JOINT REVIEW MISSION CCDP 2016 M. Hasyim Zaini, Konsultan Monitoring dan Evaluasi CCDP
dan capaian yang dihasilkan CCDP.
Replikasi CCDP di desa-kelurahan baru. Kunjungan Tim JRM ke desa/kelurahan baru antara lain Kelurahan Bira dan Parangloe (Makassar), serta Desa Evu (Maltera) mengindikasikan proses perencanaan dan pelaksanaan sudah dilakukan dengan tepat. Artinya, proses seleksi desa sudah sesuai dengan kriteria, dan proses pembentukan pokmas memang benar-benar dari bawah dan mencerminkan prioritas masyarakat (bottom-up planning). Pertemuan dengan masyarakat di Pondok Informasi di Kelurahan Untia, Makassar saat kunjungan Joint Review Mission 2016
Setiap tahun, IFAD-lembaga pembiayaan di bawah PBB, mengirim Tim Joint Review Mission (JRM) untuk memantau dan evaluasi perkembangan pelaksanaan dan capaian dari CCDP. Tim tersebut mengkaji kualitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dan kemajuan secara keseluruhan, serta membuat rekomendasi untuk penyempurnaan kinerja proyek. JRM sudah dilaksanakan sejak tahun pertama pelaksanaan CCDP (2013). Karena CCDP sudah menginjak tahun ke-empat, Tim JRM kali ini berfokus pada (i) pelaksanaan kegiatan replikasi kegiatan CCDP di 72 desa/kelurahan baru dan (ii) prospek keberlanjutan usaha pokmas dan hasil pelaksanaan CCDP lainnya setelah proyek berakhir. Misi JRM 2016 berlangsung tanggal 28 April sd 13 Mei 2016. Sebagai lokasi sampel dipilih Makassar, Bitung
dan Maluku Tenggara (Maltera). Selain berkonsultasi dengan pemerintah dan stakeholder lainnya, Tim JRM juga berdialog langsung dengan penerima manfaat proyek di desa-desa, meninjau infrastruktur desa dan fasilitas usaha tingkat kabupaten seperti rumah kemasan dan rumah produksi, serta berdiskusi dengan pihak ketiga yang mengoperasikan fasilitas tersebut. Wrap-up meeting dilaksanakan di Bappenas pada tanggal 13 Mei 2016. Sambutan luar biasa masyarakat dan kesiapan pelaksanaan JRM sangat diapresiasi Tim JRM, apalagi setelah mereka secara langsung mendengar respons dan komitmen Kepala Daerah untuk keberlanjutan aktivitas yang telah diinisiasi oleh CCDP. Berdasarkan hasil review, secara keseluruhan tim JRM IFAD memberi nilai SATISFACTORY terhadap kemajuan
1
Pokmas Penangkapan dan Pokmas Pemasaran umumnya aktif berusaha, kebanyakan mereka berusaha secara individual. Untuk keberlanjutan usaha berkelompok, tabungan kelompok perlu terus didorong aktif, sekaligus jadi sarana pertemuan anggota pokmas. Untuk Pokmas Budidaya, tantangan utamanya adalah keterbatasan/ mahalnya bibit dan masalah pakan yang mencapai 60% dari biaya operasi. Pokmas budidaya rumput laut di Maltera menghadapi tantangan penyakit ice-ice dan harga jual yang fluktuatif.
CCDP Overall Performance JRM 2016 Rating
Number by JRM
Highly Satisfactory
2 25
Satisfactory Moderately Satisfactory
9
Moderately Unsatisfactory
0
Unsatisfactory
0
Highly Unsatisfactory
0
...bersambung ke hal.3 kolom 2
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa Newsletter “GeMa Pesisir” dapat diterbitkan. Seperti kita ketahui, Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PPMP) atau lebih dikenal dengan Coastal Community Development Project-International Fund for Agricultural Development (CCDP-IFAD) merupakan kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan IFAD. Proyek ini dimaksudkan untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan bertujuan untuk meningkatan pendapatan masyarakat di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi sasaran CCDP. Proyek akan berjalan selama lima tahun mulai 2013 sampai akhir 2017 dalam membina sekitar 180 desa binaan di 56 kecamatan yang berada di 12 kabupaten/ kota wilayah Indonesia Bagian Timur. Dalam mencapai tujuan tersebut, selama ini telah banyak hasil yang dicapai oleh CCDP yang dapat diinformasikan dalam Newsletter. Newsletter ini diharapkan dapat menjadi media komunikasi yang dapat menjembatani pusat dan daerah dalam berbagi informasi yang dibutuhkan, menjadi media publikasi bagi khalayak luar dan publik secara umum; menjadi wahana pengakuan terhadap prestasi pelaksananya hingga mendorong untuk berkmitmen memberikan yang terbaik, dan menggambarkan citra CCDP. Terima kasih saya ucapkan kepada Tim Redaksi yang menerbitkan Newsletter ini secara berkala. Saya sangat berharap adanya kontribusi karya tulis baik dari pusat maupun daerah secara kontinyu, akan mendukung keberlanjutan Newsletter ini dan disempurnakan pada edisi selanjutnya. Jakarta, Juni 2016 Plt. Direktur Pendayagunaan Pesisir Selaku Direktur PMO CCDP
Ir. Rido Miduk Sugandi Batubara, MSi
2
SEKILAS TENTANG PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR (CCDP) Sapta Putra Ginting MSc, PhD, Sekretaris Eksekutif PMO CCDP dan Venny Wahyudi, Konsultan Gender dan Publikasi
Panen Rumput laut anggota pokmas CCDP Letvuan, Ibu Kety Revo
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bukti kepedulian pada pengentasan kemiskinan di pesisir dengan menjalankan Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir atau Coastal Community Development Project (CCDP) sejak Januari 2013. Proyek ini merupakan kerjasama Pemerintah Indonesia dengan International Fund for Agricultuture Development (IFAD) dan berlangsung selama lima tahun sampai Desember 2017. Sejauh ini, wilayah fasilitasinya mencakup 12 kabupaten/kota di Indonesia bagian timur yaitu: Merauke (Papua), Yapen (Papua Barat), Kota Ternate (Maluku Utara), Kota Ambon dan Maluku Tenggara (Maluku), Kota Kupang (NTT), Lombok Barat (NTB), Kota Bitung (Sulawesi Utara), Gorontalo Utara (Gorontalo), Kota Parepare dan Kota Makassar (Sulawesi Selatan), serta Kubu Raya (Kalimantan Barat). Di samping itu Badung (Bali) sebagai pusat pembelajaran (learning center). Relevan dengan namanya, tujuan utama CCDP adalah penurunan tingkat kemiskinan dan peningkatan pendapatan dari masyarakat pelaku kegiatan perikanan dan kelautan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk mencapainya, proyek menjalankan tiga komponen kegiatan yaitu: Komponen-1. ‘Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan dan Pengelolaan Sum-
