Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 231-238
Aplikasi Sludge Bio–Digester Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Organik Terhadap Hasil Produksi Tanaman Jagung Di Lahan Kering Yulinda, Musthofa Lutfi, Bambang Susilo, Ary Mustofa Ahmad Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 ABSTRAK Jagung (Zea mays L) merupakan komoditi agribisnis, Lahan yang berpotensi sebagai lahan untuk produksi jagung diantaranya adalah lahan kering. Lahan kering umumnya miskin unsur hara esensial seperti N, P, K, Ca dan nilai tukar kation (KTK) rendah. Sludge merupakan hasil teknologi biokenversi dari limbah kotoran ternak yang mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik berupa sludge ini diharapkan dapat memiliki, mempercepat umur bunga tanaman jagung dan meningkatkan hasil tanaman jagung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial. Perlakuan dari dua faktor yaitu Aplikasi pemberian pupuk (A), terdiri dari di permukaan, diaduk, dan di benamkan. Faktor kedua yaitu dosis pemupukan (D) terdiri dari 20 dan 30 ton/ha. Hasil dari penelitian yaitu cara pemberian pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil produksi jagung seperti, jumlah bunga, jumlah tongkol, berat kering tanaman jagung, berat kering pipilan jagung. Aplikasi pemupukan yang tepat dengan menggunakan sludge bio-digester kotoran sapi sebagai pupuk organik pada hasil produksi tanaman jagung di lahan kering yaitu dengan cara diaduk dengan hasil berat kering pipilan dan tanaman jagung paling banyak sebesar 22.67 kg dan 5.25 kg. Kata kunci: Jagung, Lahan Kering, Pupuk, Sludge
Performance Test of Coconut Grater and Coconut Milk Squeezer Machine ABSTRACT Corn (zea mays L) is a commodity agribusiness, where corn is the biggest contributor to rice in second after subsector food crops. Potential land as land for corn production such as dry land. Dry land generally poor essential nutrient elements such as N, P, K, Ca, and low cation exchange value (KTK).The utilization of manure from impurities the cow can be in the form sludge resulting from waste bio-digester the rest of the result. Biokenversi technology is the result of Sludge from waste-containing a range of livestock manure nutrient elements required plant so good to the growth of plants. The provision of organic fertilizer in the form of sludge was expected to be having, accelerate age plant flowers corn and increase crop yield corn. This research using design random group factorials.. treatment of two factors: the application of fertilizers granting on the surface, consisting of stirred to and in immerge. The second factor that is a dose of fertilizing consisting of 20 and 30 tons/ha. with three times deut. The result of the study which is to exert an influence fertilizer organic to yield harvest a corn on dry land to exert an influence on the outcome of production of corn as, the number of interest. , the number of cob, corn plant dry weight, dry weight. Fertilizing application proper by the use of sludge bio-digester cow manure as a fertilizer organic on the outcome of the production of a corn plant in dry land namely by means of stirred. The result, the number of cob, corn plant dry weight, dry weight are 22.67 kg and 5.25 kg Key words : Corn, Dry Land, Fertilizer, Sludge
Aplikasi Sludge Bio-digester – Yulinda, dkk
231
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 231-238
