JAWABAN PEMERINTAH TERHADAP PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR-RI TENTANG NOTA KEUANGAN DAN RAPBN TAHUN ANGGARAN 2008
Rapat Paripurna DPR-RI, 23 Agustus 2007 REPUBLIK INDONESIA
JAWABAN PEMERINTAH TERHADAP PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR-RI TENTANG NOTA KEUANGAN DAN RAPBN TAHUN ANGGARAN 2008 TANGGAL 23 AGUSTUS 2007
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terhormat, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, kita masih diberikan kesempatan untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban kenegaraan dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2008. Selanjutnya, perkenankanlah kami, atas nama Pemerintah, menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua fraksi dalam DPR-RI atas seluruh pandangan dan pendapat, baik yang mendukung maupun yang memberikan kritik terhadap usulan kebijakan fiskal tahun 2008, yang tertuang dalam RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2008 beserta Nota Keuangannya yang telah disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2007 yang lalu. Semua pandangan dan penilaian tersebut yang disampaikan oleh seluruh fraksi pada Forum Pemandangan Umum terhadap Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2008 pada tanggal 21 Agustus 2007 yang lalu, tentunya akan menjadi bahan pembahasan dalam tahap berikutnya untuk penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2008.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2008 disusun untuk memenuhi ketentuan pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) Amandemen UUD 1945. Penyusunan RAPBN tahun 2008 tersebut mengacu pada ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka
-1-
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004–2009, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2008, Kerangka Ekonomi Makro, dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2008 sebagaimana telah disepakati dalam Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN 2008 antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia beberapa waktu yang lalu. Dalam menentukan prioritas pembangunan, asumsi dasar ekonomi makro, target defisit anggaran dan arah kebijakan fiskal, serta rencana pembiayaannya, Pemerintah telah berpegang pada hasil-hasil kesepakatan bersama Pemerintah dengan DPR dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun 2008.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2008 disajikan secara lebih rinci, detail dan selengkap mungkin baik dalam memberikan uraian mengenai latar belakang kondisi yang melandasinya, dan berbagai kebijakan yang dipilih, maupun penyajian data dan informasi. Hal ini untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat kepada masyarakat dan para stakeholders, serta mendukung prinsip transparansi dan memperbaiki kualitas akuntabilitas publik dalam pengelolaan keuangan negara. Dengan informasi yang semakin transparan dan lengkap dan seakurat mungkin, maka masyarakat dan para pengambil keputusan baik di bidang politik dan ekonomi dapat memanfaatkannya. Hal ini akan mengurangi ketidakpastian dan spekulasi dalam pembahasan dan pembuatan keputusan, maupun dalam melakukan antisipasi kebijakan. Dengan demikian kualitas demokrasi dapat semakin ditingkatkan, dan keseluruhan perekonomian mendapat manfaat dalam bentuk akurasi dan kepastian keputusan yang akan memperbaiki efisisensi keseluruhan. RAPBN Tahun 2008 sebagai instrumen kebijakan fiskal memiliki peran yang strategis dalam mempengaruhi perekonomian dan dalam upaya mencapai sasaran-sasaran pokok pembangunan sebagaimana digariskan dalam RPJMN 2004-2009. Peran APBN Tahun 2008 dalam mempengaruhi perekonomian adalah melalui fungsi alokasi anggaran, fungsi distribusi pendapatan, dan fungsi stabilisasi ekonomi makro. Adalah menjadi tugas bersama bagi kita, Pemerintah dan DPR-RI untuk merancang dan sekaligus menjaga struktur APBN dari waktu ke waktu untuk tetap sehat, lentur dan kuat, sehingga mampu berfungsi optimal dalam menjaga dan mengelola perekonomian, dalam rangka mencapai cita-cita nasional. RAPBN 2008 diperkirakan akan memberikan pengaruh langsung pada pertumbuhan perekonomian melalui dua jalur: Pertama, berasal dari peran
-2-
RAPBN 2008 terhadap sektor riil (permintaan agregat) dalam bentuk mendorong ekspansi permintaan domestik. Hal ini terwujud dalam bentuk kegiatan konsumsi pemerintah yang mencapai Rp377,2 triliun (8,8 persen PDB), yang sebagian besar diharapkan berasal dari belanja barang dan jasa oleh daerah Rp183,5 triliun, serta pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) yang mencerminkan kegiatan investasi pemerintah yang mencapai Rp189,9 triliun (4,4 persen PDB). Dengan stimulus belanja barang dan jasa, serta investasi tersebut, pertumbuhan ekonomi diharapkan akan dapat dipacu lebih tinggi. Kedua, RAPBN 2008 memberikan dampak ekspansif terhadap neraca moneter sebesar Rp59,4 triliun (1,4 persen PDB). Hal ini selaras dengan upaya pemerintah untuk memberikan stimulus fiskal secara terukur dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi melalui belanja pemerintah, namun tidak menyebabkan tekanan pada keseimbangan moneter yang akan memicu inflasi secara berlebihan. Peran RAPBN 2008 sebagai fungsi distribusi dan alokasi sumber daya ekonomi diwujudkan dalam postur struktur kebijakan pengeluaran pemerintah yang berorientasi kuat pada upaya penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan memerangi pengangguran. Penerimaan pajak yang dilakukan semakin intensif dan dioptimalkan terutama pada kelompok masyarakat dan ekonomi yang memiliki kemampuan membayar pajak, akan didistribusikan pada kelompok yang kurang mampu dalam bentuk program-program pengentasan kemiskinan seperti pemerataan dan perbaikan kualitas pendidikan, kesehatan, dan perbaikan sarana dan prasarana dasar. Hal ini konsisten dengan strategi pemerintah yaitu mencapai Pertumbuhan disertai Pemerataan, atau Growth with Equity. RAPBN 2008 dirancang pro-rakyat terutama kelompok miskin dan kurang mampu, serta golongan ekonomi kecil, menengah, dan koperasi. RAPBN Tahun 2008 sebagai instrumen pengelolaan ekonomi dirancang untuk mempengaruhi sektor-sektor ekonomi dan kegiatan produktif agar semakin meningkat. Sebagai instrumen penyeimbang, kebijakan RAPBN 2008 dirancang untuk menyeimbangkan pertumbuhan antarsektor ekonomi, antardaerah, atau antargolongan pendapatan. Peran RAPBN tahun 2008 juga sangat penting dalam mengurangi penderitaan rakyat melalui penanggulangan, rehabilitasi dan pembangunan kembali pada daerah yang mengalami dampak bencana alam, wabah penyakit, dan konflik sosial. Peran kebijakan fiskal dari RAPBN Tahun 2008 yang disusun melalui proses politik baik di internal pemerintah, maupun sehubungan dengan hak budget Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan oleh kualitas perencanaan yang akurat dan antisipatif, dan kualitas implementasi yang efektif. Aspek penting dari
-3-