berdaya’ sebagai inti proyek, mewakili sekitar dua pertiga investasinya dan kegiatannya berpusat pada masyarakat sasaran; Komponen-2. ‘Pembangunan Ekonomi Berbasis Kelautan/Perikanan Tingkat Kabupaten/Kota’ yang membangun kapasitas kabupaten/kota untuk mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat; dan Komponen-3. ‘Manajemen/Pengelolaan Proyek’. Di tingkat nasional, proyek dilaksanakan oleh Project Management Office (PMO) Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (dahulu KP3K), KKP, sedangkan di daerah dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai Project Implementation Unit (PIU) yang dibantu dua Konsultan di bidang pemberdayaan dan pemasaran. Beberapa kelembagaan yang dibentuk di daerah adalah Komite Pemberdayaan Masyarakat (District Oversight Board/DOB) di tingkat kabupaten/ kota, sedangkan di tingkat masyarakat adalah Kelompok Kerja Desa (Village Working Group/VWG), Kelompok Masyarakat, Tenaga Pendamping Desa (TPD) di tiap desa serta Penyuluh. Hingga kini, 180 desa di 56 kecamatan dan 12 kabupaten/kota telah terlibat pada tahun 2016. Diperkirakan dari sekitar 660 rumah tangga dalam sebuah desa rata-rata Proyek, sekitar 60% akan terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam kegiatan penangkapan, pembudidayaan ikan, pengolahan dan kegiatan ekowisata bahari lainnya. Ini berar-
ti bahwa total sekitar 70.000 rumah tangga, atau 320.000 orang sebagai populasi target langsung dari Proyek. Indikator keberhasilan yang terkait dengan tujuan CCDP ini adalah: (1) pendapatan masyarakat pesisir sasaran proyek meningkat 10% net; (2) peningkatan rata-rata 30% nilai produk kelautan dan perikanan yang dijual rumah tangga pemanfaat yang berpartisipasi dibandingkan sebelum ada intervensi Proyek; (3) sebanyak 13.200 rumah tangga tambahan dengan tingkat jaminan hidup lebih baik; dan 4) indikator Result and Impact Management System (RIMS) yang terkait sasaran Proyek - adalah 9.900 rumah tangga tambahan dengan perbaikan indeks kepemilikan aset rumah tangga dan penurunan 40% kasus malnutrisi pada anak-anak. Sampai dengan Maret 2016, kegiatan CCDP diimplementasikan di 180 desa dan telah terbentuk 2.039 kelompok terdiri antara lain dari: 180 VWG, 1.631 kelompok usaha yang mendapatkan bantuan pemerintah yang difokuskan pada pengembangan usaha perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan dan pemasaran perikanan. Selain itu, telah terbentuk pula 177 kelompok pengelola sumberdaya pesisir (PSDA), 180 kelompok infrastruktur, dan 21 kelompok tabungan. Telah dibangun 216 unit infrastruktur desa skala kecil seperti jetty, tambat labuh, jalan desa, bak air, MCK, saluran mata air, dan jalan penghubung. 72 Daerah Perlindungan Laut telah sebagian berkembang di kawasan ekowisata bahari. Bukan hanya itu, telah dibangun pula 30 bangunan infrastruktur ekonomi dan aktivitas pemasaran serta 32 set peralatannya di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan yang saling terkait seperti disebutkan di atas diharapkan menjadi pilar untuk mendorong pengembangan usaha dan ekonomi mikro, kecil dan menengah di desa-desa pesisir secara berkelanjutan. Untuk mempersiapkan exit strategy, telah difasilitasi dan dibentuk 12 Koperasi yang menjadi payung badan usaha dari kelompok-kelompok CCDP.
...lanjutan dari hal. 1
Pokmas Pengolahan mendapat perhatian khusus karena pokmas inilah yang paling terkait langsung dengan infrastruktur Komponen-2 (a.l. rumah produksi dan rumah kemasan). Juga, pengolahan merupakan lapangan kerja baru bagi para ibu rumah tangga. Keberhasilan pokmas banyak ditentukan oleh adanya kerjasama dengan pihak ketiga yang menampung ataupun memasarkan produk mereka. Sebagai contoh, kerjasama dengan Askari, operator rumah kemasan dan Nuraini dari koperasi Fatimah Azzahra, operator rumah produksi di Makassar, serta dengan J. Palinggi, operator fasilitas pengolahan pengemasan di Bitung. Yang paling membuat surprise adalah Pokmas Tabungan di Makassar dan Bitung yang menunjukkan kinerja sangat bagus. Pokmas yang seluruh anggotanya perempuan ini, sudah melakukan penyaluran pinjaman putaran ke-dua atau ke-tiga kepada anggotanya, pokmas usaha lain, maupun orang lain di wilayah desa/ kelurahannya untuk kegiatan usaha. Keberhasilan Pokmas Pengelolaan Sumberdaya Alam (PSDA) di Kelurahan Pintu Kota dan Pasir Panjang, Bitung dalam mengembangkan wisata bahari (marine eco-tourism), di luar dugaan dan sangat dihargai Tim JRM. Demikian juga upaya yang berfungsi menjaga kearifan lokal di Desa Evu, Maltera yang menerapkan hukuman denda Rp.5 juta dan menyerahkan sebuah ‘meriam’ bagi setiap orang yang menebang pohon bakau.
Infrastruktur ekonomi tingkat kabupaten/kota Infrastruktur tingkat kabupaten sudah mulai menunjukkan geliatnya. Di Makassar contohnya, rumah kemasan dikelola oleh operator swasta: Askari, melayani pelabelan kemasan produk Pokmas Pengolahan dan juga menampung dan memasarkan produk pokmas antara lain otak-otak. Demikian juga, empat rumah produksi dikelola oleh Koperasi Fatimah Azzahra, termasuk memasarkan sebagian produk pokmas dengan label koperasi dan memberikan pelatihan pengolahan untuk pokmas. Di Bitung, infrastruktur rumah kemasan, produksi dan cold storage dibangun dan dioperasikan secara integratif dengan operator swasta (J. Palinggi), bekerjasama dengan koperasi yang baru dibentuk. Disamping itu, infrastruktur Komponen-2 ini juga melayani produk pokmas antara lain pengolahan ikan kayu menjadi serut dan produk pokmas lainnya. Sesuai dengan tujuan pembangunan infrastruktur Komponen-2, fasilitas ini juga melayani pokmas dan usaha kecil lain di Bitung di luar pokmas CCDP.
