Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 PENERAPAN ASAS KEPENTINGAN TERBAIK BAGI ANAK DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A BATAM Faizal Fahreza Djuned Junevi Mariyanti Manalu Abstract In the Indonesian Constitution, a child has a strategic role which explicitly stated that the state guarantees the right of every child to survival, grow and develop as well as protection from violence and discrimination. Then the best interests of the child be a primary consideration to all the organizers of child protection that the considerations in the decision-making regarding the future of the child, namely the right to education, fostering spiritual, selfreliance, recreation and sports, especially the Children in Conflict with the Law (ABH) and the Son Correctional learners who are in Child Correctional Institution in accordance with Law No. 12 of 1995 on Correctional which is also the mandate of the constitution. Based on this research, we propose 2 (two) formulation of the problem addressed in this study: first, How the implementation of the best principle on child development efforts in chlidren penitentiary children in chlidren justice system?, second, How the recovery process mentality of a child after a period of coaching conducted by the Government with the community?. This research consists of conceptual framework, legal framework and theoritical framework. The legal framework is based on Law No. 12 of 1995 on Correctional. The theoritical framework in this research adopts the Progresif Law by Satjipto Rahardjo This research uses normative-socio legal research methode. Object in this research is The Region Correctional Institution Class II A Batam. Therefore, methodes of data analysis in this study is called qualitative descriptive. This research found that implementation of best principle on children have been effective based on law. Its proof by coaching program in Institution Class II A Batam and recidivist rate of small and assimilation program for the recovery of the mentality of a child in prison, but only the lack of community care for children related to the restoration of the former prison mentality of children in the neighborhood. Keywords: Principle of Best Interests for Children, Penitentiary A. Latar Belakang Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan
85
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 hidup, tumbuh dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Anak merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi sumber daya pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan sebuah bangsa dan negara.1 Dalam ketentuan hukum di Indonesia, perlindungan terhadap hak-hak anak dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan juga didukung oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pertama, terdapat pada Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut diatas juga sesuai dengan yang diatur pada Pasal 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang juga menyatakan bahwa: “Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip- prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: a. Non diskriminasi; b. kepentingan yang terbaik bagi anak; c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d. penghargaan terhadap pendapat anak.” Dalam Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Kedua, di dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur tentang perlindungan terhadap anak yang juga sebagai warga negara Indonesia berhak atas pendidikan, yang berbunyi: “(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Bunyi pada Pasal 31 ayat (1), ayat (1a) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut diatas juga sesuai dengan yang diatur pada Pasal 9 UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan tentang hak anak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Ketiga, pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur tentang perlindungan negara terhadap anak, Perlindungan negara terhadap Widodo, “Prisonisasi Anak nakal fenomena dan penanggulangannya”. (Yogyakarta: Aswaja Preesindo, 2012), hlm 4. 1
86
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 anak terlantar ataupun anak penyandang disabilitas juga didukung didalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Selain ketentuan hukum nasional, perlindungan terhadap anak juga diakui secara internasional dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak (Convention on the Rights of The Child), disetujui oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 Nopember tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Indonesia sebagai anggota PBB melalui keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990. Kepentingan yang terbaik bagi anak menjadi pertimbangan utama atau disebut dengan prinsip kepentingan terbaik, prinsip ini mengingatkan kepada semua penyelenggara perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut masa depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa, apalagi berpusat pada kepentingan orang dewasa. Apa yang menurut orang dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan anak. Boleh jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan dan menolong, tetapi yang sungguhnya terjadi penghancuran masa depan anak. 2 Dalam kehidupan bermasyarakat terkadang dijumpai perilaku menyimpang dikalangan anak dan lebih dari itu terdapat anak yang berhadapan dengan hukum atau biasa disebut ABH tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Hal ini berpengaruh terhadap psikologi anak, yang di lain sisi terdapat pula anak yang tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian baik secara fisik maupun psikis. Keadaan anak yang tidak memadai tersebut secara sengaja maupun tidak sengaja sering memicu anak untuk melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri bahkan orang lain atau biasa disebut dengan imitasi. Oleh karena itu anak membutuhkan perlindungan khusus terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak baik anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) , anak yang menjadi korban tindak pidana maupun anak yang menjadi saksi tindak pidana. Hal tersebut diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Asas kepentingan terbaik bagi anak juga disebutkan pada pasal 2 huruf d diatas yang menjelaskan pengertian dari asas tersebut adalah segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak. Menurut penjelasan pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, adapun yang dimaksud dengan anak memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada pasal 3 huruf p
