Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Kajian Penerapan Kelembagaan Corporate Farming Pada Usahatani Padi Ekosistem Pasang Surut Di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan Application Study of Institutional Corporate Ecosystem Rice Farming In Tidal In Ogan Ogan Ilir South Sumatra Province Nisma Aprini* Mahasiswa Program Studi Doktor (S3) Ilmu Pertanian Fakulitas Pertanian Universitas Sriwijaya Jl. Padang Selasa No.524, Bukit Besar Palembang 30139.Telp: (0711) 354222, Fax (0711) 317202 *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT Agricultural activities tidal rice farming in Ogan Ogan Ilir dominated by small-scale enterprises and done individually. This leads to productivity diverse and economically less efficient, low competitiveness so that the necessary institutional assessment application in the area to increase the income and welfare of farmers. The purpose of this paper is to conduct a study penerapana corporate farming in rice farming tidal ecosystem, the basic assessment is literature. That rice farming tidal ecosystem can still be developed to improve the welfare of farmers. Achievement of this goal would be even more effective if institutional system of rice farming is transformed into a corporate institution (corporate farming). To encourage institutional success with corporate farming system will require more intensive coaching either by the government or by the private sector. Key words: Rice farming, institutional, corporate farming ABSTRAK Kegiatan pertanian usahatani padi pasang surut di Kabupaten Ogan Komering Ilir didominasi oleh skala usaha yang kecil dan dilakukan secara perorangan. Hal ini menyebabkan produktivitas beragam dan secara ekonomi kurang efisien, daya saing rendah sehingga perlu pengkajian penerapan kelembagaan di daerah tersebut untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melakukan kajian penerapana corporate farming pada usahatani padi ekosistem pasang surut, dasar pengkajian adalah studi pustaka. Bahwa usaha tani padi ekosistem pasang surut ini masih bisa dikembangkan untuk peningkatan kesejahteraan petani. Pencapaian tujuan tadi akan lebih efektif lagi jika sistem kelembagaan usaha tani padi ditransformasikan menjadi kelembagaan korporasi (corporate farming). Untuk mendorong keberhasilan kelembagaan dengan sistem corporate farming maka diperlukan pembinaan yang lebih intensif baik oleh pemerintah maupun oleh swasta. Kata kunci: Usahatani padi, kelembagaan, corporate farming, PENDAHULUAN Sumatera Selatan sebagai salah satu Provinsi penghasil beras urutan ke-enam produsen beras nasional yang dicanangkan sebagai Lumbung Pangan, karena Sumatera Selatan memiliki lahan yang luas untuk pertanian terutama untuk tanaman padi, sentranya seperti Banyuasin, OKI dan OKU Timur, sehingga Sumsel bisa menjadi lumbung pangan nasional, dengan produksi padi tahun 2012 sebesar 3.295.247 ton GKG dan pada Tahun
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 2013 meningkat menjadi 3.676.721 ton GKG, yang berkontribusi sebesar 4,77 persen dari 69.056.126 ton GKG produksi nasional pada Tahun 2013 (BPS, 2014). Produktivitas padi per hektar di Sumatera Selatan pada Tahun 2012 baru mencapai 42,51 kuintal GKG dengan luas panen sekitar 769.725 hektar, dan Tahun 2013 mencapai 45,96 kuintal GKG dari luas panen sekitar 800.036 hektar (Dinas Pertanian TPH Sumatera Selatan, 2014). Produktivitas padi tersebut masih di bawah rata-rata nasional Tahun 2013 yang mencapai 51,52 kuintal GKG per hektar (BPS, 2014). Dalam rangka mendukung Sumatera Selatan mencapai swasembada pangan, tahun 2014. Pemerintah pusat melalui Dirjen Prasarana dan Sarana Kementrian Pertanian Republik Indonesia memberikan bantuan cetak sawah baru kepada 5 Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan seluas 2.250 hektar. Banyuasi 500 hektar, Musi Rawas 150 hektar, Ogan Komering Ilir 1100 hektar, Ogan Komering Selatan 250 hektar, dan OKU Timur 250 hektar (Dinas Pertanian, 2014). Produksi beras Sumatera Selatan Tahun 2013, dengan perhitungan rendemen 62,74 persen dari GKG, mencapai sebesar 2.306.775 