UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 41 TAHUN 2008 (41/2008) TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah; b. bahwa APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. bahwa APBN Tahun Anggaran 2009 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; d. bahwa penyusunan APBN Tahun Anggaran 2009 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2009 dan memperhatikan aspirasi masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat; e. bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; f. bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2009 antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 33/DPD/2008 tanggal 2 Juli 2008; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
3.
4.
5.
6.
7. 8. 9. 10. 11. 12.
13.
14.
15.
16.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569); Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986); Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988); Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
17.
18. 19. 20.
21.
22.
23.
24.
25.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586); Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852); Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009. Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan : 1.Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. 2.Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. 3.Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya. 4.Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea ke luar. 5.Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU). 6.Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan (recoverable cost) oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil produksi minyak bumi dan gas bumi (migas) sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku. 7.Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan oleh pihak swasta dalam negeri dan pemerintah daerah serta sumbangan oleh pihak swasta dan pemerintah luar negeri, yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu. 8.Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. 9.Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah belanja pemerintah pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga, sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah yang akan dijalankan. 10.Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. 11.Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. 12.Belanja pegawai adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. 13.Belanja barang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat serta belanja perjalanan. 14.Belanja modal adalah belanja pemerintah pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya. 15.Pembayaran bunga utang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan untuk utang outstanding dan tambahan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang. 16.Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. 17.Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada bahan bakar minyak dan tenaga listrik, sehingga harga jualnya terjangkau masyarakat yang membutuhkan. 18.Belanja hibah adalah belanja pemerintah pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau lembaga/organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus. 19.Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian negara/lembaga, guna melindungi dari terjadinya berbagai risiko sosial. 20.Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai dengan angka 19 (sembilan belas), dan dana cadangan umum. 21.Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus dan penyesuaian, serta hibah ke daerah. 22.Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 23.Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 24.Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 25.Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 26.Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 27.Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah. 28.Hibah ke daerah adalah dana yang bersumber dari APBN dalam bentuk rupiah, serta pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) yang diterushibahkan ke daerah, yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dan dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu. 29.Sisa lebih pembiayaan anggaran, selanjutnya disingkat SILPA, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan atas realisasi defisit anggaran yang terjadi. 30.Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN. 31.Pembiayaan dalam negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang terdiri dari hasil privatisasi, hasil pengelolaan aset, surat berharga negara, dan pengeluaran pembiayaan yang terdiri dari dana investasi pemerintah, dan dana bergulir. 32.Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 33.Surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN meliputi surat
utang negara dan surat berharga syariah negara. 34.Surat utang negara, selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam matauang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. 35.Surat berharga syariah negara, selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam matauang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. 36.Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha. 37.Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN, yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. 38.Pembiayaan luar negeri neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri. 39.Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai (cash financing) yang pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti matriks kebijakan (policy matrix) atau dilaksanakannya kegiatan tertentu. 40.Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan berdasarkan Undang-Undang ini. 41.Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/ lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah. 42.Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. 43.Tahun anggaran 2009 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2009. Pasal 2 (1)Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah diperoleh dari sumber-sumber: a.Penerimaan perpajakan; b.Penerimaan negara bukan pajak; dan c.Penerimaan hibah.
Tahun
Anggaran
2009
(2)Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp725.842.970.000.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun delapan ratus empat puluh dua miliar sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah). (3)Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp258.943.558.522.000,00 (dua ratus lima puluh delapan triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar lima ratus lima puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah). (4)Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp938.800.000.000,00 (sembilan ratus tiga puluh delapan miliar delapan ratus juta rupiah). (5)Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp985.725.328.522.000,00 (sembilan ratus delapan puluh lima triliun tujuh ratus dua puluh lima miliar tiga ratus dua puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah). Pasal 3 (1)Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri dari : a.Pajak dalam negeri; dan b.Pajak perdagangan internasional. (2)Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp697.346.970.000.000,00 (enam ratus sembilan puluh tujuh triliun tiga ratus empat puluh enam miliar sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah), yang terdiri dari : a.Pajak Penghasilan sebesar Rp357.400.470.000.000,00 (tiga ratus lima puluh tujuh triliun empat ratus miliar empat ratus tujuh puluh juta rupiah), termasuk PPh ditanggung Pemerintah atas: (i) komoditi panas bumi sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar rupiah); (ii) bunga atas surat berharga negara yang diterbitkan di pasar internasional sebesar Rp1.200.000.000.000,00 (satu triliun dua ratus miliar rupiah); dan (iii) terminasi dini hak eksklusif PT Telkom (Pasal 25/29 badan) sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. b.Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar Rp249.508.700.000.000,00 (dua ratus empat puluh sembilan triliun lima ratus delapan miliar tujuh ratus juta rupiah), termasuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP) atas: (i) sektor-sektor tertentu dalam rangka penanggulangan dampak perlambatan ekonomi global dan pemulihan sektor riil (counter cyclical) sebesar Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah); dan (ii) BBM bersubsidi (PT Pertamina/Persero) sebesar Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
c.Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp28.916.300.000.000,00 (dua puluh delapan triliun sembilan ratus enam belas miliar tiga ratus juta rupiah). d.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebesar Rp7.753.600.000.000,00 (tujuh triliun tujuh ratus lima puluh tiga miliar enam ratus juta rupiah), termasuk BPHTB ditanggung pemerintah atas kekurangan DTP BPHTB PT Pertamina (Persero) tahun 2007 sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. e.Cukai sebesar Rp49.494.700.000.000,00 (empat puluh sembilan triliun empat ratus sembilan puluh empat miliar tujuh ratus juta rupiah). f.Pajak lainnya sebesar Rp4.273.200.000.000,00 (empat triliun dua ratus tujuh puluh tiga miliar dua ratus juta rupiah). (3)Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp28.496.000.000.000,00 (dua puluh delapan triliun empat ratus sembilan puluh enam miliar rupiah), yang terdiri dari: a.Bea masuk sebesar Rp19.160.400.000.000,00 (sembilan belas triliun seratus enam puluh miliar empat ratus juta rupiah), termasuk bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) ditanggung pemerintah untuk sektor-sektor tertentu sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. b.Bea ke luar sebesar Rp9.335.600.000.000,00 (sembilan triliun tiga ratus tiga puluh lima miliar enam ratus juta rupiah). (4)Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. Pasal 4 (1)Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri dari : a.Penerimaan sumber daya alam; b.Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara; c.Penerimaan negara bukan pajak lainnya; dan d.Pendapatan BLU. (2)Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp173.496.521.477.000,00 (seratus tujuh puluh tiga triliun empat ratus sembilan puluh enam miliar lima ratus dua puluh satu juta empat ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah), terdiri dari : a.Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA Migas) sebesar Rp162.123.070.000.000,00 (seratus enam puluh dua triliun seratus dua puluh tiga miliar tujuh puluh juta rupiah), dengan ketentuan: (i)Penerimaan SDA Migas tersebut memperhitungkan cost recovery sebesar US$11.050.750.000,00 (sebelas
miliar lima puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat), naik dari besaran tahun 2008 sebesar US$10.473.000.000,00 (sepuluh miliar empat ratus tujuh puluh tiga juta dolar Amerika Serikat), yang disebabkan oleh kenaikan lifting gas on stream Exxon dan Tangguh, serta swap Conoco dan Chevron. (ii)Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditugaskan untuk melakukan audit atas kewajaran unsur biaya dalam cost recovery sejak tahun 1997, dan apabila terdapat temuan ketidakwajaran, maka BPK wajib melaporkan estimasi besaran kerugian negara yang timbul, termasuk kerugian daerah dalam kerangka bagi hasil, dan disampaikan dalam Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I Tahun Anggaran 2009 untuk dapat ditindaklanjuti. (iii)Pemerintah ditugaskan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang cost recovery, yang antara lain memuat : 1.Unsur biaya yang dapat dikategorikan dan diperhitungkan sebagai unsur cost recovery. 2.Standar atau norma universal yang diberlakukan terhadap kewajaran unsur biaya dalam perhitungan beban pajak dan cost recovery. 3.Standar tersebut tidak hanya berpedoman pada Exhibit Contract, namun juga disesuaikan dengan standar pembebanan yang berlaku umum sebagaimana dimaksud pada butir (2). 4.Cost recovery senantiasa harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, sehingga acuan cost recovery dalam Exhibit Contract perlu ditinjau kembali. 5.Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tersebut dilakukan efektif mulai 1 Januari 2009. (iv)Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS) ditugaskan untuk memperkuat pengawasan dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor migas. b.Penerimaan sumber daya alam nonminyak bumi dan gas bumi (SDA Nonmigas) sebesar Rp11.373.451.477.000,00 (sebelas triliun tiga ratus tujuh puluh tiga miliar empat ratus lima puluh satu juta empat ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah). (3)Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp30.794.000.000.000,00 (tiga puluh triliun tujuh ratus sembilan puluh empat miliar rupiah). (4)Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp49.210.801.248.000,00 (empat puluh sembilan triliun dua ratus sepuluh miliar delapan ratus satu juta dua ratus empat puluh delapan ribu rupiah). (5)Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan sebesar Rp5.442.235.797.000,00 (lima triliun
empat ratus empat puluh dua miliar dua ratus tiga puluh lima juta tujuh ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah). (6)Penunjukan Gelora Bung Karno dan Kompleks Kemayoran sebagai Badan Layanan Umum dalam rangka optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat ditinjau kembali sesuai peraturan perundang-undangan, dalam hal ini terhadap sebagian aset yang dikelola oleh Badan Layanan Umum Gelora Bung Karno dan sebagian atau seluruh aset yang dikelola Badan Layanan Umum Kompleks Kemayoran akan ditetapkan sebagai Penyertaan Modal Negara dalam suatu Badan Usaha Milik Negara. (7)Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. Pasal 5 (1)Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 terdiri dari : a.Anggaran belanja pemerintah pusat; dan b.Anggaran transfer ke daerah. (2)Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). (3)Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp320.690.992.000.000,00 (tiga ratus dua puluh triliun enam ratus sembilan puluh miliar sembilan ratus sembilan puluh dua juta rupiah). (4)Jumlah anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) direncanakan sebesar Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam puluh tujuh miliar tiga ratus tiga puluh delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). Pasal 6 (1)Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dikelompokkan atas : a.Belanja pemerintah pusat menurut organisasi; b.Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; dan c.Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja. (2)Belanja pemerintah pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). (3)Belanja pemerintah pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). (4)Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). (5)Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat menurut unit organisasi/bagian anggaran, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah. (6)Rincian anggaran belanja pemerintah pusat Tahun Anggaran 2009 menurut organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), menurut fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dan menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini yang ditetapkan paling lambat tanggal 30 Nopember 2008. Pasal 7 Pengendalian anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam tahun anggaran 2009 ditempuh dengan kebijakan penetapan besaran subsidi BBM sesuai dengan Undang-Undang APBN dengan toleransi alokasi maksimum dari realokasi cadangan risiko fiskal. Pasal 8 Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam tahun anggaran 2009 dilakukan melalui : a.Penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pelanggan dengan daya 6.600 VA (volt ampere) ke atas. b.Perluasan penerapan kebijakan tarif insentif dan disinsentif untuk pelanggan dengan daya di bawah 6.600 VA. c.Penerapan diversifikasi tarif regional seperti Batam dan Tarakan pada daerah-daerah lain. d.Penyediaan kebutuhan pasokan gas untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) dari PT Perusahaan Gas Negara (PT PGN) dan KKKS berkoordinasi dengan BP MIGAS. e.Penyediaan Domestic Market Obligation (DMO) batubara yang berasal dari kebutuhan ketersediaan inkind batubara. Pasal 9 (1)Pemerintah menjamin kecukupan pasokan gas yang dibutuhkan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan pangan. (2)Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi pangan terutama pupuk pada masa yang akan datang, pemerintah menjamin harga gas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dengan harga domestik. (3)Pemerintah Daerah diberi kewenangan mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi melalui mekanisme rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