2
Hadi Supeno ”Kriminalisai Anak”, 2010 , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hal.56
87
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 diatas antara lain adalah anak juga memiliki hak yang juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. maka asas kepentingan terbaik bagi anak harus dikedepankan dalam melakukan pembinaan terhadap anak khususnya pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak guna menjadikan anak nakal yang sukses, berkecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial sehingga tidak melakukan tindak pidana kembali dan kehadirannya diterima oleh masyarakat. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka terdapat beberapa pertimbangan yang menjadi dasar rumusan permasalahan dalam skripsi ini, diantaranya, Pertama, bagaimana penerapan asas kepentingan terbaik bagi anak dalam upaya pembinaan anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam?, Kedua, bagaimana proses pemulihan mentalitas anak setelah menjalani masa pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan masyarakat?. B. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Peneliti menggunakan penelitian hukum normatif karena untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan juga menggunakan penelitian hukum empiris karena untuk mengidentifikasi penerapan asas kepentingan terbaik dalam hal ini objek penelitianya adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Barelang Batam. Selain itu juga penyelesaian masalahnya akan lebih rinci mengetahui dan mengerti serta menganalisis peraturan yang ada juga berhadapan dengan kenyataan dan secara langsung berhubungan dengan responden. Dalam jenis penelitian empiris, hukum tidak dikonsepkan sebagai suatu gejala normatif yang otonom, akan tetapi suatu institusi sosial yang secara riil berkaitan dengan variabel-variabel sosial lainnya.3 Kajian dalam skripsi ini adalah mengenai berlakunya prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan proses pemulihan mentalitas anak setelah melewati masa pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Barelang Batam. 2. Jenis Data Sebagaimana jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dan empiris, maka sumber bahan hukum dan jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut: Soetandyo Wignjosoebroto, 1974, “Penelitian Masyarakat Indonesia, tahun ke-1 No. 2., h. 96. 3
88
Hukum:
Sebuah
Tipologi,”
Majalah
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016
a. Data primer, yang diperoleh secara langsung dari responden yaitu Kepala Lapas dan anak didik pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Barelang Batam. b. Data sekunder yang berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung data primer. Data ini bersumber dari literature yaitu peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen resmi yang berhubungan dengan pemekaran kecamatan. Selain kata-kata dan tindakan sebagai sumber data utama diperlukan juga data tambahan seperti dokumen dan lainlain. 1. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan hukum primer sebagai berikut: 1) Undang-Undang Dasar 1945; 2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan; 3) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak; 4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; 5) Undang Undang No.4 tahun 1997 Tentang Kesejahteraan Anak 6) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 7) Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan; 8) Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak (Convention on the Rights of The Child) 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang mendukung dan memperkuat bahan hukum primer dengan memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang ada sehingga dapat dilakukan analisa dan pemahaman yang lebih mendalam. Bahan hukum sekunder dapat berupa: 1) Buku-buku Hukum; 2) Jurnal-jurnal Hukum; 3) Karya Tulis Hukum atau Pandangan Ahli Hukum yang termuat dalam media masa. 4) Internet. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang merupakan pelengkap yang sifatnya memberikan petunjuk atau penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier
89
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 yang terdapat dalam penelitian misalnya kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia.4 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data dan Bahan Hukum yang digunakan pada penelitian kali ini adalah: a. Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim digunakan dalam peneitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah, wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan - pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban - jawaban yang relevan dengan permasalahan permasalahan penelitian kepada responden maupun informan. b. Observasi yaitu pengamatan secara langsung yang dilakukan peneliti dalam menggali informasi untuk mendapatkan data yang akurat. 4. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis data yang bersifat kualitatif. Analisis data secara kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagi sesuatu yang utuh, terdiri atas kata-kata yang tidak diolah menjadi angka-angka, data sukar diukur dengan angka, hubungan antara variabel tidak jelas, dan pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan observasi serta kuisioner atau mengembangkan data tersebut dalam bentuk kata-kata atau kalimat. C. Analisa dan Hasil Pembahasan 1. Penerapan Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak Dalam Upaya Pembinaan Anak Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam Sebagai lembaga yang langsung berhubungan dengan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Batam mempunyai peranan memberikan pembinaan kepada ABH sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, prinsip-prinsip pokok pemasayarakatan dan sistem pembinaan pemasyarakatan yang telah ditentukan dalam UndangUndang Pemasyarakatan. Sebagai wujud dari pelaksanaan peranannya, Lapas Kelas II A Batam telah melaksanakan program pembinaan yang meliputi pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Sebelum penulis menguraikan mengenai bagaimana penerapan Asas Kepentingan Terbaik bagi Anak dalam pembinaan yang telah dilaksanakan oleh Lapas 4
Ibid., hlm 56.