PENDAHULUAN Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditi agribisnis yang dewasa ini menjadi primadona. Dalam perekonomian nasional, jagung sebagai penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsector tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi (Zubachtirodin dan Suhandi 2008) Peluang peningkatan produksi jagung dalam Negeri masih sangat terbuka baik melalui peningkatan produktivitas yang sekarang masih rendah (3,43 ton/ha) maupun melalui pemanfaatan potensi lahan yang masih luas. Lahan yang berpotensi sebagai lahan untuk produksi jagung diantaranya adalah lahan marginal (lahan kering) yang banyak ditemukan di Indonesia (Zubachtirodin, 2008). Lahan kering umumnya miskin unsur hara esensial seperti N, P, K, Ca dan nilai tukar kation (KTK) rendah sehingga unsur hara mudah lepas dan tercuci bersamaan dengan itu terjadi peningkatan hara yang toksik seperti Al, Fe dan Mn (Arianti et al., 2005). Menurut Hafsah (2003), peningkatan produksi jagung dapat terjadi melalui kombinasi penerapan teknologi khususnya penggunaan bibit unggul/hibrida dan praktek pemupukan yang berimbang (baik pupuk organik maupun anorganik). Pupuk organik adalah pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik: pupuk kandang, kompos. Salah satu contoh dari pupuk organik adalah pupuk kandang yang berasal dari limbah sapi. Pupuk kandang sapi diberikan kedalam tanah untuk menambah bahan organik, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya ikat air, KTK dan memacu aktivitas mikroorganisme (Sutejo,2002). Pemanfaatan pupuk kandang dari kotoran sapi dapat berupa gas metan yang dihasilkan dari bio-digester sehingga dapat menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rumah tangga, memasak, maupun penggerak energi, pemanfaatan lainnya dapat berupa sludge yang dihasilkan dari limbah sisa hasil bio-digester. Sludge merupakan hasil teknologi biokenversi dari limbah kotoran ternak yang mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman. Sampai saat ini pemanfaatan sludge sebagai bahan organik masih jarang dimanfaatkan. Pemberian pupuk organik berupa sludge ini diharapkan dapat memiliki, mempercepat umur bunga tanaman jagung dan meningkatkan hasil tanaman jagung. Oleh karena itu, perlu diteliti tentang pemanfaatan sludge bio-digester sebagai pupuk untuk budidaya tanaman jagung. Tujuan penelitian ini yaitu, Mengetahui pengaruh perlakuan pemberian sludge bio-digester kotoran sapi sebagai pupuk organik dengan dosis pemupukan yang berbeda terhadap hasil panen jagung di lahan kering dan mengetahui cara aplikasi pemupukan yang tepat untuk penggunaan sludge bio-digester kotoran sapi sebagai pupuk organik pada hasil produksi tanaman jagung di lahan kering.
BAHAN DAN METODE Alat dan bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan cangkul, penggaris, meteran, jangka sorong, gelas ukur, tabung ukur, tugal gembor, selang, oven, tali, plastik, desicator. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jagung, air, tanah, sludge.
Aplikasi Sludge Bio-digester – Yulinda, dkk
232
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 231-238
Metode Penelitian Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama terdiri dari 3 taraf yaitu aplikasi cara pemupukan A1; dipermukaan, A2; diaduk, A3; dibenamkan (slot) dan faktor kedua terdiri dari 2 taraf yaitu dosis pemupukan D1; 20 ton/ha D2; 30 ton/ha. Perlakuan ini diulang dengan tiga kali ulangan dan 3 kontrol sehingga secara keseluruhan terdapat 21 unit perlakuan. Kombinasi dari kedua faktor tersebut ditampilkan pada Tabel 2 dibawah ini.
