PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KELUARGA ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten ).
PENULISAN HUKUM (SKRIPSI) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : MAHANANI NURIASIH E0004027
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi) PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KELUARGA ( Stidi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten)
Disusun oleh : MAHANANI NURIASIH NIM : E. 0004027
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. SUPANTO S.H., M.Hum. NIP. 131 568 294
SABAR SLAMET, S.H., M.H. NIP.131 571 616
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KELUARGA ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten ). Disusun oleh : MAHANANI NURIASIH NIM : E. 0004027 Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada : Hari Tanggal
: Jumat : 1 Mei 2009 TIM PENGUJI
1.Dr.Hartiwiningsih, S.H, M. Hum Ketua
:
2.Sabar Slamet,S.H,.M.H. Sekretaris
:
3.Dr. SUPANTO S.H., M.Hum. : Anggota MENGETAHUI Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. NIP. 131 570 154
MOTTO Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Al-Qur’an Surat Al-Insyirah 5-6) Tidak ada yang terjadi di muka bumi ini selain atas kehendak Allah SWT Selalu doa, ikhtiar dan tawakal kepada Allah SWT.
PERSEMBAHAN Sebuah pemikiran yang begitu tulus dan sederhana ini penulis persembahkan kepada : Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan bagi setiap insan Umi Nur Azizah dam Abah Thohar Mismun atas kasih sayang, pengorbanan dan cintanya kepadaku serta harapannya yang menjadikan penulis semangat. Kakakku tersayang Fathoni Ali Busroh atas dorongannya Seseorang yang telah mengajariku arti mencintai, kesabaran, dan menjadikan penulis mempunyai cita-cita sebagai isteri yang sholekhah. Sahabat-sahabatku tersayang, atas keceriaan dan kebersamaan serta dukungan yang tak pernah putus.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan
hidayah-Nya hingga
akhirnya penulis
dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Penerapan Sanksi Pidana Oleh Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana Pencurian Dalam Keluarga Studi Kasus di Pengadilan Klaten” dengan lancar. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, serta pengikut beliau hingga akhir zaman kelak. Skripsi ini disusun dengan maksud untuk dapat memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, semangat, dan bantuan sejak persiapan, pelaksanaan, berbagai hambatan bisa teratasi dan sampainya penyusunan skripsi ini selesai, karenanya penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Bapak Ismunarno, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana.
3.
Bapak Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu dan arahan dengan sabar untuk membimbing penulis, dalam penyusunan skripsi ini
4.
Bapak Sabar Slamet, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing II telah memberikan waktu dan arahan dengan sabar untuk membimbing penulis, dalam penyusunan skripsi ini
5.
Bapak Agus Rianto, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik atas dukungan dan bimbingan akademis kepada penulis.
6.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
7.
Ketua Pengadilan Negeri Klaten beserta staff yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
8.
Umi dan abahku atas do’a, semangat dan kasih sayang yang tiada terkira.
9.
Kakakku Fathoni Ali Busroh S.E., MM., atas semangat dan dorongannya.
10.
Syahril , atas perhatian dan pengertiannya
11.
Sahabatq amik semoga sukses dunia akhirat.
12.
Teman tidurq kusnul jalan skripsimu enak banget jadi ngiri n anis kapan nikah?
13.
Segenap teman-teman Kost Rotterdam riia (adek serem dech), sulis, dina, ratih, utami, rina, ais, ucik, intan, yani, febby, anik, tika, galuh atas doa dan dukungannya.
14.
Segenap angkatan 2004 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas kerjasama, dukungan dan semangatnya.
15.
Segenap pihak yang telah memberikan doa, semangat dan bantuan hingga skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kemajuan di masa mendatang. Terima kasih.
Surakarta, 1 Mei 2009
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. i HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………... iii HALAMAN MOTTO…………………………………………………………...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………...............
v
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..
vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
viii
ABSTRAK………………………………………………………………………
x
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….
1
A. Latar belakang…………………………………………………………... 1 B. Perumusan masalah……………………………………………………... 4 C. Tujuan Penelitian…..……………………………………………………
4
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………
5
E. Metode Penelitian………………………………………………..……..
6
F. Sistematika Skripsi…………………………………………………….... 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………......
13
A. Kerangka teori…………………………………………………………… 13 1.Pengaturan Tindak Pidana Aduan Dalam Kitab Undang-Undang
13
Hukum Pidana………………………………………..…………………. 2.Penegakkan Hukum Piadana Untuk Menanggulangi Kejahatan ....…….
23
3. Kedudukan Hakim dalam Sistem Peradilan Pidana................................. 34 B. Kerangka Pemikiran……………………………………………………... 40 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………..
42
A. Hasil Penelitian........................................................................................
42
1. Deskripsi kasus……………………………………………………….
42
2. Pertimbangan Hakim ………………………………………………… 56 B. Pembahasan…………………………………………..........................… 63 1. Dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga ...........................
63
2. Kendala Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga ......................................................
65
BAB IV PENUTUP……………….……………………………………………
67
A. Simpulan……………………………………………………………...
67
B. Saran………………………………………………………………….
67
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK MAHANANI NURIASIH. 2009. PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KELUARGA( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten ). Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam menjatuhkan pidana Pasal 367 ayat (2) dan kendala-kendala yang dihadapi oleh hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer penelitian diperoleh dengan wawancara secara bebas (free interview) kepada narasumber. Sedangkan untuk mengumpulkan data sekunder adalah dengan cara studi dokumen atau studi kepustakaan yaitu mengkaji substansi/ isi bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan obyek penelitian. Dalam menganalisa penelitian ini, digunakan model analisis interaktif (interaktif model of analisis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian ini mengungkapkan tentang pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana pencurian dalam keluarga dan kendala-kendala yang dihadapi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana pencurian dalam keluarga. Dalam Putusan Nomer 128/Pid.B/2007/PN.Klt dan Putusan Nomer 135/Pid.B/2007/PN.Klt.Penjatuhan pidana antara yang satu dengan yang lain berbeda tergantung dari kasus (bersifat kasuistis). Dari kesimpulan tersebut penulis menyarankan dalam penjatuhan pidana banyak sekali pertimbangan terlebih mengenai faktor non yuridis, maka hakim harus bisa memahami keadaan-keadaan yang ada pada diri terdakwa dan juga memehami hukum yang berlaku dalam suatu daerah tertentu, karena tugas hakim bukan hanya memutus dan megadili perkara tetapi juga harus bisa menggali nilainilai hukum yang hidup di masyarakat. Agar penegak hukum khususnya hakim perlu senantiasa meningkatkan kualitas analisis dan mengembangkan kemampuannya di bidang hukum agar dapat memberikan putusan yang tepat sehingga dapat menciptakan keadilan bagi korban dan terdakwa yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum khususnya hakim dan institusinya yaitu pengadilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan bahwa Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Hal ini berarti bahwa negara Indonesia adalah negara hukum demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pernyataan yang menyebutkan Indonesia merupakan negara hukum dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yaitu dalam sistem pemerintahan negara pada butir I dan II. Pada butir I menyebutkan negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Sedangkan butir II menyebutkan pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Namun pada kenyataan yang sekarang terjadi eksistensi hukum itu sendiri sering dipertanyakan, padahal pada hakikatnya eksistensi hukum diperlukan untuk mencegah timbulnya bahaya yang mampu meresahkan masyarakat sehingga setiap anggota masyarakat dapat merasa aman dan tenteram karena memperoleh perlindungan hukum dari para aparat hukum. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi saat ini, tingkat permasalahan sosial dan kriminalitas juga semakin meningkat dan hal ini tentu juga telah menuntut agar hukum berkembang dan berubah mengikuti perkembangan. Perkembangan teknologi misalnya telah mempermudah masyarakat memperoleh informasi lebih cepat, akurat dan detail. Banyak kemudahan dan hal positif dari perkembangan teknologi, akan tetapi dampak negatif yang dihasilkan juga tak kalah besar. Di antara dampak negatif dari perkembangan teknologi saat ini dan di antaranya adalah timbulnya tindak pidana dikarenakan pengaruh dari media baik media elektronik dan media masa. Terbukti dengan banyaknya tindak pidana yang terjadi, pelaku
melakukan tindak pidana terinspirasi dari acara yang disiarkan televisi, orang mencuri juga terdorong oleh acara ditelevisi. Dari sekian banyak tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh keluarganya sendiri sangatlah banyak tetapi yang terungkap hanyalah beberapa persen saja karena menurut masyarakat ini adalah aib keluarga sehingga banyak yang diselesaikan secara kekeluargaan tidak sampai diperkarakan. Tindak pidana pencurian dalam keluarga dari tahun ketahun mengalami peningkatan, ini menunjukkan adanya peningkatan terhadap tindak pidana pencurian dalam keluarga. Sesuai dengan data yang didapat oleh peneliti dari Pengadilan Negeri Klaten menyatakan tahun 2006 mengadili satu kasus pencurian dalam keluarga sedangkan pada tahun 2007 mengadili dua kasus pencurian dalam keluarga. Tindak pidana pencurian dalam keluarga merupakan tindak pidana aduan relatif, tindak pidana aduan relatif adalah tindak pidana yang pada dasarnya bukan berupa tindak pidana aduan melainkan hanya dalam hal-hal atau keadaan tertentu saja tindak pidana itu menjadi tindak pidana aduan. Untuk menciptakan suasana aman dan tenteram dalam masyarakat, kaidah hukum yang berlaku umum tersebut harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan tegas atau dengan kata lain harus ada penegakan hukum. Berbicara mengenai penegakan hukum, salah satu aparat penegak hukum yang mempunyai beban dalam melaksanakan setiap upaya penegakan hukum serta ikut melaksanakan pembinaan ketertiban hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum pidana adalah hakim. Karena hakim inilah yang akan memutus di sidang pengadilan terhadap seorang tersangka atau terdakwa, apakah tersangka melakukan suatu tindak pidana dengan dijatuhi suatu pidana ataupun dibebaskan dari segala tuntutan hukum karena ternyata dirinya tidak terdapat cukup bukti telah melakukan suatu tindak pidana. Hakim
dalam menjalankan
tugasnya
diberikan
kebebasan
untuk
menyelenggarakan peradilan dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan.
Sesuai dengan penjelasan dari UUD 1945 yang menyebutkan bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum (rechstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat) yang berarti bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Kebebasan hakim atau kebebasan peradilan merupakan syarat mutlak bagi adanya negara hukum kalau tidak ada kebebasan hakim atau kebebasan peradilan, kita tidak dapat menyebut suatu negara sebagai negara hukum, berarti negara tersebut masih diragukan adanya supremasi hukum yang dilaksanakan. Selanjutnya mengenai kebebasan hakim dapat dilihat didalam penjelasan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga di dalam Pasal 24 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang”. Berhubung dengan kebebasan hakim, perlu pula dipaparkan tentang posisi hakim yang tidak memihak (impartial judge). Istilah tidak memihak di sini haruslah diartikan tidak secara harfiah, karena dalam menjatuhkan putusannya hakim harus memihak kepada yang benar. Hakim tidak memihak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Lebih tepat perumusan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1): “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang.” Hakim tidak memihak berarti juga hakim tidak menjalankan perintah dari pemerintah. Bahkan jika harus demikian menurut hukum, hakim dapat memutus menghukum pemerintah, misalnya tentang keharusan ganti kerugian. Walaupun hakim itu diangkat dan digaji oleh pemerintah, namun ia tegak berdiri menjalankan kewajibannya dan tidak terpengaruhi oleh pemerintah. Berhubung dengan kedudukannya yang istimewa itu ia perlu mendapat jaminan yang cukup.
