“KESUPRESIFAN TANAH” TERHADAP BUSUK PANGKAL (Fusarium oxysporum f. sp. cepae) BAWANG PUTIH DI TAWANGMANGU, KARANGANYAR “Soil Suppresiveness” to Basal Plate Rot (Fusarium oxysporum f. sp. cepae) of Garlic in Tawangmangu, Karanganyar Hadiwiyono*, R.D. Wuspada, S. Widono, S.H. Poromarto, dan Z.D. Fatawi Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 ABSTRACT Since planting season in 2000, basal plate rot (Fusarium oxysporum f. sp. cepae) has been an important disease on garlic in Tawangmangu, Karanganyar, Central Java. More than 92 % of the garlic lands have been contaminated by the pathogen. However, there are some lands showing very mild disease incidence. The contaminated soil, in which the disease does not develop, is called suppressive soil. The phenomenon is interesting to investigate for understanding the occurrence of endemic of basal plate rot on the garlic in Tawangmangu and for developing control of the disease. The analysis results indicated that the suppressiveness of the soil was related to physical, chemical, and biological properties of the soil. Keywords: suppressive soil, Fusarium oxysporum f. sp. cepae, garlic *
korespondensi:
[email protected]
PENDAHULUAN Busuk pangkal bawang (BPB) telah menjadi penyakit yang merugikan dan mengancam pertanaman bawang putih di Tawangmangu Karanganyar, Jawa Tengah sehingga menjadi kendala baru sejak musim tanam 2000. Pada tahun 2003, seluas 92,5% lahan telah terserang patogen ini dengan insiden penyakit rata‐rata 18,43% (Hadiwiyono, 2004). Berdasarkan hasil identifikasi penyakit busuk pangkal bawang di Tawangmangu disebabkan oleh Fusarium oxysporum Schlecht. f. sp. cepae (Hanz.) Snyd. et. Hans (Hadiwiyono, 2004). Menurut Havey (1995) inang utama F. oxysporum f. sp. cepae adalah bawang bombay namun bisa sangat merugikan juga pada bawang putih, bawang merah, dan bawang daun. Patogen ini menyebabkan penyakit moler dan telah endemik di beberapa sentra bawang merah seperti di Bantul, Brebes, dan Nganjuk (Wiyatiningsih, 2007). Meskipun sebagian besar lahan di Tawangmangu telah menunjukkan terkontaminasi oleh F. oxysporum f. sp.
cepae, masih ada sebagian lahan (sekitar 7,5%) menunjukkan supresif terhadap BPB. Tanah supresif adalah tanah yang telah terkontaminasi pathogen tetapi penyakit tidak berkembang (Alabouvette, 1993; Hornby, 1983; Weller et al., 2002). Fenomena ini menarik untuk dipelajari. Pemahaman fenomena ini akan sangat bermanfaat pada pengembangan pengendalian penyakit di lapangan. Tulisan ini melaporkan hasil analisis kesupresifan tanah dari lahan pertanaman bawang putih di Tawangmangu terhadap BPB. BAHAN DAN METODE Bahan penelitian ini adalah tanah supresif yaitu tanah yang diambil dari lahan yang kejadian penyakitnya kurang dari 5 persen dan tanah kondusif yang insidensi penyakitnya lebih dari 60 persen. Masing‐ masing kriteria tersebut diambil dari 5 lahan dan kemudian dikompositkan. Kedua macam tanah kemudian dibuat campuran dengan komposisi tanah supresif dan kondusif 0, 50, dan 100 persen. Sebanyak 1 kg tanah
Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(1)2009
1