Keberlanjutan (sustainability) Keberlanjutan menjadi isu yang perlu disikapi serius. Jumlah desa sudah bertambah menjadi 180 desa, sekitar 1.500 pokmas usaha yang sudah terbentuk, dan tahun depan direncanakan akan mencapai 1.800 pokmas usaha, sedangkan waktu pembinaan tinggal setahun lagi. Untungnya sekarang di setiap desa
Transplantasi karang oleh Pokmaswas Kel. Nunbaun Sabu Kupang
3
sudah tersedia TPD (Tenaga Pendamping Desa) yang diharapkan akan membantu pembinaan yang lebih intensif. Energi untuk pembinaan perlu dialokasikan dengan cerdas. Pokmas-pokmas yang sudah berkembang dan potensial berkembang usahanya perlu mendapat perhatian dan pembinaan lebih intensif. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian yang lebih jeli dan
adil terhadap pokmas. Pembukuan pokmas perlu terus didorong karena sangat terkait dengan kemudahan akses permodalan ke depannya. Infrastruktur ekonomi (Komponen-2) juga sudah mulai beroperasi, yang diharapkan berperan lebih besar dan lebih intensif untuk mendukung aktivitas usaha pokmas terutama pengolahan, menampung produksi mereka,
mengolah lebih lanjut dan memasarkannya. Tidaklah berlebihan jika infrastruktur di wilayah lain juga diharapkan akan berfungsi dan dikelola seperti halnya di Makassar dan Bitung. Tentu saja hal iini membutuhkan kerja keras dan dukungan spirit entrepeneurship dari Pimpinan PIU dan perangkat pendukung untuk mewujudkannya.
BAGAIMANA BUDIDAYA IKAN LAUT DAPAT DIKERJAKAN OLEH KELOMPOK MASYARAKAT SASARAN CCDP-IFAD? Sunaryanto, Konsultan Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, PMO CCDP-IFAD
Hingga kini CCDP-IFAD telah membina lebih dari 2.000 kelompok masyarakat (pokmas) di 180 desa/kelurahan di 12 kabupaten/kota. Di antara pokmas terdapat 1.507 pokmas usaha dan 21 pokmas tabungan yang diharapkan dapat berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi pedesaan dan dapat berkelanjutan, walaupun Proyek akan berakhir setahun kemudian. Sesuai dengan sifat wilayahnya, maka jenis usaha pe- nangkapan ikan mendominasi pokmas usaha dengan 812 pokmas, disusul usaha pengolahan dengan 316 pokmas, usaha budidaya dengan 222 pokmas dan pemasar dengan 157 pokmas. Lokasi CCDP-IFAD diarahkan ke kawasan timur Indonesia, yang secara umum merupakan kantung-kantung kemiskinan dan ketertinggalan. Hal ini sesuai dengan Country Strategic Opportunities Programme (COSOP) dari IFAD untuk memfokuskan pada daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi minimal 20 persen per desa. Dengan demikian jelas bahwa sasaran masyarakat binaan CCDP-IFAD adalah masyarakat miskin dan/atau tertinggal.
Usaha Budidaya Laut Menurut CCDP-IFAD Secara alami dan turun-menurun masyarakat pesisir tentu sangat akrab dengan laut. Oleh karena itu sebagian besar usaha yang dikembangkan pokmas adalah penangkapan ikan. Usaha budidaya ikan dikerjakan oleh 222
4
pokmas, kurang dari 15 persen dari total pokmas yang sudah terbentuk. Sekitar 70 persen jumlah pokmas budidaya ikan mengerjakan usaha budidaya laut dan tambak, namun sebagian besar adalah pembudidaya rumput laut. Budidaya rumput laut memang lebih digemari para pembudidaya di wilayah pesisir karena mudah, murah dan beresiko kecil. Selain itu, budidaya rumput laut dapat dikerjakan sebagai sambilan karena dapat dikerjakan oleh isteri, anak atau pun anggota rumah tangga yang lain. Pokmas yang berusaha budidaya ikan di laut ternyata tidak terlalu banyak, hanya ada beberapa kelompok di Kabupaten/Kota Merauke, Yapen, Ternate, Bitung, Gorontalo Utara dan Lombok Barat. Jenis ikan yang banyak dipelihara pokmas di kawasan timur Indonesia adalah ikan kuweh atau bobara (Pompano, Charanx spp/Trachinotus spp), seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Budidaya ikan laut memang kurang sesuai bagi masyarakat sasaran CCDP-IFAD karena hal-hal sebagai berikut: membutuhkan modal besar, khusus-
nya untuk membuat wadah budidaya, penyediaan pakan dan pengadaan benih; teknologi budidayanya memerlukan pengetahuan dan keterampilan tinggi; kegiatan budidayanya memerlukan ketekunan dan kerajinan; serta menghadapi resiko cukup tinggi terhadap alam dan gangguan organisme laut lain.
Kondisi KJA di Yapen
Dalam kegiatan Coaching Clinic yang dilaksanakan PMO pada bulan April 2016 di Kabupaten Yapen dan Kota Bitung, nampak jelas bahwa faktor manusia -pengetahuan, keterampilan, ketekunan, kerajinan- sangat mempengaruhi keberhasilan usaha. Karamba Jaring Apung (KJA) milik pokmas di pantai desa Serui Laut, Yapen nampak kurang terpelihara, bahkan ada pelampungnya yang hilang. Walaupun ada sedikit ikan di KJA Ikan Kuweh/ Bobara
Kondisi KJA di Bitung
tersebut, namun kurang terpelihara. Hal sebaliknya diperlihatkan oleh KJA milik pokmas di Kelurahan Mawali, Bitung. Kondisi KJA kuat, terawat baik dan berisi ikan Kuweh siap panen cukup banyak. Ahli budidaya dari Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon bahkan memperkirakan KJA tersebut dapat berisi sekitar 4 ton ikan yang menurut pengakuan anggota pokmas sudah ditawar dengan harga Rp. 40 ribu/kg. Pokmas budidaya ikan laut di Bitung
Konstruksi KJA di Bitung
memang mempersiapkan KJA dengan konstruksi cukup kokoh.
Bagaimana Usaha Budidaya Laut dapat Dikerjakan oleh Pokmas? Seperti telah dikemukakan, usaha budidaya ikan laut merupakan usaha yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan tinggi, modal besar dan keseriusan pembudidayanya, sehingga memang agak kurang sesuai bagi pokmas CCDP-IFAD yang terdiri atas masyarakat
yang relatif terbelakang. Namun demikian, usaha tersebut masih dapat dikerjakan dengan berhasil, jika memenuhi beberapa hal berikut: (a) tetap bekerjasama dalam kelompok, dalam hal ini diperlukan figur yang cukup sebagai pimpinan kelompok, yang mampu berperan sebagai motivator dan katalisator; (b) berusaha dengan jenis ikan yang banyak didapatkan di daerah yang bersangkutan, yang permintaan pasarnya cukup tinggi, serta yang tahan dan penanganannya mudah: (c) memulai usaha dengan penggemukan, tidak mulai dari benih, karena akan memakan waktu yang sangat lama (satu tahun atau lebih). Adapun benihnya didapatkan dari hasil tangkapan nelayan di daerah yang bersangkutan; dan (d) rajin berkonsultasi dengan Dinas yang menangani Perikanan, ataupun Balai Budidaya dan Balai Penelitian terdekat.
