Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 AKUNTABILITAS SEKTOR PUBLIK SEBAGAI PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE Agus Sjafari A. Latar Belakang Wacana tentang good governance atau kepemerintahan yang baik merupakan isu yang paling mengemuka belakangan ini. Tuntutan masyarakat agar pengelolaan Negara dijalankan secara amanah dan bertanggung jawab adalah sejalan dengan keinginan global masyarakat internasional pada saat ini. Konsep akuntabilitas di Indonesia memang bukan merupakan hal yang baru. Hampir seluruh instansi dan lembaga-lembaga pemerintah menekankan konsep akuntabilitas ini khususnya dalam menjalankan fungsi administrative kepemerintahan. Fenomena ini merupakan imbas dari tuntutan masyarakat yang mulai digemborkan kembali pada era reformasi saat ini. Era reformasi telah memberi harapan baru dalam implementasi ekuntabilitas di Indonesia. Apalagi kondisi tersebut didukung oleh banyaknya tuntutan Negara-negara pemberi donor dan hibah yang menekan pemerintah Indonesia untuk membenahi system birokrasi agar terwujudnya Good governance. UNDP menegaskan bahwa prinsip-prinsip good governance antara lain dari partisipasi, ketaatan hokum, transparansi, responsive, berorientasi kespakatan, kesetaraan, efektif dan efisien, akuntabilitas dan visi stratejik. Oleh karena itu, akuntabilitas pemerintah akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini. B. Perumusan Masalah Tulisan ini pada dasarnya untuk memberikan suatu gambaran yang lebih gamblang mengenai penerapan akuntabilitas publik dalam menunjang good governance. Dengan demikian rumusan masalah dalam tulisan ini adalah : 1. Bagaimanakah konsep dan pemahaman tentang akuntabilitas publik kaitannya dengan good governance ?
2. Sejauhmana implementasi konsep akuntabilitas publik di Indonesia ? C. Arti dan Makna Akuntabilitas Upaya untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan peran-peran kekuasaan yang dimainkan oleh setiap unsur dalam governance, yang terdiri dari : (1) State, yang berperan menciptakan lingkungan politik dan hokum yang kondusif 1
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 bagi unsur-unsur lain dalam governance. (2) Private sectors, yang berperan menciptakan lapangan kerja dan pendapatan: dan (3) Society, yang mempunyai kompetensi untuk memasuki lapangan kerja dan mempunyai pendapatan, sehingga dapat berperan menciptakan interaksi sosial, ekonomi dan politik secara dinamis, konstruktif dan bermanfaat. Hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara ketiga unsur tersebut akan terwujud jika masing-masing institusi mampu menciptakan akuntabilitas kinerjanya. Akuntabilitas merupakan kewajiban dari individuindividu yang dipercaya mengelola sumber daya publik untuk mempertanggungjawabkan berbagai hal, baik yang menyangkut fiskal, manajerial maupun program (Supriyono, 2009). Tuntutan masyarakat terhadap penyelenggara Negara agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, antara lain diamanatkan dalam UU No. 28 Tahun 1999. dalam undang-undang tersebut dijelaskan mengenai asaasas umum penyelenggaraan Negara, yang diantaranya adalah asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara Negara harus dapat 2
dipertanggugjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (SANKRI, 2005). Dalam kaitan tersebut, diperlukan suatu sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan legitimate, yang dapat menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab, serta berbas dari unsur KKN. D. Jenis Akuntabilitas Menurut Wiranto (2009), akuntabilitas sebenarnya merupaka sisi-sisi sikap dan watak kehidupan manusia meliputi : 1. Akuntabilitas internal seseorang Merupakan pertanggungjawaban orang (individu) kepada tuhannya. Akuntabilitas ini meliputi pertanggungjawaban sendiri mengenai segala sesuatu yang dijalankan, hanya diketahui dan dipahami oleh diri sendiri (yang bersangkutan). Oleh karena itu akuntabilitas internal disebut juga sebagai akuntabilitas spiritual. Semua tindakan akuntabilitas spiritual didasarkan pada hubungan seseorang tersebut kepada Tuhan. Akuntabilitas ini apabila
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 dilaksanakan dengan penuh iman dan takwa, akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian kinerja individu yang akan berdampak pada organisasi. Melalui kesadaran terhadap akuntabilitas internal/spiritual, seorang pejabat/pegawai akan melakukan pekerjaan dan tugastugasnya dengan sebaik-baiknya; 2. Akuntabilitas seseorang
E. Tujuan Akuntabilitas
1.
