JURNAL ILMIAH PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENGGUNA OBAT TERLARANG ( Studi di Pengadilan Negeri Mataram )
Oleh: DEWA PUTU MAHENDRA D1A. 011 088
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENGGUNA OBAT TERLARANG ( Studi di Pengadilan Negeri Mataram )
Oleh: DEWA PUTU MAHENDRA D1A. 011 088
Menyetujui, Mataram, Oktober 2015 Pembimbing Pertama,
( Dr. H. Muhammad Natsir, SH.,M.Hum) NIP. 19590126 198703 1 001
iii
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENGGUNA OBAT TERLARANG (STUDI DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) DEWA PUTU MAHENDRA D1A011088 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penerapan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang dan efektivitas penerapan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang. Manfaat dari penelitian ini terdiri dari manfaat akademis, teoritis, praktis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih ringannya vonis yang diberikan oleh majelis hakim terhadap pelaku pengguna obat terlarang jenis narkotika dan efektivitas penerapan sanksi pidana dapat dinilai dari 2 (dua) aspek, yaitu aspek perbaikan si pelaku dan aspek residivis. Kata kunci: Penerapan sanksi pidana, Pengguna obat terlarang
APPLICATION OF CRIMINAL SANCTIONS AGAINST DRUGS USERS (STUDY IN COURT MATARAM) ABSTRACT This study aims to identify and analyze the application of criminal sanctions against drug users and the effectiveness of the application of criminal sanctions against drug users. The benefits of this research consists of the benefits of academic, theoretical, practical. This study uses empirical legal research. These results indicate that there is still light sentence given by the judge against the perpetrators of the type of narcotic drug abusers and the effectiveness of the application of criminal sanctions can be assessed from two (2) aspects, namely improvement of the offender and recidivist aspects. Keywords: Applying criminal sanctions, Drugs users
i
I.
PENDAHULUAN
Indonesia sudah cukup lama melakukan tindakan untuk memberantas penyalahgunaan obat terlarang, baik itu upaya melalui penyusunan undang-undang ataupun melalui upaya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku penyalahgunaan obat terlarang. Upaya ini adalah salah satu bukti nyata dari pemerintah agar Indonesia terbebas dari bahaya penggunaan obat terlarang yang dapat merusak generasi muda penerus bangsa. Selain peredaran dan penggunaan narkotika yang semakin marak terjadi, peredaran obat terlarang yang berjenis psikotropika juga sangat membahayakan apabila penyalahgunaannya tidak untuk kepentingan kesehatan. Maka dari itu, pemerintah juga harus meyiapkan perangkat hukum yang tegas untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Agar penggunaan psikotropika yang illegal dapat dicegah, sehingga tidak akan merusak generasi muda penerus bangsa. Penyalahgunaan
Narkotika
pada
tahun
anggaran
2014,
jumlah
penyalahgunaan narkotika diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah memakai narkotika dalam setahun (current users) pada kelompok usia 10-59 tahun di Indonesia. Jadi, ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang berusia 10-59 tahun masih atau pernah menggunakan narkotika pada tahun 2014. Angka tersebut terus meningkat dengan merujuk hasil penelitian yang
ii
dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Puslitkes UI dan diperkirakan pengguna narkotika mencapai 5,8 juta jiwa pada tahun 2015.1 Efektifitas dalam penerapan sanksi pidana juga menjadi masalah tersendiri, di satu sisi apabila pecandu dikenakan sanksi pidana, maka akan berimplikasi terhadap kesehatan fisik ataupun mental. Sebab, pecandu seharunya diberikan suatu tindakan rehabilitasi agar dapat memulihkan kembali kondisinya yang normal. Di sisi yang lain, walaupun hakim telah menjatuhkan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang yang bukan tergolong sebagai pecandu, akan tetapi tetap saja masih banyak terjadi penyalahgunaan obat terlarang ini. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu : 1) Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang dalam putusan hakim?, 2) Bagaimana efektivitas penerapan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang? Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui dan menganilisis penerapan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang dalam putusan hakim, 2) Untuk mengetahui dan menganilisis efektivitas penerapan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang. Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1)
Secara akademis, dapat
memberikan wawasan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para mahasiswa hukum mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang, 2)
1
Http://m.kompasiana.com/phadli/jumlah-pengguna-narkoba-diindonesia_553ded8d6ea834b92bf39b35 diakses pada tanggal 1 Oktober 2015 pukul. 09.00 Wita.
