JST Kesehatan, Januari 2012, Vol.2 No.1 : 27 – 35
ISSN 2252-5416
PERBANDINGAN EFEKTIFITAS TRAMADOL 0,5 mg/kgBB DENGAN PETIDIN 0,5 mg/kgBB DALAM PENCEGAHAN MENGGIGIL SETELAH ANESTESI SPINAL PADA TRANS URETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE Effectiveness Comparison Between Tramadol 0.5 mg/kgBW and Pethidine 0.5 mg/kgBW In Prevention of Shivering After Spinal Anaesthesia in Trans Urethral Resection of the Prostate Antonius Lino, Abd Wahab, A.Husni Tanra, Muh Ramli Ahmad Bagian Ilmu Anestesi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mencari alternatif pencegahan menggigil dengan efek samping yang minimal, menggunakan tramadol 0,5 mg/kgBB iv yang dibandingkan dengan petidin 0,5 mg/kgBB iv yang umum digunakan. Sampel sebanyak tiga puluh enam pasien ASA PS II yang menjalani TURP dan memenuhi kriteria inklusi secara random dibagi dalam dua kelompok, yaitu yang mendapat tramadol 0,5 mg/kgBB dan yang mendapat petidin 0,5 mg/kgBB yang diberikan 15 menit sebelum anestesi spinal. Anestesi spinal menggunakan bupivakain 0,5% sebanyak 10 mg. Kejadian dan derajat menggigil, efek samping, dan suhu membrane timpani dicatat. Data dianalisi menggunakan perangkat computer, diuji menggunakan independent sampel t test dan Mann whitney U dengan p <0,05 dinyatakan bermakna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik sampel pada kedua kelompok tidak ada perbedaan bermakna dalam hal umur, IMT, suhu kamar operasi, suhu PACU, ketinggian blok, jumlah cairan irigasi dan lama operasi. Kejadian dan derajat menggigil antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna, namun ada dua pada kelompok petidin yang mendapat rescue. Efek samping mual dan muntah tidak berbeda bermakna, ditemukan empat kejadian urtikaria pada kelompok petidin, hal ini bermakna secara statistic. Variasi suhu membrane timpani pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna. Kata kunci : tramadol, petidin, menggigil, efek samping, TURP ABSTRACT The research aimed at searching the alternative of the prevention of shivering with the minimal side effect, using tramadol 0.5 mg/kgBW iv which was commonly used. Thirty six patients of ASA PS II who carried out TURP, fulfilled the inclusive criteria, and selected randomly. The samples were divided into two groups, those who obtained tramadol 0.5 mg/kgBW and those who got pethidine 0.5 mg/kgBW which are given 15 minutes before the spinal anaesthesia. The spinal anaesthesia used bupivacain 0.5% as much as 10 mg. The shivering incident and degree, the side effect, the tympanic membrane temperature were recorded. The data were analysed using a computer software, were tested using the independent sampel t test and Mann-Whitney U test with p ≤ 0.05 that were significantly expressed. The research result indicates that there is no significant difference of the sample characteristics in terms of BMI, operating room temperature, PACU temperature, block height, irrigation fluid amount, and surgery duration. There is no significant difference of the shivering incident and degree between both groups, however there are two patients on the pethidine group who get the rescue. There is no significant difference of nausea and vomiting side effects, but there are four urticaria incidents found on the pethidine group, statistically, this is significant. Variation of the tympanic membrane temperature on both groups does not have any significant difference. Keywords : tramadol, pethidine, shivering, side effect, TURP.