Pasal 10 (1)Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan, maka bantuan langsung masyarakat (BLM) dalam program/kegiatan nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) yang terdiri dari program pengembangan kecamatan (PPK), program penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP), program pengembangan infrastruktur perdesaan (PPIP), dan percepatan pembangunan daerah tertinggal dan khusus (P2DTK) dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009, dapat diluncurkan sampai dengan akhir April 2010 sebagai anggaran belanja tambahan Tahun Anggaran 2010. (2)Pengajuan usulan luncuran program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam bentuk konsep DIPA Luncuran (DIPA-L) paling lambat pada tanggal 16 Januari 2010. (3)Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan DIPA-L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah. (4)Pemerintah dapat melakukan kontrak dan pembiayaan tahun jamak terbatas sampai dengan tahun 2010 untuk mengatasi keperluan mendesak dan belum terprogram, yang pada tahap awal sumber dananya antara lain berasal dari bantuan sosial penanggulangan bencana. Pasal 11 (1)Dalam rangka menjaga kesinambungan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009, maka program/kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009 yang dilakukan dalam tahun 2008 namun belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2008 dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun 2009. (2)Pendanaan untuk program/kegiatan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersumber dari bagian anggaran 069 (belanja lainlain) dalam tahun 2009. (3)Penyelesaian kegiatan-kegiatan tersebut yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa publik mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku. (4)Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 12 (1)Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam tahun 2008 namun belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2008 dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun 2009. (2)Pendanaan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersumber dari pagu kementerian negara/lembaga masing-masing dalam tahun anggaran 2009. (3)Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 13
(1)Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, maka alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dapat digunakan untuk melunasi kekurangan pembayaran pembelian tanah, bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup dan biaya evakuasi di luar peta terdampak pada tiga desa (desa Besuki, Kedung Cangkring, dan Penjarakan), serta untuk bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup, biaya evakuasi dan relokasi pada sembilan rukun tetangga di tiga desa (Siring Barat, Jatirejo, dan Mindi). (2)Kekurangan pembayaran pembelian tanah di luar peta area terdampak pada tiga desa (desa Besuki, Kedung Cangkring, dan Penjarakan) dilakukan setelah pembayaran pembelian tanah di dalam peta area terdampak selesai dilakukan. Pasal 14 Pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan pengeluaran dalam rangka memenuhi setiap kewajiban yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Pasal 15 (1)Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat berupa : a.pergeseran anggaran belanja: (i)antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran; (ii)antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau (iii)antarjenis belanja dalam satu kegiatan. b.perubahan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP); dan c.perubahan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan PHLN; ditetapkan oleh Pemerintah. (2)Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di atas pagu APBN untuk perguruan tinggi non-Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan BLU ditetapkan oleh Pemerintah. (3)Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi. (4)Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antarprovinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah. (5)Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4) dilaporkan Pemerintah kepada DPR dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 16 (1)Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri dari : a.Dana perimbangan; b.Dana otonomi khusus dan penyesuaian; dan c.Hibah ke daerah. (2)Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp296.952.413.800.000,00 (dua ratus sembilan puluh enam triliun sembilan ratus lima puluh dua miliar empat ratus tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah). (3)Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp23.738.578.200.000,00 (dua puluh tiga triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar lima ratus tujuh puluh delapan juta dua ratus ribu rupiah). (4)Hibah ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c nihil. Pasal 17 (1)Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a terdiri dari : a.Dana bagi hasil; b.Dana alokasi umum; dan c.Dana alokasi khusus. (2)Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp85.718.725.000.000,00 (delapan puluh lima triliun tujuh ratus delapan belas miliar tujuh ratus dua puluh lima juta rupiah). (3)Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp186.414.100.000.000,00 (seratus delapan puluh enam triliun empat ratus empat belas miliar seratus juta rupiah). (4)Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp24.819.588.800.000,00 (dua puluh empat triliun delapan ratus sembilan belas miliar lima ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus ribu rupiah). (5)Perhitungan dan pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (6)Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. Pasal 18 (1)Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b terdiri dari : a.Dana otonomi khusus; dan b.Dana penyesuaian. (2)Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan sebesar Rp8.856.564.000.000,00 (delapan triliun delapan ratus lima puluh enam miliar lima ratus enam puluh empat juta rupiah). (3)Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp14.882.014.200.000,00 (empat belas triliun delapan ratus delapan puluh dua miliar empat belas juta dua ratus ribu rupiah). Pasal 19 (1)Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp985.725.328.522.000,00 (sembilan ratus delapan puluh lima triliun tujuh ratus dua puluh lima miliar tiga ratus dua puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), lebih kecil dari jumlah Anggaran Belanja Negara sebesar Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam puluh tujuh miliar tiga ratus tiga puluh delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), sehingga dalam Tahun Anggaran 2009 terdapat Defisit Anggaran sebesar Rp51.342.009.600.000,00 (lima puluh satu triliun tiga ratus empat puluh dua miliar sembilan juta enam ratus ribu rupiah), yang akan dibiayai dari Pembiayaan Defisit Anggaran. (2)Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber : a.Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp60.790.250.000.000,00 (enam puluh triliun tujuh ratus sembilan puluh miliar dua ratus lima puluh juta rupiah); b.Pembiayaan luar negeri neto sebesar negatif Rp9.448.240.400.000,00 (sembilan triliun empat ratus empat puluh delapan miliar dua ratus empat puluh juta empat ratus ribu rupiah). (3)Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. Pasal 20 (1)Pada pertengahan Tahun Anggaran 2009, Pemerintah menyusun Laporan tentang Realisasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester Pertama Tahun Anggaran 2009 mengenai : a.Realisasi pendapatan negara dan hibah; b.Realisasi belanja negara; dan c.Realisasi pembiayaan defisit anggaran. (2)Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyertakan prognosa untuk 6 (enam) bulan berikutnya. (3)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat pada akhir bulan Juli 2009, untuk dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah. Pasal 21
(1)Anggaran Pendidikan adalah sebesar Rp207.413.531.763.000,00 (dua ratus tujuh triliun empat ratus tiga belas miliar lima ratus tiga puluh satu juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu rupiah). (2)Persentase anggaran pendidikan adalah sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam puluh tujuh miliar tiga ratus tiga puluh delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). Pasal 22 Anggaran belanja bunga utang yang merupakan bagian dari Belanja Pemerintah Pusat telah memperhitungkan hasil restrukturisasi tingkat bunga surat utang (SU) 002 dan SU-004 yang mengacu pada besaran tingkat bunga special rate Bank Indonesia (SRBI) 01 sebesar 0,1% (nol koma satu persen). Pasal 23 (1)Dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut : a.penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi ekonomi makro lainnya yang menyebabkan turunnya pendapatan negara, dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan; b.kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil Surat Berharga Negara, secara signifikan; dan/atau c.krisis sistemik dalam sistem keuangan dan perbankan nasional yang membutuhkan tambahan dana penjaminan perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan langkah-langkah : 1.pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2009; 2.pergeseran anggaran belanja antarprogram, antarkegiatan, dan/atau antarjenis belanja dalam satu kementerian negara/lembaga dan/atau antar kementerian negara/lembaga; 3.penghematan belanja negara dalam rangka peningkatan efisiensi, dengan tetap menjaga sasaran program/kegiatan prioritas yang tetap harus tercapai; 4.penarikan pinjaman siaga dari kreditor bilateral maupun multilateral; 5.penerbitan Surat Berharga Negara melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN tahun yang bersangkutan. (2)Pemerintah menyampaikan langkah-langkah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Laporan Semester I Pelaksanaan APBN dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 24 (1)Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat ditalangi dari dana saldo anggaran lebih (SAL). (2)Pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga Negara untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), apabila dana tunai pengelolaan kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan awal tahun anggaran berikutnya. (3)Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar, dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan. Pasal 25 (1)Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, apabila terjadi : a.Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009; b.Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; c.Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja; d.Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun anggaran sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran Tahun Anggaran 2009. (2)Saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk saldo anggaran lebih yang merupakan saldo kas di Badan Layanan Umum (BLU), yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. (3)Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2009 berakhir. Pasal 26 (1)Setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir, Pemerintah menyusun pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. (2)Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
(3)Laporan Realisasi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan informasi pendapatan dan belanja secara akrual. (4)Neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyajikan aset dan kewajiban berdasarkan basis akrual. (5)Penerapan pendapatan dan belanja secara akrual dalam laporan keuangan tahun 2009 dilaksanakan secara bertahap pada badan layanan umum. (6)Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. (7)Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, setelah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 27 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 171
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2009 I.UMUM Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2009 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2009 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama, baik dalam Pembicaraan Pendahuluan maupun Pembicaraan Tingkat I Pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2009 antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2009 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan politik, yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan ditempuh dalam tahun 2009. Dengan memperhatikan perkembangan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai sekitar 6,0% (enam koma nol persen). Meskipun perlambatan perekonomian global akan menyebabkan menurunnya kinerja ekspor nasional, pemerintah akan berupaya agar realisasi pertumbuhan ekonomi sesuai dengan asumsi tersebut. Melalui pertumbuhan konsumsi masyarakat yang diperkirakan masih cukup tinggi, dan iklim investasi yang semakin kondusif diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi para investor dalam negeri dan luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sementara itu, impor Indonesia akan lebih difokuskan pada barang modal sehingga dapat memicu perkembangan industri pengolahan dalam negeri. Melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp9.400,00 (sembilan ribu empat ratus rupiah) per satu dolar Amerika Serikat. Stabilitas nilai tukar rupiah ini mempunyai peranan penting terhadap pencapaian sasaran inflasi tahun 2009, dan perkembangan suku bunga perbankan. Dalam tahun 2009, dengan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan terjaminnya pasokan dan lancarnya arus distribusi kebutuhan bahan pokok, maka laju inflasi diperkirakan dapat ditekan pada tingkat 6,2% (enam koma dua persen). Sejalan dengan itu, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan akan mencapai 7,5% (tujuh koma lima persen). Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan permintaan minyak dunia yang sedikit melambat seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, serta ketatnya spare capacity di negara-negara produsen minyak karena investasi di sektor perminyakan yang relatif lambat, maka rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di pasar internasional dalam tahun 2009 diperkirakan akan berada pada kisaran US$80,0 (delapan puluh koma nol dolar Amerika Serikat) per barel, sedangkan tingkat lifting minyak mentah
diperkirakan sekitar 960 (sembilan ratus enam puluh) ribu barel per hari. Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di tahun 2009, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu, sasaran program kerja pemerintah dalam tahun 2009 diharapkan dapat memberikan kemajuan penting dalam pelaksanaan tiga agenda pembangunan sebagaimana digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, yaitu: (a) mewujudkan Indonesia yang aman dan damai; (b) mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; dan (c) mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Sementara itu, tema pembangunan tahun 2009 adalah "Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan." Dalam
upaya mewujudkan tema pembangunan tersebut, Pemerintah menghadapi berbagai masalah dan tantangan, antara lain: (i) masih relatif tingginya jumlah penduduk miskin; (ii) terbatasnya akses dan dana dalam sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin; (iii) relatif rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat; dan (iv) masih lemahnya daya tarik investasi dan daya saing sektor riil.
