Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator with Microanatomy Structure Gill Analyses Of Anodonta Woodiana, Lea. SUNARTO Department of Biology, Faculty of Mathematics and Naturat Sciences, Sebelas Maret University. Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Centarl Java, Indonesia. Tel./Fax. +62-271-663375,
Abstract Bioindicator using avertebrata organs were still rare. Fresh water shells with permanent life, large amount, quite big of size, relatively long life cycle, are able to accumulate pollutant and often consumed by human. Kadmium (Cd) is largely met in nature and constitutes toxic environment pollutant substance and can be accumulated into biota body. Anodonta woodiana, Lea., constitutes waters biota which can accumulate Cd. The purpose of this research were to get Cd heavy metal pollutant bioindicator through analyses Cd in gill, microanatomy structure, of Anodonta woodiana Research was done experimentally by adding heavy metal of Cd to Anodonta woodiana. The shell samplings which were free from pollution Cd heavy metal was treated in aquarium illed with well water. Shell were observed on the age of after 2, 4, 6, 8 and 10 months and respectively with Cd level of 1, 5, 10, 15, and 20 ppm. From each treatment, observation includes gill microanatomy structure, Research results showed that Anodonta woodiana,Lea., can be used as Cd heavy metal pollution bioindicator through the analyses of gill microanatomy structure damage. Key Words: Bioindicator, Anodonta woodiana,Lea, pollution, kadmium, microanatomy structure. PENDAHULUAN Anodonta woodiana Lea., adalah salah satu jenis kerang air tawar merupakan makrozoobenthos yang hidup di perairan tawar dan mempunyai sifat hidup yang relatif menetap, mempunyai respon yang cepat terhadap perubahan kualitas air dan dapat menggambarkan kondisi lingkungan dalam jangka panjang (Hellawell, 1986). Menurut Mason (1981), Anodonta woodiana mempunyai karakteristik : (1) organisme tersebut mempunyai sifat menetap sehingga mampu mereleksikan kadar bahan pencemar lokal, (2) mudah identiikasi email:
[email protected]
dan mempunyai jumlah yang cukup besar menunjukkan kestabilan genetiknya, (3) ukuran organismne cukup besar sehingga secara individu dengan konsentrasi polutan rendah masih dapat terdeteksi, (4) siklus hidup relatif panjang untuk memastikan adanya keseimbangan umur pada populasi selama periode tertentu, (5) mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasi berbagai bahan polutan. Berdasarkan uraian di atas maka kemungkinan struktur mikraanatomi insang Anodonta woodiana Lea., dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap pencemaran badan air. Permasalahan umum yang terjadi
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
25
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
adalah semakin menurunnya fungsi ekosistem perairan di berbagai tempat yang antara lain disebabkan oleh pencemaran, eutroikasi, sedimentasi, luktuasi debit air yang menyolok antara musim penghujan dan musim kemarau, daya tampung dan daya dukung perairan menjadi menurun, sehingga produktivitas sudah tidak lagi optimal. Senyawa kimia yang sangat beracun (toksis) bagi organisme hidup diantaranya adalah senyawa kimia yang mempunyai bahan aktif dari logam berat, seperti : Cd, Pb, Cu, As, Cr, Hg, Ni (Wild, 1995). Logam berat kadmium (Cd) dapat berasal dari limbah industri, apabila masuk ke dalam tubuh organisme dapat terakumulasi dalam tubuh sebagai racun dan sebagai penghalang kerja enzim dalam proses metabolisme (World Bank, 1985). Kadmium, sebuah logam yang berpotensi racun, sangat berbahaya bagi lingkungan dan bagi manusia karena jangka hidupnya yang lama. Toksisitas kadmium sebagai polutan industri dan kontaminan makanan bisa menyebabkan beberapa luka dalam banyak organ, seperti insang (branchia), ginjal, testis, jantung, hati, otak, tulang dan sistem darah. Suatu substansi toksik atau suatu substansi racun umumnya mempunyai kemampuan untuk menimbulkan kanker, mampu menyebabkan terjadinya perubahan permanen dari suatu keturunan atau perubahan genetis baik pada manusia ataupun hewan. Selain itu, juga dapat mengakibatkan terjadinya kematian bila substansi tersebut masuk ke dalam tubuh. Masuknya zat toksik tersebut dapat melalui jalur pernapasan (branchia / insang), kulit, mata, mulut ataupun jalur-jalur lain yang memungkinkan (Palar, 1994). Pengunaan indikator pencemaran yang ada di badan air secara kimiawi sering kali mempunyai keterbatasan, karena pencemar terikat oleh bahan partikulat maupun terendapkan pada sediment. 26
Sunarto
