Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): 134-139, Mei 2016
Restu Agung Triutama et. al.
PENGARUH PEMBERIAN DOSIS VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT SAPI SELAMA PENGANGKUTAN SAPI DARI PROVINSI LAMPUNG KE PALEMBANG Effect Of Vitamin C Dosages On Cattle Body Weight Lost During Transportation From Lampung To Palembang Province Restu Agung Triutamaa, Didik Rudionob, dan Kusuma Adhiantob a b
The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University The Lecture of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture Lampung University Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145 e-mail :
[email protected]
ABSTRACT The operation research were held to elevated effect of vitamin C dosages on cattle body weight lost and determined correlation and regression of temperature, humidity, and length of journey to cattle body weight lost during transportation from Lampung to Palembang. Research used Completely Randomized Design. The treatments are Control (P0); 1,000 mg vitamin C (P1); 1,500 mg vitamin C (P2); 40 heads respectively. Research was held on September – November 2015 following cattle transportation from Karang Endah, Central Lampung, Lampung to Tanjung Raja, Indralaya, South Sumatera. The data were analysed using Analysis of Variance 5% and 1% to know the effect of vitamin C dosage on cattle body weight lost, continued with Least Significance Different 5% and 1%. Correlation and regression of body weight lost to temperature, humidity, and length of journey were analyzed using correlation and regression analysis. The results showed vitamin C treatment had highly significant result (P<0,01) on cattle body weight lost during transportation at 9,53% on 1.000 mg vitamin C (P1); and 9,26% on 1.500 mg vitamin C (P2). The best results were given by 1.500 mg of vitamin C treatment. The correlation between body weight lost to temperature, humidity, and length of journey were 0,36, 0,054, and 0,17 on P0; 0,26, 0,26, and 0,0003 on P1; 0,24, 0,24, and 0,14 on P2. Keyword : Vitamin C, Transportation, Cattle Body Weight Lost
PENDAHULUAN Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat antara lain untuk dikonsumsi dagingnya. Namun, peternakan sapi belum sepenuhnya tersebar di 34 provinsi yang ada di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan suatu daerah tertentu akan membeli sapi dari daerah yang lain untuk memenuhi kebutuhan daging pada daerah tersebut. Perbedaan populasi ternak antarlokasi menyebabkan adanya kegiatan transportasi. Salah satu peran penting sarana dan prasarana transportasi dalam bidang peternakan yaitu pengangkutan sapi antardaerah. Dengan demikian, para peternak dapat memanfaatkan sistem trasportasi ini untuk keperluan jual beli sapi. Transportasi ternak dapat menimbulkan stres. Hal ini terjadi karena: penanganan kasar selama bongkar muat, kondisi jalan yang jelek, kepadatan muatan, ventilasi tidak memadai,
suhu dan kelembapan ekstrem, serta kecepatan angin. Ternak yang menderita stres berdampak terhadap susutnya bobot badan (Costa, 2008). Costa (2008) mengatakan bahwa penyusutan bobot badan ternak akibat transportasi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama kondisi lingkungan, dimana besarnya penyusutan bobot badan akibat transportasi yang dilakukan pada musim kemarau akan berbeda dengan pada musim hujan. Kedua prosedur penanganan, apabila sapi ditangani dengan tenang akan menyebabkan penyusutan bobot badan lebih rendah. Ketiga kondisi ternak sebelum transportasi, termasuk pemberian ransum biji-bijian feed additive sebelum transportasi. Ketercukupan jumlah ransum yang dan mineral yang dikonsumsisebelum pengangklutan akan mengurangi terjadinya penyusutan bobot badan. Salah satu bentuk feed additive yang dapat diberikan pada sapi ialah vitamin C. Secara teoritis, vitamin C mampu menurunkan stres akibat pengangkutan sehingga diharapkan
134
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): 134-139, Mei 2016