Namun demikian, adanya kebebasan hakim tidak berarti hakim dapat berbuat sesuka hatinya, melainkan hakim harus mempertanggung-jawabkan keputusannya seperti ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Penegakan hukum dan keadilan, putusan hakim tidak boleh bertentangan dengan pancasila. Menurut ketentuanketentuan tersebut mencerminkan bahwa walaupun seorang hakim diberi kebebasan dalam menjalankan tugasnya, tetapi masih dibatasi oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KELUARGA. (Studi Kasus di Pengadilan Klaten). B. Rumusan Masalah Guna memberikan arah dan panduan yang mengerucut mengenai bahasan yang di kaji dalam suatu penelitian, perumusan masalah sebagai sebuah konsepsi permasalahan yang akan dicari jawabannya perlu ditentukan terlebih dahulu. Adapun permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga? 2. Apakah kendala Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus tidak pidana pencurian dalam keluarga? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memeriksa dan memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga. b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga.
2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan hukum pidana dalam memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga. b. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya. D. Manfaat Penelitian Di dalam penelitian sangat diharapkan adanya manfaat, dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan sehubungan dengan penelitian ini adalah, sabagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum umumnya, hukum pidana khususnya. b. Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis, dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten sendiri (Soerjono Soekanto, 1986:42). Agar data suatu penelitian yang diperoleh dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah perlu adanya ketepatan dalam memilih metode penelitian supaya sesuai dan mengenai pada masalah yang menjadi obyek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian hukum sosiologis (socio legal research), yaitu suatu penelitian yang berusaha mengidenfikasikan hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab (independent variabel) yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai aspek kehidupan sosial (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004:133). Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan penelitian hukum yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan menggambarkan gejala tertentu. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986:10). Jadi dari pengertian tersebut penulis berusaha untuk mendeskripsikan tentang penerapan sanksi pidana oleh hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian dalam keluarga di Pengadilan Negeri Klaten. 2. Sifat Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sifat penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada
tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat (Amiruddin, 2005:25). 3. Lokasi Penelitian Penelitian dengan judul “Penerapan sanksi pidana oleh hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian dalam keluarga di Pengadilan negeri Klaten” ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Klas I B Klaten yang beralamatkan Jl. Raya Klaten-Solo KM. 2 Klaten. Pengambilan lokasi ini dengan mempertimbangkan karena mudahnya transportasi ketempat penelitian sehingga mempermudah untuk mendapatkan data. 4. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum bersifat kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada datadata yang dinyatakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilakunya yang nyata, diteliti, dipelajari sebagai suatu yang utuh. Dengan menggunakan data yang dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya bersifat teoritis yang dioleh dan ditarik kesimpulannya dengan metode berfikir induktif. Penyajian secara induktif adalah metode penyajian yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. 5. Populasi dan sampel Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri atau karakter yang sama (Soerjono Soekanto, 1986:172). Yang dimaksud populasi dalam penelitian ini adalah semua Hakim di Pengadilan Negeri Klaten yang terkait dengan penerapan sanksi pidana dalam perkara pencurian dalam keluarga. Untuk menghemat waktu dan tenaga, peneliti menggunakan metode sampel, karena metode sampel dapat mewakili populasi yang diteliti tersebut. Di dalam penelitian hukum ini, cara yang digunakan dalam
pengambilan sample yaitu teknik non random sampling/non probability sampling, artinya tidak semua unsur dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel atau berarti sampling dimana elemen sampel tidak secara acak, tidak objektif tetapi secara subjektif. Dalam non random sampling ini, memakai metode purposive sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciriciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004: 106). Dalam penelitian hukum ini, sampel yang diambil adalah Hakim yang memutus perkara tindak pidana pencurian dalam keluarga di Pengadilan Negeri Klaten yakni Bapak Kunmulyoso, SH. 6. Jenis data Lazimnya dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Yang pertama disebut data primer atau data dasar (Primary data data basic data), dan data yang kedua dinamakan data sekunder (secondary data). Data primer diperoleh dari sumber pertama, yaitu warga masyarakat melalui penelitian. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku-buku harian, dan seterusnya (Soerjono Soekanto, 1986:12). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Data Primer Data primer merupakan data atau fakta-fakta yang diperoleh langsung melalui penelitian dilapangan termasuk keterangan dari responden yang berhubungan dengan obyek penelitian.
b. Data sekunder Data sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti jurnal hukum, buku hukum, Peraturan perundang-undangan. 7. Sumber Data Penelitian Sumber data merupakan tempat data suatu penelitian dapat diperoleh. Sumber data yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah sumber data sekunder. Sumber data sekunder dalam penelitian hukum ini mencakup: a. Sumber Data primer Sumber data primer merupakan sumber data yang terkait langsung dengan masalahan yang diteliti. Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah Bapak Kunmulyoso, SH Hakim di Pengadilan Negeri Klaten. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder merupakan sumber data yang secara tidak langsung memberikan keterangan dan bersifat melengkapi sumber data primer. Dalam hal ini yang menjadi sumber data sekunder adalah buku-buku
ilmiah,
peraturan
perundang-undangan,
dokumen-
dokumen, dan sumber-sumber lain yang mendukung penelitian. 8. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah tahap yang penting dalam melakukan penelitian. Alat pengumpulan data (instrumen) menetukan kualitas data, dan kuantitas data menentukan kualitas penelitian, karena itu alat pengumpulan data harus mendapat penggarapan yang cermat. Agar data penelitian memiliki kualitas yang cukup tinggi, alat pengumpulan datanya harus dapat mengukur yang hendak diukur, dan harus dapat memberikan kesesuaian hasil pada pengulangan pengukuran (Amiruddin, 2006:65).
Dalam rangka mendapatkan data yang tepat, penulis menggunakan teknik pengumpulan data, sebagai berikut: a. Studi Lapangan Studi lapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Klaten. Wawancara adalah situasi peran antara pribadi
bertatap
muka, ketika
seseorang yakni
pewawancara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seorang responden (Amiruddin, 2006: 82). b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti.Adapun pustaka yang menjadi acuan, antara lain : buku-buku literatur, surat kabar, daftar/label, kamus, peraturan perundang-undangan, maupun dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan hukum ini. 9. Teknik Analisis Data Analisa data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Maleong, 2002 : 103). Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa data kualitatif, yaitu ”suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yakni apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh” (Soerjono Soekanto, 1984 : 250). Dalam menganalisa data secara kualitatif, penelitian ini menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of analisis), yaitu ”data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data-data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan yang benar mendukung penyusunan laporan penelitian” (HB. Sutopo, 2002 : 35).
Berikut ilustrasi bagan dari tahap analisa data : Pengumpulan Data
Data Reduksi
Penyajian Data Kesimpulan/ Verivikasi
Gambar 1. Skema Analisa Data Komponen tahapan dalam model analisis interaktif dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pengumpulan Data adalah proses dimana penulis mencari data dan mencatat semua data yang masuk. b. Reduksi Data adalah kegiatan mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan, penyederhanaan pengabstrakan dan transformasi data kasar dari pengumpulan data/ catatan-catatan di lapangan. c. Penyajian
Data
adalah
sekumpulan
informasi
yang
memungkinkan kesimpulan dan pengambilan tindakan yang dapat berupa data kasar seperti jenis matrik, skema, gambar, tabel dan sebagainya. Ketiga komponen tersebut (proses analisis interaktif) dimulai pada waktu pengumpulan data penelitian, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data. Dan setelah pengumpulan data selesai tahap selanjutnya peneliti mulai melakukan usaha menarik simpulan dengan menverifikasi berdasarkan apa yang terdapat dalam sajian data. Aktivitas yang dilakukan dengan siklus antara komponen-komponen tersebut akan didapatkan data yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan masalah yang diteliti.
F. Sistematika Skripsi Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka
penulis
menggunakan
sistematika
penulisan
hukum.
Adapun
sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
: Pendahuluan berisi tentang latar belakang kenapa mengambil masalah pencurian
dalam keluarga, perumusan masalah berisi
tentang masalah yang dibahas dalam penelitian ini, tujuan penelitian adalah berisi tujuan obyektif dan tujuan subyektif, manfaat penelitian berisi manfaat teoritis dan manfaat praktis, metode penelitian berisi jenis penelitian, sifat penelitian, lokasi penelitian, pendekatan penelitian, populasi dan sampel, jenis data, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika penulisan hukum berisi isi keseluruhan skripsi BAB II : Tinjauan Pustaka berisi kerangka teori yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam memecahkan masalah yang diangkat dalam penulisan hukum ini, yang meliputi: pertama mengenai Pengaturan tindak pidana aduan dalam KUHP berisi pengertian pidana dan teori pemidanaan. Kedua mengenai penegakan hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan berisi penegakan hukum pidana, penegakan hukum melaui proses acara pidana, sanksi pidana untuk menanggulangi tindak pidana, tindak pidana pencurian. Ketiga berisi kedudukan hakim dalam sistem peradilan pidana berisi pengertian hakim, tugas hakim, kewajiban hakim, kebebasan hakim.
BAB III : Hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga, kendala apa saja yang dihadapi oleh Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga atau pun data lain dari penelitian dilapangan. Dan pembahasan yang murni dari pendapat penulis. BAB IV : Penutup adalah bab akhir berisi tentang kesimpulan serta saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori 1. Pengaturan Tindak Pidana Aduan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Hukum pidana terdiri dari Ius Poenale dan Ius Puniendi, Ius Poenale adalah obyek dari hukum pidana. Menurut Mezger, hukum pidana adalah aturan yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syaratsyarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. Pada dasarnya hukum pidana terdiri dari 2 hal, yaitu: 1. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu Perbuatan memenuhi syarat tertentu adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan tertentu diperinci menjadi dua, ialah perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar larangan. 2. Pidana Pidana adalah penderitaan yang dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Pengertian hukum pidana diatas dapat disebut Ius Poenale. Sedangkan Ius Puniendi diartikan sebagai: 1. Hak negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu 2. Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang (Rofikah dan Sabar Slamet, 2000:2).
