JST Kesehatan, Januari 2012, Vol.2 No.1 : 36 – 47
ISSN 2252-5416
PENGARUH PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI SUNTIKAN DMPA TERHADAP KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL Effect of DMPA Contraceptive Method of Sexual Dysfunction Agustina Ningsi1, Arifin Seweng2, Ridwan Amiruddin3 1
Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar, Jurusan Kebidanan Bagian Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar 3 Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Hasanuddin, Makassar 2
ABSTRAK Disfungsi seksual pada wanita merupakan masalah kesehatan reproduksi yang penting karena berhubungan dengan kelangsungan fungsi reproduksi seorang wanita dan berpengaruh besar terhadap keharmonisan hubungan suami-isteri. Data Epidemiologi di Amerika Serikat melaporkan insiden disfungsi seksual pada wanita adalah 43%, dengan keluhan gangguan hasrat seksual 10 46%, gangguan rangsang seksual 4 – 7 %, gangguan orgasme 5 – 42%, Nyeri 3 – 18% dan vaginismus 30%. Penggunaan metode kontrasepsi DMPA merupakan salah satu faktor risiko yang dapat memengaruhi kejadian disfungsi seksual pada penggunanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA terhadap kejadian disfungsi seksual.Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Responden adalah akseptor keluarga berencana yang memenuhi kriteria sampel. Besar sampel 220 dan penetapan sampel dengan cara quota sampling. Pengumpulan data primer melalui wawancara dengan pedoman kuesioner Female Sexual Function Index (FSFI). Analisis data dilakukan dengan uji chi- square dan metode regresi logistik.Hasil penelitian menunjukkan penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA memengaruhi kejadian disfungsi seksual akseptor (p=0,003 < 0,05, Wald = 8,883, OR = 0,391 L 0,211 – U 0,725), demikian halnya paritas memengaruhi kejadian disfungsi seksual (p= 0,002 < 0,05, Wald= 9,878, OR = 3,907 L 1,670 – U 9,139), dan umur merupakan factor yang paling memengaruhi kejadian disfungsi seksual (p= 0,000 < 0,05, Wald = 12,168, OR = 3,358 L 1,700 – U 6,633 ). Kata kunci: Disfungsi Seksual, DMPA, Kontrasepsi ABSTRACT Sexual dysfunction in women is animportant reproductive health issues as its relate tothe continuity of a woman's reproductive function and influence on the harmony of marriage. Epidemiologic data in the United States reported the incidents of sexual dysfunction in women is 43%, with complaints of sexual desire disorder 10-46%, disorders of sexual arousal disorder4-7%, orgasm disorder 5-42%, pain is3-18% and 30% vaginismus. Use of DMPA contraception method is one of the risk factors that may affect the incidence of sexual dysfunction in users.This study aims to determine the effect of contraceptive method use DMPA injections on the incidence of sexualdys function.Type of observational study is a descriptive cross sectional design. Respondents were family planning accept ors who meet the criteria ofthe sample. And determination of sample size 220 Proportion of samples by sampling. Primary data retrieval from an interview with the guidelines questionnaires Female Sexual Function Index(FSFI). Data analysis wasperformed with Chi Square test and logistic regression methods. The results showed the use of contraceptive methods DMPA injection accep tors affect the incidence of sexual dysfunction (p=0,003 < 0,05, Wald = 8,883, OR = 0,391 L 0, 211 – U 0,725), as well as a parity affect the incidence of sexual dysfunction (p= 0,002 < 0,05, Wald= 9,878, OR = 3,907 L 1,670 – U 9,139), and ageis the factor most affect the incidence of sexual dysfunction (p= 0,000 < 0,05, Wald = 12,168, OR = 3,358 L 1,700 – U 6,633 ). Keywords: Sexual Disfunction,DMPA,Contraception
36
ISSN 2252-5416
Disfungsi Seksual, DMPA, Kontrasepsi
muda yang memulai kehidupan seksual mereka, yang secara teratur menggunakan kontrasepsi hormonal selama bertahun-tahun. Wanita – wanita tersebut di suguhi pengobatan yang dapat menghilangkan kekhawatiran untuk hamilnamun mereka tidak di beri informasi penting mengenai efek seksual yang merugikan yang mungkin terjadi. Di Indonesia kontrasepsi hormonal sangat popular terutama jenis suntikan sangat tinggi jumlah pengguna. Dilaporkan sampai tahun 2006,penggunaan kontrasepsi DMPA sebesar 12 juta dari 100 juta pengguna di dunia.(Wilopo AS,2006)Data propinsi Sulawesi Selatan tahun 2010, Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) untuk menjadi peserta KB baru di tetapkan sebanyak 312.813 pasangan, sedangkan di tahun 2009 sebesar 286.622 pasangan,maka terjadi peningkatan sebesar 26,191 pasangan atau 9,1 %.Hingga November 2010 sudah melebihi target dengan jumlah akseptor KB Suntik alat kontrasepsi sebesar 130,256 akseptor (BKKBN 2010). Di wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi data yang diperoleh dari laporan danbuku regiter Keluarga Berencana menunjukkan sampai tahun 2011 dari 2.154 PUS yang menjadi akseptor KB aktif 1.206 orang, yang terdiri dari, suntik DMPA 555 orang(46,30%), suntikan cyclofem 298 ( 24,70%), pil 184 orang (15,20%), implant 141 orang (11,65%), IUD 26 orang(2,15%). (Klinik KB Puskesmas Kassi-Kassi, 2011) Mengingat jumlah akseptor kontrasepsi suntikan semakin meningkat, maka perlu di waspadai dan antisipasi kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Efek samping antara lain, gangguan haid seperti (siklus memendek atau memanjang, perdarahan spooting, tidak haid sama sekali), penambahan berat badan, begitu juga pada penggunaan jangka panjang terjadi perubahan pada lipid serum, penurunan densitas tulang, gangguan emosi, sakit kepala, nervositas, jerawat dan juga dapat
