Isti Arum dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):31-38, April 2013
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus) PADA PAKAN SAPI POTONG LOKAL TERHADAP PRODUKSI VFA TOTAL DAN NH₃ SECARA IN VITRO "EFFECT OF EXTRACTED WARU LEAVES (Hibiscus tiliaceus) IN FEEDING LOCAL BEEF CATTLE TO THE PRODUCTION OF TOTAL VFA AND NH₃ IN IN VITRO" Isti Arum, Sri Rahayu, Muhamad Bata* Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto *) corresponding author :
[email protected] ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun waru terhadap produksi VFA total dan NH₃ secara in vitro. Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas lima blok. Sebagai blok adalah periode pengambilan cairan rumen yang berasal dari tiga ekor sapi potong yang diambil dari Rumah Potong Hewan (RPH) Mersi, Purwokerto. Perlakuan yang diuji adalah level ekstrak daun waru (Hibiscus tiliaceus) dalam konsentrat (mg/kg BK). Level pemberian ekstrak daun waru tersebut adalah 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm masing-masing untuk R₁, R₂, R₃, dan R₄. Imbangan bahan kering pakan komplit yang digunakan terdiri atas 45% jerami padi amoniasi (amoniasi menggunakan urea 5% dan onggok 2,5%) dan 55% konsentrat. Peubah yang diukur adalah konsentrasi VFA total dan N-NH₃. Analisis variansi menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun waru berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap konsentrasi VFA namun tidak berpengaruh (P > 0,05) pada produksi NH₃. Peningkatan konsentrasi daun waru (ppm) menyebabkan penurunan VFA secara kuadrater ( P < 0,05 ) dengan konsentrasi VFA terendah dicapai pada level 96,209 ppm. Rataan produksi VFA yaitu 318,6 ± 77,34 ; 253,60 ± 36,00 ; 261,10 ± 64,48 ; 266,40 ± 70,32 (mM/1) dan NH₃ yaitu 16.84±3.55 ; 17.68±3.34 ; 16.80±2.58 ; 16.60±3.93 (mM/1). Dari hasil tersebut disimpulkan suplementasi ekstrak ethyl acetate daun waru hingga level 150 ppm tidak mengganggu aktivitas metabolisme rumen sapi potong secara in vitro. Kata Kunci : in vitro, ekstrak daun waru, cairan rumen, VFA, NH₃ ABSTRACT The aim of this research was to determine level of extract of waru leaf on the production of total VFA and NH₃ in vitro. The research was designed according to randomized block design with five groups. Grouping wasbased on the time period of rumen fluid collections from trhee beef cattle taken from slaughter house Mersi, Purwokerto. Treatments tested were Hibiscus tiliaceus leaves extract supplemented to concentrate (DM 87,95%), its consist of 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, and 150 ppm for R1, R2, R3, and R4, respectivenly. Complete feed dry matter ration consisted of 45% amoniated rice straw (amoniated with urea 5% and onggok 2,5%) and 55% concentrate. The variables measured were concentrations of total VFA and NH₃. Analysis of variance showed that Hibiscus leaf extract significantly affect (P<0,05) to the total VFA concentrations and had no effect (P>0,05) on the production of NH₃. Increasing concentration of waru leaf (ppm) causes a decrease in kuadrater VFA (P< 0.05). The average of total VFA production are 318.6 ± 77.34; 253.60 ± 36.00; 261.10 ± 64.48; 266.40 ± 70.32 (mM /1) and NH ₃ is 16.84 ± 3:55; 17.68 ± 3:34 ; 16.80 ± 2:58; 16.60 ± 3.93 (mM / 1). Result showed that supplementation of ethyl acetate extract of Hibiscus tiliaceus leaves to level 150 ppm did not interfere the rumen metabolic activity of beef cattle in vitro. Key words : in vitro, extracted Hibiscus tiliaceus leaves, rumen fluid, VFA, NH₃