A
Tabel 2. Kombinasi Perlakuan D D1 AI A2 A3
A1D1 A2D1 A3D1
D2 A1D2 A2D2 A3D2
Keterangan : Faktor I : Aplikasi cara pemberian pupuk (A) A1 = disebar dipermukaan A2 = diaduk A3 = dibenamkan (slot) Faktor II : dosis pemberian pupuk (D) D1 = 44 kg/petak atau 20 ton/ha D2 = 66 kg/petak atau 30 ton/ha Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi Umur panen, Jumlah bunga, Jumlah tongkol, Berat kering tanaman, Berat kering pipilan jagung, Berat kering tongkol. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam dua arah (Two way Analysis of Variance = Two way ANOVA) dengan metode RAK secara factorial. Penggunaan tabel ANOVA ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan. Jika dari perhitungan didapat nilai F hitung > F tabel maka terdapat nilai signifikan dari perlakuan. Jika F hitung < F tabel berarti tidak terdapat pengaruh dari perlakuan, dan jika terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan. maka perlu dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) (5%) yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan yang efektif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Panen Tanaman Jagung Umur panen tanaman jagung merupakan lama pertumbuhan tanaman pada saat mulai ditanam hingga panen. Pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan umur panen tanaman jagung varietas bima membutuhkan waktu 3 bulan 2 minggu atau sekitar 98 hari mulai dari awal penanaman hingga proses pemanenan berlangsung Umur panen tanaman jagung selama 3 bulan 2 minggu untuk proses pertumbuhan tanaman jagung ini dirasa sudah cukup tepat. Menurut Azrai dan Adnan (2011) dari sejumlah varietas jagung hibrida yang telah dirilis oleh Balitsereal, dua varietas tergolong berumur genjah (Umur ≤ 90 hst) yaitu Bima 7 dan Bima 8. Pertanaman jagung di Indonesia sekitar 79% terdapat di lahan tegal dan 10% di lahan sawah tadah hujan yang memerlukan varietas umur genjah (<90 hari) toleran kekeringan. Komponen Pertumbuhan Tanaman Jagung 1. Umur Dan Jumlah Bunga Aplikasi Sludge Bio-digester – Yulinda, dkk
233
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 231-238
Jumlah bunga tanaman jagung merupakan indikator pertama pada saat pertumbuhan generatif. Pengukuran jumlah bunga dengan cara menghitung jumlah bunga pada setiap perlakuan dengan 3 kali ulangan. Pengukuran umur dan jumlah bunga dilakukan setiap 1 minggu sekali. Pengukuran umur dan jumlah bunga dimulai setelah berakhirnya pertumbuhan fase vegetatif yaitu pada hari ke-57. Pengamatan pertumbuhan umur dan jumlah bunga ini diamati selama 6 minggu atau 42 hari yaitu dari awal muncul tumbuhnya bunga hingga proses panen berlangsung. Hasil pengamatan umur dan jumlah bunga ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Jumlah Bunga Tanaman Jagung Gambar 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah bunga yang semakin meningkat pada setiap kali pengamatan mulai dari minggu ketujuh setelah tanam yang merupakan data awal pengamatan sampai pada minggu kedua belas setelah tanam. Pada perlakuan pemberian dosis dan aplikasi cara pemberian pupuk sludge bio-digester kotoran sapi sebagai pupuk organik dapat diketahui bahwa jumlah bunga yang paling tinggi dihasilkan oleh perlakuan A2D2 yaitu cara pemberiaan pupuk dengan diaduk dengan dosis pemupukan organik sebesar 30 ton ha -1 menghasilkan jumlah bunga sebesar 118 buah per petakan. Diduga peningkatan Jumlah bunga yang signifikan ini terjadi karena dengan pemberian dosis 30ton ha-1 akan memberikan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung khususnya di lahan kering dan dengan cara pemberian sludge bio-digester sebagai pupuk organik dirasa sangat efektif bagi pertumbuhan tanaman jagung karena dengan penempatan pupuk yang tepat akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil produksi tanaman. Dimana penempatan pupuk dengan cara diaduk memiliki bahan organik yang lebih cepat terdekomposisis karena dengan cara diaduk, pori-pori akan menigkat dan ketersediaan O2 menjadi lebih tinggi sehingga kerja bakteri aerobic menjadi lebih optimal dan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penempatan pupuk yang berada disebar dipermukaan, di benamkan (slot) dan kontrol. 2. Umur dan Jumlah tongkol Jumlah tongkol merupakan salah satu parameter pengamatan pertumbuhan generatif dari tanaman jagung. Pengukuran umur dan jumlah tongkol dengan cara menghitung jumlah tongkol pada setiap perlakuan dengan 3 kali ulangan. Pengukuran umur dan jumlah tongkol dimulai setelah berakhirnya pertumbuhan vegetatif yaitu pada hari ke- 57. Pengukuran umur dan jumlah tongkol dilakukan setiap 1 minggu sekali. Pengukuran umur dan jumlah tongkol dilakukan selama 6 minggu atau 42 hari yaitu dari awal muncul tongkol pada tanaman jagung sampai proses pemanenan. Hasil pengamatan umur dan jumlah tongkol ditunjukkan pada Gambar 7.