pemberian vitamin C mampu mengurangi penurunan susut bobot akibat pengangkutan. Wicaksono (2014) memberi vitamin C dosis 500 mg dalam pengangkutan sapi dari Provinsi Lampung ke Palembang, sedangkan Aufa (2015) memberi dosis vitamin C dosis 500 mg dalam pengangkutan sapi dari Provinsi Lampung ke Bengkulu. Kedua hasil dalam penelitian ini menunjukkan belum adanya pengaruh pemberian vitamin C terhadap susut bobot selama pengangkutan. Namun, data keduanya menunjukkan adanya indikasi pengaruh pemberian vitamin C terhadap susut bobot selama pengangkutan. Berdasarkan saran kedua peneliti ini untuk meningkatkan dosis vitamin C yang diharapkan dapat terlihat adanya perbedaan penyusutan antara yang tidak diberi dan diberi vitamin C. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan cara mengikuti proses pengangkutan sapi menggunakan truk dengan kapasitas sedang (10 ekor) dari Kecamatan Karang Endah, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung menuju tempat pemasaran di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada September— November 2015. Materi Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 120 ekor sapi BX dengan bobot 350— 500 kg serta vitamin C dosis 1.000 dan 1.500 mg. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan sapi merk Excellent kapasitas 1.000 kg dengan tingkat ketelitian 0,5 kg, truk pengangkut dengan kapasitas 9—10 ekor sapi, termohygrometer dan alat tulis. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan. Perlakuan yang digunakan yaitu sapi tanpa pemberian vitamin C (P0), sapi diberi vitamin C sebesar 1.000 mg (P1), dan sapi diberi vitamin C sebesar 1.500 mg (P2). Proses penelitian ini dilakukan dengan mengikuti perjalanan pengangkutan sapi dari Kecamatan Karang Endah, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung menuju tempat pemasaran di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Jumlah sampel yang digunakan masingmasing sebanyak 40 ekor untuk masing-masing perlakuan P0, P1, dan P2. Apabila dalam satu perjalanan terdapat 10 ekor sapi yang diangkut
Restu Agung Triutama et. al.
menggunakan 1 truk, maka masing-masing 3 ekor mendapat perlakuan P0, P1, dan P2 sedangkan yang 1 ekor tidak diberi perlakuan. Pengamatan dilakukan sebanyak 12 kali pengangkutan. Metode Menyiapkan sapi 3 jam sebelum pemberangkatan ke Palembang dengan memberikan pakan (hijauan dan konsentrat), minum, dan vitamin C (secara oral); mencatat identitas sapi kontrol (P0) dengan sapi yang diberikan vitamin C 1.000 mg (P1) dan 1.500 mg (P2);menimbang bobot semua sebelum sapi dinaikkan kedalam truk; mengukur suhu dan kelembapan dalam bak truk; mengikuti perjalanan pengangkutan sapi; mencatat semua yang terjadi selama perjalanan; melakukan penimbangan secara langsung pada sapi sesaat setelah sapi sampai di lokasi tujuan. Analisis Data Penyusutan bobot badan antarperlakuan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1% . Jika hasil analisis memberikan hasil nyata dan atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan atau 1% untuk mengetahui perlakuan yang terbaik (Muhtarudin et al., 2011). Analisis keterkaitan antara suhu dan kelembapan dengan penyusutan bobot badan digunakan dengan melakukan analisis regresi dan korelasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Muhtarudin, et al., 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Susut Bobot Badan Sapi Sapi yang diangkut menggunakan truk dalam jarak tempuh yang jauh akan meng-alami penyusutan bobot badan. Hal ini dikarenakan sapi tersebut mengalami stres akibat transportasi. Sapi akan menerima cekaman panas dari luar tubuh yang cenderung berubahubah pada saat pengangkutan. Selain itu, guncangan selama pengangkutan akan membuat sapi tidak nyaman ketika berada di dalam truk sehingga akan mudah mengalami stres yang berdampak terjadinya penyusutan bobot badan. Pemberian vitamin C kepada sapi sebelum pengangkutan diharapkan dapat menekan tingkat stres yang dialami oleh sapi selama pengangkutan sehingga persentase penyusutan bobot badan akan lebih kecil. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis vitamin C memberikan
135
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): 134-139, Mei 2016
pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase susut bobot badan sapi selama pengangkutan. Hasil uji BNT (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan P2 memberikan dampak persentase susut bobot sapi terkecil dibandingkan dengan sapi yang mendapat perlakuan P0 dan P1. Hal ini berarti semakin besar dosis vitamin C yang diberi maka semakin kecil persentase penyusutan bobot sapi tersebut. Dengan demikian, sapi yang mendapat perlakuan P2 merupakan perlakuan terbaik karena persentase susut bobotnya terkecil (9,26%) dibandingkan dengan sapi yang mendapat perlakuan P1 (9,53%) dan P0 (9,89%). Tabel 2.Hasil uji lanjut tentang penyusutan bobot badan sapi Peubah Susut Bobot (Kg) Persentase Susut Bobot (%)
P0 43,05
P1 41,09
P2 40,29
9,89a
9,53b
9,26c
Menurut Sunita (2004), pengaruh vitamin C dapat terjadi karena vitamin C merupakan protektor (antioksidan) nonenzimatik yang mudah larut dalam air yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi sekitar lingkungan. Peran vitamin C dalam tubuh ialah untuk membantu penyerapan zat besi. Selain itu, vitamin C juga berfungsi untuk menjaga daya tahan tubuh serta memulihkan kondisi tubuh akibat adanya reaksi oksidasi dari berbagai senyawa berbahaya. Lebih lanjut Sunita (2004) menyatakan zat besi merupakan mineral yang diperlukan untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Fungsi utama zat besi di dalam tubuh ialah sebagai pembentuk hemoglobin (sel darah merah). Hemoglobin bekerja membawa oksigen ke seluruh tubuh. Apabila terjadi gangguan dalam penyerapan zat besi, maka pembentukan hemoglobin akan terganggu sehingga hemoglobin yang terbentuk sedikit. Dengan sedikitnya hemoglobin yang ter-bentuk maka oksigen yang dibawa ke seluruh tubuh menjadi sedikit sehingga akan menyebabkan badan kekurangan sel darah merah yang ditandai dengan mudah lelah dan lesu sehingga menyebabkan terjadinya stres. Peningkatan stres akan menimbulkan stres oksidatif, yaitu keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya. Netralisir radikal bebas yang ada didalam tubuh sapi mampu membuat daya tahan tubuh sapi terjaga dengan baik sehingga stres yang dialami sapi menurun.
Restu Agung Triutama et. al.
Stres oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan asupan antioksidan yang cukup optimal ke dalam tubuh (Irwan, 2010). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini selaras dengan pernyataan Ginting (2006) yang menyatakan bahwa penyebab utama penurunan bobot badan ternak selama pengangkutan ialah stres. Ternak yang mengalami pengangkutan akan kelelahan. Hal ini membuat gerakan sapi di dalam truk tersebut akan semakin besar sehingga tingkat kelelahannya semakin besar. Faktor tersebut akan membuat ternak mengalami stres sehingga ternak akan kehilangan banyak cairan tubuh dan terjadi penyusutan bobot badan. Sapi yang diangkut pada penelitian ini ialah sapi Brahman Cross (BX). Sapi BX adalah keturunan sapi Zebu atau Boss Indicus yang berkembang di daerah yang memiliki iklim tropis. Pada cuaca panas, sapi jenis Bos Indicus lebih tahan terhadap heat stres daripada sapi Bos Taurus. Hal ini terjadi karena Bos Indicus memunyai kemampuan homeostatis yang baik pada kondisi cuaca panas (Blackshaw dan Blackshaw, 1994). Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase susut bobot sapi selama pengangkutan dari Provinsi Lampung ke Palembang sebesar 9,26—9,89%. Sementara Santosa (2002) menyatakan bahwa besarnya penyusutan berkisar antara 3—11% untuk lama transportasi 18—24 jam. Lama perjalanan pada penelitian ini selama 7,71±0,24 jam; sehingga masih dalam lingkaran yang sesuai dengan pernyataan Santosa (2002). Pada penelitian ini, suhu dan kelembapan truk pengangkut sapi rata-rata 28,290C dan 56,72% (Tabel 7). Suhu ini masih berada pada kisaran nyaman 22—300C (Williamson dan Payne, 1995) sehingga dalam penelitian ini suhu yang diterima tidak termasuk suhu yang ekstrim. Kelembapan udara yang diterima oleh sapi juga merupakan kelembapan udara yang cukup stabil, yakni sebesar 56,72 ± 1,32% . Kelembapan udara yg diterima masih berada pada kisaran nyaman 55—60% (Williamson dan Payne, 1995). Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini suhu dan kelembapan bukan faktor utama dalam penyusutan bobot badan sapi. Keterkaitan Suhu terhadap Persentase Susut Bobot Badan Sapi Hasil analisis keterkaitan antara suhu terhadap persentase penyusutan bobot badan dapat dilihat dalam Tabel 3.