iii
Secara teoritis, memberikan informasi dalam perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian, 3) Secara praktis, sebagai literatur tambahan bagi yang berminat untuk meneliti lebih lanjut mengenai masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian empiris. Pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan sosiologi (sociological approach), pendekatan historis (historical approach). Pengumpulan data primer (data lapangan) dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pihak terkaitdan untuk data sekunder (data kepustakaan) dilakukan dengan cara studi dokumen. Analisis data dilakukan secara sistematis, dengan metode kualitatif dan deskriptif
iv
II. HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pengguna Obat Terlarang Dalam Putusan Hakim Pemidanaan atau penerapan sanksi pidana (straf) sering dipandang sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) dalam menanggulangi terjadinya kejahatan. Pandangan yang demikian tidak selalu benar untuk menciptakan ketertiban hidup dalam
masyarakat
atau
sebagai
senjata
ampuh
untuk
mencegah
dan
menanggulangi kejahatan. Selain itu, pemidanaan tidak ditujukan menciptakan efek jera terhadap pelaku tindak pidana, melainkan masih terdapat persoalanpersoalan lain baik ditinjau dari aspek pidana maupun tujuan pemidanaan. Menurut Soedarto pemberian pidana dalam arti umum itu merupakan bidang dari pembentuk undang-undang sesuai asas legalitas atau nullum crimen, nulla poena, sine praevia lege poenale, yaitu untuk mengenakan pidana diperlukan adanya undang-undang pidana terlebih dahulu. Jadi, yang menetapkan pidananya adalah pembentuk undang-undang untuk menentukan perbuatan mana yang dikenakan pidana, sehingga tidak hanya mengenai crimen atau deliknya. Demikian juga, permasalahan hukum dan organisatoris infranstruktur harus sudah siap, sehingga badan-badan yang mendukung stelsel sanksi pidana dapat menetapkan pidana dengan menunjuk kepada pelbagai dari infrastruktur penitisier itu, sehingga pemberian pidana merupakan masalah yang konkret.2
2
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 50.
v
Menurut A.A Putu Ngurah Rajendra bahwa apabila pengguna narkotika itu adalah korban seperti yang dimaksud dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009
Tentang
narkotika
yaitu
pecandu
narkotika
dan
korban
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Berdasarkan penjelasan dari pasal 54 ‘korban penyalahgunaan narkotika’ yang dimaksud itu adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika, sedangkan untuk pecandu narkotika haruslah memenuhi syarat-syarat untuk direhabilitasi sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pecandu narkotika yaitu; a. Terdakwa pada saat tertangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan, b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barang bukti pemakaian 1(satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut : 1). Kelompok Metamphetamine (shabu) : 1 gram, 2). Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram=8 butir, 3). Kelompok Heroin : 1,8 gram, 4). Kelompok Kokain : 1,8 gram, 5). Kelompok Ganja : 5 gram, 6). Daun Koka : 5 gram, 7). Meskalin : 5 gram, 8). Kelompok Psilosybin : 3 gram, 9). Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide : 2 gram, 10). Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram, 11). Kelompok Fentanil : 1 gram, 12). Kelompok Metadon : 0,5 gram, 13). Kelompok Morfin : 1,8 gram, 14). Kelompok Petidin
vi
:0,96 gram, 15). Kelompok Kodein : 72 gram, 16). Kelompok Bufrenorfin : 32 mg. c. Surat uji Laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan penyidik, d. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim, e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika Syarat-syarat diatas harus terpenuhi agar proses rehabilitasi terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika dapat terpenuhi. Hal ini adalah salah satu upaya pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah guna menyelamatkan generasi penerus bangsa. Namun, apabila pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika itu memang dengan sengaja menggunakan narkotika untuk kepentingan diri sendiri, maka akan dikenakan ancaman saksi pidana. Penerapan sanksi pidana terhadap pengguna narkotika dapat dilihat dari ringkasan putusan hakim Nomor 498/PID.Sus/2014/PN.MTR dengan identitas terdakwa sebagai berikut : Nama Lengkap Tempat lahir Umur/tgl lahir Jenis kelamin Kebangsaan Tempat tinggal
Agama Pekerjaan
: TOMI ALS TEME; : Perampuan Desa; : 50 Tahun/01 Juli 1964; : Laki-laki; : Indonesia; : Dsn. Perampuan Desa Rt/Rw : 006, Desa Karang Bongkot, Kec. Labuapi, Kab. Lombok Barat; : Islam; : Wiraswasta.
Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum yang bernama : 1. Cleopatra, SH., 2. Fitria, SH., 3. Hendi Ronanto, SH., ketiganya Advokat dan Konsultan
vii
Hukum pada “CLEO AND FIT” yang beralamat di Jalan Industri, Gang Kakap, No. 28 Ampenan, Kota Mataram, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 Desember 2014. Terdakwa oleh Penuntut Umum diajukan ke muka Persidangan dengan dakwaan subsidaritas, yakni : a). Primair : Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, b). Subsidair : Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dakwaan subsidaritas adalah dakwaan yang terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari tindak pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana terendah. Setelah menjalani proses persidangan dan mendengarkan keterangan saksisaksi dan barang bukti yang dihadirkan ke dalam persidangan jaksa penuntut umum kemudian mengajukan tuntutan kepada terdakwa yang pada intinya adalah agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Menurut pertimbangan Majelis Hakim, sebelum pengadilan menjatuhkan pidana kepada terdakwa maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan dari perbuatan Terdakwa.
viii
Hal-hal yang memberatkan : Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat dan dapat merusak mental masyarakat, hal-hal yang meringankan : a). Terdakwa bersikap sopan di persidangan; b). Terdakwa sebagai tulang punggung keluarga; c). Terdakwa menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulangi lagi; d). Terdakwa belum pernah dihukum; Memerhatikan dan mengingat, Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009, UU No. 8 Tahun 1981 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan dengan perkara ini Majelis Hakim memutuskan dalam perihal mengadili :3 1). Menyatakan terdakwa TOMI ALS TEME tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagai dalam dakwaan primair Penuntut Umum; 2). Membebaskan oleh karena itu terhadap diri Terdakwa dari dakwaan primair Penuntut Umum; 3). Menyatakan Terdakwa TOMI ALS TEME telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan Narkotika Golongan I Bukan Tanaman Bagi Diri Sendiri”; 4). Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan; 5). Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 6). Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan; 7). Menetapkan agar barang bukti berupa : 1 lembar tisu warna putih bekas pembungkus ¼ pil ekstasi;1 buah celana panjang jeans warna biru merk Lea; Dikembalikan kepada Terdakwa Tomi als. Teme; 1 (satu) unit mobil merk Honda Jazz warna abu-abu DR 1030 3
Putusan Nomor 498/Pid.Sus/2014/PN Mtr Tanggal 26 Januari 2015.
ix
AN. Dikembalikan kepada saksi Afandi Samudra Kusuma; 8). Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah).