ton. Konsumsi beras di Sumatera Selatan, dengan asumsi penduduk Sumatera Selatan Tahun 2013 berjumlah 7,9 juta jiwa dan konsumsi beras sebesar 102 kg per kapita (BKP Sumatera Selatan, 2013), yakni mencapai 805.800 ton per tahun, atau rata-rata sebesar 268.600 ton dalam setiap 4 bulan. Dengan demikian terdapat surplus beras sekitar 1,5 juta ton. Luas panen, produksi dan produktivitas padi di Sumatera Selatan masih berpotensi untuk ditingkatkan, terutama pada persawahan pasang surut dan rawa lebak, dengan perluasan tanam dari IP-100 menjadi IP200, dan pencetakan sawah baru Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan salah satu penyumbang produksi beras terbesar ketiga di Propinsi Sumatera Selatan. Tahun 2013 OKI mampu meyumbang sebanyak 542.291 ton beras. Produksi padi di OKI terus meningkat, bahkan OKI memiliki potensi lahan sawah yang luas yang terdiri dari sawah irigasi, lebak, tadah hujan, dan pasang surut. Luas sawah di OKI seluas 178.218 ha, sawah tadah hujan seluas 59.364 ha, sawah lebak 90.219 ha, irigasi 650 ha, dan pasang surut 27.985 ha (Dinas Pertanian OKI, 2014). Salah satu upaya peningkatan produksi padi di Sumatera Selatan khususnya Kabupaten Ogan Komering Ilir melalui pencetakan lahan dan peningkatan produktivitas padi pada lahan kehidupan hutan tanam industri (HTI). Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki areal HTI 585.305 hektar, dimana dari total areal tersebut pada tata ruangnya sekitar 5 persen atau 32.777,87 hektar dialokasikan untuk tanaman kehidupan yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan terutama tanaman padi, sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan (Asmani, 2015). Pengembangan usahatani padi di Kabupaten Ogan Komering Ilir ini masih banyak mengalami kendala antara lain: bunga modal yang tinggi, pemakaian pupuk yang tidak sesuai, kurangnya suplai air, serangan hama tikus karena terbatasnya luas panen, kekurangan tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan panen, alih fungsi lahan dari padi ke karet dan kelapa sawit, insentif rendah. Kendala ini dapat diatasi apabila sistem kelembagaan usaha tani padi ditransformasikan menjadi kelembagaan korporasi (corporate farming). Dimana petani dihimpun dalam suatu kelompok untuk melakukan usaha secara bersama-sama dengan manajemen sistem perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan pendapatan dari agribisnis padi. Lahan petani, dengan variasi tingkat kesuburan dan variasi luas pemilikan serta kontribusi tenaga kerja dapat merupakan saham atau profit sharing secara proporsional. Margin keuntungan yang diperoleh, setelah diperhitungkan dari produtivitas lahan disekitar usaha, didistribusikan secara proporsional antara petani, pemilik modal dan pengelolah korporasi. Secara individu nampaknya sulit bagi petani padi untuk beranjak dari lingkaran kemiskinannya tanpa melakukan konsolidasi dalam pengelolaan usahatani. Dengan melakukan konsolidasi
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 dalam pengelolaan dengan sistem corporate farming diharapkan permasalahan petani padi baik dalam hal permodalan, pemasaran maupun pengelolaan dapat diatasi. Tujuan dari penuliasan makalah ini adalah untuk melakukan kajian penerapan konsep “corporate farming” dalam usahatani padi di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Dasar pengkajian adalah studi pustaka. Hasil dari pengkajian ini nantinya dapat dirumuskan langkah-langkah untuk membangun corporate farming dan mengatasi kendala-kendala dalam membangun kelembagaan dengan sistem corporate farmin. Sasaran corporate farming adalah mewujudkan usahatani yang mandiri, berkesinambungan untuk mencapai efisien usahatani padi melalui konsolidasi lahan. Revitalisasi Kelembagaan Kelembagaan peningkatan produksi yang secara intensif dilakukan oleh pemerintah adalah pengembangan kelembagaan pada komoditas padi. Dengan pertimbangan itulah, maka pengalaman pengembangan kelembagaan pada komoditas padi tersebut merupakan basis untuk merancang kelembagaan Corporate Farming ke arah pemberdayaan petani kecil. Pengembangan kelembagaan peningkatan produksi