JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852
VOLUME 9, NO. 2, AGST 2010
ANALISIS INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RASIO DI PROVINSI SUMATERA UTARA
YENI IRAWAN Dosen Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhoksemawe
ABSTRAK Economic development of a region is essentially a series of activities performed continuously to realize better circumstances and sustainable. The purpose of this study to analyze the impact of investment on economic output through the incremental capital output ratio approach in Sumatra Utara.Data used in this study is a secondary data collected from various agencies / institutions associated with the problem under study, the data used from 2005 until 2010. Data analysis method used is the incremental capital output ratio analysis. This method is used to analyze the increase of investment to increase output. The results showed that: (a) the value of investments in North Sumatra province in 2005-2010 increased by 13.88 percent in 2010, (b) North Sumatera Province GDP in the year 2005 to 2010 an increase of 16.05 percent in 2010, (c) during the period 2005 -2010 with a total coefficient of ICOR North Sumatra province is quite varied, which in the year 2010 with lag 0, the average ICOR coefficient of 3.30. Means to increase one unit of output in the province of North Sumatra unit required an investment of 3.30 units. Keywords: Output, Investment and Incremental Capital Output Ratio PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak terlepas dari unsur-unsur penunjang, salah satu diantaranya adalah investasi yang ditanamkan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Dengan demikian produksi akan meningkat pula dan pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat. Keberhasilan pembangunan suatu daerah sangat ditentukan kualitas perencanaan yang didukung dengan data-data yang akurat. Dalam menyusun perencanaan pembangunan pada dasarnya sangat ditentukan oleh skenario kemampuan penyediaan sumber pembiayaan yang salah satunya berupa penanaman modal atau investasi guna meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ingin dicapa,(Lincolin, A, 1999: 145). Dengan investasi, kapasitas produksi dan penyerapan tenaga kerja dapat membantu untuk menyelesaikan masalah pengangguran. Dengan peningkatan kapasitas produksi dapat meningkatkan output, hal ini akan mengurangi ketergantungan kepada daerah lain, sehingga dapat membantu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Dalam jangka panjang, akumulasi investasi dapat memberikan dorongan terhadap perkembangan berbagai aktivitas ekonomi teerutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Dalam perencanaan pembangunan ekonomi, target pertumbuhan ekonomi telah ditentukan sebelumnya. Salah satu faktor pendukung diantaranya ditentukan oleh investasi. Agar target tersebut bisa ditentukan secara realistis diperlukan suatu indikator yang berkaitan dengan investasi.(Arsyad, L,1999:67)
Indikator yang diperlukan itu adalah Incremental Capital Output Rasio (ICOR) yaitu rasio antara tambahan output dengan tambahan modal. Dengan adanya indikator ini, para penyusun rencana pembangunan ekonomi bisa mengetahui berapa investasi yang diperlukan agar ekonomi tumbuh sesuai dengan target yang telah ditentukan. Incremental Capital Output Rasio (ICOR) adalah suatu besaran yang merupakan perbandingan antara pertambahan modal (investasi) dengan pertambahan produksi. Perbandingan ini menunjukkan besarnya tambahan modal (investasi) yang harus dilakukan agar produksi meningkat satu unit/satuan. Di sisi yang lain, ICOR ini juga menunjukkan tingkat efisiensi perekonomian. Semakin rendah nilai koefisien ICOR semakin efisien perekonomian suatu wilayah pada suatu waktu tertentu. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang ingin diteliti yaitu bagaimana perubahan investasi terhadap perubahan output perekonomian di Provinsi Sumatera Utara ? Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan investasi terhadap perubahan output perekonomian di Provinsi Sumatera Utara. TINJAUAN PUSTAKA Konsep ICOR pada awalnya dikembangkan oleh Sir Ray Harrod dan Evsey Domar yang lebih dikenal dengan Harrod- Domar Model. Pada intinya teori ini menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan stok kapasitas produksi dan kemampuan