eksternal
Adalah akuntabilitas orang (individu) tersebut kepada lingkungannya, baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat. Akuntabilitas eksternal meliputi : (a) akuntabilitas internal organisasi, dan (b) akuntabilitas eksternal organisasi. Akuntabilitas Instansi Pemerintah/Lembaga Negara pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1) Akuntabilitas manajerial (internal), yaitu pertanggungjawaban instansi bawahan kepada pimpinan (manajemen); 2) Akuntabilitas publik, yaitu akuntabilitas Instansi Pemerintah kepada publik yang dilayani; 3) Akuntabilitas politik, sebagai pertanggungjawaban yang disampaikan melalui jalur politik.
2. 3. 4.
5.
6. 7.
8.
Akuntabilitas (Pertanggungjawaban) mempunyai tujuan, yaitu untuk : Memotivasi individu/organisasi untuk mencapai kinerja yang tinggi dengan menyampaikan informasi tentang tingkat efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugastugas yang menjadi tanggungjawabnya; Menilai kekuatan dan kelemahan organisasi; Mengetahui posisi pencapaian kinerja organisasi; Menilai kemampuan organisasi dalam mencapai visi dan misi organisasi; Menyajikan informasi yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan di masa mendatang; Menjadikan organisasi lebih transparan; Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi organisasi; dan Mendorong tercapainya good governance. Pertanggungjawaban dapat dilakukan, baik secara lisan maupun tertulis:
1. Pertanggungjawaban Lisan Pertanggungjawaban lisan biasanya diselenggarakan secara 3
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 langsung dan bersifat tidak formal. Pertanggungjawaban lisan tidak mempunyai bentuk tertentu dilakukan dalam waktu yang juga tidak terstandar. Pertanggunghawaban lisan dianggap kredibel hanya apabila pihak yang menerima telah dapat merasa puas. Pertanggungjawaban tidak dapat dijadikan dokumen resmi bagi pengambilan keputusan baik ekonomis, sosial maupun politis. Dalam administrasi pemerintahan, pertanggungjawaban secara lisan belum merupakan pertanggungjawaban dan secara hokum tidak mempunyai kekuatan untuk mengikat. Oleh karena itu, pertanggungjawaban lisan harus diikuti dengan pertanggungjawaban tertulis yang dapat diakses oleh pihak-pihak tertentu. 2. Pertanggungjawaban tertulis Pertanggungjawaban tertulis menjadi kewajiban bagi pihak penerima amanah kepada mereka yang telah mempercayainya untuk mengelola sumberdaya dalam mencapai kinerja yang diinginkan. Apabila pertanggungjawaban tertulis belum diselenggarakan, kewajiban belum berakhir dan 4
dianggap bahwa kinerja belum disetujui oleh para pemberi amanah. F. Karakteristik Akuntabilitas Agar dapat mencapai tujuannya, pertanggungjawaban tertulis hendaknya dapat memenuhi karakteristik berikut : 1) Mempertanggungjawabkan semua hal yang berkaitan dengan amanah yang diterimanya; 2) Disampaikan secara konsisten baik dari bentuk maupun informasi; 3) Harus disampaikan secara tepat waktu; 4) Pertanggungjawaban dilakukan secara regular sehingga dapat mencapai manfaatnya secara optimal; 5) Pertanggungjawaban harus mudah untuk dimengerti; 6) Pertanggungjawaban harus memenuhi persyaratan minimum, namun tidak terlalu rinci; 7) Pertanggungjawaban harus dapat dianalisis diperiksa oleh pihak lain dengan hasil dan pendapat yang sama; 8) Pertanggungjawaban berisi data komparatif yang menunjukan tingkat varian antara fakta dengan target/rencana yang telah ditetapkan.
