Ady Trimo Wijoyo Raharjo dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 796–803, September 2013
PENGARUH IMBANGAN RUMPUT LAPANG – KONSENTRAT TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK SECARA IN VITRO (EFFECT OF RATIO OF WILD GRASS – CONCENTRATE ON DIGESTIBILITIES OF DRY MATTER AND ORGANIC MATTER BY IN - VITRO)
Ady Trimo Wijoyo Raharjo, Wardhana Suryapratama, Titin Widiyastuti Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto. Banyumas
[email protected] ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengkaji kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada pakan imbangan hijauan rumput lapang – konsentrat yang mengandung kulit nanas yang difermentasi dengan Saccharomyces cereviseae.Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan dari tanggal 13Januari 2013 sampai dengan 14 Februari 2013di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.Materiyang digunakan adalah pakan yang tersusun darirumput lapangdan konsentrat dengan perbandingan 30:70;50:50; 70:30. Cairan rumen sebagai sumber inokulum diambil dari sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan(RPH). Metode penelitian yang digunakan adalah metode experimental secara in vitro yang dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diuji adalah R1= Imbangan Hijauan Rumput Lapang-Konsentrat 30-70,R2 = Imbangan Hijauan Rumput Lapang-Konsentrat50-50,dan R3= Imbangan Hijauan Rumput Lapang-Konsentrat 70-30. Peubah yang diukur meliputi kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik . Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi, bila perlakuan berpengaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Orthogonal Polynomial.Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa imbangan hijauan rumput lapang – konsentrat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan bahan kering akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadapkecernaan bahan organik pakan. Berdasarkan uji orthogonal polynomial perlakuan berpengaruh secara linier (P<0,05) terhadap kecernaan bahan kering dengan persamaan Y = 42,52+0,11 X dan koefisien determinasi (R2) 37,82 %. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pakan dengan imbangan hijauan rumput lapang : konsentrat sebesar 30:70 menghasilkan rataan kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik tertinggi. Kata kunci :ratio Rumput lapang-Konsentrat, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organic,in-vitro ABSTRACT " Effect of ratio of wild Grass - Concentrate on digestibilities of Dry Matter and Organic Matter by In-Vitro". The research aimed to assess the digestibility of dry matter and organic matter in feed of wild grass - concentrate ratio containing fermented pineapple peel with Saccharomyces cereviseae. The research was carried out for 1 month from the date of January 13, 2013 until February 14, 2013 at the Feedstuff Science Laboratory, Faculty of Animal Science, Jendral Soedirman University, Purwokerto.The materials used were feeds that were composed of wild grass and concentrate with a ratio of 30:70; 50:50; and 70:30. Rumen fluid as a source of inoculum was taken from cattle abattoar (slaughterhouse). The research method was experimental by in-vitro methods,that was designed using completely randomized design (CRD). The treatments tested were R1 = wild Grass –Concentrate ratio of 30:70, R2 = willd Grass – Concentrate of 50:50,and R3 = wild Grass–Concentrate of 70:30. The measured variables included digestibilities of Dry Matter and Organic Matter. The data were analyzed using analysis of variance. If the treatments significantly affected the variables being tested, the test was continued with Orthogonal polynomial.The results of analysis of variance showed that the ratio of wild grass - concentrate significantly (P <0.05) affected the digestibility of dry matter, but had no significant effect on organic matter digestibility of feed. Based on orthogonal polynomial test,there was a linear effect (P <0.05) of trertment on the 796