STRATEGI INTERVENSI PEMASARAN PRODUK UNGGULAN DI LOKASI CCDP-IFAD Ansori Zawawi, Konsultan Pemasaran dan Value Chain PMO CCDP-IFAD
Salah satu komponen proyek pemberdayaan masyarakat pesisir atau CCDP-IFAD adalah pengembangan ekonomi berbasis kelautan dengan inti pengembangan pemasaran produk-produk unggulan. Ada dua pendekatannya; pertama, menyiapkan dukungan prasarana utama, inovasi, dan pengetahuan; dan kedua, menyiapkan dukungan pembangunan rantai nilai (value chain) berdasarkan kegiatan ekonomi kelautan dan perikanan. Kedua pendekatan inilah yang dijabarkan dalam strategi intervensi pemasaran meliputi langkah-langkah persiapan, proses produksi, penjualan dan promosi. Harapannya, dalam strategi ini dapat diketahui secara jelas produk yang dibutuhkan pasar. Pendekatan pemberdayaan pemasaran produk kelompok masyarakat baru pertama kali dilakukan secara intensif dengan pendampingan. Pada CCDP-IFAD, dipilih 3 (tiga) komoditas unggulan dan turunan pengolahannya, yang kemudi-
an ditelaah dan divalidasi hingga tiga Tiga langkah utama strategi rantai nilai yang berpotensi tinggi per pemasaran kabupaten/kota dengan masukan pihak pembeli dan kelompok usaha. Se- Langkah pertama, meliputi dua tahaplanjutnya disusun strategi intervensi an, satu, mengidentifikasi peluang masing-masing, yang harus memiliki pasar meliputi validasi dengan menilai keterlibatan erat dengan pembeli po- peluang pasar kabupaten/kota dan tensial, mitra/calon mitra, produsen, keunggulan komparatif bagi produsen kelompok perusahaan dan lainnya. dan nelayan/kelompok usaha; kedua, Strategi intervensi pemasaran dan ha- merekam pencatatan industri dan pesil rantai nilai akan ditinjau dan diperbarui secara berkala melibatkan para pemangku ke p e n t i n g a n , untuk menggambarkan peluang dan perubahan di pasar serta keberhasilan dan kegagalan dalam kegiatan seKelompok Pengolahan Gracia sedang dinilai oleh tim PKK dalam lomba cipta belumnya. bahan olahan ikan, Kupang.
5
rencanaan aksi bersama termasuk: pasar tengah-tahunan, dan survei pelacakan setiap rantai nilai kabupaten/ kota tahunan yang diprioritaskan. Langkah kedua, meliputi identifikasi dan analisis kondisi komoditas unggulan dan turunannya, meliputi identifikasi proses produksi di antaranya, kualitas dan kuantitas produk, ketersediaan bahan baku, dan kemasan. Kedua, identifikasi proses produksi yang efisien dan mampu mencapai target kualitas dan kuantitas memadai. Yang ketiga adalah mengidentifikasi segmen produk ungggulan dan segmen yang diharapkan setelah adanya perbaikan kualitas, kuantitas dan kemasan produk; keempat, identifikasi dan pengembangan jaringan distribusi dan alat angkut agar kualitas produk terjaga dan efisien sampai ke konsumen.
jut bahkan bisa berkembang lebih besar. Untuk mencapai tujuan ini, pada era persaingan yang ketat di semua lini, tanpa strategi pemasaran yang bagus, maka sekecil apapun usahanya, bisnis sulit untuk berkembang baik. Sebagus apapun produknya, namun bila tidak dibarengi dengan kemampuan memasarkan secara efektif, bisnis hanya akan jalan di tempat. Strategi pemasaran produk unggulan kelompok CCDP-IFAD meliputi: (1) Target pasar tujuan, adalah rencana pengembangan pasar dan segmentasi yang dituju. Setelah itu lalu menempuh upaya positioning, tapi untuk poduk UKM tidaklah terlalu penting untuk membuat positioning ini; dan (2) Bauran pemasaran, yaitu ragam elemen program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strate-
Penyerahan fasilitas untuk kelompok pengelola sumberdaya di Kel. Nunbaun Sabu, Kupang
Langkah ketiga, penyusunan rancangan strategi intervensi pemasaran. Meliputi sasaran yang ingn dicapai setiap produk unggulan, rencana bauran pemasaran, rencana pembangunan infrastruktur, rencana pelatihan dan rencana aksi 2014-2017.
gi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses. Ada empat komponen bauran pemasaran yaitu; produk, harga, promosi dan distribusi. Dalam implementasinya bauran pemasaran disusun berdasarkan strateginya masing-masing, yaitu;
Rencana strategi intervensi pemasaran juga meliputi strategi pemasaran produk unggulan CCDP-IFAD yang merupakan hal yang terpenting dalam bisnis, walaupun skala usahanya kecil. Tujuannya adalah menjual produk dengan harga menguntungkan, sehingga produksinya dapat berlan-
Strategi produk; yaitu membangun, sekaligus secara bertahap memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk, dengan standar keamanan pangan dalam proses produksi (infrastuktur dan proses), sertifikasi produk (minimal: Depkes dan halal), memperhatikan estetika produk (bentuk dan kema-
6
san). Produk yang baru dibangun atau dikembangkan adalah yang dibutuhkan oleh konsumen atau pasar. Di CCDP-IFAD ini pada umumnya adalah produk makanan, yang tentunya harus mempunyai kualitas dan rasa yang terbaik. Jadi pengenalan produk ini pertama harus dilihat lebih dahulu targetnya ke arah segmen mana untuk mengembangkan kemasan yang diinginkan, kemudian dibangun dengan cita rasa, kualitas dan keamanan produk. Strategi distribusi; adalah membangun dan memperbaiki jaringan distribusi. Distribusi, saluran bahan baku dan pemasaran produk unggulan CCDP mencakup dua hal yaitu sistem pengangkutan dan sistem penyimpanan bahan baku dan produk yang akan dipasarkan. Strategi promosi; adalah mengenalkan merk produk yang juga dilakukan melalui penyebaran informasi. Promosi harus efisien artinya tidak banyak mengeluarkan biaya tetapi lebih efektif, antara lain berupa door to door, mengikuti kegiatan pada tingkat kabupaten, dan pameran-pameran. Strategi lain adalah dengan melakukan kemitraan dalam pemasaran, sehingga yang akan melakukan promosi adalah mitra itu sendiri. Penentuan harga; yaitu memberikan harga yang bersaing, dengan mempertimbangkan mutu produk yang ditawarkan, seberapa jauh kompetitifnya dan harga pesaing dipasar.