Untuk menghadapi masalah dan tantangan tersebut guna mewujudkan tema pembangunan dalam tahun 2009, telah ditetapkan prioritas pembangunan nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009 sebagai berikut: Pertama, peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan. Kedua, percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi. Ketiga, peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, pemantapan demokrasi, serta pertahanan dan keamanan dalam negeri. Prioritas pembangunan nasional tersebut dijabarkan dalam pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2009 sebagai berikut: (i) pelaksanaan amandemen Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR; (ii) peningkatan pembangunan infrastruktur, terutama bandara dan pelabuhan; (iii) pelaksanaan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) melalui pendistribusian BBM bersubsidi dengan sistem tertutup dan kebijakan lain yang dianggap perlu agar subsidi lebih tepat sasaran, dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara dan daya beli masyarakat; (iv) perhitungan pendapatan dalam negeri neto sebagai basis penetapan pagu DAU nasional memperhitungkan antara lain beban subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, dan subsidi benih; dan (v) pelaksanaan amandemen Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Di samping itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Pemerintah perlu melakukan perbaikan quality of spending dan penajaman prioritas terhadap belanjanya. Dengan demikian, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah
pusat tahun 2009 diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan, di samping tetap menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, maka prioritas alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2009 akan difokuskan pada:(i) kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kebutuhan dasar operasional di setiap kementerian negara/lembaga; (ii) melanjutkan program pengentasan kemiskinan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Jamkesmas; (iii) meningkatkan alokasi program kementerian negara/lembaga untuk peningkatan produksi pangan, infrastruktur dan energi alternatif; (iv) pengurangan subsidi BBM melalui efisiensi di PT Pertamina dan PT PLN; (v) melanjutkan rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah pasca bencana alam; serta (vi) mengamankan pelaksanaan Pemilu 2009. Selanjutnya, APBN juga diarahkan untuk melaksanakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi hak warga negara atas: (i) pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (ii) hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan (iii) jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat, dan mendapat pendidikan yang layak. Di samping itu, keseimbangan pembangunan, termasuk di dalamnya penganggaran, perlu tetap harus dijaga agar dapat mencapai prioritas-prioritas perbaikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dan pelaksanaan tugas kenegaraan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Selanjutnya, sesuai dengan amanat UUD 1945, negara memprioritaskan APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan mengalokasikan sekurang-kurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN dan APBD untuk pendidikan nasional. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen) tersebut di samping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI/2008. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN Tahun Anggaran 2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan
amanat UUD 1945. Hal tersebut harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan, yang bertentangan dengan UUD 1945. Dalam kaitannya dengan penanganan bencana alam, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2005 yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, telah dibentuk BRR NAD-Nias dalam rangka melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias pasca bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda wilayah tersebut pada akhir tahun 2004. Selain tugas melaksanakan kegiatan pemulihan, BRR NAD-Nias juga mengemban 2 (dua) tugas pokok, yaitu: (i) mengelola proyek rehabilitasi dan rekonstruksi yang berdasarkan dokumen pelaksanaan anggaran (didanai oleh APBN), dan (ii) mengkoordinasikan proyek-proyek rehabilitasi dan rekonstruksi yang dibiayai oleh lembaga/negara donor atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing. Perpu Nomor 2 Tahun 2005, Pasal 26 menyebutkan bahwa: (i) masa tugas BRR akan berakhir setelah 4 (empat) tahun; (ii) setelah berakhirnya masa tugas BRR, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (iii) setelah berakhirnya masa tugas BRR, segala kekayaannya menjadi kekayaan milik negara yang selanjutnya dapat diserahkan kepada pemerintah daerah; dan (iv) pengakhiran masa tugas BRR beserta akibat hukumnya ditetapkan dengan Perpres. Dengan demikian, tahun 2008 merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan proyek-proyek fisik oleh BRR NAD-Nias. Sementara itu, dalam rangka melaksanakan proses administrasi penuntasan tugas, BRR NAD-Nias masih dapat beroperasi hingga April 2009. Oleh karena itu, mulai tahun 2008 sudah mulai dilakukan persiapan penuntasan masa tugas BRR NAD-Nias. Berkaitan dengan berakhirnya masa tugas BRR NAD-Nias, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu: (i) pengelolaan pendanaan pasca BRR NAD-Nias; (ii) pengalihan peralatan dan perangkat (aset) melalui identifikasi terhadap: tahap pengalihan aset, jenis-jenis pengalihan aset, aset-aset BRR NAD-Nias, dan aset-aset lembaga/negara donor/NGO; (iii) pengalihan personel (SDM); serta (iv) pengalihan dokumen. Dalam kerangka tersebut, pada tahun 2009, pelaksanaan lanjutan program rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias akan diserahkan kewenangannya kepada kementerian negara/lembaga
(K/L) dan pemerintah daerah, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dengan demikian, pembiayaan program rehabilitasi dan rekonstruksi tidak lagi dialokasikan pada bagian anggaran 094 (BRR NAD-Nias), tetapi langsung dialokasikan kepada masing-masing K/L yang bersangkutan. Sementara itu, biaya operasional BRR NAD-Nias akan dialokasikan pada bagian anggaran 069 (anggaran pembiayaan dan perhitungan). Kementerian negara/lembaga yang akan melanjutkan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias antara lain Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Agama, Badan Pertanahan Nasional, dan Bappenas. Dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggungjawab, juga diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara proporsional, demokratis, adil dan transparan, dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah melalui reformulasi kebijakan dana perimbangan dan kebijakan lain terkait dengan transfer ke daerah. Sejalan dengan hal tersebut, penerapan kebijakan transfer ke daerah dalam tahun 2009 ditujukan untuk: (i) terus melaksanakan desentralisasi fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah secara konsisten; (ii) mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan daerah dan antar-daerah; (iii) mengurangi kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik di daerah; dan (iv) mengalihkan secara bertahap sebagian anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk mendanai kegiatan yang sudah menjadi urusan daerah ke DAK.
Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah tersebut, diperlukan sumber-sumber pendapatan negara dan pembiayaan anggaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi besaran pendapatan negara dalam APBN Tahun Anggaran 2009, baik penerimaan perpajakan maupun PNBP, yaitu: kondisi ekonomi makro, realisasi pendapatan pada tahun sebelumnya, kebijakan yang dilakukan dalam bidang tarif, subyek dan obyek pengenaan, serta perbaikan dan efektivitas administrasi pemungutan. Terdapat beberapa hal yang cukup signifikan pengaruhnya pada perhitungan target pendapatan tahun 2009, yaitu adanya perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya yang telah selesai pada tahun 2007 dan 2008. Undang-undang dimaksud antara lain: paket UU Perpajakan, UU Kepabeanan, UU Cukai, serta berbagai UU sektoral. Perubahan UU perpajakan akan berdampak pada penerimaan negara dan perekonomian, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, perubahan UU perpajakan yang terdiri dari perubahan UU Ketentuan Umum Perpajakan dan UU Pajak Penghasilan diperkirakan akan memberikan dampak pada penurunan penerimaan perpajakan (tax potential loss).
Langkah-langkah kebijakan perpajakan yang diambil dalam tahun 2009 antara lain: (i) menyediakan fasilitas fiskal dan nonfiskal bagi penanaman modal dengan memperluas cakupan sektor dan wilayah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu; (ii) memperluas kantor pelayanan pajak yang berbasis sistem administrasi modern di Jawa dan Bali; (iii) menyempurnakan manajemen risiko kepabeanan; (iv) melanjutkan harmonisasi tarif bea masuk impor; dan (v) mengimplementasikan ASEAN Single Window. Sementara itu, kebijakan di bidang PNBP dalam tahun 2009 akan tetap ditujukan untuk mengoptimalkan penerimaan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA), bagian laba BUMN, PNBP lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU). Sasaran tersebut dilakukan dengan melanjutkan reformasi administrasi dan penyempurnaan kebijakan PNBP melalui: (i) peninjauan dan penyempurnaan peraturan PNBP pada kementerian negara/lembaga; (ii) monitoring, evaluasi dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan PNBP pada kementerian negara/lembaga; (iii) penyusunan rencana dan pagu penggunaan PNBP yang lebih realistis pada kementerian negara/lembaga; (iv) pemantauan, penelaahan, evaluasi, dan verifikasi laporan PNBP pada kementerian negara/lembaga dan SDA nonmigas; (v) peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan PNBP pada kementerian negara/lembaga; (vi) percepatan penyelesaian kewajiban Pertamina/KKKS kepada Pemerintah terkait dengan kegiatan migas; (vii) peningkatan koordinasi terkait dengan pencapaian target produksi/lifting minyak mentah dan volume gas bumi; dan (viii) perbaikan terhadap kebijakan cost recovery pada Kontrak Production Sharing (KPS). Di samping itu, untuk meningkatkan kinerja BUMN antara lain akan dilakukan pengalokasian anggaran yang bersumber dari laba BUMN untuk pengembangan sektor-sektor strategis dan penguatan sektor manufaktur (barang modal) dalam rangka memperbaiki peran BUMN dalam perekonomian nasional. Di lain pihak, optimalisasi penerimaan hibah akan dilakukan antara lain melalui monitoring pencairan atas komitmen para donor dalam rangka hibah, khususnya untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena musibah bencana serta re-evaluasi peraturan-peraturan tentang tata cara pengadaan/pengelolaan hibah sehingga seluruh pengelolaan hibah memiliki arah yang lebih jelas, dan tercatat dalam perhitungan APBN. Selanjutnya, kebijakan umum pembiayaan anggaran antara lain dititikberatkan pada penetapan sasaran surplus/defisit anggaran berdasarkan proyeksi penerimaan negara maupun rencana alokasi belanja negara. Berdasarkan proyeksi dan berbagai langkah kebijakan di atas, dalam APBN Tahun Anggaran 2009 diperkirakan masih terdapat defisit anggaran. Sebagian besar defisit tersebut akan dibiayai dari Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Untuk menutupi defisit tersebut, dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip
kemandirian dalam pembiayaan anggaran, dengan lebih memprioritaskan pendanaan yang tersedia, murah dan berisiko rendah yang bersumber dari dalam negeri. Dalam kondisi pasar keuangan yang tidak stabil akibat ketatnya likuiditas global, untuk mengurangi tekanan terhadap kebutuhan pembiayaan anggaran tahun 2009, penerbitan SBN akan dilakukan secara berhati-hati dan menjaga pada risiko sekecil mungkin. Untuk mengantisipasi kondisi pasar keuangan yang memburuk yang dapat berdampak pada perekonomian nasional, dipandang perlu dipersiapkan langkah-langkah di bidang kebijakan fiskal. Dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 telah dipersiapkan payung hukum apabila terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan deviasi asumsi makro secara signifikan, kenaikan biaya penerbitan SBN dan masalah sistemik di sektor keuangan. Langkah-langkah penanggulangan berupa pembiayaan siaga yang berasal dari pemberi pinjaman lembaga keuangan multilateral dan bilateral. Dalam keadaan tersebut, Pemerintah bertekad untuk tidak mengurangi belanja prioritas, bahkan akan menambah, jika diperlukan, sehingga dapat dijadikan cadangan terhadap rumahtangga dan sektor yang terkena dampaknya. Terkait hal tersebut, strategi pembiayaan anggaran harus dilakukan secara hati-hati agar sumber-sumber pembiayaan anggaran tersebut dapat digunakan seoptimal mungkin guna menghindari terjadinya beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Selain itu, strategi pembiayaan anggaran harus diimplementasikan secara terkoordinasi agar dapat tercapai pengelolaan fiskal secara prudent, kebijakan moneter yang kredibel, dan pengelolaan utang yang sehat serta pengelolaan kas yang efisien. II.PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Penerimaan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah yang ditanggung pemerintah (DTP) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tersebut tidak diperhitungkan dalam besaran penerimaan dalam negeri neto, dan dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang sama. Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana
dimaksud pada huruf b antara lain adalah sektor migas, energi, pangan, industri terpilih, dan sektor-sektor publik. Ayat (3) Penerimaan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) yang ditanggung pemerintah (DTP) sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut tidak diperhitungkan dalam besaran penerimaan dalam negeri neto, dan dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang sama. Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a antara lain adalah sektor migas, panas bumi, listrik, penerbangan, pelayaran, industri terpilih, dan transportasi publik. Ayat (4) Penerimaan perpajakan sebesar Rp725.842.970.000.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun delapan ratus empat puluh dua miliar sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah) terdiri dari: (dalam rupiah) 411
Pendapatan pajak dalam negeri 697.346.970.000.000,00 4111 Pendapatan pajak penghasilan (PPh) 357.400.470.000.000,00 41111 Pendapatan PPh migas 56.723.470.000.000,00 411111 Pendapatan PPh minyak bumi 24.196.640.000.000,00 411112 Pendapatan PPh gas alam 32.526.830.000.000,00 41112 Pendapatan PPh nonmigas 296.938.510.000.000,00 411121 Pendapatan PPh Pasal 21 46.935.110.000.000,00 411122 Pendapatan PPh Pasal 22 6.160.500.000.000,00 411123 Pendapatan PPh Pasal 22 impor 25.755.360.000.000,00 411124 Pendapatan PPh Pasal 23 24.556.560.000.000,00 411125 Pendapatan PPh Pasal 25/29 orang pribadi 3.510.910.000.000,00 411126 Pendapatan PPh Pasal 25/29 badan 136.978.000.000.000,00 411127 Pendapatan PPh Pasal 26 22.794.370.000.000,00 411128 Pendapatan PPh final 30.247.700.000.000,00 41113 Pendapatan PPh fiskal 3.738.490.000.000,00 411131 Pendapatan PPh fiskal luar negeri 3.738.490.000.000,00 4112 Pendapatan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas
412
barang mewah 249.508.700.000.000,00 4113 Pendapatan pajak bumi dan bangunan 28.916.300.000.000,00 4114 Pendapatan BPHTB 7.753.600.000.000,00 4115 Pendapatan Cukai 49.494.700.000.000,00 41151 Pendapatan Cukai 49.494.700.000.000,00 411511 Pendapatan Cukai Hasil Tembakau 48.240.100.000.000,00 411512 Pendapatan Cukai Ethyl Alkohol 479.000.000.000,00 411513 Pendapatan Cukai Minuman Mengandung Ethyl Alkohol 775.600.000.000,00 4116 Pendapatan pajak lainnya 4.273.200.000.000,00 Pendapatan pajak perdagangan internasional 28.496.000.000.000,00 4121 Pendapatan bea masuk 19.160.400.000.000,00 4122 Pendapatan bea ke luar 9.335.600.000.000,00 Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp258.943.558.522.000,00 (dua ratus lima puluh delapan triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar lima ratus lima puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah) terdiri dari : (dalam rupiah)
421
Penerimaan sumber daya alam 173.496.521.477.000,00 4211 Pendapatan minyak bumi 123.029.740.000.000,00 421111 Pendapatan minyak bumi 123.029.740.000.000,00 4212 Pendapatan gas bumi 39.093.330.000.000,00 421211 Pendapatan gas bumi 39.093.330.000.000,00 4213 Pendapatan pertambangan umum 8.723.451.477.000,00 421311 Pendapatan iuran tetap 84.432.994.000,00 421312 Pendapatan royalti 8.639.018.483.000,00 4214 Pendapatan kehutanan 2.500.000.000.000,00 42141 Pendapatan dana reboisasi 1.235.600.000.000,00 42142 Pendapatan provisi sumber daya hutan 1.249.211.400.000,00 42143 Pendapatan IIUPH (IHPH) 15.188.600.000,00
422 423
4215 Pendapatan perikanan 150.000.000.000,00 421511 Pendapatan perikanan 150.000.000.000,00 Pendapatan bagian laba BUMN 30.794.000.000.000,00 4221 Pendapatan bagian pemerintah atas laba BUMN 30.794.000.000.000,00 Pendapatan PNBP lainnya 49.210.801.248.000,00 4231 Pendapatan penjualan dan sewa 14.758.133.834.000,00 42311 Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan 6.677.938.625.000,00 423111 Pendapatan penjualan hasil pertanian, kehutanan, dan perkebunan 3.520.794.000,00 423112 Pendapatan penjualan hasil peternakan dan perikanan 11.505.412.000,00 423113 Pendapatan penjualan hasil tambang 6.527.056.277.000,00 423114 Pendapatan penjualan hasil sitaan/rampasan dan harta peninggalan 15.866.577.000,00 423115 Pendapatan penjualan obat-obatan dan hasil farmasi lainnya 219.500.000,00 423116 Pendapatan penjualan informasi, penerbitan, film, survey, pemetaan dan hasil cetakan lainnya 41.168.401.000,00 423117 Pendapatan penjualan dokumen-dokumen pelelangan 220.390.000,00 423119 Pendapatan penjualan lainnya 78.381.274.000,00 42312 Pendapatan penjualan aset 33.147.260.000,00 423121 Pendapatan penjualan rumah, gedung, bangunan, dan tanah 41.000.000,00 423122 Pendapatan penjualan kendaraan bermotor 1.511.037.000,00 423123 Pendapatan penjualan sewa beli 30.533.997.000,00 423129 Pendapatan penjualan aset lainnya yang berlebih/rusak/ dihapuskan 1.061.226.000,00 42313 Pendapatan penjualan dari kegiatan hulu migas 7.944.490.000.000,00 423132 Pendapatan minyak mentah (DMO) 7.944.490.000.000,00 42314 Pendapatan sewa 102.557.949.000,00 423141 Pendapatan sewa rumah dinas/rumah negeri 20.241.365.000,00 423142 Pendapatan sewa gedung,
bangunan, dan gudang 70.991.502.000,00 423143 Pendapatan sewa bendabenda bergerak 6.270.268.000,00 423149 Pendapatan sewa bendabenda tak bergerak lainnya 5.054.814.000,00 4232 Pendapatan jasa 16.332.891.374.000,00 42321 Pendapatan jasa I 11.649.193.285.000,00 423211 Pendapatan rumah sakit dan instansi kesehatan lainnya 38.612.097.000,00 423212 Pendapatan tempat hiburan/taman/museum dan pungutan usaha pariwisata alam (PUPA) 14.355.393.000,00 423213 Pendapatan surat keterangan, visa, paspor, SIM, STNK, dan BPKB 2.964.659.160.000,00 423214 Pendapatan hak dan perijinan 5.991.429.217.000,00 423215 Pendapatan sensor/ karantina, pengawasan/ pemeriksaan 58.906.261.000,00 423216 Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi, pelatihan, teknologi, pendapatan BPN, pendapatan DJBC 2.190.947.932.000,00 423217 Pendapatan jasa Kantor Urusan Agama 73.218.000.000,00 423218 Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhan, dan kenavigasian 317.065.225.000,00 42322 Pendapatan jasa II 1.274.489.052.000,00 423221 Pendapatan jasa lembaga keuangan (jasa giro) 42.157.432.000,00 423222 Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi 1.122.807.075.000,00 423225 Pendapatan biaya penagihan pajak negara dengan surat paksa 3.660.932.000,00 423226 Pendapatan uang pewarganegaraan 3.500.000.000,00 423227 Pendapatan bea lelang 38.307.983.000,00 423228 Pendapatan biaya pengurusan piutang dan lelang negara 61.555.630.000,00 423229 Pendapatan registrasi dokter dan dokter gigi 2.500.000.000,00 42323 Pendapatan jasa luar negeri 380.007.249.000,00
423231 Pendapatan dari pemberian surat perjalanan Republik Indonesia 285.081.659.000,00 423232 Pendapatan dari jasa pengurusan dokumen konsuler 85.662.391.000,00 423239 Pendapatan rutin lainnya dari luar negeri 9.263.199.000,00 42324 Pendapatan layanan jasa perbankan 8.903.458.000,00 423241 Pendapatan layanan jasa perbankan 8.903.458.000,00 42325 Pendapatan atas pengelolaan rekening tunggal Perbendaharaan (treasury single account) dan/atau atas penempatan uang negara 3.000.000.000.000,00 42329 Pendapatan jasa lainnya 20.298.330.000,00 423291 Pendapatan jasa lainnya 20.298.330.000,00 4233 Pendapatan bunga 1.844.450.000.000,00 42331 Pendapatan bunga 1.844.450.000.000,00 423313 Pendapatan bunga dari piutang dan penerusan pinjaman 1.494.450.000.000,00 423319 Pendapatan bunga lainnya 350.000.000.000,00 4234 Pendapatan kejaksaan dan peradilan 33.122.633.000,00 42341 Pendapatan kejaksaan dan peradilan 33.122.633.000,00 423411 Pendapatan legalisasi tanda tangan 1.163.642.000,00 423412 Pendapatan pengesahan surat di bawah tangan 290.505.000,00 423413 Pendapatan uang meja (leges) dan upah pada panitera badan pengadilan (peradilan) 721.830.000,00 423414 Pendapatan hasil denda/tilang dan sebagainya 18.935.000.000,00 423415 Pendapatan ongkos perkara 10.073.862.000,00 423419 Pendapatan kejaksaan dan peradilan lainnya 1.937.794.000,00 4235 Pendapatan pendidikan 5.508.385.809.000,00 42351 Pendapatan pendidikan 5.508.385.809.000,00 423511 Pendapatan uang pendidikan 3.560.224.943.000,00 423512 Pendapatan uang ujian masuk, kenaikan
tingkat, dan akhir pendidikan 174.311.917.000,00 423513 Pendapatan uang ujian untuk menjalankan praktik 111.785.555.000,00 423519 Pendapatan pendidikan lainnya 1.662.063.394.000,00 4236 Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi 38.700.000.000,00 42361 Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi 38.700.000.000,00 423611 Pendapatan uang sitaan hasil korupsi yang telah ditetapkan pengadilan 6.104.000.000,00 423612 Pendapatan gratifikasi yang ditetapkan KPK menjadi milik negara 2.600.000.000,00 423614 Pendapatan uang pengganti tindak pidana korupsi yang ditetapkan di pengadilan 29.996.000.000,00 4237 Pendapatan iuran dan denda 687.879.588.000,00 42371 Pendapatan iuran badan usaha 469.900.830.000,00 423711 Pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM 355.939.267.000,00 423712 Pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa 73.961.563.000,00 423713 Iuran badan usaha di bidang pasar modal dan lembaga keuangan 40.000.000.000,00 42372 Pendapatan dana pengamanan hutan 199.494.336.000,00 423721 Pendapatan dana pengamanan hutan 199.494.336.000,00 42373 Pendapatan dari perlindungan hutan dan konservasi alam 14.000.000.000,00 423731 Pendapatan iuran menangkap/mengambil/ mengangkut satwa liar/ mengambil/mengangkut tumbuhan alam hidup atau mati 7.000.000.000,00 423735 Pungutan masuk obyek wisata alam 7.000.000.000,00 42375 Pendapatan denda 4.484.422.000,00 423752 Pendapatan denda keterlambatan penyelesaian
424
pekerjaan pemerintah 4.454.591.000,00 423753 Pendapatan denda administrasi BPHTB 29.831.000,00 4239 Pendapatan lain-lain 10.007.238.010.000,00 42391 Pendapatan dari penerimaan kembali belanja tahun anggaran yang lalu 9.982.832.071.000,00 423911 Penerimaan kembali belanja pegawai pusat TAYL 4.375.334.000,00 423912 Penerimaan kembali belanja pensiun TAYL 76.167.000,00 423913 Penerimaan kembali belanja lainnya rupiah murni TAYL 9.975.528.043.000,00 423914 Penerimaan kembali belanja lain pinjaman luar negeri TAYL 1.000.000,00 423919 Penerimaan kembali belanja lainnya TAYL 2.851.527.000,00 42392 Pendapatan pelunasan piutang 1.482.654.000,00 423921 Pendapatan pelunasan piutang nonbendahara 9.500.000,00 423922 Pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara (masuk TP/TGR) bendahara 1.473.154.000,00 42399 Pendapatan lain-lain 22.923.285.000,00 423991 Penerimaan kembali persekot/uang muka gaji 16.575.392.000,00 423999 Pendapatan anggaran lain-lain 6.347.893.000,00 Pendapatan badan layanan umum 5.442.235.797.000,00 4241 Pendapatan jasa layanan umum 5.420.617.531.000,00 42411 Pendapatan penyediaan barang dan jasa kepada masyarakat 5.235.509.086.000,00 424111 Pendapatan jasa pelayanan rumah sakit 3.251.950.871.000,00 424112 Pendapatan jasa pelayanan pendidikan 124.821.750.000,00 424113 Pendapatan jasa pelayanan tenaga, pekerjaan, informasi, pelatihan dan teknologi 34.309.527.000,00 424115 Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhan, dan kenavigasian 933.412.653.000,00 424116 Pendapatan jasa
4243
telekomunikasi 842.105.307.000,00 424117 Pendapatan jasa pelayanan pemasaran 21.287.437.000,00 424119 Pendapatan jasa penyediaan barang dan jasa lainnya 27.621.541.000,00 42413 Pengelolaan dana khusus untuk masyarakat 185.108.445.000,00 424133 Pendapatan program modal ventura 5.131.437.000,00 424134 Pendapatan program dana bergulir sektoral 3.392.800.000,00 424135 Pendapatan program dana bergulir syariah 305.106.000,00 424136 Pendapatan investasi 121.367.625.000,00 424139 Pendapatan pengelolaan dana khusus lainnya 54.911.477.000,00 Pendapatan hasil kerja sama BLU 21.618.266.000,00 42431 Pendapatan hasil kerja sama BLU 21.618.266.000,00 424312 Pendapatan hasil kerjasama lembaga/badan usaha 21.618.266.000,00
Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Realokasi cadangan risiko fiskal adalah realokasi dana cadangan risiko perubahan parameter harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) setahun dan lifting minyak sebesar Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah). Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13
Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama. Yang dimaksud dengan perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian negara/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan ijin penggunaan yang berlaku. Yang dimaksud dengan perubahan pagu Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi years dan/atau percepatan penarikan pinjaman yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman luar negeri termasuk hibah luar negeri yang diterima setelah APBN ditetapkan. Tidak termasuk dalam luncuran tersebut adalah PHLN yang belum disetujui dalam APBN Tahun Anggaran 2009 dan pinjaman yang bersumber dari pinjaman komersial dan fasilitas kredit ekspor, yang bukan merupakan kelanjutan dari multiyears project. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja pemerintah pusat yang dilakukan sebelum APBN Perubahan 2009 kepada DPR. Sedangkan yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam laporan keuangan pemerintah pusat adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja pemerintah pusat yang dilakukan sepanjang tahun 2009 setelah APBN Perubahan 2009 kepada DPR. Pasal 16
Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Dana perimbangan sebesar Rp296.952.413.800.000,00 (dua ratus sembilan puluh enam triliun sembilan ratus lima puluh dua miliar empat ratus tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah), terdiri dari: (dalam rupiah) 1.