PENDAHULUAN Kontrasepsi suntikan Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) merupakan salah satu kontrasepsi hormonal yang pemakaiannya luas dan meningkat dari waktu ke waktu. Menurut WHO, dewasa ini hampir 380 juta pasangan menjalankan keluarga berencana dan 66 – 75 juta diantaranya, terutama di Negara berkembang, menggunakan kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal yang di gunakan untuk mencegah terjadi kehamilan dapat memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap berbagai organ tubuh wanita, baik organ genitalia maupun non genitalia (Baziad, 2008).Penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA dalam waktu yang lama akan menyebabkan disfungsi seksual berupa penurunan libido (Saroha, 2008).Masalah seksual, tanpa melihat faktor usia, dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas hidup dan kesehatan emosi. Disfungsi seksual pada wanita adalah penyakit yang umum, di mana dua dari lima wanita memiliki setidaknya satu jenis disfungsi seksual, dan keluhan yang paling banyak terjadi adalah rendahnya gairah seksual / Libido (Michael A, 2007) Penelitian oleh Samantha pada tahun 1980 – 2003 dengan studinya terhadap 100 wanita pasca penanganan kanker rectum pada Rumah Sakit Mount Sinai Kanada, mendapatkan bahwa gangguan fungsi seksual yang dialami wanita pasca penanganan kanker rectum yaitu penurunan libido 41%, kurangnya rangsangan seksual 29%, kurangnya lubrikasi 56%, dan dispareunia 46%. Penelitian lain yang dilaksanakan oleh Angga (2010) di Kelurahan Jati Jakarta Timur, menjelaskan bahwa 15,2% dari 33 wanita pengantin baru yang menjadi responden, mengalami disfungsi seksual berupa kurangnya dorongan seksual dan rasa nyeri saat berhubungan.Kontrasepsi hormonal sebagai salah satu kemungkinan penyebab disfungsi seksual mulai banyak dibahas. Menurut Goldstein (2007), ada ratusan juta wanita 37
Agustina Ningsi
ISSN 2252-5416
menimbulkan kekeringan pada vagina dan menurunkan libido (Saifuddin, 2006). Penurunan keinginan seksual (libido) pada akseptor KB suntik DMPA meskipun jarang terjadi dan tidak dialami pada semua wanita tetapi pada pemakaian jangka panjang dapat timbul karena faktor perubahan hormonal, sehingga terjadi pengeringan pada vagina yang menyebabkan nyeri saat bersenggama dan pada akhirnya menurunkan keinginan/gairah seksual. Keadaan ini merupakan keluhan umum yang disampaikan 1 diantara 10 – 100 akseptor pengguna DMPA. (David D, 2011). Mary A et. All (2008) menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan penggunaan DMPA tehadap penurunan keinginan seksual pada tiga bulan periode penggunaannya.Melihat kondisi di mana masih kurangnya penelitian tentang efek DMPA terhadap fungsi seksual penggunanya yang menyebabkan pencegahan dan penanganan masalah ini menjadi terabaikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA terhadap disfungsi seksual di Kota Makassar, dengan menetapkan tempat penelitian di Kecamatan Rappocini dalam wilayah kerja Puskesmas Kassi-Kassi yang dinilai representative dengan jumlah akseptor KB yang termasuk besar di Kota Makassar.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruhpenggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA terhadap kejadian disfungsi seksual.
bersamaan “pada saat yang sama”, yang berarti setiap sunyek dari variable diobservasi satu kali saja menurut keadaan atau status waktu diobservasi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur akseptor, paritas, dan lama pemakaian kontrasepsi. Sedangkan variabel dependen adalah disfungsi seksual . Selanjutnya dilakukan analisis mengenai pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kassi-Kassi Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. Populasi dan Teknik Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua akseptor Keluarga Berencana yang berada dalam wilayah kerja dan dilayani di Puskesmas KassiKassi sekitar 2154 Pasangan Usia Subur dengan 1696 (78,75%) Peserta KB aktif, dimana 561 (33,07%) adalah akseptor KB DMPA.Sampel dalam penelitian ini adalah akseptor suntikan DMPA dan non DMPA yang terpilih menjadi anggota sampel yang berada dalam wilayah kerja dan dilayani di puskesmas Kassi-Kassi Kecamatan Rappocini Kota Makassar tahun 2012 Analisis Data Pengolahan tersebut dengan cara rekapitulasi setiap jawaban dari responden dengan bantuan paket program SPSS. Analisis ini menghasilkan distribusi dan persentase dari masingmasing variabel. Untuk mendeskripsikan semua variabel penelitian, baik variabel bebas maupun variabel terikat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi. Analisis Bivariat pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu uji Mann-Whitney dan uji KruskalWallis.Analisis Multivariat dengan menggunakan Regresi Linear, untuk menilai variabel independen yang paling
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study dengan melakukan observasi pada responden akseptor KB suntikan Depot Medroxy Progesterone Acetate (DMPA). Desain ini dimaksudkan untuk mempelajari dinamika pengaruh dari variabel yang termuat dalam penelitian. Pengukuran factor risiko dan efek dilakukan 38
ISSN 2252-5416
Disfungsi Seksual, DMPA, Kontrasepsi
berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu penggunaan suntikan DMPA, umur, paritas, lama pemakaian DMPA dan kontrasepsi yang digunakan sebelumnya terhadap disfungsi seksual.