Dalam melaksanakan Ius Puniendi harus berdasarkan Ius Poenale. Negara mempunyai hak untuk mengancam atas suatu perbuatan dengan pidana dapat berbentuk Undang-undang dapat berbentuk Kitab Undangundang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pidana mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Pidana merupakan suatu pengenaan pemderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. 2. pidana diberikan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang). 3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. KUHP merupakan pengaturan hukum pidana materiil umum yang dikodifikasikan melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946. Ada beberapa azas dalam berlakunya peraturan-peraturan pidana menurut tempat yaitu : 1. Azas Teritorial Azas teritorial diatur dalam Pasal 2 KUHP, yaitu bahwa aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana diwilayah Indonesia. Semua orang yang ada di Indonesia baik warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) yang melakukan perbuatan pidana. Berlakunya azas teritorial diperluas Pasal 3 KUHP bahwa peraturan pidana Indonesia dapat diterapkan kepada setiap orang yang berada di luar negeri yang melakukan perbuatan pidana di atas perahu Indonesia. 2. Azas Personal/ Nasional aktif Dalam azas Personal/ Nasional aktif peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap WNI yang melakukan tindak pidana
diluar negeri. Azas personal/ nasional aktif diatur dalam Pasal 5 KUHP. Ayat (1) Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warganegara yang di luar wilayah Indonesia melakukan: Ke1 : salah satu kejahatan dalam bab I dan II buku kedua dan Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Ke2 : salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan dalam perundangundangan perbuatan diancam pidana. Pasal 6 KUHP memberi batasan jika perbuatan pidana yang dilakukan di negara asing tidak diancam pidana mati oleh aturan hukum pidana negara tersebut, maka hakim yang mengadili di Indonesia tidak boleh menjatuhkan pidana mati. 3. Azas perlindungan (azas nasional pasif) Peraturan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang kepentingan hukum negara Indonesia, baik dilakukan oleh warga negara Indonesia atau bukan, yang dilakukan diluar Indonesia. 4. Azas universal Peraturan-peraturan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana baik dilakukan didalam negeri maupun diluar negeri dan juga baik dilakukan oleh warga negara Indonesia atau warga negara asing. Tindak pidana tersebut adalah Pasal 4 sub 2 KUHP dan Pasal 4 sub 4 KUHP mengenai perampokan dilaut (pembajakan). Pengaduan (klacht) adalah sesuatu pernyataan tegas(lisan atau tertulis atau dituliskan) dariseseorang yang berhak (mengadu) yang disampaikan kepada pejabat penyelidik atau pejabat penyidik (Kepolisian RI).tentang telah diperbuatnya sesuatu tindak pidana (in casu kajahatan aduan) oleh seseorang dengan disertai permintaan agar
dilakukan pemeriksaaan untuk selanjutnya dilakukan penuntutan kepengadilan yang berwenang. Mengenai dua unsur esensial pengaduan yaitu: a. Pernyataan tentang telah diperbuatnya tindak pidana oleh seseorang, dan disertai b. Permintaan untuk diadakan pemeriksaan (penyidikan) untuk dilakukan penuntutan pidana kesidang pengadilan. Pembentuk undang-undang (KUHP) menetapkan pengaduan sebagai syarat untuk dapat dituntut pidana terhadap pembuat tindak pidana aduan. Dalam hal tindak pidana aduan pentingnya bagi yang berhak mengadu atau yang kepentingan hukumnya dilanggar apabila perkara itu dituntut pidana adalah lebih besar daripada pentingnya bagi negara apabila perkara itu dilakukan penuntutan pidana. Dalam tindak pidana aduan, terdapat dua kepentingan yang saling bertentangan, yaitu disatu pihak perlunya hukum ditegakkan, artinya penting bagi negara untuk dilakukan penuntutan dan dilain pihak bagi korban ada kepentingan agar perkara tindak pidana aduan untuk tidak dilakukan penuntutan seperti perbuatannya ada hubungan keluarga atau kepentingan hukum yang dilanggar adalah bersifat pribadi (misalnya zina dan penghinaan). Dalam hal ini kepentingan korban untuk tidak dilakukan penuntutan pidana lebih diutamakan daripada kepentingan negara dalam hal menegakkan hukum. Sehingga peranan korban menjadi sangat dominan dalam hal negara untuk melakukan penuntutan pidana. Dalam hal pengaduan, orang yang berhak mengajukan pengaduan adalah korban, namun dalam Pasal 72 ayat (1) KUHP apabila korban tindak pidana:
1. Masih anak-anak yang kriterianya ialah umur sebelum 16 tahun (enam belas tahun) dan belum dewasa, (perkawinan menyebabkan kedewasaan walaupun umurnya belum 16 tahun, 2. Korban berada dibawah pengampuan selain karena sifat boros, maka yang berhak mengadu adalah wakilnya yang sah dalam perkara perdata. Wakilnya dalam perkara perdata dalam hal kebelum dewasaan adalah walinya yaitu orang tua kandung (ayahnya), jika ayahnya tidak ada maka ibu yang menjadi wali, jika ayah ibu tiada siapa yang menurut hukum yang berlaku bagi anak itumenurut cara tertentu menjadi wali. Dalam hukum adat bisa pamanya, kakak dan lain orang yang menurut hukum menjadi wali dari anak itu. Jika tidak ada wakil sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 72 ayat (1) KUHP, atau wakilnya itu sendiri adalah si pembuat yang harus diadukan, maka orang yang berhak mengajukan pengaduan itu adalah: 1. Wali Pengawas (tooziende voogd, 366 jo 370 BW) 2. Pengampu Pengawas (tooziende curator, Pasal 449 BW) 3. Majelis yang menjadi Wali Pengawas atau menjadi Pengampu Pengawas 4. Istrinya 5. Salah satu dari keluarga sedarah dalam garis lurus atau jika itu tidak ada maka pengaduan dilakukan oleh 6. Salah satu dari keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai
derajat
ketiga
(Pasal
72
ayat
(2))
(Adami
Chazawi,2002:206). Mengenai persoalan apabila korban yang berhak mengadu meninggal dunia, hal ini telah diatur dalam Pasal 73 KUHP yang menyatakan bahwa “Jika yang terkena kejahatan meninggal dunia
didalam tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal berikut maka tanpa memperpanjang tenggang waktu itu, penuntutan dilakukan atas pengaduan orang tuanya, anaknya, istrinya, atau suaminya yang masih hidup kecuali kalau ternyata bahwa yang meninggal itu tidak menghendaki penuntutan”. Dari pasal diatas, orang yang terlanggar kepentingan hukumnya oleh kejahatan aduan, meskipun kemudian meninggal dunia, maka hak mengajukan pengaduan tetap berlangsung selam tenggang waktu hak mengadu masih ada (masih berlangsung) sesuai dengan Pasal 74 KUHP. Hak pengaduan itu beralih pada para ahli warisnya sebagaimana disebutkan secara limitatif dalam Pasal 73 KUHP. Hak pengaduan oleh ahli waris dari korban kejahatan aduan perzinaan (Pasal 284 ayat (3) KUHP). Tenggang waktu mengajukan pengaduan Pasal 73 KUHP ialah dalam
waktu
6
(enam)
bulan
sejak
orang
yang
berhak
mengadumengetahui adanya kejahatan aduan, jika ia bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu 9 (sembilan) bulan apabila tinggal diluar Indonesia. Tenggang waktu 6 (enam) dan 9 (sembilan) bulan kecuali dalam kejahatan aduan Pasal 293 ayat (3) KUHP ialah kejahatan pembujukan kepada orang yang belum dewasa yang baik tingkah lakunya untuk berbuat cabul atau membiarkan diri untuk dilakukan perbuatan cabul, yang tenggang waktu mengadu adalah 9 (sembilan) bulan dan 12 (dua belas) bulan. Bentuk pengaduan ada dua macam yakni sebagai berikut: 1. Pengaduan lisan Pengaduan lisan itu telah terjadi pada saat diucapkan atau dinyatakan secara lisan.
2. Pengaduan dengan tulisan/ tertulis Pengaduan dengan tulisan terjadi pada waktu surat pengaduan itu dikirim, dan bukan pada saat pengaduan itu diterima oleh Pejabat Penyelidik atau Pejabat Penyidik yakni Kepolisian. Dilihat dari sifatnya , kejahatan atau delik aduan ada dua jenis sebagai berikut: 1). Kejahatan aduan mutlak (absolut) Kejahatan aduan absolut adalah kejahatan yang pada dasarnya adalah berupa kejahatan aduan artinya suatu segala hal dan atau kejadian diperlukan syarat pengaduan untuk dapatnya negara melakukan penuntutan mengenai perkara itu. Contoh:
Pencemaran
(Pasal
310),
Menfitnah
(Pasal
311),Penghinaan ringan (Pasal 315), Penghinaan dapat dituntut dengan pengaduan (Pasal 319), Penghinaan terhadap pejabat pemerintah yang sedang melakukan tugas secara sah (Pasal 316). 2). Kejahatan aduan relatif (nisbi) Kejahatan aduan relatif ialah kejahatan yang pada dasarnya bukan berupa kejahatan aduan , melainkan hanya dalam hal-hal atau keadaan tertentu saja kejahatan itu menjadi kejahatan aduan. apabila diantara pelaku dan korban terhadap bangunan keluarga. Contoh: Pencurian dalam keluarga (Pasal 367), penggelapan, penipuan, pemerasan(Satochid Kartanegara, 2000: 127). Hanya karena adanya unsur-unsur tertentu saja, syarat pengaduan untuk melakukan penuntutan itu diperlukan. Sedangkan dalam keadaan biasa artinya tanpa adanya unsur tertentu, syarat pengaduan tidak diperlukan untuk melakukan penuntutan. Salah satunya, pencurian dalam segala bentuk (Pasal 362-365KUHP) pada dasarnya bukan
tindak pidana aduan, akan tetapi dengan adanya unsur dalam kalangan keluarga atau tindak pidana itu dilakukan dalam kalangan keluarga, maka menjadi tindak pidana aduan (relatif). Menurut Modderman, ada alasan khusus, mengapa dijadikannya kejahatan-kejahatan tertentu yang menjadi kejahatan aduan relatif bilamana dilakukan dalam kalangan keluarga, yaitu: 1). Alasan susila, yaitu untuk mencegah pemerintah menghadapkan orang-orang satu terhadap yang lain yang masih ada hubungan yang sangat erat dan dalam sidang pengadilan. 2). Alasan materiil (stoffelijk), yaitu pada kenyataannya di dalam suatu keluarga antara pasangan suami dan istri ada semacam condominium (Utrecht dalam Adami Chazawi, 2002: 205). Dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Karena keputusan di dalam pemidanaan akan mempunyai konsekwensi yang luas baik yang menyangkut langsung pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara luas. Dalam pemidanaan ada dua teori yakni: 1. Teori absolut (pembalasan) Teori absolut adalah pidana dijatuhkan semata-mata kerena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. 2. Teori relatif (tujuan) Teori relatif adalah memidana bukan untuk memuaskan tuntutan absolut dari pengadilan. Pembalasan tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Menurut teori ini tujuan penjatuhan pidana bukan karena orang berbuat kejahatan tetapi supaya orang jangan melakukan kejahatan.
3. Teori gabungan Teori gabungan adalah pidana dijatuhkan sebagai sarana untuk pembalasan, prevensi dan untuk memperbaiki penjahat. Pemidanaan berbertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi mengayomi masyarakat, koreksi terhadap terpidana dan menjadikannya orang yang baik dan berguna serta mampu hidup bermasyarakat, menyelesaikan konflik
yang
ditimbulkan
oleh
tindak
pidana
memulihkan
keseimbangan dan rasa damai dalam masyarakat, membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Dalam setiap pemidanaan harus benar-benar dipertimbangkan di antara tujuan pemidanaan tersebut yang mempunyai relevansi dan kepentingan terbesar dalam kasus terkait dan harus dipertimbangkan oleh pengadilan, dengan konsekwensi dijatuhkan jenis pidana yang berbeda. Jenis-jenis pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP yang terdiri dari: 1. Pidana pokok. a. Mati b. Penjara c. Kurungan d. Denda 2. Pidana tambahan a. Pencabutan hak-hak tertentu b. Perampasan barang-barang tertentu c. Pengumuman keputusan hakim. Pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP juga berlaku bagi semua tindak pidana yang diatur diluar KUHP.