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852 masyarakat untuk menghasilkan output. Semakin tinggi peningkatan stok kapasitas produksi (ΔK) semakin tinggi pula tambahan output (ΔY) yang dapat dihasilkan.(Nazara, S, 1997:112) Menurut Arief, S, (1993: 76) teori ICOR dapat diukur melalui bentuk fisik ataupun nilai. Namun untuk memudahkan dalam praktek perhitungan ICOR selalu dilakukan dalam bentuk nilai. Bukan merupakan suatu hal mudah untuk memperkirakan koefisien COR ataupun ICOR guna mendapatkan gambaran tentang kebutuhan investasi pada masa yang akan dating. Penyebabnya karena keadaan koefisien tersebut tidak hanya ditentukan oleh investasi yang ditanamkan saja, akan tetapi dipengaruhi pula oleh tingkat penerapan dan perkembangan teknologi dalam proses produksi, seperti : kapasitas produksi yang digunakan. Secara matematis ICOR dinyatakan sebagai rasio perubahan antara pertambahan modal (investasi) terhadap tambahan output atau dinotasikan sebagai berikut : ΔK ICOR = ----ΔY Keterangan : ΔK : Investasi atau penambahan kapasitas ΔY : Pertumbuhan output Sejalan dengan pengertian di atas, akan diberikan ilustrasi sebagai berikut. Misalkan dalam suatu periode waktu ditanamkan investasi sebesar Rp. 200 milyar dan tambahan output yang dihasilkan dari adanya investasi tersebut adalah Rp. 40 milyar. Maka ICOR yang diperoleh adalah Rp. 200 milyar/Rp. 40 milyar = 5. Nilai koefisien ICOR ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh tambahan satu unit output diperlukan investasi sebesar lima unit. Sebenarnya tambahan output tidak hanya disebabkan oleh investasi yang ditanamkan, akan tetapi juga oleh faktor-faktor lain diluar investasi seperti tambahan tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Tetapi dalam penerapannya untuk menghitung ICOR dipakai asumsi bahwa tidak ada faktor lain yang mempengaruhi output selain investasi, dengan kata lain faktor-faktor diluar investasi dianggap konstan. Investasi yang dimaksud disini tidak hanya investasi yang ditanamkan dalam satu tahun, tetapi juga investasi-investasi pada periode sebelumnya. Akibat dari mengkonstankan pengaruh teknologi maka dalam penerapannya besaran ICOR sebaiknya dipakai untuk antisipasi kebutuhan investasi jangka waktu yang tidak terlalu panjang.(Mangiri, K,(2000:56). Pengertian Investasi dan Modal Dalam konsep ekonomi makro, penimbunan/penumpukkan modal selalu dianggap
VOLUME 9, NO. 2, AGST 2010
investasi. Secara fisik pengertian modal itu sendiri adalah seluruh peralatan dan prasarana fisik yang digunakan dalam proses produksi, seperti tanah, mesin, kenderaan, gedung, jalan, jembatan dan lainlain.(Bodie, Kane dan Marcus, 2006:109). Ditinjau dari sisi penggunaan barang, investasi merupakan nilai semua penggunaan barang modal baru yang dapat menghasilkan satu unit output dan berumur lebih dari satu tahun. Sedangkan untuk barang/alat produksi yang berumur kurang dari satu tahun atau habis dipakai dalam proses produksi tidak digolongkan sebagai barang investasi, melainkan sebagai barang input antara (intermediate input). Menurut Jhingan, M,L, (1999:78) cakupan dari pengertian barang modal baru dalam konsep ini adalah : 1. Barang modal yang baru diproduksi serta baru digunakan baik berasal dari produksi daerah yang bersangkutan maupun yang berasal dari luar negeri dan luar daerah. 2. Barang modal bekas yang berasal dari luar daerah maupun dari luar negeri. Pada sistem pembukuan neraca perusahaan, yang dimaksud dengan modal adalah harta tetap (fixed assets). Modal sering disebut sebagai gross capital stock yaitu akumulasi/penumpukkan modal baru dari tahun ke tahun yang digunakan untuk menghasilkan produksi. Secara umum perusahaan dianggap telah mempertimbangkan kondisi ekonomi makro dalam membuat keputusan mengenai akumulasi stok barang. Jika ada kecendrungan harga bahan baku akan melonjak, perusahaan dapat memutuskan untuk melakukan akumulasi bahan baku. Jadi perubahan stok dalam hal ini bisa dikategorikan sebagai bagian dari pembentukan modal investasi. Menurut Nugroho, RD, (2003:95) ditinjau dari konsumsi, pengertian investasi adalah konsumsi pada waktu atau periode yang akan dating (future consumption) atau konsumsi yang ditangguhkan untuk masa yang akan dating. Ditinjau dari sisi jumlah permintaan (aggregate demand), investasi merupakan selisih pembelian barang modal baru dengan penjualan barang modal lama yang dilakukan oleh perusahaan pemerintah dan lembaga swasta nirlaba. Jadi investasi adalah tambahan netto atas barang modal. Dalam konsep ICOR investasi yang dimaksud adalah total dari pembentukan modal tetap (fixed capital formulation) dan stok barang yang terdiri atas gedung, mesin dan perlengkapan, kenderaan, stok bahan baku dan sebagainya. Nilai yang dihitung dalam investasi mencakup : 1. Pembelian barang baru 2. Pembuatan/perbaikan besar barang yang sifatnya menambah umur atau meningkatkan kemampuan. 