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut penggunaan organisme bioakumulator sebagai bioindikator tingkat pencemar sangat diperlukan karena dapat digunakan untuk mereleksikan tingkat pencemaran dalam bentuk terikat maupun tidak terikat dengan periode waktu yang panjang. Insang (Branchia) merupakan organ respirasi yang mengalami kontak dengan bahan pencemar, kontak tersebut terjadi pada saat inspirasi. Pada waktu air mengalir melalui branchia, ilamen branchialis merentang, sehingga air dan zat pencemar langsung bersentuhan dengan lamela, masuk dalam pembuluh darah dan selanjutnya dapat merusak jaringan tubuh lain yang dilalui (Gerking, 1969). Akumulasi kadmium pada berbagai organ Crustacea telah diuji pada sejumlah spesies (Soegianto et al., 1999), hasilnya menunjukkan bahwa insang dan hepatopankreas merupakan organ tempat akumulasi logam Cd. Sel dan jaringan yang terdapat pada rongga insang Crustacea adalah tempat yang paling "permeable", sehingga merupakan tempat pertama yang paling peka terhadap pengaruh negatif bahan pencemar (Bouaricha, 1994). Menurut Fasset dan Don (1962) keracunan logam berat kadmium pada manusia dapat menyebabkan pengaruh pada sekresi ludah, muntah yang berkelanjutan, sakit perut, vertigo, diare dan kehilangan kesadaran. Pada konsentrasi kadmium 13 - 15 ppm disebutkan dapat menyebabkan gangguan pada anak. Anodonta woodiana Lea., yang terpapar logam berat Cd akan mempengaruhi organ tubuh diantaranya adalah Insang (Branchia) merupakan organ respirasi yang mengalami kontak langsung dengan bahan pencemar kadmium. Selain kontak langsung dengan insang juga kontak langsung dengan cangkang. Pada waktu air mengalir melalui insang/branchia, ilamen branchialis merentang, sehingga air dan kadmium langsung bersentuhan dengan
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
lamela, masuk dalam pembuluh darah dan selanjutnya dapat merusak struktur mikroanatomi insang Anodonta woodiana,Lea. Dengan rusaknya struktur mikroanatomi insang menyebabkan eisiensi fungsi insang menurun, isiologis dan metabolisme tubuh terganggu, sehingga perkembangan dan pertumbuhannya mengalami perubahan. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini adalah studi eksperimental laboratorium dengan rancangan faktorial 6 x 5, ada dua faktor yaitu besarnya paparan (P) logam berat Cd (0 ppm, 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm dan waktu (W) pemaparan logam berat Cd (setelah 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 8 bulan, dan 10 bulan). Obyeknya penelitian menggunakan Kerang air tawar (Anodonta woodiana.,Lea ) yang dimasukkan dalam air tawar yang diberi polutan senyawa logam berat Cd. Untuk menentukan bioindikator dilakukan analisis kadar Cd dalam insang, Struktur mikroanatomi insang. Bahan Dan Metode Penelitian Bahan yang digunakan adalah air yang diberi pencemar senyawa logam berat Cd (CdCl2H2O, Merck, derajat kemurnian 98%, dengan pelarut HCl) dengan larutan pembanding (STD SOLUTION, NAKARAI CHEMICALS, LTD. Faktor = 1) dan hewan akumulator Anodonta woodiana, Lea. Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat irisan insang Anodonta woodiana Lea., dengan metode parain, meliputi : larutan garam isiologis, larutan Bouin, alkohol absolut, alkohol konsentrasi bertingkat, toluol, xylol, Meyers albumin, aquades, Hematoxylin Eosin.
Sunarto
Lokasi Penelitian Penelitian di lakukan di Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta dan untuk pemotretan preparat struktur mikroanatomi insang dan cangkang dilakukan di laboratorium Pathologi BBVET (Balai Besar Veteriner) Wates, Kulonprogo, Yogyakarta. Cara Pengolahan dan Analisis Data Analisis data penelitian dilakukan 2 tahap : Tahap I : adalah menguji pengaruh pemaparan kadar Cd dalam insang. Dari analisis ini akan dapat digunakan sebagai indikator adanya pencemaran Cd secara berkelanjutan dengan tingkat pencemaran yang berbeda. Tahap II: Struktur mikroanatomi insang dianalisis secara diskriptif, dengan membandingkan antara struktur mikroanatomi insang normal dengan yang terpapar, dengan menentukan 5 tingkat pencemaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Bioindikator dipakai sebagai salah satu alat yang penting dan merupakan metode untuk menilai suatu dampak pencemaran lingkungan. Bioindikator dapat dipakai untuk mengevaluasi resiko kesehatan yang berhubungan dengan bahan pencemar. Bioindikator dapat dipakai untuk memprediksi dosis internal untuk menilai hubungannya dengan resiko kesehatan, mengevaluasi status kesehatan dari individu yang terpapar dan mengidentiikasi tanda efek negative akibat suatu paparan, dalam penelitian ini diantaranya kelainan struktur mikroanatomi insang, perubahan morfologi dan kondisi cangkang Anodonta woodiana yang terpapar oleh logam berat kadmium (Cd). Kadmium (Cd) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam dan merupakan salah satu logam berat yang
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
27
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
bersifat racun dan akumulatif, jika Cd ini mencemari lingkungan termasuk mencemari biota yang hidup di perairan akan menyebabkan metabolisme dan isilogis tubuh terganggu, akibatnya dapat merusak jaringan. Apabila jumlah Cd yang masuk ke dalam tubuh biota telah melampui nilai ambang batas, maka biota tersebut akan mengalami kerusakan sel atau bagian dalam sel, bahkan akan dapat mengalami kematian. Anodonta woodiana,Lea., diharapkan dapat digunakan sebagai bioindikator pencemar logam berat Cd melalui analisis struktur mikroanatomi insang. Kadar Cd pada insang Insang merupakan organ yang sangat penting untuk melakukan respirasi dan sangat sensitif apabila kontak dengan benda asing terutama yang mencemarinya termasuk logam berat Cd. Dari analisis data, kadar Cd dalam insang menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya kadar Cd yang dipaparkan dan waktu yang digukan untuk pemaparan Cd. Hal ini menunjukkan bahwa kerang Anodonta woodiana merupakan biota perairan yang dapat mengakumulasi logam berat Cd. Darmono (1995) menyatakan bahwa hubungan antara jumlah absorbsi logam dan kandungan logam dalam air biasanya secara proporsional, kenaikan kandungan logam dalam jaringan sesuai dengan kenaikan kandungan logam dalam air. Menurut Soegiyanto et al., (2003) menyebutkan bahwa kadar Cd yang terakumulasi dalam organ udang paling banyak terdapat pada insang, kemudian hepatopankreas, karapak dan daging. Kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat merusak jaringan atau beberapa sel bahkan membunuh biota perairan. Biota yang tergolong bangsa Crustacea akan mengalami kematian dalam selang waktu 24 – 504 jam bila dalam badan 28