31
Isti Arum dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):32-38, April 2013
PENDAHULUAN Usaha peternakan sapi potong di peternakan rakyat menghadapi kendala penyediaan pakan berkualitas untuk menghasilkan pertambahan bobot badan optimal. Upaya pemberian pakan lokal seperti jerami padi amoniasi, dapat digunakan sebagai alternatif. Bata dan Rustomo (2009) melaporkan bahwa penggunaan 40-55% jerami padi amoniasi pada ransum sapi potong lokal dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,9-1,3 kg. Namun penggunaan pakan jerami padi amoniasi masih menghasilkan gas metan (CH₄) yang tinggi. Sektor peternakan telah menyumbang gas metan (CH₄) sebesar 37%, bahkan menurut Martin, et al. (2008) sekitar 66 % emisi gas metan berasal dari peternakan, terutama ternak ruminansia. Emisi gas metan (CH₄) ruminansia berasal dari proses metanogenesis di dalam rumen, jumlahnya sebesar 80 – 95 %. Gas ini dikeluarkan melalui mulut ke atmosfir dan mempengaruhi pemanasan global (global warming) (Aluwong et al., 2011). Pembentukan gas metan juga berpengaruh negatif terhadap ternak ruminansia itu sendiri, yaitu menyebabkan kehilangan energi hingga 15% dari total energi kimia yang tercerna. Untuk mengeliminasi produksi gas metan yang berasal dari ternak ruminansia ada beberapa cara yang dapat dilakukan seperti : penambahan senyawa halogen analog metan, pemberian ionophor (monensin), meningkatkan propionat, pemberian oksidator metan, probiotik dan defaunasi (Moss et al., 2000). Produksi gas metan berbanding lurus dengan jumlah protozoa, artinya produksi gas metan berkurang bila populasi protozoa rumen menurun (Thalib , 2008). Sebesar 30% bakteri penghasil metan (metanogenik) diketahui bersimbiosis dengan protozoa. Oleh karenanya dengan mengurangi populasi protozoa akan menyebabkan penurunan gas metan dan peningkatan jumlah bakteri rumen, karena protozoa adalah pemangsa bakteri. Populasi protozoa di dalam rumen dapat dikurangi dengan memberikan agen defaunasi seperti saponin. Mekanisme kerja saponin dalam defaunasi adalah mempengaruhi tegangan permukaan dinding sel protozoa. Peningkatan permeabilitas dinding sel, menyebabkan cairan di luar sel akan masuk ke dalam sel protozoa. Masuknya cairan dari luar sel menyebabkan pecahnya dinding sel sehingga protozoa mengalami kematian atau lisis. Daun Waru (Hibiscus tiliaceus) diketahui mengandung senyawa saponin. Penggunaan 10% daun waru dari bahan kering konsentrat mampu menurunkan populasi protozoa dan menghasilkan konsentrasi VFA sebesar 168,81mM dan NH3 sebesar 37,96 mg/100ml pada imbangan hijauan : konsentrat 70:30 (Istiqomah dkk, 2011). Pada penelitian ini saponin daun waru diekstrak menggunakan pelarut ethyl acetate, sehingga konsentrasi saponin meningkat. Konsentrasi yang tinggi dari saponin, akan menekan populasi protozoa lebih besar. Pengurangan protozoa tersebut akan mempengaruhi populasi bakteri metanogenik dan bakteri pendegradasi serat (selulolitik). Penggunaan ekstrak etil asetat daun waru (Hibiscus tiliaceus) dalam pakan akan mempengaruhi produksi VFA dan mempertahankan konsentrasi N-NH₃. METODE Penelitian menggunakan metode eksperimental yang dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas lima blok. Sebagai blok adalah sumber inokulum yang diperoleh dari 3 ekor sapi jantan sesaat setelah dipotong yang diambil pada tanggal 22, 24, dan 27 Februari 2012 dan 23, 27 April 2012 di Rumah Potong Hewan (RPH) Mersi. Perlakuan yang diuji adalah