pengaruh yang signifikan pada penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA terhadap terjadinya disfungsi seksual pada akseptor dibandingkan penggunaan kontrasepsi lain. Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa berdasarkan total skor FSFI penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA berpengaruh singnifikan terhadap disfungsi seksual akseptor. Hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan nilai p (0,000) < 0,05 nilai mean (21,246) < 23, standar deviasi 5,205, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA dibandingkan penggunaan kontrasepsi lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Akseptor KB di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2012 Hasil penelitian pada akseptor KB berdasarkan karakteristik umur responden didapatkan bahwa distribusi responden terbanyak pada kelompok umur 20-35 tahun yakni sebesar 71,82%. Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) yaitu sebanyak 50,00%. Distribusi responden berdasarkan metode kontrasepsi yang digunakan adalah sebanyak 50% adalah pengguna metode kontrasepsi Suntikan DMPA. Metode kontrasepsi yang digunakan sebelumnya oleh responden, terbanyak adalah metode kontrasepsi suntikan DMPA yaitu 51,40%. Lama penggunaan metode kontrasepsi DMPA oleh responden yang paling tinggi adalah ≥ 24 bulan sebesar 57,28%. Distribusi responden berdasarkan paritas (jumlah anak) tertinggi pada paritas 2 yaitu sebesar 84%.
Analisis Pengaruh Variabel Moderator Terhadap Disfungsi Seksual Umur Umur berpengaruh terhadap terjadinya disfungsi seksual pada akseptor KB. Pengaruh akan lebih besar seiring bertambahnya umur akseptor KB.Hasil uji statistik Kruskal-Wallis untuk aspek penilaian disfungsi seksual berdasarkan Female Sexual Function Index (FSFI) yaitu Kepuasan Seksual dengan nilai p (0,000) < 0,05, Rangsangan Seksual dengan nilai p (0,000) < 0,05, Lubrikasi dengan nilai p (0,000) < 0,05, Orgasme dengan nilai p (0,000) < 0,05, Kepuasan dengan nilai p (0,000) < 0,05 dan Nyeri dengan nilai p (0,000) < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan umur akseptor terhadap terjadinya disfungsi seksual.Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan total skor FSFI , umur berpengaruh singnifikan terhadap disfungsi seksual pada akseptor KB.Hasil uji statistik Kruskal Wallis menunjukkan bahwa umur ≥ 35 tahun lebih mempengaruhi terjadinya disfungsi seksual dengan nilai mean (18,112) < 23, standar deviasi 5,456 dengan nilai p (0,000) < 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan umur terhadap disfungsi seksual, terjadi seiring bertambahnya umur akseptor.
Analisis Pengaruh Penggunaan Metode Kontrasepsi Suntikan DMPA Terhadap Disfungsi Seksual Penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA lebih mempengaruhi terjadinya disfungsi seksual dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi lain.Hasil uji statistik Mann-Whitney untuk aspek penilaian disfungsi seksual berdasarkan Female Sexual Function Index (FSFI) yaitu Kepuasan Seksual dengan nilai p (0,000) < 0,05, Rangsangan Seksual dengan nilai p (0,000) < 0,05, Lubrikasi dengan nilai p (0,000) < 0,05, Orgasme dengan nilai p (0,000) < 0,05, Kepuasan dengan nilai p (0,007) < 0,05 dan Nyeri dengan nilai p (0,000) < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat 39
Agustina Ningsi
ISSN 2252-5416
penggunaan kontrasepsi DMPA sebelumnya terhadap terjadinya disfungsi seksual pada akseptor dibandingkan penggunaan kontrasepsi lainnya. Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa berdasarkan total skor FSFI, penggunaan kontrasepsi DMPA sebelumnya berpengaruh singnifikan terhadap disfungsi seksual akseptor KB. Hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan nilai p (0,000) < 0,05 nilai mean (21,350) < 23, standar deviasi 5,815, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan kontrasepsi DMPA sebelumnya terhadap kejadian disfungsi seksual dibandingkan penggunaan kontrasepsi lainnya.