Sunarto
perairan terlarut logam atau persenyawaan Cd pada rentang konsentrasi 0,005 – 0,15 ppm. Untuk biota yang tergolong insecta akan mengalami kematian dalam selang waktu 24 – 672 jam bila ditemukan dalam badan perairan terlarut logam berat Cd dalam rentang konsentrasi 0,003 – 18 ppm. Sedangkan untuk Oligochaeta akan mengalami kematian dalam selang waktu 24 – 96 jam bila dalam badan perairan terlarut logam berat Cd dalam rentang konsentrasi 0,0028 – 4,6 ppm. Untuk biota perairan tawar yang lebih besar misalnya cyprinus carpio akan mengalami kematian dalam waktu 96 jam, apabila dalam media perairan tercemar logam berat Cd dengan rentang konsentrasi sebesar 1,092 – 1,104 ppm. (Sumber: Murphy P.M., Univ. of Wales Ins. Of Tech. and Sciences, 1974) dalam Palar (1994). Logam kadmium juga akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam biota perairan. Kadmium masuk ke dalam tubuh bersamaan air atau makanan yang dikonsumsi, tetapi air atau makanan tersebut telah terkontaminasi oleh logam berat Cd. Jumlah logam yang terakumulasi dalam insang akan terus mengalami peningkatan, selain dengan bertambahnya kadar pencemar Cd mungkin juga dengan adanya proses biomagniikasi di badan perairan. Bila jumlah Cd yang masuk dalam tubuh tersebut telah melebihi nilai ambang batas, maka akan mengalami kematian dan bahkan kemusnahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kadmium yang terakumulasi pada insang dari pengukuran setelah 2 bulan sampai pengukuran setelah 10 bulan menunjukkan peningkatan, semakin tinggi kadar Cd yang dipaparkan (1 ppm, 5ppm, 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm), semakin tinggi pula kadar Cd pada insang, yaitu dari waktu pemaparan setelah 2 bulan dengan kadar Cd yang dipaparkan 1 ppm sampai dengan waktu pemaparan setelah 10 bulan dengan kadar Cd yang dipaparklan sebesar
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
20 ppm, maka hasil penelitian menunjukkan besarnya kadar Cd dalam insang sebesar 0,0080 – 1,5462 ppm. Sesuai pernyataan tersebut di atas, maka penelitian ini membuktikan bahwa besarnya kadar pencemaran Cd dan lamanya waktu pencemaran Cd berpengaruh terhadap besarnya Cd yang terakumulasi di dalam insang dan berpengaruh terhadap kehidupan biota perairan, semakin tinggi kadar Cd yang dipaparkan dan semakin lama waktu yang dibutuhkan, maka akan semakin tinggi pula kadar Cd yang terakumulasi pada insang Anodonta woodiana, Lea. STRUKTUR MIKROANATOMI INSANG Perubahan struktur mikroanatomi insang dipengaruhi oleh kadar Cd yang terakumulasi dalam insang. Pencemar Cd bersifat racun dapat mengakibatkan kerusakan pada banyak system isiologis tubuh. Sistem tubuh yang dapat dirusak oleh logam berat Cd adalah pada sistem respirasi (pada biota perairan), sistem urinaria / ginjal dan system sirkulasi darah (pada mamalia) (Palar, 1994). Mekanisme kerusakan sel, mula-mula logam berat Cd kontak dengan membrane sel, sehingga menyebabkan terjadinya degenerasi sel. Cd merupakan toksikan, jika masuk ke dalam insang akan dapat mengganggu metabolisme dan isiologi sel, Cd berdifusi melalui pertautan penambat, jenis pertautan antara matrik dengan sel epitel yaitu menuju sel epitel (Palar, 1994). Kerusakan pada lamella insang Anodonta woodiana, Lea., dapat dilihat pada gambar berikut ini : Pada kelompok kontrol (pemaparan logam berat Cd 0 ppm) Gambar 1.a, struktur mikroanatomi insang normal dan dapat terlihat secara mikroskopis adanya lamella yang jelas terdiri dari sel epithel, membran basal, lakuna, sel pilar,
Sunarto
dan sel darah. Sel epitelium bersilia terletak diantara dua lamella (interlamella). Sel permukaan insang merupakan epitel bertingkat kolumner bersilia. Sel epitel ini menghasilkan mukus sehingga permukaan insang selalu basah oleh lender. Epitel jenis ini bersama dengan mukus berfungsi untuk menyapu partikel terlarut. Pada perlakuan dengan kadar pencemar Cd sebesar 1 - 20 ppm dengan rentang waktu setelah dua bulan sampai setelah 4 bulan (pemaparan 1 ppm), kadmium yang terakumulasi dalam insang sebesar 0,0080 – 0,0195 ppm, dapat ditunjukkan pada gambar 1. b. Pada gambar struktur mikroanatomi insang terlihat adanya perubahan pada lamella yaitu sel epitel mengalami edema dan ada yang terlihat pecah, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya pencemar logam berat Cd yang masuk ke lamella. Adanya benda asing yang kontak dengan lamella menyebabkan mukus yang dihasilkan oleh sel epitel dan silia menurun fungsinya, sehingga ada sebagian sel epitel yang pecah dan ada yang mengalami edema.