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 G. Tiga Dimensi Akuntabilitas Menurut Yulianto (2000) terdapat tiga dimensi dalam akuntabilitas antara lain: 1) Akuntabilitas Politik Biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, yaitu mandat yang diberikan masyarakat kepada para politisi yang menduduki posisi legislatif dan eksekutif dalam suatu pemerintahan. Masa jabatan kedua kekuasaan tersebut bersifat temporer karena mandat pemilut sangat tergantung pada hasil pemilu yang dilakukan pada interval waktu tertentu. Untuk negara-negara di mana mandat pemilu mendapat legitimasi penuh (pemilu bersifat bebas dan hasilnya diterima oleh semua pihak), masyarakat menggunakan hak suaranya untuk mempertahankan para politisi yang mampu menunjukkan kinerja yang baik serta menjatuhkan pemerintahan yang berunjuk prestasi buruk. Mandat elektoral yang kuat memberikan legitimasi kepada pemerintah dan membantu menjamin kredibilitasnya, di
samping stabilitas dan prediktibilitas kebijakan yang diformulasikannya. 2) Akuntabilitas Finansial Fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui laporan yang telah diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa dana publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. Masalah pokoknya adalah ketepatan waktu dalam menyiapkan laporan, proses audit, serta kualitas audit. Perhatian khusus diberikan pada kinerja dan nilai uang serta penegakan sanksi untuk mengantisipasi dan mengatasi penyalahgunaan, mismanajemen, atau korupsi. Jika terdapat bantuan finansial eksternal, misalnya dari pinjaman lembaga keuangan multilateral atau melalui bantuan pembangunan oleh lembaga donor, maka standar akuntansi dan audit dari berbagai lembaga yang berwenang harus diperhatikan. Hal inilah yang kiranya dapat menjelaskan 5
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 besarnya perhatian pada standar akuntansi dan audit internasional dalam menegakkan akuntabilitas finansial. Hasil dari akuntabilitas finansial yang baik akan digunakan untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan mobilisasi dan alokasi sumber daya serta mengevaluasi tingkat efisiensi penggunan dana. Hasil tersebut juga dapat digunakan oleh masyarakat umum dan stakeholders (seperti donor) untuk menilai kinerja pemerintah berdasarkan sasaran tertentu yang telah disepakati sebelumnya. 3) Akuntabilitas administratif Merujuk pada kewajiban untuk menjalankan tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia. Dalam konsepsi yang demikian, akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan pelayan publik, khususnya para direktur, kepala departemen, dinas, atau instansi, serta para manajer perusahaan milik negara. Mereka adalah pejabat publik yang tidak dipilih melalui pemilu tetapi ditunjuk berdasarkan kompetensi 6
teknis. Kepada mereka dipercayakan sejumlah sumber daya yang diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu. H. Definisi Publik Secara etimologis istilah publik dapat didefinisikan sebagai kata benda yang berarti masyarakat secara umum atau kesamaan hak dalam masyarakat dan sebagai kata sifat yang dapat berarti sesuatu hal yang disediakan oleh pemerintah, baik pusat atau daerah untuk digunakan oleh masyarakat secara menyeluruh seperti menyediakan lapangan pekerjaan, hiburan, pelayanan dan lain-lain (BPKP, 1998). Dari pengertian tersebut, secara garis besar kata publik dalam Bahasa Inggris sangat erat hubungan dengan segala sesuatu yang menyangkut masyarakat atau orang banyak seperti juga yang terkandung dalam kosa kata Bahasa Indonesia. I. Akuntabilitas Sektor Publik Terbukanya jalan menuju demokrasi sebagai buah reformasi ternyata menyisakan sejumlah agenda penting yang mesti segera diselesaikan