27
Antonius Lino
ISSN 2252-5416
PENDAHULUAN Menggigil setelah anestesi merupakan keadaan yang sangat tidak nyaman bagi penderita. Di samping memberikan rasa tidak nyaman, menggigil meningkatkan konsumsi oksigen. Menggigil menginduksi terjadinya arterial hipoksemia, asidosis laktat, meningkatkan respon stres, meningkatkan tekanan intraokuler, dan tekanan intracranial (Javaherforoosh, 2009; Adithi, 2007; Atashkhoyi, 2008). Keadaan ini sangat tidak menguntungkan bagi pasien dengan gangguan fungsi kardiovaskular dan pulmonal seperti cardiac arrhythmia, gagal jantung, infark miokardium dan hipertensi, terutama pada pasien usia lanjut (Adithi, 2007; Tsai, 2008). Menggigil terjadi pada sekitar 40-60% pasien setelah anestesi regional. Menggigil perioperatif selama anestesi spinal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada transurethral resection of the prostate (TURP) karena vasodilatasi perifer akibat blok simpatis dan irigasi cairan dingin (Javaherforoosh, 2009; Adithi, 2007). Tramadol merupakan opioid kerja sentral, bekerja menghambat penyatuan kembali norepinefrin dan 5hydroxytriptamin dan memfasilitasi pelepasan 5-HT.4 Tidak seperti opioid lain, tramadol tidak menyebabkan depresi nafas atau kardiovaskuler pada dosis yang direkomendasikan (Tsai, 2008; Bhattacharya, 2003). Penelitian ini bertujuan membandingkan efektifitas tramadol 0,5 mg/kgBB dengan petidin 0,5 mg/kgBB yang paling sering digunakan untuk mencegah terjadinya menggigil, setelah anestesi spinal pada TURP.
Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh pasien berusia lebih dari 65 tahun yang akan menjalani operasi TURP dengan anestesi spinal. Sampel sebanyak 36 orang yang dipilih secara acak dan memenuhi kriteria inklusi yaitu berat badan 4080 kg, setuju ikut serta dalam penelitian dan menandatangani surat persetujuan penelitian dan ada persetujuan dari dokter primer yang merawat. Kriteria eksklusi adalah kontraindikasi bahan penelitian dan temperature membran timpani kurang dari 36,20 C atau lebih dari 37,80C. Tiga puluh enam pasien dibagi menjadi dua kelompok : yaitu kelompok T yang mendapat tramadol 0,5 mg/kgBB dan kelompok P yang mendapat Petidin 0,5 mg/kgBB yang diberikan 10 menit sebelum dilakukan anestesi spinal. Anestesi spinal menggunakan bupivacain 0,5% sebanyak 10mg. Kejadian dan derajat menggigil, efek samping, dan suhu membran timpani dicatat. Data yang diperoleh diolah dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk narasi, tabel, atau grafik. Data dianalisis menggunakan perangkat komputer, diuji menggunakan independent sampel t test dan mann-whitney U dengan p ≤ 0,05 dinyatakan bermakna. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 memperlihatkan karakteristik sampel yang meliputi kategori umur didapatkan nilai rerata umur untuk kelompok Tramadol 70,56±5,90 tahun dan kelompok Petidin 71,50±6,79 tahun. Dari analisis statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,669). Untuk kategori indeks massa tubuh (IMT) didapatkan nilai rerata pada kelompok Tramadol 21,29±2,03 dan kelompok Petidin 22,37±1,68. Dari analisis statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,090). Suhu rerata kamar operasi pada kelompok Tramadol 22,83±0,510C dan pada kelompok Petidin 22,61±0,50. Dari
METODE PENELITIAN Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah uji klinis acak tersamar ganda.