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
a
1
3
2
4
5
b 1
2
3
4
29
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
Gambar 1. Struktur mikroanatomi insang (perbesaran 400 X), dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,0080 – 0,0195 ppm a. Struktur mikroanatomi insang terpapar Cd: 0 ppm 1. Sel epitel 2. Membran basal 3. Lakuna 4. Sel darah 5. Sel pilar b. Struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang : 0,0080 – 0,0195 ppm 1. Sel epitel mengalami edema 2. Membran basal 3. Lakuna 4. Sel darah Membran basal masih terlihat utuh, karena logam berat Cd belum masuk sampai pada membran basal. Untuk bagian sel yang lain, khususnya bagian dalam dari lamella setelah sel epitel yaitu adanya sel darah, sel pilar dan lakuna belum menunjukkan adanya perubahan. Untuk mengetahui perubahan struktur mikroanatomi insang yang terpapar logam berat Cd sebesar 1 ppm dalam waktu setelah 6 bulan dan pemaparan 5 ppm dalam waktu setelah 4 bulan, menunjukkan hasil pada gambar .2. berikut ini :
a
30
1
2
3
4
Sunarto
b
1
2
3
4
Gambar 2. Struktur mikroanatomi insang (perbesaran 400 X ), dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,036 – 0,094 ppm. a. Struktur mikroanatomi insang terpapar 0 ppm 1. Sel epitel 2. Membrane basal 3. Lakuna 4. Sel darah b. Struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,036 – 0,094 ppm 1. Sel epitel mengalami hiperplasia 2. Membran basal mengalami kerusakan 3. Lakuna tidak disertai sel darah 4. Lakuna di bagian tengah menyempit
Pada gambar 2.a. Struktur mikroanatomi insang sebagi kontrol, bagian sel kelihatan normal belum ada perubahan. Gambar 2.b. menunjukkan adanya perubahan pada lamella yaitu sel epitel mengalami hyperplasia, membran basal mengalami kerusakan, lakuna di ujung terlihat tidak ada sel darahnya dan lakuna di bagian tengah menyempit, ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya hiperplasia pada sel epitel, sehingga menyebabkan proses pernapasan terganggu. Terjadinya hyperplasia diawali kontak zat toksik dengan membrane sel, Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
menyebabkan regenerasi sel. Menurut Price and Wilson (1995), proses degenerasi sel ditandai dengan terjadinya edema dan kematian sel. Sebagai kompensasi dari degenerasi sel, sel melakukan regenerasi dengan proliferasi sel terus menerus sehingga terjadi hyperplasia. Ketika sel epitel sudah tidak mapu lagi memperbaiki selnya yang rusak, maka kerusakan sel yang terjadi semakin parah dan tidak mampu lagi berfungsi seecara isiologis, sehingga terjadi hipoplasia. Untuk mengamati perubahan struktur mikroanatomi insang yang terpapar Cd sebesar 1 ppm, setelah 6 bulan, 8 bulan, 10 bulan dan yang terpapar Cd 10 ppm setelah 4 bulan dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,036 – 0,094 ppm, menyebabkan perubahan struktur mikroanatomi insang ditunjukkan pada gambar 3. sebagi berikut :
a
b
1
2
3
4
Sunarto
Gambar 3. Struktur mikroanatomi insang (perbesaran 400 kali), dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,1870 – 0,4640 ppm. a. Struktur mikroanatomi insang terpapar 0 ppm b. Struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,187 – 0,464 ppm. 1. Sel epithel mengalami hyperplasia 2. Membrane basal mengalami kerusakan 3. Lakuna tidak disertai sel darah 4. lakuna menyempit 5. Sel pilar Pada gambar 3.b. adalah struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,1870 – 0,4640 ppm, kadar Cd dalam insang ini berasal dari perlakuan pemaparan Cd sebesar 10 ppm (waktu setelah 6 bulan) sampai pemaparan 15 ppm (waktu setelah 6 bulan). Besarnya kadar dan waktu tersebut menyebabkan kerusakan lamella pada insang yaitu kerusakan pada lamella, meliputi terjadinya hyperplasia pada sel epitel + sebesar 50% , sehingga menyebabkan menyempitnya lakuna dan mendesak sel darah tinggal beberapa saja ada yang mengalami kematian + sebesar 25 %. Dengan menyempitnya lakuna menyebabkan gangguan pernafasan, sehingga oksigen yang dibutuhkan sangat kurang dan menyebabkan proses metabolisme tubuh terganggu. Pada pengamatan di atas, nampak adanya sel pilar yang terlepas akibat terjadinya hyperplasia pada sel epitel. Untuk mengamati struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang sebesar 0,5170 – 0,8961 ppm, dapat ditunjukkan pada gambar 4. di bawah ini :
5
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
31
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
a
b
1
2
3
4
5
Gambar 4. Struktur mikroanatomi insang (perbesaran 400 X) dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,517 – 0,896 ppm a. Struktur mikroanatomi insang terpapar 0 ppm b. Struktur mikroanatomi insang dengan retang konsentrasi Cd dalam insang 0,5170 – 0,8961 ppm 1. Sel epitel mengalami hyperplasia 2. Membran basal mengalami kerusakan 3. Lakuna tidak disertai sel darah 4. Lakuna menyempit 5. Sel pilar dan sel epithelium terpisah
Sunarto
si Cd dalam insang sebesar 0,517 – 0,896 ppm dapat ditunjukkan terjadinya edema pada lamella dan terlepasnya sel epitel dari jaringan di bawahnya yang menyebabkan sel epitel dengan sel pilar terpisah. Terjadi edema akibat peningkatan jumlah cairan di dalam jaringan, secara histologis edema ditandai dengan pembesaran ruang di antara beberapa unsur jaringan penyambung yang disebabkan oleh bertambahnya cairan atau secara makroskopis edema dapat berupa penambahan volume jaringan (Tabu, 1999). Peningkatan jumlah sel akibat adaptasi isiologis secara permanen, atau paling tidak untuk beberapa waktu tertentu disertai perubahan struktural dan biasanya ditandai proliferasi sel “siklus sel” atau ditandai dengan proses mitosis (Caturi dkk., 2003). Untuk mengetahui struktur mikroanatomi dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang sebesar 1,135 – 1,542 ppm., dapat ditunjukkan pada gambar 5. Pada lamella jelas terlihat bahwa sel epitel terlepas akibat terjadinya penambahan volueme jaringan yang dikarenakan logam berat Cd yang dipaparkan minimal sebesar 15 ppm dengan waktu pemaparan setelah 10 bulan, logam berat Cd yang terkonsentrasi dalam insang sebesar 1,1356 ppm dan maksimal sebesar 20 ppm dengan waktu setelah 10 bulan dan logam berat Cd yang terkonsentrasi dalam insang sebesar 1,5426 ppm. Kadar Cd yang terkonsentrasi dalam insang tersebut merupakan hasil akumulasi pemaparan Cd sejak setelah 2 bulan dan kadar Cd yang dipaparkan mulai sebesar 15 ppm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5, berikut ini :
Pada gambar 4.: adalah struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentra32
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
b
a Gambar 5. Struktur mikroanatomi insang (perbesaran 400 kali) dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang: 1,135 – 1,542 ppm. a. Struktur mikroanatomi insang (kontrol) b. Struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang sebesar 1,135 – 1,542 ppm 1. Terjadi kematian sel epitel 2. Terjadi kematian sel darah 3. Dua lamella menyatu Pada gambar 5. nampak jelas adanya kematian sel dan beberapa lamella mengalami hyperplasia dan menyatu akibat terpapar logam berat Cd yang menyebabkan terjadinya hypertrophy. Kematian sel dimungkinkan cairan sel banyak yang keluar, sehingga sel mengkerut dan akhirnya mati. Kematian sel dapat berupa nekrosis atau apoptosis, hal ini dapat diakibatkan bagian fungsi mitokondria terganggu oleh adanya pencemar logam berat Cd. Kerusakan mitokondria yang dapat terjadi oleh berbagai sebab, akan menyebabkan kegagalan sintesis ATP, kerusakan membran mitokondria, yang diikuti nekrosis dan kematian sel (Reuben, 2003). Di samping itu, mitokondria sendiri juga memiliki peran penting dalam suatu sistem untuk mengatur kematian sel sering dina-
Sunarto
1
2
3
makan apoptosis, yaitu program sel untuk menghilangkan beberapa sel yang tak berguna, sel tua atau sel rusak (Grodzicky dan Elkon, 2002). Mitokondria merupakan organel sel eukariot yang sangat penting bagi kehidupan sel karena merupakan tempat sintesis ATP. Kelainan yang terjadi, baik pada tingkat mtDNA maupun pada protein penyusun sistem rantai respirasi, akan menyebabkan gangguan produksi ATP yang menyebabkan gangguan fungsi sel hingga kematian (Schafer dan Sorrell, 1997). Apoptosis merupakan proses isiologis yang terjadi pada sel yang rusak, sel tua atau tidak diperlukan lagi. Nekrosis merupakan kematian sel yang terjadi secara potologis, dengan penyebab utama gangguan produksi ATP. Pada penyakit dengan kelainan mitokondria, baik apoptosis maupun nekrosis, kedua proses ini saling berkaitan, seperti pada kelainan akibat bahan toksik (Kaplowitz, 2002). Lebih lanjut Kaplowitz (2002) membedakan antara apoptosis dan nekrosis, seperti terlihat pada tabel 2. berikut ini :
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
33
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
Sunarto
Tabel 2. Perubahan sel akibat apoptosis dan nekrosis.