Dari amar putusan diatas dapat diketahui bahwa Majelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana 1 tahun 2 bulan terhadap dakwaan subsidair Penuntut Umum kepada terdakwa penyalahguna narkotika golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri. Adanya sanksi pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim, maka hal ini sesuai dengan teori gabungan (verenigingstheorien) yang mana dalam teori ini dijelaskan bahwa di satu pihak mengakui adanya unsur pembalasan dalam hukum pidana, namun disisi lain juga mengakui pula unsur prevensi dan unsur memperbaiki penjahat yang melekat pada tiap pidana. Di dalam putusan ini dapat dilihat bahwa implementasi dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika masih lemah, karena putusan yang dijatuhkan oleh hakim masih terlalu ringan, walaupun putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim melebihi sedikit dari apa yang menjadi tuntutan jaksa. Akan tetapi, mengingat sesungguhnya ancaman pidana pada Pasal 127 ayat 1 huruf a itu adalah 4 tahun penjara, majelis hakim sebenarnya dapat menjatuhkan sanksi pidana yang lebih berat. . Efektivitas Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pengguna Obat Terlarang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku penyalahgunaan obat terlarang khususnya narkotika pada dasarnya bertujuan untuk memberikan efek psikologis
x
dan efek jera terhadap pengguna narkotika itu agar pengguna tersebut tidak akan lagi menggunakan narkotika setelah ia diputus sanksi pidana oleh Majelis Hakim. Dilihat dari aspek perbaikan si pelaku, ukuran efektivitas terletak pada aspek pencegahan khusus dari sanksi pidana. Jadi, ukurannya terletak pada persoalan seberapa jauh sanksi pidana itu mempunyai pengaruh terhadap si pelaku atau terpidana. Pengaruh yang dimaksud adalah bagaimana sanksi pidana itu merubah seseorang dari yang sebelumnya tidak baik akan menjadi sesorang yang lebih baik setelah ia menjalani sanksi pidana tersebut. Menurut narapidana yang bernama Haerudin alias Opok yang mendapat vonis pidana penjara selama 10 tahun, karena ia tidak saja mengkonsumsi narkotika tetapi juga sebagai pengedar narkotika. Selama ia menjalani vonisnya hanya penyesalan yang dirasakan atas segala perbuatannya. Namun, ada sisi positif yang didapatkan selama menjalani masa hukumannya didalam Lapas Mataram. Ia mengatakan bahwa selama berada dalam Lapas ia mendapatkan keterampilan baru seperti membuat kerajinan tangan yang nantinya ketika ia keluar dari penjara dapat dipraktekan sebagai pekerjaan baru dan yang penting halal.4 Narapidana yang bernama Tomi mengatakan bahwa ia tertangkap tangan sedang menggunakan narkotika jenis shabu-shabu. Ia mengatakan bahwa setelah majelis hakim memutuskan untuk menjatuhkan sanksi pidana terhadap dirinya, ada perubahan yang terjadi dalam hidupnya, karena telah menyesali perbuatannya. 4
2015.
Wawancara dengan Narapidana di Lapas Mataram, Pada Hari Jum’at, Tanggal 5 Mei Tahun
xi
Perubahan itu dialaminya saat menjalani masa hukumannya di dalam Lapas, karena pada saat di dalam Lapas ada kegiatan yang lebih bermanfaat dilakukannya. Salah satunya, ia mengatakan sering mengikuti acara keagamaan dan sering melakukan kegiatan olahraga, yang dapat menunjang perubahan mental dirinya, agar ketika keluar dari dalam Lapas ia dapat melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat dan tidak akan lagi menggunakan narkotika. Dari substansi para narapidana di atas dapat dikatakan bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim terhadap masing-masing narapidana sangat efektif untuk merubah sikap dari narapidana. Hal ini sesuai dengan tujuan dari pemidanaan yang mana tujuan tersebut tidak hanya sebagai penghukuman, akan tetapi sanksi pidana itu sendiri bertujuan untuk merubah seseorang yang sebelumnya berprilaku tidak baik menjadi seseorang yang lebih baik. Aspek lain untuk menilai efektivitas penerapan sanksi pidana adalah residivis. Bahwa suatu sanksi pidana dikatakan efektif apabila pelanggar tidak dipidana lagi dalam suatu periode tertentu. Terkait dengan residivis salah satu staf Bimkemas Lapas Mataram Bapak Subandi mengatakan bahwa selama kurun waktu 2015 ini belum ada residivis yang kembali di tahan dalam Lapas Mataram terkait dengan kasus penyalahgunaan narkotika bukan tanaman untuk diri sendiri.5
5
2015.