padi yang dilakukan secara intensif dan komprehensif oleh pemerintah dimulai tahun 1958 dengan mendirikan BPMT (Badan Produksi Bahan Makanan dan Pembukaan Tanah) di bawah Departemen Pertanian melalui program Padi Sentra dan IM (Intensifikasi Massal) yang dikelola oleh Jawatan Pertanian Rakyat. Untuk menggerakkan partisipasi petani yang dibentuk KOGM (komando Operasi Gerakan Makmur-Inpres I/1959) yang dipimpin Presiden di tingkat Pusat dan Kepala Daerah di daerah. Selanjutnya dalam rangka swasembada beras, di Jawa Barat telah dibentuk pula OPSSB (Organisasi Pelaksana Swasembada Beras). Ternyata pengorganisasian model Padi Sentra dan IM dengan dengan KOGM dan OPSSB dinilai kurang berhasil. Kemudian diganti dengan kelembagaan BIMAS (Bimbingan Massal) yang merupakan sistem bimbingan penerapan panca usaha oleh petani melalui penyuluhan yang dilengkapi dengan paket sarana produksi, perkreditan dan pemasaran hasil. Pengembangan kelembagaan di atas ditujukan untuk meningkatkan aliran teknologi dan modal sebagai faktor peningkatan produktivitas yang berasal dari luar wilayah pertanian melalui pengembangan delivery system. Delivery systems tersebut diharapkan juga mampu menjamin arus balik yaitu pemasaran hasil pertanian ke luar untuk wilayah pertanian. Pengembangan kelembagaan di atas dilaksanakan berdasarkan paradigma Mosher mengenai pentingnya delivery systems untuk meningkatkan produktivitas sekaligus mentransformasikan pertanian tradisonal menjadi pertanian maju yang progresif. Upaya di atas ternyata kurang berhasil karena masih mencerminkan pengeloaan usahatani sebagai suatu usaha individual, dan tidak efektif lagi kala dalam persaingan yang mengglobal. Tanpa kesatuan manajemen yang terpadu tujuan untuk meningkatkan daya saing produk tertentu susah untuk tercapai. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka pendekatan model kelompok sehamparan dimana adanya satu keputusan dalam melaksanakan kegiatan usaha. Implementasi corporate strategy dapat berupa merger atau aakuisasi maupun kerjasama antar usaha. Kelembagaan Corporate Farming dipandang sesuai dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis sektor pertanian karena produsen selain mampu merespon perubahan permintaan dengan mutu tertentu, juga mampu menciptakan biaya terendah dari produk yang dihasilkan. Dengan merevitaslisasi kelembagaan yang ada artinya membuat, mengkondisikan, merubah dari yang dulunya lembah dan rentan terhadap usahatani menjadi lebiha kuat terhadap semua keadaan. Perubahan-perubahan yang diinginkan dengan reviatalisasi kelembagaan ini adalah menjadikan uashatani padi ini menjadi lebih efisien, lebih berdaya saing, mampu menembus pasaran, memperoleh nilai tambah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani padi. Perubahan yang yang harus dilakukan oleh
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 petani padi ini adalah merubah pola usahatani dari indivual kearah corporate farming, merubah budaya yang saling bersaing menjadi kerjasama. Corporate Farming Corporate farming berasal dari kata latin “corportus” yaitu bentuk lampau dari corporate yang artinya “membentuk jadi satu badan”. Dengan demikian corporate farming diartikan sebagai “melaksanakan usaha pertanian melalui suatu badan”. Teori mengenai corporate farming sebenarnya dimulai oleh Plato dalam karyannya “Politea”. Pada umumnya kata corporate menunjukkan pada konsep organik masyarakat yang didalamnya tidak ada konflik kepentingan yang mendasar di antara berbagai kalangan, karena mereka merupakan bagian dari kesatuan organ yang sama (Tupawana dan Enoch, 2002). Dasar pemikiran penting corporate farming ini adalah secara mikro menerapkan azas Economies of scale yaitu semakin luas pengelolaan usaha semakin efisien biayanya, yang mencakup pengelolaan tanaman, biaya sarana produksi, biaya transportasi dan biaya pemasaran hasil usahatani padi. Di samping itu dengan corporate farming akan dapat diperoleh kemudahan dalam hal akses informasi, akses modal, bergaining poistion dalam pasar. Tujuan penerapan corporate farming ini adalah untuk mewujudkan pertanian yang