Aplikasi Sludge Bio-digester – Yulinda, dkk
234
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 231-238
Gambar 7. Grafik umur dan jumlah tongkol tanaman jagung Gambar 7. Menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terhadap pertumbuhan jumlah tongkol pada setiap kali pengamatan mulai dari minggu ketujuh yang merupakan data awal pengamatan sampai pada minggu kedua belas. Pada perlakuan pemberian dosis dan aplikasi cara pemberian pupuk sludge bio-digester kotoran sapi sebagai pupuk organik dapat diketahui bahwa jumlah tongkol yang paling tinggi dihasilkan oleh perlakuan A2D2 yaitu cara pemberiaan pupuk dengan diaduk dengan dosis pemupukan organik 30 ton ha -1 menghasilkan jumlah bunga sebesar 158 buah per petak. Perlakuan A1D1 merupakan hasil perlakuan yang terkecil yaitu aplikasi pemupukan dengan cara disebar dipermukaan dengan dosis pemupukan 20 ton ha-1 bila dibandingkan dengan semua perlakuan maupun kontrol. Peningkatan jumlah tongkol pada tanaman jagung disebabkan adanya pengaruh cara pemberian pupuk dan dosis pemupukan. Perlakuan cara pemberian pupuk yang menghasilkan jumlah tongkol tertinggi yaitu dengan cara diaduk, sedangkan jumlah tongkol yang terkecil dengan cara pemupukan dibenamkan (slot). Hal ini disebabkan karena pada penempatan pupuk dibenamkan, memiliki bahan organik yang sudah tersedia di daerah perakaran, akan tetapi unsur hara kurang tersedia karena proses dekomposisi yang kurang optimal yang disebabkan kurangnya O2 jika proses anaerob terlalu lama. Hal ini menyebabkan pertumbuhan jumlah tongkol tanaman jagung lebih lama jika dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah tongkol dengan penempatan pupuk diaduk. Sutejo (2002) mengemukakan bahwa pupuk kandang sapi adalah pupuk padat yang banyak mengandung air dan lendir. Pupuk kandang sapi tergolong sebagai pupuk dingin sehingga pupuk yang penguraiannya dibantu oleh jasad renik ini berjalan lambat. Bagi pupuk yang demikian bila terpengaruh oleh udara maka cepat akan terjadi pergerakan–pergerakan sehingga pergerakannya menjadi keras, selanjutnya air tanah dan udara yang akan melapukkan pupuk itu menjadi sulit kedalam. Dalam keadaan demikian peran jasad renik untuk mengubah bahan yang terkandung dalam pupuk menjadi hara yang tersedia akan mengalami hambatan. Komponen Hasil Tanaman Jagung Komponen hasil suatu tanaman dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman pada fase sebelumnya, dengan demikian apabila pertumbuhan suatu tanaman baik, maka diharapkan hasil produksi yang dihasilkan baik pula. Pengamatan yang dilakukan pada komponen hasil adalah Berat kering tanaman jagung, berat kering tongkol tanpa kelobot, berat kering pipilan jagung. 1. Berat kering tanaman jagung Berat kering tanaman jagung merupakan salah satu parameter pengamatan dari hasil produksi jagung. Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan cara pemberian pupuk memberikan hasil bobot kering tanaman jagung yang berbeda nyata. Berikut
Aplikasi Sludge Bio-digester – Yulinda, dkk
235
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 231-238