proses anggaran adalah pada pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan fiskal yang harus dilaksanakan secara akuntabel dari seluruh aparat yang terkait.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Kini perkenankanlah kami memberikan tanggapan dan jawaban terhadap berbagai hal yang telah disampaikan oleh para juru bicara masing-masing fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu anggota yang terhormat Sdr. Shidki Wahab mewakili Fraksi Partai Demokrat; Sdr. HM. Syumli Syadli, SH. mewakili Fraksi Partai Persatuan Pembangunan; Sdr. DR. Marwoto Mitrohardjono, SE, MM. mewakili Fraksi Partai Amanat Nasional; Sdri. Dra. Hj. Anisah Mahfudz, M.AP. mewakili Fraksi Kebangkitan Bangsa; Sdr. Rama Pratama, SE, Ak. mewakili Fraksi Partai Keadilan Sejahtera; Sdr. Inya Bay, SE, MM. mewakili Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi; Sdri. dr. Diah Defawati Ande mewakili Fraksi Partai Bintang Reformasi; Sdr. Retna Rosmanita Situmorang, MBA. mewakili Fraksi Partai Damai Sejahtera; Sdr. drg. H. Tonny Aprilani, MSc. mewakili Fraksi Partai Golongan Karya; Sdr. Ir. Hasto Kristiyanto, MM. mewakili Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Menanggapi pendapat dan pertanyaan yang berkaitan dengan asumsi dasar ekonomi makro dan sekaligus proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Damai Sejahtera, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, dan Fraksi Partai Amanat Nasional, dapat dijelaskan sebagai berikut. Memasuki tahun 2007, perbaikan ekonomi makro nasional terus terjadi dengan akselerasi pertumbuhan yang ditunjukkan oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi dari 6,0 persen pada triwulan pertama, meningkat menjadi 6,3 persen pada triwulan kedua. Secara keseluruhan, semester I 2007 pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1 persen. Pertumbuhan tersebut didorong oleh daya beli masyarakat yang lebih baik, tetap kuatnya pertumbuhan ekspor, dan mulai meningkatnya investasi. Selain itu, stabilitas ekonomi juga terjaga yang ditunjukkan oleh rendahnya laju inflasi yang selama bulan Januari – Juli 2007 mencapai 2,81 persen lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,33 persen. Demikian pula nilai tukar rupiah yang sesuai dengan kebijakan mengambang bergerak pada kisaran yang seimbang untuk mendukung kegiatan ekonomi yang sehat. Meskipun akhir-akhir ini tingkat volatilitas nilai tukar Rupiah agak meningkat, namun tetap
-4-
dapat dijaga pada kisaran yang sempit. Suku bunga SBI-3 bulan cenderung menurun, hingga mencapai 7,83 persen pada Agustus 2007. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2008 diperkirakan mencapai 6,8 persen dengan pertimbangan faktor internal yaitu kuatnya konsumsi dan ekspor masih menjadi faktor yang penting, selain mulai bangkitnya kegiatan investasi. Peranan konsumsi dalam mendorong ekonomi tidak seharusnya diinterpretasikan secara negatif. Justru kuatnya konsumsi masyarakat menunjukkan pulihnya daya beli dan membaiknya kesejahteraan rakyat yang akan mendorong bangkitnya seluruh sektor riil. Meskipun demikian tidaklah dipungkiri bahwa masih terdapat kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang belum memadai dan ini tetap menjadi tantangan untuk dipecahkan bersama. Gairah investasi akan muncul dengan adanya harapan dan proyeksi perbaikan ekonomi, dan stimulasi kegiatan yang berasal dari belanja investasi pemerintah. Kondisi perekonomian global diperkirakan masih akan cukup baik meskipun resiko terjadinya perlemahan pertumbuhan ekonomi global cenderung menguat, dengan terjadinya krisis keuangan di negara-negara maju yang mulai terjadi pada akhir Juli 2007. Krisis tersebut dipicu oleh permasalahan pada sub-prime mortgage di pasar keuangan Amerika Serikat, yang telah mengakibatkan gejolak global di pasar uang, pasar saham, dan pasar obligasi. Reaksi pelaku ekonomi global dalam bentuk penyesuaian komposisi portofolio aset dan risiko, memang akan mempengaruhi permintaan dan harga dari instrumen obligasi baik milik pemerintah maupun perusahaan, juga harga saham Indonesia. Koreksi ini akan berlangsung hingga suatu keseimbangan baru dapat dicapai dan ketenangan pelaku pasar dapat dipulihkan. Dengan terjadinya gejolak perekonomian global dalam 3 minggu terakhir ini, yang juga akan memberikan dampak pada perekonomian Indonesia, meskipun diperkirakan secara cukup terbatas dan terkelola, Pemerintah melihat munculnya risiko dalam pencapaian proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2008. Namun sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak didukung oleh faktor domestik yaitu konsumsi yang memiliki kontribusi 65 persen dalam Produk Domestik Bruto, dan investasi yang masih dalam momentum pemulihan dan peningkatan. Peningkatan konsumsi pada tahun depan berasal dari peningkatan daya beli masyarakat, terkait dengan kenaikan gaji PNS/TNI/Polri, upah minimum provinsi, dan pendapatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri (workers’ remmitance), serta bantuan sosial untuk mendukung daya beli masyarakat, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Selain itu penurunan suku bunga di dalam
-5-
negeri, terjaganya tingkat inflasi dan peningkatan fungsi intermediasi perbankan juga akan mendorong pertumbuhan konsumsi. Kegiatan investasi pada tahun 2008 diperkirakan akan mencapai Rp1.296,1 triliun mengalami peningkatan, seiring dengan berbagai upaya yang terus ditempuh pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi. Pertumbuhan investasi tersebut didasarkan pada proyeksi perkembangan sumber-sumber investasi, seperti belanja modal pemerintah, belanja modal BUMN, proyek infrastruktur, laba ditahan sektor swasta, kredit perbankan, pasar modal, serta arus modal asing, terutama dalam bentuk Foreign Direct Investment. Sedangkan faktor ekspor Indonesia, yang lebih banyak ditujukan pada kawasan Asia (Cina, India, Korea Selatan, Jepang, dan ASEAN), diperkirakan perekonomian kawasan tersebut masih tumbuh cukup kuat pada tahun 2008. Optimisme tetap kuatnya kinerja ekspor juga didukung oleh tetap tingginya harga komoditas, perbaikan daya saing produk Indonesia, dan upaya untuk terus melakukan diversifikasi pasar dan komoditas ekspor. Sementara itu dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh peningkatan di semua sektor. Pertumbuhan yang tinggi berasal dari sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Dalam tahun 2008 sektor pertanian diperkirakan tumbuh sebesar 3,7 persen lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan tahun 2007. Dengan berbagai analisa faktor penopang pertumbuhan ekonomi tersebut baik dari sisi eksternal maupun internal, juga sisi permintaan maupun sisi penawaran (produksi), Pemerintah berpendapat proyeksi ekonomi 2008 yang menjadi landasan asumsi penyusunan RAPBN 2008 masih tetap dapat dipertahankan pada tingkat 6,8 persen. Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut diperlukan kerja keras dan kerjasama serta dukungan semua pihak baik internal pemerintah dari unsur pusat dan daerah, dan terutama juga dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam kaitan ini, Pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki iklim usaha agar dapat mendorong kegiatan ekonomi terutama investasi dan ekspor. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain mencakup penyusunan peta komoditi unggulan, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Investasi (KEKI), mengurangi hambatan prosedur perijinan, dan perbaikan administrasi perpajakan dan kepabeanan, yang didukung oleh reformasi birokrasi secara menyeluruh di Departemen Keuangan. Selanjutnya, Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan kepastian hukum, meningkatkan produktivitas dan akses UKM
-6-