Kontrasepsi Yang digunakan sebelumnya Penggunaan kontrasepsi DMPA sebelumnya lebih berpengaruh terhadap disfungsi seksual akseptor KB dibandingkan penggunaan kontrasepsi lainnya.Hasil uji statistik Mann-Whitney untuk aspek penilaian disfungsi seksual berdasarkan Female Sexual Function Index (FSFI) yaitu Kepuasan Seksual dengan nilai p (0,000) < 0,05, Rangsangan Seksual dengan nilai p (0,002) < 0,05, Lubrikasi dengan nilai p (0,008) < 0,05, Orgasme dengan nilai p (0,000) < 0,05, Kepuasan dengan nilai p (0,005) < 0,05 dan Nyeri dengan nilai p (0,000) < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan
Tabel 1. Distribusi Responden Disfungsi Seksual Berdasarkan Total Skor FSFI dan besar pengaruh Kontrasepsi yang digunakan di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2012 Kontrasepsi yang digunakan DMPA
Total Skor FSFI n
mean
SD
110
21,246
5,205
Nilai- p
0,000 Non-DMPA
110
24,399
5,277
Sumber : Data Primer
Tabel 2. Distribusi Responden Disfungsi Seksual Berdasarkan Total Skor FSFI dan Besar Pengaruh Umur di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2012 Kelompok Umur (tahun)
Total Skor FSFI n
mean
SD
6
25,917
4,252
20 -35
158
24,375
4,463
>35
56
18,112
5,456
<20
Nilai- p
0,000
Sumber : Data Primer
40
ISSN 2252-5416
Disfungsi Seksual, DMPA, Kontrasepsi
Tabel 3. Distribusi Responden Disfungsi Seksual Berdasarkan Total Skor FSFI dan Besar Pengaruh Kontrasepsi Yang Digunakan Sebelumnya Di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2012 Kontrasepsi yang digunakan
Total Skor FSFI n
mean
SD
DMPA
113
21,350
5,815
Non-DMPA
107
24,379
4,600
Nilai- p
0,000
Sumber : Data Primer
Lama Pemakaian DMPA Pemakaian DMPA ≥ 24 bulan lebih berpengaruh terhadap disfungsi seksual akseptor KB dibandingkan pemakaian < 24 bulan.Hasil uji statistik Mann-Whitney untuk aspek penilaian disfungsi seksual berdasarkan Female Sexual Function Index (FSFI) yaitu Keinginan Seksual (desire) dengan nilai p (0,011) < 0,05, Rangsangan Seksual (arousal) dengan nilai p (0,008) <0,05, Lubrikasi dengan nilai p (0,119) > 0,05, Orgasme dengan nilai p (0,095) > 0,05, Kepuasan dengan nilai p (0,044) < 0,05 dan Nyeri dengan nilai p (0,039) < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan pemakaian DMPA ≥ 24 bulan terhadap terjadinya disfungsi seksual pada aspek keinginan seksual, rangsangan seksual, kepuasan dan nyeri pada akseptor KB. Sedangkan aspek lubrikasi dan orgasme tidak dipengaruhi oleh lama pemakaian DMPA. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa berdasarkan total skor FSFI, pemakaian DMPA ≥ 24 bulan berpengaruh singnifikan terhadap disfungsi seksual akseptor KB. Hasil uji statistik MannWhitney menunjukkan nilai p (0,021) < 0,05 nilai mean (20,230) < 23, standar deviasi 5,247, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan pemakaian DMPA ≥ 24 bulan terhadap kejadian disfungsi seksual dibandingkan pemakaian < 24 bulan.
Paritas Multipara lebih berpengaruh terhadap disfungsi seksual akseptor KB dibandingkan primipara.Hasil uji statistik Mann-Whitney untuk aspek penilaian disfungsi seksual berdasarkan Female Sexual Function Index (FSFI) yaitu Keinginan Seksual (desire) dengan nilai p (0,000) < 0,05, Rangsangan Seksual (arousal) dengan nilai p (0,000) < 0,05, Lubrikasi dengan nilai p (0,000) < 0,05, Orgasme dengan nilai p (0,001) < 0,05, Kepuasan dengan nilai p (0,000) < 0,05 dan Nyeri dengan nilai p (0,000) < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan multiparitas terhadap terjadinya disfungsi seksual pada akseptor KB dibandingkan primipara.Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa berdasarkan total skor FSFI, multiparitas berpengaruh singnifikan terhadap disfungsi seksual akseptor KB. Hasil uji statistik MannWhitney menunjukkan nilai p (0,000) < 0,05 nilai mean (21,844) < 23, standar deviasi 5,331, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan multiparitas terhadap kejadian disfungsi seksual dibandingkan pada primipara. Analisis Pengaruh Variabel Dominan Terhadap Disfungsi Seksual Analisis Multivariat dengan menggunakan Regresi Linear, untuk menilai variabel independen dan variabel 41
Agustina Ningsi
ISSN 2252-5416
moderator yang paling berpengaruh terhadap veriabel dependen yaitu penggunaan suntikan DMPA, umur, paritas, kontrasepsi yang digunakan sebelumnya dan lama pemakaian DMPA terhadap disfungsi seksual.Dilakukan analisis regresi linear dengan metode backward, yaitu memasukkan semua variabel independen ke dalam model, tetapi kemudian satu persatu variabel independent dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria kemaknaan statistik tertentu. Variabel yang dapat masuk dalam model regresi linear adalah variabel yang mempunyai nilai p-Value < 0,05. Berdasarkan hasil analisis regresi linear pada Tabel 6, menunjukkan bahwa semua variabel memiliki hubungan Tabel 4.