Dengan menggunakan taraf signiikansi ( ) sebesar 0,01, sehingga nilai Sig < 0,01. Oleh karena itu, hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signiikan antara kadar Cd dalam insang dan struktur mikroanatomi insang. Besarnya hubungan tersebut adalah 0,934 yang menunjukkan hubungan positip yang kuat. Artinya semakin tinggi kadar Cd dalam insang, maka semakin tinggi tingkat kerusakan struktur mikroanatomi insang. Pada Tabel 2. dapat dilihat adanya akumulasi kadar Cd dalam insang dan tingkat kerusakan struktur mikroanatomi insang. Kadar Cd dalam insang sebesar 0,0080 ppm sampai dengan 0,1838 ppm pada pemaparan Cd setelah 2 bulan dan pemaparan Cd setelah 4 bulan tidak nampak adanya kerusakan struktur mikroanatomi insang. Pemaparan Cd setelah 8 bulan terlihat hasil akumulasi kadar Cd dalam insang sebesar 0,2680 ppm sampai dengan 1,3380 ppm menyebabkan kerusakan struktur mikroanatomi insang, yaitu lamella mengalami edema, sel pilar terpisah dengan sel epitelium, dan membran basal mengalami kerusakan. Membran basal memisahkan epitel dari jaringan penyokong di bawahnya dan tidak pernah ditembus pembuluh darah. Membran basal memberi kekuatan struktural selain mengikat epitel pada jaringan di bawahnya. Unsur utama membrane 34
basal adalah glikosaminoglikans heparin sulfat, protein ibrosa kolagen tipe IV, dan glikoprotein structural ibronektin, laminin dan entaktin (Burkeitt et.al, 1995 dalam Caturi dkk., 2005). Pengamatan struktur mikroanatomi insang Anodonta woodiana, pengamatan setelah 2 bulan, belum nampak adanya kerusakan dan pemaparan 1 ppm pada semua pengamatan juga belum nampak adanya kerusakan dan ini terlihat bahwa Cd yang terakumulasi ke dalam insang antara 0,008 ppm sampai 0,1838 ppm). Pengamatan setelah 4 bulan, kadar Cd yang terakumulasi dalam insang 0,2680 ppm mulai terlihat adanya kerusakan yaitu : lamella branchialis mengalami edema, sel pilar terpisah dengan sel epitelium dan sel basophil mengalami kerusakan. Terjadinya edema, karena peningkatan jumlah cairan di dalam jaringan. Menurut Junquerira dkk. (1995) dalam Purnamasari (2005), mengatakan bahwa secara histologis, edema ditandai dengan pembesaran ruang di antara beberapa unsur jaringan penyambung yang disebabkan oleh bertambahnya cairan, sedangkan secara makroskopik edema dapat berupa penambahan volume jaringan. Pengamatan setelah 6 bulan, kadar Cd yang terakumulasi dalam insang 0,4640 ppm, terlihat kerusakan struktur mikroanatomi insang yaitu : basis lamella men-
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
galami hyperplasia. Kerusakan ini dikarenakan air bersama logam berat Cd masuk ke dalam jaringan insang menyebabkan edema dan jumlah sel meningkat. Menurut Spector and Spector (1984), hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel akibat adaptasi isiologis secara permanen, atau paling tidak untuk beberapa waktu tertentu, disertai perubahan struktural. Hiperplasia ditandai dengan adanya proliferasi sel yang disebut dengan siklus sel, ditandai dengan proses mitosis. Kebalikan dari hiperplasia adalah hipoplasia yaitu menurunnya ukuran sel, pengerutan jaringan terutama usia lanjut, pengurangan suplai darah (iskemia). Pengamatan setelah 8 bulan, pemaparan Cd yang terakumulasi ke dalam insang sebesar 0,6704 ppm terlihat adanya kerusakan yaitu lamella sekunder bersatu, karena air bersama Cd masuk ke dalam insang terus menerus dengan peningkatan kadar Cd, maka menyebabkan beberapa sel membesar dan menyebabkan beberpa lamella sekunder bersatu. Pengamatan setelah 10 bulan, pemaparan Cd yang terakumulasi ke dalam insang sebesar 0,8204 ppm menyebabkan kerusakan yaitu seluruh lamella sekunder bersatu, terjadi kematian sel (nekrosis). Kerusakan ilament dan nekrosis yaitu kematian sel yang terjadi secara cepat yang disebabkan oleh adanya pencemar logam berat Cd semakin meningkat. Berdasarkan pengamatan terlihat adanya perubahan warna jaringan menjadi lebih pucat, perubahan konsistensi jaringan menjadi lebih lunak. Tabbu (1999), menjelaskan tentang gambaran terjadinya nekrosis, ditandai terjadinya perubahan nukleus, meliputi piknosis yaitu kondensasi kromatin, sehingga nukleus menjadi suatu massa yang tercat lebih gelap, homogen, dan mengecil. Selain itu nampak juga adanya karyoreksis (nukleus menjadi beberapa bagian kecil), kariolisis (disolusi kromatin, nukleus sa-
Sunarto
