Wasi Hasta Anindita dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):307-313, April 2013
PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TAPIOKA DENGAN TELUR ASIN DAN LAMA PENGUKUSAN PADA PEMBUATAN KERUPUK TELUR TERHADAP DAYA PENGEMBANGAN DAN TINGKAT KERENYAHAN (EFFECT OF TAPIOCA AND SALTED-EGG FLOUR RATIO AND STEAMING PERIOD ON DEVELOPMENT AND CRISPINESS LEVEL OF EGG CRACKERS) Wasi Hasta Anindita, Sukardi, R. Singgih Sugeng Santosa Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
[email protected] ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman dari tanggal 1 sampai dengan 5 Agustus 2012. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh bersama (interaksi) antara perbandingan tepung dengan telur asin dan lama pengukusan yang berbeda pada pembuatan kerupuk telur terhadap daya pengembangan dan kerenyahan kerupuk. Mengkaji perbandingan tepung tapioka dengan telur yang berbeda pada pembuatan kerupuk telur terhadap pengembangan tingkat kerenyahan kerupuk.Mengkaji lama pengukusan yang berbeda terhadap pengembangan dan tingkat kerenyahan kerupuk. Telur asin yang digunakan diambil dari Kelompok peternak "Bebek Umbaran" Desa Negarayu Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes. Peubah yang diukur adalah daya pengembangan dan tingkat kerenyahan kerupuk. Penelitian ini menggunakan model matematik faktorial 4x3 dengan rancangan dasar rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktor A ( perbandingan tepung tapioka dengan telur asin ) meliputi A0: penggunaan tepung tapioka tanpa telur asin, A1: penggunaan tepung tapioka 80% dengan telur asin 20%, A2: penggunaan tepung tapioka 60% dengan telur asin 40%, A3: penggunaan tepung tapioka 40% dengan telur asin 60% dan faktor B adalah lama pengukusan dengan lama 10 menit, 20 menit, 30 menit, dengan ulangan sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan dengan uji lanjut Orthogonal Polynomial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh perbandingan tepung tapioka dan telur asin berpengaruh sangat nyata terhadap daya pengembangan dan tingkat kerenyahan kerupuk, sedangkan pada lama pengukusan berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kerenyahan kerupuk. Berdasarkan hasil penelitian rataan daya pengembangan a0 : 70,5 ± 9,3, a1 : 42,9 ± 8,8, a2 : 53,4 ± 1,7, a3 : 15,3 ± 9,0. Rataan tingkat kerenyahan a0 : 3,169 ± 0,784, a1 : 2,622 ± 0,511, a2 : 3,274 ± 0,309, a3 : 2,391 ± 0,764. Kesimpulan dari penelitian adalah semakin tinggi penambahan telur asin maka daya pengembangan dan tingkat kerenyahan kerupuk semakin menurun dan semakin lama pengukusan tingkat kerenyahan kerupuk semakin menurun. Perbandingan tepung tapioka dan telur asin yang paling sesuai adalah tepung tapioka 80% : 20% telur asin dengan lama pengukusan 20 menit. Kata Kunci : tepung tapioka, telur asin, lama pengukusan, daya pengembangan, tingkat kerenyahan. ABSTRACT This research was conducted in the Laboratory of Animal Product Technology, Faculty of Animal Science, Jenderal Soedirman University, during August 1st - 5th, 2012, to evaluate single and interaction effect of tapioca and salted-egg flour ratio and steaming period on development and crispiness level of egg crackers. Salted-Egg were collected from "Bebek Umbaran" Farming Group in Negarayu Village, Tonjong Sub-District, Brebes District. The parameters measured were development and crispiness of egg crackers which were collected from research model of 4x3, 307
Wasi Hasta Anindita dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):307-313, April 2013