mandiri, berdaya saing, dan berkesinambungan melalui pengelolaan usahatani secara korporasi. Prinsif pengembangan corporate farming ini adalah membangun keterpaduan dan kemadirian dalam pengambilan keputusan bersama dalam mengelolah sumber daya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraann petani (Prakoso, 2000). Corporate farming ini merupakan suatu langkah strategis untuk bisa bersaing dalam pasar modern dan global saat ini. Dan ini merupakan suatu usaha penggabungan kekuatan dari para petani individual untuk membentuk suatu kelompok yang memiliki visi maju bersama, karena corporate farming merupakan usaha dari oleh dan untuk petani. Dengan adanya penggabungan kekuatan ini, maka terbentuk sinergi produktifitas yang mampu secara stabil memenuhi kebutuhan pasar, baik dari sisi jumlah, kualitas maupun keberlangsungan. Menurut Asmani (2013) Sistem korporasi adalah konsolidasi kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen sebagai suatu perusahaan milik petani untuk mencapai efektivitas, efisiensi dan berkelanjutan. Dalam corporate farming ini menyatukan modal petani yang dikelolah dengan perencanaan, pengorganisasian, semangat dan pengawasan sehingga produktivitas meningkat, pendapatan tinggi dan kesejahteraan petani meningkat. Konsep Corporate Farming pada hakekatnya merupakan upaya kerjasama melalui satu sistem management, dengan cara menggabung usaha tani yang kecil menjadi suatu usaha skala besar yang memenuhi skala ekonomi sehingga menjadi lebih efisien, produktivitas tinggi, produk homogen, serta kualitas produksi yang lebih tinggi yang menjadi prasyarat untuk meningkatkan daya saing, nilai tambah dan meningkatkan kualitas produksi. Mekanismenya, usaha tani kecil yang bergabung dalam suatu hamparan/wilayah dikelola dengan sistem management pertanian yang baik, seperti menagement mekanisasi, varietas yang sama, treatment teknologi yang sama, sistem panen yang baik dan pengelolaan pasca panen yang baik. Tahap-tahap dalam pengembangan coroprate farming adalah : Tahaptahap pengembangan adalah: (1) Tahap persiapan yang meliputi: (a) Studi Diagnotik untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik wilayah dan (b) Perancangan model untuk membangun aturan dan organisasi Corporate Farming dimana dicantumkan kesepakatan hak dan kewajiban petani; (2 ) Tahap pengembangan model yang meliputi perancangan konsolidasi manajemen produksi untuk mencari manfaat (nilai tambah) dari kesatuan manajemen produksi (on-farm) dan mengupayakan alternatif sumber penghasilan lain (off farm dan non-farm) dan perancangan konsolidasi manajemen olah hasil dan pemasaran; (3) Tahap penataan lahan, dimana diharapkan petani telah mempercayakan pengelolaan usaha kepada Corporate Farming; dan (4) Tahap pemantapan model, dimana petani sudah
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 melakukan konsolidasi manjamen secara penuh dan telah terjadi perluasan kesempatan kerja (di dalam atau di luar corporate farming). Ciri corporate farming ini adalah: 1) Kelompok petani padi sewilayah mempercayakan pengelolaan usahanya (on farm atau off farm) kepada satu lembaga profesional dengan perjanjian kerjasama, dimana petani padi bertindak sebagai pemagang saham. Kegiatan usahatani padi dilakukan oleh corporate farming (misalnya koperasi yang akan bertindak sebagai manajer). Koperasi atau manajer yang akan mengelolah kegiatan usahatani padi. Para petani padi sebagai pemilik bertindak sebagai pemegang saham dalam corporate farming, ini sesuai dengan luas lahan yang dimiliki. 2) CF dibentuk melalui musyawarah mufakat CF ini dibentuk berdasarkan azas musyawarah dan mufakat untuk menjadi anggota sebagaimana dikembangkan selama ini di organisasi (koperasi). 3) Skala optimal, sesuai dengan kondisi dan kapasitas sumber daya setempat. Sangat diinginkan semua petani padi ini dapat bergabung dengan corporate farming. Namun pada tahap awal diharapkan bisa bergabung paling tidak sebanyak 100 petani dengan rata-rata kepemilikan 0,5 hektar untuk setiap petani padi. 4) Petani sebagai pemagang saham, juga dapat bekerja pada corporate farming Selain sebagai pemilik petani padi juga dapat bekerja pada corporate farming sesui dengan kebutuhan. Kebutuhan tenaga kerja ini sedapat mungkin akan dicukupi dari petani padi sendiiri yang masuk sebagai anggota corporate farming. 