MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 April 2010 ISSN 1979 – 6239
1
JUDICIAL REVIEW ABAUT PROCEDURES OF INHERITANCE ACCORDING TO THE CHRISTIAN RELIGION Oleh : Lulus Udjiwati,SH. SE Fakultas Hukum Universitas Soerjo Abstrak Cultural diversity and pluralism Indonesian citizen impact on various application of the law, both civil law criminal law, even religius law in appliying the law of inheritance that are part of civil law. Especially in the law of inheritance plurality race, ethnnicicy, culture, custum and religion to provide choice to the citizen or residents of indonesia to establish the law of inheritance which will be used to resolve the division of inheritance. The division of inheritance in Indonesia is basically divided into three options, namely civil law of inheritance ( BW ), costomary inheritance law and inheritance law of religion Each the legal basis used is expected to be completed as voted by the division of inheritance from the heir equitably so as not to cause disputes. Therefore, in the distribution of inheritance to be agreed which law would be used as the basis for division. With the agreements reached will be sble to minimize cases of seizure of the estate which sometimes cause loss of life of members of a family. For adherents of the religion Kristen, the division of inheritance is based on the verses in the bible as a quide to life, while the implementation process and arrangements in case of dispute is settled based on the guidance of a church congregation, which is based on the principles of love, justice and welfare is made which contains the guidelines regarding the procedures how the division of inheritance and nations of inheritance. If the guidelines are yet to reach an agreement then it can be solved by the Civil Code as laws of inheritance are governed in civil law can be used by anyone who would or would prostrate ourselves on the rules of civil law. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga dari suatu Negara menghendaki kehidupan keluarga yang baik. Keluarga yang baik merupakan unsure masyarakat yang baik, sehingga menumbuhkan Negara yang baik pula. Negara yang baik adalah Negara yang kehidupan warganya, bukan saja makmur sejahtera tetapi juga aman dan tentram serta serta merasakan keadilan baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Masyarakat indonesia yang terdiri dari berbagai golongan baik pribumu maupun non pribumu, masyarakat adapt
yang patrilinial, matrilineal dan parental / bilateral, serta masyarakat beragama Kristen/ katolik, masyarakat hindu/ budha dan penganut kepercataan. Keragaman ini menyebabkan Hukum waris yang berlaku juga bermacam – macam yaitu Hukum Waris Barat (BW atau KUH Perdata), Hukum Waris Agama ( Islam, Kristen / Katolik, Hindu) dan Hukum Waris Campuran antara Adat /Suku, antar agama, antar Bangsa / Negara. Pluralisme masyarakat indonesia ini menyebabkan seseorang atau sebuah keluarga harus menentukan dasar hokum manakah yang akan dipakai
Lulus Udjiwati, Judicial ReviewAbaut Procedures Of Inheritance according to TheCristian Religion
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 April 2010 ISSN 1979 – 6239 apabila mereka mengadakan pembagian warisan kepada ahli warisnya karena belum adanya hukum pewarisan nasional, Hukum Waris nasional memang perlu dibentuk sehingga adanya Undang – undang Pewarisan Nasional seluruh rakyat indonesia hanya mempunyai satu hokum pokok yang mengatur pewarisan, seperti halnya Undang – undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Belum terbentuknya undang – undang tentang pewarisan nasional menyebabkan penyelesaian masalah – masalah pewarisan di