2. 3.
Dana Bagi Hasil (DBH) 85.718.725.000.000,00 a. DBH Pajak 45.754.404.000.000,00 i. DBH Pajak Penghasilan 10.089.204.000.000,00 - Pajak penghasilan Pasal 21 9.387.022.000.000,00 - Pajak penghasilan Pasal 25/29 orang pribadi 702.182.000.000,00 ii. DBH Pajak Bumi dan Bangunan 27.446.798.000.000,00 iii. DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 7.253.600.000.000,00 iv. DBH Cukai 964.802.000.000,00 b. DBH Sumber Daya Alam 39.964.321.000.000,00 i. DBH SDA Minyak Bumi 19.152.500.000.000,00 ii. DBH SDA Gas Bumi 12.207.300.000.000,00 iii. DBH SDA Pertambangan Umum 6.978.761.000.000,00 - Iuran Tetap 67.546.000.000,00 - Royalti 6.911.215.000.000,00 iv. DBH SDA Kehutanan 1.505.760.000.000,00 - Provisi Sumber Daya Hutan 999.369.000.000,00 - Iuran Hak Pengusahaan Hutan 12.151.000.000,00 - Dana Reboisasi 494.240.000.000,00 v. DBH SDA Perikanan 120.000.000.000,00 Dana Alokasi Umum (DAU) 186.414.100.000.000,00 Dana Alokasi Khusus (DAK) 24.819.588.800.000,00
Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dana otonomi khusus sebesar Rp8.856.564.000.000,00 (delapan triliun delapan ratus lima puluh enam miliar lima ratus enam puluh empat juta rupiah) terdiri dari: 1.Alokasi dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat sebesar Rp3.728.282.000.000,00 (tiga triliun tujuh
ratus dua puluh delapan miliar dua ratus delapan puluh dua juta rupiah) yang disepakati untuk dibagi masing-masing dengan proporsi 70 persen untuk Papua dan 30 persen untuk Papua Barat dengan rincian sebagai berikut: a.Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua sebesar Rp2.609.797.400.000,00 (dua triliun enam ratus sembilan miliar tujuh ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus ribu rupiah). b.Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat sebesar Rp1.118.484.600.000,00 (satu triliun seratus delapan belas miliar empat ratus delapan puluh empat juta enam ratus ribu rupiah). Penggunaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diutamakan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dana Otonomi Khusus Propinsi Papua tersebut dibagikan kepada Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku. 2.Alokasi dana otonomi khusus Aceh sebesar Rp3.728.282.000.000,00 (tiga triliun tujuh ratus dua puluh delapan miliar dua ratus delapan puluh dua juta rupiah). Dana Otonomi Khusus Aceh diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenambelas sampai tahun keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional. Dana otonomi khusus NAD direncanakan, dilaksanakan, serta dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Provinsi NAD dan merupakan bagian yang utuh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Perencanaan sebagian besar dari penggunaan dana otonomi khusus tersebut direncanakan bersama oleh Pemerintah Provinsi NAD dengan masing-masing pemerintah kabupaten/kota dalam Pemerintah Provinsi NAD serta merupakan lampiran dari APBA.
3.Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp1.400.000.000.000,00 (satu triliun empat ratus miliar rupiah), terutama ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dana Tambahan Infrastruktur tersebut diperuntukkan bagi Provinsi Papua sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar rupiah) dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah). Pencairan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2009 sebesar Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah) tersebut dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan penyerapan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2008, yang diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan. Terdapat kekurangan dana tambahan otonomi khusus infrastruktur Provinsi Papua tahun anggaran 2008 sebesar Rp670.000.000.000,00 (enam ratus tujuh puluh miliar rupiah) yang dapat diusulkan untuk dialokasikan dalam APBN-P tahun 2009. Ayat (3) Dana penyesuaian sebesar Rp14.882.014.200.000,00 (empat belas triliun delapan ratus delapan puluh dua miliar empat belas juta dua ratus ribu rupiah) terdiri dari: 1.Dana tambahan DAU untuk guru pegawai negeri sipil daerah sebesar Rp7.490.000.000.000,00 (tujuh triliun empat ratus sembilan puluh miliar rupiah). 2.Dana tambahan DAU sebesar Rp7.000.000.000.000,00 (tujuh triliun rupiah) yang dialokasikan kepada daerah tertentu sebagai penguatan desentralisasi fiskal dan untuk mendukung percepatan pembangunan daerah. 3.Kurang bayar dana prasarana infrastruktur lainnya tahun 2007 sebesar Rp96.747.100.000,00 (sembilan puluh enam miliar tujuh ratus empat puluh tujuh juta seratus ribu rupiah). 4.Kurang bayar DAK tahun 2007 sebesar Rp295.267.100.000,00 (dua ratus sembilan puluh lima miliar dua ratus enam puluh tujuh juta seratus ribu rupiah). Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp51.342.009.600.000,00 (lima puluh satu triliun tiga ratus empat puluh dua miliar sembilan juta enam ratus ribu rupiah) terdiri dari: 1.Pembiayaan Dalam Negeri sebesar Rp60.790.250.000.000,00 (enam puluh triliun tujuh ratus sembilan puluh miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) terdiri dari: (dalam rupiah) a.
b.
Perbankan dalam negeri 16.629.161.400.966,00 i. Rekening dana investasi 3.690.000.000.000,00 ii. Pelunasan piutang negara (PT Pertamina) 9.136.361.945.966,00 iii. Rekening pembangunan hutan 1.696.549.455.000,00 iv. Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2008 2.106.250.000.000,00 Non-perbankan dalam negeri 44.161.088.599.034,00 i. Privatisasi 500.000.000.000,00 ii. Hasil pengelolaan aset 2.565.000.000.000,00 iii. Surat berharga negara (neto) 54.719.000.000.000,00 iv. Dana Investasi Pemerintah dan restrukturisasi BUMN -13.622.911.400.966,00 Hasil
pengelolaan aset sebesar Rp2.565.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus enam puluh lima miliar rupiah) terdiri dari: (i) penjualan aset Rp3.565.000.000.000,00 (tiga triliun lima ratus enam puluh lima miliar rupiah) dan (ii) restrukturisasi BUMN negatif Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). Surat berharga negara (SBN) neto merupakan selisih antara penerbitan dengan pembayaran pokok dan pembelian kembali. Penerbitan SBN tidak hanya dalam mata uang rupiah di pasar domestik, tetapi juga mencakup penerbitan SBN dalam valuta asing di pasar internasional, baik SBN konvensional maupun SBSN (Sukuk). Komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan, pembayaran pokok, dan pembelian kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh pemerintah dengan mempertimbangkan situasi yang berkembang di pasar, sampai dengan target neto pembiayaan SBN tercapai. Dalam
rangka mendukung percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW (sepuluh ribu megawatt) berbahan bakar batubara oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN), Pemerintah memberikan jaminan penuh atas kewajiban pembayaran pinjaman PT PLN (Persero) kepada kreditur
perbankan. Jaminan pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/kemungkinan PT PLN (Persero) tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran terhadap kreditur (payment default). Jaminan tersebut akan diperhitungkan sebagai piutang pemerintah kepada PT PLN (Persero) apabila terealisir. Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PT PLN (Persero) tersebut di atas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
rangka restrukturisasi utang PT Garuda dengan Export Credit Agency (ECA), Pemerintah melakukan penjaminan terhadap PT Garuda dalam bentuk jaminan Standby Letter of Credit kepada bank-bank BUMN.
Pengeluaran dana bergulir yang bersumber dari rupiah murni dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan dalam APBN. Dana
investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN sebesar negatif Rp13.622.911.400.966,00 (tiga belas triliun enam ratus dua puluh dua miliar sembilan ratus sebelas juta empat ratus ribu sembilan ratus enam puluh enam rupiah) dialokasikan untuk: (i) investasi pemerintah sebesar negatif Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), (ii) penyertaan modal negara untuk PT Pertamina sebesar negatif Rp 9.136.361.945.966,00 (sembilan triliun seratus tiga puluh enam miliar tiga ratus enam puluh satu juta sembilan ratus empat puluh lima ribu sembilan ratus enam puluh enam rupiah), (iii) pendirian lembaga penjaminan infrastruktur (guarantee fund) sebesar negatif Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), (iv) dana kontinjensi untuk PT PLN sebesar negatif Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), dan (v) dana bergulir sebesar negatif Rp 1.986.549.455.000,00 (satu triliun sembilan ratus delapan puluh enam miliar lima ratus empat puluh sembilan juta empat ratus lima puluh lima ribu rupiah).