bermakna secara statistik. Dari hasil analisis tersebut makaditetapkan bahwa kontrasepsi yang digunakan, Umur dan kontrasepsi yang digunakan sebelumnya mempengaruhi kejadian disfungsi seksual.Hal ini dapat dilihat dari nilai statistik yang mempunyai nilai signifikan value lebih kecil dari 0,05. Dari hasil nilai statistik di dapatkan bahwa secara berurut faktor kontrasepsi yang digunakan (p= 0,006), kontrasepsi yang digunakan sebelumnya (0,001), dan umur (p= 0,000) merupakan faktor paling dominan mempengaruhi kejadian disfungsi seksual.Hal ini berarti faktor penggunaan kontrasepsi DMPA sebagai faktor independen tidak dapat berdiri sendiri dalam memengaruhi kejadian disfungsi seksual.
Distribusi Responden Disfungsi Seksual Berdasarkan Total Skor FSFI dan Besar Pengaruh Lama Penggunaan DMPA di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2012
Lama Pemakaian DMPA <24 bulan
n 47
mean 2,609
SD 4,876
≥24 bulan
63
20,230
5,247
Total Skor FSFI Nilai- p 0,021
Sumber : Data Primer
Tabel 5. Distribusi Responden Disfungsi Seksual Berdasarkan Total Skor FSFI dan Besar Pengaruh Paritas Di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar Tahun 2012 Lama Pemakaian DMPA
n
mean
SD
Primipara
54
25,831
4,753
Total Skor FSFI Nilai- p
0,000 Multipara
166
21,844
Sumber : Data Primer
42
5,331
ISSN 2252-5416
Disfungsi Seksual, DMPA, Kontrasepsi
Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Linear Variabel
p
Kontrasepsi yang digunakan.
0.006
Umur
0.000
Kontrasepsi sebelumnya
0.001
hormone estrogen. Menurunnya kadar estradiol serum erat hubungannya dengan perubahan mood dan berkurangnya keinginan seksual penggunanya. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan fungsi seksual akibat penggunaan kontrasepsi hormonal DMPA adalah dengan merekomendasikan metode kontrasepsi non-hormonal untuk mengembalikan siklus alami hormon estrogen dan progesteron yang berperan dalam fungsi seksual wanita. Pada pemberian dosis tunggal 150mg DMPA secara Intramuskular, apabila diukur berdasarkan prosedur esktraksi RIA (radioimmunoassay), didapatkan peningkatan selama 3 minggu untuk mencapai puncak plasmakonsentrasi 1 sampai 7 ng/ml serum level. Kemudian menurun secara eksponensial sampai tidak terdeteksi (<100 pg/ml) antara 120 sampai 200 hari(Pharmacia dalam Renardy , 2008)
Analisis Pengaruh Penggunaan Suntikan DMPA Terhadap Kejadian Disfungsi Seksual Suntikan DMPA hanya berisi hormon progesteron yang memiliki efek utama yaitu mencegah ovulasi dengan kadar progestin yang tinggi akan menghambat lonjakan LH (Lutenizing Hormone) secara efektif. Hal ini lambat laun akan menyebabkan gangguan fungsi seksual berupa penurunan libido dan potensi seksual lainnya. Terjadi pada 1 – 5 % akseptor yang mengeluhkan penurunan libido dan kemampuan orgasme.(Yunardi 2009).Berdasarkan analisis Bivariat dalam penelitian ini didapatkan bahwa kejadian disfungsi seksual lebih dipengaruhi oleh penggunaan metode kontrasepsi suntik DMPA dibandingkan penggunaan metode kontrasepsi non-DMPA ( p 0,000 < 0,05 – mean 21,246 – SD 5,205 ). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan suntikan DMPA berpengaruh signifikan terhadap disfungsi seksual dibandingkan pengguna kontrasepsi non – DMPA.Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Fraser dan Dennerstein (1994) dengan penelitian retrosfeksif dari 363 wanita yang menggunakan DMPA di Australia melaporkan terjadinya kesulitan seksual berupa keluhan hilangnya minat, vagina kering, dispareunia. Keluhan ini diungkapkan oleh 43% wanita yang menjadi responden.Mekanisme kerja suntikan DMPA yang merupakan longacting progestational steroid (progesterone) menekan produksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) sehingga menghambat peningkatan kadar
Analisis Pengaruh Umur Akseptor Terhadap Kejadian Disfungsi Seksual. Umur berhubungan dengan penurunan progresif fungsi fisik dan kognitif manusia. Pengaruh umur sangat tergantung pada perubahan system endokrin yang diatur oleh system saraf pusat yang salah satunya akan mempengaruhi prilaku seksual.Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini didapatkan bahwa disfungsi seksual lebih dipengaruhi oleh umur akseptor ≥ 35 tahun dibandingkan umur yang lebih muda, dimana hasil uji statistik Kruskal Wallis menunjukkan nilai p(0,000) < 0,05 – mean 18,112 – SD 5,456) Hal ini
43
Agustina Ningsi
ISSN 2252-5416
berarti terdapat pengaruh yang signifikan umur akseptor KB terhadap disfungsi seksual.Penelitian cross sectional yang dilaksanakan oleh Renardy tahun 2008, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kadar estradiol serum pada pengguna suntikan DMPA pada kelompok umur dibawah 30 tahun yaitu 90,46 ± 37,73 lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengguna DMPA pada kelompok umur diatas 30 tahun yaitu 50,98 ± 21,19, dimana responden yang diteliti adalah pengguna suntikan DMPA 1 – 5 tahun. Hal ini berarti umur berpengaruh terhadap penurunan kadar estradiol serum yang merupakan pemicu perubahan perilaku seksual. Hasil kajian Morley (2005) terhadap 1.749 wanita berusia diantara 18 dan 59 tahun menunjukkan bahwa 43% wanita mengalami disfungsi seksual. Hasil kajian menunjukkan bahwa wanita akan cenderung mengalami penurunan fungsi seksual akibat bertambahnya umur.Hal yang perlu menjadi perhatian dalam memberikan informasi tentang metode kontrasepsi suntikan DMPA adalah umur saat akseptor akan menggunakan metode ini. Walaupun masih direkomendasikan pada wanita umur di atas 35 tahun namun perlu dijelaskan bahwa pemakaian yang lama (>24 bulan) akan mempengaruhi siklus alamiah hormon yang berdampak pada fungsi seksual dan sistem reproduksi dan penggunaan metode suntikan DMPA maupun metode kontrasepsi hormonal lainnya sebaiknya dihentikan pada masa perimenopause atau sekitar umur 45 tahun pada wanita Indonesia.(Saroha, 2009).