Tabel 1. Pengaruh komposisi tanah supresif dan kondusip terhadap keparahan “Kesupresifan Tanah” terhadap Busuk Pangkal.…Hadiwiyono et al. penyakit busuk pangkal bawang tersebut dimasukan dalam polibag dan Komposisi tanah Keparahan ditanam satu benih bawang putih cv. Lunbu 1) Supresif (%) Kondusip (%) Penyakit (%) Putih per polibag. Setiap unit perlakuan 0 100 50,00 a 50 50 29,17 b terdiri dari 6 tanaman atau polibag dan 100 0 2,83 c diulang 6 kali. Adapun peubah yang diamati 1) rata‐rata yang diikuti dengan huruf yang adalah keparahan penyakit pada 110 hari berbeda menunjukkan berbeda nyata setelah tanam, populasi jamur dan bakteri, berdasarkan t‐test pada taraf 5% serta sifat fisika dan kimia tanah. Tabel 2. Sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (nxv) ∑ supresif dan kondusip KP = x100% NxV
KP=keparahan penyakit, n= jumlah tanaman dengan kategori skor gejala penyakit tertentu, v= kategori skor gejala penyakit tertentu. N=jumlah tanaman sample, dan V=kategori tertinggi. Adapun kategori penyakit masing‐masing kategori adalah sebagai berikut: 0=umbi sehat tidak menunjukkan gejala busuk, 1=umbi busuk 0‐ 1=20%; 2=umbi busuk 21‐40%; 3=umbi busuk 41‐60%; 4=umbi busuk 61‐80%; dan 5=umbi busuk 81‐100%. Populasi jamur dan bakteri umum diamati melalui teknik pengenceran berseri dengan menggunakan medium agar dektrosa kentang (ADK) yang ditambah chloramphenicol 100 μg/L dan Nutrien Agar (NA) yang ditambah Amphycillin 0,05 g/L. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi tanah supresif berpengaruh nyata terhadap intensitas penyakit BPB (Tabel 1). Tanah kondusif yang dicampur dengan tanah supresif dengan komposisi sama menghasilkan intensitas penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dicampur. Hasil ini mengindikasikan bahwa sifat supresif tanah dapat ditularkan pada tanah kondusif (Tabel 1). Hasil analisis sifat‐sifat tanah seperti disajikan pada Tabel 2, menunjukkan bahwa secara umum tanah supresif memiliki sifat‐ sifat yang berbeda dengan tanah kondusif. Hal ini meliputi hampir semua sifat tanah yang dianalisis, meliputi fisika, kimia, maupun 2
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Sifat Tanah Supresif Kondusip Kandungan Lempung (%) 13,70 15,13 Kandungan Debu (%) 31,52 44,29 Kandungan Pasir (%) 54,78 41,58 6,18 5,56 pH H2O Kapasistas pertukaran 43,11 30,93 kation (me/100g) Bahan organik (%) 8,87 6,71 N total (%) 0,52 0,89 P tersedia (ppm) 9,79 7,56 K tertukar (me/100g) 0,59 0,30 Ca tertukar (me/100g) 2,94 2,67 Mg tertukar (me/100g) 1,81 1,52 Populasi bakteri 22,32 10,38 (cfu/g)x106 Populasi jamur 18,64 8,27 (cfu/g)x105
biologi tanah. Sistem keharaan tanah supresif lebih baik dibandingkan tanah kondusif. Apabila diperhatikan, tanah supresif memiliki pH, bahan organik, kapasitas pertukaran kation (KPK), kandungan unsur hara P dan K yang lebih tinggi dibandingkan tanah kondusif. Pembahasan Tampaknya kesupresifan tanah berkaitan dengan komplek sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Pada tanah supresif memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Seperti diketahui bahwa bahan organik dalam tanah merupakan sumber energi bagi komplek mikroorganisme saprofitik untuk dapat melakukan aktifitas hayatinya. Kandungan bahan organik dalam tanah akan sangat menentukan keragaman dan struktur komunitas mikroorganisme dalam tanah. Oleh karena itu, pemberian pembenah tanah akan dapat memberikan sumber bahan
Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(1)2009
“Kesupresifan Tanah” terhadap Busuk Pangkal.…Hadiwiyono et al.
