Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
JPIC. Volume 1. Nomor 1. Edisi April 2017. ISSN 2460-6111 Jurnal Pembelajaran Dan Ilmu Civic
CIVITAS
JURNAL
Kajian Pembelajaran Pendidikan PKN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PKn SEKOLAH TINGGI KEGURUAN LABUHANBATU
DAN
ILMU
PENDIDIKAN
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Di MTs Al Wasliyah Sialang Gatap Tahun 2017 Budi Winata Hasibuan ABSTRAK Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan KTSP dalam meningkatkan minat belajar siswa di MTs Al Washliyah Sialang Gatap Tahun 2017Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam meningkatkan minat belajar siswa di MTs Al Washliyah Sialang Gatap yang secara garis besarnya mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi, serta faktor lain yang ikut mempengaruhinya. Adapun yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap yang berjumlah 31 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum tingkat keberhasilan penerapan KTSP dalam meningkatkan minat belajar siswa di MTs Al Washliyah Sialang Gatap termasuk dalam kategori baik (57,22%). Meskipun tidak lepas dari kendala-kendala di lapangan, seperti sarana dan prasarana (perpustakaan, media elektronik, dan peralatan siswa) yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran masih kurang memadai. Serta guru masih belum mampu mengembangkan silabus yang telah diberilan oleh Depdiknas. Kata Kunci :Kurikulum Tingkat Meningkatkan Minat Belajar Sisw
Satuan
1
Pendidikan
(KTSP)
Dalam
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
Berkaitan dengan hal tersebut, sekarang pemerintah telah mempercepat perencanaan Millenium Development Goals (MDGD), yang semula dicanangkan tahun 2010 dipercepat menjadi 2015. Millenium Development Goalds (MDGS) adalah era pasar bebas atau era globalisasi, sebagai era persaingan mutu kualitas, siapa yang berkualitas dialah yang akan maju dan mampu mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu, pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi (Mulyasa, 2006 : 2). Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menurut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan dan strategisnya agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik ditingkat lokal, nasional, maupun global (Mulyasa 2006 : 4). Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan.
BAB I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan huga dari kebodohan dan kemiskinan. pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia prosuktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses dan mobilitas sosial dalam masyarakat baik secara horizontal maupun vertikal. Di era globalisasi dewasa ini, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia bergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratid. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa. Kemajuan bangsa Indonesia hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia.
2
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat diharapkan sasaran dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal. Salah satu inovasi terbaru yang dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan menyempurnakan kualitas kurikulum yang lama, yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan yang mengamanatkan kurikulum pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI (Standar Isi) dan SKL (Standar Kompetensi Lulusan). Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bagaimana membuat siswa dan guru lebih aktif dalam pembelajaran. Selain murid harus aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar, guru juga harus aktif dalam memancing kreativitas anak didiknya sehingga dialog dua arah terjadi dengan sangat dinamis. Kelebihan lain KTSP adalah memberi alokasi waktu
pada kegiatan pengembangan diri siswa. Siswa tidak melulu mengenal teori, tetapi diajak untuk terlibat dalam sebuah proses pengalaman belajar. Oleh karena itu, perangkat KTSP merupakan cara cepat dan tepat terhadap masa depan Indonesia dimata dunia, Kondisi bangsa saat ini, sekolah, kondisi guru, serta keberagaman anak didik dengan segala kecepatan dan keterlambatannya. Ini berarti bahwa penerapan kurikulum diharapkan akan membawa angina segar serta kegairahan bekerja kepada para pelaksana pendidikan serta peningkatan minat belajar pada anak didik. BAB II.KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Kurikulum Istilah kurikulum pada zaman Yunani kuno, berasal dari kata ”Curere” yang berarti ”tempat pertandingan”. Kurir artinya pelari yang bertugas menyampaikan berita dari suatu tempat ke tempat lain. Kurikulum diartikan ”jarak yang harus ditempuh dalam suatu perlombaan lari ”atau ”rara cource”. Analog dengan makna diatas, kurikulum dalam pendidikan, diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran dan materi yang arus dikuasai peserta didik untuk memperoleh ijazah tertentu (Darsono 2000:126). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesiam kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan.