3. Penjualan barang modal bekas 4. Perubahan stok
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852 Nilai investasi diperoleh dari penjumlahan seluruh pembelian barang modal dan perbaikannya serta nilai perubahan stok barang dikurangi penjualan barang modal. Rumusnya dalam bentuk matematis adalah sebagai berikut : I=B+P+R+S I : Investasi B : Pembelian barang modal baru, termasuk pematangan tanah P : Perubahan stok R : Perbaikan barang modal S : Penjualan barang modal bekas Pengertian Output Menurut Daryanto, A dan Yundy H, (2010:170) Output adalah hasil yang diperoleh dari pendayagunaan seluruh faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan kewiraswastaan dalam menghasilkan barang dan jasa. Hasil atau pendapatan yang diperoleh di luar dari pemanfaatan barang modal tidak dimasukkan sebagai output. Misalnya keuntungan dari penjualan barang modal (seperti tanah, gedung dan peralatan) dan pendapatan dari jasa yang dijual kepada pihak lain. Namun demikian, sebenarnya nilai yang diciptakan oleh faktor produksi ini tidak sebesar output yang dihasilkan, karena dalam proses produksi diperlukan bahan-bahan baku dan penolong yang merupakan hasil produksi kegiatan sektor lain. Dengan demikian, nilai yang diciptakan oleh faktor produksi ini merupakan hasil pengurangan dari output dengan nilai bahan baku dan bahan penolong. Nilai yang diciptakan inilah yang disebut dengan Nilai Tambah Bruto (NTB). Selanjutnya dalam perhitungan ICOR ini konsep output yang digunakan adalah Nilai Tambah Bruto (NTB). METODE PENELITIAN Rumus Yang Digunakan Data ICOR yang akan disajikan dalam kajian ini, disusun berdasarkan tahunan yang ada di provinsi Sumatera Utara. Untuk mendapatkan suatu koefisien ICOR yang dapat mewakili keadaan selama satu periode waktu tertentu digunakan beberapa alternatif perhitungan, tergantung kepada sifat investasi di setiap sektor ekonomi. Apabila investasi yang ditanamkan (I) pada tahun ke-t akan memberikan tambahan output (ΔY) pada tahun ke-t itu juga, maka digunakan rumus yaitu : It ICOR = -------------(Yt - Yt-1) Jika investasi yang ditanamkan pada tahun ke-t menimbulkan kenaikan output setelah s tahun maka rumus di atas dapat dimodifikasi menjadi rumus sebagai berikut : It
VOLUME 9, NO. 2, AGST 2010
ICOR = -------------------(Yt+s – Yt+s-1) Dalam praktek data yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) maka untuk memperoleh satu nilai ICOR yang mewakili digunakan pendekatan metode standard. Metode Standard Pada metode standar langkah perhitungan dilakukan terlebuh dahulu dengan mencari ICOR pada masing-masing tahun untuk periode waktu t1 sampai tn, sehingga akan didapatkan nilai ICOR sebanyak n buah. ICOR yang dianggap dapat mewakili untuk periode waktu tersebut (t1 sampai dengan tn) diperoleh dengan jalan membagi antara jumlah nilai ICOR selama periode waktu dengan jumlah tahun yang ada, atau dengan mencari ratarata nilai ICOR selama periode t1 sampai tn. Prinsip dari ICOR metode standar ini adalah prinsip rata-rata sederhana. Penulisannya dalam bentuk matematis adalah sebagai berikut:
ICOR
1 tn It n t1 (Yt Yt 1)
Seperti pada penerapan sebelumnya, jika ICOR dengan metode standar ini dikaitkan dengan adanya faktor time lag, maka rumus di atas dapat dimodifikasi menjadi:
:
ICOR1
1 tn n t1 (Yt
s
It Yt
)
s 1