– SD 5,815. Di mana kelompok pengguna suntikan DMPA sebanyak 113 ( 51,40%) dan pengguna non-DMPA 107 (49,60%). Mekanisme kontrasepsi progesteron tergantung aktifitas dan dosis progesteron. Suntikan DMPA memiliki durasi kerja yang panjang dan diabsorbsi secara lambat melalui tempat penyuntikan. Puncak konsentrasi MPA serum dari 1 – 7 ng/ml dicapai pada minggu ke tiga setelah penyuntikan. Kadar MPA akan menurun secara eksponen sampai kemudian tidak terdeteksi lagi antara 120 – 200 hari setelah penyuntikan untuk 150mg sediaan DMPA (1 siklus penyuntikan). Hal ini berarti pada penggunaan suntikan DMPA akan memberikan dampak terhadap rendahnya estradiol serum seiring lama pemakaian. Tujuh puluh persen bekas pemakai DMPA yang menginginkan kehamilan akan mengalami kesuburan setelah 1 – 2 tahun setelah berhenti menggunakan suntikan DMPA.Wu Lei Zhen, dkk (1999) meneliti pada 44 wanita pengguna metode kontrasepsi suntikan DMPA , didapatkan kadar ratarata estradiol serum pada wanita yang menggunakan 4 sampai 8 kali adalah 150,5 pmol/l, pada 24 wanita yang menggunakan diatas 8 kali kadar rata-rata estradiol 137,6 pmol/l. Hal ini berarti penggunaan DMPA berpengaruh terhadap rendahnya kadar estradiol serum yang berperan dalam fungsi seksual wanita. Analisis Pengaruh Lama Penggunaan DMPA Terhadap Kejadian Disfungsi Seksual Metode kontrasepsi suntikan DMPA merupakan metode kontrasepsi efektif terpilih (MKET), yang berarti digunakan oleh lebih banyak akseptor KB jika dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya. Hal ini karena efektifitas yang dimiliki DMPA yaitu kurang dari 1 per 100 wanita akan mengalami kehamilan dalam satu tahun penggunaan. Dengan penggunaan suntikan DMPA yang luas, perlu adanya
Analisis Pengaruh Penggunaan Kontrasepsi Sebelumnya Terhadap Kejadian Disfungsi Seksual Hasil analisis Bivariat pada penelitian ini didapatkan bahwa riwayat penggunaan suntikan DMPA sebelumnya berpengaruh siginifikan terhadap kejadian disfungsi seksual pada akseptor KB dengan nilai p (0,000) – mean 21,350 44
ISSN 2252-5416
Disfungsi Seksual, DMPA, Kontrasepsi
perhatian bahwa penggunaan jangka panjang akan mempengaruhi kadar estradiol serum sehingga dapat lebih rendah ataupun dalam kisaran kadar pada fase folikuler dini. Hasil analisis Bivariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan suntikan DMPA ≥ 24 bulan berpengaruh signifikan terhadap kejadian disfungsi seksual pada akseptor pengguna DMPA dengan nilai p (0,021) < 0,05 – mean 21,246 < 23 – SD 5,205. Dimana kelompok pengguna suntikan DMPA ≥ 24 bulan sebesar 63 (57,28%) dan kelompok pengguna suntikan DMPA < 24 bulan sebesar 47 (42,72%).Pemakaian DMPA diatas dua tahun berisiko besar terhadap dampak dari rendahnya kadar estradiol serum yang dapat berupa kehilangan massa tulang, amenoroe berkepanjangan dan disfungsi seksual seperti rendahnya hasrat seksual sehingga mempengaruhi kehidupan seksual seseorang.Hal ini sejalan dengan penelitian Wu Lei Zhen, dkk (1999) yang meneliti pada 44 wanita pengguna DMPA, didapatkan kadar estradiol serum pada 20 wanita yang menggunakan 4 sampai 8 kali (12 sampai 24 bulan) adalah 150,5 pmol/l, pada 24 wanita yang menggunakan DMPA diatas 8 kali (>24 bulan) rerata kadar estradiol 137,6 pmol/l.
