapat kekurangan sejumlah hara mikro yang diperlukan untuk perkembangan biji. Hasil analisis Mawardi et al. (2000). Unsur hara Cu sangat diperlukan untuk menghasilkan bobot gabah kering, jika
284
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
tanaman kekurangan Cu maka terjadi penurunan bobot kering gabah. Menurut de Datta (1975) kekurangan air pada fase vegetatif akhir dan fase reproduktif dapat menurunkan jumlah gabah per malai.
Berat 1.000 biji Hasil tanaman padi dipengaruhi oleh komponen hasil seperti jumlah gabah isi per malai dan bobot 1.000 biji. Bobot 1000 biji tertinggi seberat 27 g diperoleh pada varietas Inpari 15, 23, 26, sedangkan bobot terendah diperoleh pada Inpari 24, yaitu 20 g. Salah satu aplikasi penggunaan bobot 1.000 biji adalah untuk menentukan kebutuhan benih dalam satu hektar. Dengan mengetahui biji yang besar atau berat berarti menandakan biji tersebut pada saat dipanen sudah dalam keadaan yang benar-benar masak. Biji yang baik untuk ditanam atau dijadikan benih adalah biji yang benarbenar masak.
Produktivitas Hasil panen dihitung dengan sistem ubinan 2 x 2,5 m kemudian dikonversi ke dalam ton/ha. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Inpari 20 memberikan hasil panen tertinggi yaitu 7,78 ton/ha, sedangkan hasil terendah ditunjukkan oleh Inpari 26 dengan hasil panen 4,93 ton/ha.
KESIMPULAN DAN SARAN
Masing-masing VUB menunjukkan penampilan pertumbuhan dan hasil yang berbeda sesuai dengan daya adaptasinya. Jumlah total anakan dan jumlah anakan produktif tertinggi ditunjukkan oleh varietas Inpari 20. Rataan malai terpanjang dan jumlah gabah per malai terbanyak diperoleh pada varietas Inpari 26. Persentase gabah hampa terbesar ditunjukkan oleh Inpari 25, sedangkan yang terendah ditunjukkan oleh Inpari 28. Berat 1.000 biji tertinggi sebesar 27 g diperoleh pada varietas Inpari 15, 23, dan 26. Produktivitas tertinggi ditunjukkan oleh varietas Inpari 20, yaitu 7,78 ton/ha. Uji daya tumbuh dan hasil yang bersifat multilokasi sangat penting untuk mendapatkan kesesuaian varietas unggul yang spesifik lokasi. Berdasarkan hasil kajian ini, Inpari 20 berpotensi baik untuk dikembangkan penggunaannya di dataran rendah seperti Gowa dan daerah lain dengan tipologi dan kondisi biofisik yang serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, T.T. dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut. Yogyakarta. Arafah dan S. Najmah. 2012. Pengkajian beberapa varietas unggul baru terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah. J. Agrivigor 11(2):188-194. Baehaki, A. 1996. Prospek penerapan “breeder right” di Indonesia. Dalam: Yuniarti, A. Djauhari, M.A. Yusran, Baswarsiati, dan Rosmahani (eds.). hlm. 30-35. Darliah, I. Suprihatin, D.P. Devries, W. Handayati, T. Hermawati, dan Sutater. 2001. Variabilitas genetik, heritabilitas, dan penampilan fenotipik 18 klon mawar Cipanas. Zuriat 3(11). de Datta, S. K. 1975. Drought tolerance in upland rice. In IRRI. Major Research in Upland Rice. IRRI. Los Banos, Philippines. p. 101-116. Djufry, F. 2013 . Penampilan pertumbuhan dan produksi varietas unggul baru padi rawa pada lahan rawa lebak di Kabupaten Merauke Papua. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Gani, J.A. 2000. Kedelai Varietas Unggul Baru. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram. Mataram
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Sawah Irigasi di Kabupaten Gowa Arini Putri Hanifa, Maintang, dan Sahardi
285
Las, I., I.N. Widiarta, dan B. Suprihatno. 2004. Perkembangan varietas dalam perpadian nasional. Dalam: Makarim et al. (Penyunting). Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Puslitbangtan. Bogor. hlm. 1-26. Luh, B.S. 1991. Rice Production, Volume I. Van Nostrand Reinhold. New York. Masdar. 2005. Interaksi jarak tanam dan jumlah bibit per titik tanam pada sistem intensifikasi padi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Akta Agrosia Ed. Khusus (1):92-98. Mawardi, E., A.Dt. Tambiji, Burhanuddin, dan Suhariatno. 2000. Teknologi Pemanfataan Lahan Gambut. BPTP Sukarami. Padang. Norsalis, E. 2011. Padi gogo dan padi sawah. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17659/4/ Chapter%20II.pdf. (5 Desember 2011). Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sumardi. 2010. Produktivitas padi sawah pada kepadatan populasi berbeda. JIPI. 12(1):49-54. Tamarin, R.H. 2004. Principle of Genetics. McGraw Hill. New York. Wingin, G. 1976. Buginese Agriculture in Tidal Swamps of South Sumatera. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian. Bogor.