5) Bertumpu pada komoditas unggulan Petani padi selama ini melaksanakan usahataninya selama bertahun-tahun. Jadi padi merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Ogan Komering Ilir ini Tujuan pengembangan Corporate Farming adalah mewujudkan suatu usaha pertanian yang mandiri, berdaya saing dan berkesinambungan melalui pengelolaan lahan secara korporasi. Petani padi yang menyerahkan pengelolaan usahataninya kepada seorang manajer secara profesional, dan tidak dapat ditampung dalam kegiatan usahatani, maka petani padi tersebut dapat dialihkan ke lapangan usaha lain, seperti peternakan, perikanan, pengolahan hasil dan usaha off-farm lainya. Melalui upaya ini pendapatan petani padi akan meningkat, baik dari lahan usaha tani padi yang dikelolah oleh manajer, maupun dari usahatani lainnya. Faktor Pendukung Penerapan Corporate Farming Corporate Farming mengkombinasikan rekayasa sosial, ekonomi, teknologi dan nilai tambah. Rekayasa sosial dilakukan dengan mengetahui secara empiris dan studi kasus mengenai kondisi pertanian pedesaan. Rekayasa ekonomi dilakukan dengan pengembangan akses permodalan untuk pengadaan saprodi dan akses pasar. Rekayasa teknologi dapat dilakukan dengan pencapaian teknologi yang biasa digunakan petani. Terakhir, rekayasa nilai tambah dilakukan melalui pengembangan usaha off-farm dari produk primer menjadi produk sekunder. Ketiga rekayasa tersebut harus dikoordinasi secara vertikal dan horizontal sehingga akan melibatkan banyak pihak yang diwadahi dalam satu kemitraan. Pihak yang dilibatkan dalam Corporate Farming adalah petani, swasta, pemerintah dan mahasiswa. Petani padi akan bertindak sebagai anggota sekaligus pengelola. Sekelompok petani petani padi yang sudah dibentuk dari beberapa kepala keluarga harus secara aktif mengelola perencanaan on-farm (produk primer) dan off-farm (produk sekunder) dengan aset-aset seperti lahan pertanian dan teknologi yang digunakan. Peran swasta dalam hal ini untuk usahatani padi di Kabupaten Ogan Komering Ilir misalnya HTI di sini fungsinya bisa sebagai investor atau penanam modal dikarenakan investor memiliki minat terhadap Corporate Farming
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 tersebut karena pengelolaannya tidak hanya menghasilkan produk primer saja tapi juga produk sekunder yang memiliki nilai tambah. Pihak swasta juga akan menyediakan berbagai sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk dan obat-obatan untuk berusahatani. Selain itu, pihak swasta juga juga bertanggung jawab sebagai penampung produksi padi (badan penyanggah produk pertanian sekunder) dan mitra pemasaran. Sementara pemerintah bertindak sebagai fasilitator sekaligus katalisator dalam kegiatan perencanaan, penyusunan strategi usaha, introduksi teknologi terapan spesifik lokasi yang efisien, pengadaan modal, saprodi serta fasilitator dalam proses pemasaran hasil. Di sini, peran mahasiswa melalui institusi perguruan tinggi melalui Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilibatkan sebagai tenaga penyuluh pertanian pedesaan, terutama meningkatkan pendidikan bidang ilmu pertanian berupa bagaimana cara untuk mengelola lahan pertanian yang baik serta teknologi yang akan digunakan, pendidikan mengenai strategi pemasaran secara sederhana, lebih mengenalkan kepada mereka bagaimana cara mengelola produk pertanian (produk primer) menjadi suatu barang (produk sekunder) yang memiliki nilai tambah serta sebagai pihak yang menghubungkan antara petani dengan swasta dan pemerintah. Dengan demikian apabila semua pihak sudah terlibat dalam suatu kemitraan maka corporate farming dapat diterapkan pada usahatani padi, karena dengan demikian sudah ada jaminan pasar, tersedianya alternatif off-farm, tersedianya modal, dan adanya lembaga (pemerintah, swasta, mahasiswa) yang bersedia sebagai fasilisator sekaligus katalisator. Kendala Penerapan Corporate Farming Petani padi jika