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 dengan segera. Proses pemulihan ekonomi akibat krisis tampaknya belum menampakkan hasil yang signifikan karena beberapa persoalan fundamental belum bisa dituntaskan oleh kabinet pimpinan Gus Dur. Salah satu persoalan dimaksud adalah masih rendahnya akuntabilitas sektor publik. Dapat kita saksikan betapa kepentingan pribadi dan kelompok masih mendominasi proses politik baik di level daerah maupun pusat. Masih maraknya perebutan jabatan publik melalui money politics, tidak transparansnya pengambilan beberapa kebijakan publik dan masih maraknya kasus korupsi setidaknya menandai betapa akuntabilitas publik masih menjadi barang langka di Indonesia. Pandangan yang menyesatkan tentang jabatan publik dan kekayaan negara oleh sementara oknum tidak dapat disangkal lagi merupakan penyebab utama dari rendahnya akuntabilitas sektor publik, yang pada akhirnya berdampak pada sulitnya proses pemulihan ekonomi. Dalam sebuah proses demokrasi, akuntabilitas publik memang menjadi hal yang sangat krusial. Ia menjadi
sebuah persoalan yang teramat penting untuk diabaikan begitu saja karena menjadi prasyarat dasar dari keberhasilan demokrasi itu sendiri. Dapat dikatakan, demokrasi tanpa akuntabilitas sektor publik adalah absurd. Memperjuangkan hadirnya demokrasi tanpa disertai upaya menghadirkan proses pemerintahan yang accountable ibarat menjalankan sebuah mesin baru dengan oli bekas. Demokrasi tidak akan menemukan formatnya yang tepat jika akuntabilitas sektor publik tidak dikedepankan sebagai sebuah keharusan. J. Mengukur Akuntabilitas Sektor Publik Sebuah kriteria yang bisa dipakai untuk mengukur derajat akuntabilitas publik adalah akuntabilitas pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah. Keuangan negara mempunyai peranan penting dalam hal ini karena ia merepresentasikan semua aktivitas dan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah. Efektivitas dan efisiensi kebijakan publik akan terefleksikan dari besaran angka dalam laporan pertanggungjawaban 7
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 APBN/APBD. Setiap tahun Presiden menyampaikan laporan pelaksanaan APBN di hadapan DPR sebagai bentuk progress report dari kebijakannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kepala Daerah kepada DPRD. Namun demikian sebuah persoalan muncul ketika dipertanyakan apakah pelaksanaan APBN/APBD oleh pemerintah itu selama ini memang benar-benar accountable, mengingat belum pernah terjadi seorang presiden atau kepala daerah turun jabatan gara-gara adanya kasus penyalahgunaan keuangan negara di sebuah instansi yang dipimpinnya. Padahal secara faktual, tidak jarang kasus korupsi dan sejumlah kasus penyalahgunaan jabatan publik terjadi pada instansi yang dipimpinnya selama ini. Pada titik ekstrem dapat dipertanyakan, bagaimana menjelaskan korelasi antara rekor korupsi di Indonesia dan laporan pertanggungjawaban APBN/APBD yang selalu diterima (accepted) oleh DPR/DPRD? Bagaimana mungkin di ruang sidang lembaga legislatif menerima pertanggungjawaban keuangan pemerintah sementara di luar 8
sana ternyata banyak uang rakyat yang tercecer dan dimakan para pencoleng? Dalam pandangan kami, pengesahan sebuah laporan pertanggungjawaban keuangan negera oleh para wakil rakyat jelas harus merupakan implikasi dari suksesnya pelaksanaan anggaran oleh pemerintah. Sukses di sini berarti tidak ada (atau minimnya) kebocoran dana sebagai akibat pemborosan dan penyelewengan keuangan atau kekayaan negara lainnya. Pengesahan pertanggungjawaban keuangan negara secara implisit harus diartikan sebagai sebuah persetujuan bahwa pemeritahan telah dilaksanakan secara efektif dan efisien. Melihat fakta tersebut, tak pelak lagi bahwa yang harus dijadikan kambing hitam dalam hal ini tentunya efektivitas fungsi pengawasan keuangan negara di Indonesia. Sistem pengawasan memegang peranan kunci dalam menjembatani laporan pertanggungjawaban keuangan negara dan penyelenggaraan aktivitas pemerintah secara riil. Jika sistem pengawasan efektif, tentu akan mendorong pelaksanaan pemerintahan yang