3
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 dan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 menetapkan pengertian kurikulum sebagai ”seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Menurut Nasution (2006:5) mengemukakan bahwa pada hakikatnya kurikulum merupakan suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Oemar Hamalik (2008:91) mengemukakan : ”Kurikulum merupakan rencana tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu. Ahli Kurikulum lainnya Mauritz Johnson alam bukunya Sukmadinata, kurikulum ”Predcribes (or at least anticipates) the result of in struction” kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi serta proses
pendidikan (Sukmadinata 2004 : 4). Jadi kurikulum adalah suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam belajar mengajar. Sedangkan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BSNP 2006 : 5). Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana pengajaran yang digunakan guru sebagai pedoman dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. 2. Sejarah dan Perkembangan Kurikulum di Indonesia Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat ini diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, Sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia indonesia yang
4
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Setelah rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokokpokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani. Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut : (1). Berorientasi pada tujuan, (2). Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepaa tercapainya tujuantujuan yang lebih integratif, (3). Menekankan kepada efisiensi dan efektifitas dalam hal daya dan waktu, (4). menganut pendekatan sistem instrukdional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa, (5). Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus responden (rangsang-jawab) dan latihan (drill). Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 diantaranya adalah sebagai berikut : (1). Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung
5
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. (2). Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik. (3). Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah. (4). Terlalu padatnya isi kurikulum yang ahrus diajarkan hampir di setiap jenjang. (5) Pelaksanaannya Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah. (6). Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja. Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan / teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) Berorientasi kepada tujuan instruksional, (2). Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), (3). Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral, (4). Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan, (5). Materi disajikan
berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undangundang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap menerima materi pelajaran cukup banyak. Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang. 3. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan perangkat standar program pendidikan yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam berbagai bidang kehidupan yang dipelajarinya. Bidang-bidang kehidupan yang dipelajarinya tersebut memuat sejumlah kompetensi nsiswa sekaligus hasil belajarnya. Dengan demikian bahwa KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan. Dalam arti, bahwa KBK dikembangkan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang mumpuni dalam
6
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
membangun identitas budaya dan bangsanya. (Husin, 2007). Hal-hal yang dikembangkan dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi terdiri atas kompetensi akademik, keterampilan hidup, pengembangan moral, pembentukan karakter yang kuat, kebiasaan hidup sehat, semangat bekerjasama, dan aspirasi estetika terhadap dunia sekitarnya. Dengan konsep ini kurikulum berbasis kompetensi menuntut kualitas guru yang memadai. Kurikulum berbasis kompetensi ini menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didi, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu (Mulyasa, 2002). Dalam kurikulum berbasis kompetensi, paling tidak terdapat tiga landasan teoritis, yaitu : pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta masingmasing, serta tidak bergantung pada orang lain. Untuk itu diperlukan pengaturan kelas yang fleksibel, baik sarana maupun waktu, karena dimungkinkan peserta didik belajar dengan kecepatan yang berbeda. Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (mastewry learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari semua
bahan yang diberikan dengan hasil yang baik. Ketiga, pendefenisian kembali terhadap bakat, dalam kaitan ini Hall (1986) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup. Jika asumsi itu diterima maka perhatian harus dicurahkan kepada waktu yang diperlukan untuk kegiatan belajar. (Husin, 2007). Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu (1) Pemilihan kompetensi yang sesuai ; (2) Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi ; (3) Pengembangan sistem pembelajaran. Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. (2) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. (3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. (4) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. (5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Pembelajaran berbasis kompetensi adalah pembelajaran yang memiliki standar. Standar adalah acuan bagi pembelajar (guru) tentang kemampuan yang menjadi focus
7
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
pembelajaran dan penilaian. Jadi standar kompetensi adalah batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap pelajar (peserta didik) setelah mengikuti proses pembelajaran suatu mata pelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan kompetensi adalah proses pendeteksian kemampuan dasar setiap guru untuk memudahkan terciptanya suatu tujuan secara teoritis dan praktik. Oleh karena itu kompetensi dasar merupakan kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan. Asham mengemukakan tiga hal nyang perlu diperhatikan dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu penetapan kompetensi yang akan dicapai, pengembangan strategi untuk mencapai kompetensi dan evaluasi. (Mulyasa, 2002).
keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Terikat dengan penyusunan KTSP. Panduan ini diharapkan menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA.SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan. Sebagaimana Panduan Penyusunan KTSP ada empat komponen, yaitu : (1) Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) Struktur dan muatan KTSP, (3) Kalender pendidikan, dan (4) Silabus dan Rencana Pelaksanaan dan Pengajaran (RPP) (Muslich, 2008). Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan/sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Menurut Mulyasa (2006 : 2021) menyatakan bahwa KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki
8
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama. c. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai (Mulyasa 2006 : 22). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi oleh UndangUndang dan Peraturan Pemerintah sebagai berikut : a. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatus KTSP adalah pasal 1 ayat (19) ; Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4) ; Pasal 32 ayat (1), (2), (3) ; Pasal 35 ayat (2) ; Pasal 36 (1), (2), (3), (4) ; Pasal 37 ayat (1), (2), (3) ; Pasal 38 ayat (1), (2). b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan (SNP) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalah peraturan tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketentuan di dalam PP19/2005 yang mengatur KTSP adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15) ; Pasal 5 ayat (1), (2) : Pasal 6 ayat (6) ; Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8) ; Pasal 8 ayat (1), (2), (3) ; Pasal 10 ayat (1), (2), (3) ; Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4) ; Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4) ; Pasal 14 (1), (2), (3) ; Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5) ; Pasal 17 ayat (1), (2) ; Pasal 18 ayat (1), (2), (3) ; Pasal 20. c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengatur tentang standar isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi, mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 mengatur Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 mengatur tentang pelaksanaan SKL dan Standar Isi. 5. Perbedaan KBK dan KTSP
9
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan budaya. Dalam arti melalui penerapan KBK tamatan diharapkan memiliki kompetensi atau kemampuan akademik yang baik, keterampilan untuk menunjang hidup yang memadai, pengembangan moral yang terpuji, pembentukan karakter yang kuat, kebiasaan hidup yang sehat, semangat bekerjasama yang kompak, dan apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia sekitar. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari KBK adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Terkait dengan penyusunan KTSP ini, BSNP telah membuat Panduan Penyusunan KTSP. Berdasarkan pengertian tersbeut, perbedaan esensial antara KBK dan KTSP tidak ada. Keduanya sama-sama seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik. perbedaannya nampak pada teknis pelaksanaan. Jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas, KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan masing-masing, dalam hal ini sekolah yang bersangkutan, walau masih tetap mengacu pada rambu-rambu nasional Panduan Penyusunan KTSP yang
disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (Muslich, 2008). 6. Minat Belajar Siswa - Minat Minat dapat didefenisikan “Sebagai suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan-kecenderungan lainnya yang mengarahkan individu kepada pilihan tertentu”. Senada dengan itu Slameto (2003 : 180) menambahkan bahwa “Minat adalah suatu rasa lebih suka rasa keterikatan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh”. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan, minat meurpakan suatu hal yang paling mendasar dalam suatu kegiatan khususnya kegiatan belajar-mengajar. Menurut Fauziah (2002 : 26) bahwa minat mengandung unsur : 1. Perasaan suka terhadap sesuatu (kecenderungan hati) 2. Perkataan terhadap sesuatu pilihan 3. Keinginan hati untuk menemukan kebutuhan 4. Pendirian, prasangka, dan rasa takut akan sesuatu Oleh karena itu minat sangat erat kaitannya dengan perasaan. Bila seseorang berniat terhadap sesuatu maka ia akan berusaha dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian serta kemampuannya untuk mendapatkan hal yang baik dari sesautu yang diminati tersebut.
10
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
pelajaran tertentu dapat membuat siswa tidak bergairah dalam belajar dan cenderung membosankan, sementara sebaliknya dengan adanya minat maka siswa akan bergiat untuk belajar. Ada beberapa komponen yang mempengaruhi siswa belajar, yaitu : 1. Taraf intelegensi, yaitu kemampuan belajar yang diartikan dengan 2 (dua) cara, yakni intelegensi dalam arti luas yaitu kemampuan untuk mencapai prestasi yang didalamnya menggunakan perasaan, dan intelegensi dalam arti sempit yaitu kemampuan untuk mencapai prestasi akademik yang didalamnya berperan penting adalah pikiran. 2. Motivasi Belajar, yaitu keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar itu maka tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai. 3. Perasaan, yaitu sikap aktivitas psikis yang didalamnya subyek menghayati nilai-nilai suatu obyek, kecenderungan menerima / menolak sestau tergantung pada objeknya. 4. Keadaan Fisik, yaitu menunjukkan pada keadaan kesehatan jasmani, keadaan alatalat indera yang ada pada diri seseorang. 5. Kemampuan Sosio Ekonomi, yaitu kemampuan yang menunjukkan pada kemampuan
-
Belajar Pada hakikatnya belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri baik dalam pengetahuan dan keterampilan baru maupun dalam bentuk sikap dan nilai positif. Menurut Djamarah (2006 : 10) belajar adalah ”Proses perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Selanjutnya Muhibbin (2004 : 68) menyatakan bahwa belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Jadi, dalam belajar terjadi suatu bentuk pertumbuhan ataupub perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam caracara bertingkah laku yang baru sebagai hasil pengalaman dan latihan. -
Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa Minat belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Faktor Siswa Faktor siswa sehubungan dengan intelegensi, perasaan, keadaan fisik siswa. kurangnya minat dalam diri siswa terhadap suatu mata
11
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
finansial siswa dan perlengkapan materi yang dimilikinya.