Data dan Keterbatasan Data yang digunakan dalam penyusunan ICOR ini berasal dari berbagai sumber, antara lain laporan keuangan APBD, laporan dari instansi atau perusahaaan, SKPM (Survei Khusus Pembentukan Modal), serta publikasi-publikasi hasil survei dan sensus yang diterbitkan oleh BPS Kabupaten/kota dan BPS Provinsi Sumatera Utara. Total investasi dihitung dari jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang digunakan untuk pembentukan modal dan perubahan stok. Nilai tersebut juga digunakan sebagai kontrol total terhadap nilai ICOR secara keseluruhan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya konsep output yang digunakan dalam penyusunan ICOR adalah Nilai Tambah Bruto (NTB). Data mengenai kenaikan NTB ini diperoleh dari hasil perhitungan PDRB yang telah dipublikasikan. Mempertimbangkan keterbatasan data yang ada, maka penggunaan data seperti disebutkan di atas tidak dapat begitu saja dipakai dalam perhitungan nilai ICOR. Perlu beberapa penyesuaian dan penghalusan terhadap data tersebut, terutama data yang ekstrim. Penyesuaian dan penghalusan perlu juga dilakukan, karena batasan output dan investasi
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852
VOLUME 9, NO. 2, AGST 2010
dalam konsep ICOR sedikit berbeda dengan batasan yang baku. Perhitungan Koefisien ICOR Setelah diperoleh nilai investasi dan peningkatan output atas dasar harga konstan 2000, maka langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien ICOR. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien ICOR serta penjabarannya dan pengertiannya dari rumus dengan metode standard. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perekonomian Sumatera Utara Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km2 atau sekitar 9,24 persen dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 km2 atau 12,87 persen kemudian Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km2 atau sekitar 6,12 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 kelompok wilayah yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan Pantai Timur. Sedangkan PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) pada tahun 2010 sebesar Rp 275,70 triliun. Sektor industri masih sebagai kontributor utama dengan peranan mencapai 22,96 persen. Selanjutnya diikuti oleh sektor pertanian sebesar 22,92 persen dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 19,00 persen. Sementara itu, sektor-sektor lainnya memberikan total kontribusi sebesar 35,15 persen terhadap perekonomian di Sumatera Utara. Untuk melihat produktivitas ekonomi (dengan mengabaikan inflasi), maka digunakan PDRB Atas
Dasar Harga Konstan (ADHK). Berdasarkan harga konstan tahun 2000, PDRB Sumatera Utara pada tahun 2010 sebesar Rp. 118,64 triliun. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 10,78 persen, diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9,44 persen dan sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 7,06 persen. Secara keseluruhan perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2010 tumbuh sebesar 6,35 persen, meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya. PDRB perkapita Sumatera Utara tahun 2010 sebesar Rp. 21.236.780 meningkat dari Rp 18.381.013 pada tahun 2009. Sementara itu, berdasarkan harga Konstan 2000, PDRB perkapita tahun 2010 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009, yaitu sebesar Rp 9.138.733 pada tahun 2009 menjadi Rp 8.675.863 pada tahun 2010. Untuk menggambarkan bagaimana penggunaan barang dan jasa oleh berbagai golongan konsumen, maka digunakan PDRB menurut penggunaan. Dari Rp 275,70 triliun, nilai barang dan jasa di Sumatera Utara sebagian besar dikonsumsi oleh rumah tangga, yaitu mencapai Rp 166,56 triliun atau sebesar 60,41 persen. Selanjutnya untuk ekspor barang dan jasa sebesar Rp 108,40 triliun atau sebesar 39,32 persen, pembentukan modal tetap bruto sebesar Rp 57,01 triliun atau sebesar 20,68 persen, konsumsi pemerintah sebesar Rp 29,29 triliun atau sebesar 10,62 persen, dan untuk konsumsi lembaga nirlaba sebesar Rp 1,10 triliun atau sebesar 0,40 persen. Perkembangan Investasi Investasi dalam kegiatan ekonomi mempunyai arti yang luas. Investasi selalu dikaitkan dengan kegiatan menanamkan uang/modal dengan harapan mendapatkan keuntungan atau peningkatan kapasitas produksi pada masa yang akan datang. Sebagai contoh menambah kapasitas produksi dengan membeli mesin/peralatan, meningkatkan kualitas sistem produksi dan sebagainya. Dalam penyusunan ICOR provinsi Sumatera Utara, pengertian investasi dibatasi pada penambahan/pembentukan barang modal tetap dan perubahan stok, baik itu barang setengah jadi maupun jadi.