indonesia berlaku hokum perdata (BW), Hukum Adat dan Hukum Agama. Dan diantara hukum agama yang diakui oleh pemerintah indonesia agama Kristen memiliki pedoman pewarisan lebih specific diantara agama lainnya. Agama Kristen terbagi menjadi dua aliran yaitu kristen katolik dan kristen protestan. Akan tetapi kedua aliran ini menggunakan Kitap yang sama yaitu ALKITAB sebagai pedoman hiudup sehingga didalam menerapkan butir – butir hokum pewarisannya berlandaskan pada ayat – ayat yang tertulis didalam ALKITAB tersebut. Namun penganut agama Kristen sendiri adalah hitrogen dalam arti ada suku Jawa, suku Batak , etnis Tiong hoa, warga keturunan (belanda, inggris, jepang, dsb). Dalam hal inilah yang mempengaruhi terhadap dasar hokum tentang pewarisannya. Sebagian penganut agama kristren yang merupakan warga keturunan baik tionghoa atau keturunan lain sebagian menundukkan diri terhadap hokum perdata dan sebagian lainnya mengikiti peraturan pewarisan yang ditentukan oleh sebuah Majelis Gereja. Perbedaan ketentuan pewarisan agama Kristen dan agama lain merupakan keunikan tersendiri yang membutuhkan pemahaman lebih dalam
2
tentang hubungan Vertical (ketaatan terhadap hukum TUHAN) dan hubungan Horisontal (penerapan pewarisan berdasarkan kasih kepada sesame). B. Permasalahan a. Apakah dasar hukum yang diterapkan dalam pembagian Harta Warisan menurut agama Kristen ? b. Bagai manakah tata cara pelaksanaan pembagian Harta Warisan menurut agama lristen ? C. Tujuan a. Untuk mengetahui dasar hukum pembagian Harta Warisan menurut agama Kristen b. Untuk menentukan tata cara pelaksanaan pembagian Harta warisan menurut agama Kristen c. Untuk menambahkan pengetahuan kepada masyarakat tentang pewarisan menurut agama Kristen D. Metodologi Penelitian yang dipakai adalah diskriptif analitis, yaitu melalui studi pustaka mengambil dan menjelaskan tulisan yang ditemukan, ditambahkan dengan sedikit pengalaman emperis yang terjadi sekitar kehidupan Gereja Dengan demikian penelitian ini akan dapat mengungkapkan sejauh mana penerapan pembagian harta warisan menurut hukum atau norma yang berlaku pada warga Negara indonesia yang menganut agama kristen II. PEMBAHASAN 1. Dasar Hukum waris dan Pewarisan Didalam KUH perdata (BW) tidak ada pasal tertentu yang memberikan penertian tentang Hukum Waris. Pada pasal 830 KUH perdata menyatakan
Lulus Udjiwati, Judicial ReviewAbaut Procedures Of Inheritance according to TheCristian Religion
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 April 2010 ISSN 1979 – 6239 bahwa “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Dengan demikian pengertian hukum waris menurut KUH Perdata ialah tanpa adanya orang mati dan meninggalkan harta kekayaan maka tidak ada pewarisan. Sedangkan pengertian warisan menurut Warjono Prodjodikoro adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak – hak dan kewajiban – kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Jadi ada beberapa unsur yang menentukan adanya warisan dan bagai mana hak serta kewajiban itu berpindah dari pewaris kepada ahli waris (orang yang masih hidup). Pihlo memberikan pengertian tentang hukum waris, sebagai berikut : Hukum Waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai pemindahan kekayaan yang di tinggal kan oleh si mati, dan akibat dari pemin dahan ini bagi orang – orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka denngan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. Pittlo lebih memperinci pengertian hukum waris sampai dengan pihak – pihak yang saling berhubungan yaitu pewaris, ahli waris dan pihak ketiga yang masih ada hubungan dengan pewaris tersebut. Untuk lebih memeperjelas pengertian ahli waris maka pada pasal 832 BW disebutkan bahwa ahli waris ialah mereka yang termasuk keluarga sedarah dan mempunyai hubungan perkawinan (suami/istri ) dengan pewaris. Mereka itu umpamanya : anak dan atau keturunannya, bapak, ibu, kakek, nenek serta leluhurnya keatas, saudara dan atau keturunannya, paman, bibi dan atau keturunannya serta suami atau istrinya. Menurut hukum waris perdata (BW ) apabila pewaris wafat maka harta