Ady Trimo Wijoyo Raharjo dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 796–803, September 2013
digestibility of dry matter with the equation, Y = 42.52 +0.11 X and the coefficient of determination (R2) of 37.82%. Based on the results of this study,it was concluded that the ratio of wild grass to concentrate at 30:70 produced thehighest dry matter digestibility and organic matter digestibility. Keywords:ratio wild grass-concentrate, dry matter digestibility, organic matter digestibility,in-vitro PENDAHULUAN Pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan adalah bahan yang berfungsi sebagai sumber serat atau sekaligus sebagai sumber vitamin sedangkan pakan konsentrat adalah suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan. Pakan hijauan untuk ternak ruminansia dapat berupa hijauan segar yang terdiri dari rumput dan daun-daunan atau dapat berupa limbah pertanian baik yang segar maupun yang kering (Nuschati, 2006).Pemberian pakan hijauan rumput lapang - konsentrat ternak ruminansia di indonesia masih terkendala pada keterbatasan bahan baku pakan sehingga pemberian hijauan - konsentrat sering berubah-ubah. Sering berubahnya pemberian hijauan - konsentrat akan mempengaruhi laju fermentasi dan kecernaan pakan. Selain itu apabila terdapat pemakaian limbah tanaman pertanian seperti kulit nanas yang difermentasi dengan Saccharomyces cereviseae, maka berubahnya imbangan hijauan - konsentrat akan merubah pula penggunaan kulit nanas tersebut. Semakin banyak penggunaan kulit nanas akan merubah kandungan nutrisi ransum, dimungkinkan akan merubah pola degradasi ransum, selanjutnya akan berubah kecernaanya. Oleh karena itu perlu adanya perlakuan terhadap ratio rumput lapang – konsentrat yang mengandung limbah kulit nanas fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Hasil penelitian Tang et al.(2008) membuktikan bahwa suplementasi Saccharomyces cerevisiae meningkatkan laju kecernaan serat, meningkatkan degradasi protein kasar dan NDF dan efisiensi mikrobial. Saccharomyces cerevisiae dapat menggunakan oksigen untuk proses glikolisis, menghasilkan etanol dan CO2 sehingga kondisi lingkungan yang dibutuhkan untuk fermentasi dapat tetap anaerob (Lushchak, 2006), dengan demikian bakteri anaerobic pencerna serat kasar dapat tumbuh dengan baik sehingga kerja rumen akan lebih efektif untuk mendegradasi secara fermentatif komponen serat kasar yang akan meningkatkan kecernaan bahan kering. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Peningkatan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik meningkat dan sebaliknya. Rumput lapang merupakan campuran dari berbagai rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Kandungan nutrien rumput lapang adalah sebagai berikut: Bahan Kering 22,97%, Abu 8,48%, Protein Kasar 8,59%, Lemak Kasar 6,93%, Serat Kasar 36,38%, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen 48,31%, Total Digestible Nutrient 57,31%, Kalsium 0,30%, Posfor 0,12 % (Wiradarya, 1989; Wahyuni. 2008). Potensi kulit nanas sebagai sumber pakan ternak cukup tinggi, Karena tingkat rendemen sekitar 15%, artinya akan dihasilkan limbah kulit nanas dan limbah perasan daging buah sebesar 85% dari produksi nanas. Terdapat sekitar 596 ribu ton per tahun limbah kulit nanas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak alternatif. Kulit nanas mengandung nutrien yang cukup tinggi yaitu Bahan Kering 14,22%, Protein Kasar 3,50%, Serat Kasar 19,69%, Lemak Kasar 3,49% dan Neutral Digestible Fibre (NDF) 57,27% dan merupakan sumber energi dengan kandungan Gross Energi 4481 kkal (Ginting et al.,2004). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan adanya penelitian mengenai limbah kulit nanas yang di fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan uji kecernaan secara in vitro pada pakan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.
