J. Agrivigor 11(2):188-194, Januari – April 2012; ISSN 1412-2286
PENGKAJIAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH Assessment of some new variety on growth and production of lowland rice Arafah dan Najmah E-mail :
[email protected] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi (BPTP) Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan KM 17,5. Makassar. Fax : (0411) 554522
ABSTRAK Pengkajian beberapa varietas unggul baru terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan varietas unggul baru padi yang dapat beradaptasi baik dan memberikan hasil tinggi. Kegiatan ini dilaksanakan di Kelurahan Dua Limpoe, Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo, tanam tanggal 3 Mei 2008 dan panen tanggal 15 Agustus 2008. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan, luas plot 4 x 5m. Susunan perlakuan adalah (1) Varietas Gilirang, (2) Varietas Conde, (3) Varietas Konawe, (4) Varietas Angke, (5) Varietas Mekongga, (6) Varietas Pepe, (7) Varietas Bondoyudo, (8) Varietas Setail, (9) Varietas Sarinah, (10) Varietas Logawa, dan (11) Varietas Cilosari. Hasil gabah yang tertinggi diperoleh pada varietas Gilirang yaitu sebesar 8.800 kg ha-1 kemudian varietas Sarinah dan Mekongga dengan hasil masing-masing 8.640 dan 8.160 kg ha-1.
Kata kunci: Padi sawah, pertumbuhan, dan Produksi
ABSTRACT Assessment of some new varieties on the growth and production of paddy has been carried out in order to obtain new high yielding varieties of rice that can adapt well and give high results. This event was held in Dua Limpoe Village, Maniangpajo District, Wajo, planting date of May 3, 2008 and harvested on August 15, 2008. The experiment was arranged in a Randomized Block Design (RBD) with 3 replications, plot 4 x 5m wide. The composition of the treatment are (1) Gilirang Variety, (2) Conde Variety, (3) Konawe Variety, (4) Angke Variety, (5) Mekongga Variety, (6) Pepe Variety, (7) Bondoyudo Variety, (8) Setail Variety, (9) Sarinah Variety, (10) Logawa Variety, and (11) y CilosariVariet. The highest grain yield was obtained at Gilirang varieties that is equal to 8800 kg ha-1 and varieties Sarinah and Mekongga with the results of each of 8640 and 8160 kg ha-1.
Key words: lowland rice, growth, and Production
PENDAHULUAN Salah satu inovasi teknologi yang cepat berkembang, namun lambat sampai dilahan petani adalah penerapan varietas unggul baru (VUB). Hingga saat ini sudah banyak varietas unggul baru padi yang sudah dirakit dan dilepas oleh Badan Litbang Pertanian, tetapi yang digunakan dan dikembangkan petani
masih terbatas (Badan Litbang Pertanian, 2007). Oleh karena itu, perlu upaya intensif untuk mensosialisasikan varietasvarietas unggul baru tersebut secara lebih luas kepada pengguna seperti pada loaksi prima tani. Penggunaan varietas unggul baru merupakan teknologi andalan yang secara luas digunakan masyarakat, murah
188
Pengkajian varietas unggul baru terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah dan memiliki kompatibilitas yang tinggi dengan teknologi maju lainnya. Penggunaan varietas unggul tersebut memungkinkan Indonesia mencapai swasembada beras. Maka dari itu, fokus program pemuliaan tanaman masih terus ditingkatkan pada upaya penyediaan varietas unggul yang lebih baik dari varietas yang telah ada (Manwan, 1997). Menurut Baehaki (1996), varietas unggul yang dilepas saat ini baru sekitar 10% dari kebutuhan nasional. Disamping itu, pelepasan varietas unggul masih bersifat nasional dan belum mempertimbangkan kesesuaian lingkungan dan agroekologi spesifik sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas beberapa komoditas pertanian unggulan. Hal ini sangat dirasakan oleh petani dan konsumen. Varietas unggul merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Kontribusi nyata varietas unggul terhadap peningkatan produksi padi nasional antara lain tercermin dari pencapaian swasembada beras pada tahun 1984. Hal ini terkait dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh varietas unggul padi, antara lain berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit utama, umur genjah sehingga sesua i dikembangkan dalam ponam tertentu, dan rasa nasi enak (pulen) dengan kadar protein relative tinggi (Suprihatno et al., 2007). Berdasarkan hal tersebut diatas dilakukan pengkajian beberapa varietas unggul baru terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah dengan tujuan untuk mendapatkan varietas unggul baru padi yang dapat beradaptasi baik dan memberikan hasil tinggi. 189