organik yang cukup untuk sumber energi bagi komplek mikroorganisme secara cukup sehingga aktivitas hayatinya meningkat. Kaitannya dengan pengimbasan kesupresifan tanah maka meningkatnya aktifitas hayati mikrorganisme tanah akan linier dengan meningkatnya aktifitas pengendalian hayati. Oleh karena itu struktur komunitas mikroba tanah merupakan indikator kesehatan tanah yang sangat baik (Mazzola, 2004; Winding, 2008). Penggunaan pembenah tanah dalam pengendalian penyakit telah lama dipraktikkan sejak sebelum fenomena tanah supresif dan pengendalian hayati penyakit banyak mendapat perhatian, sebelum tahun 1960‐an (Cook dan Baker, 1983; Hornby, 1983; Yuen et al. 2004). Contoh yang sekarang telah banyak diteliti dan dipraktikkan adalah pemberian pembenah tanah kompos (Sallivan, 2004) untuk pengendalian penyakit layu Fusarium (Alabouvete, 1993; 1994; Hoitink dan Changa, 2004), rebah semai Pythium (McKellar et al., 2003), Rhizoctonia solani (Tuitert et al., 1998), Phytophthora (Hoitink dan Boehm, 1999). Tektur tanah supresif berbeda dengan tanah kondusif. Telah banyak dilaporkan bahwa kesupresifan tanah berhubungan dengan kondisi fisik tanah, seperti tekstur dan struktur tanah, temperatur, serta kelembaban. Meskipun faktor ini bukan karena hanya pengaruhnya secara langsung terhadap patogen, seperti eliminasi patogen, tetapi lebih dari itu. Perubahan kondisi fisik tanah yang lebih penting juga akan berpengaruh secara tidak langsung melalui pembentukan kondisi yang sesuai untuk perkembangan, antagonisme dan atau pengimbasan resistensi tanaman oleh mikroorganisme (Neate, 2004; Cook dan Baker, 1983; Hornby, 1983; Smith dan Goodman, 1999).
Cukup rasional bahwa pH tanah yang lebih tinggi diduga ikut berperan pada kesupresifan tanah di Tawangmangu. Banyak laporan penelitian yang menunjukkan bahwa kesupresifan tanah berkaitan erat dengan kondisi kimia tanah. Dilaporkan bahwa ketersediaan kation besi dalam tanah menjadi terbatas pada pH yang tinggi. Supresivitas tanah oleh aktivitas Pseudomonas kelompok fluoresen bekerja melalui kompetisi kation besi dengan patogen, karena kemampuan bakteri tersebut menghasilkan siderofor, sehingga kompetisi akan lebih meningkat ketika pH tanah ditingkatkan, misalnya dengan pengapuran tanah (Weller, 1988; Capper dan Higgins, 1993; Poulitz, 1990; Loper, 1990). Namun demikian, ternyata pengapuran untuk meningkatkan supresivitas kurang berhasil. Hal ini karena, bahwa pada umumnya supresif tanah merupakan hasil interaksi yang kompleks dari berbagai faktor lingkungan hayati maupun nonhayati, kompleks mikroorganisme, tanaman inang, dan patogen (Alabouvette, 1993). Elmer (2004) melaporkan bahwa tanah supresif terhadap busuk leher batang dan akar Fusarium pada asparagus dapat diperoleh dengan pemberian pembenah tanah NaCl ke dalam tanah. NaCl tidak berpengaruh langsung pada patogen, tetapi NaCl meningkatkan pH tanah, eksudasi akar asparagus dan kolonisasi akar oleh Pseudomonas. Diduga bakteri ini mengimbas ketahanan tanaman terhadap serangan Fusarium, namun hasil penelitian ini masih perlu dikaji lebih lanjut. Unsur makro N yang lebih rendah dan P, K, Ca, dan Mg yang lebih tinggi mungkin juga terlibat pada kesupresifan tanah di Tawangmangu. Kelima unsur tersebut merupakan unsur esensial untuk pertumbuhan tanaman sehat (Bennett, 1993). Nitrogen yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan jaringan
Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(1)2009
3
“Kesupresifan Tanah” terhadap Busuk Pangkal.…Hadiwiyono et al.