28
ISSN 2252-5416
Tramadol, petidin, menggigil, efek samping, TURP
analisis statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,198). Suhu rerata ruang PACU pada kelompok Tramadol 23,39±0,78 dan pada kelompok Petidin 23,39±0,50. Berdasarkan analisis statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p=1,000). Nilai rerata ketinggian blok anestesi pada kelompok Tramadol adalah 7,33 ± 1,08 sedangkan pada kelompok Petidin 6,72 ± 0,75, secara statistik tidak ada perbedaan bermakna. Jumlah cairan irigasi pada kelompok Tramadol rerata 12.111,11 ± 1.022,61 cc dan pada kelompok Petidin 11.944,44 ± 872,60 cc. Berdasarkan analisis statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,602). Lama operasi pada kelompok Tramadol rerata 46,67±7,28 menit dan
pada kelompok Petidin 46,94±5,98 menit. Berdasarkan analisis statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,739). Kejadian dan Derajat Menggigil Hasil penelitian tentang kejadian dan derajat menggigil pada kedua kelompok dapat dilihat pada Tabel 2 dan diperlihatkan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 1. Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 2, tampak ada tiga kejadian menggigil pada kelompok tramadol dan tiga pada kelompok petidin. Dengan tiga menggigil derajat 1 pada kelompok Tramadol. Sedangkan pada kelompok Petidin satu menggigil derajat 1 dan dua menggigil derajat 2. Dari analisis statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna baik kejadian maupun derajat menggigil pada kedua kelompok (p=0,884).
Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian Kelompok No.
Variabel
Tramadol (mean ± SD) 70,56 ± 5,90 21,29 ± 2,03 22,83 ± 0,51 23,39 ± 0,78 46,67 ± 7,28 12.111,11 ± 1.022,61 T9 - T6
p
Petidin (mean ± SD) 71,50 ± 6,79 22,37 ± 1,68 22,61 ± 0,50 23,39 ± 0,50 46,94 ± 5,98 11.944,44 ± 872,60 T8 – T6
1 Umur 2 IMT 3 Suhu kamar operasi 4 Suhu PACU 5 Lama operasi 6 Jumlah cairan irigasi 7 Ketinggian blok anestesi * Uji t p ≤ 0,05 dinyatakan bermakna **Uji Mann Whitney U p ≤ 0,05 dinyatakan bermakna. Data disajikan dalam min-maks
0,669* 0,090* 0,198* 1,000* 0,739* 0,602* 0,084**
Tabel 2. Kejadian dan derajat menggigil Kelompok No.
Kejadian Menggigil Derajat 0 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4
Tramadol (n = 18) 15 3 0 0 0
Uji mann-whitney. p ≤ 0,05 dinyatakan bermakna
29
Petidin (n = 18) 15 1 2 0 0
P
0,884
Antonius Lino
ISSN 2252-5416
Kejadian menggigil 15
15
15 Tidak Menggigil
10 Orang
Menggigil 3
5
3
0 Tramadol
Petidin Kelompok
Gambar 1. Diagram kejadian menggigil pada kedua kelompok
Derajat menggigil 15 15 15
10
Tramadol
Orang
Petidin 5
3 1
2 0
0 0
0 0
0 Derajat 0
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Derajat menggigil Derajat menggigil Kelompok Gambar 2. Diagram derajat menggigil pada kedua kelompok
30
Derajat 4
ISSN 2252-5416
Tramadol, petidin, menggigil, efek samping, TURP
ditemukan perbedaan bermakna.(p = 0,954), sedangkan kejadian urtikaria ditemukan 4 sampel pada kelompok Petidin, dan tidak ditemukan pada kelompok Tramadol hal ini berbeda bermakna secara statistik (p = 0,036). Untuk menilai derajat sedasi sebagai salah satu efek samping pemberian obat digunakan skala sedasi Ramsay yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 4. Pada kelompok Tramadol semua sampel termasuk dalam skala dua, sedangkan kelompok Petidin didapatkan tiga belas sampel skala dua dan lima sampel skala tiga. Berdasarkan analisis statistik ditemukan perbedaan bermakna (p=0,018).
Variasi Suhu Membran Timpani Variasi suhu membrane timpani pada kedua kelompok selama penelitian diperlihatkan pada Tabel 3 dan ditampilkan dalam bentuk grafik pada Gambar 3 Hasil analisis suhu membran timpani menggunakan independent sampel t test tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p> 0,05). Efek Samping Tidak ditemukan efek samping berupa hipotensi, bradikardi, dan depresi respirasi pada sampel penelitian. Kejadian mual dan muntah pada kedua kelompok secara statistik tidak
Tabel 3. Perbandingan suhu membran timpani pada kedua kelompok Suhu Membran Timpani No.