3
peningggalan harus dibagikan kepada para waris, kecuali masih ada diantara pewaris yang belum dewasa atau di bawaah pengampuan / perwalian (BW 1070 ). Apabila terjadi demikian maka pewarisan dapat ditangguhkan dalam waktu 5 tahun berturut – turut. Namun hal ini bukan berarti di antara waris tidak boleh menggugat agar dilakukan “boedelscheiding” ( pembagian harta peninggalan ). Tuntutan hukum ini biasa dinamakan Heriditatis. Petitio (bahasa latin) bahwa tiap ahli waris berhak mengadakan gugatan terhadap tiap orang guna memperjuangkan untuk memperoleh harta warisan tersebut. Pada dasarnya Hukum Waris Perdata menekankan kepada terjadinya suatu peristiwa kematian seseorang dan adanya kebendaan atau harta benda yang ditinggalkan pewaris serta adanya ahli waris. Berbeda dengan hukum adat, menurut hukum waris adat sebagaimana berlaku di beberapa kalangan masyarakat indonesia ( penduduk asli ). Hukum Adat tidak hanya mengatur pewarisan sebagai akibat kematian seseorang, tetapi mengatur pewarisan sebagai akibat dan mengalihkan harta kekayaan baik yang berwujud maupun tidak berwujud yang bernilai uang atau tidak bernilai uang dari pewaris ketika ia masih hidup atau sudah mati kepada waris, terutama para ahli waris. Sehubungan dengan Plurarisme penduduk indonesia maka penundukan diri ( onderwerping ) inilah yang menentukan seseorang berkeinginan menundukkan diri terhadap hukum waris yang manakah, apakah mau menundukkan diri terhadap Hukum Waris Perdata, atau hukum waris agama atau hukum waris adat? Pewarisan secara garis besar dibedakan dalam dua golongan : a. Pewarisan menurut Undang - Undang
Lulus Udjiwati, Judicial ReviewAbaut Procedures Of Inheritance according to TheCristian Religion
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 April 2010 ISSN 1979 – 6239 Yaitu ketentuan hukum waris ini disebut dengan wettelijk erfrecht atau hukum waris tanpa wasiat abintestaat erfrecht atau hukum waris karena kematian ( erfrecht bijvers terf ). Para warisnya disebut ahli waris menurut undang – undang atau tanpa wasiat. b. Pewarisan menurut wasiat ( Testa ment ) Pewarisan karena testament atau wasiat ( testamentair erfrecht ). Ahli waris menurut testament yang disebut testamentair erfgenaam yaitu mendapatkan bagian berdasarkan penunjukan ( erfstelling ) si pewaris ( pembuat wasiat ) pada ia masih hidup. Bagi orang – orang yang menun dukkan diri terhadap hukum waris perdata dalam buku II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata diatur mengenau penundukan diri sebagai berikut: 1. Orang eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang eropa tersebut 2. Orang timur asing ( tionghua, arab, hindia, Pakistan, muangthai, dll ) 3. Golongan bumi putera yaitu orang – orang indonesia asli Pengertian penundukan diri adalah orang yang mau menganut atau memakai undang – undang atau peraturan atau norma tersebut. Jadi apabila seseorang menundukkan diri terhadap hukum agama didalam menyelesaikan sebuah sengketa warisan maka hukum agama tersebut yang menjadi dasar hukum penyelesaian sengketa tersebut atau apabila ia menundukkan diri pada hukum perdata maka kitab undang – undang hukum perdata tersebut yang akan menjadi dasar untuk menye lesaikan permasalahan tentang pewaris tersebut.