motivator ialah disamping sebagai informasi hendaknya guru mampu memberikan dorongan kepada siswa sehingga mampu mempunyai minat belajar. Guru sebagai fasilitator berarti guru mempunyai peranan untuk menyediakan prasarana dan sarana belajar, peranan ini membuat faktor guru menjadi dominan dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai pendidik merupakan salah satu diantara berbagai sumber dan media belajar dengan demikian peran guru dalam belajar menjadi lebih luas dan lebih mengarah kepada peningkatan minat belajar siswa. Melalui perannya sebagai pengajar, guru diharapkan mampu mendorong anak untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui berbagai sumber dan media.
b. Faktor Orang Tua Keluarga sebagai lingkungan pertama dalam mendidik anak sangatlah berperan penting. Dalam lingkungan keluarga yang paling berperan dalam masalah pendidikan adalah orang tua. Oleh sebab itu, orang tua harus dapat menjadikan rumah tangga sebagai tempat menanamkan pendidikan. Dalam bukunya Slameto (2003 : 61 ”Tidak setuju jika orang tua terlalu memanjakan anaknya, karena hal ini bukanlah cara mendidik yang baik, dan jangan pula memperlakukan anak terlalu keras, memaksa dan mengejar anak-anaknya untuk belajar karena hal ini juga merupakan suatu cara yang salah dalam mendidik anak”. Dengan demikian jelaslah bahwa orang tua harus dapat memposisikan diri dalam menghadapi anak demi mendukung pendidikan anak.
d. Faktor Lingkungan Keadaan lingkungan akan mempenagruhi sikap daripada anak didik. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada disekitar kita, baik yang berupa benda-benda, peristiwaperistiwa yang terjadi maupun kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh yang kuat pada kita adalah lingkungan dimana seseorang bergaul sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Semua lingkungan ini dapat mempengaruhi minat siswa dalam belajar. Menurut Slameto (2003 : 71) : ”Jika lingkungan anak adalah
c. Faktor Guru Guru memiliki peranan penting dalam mendidik peserta didik. Setiap guru setidaknya memiliki 3 (tiga) peran dalam proses belajar mengajar, yaitu : 1. Sebagai komunikator 2. Sebagai motivator, dan 3. Sebagai fasilitator Guru sebagai komunikator berarti guru haruslah sumber informasi bagi siswa dalam belajar. Guru sebagai
12
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
masyarakat yang terpelajar, yang mendidik dan menyekolahkan anakanaknya, antusias terhadap cita-cita anaknya, maka hal ini akan membuat anak/siswa terpengaruh juga untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat yang ada di lingkungannya”.
a. Penulis sendiri bertempat tinggal dekat rumah b. Penulis telah mengenal dan memahami situasi di MTs Al Washliyah Sialang Gatap. c. Penulis telah mengenal beberapa aparat sekolah sehimgga memungkinkan memperlancar penelitian. d. Untuk menghemat waktu dan biaya.
e. Faktor Ekonomi Keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi juga terhadap minat dan prestasi belajar anak / siswa. Yang dimaksud faktor ekonomi disini adalah siswa membutuhkan sejumlah peralatan sekolah, misalnya : buku, alat-alat tulis serta perlengkapan lainnya untuk mendukung kegiatan belajar siswa, kebutuhan belajar tersebut turut mempengaruhi minat siswa untuk belajar. Slameto (2003 : 63) berpendapat bahwa ”Jika anak hidup dalam ekonomi miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu sehingga belajar anak/siswa juga terganggu”.