mar, bulat, berongga) atau nukleus hilang sama sekali. Pada sitoplasma terlihat lisis menyebabkan vokuola pucat dan terjadi perubahan sel kehilangan bentuk normal, terjadi penurunan ainitas terhadap zat warna. Menurut Palar (1994), fase yang terjadi pada saat zat toksik masuk ke dalam tubuh hewan uji adalah fase kinetik dan fase dinamik. Efek toksik dari Cd telah menyebabkan kerusakan struktur mikroanatomi insang, sehingga dapat dikatakan bahwa setelah fase kinetik terjadi fase dinamik. Pada fase dinamik tersebut, Cd tidak dapat dinetralisir oleh tubuh kerang. Diduga Cd bereaksi di dalam jaringan menuju matriks ekstraseluler kemudian berdifusi melalui pertautan penambat, jenis pertautan antara matriks dengan sel epitel yaitu menuju sel epitel. Mekanisme kerusakan sel mulamula terjadi kontak dengan membrane sel, sehingga terjadi degenerasi sel. Menurut Price and Wilson (1995) proses degenerasi sel ditandai dengan terjadinya edema dan nekrosis. Sebagai kompensasi dari degenerasi sel, sel melakukan regenerasi dengan proliferasi sel terus menerus sehingga terjadi hiperplasia. Ketika sel epitel sudah tidak mampu memperbaiki selnya yang rusak, maka kerusakan sel yang terjadi semakin parah dan tidak mampu lagi berfungsi secara isiologis, sehingga terjadi hipoplasia. Selanjutnya Price and Wilson (1995) menjelaskan bahwa mekanisme edema terjadi karena sel sudah tidak mampu lagi memompa ion natrium yang cukup karena adanya gangguan metabolisme sel, kemudian terjadi proses osmosis karena kenaikan konsentrasi natrium di dalam sel sehingga air masuk ke dalam sel. Rusaknya struktur mikroanatomi insang dapat disebabkan oleh adanya kematian sel akibat terpapar oleh logam berat Cd. Pemaparan dengan logam Cd dapat menyebabkan apoptosis, merupakan bentuk kematian sel yang mendasar, dan
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
35
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
apoptosis memegang peranan penting dalam perkembangan dan homoeostasis organisme multi sel. Pengamatan morfologi sel menggambarkan bahwa beberapa sel yang diberi perlakuan dengan Cd jelas mengalami agregasi cytoplasma, pemadatan dan fragmentasi nukleus yang merupakan tanda-tanda umum terjadinya apoptosis. Pengaruh subletal logam berat pada organisme air dapat menyebabkan perubahan di dalam morfologi / histologi, perubahan isiologi yang meliputi pernapasan, pertumbuhan, perkembangan, terjadi perubahan prilaku dan terganggunya perkembangbiakan (Connell dan Miller, 1995). Menurut Beach & Pascoe (1998) menyebutkan bahwa logam berat Cu, Cd, dan Zn merupakan senyawa pencemar umum yang sering terdapat di badan air. Pencemar logam berat Cd dapat merusak jaringan tubuh organisme akuatik. Sedangkan menurut Föstner & Wittman (1983) logam-logam Cu, Cd, dan Zn termasuk pada klasiikasi logam-logam yang sangat toksik dan larut dalam air. Pada penelitian yang dilakukan Caturi, dkk. (2005) menyebutkan bahwa nilai LC50- 96 jam adalah 25 mg/L (ppm). Pada keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd umumnya berupa kerusakan pada banyak sistem isiologis tubuh diantaranya sistem respirasi, sistem urinaria, sistem sirkulasi. Cd dapat menyebabkan suatu organel sel kehilangan membran mitokondria yang potelsial dan menghambat masuknya Ca2+ secara kompetitif, sehingga menyebabkan kematian sel (Swandullar, 1989; Li, 2003). Pengamatan morfologi sel menggambarkan bahwa sel yang diberi perlakuan dengan Cd mengalami agregasi cytoplasma, pemadatan dan fragmentasi nukleus, hal ini merupakan tanda umum terjadi apoptosis (Li, 2003). Beberapa laporan menunjukkan bahwa logam berat Cd bisa memicu apop36
Sunarto
tosis pada banyak jaringan dan sel baik in vivo maupun in vitro, seperti sel-sel pernapasan, testis, ginjal, hati, dan sistem kekebalan (Reuben, 2003). KESIMPULAN Perubahan struktur mikroanatomi insang Anodonta woodiana, Lea., yang terpapar logam berat Cd dapat digunakan sebagai bioindikator tingkat pencemaran perairan: a. Tingkat 1. : Struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang : 0,0080 – 0,0195 ppm; sel epitel mengalami edema b. Tingkat 2. : Struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,036 – 0,094 ppm; sel epitel mengalami hyperplasia; membran basal mengalami kerusakan; lakuna tidak disertai sel darah di bagian tengah menyempit c. Tingkat 3. : Struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang 0,187 – 0,464 ppm.; sel epithel mengalami hyperplasia; membrane basal mengalami kerusakan; lakuna tidak disertai sel darah; lakuna menyempit. d. Tingkat 4. : Struktur mikroanatomi insang dengan retang konsentrasi Cd dalam insang 0,5170 – 0,8961 ppm; sel epitel mengalami hyperplasia; membran basal mengalami kerusakan; lakuna tidak disertai sel darah; lakuna menyempit; sel pilar dan sel epithelium terpisah e. Tingkat 5. : Struktur mikroanatomi insang dengan rentang konsentrasi Cd dalam insang sebesar 1,135 – 1,542 ppm; terjadi kematian sel epitel; terjadi kematian sel darah; dua lamella menyatu. SARAN Perlu diadakan penelitian dengan menggunakan biota lain yang termasuk bivalvia yang terpapar logam berat Cd, guna pengembangan ilmu pengetahuan tentang bioindikator; Perlu dilakukan penelitian tentang penurunan kandungan kadar Ca (Ca CO3) pada cangkang Anodonta woo-
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