berusahatani secara individu terus berada di pihak yang lemah karena petani secara individu akan mengelola usaha tani dengan luas garapan kecil dan terpencar serta kepemilikan modal yang rendah. Tetapi untuk menyatukan skala usaha yang kecil ini dalam suatu organisasi yang solid (corporate farming) bukanlah pekerjaan yang mudah. Karena untuk penerapan corporate farming ini ada beberapa kendala yaitu : tidak seluruh petani padi ini mau mempercayakan pengelolaan usahataninya kepada corporate farming oleh karena itu perlu, ketidak mengertian petani akan corporate farming maka dari itu perlu adanya sosialisasi corporate farming ini kepada petani padi, belum adanya persepsi yang sama antar anggota dalam corporate farming harus diadakan pembinaan untuk menyatukan persepsi petani padi, tidak tersedianya dukungan dana awal harus ada kerjasama atau kemitraan dengan pemerintah maupun swasta, dan petani tidak memiliki keinginan dan keberanian yang cukup kuat untuk mencoba menerapkan hasilhasil penyuluhan. Hal ini disebabkan ketidaksiapan petani untuk menanggung resiko atas hasil penerapan tersebut . Oleh karena itu, dalam menerapkan hasil-hasil penyuluhan petani masih harus dibimbing dan diberikan suatu demplot oleh PPL, ketua kelompok dan manajer. Dengan corporate farming diharapkan dapat mengurangi ketidakinginan dan ketidakberanian petani dalam menerapkan hasil-hasil penyuluhan. Oleh karena itu perlunya peran pemerintah, swasta dan perguruan tinggi untuk pembinaan, dana, pelatihan dan monitoring untuk keberhasilan penarapan corporate farming ini KESIMPULAN 1. Keberhasilan penerapan corporate farming di Kabupaten Ogan Komering Ilir sangat tergantung dari adanya jaminan pasar dan bantuan modal untuk investasi. Jaminan pasar dapat diharapkan dibangun dengan Bulog provinsi Sumatera Selatan maupun swasta seperti Hutan Tanaman Industri (HTI) begitu juga dengan bantun modal. 2. Corporate Farming merupakan salah satu bentuk organisasi yang cocok bagi petani pada saat ini. Kelebihan dari upaya ini adalah adanya kesatuan manajemen sebagai pengelola, sehingga variasi antar petani dalam mengelola usahanya dapat diperkecil,
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 dan memacu petani untuk lebih optimal memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya melalui pengembangan diversifikasi usaha. Selain itu pengembangan kegiatan yang dilakukan juga diarahkan untuk mengurangi tekanan terhadap lahan, dengan mengurangi petani yang bergerak pada kegiatan onfarm dan mengarahkannya pada kegiatan off-farm dan nonfarm. 3. Konsep ini mungkin akan sulit dimengerti para petani mengingat keterbatasan usia dan pendidikan. Biasanya berbagai informasi yang berkaitan dengan kegiatan pertanian diterima petani dalam bentuk terapan , bukan konsep. Oleh karena itu , salah satu metoda yang mungkin efektif agar petani dapat melihat dan merasakan secara langsung proses pelaksanaan corporate farming adalah melakukan demfarm.
DAFTAR PUSTAKA Asmani. N. 2013. Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestarai Melalui Usaha Pertanian Pangan Sistem Korporasi (Sustainable Corporate Farming) Dalam Rangka REDD. Proseding Seminar Nasional. PERHEPI ________. 2013. Analisis Nilai Pendaman Karbon Dan Manfaat Reforestasi Ekosistem Rawa Gambut Berbasis Hutan Tanaman Industri Berpola Satuan Usaha Perhutanan Kerakyatan. Disertasi PPS Universitas Sriwijaya. Tidak dipublikasikan. BPS. Provinsi Sumatera Selatan 2013 . Sumatera Selatan Dalam Angka 2013. BPS. Sumatera Selatan BPS.Kabupaten Ogan Komering Ilir. Ogan Komering Ilir Dalam Angka. BPS Ogan Komering Ilir. Dinas Pertanian Sumatera Selatan. 2014. Laporan Tahunan.2014 Mosher, AT. 1966. Getting Agriculture Moving. The Agriculture Development Council, New York. Prakoso, M. (2000). Upaya Pengembangan Corporate Farming. Departemen Pertanian. Jakarta. Tupawana, P.S. and Enoch M. (2002). Corporate farming. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat. Bandung. LANGKA2 DALAM PEMBANGUAN CF : 1. Sosialisaikan CF kepada calon anggota atau petani padi di Kabupaten Ogan Komering Ilir. 2. Survei dengan calon anggota