3.2. Populasi dan Sampel 1. Populasi Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru MTs Al Washliyah Sialang Gatap yang berjumlah 31 orang. 2. Sampel Sampel penelitian ini adalah seluruh guru MTs Al Washliyah Sialang Gatap yang berjumlah 31 orang. Penentuan sampel berdasarkan sampel total. 3.3. Variabel dan Defenisi Operasional 1. Variabel Penelitian Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah Penerapan Kurikulum Timgkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam meningkatkan minat belajar siswa. 2. Definisi Operasional Penerapan KTSP merupakan salah satu upaya yang diharapkan membawa dampak terhadap peningkatan kualiatas pembelajaran,
BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini maka yang menjadi lokasi penelitian ini adalah MTs Al Washliyah Sialang Gatap. Adapun penentuan lokasi ini dilakukan dengan pertimbanganpertimbangan sebagai berikut :
13
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
salah satunya belajar siswa.
peningkatan
minat
Interprestasi jawaban angket dibedakan menjadi kategori berikutw (Arikunto, 2002:75): 0,00% -25,00% = Kurang Baik 26,00% -50,00% = Cukup Baik 51,00%-75,00% = Baik 76,00% - 100,00% = Sangat Baik Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan angket.
3.4. Tekhnik Pengumpulan Data 1. Observasi Observasi merupakan salah satu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan ke lokasi penelitian guna meninjau secara langsung mengenai situasi keadaan sebenarnya. 2. Angket Melalui jawaban responden penulis akan memperoleh data yang merupakan bukti bagi penelitian tersebut. 3. Studi Kepustakaan Mempelajari atau menghimpun data dari teori-teori, yang ada diperpustakaan, instrumental yang digunakan adalah buku teks dan skripsi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Dalam penelitian ini diperlukan data, tanpa adanya sumber data maka penelitian ini tidak dapat dilaksanakan, karena dengan adanya sumber data tersebut akan diperoleh data yang diperlukan untuk dapat dipelajari, dan diolah sehingga akan diperoleh jawaban dari permasalahan yang diteliti. Sebagai sumber data dalam penelitian adalah seluruh guru yang ada di MTs Al Washliyah Sialang Gatap Tahun Ajaran 2015/2016, dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang berjumlah 31 orang. Hasil penelitian telah diperoleh dari penyebaran angket terhadap gur-guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap tentang Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam meningkatkan minat belajar siswa di
3.5. Analisis Data Dari uraian yang telah dijelaskan bahwa alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, angket, dan studi kepustakaan. setelah terkumpul penulis akan menganalisis dengan cara menguraikan menurut persentasi. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan KTSP, selanjutnya data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif, dan angket dianalisis dengan menggunakan rumus : f P x100% N
14
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
MTs Al Washliyah Sialang Gatap Tahun Ajaran 2015/2016. Pengolahan data dari tiap pertanyaan yang dijawab oleh responden mempunyai gambaran yang ditabulasikan pada tabel dibawah ini. 4.2. Pembahasan Berikut akan diuraikan hasil analisis dari angket tentang Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam meningkatkan minat relajar siswa di MTs Al Washliyah Sialang Gatap, yaitu : a. Program Tahunan. Program ini dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru sebelum tahun ajaran, karena merupakan pedoman bagi pengembangan program-program berikutnya, yaitu program semestre, program mingguan, dan progre, harian atau program harian atau program pembelajaran setiap kompetensi dasar. Dari hasil angket menyatakan sebanyak 65% guru telah menyusun Program Tahunan setiap tahun pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa kesiapan guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap dalam menyusun program tahunan termasuk dalam kategori baik. b. Program semestre. Program ini berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan akan dicapai dalam semestre tersebut. Program semestre ini merupakan penjabaran dari program tahunan. Hasil analisis angket menyatakan bahwa 71% guru telah menyusun di MTs
Al Washliyah Sialang Gatap dalam menyusun program semestre termasuk dalam kategori baik. c. Program mingguan dan harian. Program ini merupakan penjabaran dari program semestre dan program modul. Melalui program ini dapat diketahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan yang perlu diulang bagi setiap peserta didik. Dari analisis angket menyatakan 48% guru sudah melaksanakan program mingguan dan harian. Hal ini membuktikan bahwa kesiapan guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap dalam melaksanakan program mingguan dan harian termasuk dalam kategori cukup baik. d. Program pengayaan dan remedial. Program ini merupakan pelengkap dan penjabaran dari program mingguan dan harian. Dari program ini dapat teridentifikasi siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar akan dlayani dengan kegiatan remedial, sedangkan untuk siswa yang cemerlang akan dilayani dengan kegiatan pengayaan agar tetap mempertahankan kecepatan belajarnya. Hasil analisis angket untuk guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap menyatakan 65% guru selalu melaksanakan remedial dengan rutin. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan remedial yang dilakukan oleh guru untuk peserta didik termasuk dalam kategori baik.