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 efektif sehinga tingkat penyelewengan keuangan negara minimal dan pada akhirnya laporan pertanggungjawaban APBN/APBD bisa diterima karena memang benar-benar accountable. K. Beberapa Metode Untuk Menegakan Akuntabilitas 1. Kontrol Legislatif Di banyak negara, legislatif melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di dalamnya. Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka mereka dapat meningkatkan kualitas pembuatan keputusan (meningkatkan responsivitasnya terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat), mengawasi penyalahgunaan kekuasaan pemerintah melalui investigasi, dan menegakkan kinerja. 2. Akuntabilitas Legal Ini merupakan karakter dominan dari suatu negara hukum. Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan
hukum, yang didasarkan pada badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan semua pejabat publik dapat dituntut pertanggung jawabannya di depan pengadilan atas semua tindakannya. Peran lembaga peradilan dalam menegakkan akuntabilitas berbeda secara signifikan antara negara, antara negara yang memiliki sistem peradilan administratif khusus seperti perancis, hingga negara yang yang memiliki tatanan hukum di mana semua persoalan hukum diselesaikan oleh badan peradilan yang sama, termasuk yang berkaitan dengan pernyataan tidak puas masyarakat terhadap pejabat publik. Dua faktor utama yang menyebabkan efektivitas akuntabilitas legal adalah kualitas institusi hukum dan tingkat akses masyarakat atas lembaga peradilan, khususnya yang berhubungan dengan biaya pengaduan. Institusi hukum yang lemah dan biaya yang mahal (tanpa suatu sistem pelayanan hukum yang gratis) akan menghambat efektivitas akuntabilitas legal.
9
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 3. Ombudsman Dewan ombudsmen, baik yang dibentuk di dalam suatu konstitusi maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak masyarakat. Ombudsmen mengakomodasi keluhan masyarakat, melakukan investigasi, dan menyusun rekomendasi tentang bagaimana keluhan tersebut diatasi tanpa membebani masyarakat. Sejak diperkenalkan pertama kali di Swedia pada abad 19, Ombudsmen telah menyebar ke berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Secara umum, masyarakat dapat mengajukan keluhannya secara langsung kepada lembaga ini, baik melalui surat maupun telepon. Di beberapa negara, misalnya Inggris, Ombudsmen dilihat sebagai perluasan kontrol parlemen terhadap eksekutif dan keluhan masyarakat disalurkan melalui anggota parlemen. Pada hampir semua kasus, Ombudsmen melakukan tugas investigatifnya tanpa memungut biaya dari masyarakat. 4. Desentralisasi dan Partisipasi
10
Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga dapat ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi dan partisipasi. Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para birokrat lokal yang bertanggung jawab langsung kepada masyarakat lokal. Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan fungsi otonomi di tingkat lokal. Itupun sangat bervariasi secara signifikan sesuai derajat otonomi yang diperoleh, dari otonomi yang sangat luas seperti di AS hingga otonomi terbatas yang umum dijumpai di negara-negara berkembang. Ketergantungan yang tinggi terhadap NGOs dan berbagai organisasi dan koperasi berbasis masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik menjadi salah satu perkembangan yang menjanjikan bagi terwujudnya manajemen publik yang
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 terdesentralisasi bertanggung jawab.
dan
maju) dan jika mereka terlibat dalam konflik, maka yang menjadi korban adalah kepentingan publik.