pada sumberdaya yang produktif, serta meningkatkan kinerja industri pengolahan. Program pemerintah yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan, dan pembangunan pedesaan melalui peningkatan produksi pangan dan akses rumah tangga terhadap pangan, produktivitas, dan kualitas produk pertanian, perikanan dan kehutanan, perluasan kesempatan kerja, serta diversifikasi ekonomi pedesaan.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Sementara itu, menjawab pertanyaan dan tanggapan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Damai Sejahtera mengenai asumsi inflasi tahun 2008 sebesar 6 persen, dapat dijelaskan sebagai berikut. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini belum mencapai kondisi full employment, artinya masih terdapat ekses kapasitas produksi yang dapat menyerap pertumbuhan permintaan domestik tanpa menimbulkan dampak tekanan pada tingkat harga secara umum. Inflasi di Indonesia umumnya disebabkan oleh perubahan karena faktor musiman (seasonal price volatility) terutama harga bahan makanan seperti harga berascabe, dll, dan perubahan permintaan eksternal seperti pada minyak goreng/CPO akibat kenaikan untuk konsumsi biofuel dunia, juga adanya gangguan pada distribusi barang akibat bencana alam atau tidak memadainya kondisi infrastruktur transportasi. Kenaikan harga barang dan jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price), seperti harga BBM dan tarif dasar listrik juga sangat memiliki pengaruh besar dalam inflasi. Inflasi juga disebabkan oleh jumlah uang beredar yang melebihi permintaan dan keseimbangan kegiatan ekonomi atau yang disebut (core inflation) yang menjadi tanggung jawab utama bagi Bank Indonesia untuk menjaganya pada tingkat yang rendah. Perkiraan inflasi tahun 2008, telah mempertimbangkan dengan seksama berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, seperti perkiraan kenaikan permintaan domestik dalam bentuk kenaikan konsumsi masyarakat seiring dengan rencana kenaikan gaji PNS dan TNI-POLRI, serta peningkatan kegiatan masyarakat menjelang Pemilu 2009. Berbagai langkah antisipatif maupun intervensi dilakukan oleh pemerintah dalam mengendalikan inflasi, antara lain dengan melakukan pengendalian gejolak harga barang melalui operasi pasar, dan membuka keran impor barang kebutuhan pokok masyarakat bila diperlukan. Perbaikan infrastruktur dan pembukaan akses transportasi diharapkan juga akan mengurangi dampak gangguan distribusi barang di seluruh Indonesia. Pengendalian harga barang dan jasa yang bersifat strategis, diharapkan juga dapat
-7-
menjamin kestabilan harga. Sedangkan untuk mengantisipasi kendala pada sisi produksi, peningkatan investasi di tahun 2008, diharapkan dapat mendorong kenaikan kapasitas produksi. Faktor moneter (jumlah uang beredar) dalam inflasi sepenuhnya dikelola oleh oleh Bank Indonesia sesuai dengan kerangka kebijakan moneter yang mempertimbangkan faktor ekspektasi inflasi dan kebutuhan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi secara seimbang. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, sasaran inflasi sebesar 6 persen dalam tahun 2008 diperkirakan masih dapat dipertahankan. Menjawab pertanyaan dan tanggapan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai data penurunan angka kemiskinan dan jumlah pengangguran, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut. Data dan informasi mengenai angka kemiskinan yang dipergunakan sebagai dasar penulisan Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2008 mengacu pada data resmi yang telah dipublikasikan oleh lembaga resmi dalam hal ini Badan Pusat Statistik (BPS). Pemerintah menghindari penggunaan data yang belum secara resmi dipublikasikan untuk menjaga konsistensi dan mencegah kesimpangsiuran, termasuk munculnya tuduhan adanya kebohongan publik. Integritas, akurasi, dan obyektifitas data dari BPS merupakan hal yang harus kita jaga bersama, sehingga dalam membuat keputusan dan kebijakan publik dapat selalu didasari oleh suatu kondisi data yang obyektif, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan. Data kemiskinan yang dipergunakan merupakan data terakhir yang telah dipublikasikan oleh BPS, yakni data hasil survey SUSENAS Panel Modul Konsumsi bulan Maret 2007. Berdasarkan publikasi dari BPS tanggal 2 Juli 2007, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2007 mencapai 37,17 juta (16,58 persen). Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin bulan Maret 2006 yang berjumlah 39,30 juta (17,75 persen), berarti jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 3,13 juta. Konsep yang dipergunakan untuk mengukur kemiskinan adalah konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penghitungan jumlah penduduk miskin menurut SUSENAS menggunakan dasar penghitungan konsumsi yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari, ditambah kebutuhan dasar non makanan lainnya untuk menentukan garis kemiskinan. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survey SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk
-8-
memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan. Dalam penghitungan angka kemiskinan, jumlah sampel juga diperbesar enam kali lipat supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Berkenaan dengan masalah ketenagakerjaan, keadaan ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan adanya perubahan indikator yang cukup signifikan ke arah yang lebih baik, walaupun di beberapa daerah terjadi bencana alam. Berdasarkan data resmi yang dipublikasikan oleh BPS pada tanggal 15 Mei 2007, jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2007 mencapai 108,13 juta orang, meningkat sebesar 1,85 persen dibandingkan keadaan bulan Februari 2006. Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2007 sebesar 9,8 persen (10,55 juta orang), lebih rendah dari 10,4 persen (11,10 juta orang) pada Februari 2006. Selanjutnya, menanggapi pertanyaan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai turunnya harga saham (IHSG) dan nilai tukar Rupiah dapat kami sampaikan penjelasan berikut. Jatuhnya pasar sub-prime mortgage di Amerika Serikat memang telah mengguncang pasar uang, pasar saham dan pasar obligasi di Eropa dan Asia, termasuk bursa saham dan nilai tukar Rupiah. Dalam hal ini pemerintah bekerjasama dengan BI berupaya agar tingkat guncangan atau volatilitas dapat diminimalkan. Pemerintah menyadari bahwa terjadinya shock baik dari faktor eksternal maupun internal tidak selalu dapat dideteksi secara penuh, meskipun indikator dini sudah semakin dikembangkan. Meskipun demikian pengaruhnya bisa dikelola dan diminimalkan. Ketahanan suatu perekonomian sangat ditentukan oleh kelenturan dari masing-masing instrumen, dan kesehatan atau kekuatan dari institusi ekonomi yang menopangnya seperti yang ditunjukkan oleh neraca keuangan dunia usaha, pemerintah, dan Bank Sentral. Dalam rangka membuat perekonomian lebih tahan terhadap setiap guncangan, maka seluruh komponen perekonomian diharapkan mampu menjadi peredam shock yang efektif. Dengan demikian, dampak guncangan terhadap perekonomian keseluruhan, maupun terutama terhadap masyarakat miskin dan rawan guncangan, selalu dapat diminimalkan. Untuk menjaga shock agar tidak berpengaruh pada ekonomi, pemerintah terus menyempurnakan kebijakan ekonomi, memperbaiki regulasi dan penerapannya secara konsisten (enforcement), dan menjaga struktur keseluruhan APBN agar dapat menjadi peredam guncangan secara efektif. Dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang sedang meningkat, menciptakan kesempatan kerja yang makin banyak, dan untuk menjamin kontinuitas program pengurangan kemiskinan, pemerintah akan berusaha secara maksimal untuk menjaga agar APBN tetap bisa dilaksanakan