797
Ady Trimo Wijoyo Raharjo dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 796–803, September 2013
METODE Materi yang digunakan dalam penelitian adalah jagung,pollard,bungkil kelapa,onggok,tepung rumput lapang kering,tepung kulit nanas fermentasi,cairan rumen yang diambil dirumah potong hewan.Rancangan dasar yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (Steel dan Torrire, 1981) dengan tiga perlakuan dan setiap perlakuan diulang tujuh kali. Perlakuan terdiri atas R1 = Imbangan hijauan rumput lapang-konsentrat 30 : 70 % , R2 = Imbangan hijauan rumput lapang-konsentrat 50 : 50 %, dan R3 = Imbangan hijauan rumput lapang-konsentrat 70 : 30 %. Peubah yang diamati adalah kecernaan bahan kering (KBK) dan kecernaan bahan organik (KBO) secara in vitro. HASIL DAN PEMBAHASAN Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian menunjukkan rataan kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik masing masing perlakuan tersaji pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Rataan Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (%) Perlakuan Imbangan Rumput lapangkonsentrat
Kecernaan BK(%)rataan
R1 30:70
Kecernaan BO(%) rataan
50,50
sd (+/-) 1,10
52,79
Sd (+/-) 0,98
R2 50:50
47,60
4,05
51,75
4,27
R3 70:30
46,07
0,87
49,45
0,71
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan kering (KBK) masing-masing perlakuan adalah 50,50% (R1) ; 47,60% (R2); 47,07% (R3). Hasil penelitian tersebut lebih rendah dari hasil penelitian Holcomb et al.(1984) yang melaporkan daya cerna bahan kering ransum pada sapi umur 1-2 tahun yang diberi rasio hijauan – konsentrat (25-75) menghasilkan kecernaan bahan kering 71,6% dan yang hanya diberi hay saja diperoleh kecernaan bahan kering 53,9%. Rendahnya kecernaan bahan kering yang diperoleh diduga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain jenis pakan,komposisi ransum, jumlah mikroba maupun umur sapi (Tillman et al., 1991). Pada penelitian ini menggunakan metode in vitro, sebagai inokulum diambil dari cairan rumen sapi yang telah dipotong di RPH. Selain itu sapi sebelum dipotong telah dipuasakan lebih dari 12 jam, sehingga diduga bakteri rumen sebagai inokulum banyak mengalami tekanan atau hambatan untuk pertumbuhan akibatnya kecernaan bahan kering lebih rendah dari yang dilaporkan Holcomb et al.(1984). Namun demikian terdapat peningkatan daya cerna yang terjadi akibat penambahan jumlah pemberian konsentrat. Yaitu semakin meningkatnya rasio konsentrat semakin meningkat kecernaan bahan kering (Tabel 1) hal ini diduga konsentrat mampu merangsang pertumbuhan mikroba rumen sehingga aktivitas pencernaan fermentatif meningkat, yang pada akhirnya makin banyak bahan kering ransum yang dapat dicerna. Peningkatan daya cerna bahan kering ransum akibat bertambahnya jumlah pemberian konsentrat disebabkan karena konsentrat mempunyai nilai kecernaan yang tinggi dalam saluran pencernaan ternak ruminansia. Konsentrat merupakan bahan pakan yang kaya akan zat-zat makanan terutama protein dan energi, memiliki kadar serat kasar yang rendah sehingga kecernaannya dalam saluran pencernaan cukup tinggi (Orskov dan McDonald, 1979). Menurut Arora (1989), di dalam rumen protein akan dihidrolisa menjadi oligopeptida oleh enzim proteolitik yang dihasilkan mikroba, dan oligopeptida ini dihidrolisa menjadi asam-asma amino. Mikroba rumen inilah yang kemudian menjadi sumber protein untuk diserap oleh induk semangnya, selain itu induk semang dapat memanfaatkan molekul kecil asal oligopeptida, asam-
798
Ady Trimo Wijoyo Raharjo dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 796–803, September 2013
asam amino, asam alfa keto dan asam hidroxi alfa yang mungkin tidak terdegradasi di rumen (Santoso dkk., 1985). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwaimbangan hijauan - konsentrat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan bahan kering pakan. Berdasarkan uji orthogonal polynomial pengaruh tersebut bersifat linier dengan persamaan Y = 42,52 + 0,11X dan koefisien determinasi (R2) 37,82 % yang berarti pengaruh imbangan hijauan – konsentrat terhadap kecernaan bahan kering hanya sebesar 37,82%. Berdasarkan kurva respon tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi konsentrat sampai taraf 70% dan hijauan 30% menujukkan semakin meningkat kecernaan bahan keringnya (KBK), seperti terlihat pada gambar 1.