2.Pembiayaan Luar Negeri neto sebesar negatif Rp9.448.240.400.000,00 (sembilan triliun empat ratus empat puluh delapan miliar dua ratus empat puluh juta empat ratus ribu rupiah) terdiri dari: (dalam rupiah) a.
Penarikan pinjaman luar negeri bruto Pinjaman program
52.160.957.600.000,00 26.440.000.000.000,00
Pinjaman proyek 25.720.957.600.000,00 Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri -61.609.198.000.000,00 Pembiayaan luar negeri mencakup pembiayaan utang luar negeri selain dari surat berharga negara internasional. b.
Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Anggaran pendidikan sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 (dua ratus tujuh triliun empat ratus tiga belas miliar lima ratus tiga puluh satu juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu rupiah), terdiri dari: (dalam rupiah) 1.
Anggaran Pendidikan Melalui Belanja Pemerintah Pusat 89.550.853.106.000,00 i. Departemen Pendidikan Nasional 61.525.476.815.000,00 ii. Departemen Agama 23.275.218.223.000,00 iii. Kementerian Negara/ Lembaga lainnya 3.045.158.068.000,00 a. Departemen PU 42.377.950.000,00 b. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 67.228.388.000,00 c. Perpustakaan Nasional 259.951.730.000,00 d. Departemen Keuangan 64.700.000.000,00 e. Departemen Pertanian 75.000.000.000,00 f. Departemen Perindustrian 100.000.000.000,00 g. Departemen ESDM 23.100.000.000,00 h. Departemen Perhubungan 800.000.000.000,00 i. Departemen Kesehatan 1.300.000.000.000,00 j. Departemen Kehutanan 14.900.000.000,00 k. Departemen Kelautan dan Perikanan 250.000.000.000,00 l. Badan Pertanahan Nasional 24.500.000.000,00 m. Badan Meteorologi dan Geofisika 16.000.000.000,00 n. Badan Tenaga
iv. 2.
Nuklir Nasional 7.400.000.000,00 Bagian Anggaran 69 1.705.000.000.000,00
Anggaran Pendidikan Melalui Transfer ke daerah 117.862.678.657.000,00 i. DBH Pendidikan 817.941.597.000,00 ii. DAK Pendidikan 9.334.900.000.000,00 iii. DAU Pendidikan 97.982.837.060.000,00 iv. Dana Tambahan DAU 7.490.000.000.000,00 v. Dana Otonomi Khusus Pendidikan 2.237.000.000.000,00
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 22 Restrukturisasi tingkat bunga SU-002 dan SU-004 dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa beban bunga SU-002 dan SU-004 pada tahun 2009 dan selanjutnya didasarkan pada tingkat bunga hasil restrukturisasi yaitu sebesar 0,1% (nol koma satu persen). Pasal 23 Ayat (1) Keadaan darurat tersebut terjadi apabila: 1.Prognosa pertumbuhan ekonomi paling rendah 1% (satu persen) di bawah asumsi; sedangkan prognosa indikator ekonomi makro lainnya mengalami deviasi paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen) dari asumsinya. Prognosa tersebut dihitung berdasarkan realisasi indikator ekonomi makro tahun 2008. 2.Posisi nominal dana pihak ketiga di perbankan nasional menurun secara drastis. 3.Kenaikan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara yang menyebabkan tambahan biaya penerbitan SBN secara signifikan tercermin dalam: a.tidak adanya yield penawaran yang dimenangkan dalam benchmark pemerintah dalam 2 (dua) kali lelang berturut-turut; dan/atau b.terjadi kecenderungan peningkatan yield sekurang-kurangnya sebesar 300 basis points (bps) dalam 1 (satu) bulan; Keadaan darurat tersebut menyebabkan prognosa penurunan pendapatan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan dan PNBP, dan adanya perkiraan tambahan beban kewajiban negara yang berasal dari pembayaran pokok dan bunga utang, subsidi BBM dan listrik, serta belanja lainnya. Yang dimaksud dengan persetujuan DPR adalah keputusan yang tertuang di dalam kesimpulan Rapat Kerja
Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah yang dilakukan dalam waktu satu kali dua puluh empat jam sejak diterimanya usulan Pemerintah. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penerbitan Surat Berharga Negara dapat dilakukan dengan metode lelang maupun tanpa lelang (penempatan langsung atau private placement). Untuk menutup kekurangan kas jangka pendek pada awal tahun anggaran, Pemerintah dapat melakukan penempatan langsung atau private placement Surat Berharga Negara pada Bank Indonesia. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Ayat (2) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Ayat (3) Informasi tentang pendapatan dan belanja secara akrual dimaksudkan sebagai tahap menuju pada penerapan anggaran yang dilengkapi dengan informasi hak dan kewajiban yang diakui sebagai penambah atau pengurang nilai kekayaan bersih. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Penerapan pendapatan dan belanja secara akrual pada Tahun Anggaran 2009 diterapkan pada satuan kerja berstatus Badan Layanan Umum yang secara sistem telah mampu melaksanakannya. Ayat (6) Yang dimaksud dengan Standar Akuntansi Pemerintahan adalah Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Ayat (7) Laporan keuangan yang diajukan dalam rancangan undang-undang sebagaimana yang dimaksud pada ayat ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diperiksa oleh BPK dan telah memuat koreksi/penyesuaian (audited financial statements) sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pasal 27 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4920 LAMPIRAN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2009 BUKU I DAFTAR ISI DAFTAR ISI
1
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 -1 BAB 2 TEMA DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2009 I.2 A. Kondisi Umum I.2 A.1. Pencapaian Tahun 2007 dan Perkiraan Tahun 2008 I.2 -1 A.1.1. Agenda Aman dan Damai I.2 A.1.2. Agenda Adil dan Demokratis I.2 -3 A.l.3. Agenda Kesejahteraan Rakyat I.2 A.2. Masalah dan Tantangan Pokok Tahun 2009 I.2 B. Tema Pembangunan Tahun 2009 dan Pengacusutamaan Pembangunan I.2 C. Prioritas Pembangunan Tahun 2009 I.2 I. Peningkatan Pelayanan Dasar dan Pembangunan Perdesaan I.2 II. Percepatan Pertumbuhan Yang Berkualitas Dengan Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Yang Didukung Oleh
-1 -1 -1
-5 -14 -29 -31 -31
Pembangunan Pertanian, Infrastruktur, dan Energi I.2 -46 III. Peningkatan Upaya Anti Korupsi, Reformasi Birokrasi, serta Pemantapan Demokrasi dan Keamanan Dalam Negeri I.2 -66 BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN A. Kondisi Ekonomi Tahun 2007 dan Perkiraan Tahun 2008 B. Lingkungan Eksternal dan Internal Tahun 2009 C. Tantangan Pokok D. Arah Kebijakan Ekonomi Makro E. Sasaran Ekonomi Makro Tahun 2009
I.3 -1 I.3 -1 I.3 -9 I.3 -10 I.3 -11 I.3 -12
BAB 4 KAIDAH PELAKSANAAN I.4 -1 LAMPIRAN : MATRIKS PRIORITAS, FOKUS, DAN KEGIATAN PRIORITAS RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUTN 2009 II. -1 BAB 1 PENDAHULUAN Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam hal ini, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004, penyusunan RKP mengacu kepada RPJMN. RKP Tahun 2009 merupakan pelaksanaan tahun kelima (tahun terakhir) dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 dan merupakan kelanjutan RKP Tahun 2008. Di dalam RPJMN Tahun 2004-2009 yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 7 tanggal 19 Januari 2004 sebagai penjabaran Visi dan Misi Presiden terpilih dalam Pemilu Presiden pada tahun 2004, ditetapkan 3 Agenda Pembangunan, yaitu: 1.Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai; 2.Menciptakan Indonesia yang Adil dan Demokratis; dan 3.Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Ketiga Agenda tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain dan merupakan pilar pokok untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Keberhasilan pelaksanaan satu agenda akan ditentukan oleh kemajuan pelaksanaan agenda lainnya, yang dalam pelaksanaan tahunan dirinci ke dalam RKP. Dengan mempertimbangkan keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang telah dicapai pada tahun sebelumnya, serta masalah dan tantangan yang akan dihadapi pada pelaksanaan tahun RKP, ditetapkan Tema Pembangunan Nasional yang menunjukkan titik berat pelaksanaan Agenda Pembangunan. Dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya. yang terbatas, selanjutnya ditetapkan
prioritas pembangunan nasional tahunan yang dijabarbn ke dalam fokus, program dan kegiatan pokok pembangunan untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Prioritas pembangunan nasional tahunan disusun berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1.Memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan sesuai tema pembangunan; 2.Memiliki sasaran-sasaran dan indikator kinerja yang terukur sehingga langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat; 3.Mendesak dan penting untuk segera dilaksanakan; 4.Merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk melaksanakannya; 5.Realistis untuk dilaksanakan dan diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun. Sebagai dokumen perencanaan pembangunan nasional, RKP memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro serta program-program kementerian/lembaga, lintas kementerian/lembaga, dan lintas wilayah dalam bentuk: (i) kerangka regulasi, serta (ii) kerangka investasi pemerintah dan layanan umum. Dengan demikian RKP merupakan pedoman bagi penysunan Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBN), di mana kebijakan APBN ditetapkan secara bersama-sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Dengan cakupan dan cara penetapan tersebut, RKP mempunyai fungsi pokok sebagai berikut: 1.Menjadi acuan bagi seluruh pelaku pembangunan, karena memuat seluruh kebijakan publik; 2.Menjadi pedoman dalam penyusunan APBN, karena memuat arah kebijakan pembangunan nasional satu tahun; dan 3.Menciptakan kepastian kebijakan, karena merupakan komitmen Pemerintah. Lebih lanjut, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, RKP juga menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah dalam penyusunan RKP Daerah (RKPD). Sebagaimana RKP sebelumnya, dokumen RKP Tahun 2009 dilengkapi dengan Buku II yang berisi uraian tentang Program dan Kegiatan beserta indikasi pagu untuk masing-masing program. RKP Tahun 2009 ini belum sepenuhnya menampung kegiatan dalam RKA-KL mengingat masih dalam proses penyusunan. Namun, RKP Tahun 2009 ini telah disesuaikan dengan hasil pembahasan dalam Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR RI dengan Pemerintah dalam rangka pembahasan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009 dan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN TA 2009. BAB 2 TEMA DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2009 A.
KONDISI UMUM
A.1.PENCAPAIAN TAHUN 2007 DAN PERKIRAAN TAHUN 2008
Pelaksanaan pembangunan tahun 2007 dan perkiraan tahun 2008 yang merupakan tahun ketiga dan tahun keempat RPJM Tahun 2004 2009 memberikan kemajuan penting dalam pelaksanaan ketiga agenda pembangunan yang terdiri dari: Mewujudkan Indonesia Yang Aman dan Damai; Menciptakan Indonesia Yang Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Kemajuan penting tersebut diantaranya adalah sebagai berikut. A.1.1.