menimbulakan penolakan seksual karena ketakutan dalam mengulangi traumatic yang terjadi. Tubuh pun berubah, yang menyebabkan terjadinya keraguan mengenai keaktifan seksual atau fisiknya. Hal ini dihubungkan dengan kerusakan dasar panggul selama persalinan, terutama persalinan yang pertama dan meningkat sampai 70% setelah persalinan di atas empat kali. (David, 2009) Penelitian yang dilakukan David (2009) mendapatkan bahwa kekuatan otot dasar panggul pada wanita dengan persalinan pervaginam lebih rendah (4,69 ± 0,912 mmHg) dibandingkan dengan wanita dengan persalinan section sesarea (9,41±0,969 mmHg). Yang berarti kerusakan dasar panggul lebih mungkin terjadi pada wanita dengan persalinan pervaginam. Pada wanita menyusui , kadar prolaktin yang tinggi akan mengurangi dorongan seksual dan kadar estrogen yang rendah berhubungan dengan keringnya vagina. Masalah seksual yang terjadi pasca melahirkan adalah hilangnya hasrat atau penghindaran seksual dan kedua berupa penurunan frekuensi aktifitas seksual karena perhatian yang lebih focus pada pengasuhan bayi terutama di malam hari. (Kayner et all 1983, Alder EM et all 1986). Penelitian tentang Metode Amonoroe Laktasi (MAL) yang dilakukan oleh Peres (1991), bahwa 56% wanita yang mengasuh bayinya secara penuh (menyusui eksklusif), tetap amenoroe dalam enam bulan dibandingkan pada kelompok control yang hanya sekitar 22%. Hal ini berarti pengaruh kadar prolaktin serum pada wanita menyusui mempengaruhi rendahnya kadar estrogen yang memicu terjadinya amenoroe.Penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA pada ibu pasca melahirkan sangat tinggi karena efektif untuk mengontrol kesuburan dan tidak mempengaruhi produksi serta kualitas ASI. Efek samping yang muncul hanya amenoroe akibat tingginya kadar prolaktin dan pengaruh progesterone
Analisis Pengaruh Paritas Terhadap Kejadian Disfungsi Seksual Hasil analisis Bivariat pada penelitian ini didapatkan bahwa paritas berpengaruh signifikan terhadap kejadian disfungsi pada akseptor KB dengan nilai (p 0,000 < 0,05 – mean 21,844 – SD 5,331) dimana multiparitas lebih mempengaruhi kejadian disfungsi seksual dibandingkan primipara.Frekuensi kehamilan dan persalinan erat hubugannya dengan seksualitas wanita. Beberapa penelitian menemukan hubungan episiotomy atau laserasi jalan lahir dengan keluhan dispareunia, yang dapat bertahan sampai enam bulan. (Hicks et all, 2004).Kehamilan atau pengalaman melahirkan dapat 45
Agustina Ningsi
ISSN 2252-5416
negative feedback yang menekan estrogen positif feedback yang mencegah ovulasi.
sekresi dari gonadotropin yang mencegah maturasi folikel primer di ovarium, mencegah ovulasi dan menyebabkan penipisan endometrium. Hal ini disebabkan menurunnya pulsasi GnRH sehingga mengurangi pelepasan FSH dan mencegah peningkatan kadar estrogen. Progesterone negative feedback dan kekurangan estrogen positif feedback menyebabkan rendahnya kadar estradiol serum. Bila hal ini berlangsung terus selama penggunaan DMPA, maka lambat laun penurunan estradiol serum akan bertahan pada fase folikuler yang berdampak antara lain terhadap penurunan keinginan seksual dan gangguan fungsi seksual lainnya. (Renardy 2008)
Analisis Pengaruh Penggunaan Suntikan DMPA dan dengan Variabel Moderator Umur dan Penggunaan Kontrasepsi Terhadap Kejadian Disfungsi Seksual Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA lebih berpengaruh terhadap kejadian disfungsi seksual pada akseptor dibandingkan pada penggunaan metode kontrasepsi lainnya (p=0,006 < 0,05). Kemudian riwayat penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA sebelumnya lebih besar mempengaruhi kejadian disfungsi seksual akseptornya dibandingkan dengan penggunaan metode kontrasepsi lain (p= 0,001 < 0,05). Sedangkan umur akseptor merupakan factor yang paling mempengaruhi kejadian disfungsi seksual (p=0,000 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa faktor penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA sebagai faktor independen tidak dapat berdiri sendiri dalam memengaruhi kejadian disfungsi seksual, dan apabila terjadi interaksi bersama-sama maka dapat meningkatkan risiko disfungsi seksual pada akseptor KB. Hal ini terkait dengan teori yang menyatakan bahwa umur berhubungan dengan penurunan secara progresif fungsi fisik dan kognitif manusia. Pengaruh umur sangat tergantung pada perubahan hormon yang diatur oleh system saraf pusat yang memengaruhi perilaku neural dinamik, kognitif, ritme biologis dan perilaku seksual. Pada pengukuran sinkronitas pengeluaran hormon, telah menunjukkan terjadi penurunan pola ritmis yang teratur pada pengeluaran hormon akibat pertambahan umur. (Veldhuis et all). Demikian halnya dengan penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA yang merupakan longacting progestational steroid (progesterone) bekerja menghambat