diana yang terpapar logam berat Cd ; Perlu dilakukan penelitian tentang prilaku Anadonta woodiana yang terpapar logam berat Cd atau logam berat yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. dan Santika, S.S. 1982. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Alberts B, Bray D, Lewis J, Raff M, Roberts K and Watson J . 1994. Molecular Biology of the Cell. 3th. Garland Publisshing Inc New York. Allee, W.C.A., Emerson, E., Park, T., and Schmid, K.P., 1995 Principle of Animal Ecology W. B. Sounders Company. Philadelphia and London Alzieu, C., Heral, M., Thibaud, Y., Dardignae, M.J. & Feuillet, M. (1982). Inluence des peintures antisalissures a base d’organostaniques sur la calciication de la coquille de l’huitre Crassostrea gigas. Rev. Trav. Inst. Pech. marit. 45, 101-116. Anonim. 2002 b. Ground Water Quality Contaminant Sources. _ Hyperlink http://www.epa.gov/seahome/ groundwater/src/title.htm. Anonim. 1997. Undang-undang RI. No.23 Tentang pengolahan Lingkungan. Badan Pengelola Dampak Lingkungan. Jakarta. Aryani Y., Sunarto, Tetri W. 2004. Toksisitas Akut Limbah Cair Pabrik Batik CV.Giyant Santoso Banaran Surakarta dan Efek Sublethalnya Terhadap Struktur Mikroanatomi Branchia dan Hepar Ikan Nila (Oreochromis niloticus, T). BioSMART. J. Biol. Science Vol. 6 No.2. hal 23 – 27. Babich, H. and G. Stotzky. 1978. Effect of Cadmium on the Biota : Inluence of Environmental Factors. Edv. Appl. Microbiol.
Sunarto
Bambang, Y., Charmantier, G., Thuet, O., and Trilles, J.P. 1995. Effect of Cadmium on survival and osmoregulation of various developmental stage of the shrimp, Penaeus javonicus (Crustacea :Decapoda). Mar. Biol.123 : 443-450 Beach J. M dan Pascoe D., 1998, The Role of Hydra vulgaris (Pallas) in Assessing The Toxicity of Fresh Water Pollutants, Elsevier Science, Water Research : 32, 101- 106. Blaschke, A.J., Staley,K., and Chun, J. 1996. Widespread programmed Cell Death in Proliferative and postmitotic regions of the fetal cerebral cortex. Development. 122: 11651174. Bryan, G.W. 1976. Heavy Metal Contamination in the Sea. Dalam R. Johnston (ed).), Marine Pollution. Academic Press. London. Hal 185 -302. Brotowidjojo, M.D. 1994. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta. Bower, S.M. dan Blackbourn, J1. 2002. “ Geoduck clam (Panopea abrupta) : Anatomy, Histology, Development, Pathology, Parasites and Symbionts: Normal Histology, Gills (Ctenidium)”. http://www-sci.pac.dfo-mpo. gc.ca/geoduck/images/gill2a-e.htm (15 Desember 2004). Caturi, A.W., Sunarto, Noor, S. H., 2005. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) serta Struktur Mikroanatomi Ctenidia dan Digestive Gland (hepar) Anodonta woodiana Lea., di Sungai Serang Hilir Waduk Kedung Ombo, BioSMART.J. Biol Science Vol. 7 No. 3. hal. 23 - 27. Chapman D., 1996, Selection Variables for Water Quality Monitoring, Water Quality Assessment, E & FN Spon, Second Edition, U.K. Clarke, L., 1954 Element of Eology. John Wiley and Sons Inc. New York. Connel, D.W., and G.J., Miller. 1983.
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
37
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI- Press. Jakarta. hal 444. Connell, D.W., 1995. Bioakumulasi Senyawa Xenobiotik (diterjemahkan oleh YantibR.H., Koestoer). Jakarta: UI Press. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Dwidjoseputro, D. 1987. Biologi 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta. Dix, H. M. 1981. Environmental Pollution. Jahn Willey & Sons. New York. Ellenberg, H.1991. Biological Monitoring, Signals From The Environment, Deutsches Zentrum fur Entwicklungstechnologien- GATE. Eschborn. Fasset and Don Irish. 1962. Industrial Hygiene and Toxicology Ed.2nd Vol II. Interscience Publishers. Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Gramedia. Jakarta. Foran A. J., 1993, Regulating Toxic Substances in Surface Water, Lewis, United States of America. Föstner and Wittmann. 1983. Metal pollution in The Aquatic Environment. Spinger-Verlag. Berlin. Heidelberg, New York. Tokyo. 486 p. Fox. 1994. Invertebrate Anatomy. Dept. Of Biology. Greenwood: Lander University. Gerking, S. D. 1969. Biological System. Saunders International Student Edition. Philadelphia: Saunder Co. Goldman, C.R. and A.J. Horne. 1983 Limnology. Mc Graw-Hill, Inc. Grodezicky T and Elkon KB (2002) Apoptosis: A case where too much or too little can lead to autoimmunity. Mt Sinai J Med 208-219. Gunawan P.Y., 1998. Toksisitas Beberapa Logam Berat Terhadap Ikan Gapi (Poecilia reticulatus) Limnotek, 1998, Vol.V.No.1.p.61-66 Puslit38
Sunarto
bang Limnologi LIPI. Bogor. Halestrap AP. 2000. The Mitochondrial Permeability Transition : Pore way for the Heart to die. J. Chin Basic Cordiol 5 : 29-41 Hellawell, J.M. 1986. Biological Indicators of Fresh Water Pollution and Environmental Management. Elsevier Applied Science Publishing, London. Inswiarsi, Tugaswati A.T., dan Lubis A., 1997. Kadar Logam Cu, Pb, Cd, dan Cr Dalam Ikan Segar dan Kerang dari Teluk Jakarta Tahun 1995/1996. Bul. Penelit. Kesehat. 25 (1). Kaligis, J.R.E. Samidjo, B.K. Mieke, M. 1993. Pendidikan Lingkungan Hidup.Depdikbud. Jakarta. Kimball, J.W. 1992. Biology. Penerbit Erlangga. Jakarta. Kovacs, M. 1992. Biological Indicator of Environmental Pollution in Kovacs, M. (ed) Biological Indicator in Environment Protection. Elles Honwood, New York. Leppakoski, E. 1977. Monitoring The Benthic Environment of Organically Polluted River Mouth in J.S., Alabaster (ed) Biological Monitoring of Inland Fisheries. Applied Science Publishing, London. Li M, Kondo T., Zhao Q.L., 2000. Apoptosis Induced by Cadmium in Human Lymphoma U937 Cell through Ca2+- calpain and Caspase Mitochondria dependent Pathwaays. J. Biol Chem. Vol. 4. page 27 – 31. Marshall, A. dan W.D. Williams. 1972. Text Book of Zoology Invertebrates 7th ed. London: The Mac Millan Press Ltd. Mason. C.F. 1991. Biology of Freshwater Pollution 2nd ed. Singapore: Longman Singapore Publ. Mentri Negara KLH. 1988. Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor.Kep.02/