Wawancara dengan Staf Bimkemas Lapas Mataram, Pada Hari Rabu, Tanggal 3 Juni Tahun
xii
III. PENUTUP Kesimpulan Dari uraian di atas, maka penyusun dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1). Penerapan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang dalam putusan hakim sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang, akan tetapi sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim masih terlalu ringan dari ancaman sanksi pidana yang ada di dalam undang-undang. Salah satu putusan hakim yang diteliti oleh penyusun adalah Putusan Nomor 498/Pid.Sus/2014/PN Mtr atas nama Terdakwa Tomi Als. Teme telah diputus pada tanggal 26 Januari 2015. Amar putusan tersebut dapat diketahui bahwa Majelis Hakim hanya menjatuhkan sanksi pidana 1 tahun 2 bulan terhadap dakwaan subsidair Penuntut Umum kepada terdakwa penyalahguna narkotika golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri. Di dalam putusan ini dapat dilihat bahwa implementasi dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika masih lemah, karena putusan yang dijatuhkan oleh hakim masih terlalu ringan. Mengingat sesungguhnya ancaman pidana pada Pasal 127 ayat 1 huruf a itu adalah 4 tahun penjara. 2) Penerapan sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku pengguna narkotika sangat efektif. Hal ini dapat dilihat dari indikatorindikator penilaian yang digunakan yaitu, apabila dilihat dari aspek perbaikan si pelaku, ukuran efektivitas terletak pada aspek pencegahan khusus dari sanksi pidana. Jadi, ukurannya terletak pada persoalan seberapa jauh sanksi pidana itu mempunyai pengaruh terhadap si pelaku atau terpidana dan dari hasil wawancara penyusun dengan narapidana menunjukan bahwa ada perubahan dari setiap
xiii
narapidana ketika telah menjalani masa hukumannya. Aspek lain untuk menilai efektivitas penerapan sanksi pidana adalah residivis. Bahwa suatu sanksi pidana dikatakan efektif apabila pelanggar tidak dipidana lagi dalam suatu periode tertentu. Data menunjukan sampai kurun waktu 2015 ini belum ada residivis yang kembali di tahan di dalam Lapas Mataram terkait penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri. Saran Saran dari penelitian ini adalah : 1) Dalam menjatuhkan sanksi pidana seharusnya hakim menjatuhkan sanksi pidana yang lebih maksimal sesuai dengan ancaman sanksi yang ada dalam undang-undang agar pelaku penyalahgunaan obat terlarang jenis narkotika dapat merasakan efek jera akibat perbuatannya. Sanksi pidana yang berat akan membuat pelaku penyalahgunaan obat terlarang khusus untuk jenis narkotika ini akan takut mengulangi perbuatannya. 2) Agar efektivitas penerapan sanksi pidana terhadap pengguna obat terlarang dapat terealisasi dengan maksimal, Lembaga Pemasyarakatan haruslah lebih memfokuskan pada kegiatankegiatan pembinaan yang dapat menunjang perubahan dari para terpidana, dengan adanya pembinaan ini diharapkan agar ada perubahan sikap dan perilaku dari para narapidana, agar pada saat mereka telah selesai menjalani masa hukumannya dapat menjadi individu yang lebih baik.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku, Makalah dan Artikel Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Atmasasmita, Romli. Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997. Hamzah, Jur Andi. Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan kedelapan, Edisi Revisi, Renika Cipta, Jakarta. Muladi dan Nawawi Arif, Barda. Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1992. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1977. ----------- Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981.
B. Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, LN Nomor 3671; Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, LN Nomor 5062 Tahun 2009; C. Sumber Lain Http://m.kompasiana.com/pahdil/jumlah-pengguna-narkoba-diindonesia_553ded8d6ea834b92bf39b35 diakses pada tanggal 1 Oktober 2015 pukul 09.00 Wita.