32
Isti Arum dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):33-38, April 2013
pengaruh pemberian ekstrak daun waru (Hibiscus tiliaceus) yang dicampur dalam konsentrat (BK konsentrat 87,95%). Ekstrak daun waru diperoleh dari hasil ekstraksi tepung daun waru kecil menggunakan pelarut ethyl acetate sesuai metode Wettasinghe et al.(2002) yang dimodifikasi, yaitu tepung daun waru sebanyak 10 gram yang diperoleh dari penggilingan daun waru kecil yang telah dikeringkan dengan sinar matahari selama ± 2 hari diekstraksi menggunakan 100 ml pelarut ethyl acetate dan dihomogenisasi dengan magnetic stirrer pada suhu ruang selama 24 jam. Larutan disaring dengan kertas saring. Filtrat dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan temperatur 40°C sampai volumenya tersisa ± 10 ml. Ekstrak dimasukkan ke dalam desikator sampai bebas dari ethyl acetate atau dikeringanginkan ± 2 hari sampai berbentuk serbuk. Level pemberian ekstrak daun waru tersebut adalah 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm masing-masing untuk R₁, R₂, R₃, dan R₄. Imbangan bahan kering konsentrat dan jerami padi amoniasi adalah 55:45. Jerami padi diamoniasi menggunakan urea dan onggok masing-masing 5% dan 2,5% dari berat jerami. Komposisi pakan komplit beserta total kandungan nutrien pakan selengkapnya tersaji pada Tabel 1. Penelitian dilakukan dengan eksperimental in vitro menggunakan metode Tilley and Terry (1963). Supernatan hasil in vitro disimpan di dalam botol plastik yang ditutup rapat kemudian diletakkan pada lemari es dengan suhu 0-4°C. Peubah yang diukur adalah produksi VFA total dengan metode destilasi uap (AOAC 1999) dan N-NH₃ menggunakan metode difusi conway (Conway, 1957). Data yang diperoleh setelah penelitian dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan dengan uji orthogonal polinomial. Tabel 1. Komposisi Pakan Komplit dan Total Nutrien Pakan Proporsi Dalam Ransum Bahan Pakan (%) PK Jerami Padi Amoniasi 45 3.6 Tepung Kelapa 12 2.56 Bungkil Kedelai 10.5 4.93 Dedak Padi 20 2.3 Pollard 10 1.64 Mineral Mix 1.5 0 Garam 1 0.00 Total Nutrien 100 15.03
Kandungan Nutrien (%) SK LK 13.50 0.53 1.77 1.25 0.62 0.28 2.78 1.73 1.10 0.39 1.13 0.00 0.00 0.00 20.90 4.17
TDN 20.87 9.44 8.74 11.10 7.48 0.00 0.00 57.63
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis variansi menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak etil asetat daun waru berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi VFA total akan tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap produksi NH₃. Berdasarkan hasil uji lanjut orthogonal polynomial, menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak daun waru (ppm) menyebabkan penurunan VFA secara kuadrater ( P < 0,05 ) dan produksi VFA terendah dicapai pada pemberian ekstrak daun waru dengan dosis 96.2 ppm dengan hasil VFA sebesar 249.79 (mM), kemudian selanjutnya naik pada penambahan ekstrak daun waru. Namun kenaikan tersebut pada R₄ tidak lebih tinggi dari konsentrasi VFA pada kontrol (R₁). Persamaan kuadratik dari analisis variansi tersebut adalah Y=314.865 - 1.3527 X + 0.00703 X2 R2 =14.92 % terlihat pada gambar 1.