136
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): 134-139, Mei 2016
Tabel 3. Korelasi dan regresi suhu terhadap persentase susut bobot badan sapi
Regresi r R2
P0 y= 5,0+0,17x* 0,36 0,13
P1 y= 5,73+0,13x 0,26 0,07
P2 y= 5,64+0,13x 0,24 0,06
Hasil uji korelasi dan regresi pada Tabel 3 menunjukkan bahwa faktor suhu memiliki keterkaitan yang nyata (P<0,05) terhadap persentase susut bobot badan sapi pada P0. Pada perlakuan P1 dan P2 suhu tidak memiliki keterkaitan yang nyata terhadap persentase susut bobot badan sapi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peran vitamin C dalam menjaga daya tahan tubuh sapi selama perjalanan sehingga stres yang dialami sapi berkurang dan persentase penyusutan bobot badan menurun. Hasil uji regresi yang dilakukan menghasilkan garis persamaan regresi seperti yang tertera pada Tabel 3. Garis persamaan regresi yang dihasilkan memiliki arti bahwa apabila suhu naik 10C maka nilai susut bobot badan sapi akan bertambah sebesar 0,17% pada P0 serta 0,13% pada P1 dan P2. Pada uji regresi dan korelasi dihasilkan nilai r yang merupakan nilai keeratan hubungan antara suhu dan persentase susut bobot badan sapi serta nilai R2 yang merupakan koefisien determinasi. Nilai r yang didapat sebesar 0,36 untuk sapi yang mendapat perlakuan P0, 0,26 untuk sapi yang men-dapat perlakuan P1, dan 0,24 untuk sapi yang mendapat perlakuan P2. Nilai r yang dihasilkan ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang tidak erat antara suhu dan penyusutan bobot badan sapi selama pengangkutan. Pada penelitian ini keeratan hubungan suhu terhadap persentase penyusutan bobot badan sapi berbeda-beda pada setiap perlakuan. Pada sapi yang mendapat per-lakuan P1 dan P2 keeratan hubungan suhu dalam penyusutan bobot badan lebih kecil dibandingkan pada sapi yang mendapat perlakuan P0. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peran vitamin C dalam meminimalisir suhu lingkungan yang masuk ke dalam tubuh sapi namun hanya terdapat sedikit keterkaitan (hubungan kurang erat) antara suhu dan penyusutan bobot badan sapi. Nilai R2 yang dihasilkan sebesar 0,13 untuk sapi yang mendapat perlakuan P0, 0,07 untuk sapi yang mendapat perlakuan P1, dan 0,06 untuk sapi yang mendapat perlakuan P2. Nilai R2 ini menerangkan bahwa persentase susut bobot sapi pada setiap perlakuan
Restu Agung Triutama et. al.