-9-
sesuai dengan rencana. Hal ini menyangkut target penerimaan, target pengeluaran dan pengamanan pembiayaan.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Selanjutnya, kini perkenankanlah kami memberikan tanggapan atas berbagai pertanyaan, pandangan, serta pendapat yang berkaitan dengan RAPBN 2008, dimulai dengan hal-hal yang berkenaan dengan pendapatan negara baik penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berkaitan dengan tax ratio sebagaimana yang ditanyakan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dapat dijelaskan sebagai berikut. Penerimaan perpajakan sejak tahun 2002 hingga 2006 selalu mengalami peningkatan, terutama pada tahun 2005 yang dapat meningkat hingga 23,7 persen. Pada tahun 2007 diperkirakan pertumbuhan penerimaan perpajakan juga terus meningkat, terlebih dengan membaiknya kinerja perekonomian dibandingkan dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan penerimaan perpajakan pada tahun 2007 diperkirakan menjadi 19,7 persen, namun pada tahun 2008 pertumbuhan penerimaan perpajakan sedikit menurun menjadi 19,1 persen. Penurunan pertumbuhan penerimaan tahun 2008 tersebut sebagai konsekuensi amandemen UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) serta antisipasi penurunan tarif Pajak Penghasilan dalam amandemen UU Pajak Penghasilan. Bila dilihat lebih dalam lagi, pertumbuhan penerimaan pajak non-migas sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 cukup berfluktuatif antara 16,5 persen sampai dengan 19,6 persen, atau rata-rata setiap tahunnya meningkat 18,8 persen. Pertumbuhan penerimaan pajak non-migas tahun 2007 dan 2008 diperkirakan sebesar 24,8 persen dan 22,8 persen, diatas rata-rata pertumbuhan 5 tahun terakhir sebesar 18,8 persen. Peningkatan pertumbuhan penerimaan pajak nonmigas tersebut antara lain disebabkan membaiknya perekonomian tahun 2007 dan 2008, serta perbaikan modernisasi kantor pelayanan dan sistem perpajakan. Dilihat dari perkembangannya, tax ratio (dibandingkan dari PDB cakupan perhitungan dasar tahun 1993 dan 2000), baik untuk penerimaan perpajakan maupun penerimaan pajak non migas cenderung meningkat. Perhitungan tax ratio berdasarkan cakupan perhitungan basis tahun 2000 terlihat lebih rendah dari perhitungan tax ratio berdasarkan cakupan perhitungan basis tahun 1993. Rendahnya tax ratio Indonesia bila dibandingkan dengan tax ratio negara tetangga di wilayah regional ASEAN karena perbedaan dalam metodologi
- 10 -
perhitungan cakupan pajak, meskipun juga harus diakui bahwa pemungutan pajak kita masih belum optimal. Mengenai cost recovery seperti yang ditanyakan para Anggota Dewan yang terhormat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Golkar dapat disampaikan bahwa Pemerintah sependapat dengan pandangan anggota Dewan bahwa cost recovery perlu dievaluasi dan diawasi pelaksanaannya karena sangat terkait dengan penerimaan negara dari sektor Migas. Untuk mewujudkan evaluasi tersebut, Pemerintah telah melakukan audit terhadap Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas (KKKS), sedangkan pengawasan terhadap cost recovery dilaksanakan melalui mekanisme audit baik internal maupun eksternal. Audit secara internal dilakukan oleh BP Migas sedangkan audit eksternal dilakukan oleh BPK dan BPKP. Disadari bahwa pengaturan mengenai cost recovery masih mengandung kelemahan, yaitu hanya diatur dalam kontrak dan lampiran-lampirannya yang belum secara spesifik dan rinci menetapkan jenis biaya-biaya yang dapat/tidak dapat dibebankan sebagai cost recovery. Karena itu, saat ini Pemerintah sedang mempersiapkan aturan yang lebih tegas dan jelas mengenai cost recovery dengan memperhatikan seluruh pandangan Dewan yang akan menjadi masukan yang sangat bermanfaat bagi Pemerintah. Aturan tersebut akan mengatur secara lebih jelas dan tegas definisi dan cakupan biaya yang bisa diganti (recoverable) dan yang tidak bisa diganti (non-recoverable) secara lebih detail. Peranan BP Migas dalam mengawasi pelaksanaan kontrak di bidang migas juga akan terus diperbaiki dan ditingkatan, termasuk perbaikan dalam pengelolaan keuangan dan tata kelola (governance) lembaganya.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Selanjutnya, perkenankan kami untuk menanggapi berbagai pendapat dan pertanyaan yang terkait dengan alokasi belanja negara, baik belanja pemerintah pusat maupun belanja ke daerah. Penjelasan atas pendapat dan pertanyaan mengenai belanja pemerintah pusat dapat disampaikan sebagai berikut. Menanggapi pendapat Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai rendahnya penyerapan anggaran, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Penyerapan anggaran belanja negara dalam APBN tidak dapat diukur secara prorata setiap triwulan sebesar 25
- 11 -
persen, mengingat didalam pelaksanaan APBN terdapat kegiatan yang sifatnya rutin, dan kegiatan yang memerlukan proses administratif pengadaan barang/jasa melalui penyedia barang/jasa. Realisasi dana APBN sampai dengan semester I tahun 2007 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun anggaran 2006 pada dasarnya sudah lebih baik. Realisasi anggaran dalam semester I tahun 2006 (termasuk luncuran APBN 2005) masih sebesar 23,09 persen, sedangkan realisasi anggaran pada periode yang sama tahun 2007 (tanpa ada unsur luncuran anggaran) telah mencapai 26,26 persen. Peningkatan realisasi anggaran dalam tahun 2007 tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari upaya yang telah dijalankan pemerintah untuk mengoptimalkan penyerapan dana APBN, antara lain melalui penyempurnaan kualitas dan penyelesaian dokumen anggaran (DIPA) tepat pada waktunya, dan mendorong departemen/lembaga pada awal tahun anggaran untuk segera melakukan persiapan-persiapan. Namun demikian, disadari bahwa dalam pelaksanaannya, penyerapan anggaran ternyata masih terus perlu disempurnakan. Beberapa kendala belum optimalnya realisasi penyerapan anggaran disebabkan antara lain oleh hal-hal sebagai berikut: a. Pemahaman terhadap mekanisme pelaksanaan anggaran dan mekanisme serta prosedur pelaksanaan pengadaan barang/jasa oleh pengguna/kuasa pengguna anggaran baik ditingkat Pusat maupun Daerah masih kurang baik dan tentu perlu terus ditingkatkan; b. Masih terdapat keterlambatan penunjukan pejabat perbendaharaan (pejabat pengelola keuangan pada kementerian negara/lembaga), terutama yang terkait dengan alokasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan; c. Permasalahan lainnya yang berkaitan dengan perlunya revisi dokumen pelaksanaan anggaran (penyesuaian dalam pelaksanaan maupun perubahan harga), proses pembebasan tanah yang berlarut-larut, serta kekhawatiran yang tinggi dari pejabat pengelola keuangan Satker akan konsekuensi “law enforcement” yang dianggap berlebihan. d. Lemahnya manajemen proyek yang menyebabkan antara lain lambatnya proses dan evaluasi tender serta terjadinya misprocurement sehingga bank tidak bersedia mengganti (replenish) pembayaran yang telah dilakukan oleh pemerintah; dan e. Terdapat beberapa kegiatan yang masih diblokir (di-”bintang”) dalam dokumen DIPA akibat belum dipenuhinya persyaratan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal ini umumnya terjadi pada kegiatan yang dibiayai dari pinjaman