33
Isti Arum dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):34-38, April 2013
400
VFA (mM)
300
200
100
0 0
50
100
150
Penambahan ekstrak daun waru (ppm)
Gambar 1. Pengaruh ekstrak daun waru terhadap produksi VFA VFA dihasilkan dari fermentasi pakan oleh bakteri selulolitik. Menurunnya produksi VFA pada R₂ (100 ppm) menunjukkan penurunan aktivitas bakteri selulolitik. Daun waru mengandung saponin dan quinoline yang merupakan agen defaunasi. Peningkatan pemberian ekstrak daun waru menyebabkan penurunan protozoa dan populasi bakteri metanogenik yang bersimbiosis dengannya. Restiti (2012) melaporkan pemberian ekstrak ethyl acetate daun waru dalam pakan sapi potong lokal dengan level 0-150 ppm berpengaruh nyata terhadap populasi protozoa rumen dimana dicapai titik minimum populasi protozoa pada pemberian ekstrak daun waru sebanyak 106.69 ppm dengan populasi protozoa sebanyak 5.752,86 sel/ml. Hal ini selaras dengan pengamatan Pertiwi (2012), menginformasikan dengan suplementasi ekstrak ethyl acetate daun waru dalam pakan sapi potong lokal pada level 0-150 ppm menurunkan produksi gas methan secara kuadratik, walaupun pengaruhnya tidak nyata. Penurunan jumlah protozoa ini disebabkan oleh dua kemungkinan, yang pertama adalah karena efek agen defaunasi protozoa dan kedua karena pH cairan rumen yang juga mengalami penurunan sehingga protozoa tidak tahan hidup. Perubahan pH R₁ hingga R4 (0-150 ppm) adalah 5.90 ; 5.79 ; 5.86 ; 5.85. Sunaryadi (1999) menyatakan bahwa pada pH cairan rumen lebih kecil dari 6,2 maka kecernaan serat mulai terganggu. Penurunan pH diduga karena perlakuan defaunasi mengurangi populasi protozoa, padahal protozoa berperan menjaga stabilitas pH rumen dengan menyimpan karbohidrat tersebut sehingga tidak terfermentasi. Dengan penurunan protozoa tersebut mengakibatkan ketersediaan karbohidrat yang mudah terfermentasi di dalam rumen menjadi meningkat, karena protozoa mengonsumsi karbohidrat fermentable untuk hidupnya. Dalam penelitian ini, penambahan ekstrak daun waru menurunkan produksi VFA hingga titik minimum produksi VFA yaitu 249,79 (mM) dengan penambahan ekstrak daun waru sebanyak 34
Isti Arum dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):35-38, April 2013
96,2 ppm yang kemudian naik lagi dengan peningkatan level ekstrak daun waru. Restiti (2012) melaporkan populasi protozoa mencapai titik minimum 5.752,86 sel/ml pada penambahan 106.69 ppm. Penurunan protozoa akibat defaunasi mengakibatkan jumlah bakteri metanogenik yang juga bersifat selulolitik menjadi turun, sehingga mengakibatkan produk fermentasinya menurun. Disaat produksi VFA terukur mencapai titik minimum, populasi protozoa masih mengalami penurunan. Protozoa dalam hidupnya memanfaatkan karbohidrat fermentabel untuk makanannya. Sehingga dengan penurunan protozoa, ketersediaan karbohidrat fermentabel di dalam rumen akan meningkat. Disaat yang bersamaan, diduga bahwa dengan penurunan protozoa, mengakibatkan bakteri rumen khususnya selulolitik menjadi meningkat. Sehingga produksi VFA menjadi meningkat. Banyaknya VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangatlah bervariasi yaitu antara 200 – 1500 mg/100 ml cairan rumen. Hal ini tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi (McDonald et al; 2002). Populasi protozoa yang menurun adalah akibat agen defaunasi (saponin) yang terdapat dalam ekstrak daun waru. Saponin dapat mengganggu perkembangan protozoa dengan terjadinya ikatan antara saponin dengan sterol pada permukaan membran sel protozoa, menyebabkan membran pecah, sel lisis dan mati. Keberadaan kolesterol pada membran sel eukariotik (termasuk protozoa) tetapi tidak terdapat pada sel bakteri prokariotik, memungkinkan protozoa rumen lebih rentan terhadap saponin karena saponin mempunyai daya tarik menarik terhadap kolesterol. Populasi bakteri rumen tidak mengalami gangguan karena disamping bakteri tidak mempunyai sterol yang dapat berikatan dengan saponin, bakteri mempunyai kemampuan untuk memetabolisme faktor antiprotozoa tersebut dengan menghilangkan rantai karbohidrat (Suparjo, 2009). Peningkatan level ekstrak daun waru tidak menyebabkan perubahan terhadap konsentrasi NH3, namun konsentrasinya