4
2 Pengertian pewarisan , ahli waris menurut agama Kristen Negara indonesia mengakui adanya 5 (lima) kepoercayaan yang boleh dianut oleh warghanegaranya yaitu agama islam, Kristen, katolik, hindu, budha dan kepercayaan. Hak untuk memeluk agama ini dijamiun dengan undang – undang yaitu undang – undang dasar 1945. Dengan dijaminnya untuk memeluk agama masing – masing juga mempengaruhi seseorang untuk menyelesaikan perma salahan warisan karena masalah warisan ini bias diselesaikan menurut agama yang dianut setiap warganya. Bagi pemeluk agama Kristen segala permasalahan diselesaikan menurut ajaran (dogma) yang bersumber pada alkitab, termasuk permasalahan tentang pewarisan. Seperti dalam agama islam yang memiliki beberapa aliran maka agama Kristen juga memiliki dua aliran yaitu Kristen katolik dan Kristen protestan, namun didalam perkembanggannya agama Kristen protestan memiliki beberapa aliran gereja yaitu gereja Kristen jawa (GKJW, GKJ), gereja Kristen advent, gereja Kristen protestan, gereja Kristen bethel, dsb. Adanya beberapa aliran tersebut disatukan dengan kitap yang sama yang menjadi pedoman bagi penganut agama Kristen yaitu alkitab. Dengan demikian apabila terjadi permasalahan sehu bungan dengan ahli waris dan pem bagian harta warisan maka diselesaikan berdasarkan peraturan yang tertulis didalam alkitap. Bagaimanakah agama Kristen memberikan pengertian tentang pewarisan (ahli waris dan harta warisan) serta cara pembagiannya ? a. Mengenai pewarisan
Lulus Udjiwati, Judicial ReviewAbaut Procedures Of Inheritance according to TheCristian Religion
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 April 2010 ISSN 1979 – 6239 Menurut guru besar AKI (Akademi Katolik Indonesia) di madiun yaitu Prof. K. R. M T John Tondo Widjojo Tondodiningrat mengatakan bahwa : hukum waris didalam alkitab tidak diatur secara khusus karena segala sesuatu persoalan diantara umat Kristen diselesaikan berdasarkan “Hukum Kasih”. Oleh Karena itu pembagian warisan pun didasarkan pada cinta kasih satu orang terhadap saudara / orang lainnya yang berkelebihan membantu yang kekurangan. Juga menjunjung tinggi pembagian secara kekeluargaan. Dengan demikian diharapkan tidak ada perselisihan atau sengketa karena satu sama lain saling membantu. Menurut pendapat pendeta Dr. Jr Gideon Sugiarto dari Gereja Bethel memberikan pendapat bahwa agama Kristen didalam alkitap tidak secara terperinci atau secara khusus memberikan uraian terhadap warisan, tetapi alkitap dalam perjanjian lama dalam amsal 19 ayat 14 menyatakan : “Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang …..”. Dari ayat trersebut dapat disimpulkan bahwa warisan bisa berupa harta dan rumah,tentunya pengertian harta dalam konteks yang cukup luas yaitu bias berwujud uang, perhiasan, deposito,sham,dll sesuai dengan perkembangan jaman. Bagi penganut agama Kristen yang tergabung dalam Gereja Kristen Jawa Timur (GKJW) memiliki sebuah pedoman yang disebut Tata Pranata Gereja yang dibuat dan ditetapkan oleh Majelis Agung Jemaat, yang mengatur tentang pewarisan dan pelaksanaan pembagian warisan. Pada Bab I pasal 1 Tata Pranata GKJW dijelaskan tentang pewarisan, sebagai berikut : .pewarisan adalah perbuatan meneris kan dan memindahkan ( overdoa gen ) harta kekayaan dari generasi satu
5
ke generasi lain kepada istri atau suami yang hidup terlama.