5. Kontrol Administratif Internal Pejabat publik yang diangkat sering memainkan peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya, kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya dengan dukungan aturan dan regulasi administratif dan finansial dan sistem inspeksi. Untuk negaranegara dengan struktur administratif yang lemah, terutama di negara-negara berkembang dan beberapa negara komunis, metode kontrol tersebut memiliki dampak yang terbatas. Masalah ini disebabkan karena hubungan yang kurang jelas antara kepemimpinan politik yang bersifat temporer dan pejabat publik yang diangkat secara permanen. Jika mereka melakukan persekongkolan, akuntabilitas tidak bisa diwujudkan (hal ini juga terjadi sejak lama di negara-negara
6.
Media Massa dan Opini Publik Hampir di semua konteks, efektivitas berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas sangat tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik. Tantangannya, misalnya, adalah bagaimana dan sejauhmana masyarakat mampu mendayagunakan media massa untuk memberitakan penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak aktual dari media massa dan opini publik. Pertama, kebebasan berekspresi dan berserikat harus diterima dan dihormati. Di banyak negara, kebebasan tersebut dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat diukur dari peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola kepemilikan) dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang, organisasi wanita, lembaga konsumen, 11
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 koperasi, dan asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah adanya akses masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin melalui konstitusi (misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian sempit) dan privasi setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang seharusnya dapat diakses secara luas antara lain meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragai informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa akan sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan kepada warga negara, pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya, di samping kesiapan untuk menjalankannya. L. Simpulan Akuntabilitas kewajiban dari 12
merupakan individu-individu
yang dipercaya mengelola sumber daya public untuk mempertanggungjawabkan berbagai hal, baik yang menyangkut fiskal, manajerial maupun program. Akuntabilitas terdiri dari akuntabilitas internal dan eksternal. Sebuah criteria yang bias dipakai untuk mengukur derajat akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara oleh pemerintah oleh pemerintah. Demokrasi tanpa akuntabilitas sector public adalah absurd. Memperjuangkan hadirnya demokrasi tanpa disertai upaya menghadirkan proses pemerintahan yang accountable ibarat menjalankan sebuah mesin baru dengan “oli bekas”. Demokrasi tidak akan menemukan formatnya yang tepat jika akuntabilitas sector publik tidak dikedepankan sebagai sebuah keharusan. Terdapat beberapa cara dalam menegakkan akuntabilitas publik yaitu dengan adanya kontrol legislatif, akuntabilitas legal, ombudsman, partisipasi dan desentralisasi, kontrol administrative internal, media massa dan opini publik. M. Saran Akuntabilitas sangat diperlukan terutama oleh pemerintah. Oleh karena itu diharapkan agar
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 pemerintah di Indonesia dapat menjalankan akuntabilitas tersebut sebagai bentuk tanggung jawab dari pemerintah terhadap apa yang sudah dikerjakan. Selain itu, untuk menjalankan akuntabilitas tersebut terkait pula dengan adanya transparansi dari program-program yang dijalankan, apalagi yang berkaitan dengan masalah finansial. Dalam rangka menciptakan akuntabilitas publik, pemerintah juga perlu melakukan pengawasan yang ketat agar tindakan pemerintah dapat dikontrol dan tidak keluar dari jalur yang seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA BPKP. Akuntabilitas Kinerja Instansi dalam Public Administration
Review. Pemerintah; Jakarta Nomor 3 Vol. 58 Mei-Juni 1998 SANKRI. 2005. Landasan dan Pedoman Pokok Penyelenggaraan dan Pengembangan Sistem Administrasi Negara. Edisi Revisi Buku ke III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara (LAN). Supriyono, Bambang. 2009. Responsivitas Dan Akuntabilitas Sektor Publik. Jakarta: Gramedia. Wiranto, Tatag. 2009. Akuntabilitas dan Transparansi Dalam Pelayanan Publik. Jakarta: Grasindo. Yulianto, Eko. Oktober 2000. Demokrasi, Akuntabilitas Publik dan Pengawasan Keuangan Negara.Yogyakarta: Pustaka Fajar.
13