relatif tinggi. Rataan produksi NH3 dari R₁-R₄ adalah 16.84±3.55, 17.68±3.34, 16.80±2.58, 16.60±3.93. Menurut Sutardi (1979) konsentrasi ideal N-NH₃ di dalam rumen berkisar 4-12 mM. Tingginya konsentrasi NH3 ini menggambarkan tingginya aktifitas bakteri di dalam rumen dan menggambarkan bahwa protein pakan mempunyai kelarutan tinggi sehingga mudah didegradasi oleh mikroba rumen. Konsentrasi optimum NH3 di dalam rumen antara 85 – 300 mg/l 1 atau 6-21 mM (McDonald et al, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi NH3 yang dihasilkan pada penelitian ini masih dalam kisaran ideal yang tidak mempengaruhi aktivitas metabolisme di dalam rumen. Kemungkinan lain tingginya konsentrasi NH3 adalah oleh adanya agen defaunasi protozoa, yang menurunkan populasi protozoa sehingga meningkatkan populasi sejumlah bakteri. Dalam hal ini diduga peningkatan populasi bakteri yang menonjol adalah bakteri selulolitik dan proteolitik. Seperti dinyatakan oleh Sutardi (1979) bahwa kurang lebih 35% mikroba rumen adalah bakteri proteolitik yang mampu mendegradasi protein pakan menjadi NH3 yang selanjutnya dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya dan sisanya didaur ulang menjadi urea darah ataupun saliva atau diekskresikan ke urin. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi NH3 antara lain tingkat degradasi protein, pemanfaatan NH3 oleh bakteri dan kandungan protein pakan. Dalam hal ini, kandungan protein pakan substrat yang digunakan pada penelitian ini sama, karena dengan penambahan ekstrak daun waru dalam pakan, tidak mempengaruhi kandungan protein pakan, sehingga diduga menjadi faktor
35
Isti Arum dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):36-38, April 2013
yang juga menyebabkan konsentrasi NH3 tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pemberian ekstrak daun waru. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan ekstrak ethyl acetate daun waru hingga level 150 ppm tidak mengganggu aktivitas metabolisme rumen sapi potong secara in vitro. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dapat terlaksana atas dukungan dan bantuan dari riset kerjasama Internasional Unsoed dengan Universiti Putra Malaysia (UPM). DAFTAR PUSTAKA Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1999. Official Methods of Analysis. Ed ke-16. Washington. AOAC International. Aluwong, T., P.A. Wuyep, and L. Allam. 2011. Livestock-enviroment interactions: Methane emissions from ruminants. African J. Biotechnology. 10 (8): 1265-1269 Arora,S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Bannink, A.J. Kogut, J. Dijkstra, J. France, S. Tamminga, and A. M Vanvuuren. 2000. Modelling Production and Portal Appearance of Volatile Fatty Acids in Dairy Cows. Institute for Animal Science and Health. University of Reading Earley Gate. UK Bata, M dan B.Rustomo. 2009. Peningkatan Kinerja Sapi Potong Lokal Melalui Rekayasa Amoniasi Jerami Padi Menggunakan Molasses dan Limbah Cair Tapioca. Laporan Hasil Penelitian. Riset Strategis Nasional Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Purwokerto. Birk,Y. dan I. Peri. 1980. Saponin. Toxic Constituents of plants foodstuffs. Academic Press. New York. Conway EJ. 1957. Microdiffusion of Analysis of Assosiation Official Anahtycal Chemist: Goergia Press. Environment Canada, 2002. Canada’s Greenhouse Gas Inventory 1990-2000 Greenhouse Division Environment Canada. http:/www.ec.gc.ca/pdb/ghg/1990_00_report/acknow_e.cfm Fracis, G., Z. Kerem, H.P.S. Makkar and K. Becker. 2002. The Biological Action of Saponins in Animals Systems : a Rivew. Br.J. Nutr.88:587-605. Hanim, C., LM. Yusiati, and S. Alim. 2009. Effect of Saponin as Defaunating Agent on In vitro Ruminal Fermentation of Forageand Concentrate. J.Indonesian. Trop. Anim. Agric. 34 (4): 231-235. Haryanto, B 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak Dalam Sistem Integrasi Tanaman Ternak Bebas Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging.Pengembangan Inovasi Pertanian 2(3), 2009 :163-176 Hobson, P.N. 1998. The Rumen Microbial Ecosystem El Sevier Applied Science. London and New York. Hungate, R.E. 1988. The Rumen and Its Microbs. Applied Science. Academic Press. New York.