90
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Kelas II A Batam terlebih dahulu dapat kita lihat gambaran umum mengenai Lapas Kelas II A Batam. 1.1 Bentuk Pembinaan Anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam 1.1.1 Tahap-Tahap Pembinaan Anak yang Berhadapan dengan Hukum Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan narasumber yaitu Bapak Maulana Luthfianto, Amd. IP, SH selaku Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik (Binadik) pada tanggal 31 Desember 2015 di Lapas Kelas IIA Batam bahwa pembinaan Anak Pidana dilakukan melalui beberapa tahap guna menghindari kegagalan dari akibat-akibat yang tidak diinginkan dan untuk dapat mencapai hasil yang maksimal. Setiap pengalihan pembinaan dari tahap satu ke tahap berikutnya ditetapkan melalui Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) berdasarkan data yang diperoleh dari Pembina Pemasyarakatan, Pengaman Pemasyarakatan pembimbing kemasyarakatan dan Wali Anak Didik Pemayarakatan. Data tersebut merupakan pengamatan, penilaian dan laporan terhadap pelaksanaan pembinaan. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Merencanakan dan melakukan persidangan-persidangan; b. Melakukan tertibnya administrasi persidangan, inventarisasi dan dokumentasi; c. Membuat rekomendasi dan risalah sidang TPP kepada Kalapas; d. Melakukan pemantauan pelaksanaan pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan. Tahap-tahap pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.1 Tahap-tahap pembinaan di LAPAS Kelas II A Batam, sumber: LAPAS Kelas II A Batam a. Pembinaan Tahap Awal
91
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Pembinaan Anak Pidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai Anak Pidana sampai dengan 1/3 (satu per tiga) dari masa pidana. Pembinaan tahap awal meliputi: 1. Admisi Orientasi Masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) bulan; 2. Pembinaan Kepribadian a) Pembinaan kesadaran beragama; b) Pembinaan kesadaran bebangsa dan bernegara; c) Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan); d) Pembinaan kesadaran hukum. b. Pembinaan Tahap Lanjutan 1. Tahap Lanjutan Pertama Dalam pembinaan tahap lanjutan ini meliputi: a) Pembinaan Kepribadian Lanjutan Program pembinaan ini merupakan lanjutan pembinaan kepribadian pada Tahap Awal. b) Pembinaan Kemandirian, meliputi: 1) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri; 2) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil; 3) Keterampilan yang dikembangkan sesuai bakatnya masing-masing; 4) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri (pertanian/perkebunan dengan teknologi tinggi). 2. Tahap Lanjutan Kedua (Asimilasi)
Tahap lanjutan kedua, Program asimilasi dimulai sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana. Tingkat pengamanan pada tahap lanjutan kedua adalah medium security. Pada tahap ini Anak Pidana hanya dibatasi oleh dua atau tiga petugas pengamanan. Tim Pengamat Pemasyarakatan pada tahap ini tetap melakukan evaluasi terhadap perkembangan Anak Pidana untuk menentukan tahap pembinaan selanjutnya. Asimilasi sebagai tujuan pemasyarakatan berupa aktifnya kedua belah pihak, yaitu pihak narapidana dan keluarga narapidna dan masyarakat. Asimilasi juga bertujuan untuk menghilangkan citra buruk
92
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 penjara pasca hukuman, serta mencegah penolakkan masyarakat terhadap bekas binaan LAPAS. c.
Pembinaan Tahap Akhir Pembinaan tahap akhir dimulai sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan kedua yaitu telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana. Pembinaan tahap akhir dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS). Apabila Anak Pidana tidak memenuhi syarat-syarat tertentu maka pembinaan tahap akhir anak Pidana yang bersangkutan tetap dilaksanakan didalam Lembaga Pemasyrakatan. Pembinaan tahap akhir meliputi : 1. Perencanaan program integrasi 2. Pelaksanaan program integrasi 3. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir Pada tahap akhir ini anak juga mendapat hak-hak dibawah ini: 1. Cuti Menjenguk Keluarga (CMK) Untuk mengharmonisasikan kembali hubungan antara orang tua/keluarga dengan Anak, diberikan cuti menjenguk keluarga bagi Anak. Upaya tersebut dilakukan dengan cara memberi kesempatan bagi Anak untuk dapat berkumpul bersama keluarga di tempat kediaman keluarganya selama jangka waktu dua hari atau 2 x 24 jam (diluar waktu perjalanan). 2. Pelepasan Bersyarat (PB) dan Cuti Menjelang Bebas Pelepasan bersyarat dilaksanakan berdasarkan ketentuan pasal 15 dan pasal 16 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta pasal 14 huruf K Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pelepasan bersyarat diberikan bagi Anak yang telah menjalani 2/3 (dua per tiga) dari masa pidana yang dijatuhkan padanya, sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan. Cuti menjelang bebas diberikan pada Anak Pidana yang tidak dapat diberikan pelepasan bersyarat karena pendeknya masa pidana yang dijatuhkan pada Anak Pidana tersebut. Cuti menjelang bebas dilaksanakan dengan perhitungan Anak Pidana yang bersangkutan telah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidananya dan diberikan jangka waktu sama dengan lama remisi yang diperoleh, maksimum 6 (enam) bulan.