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
MEN-KLH/II/1988, Tentang Pedoman Penetapan Buku Mutu Lingkungan. Jakarta. Mukono, H. J., 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya. Nelson, D.L. and Cox, M.M. 2000. Lehninger Principles of Biochemistry. Third Edition, Worth Publisher New York. Nofdianto. 1998. Litbang Pemanfaatan Pelestarian dan Restorasi Perairan Darat. Puslitbang Limnologi LIPI. Cibinong. Noga,E.J. 1996. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. St. Louis: Mosby. Odum, E .P. 1971. Fundamentals of Ecology, W.B. Saunders Co. Philadelphia. Odum, E. P. 1983. Basic Ecology. WB. Saunders Book Co. Philadelphia, London. Oemaryati, B. S. dan W. Wardhana, 1990. Taksonomi Avertebrata Jakarta : UI Press. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang “Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air” dalam InfoLab: Juli- Agustus/V/2004/: 1415. Price, S. A. dan L. M. Wilson. 1984. Patoisiologi: Edisi ke dua (diterjemahkan Adjie Dharma). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Price, S. A. dan L. M. Wilson. 1995. Patoisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyekit Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Penerbit EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Phillips, D.J.H. 1980. Quantitative Aquatic Biological Indicators. Applied Science Publishers, London. Radiopoetro, S.D. Tandjung, Suharno,
Sunarto
H.S.D. Tandjung, S. Handari, Ny. Puniawati dan U. Mulyo. 1988. Zoologi Penerbit Erlangga. Surabaya. Rainbow, P.S. 1985. Acumulation of Zn, Cu and Cd by crabs and barnacles. Est. Coast. Shelf. Sci. 21 : 669-689 Reuben A. (2003). Absolute mitochondrion. Hepatology 37:1228-1231. Ryadi, S.1994. Pencemaran Air, Dasardasar serta Pokok-pokok Penanggulangannya. Karya Anda. Surabaya. Sadava D. E., 1993. Cell Biology Organelle Structure and Function. Jones and Bartlett Publishers. Boston London. Sangkot M., 2003. Mitochondrial Medicine : Perspektif Ke Depan. Eijkman Lecture Series 1, Mitochondrial Medicine. Eijkman Institut for Molecular Biology, Jakarta. Schafer D.F., and Sorrell M.F., 1997. Power failure, liver failure. N Eng J Med 336: 1173 -1174. Slamet, J. S. 1996. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Soegianto, A., Charmantier-Daures, M., Trilles,J.P. and Charmatier,G. 1999. Inpact of Cadmium on the structure of gills and epipodites of the shrimp, Penaeus javonicus (Cructacea : Decapoda). Aquat.Liv. Resource. 12 : 57-70. Soemarwoto, O.1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta. Soemarto, C. D. 1995. Hidrology Tehnik. Erlangga.Jakarta. Soemirat, J. (1994). Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soetjipto. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjendikti, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
39
Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant Bioindicator
Pendidikan Tinggi. Jakarta. Spector, W. G. & T. D. Spector. 1984. Pengantar Patologi Umum. Edisi ke tiga. (diterjemahkan oleh: Soetjipto N.S. Harsoyo, Amelia H., dan Pudji A.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Suhendrayatna . 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Microorganisme Suatu Kajian Kepustakaan. Departement of Applied Chemestry and Chemical Enginering Faculty Of Engineering. Kagoshima University 1-21-40 Korimoto, Kagoshima 890 -0065, Japan Tabbu, C.R., 1999. Patologi Umum Bag. I. Yogyakarta: Bagian Patologi FKH. UGM. Takashima, F. and T. Hibiya. 1995. An Atlas of Fish Histology Normal and Pathological Features. Second Edition. Kodansha Ltd. Tokyo. Tandjung, S.D. 1982. The Acute Toxicity and Hispathology of Brook Trout (Salvelinus fontinales, Mitchell) Exposed to Alumunium in Acid Water. Disertasi PhD., Louis Calder Conservation and Ecology Study Center of Fordham University. New York.
40
Sunarto
Todd, D.K. 1980. Ground Water Hidrology. John Wiley & Sons. New York. Ville, C.A., W.F., Walker dan R.D., Barnes. 1999. Zoologi Umum (Diterjemahkan oleh Sugiri Nawangsari). Edisi Ke-enam. Erlangga . Jakarta. Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Rhineka Cipta. Jakarta. Wardoyo. T.H., 1983. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Perikanan. PUSDI-PSL. IPB. Bogor. 36 hal. W.H.O. Inter-Health. 1990. : A Program Against The Diseases of Life Styles. World Health Forum, Vol 11. World Bank. 1985. Information and Training For Low-cost Water Supply and Sanitation, modul no.3. 2a The Team Effort. Washington D.C.
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012