2. Penegakan Hukum Pidana untuk Menanggulangi Kejahatan Penggunaan upaya hukum pidana untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam kebijakan penegakan hukum, tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya sehingga kebijakan penegakan hukum termasuk dalam bidang kebijakan sosial. KUHAP adalah hukum pidana formil memuat aturan-aturan pemerintah untuk mengenakan pidana
kepada seseorang yang telah melakukan tindak
pidana melalui alat perlengkapan negara seperti, Polisi, Jaksa, dan Hakim sebagai penegak hukum. Menurut Bassiouni, tujuan yang ingin dicapai oleh pidana pada umumnya terwujud dalam kepentingan sosial yang mengandung nilai-nilai tertentu yang perlu dilindungi. Kepentingan sosial tersebut adalah: 1. Pemeliharaan tertib masyarakat, 2. Perlindungan warga masyarakat dari kejahatan kerugian atau bahayabahaya yang tak dapat dibenarkan yang dilakukan oleh orang lain, 3. Memsyarakatkan kembali (resosialisasi) para pelanggar hukum, 4. Memelihara atau mempertahankan integritas pandangan-pandangan dasar tertentu mengenai keadilan sosial, martabat kemanusiaan dan keadilan individu (Muladi dan Barda Nawawi, 1998: 166). Tujuan objektif fungsi penegakan hukum dari pendekatan tata tertib sosial, yaitu: a. Penegakan Hukum dalam Proses Acara Pidana Penegakan hukum dalam proses acara pidana yaitu penegakan hukum menggunakan sarana penal (Hukum Pidana) melalui alat pemerintahan seperti Polisi, Jaksa, Hakim untuk menegakkan hukum seadil-adilnya untuk membuat jera pelaku tindak pidana dengan menjatuhkan suatu pidana sesuai dengan KUHP. Penegakan hukum dalam proses acara pidana meliputi sebagai berikut: 1). Penyelidikan-penyidikan Penyelidikan menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa
yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidak nya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. Penyelidik adalah setiap pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Fungsi dan wewenang penyelidik menurut Pasal 5 ayat (1) KUHAP yaitu: a) Fungsi dan wewenang berdasar hukum (1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana (2) Mencari keterangan dan barang bukti (3) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksatanda pengenal diri (4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab b) Kewenangan berdasar perintah penyidik (1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, menggeledahan dan penyitaan (2) Pemeriksaan dan penyitaan surat (3) Mengambil sidik jari dan memotret seorang (4) Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik Penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP adalah seraikan tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Menurut Pasal 6 ayat (1) KUHAP Penyidik adalah : a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia b) Pejabat Pegawai Negari Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Wewenang dari Penyidik menurut Pasal 7 ayat (1) KUHAP yaitu: a) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana b) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka d) Melakukan
penangkapan,
penahanan,
penggeledahan
dan
penyitaan e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat f) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang g) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi h) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara i) Mengadakan penghentian penyidikan j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 2) Penangkapan-penahanan Pengertian penangkapan menurut Pasal 1 butir 20 adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Pasal 17 KUHAP perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Cara penangkapan menurut Pasal 18 ayat (1) KUHAP adalah pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara RI dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan
identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dibersangkakan serta tempat ia diperiksa. Pengertian penahanan menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Janis penahanan menurut Pasal 22 KUHAP antara lain: a) Penahanan rumah tahanan negara (Rutan) Tempat tahanan tersangka atau terdakwa yang masih dalam proses penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pengadilan. b) Penahanan Rumah Penahanan dilakukan dirumah, tempat tinggal tersangka atau terdakwa dan diawasi oleh pejabat yang melakukan tindakan penahanan rumah. b) Penahanan Kota Pelaksanaan penahanan kota dilakukan dikota tempat tinggal tersangka atau terdakwa. 3) Persidangan pengadilan Proses pemeriksaan pengadilan, sebagai berikut: (1) Pembacaan surat dakwaan. (2) Mengajukan eksepsi. (3) Tanggapan eksepsi. (4) Pemeriksaan saksi, terdakwa dan pengajuan alat bukti. (5) Tuntutan. (6) Replik dan duplik. (7) Putusan akhir. Putusan pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP yaitu bahwa Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang
diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP, bahwa putusan sedapat mungkin merupakan hasil musyawarah majelis dengan permufakatan yang bulat, kecuali hal itu telah diusahakan sungguh-sungguh tidak tercapai, maka ditempuh dengan dua cara: (a) Putusan diambil dengan suara terbanyak. (b) Jika yang tersebut pada huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan, yang dipilih ialah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. Menurut Yahya Harahap bahwa putusan akan dijatuhkan pengadilan, tergantungan dari hasil mufakat musyawarah hakim berdasar penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan (Yahya Harahap, 2002:347). 1. Putusan Bebas Putusan bebas berarti terdakwa dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum (Vrijspraak). Bebas dari segala tuntutan hukum sehingga terdakwa bebas dari pemidanaan. Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yaitu “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatannya yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.
Van Bemellen berpendapat, bahwa putusan bebas dijatuhkan jika hakim tidak memperoleh keyakinan mengenai kebenaran atau ia yakin bahwa apa yang didakwakan tidak atau setidak-tidaknya bukan terdakwa ini yang melakukan (Andi Hamzah, 2002: 282). 2. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum Putusan lepas dari segala tuntutan hukum dijatuhkan menurut Pasal 191 ayat ( 2 ) KUHAP, yaitu ” Jika Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Yakni putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum, berdasar kriteria : a) Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti. b) Perbuatan itu tidak merupakan tindak pidana maka terdakwa lepas dari segala tuntutanhukum. 3. Putusan Pemidanaan atau penjatuhan pidana Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP, yaitu ” Jika Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa
bersalah
melakukan
tindak
pidana
yang
didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”. Ada berbagai status yang dapat diperintahkan pengadilan terhadap seorang terdakwa yang dijatuhi dengan putusan pidana yaitu : a) Jika terdakwa tidak ditahan, menurut Pasal 193 ayat (2) huruf a KUHAP mempunyai 2 alternatif yakni : a. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam status tidak ditahan. b. Pengadilan dapat memerintahkan supaya terdakwa ditahan.
b) Jika terdakwa berada dalam status tahanan, menurut Pasal 193 ayat (2) huruf b KUHAP pengadilan dapat memilih salah satu alternatif, yakni: a. Memerintah terdakwa tetap berada dalam tahanan b. Memerintahkan pembebasan terdakwa dari tahanan 4) Pemidanaan. Setelah pemeriksaan pengadilan dan terdakwa terbukti melakukan kejahatan yang didakwakan maka akan diputus oleh hakim dikenai putusan pemidanaan sesuai dengan pasal yang bersangkutan dengan tindak pidana yang didakwakan. Dan putusan pemidanaan itu dapat berupa sanksi ini dapat terkena pada nyawa,badan atau harta seseorang. b. Efek Preventif dalam Tindak Pidana Pencurian Efek Preventif ini yaitu penegakan hukum diharapkan mencegah orang (anggota masyarakat) melakukan tindak pidana. Misalnya, penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral agama. Tujuan efek preventif adalah memperbaiki kondisi sosial tertentu. Hukum pidana sebagai sarana untuk menanggulangi kejahatan. Penggunaan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan atau politik hukum yang dianut di Indonesia. H.L. Packer membicarakan masalah pidana dengan semua keterbatasanya antara lain: (1) Sanksi pidana sangatlah diperlukan. (2) Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, untuk menghadapi kejahatan
(3) Sanksi pidana merupakan penjaminan yang utama atau terbaik bila digunakan secara cermat dan secara manusiawi, dan merupakan ancaman apabila digunakan secara sembarang dan paksa (Muladi dan Barda Nawawi, 1998: 155-156). Pencurian menurut hukum pidana ialah perbuatan mengambil suatu barang yang semuanya atau sebagiannya kepunyaan orang lain disertai maksud untuk memiliki dan dilakukan dengan melawan hukum. Sedangkan perumusan perbuatan pencurian ada dalam Pasal 362 KUHP adalah ”Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secra melawan hukum, diancam kerena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”. Unsur-unsur dalam pencurian adalah: a) Adanya perbuatan mengambil Yang dimaksud mengambil yaitu memindahkan barang dari tempatnya semula atau barang tersebut berada dalam kekuasan orang yang melakukan atau barang tersebut sudah berada diluar kekuasaan pemiliknya. b) Sesuatu barang Dalam pengertian suatu barang dalam KUHP disini adalah termasuk barang non ekonomis seperti, karcis kereta api (HR 28 April 1930), sepucuk surat keterangan dokter (HR 27 November 1939) c) Seluruh atau sebagiannya barang adalah milik orang lain d) Maksud untuk dimiliki secara melawan hukum Yang dimaksud dimiliki dengan cara melawan hukum yaitu perbutan untuk memiliki suatu barang milik orang lain
dengan tanpa persetujuan, kehendak ataupun sepengetahuan dari orang yang nyata-nyata sebagai pemilik yang sah. Menurut KUHP, untuk pencurian maksud dimiliki harus berbarengan dengan
kejadian
pengambilan
(HR
5
Januari
1903).
Disyaratkan adanya maksud untuk secara melawan hukum menguasai barang yang diambilnya seolah-olah sebagai miliknya sendiri (HR 25 Juli 1930). Berikut ini adalah isi dari Pasal 362 sampai 367 KUHP tentang pencurian: 1. Pasal 362 KUHP Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah. 2. Pasal 363 KUHP Ayat (1): Diancam dengan hukuman penjara maksimal 7 tahun disertai dengan salah satu keadaan seperti berikut: 1. Pencurian ternak. 2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang. 3. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak.
4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. 5. Pencurian yang untuk masuk ketempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau jabatan palsu. Ayat (2): Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun 3. Pasal 364 KUHP Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima ribu rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah. 4. Pasal 365 KUHP Ayat (1): diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. Ayat (2): diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
1. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan 2. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. 3. Jika masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu. 4. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat Ayat (3): Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Ayat (4): Diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3. 5. Pasal 366 KUHP Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 362, Pasal 363,dan Pasal 365 dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan Pasal 35 nomor 1-4. 6. Pasal 367 KUHP Pencurian dalam keluarga diatur dalam Pasal 367 ayat 1, dan 2 yakni sebagai berikut : Ayat (1) menyebutkan bahwa : Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan ini adalah suami ( istri ) dari orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah
harta kekeyaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak mungkin diadakan tuntutan pidana. Ayat (2) menyebutkan bahwa : Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan. 3. Kedudukan Hakim dalam Sistem Peradilan Pidana Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Menurut Pasal 1 butir 8 KUHAP Hakim adalah
pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan atas asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Pasal 1 butir 9 KUHAP. Wewenang utama hakim adalah mengadili yang meliputi kegiatankegiatan menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana pedoman pokoknya adalah KUHAP yang dilandasi oleh asas kebebasan, kejujuran, dan tidak memihak. Wewenang hakim berpedoman pada KUHAP adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penahanan Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan menetapkan berwenang melakukan penahanan (Pasal 20 ayat (3) jo Pasal 26 KUHAP).
2. Pengalihan jenis pemidanaan Penyidik atau Penuntut Umum atau hakim berwenang mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain (Pasal 23 ayat (1) jo Pasal 22 KUHAP). Tugas penting yang harus dilakukan oleh hakim adalah: 1. Sebagai tugas pokok yakni menerima, memeriksa dam mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. 2. Sebagai tugas yuridis yakni memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat-nassehat tentang soal-soal hukum kepada lembaga negara lainnya apabila diminta. 3. Sebagai tugas akademik/ilmiah dalam melaksanakan tugas pokoknya. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, Hakim wajib memperhatikan pula sifat-sifat yang baik dan yang jahat dari tertuduh. Kewajiban hakim antara lain adalah sebagai berikut: 1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat ( Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman) 2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib pula memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa (Pasal 28 ayat (2) UU nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman). 3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokad, atau panitera ( Pasal 29 ayat (3) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).