Waktu
Tramadol (mean ± SD)
P
Petidin (mean ± SD)
1 T0 36,38 ± 0,13 2 T1 36,30 ± 0,17 3 T2 36,26 ± 0,21 4 T3 36,15 ± 0,22 5 T4 36,00 ± 0,28 6 T5 35,94 ± 0,32 7 T6 35,67 ± 0,29 8 T7 35,56 ± 0,21 9 T8 35,44 ± 0,25 10 T9 35,37 ± 0,31 11 T10 35,26 ± 0,35 12 T11 35,26 ± 0,39 13 T12 35,37 ± 0,24 14 T13 35,39 ± 0,22 15 T14 35,47 ± 0,29 16 T15 35,54 ± 0,38 17 T16 35,65 ± 0,40 18 T17 35,81 ± 0,38 19 T18 35,93 ± 0,31 Uji t p < 0,05 dinyatakan bermakna
36,39 ± 0,13 36,31 ± 0,11 36,22 ± 0,13 36,02 ± 0,18 35,86 ± 0,18 35,73 ± 0,21 35,57 ± 0,21 35,41 ± 0,23 35,30 ± 0,24 35,26 ± 0,27 35,27 ± 0,18 35,30 ± 0,23 35,31 ± 0,23 35,47 ± 0,23 35,51 ± 0,17 35,52 ± 0,20 35,65 ± 0,24 35,70 ± 0,20 35,79 ± 0,18
31
0,802 0,906 0,448 0,067 0,073 0,101 0,255 0,052 0,100 0,281 0,906 0,681 0,409 0.276 0,685 0,785 1,000 0,277 0,127
Antonius Lino
ISSN 2252-5416
Tabel 4. Perbandingan efek samping pada kedua kelompok Kelompok No.
Efek Samping
1
Mual Muntah
Tramadol (n = 18) 2 0
2 Urtikaria 0 Uji Mann Whitney U p ≤ 0,05 dinyatakan bermakna
p
Petidin (n = 18) 1 1
0,954
4
0,036
36.6 36.4 36.2 36 35.8
Suhu (o C)
35.6
Tramadol
35.4
Petidin
35.2 35 34.8
0 5 10 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
34.6
Waktu (menit) Gambar 3. Grafik perubahan suhu pada kedua kelompok
Tramadol
Petidin 11.10 %
11.10% Mual dan muntah 88.90%
Urtikaria Tidak ada efek samping
Gambar 4. Diagram efek samping pada kedua kelompok
32
22.20 % 66.70 %
Tramadol, petidin, menggigil, efek samping, TURP
Karakteristik sampel penelitian yang meliputi umur, indeks masa tubuh (IMT), suhu kamar operasi, suhu PACU, ketinggian blok, jumlah cairan irigasi, dan lama operasi tidak ditemukan perbedaan bermakna secara statistik. Sehingga sampel dalam penelitian ini dinilai homogen. Pada kedua kelompok masingmasing ditemukan 3 kejadian menggigil (16,7%). Pada kelompok tramadol semuanya derajat 1 sedangkan pada kelompok petidin terdapat 1 menggigil derajat 1 dan 2 menggigil derajat 2. Secara analisis statistik hasil ini tidak berbeda bermakna, namun secara klinis menggigil derajat 2 mendapat terapi petidin 25 mg iv. Anestesi spinal merupakan teknik yang sering dipilih untuk TURP, namun sering menimbulkan efek menggigil sebagai respon pengaturan suhu akibat hipotermia. Insiden menggigil setelah anestesi spinal pada TURP mencapai hingga 50%. (Yao, 2008) Tramadol dan petidin menurunkan kejadian menggigil, yang pada penelitian ini ditemukan 16,7%. Teori monoamine pengaturan suhu yang dicetuskan oleh Feldberg dan Myers (1963) menduga bahwa terdapat keseimbangan norepinefrin dan serotonin di preoptik anterior hipotalamus yang mengatur set point. Honarmand dan Safavi (2008) menemukan kejadian menggigil setelah anestesi spinal pada penderita yang menjalani operasi ortopedi sebesar 60%. Javaherforoosh dkk (2009) melakukan penelitian terhadap pasien yang menjalani seksio sesaria dengan anestesi spinal dan menemukan kejadian menggigil pada kelompok yang mendapat normal salin sebesar 86,6% sedangkan kelompok tramadol 1 mg/kgBB sebesar 8,8%. Sedangkan Ataskhoyi dan Negargar (2008) membandingkan pemberian tramadol `1 mg/kgBB i.v. dengan normal saline pada pasien yang menjalan seksio sesaria dengan anestesi spinal mendapatkan kejadian menggigil