dipengaruhi faktor suhu sebesar 13% pada P0, 7% pada P1 dan 6% pada P2 sedangkan sisanya, 87% pada P0, 93% pada P1, dan 94% pada P2 ditentukan oleh faktor lain. Berdasarkan nilai R2, pengaruh suhu terhadap penyusutan bobot badan sapi hanya sebesar 6—13% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini dapat terjadi karena suhu selama pengangkutan masih berada pada kisaran nyaman (22—300C) sehingga sapi tidak mengalami stres akibat suhu tinggi. Hal ini selaras dengan pendapat Williamson dan Payne (1995) yang menyatakan bahwa zona nyaman sapi pada daerah tropis ialah 22—300C. Hal ini menunjukkan bahwa suhu bukan penyebab yang besar dalam penyusutan bobot badan sapi selama pengangkutan akan tetapi terdapat faktor lain yang menyebabkan susutnya bobot badan sapi. Sementara itu, faktor lain di luar faktor suhu lebih besar pengaruhnya, yakni 87—94%. Faktor di luar faktor suhu tersebut antara lain adalah hal-hal yang terjadi selama pengangkutan yaitu kondisi jalan yang jelek dan penanganan kasar selama bongkar muat. Hal ini sependapat dengan Costa (2008) yang menyatakan bahwa proses transportasi memunyai potensi yang dapat menimbulkan ternak menjadi stres, diantaranya: penanganan kasar selama bongkar muat dan kondisi jalan yang jelek. Keterkaitan Kelembapan terhadap Persentase Susut Bobot Badan Sapi Pada penelitian ini keterkaitan antara kelembapan dan penyusutan bobot sapi selama pengangkutan dianalisis menggunakan analisis korelasi dan regresi. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Korelasi dan regresi kelembapan terhadap persentase susut bobot badan sapi
Regresi r R2
P0 y = 10,600,01x 0,054 0,003
P1 y = 9,970,01x 0,26 0,07
P2 y = 9,870,01x 0,24 0,06
Hasil uji korelasi dan regresi pada Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor kelembapan tidak memiliki memiliki keterkaitan yang nyata (P>0,05) terhadap persentase susut bobot badan sapi pada semua perlakuan. Hal ini dikarenakan kelembapan yang diterima oleh sapi selama pengangkutan merupakan kelembapan yang cukup stabil dan tidak tergolong kelembapan yang ekstrim.
137
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): 134-139, Mei 2016
Hasil uji regresi yang dilakukan menghasilkan garis persamaan regresi seperti yang tertera pada Tabel 4. Garis persamaan regresi yang dihasilkan memiliki arti bahwa apabila kelembapan naik 1% maka nilai susut bobot badan sapi akan berkurang sebesar 0,01 % untuk semua perlakuan. Pada uji regresi dan korelasi dihasilkan nilai r yang merupakan nilai keeratan hubungan antara kelembapan dan persentase susut bobot badan sapi serta nilai R2 yang merupakan koefisien determinasi. Nilai r yang didapat sebesar 0,054 untuk sapi yang mendapat perlakuan P0, 0,26 untuk sapi yang mendapat perlakuan P1, dan 0,24 untuk sapi yang mendapat perlakuan P2. Nilai r yang dihasilkan ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang tidak erat antara kelembapan dan penyusutan bobot badan sapi. Nilai R2 yang dihasilkan sebesar 0,003 untuk sapi yang mendapat perlakuan P0, 0,07 untuk sapi yang mendapat perlakuan P1, dan 0,06 untuk sapi yang mendapat perlakuan P2. Nilai R2 ini menerangkan bahwa persentase susut bobot sapi pada setiap perlakuan dipengaruhi faktor kelembapan sebesar 0,3% pada P0, 7% pada P1 dan 6% pada P2 sedangkan sisanya, 99,7% pada P0, 93% pada P1, dan 94% pada P2 ditentukan oleh faktor lain. Tidak adanya pengaruh kelembapan dapat terjadi karena kelembapan udara yang diterima sapi pada penelitian ini cukup stabil, yakni sebesar 56,72 ± 1,32%. Pada kondisi ini kelembapan tidak tergolong kelembapan ekstrim. Hal ini diperjelas berdasarkan nilai R2 yang didapat pada penelitian ini. Nilai R2 yang didapat pada penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh kelembapan terhadap penyusutan bobot badan sapi hanya sebesar 0,3—7,0% sedangkan 99,7—93% dipengaruhi oleh faktor lain di luar kelembapan. Faktor di luar faktor kelembapan tersebut antara lain adalah hal-hal yang terjadi selama pengangkutan. Berkaitan dengan hal ini, apa yang terjadi selama transportasi memunyai potensi untuk dapat menimbulkan stres pada ternak. Hal tersebut diantaranya: penangan-an kasar selama bongkar muat dan kondisi jalan yang jelek (Costa, 2008). Sapi yang melakukan pengangkutan akan mengalami kelelahan saat melakukan pengangkutan. Guncangan dalam kendaraan membuat gerakan sapi di dalam truk tersebut akan semakin besar sehingga tingkat kelelahannya semakin besar. Faktor tersebut akan membuat ternak mengalami stres sehingga
Restu Agung Triutama et. al.