BAHAN DAN METODE Kegiatan ini dilaksanakan pada lahan semi intensif pada Laboratorium Agribisnis Prima Tani di Kelurahan Dua Limpoe, Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan di lahan petani, tanam tanggal 3 Mei 2008 dan panen tanggal 15 Agustus 2008. Bibit ditanam pada umur 14 hari setelah semai dengan sistem tanam legowo 2:1 ditanam 1-3 bibit per rumpun dengan jarak tanam 25 x 12,5 x 50 cm. Pemupukan P, K dan S dilakukan berdasarkan rekomendasi hasil analisis tanah oleh Balai Penelitian Tanah Bogor, 2007 yaitu dengan dosis 50 kg SP-36, 50 kg KCl dan 50 kg ZA ha-1, sedangkan pemupukan urea yaitu dengan dosis 250 kg ha-1 dilaksanakan berdasarkan hasil pengamatan bagan warna daun (BWD). Pengendalian hama penyakit dilakukan berdasarkan pengelolaan hama terpadu (PHT), sedangkan pengendalian gulma dilakukan dengan menggunakan herbisida dan penyiangan tangan. Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan dan ukuran plot 5 x 4 m. Ada 11 varietas unggul baru yang ditanam dengan susunan perlakuan adalah (1) Varietas Gilirang, (2) Varietas Conde, (3) Varietas Konawe, (4) Varietas Angke, (5) Varietas Mekongga, (6) Varietas Pepe, (7) Varietas Bondoyudo, (8) Varietas Setail, (9) Varietas Sarinah, (10) Varietas Logawa, dan (11) Varietas Cilosari. Data yang dikumpulkan untuk mengetahui tingkat adaptasi masingmasing varietas berupa komponen pertumbuhan, komponen produksi dan hasil gabah,
Arafah dan Najmah
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi tanaman Hasil rata-rata pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman (Tabel 1) secara statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman dari berbagai varietas yang ditanam bervariasi antara 87,73 sampai 103,47 cm. Varietas Cilosari dan Sarinah memberikan pertumbuhan tinggi tanaman yang paling tinggi dengan tinggi tanaman masing-masing 103,47 dan 102,13 cm berbeda nyata dibandingkan dengan varietas lainnya. Sedangkan yang paling rendah diperoleh pada varietas Logawa dan konawe dengan tinggi masing-masing hanya 87,73 dan 89,13 cm. Dengan demikian pertumbuhan tinggi bervariasi dari setiap varietas akibat dari faktor genetik dari masing-masing varietas yang berbeda sehingga pertumbuhan di lapangan juga memberikan penampilan yang berbeda, terutama dalam hal pertumbuhan tinggi tanaman. Seperti dikemukakan Sujitno et al. (2011) bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh sifat genetik dan kondisi lingkungan timbuh tanaman. Berhubungan dengan tinggi tanaman, petani lebih menyukai tanaman dengan tinggi tanaman yang tidak terlalu tinggi, hal ini berkaitan dengan tingkat ketahanan tanaman terhadap keadaan cuaca seperti hujan dan angin, dimana tanaman dengan tinggi tanaman lebih tinggi biasanya mudah rebah. Jumlah anakan Hasil rata-rata pengamatan pertumbuhan jumlah anakan produktif (Tabel 1) secara statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah anakan produktif dari berbagai varietas yang ditanam tidak jauh beda kecuali varietas Cilosari yang memberikan jumlah anak-
an kurang yaitu hanya 11,47 batang. Jumlah anakan produktif yang paling tinggi diperoleh pada varietas konawe menyusul Conde dan Gilirang dengan jumlah anakan produktif masing-masing 17,47, 17,0 dan 16,4 batang per rumpun. Hal ini menunjukkan bahwa varietas konawe, conde dan gilirang memiliki daya adatasi yang cukup baik sehingga dapat memperoleh jumlah anakan yang lebih banyak dibanding dengan varietas lainnya. Hasil penelitian A. Krismawati, et al. (2011), bahwa jumlah anakan berbeda dari setiap varietas dan daya adaptasi dari varietas yang berbeda di mana ditentukan oleh interaksi antara genotipe dan lingkungan. Sehubungan dengan jumlah anakan ini petani lebih menyenangi tanaman padi dengan jumlah anakan yang sedang dan menjadi produktif semuanya, artinya bahwa jumlah anakan mampu memberikan pertambahan jumlah gabah isi yang lebih banyak dibanding dengan gabah hampa. Panjang malai Hasil rata-rata pengamatan panjang malai (Tabel 1) secara statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang malai dari berbagai varietas yang ditanam bervariasi antara 23,07 sampai 32,4 cm. Panjang malai yang paling tinggi diperoleh pada varietas Gilirang yaitu sebesar 32,4 dan berbeda nyata dengan varietas lainnya, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada varietas Bonodyudo dan Angke yaitu masingmasing hanya 23,07 dan 23,4 cm. Dengan demikian varietas Gilirang dengan panjang malai 32,4 cm memiliki adaptasi yang baik pada lokasi kegiatan ini dilaksanakan dibanding dengan varietas lainnya. Hasil penelitian Sirappa et al. (2009) bahwa panjang malai dipengaruhi oleh 190