Substansi pengembangan pasar Pengembangan pasar produk CCDP-IFAD selama hampir dua tahun terakhir di beberapa tempat telah menunjukkan perkembangan yang signifikan yang dapat dilihat dari adanya peningkatan kualitas, diprogram oleh hampir semua PIU melalui pelatihan, pengadaan peralatan, pembangunan rumah produksi dan kemasan. Selain itu terjadinya perubahan segmentasi, terutama segmen geografis, di beberapa lokasi telah berubah yang semula lokal menjadi kota, kabupaten, provinsi bahkan nasional. Sebagai misal, di Kota
Pabrik Tepung Merauke
Bitung produk cumi baik beku maupun olahan (cumi tanpa tulang dan kepala) segmennya diarahkan ke Kota Manado dan nasional. Di Ambon, ikan asap cair juga sudah menembus pasar di Belanda walaupun pada acara tertentu saja, sei ikan dan dendeng ikan di Kupang yang awalnya untuk lokal diarahkan ke skala kota, provinsi bahkan nasional. Ikan gastor di Merauke dan ikan cakalang Fufu dari Ternate sudah dijual rutin sampai ke Surabaya. Produk-produk premium seperti rumput laut kering Maluku Tenggara jenis Euchema cottoni melalui mitra telah dipasarkan ke Surabaya dan Jakarta, kepiting soka saat ini jumlah produknya masih terbatas dan belum memenuhi permintaan yang cukup tinggi. Hasil olahan rajungan untuk konsumsi telah diekspor ke Amerika Serikat walapun melalui mitra. Aspek lainnya adalah inovasi produk. Di beberapa kabupaten/kota telah melakukan inovasi seperti Ambon untuk usaha ikan tuna dan cakalang asap cair, di Kupang ada sei dan dendeng ikan, di Bitung ada cumi-cumi tanpa kepala dan tanpa tulang, di Kubu Raya ada perebusan dan pengambilan daging rajungan. Inovasi-inovasi ini dilakukan melalui pendampingan Konsultan Pemasaran dan Tenaga Pendamping (TPD) dalam usaha untuk meningkatkan nilai tambah produk.
Demikian pula aspek pemasaran. Terobosan pemasaran secara rutin telah dirintis oleh PIU dan Konsultan Pemasaran, melalui penjajakan hingga penandatangan MoU pemasaran. Di Maluku Tenggara, untuk menjamin pembelian produk sudah ada penandatanganan MoU dengan Usaha Dagang Tjoan Lie untuk memasarkan tidak kurang 200 ton rumput laut kering per musim. Demikian pula di Kupang, Makassar, Merauke, Pare-Pare, Kubu Raya, Bitung, Gorontalo Utara dan Ternate sudah menandatangani MoU untuk pemasaran. Lombok Barat dan Yapen sedang dijajaki. Saat ini Kubu Raya sudah rutin melakukan penjualan de-ngan jumlah cukup banyak terutama rajungan hingga mencapai 4 ton daging. Produk-produk olahan dari Kubu Raya sudah menembus enam pasar/ supermarket yang besar dan modern di Pontianak dan 2 (dua) toko ole-ole. Yang tidak kalah pentingnya adalah promosi. Karena promosi mahal sedangkan produk umumnya baru dikenal, maka promosi dilakukan secara door to door, penjualan langsung, melalui pameran dan memperkenalkan atau menjual pada even-even yang dihadiri banyak orang, juga melalui mitra-mitra. Strategi intervensi pemasaran juga diikuti rencana pembangunan infrastruktur; pembahasan rantai nilai mulai dari persiapan produksi sampai ke pemasa-
ran yang membutuhkan sarana dan prasarana sehingga kualitas produk bermutu cukup tinggi. Distribusi pemasaran dan lainnya juga membutuhkan sarana sehingga dapat menekan ongkos produksi, dan dapat bersaing di pasar. Untuk meningkatkan kemampuan produksi maka telah dilaksanakan beragam pelatihan pelatihan teknis, manajemen hingga on the job training. Akhirnya, sebagai bagian penting dalam program CCDP-IFAD maka dalam pengembangan pemasaran pada tahun 2016 harapan mulianya adalah produk-produk unggulan telah secara terus menerus memasok kebutuhan pasar dan ketika proyek ini selesai dan tidak ada pendampingan lagi, kelompok pengembangan usaha telah menjadi mandiri dan berkembang dengan volume usaha dan keuntungan berlipat. Amin! Pembina: Direktur Pendayagunaan Pesisir Penanggung Jawab: Sapta Putra Ginting Pemimpin Redaksi: Adi Priana H. Pasaribu Wakil Pemimpin Redaksi: Hasyim Zaini Editor: Venny Wahyudi Redaktur Pelaksana: Dian Prihati Sahono, Ani Setyawati, Kamaruddin Azis Layouter: Arfan A. Rasyid KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT Satuan Kerja Pembangunan Masyarakat Pesisir (CCDP-IFAD) Gedung Mina Bahari III Lantai 11, Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Telp. (021) 351 3258 Fax. (021) 351 3258 Website: www.ccdp-ifad.org Kota Jakarta Pusat 10110, Provinsi DKI Jakarta, Indonesia
7
MENABUH SEMANGAT KOLABORASI DI SUNGAI NIBUNG Kamaruddin Azis, Konsultan Knowledge Management, PMO CCDP-IFAD
Tabuhan rebana mewarnai peresmian Pusat Kegiatan Ekowisata Bahari Desa Sungai Nibung oleh Sekda Kubu Raya, Odang Prasetyo. Utusan KKP, BPSPL, DPRD, Kapolres, SKPD/Badan, KompasTV, awak media, tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat sipil jadi saksinya. Tugas belum usai. Ini baru tabuhan pertama.
Inisiatif dari Sungai Nibung Menurut Abdur Rani, Sekretaris Unit Pengelola kegiatan CCDP-IFAD Kubu Raya, sebelum dinamai Pantai Tengkuyung, kawasan ini disebut Pantai Paloh, namun karena Paloh berasosiasi ke salah satu lokasi di tempat lain di Kalimantan Barat maka diganti menjadi Tengkuyung. Dasarnya karena banyak ditemukan tengkuyung di sepanjang pantai. Ada cemara, bakau dan hamparan pasir nan luas tempat bermain dan menikmati keindahan pesisir Kubu.