factorial completely randomized design, analyzed by Anova and continued by orthogonal polynomial. The first factor was the ratio of tapioca and salted-egg flour ( A0 = 100 % tapioca; A1 = 80 % tapioca + 20 % salted-egg flour; A2 = 60 % tapioca + 40 % salted-egg flour; A3 = 40 % tapioca + 60 % salted-egg flour), and the second factor was steaming period (10 min, 20 min, 30 min), with replication as many as three times. The results showed that, individually, the ratio of tapioca and salted-egg flour and the steaming period had significant effect on the development and crispiness level of egg crackers. It can be concluded that the greater proportion of salted-egg flour ratio and steaming period decrease the crispiness. Based on the results of this research, the means of on explantion were a0 : 70.5 ± 9.3, a1 : 42.9 ± 8.8, a2 : 53.4 ± 1.7, a3 : 15.3 ± 9.0. the meant of Crispness Level a0 : 3.169 ± 0.784, a1 : 2.622 ± 0.511, a2 : 3.274 ± 0.309, a3 : 2.391 ± 0.764. The ratio of 80 % tapioca and 20 % salted-egg flour combined with 20 min steaming period show as the best result on those parameters. Keywords : Tapioca, Salted Egg, Steaming Time, Period on Development, Crispness. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani dan memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, serta bergizi tinggi. Telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral (Margono dkk., 1993). Telur asin adalah istilah umum untuk masakan berbahan dasar telur yang diawetkan dengan cara diasinkan. Kebanyakan telur yang diasinkan adalah telur itik, meski tidak menutup kemungkinan untuk telurtelur yang lain. Masa kadaluwarsa telur asin setelah satu bulan (30hari) Kerupuk adalah sejenis makanan gorengan kering yang bersifat mengembang dan renyah. Produk ini telah menjadi populer dan digemari masyarakat luas dan dikonsumsi baik sebagai makanan ringan maupun sebagai lauk. Telur asin sebagai hasil akhir agribisnis itik banyak dijumpai di Brebes dan Tegal, Jateng. Produksi telur asin yang telah menjadi trademark di kota penghasil bawang merah itu mencapai 10 juta butir/tahun (Heriyanto, 2012). Produksi telur itik dan telur asin yang begitu melimpah ini jika tidak langsung disalurkan ke konsumen maka banyak telur yang dibuang akibat busuk. Hal ini disebabkan oleh daya simpan telur itik segar dan telur asin masih rendah, ditambah lagi tingkat konsumsi rata-rata per kapita per minggu untuk telur itik dan telur asin masih sangat rendah sehingga banyak telur asin yang kedaluarsa. Melihat keadaan seperti ini maka diperlukan pemanfaatan telur asin sebelum masa kadaluarsa dengan penganekaragaman pengolahan telur asin menjadi kerupuk telur asin yang telah dikembangkan di kabupaten Brebes. Kerupuk pada umumnya dibuat dari tepung tapioka dengan ditambahkan bumbu-bumbu dan air. Tingkat keberhasilan pada proses pembuatan kerupuk telur asin sangat dipengaruhi oleh komposisi atau perbandingan antara tepung tapioka dengan telur asin dan lama pengukusan. Berdasarkan hal tersebut perlu dikaji tentang perbandingan tepung tapioka dengan telur asin dan lama pengukusan terhadap daya kembang dan tingkat kerenyahan kerupuk telur asin. METODE Penelitian menggunakan metode eksperimental dirancang menggunakan design Faktorial 4 x 3 dengan 3 kali ulangan. Rancangan dasar yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diuji adalah perbandingan tepung tapioka dengan telur asin dan lama pengukusan. Faktor A (perbandingan tepung tapioka dan telur asin) meliputi A0: Penggunaan tepung tapioka 308
Wasi Hasta Anindita dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):307-313, April 2013
tanpa telur (kontrol), A1: Penggunaan 80% tepung tapioka : 20% telur asin, A2: Penggunaan 60% tepung tapioka : 40% telur asin, A3: Penggunaan 40% tepung tapioka : 60% telur asin, dan Faktor B (Lama Pengukusan) meliputi B1: pengukusan selama 10 menit, B2: pengukusan selam 20 menit dan B3: pengukusan selam 30 menit. Peubah yang diukur adalah daya pengembangan dan tingkat kerenyahan kerupuk menggunakan uji hedonik dengan kriteria penilaian terdiri atas 5 = amat sangat renyah, 4 = sangat renyah, 3 = renyah, 2 = kurang renyah, 1 = tidak renyah. Jumlah panelis sebanyak 15 orang. Panelis yang dgunakan adalah panelis semi terlatih. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan dengan uji orthogonal polynomial apabila perlakuan berpengaruh nyata.