Pengkajian varietas unggul baru terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah faktor genetik dari varietas serta daya adaptasi varietasa itu pada lingkungan tumbuh tanaman. Panjang malai ini dapat diterima petani dengan baik dengan kriterian tanaman padi memilki panjang malai yang optimal dan memiliki gabah yang tingkat pematangan yang serempak dan tidak terdapat butir hijau. Jumlah gabah per malai Hasil rata-rata pengamatan jumlah gabah per malai (Tabel 1) secara statistik menunjukkan variasi diantara varietas yang ditanam. Varietas Gilirang memberikan jumlah gabah per malai yang paling banyak yaitu sebesar 197,53 biji dan berbeda nyata dibanding dengan varietas lainnya, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada varietas Konawe dan Angke dengan jumlah gabah per malai masing-masing hanya 123,93 dan 131,80 biji. Dengan demikian varietas Gilirang mampu memberikan partumbuhan yang lebih baik sehingga dapat membentuk jumlah gabah per malai yang banyak dibanding dengan varietas lainnya. Hal ini berkaitan dengan sifat yang dimiliki varietas Gilirang yaitu daun yang tegak, berwarna hijau tua dan permukaan daun yang kasar ( Suprihatno et al., 2011) dan menunjukkan kemampuan fotosintesa yang lebih baik (Sirappa, 2007). Persentase gabah hampa Hasil rata-rata pengamatan persentase gabah hampa (Tabel 1) secara statistik menunjukkan bahwa persentase gabah hampa yang paling rendah diperoleh pada varietas Angke yaitu hanya 6,47%, sedangkan yang paling tinggi di-
191
peroleh pada varietas Gilirang dengan persentase gabah hampa sebanyak 29,53%. Dengan demikian persentase gabah hampa untuk varietas Angke cukup baik karena varietas ini berdasarkan diskripsi yang ada menunjukkan adanya ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB) dimana pada saat musim tanam tersebut serangan HDB cukup tinggi, sebaliknya varietas Gilirang memperoleh persentase gabah hampa yang cukup tinggi disebabkan karena adanya serangan penyakit HDB tersebut. Menurut Nafisah et al. (2006). Tingkat keparahan penyakit HDB bisa disebabkan karena tingkat kesuburan lahan sehingga memperoleh kondisi lingkungan mikro yang berbeda. Persentase gabah hampa bisa juga dipengaruhi oleh tidak serempaknya pematangan biji akibat tidak bersamaannya keluar biji, sehingga pada saat dipanen masih ada biji yang belum berisi dengan sempurna dan pada akhirnya akan menjadi biji hampa. Hasil gabah Hasil rata-rata pengamatan hasil gabah kering panen (GKP) (Tabel 1) menunjukkan variasi diantara varietas yang ditanam. Hasil GKP yang diperoleh bervariasi antara 5.440 kg sampai 8.800 kg ha-1. Hasil GKP yang tertinggi diperoleh pada varietas Gilirang dengan hasil sebesar 8.800 kg ha-1, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada varietas Angke dengan hasil GKP hanya mencapai 5.440 kg ha-1. Tingginya hasil GKP yang diperoleh pada varietas Gilirang disebabkan karena varietas Gilirang memiliki jumlah anakan yang cukup tinggi dengan malai yang panjang dan
Arafah dan Najmah Tabel 1. Komponen Pertumbuhan dan Hasil Pengakjian beberapa Varietas Unggul Baru Varietas Gilirang Conde Konawe Angke Mekongga Pepe Bondoyudo Setail Sarinah Logawa Cilosari
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah anakan (btg rpn-1)
Panjang malai (cm)
96,93b 97,80b 89,13d 93,80cd 94,73c 94,67cd 97,93b 93,13cd 102,13a 87,7e 103,47a
16,40b 17,00ab 17,47a 16,00b 14,13d 14,40d 16,07b 15,20bc 15,07c 14,27d 11,47e
32,40a 28,00b 25,93c 23,40de 23,93d 25,07c 23,07e 27,13bc 28,13b 26,53c 26,33c
Jumlah gabah per malai (biji) 197,53a 149,73e 123,93h 131,80g 142,60f 162,00d 163,33cd 162,67d 191,27b 169,73c 166,93c
Persentas e gabah hampa
Hasil GKP (kg ha-1)
19,53d 19,37d 22,27b 16,47f 17,53e 21,32c 17,18e 22,50b 12,76g 26,74a 21,96c
8.800a 7.520bc 6.080c 5.440d 8.160ab 7.360bc 6.880c 8.000b 8.640a 7.200bc 6.880c
Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
memiliki jumlah gabah per malai yang juga cukup banyak. Hal ini sesuai menurut Abayawickrama et al. (2007), jumlah anakan yang tidak produktif berkorelasi negatif dengan hasil, sedangkan jumlah gabah isi dan jumlah gabah total berkorelasi positif. Karena itu jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi, dan jumlah gabah total per malai merupakan sifat-sifat yang perlu ditingkatkan melalui pemuliaan tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Gilirang cukup potensial dan beradaptasi baik pada lokasi dimana kegiatan ini dilaksanakan dan memang berdasarkan pendapat dari berbagai petani dan penyuluh yang berkunjung di lokasi kegiatan memberikan respon yang cukup baik terhadap varietas Gilirang. Sedangkan
varietas Angke dengan hasil GKP yang paling rendah yaitu hanya mencapai 5.440 kg ha-1 disebabkan karena varietas ini memperoleh panjang malai yang pendek (23,4 cm) dan memiliki jumlah gabah per malai juga rendah yaitu hanya 131,8 biji sehingga berpengaruh pada hasil GKP yang diperoleh. Hal ini seperti disampaikan Arafah (2006), varietas Gilirang memberi hasil yang lebih tinggi dibanding dengan varietas Konawe dengan selisih hasil 830 kg ha-1. Selanjutnya Sutisna (2006) melaporkan bahwa varietas memiliki daya hasil yang berbeda pada keondisi lapang tertentu. KESIMPULAN hasil gabah yang tertinggi diperoleh pada varietas Gilirang yaitu sebesar 192
Pengkajian varietas unggul baru terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah 8.800 kg ha-1 disusul varietas Sarinah dan Mekongga dengan hasil masing-masing 8.640 dan 8.160 kg ha-1, sedangkan hasil yang paling rendah diperoleh pada varietas Angke dengan hasil hanya 5.440 kg ha-1
DAFTAR PUSTAKA Abayawickrama, A.S.M.T., M. Fahim, D.S. De Z. Abeysiriwardena, K.C. Madhusani and R.M. Dharmaratne. 2007. Contribution of yield related characters to grain yield improvement ini different age groups of rice (abstrak). News and Events of the Departement of Agriculture, Agriculture News in Sri Lanka. http://sgridept.gov.lk/ NEWS/asda.htm=con. Arafah. 2006. Kajian berbagai sistem tanam pada dua varietas unggul baru padi terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. J. Agrivigor 6(1): hal: 18-25 Krismawati, A., dan Z. Arifin,. 2011. Stabilitas hasil beberapa varietas padi lahan sawah. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 14(2): 84-92. Suprihatno, B., Baehaki,SE, Sudir, P. Wardana dan M.J. Mejaya, 2011. Diskripsi varietas padi (edisi revisi). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Suprihatno, B., A A. Dradjat, Satoto, Baehaki, N. Widiarta, A. Setyono, S.D. Indrasari, O.S. Lesmana dan Hasil Sembiring. 2007. Deskripsi varietas padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian Padi. Sukamandi, Subang Jawa Barat. 193
Baehaki, A. 1996. Prospek Penerapan “Breeder Right” di Indonesia. Hal 30-35. dalam Yuniarti, A. Djauhari, M.A. Yusran, Baswarsiati dan Rosmahani (ed.). Balai Penelitian Tanah, 2007. Teknologi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah di desa dua limpoe, Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Sujitno, E., T. Fahmi dan S. Teddy., 2011. Kajian adaptasi beberapa varietas unggul padi gogo pada lahan kering dataran rendah di Kabupaten Garut. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 14(1): 62-69. Sutisna Noor, E. 2006. Pengaruh sistem ratunisasi dan pemupukan nitrogen terhadap hasil beberapa varietas padi di lahan sawah irigasi. J. Agrivigor 5(3): 207-222. Nafisah, A.A. Daradjat, B. Suprihatno, dan Riny SK., 2007. Heritabilitas karakter ketahanan hawar daun bakteri dari tiga populasi tanaman padi hasil seleksi daur siklus pertama. J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 26(2): 100-105. Manwan, I. 1997. Regulasi pelepasan varietas komoditas pertanian di indonesia. Peripi Komda Jawa Timur. Balitkabi, Malang. Sirappa, M.P., dan Edwen D. Waas, 2009. Kajian varietas dan pemupukan terhadap peningkatan hasil padi sawah di dataran Pasahari, Maluku Tengah. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 12(1): 79-90.
Arafah dan Najmah Sirappa, M.P., A.J. Riewpassa dan E. D. Wass, 2007. Kajian pemberian pupuk NPK pada beberapa varietas padi sawah di Seram Utara. J. Pengkajian dan Pengembangan Pertanian 10 (1): 48-56.
194