ISSN 2252-5416
pada kelompok tramadol sebesar 28,57% sedangkan pada kelompok normal salin sebesar 65,71%. Beberapa penelitian sebelumnya yang membandingkan tramadol dan petidin untuk pencegahan menggigil juga menemukan penurunan kejadian menggigil. Mohta dkk (2009) melaporkan kejadian menggigil setelah anestesi umum pada penderita yang mendapat tramadol 1 mg/kgBB iv sebesar 9%, sedangkan kelompok yang mendapat petidin 0,5 mg/kgBB iv sebesar 12%, dan kelompok kontrol sebesar 42%. Tramadol bekerja dengan menghambat pengambilan kembali norepinefrin dan 5-hidroxytriptamin, memfasilitasi pelepasan 5-HT serta mengaktifkan reseptor oioid μ. Pemberian tramadol menurunkan setpoint ambang vasokonstriksi dan menggigil yang konsisten dengn efek anti menggigilnya. (Dewitee JL, Kim J, Sessler, Bastnamehr, Bjorksten A; 1998) Petidin memiliki efek anti menggigil spesifik dan merupakan obat yang paling sering digunakan untuk pencegahan maupun penanganan menggigil. Petidin menstimulasi reseptor κ dan reseptor μ, namun tampaknya efek anti menggigil petidin lebih dikarenakan efeknya terhadap reseptor κ. (Adithi A, Dimar;2007; Pamela, Macintyre;1987). Efek samping penggunaan tramadol adalah mual dan muntah yang berhubungan dengan dosis pemberian, semakin tinggi dosis yang diberikan akan semakin besar efek mual dan muntah. Dosis 0,5 mg/kgBB untuk pencegahan menggigil yang diberikan pada penelitian ini merupakan dosis yang relatif kecil. Ditemukan dua kejadian mual pada kelompok Tramadol, sedangkan pada kelompok Petidin satu kejadian mual dan satu kejadian muntah, berdasarkan analisis statistik tidak ditemukan perbedaan bermakna (p=0,954). Penelitian yang dilakukan oleh Witte dkk (1998) melihat efek samping 33
Antonius Lino
ISSN 2252-5416
pemberian tramadol menyimpulkan bahwa mual tidak ditemukan pada pasien yang mendapatkan tramadol kombinasi naloxone dan menyimpulkan bahwa mual berhubungan dengan aktivasi reseptor opioid μ. Mohta dkk (2009) mendapatkan kejadian mual dan muntah sebesar 30% pada pemberian tramadol 3 mg/kgBB iv dan 18 % pada pemberian 2 mg/kgBB iv dan 12% pada pemberian 1 mg/kgBB iv. Pada penelitian ini ditemukan dua kejadian mual (11%) sedangkan muntah tidak ditemukan. Pada kelompok Petidin ditemukan satu kejadian mual dan satu kejadian muntah, namun secara statistik tidak berbeda bermakna. Derajat sedasi sebagai salah satu efek samping pemberian obat terlihat berbeda bermakna antar kedua kelompok. Pada kelompok petidin terdapat lima sampel yang mengalami sedasi skala 3 (27,8%) sedangkan kelompok tramadol semua mengalami sedasi skala 2. Hal ini menunjukkan bahwa petidin dosis 0,5 mg/kgBB memberikan efek sedasi yang lebih besar dibandingkan tramadol dengan dosis yang sama. Penurunan suhu inti berhubungan dengan derajat vasodilatasi dan ketinggian blok, sehingga suhu membran timpani tercatat semakin menurun. Penggunaan cairan irigasi pada suhu kamar menyebabkan suhu tubuh menurun antara 1-2 0C perjam dan kembali