93
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagai wujud dari pelaksanaan peranannya, LAPAS Kelas II A Batam melalui Seksi Bimbingan Narapida dan Anak Didik Pemasyarakatan melaksanakan program pembinaan yang bekerjasama dengan instansi terkait yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Program pembinaan yang telah dilaksanakan oleh LAPAS Kelas II A Batam antara lain: 1. Pembinaan Anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam Bidang Kerohanian Setiap Anak Pidana diberikan pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama yang dianutnya sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan dan meningkatkan kesadaran beragama dalam diri anak. LAPAS Kelas II A Batam bekerjasama dengan Departemen Agama Kota Batam dalam upaya memberikan pendidikan agama. Bantuan yang diberikan berupa penyediaan tenaga imam dan khotib setiap hari Jum’at. Jumlah tenaga Imam dan Khotib dari Departemen Agama Kota Batam sebanyak 2 orang dan dari pegawai LAPAS Kelas II A Batam sebanyak 2 orang. Selain bekerjasama dengan Departemen Agama Kota Batam, LAPAS Kelas II A Batam juga mengadakan kerjasama dengan badan sosial keagamaan “Masjid Raya Batam” untuk memberikan ceramah atau siraman rohani setiap satu minggu sekali. Selain pendidikan agama yang rutin dilaksanakan seperti sholat Jum’at dan siraman rohani setiap satu minggu sekali, juga dilaksanakan pendidikan agama yang bersifat insidental, seperti : a. Perayaan hari-hari besar keagamaan b. Melaksanakan sholat Idul Adha dan melaksanakan kurban di Hari Raya Idul Adha c. Melaksanakan sholat tarawih setiap bulan Ramadhan dan melaksanakan sholat Idul Fitri pada hari raya Idul Fitri Untuk saat ini pendidikan agama yang diberikan oleh LAPAS Kelas II A Batam adalah pendidikan agama Islam karena saat ini seluruh Anak di LAPAS Kelas II A Batam menganut agama Islam. Namun apabila ada Anak Pidana yang beragama lain, maka akan diberi pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan LAPAS Kelas II A Batam juga akan mengadakan kerjasama dengan instansi/badan agama yang terkait. 2. Pembinaan Anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam Bidang Pendidikan Di bidang pendidikan yang diselenggarakan oleh LAPAS Kelas II A Batam untuk warga binaan dan anak didik pemasyarakatan adalah Kegiatan Belajar dan Mengajar Berupa Kelompok Belajar (Kejar Paket).Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan bagi Anak Pidana
94
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 serta sebagai salah satu bentuk upaya untuk ikut mensukseskan program wajib belajar 9 (sembilan) tahun. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan narasumber yaitu Bapak Maulana Luthfianto, Amd. IP, SH selaku Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik (Binadik) pada tanggal 31 Desember 2015. Saat ini hanya Kejar Paket B dan C yang dilaksanakan di Lapas Kelas II A Batam yaitu masing-masing sebanyak 32 dan 20 orang. Sebagian peserta didik Kejar Paket B adalah berusia diantara 17-25 tahun dan Kejar Paket C adalah berusia di antara 20-40 tahun yang tergabung antara Anak dan Dewasa. Untuk menunjang pelaksanaan program kelompok belajar (kejar paket) ini, Lapas Kelas II A Batam bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Batam melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Sanggar Kegiatan Belajar (UPTD-SKB) Kota Batam dalam bentuk pengadaan tenaga pengajar. Selain dari Sanggar Kegiatan Belajar, tenaga pengajar juga berasal dari Mahasiswa FKIP dari Universitas Riau Kepulauan dan simpatisan perorangan. Program ini dilaksanakan untuk membantu warga binaan menyelesaikan pendidikan mereka, sehingga diharapkan nantinya ijazah yang didapat bisa
digunakan dalam mencari pekerjaan. Lapas batam dalam hal ini sebagai tempat pembinaan narapidana berusah memberikan kesempatan kepada narapidana untuk berkah memperoleh pendidikan yang layak sesuai amanat UUD 1945 dalam bentuk kegiatan Kejar Paket ini. Dan menurut narasumber bahwa program pembinaan di bidang pendidikan ini adalah program unggulan kedua di Lapas Kelas II A Batam. 3. Pembinaan Anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam Bidang Kemandirian Program Pembinaan Bidang Kemandirian ini adalah program unggulan ketiga di Lapas Kelas II A Batam. Kegiatan kerja di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Batam harus merupakan suatu kegiatan yang memiliki dua orientasi yang simultan, yaitu treatment oriented dan profit oriented. Treatment Oriented mempunyai makna bahwa kegiatan kerja warga binaan pemasyarakatan harus menjadi sarana untuk memperbaiki perilaku mereka. Sedangkan Profit Oriented mempunyai makna bahwa sebagai konsekuensi kerja, suatu kegiatan yang produktif akan menghasilkan suatu keuntungan atau profit. Kegiatan Kemandirian ini meliputi pembuatan kerajinan tangan dari kayu, bengkel, salon, membuat pagar besi, pintu rumah, pendidikan membuat batako dan pavling blok, keterampilan perbengkelan las, perkebunan sayur dan buah yang berada di dalam Lapas Kelas II A Batam. Selain itu program pembinaan kemandirian ini juga meliputi kegiatan bakti sosia dan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan gotong royong pada diri Anak, Lapas Kelas II A Batam juga memperingati hari-hari besar di Indonesia setiap