ternak akan kehilangan banyak cairan tubuh dan terjadi penyusutan bobot badan (Ginting, 2006). Keterkaitan Lama Pengangkutan terhadap Persentase Susut Bobot Badan Sapi Lama pengangkutan (waktu tempuh) merupakan suatu hal yang harus diper-hatikan oleh peternak apabila ingin mengirim sapi ke luar daerah. Sapi yang mengalami pengangkutan lebih dari 24 jam akan mengakibatkan sapi mengalami stres yang berlebih dan harus diistirahatkan terlebih dahulu. Ketika mengangkut ternak diusahakan jarak yang ditempuh kurang dari 24 jam. Apabila jarak tempuh lebih dari 24 jam maka sebelum melakukan pengangkutan sapi harus diisti-rahatkan sekurang-kurangnya 5 jam sebelum pengangkutan (Santosa, 2004). Pada penelitian ini keterkaitan antara lama pengangkutan dan penyusutan bobot sapi selama pengangkutan dianalisis menggunakan analisis korelasi dan regresi. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Korelasi dan regresi lama pengangkutan terhadap persentase susut bobot badan sapi
Regresi r R2
P0 y= 8,34+0,2x 0,17 0,029
P1 y = 9,690,02x 0,0003 0,017
P2 y = 10,690,003x 0,14 0,02
Hasil uji korelasi dan regresi pada Tabel 5 menunjukkan bahwa faktor lama pengangkutan tidak memiliki memiliki keterkaitan yang nyata (P>0,05) terhadap persentase susut bobot badan sapi pada semua perlakuan. Hal ini dikarenakan lama pengangkutan yang terjadi masih berada pada kisaran normal dan kurang dari 24 jam (Santosa, 2002). Hasil uji regresi yang dilakukan menghasilkan garis persamaan regresi seperti yang tertera pada Tabel 5. Garis persamaan regresi yang dihasilkan memiliki arti bahwa apabila lama pengangkutan bertambah selama 1 jam maka nilai susut bobot badan sapi akan bertambah sebesar 0,2% untuk P0 dan akan berkurang 0,02% untuk P1 serta 0,03% untuk P2 . Pada uji regresi dan korelasi dihasilkan nilai r yang merupakan nilai keeratan hubungan antara lama pengangkutan dan persentase susut bobot badan sapi serta nilai R2 yang merupakan koefisien determinasi. Nilai r yang didapat ialah 0,17 untuk sapi yang mendapat perlakuan P0,
138
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): 134-139, Mei 2016
0,0003 untuk sapi yang mendapat perlakuan P1, dan 0,14 untuk sapi yang mendapat perlakuan P2. Nilai r yang dihasilkan ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang tidak erat antara lama pengangkutan dan penyusutan bobot badan sapi selama pengangkutan. Nilai R2 yang dihasilkan sebesar 0,029 untuk sapi yang mendapat perlakuan P0, 0,017 untuk sapi yang mendapat perlakuan P1, dan 0,02 untuk sapi yang mendapat perlakuan P2. Nilai R2 ini menerangkan bahwa persentase susut bobot sapi pada setiap perlakuan dipengaruhi faktor lama pengangkutan sebesar 2,9% pada P0, 1,7% pada P1 dan 2% pada P2 sedangkan sisanya, 97,1% pada P0, 98,3% pada P1, dan 98% pada P2 ditentukan oleh faktor lain. Pada penelitian ini, sapi mengalami pengangkutan dengan rata-rata waktu selama 7,71±0,24 jam (Tabel 7). Waktu tempuh yang dialami sapi selama pengangkutan ini ialah waktu yang normal untuk jarak tempuh Lampung-Palembang. Berkaitan dengan tidak adanya hubungan antara lama pengangkutan dengan