b. Harta warisan Harta Warisan adalah : harta kekayaan orang yang telah meninggal dunia, baik harta itu telah dibagi – bagi atau dalam keadaan tidak dibagi – bagi ( menurut Tata Pranata GKJW ). Harta warisan menurut amsal 13 ; 22 Alkitab perjanjian lama dituliskan :”…………orang baik meninggalkan harta warisan bagi anak cucunya” mengandung pengertian bahwa suatu hal yang penting mengetahui siapa pemilik Harta Warisan. Apabila dilihat dalam Amsal 13 :22 pengertian harta warisan adalah harta yang dimiliki oleh orang tua atau nenek moyang. Dan setiap orang tua yang baik akan memberikan harta warisan kepada anak – anaknya ( ahli waris ) baik warisan itu berwujud harta atau tidak berwujud harta ( seperti nama baik , nasehat, jabatan, dan lain sebagainya ). c. Pengertian Ahli Waris Menurut agama Kristen Katolij maupun Kristen protestan pemahaman tentang ahli waris tidak jauh berbeda, yaitu ahli waris menurut Bilangan 36 :8 (Alkitab Perjanjian Lama)dan ulangan 21 : 15 – 17 dinyatakan bahwa ahli waris adalah istri dan anak–anak atau keturunan dari sebuah keluarga. Sedangkan menurut Tata Pranata GKJW pengertian ahli waris adalah orang–orang yang berhak menerima pembagian warisan baik karena Undang – undang atau karena penunjukan dalam surat wasiat. Dengan memahami beberapa perihal tentang pewarisan menurut agama Kristen yang berdasarkan hukum kasih maka di dalam dasar hukum
Lulus Udjiwati, Judicial ReviewAbaut Procedures Of Inheritance according to TheCristian Religion
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 April 2010 ISSN 1979 – 6239 pembagian harta warisan pun juga sebagai acuannya terdapat pada kolose 3 : 20 – 21 (Alkitab Perjanjian Baru) yaitu hubungan orang tua termasuk didalam pembagian harta yang diatur oleh orang tua. Berdasarkan pemahaman yang secara umum tertulis di dalam Alkitab maka masing - masing gereja menerapkan dasar hukum pembagian warisan menurut pedoman/ kebijaksanaan yang sudah di atur oleh gereja. Hal ini untuk menghindari sengketa atau perselisihan pembagian harta warisan. Apabila ketentuan dalam suatu gereja tidak bias disepakati maka dapat digunakan penyelesaian menurut hukum perdata sebab hukum perdata dapat berlaku kepada setiap orang yang ingin menundukkan diri terhadap peraturan – peraturan yang didalamnya. 3. Tata Cara Pelaksanaan Pembagian Warisan. Dalam hukum pewarisan Indonesia belum ada peraturan perundangan yang mengatur pembagian warisan secara nasional dalam arti bias di pakai setiap warga Negara Indonesia tanpa memandang suku, agama, dan adat. Keaneka ragaman suku, budaya, dan agama atau yang disebut pluralisme memberikan pilihan bagi setiap warga Negara Indonesia untuk menggunakan tata cara yang mana dalam melaksanakan pembagian warisan itu digunakan. Demikian juga dengan agama Kristen yang terdiri dari beberapa aliran dan penganut agamanya pun juga terdiri dari beberapa suku dan etnis, seperti suku batak, suku jawa, etnis tionghoa, warga Negara keturunan (Belanda, Inggris, Jepang, dsb). Hal ini mempengaruhi tata cara pelaksanaan pembagian warisan. Menurut pendapat pendeta GKJW Drs Daru Prasongko Ssi, Tata cara
6