36
Isti Arum dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):37-38, April 2013
Istiqomah, L., H. Herdian, A. Febrisantosa and D. Putra. 2011. Waru Leaf (Hibiscus tiliaceus) as Saponin Source on In Vitro Ruminal Fermentation Characteristic. J. Indonesian Trop.Anim.Agric.36(1):43-49 Klita, P.T. , G.W. Mathison, T.W. Fenton, and R.T. Hardin. 1996. Effects of Alfalfa Root Saponin on Digestive Function in Sheep. J.Anim.Sci. 74:1144-1156 Martin C,, J Rovel, J.P Jouny,M. Doreau, and Y. Chiliard. 2008. Methane Output and Diet Digestibility in Response to Feeding Dairy Cows Crude Linseed, Extruded Linseed, of Linseed Oil. J. Anim.Sci. 86:2642-2650. McDonald, P.R. Edwards and J.Greenhalgh.2002. Animal Nutrition. 6th edition. New York. Moss, A.R., Jean-Piere Jouany, and J. Newbold. 2000. Methane Production by Ruminating : Its Contribution to Global Warming. Ann.Zootech.49:231-253. Newbold, C.J. S.M. El Hassan, J. Wang, M.E. Ortega and R.J. Wallace. 1997. Influence of Foliage from African Multipurpose Tress on Activity of Rumen Protozoa and Bacteria. Br.J.Nutr. 78:237-249. Putra, S., 1999. Peningkatan Performans Sapi Bali melalui Perbaikan Mutu Pakan dan Suplemenasi Seng Asetat. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Putra, S. 2006. Pengaruh Suplementasi Agensia Defaunasi dan Waktu Inkubasi terhadap Bahan Kering, Bahan Organik Terdegradasi dan Produk Fermentasi secara In Vitro. Animal Production. 8(2): 121-130 Putra, D. T. B. 2010. Pengaruh Suplementasi Daun Waru (Hibiscus tiliaceus) Terhadap Karakteristik Fermentasi dan Populasi Protozoa Rumen Secara In Vitro. Digital Skripsi. Perpustakaan.uns.ac.id Pertiwi, Septianty Sari. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Waru (Hibiscus Tiliaceus) Sebagai Pakan Tambahan dalam Ransum Sapi Potong Lokal Terhadap Produksi Gas Total dan Propionat Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan Unsoed. Rahayu, D. 2010. Limbah Ternak Sebagai Pencemar Lingkungan. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. Restiti, Riris. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Waru (Hibiscus tiliaceus) Sebagai Pakan Tambahan dalam Ransum Sapi Potong Lokal Terhadap Populasi Protozoa dan Kecernaan Bahan Kering (KBK) Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan Unsoed. Rika, I K. 2003.Hibiscus. Tanaman Multiguna. Artikel. Pusat Pengembangan dan Pengadaan Bibit Tanaman, Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana (LPMUNUD), Bali. Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Sunaryadi. 1999.Ekstraksi dan Isolasi Saponin Buah Lerak (Sapindus rarak) Serta Pengujian Daya Defaunasinya. Tesis Sekolah Pasca Sarjana IPB. Suparjo. 2009. Saponin: Peran dan Pengaruhnya bagi Ternak dan Manusia. Artikel. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi. Sutardi,T. 1979. Ketahanan Protein Bahan MakananmTerhadap Degradasi oleh Mikroba Rumen dan Manfaatnya bagi Peningkatan Produktivitas Ternak. Pros.Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan. LPP. Deptan vol.2: 91-103. Bogor Thalib, A. 2008. Buah Lerak Mengurangi Emisi Gas Metana Pada Hewan Ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 30 N0 2. 37
Isti Arum dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):38-38, April 2013
Tilley, J.M.A. Valdes, and Terry, Ra. 1963. A Two Stage Technique For The In Vitro Digestion of Forage Crops. J.Brit. Grassland Soc. 18 : 104
38