KESIMPULAN DAN SARAN Ada pengaruh penggunaan suntikan DMPA terhadap kejadian disfungsi seksual pada akseptor (p 0,000 < 0,05 – mean 21,246 < 23 – SD 5,205). Di mana penggunaan suntikan DMPA lebih mempengaruhi kejadian disfungsi seksual pada akseptor KB di bandingkan dengan penggunaan kontrasepsi nonDMPA.Ada pengaruh umur akseptor KB terhadap kejadian disfungsi seksual (p 0,000 < 0,05 – mean 18,112 < 23 – SD 5,456). Dimana umur akseptor > 35 tahun lebih mempengaruhi kejadian disfungsi seksual jika dibandingkan dengan umur akseptor yang lebih muda.Ada pengaruh penggunaan kontrasepsi sebelumnya terhadap kejadian disfungsi seksual akseptor KB (p 0,000 < 0,05 – mean 21,350 < 23 – SD 5,815). Dimana riwayat penggunaan suntikan DMPA sebelumnya lebih mempengaruhi kejadian disfungsi seksual dibandingkan riwayat penggunaan kontrasepsi nonDMPA.Ada pengaruh lama penggunaan kontrasepsi suntikan DMPA terhadap kejadian disfungsi seksual pada akseptor KB ( p 0,021 < 0,05 – mean 21,246 < 23 – SD 5,205). Dimana penggunaan suntikan DMPA > 24 bulan lebih mempengaruhi kejadian disfungsi seksual akseptor dibandingkan penggunaan < 24 46
ISSN 2252-5416
Disfungsi Seksual, DMPA, Kontrasepsi
bulan.Ada pengaruh paritas akseptor terhadap kejadian disfungsi seksual pada akseptor KB (p 0,000 < 0,05 – mean 21,844 < 23 – SD 5,331). Dimana jumlah anak yang lebih banyak (multiparitas) lebih mempengaruhi kejadian disfungsi seksual dibandingkan pada primipara.Kepada calon akseptor Keluarga Berencana agar datang dan mencari informasi yang sejelas-jelasnya sebelum menggunakan salah satu metode kontrasepsi. Kepada akseptor KB agar selalu mengidentifikasi perubahanperubahan fisik psikologis sehubungan penggunaan kontrasepsi dan segera mencari bantuan.Kepada pihak Puskesmas agar lebih memberikan perhatian yang serius terhadap program kesehatan reproduksi dengan menyediakan unit pelayanan kesehatan reproduksi di Puskesmas
Sexual Medicine, Wiley Online Library, Kayner CE.(1983).in Association of Reproductive Health Professional Sexual and Contraception. Breast Feeding and Sexual Response. J Farm Pract, Morley, JE. (2005).Androgen Levels in Adult Females: Change with Age, Menopause, and Oophorectomy, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. Renardy RR. (2008) Kadar Estrdiol Serum Pada Pemakaian KB DMPA 1 Tahun dan 3 Tahun. USU e-Repository. Saifuddin AB, (2003).Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, YBP-SP. Jakarta . Samantha K et all. (2005).Prevalence of Male and Female Sexual Dysfunction Is High Following Surgery for Rectal Cancer, Department of Surgery, Mount Sinai Hospital, University of Toronto, Canada Saroha P .(2009). Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Info Medika, Jakarta Wilopo SA. (2006).Perkembangan Teknologi Kontrasepsi Terkini: Implikasinya Pada Program KB dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia. FK UGM Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Angga JS dkk. (2010).Prevalensi Disfungsi Seksual Berdasarkan Female Sexual Function Index dan Persepsi Perempuan Pengantin Baru di Kelurahan Jati dan FaktorFaktor yang Berhubungan. FKM UI. Alder EM (1986)..in Association of Reproductive Health Professional Sexual and Contraception. Hormone, Mood and Sexuality in Lactating Women, Br J Psychiatry Baziad A. (2002). Kontrasepsi Hormonal.Edisi pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Jakarta. David D. Depo Provera (2012) (Medroxyprogesterone Acetate), netdoctor.co.uk, di akses 13 February 2012.
Wu Lei Zhen et all. (1999). Evaluation of Safety in Chinese Women with Amenorhoea Following Injection of Depot Medroxyprogesterone Acetate for Contraception. Shicuan Reproductive Health Institude, Chengdu. Yunardi dkk. (2009). Pengaruh Penyuntikan Dosis Minimal Depot Medroxyprogestereon Acetate (DMPA) Terhadap Berat Badan dan Kimia Darah Tikus Galur Sprague-Dawley. Departemen Biologi Kedokteran FK UI. Jakarta.
Fraser & Dennerstein (1994). DepoProvera use in Australian Metropolitan practice. Med J Aust. Goldstein I. (2007) Female Sexual Dysfunction and The Central Nervous System. The Journal of
47