Daya pengembangan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis variansi menunjukan bahwa penambahan telur asin berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap daya pengembangan kerupuk. Hal ini disebabkan oleh perbandingan tepung dengan penambahan telur, makin banyak telur asin berarti menurunkan jumlah tepung tapioka sehingga daya kembangnya menurun dikarenakan yang dapat meningkatkan daya kembang adalah amilopektin yang berasal dari tepung. Nilai daya pengembangan tertinggi diperoleh pada kerupuk yang dibuat dengan perbandingan tepung tapioka 80% : 20% telur asin dengan hasil pengembangan 53,3%. Pengembangan volume kerupuk terjadi pada proses penggorengan. Pengembangan ini dapat terjadi karena terbentuknya rongga-rongga udara pada kerupuk yang digoreng sehingga menyebabkan air yang terikat dalam gel (kerupuk mentah) menguap (Nurhayati, 2007).
80 70 60 50 40 30 20
Y = 68,83 - 0,77544444 X (R2 = 40,48 %)
10 0 0
10
20
30
40
50
60
Penambahan telur asin (%) Gambar 1. Hubungan Penambahan Telur Asin Terhadap Daya Pengembangan Kerupuk Hasil uji orthogonal Polynomial menunjukan bahwa perbandingan paling baik dan menghasilkan daya pengembangan kerupuk yang maksimal adalah a1, sesuai yang ditunjukkan oleh persamaan Y = 68,83 - 0,77544444 X(R2 = 40,48 %). Hal ini diduga pada proses pembuatan kerupuk perbandingan antara tepung tapioka dan bahan pengisi (telur asin) 80% : 40% yang paling sesuai. Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat bahwa volume pengembangan kerupuk mengalami penurunan seiring dengan jumlah telur asin yang ditambahkan. Kontrol memiliki volume pengembangan yang lebih besar dibandingkan dengan kerupuk dengan penambahan telur asin. 309
Wasi Hasta Anindita dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):307-313, April 2013
Hal ini diduga kandungan amilopektin yang terdapat pada kerupuk kontrol lebih besar dibandingkan dengan kerupuk perlakuan. Daya pengembangan kerupuk juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kualitas pati, perbandingan antara pati dan bahan pengisi dan lama pengukusan yang akan mempengaruhi kadar air kerupuk mentah. Menurut Suhardi dkk. (2006) dalam Tofan (2008) kerupuk dengan pencampuran tepung tapioka mempunyai mutu yang lebih baik daripada tanpa campuran dilihat dari warna, aroma, tekstur dan rasa. Demikian pula perbandingan tepung dengan bahan pengisi harus sesuai untuk memperoleh daya kembang kerupuk yang besar (wahyono dan marzuki, 1996 dalam Afifah dan Anjani, 2008). Lavlinesia (1995) dalam Istanti (2005) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi volume pengembangan kerupuk adalah kandungan protein. Kandungan protein yang tinggi cenderung menurunkan daya kembang kerupuk, hal ini diduga karena kantong-kantong udara kerupuk yang dihasilkan semakin kecil karena padatnya kantong-kantong udara tersebut terisi oleh bahan lain yaitu protein. Hasil analisis variansi menunjukan bahwa penambahan telur asin berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap tingkat kerenyahan kerupuk. Berdasarkan gambar 2 perlakuan penambahan telur asin 20% merupakan perbandingan paling baik dengan hasil tingkat kerenyahan kerupuk maksimal seperti ditunjukan oleh persamaan Y = 3,1163 – 0,00840556 X (R2 = 7,33%). Hasil uji lanjut orthogonal polynomial diperoleh petunjuk seperti pada Gambar 2.