KBK (%)
60
50 y = 0,110x + 42,52 R² = 37,82%
40
30 30
40
50
60
70
Taraf Konsentrat (%) Gambar1.Kurva Respons Imbangan Rumput : Konsentrat Terhadap Kecernaan Bahan Kering Imbangan Hijauan – Konsentrat sebesar 30%:70% mengandung kulit nanas fermentasi mampu meningkatkan kecernaan bahan kering hal ini didukung oleh (Garces-Yepez et al., 1997; Madrid et al., 1997; Luginbuhl et al., 2000). Yang melaporkan kecernaan pakan akan meningkat dengan pemberian pakan konsentrat dari pakan yang memiliki kualitas rendah. Kecernaan pakan yang memiliki kualitas relatif rendah umumnya meningkat dengan pemberian pakan konsentrat Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah komposisi pakan, daya cerna protein kasar, lemak, komposisi ransum, penyiapan pakan, faktor hewan dan jumlah pakan yang diberikan (Tillman et al., 1991). Dalam penelitian ini meningkatnya kecernaan BK pada ransum yang menggunakan imbangan hijauan - konsentrat dengan komposisi berbeda selain dapat disebabkan oleh peningkatan kecernaan bahan kering juga disebabkan oleh meningkatnya proporsi konsentrat dalam ransum. Pemakaian Saccharomyces cerevisiae dalam fermentasi kulit nanas diduga pula dapat meningkatkan kecernaan bahan kering.sesuai dengan pendapat ( Jamarun et al. , 2001) Proses fermentasi suatu bahan pakan akan menyebabkan komposisi serta kandungan nutrien dalam suatu bahan pakan mengalami perubahan. Kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan tersebut, berarti semakin baik kualitasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi, laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang terkandung dalam pakan tersebut. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering pakan adalah tingkat proporsi bahan pakan, komposisi kimia, tingkat protein pakan, persentase lemak dan mineral (Hernaman dkk., 2003). Kecernaan bahan kering paling tinggi diperoleh pada imbangan 30% rumput dan konsentrat mengandung kulit nanas fermentasi 70%. Hal ini diduga terjadi karena adanya peningkatan pertumbuhan dan aktivitas bakteri selulolitik pencerna selulosa.
799
Ady Trimo Wijoyo Raharjo dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 796–803, September 2013
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Plata et al. (1994) yang menyatakan bahwa penambahan Saccharomyces cerevisiae dapat meningkatkan populasi protozoa dan bakteri selulolitik. Selulosa merupakan sumber energi yang sangat potensial bagi ruminansia. Ruminansia memiliki kemampuan mencerna selulosa menjadi sumber energi melalui proses fermentasi oleh mikroba selulolitik yang terdapat dalam rumen. Tiga spesies bakteri selulolitik yang bekerja dalam mendegradasi selulosa terdiri dari Ruminococcus flavifaciens,Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus albus, bakteri tersebut akan mencerna selulosa dengan produk akhir suksinat dan asetat (Chen dan Weimer, 2001). Degradasi serat kasar didalam rumen terjadi karena proses hidrolisis komponen dinding sel oleh aktivitas mikroba, protozoa maupun enzim yang bersifat selulolitik (Suhartanto et al., 2000). Adanya aktivitas mikroba selulolitik mampu menghidrolisis serat kasar yang terdapat dalam rumen menjadi VFA. (Promkot et al., 2007). Produk kecernaan mikroba dalam rumen terdiri dari VFA, asetat, propionat dan butirat digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh hewan inang. Kecernaan oleh mikroba selulolitik berkorelasi positif dengan tingkat degradasi nutrient dalam rumen. Winarno (1995) menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroba proteolitik yang mampu memecah protein dan komponen-komponen nitrogen lainnya menjadi asam amino. Wina (2000) menyatakan juga didalam kultur ragi Saccharomyces cerevisiae terbentuk vitamin, mineral dan asam amino yang dapat menstimulasi pertumbuhan mikroba rumen secara optimum. Menurut Ahmad (2005) keuntungan penggunaan Saccharomyces cerevisiae pada pakan ternak dapat menambah jumlah mikroba yang menguntungkan dan berperan sebagai bahan imunostimulan. Imunostimulan berfungsi untuk meningkatkan sistem pertahanan ternak terhadap penyakit-penyakit yang disebabkan bakteri, cendawan dan virus yang dapat mengganggu proses pencernaan dan penyerapan nutrisi pakan sehingga diharapkan mampu meningkatkan kecernaan nutrien, harapan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang artinya suplementasi Saccharomyces cerevisiae pada pakan dapat meningkatkan kecernaan bahan kering pakan. Kecernaan Bahan Organik Rataan kecernaan bahan organik tersaji pada tabel 1. menunjukkan bahwa komposisi bahan organik yaitu terdiri atas karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Karbohidrat merupakan bagian dari bahan organik yang utama serta mempunyai komposisi yang tertinggi (50-70%) dari jumlah bahan kering (Tillman dkk.,1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan organik (KBO) masing-masing perlakuan adalah52,79 (R1) ; 51,75 (R2) ; 49,45 (R3). Menurut Tillman et al (1991), bahwa bahan organik merupakan bahan yang hilang pada saat pembakaran. Nutrien yang terkandung dalam bahan organik merupakan komponen penyusun bahan kering. Komposisi bahan organik terdiri dari lemak, protein kasar, serat kasar, dan BETN. Bahan kering, mempunyai komposisi kimia yang sama dengan bahan organik ditambah abu (Kamal,1994). Akibatnya jumlah konsumsi bahan kering akan berpengaruh terhadap jumlah konsumsi bahan organik. Banyaknya konsumsi bahan kering akan mempengaruhi besarnya nutrien yang dikonsumsi sehingga jika konsumsi bahan organik meningkat maka akan meningkatkan konsumsi nutrien. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1979), faktor yang berpengaruh terhadap daya cerna diantaranya adalah bentuk fisik pakan, komposisi ransum, suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan dan pengaruh terhadap perbandingan nutrien lainnya. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan imbangan hijauan - konsentratberpengaruh tidak nyata terhadap kecernaan bahan organik (P>0,05) penelitian memiliki nilai kecernaan bahan organik lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Tang et al., (2008) yang menyatakan bahwa kecernaan bahan organik pada pakan yang disuplementasi dengan Saccharomyces cerevisiae mencapai 56,8%. Sebagaimana kecernaan bahan kering, tingginya nilai kecernaan bahan organik pada hasil penelitian Tang et al. (2008) disebabkan adanya penambahan enzim fibrolytic. Penambahan enzim fibrolytic diduga akan lebih meningkatkan populasi mikroba dalam rumen dibandingkan dengan pakan yang hanya di suplementasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Feng et al. (1996)
800
Ady Trimo Wijoyo Raharjo dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 796–803, September 2013