95
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 tahunnya seperti upacara Hari Kemerdekaan 17 Agustus, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, Hari Kartini 21 April, Hari Ibu 22 Desember. Peringatan hari besar tersebut juga dilakukan bersama dengan masyarakat luar baik LSM, organisasi kemahasiswaan, kepemudaan dan simpatisan di dalam Lapas baik dalam bentuk lomba maupun acara hiburan. 4. Pembinaan Anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam Bidang Olahraga dan Rekreasi Pendidikan olahraga dan rekreasi yang dilaksanakan di LAPAS II A Batam, berupa: a. Senam pagi bersama yang diikuti oleh semua Warga Binaan Pemasyarakatan, Anak Didik Pemasyarakatan dan pegawai LAPAS II A Batam setiap hari sabtu; b. Olahraga permainan seperti: bola voli, tenis meja, sepak takraw, futsal, basket dan bulu tangkis; c. Rekreasi seperti: catur, karambol, musik (gitar dan organ tunggal) menonton televise, teater seni tari, seni suara, drama band dan radio. Pendidikan olah raga yang diberikan bertujuan untuk menjaga kondisi tubuh Anak agar tetap sehat dan mempunyai pertahanan tubuh yang kuat, terlebih lagi mengingat usia mereka yang masih dalam pertumbuhan. Selain pemenuhan kebutuhan lahiriah/fisik pemenuhan kebutuhan batiniah/jiwa mereka juga harus diperhatikan, sebagai salah satu upaya yang dilakukan LAPAS II A Batam untuk memenuhi kebutuhan segi batiniah/jiwa bagi Anak adalah dengan memberikan rekreasi. Namun rekreasi yang diberikan baru sebatas rekreasi di dalam lembaga pemasyarakatan. Walaupun demikian rekreasi tersebut dapat dijadikan sebagai ajang bagi Anak untuk melepas kepenatan dan bersenda gurau sesama Warga Binaan Pemasyarakatan. Rekreasi berupa menonton televisi juga merupakan sarana untuk mendapatkan hiburan dan informasi tentang berita- berita yang aktual dan perkembangan dunia yang sedang terjadi. Dengan adanya pendidikan olah raga dan rekreasi, diharapkan mampu membentuk Anak yang sehat secara lahir maupun batin. Keberhasilan LAPAS Kelas II A Batam dalam membina Anak Didik Pemasyarakatan dibuktikan dengan: 1) Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam memperhatikan komponenkomponen penting dalam pembinaan. Berdasarkan pengertian Sistem Pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa Sistem Pemasyarakatan adalah tatanan mengenai arah, batasan serta cara pembinaan Warga Binaan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan
96
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat diketahui bahwa ada tiga komponen penting yang menentukan keberhasilan dalam pembinaan Anak Pidana, yaitu: petugas pembina, Anak Didik Pemasyarakatan dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut harus mengetahui hakekat dari pembinaan dan tujuan pembinaan yang diberikan. Agar pembinaan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, ketiga komponen tersebut harus saling bekerjasama dan saling terbuka dalam memberikan informasi. Dengan adanya komunikasi yang baik antara ketiga komponen tersebut maka dapat diketahui hambatan-hambatan apa saja yang ada dalam pembinaan untuk kemudian dicari solusinya, dengan demikian pembinaan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan optimal. Petugas sebagai salah satu komponen penting dalam pembinaan harus mengetahui apa saja tugas yang harus dilaksanakan dan melaksanakan tugas tersebut dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi. Petugas juga harus mempunyai pengetahuan yang baik dalam pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan agar apabila dalam pembinaan terdapat hambatan-hambatan atau permasalahan-permasalahan, dapat segera diatasi dengan baik sehingga pembinaan dapat berjalan sebagaimana mestinya Selain itu juga dibutuhkan niat tulus petugas dalam memberikan pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan seperti layaknya orang tua dengan anak sehingga pembinaan yang diberikan dapat berjalan dengan baik. Disamping petugas pembina, Anak Didik Pemasyarakatan juga mempunyai peranan yang penting dalam menentukan keberhasilan pembinaan karena pembinaan yang diberikan bertitik tolak dari kesadaran diri Anak Didik Pemasyarakatan. Dengan adanya kesadaran dalam diri anak maka Anak Didik Pemasyarakatan dapat mengenal dirinya sendiri dan mengetahui potensi yang terdapat dalam diri mereka. Hal tersebut akan membuat Anak Didik Pemasyarakatan mempunyai tekad dalam dirinya untuk tidak mengulangi kembali kesalahan yang pernah mereka perbuat. Kesadaran yang ada dalam diri Anak Didik Pemasyarakatan akan menjadikan Anak sebagai orang yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, nusa, bangsa dan agama. Komponen yang tidak kalah penting dalam menentukan keberhasilan pembinaan adalah masyarakat. Setelah Anak Didik Pemasyarakatan bebas dari Lembaga Pemasyarakatan, mereka akan membaur kembali ke tengahtengah masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pembinaan tidak hanya