pembagian warisan menurut Tata Pranata GKJW pasal 7 dan pasal 8 sebagai berikut : 1. Dalam pembagian warisan tidak dibedakan antara para ahli waris 2. Seseorang ahli waris yang menda hului meninggal dunia di gantikan oleh keturunannya (plaats vervuling). Pasal 8 mengatur tentang : semua pemberian yang dilakukan oleh pewaris semasa hidupnya ikut diperhitungkan didalam pembagian warisan. Sedangkan menurut Dr Ir Gideon Sugiarto ( Gereja Bethel ) berpendapat bahwa Alkitab tidak menunjukkan prosentase hak kepada anak laki – laki atau anak perempuan, tetapi satu hal yang Allah inginkan keadaan dan sejahtera dalam pembagian warisan kepada anak–anak jadi pembagian warisan sepenuhnya diatur dengan cara yang adil dan tidak menimbulkan perselisihan oleh pewaris terhadap ahli waris. Jadi apabila pembagian menurut pedoman gereja tidak bisa menyelesaikan sengketa warisan pada penganut agama Kristen maka dapat di pakai ketentuan kitab undang – undang hukum perdata karrena memiliki kesamaan dalam melihat bagian ahli waris masing – masing ( memiliki hak yang sama ) antara laki – laki dan perempuan istri atau suami yang masih hidup dan ahli waris lainnya. III. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Dasar Hukum pembagian Harta Wa rian menurut agama Kristen me mang tidak disebutkan dengan prosentase hak masing – masing ahli waris tetapi didalam Alkitab dijelaskan bahwa pada prinsipnya segala permasalahan diselaesaikan dengan dasar cinta kasih,
Lulus Udjiwati, Judicial ReviewAbaut Procedures Of Inheritance according to TheCristian Religion
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 April 2010 ISSN 1979 – 6239 persaudaraan dan kesejahteraan serta keadilan. Dalam hal pembagian warisan hak antara ahli waris laki – lakik dan perempuan sangat diakui persamaan haknya. Apabila pewaris ingin membagi dengan prosentase yang lebih terperinci bias menggunakan hukum waris yang diatur dalam Buku II Kitab Undang – undang Hukum Perdata. b. Tata Caara Pelaksanaan Pembagian Warisan menurut agama Kristen disesuaikan dengan pedoman pewaris yang dibuat oleh masing – masing Gereja karena agama Kristen di Indonesia memiliki beberapa aliran seperti Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Kristen Protestan sendiri berkembang menjadi beberapa aliran Gereja misalnya Geereja Kristen Jawi Wetan, Gereja Bethel, gereja Pantekosta, dan sebagainya. Dari beberapa aliran gereja misal Gereja GKJW memiliki buku pedoman tentang pewarisan yang disebut Tata Pranata Gereja dalam buku pedoman itu diatur secara jelas pembagian Harta Warisan bagi jemaat GKJW yang ditetapkan oleh Majelis Agung GKJW. Sedangkan bagi gereja yang belum memiliki pedoman pembagian warisan diselesaikan secara kekeluargaan dihadapan pemuka agama seperti Pendeta/pastur sebagai pemimpin sebuah Gereja.
7
warisan dan ahli waris beserta pembagian harta warisan. b. Gereja hendaknya dapat menjadi tempat mediasi untuk penyelesaian perselisihan tentang warisan sehingga dapat diselesaikan denngan perdamaian sesuai dengan prinsip “ cinta kasih “ IV. DAFTAR PUSTAKA Hilman Hadikusuma, 1991, Hukum Waris Indonesia menurut perundangan Hukum Adat, Hukum Agama, Citra Aditya Sakti, Bandung Idris Ramulyo,1996, Hukum Waris Perdata Barat, Sinar Grafika, Jakarta Suparman Usman, 1992, Ikhtisar Hukum Waris menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ,1997, alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta ,1993, Konkordasi Kanisius, Yogyakarta
Alkitab,
, Tata Pranata GKJW, Majelis Agung,…………
2. SARAN a. Belum adanya Hukum pewarisan nasional hendaknya memotivasi Gereja untuk membuat Pedoman Pembagian Warisan. Hal ini bertujuan memudahkan jemaat untuk memiliki pedoman yang pasyi dalam pembagian warisan, berkaitan dengan ketentuan pewaris, harta
Lulus Udjiwati, Judicial ReviewAbaut Procedures Of Inheritance according to TheCristian Religion