- 12 -
luar negeri dimana dokumen legalnya belum terpenuhi seperti Loan Agreement yang belum efektif. Semua sumber permasalahan ini akan terus diatasi, meskipun beberapa faktor dapat segera dapat teratasi, namun beberapa penyebab lain membutuhkan proses dan waktu yang lebih panjang (jangka menengah) untuk dapat diperbaiki. Pemerintah tetap yakin bahwa, sesuai dengan pola penyerapan tahun-tahun sebelumnya, penyerapan anggaran dalam semester II tahun 2007 akan mengalami peningkatan cukup signifikan, sehingga akan dapat menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, Pemerintah akan terus melakukan upaya perbaikan yang berkesinambungan untuk meningkatkan kelancaran dan percepatan penyerapan pagu anggaran, diantaranya: a. Meningkatkan pemahaman tentang mekanisme pelaksanaan anggaran dan mekanisme serta prosedur pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui bimbingan teknis, sosialisasi, pelatihan dan sebagainya; b. Menegaskan kembali kepada kementerian/lembaga untuk segera menetapkan pejabat pengelola keuangan dan mengharmonisasikan peraturan mengenai dekonsentrasi dan tugas pembantuan; dan c. Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan anggaran serta meningkatkan koordinasi antara pengguna anggaran, aparat pemeriksa dan aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi tanpa menghalangi laju pembangunan. Mengenai langkah-langkah efisiensi dan optimalisasi belanja barang dan belanja modal sebagaimana ditanyakan oleh Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dapat disampaikan bahwa Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kinerja anggaran melalui peningkatan kualitas belanja. Berkaitan dengan itu, setiap kementerian/lembaga dituntut untuk tidak hanya mengandalkan pada jumlah kenaikan anggaran, tetapi diminta untuk lebih mengoptimalkan komposisi dan struktur anggaran yang tersedia. Ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, mengalokasikan anggaran pada program dan kegiatan sesuai dengan prioritas pembangunan. Dengan arah kebijakan ini, terdapat Kementerian/Lembaga yang memperoleh kenaikan anggaran dalam jumlah yang besar, ada yang kecil, ada pula yang tetap atau bahkan menurun. Kedua, melakukan efisiensi belanja, yaitu dengan meminimalkan belanja yang tidak langsung terarah kepada masyarakat (khususnya belanja barang) menjadi belanja yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat (yang pada umumnya belanja modal dan bantuan sosial).
- 13 -
Agar belanja modal dan bantuan sosial tersebut benar-benar tepat sasaran, maka dalam melakukan realokasi belanja barang Pemerintah memberikan koridor sebagai berikut. Pertama, belanja barang, termasuk perjalanan dinas yang tidak produktif dan bukan merupakan program prioritas, dihemat dan ditingkatkan efisiensinya. Kedua, arah dan alokasi belanja modal dan bantuan sosial semakin dipertajam sesuai dengan prioritas dan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesempatan kerja, dan mengurangi kemiskinan. Ketiga, belanja modal yang kurang produktif, seperti pembangunan dan renovasi gedung pemerintah pusat serta pengadaan kendaraan dinas dikurangi seminimal mungkin. Keempat, dana yang tersedia digunakan untuk belanja modal yang produktif seperti pembangunan jalan, jembatan, irigasi, dan sarana-sarana perhubungan, serta bantuan sosial yang langsung dirasakan masyarakat.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Fraksi Partai Damai Sejahtera berkaitan dengan belum dapat dipenuhinya alokasi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Selama ini Pemerintah bersama-sama dengan DPR-RI telah sepakat untuk menempatkan alokasi anggaran pendidikan menjadi prioritas tertinggi dalam penetapan APBN setiap tahun. Hal ini dapat dilihat pada kenaikan anggaran di Departemen Pendidikan dan Agama yang melonjak sangat tinggi pada tiga tahun terakhir. Namun demikian, alokasi anggaran pendidikan belum tercapai sesuai amanat konstitusi terutama karena adanya perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan “definisi” anggaran pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi (UUD 1945). Pemerintah sependapat dengan Anggota Dewan yang terhormat, bahwa anggaran pendidikan haruslah diartikan secara luas, bukan hanya terbatas pada alokasi anggaran pada Departemen Pendidikan Nasional semata. Oleh karena itu, di dalam upaya untuk secara terus menerus meningkatkan anggaran pendidikan perlu dilakukan redefinisi anggaran pendidikan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan
- 14 -
demikian, pendidikan melibatkan semua komponen yang terkait dengan proses belajar mengajar pada berbagai jalur, jenjang, maupun jenis pendidikan. Berdasarkan definisi pendidikan sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut, maka menurut hemat kami, yang dimaksud dengan anggaran pendidikan adalah anggaran yang dialokasikan untuk seluruh kegiatan yang terkait dengan proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh semua pihak, baik yang alokasi anggarannya melalui belanja pemerintah pusat maupun melalui belanja ke daerah, juga termasuk gaji para guru dan pendidik yang merupakan unsur utama yang sangat penting dan strategis dalam anggaran pendidikan. Selanjutnya, perlu pula disampaikan bahwa apabila menggunakan formula rasio anggaran pendidikan tahun 2007 sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, maka rasio anggaran pendidikan dalam RAPBN tahun 2008 adalah sebesar 12,3 persen, atau meningkat dari rasio anggaran pendidikan dalam APBN tahun 2007 sebesar 11,8 persen. Hal ini sekaligus untuk mengoreksi pendapat Fraksi PDI Perjuangan, yang menyatakan bahwa alokasi anggaran pendidikan tahun 2008 turun menjadi 10,6 persen dibandingkan alokasi pada APBN tahun 2007 sebesar 11,8 persen. Mengenai masih diperlukannya subsidi bagi masyarakat miskin, khususnya subsidi pangan, pupuk, dan benih sebagaimana ditanyakan oleh Fraksi Partai Golongan Karya, dan Fraksi Partai Demokrat, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah sependapat dengan anggota Dewan yang terhormat bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dan sekaligus mendorong peningkatan perekonomian, subsidi yang selama ini sudah berjalan namun masih diperlukan atau belum berakhir jangka waktu pemberiannya, akan terus dilanjutkan. Subsidi pangan dalam bentuk pemberian beras bagi rakyat miskin akan tetap dilanjutkan, dengan mengevaluasi mekanisme pelaksanaannya agar dapat sampai kepada masyarakat yang membutuhkan secara lebih luas dan merata. Hal ini antara lain dilakukan melalui peningkatan peran Pemda dalam pelaksanaan distribusi dan pengawasan penyaluran raskin, dan penyempurnaan basis data rumah tangga miskin (RTM). Subsidi pupuk dan subsidi benih juga akan tetap dialokasikan, dalam rangka mendukung program swasembada pangan, khususnya kebijakan peningkatan produksi beras menjadi sebanyak dua juta ton dan meningkat 5 persen untuk tahun-tahun berikutnya. Ketersediaan sarana produksi berupa pupuk dan benih di tingkat petani diharapkan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas pangan, khususnya beras secara optimal. Dengan subsidi ini diharapkan petani dapat
- 15 -