Cahaya pagi di Dermaga Rasau menyapa tetamu. Awan berarak di atas ruas sungai kala puluhan orang berkumpul di tepi dermaga. Mereka membicarakan inisiatif warga dari Pantai Tengkuyung Pusat Ekowisata Bahari Sungai Nibung, Kecamatan Pekadai, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Senin 31/05/2016. Sejauh mata memandang, di bentang sungai terlihat beragamnya vegetasi sungai. Berjejer pohon khas sempadan, nipah yang pucuknya mencium paras sungai, ada bakau yang daunnya digoyang angin laut China Selatan. Tidak kurang sepuluh jenis ekosistem ada di Kalimantan Barat. Dari ekosistem pegunungan, hutan, lahan basah hingga mangrove dan terumbu karang. Ada 3 daerah aliran sungai - urat nadi kehidupan masyarakat termasuk di Kubu Raya. Mangrove Kalimantan, termasuk di Sungai Nibung, terancam pembukaan lahan permukiman, perambahan kayu bakar. Ini diperburuk karena selama ini dukungan program Pemerintah Pusat untuk pengentasan kemiskinan amat minim di Kalimantan Barat terutama Kubu Raya. Salah satu alasannya karena warga bera-
8
da di dalam wilayah lindung hutan. “Banyak orang tak peduli dengan warga miskin di tengah hutan, di Sungai Nibung itu, ada permukiman. Yang terlihat warna hijau peta, tetapi ada orang di dalamnya. Makanya saya sangat mendukung inisiatif warga Desa Sungai Nibung itu, kami berterima kasih kepada Dinas Perikanan dan Kelautan serta CCDP,” kata Herbimo Utoyo, Plt Kadis Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan Kubu Raya.
“Kampung kami ada sejak 1934, jauh sebelum negara Indonesia berdiri,” seru Kepala Desa Syarif Ibrahim di depan tetamu. Menurutnya, orang-orang telah lama hidup di pesisir barat Pulau Kalimantan ini. Mereka datang dari berbagai asal namun mengaku satu, warga Nibung. “Kalau disebut ilegal tidak betul, kami ada turun temurun,” tambahnya. Syarif adalah motivator kunci di balik pendirian Pusat Ekowisata Bahari yang disokong lembaga keuangan pengembangan pertanian dan perikanan bernama IFAD melalui skema Coastal Community Development Development
Tim CCDP-IFAD Kubu Raya bersama perwakilan PMO-CCDP
Sapta Putra Ginting, sekretaris eksekutif PMO CCDP-IFAD didapuk memberi sambutan. “Saya ingat 2013, saat kami datang, ada omongan, untuk apa bapak jauh-jauh datang dari Jakarta, kalau ada uangnya mari, untuk apa bentuk kelompok,” kenang Sapta. Sapta mengingatkan betapa tidak mudahnya menginisiasi pengelolaan lingkungan dan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan masyarakat. Menurutnya, hal demikian adalah tantangan dan selama 3 tahun terakhir atas kerjasama berbagai pihak, lokasi ekowisata ini terbangun sukses. Tak kuasa menahan haru, ada derai di matanya. Nurdin di depan homestay ekowisata Sungai Nibung (foto: Kamaruddin Azis)
(CCDP) sejak 2013. Bersama Syarif, beberapa pilar lainnya adalah Nurdin, Hafid, Andi Bahtiar dan warga Kampung Tepok dan Paloh. Syarif mengatakan tidak kurang 90 hektar lahan di Sungai Nibung adalah mangrove. Kelompok PSDA telah membangun perlintasan wisata berupa titian dan bangunan peristirahatan, tiga kamar homestay menghadap ruas sungai, pun lokasi perawatan dan pembesaran penyu di sisi timur. Biaya pembangunannya merupakan kontribusi CCDP-IFAD. “Benar yang disampaikan Kades, di Kubu kami terbatas soal lokasi wisata, jadi ini merupakan salah satu solusi, ini langkah maju dan inovatif,” timpal Sekda Kubu Raya yang juga bersedia melepas tukik penyu hijau, simbol perlindungan dan komitmen Pemkab menjaga harmoni lingkungan. Sekda berjanji mengajak SKPD lain membantu inisiatif warga melalui kegiatan pendukung.
ngelola lokasi ekwisata ini. Nurdin lalu menunjukkan ruang dalam tiga kamar yang dapat dimanfaatkan oleh tamu. “Mohon bantulah dipromosikan,” pinta Nurdin. Kadis Perikanan dan Kelautan, Djoko Triyono menyebut ada hal menarik di Sungai Nibung yang tak dijumpai di tempat lain yaitu adanya kesepakatan warga untuk memberikan denda 1.000 ketupat bagi perusak mangrove. Menurut Djoko, inilah salah satu kunci penting dalam pengelolaan sumberdaya alam, ketika nilai-nilai sosial ikut mewarnai pengelolaan mangrove, bukan hanya untuk pengembangan ekowisata ini tetapi memastikan keberlanjutannya. “Warga mengambil inisiatif, itu kuncinya,” katanya.
Sapta melanjutkan. “Apa yang dilakukan kelompok PSDA ini mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan. Bahwa ketika mangrove dirawat dan ikan berkembang biak, hasilnya bisa dilihat dengan jelas. Bisa mengembangkan kegiatan kuliner, dipasarkan ke luar daerah, mari rawat,” seru Sapta. Suaranya bergetar. Sapta mengapresiasi pernyataan Sekda Kubu Raya tentang pentingnya dukungan SKPD atau pihak lain dalam mengembangkan ekowisata ini, ikhitiar tak bisa berhenti setelah CCDP-IFAD usai. “Agar tetap bertahan dan berkembang mari kita dukung dan alokasikan anggaran, melalui APBD atau sumber pembiayaan lainnya,” pungkas Sapta.
Selain Syarif, sosok di balik upaya pengelolaan sumberdaya mangrove dan potensi ekonomi Sungai Nibung ini adalah Nurdin, (31 tahun). Dia motor penggerak partisipasi warga. “Mohon disampaikan kepada warga lain atau yang berkunjung ke Pontianak supaya mampir juga ke sini,” pinta nelayan pukat yang telah berjanji untuk meLokasi tracking mangrove Sungai Nibung (foto: Kamaruddin Azis)
9
WORKSHOP FASILITASI KELEMBAGAAN KOPERASI DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM), BITUNG 19-21 MEI 2016 Iwan Setiawan, Konsultan Community Development, PMO CCDP
sar (Koperasi Fatimah Azzahra), Kota Bitung (KSU Masyarakat Pesisir) dan Merauke (Koperasi Izakot Kai).