tanaman sukulen yang cenderung lebih rentan terhadap serangan patogen (Agrios, 2005). P adalah penyusun senyawa penting tanaman seperti enzim dan protein serta penyusun struktur fosfoprotein, fosfolipid, dan asam inti sehingga sangat penting bagi kenormalan proses metabolisme tanaman termasuk sistem pertahanan tanaman (Bennett, 1993). Beringer dan Northdurft (985) menjelaskan bahwa kecukupan K dinding sel tanaman akan lebih tebal dan memberikan stabilitas jaringan sehingga tanaman menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit. Ca dalam tanaman adalah sebagai calsium oxalate dan calsium pectate yang merupakan komponen struktural dinding sel tanaman yang penting pada system pertahanan tanaman. Mg adalah suatu unsur penting dari molekul klorofil. Mg merupakan kofaktor untuk sejumlah enzim termasuk transfosforilase, dehidrogenase, dan karboksilase (Bennett, 1993). KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanah supresif terhadap F. oxysporum f. sp. cepae dari Tawangmangu memiliki karakter fisika, kimia, maupun biologi tanah yang berbeda dengan tanah kondusif dari daerah yang sama. Tanah supresif memiliki kandungan bahan organik serta sistem keharan yang lebih baik dibandingkan tanah kondusif. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai dari sumber dana Program Penelitian Hibah Fundamental DP3M Ditjen Dikti, tahun anggaran 2005 melalui Kontrak Nomor: 033/SPPP/PP‐ PM/DP3M/IV/2005 TANGGAL 11 APRIL 2005. DAFTAR PUSTAKA Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 4th Ed. Academic Press. San Diego California. 633p 4
Alabouvette, C. 2004. Biotic Interaction in the Soil: an Overview. INRA‐CMSE. http://www.bspp.org.uk/icpp98/2.7/1S. html. Accessed: June 2008. ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐. 1993. Naturally occurring disease‐suppressive soils. Pp.204‐210 In: R.D. Lumsden and J.L. Vaughn. Pest Management: Biologically Based Technologies. American Cahemical Society, Wahsington, DC. Bennett, W.F. 1993. Plant nutrient utilization and diagnostic plant symptoms. pp. 1‐7 in: W.F. Bennett (ed) Nutrient Deficiencies and Toxicities in Crop Plants. APS Press. St. Paul, Minnesota. Beringer, H. dan F. Northdurft. 1985. Effects of potassium on plant and cellular structure.pp. 351‐364 in : R.D. Dunson (ed.). Potassium in Agriculture. Society of Agronomy of America. Madison WI. Capper, A.L. and K.P. Higgins. 1993. Application of Pseudomonas fluorescens isolate to wheat as potential biological control agent against take‐al. Plant Pathol. 42:560‐567. Cook, R.J. and K.F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The American Phytopathological Society, St. Paul, Minnesota. 539 p. Elmer, W. 2004. Effect of NaCl of Root Exudation in Asparagus and Suppression of Fusarium Crown Rot. The Connecticut Agricultural Experiment Station, New Heaven, Connecticut, USA. http://bspp.org.uk/icpp98/2.7 Gamliel, A. and J. Katan. 1991. Involvement of fluorescent pseudomonads and other microorganisms in increased growth response of plants in solarized soils. Phytopathology 81:494‐502. Hadiwiyono. 2004. Serangan Fusarium pada pertanaman Bawang putih di Tawangmangu Jawa Tengah. pp. 203‐210 in: S. Susanto (ed) Prosiding Simposium Nasional I tentang Fusarium. PFI Komisariat Purwokerto dan Jur. Hama &
Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(1)2009
“Kesupresifan Tanah” terhadap Busuk Pangkal.…Hadiwiyono et al.
Penyakit Tumb. F. Pertanian Unsaoed Purwokerto.
Streptomyces. Phytopathology. 85:261‐ 268.
Havey, M.J. 1995. Fusarium basal plate rot. Pp.10—11. In: H.F. Schwartz and S.K. Mohan (eds) Compendium of Onion and Garlic Diseases. APS Press. St. Paul Minnesota.
Mazzola, M. 2004. Assessment and management of soil microbial community structure for disease suppression. Ann. Rev. Phytopathol.42:35‐59.