AGENDA AMAN DAN DAMAI
Pelaksanaan Agenda Aman dan Damai telah mencapai kemajuan dengan terwujudnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang semakin kondusif. Penanganan berbagai tindak kriminal seperti kejahatan konvensional maupun transnasional, konflik horizontal, konflik vertikal, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, serta berbagai bentuk kriminalitas yang !ainnya, baik secara kuantitas maupun kualitas telah menunjukkan hasil yang signifikan. Upaya tersebut akan terus dilakukan secara konsisten dan seyogyanya didukung penuh oleh seluruh lapisan masyarakat agar kondisi aman dan tertib dapat semakin diwujudkan. Faktor kompleksitas kepentingan sosial politik, ketidakadilan, kesenjangan kesejahteraan ekonomi, dan provokasi yang mengeksploitasi perbedaan etnis, agama dan golongan merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban terutama kontlik berdimensi kekerasan di beberapa daerah. Globalisasi dan diberlakukannya pasar bebas akan meningkatkan mobilitas penduduk baik inter maupun antar negara. Sementara itu, perkembangan organisasi kejahatan internasional yang didukung oleh kemajuan teknoiogi komunikasi dan informasi serta teknologi persenjataan, menyebabkan kejahatan transnasional seperti narkoba, penyelundupan, pencucian uang, perdagangan perempuan dan anak, bahkan ancaman keselamatan, keamanan, dan lalulintas nuklir dan sebagainya menjadikan kejahatan transnasional menjadi sulit tertangani. Efektivitas intelijen dan pengamanan rahasia negara merupakan faktor penentu dalam pencegahan, pengungkapan dan penanganan tindak kejahatan transnasional. Dalam rangka menjawab tantangan global dan semua bentuk gangguan keamanan yang tidak lagi mengenal batas negara (borderless crime), maka kerja sama internasional merupakan jawaban bagi seluruh penegak hukum di dunia untuk bangkit memerangi kejahatan yang bersifat transnasional. Kerja sama internasional teknis profesional penanggulangan kejahatan telah dilakukan dengan Jerman (GSG), Jepang (JICA) , dan Amerika Serikat (ICITAP, ATA, DEA). Selanjutnya, dalam rangka memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, maka telah ditempatkan perwira penghubung (LO/SLO) di berbagai negara, antara lain, Arab Saudi, Malaysia, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan Australia.
Salah satu sebab utama belum optimalnya penanganan kriminalitas, penegakan hukum, pengelolaan ketertiban masyarakat, serta kelambatan antisipasi penanganan kejahatan transnasional adalah lemahnya profesionalisme lembaga kepolisian. Oleh karena itu diperlukan lembaga kepolisian yang efektif, efisien, dan akuntabel. Lembaga kepolisian harus memiliki profesionalisme dalam mengintegrasikan aspek struktural (institusi, organisasi, susunan dan kedudukan); aspek instrumental (filosofi, doktrin, kewenangan, kompetensi, kemampuan, fungsi, dan iptek); dan aspek kultural (manajemen sumber daya, manajemen operasional, dan sistem pengamanan di masyarakat). Dalam rangka meningkatkan kemampuan Polri dalam mencegah dan menindak kejahatan terorisme dan narkoba, di setiap Polda telah terbentuk Den-88. Peningkatan kemampuan Polri juga ditempuh melalui percepatan penambahan jumlah personil dan kualitas personil. Peningkatan jumlah personil diupayakan melalui rekruitmen dengan sasaran 1 : 600 yang diperkirakan akan tercapai pada tahun 2009, sedangkan peningkatan kualitas personil diupayakan melalui pendidikan dan latihan. Di samping itu, agar masyarakat mampu membina sistem keamanan dan ketertiban di lingkungannya, polisi harus berperan sebagai pembina dan penyelia dalam rangka mendukung terbentuknya mekanisme community policing. Di sisi lain, secara geopolitik dan geostrategi, Indonesia terletak pada posisi yang strategis dari menentukan dalam tata pergaulan dunia dan kawasan. Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa, dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan NKRI. Sejalan dengan tugas fungsi dan peran pertahanan negara tidak semata-mata hanya ditujukan kepada ancaman dari luar, tetapi juga berfungsi untuk mengatasi ancaman dalam negeri, seperti pemberontakan bersenjata, dan dalam menangani dampak bencana. Kemampuan pertahanan yang kuat dan solid, tidak saja akan menempatkan NKRI semakin disegani dan dihormati dalam pergaulan internasional, tetapi juga memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di dalam menangani bencana di dalam negeri, seperti bencana alam yang telah terjadi di beberapa wilayah. Dalam rangka penyiapan cetak baru pertahanan telah disusun Rencana Strategi Pertahanan 2005-2009, kebijakan umum dan kebijakan penyelenggaraan pertahanan, serta Strategic Defence Review sebagai acuan dalam rangka pembinaan kemampuan dan pembangunan kekuatan pertahanan negara. Upaya peningkatan profesionalisme personel ditempuh melalui penataan organisasi, peningkatan mutu dan fasilitas pendidikan, serta pemantapan reformasi TNI yang dihadapkan dengan supremasi sipil. Reformasi TNI telah berhasil menempatkan TNI secara tepat sesuai dengan peran dan tugas pokok yang diembannya, yaitu dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dari setiap ancaman dan gangguan. Dalam rangka meningkatkan kesiapan alutsista TNI, dihadapkan dengan keterbatasan anggaran, maka pembangunan kemampuan
pertahanan negara secara umum ditujukan tidak untuk memperbesar kekuatan yang sudah ada tetapi hanya untuk mempertahankan kemampuan dan kekuatan yang sudah dimiliki, antara lain melalui repowering, retrofitting, pemeliharan, dan pengadaan alutsista secara terbatas. Untuk mengurangi ketergantungan sumber pengadaan alutsista kepada satu atau dua negara saja, telah ditempuh langkah-langkah ke arah diversifikasi dalam pengadaan alutsista yang bekerja sama dengan beberapa negara. Adanya keterbatasan dukungan anggaran menjadi faktor pertimbangan dalam penyusunan rencana kebutuhan dalam pembangunan pertahanan sehingga pemenuhan kebutuhan pertahanan belum dapat mencapai pembentukan kekuatan pokok minimum (minimum essential force) TNI. Namun demikian, keterbatasan yang ada tidak menjadikan kendala dalam mewujudkan Indonesia yang aman dan damai. A.1.2.
AGENDA ADIL DAN DEMOKRATIS
Dalam rangka pemberantasan korupsi, selama tahun 2007 langkah-langkah untuk menciptakan iklim takut korupsi semakin memperlihatkan perkembangan yang positif baik di lingkungan penyelenggara negara, dunia usaha maupun masyarakat. Langkah-langkah pencegahan dan penindakan dilakukan secara bersamaan agar benar-benar memperlihatkan efek jera di semua lini kehidupan masyarakat. Untuk langkah pencegahan, telah dilakukan upaya memperkuat pemberdayaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang antara lain menginstruksikan dibuatnya Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK). Pada tahun 2007, sosialisasi RAN PK dan penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAN PK) telah dilakukan pada dua provinsi. Melalui UU No 7/2006, Indonesia meratifikasi Konvensi Anti Korupsi Tahun 2003 (UNCAC 2003), sebagai salah satu bentuk komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi. Pada awal tahun 2008, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Conference of the State Parties (CoSP) II UNCAC di Bali dengan memprioritaskan pada upaya pengembalian aset korupsi baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri, melalui antara lain penyesuaian peraturan perundang-undangan nasional yang sejalan dengan Konvensi Anti Korupsi 2003. Sedangkan untuk langkah penindakan baik yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung beserta jajarannya maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah memperlihatkan peningkatan yang semakin signifikan. Sepanjang tahun 2007, penindakan terhadap pejabat negara yang diduga melakukan tindak pidana korupsi baik di tingkat pusat maupun daerah dilakukan tanpa mengalami hambatan yang berarti. Salah satu sebabnya adalah cepatnya pemberian izin yang diberikan oleh Presiden kepada lembaga penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan kepada setiap penyelenggara negara yang berdasarkan informasi dari masyarakat maupun dari hasil investigasi telah melakukan tindak pidana korupsi.
Pada tahun 2008, upaya pemberantasan korupsi tetap dilanjutkan melalui langkah pencegahan dan penindakan hukum. Untuk pencegahan korupsi, akan dilakukan kegiatan sosialisasi RAN PK dan penyusunan RAD PK di 4 (empat) provinsi. Selain itu juga akan secara intensif dilakukan sosialisasi terhadap Konvensi Anti Korupsi 2003 dan strategi nasionalnya yang akan melibatkan semua aparat pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha dan masyarakat luas. Upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan oleh Kejaksaan dan KPK, yang akan diperkuat dengan dibentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan undang-undang tersendiri. Fokus penindakan korupsi akan ditujukan pada kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat luas. Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional, berbagai kemajuan telah dicapai pada tahun 2007. Inisiatif reformasi birokrasi telah dilaksanakan di lingkungan instansi pemerintah sebagai upaya meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan, yang antara lain ditandai dengan: tersusunnya berbagai naskah RUU sebagai landasaan pelaksanaan reformasi birokrasi, seperti RUU Pelayanan Publik, RUU Administrasi Pemerintahan, RUU Kementerian Negara, RUU Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah, RUU Etika Penyelenggara Negara, dan lainnya. Beberapa naskah RUU tersebut telah dibahas dengan DPR dan diharapkan pada tahun 2008 terdapat perkembangan yang berarti. Kemajuan di bidang pelayanan publik, ditandai antara lain: penerapan pelayanan satu pintu di berbagai daerah; penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan publik (e-services) termasuk dalam proses pengadaan barang dan jasa (e-procurement); telah diterbitkannya Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) melalui Permendagri No. 6 Tahun 2007 sebagai peraturan pelaksanaan dari PP No. 65 Tahun 2005; dan telah diselenggarakan berbagai diklat manajemen SPM. Sedangkan di bidang sumber daya manusia (SDM) aparatur, terdapat kemajuan antara lain: upaya penyempurnaan regulasi di bidang SDM aparatur; peningkatan kompetensi aparatur negara melalui penyelenggaraan assesment center dan berbagai diklat baik struktural maupun fungsional; dan perbaikan tingkat kesejahteraan aparatur negara meskipun masih terbatas; serta pengangkatan tenaga honorer sebagai PNS dan pengadaan PNS secara nasional. Di bidang penataan kelembagaan, ketatalaksanaan dan pengawasan aparatur negara, juga telah berhasil dicapai berbagai kemajuan yang cukup berarti, antara lain: diterbitkannya PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; beberapa instansi pemerintah di pusat telah melakukan inisiatif reformasi birokrasi seperti Depkeu, MA dan BPK; makin meningkatnya kapasitas kelembagaan dan kompetensi auditor eksternal yang ditandai dengan dibukanya perwakilan BPK di provinsi sesuai mandat UU No 15/2006 tentang BPK dan rekruitmen tenaga auditor; dan dilakukannya penguatan kapasitas kelembagaan dan SDM/aparat pengawas internal pemerintah. Pada tahun 2008, beberapa pencapaian penting yang diharapkan terwujud diantaranya: dilanjutkannya penyusunan dan pembahasan
dengan DPR berbagai RUU yang terkait dengan pelaksanaan reformasi birokrasi; diundangkannya UU Pelayanan Publik; tersusunnya SPM sektoral bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur yang disesuaikan dengan PP No 65 Tahun 2005; tersusunnya standar pelayanan perkotaan (SPP); meningkatnya pelayanan publik di bidang kependudukan, investasi/penanaman modal, perpajakan dan kepabeanan, pertanahan, pengadaan barang dan jasa pemerintah/publik; ditingkatkannya kapasitas aparat pemerintah daerah dalam penerapan SPM; dilakukannya penyempurnaan Sistem Koneksi (inter-phase) Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi antar instansi yang terkait, dan ditingkatkannya penerapan e-government untuk mendukung kualitas pelayanan publik. Pencapaian penting lainnya yang diharapkan dapat diwujudkan pada tahun 2008 adalah diselesaikannya Rencana Induk Reformasi Birokrasi, Pedoman Umum Reformasi Birokrasi beserta juklak dan juknisnya. Untuk pembangunan SDM aparatur, tahun 2008 diharapkan tersusun penyempurnaan sistem remunerasi PNS yang adil, layak, dan mendorong peningkatan kinerja PNS; dan tersusun sistem penilaian kinerja. PNS yang lebih akuntabel sebagai pengganti sistem DP3. Di samping itu, di bidang kelembagaan dan ketatalaksanaan, diharapkan tersusun pedoman sistem manajemen kinerja instansi pemerintah, sebagai respon atas penerapan anggaran berbasis kinerja dan tuntutan atas peningkatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Secara bertahap, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk melakukan upaya penataan kelembagaan atas lembaga non struktural (quasi birokrasi) agar berfungsi secara lebih efektif dan efisien. Diharapkan pula terwujud peningkatan kapasitas kelembagaan di bidang pengawasan dan pemeriksaan, yang didukung dengan meningkatnya kompetensi tenaga pengawas dan pemeriksa/auditor. Perkembangan yang dicapai pada tahun 2007, adalah ditetapkannya UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, sebagai landasan proses penguatan lembaga-lembaga demokrasi khususnya pelaksanaan Pemilu 2009. pada awal 2008 telah ditetapkan UU No. 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UU No. 10 tahun 2008 Tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Hasil penting lainnya dalam pembangunan lembaga demokrasi pada tahun 2007 adalah terpilih dan terbentuknya keanggotaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang baru. Kemajuan pelembagaan demokrasi yang juga perlu mendapat perharian pada tahun 2007 adalah keikutsertaan calon independen dalam pilkada melalui keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan judicial review terhadap Pasal 59 Ayat 3 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pada tahun 2008, sisa 2 (dua) paket UU bidang politik yang belum dapat diselesaikan pembahasannya akan segera dibahas dan diundangkan. Dengan akan diselesaikannya semua pembahasan dan ditetapkan semua UU bidang politik, maka pada tahun 2008 semua peraturan pelaksanaan/petunjuk teknis penyelenggaraan Pemilu 2009 sudah dapat diselesaikan penyusunannya. Disamping itu juga diharapkan sudah dapat dilakukan penyempurnaan dan perbaikan data
pemilih; veriftkasi peserta pemilu dan validasi calon anggota legislatif; penyediaan sarana dan prasarana pendukung Pemilu 2009; dan penyediaan logistik Pemilu 2009. Secara kelembagaan, pada tahun 2008 diharapkan ada peningkatan yang cukup signifikan dalam hal kapasitas dan kompetensi aparatur pemerintah dan KPU/KPUD sebagai lembaga penyelenggara pemilu di pusat dan daerah. Hal lain yang sangat penting untuk dicapai pada tahun 2008 adalah peningkatan kapasitas dan kesiapan partai politik dan organisasi-organisasi masyarakat sipil dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan politik masyarakat pemilih. A.1.3.