Foto bersama peserta workshop
Sejak dimulainya program CCDP pada tahun 2013, telah dibentuk 1.677 Pokmas (Kelompok Masyarakat) yang bergerak di berbagai bidang usaha seperti penangkapan, budidaya ikan, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, pengelolaan infrastruktur usaha dan pengelolaan sumberdaya alam (PSDA). Hasil Annual Outcome Survey (AOS) CCDP mengindikasikan bahwa CCDP telah memberikan nilai tambah masyarakat sasaran melalui peningkatan produksi dan pemasaran. Setelah proyek CCDP berakhir, diharapkan kelompok-kelompok usaha tersebut dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya secara mandiri, termasuk dalam memenuhi kebutuhan modal, penyedia bahan baku produksi, hasil proses produksi dan keperluan lainnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, dipandang perlu adanya suatu kelembagaan yang dapat menjembatani dan memfasilitasi sumber-sumber pendanaan dan lembaga ekonomi terkait lainnya. Salah satu pilihan kelembagaan yang telah disepakati adalah koperasi, yag sampai Juni 2015 ini telah terbentuk 11 buah. Untuk menyamakan persepsi dari seluruh koperasi program CCDP tentang pemahaman dan pengelolaan potensi serta permasalahan Pokmas setelah proyek berakhir, workshop diselenggarakan yang diikuti oleh seluruh pengurus koperasi, konsultan pendamping koperasi dan lembaga-lembaga terkait.
10
Tujuan Workshop ini adalah : a) menyamakan persepsi dan langkah strategis di antara koperasi di 12 kabupaten/kota, PIU dan konsultan pendamping koperasi dalam mencapai tujuan pengembangan koperasi CCDP; b) evaluasi dan edukasi aspek legalitas/badan hukum dan rencana usaha masing-masing koperasi dan c) mengakselerasi pembangunan koperasi CCDP. Sasaran kegiatan workshop adalah Pengelola Koperasi CCDP, PIU dan Konsultan PIU yang mendampingi koperasi dari 12 Kabupaten/Kota CCDP, sedangkan hasil yang diharapkan adalah : a) adanya kesamaan persepsi dan langkah dalam mencapai tujuan pembangunan koperasi CCDP; b) terbangunnya koperasi berbadan hukum yang professional dan sesuai dengan kepentingan pembangunan masyarakat pesisir dan c) terakselerasinya pembangunan koperasi sesuai perencanaan Workshop dilaksanakan di Kota Bitung, pada tanggal 19-21 Mei 2016, yang diikuti oleh perwakilan koperasi dari 12 Kabupaten/Kota binaan CCDP-IFAD yaitu : Pare-Pare (Koperasi Mutiara Biru), Ambon (Koperasi Jasa Laha Suang), Lombok Barat (Koperasi Bina Bahari), Kupang (Koperasi Sejahtera Bahari), Gorontalo Utara (Koperasi Padu Alam Laut), Yapen (Koperasi Mawampi Indah), Maluku Tenggara (Koperasi Mina Bahari CCDP), KotaTernate (Koperasi Mapolu), Kubu Raya (Koperasi Asosiasi Masyarakat Pesisir), Kota Makas-
Sebagai nara sumber adalah Direktur dan Sekretaris PMO CCDP; Asdep Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM; Direktorat Pengembangan UKM Bank Indonesia; BRI Cabang Bitung; Asdep Komunikasi Kantor Sekretariat Preside; Ir. Amna Yunus, MBA (Direktorat Jasa Kelautan); Konsultan Pemberdayaan PMO; Pemateri success story koperasi program PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) Kota Bitung dan Manado.
Hasil pembahasan Workshop adalah: • Koperasi harus memiliki Nomor
•
•
•
•
Induk Koperasi (NIK), aspek legal (Badan Hukum) bagi yang belum (Ambon dan Maltera), dan bila berpotensi, meningkatkan usaha pokoknya dari KSP menjadi KSU. Agar koperasi sehat, kriterianya antara lain pembukuan yang aktif dan tertib dan menjalankan kewajiban Rapat Anggota Tahunan (RAT). Dana KUR dapat diakses oleh Koperasi yang minimal sudah berjalan 6 bulan, cash flow positif dan disetujui dalam RAT luar biasa. Bimbingan teknis dan konsultasi untuk mengakses dana tersebut, dapat diperoleh dari Satgas KUR di setiap Kabupaten/Kota. Informasi bisa didapat dari Dinas Koperasi. Dana Lembaga Penjaminan Dana Bergulir (LPDB) dapat juga diakses bagi koperasi yang telah melakukan RAT 2 tahun berturut-turut dan disepakati anggota. Demikian juga dapat diakses Corporate Social Responsibility (CSR)/PKBL dari perusahaan. Koperasi dianjurkan untuk “melek IT” (memahami sistem informasi teknologi). Bantuan teknis seperti pelatihan dan pendampingan dari KEMENKOP dapat diminta melalui Dinas Koperasi setempat.
• Produk UMKM/Pokmas berserti-
fikat PIRT dengan kemasan yang kuat dan kering dapat dititipkan di SMESCO (Small and Medium Enterprises and Cooperatives) untuk dipromosikan dan dipasarkan dengan sistem konsinyasi, tetapi produk basah harus disertai display cooler (freezer kaca). Pengirimannya berkoordinasi dengan Dinas Koperasi Kabupaten/Kota dan Propinsi atau dikirim sendiri atas sepengetahuan keduanya. • Jika usaha utamanya KSP, koperasi tidak boleh melakukan kegiatan usaha lain, sedangkan KSU memiiki berbagai usaha selain USP. • Diusulkan adanya pelaku-pelaku
usaha selevel yang sudah sukses, sebagai peserta.
Rekomendasi Workshop adalah: • Kelengkapan profil perlu dilapor-
kan ke PMO oleh konsultan pendamping koperasi bekerja sama Pengurus, demikian juga laporan bulanan perkembangan capaian dari tiap tahapan untuk menjaga keberlanjutan progress pengembangan koperasi (road map). • Untuk kepentingan monev, seluruh koperasi CCDP perlu menyusun road map kegiatan koperasi masing-masing. • Perlu terus mempersiapkan dan memperkuat kelembagaanya, agar semua bantuan untuk Pokmas dan
bantuan lainnya dapat disalurkan melalui koperasi. • Bagi penguatan kelembagaan dan pengembangan koperasi, PMO dan PIU perlu konsisten membina dan memantau secara intensif sampai proyek berakhir. • Sebagai bagian dari exit strategy CCDP dan upaya menjaga keberlanjutan kegiatan koperasi, PMO dan PIU diharap selalu memfasilitasi terbangunnya jaringan baik antar koperasi maupun dengan mitra. • Berdasar profil, ke-12 koperasi perlu dibagi dalam 3 kluster, yaitu (1) kluster pemantapan, (2) kluster pengembangan dan (3) kluster pembinaan.