97
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 sebatas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan saja, harus ada pembinaan lanjutan di masyarakat. Masyarakat mempunyai tanggung jawab bagi kelangsungan kehidupan sosial bagi Anak Didik Pemasyarakatan. Penerimaan masyarakat terhadap bekas Anak Pidana tidak hanya sekedar menerimanya sebagai anggota keluarga atau anggota masyarakat lingkungannya, masyarakat harus menerima bekas Anak Berhadapan dengan Hukum dengan hati yang tulus tanpa ada prasangka buruk terhadap bekas Anak Berhadapan dengan Hukum. Hal tersebut juga didukung dengan hasil wawancara penulis dengan salah satu Anak Didik Pemasyarakatan yang ada di dalam Lapas Kelas II A Batam yang berinisial R, anak tersebut masuk ke dalam Lapas karena kasus kekerasan pada temannya dengan masa pembinaan selama 1 (satu) tahun. R mengatakan bahwa program-program pembinaan di dalam Lapas Kelas II A Batam sangat membantu dirinya untuk melupakan permasalahanpermasalahan yang ia alami sebelum masuk ke dalam Lapas, program pembinaannya terasa kekeluargaannya, banyak memiliki teman, mampu melanjutkan sekolahnya dan juga petugas penjaga dan pembinanya sangat ramah. Dengan demikian berarti Lapas Kelas II A Batam dalam melaksanakan peranannya terbukti telah berhasil mewujudkan tujuan akhir Sistem Peradilan Pidana yaitu mencegah timbulnya kejahatan. Dan berdasarkan dari program-program pembinaan yang diterapkan oleh Lapas Kelas II A Batam terhadap anak telah mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. 2) Rendahnya Tingkat Residivis di dalam Lembaga Pemasyarakatan Dari program pembinaan tersebut dapat diketahui bahwa pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh Lapas Kelas II A Batam sesuai dengan pasal 1 ayat 2 tentang pemasyarakatan, pemsyarakatan bertujuan untuk merehabilitas pribadi Anak agar menyadari kesalahan yang telah mereka perbuat, tidak mengulangi kembali kesalahan yang dahulu pernah mereka lakukan dan dapat menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu pembinaan juga bertujuan untuk meresosialisasikan Anak ke tengahtengah masyarakat. Rehabilitas dan Resosialisasi pribadi Anak yang dilakukan Lapas Kelas II A Batam merupakan upaya untuk mewujudkan tujuan akhir Sistem Peradilan Pidana yaitu mencegah timbulnya kejahatan. Karena berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kasi Binadik di Lapas Kelas II A Batam tingkat residivis selama kurun waktu 15 bulan anak sangat kecil yaitu hanya 0.01 % dan untuk dewasa yaitu 0.3 %.
98
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Dari angka residivis diatas membuktikan bahwa pembinaan yang diberikan oleh Lapas Kelas II A Batam telah mampu mendorong kesadaran hati Anak Didik Pemasyarakatan untuk tidak mengulangi tindak pidana yang pernah mereka lakukan. 2 . Proses Pemulihan Mentalitas Anak a. Proses Pemulihan Mentalitas Anak Oleh Lembaga Pemasyarakatan Dalam rangka pemulihan mentalitas terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, khususnya di dalam Lapas itu sendiri yang bertanggungjawab untuk membimbing dan membina anak untuk nantinya dapat diterima dan berbaur ke masyarakat setelah keluar dari Lapas. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kasi Binadik Lapas Kelas II A Batam, pemulihan mentalitas anak yang dilakukan adalah dengan mengoptimalisasikan program asimilasi yang dilakukan oleh Lapas Kelas II A Batam. Program asimilasi dimulai sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana. Tingkat pengamanan pada tahap lanjutan kedua adalah medium security. Pada tahap ini Anak Pidana hanya dibatasi oleh dua atau tiga petugas pengamanan. Tim Pengamat Pemasyarakatan pada tahap ini tetap melakukan evaluasi terhadap perkembangan Anak Pidana untuk menentukan tahap pembinaan selanjutnya. Asimilasi itu sendiri terbagi atas dua, yaitu: 1. Asimilasi kedalam Lembaga Pemasyarakatan, yang bentuknya berupa kunjungan dari keluarga maupun masyarakat. Asimilasi yang dilakukan berupa kunjungan keluarga ditentukan pada jam-jam tertentu selama lebih kurang dari 20 (dua puluh) menit ke dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan kunjungan dua kali seminggu. Bentuk asimilasi ke dalam dengan mengundang pihak luar seperti Lembaga Pemerintah, LSM-LSM, kalangan akademik, tokoh masyarakat untuk melakukan kunjungan. Dengan adanya kunjungan. Menurut paparan dari narasumber, Kasi Binadik Lapas Kelas II A Batam, pertemuan atau kunjungan ini punya arti penting baik bagi keluarga maupun bagi narapidana sendiri. Karena kerap kali masih mungkin ada diantara Anak binaan yang tidak pernah dikunjungi keluarga. Anak binaan yang jarang mendapat kunjungan keluarga, kemungkinan besar berakibat buruk pada ketenangan narapidana itu sendiri. Dan tidak jarang pula narapidana yang tidak pernah dikunjungi keluarganya akan menjadi penyendiri dan pemurung, karena mereka tidak bisa bertukar informasi bahkan tidak bisa menumpahkan segala keluh kesahnya.