meningkat perlahan seiring dengan pulihnya blok spinal (Yao F, 2008). Anestesi spinal biasanya menjangkau sebagian besar massa otot, sehingga penurunan temperature inti bisa lebih berat, sedangkan produksi panas sedikit mengalami penurunan. Penurunan temperatur inti akan mencetuskan vasokonstriksi dan menggigil pada daerah yang tidak terblok jika pengaturan suhu tidak terganggu berat seperti oleh umur atau sedasi sehingga relative tidak efektif dan tidak efisien untuk mengatasi hipotermia (Sessler & Witte, 2009). Pada penelitian ini mulai terjadi penurunan suhu secara bertahap setelah
dilakukan anestesi spinal sampai menit ke-105 dan perlahan meningkat seiring dengan pulihnya blok simpatis sampai mendekati suhu awal sebelum anestesi dimulai. Tidak ditemukan perbedaan bermakna variasi suhu pada kedua kelompok penelitian. KESIMPULAN DAN SARAN Tramadol 0,5 mg/kgBB iv dan petidin 0,5 mg/kgBB iv efektif dalam menurunkan kejadian dan derajat menggigil setelah anestesi spinal pada TURP dengan efek samping pemberian tramadol 0,5 mg/kgBB iv lebih rendah dibandingkan petidin 0,5 mg/kgBB iv.Tramadol 0,5 mg/kgBB iv dapat digunakan sebagai alternatif pencegahan menggigil setelah anestesi spinal pada TURP karena memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan petidin yang umum digunakan. DAFTAR PUSTAKA Adithi A. & Dimar. (2007). Tramadol for control of shivering (comparison with pethidine). Ind J Anaesth. 51 (1) : 28 – 31. Collins VJ. (1996). Physiologic and Pharmacologic Bases of Anesthesia. Williams & Wilkins, New York. Dewitte JL, Kim J, Sessler, Bastanmehr & Bjorksten A. (1998). Tramadol reduces the sweating, vasoconstriction, and shivering thresholds. Anesth Analg. 87:173-9 Gravenstein D. (1997). Transurethral resection of the prostat (TURP) syndrome: a review of the pathophysiology and management. Anesth Analg. 84: 438-46. Javaherforoosh F, Akhondzadeh R, Aein KB, Olapour A. & Samimi M. (2009). Effects of tramadol on shivering post spinal anesthesia in elective cesarean section. Pak J Med Sci. 25(1):12-7. Kose EA. & Dal D. (2008). The efficacy of ketamine for the treatment of
34
Tramadol, petidin, menggigil, efek samping, TURP
postoperative shivering. Anesth Analg. 106(1):120-2. Mohta M, Kumari N, Tyagi A, Sethi A, Agarwal D & Singh M. (2009). Tramadol for prevention of postanaesthetic shivering: a randomized double-blind comparison with pethidine. J Anaesth of Great Britain and Ireland. 64 : 141-6. Saha E, Ray M. & Mukherjee G. (2005). Effect of tramadol in prevention of postanaesthetic shivering following general anaesthesia for cholecystectomy. Ind J Anaesth. 49(3):208-12.
ISSN 2252-5416
Sessler DI & De Witte JL. (2002).Perioperative shivering physiology and pharmacology. Anesthesiology. 96: 467-84. Tsai Y & Chu K. (2005). A comparison of tramadol, amitriptyline, and meperidine for postepidural anesthetic shivering in parturients. Available from : http:// www.ncku.edu.tw. Yao FSF, Malhotra V & Sudhendra V. (2008). Anesthesiology problemoriented patient management. 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
35