DUKUNGAN PENGELOLAAN PESISIR TERPADU (INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT) DALAM CCDP-IFAD Jimmi R. P. Tampubolon, Konsultan Pengelolaan Pesisir Terpadu, PMO CCDP- IFAD
Potensi pembangunan wilayah pesisir dapat dibagi menjadi 3 kelompok utama: (1) sumberdaya dapat pulih, (2) sumberdaya tak dapat pulih), dan (3) jasa-jasa lingkungan. Sumberdaya ini apabila pemanfaatannya dioptimalkan, akan sangat menguntungkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sumberdaya dapat pulih meliputi hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, sumberdaya perikanan laut, dan bahan bahan bioaktif. Sumberdaya tidak dapat pulih meliputi seluruh mineral dan geologi. Jasa-jasa lingkungan terdiri dari antara lain: fungsi kawasan pesisir dan laut sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan dan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, dan kawasan perlindungan (Dahuri, 2001). Potensi yang dimiliki wilayah pesisir sangat penting untuk dikelola dan dikembangkan dalam mengatasi berbagai persoalan di masyarakat, terutama untuk pengurangan kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang menjadi tujuan Proyek Pemba-
FGD Penyusunan Dokumen ICM di Desa Teluk Gelam, Kubu Raya
ngunan Masyarakat Pesisir (CCDP). CCDP menyadari tantangan mendasarnya yaitu menfasilitasi pembangunan sektor ekonomi, dan pada saat yang sama, meminimalkan dampak negatif dari segenap kegiatan pembangunan sesuai dengan daya dukung lingkungan pesisir sehingga terselenggara pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Kegiatan CCDP berada di kawasan pesisir dengan urgensi pengelolaan yang baik agar tidak menye-
babkan degradasi lingkungan. Langkah untuk mengantisipasi bertambahnya permasalahan dalam pengelolaan pesisir yang timbul dari adanya ego sektoral dan berbagai kepentingan seluruh stakeholder yang seringkali tidak mau mengalah serta belum tegasnya aturan atau penegakan hukum di pesisir, dapat ditempuh dengan menerapkan pengelolaan pesisir secara terpadu.
11
Model ICM CCDP IFAD Istilah Pengelolaan Pesisir Terpadu (Integrated Coastal Managament (ICM) atau juga disebut Integrated Coastal Zone Managament (ICZM), memang berbeda tetapi sesungguhnya maksud dan tujuannya sama yaitu mengelola wilayah pesisir secara terintegrasi. Integrasi yang dimaksud ialah upaya pengelolaan terpadu antar ekosistem pesisir, antara ekosistem daratan dengan laut, antar instansi pemerintahan, antara pemerintah dengan pemangku kepentingan (stakeholder), dan antar multi displin ilmu. Rudianto (2014) mengatakan bahwa model ICM yang diterapkan di CCDP sesuai dengan tujuannya adalah bagian dari evolusi implementasi ICM di Indonesia. Dalam konteks CCDP, diterapkan model ICM berbasis masyarakat dengan fokus menciptakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat. Model Pengelolaan yang diterapkan CCDP berupaya menjawab beberapa indikator keberhasilan, diantaranya kelestarian lingkungan sumberdaya pesisir terpelihara atau meningkat di 80% daerah proyek dan desa-desa berdampingan; sehingga mendorong gencarnya penerapan model ICM menjadi perhatian seluruh pelaksana CCDP. Dalam Annual Outcome Survey (AOS) 2015, dikatakan di 108 desa wilayah CCDP, telah terbentuk 1.034 kelompok masyarakat di antaranya 102 kelompok pengelola sumberdaya alam (PSDA) dan 686 kelompok usaha (penangkapan, budidaya, pengolahan, dan pemasaran). Berbagai kegiatan saling terkait tersebut diharapkan menjadi pilar pendorong pengembangan usaha dan ekonomi mikro, kecil dan menengah secara berkelanjutan. Keterkaitan antar berbagai kegiatan di wilayah yang sama menunjukkan bahwa secara konsepsi, pelaksanaan CCDP sudah sejak awal mempertimbangkan dukungan ICM. Selain itu, dibentuknya Kelompok PSDA makin menunjukkan akan pentingnya ICM dalam proyek. Desa-desa CCDP juga telah dibekali dengan dokumen perencanaan ICM, dan beberapa telah
Ekowisata mangrove Bitung
menerapkan pembangunan berdasar pada strategi dan program yang dirancang. Prinsip ICM dan Keberlanjutan Pembangunan Pasca Proyek Pada prinsipnya ICM berfokus pada tiga tujuan operasional. Tujuan pertama adalah memperkuat sektor manajemen antara lain melalui pelatihan, legislasi dan pengorganisasian, yang menekankan pada pengembangan SDM, bukan hanya pada masyarakat pesisir sebagai pelakunya saja agar memahami pentingnya pembangunan berkelanjutan, tetapi juga pemerintah sebagai penentu kebijakan dan konstruksi yuridis. Pengorganisasian dapat diperankan oleh pemerintah, juga kelompok masyarakat termasuk LSM. Tujuan kedua adalah melestarikan dan melindungi produktivitas dan keberagaman biologi ekosistem pesisir, sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan, terutama pencegahan pengrusakan habitat, polusi dan eksploitas berlebih. Tujuan ketiga adalah secara dinamis dan berkelanjutan memperkuat administrasi, penggunaan, pengembangan dan perlindungan wilayah pesisir dengan segala sumberdaya didalamnya agar dapat dimanfaatkan untuk tujuan bersama secara demokratis. Adanya berbagai proyek pemberdayaan pesisir yang hanya menghasilkan dokumen laporan, namun tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat sasaran, menjadi tantangan tersendiri bagi CCDP untuk memberikan nilai leb-
12
ih dengan mempersiapkan kemandirian masyarakat. Dalam menjawab tantangan ini, CCDP penting memberikan warna berbeda, sesuai dengan karakteristik model ICM-nya juga yang unik. Konsentrasi pada penggunaan strategi ICM dalam rangka mempersiapkan masyarakat yang mandiri sangat penting dilakukan sebagai strategi keberlanjutan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan pasca berakhirnya proyek. Dokumen perencanaan ICM, menjadi pijakan bagi masyarakat untuk meneruskan siklus pembangunan, sehingga upaya membangun kemandirian masyarakat dalam mengatasi permasalahannya dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Pengelolaan Pesisir Terpadu membutuhkan ketelatenan sejak penyusunan perencanaan, dengan memperhatikan pepatah “Gagal dalam merencanakan sama saja dengan merencanakan kegagalan”. Untuk 72 desa baru yang terlibat pada tahun 2016, perlu disusun dokumen perencanaan ICM, sementara desa lama pada tahap implementasi dan evaluasi. Dalam penyusunan perencanaan ICM tersebut, penting ketelatenan agar ada peningkatan kualitas dibandingkan penyusunan sebelumnya sehingga mudah untuk diimplementasikan. Pengalaman yang ada, tentu memberikan pembelajaran dan pengetahun-pengetahuan baru. Keberhasilan implementasi ICM juga bertumpu pada partisipasi, keberanian mencoba hal yang baru dan kerja sama semua pihak.