99
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016
2. Asimilasi Keluar Lembaga Pemasyarakatan, seperti cuti mengunjungi keluarga. Cuti ini diberikan sebagai upaya memelihara kerukunan rumah tangga, berupa kesempatan berkumpul bersama ditempat ke diaman keluarga dalam jangka waktu dua hari atau 2 x 24 jam (diluar dalam waktu perjalanan).5 Bentuk asimilasi keluar lainnya adalah bekerja pada pihak ketiga, baik instansi pemerintah atau swasta, bekerja mandiri, misalnya menjadi tukang cukur, bengkel, tukang memperbaiki radio, mengikuti pendidikan dan latihan ketrampilan di luar Lembaga Pemasyarakatan, kerja bakti bersama masyarakat, berolah raga bersama masyarakat. Namun, berdasarkan hasil wawancara penulis Dengan Kasi Binadik Lapas Kelas II A Batam, saat ini asimilasi yang dilaksanakan oleh Lapas Kelas II A Batam baru sebatas asimilasi ke dalam. Hal ini disebabkan masih kurangnya profesionalitas petugas Lapas Kelas II A Batam dan masih kurangnya sarana pendukung sehingga bila dilaksanakan dikhawatirkan akan meresahkan masyarakat sekitar karena seringkali Anak melakukan perbutan-perbuatan yang menyimpang. Selain itu asimilasi tanpa disertai petugas yang professional dan sarana yang memadai dapat memberi peluang kaburnya Anak. Namun, Lapas Kelas II A Batam dalam melakukan asimilasi di dalam Lapas dalam pembinaan anak telah bekerjasama dengan Yayasan Embun Pelangi Batam, Yayasan Setara Kita, Yayasan Kapur Sirih Nusantara. b. Proses Pemulihan Mentalitas Anak di Masyarakat Persoalan besar yang dihadapi mantan anak-anak Didik Pemasyarakatan di Lapas antara lain adalah ketidakmenentuan masa depan. Cukup banyak rintangan yang harus mereka hadapi setelah selesai menjalani pembinaan selama masa hukuman. Banyak di antara mereka yang lebih jauh tersingkir dari “dunianya”, frustasi bahkan kembali terjebak pada masalah perilaku dan hukum yang akan menyeretnya kembali pada tindak kriminal.Sehubungan dengan itu, dalam rangka optimalisasi intervensi sosial terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai masyarakat dan keluarga anak yang telah keluar dari Lapas.