ini merupakan rerata berat kering tanaman jagung akibat perlakuan cara pemberian pupuk ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Histrogram berat kering tanaman jagung Gambar 10. Menunjukkan bahwa berat kering tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh aplikasi cara pemberian pupuk. Aplikasi pemupukan dengan cara pemberian pupuk diaduk memiliki berat kering tanaman jagung yang paling tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk dengan cara di sebar dipermukaan, dibenamkan (slot) dan kontrol. Hal ini disebabkan karena cara pemberian pupuk yang secara diaduk berada pada tempat tumbuhnya biji yang sudah tercampur sehingga kebutuhan unsur hara pada tanaman jagung dapat langsung terpenuhi dengan cara penempatan pupuk organik yang tepat. Pada cara pemupukan disebar dipermukaan pupuk mengalami banyak penguapan dan bahan organik yang diletakkan di permukaan akan dapat menyuburkan pertumbuhan gulma karena gulma akan mudah tumbuh pada kondisi tanah yang subur sehingga pada proses petumbuhan dan hasil berat kering tanaman jagung kurang optimal. Donahue et al., (1983) menyatakan bahwa hilangnya Urea dalam bentuk gas relatif besar jika disebarkan di permukaan tanah dan dibiarkan terbuka, sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat dimanfaatkan tanaman. Pada penempatan pupuk yang berada dibenamkan ditempatkan pada kedalaman 710cm dari permukaan, sedangkan tempat tumbuhnya biji berada 5cm dari permukaan, sehingga pada proses pertumbuhan tanaman tidak dapat tumbuh secara optimal. 2. Berat Kering Pipilan Jagung Per Tanaman Berat kering pipilan jagung merupakan salah satu parameter dari hasil produksi tanaman jagung. Pengukuran berat kering pipilan jagung dilakukan setelah proses pemanenan. Pengukuran berat kering jagung dilakukan dengan cara memisahkan biji jagung yang menempel pada tongkol. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan cara pemberian pupuk memberikan hasil pipilan jagung per tanaman yang berbeda nyata. Rerata berat kering pipilan jagung per tanaman jagung akibat perlakuan cara pemberian pupuk ditunjukkan pada Gambar 11.
Aplikasi Sludge Bio-digester – Yulinda, dkk
236
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 231-238
Gambar 11. Histogram Rerata Berat Kering Pipilan Jagung Gambar 11. Menunjukkan pola aplikasi cara pemberian pupuk yang dapat mempengaruhi hasil berat kering pipilan jagung sebagai salah satu dari hasil produksi jagung. Dapat diketahui bahwa pola aplikasi cara pemberian pupuk yang menghasilkan berat kering pipilan jagung tertinggi yaitu pada A2 dengan aplikasi pemberian pupuk dengan cara diaduk menghasilkan berat kering pipilan jagung sebesar 5,254 kg per petak. Hasil pipilan berat kering jagung terendah dihasilkan oleh kontrol. Kontrol merupakan salah satu pembanding dari perlakuan cara pemberian pupuk yaitu tidak menggunakan aplikasi cara pemupukan. Hasil berat kering pipilan jagung pada kontrol sebesar 1876,833 gram per petak. Peningkatan hasil berat kering pipilan jagung seimbang dengan hasil berat kering tanaman jagung. Hal ini terjadi karena dengan hasil berat kering tanaman jagung atau dengan pertumbuhan tanaman yang baik maka akan menghasilkan hasil produksi berupa berat pipilan jagung yang tinggi pula. Pemberian cara pemupukan untuk meningkatkan berat kering pipilan jagung secara optimal yaitu dengan cara diaduk, kemudian dibenamkan (slot) dan disebar dipermukaan. Penggunaan bahan organik pada lahan sawah tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, namun bukan berarti bahan organik tidak terlihat penting, karena terkadang pengaruh bahan organik baru terlihat untuk jangka pemberian yang lama, tergantung sifat biofisik dan jenis tanahnya (Pramono,2004) 3. Berat Kering Tongkol Tanpa Kelobot Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dosis