Hoitink, H.A.J. and Changa. 2004. Prodduction and utilization guidelines for disease suppressive compost. Pp.87‐92 In: A. Vanachter (ed.) Managing Soil Born Pathogens. Can. Int. Dev. Agency. http://plantpath.osu.edu/Acta635‐ Hoitink.pdf. Accessed: Nop. 2004.
McKellar, M.E. and E.B. Nelson. 2003. Compost‐Induced Suppression of Pythium damping‐off is madiated by fatty‐acid‐metabolizing seed‐colonizing microbial communities. Appl. Envir.Microb.69(1):452‐460.
Hoitink, H.A.J. and M.J. Boehm. 1999. Biocontrol within the contect of soil microbial communities: a substrate‐ dependent phenomenon. Ann. Rev. Phytopathol.37:427‐446. Hopkin, D.L.; R.P. Larkin; and G.W. Elmstrom. 1987. Cultivar specfic induction of soil suppressiveness to Fuasrium wilt of watermelon. Phytopathology. 77:607‐ 611. Jacobsen, B. 2002. Biological control of potato pathogens. pp. 179‐190. In: S.S. Gnanamanickan (ed.). Biological Control of Crop Diseasees. Marcel Dekker, Inc. New York. Hornby, D. 1983. Supressive soil. Ann. Rev. Phytopatrhol. 21:65‐85. Larkin, R.P.; D.L. Hopkins; and F.N. Martin. Ecology of Fusarium oxysporum f. sp. niveum in soils suppressive and condosive to Fusarium wilt of Watermelon. Phytopathology 83(10):1105‐1116. Loper, J.E. 1990. Molecular and biochemical bases for activities on biological control agents: the role of siderophore. pp. 735‐ 748. In R.R. Baker. and P.E. Dunn (Eds). New Direction in Biological Control. Alan R. Liss, Inc., New York. Lorang, J.M.; D. Liu.; N.A. Anderson; and J.L. Schottel. 1995. Identivication of potato scab inducing and suppressive species of
Neate, S. 2004. In Search of Recipe for Disease Suppressive Soil. A project of Agricultural Bureau of South Australia. Http://www.betteroils.com,au/ modul4/4_5.htm. Accessed: Nop.2004. Poulitz, T.C. 1990. Biochemical and ecological aspects of competition in biological control. pp. 413‐424. In R.R. Baker and P.E. Dunn (Eds). New Direction in Biological Control. Alan R. Liss, Inc., New York. Smith, K.P. and R.M. Goodman. 1999. Host variation for interactions with beneficial plant‐associated microbes. Ann. Rev. Phytopathol. 37:473‐491. Tuitert, G.; M. Szezecch, and G.J. Bollen. 1998. Suppression of Rhizoctonia solani in potting mixures amended with compost made form organic household waste. Phytopathology. 88:764‐773. Weller; D.M. J.M. Raaijmakers; B.B. McS. Garderner; & L.S. Tomshow. 2002. Microbial populations responsible for specific Soil supressiveness to plant pathogens. Ann. Rev. Pahytoipathol. 40:309‐348. Winding, A. 2008. Indicator of Soil Bacterial Diversity. National Environmental Research Institute, DK‐400 Rosklide. Denmark. http://webdomino.oecd.org/comnet/agr /soil_erobio.nsf/view.pdf. Accessed: May 2008.
Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(1)2009
5
“Kesupresifan Tanah” terhadap Busuk Pangkal.…Hadiwiyono et al.
Wiyatiningsih, S. 2007. Studi Epidemi Penyakit Moler pada Bawang Merah. Disertasi PS. Fitopatologi UGM. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan. Yuen, G.Y.; L.E. Pyeatt; T.S. Besemer; A.H. McCain; and M.N. Schroth. 2004. Biological Control of Fusarium Wilt of Carnations: Progress and Prospects. University of California and U.S. Department of Agriculture Cooperation. http://ohric.ucdvis.ed/newsltr/fn%5Frep ort/FNReportF83.pdf. Accessed: Nop. 2004.
6
Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(1)2009