15
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
e. Program pengembangan diri. Program ini sebagian besar diberikan melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun melalui bimbingan dan konseling atau konselor kepada para siswa yang menyangkut pribadi, social, belajar, dan karier. Konsep ini sudah diterapkan di MTs Al Washliyah Sialang Gatap, di sekolah ini pengembangan diri sebagian besar melalui kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan ekstrakurikuler tersebut bahkan telah mampu berprestasi di tingkat local maupun nasional. Sedangkan bimbingan konseling dilakukan oleh konselor, hasil analisis angket menyatakan lebih dari 71% guru selalu melakukan diskusi dengan guru bimbingan konseling atau konselor. f. Dalam prinsip pengembangan silabus berbasis KTSP, setiap satuan pendidikan diberi kebebasan dan keleluasaan dalam mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing sekolah. Prinsip ini Belem dilaksanakan oleh guruguru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap dalam mengembangkan silabus tersebut. Hal ini dapat dilihat dari angket yang menyatakan bahwa hampir 100% guru belum mengembangkan silabus yang telah diberikan oleh Depdiknas. Dalam pengembangan silabus, guru-guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap masih
mengadopsi model silabus dari Depdiknas, selanjutnya model silabus tersbeut ditelaah dan disesuaikan dengan kondisi sekolah. Apabila silabus dari Depdiknas tidak sesuai dengan kondisi sekolah, maka silabus tersebut akan direvisi atau disesuaikan dengan kondisi sekolah yang ada. Namun sebaliknya apabila silabus dari Depdiknas ternyata sesuai dengan kondisi sekolah, maka silabus tersebut akan digunakan oleh guru tersebut. Secara umum dalam penyusunan silabus, guru-guru tersebut dalam penyusunan silabus dilaksanakan secara bersama-sama dalam sebuah tim yaitu dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat sekolah. g. Dalam hal penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru-guru di MTs Alwashliyah Sialang Gatap tidak mengalami kesulitan karena berdasarkan analisis angjet menyatakan 81% guru sudah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan konsep KTSPP. Pelaksanaan pembelajaran pun telah disesuaikan dengan RPP yang disusun. h. Sebagian besar (81%) guru telah mengetahui tata cara pelaksanaan KTSP dalam pembelajaran, hal ini didukung oleh motivasi yang diberikan oleh Kepala Sekolah untuk menerapkan KTSP di sekolah.
16
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
i. Sebanyak 29% guru menyatakan selalu menggunakan kondisi alam, social dan budaya kota Tebing Tinggi dalam proses pembelajaran, seperti : guru bidang studi biologi menyatakan lebih sering menggunakan kondisi alam dalam proses pembelajaran, guru bidang studi físika dan nimia juga demikian, guru bidang studi olahraga juga sering menggunakan kondisi alam dan social dalam proses pembelajaran, dan tidak lepas pula guru bidang studi PPKn menggunakan kondisi social dan budaya dalam proses pembelajaran. Meskipun tidak seluruh guru bidang studi sellau menggunakan kondisi alam, social dan budaya, akan tetapi pelaksanaannya sudah termasuk dalam kategori cukup baik. j. Sebanyak 61% guru telah berhasil memindahkan fokus kegiatan belajar dari guru ke siswa, hal ini termasuk sudah dalam kategori baik. selain itu, 81% guru menyatakan bahwa materi pelajaran sudah diorientasikan pada pencapaian kompetensi dasar. Alokasi waktu dalam pembelajaran termasuk dalam kategori baik, karena 68% guru menyatakan bahwa alokasi waktu sangat mencukupi dalam proses pembelajaran. k. Fasilitas berupa perpustakaan di MTs Al Washliyah Sialang Gatap belumlah termasuk dalam kategori baik. Sebanyak 68% guru
menyatakan bahwa perpustakaan di MTs Al Washliyah Sialang Gatap masih kurang lengkap. Sama halnya dengan media elektronik yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran amsih kurang lengkap. l. Pemilihan dan penggunaan strategi atau metode pembelajaran sudah mengarah pada pemilihan strategi atau metode pembelajaran yang dianjurkan dalam KTSP. Sebanyak 58% guru telah menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi atau materi yang harus dikuasai siswa dan waktu yang tersedia. Selain itu, dalam proses pembelajaran siswa merupakan central kegiatan, pelaku utama dan guru hanya menciptakan suasana yang dapat mendorong timbulnya motivasi / semangat belajar pada siswa. m. 100% guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap telah menggunakan buku paket yang sesuai dengan KTSP, hal ini sangat mendukung proses pembelajaran di kelas. n. Model penilaian kelas yang diterapkan guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap meliputi pre-test dan post-test. Dalam pelaksanaan pre-test sudah termasuk kategori baik (55%), walaupun beberapa guru (39%) menyatakan kadang-kadang melaksanakan pre-test. Selain itu, pelaksanaan post-test juga