memperoleh input produksi, khususnya pupuk dan benih dengan harga yang terjangkau, kualitas yang baik dan waktu yang tepat. Selanjutnya mengenai kebijakan diversifikasi energi dan energi alternatif seperti ditanyakan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Amanat Nasional, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Kebijakan diversifikasi penggunaan BBM dan energi alternatif merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi belanja subsidi. Untuk mendorong penggunaan energi alternatif, pada saat ini Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain, dan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Selain itu, dorongan untuk menggunakan energi alternatif menjadi lebih besar lagi setelah DPR-RI mengesahkan Undang-Undang Energi pada tanggal 17 Juli 2007 yang lalu. Dalam rangka menurunkan beban subsidi, Pemerintah telah, sedang, dan akan melakukan langkah-langkah efisiensi sebagai berikut: 1. Melaksanakan sensus pemakaian minyak tanah kepada rumah tangga dan usaha kecil; 2. Membagikan tabung, kompor dan aksesoris sebanyak 6 juta unit ke wilayah Jawa dan Bali untuk pelaksanaan program konversi minyak tanah ke LPG pada tahun 2007; 3. Merencanakan untuk membagikan kompor dan aksesorisnya secara gratis sebanyak 9 juta unit pada tahun 2008, sebagai kelanjutan dari pelaksanaan program konversi minyak tanah ke LPG untuk daerah Jawa, Bali, Medan, Riau, Palembang, Makassar, dan Balikpapan; 4. Merencanakan untuk membangun jaringan distribusi pipa gas bumi ke rumah tangga dan usaha kecil pada tahun 2008, sebagai wujud dari upaya meningkatkan energi murah.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menanggapi pendapat dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan alokasi belanja ke daerah, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut. Mengenai peningkatan alokasi anggaran belanja ke daerah dibandingkan dengan
- 16 -
belanja pemerintah pusat seperti yang ditanyakan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Bintang Reformasi, dapat disampaikan bahwa alokasi belanja ke daerah tahun 2008 adalah sebesar Rp271,8 triliun, atau naik sebesar Rp19,3 triliun (7,6 persen) dibandingkan dengan perkiraan realisasi dalam RAPBN-P 2007 sebesar Rp252,5 triliun. Sementara itu, belanja pemerintah pusat dalam tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 14,3 persen dari perkiraan realisasi dalam RAPBN-P 2007. Sekalipun demikian, hal ini tidaklah berarti bahwa komitmen untuk melaksanakan desentralisasi fiskal mengalami penurunan, karena peningkatan alokasi belanja pemerintah pusat yang cukup besar tersebut, terutama berkaitan dengan peningkatan belanja modal dan bantuan sosial untuk pembangunan infrastruktur dasar yang mendorong pertumbuhan ekonomi, serta peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan di berbagai daerah. Kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang diimplementasikan dalam alokasi belanja ke daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan fiskal secara nasional. Kebijakan alokasi belanja ke daerah tahun 2008 tetap diarahkan untuk mendukung program/kegiatan prioritas nasional, dengan tetap menjaga konsistensi pelaksanaan desentralisasi fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dalam mengalokasikan anggaran belanja ke daerah, Pemerintah berpedoman pada ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 sebagai berikut. Pertama, alokasi DBH pajak dan DBH SDA dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; yang besarannya sangat dipengaruhi oleh target penerimaan pajak dan bukan pajak, khususnya sumber daya alam. Pembagiannya kepada daerah tergantung pada realisasi penerimaan pajak dan bukan pajak, dan mengikuti pola yang telah ditetapkan dalam UU tersebut. Kedua, DAU dialokasikan sekurang-kurangnya sebesar 26 persen dari target pendapatan dalam negeri (PDN) neto, yaitu penerimaan dalam negeri setelah dikurangi dengan DBH dan pagu PNBP yang digunakan kembali oleh kementerian/lembaga penghasil serta pagu program gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL). DAU tahun 2008 adalah sebesar Rp176,6 triliun, yaitu 26 persen dari PDN neto sebesar Rp679,1 triliun. Ketiga, DAK tahun 2008 direncanakan sebesar Rp21,2 triliun, atau mengalami kenaikan 24 persen dari DAK tahun 2007. Keempat, dana otonomi khusus dialokasikan ke Provinsi Papua dan NAD masing-masing sebesar 2 persen dari total DAU nasional. Khusus untuk Provinsi Papua, ditambahkan alokasi untuk infrastruktur dalam rangka otonomi khusus.
- 17 -
Dengan kemampuan keuangan negara yang ada, Pemerintah tetap konsisten terhadap komitmen dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang secara nyata akan berdampak positif pada desentralisasi fiskal dan pembangunan daerah. Hal ini akan dilakukan dengan antara lain: a. Memberikan stimulus dalam melaksanakan kegiatan yang sudah menjadi urusan daerah, namun juga menjadi prioritas nasional melalui DAK; b. Mendorong sistem informasi keuangan daerah yang lebih handal; c. Meningkatkan kemampuan SDM dalam mengelola keuangan daerah; d. Mengendalikan pajak dan retribusi daerah agar benar-benar menjadi sumber pendapatan daerah, tidak bertentangan dengan pajak pusat, serta tidak membebani masyarakat; e. Mendorong agar daerah mengoptimalkan APBD dengan mengalokasikan dana untuk belanja modal lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya; dan f. Mendorong agar APBD dapat segera memberikan manfaat kepada masyarakat dengan daya serap yang lebih tinggi. Dalam konteks yang lebih luas, dana APBN yang dialokasikan ke daerah seyogyanya tidak hanya dipandang dari besaran belanja ke daerah semata, melainkan harus pula dilihat dari seluruh dana yang akan dibelanjakan di daerah, yaitu berupa belanja ke daerah, dan belanja pemerintah pusat melalui anggaran kementerian/lembaga, yang terdiri dari dana instansi vertikal, dana dekonsentrasi, dan dana tugas pembantuan. Bersama-sama dengan dana-dana yang bersumber dari APBD, dana APBN dari belanja pemerintah pusat tersebut akan turut mendorong peningkatan pembangunan daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah. Komitmen untuk terus konsisten melaksanakan desentralisasi fiskal juga terlihat dari semakin besarnya dana yang dialokasikan ke DAK. Pemerintah sependapat dengan saran dari Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Bintang Reformasi, dan Fraksi Partai Demokrat untuk meningkatkan alokasi DAK, antara lain melalui pengalihan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan DAK pada tahun 2008, yang telah mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Kesungguhan pemerintah untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tersebut tercermin dari telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
- 18 -