yang melaporkan penambahan enzim fibrolytic dapat meningkatkan ekosistem mikroba rumen yang mengakibatkan meningkatnya laju kecernaan serat kasar. Hal ini memberikan pengaruh terhadap meningkatnya kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan. Sebagaimana hasil perhitungan kecernaan bahan kering, hasil perhitungan kecernaan bahan organik menunjukkan imbangan rumput lapang – konsentrat mengandung kulit nanas fermentasi rataan kecernaan bahan organik yang menunjukkan trend penurunan. Hasil tersebut diduga karena kecernaan bahan organik sangat erat hubungannya dengan kecernaan bahan kering. Fathul dan Wajizah (2010) menyatakan bahwa bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga apabila bahan kering meningkat akan meningkatkan bahan organik begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, hal tersebut juga akan berlaku pada nilai kecernaannya apabila kecernaan bahan kering meningkat tentu kecernaan bahan organik juga meningkat. Menurut Munasik (2007) bahan pakan yang memiliki kandungan nutrien yang sama memungkinkan nilai KBO mengikuti KBK, namun juga dapat terjadi perbedaan karena dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran fisik pakan, tingkat kedewasaan tanaman, jumlah dan jenis mikroba pakan yang terdapat dalam rumen. Menurut Gonjales et al. (2004) Saccharomyces cerevisiae menghasilkan enzim selulase (enzim penghidrolisis selulosa), Nurhayati (2001) mengemukakan bahwa bahwa Saccharomyces cerevisiae ternyata masih memiliki enzim glukoamilase yang menyerupai enzim ekso-β-1,4- glukanase yang mampu mendegradasi ikatan β1-4 glukosida pada selulosa dan juga dapat mendekomposisi lignoselulosa menjadi selulosa dan glukosa. Munasik (2007) selulosa merupakan salah satu bahan organik yang terdapat dalam jumlah banyak dan merupakan energi yang sangat potensial bagi ruminansia, apabila selulosa telah didegradasi sempurna dan cepat maka dapat diharapkan mampu meningkatkan kecernaan bahan organik. Tingkat kecernaan bahan organik pakan percobaan mempunyai pola yang sama dengan kecernaan bahan kering. Tingkat kecernaan bahan organik relatif lebih tinggi dari pada kecernaan bahan kering pada semua ransum perlakuan. Hal ini karena pada bahan kering masih mengandungabu, sedangkan bahan organik tidak mengandung abu,sehingga bahan tanpa kandungan abu relatif lebihmudah dicerna. Fathul dan Wajizah (2010) menyatakan bahwa kandungan abu dapat memperlambat ataumenghambat tercernanya bahan kering ransum. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pakan dengan imbangan 30:70% hijauankonsentrat mengandung kulit nanas terfermentasi Saccharomyces cerevisiae menghasilkan rataan kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik yang tertinggi. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, R.Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae untuk Ternak. Wartazoa 15(1) : 49-55. Anggorodi, 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta. Arora, S.P., 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Terjemahan Judul Asli : Microbial Digestion in Ruminants. Gadjamada University Press,Yogyakarta. Chen, J., and P J. Weimer. 2001. Competition Among These Predominant Ruminal Cellulolytic Bacteria In the Absence or Presence of non-Cellulolytic Bacteria. Journal of Enviromental Microbiologi 147 : 2130. Fathul, F dan S. Wajizah. 2010. Penambahan Mikromineral Mn dan Cu dalam Ransum terhadap Aktivitas Biofermentasi Rumen Domba secara In Vitro. JITV 15(1) : 9-15 Garces-Yepes, P., W.E. Kunkle, D.B. Bates, J.E. Moore, W.W. Thatcher and L.E. Sollenberger. 1997. Effects of supplemental energy sources and amount of forage intake and performance by steers and intake and diet digestibility by sheep. J. Anim. Sci. 75: 1918-1925.