Tabel 1. Nilai Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) Provinsi Sumatera Utara 2005 – 2010 (Milyar Rupiah) Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rp) 2005 28451.98 2006 28733.81 2007 30869.04 2008 44636.16 2009 51062.19 2010 58149.90 Sumber BPS Sumatera Utara Tahun
Persentase Pertumbuhan 0.99 7.43 44.60 14.40 13.88
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar Rp) 11651.32 13669.58 17693.22 21997.38 27605.51 24113.91
Persentase Pertumbuhan 17.32 29.43 24.33 25.49 -12.65
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852
VOLUME 9, NO. 2, AGST 2010
Dalam Tabel 1 dapat dilihat nilai investasi yang ditanamkan di provinsi Sumatera Utara selama 2005 - 2010 atas dasar harga Konstan 2000, nilai investasi dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan terkecuali pada tahun 2010 yang mengalami penurunan sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai investasi yang ditanamkan pada awal tahun 2005 sebesar Rp. 11651.32 Milyar, dan naik menjadi Rp. 13669.58 Milyar pada tahun 2006, dan pada tahun 2007 juga mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp. 17693.22 Milyar. Pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi Rp. 24113.91 Milyar jika dibandingkan dengan tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh terjadinya krisis hutang yang melanda negara-negara Eropah dan Amerika Serikat
sehingga dapat memberikan investasi di Indonesia.
dampak
terhadap
Perkembanagn PDRB Sumatera Utara Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan. PDRB didefenisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perkembangan PDRB mulai tahun 2005 – 2010, baik PDRB atas harga berlaku dan atas harga konstan 2000 dapat diuraikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah). Atas Dasar Harga Berlaku 2005 139.618,32 2006 160.376,80 2007 181.819,74 2008 213.931,69 2009 236.353,61 2010 275.700,20 Sumber BPS Sumatera Utara Tahun
Persentase Pertumbuhan 14.87 13.37 17.66 10.48 16.65
PDRB atas dasar harga berlaku di Sumatera Utara pada tahun 2005 sebesar Rp. 139.618,32 Milyar. Apabila dilihat dari PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun 2005 – 2010 terus mengalami peningkatan secara absolute, walaupun dalam persentase peningkatan yang fluktuatif. PDRB tersebesar yaitu pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 275.700,20 Milyar atau meningkat sebesar 16.65 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu jika dilihat dari penghitungan atas dasar harga konstan 2000, dimana pada penghitungan ini pengaruh kenaikan harga (inflasi) sudah dihilangkan, maka pada periode 2005 - 2010 telah terjadi peningkatan tetapi peningkatan yang
Atas Dasar Harga Konstan 2000 87.897,79 93.347,40 99.792,28 106.172,37 111.559,20 118.640,90
Persentase Pertumbuhan 6.20 6.90 6.39 5.07 6.35
relatif tidak signifikan. Pada tahun 2009 terjadi penurunan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan dari 6,39 persen menjadi 5,07 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2010 PDRB sudah cendrung mengalami peningkatan lagi yaitu sebesar Rp. 118.640,90 Milyar atau meningkat sebesar 6,35 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Koefisien ICOR Total Koefisien ICOR provinsi Sumatera Utara dari tahun 2005 – 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Koefisien ICOR Sumatera Utara Periode 2006 - 2010 Koefisien ICOR Tahun Lag 0 Lag 1 Lag 2 2006 2,51 2,14 1,84 2007 2,75 2,12 1,81 2008 3,45 2,77 2,14 2009 5,12 4,08 3,28 2010 3,41 3,90 3,11 Rata-rata 2006-2010 3,30 2,87 2,45
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852 Pada periode 2006 – 2010 besarnya ICOR provinsi Sumatera Utara dengan time lag 0 (lag 0) mempunyai koefisien positif dengan kisaran 2,51 sampai dengan 5,12. Untuk lag 1 mempunyai koefisien antara 2,12 sampai dengan 4,08, sedangkan lag 2 menunjukkan koefisien antara 1,81 sampai dengan 3,11. Koefisien ICOR periode 2006 – 2010 untuk lag 0 rata-rata sebesar 3,30, lag 1 rata-rata sebesar 2,87, lag 2 rata-rata sebesar 2,45. Pada tahun 2010 koefisien ICOR pada lag 0 cendrung mengecil dibandingkan pada tahun 2009, hal ini disebabkan pengeluaran investasi diikuti oleh output yang mulai menanjak naik. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien ICOR tahun 2010 menunjukkan angka lebih baik pada tahun 2009 pada lag 0. Pada tahun 2010 dengan lag 0, rata-rata koefisien ICOR sebesar 3,30. Artinya untuk meningkatkan satu unit output di Provinsi Sumatera Utara dibutuhkan investasi sebesar 3,30 unit satuan. Banyak faktor yang mempengaruhi besar kecilnya koefisien ICOR serta sangat bervariasi, misalnya disebabkan keunikan dari masing-masing sektor, teknologi dan manajemen yang diterapkan, keadaan pasar dan sebagainya. Selain itu daya tarik masing-masing sektor atau daerah di mata para investor, dan berbagai kebijaksanaan serta peraturan pemerintah pusat dan daerah, terjadinya krisis ekonomi juga akan mewarnai perbedaan koefisien ICOR di masing-masing daerah. Di lain pihak perbedaan besaran ICOR ini juga mempengaruhi besarnya investasi yang akan ditanamkan pada masing-masing sektor atau daerah untuk mencapai target laju pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan. Pada tahun 2010 pada lag 0, koefisien ICOR sebesar 3,41 yang menggambarkan kondisi investasi atau barang modal yang ada mengalami peningkatan. Tambahan investasi ini sebagai upaya untuk memulihkan sarana dan prasarana atau upaya pemulihan infrastruktur. Untuk ICOR lag 1 memiliki koefisien sebesar 3,90. Besaran ini menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan belum efektif. Untuk itu diperlukan waktu agar investasi tersebut mencapai output yang optimal. Hal ini dikarenakan sifat investasi atau barang modal yang memerlukan proses dalam penciptaan output. Nilai koefisien ICOR pada lag 2 pada tahun 2010 mengalami penurunan, angka ini menunjukkan bahwa investasi sedikit lebih efisien dibandinglan lag sebelumnya. Berarti investasi yang ditanamkan mulai menunjukkan peningkatan output yang lebih baik dibandingkan pada lag sebelumnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu : 1. Berdasarkan harga berlaku, investasi Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2005- 2010
VOLUME 9, NO. 2, AGST 2010
2.
3.
mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp. 28.451,98 Milyar pada tahun 2005 menjadi Rp. 58.149,90 Milyar pada tahun 2010 atau mengalami kenaikkan sebesar 13,88 persen pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan harga berlaku, PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2005- 2010 mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp. 139.618,32 Milyar pada tahun 2005 menjadi Rp. 275.700,20 Milyar pada tahun 2010 atau mengalami kenaikkan sebesar 16,05 persen pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selama periode tahun 2005 - 2010 dengan total koefisien ICOR provinsi Sumatera Utara cukup bervariasi, dimana pada tahun 2010 dengan lag 0, rata-rata koefisien ICOR sebesar 3,30. Artinya untuk meningkatkan satu unit output di Provinsi Sumatera Utara dibutuhkan investasi sebesar 3,30 unit satuan.
Saran Implikasi kebijakan dalam penentuan suatu nilai ICOR total yang mewakili untuk perkiraan investasi dimasa akan datang masih bisa dikembangkan lagi, tergantung kebutuhan dalam perencanaan daerah. Namun demikian, koefisien dianggap mewakili perilaku investasi dan produksi di setiap daerah. Untuk itu tidak berlebihan bila angka yang sudah ditentukan dapat dijadikan sebagai acuan perencanaan pembangunan dalam menentukan kebutuhan investasi secara makro pada masa yang akan datang dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi provinsi Sumatera Utara, dan sekaligus dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arief, S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
2.
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara, Yogyakarta.
3.
Badan Pusat Statistik. 2011. Sumatera Utara Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik, Medan.
4.
Bodie, Kane dan Marcus. 2006. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
5.
Daryanto, A. dan Yundy H. 2010. Analisis Input-Output dan Social Accounting Matrix : Untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. IPB
Investasi.
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852 6.
Jhingan, M.L. 1988. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Terjemahan C.V. Radjawali, Jakarta.
7.
Lincolin, A. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Balai Penerbitan Fakultas Ekonomi, Yogyakarta.
8.
Mangiri, K. 2000. Perencanaan Terpadu Pembangunan Ekonomi Daerah Otonom. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
9.
Nazara, S. 1997. Analisis Input-Output. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.
10. Nugroho, R.D. 2003. Reinventing Pembangunan. Penerbit PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
VOLUME 9, NO. 2, AGST 2010
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS AGST 2010 ISSN 1693-8852
VOLUME 9, NO. 2,