Tingkat kerenyahan
3.2
Y = 3,1163 - 0,00840556 X (R2 =7,33%)
3.1 3 2.9 2.8 2.7 2.6 2.5 0
10
20
30
40
50
60
Penambahan telur asin (%) Gambar 2. Hubungan Penambahan Telur Asin Terhadap Tingkat Kerenyahan Kerupuk Berdasarkan gambar 2 semakin banyak penambahan bahan bukan pati, semakin kecil tingkat kerenyahan kerupuk (Afifah dan Anjani, 2008). Menurut Zulviani (1992) dalam Istanti (2005) pada dasarnya kerupuk dengan kandungan amilopektin yang lebih tinggi memiliki pengembangan yang tinggi karena pada saat proses pemanasan terjadi proses gelatinisasi dan terbentuk struktur yang elastis yang kemudian dapat mengembang pada tahap penggorengan atau dengan kata lain kerupuk dengan volume pengembangan yang tinggi memiliki kerenyahan yang tinggi. Kerenyahan kerupuk goreng meningkat sejalan dengan meningkatnya volume pengembangan kerupuk goreng (Istanti, 2005). Berdasarkan gambar 2, kerupuk kontrol mempunyai tingkat kerenyahan yang renyah hal ini disebabkan kerupuk kontrol memiliki kandungan amilopektin yang lebih besar dibandingkan kerupuk dengan penambahan telur asin, sehingga wajar memiliki kerenyahan yang lebih besar. 310
Wasi Hasta Anindita dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):307-313, April 2013
Hasil analisis variansi menunjukan bahwa lama pengukusan berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kerenyahan kerupuk. Berdasarkan uji Orthogonal Polynomial diperoleh petunjuk seperti pada gambar 3, terjadi penurunan tingkat kerenyahan kerupuk seiring peningkatan lama pengukusan yang ditunjukan oleh persamaan Y = 3,3575 – 0,02466667 X dengan nilai determinasi 8,42 %. Pengukusan bertujuan untuk menggelatinisasikan adonan sehingga dapat membentuk tekstur yang kompak. Lama pengukusan berpengaruh terhadap tingkat kerenyahan kerupuk karena pada proses pengukusan terjadi proses gelatinisasi pati yang berkaitan erat dengan pengembangan kerupuk saat digoreng (Suarman, 1996 dalam Nurhayati, 2007). Berdasarkan gambar 3 bahwa semakin lama pengukusan maka tingkat kerenyahan kerupuk semakin menurun, lama pengukusan yang menghasilkan tingkat kerenyahan tertinggi adalah 10 menit. Hal ini disebabkan pengukusan yang terlalu lama akan menyebabkan air yang terperangkap oleh gel pati terlalu banyak sehingga proses pengeringan dan penggorengan menjadi tidak sempurna, apabila kandungan air terlalu banyak maka pada saat penggorengan akan terjadi pengembangan yang tidak sempurna yang mengakibatkan kerupuk tidak renyah.
Tingkat kerenyahan
3.2 3.1 3 2.9 2.8 2.7 2.6
Y = 3,3575 - 0,02466667 X (R2 =8,42 %)
2.5 0
5
10
15
20
25
30
Lama pengukusan (menit) Gambar 3. Hubungan Lama Pengukusan Terhadap Tingkat Kerenyahan Kerupuk Interaksi antara perbandingan tepung tapioka dengan penambahan telur dan lama pengukusan dari penelitian ini, ditunjukkan pada Gambar 4. Nilai kerenyahan optimal untuk lama pengukusan adalah sebagai berikut : 1. Nilai kerenyahan kerupuk tertinggi padakerupuk yang terbuatdari perbandingan tepung tapioka dan telur asin dengan lama pengukusan 10 menit yaitu ( 35,454545 ; 2,5127273 ). 2. Nilai kerenyahan kerupuk tertinggi pada kerupuk yang terbuat dari perbandingan tepung tapioka dan telur asin dengan lama pengukusan 20 menit yaitu (17,487544 ; 3,4735287). 3. Nilai kerenyahan kerupuk tertinggi pada kerupuk yang terbuat dari perbandingan tepung tapioka dan telur asin dengan lama pengukusan 30 menit yaitu( 29,705628 ; 2,9863334 ).