17
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
termasuk dalam kategori baik (71%). o. Evaluasi hasil belajar dengan menggunakan KTSP di MTs Al Washliyah Sialang Gatap menyangkut ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Di MTs Al Washliyah Sialang Gatap telah ditentukan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 70. Di MTs Al Washliyah Sialang Gatap telah diterapkan sistem belajar tuntas yaitu seorang siswa dianggap tuntas belajar jika siswa tersebut mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran yaitu mampu memperoleh nilai 70. Sedangkan untuk siswa yang belum mencapai nilai tersebut maka siswa tersebut dikatakan belum tuntas belajarnya. Untuk keperluan tersbeut, sekolah dalam hal ini guru memberikan perlakuan khusus terhadap siswa yang masih mendapat kesulitan belajar melalui program remedial. p. Faktor lain menunjukkan sebagian besar guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap menganggap dengan diberlakukannya KTSP ini cukup menyita waktu dan memberatkan tugas mereka. Peralatan siswa untuk mendukung proses pembelajaran juga sebagian besar masih kurang lengkap. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum tingkat keberhasilan penerapan KTSP dalam meningkatkan
minat belajar siswa di MTs Al Washliyah Sialang Gatap termasuk dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari ahsil presentasi keseluruhan dari analisis angket yang berjumlah 57,22%. Akan tetapi penerapan KTSP ini juga tidak lepas dari kendala-kendala dilapangan. Dari hasil angket menyatakan bahwa sarana dan prasarana seperti perpustakaan, media elektronik dan peralatan siswa untuk mendukung proses pembelajaran masih kurang baik. Selain itu, guru belum mampu mengembangkan silabus yang telah diberikan oleh Depdiknas. Dalam pengembangan silabus, guru-guru di MTs Al Washliyah Sialang Gatap masih mengadopsi model silabus dari Depdiknas. guru juga masih menganggao dengan diterapkannya KTSP ini lebih menyita waktu dan memberatkan tugas mereka. Disinilah KTSP menuntut guru yang kreatif dan inovatif serta mmiliki kemampuan dan keterampilan untuk mendukung penerapan KTSP pada pembelajaran. Dengan banyaknya program akan mempermudah guru dalam menyampaikan mata pelajaran sesuai dengan kompetensi dasar sehingga waktu yang tersedia tidak menjadi hambatan setelah diterapkannya KTSP. Dengan demikian, penerapan KTSP yang ditunjang oleh kemandirian guru diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, yang akan
18
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
bermuara pada peningkatan minat belajar siswa.
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Hunis,
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum tingkat keberhasilan penerapan KTSP dalam meningkatkan minat belajar siswa si MTs Al Washliyah Sialang Gatap termasuk dalam kategori baik (57,22%).
S., (2007), Pengantar Perencanaan Pembelajaran, Universitas Negeri Medan, Medan.
Mulyasa, E, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Suatu Pandual Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan Pedoman Bagi Pengelolan Lembaga Pendidikan, Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, dan Guru. Jakarta : PT Bumi Aksara.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1999. Penelitian Prosedur dan Strategi. Bandung : Angkasa. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta.
Nasution, S. MA. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Darsono, Max. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press.
Nasution. S. MA. 2007. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Nazir. Muhammad. 2005. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Dwitagama, D., (2008), Tentang Kurikulum Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta.
Slameto. 2003. Belajar dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
19
Jurnal Pembelajaran dan Ilmu Pendidikan CIVI (JIPC) (ISSN:2460-6111)Volume 1No 1 April 2017
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Syah,
Muhibbin. 2004. Psikilogi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
20