4) Ketua
majelis,
hakim
anggota,
jaksa,
atau
panitera
wajib
mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokad (Pasal 29 ayat (4) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman). 5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung
dengan
perkara
yang
sedang
diperiksa,
baik
atas
kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara (Pasal 29 ayat (5) UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Hakim mempunyai kebebasan untuk menentukan berat ringannya hukuman terhadap pelaku tindak pidana. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdassarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Bebasnya hakim dari keterikatan pihak-pihak yang berperkara. Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara baik perdata maupun pidana harus atas obyektifitas tanpa memihak kepada salah satu pihak dan tidak boleh membeda-bedakan orang. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 25 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundangundangan yang bersangkutanatau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.
Sistem peradilan pidana yang digariskan KUHAP merupakan “sistem terpadu” (integrated criminal justice system). Sistem terpadu tersebut terletak diatas landasan prinsip “diferensiasi fungsional” diantara aparat penegak hukum sesuai dengan tahap proses kewenangan yang diberikan undang-undang kepada masing-masing. Berdasarkan sistem terpadu merupakan fungsi gabungan dari aparat penegak hukum antara lain Polisi, Jaksa-Penuntut Umum, Hakim, Penjara yang mempunyai tugas masingmasing sebagai berikut: Polisi Republik Indonesia menduduki posisi sebagai aparat penegak hukum sesuai perannya berupa kekuasaan umum menangani kriminal di seluruh wilayah Indonesia. Dalam malaksanakan wewenangnya polri berperan sebagai kontrol kriminal dalam bentuk: 1) Investigasi 2) Penangkapan 3) Penahanan 4) Penggeledahan 5) Penyitaan. Jaksa menurut Pasal 1 butir 6a adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan Penuntut Umum sendiri adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim (Pasal 1 butir 6a jo. Pasal 13 KUHAP). Menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomer 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang dimaksud jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuasaan hukum tetap serta wewenang lain
berdasarkan undang-undang. Sedangka penuntut umum menurut Pasal 1 angka 2 adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim. Penuntut Umum mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu. b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik d. Membuat surat dakwaan e. Melimpahkan perkara ke Pengadilan f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. g. Malakukan penuntutan h. Menutup perkara demi kepentingan hukum i.
Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai Penuntut Umum menurut ketentuan undangundang ini
j. Melaksanakan penetapan Hakim. Hakim dalam sistem peradilan pidana sangatlah penting karena tugas hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya. Hakim adalah tonggak bagi keadilan baik bagi terdakwa dan korban.
Petugas pelaksana pidana (penjara) sendiri berfungsi memperbaiki terpidana dengan cara rehabilitasi pelaku pidana agar bisa kembali menjalani kehidupan normal dan produktif (Yahya Harahap,2002:90). Hubungan antara aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana sangatlah berkaitan dimana antara polisi sebagai kontrol kriminal, jaksa sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadila yang sudah berkekuatan hukum tetap , hakim adalah yang mengadili suatu perkara sehingga adanya suatu keadilan dan penjara adalah memperbaiki tinggkah laku terpidana agar bisa kembali kepada masyarakat. Sehingga masing-masing aparat hukum mempunyai hubungan yang saling berkaitan dan jika salah satu tidak ada maka aparat hukum yang lain tidak dapat menjalankan tugasnya.
2. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran digambarkan lewat bagan sebagai berikut:
Tindak pidana pencurian dalam keluarga
KUHP
Penegakan hukum
Sistem Peradilan Pidana
Polisi
Jaksa
Hakim
Putusan
Meningkatnya tindak kejahatan dalam masyarakat dirasa semakin meresahkan. Hal ini bahkan bisa terjadi di dalam keluarga. Kejahatan dalam keluarga hanya dapat diproses ke Pengadilan apabila aduan dari yang pihak korban atau pihak yang dirugikan. Setelah adanya aduan dari pihak korban tindak pidana pencurian dalam keluarga baru bisa dilakukan penuntutan dan
pemeriksaan yang merupakan rangkaian dari penegakan hukum.yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Dalam sisitem peradilan pidana aparat penegak hukum yang berperan antara lain, Polisi yang mempunyai tugas investigasi, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan. Jaksa sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hakim mempunyai peranan penting karena tugas hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya. Putusan hakim merupakan tonggak yang penting bagi pencerminan keadilan, putusan hakim salah satunya
adalah penjatuhan pidana dan
pemidanaan. Lahirnya penjatuhan pidana dan pemidanaan bukan muncul begitu saja, melainkan melakui sebuah proses peradilan. Di dalam proses penjatuhan pidana dan pemidanaan harus tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi kasus a. Putusan Nomor 128/Pid.B/2007/PN.Klt Nama
: Lilin Piksiyanto
Lahir
: di Klaten
Umur
: 17 tahun
Jenis kalamin : laki-laki Kebangsaan
: Indonesia
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
:Dukuh Jetak, Desa Mutihan, Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten.
Surat Tuntutan Jaksa penuntut Umum tanggal 3 Juli 2007 Reg perkara No: PDM 99/ Klten/ Ep.01/ 06/ 07 supaya Majelis hakim Pengadilan Klaten yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa Lilin Piksiyanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dalam keluarga dengan pemberatan” sebagaimana diatur dalam Pasal 367 ayat (2) KUHP sebagaimana dalam surat dakwaan ini. 2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Lilin Piksiyanto dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan penjara dipotong selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan. 3. Menyatakan barang bukti berupa: potongan besi dirampass untuk dimusnakan, satu celana panjang maupun satu kaos oblong dikembalikan kapada saksi korban Sumarsih 4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp, 2.000,-(dua ribu rupiah).
Terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan antara lain: 1) mohon keringanan hukuman, 2) merasa bersalah, 3) menyesali
perbuatannya
dan
tidak
akan
mengulangi
lagi
perbuatannya tersebut, 4) serta terdakwa ingin melanjutkan sekolah. Awalnya terdakwa Lilin Piksiyanto merupakan saudara / adik sepupu dari korban Aris Isdiyanto saat itu didatangi oleh temannya yang bernama Ari Wibowo, selanjutnya karena melihat rumah kakak sepupunya yaitu rumah korban Aris Isdiyanto yang kebetulan bersebelahan dengan rumah terdakwa,dalam keadaan sepi karena ditinggal pergi oleh penghuninya, maka timbullah niat jahat terdakwa
untuk mengajak temannya Ari
Wibowo untuk mengambil barang-barang yang berada didalam rumah tersebut yang apabila berhasil hasilnya akan dibagi di antara mereka berdua, lalu untuk melaksanakan niat jahatnya lebih dahulu terdakwa mengajak temannya Ari Wibowo dan mempersiapkan gergaji untuk masuk kerumahnya yang kebetulan antara rumah terdakwa dengan rumah korban berdempetan. Terdakwa bersama temannya dari lantai atas melompati tembok pembatas dan langsung dapat langsung menuju lantai atas rumah korban, karena saat itu jendelanya tertutup jeruji besi/ tralis naco, terdakwa Lilin Piksiyanto bersama temannya Ari Wibowo secara bergantian menggergaji tralis sehingga mencapai separuh yang akhirnya dapat dipergunakan oleh terdakwa maupun temannya untuk masuk kedalam rumah korban Aris Isdiyanto, langsung menuju ketempat tidur korban Aris Isdiyanto dan dibawah bantal terdakwa
Lilin Piksiyanto menemukan uang tunai
sejumlah Rp 3.500.000,- lalu tanpa sepengetahuan dan seizin pemiliknya uang tersebut diambil.
Temannya Ari Wibowo diruang lain mengacak-acak almari dan begitu melihat dua buah BPKB Shogun No.Pol AD2208 PJ atas nama Timbul Wiyono dan BPKB Honda Supra X 125 atas nama Sumirah serta dua buah sertifikat tanah Hak Milik atas nama Timbul Wiyono, lalu tanpa sepengetahuan dan seizin pemiliknya diambilnya dua buah BPKB beserta dua buah sertifikat tersebut, selanjutnya setelah terdakwa Lilin Piksiyanto bersama temannya Ari Wibowo berhasil mengambil barang, lalu dibawanya keluar melalui jalan yang semula ia pergunakan untuk masuk dan mereka pulang kerumah masing-masing sambil membawa barang yang telah diambilnya, terdakwa membawa uang sedangkan temanya Ari Wibowo membawa dua buah BPKB dan dua buah sertifikat. Keesokan harinya terdakwa Lilin Piksiyanto membagi uang yang sudah diambilnya kepada temannya Ari Wibowo sejumlah Rp.1.500.000,sedangkan sisanya ia pergunakan sendiri untuk keperluan pribadinya yang diantaranya untuk membeli kaos oblong warna loreng hijau putih dan celana panjang warna hitam. Karena korban Aris Isdiyanto kehilangan barang-barang miliknya melihat
jendela lantai atas yang sangat
berdekatan dengan rumah terdakwa dalam keadaan teralisnya terbuka dan terdapat bekas digergaji, korban langsung mencurigai bahwa yang melakukan perbuatan tersebut adalah terdakwa, sehingga korban membuat pengaduan kepada pihak berwajib untuk diusut dan ternyata dari hasil pengusutan
terdakwa
telah
mengakui
dan
membenarkan
perbuatannya dilakukan bersama-sama dengan temanya yaitu
bahwa Ari
Wibowo. . Pemeriksaan barang bukti dan alat bukti 1). Alat bukti yang digunakan Penuntut Umum pada pemeriksaan sidang di pengadilan sebagai berikut:
1. Saksi Aris Istiyanto: Pada hari kamis tanggal 19 April 2007 dirumah ibu saksi Mutihan Gantiwarno telah kehilangan barang berupa uang tunai Rp.3.500.000,- dua sertifikat tanah dan dua BPKB sepeda motor shogun. Terdakwa dan temannya bernama Ari Wibowo yang belum tertangkap, masuk melalui jendela kamar atas dengan memotong tralis jendelanya dan keluar lewat jendela Pada saat itu rumah kosong tidak ada yang menjaga, setelah tiga jam kemudian saksi sekeluarga kembali dan karena capek langsung tidur tidak memeriksa kamar lantai atas. Baru pagi harinya diketahui oleh adik saksi kalau tralis jendela kamar atas telah digergaji lalu selanjutnya hal itu dilaporkan pada polisi Sering kehilangan uang jumlahnya sekitar Rp.20.000.000,2. Saksi Sumirah Pada hari kamis tanggal 19 April 2007, bersama anaknya bepergian, sepulang bepergian saksi dan anak-anaknya karena kecapean langsung tidur , namun pada pagi harinya diketahui oleh anak saksi kalau tralis jendela kamar atas telah digergaji, lalu setelah diperiksa uang Rp.3.500.000,- ditaruh dibawah bantal kamar atas hilang, dua sertifikat dan dua BPKB dalam lemari juga hilang lalu melaporkan pada polisi Setelah diselidiki ternyata yang mengambil Terdakwa dan temannya Ari Wibowo yang belum tertangkap Sebelumnya juga pernah kehilangan uamg sejumlah 20juta rupiah 3. Saksi Rindang Saraswati Pada hari kamis tanggal 19 April 2007,sorenya saksi bepergian bersama dengan kakaknya, ibunya , lalu setelah beberapa jam
kembali kerumah karena kecapean langsung tidur, namun pagi harinya setelah saksi mau membersihkan kamar diatas melihat tralis jendela kamarnya telah dipotong Dikamar atas uang dibawah bantal sejumlah Rp.3.500.000,telah hilang, sertifikat tanah dan dua BPKB dilemari juga hilang, selanjutnya hal itu dilaporkan oleh ibunya kekantor Polisi. Sebelumnya pernah kehilangan uang sejumlah 20 juta rupiah 4. Terdakwa Lilin Piksiyanto Terdakwa