penyusutan bobot badan sapi, maka terdapat hal lain selama transportasi yang dapat menimbulkan stres pada ternak. Selain masalah penanganan stres selama pengakutan juga dapat disebabkan oleh guncangan kendaraan. Guncangan dapat terjadi karena truk melalui kondisi jalan yang tidak stabil. Menurut Costa (2008), hal yang menyebabkan stres selama pengangkutan antara lain: penanganan kasar selama bongkar muat dan kondisi jalan yang jelek. Lebih lanjut Costa (2008) dan Berutu (2007) menyatakan bahwa ternak yang mengalami transportasi akan menderita stres yang berdampak pada susutnya bobot badan. SIMPULAN Simpulan penelitian ini adalah : a. terdapat pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap susut bobot sapi yang diberi vitamin C dengan dosis 1.000 dan 1.500 mg; b. pemberian dosis vitamin C 1.500 mg merupakan perlakuan terbaik yang didapat dalam penelitian ini; c. korelasi antara suhu, kelembapan dan lama pengangkutan terhadap persentase susut bobot badan sapi kurang erat dengan nilai masing-masing perlakuan secara berurutan sebesar 0,36, 0,054, dan 0,17 pada P0; 0,26, 0,26, dan 0,0003 pada P1; 0,24, 0,24, dan 0,14 pada P2.
Restu Agung Triutama et. al.
DAFTAR PUSTAKA Aufa, I.A. 2015. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Susut BobotSelama Pengangkutan Sapi dari Provinsi Lampung ke Bengkulu.Skripsi.Universitas Lampung. Bandar Lampung Berutu, M. K. 2007. Dampak Lama Transportasi terhadap Penyusutan BobotBadan, pH Daging Pasca Potong dan Analisis Biaya Transportasi SapiPotong Peranakan Ongole (PO) dan Shorthorn. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Broom, D.M. 2003. Causes of poor welfare in large animal during transport. Vet. Res. Comm. 27: 515-518 Costa, J.N. 2008. Short-term stress: The case of transport and slaughter. J. Anim.Sci. 8: 241-252 Fernandez, X., G. Yamin, J. Culioli, I. Legrand and Y. Quilichini. 1996. Effect of duration of feed withdrawal and transportation time on muscle characteristic and quality in Friesian Holstein calves. J. Anim. Sci. 74 : 15761783 Ginting, N. 2006. Komunikasi Pribadi tentang Penyusutan Bobot Badan pada Sapi Potong Akibat Pengangkutan. Penebar Swadaya. Jakarta. Irwan, D. Z. 2010. Prinsip-Prinsip Ekologi, Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. Cetakan Ke VI. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta Muhtarudin, Erwanto, dan A.Dakhlan. 2011. Teknik Penelitian untuk Ilmu Peternakan. Anugrah Utama Raharja. Universitas Lampung. Bandar Lampung Santosa, U. 2004. Mengelola Peternakan Sapi Secara Profesional.Penebar Swadaya. Jakarta . 2002. Aplikasi Manajemen Pemeliharaan Bibit Induk Sapi Potong pada Peternakan Tradisional. Dinas Peternakan Provinsi DT I.Bandung Sunita, A. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia. Jakarta Wicaksono, C. 2014. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Susut BobotSelama Pengangkutan Sapi dari Provinsi Lampung ke Palembang.Skripsi.Universitas Lampung. Bandar Lampung Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1995. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. UGM -Press. Yogyakarta
139