dan cara pemupukan memberikan hasil berat kering tanpa kelobot yang tidak berbeda nyata. Rerata hasil berat kering tongkol tanpa kelobot tanaman jagung akibat perlakuan cara pemberian pupuk dan dosis pemupukan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rerata Hasil Berat Kering Tongkol Tanaman Jagung Akibat Perlakuan Cara Pemberian Pupuk Dan Dosis Pemupukan Perlakuan Berat kering tongkol tanpa kelobot (gram) A1D1 1.96806667 A2D1 1.5052 A3D1 2.00116667 A1D2 1.94926667 A2D2 2.32166667 A3D2 2.3037 BNT 5% tn
Aplikasi Sludge Bio-digester – Yulinda, dkk
237
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 231-238
Menunjukkan bahwa perlakuan cara pemberian pupuk dipermukaan dengan dosis 20 ton ha-1, diaduk dengan dosis 20 ton ha -1, dibenamkan dengan dosis 20 ton ha -1, dipermukaan dengan dosis 30 ton ha-1, diaduk dengan dosis 30 ton ha-1, dibenamkan dengan dosis 30 ton ha -1 menghasilkan berat kering yang tidak berbeda nyata. Tabel 7. Menunjukkan perlakuan A2D2 merupakan perlakuan dengan hasil berat kering tongkol yang paling tinggi yaitu sebesar 2321,66 gram, sehingga dengan seamakin besar nilai berat kering tongkol tanaman jagung dihasilkan berat pipilan yang paling tinggi. Hal ini terbukti dengan jenis tongkol yang dalam setiap perlakuan, mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar. Perlakuan kontrol menghasilkan berat kering tongkol tanaman jagung terkecil yatu sebesar 901,73 gram. Hal ini disebabkan karena ukuran tongkol pada perlakuan kontrol memiliki ukuran yang hamper sama jika dibandingkan dengan perlakuan yang diberi aplikasi pemupukan sludge bio-digester. Terbukti dengam hasil tongkol yang dihasilkan pada saat panen dalam setiap perlakuan memiliki ukuran tongkol yang hampir sama.
SIMPULAN Pengaruh perlakuan dengan cara pemberian sludge bio-digester kotoran sapi sebagai pupuk organik terhadap hasil panen jagung di lahan kering memberikan pengaruh terhadap hasil produksi jagung seperti, jumlah bunga, jumlah tongkol, berat kering tanaman jagung, berat kering pipilan jagung. Aplikasi pemupukan yang tepat dengan menggunakan sludge bio-digester kotoran sapi sebagai pupuk organik pada hasil produksi tanaman jagung di lahan kering yaitu dengan cara diaduk.
DAFTAR PUSTAKA Arianti, F. D., H. Supadmo dan A. Surahman. 2005. Inovasi Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi pada Tanaman Jagung di Lahan Marginal, (Online). (ntb.litbang.deptan.go.id/2006/TPH/inovasiteknologi.doc, diakses 15 Februari 2010). Azrai,M dan Adnan, A. M. 2011. Jagug Hibrida unggul Nasional. Edisi 26 Januari - 1 Pebruari 2011 No.3390 Tahun XLI. Donahue, R. L., R. W. Miller dan J. C. Shickluna. 1983.Soil: An introduction to Soil and Plant Growth. Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, NJ. Hafsah.M.J. 2003. Pedoman Umum Peningkatan Produktivitas Jagung. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Direktorat Serealia, Jakarta. Pramono, Joko. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Organik pada Padi Sawah. Agrosains 6 (1) : 11-14. Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara pemupukan. RT. Rineka Cipta. Jakarta. pp.177. ___________. 2008. Pupuk dan Cara pemupukan. RT. Rineka Cipta. Jakarta. Zubachtirodin dan Subandi. 2008. Peningkatan efisiensi pupuk N, P, K, dan produkti-fitas jagung pada lahan kering ultisol di Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(1) : 32-36.
Aplikasi Sludge Bio-digester – Yulinda, dkk
238