Lilin
Piksiyanto
dalam
persidangan,
telah
menerangkan sebagai berikut: Pada 19 april 2007 terdakwa bersama temannya yang belum tertangkap bernama Ari Wibowo telah mencuri dirumah saksi sumirah dengan memanjat, lalu memotong tralis jendela, selanjutnya masuk, terdakwa mengambil uang sejumlah Rp.3.500.000,- dibawah bantal, sedangkan Ari Wibowo mengambil dua sertifikat tanah dan dua BPKB sepeda motor, setelah itu lalu keluar lewat Jendela. Pada waktu itu rumah kosong, penghuninya sedang pergi Selanjutnya hasilnya dibagi dua terdakwa mendapat Rp. 2.000.000,- sedangkan Ari Wibowo uang Rp.1.500.000,- dan membawa BPKB dan sertifikat tanahnya dan kemana perginya hingga sekarang Ari Wibowo tidak diketahui Terdakwa dengan saksi Sumirah masih sepupunya atau budenya Hasil pencuriannya tersebut dibelikan kaos oblong satu dan celana panjang warna hitam satu, sisnya uangnya habis untuk kebutuhan terdakwa
2) Barang bukti yang diajukan dalam persidangan berupa: a). Potongan besi b). Sepotong kaos oblong c). Sebuah celana panjang warna hitam. Fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan 1. Pada hari Kamis tanggal 19 April 2007 sekitar jam 20.00 WIB terdakwa bersama Ari wibowo yang belum tertangkap telah mengambil uang Rp.3.500.000,- dua BPKB sepeda motor Shogun dan dua sertifikat tanah, dirumah saksi Sumirah di desa Mutihan, Gantiwarno, Klaten 2. Masuknya rumah dengan cara memanjat, lalu memotong tralis jendela kamar atas, dan keluar massuk lewat jendela tersebut. 3. Terdakwa dengan saksi Sumirah masih budenya, dan rumahnya berdekatan dan terdakwa masih tergolong anak-anak karena baru berumur 17 tahun 4. Hasil pencurian itu terdakwa mendapat bagian Rp. 2.000.000,sedangkan Ari wibowo uang Rp.1.500.000 BPKB dua dan sertifikat tanah dua dibawa oleh Ariwibowo 5. Hasil pencurian itu uangnya terdakwa dibelikan kaos oblong satu, celana panjang satu dan sisa uangnya untuk memenuhi kebutuhan terdakwa 6. Obyek kejahatan sama dengan barang bukti yang ditujukan dalam persidangan. Pembuktian unsur-unsur Tindak Pidana Berdasarkan fakta-fakta pada pembuktian mengenai unsur-unsur Tindak Pidana yang didakwakan dalam surat dakwaan yaitu melanggar Pasal 367 ayat (2) KUHP yang unsurnya sebagai berikut:
1. Barang siapa, dapat diartiakan badan hukum atau orang yang sehat akalnya
sehingga
mampu
mempertanggung
jawabkan
atas
perbuatannya, dalam perkara ini terdakwa diajukan dipersidangan sebagai pelakunya dimana dalam keterangannya terdakwa menyatakan sehat baik jasmani maupun rohani sehingga dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Berdasarkan fakta persidangan unsur pertama telah terbukti. 2. Mengambil barang sesuatu sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain, unsur ini pun telah diperoleh fakta hukum dimana berdasarkan keterangan terdakwa bahwa barang yang diambil berupa uang tunai Rp.3.500.000,- dua buah sertifikat dan dua buah BPKB yang diambil oleh Ari Wibowo itu bukan barang kepunyaan terdakwa atau Ari Wibowo akan tetapi punya Sumarsih, keterangan dibenarkan oleh saksi-saksi seperti Sumarsih, Aris Isdiyanto, dan Rindang Saraswati, berdasarkan fakta itu unsur kedua telah terbukti. 3. Dengan maksud untuk dimiliki secara malawan hukum, unsur ini pun telah diperoleh fakta hukum dimana untuk mencapai barang tersebut terdakwa dan temannya telah masuk tanpa ijin yang punya dan masuk rumah dengan cara memotong tralis jendela tersebut, dan setelah berhasil ambil uang Rp.3.500.000,- dan temannya terdakwa ambil dua buah sertifikat dan dua buah BPKB sepeda motor lalu keluar dan hasilnya dibagi terdakwa mendapat bagian Rp.2.000.000,- sedangkan temannya Ari Wibowo uang Rp.1.500.000,- dua BPKB dan dua sertifikat berdasarkan fakta itu unsur ketiga telah terbukti. 4. Dilakukan oleh dua orang atau lebih, berdasar keterangan terdakwa bahwa perbuatan itu dilakukan terdakwa dengan temannya yang belum tertangkap yaitu Ari Wibowo, dengan cara temannya memotong tralis jendela kamar atas, lalu masuk kamar terdakwa ambila uang Rp.3.500.000,- dibawah bantal, sedangkan Ari wibowo turun kebawah
ambil dua sertifikat dan dua BPKB dilemari, selanjutnya mereka pergi dan membagi hasil dari kejahatannya berdassarkan fakta tersebut unsur keempat telah terbukti. 5. Untuk dapat masuk ketempat melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambil dilakukan dengan jalan merusak, memotong atau memenjat atau memakai anak kunci palsu atau pakaian jabatan palsu atau perintah palsu, unsur ini pun telah diperoleh fakta hukum dimana menurut keterangan terdakwa masuk kerumah itu meloncat keteras, lalu memotong tralis besi jendela, hal itu setelah selesai memotong, terdakwa dan temannya kemudian masuk dan keluar lewat jendela tersebut , keterangan mana dibenarkan oleh saksi sumarsi,Aris Isdiyanto, dan Rindang Saraswati, yang ketiganya telah melihat bekas potongan tralis jendelanya, berdasarkan fakta hukum tersebut unsur kelima telah terbukti. 6. jika dua adalah suami/istri yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan orang yang terkena kejahatan itu, telah diperoleh fakta hukum bahwa terdakwa adalah keponakan saksi Sumirsi, ibu terdakwa saudara saksi Surmasi sehingga masih ada hubungan keluarga, dan atas kejadian pencurian dirumah Sumarsi itu telah diadukan oleh Sumarsi, dengan demikian berdasarkan fakta hukum unsur keenam telah terbukti. Amar Putusan 1. Menyatakan terdakwa LILIN PIKSIYANTO tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dalam keluarga dalam keadaan memberatkan”
2. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 3 (tiga) bulan dan 15(lima belas) hari 3. Menetapkan masa penahanan terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan 4. Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan 5. Membebankan
terdakwa
membayar
biaya
perkara
sebesar
Rp.2.000.000,-(dua juta rupiah) 6. Memerintahkan barang bukti berupa: Satu potongan besi dirampas untuk dimusnakan Satu celana panjang warna hitam dan satu kaos oblong warna lurik putih hijau dikembalikan kepada saksi korban Sumirah. b. Putusan Nomor 135/Pid.B/2007/PN.Klt Nama
: Dodik Prajito Pangestiaji
Tempat lahir
: Klaten
Umur/ tanggal lahir
: 21 tahun / 04 Juni 1986
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Dk. Gamongan, Rt. 03, Rw. 02, Ds. Karangwungu, Kec. Karangdowo, Kab. Klaten.
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tidak bekerja.
Pendidikan
: SD
Tuntutan pidana oleh jaksa penuntut umum tanggal 4 september 2007 Reg Perkara Nomer : PDM 100/Klten/Ep1/06/07 supaya majelis hakim yang mengadili perkara ini memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa DODIK PRAJITO PANGESTU terbukti bersalah melakukan tindak pidana “PENCURIAN DALAM KELUARGA DENGAN PEMBERATAN”, sebagaimana diatur
dalam pasal 367 ayat ( 2 ) KUHP sebagaimana dalam dakwaan dalam surat dakwaan kami; 2. menjatuhkan
pidana
kepada
terdakwa
DODIK
PRAJITO
PANGESTIAJI dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan; 3. Menyatakan barang bukti berupa : Sepeda motor suzuki Smesh warna hitam kombinasi merah No. Pol. AD 2440 UC dan 1 (satu) lembar kwitansi dikembalikan kepada saksikorban PONIMIN HADI SUWARNO, 1 (satu) pasang sandal warna coklat hitam merk Wademann dirampas untuk dimusnahkan; 4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- ( dua ribu rupiah). Dodik Prajito Pangestiaji adalah menantu dari Poniman Hadi Suwarno, karena tabiatnya yang kurang baik dan sudah tiga hari tidak pulang kerumah dengan dalih mencari kerja , terdakwa bermaksud menemui istrinya Sri Rahayu, namun rumah istrinya sekaligus rumah mertuanya dalam keadaan sepi dan hanya ada istrinya yang sedang mandi, begitu massuk rumah dan melihat sepeda motor suzuki smash warna hitam kombinassi merah Nopol AD 2440 UC milik mertuanya yang berada dalam rumah timbul niat jahatnya untuk mengambil sepeda motor tersebut jika berhassil akan digunakan untuk keperluan pribadinya, karena terdakwa pernah tinggal dirumah tersebut ia tahu kebiasaan mertunya menaruh kunci kontak sepeda motor tersebut. Lalu diam-diam dengan maksud agar tidak diketahui istrinya yang saat itu sedang mandi diambil kunci tersebut diatas lemari pakaian kemidian menuju ketempat sepeda motor lalu tanpa izin pemiliknya lalu didorong keluar rumah, setelah sepeda motor tersebut berada diluar rumah dan dalam kekuasaannya lalu dibawa menuju solo dan dititipkan diwarung Sdr. Narno kemudian keesokan harinya pada
tanggal 20 April 2007 sekitar jam 11.00 WIB terdakwa Dodik Prajito Pengestiaji mengajak dan meminta tolong kepada saksi Periyem untuk menggadaikan sepeda motor tersebut disalon DIANES milik saksi Titik didaerah Grogol Sukoharjo dan laku sebesar Rp. 2.000.000,- lalu dari hasil tersebut saksi Pariyem mendapat imbalan sejumlah Rp.35.000,- dan pada hari minggu tanggal 22 April 2007 sekitar jam 15.00
WIB
terdakwa
dodik
prajito
pangestiaji
menitipkan
surat/kwitansi gadai kepaa saksi Dwi Santoso dengan maksud agar kwitansi tersebut diserahkan kepada korban Poniman Hadi Suwarno. Pemeriksaan barang bukti dan saksi Alat bukti yang digunakan Penuntut Umum dalam pemeriksaan persidangan senagai berikut: 1. Poniman Hadi Suwarno, menerangkan sebagai berikut: 1) Saksi
kenal dengan terdakwa dan mempunyai hubungan
keluarga, kerena terdakwa adalah anak menantu saksi. 2) Pada hari Kamis, tanggal 19 April 2007 sekitar pukul 17.00 Wib saksi telah kehilangan barang berupa 1 sepeda motor miliknya merk suzuki smash warna hitam kombinasi merah Napol AD 2440 UC yang semula berada dalam rumanya di Dk. Klapisan Rt.03 Rw.06 Ds. Kalangan Kec. Pedan Kab. Klaten 3) Saksi telah menerima kwitansi/surat gadai dari saksi Sri Rahayu menerima dari saksi Dwi Santoro, sehingga saksi semakin percaya atas pemberitahuan dari saksi Sri Rahayu bahwa yang mengambil sepeda motor adalah terdakwa yang ternyata sepeda motornya telah digadaikan oleh terdakwa. 4) Bahwa setelah kejadian tersebut kemudian saksi melaporkan peristiwa tersebut kepada yang berwajib
2. Sri Rahayu binti Poniman, menerangkan sebagi berikut: 1) Saksi kenal dengan terdakwa dan mempunyai hubungn keluarga karena saksi istri terdakwa. 2) Pada hari Kamis tanggal 19 April 2007 sekitar pukul 17.00 Wib terdakwa telah mengambil barang berupa 1 sepeda motor merk suzuki warna hitam kombinasi merah Napol AD 2440 UC milik saksi Poniman Hadi Suwarno (ayah saksi) yang semula berada didalam rumah ayahnya di Dk.Klapisan Rt. 03 Rw. 06 Ds.Kalangan Kec. Pedan Kab. Klaten 3) Saksi kejadian saksi sedang mandi didalam kamar mandi dirumah ayahnya lalu mendengar suara pintu dibuka kemudian saksi keluar dari kamar mandi lalu berlari menuju keruang tamu dan melihat terdakwa sudah membawa keluar sepeda motor dan langsung membawa lari sepeda motor kearah utara/arah hutan. 4) Saksi telah menerima kwitansi gadai dari saksi Dwi Santoro, terdakwa ternyata telah menggadaikan sepeda motor milik ayahnya kepada saksi Siti Muslihah alias Titik kemudian saksi memberikan masalah tersebut kepada saksi Poniman Hadi Suwarno (ayah saksi) 3. Dwi Santoso binti ibu Musinah, menerangkan sebagai berikut: 1) Pada hari minggu tanggal 22 April 2007 sekitar jam 17.00 Wib saksi pernah dimintai tolong oleh terdakwa untuk menyerahkan foto kwitansi gadai kepada istrinya mertuanya 2) Sepeda motor merk suzuki smash warna hitam kombinasi merah Napol AD 2440 UC adalah milik saksi Poniman Hadi Suwarno yang bertempat tinggal di Dk. Klapisan Rt. 03 Rw. 06 Ds. Kalangan Kec. Pedan Kab. Klaten.