801
Ady Trimo Wijoyo Raharjo dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 796–803, September 2013
Ginting, P. M. 2000. Pengaruh penambahan daun widuri pada pakan basal rumput kume terhadap pertambahan bobot badan domba jantan. Buletin Peternakan. 24(3): 103-109. Gonzales, J.A, Gallardo, Pombar, C.S., Rego, A., and Rodigues, L.A. 2004. Determination of Enzimaties In Ecotypic Saccharomyces and non Saccharomycesyeast. Journal Environment Agriculture food Chemical 15(1) : 743-749. Hernaman, I., A. Budiman,dan A. Budi. 2007. Pengaruh Penundaan Pemberian Ampas Tahu pada Domba yang diberi Rumput Raja terhadap Konsumsi dan Kecernaan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. hal 9. Holcomb, G., H. Kiesling, and G. Lofgreen, 1984. Digestibility of Diets and Performance by Steers Feed Varying Energy and Protein Level in Feedlot Receiving Program. Livestock Research Beefs and Cattle Growers Shorts Course. New Mexico State University, Mexico. Jamarun N, YS,Nur Rahman J. 2001. Pemanfaatan serat sawit dengan Aspergillus niger sebagai pakan ternak ruminansia.Laporan penelitian hibah Bersaing II 1992/2000. Padang. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Luginbuhl, J.M., M.H. Poore and A.P. Conrad. 2000. Effects of whole cottonseed on intake, digestibility and performamce of growing male goats fed hay-based diets. J. Anim. Sci. 78: 1677-1683 Lushchak, V. I. 2006. Budding yeast Saccharomyces cerevisiae as a model to study oxidative modification of proteins in eukaryotes. J. Acta Biochemica Polonica (53). 4: 679-684. Madrid, J., F. Hernandes, M.A. Pulgar and J.M. Cid. 1997. Urea and citrus by-product supplementation of strawbaseddiets for goats: Effect on barley strawdigestibility. Small Rum. Res. 24: 149-155. Munasik. 2007. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap Kualitas Hijauan Sorgum Manis (Shorgum bicolor L. Moench) Variets RGU. Prosiding Seminar Nasional : 248-253.
Nurhayani, H., Nurjati, J, Nyoman P. 2001. Peningkatan kandungan protein kulit umbi ubi kayu melalui proses fermentasi. Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung. JMS 1: 2-3 Nuschati, U. 2006. Teknologi Formulasi Ransum untuk Penggemukan Sapi pada Wilayah Marjinal. (On-line). Jateng. litbang.deptan.go.Id/ind/images/ Publikasi diakses 17 November 2011. Orskov, E.R., and McDonald, I., 1979. The Estimation of Protein Degradability in the Rumen from Incubation Measurements Weighted According to Rate of Passage. J. of Agricultural Science, Cambridge, 92 : 499 – 503. Plata, P. F., M. G. D. Mendoza, J. R. Bárcena-Gama, and M. S. González.1994. Effect of a yeast culture (Saccharomyces cerevisiae) on neutral detergent fiber digestion in steers fed oat straw based diets. Anim. Feed Sci. Technol. 49:203–210. Promkot, C., Wanapat, M., and Rowlinson, P. 2007. Estimation of Ruminal Degradation and Intestinal Digestion of Tropical Protein Resources Using the Nylon Bag Technique adn the Three-Stop In Vitro Prosedure In Dairy Cattle on Rice Straw Diets. J.Anim. Sci.20(12) : 1849-1857. Santoso, D., Munadi, Y. Soebagyo, P. Supratman dan H. Soeprapto, 1985. Ilmu Produksi Sapi Potong. Fakultas Peternakan UNSOED, Purwokerto. Suhartanto, Kustantinan dan Padmowijoto. 2000. Degradasi In Sacco Bahan Organik dan Protein Kasar Empat Macam bahan Pakan Diukur menggunakan Kantong Inra dan Rowet Research Institute. Buletin Peternakan 24(2) : 82-93. Tang, S.X., G. O. Tayo, Z. L. Tan, Z. H. Sun, L. X. Shen, C. S. Zhou, W. J. Xiao, G. P. Ren, X.F. Han, and S. B. Shen. 2008. Effects of yeast culture and fibrolytic enzyme supplementation on in vitro fermentation characteristics of low-quality cereal straws. J. Anim. Sci. 86:1164-1172. Tilley, J.M.A and R.A.Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. J. Br. Grssld Soc. 18: 104 –111.
802
Ady Trimo Wijoyo Raharjo dkk /Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 796–803, September 2013
Tilman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Winarno. 1995. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wiradarya, T. R. 1989. Peningkatan produktifitas ternak domba melalui perbaikannutrisi rumput lapang. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wahyuni, D. S. 2008. Fermentabilitas dan degradabilitas in vitro serta produksi biomassa mikroba ransum komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat dan suplemen kaya nutrien. Skripsi. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
803