Pada RAPBN tahun 2008, kebijakan pemerintah untuk mengalihkan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang sudah menjadi urusan daerah dilaksanakan dengan mengalihkan bagian anggaran dari Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, dan Departemen Pendidikan Nasional sekitar Rp4,0 triliun ke dalam alokasi DAK. Mengenai penerapan formula DAU sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 sebagaimana ditanyakan oleh Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah berusaha untuk tetap konsisten dalam menerapkan formula murni DAU, dimana instrumen DAU ditujukan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah. Penerapan formula murni berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tersebut akan mengakibatkan beberapa daerah menerima DAU sebesar nol, atau lebih kecil dari DAU tahun 2007, sekalipun sebagian besar daerah lainnya menerima DAU lebih besar dari DAU tahun sebelumnya. Dengan mempertimbangkan pentingnya hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka Pemerintah memutuskan untuk tahun 2008 sebagai perpanjangan masa transisi sementara, pemerintah mengusulkan untuk dialokasikan dana penyesuaian DAU minimal sebesar 25 persen dari DAU tahun 2007 (di luar dana penyesuaian) kepada daerah yang memperoleh DAU tahun 2008 lebih kecil dari DAU tahun 2007 di luar dana penyesuaian, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bagi daerah yang mengalami penurunan DAU senilai 75 persen atau lebih sampai dengan 100 persen (tidak memperoleh DAU atau DAU sama dengan nol), akan dialokasikan DAU tahun 2008 sebesar 25 persen dari DAU tahun 2007 di luar Dana Penyesuaian. b. Bagi daerah yang mengalami penurunan DAU lebih kecil dari 75 persen, akan dialokasikan DAU tahun 2008 sesuai dengan hasil perhitungan berdasarkan formula.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Selanjutnya, kini perkenankanlah kami memberikan tanggapan atas berbagai pendapat dan pertanyaan yang berkaitan dengan defisit anggaran serta pembiayaan anggaran, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Sehubungan dengan tanggapan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi PDS, Fraksi PAN, Fraksi PKS, dan Fraksi PDI Perjuangan mengenai kenaikan
- 19 -
defisit anggaran dalam tahun 2008 menjadi sebesar 1,7 persen PDB, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah berpandangan bahwa kenaikan defisit dalam RAPBN 2008 hingga menjadi sebesar 1,7 persen PDB masih dalam batas yang aman dan masih dalam koridor prinsip kehati-hatian pengelolaan kebijakan fiskal sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang memberikan rambu-rambu batas maksimal defisit anggaran sebesar 3 persen PDB. Batas aman menurut standar internasional juga ditetapkan sebesar maksimal 3 persen terhadap PDB (Maastricht Treaty). Selain itu, pertimbangan lainnya adalah terkait kemampuan pembiayaannya dengan meletakkan prioritas pada sumber-sumber pembiayaan yang lebih murah dan dengan risiko yang lebih rendah. Pendapat sementara kalangan bahwa Indonesia sudah terjerat dalam perangkap utang (debt trap) sangatlah tidak benar, dan tidak ditopang dengan suatu data dan analisa yang obyektif baik dalam perbandingan data-data dan kondisi keuangan negara dari berbagai negara di seluruh dunia, maupun analisa yang obyektif dan mendalam tentang struktur utang, dan kebijakan utang pemerintah. Pemerintah mengajak semua pihak untuk selalu mengembangkan sikap obyektif dan konstruktif disertai analisa yang akurat untuk makin mencerdaskan dan meningkatkan debat publik mengenai kebijakan defisit anggaran maupun pengelolaan utang negara. Dengan semakin transparan dan akuratnya data neraca dan laporan keuangan negara, semua pihak diharapkan akan semakin memiliki pemahaman yang baik mengenai kebijakan pengeloaan keuangan negara, termasuk pengeloaan utangnya. Kebijakan peningkatan defisit anggaran dalam tahun 2008 diarahkan kepada upaya mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat guna mengurangi tingkat kemiskinan. Meskipun kebijakan fiskal semakin ekspansif secara terukur dan hati-hati yang ditunjukkan oleh defisit yang lebih besar, namun pemerintah tetap memiliki komitmen yang kuat untuk menurunkan rasio utang pada tingkat yang aman. Pada akhir tahun 2008 rasio utang pemerintah akan menurun menjadi sekitar 33 persen. Untuk itu, kebijakan alokasi anggaran lebih diarahkan untuk peningkatan belanja modal guna membangun infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, pengairan untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional. Selain itu, stimulus juga diberikan langsung untuk masyarakat dalam bentuk penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat, khususnya pendidikan dan kesehatan, serta meningkatkan pemerataan pembangunan di daerah.
- 20 -
Pada akhirnya, kebijakan stimulasi ekonomi yang tercermin pada peningkatan target defisit anggaran dalam RAPBN 2008 yang mencapai 1,7 persen terhadap PDB diharapkan dapat menjadi salah satu pendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dari 6,3 persen menjadi 6,8 persen. Akselerasi pertumbuhan ekonomi tersebut diharapkan dapat meningkatkan penciptaan lapangan kerja yang cukup signifikan, sehingga tingkat pengangguran dapat diturunkan dari 10,7 persen dalam tahun 2007 menjadi 9,0 persen dalam tahun 2008. Percepatan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan penciptaan lapangan kerja tersebut diharapkan mampu menurunkan tingkat kemiskinan dari sebelumnya 17,0 persen dalam tahun 2007 menjadi 16,8 persen dalam tahun 2008. Perbaikan ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang meningkat cukup tinggi akan menjadi modal dalam menjaga ketahanan ekonomi.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Pemerintah sangat menghargai masukan, saran, pendapat dan tanggapan yang diberikan oleh Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Damai Sejahtera, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi PDI Perjuangan, terkait pembiayaan defisit anggaran dan pengelolaan utang pemerintah. Dalam kondisi penerimaan negara yang masih belum mencukupi seluruh kebutuhan belanja negara, maka APBN masih mengalami defisit, yang harus dipenuhi dari sumber-sumber pembiayaan yang ada. Sumber pembiayaan tersebut diantaranya adalah penggunaan saldo rekening pemerintah yang merupakan bagian dari akumulasi SAL, penjualan aset negara/divestasi aset sebagaimana yang pernah dilaksanakan oleh BPPN dan saat ini dilaksanakan PT PPA, privatisasi BUMN, dan utang pemerintah baik dalam bentuk pinjaman program, pinjaman proyek, maupun penerbitan surat berharga. Dalam menentukan sumber pembiayaan, pemerintah akan melihat ketersediaan dan mengoptimalkan kemampuan masing-masing jenis sumber pembiayaan, dan memprioritaskan terlebih dahulu untuk menggunakan sumber yang paling murah dan risikonya rendah. Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, defisit APBN dibatasi tidak diperkenankan untuk melampaui 3 persen terhadap PDB. Dengan batasan tersebut Pemerintah semaksimal mungkin menjaga agar berada pada level defisit yang cukup aman bagi perekonomian baik dalam jangka pendek maupun panjang. Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan defisit,
- 21 -