4. Siti Muslihah als, Titik binti Ahmad Nurhasan, menerangkan sebagai berikut: 1) Pada hari jumat tanggal 20 April 2007 saksi telah kedatangan dua orang yaitu saksi Periyem dan terdakwa 2) Terdakwa menggadaikan sepeda motor merk suzuki smash warna hitam kombinasi merah Napol AD 2440 UC dan saksi menerima gadai sebesar Rp. 2.000.000,- lalu saksi memberikan tanda terima kwitansi dengan maksud sebagai bukti untuk menebus kembali sepeda motornya 3) Bahwa benar sepeda motor merk suzuki smash warna hitam kombinasi merah Napol AD 2440 UC adalah sepeda motor yang telah digadaikan oleh terdakwa kepada saksi. 5. Terdakwa dodik Prajito pangestiaji, menerangkan sebagi berikut: 1) Pada hari Kamis tanggal 19 April 2007 sekitar pukul 17.00 Wib terdakwa telah mengambil barang berupa 1 unit sepeda motor merk suzuki smash warna hitam kombinasi merah Napol AD 2440 UC milik mertuanya yaitu saksi Poniman Hadi Suwarno 2) Pada waktu terdakwa berhasil mengambil sepeda motor yang berada didalam rumah mertuanya di Dk. Klapisan Rt. 03 Rw.06 Ds. Kalangan Kec. Pedan Kab. Kalten keadaan dalam keadaan sepi yang ada di rumah hanyalah istrinya yaitu saksi Sri Rahayu yang sedang mandi didalam kamar mandi selanjutnya sepeda motor tersebut digadaikan pada Siti Muslihah alias Titik laku RP.2.000.000,- dan atas keberhasilan tersebut terdakwa memberi imbalan kepada saksi Pariyem sejumlah Rp.35.000,3) Terdakwa telah minta tolong kepada saksi Dwi Santoso untuk menyerahkan kwitansi gadai kepada istrinya Sri Rahayu dengan masksud agar disampaikan kepada mertuanya yaitu
saksi Poniman Hadi Suwarno dengan maksud agar mertuanya yang menebus kembali sepeda motor yang telah digadaikannya Barang buiti yang diajukan dipersidangan ini berupa: 1. 1 unit sepeda motor merk Suzuki samash warna hitam kombinasi merah Nopol AD 2440 UC 2. 1 lembar kwitansi 3. 1 kaos warna hitam merk RC Sport 4. 1 pasang sandal warna coklat hitam merk Wademann Terdakwa
telah
diajukan
kepersidangan
dengan
dakwaan
melanggar Pasal 367 ayat (2) KUHP, yang unsure-unsurnya adalah sebagai berikut: 1. pencurian 2. jika dia adalah suami /istri yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semanda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat dua, naka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan dari orang yang terkena kejahtan itu. pencurian adalah apabila seseorang melakukan perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur: 1. Barang siapa 2. mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain 3. dengan maksud akan memiliki barang tersebut 4. dengan melawan hukum Amar putusan 1. menyatakan terdakwa Dodik Prajito Pangestiaji tersebut telah terbukti secara sah dan menyalinkan menurut hokum bersalah melakukan tindak pidana “pencurian dalam keluarga
2. menjatuh kan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Dodik prajito pengestiaji tersebut dengan pidana penjara 6 bulan 3. menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa selama putusan belum mempuyai kekuatan hukum yang tetap akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan 4. menetapkan afar terdakwa tetap berada dalam tahanan 5. menyatakan barang bukti berupa 1) 1 lembar kwitansi 2) 1 lembar kaos oblong warna hitam merk RC sport 3) 1 pasang sandal warna coklat hitam merk Wademann Dikembalikan kepada saksi Siti Muslihah al. Titik
1 unit sepeda motor Suzuki Smash warna hitam kombinasi merah Nopol AD 2440 UC dan STNKnya dikembalikan kepada yang berhak yaitu saksi korban Poniman Hadi Suwarno.
6. membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar RP 2.000,2. Pertimbangan Hakim Untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seseorang sesuai dengan rumusan Pasal 183 KUHAP yang menegaskan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah sehingga memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah. Didalam KUHP ada 3 macam alasan yang dapat memperberat pemidanaan, yaitu: 1) Memangku suatu jabatan atau ambtelijk hoedamingheid Hal ini diatur dalam Pasal 52 KUHP yang berbunyi:
“Bilamana seorang pejabat, karena melakukan perbuatan pidana, melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga. 2) Recidive atau pengulangan. Recidive dibagi menjadi dua golongan,yaitu: a) Residive Umum Yaitu delik yang dilakukan terlebih dahulu dan delik yang dilakukan kemudian tidak harus sejenis b) Residive Khusus Yaitu delik yang dilakukan lebih dahulu dengan delik yang dilakukan kemudian harus sejenis atau kurang lebih sejenis. Pemidanaan terhadap residive ini adalah maksimum pidananya ditambah dengan sepertiga dari pasal yang bersangkutan dengan pertimbangan karena sifat berbahayanya pelaku tindak pidana tersebut. 3) Gabungan tindak pidana atau samenloop Adalah seseorang yang melekukan beberapa tindak pidana. Ada dua macam samenloop, yaitu: a) Concursus Idealis Yaitu gabungan daripada suatu perbuatan. Suatu perbuatan yang menyebabkan terlanggarnya beberapa ketentuan pidana. Diatur dalam Pasal 63 KUHP yang berbunyi: (1).Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara
aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. (2).Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan. b) Concursus Realis Yaitu gabungan dari beberapa perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang pelaku. Diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 66 KUHP. Pasal 65 KUHP berbunyi: (1).Dalam hal berbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka hanya dijatuhkan satu pidana. (2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbutan itu, tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga. Pasal 66 KUHP berbunyi: (1) Dalam hal perbarengan bebrapa perbuatan yang masingmasing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga. (2) Denda dalam hal itu dihitung menurut lamanya maksimum kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
Ada 3 macam alasan yang dapat meringankan pemidanaan dalam KUHP yaitu: 1) Percobaan atau poging Diatur dalam Pasal 53 ayat (2) dan (3) yang berbunyi: (2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dapat dikurangi sepertiga (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati dan pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 2) Membantu atau medeplichtigheid Diatur dalam Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) KUHP (1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan dikurangi sepertiga. (2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 3) Belum dewasa atau mendejarigheid Diatur dalam Pasal 47 KUHP yang berbunyi: (1) Kalau hakim memidana anak yang salah itu, maka maksimum pidana pokok bagi tindak pidana itu dikurangi sepertiganya. (2) Jika kejahatan itu diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka anak itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamnya lima belas tahun. Disamping itu, perhitungan secara khusus terhadap faktor-faktor yang meringankan, yang melekat pada si pelaku perlu juga diperhitungkan, misalnya: a. Karakter yang baik b. Rasa penyesalan yang mendalam
c. Mengaku salah d. Rekor pekerjaan yang baik e. Masalah keluarga f. Umur g. Tidak cakap h. Kemungkinan stres emosional i. Pendapatan yang sangan rendah j. Akibat provokasi (Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998:220). Putusan hakim merupakan tonggak yang penting bagi tercerminnya keadilan, putusan hakim salah satunya adalah penjatuhan pidana dan pemidanaan. Lahirnya penjatuhan pidana dan pemidanaan bukan muncul begitu saja, melainkan melalui sebuah proses peradilan. Di dalam proses penjatuhan pidana dan pemidanaan harus tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku Putusan pemidanaan memuat pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. Menurut ketentuan ini ada dua hal yang menjadi dasar pemidanaan: 1. Penyebutan Pasal dan peraturan perundang-undangan. Bentuk bakunya berbunyi: memperhatikan pasal peraturan perundang-undangan nomor sekian dan undang-undang ini dan itu. Penyebutan seperti ini, pada hakikatnya dianggap sudah terpenuhi ketentuan penyebutan pasal dan peraturan perundang-undangan, akan tetapi tanpa mengurangi keabsahan seperti itu sebaiknya ada penyebutan yang tegas pada pasal hukum acara pidana yang diatur dalam KUHAP dan penguraian jelas tentang pasal huku materiil yang diatur dalam dam KUHP. Misalmya, pasal landasan pembuktian yang dipergunakan hakim. Memang dalam penyebutan pasal peraturan
perundang-undangan tersebut telah memenuhi ketentuan secara formal atau
“bersifat
mnimum”
tetapi”
tidak
simpatik”
dikalangan
masyarakat. 2. Keadaan yang memberatkan dan meringankan hukuman Penjatuhan
berat
ringannya
hukuman,
bukan
semata-mata
didasarkan pada penilaian subyektif hakim tetapi dilandasi keadaan obyektif
yang
terdakwa,baik
dapat
dan
sosiologis
dikumpulkan
disekitar
atau
psikologis
pun
kehidupan (yahya
Harahap,2000:341-342). Dari wawancara penulis dengan Bapak Kunmulyoso SH, Hakim Pengadilan Negeri Klaten, ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan hakim pengadilan Negeri Klaten dalam perkara tindak pidana pencurian dalam keluarga yaitu: 1. Faktor yuridis Faktor yuridis yang dimaksud adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan pembuktian pasal-pasal yang dituduhkan jaksa penuntut umum kepada diri terdakwa. Yang dibuktikan dalam hal ini adalah unsur-unsur tindak pidana pencurian dalam keluarga. Faktor ini disebut faktor obyektif 2. Faktor non yuridis Faktor non yuridis yang dimaksud adalah faktor-faktor yang diluar faktor yuridis. Faktor non yuridis biasa disebut dengan faktor sosiologis atau faktor subyektif. Faktor ini diperoleh selama persidangan berlangsung sehingga putusan hakim dalam perkaraitu tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Faktor subyektif digolongkan menjadi dua:
a. faktor subyektif dari diri terdakwa Yaitu mengenai hal-hal yang meringankan maupun yang memberatkan jenis dan lamanya pidana yang berasal dari diri terdakwa. 1) Faktor yang meringankan,terdiri dari: a). Keadaan sosial terdakwa b). Terdakwa mengakui perbuatannya. c). Terdakwa menyesali perbuatannya d). Terdakwa bersikap baik dipengadilan e). Terdakwa masih muda d). Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya. 2) Faktor yang memberatkan Faktor