5
Petrus Irwan Pandjaitan dan Wiwik Sri Widiarty, Pembaharuan Pemikiran Sahardjo mengenai Pemasyarakatan Narapidana, Jakarta : IHC, 2008, Hal : 40 - 41
100
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Selain karena stigma negatif masyarakat atas mereka, persoalan utama sebenarnya terletak pada ketidaksiapan keluarga, masyarakat serta lembagalembaga sosial kemasyarakatan yang ada untuk menerima dan mengayomi mereka. Dengan kata lain pranata-pranata tersebut tidak siap atau tidak mampu untuk menjalani keberfungsian sosial mereka setelah anak itu keluar dari Lapas. Persoalan lain, adalah kenyatan bahwa anak-anak mantan Lapas itu yang memang belum siap untuk menyatu dengan lingkungan keluarga dan masyarakat. Tak heran jika anak-anak itu pun tidak lagi memiliki kesempatan apalagi kemampuan untuk menampilkan keberfungsian sosial mereka secara wajar, karena sebagaimana alasan awal keterlibatan hukum mereka tak memperoleh pemenuhan dan pengayoman atas hak-hak mereka sebagai seorang anak. Reintegrasi adalah proses yang dilakukan pekerja sosial kepada masyarakat, agar masyarakat tidak memberikan stigma kepada anak. Tindakan ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan penyadaran pada masyarakat tentang perlunya menerima kembali anak yang pernah berhadapan dengan hukum. Selain kegiatan pemahaman dan penyadaran, pekerja sosial melakukan advokasi sosial kepada masyarakat tentang perlunya menangani sendiri apabila menemukan salah satu anggota masyarakat yang berperilaku melanggar norma-norma sosial. Secara tidak langsung proses reintegrasi telah memberikan pelajaran bagi masyarakat untuk menangani anak berkonflik hukum. Pendekatan ini merupakan pendekatan alternatif untuk melembagakan anak. Hal ini merupakan suatu usaha mengatasi masalah yang dimulai dari keluarga dan masyarakat. Masyarakat dan LSM bersama- sama mengawasi dan menangani pada tingkat praktis. Sedangkan masyarakat dunia usaha diharapkan menerima kembali untuk bekerja maupun bermitra dengan anak-anak yang punya keinginan untuk keluar dari permasalahan ini. Karena tanpa penerimaan secara wajar terhadap mereka maka akan membentu komunitas baru yang mereka saling mengerti. D. Kesimpulan 1. Penerapan Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak Dalam Upaya Pembinaan Anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam sudah diterapkan dengan baik oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam sesuai dengan Sistem Peradilan Anak, terbukti dari indikator keberhasilan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam melakukan pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dimana tujuan dari Sistem Pemasyarakatan adalah yang pertama, meningkatkan kualitas Anak Didik Pemasyarakatan terlihat
101
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 dengan adanya program-program pembinaan yang melindungi hak-hak anak dalam bidang pendidikan, kerohanian, kemandirian, olahraga rekreasi dan kesehatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam. Kedua, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana dilihat dari tingkat residivis anak hanya sebesar 0,01 %. Dan ketiga, dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab adalah terbukti dengan adanya program asimilasi dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam; 2. Proses Pemulihan Mentalitas Anak yang dilakukan pertama, oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam adalah dengan mengoptimalisasikan program asimilasi. Hanya saat ini asimilasi yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam baru sebatas asimilasi ke dalam karena masih kurangnya profesionalitas petugas dan masih kurangnya sarana pendukung sehingga bila dilaksanakan dikhawatirkan akan meresahkan masyarakat sekitar karena seringkali Anak ingin kabur saat kegiatan. Kegiatan Asimilasi ke dalam bentuknya berupa kunjungan dari keluarga maupun masyarakat karena sebagai salah satu cara memperkenalkan narapidana ke masyarakat, diharapkan manfaatnya bagi narapidana, masyarakat maupun anggota keluarganya. Kedua, dilakukan oleh masyarakat, berdasarkan hasil penelitian di LAPAS Kelas II A Batam saat ini masyarakat kurang peduli terhadap pembinaan-pembinaan di Lapas terbukti dengan kurangnya kunjungan atau sosialisasi dari pihak masyarakat luar ke dalam, oleh karena itu untuk mengoptimalisasikan intervensi sosial ke dalam Lapas khususnya untuk anak, pihak Lapas sendiri yang harus mengundang atau menjalin kerjasama dengan pihak luar untuk melaksanakan program-program pembinaan di Lapas. maka dalam rangka optimalisasi intervensi sosial terhadap anak yang telah keluar dari Lapas.
Daftar Pustaka BUKU A. Josias dan Simon R-Thomas Sunaryo, “Studi Kebudayaan Lembaga Pemasyarakatan Di Indonesia “. Bandung :Lubuk Agung, 2010 Adi Sujatno, Pencerahan Di Balik Penjara dari sangkar menuju sanggar untuk menjadi mandiri, Jakarta : Teraju, 2008
102
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Adi, Rukminto, Isbandi. Pemberdayaan, pengembangan masyarakat dan intervensi komunitas (Pengantar pada pemikiran dan pendekatan praktis), Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. 2001. Darwan Print, Hukum Anak Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2003. Hadi Supeno, ”Kriminalisai Anak”, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2010. Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. 2010. Romli Atmasasmita, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja (Selanjutnya disebut dengan Romli I), Bandung: Armico, 1983. Widodo, “Prisonisasi Anak nakal fenomena dan penanggulangannya”. Yogyakarta: Aswaja Preesindo, 2012 INTERNET Universitas Udayana. “Metodologi Penelitian”, http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-141-1791400890bab%20iii.pdf, diakses pada 3 Oktober 2015. Subur Tjahjono, Identifikasi Hukum Progresif Di Indonesia, Serial Online Juli 30, 2011, Sistem Pemasyarakatan, https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem, diakses pada 22 Desember 2015 Hari Harajanto, “Intervensi Sosial Bagi Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Melalui Pendekatan Reintegrasi”, https://rumahkita2010.wordpress.com/2010/03/08/anakyang-berkonflikdengan-hukum/, diakses pada 12 Januari 2016. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945; Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; Indonesia. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak; Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak
103