terutama dari utang, Pemerintah melakukan pengembangan pasar domestik Surat Berharga Negara. Untuk itu, kapasitas pasar domestik untuk menyerap Surat Berharga Negara yang diterbitkan harus terus dikembangkan. Peningkatan kapasitas pasar dilakukan melalui diversifikasi instrumen, pengembangan pasar derivatif, pembentukan sistem dealer utama, pengembangan sistem perdagangan, kliring dan setelmen, dan lain-lain yang diharapkan pula meningkatkan efisiensi pasar. Melihat kebutuhan pembiayaan defisit yang masih cukup besar, dan terbatasnya jenis dan kemampuan sumber pembiayaan non-utang yang tersedia, maka sumber pembiayaan yang berasal dari utang masih diperlukan. Utang pemerintah dapat berbentuk pembiayaan yang melekat pada kegiatan tertentu yang menjadi prioritas pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai pinjaman proyek, maupun dalam bentuk tunai yang pada akhirnya dapat digunakan secara fleksibel oleh pemerintah untuk pembiayaan operasional dan investasi APBN. Pinjaman tunai tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pinjaman program maupun penerbitan SBN. Dalam melakukan utang, pemerintah senantiasa melakukannya secara berhati hati dan menjaga pada risiko yang sekecil mungkin. Kehati-hatian pemerintah tersebut ditunjukkan pada perlunya persetujuan Dewan untuk penambahan utang neto yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam satu tahun anggaran yang dibahas sebagai satu kesatuan dengan pembahasan APBN, dan perlunya pemerintah melaporkan realisasi penambahan utang yang telah dilakukan dalam satu tahun anggaran baik dalam pembahasan realisasi APBN maupun dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Kehati-hatian juga ditunjukkan oleh penambahan utang yang terkendali agar dalam jangka panjang pemerintah dapat memenuhi kewajibannya secara tepat waktu. Hal tersebut dilakukan antara lain dengan cara (1) mengurangi secara bertahap pinjaman luar negeri yang ditunjukkan oleh lebih sedikitnya tambahan utang baru dari pada pembayaran kewajiban yang dilakukan, (2) memprioritaskan utang yang bersumber dari dalam negeri agar terlindung dari risiko fluktuasi nilai tukar. Penambahan utang yang terkendali tersebut ditunjukkan oleh penurunan rasio utang terhadap PDB yang secara konsisten terus menurun sejak tahun 2000. Dalam kondisi saat ini, apabila pemerintah tidak menjadikan utang sebagai salah satu sumber pembiayaan maka akan terjadi kesenjangan pembiayaan yang sangat besar. Sebagai upaya untuk mengurangi outstanding utang terutama utang luar negeri, upaya yang mungkin dilakukan oleh pemerintah adalam melakukan debt to development swap, yaitu menukar pembayaran kewajiban utang luar negeri pemerintah dengan program-program pembangunan pemerintah. Saat ini
- 22 -
pemerintah telah melakukan kesepakatan dengan Jerman dan Itali untuk melakukan swap dengan kegiatan pembangunan yang terkait dengan pendidikan, lingkungan hidup dan pembangunan kembali Aceh. Beberapa negara seperti Amerika Serikat juga telah menyatakan keinginannya untuk melakukan debt swap dengan Indonesia. Upaya lain yang telah ditempuh oleh pemerintah untuk meredam kenaikan pinjaman luar negeri adalah dengan melakukan monitoring terhadap penarikan dan memanfaatannya dan membatalkan pinjaman-pinjaman yang tidak dimanfaatkan secara efisien. Dalam kaitannya dengan moratorium, pemerintah tidak dapat melakukannya karena moratorium sifatnya merupakan inisiatif yang ditawarkan oleh pemberi pinjaman sebagai akibat dari kondisi tertentu yang dihadapi oleh Indonesia, seperti bencana nasional. Pada dasarnya moratorium merupakan penundaan pembayaran kewajiban tanpa biaya tambahan sehingga pada dasarnya tetap mensyaratkan Indonesia untuk membayar kembali utangnya. Sedangkan haircut, merupakan pengurangan utang yang hanya akan diberikan pemberi pinjaman terutama kepada negara-negara yang memenuhi persyaratan (eligible) untuk dikategorikan pada HIPC (highly indebted poor countries) yaitu negara negara yang sangat miskin dengan pendapatan perkapita yang sangat rendah dan memiliki rasio utang terhadap PDB yang sangat tinggi. Melihat kondisi tersebut di atas, upaya yang dapat dan secara konsisten akan dilakukan pemerintah adalah menurunkan rasio utang terhadap PDB, dan biaya utang yang makin menurun sehingga tersedia cukup ruang bagi fiskal untuk memberikan stimulus terhadap perekonomian. Dalam kaitannya dengan upaya kenurunan biaya utang, mengingat proporsi terbesar utang pemerintah saat ini bersumber dari penerbitan surat berharga negara (SBN) maka Pemerintah akan 1. Berupaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja ekonomi, agar mendukung perbaikan sovereign rating dan country risk classification yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan premi risiko dan biaya utang pemerintah; 2. Berupaya untuk mengembangkan pasar SBN agar makin aktif, deep dan liquid sehingga biaya utang dapat makin menurun. Upaya tersebut dapat ditempuh antara lain dengan (1) perbaikan infrastruktur pasar baik di pasar primer maupun pasar sekunder, (2) diversifikasi instrumen agar tersedia banyak alternatif bagi investor agar tertarik menggunakan surat berharga negara sebagai instrumen investasi, dan (3) diversifikasi tipe investor sehingga meningkatkan permintaan (demand). Selanjutnya, mengenai pembiayaan defisit melalui privatisasi seperti ditanyakan Fraksi Partai Golongan Karya dan Fraksi Partai Demokrasi
- 23 -
Indonesia Perjuangan, dapat disampaikan bahwa pada dasarnya pemerintah dapat membuka semua sumber pembiayaan yang mungkin untuk menutup defisit APBN, termasuk dari privatisasi. Namun demikian, pemerintah menyadari bahwa menutup defisit APBN bukanlah merupakan tujuan utama dari program privatisasi BUMN.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Sehubungan dengan pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai kebijakan pemerintah yang memberikan penjaminan terhadap proyek pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW, dapat kiranya kami jelaskan sebagai berikut. Pemerintah melihat bahwa listrik sudah menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat, dalam strata apa pun. Energi listrik juga merupakan prasyarat utama bagi tumbuhnya perekonomian. Oleh karenanya, Pemerintah merasa berkewajiban memenuhi kebutuhan masyarakat atas energi listrik, sekaligus menjalankan program peningkatan rasio elektrifikasi di Indonesia yang masih tergolong rendah. Pemerintah juga berkepentingan untuk melakukan diversifikasi energi dari BBM ke non BBM, dalam hal ini batubara. Penggunaan BBM sebagai tenaga pembangkit listrik akan berdampak pada besarnya subsidi yang harus diberikan Pemerintah kepada PT PLN. Dengan penggunaan batubara, Pemerintah menargetkan dapat mengurangi jumlah subsidi yang harus diberikan kepada PT PLN. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemerintah kemudian menugaskan PT PLN untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit listrik dengan total kapasitas 10.000 MW yang menggunakan batubara beserta transmisinya, termasuk mencari pembiayaannya. Karena PT PLN tidak mempunyai credit rating yang mencukupi untuk memperoleh pembiayaan yang sedemikian besar dari kreditur, maka Pemerintah memberikan jaminan. Pemerintah hanya akan membayar beban pengembalian cicilan pokok beserta bunganya apabila PT PLN mengalami kegagalan dalam melakukan pembayaran kewajibannya. Potensi beban inipun akan terus dimonitor secara hati-hati oleh pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan kinerja dan kemampuan kinerja keuangan PLN.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Demikianlah jawaban Pemerintah terhadap Pemandangan Umum Dewan Perwakilan Rakyat berkenaan dengan Nota Keuangan dan RUU tentang APBN TA
- 24 -
2008. Tanggapan atas Pemandangan Umum lebih lanjut kami sampaikan secara tertulis sebagai bagian tidak terpisah dari jawaban yang telah kami sampaikan ini. Akhirnya atas nama Pemerintah, kami menyambut baik ajakan Dewan yang terhormat untuk bersama-sama membahas RAPBN TA 2008 secara lebih mendalam dan cermat pada tahap selanjutnya, atas dasar prinsip kemitraan dan tanggung jawab bersama dalam mengemban amanat rakyat, sehingga kewajiban mulia yang terbentang di pundak Pemerintah dan Dewan dapat diselesaikan secara tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Sekian dan terima kasih Wassalamu’alaikum wr wb
Jakarta, 23 Agustus 2007 A.N. PEMERINTAH MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI INDRAWATI
- 25 -