yang
memberatkan
itu
sendiri
misalnya
perbuatan dan sifat terdakwa sangat merugikan dan meresahkan, terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya. b. faktor subyektif dari hakim Faktor subyektif dari hakim sdslsh pertimbangan yang dimiliki oleh hakim. Dari hasil dari wawancara dari hakim Pengadilan Negeri Klaten yang pernah memeriksa perkara tindak pidana pencurian dalam keluarga, faktor dari diri hakim yang mempengaruhi dasar pertimbangan dalam menjatuhkan pidana pada terdakwa pelaku tindak pidan pencurian dalam keluarga, antara lain: 1) Faktor hati nurani hakim 2) Faktor agama dan kepercayaan hakim 3) Faktor perasaan dan pengalaman hakim
Pertimbangan hakim dalam suatu putusan yang mengandung penghukuman terdakwa, harus ditujukan kepada hal terbuktinya suatu peristiwa pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh sebab itu, suatu tindak pidana selalu terdiri dari beberapa bagian yang merupakan syarat perbuatan tersebut dapat dipidana, sehingga tiap-tiap bagian tersebut harus ditinjau apakah perbuatan tersebut dapat dianggap nyata telah terjadi. Hakim juga mempunyai pertimbangan-pertimbangan untuk meringankan maupun memberatkan terdakwa.. B. Pembahasan 1. Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam Memutus Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga. Putusan hakim merupakan tonggak yang penting bagi tercerminnya keadilan, putusan hakim salah satunya adalah penjatuhan pidana dan pemidanaan. Lahirnya penjatuhan pidana dan pemidanaan bukan muncul begitu saja, melainkan melalui sebuah proses peradilan. Di dalam proses penjatuhan pidana dan pemidanaan harus tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada praktek sehari-hari oleh hakim, faktor-faktor yang dikemukakan dalam penjatuhan pidana adalah dua hal pokok yaitu hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan. Faktor-faktor
yang
meringankan antara lain, terdakwa masih muda, berlaku sopan, dan mengakui
semua
perbuatannya.
Faktor-faktor
yang
memberatkan
misalnya, memberi keterangan keterangan secara berbelit-belit, tidak mengakui perbuatannya, meresahkan masarakat. Tabel perbandingan hal yang meringankan dan memberatkan dalam Putusan
Nomor
128/Pid.B/2007/PN.Klt
135/Pid.B/2007/PN.Klt sebagai berikut:
dan
Putusan
Nomor
Putusan nomor
Putusan nomor
128/Pid.B/2007/PN.Klt
135/Pid.B/2007/PN.Klt Hal yang memberatkan:
Hal yang memberatkan:
1. Perbuatan dan sifat terdakwa 1. Perbuatan terdakwa dilakukan sangat
merugikan
dan
kepada mertuanya sendiri yaitu saksi Poniman Hadi Suwarno.
meresahkan
2. Terdakwa telah menikmati dari 2. Perbuatan
Hal yang meringankan:
Hal yang meringankan:
pernah 1. terdakwa
belum
mempersulit
sopan
dan
tidak
jalannya
persidangan. 3. Terdakwa masih tergolong anak dan masih ingin melanjutkan sekolah.
belum
pernah
dihukum bersikap sopan dan
dihukum. 2. Terdakwa
adalah
sangat meresahkan masyarakat.
hasil kejahatanya
1. Terdakwa
terdakwa
berterus-terang
atas
perbuatannya
sehingga
memperlancar
jalannya
persidangan. 2. Terdakwa
mengaku
bersalah
dan menyesali atas perbuatnnya dan berjanji dikemudian hari tidak
akan
mengulangi
perbuatannya lagi.
Menurut penulis dasar pertimbangan hakim yang paling dominan mempengaruhi putusan hakim adalah faktor yuridis atau faktor subyektif baik dari diri terdakwa maupun dari hakim itu sendiri. Hal ini disebabkan
oleh kebenaran materiil yang dicari dalam hukum pidana, namun meskipun demikian tidak diperbolehkan menjatuhkan pidana lebih dari ancaman pidana yang telah diatur atau dicantumkan dalam KUHP (wawancara tanggal 13 Januari 2009). Seperti perbandingan putusan diatas maka dalam penjatuhan pidana tidak bersifat matematis, penjatuhan pidana antara yang satu dengan yang lain berbeda tergantung dari kasus (bersifat kasuistis), karena hakim juga mempunyai pertimbangan agar pemidanaan yang diberikan dapat mengendalikan pada keadaan semula jangan sampai menimbulkan dendam pada terdakwa maupun pada korban atau keluarga. Hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan untuk meringankan maupun memberatkan terdakwa. Fakta-fakta yang meringankan merupakan refleksi sifat yang baik dari terdakwa dan fakta-fakta yang memberatkan dinilai sebagi sifat yang jahat dari terdakwa. Pertimbangan hakim dalam suatu putusan yang mengandung penghukuman terdakwa, harus ditujukan kepada hal terbuktinya suatu peristiwa pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh sebab itu, suatu tindak pidana selalu terdiri dari beberapa bagian yang merupakan syarat perbuatan tersebut dapat dipidana, sehingga tiap-tiap bagian tersebut harus ditinjau apakah perbuatan tersebut dapat dianggap nyata telah terjadi. Hakim juga mempunyai pertimbangan-pertimbangan untuk meringankan maupun memberatkan terdakwa. 2. Kendala Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam Memutus Tidak Pidana Pencurian dalam Keluarga. Hakim dalam menjatuhkan pidana harus dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seseorang bukan hanya balas dendam, rutinitas pekerjaan ataupun bersifat formalitas. Sesuai dengan tujuan hukum acara pidana adalah menemukan kebenaran materiil dan menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia mencapai
suatu masyarakat yang tertib, tenteram, damai, adil, dan sejahtera (tata tentram kerta raharja) (Andi Hamzah, 1985:19). Kendala-kendala yang dihadapi oleh Hakim Pengadilan Negeri Klaten yang pernah memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga yakni Bapak Kunmulyoso SH adalah sebagai berikut: 1. Saksi yang sulit untuk memenuhi undangan pengadilan sesuai dengan jadwal. Pentingnya kehadiran seorang saksi dalam pemeriksaan, akan tetapi saksi sulit untuk datang merupakan kendala yang menghalangi hakim untuk segera menyelesaikan pemeriksaan sebelum masa penahanan habis maka terdakwa dibebaskan. Untuk mengatasi kendala sulitnya saksi hadir di persidangan sesuai dengan jadwal persidangan maka hakim melakukan panggilan secara paksa kepada saksi. 2. Kendala mengenai singkatnya waktu pemeriksaan. Waktu penahanan yang begitu singkat sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan paling lama tiga puluh hari dan jika pemeriksaan belum selesai maka diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan paling lama enam puluh hari. Sehingga hakim yang memeriksa perkara belum tentu selesai memeriksa sesuai dengan Pasal 26 ayat (4) KUHAP setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum. Hakim dalam mengatasi kendala ini dengan melakukan pemeriksaan seteliti dan sebaik mungkin agar pemeriksaan selesai sebelum masa penahanan habis dan dapat memberikan putusan yang adil. Sebagai langkah nyatanya adalah dengan memadatkan jadwal persidangan. Cara tersebut efektif agar dapat menyelesaikan pemeriksaan sebelum masa penahanan habis (wawancara 12 Januari 2009).
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, dan pembahasan yang telah dilakukan. Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam Memutus Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga dipengaruhi oleh penyebutan pasal dan peraaturan perundang-undangan yang disebut dengan faktor yuridis, dan keadaan yang memberatkan dan meringankan hukuman yang merupakan salah satu faktor non yuridis (faktor subyektif).. Hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan untuk meringankan maupun memberatkan terdakwa. Fakta-fakta yang meringankan merupakan refleksi sifat yang baik dari terdakwa dan fakta-fakta yang memberatkan dinilai sebagi sifat yang jahat dari terdakwa. 2. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Hakim Pengadilan Negeri Klaten yang pernah memutus tindak pidana pencurian dalam keluarga yakni Bapak Kunmulyoso SH adalah Saksi yang sulit untuk memenuhi undangan pengadilan sesuai dengan jadwal dan kendala mengenai singkatnya waktu pemeriksaan. B. Saran 1. Penjatuhan pidana oleh hakim hendaknya tidak hanya bersifat formal saja tetapi juga harus bersifat “simpatik” di kalangan khususnya bagi pencari keadilan. 2. Penjatuhan pidana banyak sekali pertimbangan terlebih mengenai faktor non yuridis, maka hakim harus bisa memahami keadaankeadaan yang ada pada diri terdakwa dan juga memehami hukum yang berlaku dalam suatu daerah tertentu, karena tugas hakim bukan hanya
memutus dan megadili perkara tetapi juga harus bisa menggali nilainilai hukum yang hidup di masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Dari Buku Adami Chazawi. 2002. . Pelajaran Hukun Pidana. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Amirudin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Andi Hamzah. 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : PT. Sinar Grafika Bambang Waluyo. 2000. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta : Sinar Grafika H. B Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bagian II. Surakarta : UNS Press Moeljatno. 2001. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta : PT. Bumi Aksara M. Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teoro-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: PT. Alumni P.A.F Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru R. Soenarto Soerodibroto. 2006. KUHP dan KUHAP dilengkapi yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Rofikah dan Sabar Slamet. 2000. Hukum Pidana. Surakarta: Universitas Sebelas maret Satochid Kartanegara. 2000 Hukum Pidana,Kumpulan Kuliah, Bagian dua. Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto
Dari Peraturan Perundang-undang Undang-undang Nomer 4 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-undang Nomer 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
LAMPIRAN-LAMPIRAN Foto Copy Surat Keterangan Penelitian. Foto Copy Putusan Pengadilan negeri No. 128/Pid.B/2007/PN.Klt Foto Copy Putusan Pengadilan negeri No. 135/Pid.B/2007/PN.Klt