311
Wasi Hasta Anindita dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):307-313, April 2013
4
Tingkat kerenyahan
3.5 3 2.5 2
B1
Y B1 = 3,665 - 0,065 X + 0,00091667 X2 (R2 =39,26 %) Y B2 = 3,2945 + 0,020475 X - 0,00058542 X2 (R2 =35,83 %) Y B3 = 2,137 + 0,05718333 X - 0,0009625 X2 (R2 =45,62 %)
1.5 1 0.5
B2 B3
0 0
10
20
30
40
50
60
Penambahan telur asin (%)
Gambar 4. Interaksi Hubungan Penambahan Telur (g) dengan Lama Pengukusan (menit) Terhadap Tingkat Kerenyahan Kerupuk Berdasarkan gambar 4 yang paling disukai adalah kerupuk dengan perbandingan tepung tapioka dan telur asin 80% + 20% dengan lama pengukusan 20 menit, hal ini disebabkan dengan adanya perbedaan penambahan tepung tapioka dan telur asin akan menghasilkan tingkat kerenyahan yang berbeda pula. Hasil analisis variansi menunjukan bahwa interkasi antara penambahan telur dengan lama pengukusan berpengaruh nyata (P>0,05), hal ini disebabkan adanya faktor-faktor seperti proses pembuatan adonan, kadar air dan lama pengukusan serta perbandingan antara tepung dan telur asin atau bahan pengisi (Lavlinesia, 1995) dalam (Istanti, 2005). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada pembuatan kerupuk telur asin dengan perbandingan tepung tapioka 80% dan telur asin 20% dengan lama pengukusan 20 menit adalah yang paling renyah dan yang mempunyai daya pengembangan tertinggi adalah kerupuk yang dibuat dengan campuran 80% tepung tapioka dan 20% telur asin. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang selalu mendukung penulis secara moral maupun material dalam penelitian ini terutama Dekan Fakultas Peternakan UNSOED yang telah memberikan ijin dilakukannya penelitian ini, Ir. H. Sukardi, MS dan Dr. sc. agr. Ir. H. R. Singgih Sugeng S., MP yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan yang bermanfaat dalam penelitian ini serta Bapak, Ibu, dan keluarga atas doa dan dukungan selama penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Afifah D. N. dan Anjani G. 2008. Sistem Produksi dan Pengawasan Mutu Kerupuk Udang Berkualitas Ekspor. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang Heriyanto T. 2012. Kebutuhan Telur Asin capai 10 juta butir per tahun. Panturanews. http://www.panturanews.com/index.php/panturanews/baca/7409/16/12/2012/kebutuhan-telurasin-capai-10-juta-butir-per-tahun. Diakses tanggal 17 Februari 2013 312
Wasi Hasta Anindita dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):307-313, April 2013
Istanti I. 2005. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadaap Sifat Fisik dan Sensori Kerupuk Ikan Sapusapu (Hyposarcus pardalis) yang Dikeringkan dengan Menggunakan Sinar Matahari. Skripsi. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Margono T, D. Suryati, dan S. Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerja sama dengan Swiss Development Cooperation. Nurhayati A. 2007. Sifat Kimia Kerupuk Goreng Yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi dan Perubahan Bilangan Tba Selama Penyimpanan. Skripsi. IPB. Bogor Tofan. 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik Kerupuk Yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi Selama Penyimpanan. Skripsi. IPB. Bogor
313