AGENDA KESEJAHTERAAN RAKYAT
Stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat. Stabilitas tersebut diwujudkan melalui sinergi antara kebijakan fiskal, moneter, penguatan lembaga keuangan, dan sektor riil. Di sisi kebijakan fiskal, kebijakan diupayakan untuk menjaga ketahanan fiskal yang berkesinambungan serta memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Defisit APBN diupayakan pada batas-batas aman keuangan negara melalui peningkatan pendapatan negara serta peningkatan efisiensi pengeluaran negara. Hal-hal pokok terkait dengan kebijakan fiskal adalah sebagai berikut: a.Realisasi pendapatan negara dan hibah sampai dengan akhir tahun 2007 diperkirakan mencapai sebesar Rp 708,5 triliun (18,7 persen PDB). Realisasi tersebut lebih tinggi sebesar 2,1 persen atau naik Rp 14,4 triliun dari target APBN-P tahun 2007. Jika dibandingkan dengan APBN tahun 2006, Pendapatan Negara dan hibah tahun 2007 lebih tinggi 11,1 persen atau naik Rp70,5 triliun. Pencapaian penerimaan negara dan bibah tersebut terutama bersumber dan penerimaan perpajakan sebesar Rp 491,8 triliun (13,0 persen PDB), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 215,0 triliun (5,7 persen PDB), dan hibah sebesar Rp 1,7 triliun. b.Realisasi pengeluaran negara sampai dengan 31 Desember 2007 mcncapai sebesar Rp 757,2 triliun (20,0 persen PDB), yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 504,0 triliun (13,3 persen PDB) dan belanja ke daerah sebesar Rp 253,3 triliun (6,7 persen PDB). Realisasi tersebut lebih tinggi 0,6 persen atau meningkat Rp 4,9 triliun dari target APBN-P tahun 2007. Jika dibandingkan dengan APBN tahun 2006, realisasi pengeluaran negara pada tahun 2007 lebih tinggi 13,5 persen atau meningkat sebesar Rp 90,1 triliun. c.Defisit APBN tahun 2007 mencapai 1,3 persen PDB, lebih tinggi dibandingkan realisasi APBN tahun 2006 yang mencapai 0,9 persen PDB, namun lebih rendah dari yang ditargetkan dalam APBN-P tahun 2007 sebesar 1,7 persen PDB. d.Defisit anggaran dalam APBN-P tahun 2008 diperkirakan mencapai 2,0 persen PDB, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun 2007 yang mencapai 1,3 persen PDB. Meskipun meningkat, defisit APBN tersebut masih berada pada batas-batas aman keuangan negara.
Dari sisi kebijakan moneter, stabilitas moneter tetap dijaga sepanjang tahun 2007. Terjadinya krisis subprime mortgage pasar keuangan Amerika Serikat di bulan Juli 2007 tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap pasar uang Indonesia. Pencapaian sasaran di bidang moneter dan keuangan antara lain: a.Nilai tukar yang melemah pada bulan Agustus 2007 menjadi Rp 9.367,- per USD kembali menguat menjadi Rp 9.107,- per USD pada bulan Oktober 2007. Secara keseluruhan, rata-rata nilai tukar rupiah harian pada tahun 2007 mencapai Rp 9.140 per USD atau menguat 0,3 persen dibandingkan tahun 2006. Dalam empat bulan pertama tahun 2008, rata-rata harian nilai tukar sebesar Rp. 9.246 dengan trend tetap terjaga pada rentang Rp. 9.000 - 9.300 per USD. b.pada tahun 2007 laju inflasi mencapai 6,59 persen (y-o-y), relatif sama dengan tahun 2006 (6,60 persen). Memasuki tahun 2008, laju inflasi meningkat, terutama didorong oleh kenaikan harga kelompok komoditi makanan dan makanan jadi, dengan tingginya harga komoditi pertanian di pasar dunia. pada bulan April 2008, laju inflasi setahun (y-o-y) mencapai 8,96 persen. Dengan program stabilisasi harga kebutuhan pokok didukung oleh kebijakan moneter yang berhati-hati, laju inflasi diupayakan tetap terkendali. c.Stabilnya nilai tukar rupiah dan laju inflasi yang terkendali mendorong penurunan suku bunga perbankan secara bertahap. Suku bunga acuan (BI rate) diturunkan secara bertahap dari 9,5 persen pada bulan Januari 2007 menjadi 8,0 persen pada bulan Desember 2007 dan tetap dipertahankan hingga bulan April 2008. Tekanan inflasi yang meningkat sejak bulan Desember 2007 menuntut kebijakan moneter yang berhati-hati guna membantu penurunan ekspektasi inflasi. Suku bunga acuan tetap dipertahankan sampai bulan April 2008, mulai ditingkatkan bulan Mei 2008 menjadi 8,25 persen. d.Sejalan dengan menguatnya kinerja pasar modal, peran sektor keuangan dalam menjalankan fungsinya sebagai intermediasi keuangan juga semakin membaik. Hal ini tercermin dari meningkatnya kredit yang disalurkan perbankan sebesar 26,4 persen (y-o-y) dan terus tumbuh mencapai 29,5 persen (y-o-y) pada Maret 2008. e.Dalam rangka meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kredit kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) melalui bank umum juga terus meningkat. Penyaluran kredit UMKM sampai dengan akhir tahun 2007 tumbuh sebesar 22,4 persen (y-o-y). Upaya-upaya yang ditempuh tersebut telah mampu mendukung perekonomian untuk dapat kembali tumbuh cukup tinggi. pada tahun 2007 perekonomian tumbuh sebesar 6,3 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang sebesar 5,5 persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 terutama didorong oleh investasi berupa pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan ekspor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh sebesar 9,2 persen dan 8,0 persen. Sementara itu, konsumsi
masyarakat tumbuh sebesar 5,0 meningkat sebesar 3,9 persen.
persen
dan
konsumsi
pemerintah
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor industri pengolahan terutama nonmigas yang tumbuh sebesar 5,2 persen dan sektor tersier terutama pengangkutan dan komunikasi; listrik, gas dan air bersih; serta bangunan yang masing-masing tumbuh sebesar 14,4 persen; 10,4 persen, dan 8,6 persen. Adapun sektor pertanian serta pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 3,5 persen dan 2,0 persen. Momentum pertumbuhan terus berlanjut pada triwulan I/2008. Dalam triwulan I/2008, ekonomi tumbuh 6,3 persen (y-o-y) didorong oleh ekspor barang dan jasa serta pembentukan modal tetap bruto yang meningkat 15,0 persen dan 13,3 persen serta ditopang oleh konsumsi masyarakat yang meningkat 5,5 persen (y-o-y). Sejak paruh kedua tahun 2007, perekonomian Indonesia dihadapkan pada tiga gejolak eksternal yaitu meningkatnya harga minyak mentah dunia dan harga komoditi dunia lainnya, dampak dari krisis subprime mortgage di AS, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. Besarnya resiko dari gejolak eksternal tersebut menuntut langkah-langkah jangka pendek yang harus ditempuh serta penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan dalam rangka mengamankan pembangunan, termasuk APBN 2008 dengan perubahan yang dilakukan pada awal-awal tahun 2008. Dengan memperhitungkan resiko gejolak eksternal yang cukup besar, sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dalam awal-awal tahun 2008 disesuaikan dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen. Meningkatnya harga minyak mentah dunia yang dalam keseluruhan tahun 2008 diperkirakan lebih tinggi dari sebelumnya serta tekanan inflasi yang besar berpotensi lebih memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dalam tahun 2008, ekonomi diperkirakan tumbuh 6,0 persen. Dalam hal ketenagakerjaan, sejalan dengan perekonomian yang terus meningkat, kopdisi ketenagakerjaan menunjukkan perkembangan yang baik. Lapangan kerja yang tercipta antara Februari 2007 Februari 2008 meningkat sangat tinggi yaitu hampir 4,5 juta lapangan pekerjaan baru. Pada kurun waktu yang sama angkatan kerja meningkat dari 108,1 juta menjadi 111,5 juta atau meningkat sekitar 3,3 juta orang. Hal ini pada gilirannya dapat menurunkan tingkat pengangguran terbuka, yaitu dari 9,75 persen pada Februari 2007 menjadi 8,46 persen orang pada Februan 2008. Penganggur usia muda masih merupakan proporsi terbesar dri keseluruhan penganggur terbuka. Pada Agustus 2007, penduduk usia 15-19 tahun yang menganggur mencapai 2,4 juta orang atau 30,02 persen. Keadaan ini cukup memprihatinkan karena usia mereka masih usia sekolah. Jumlah penganggur usia 20-24 tahun mencapai sekitar 3,2 juta orang atau 22,42 persen. Dari jumlah penganggur usia 20-24 tahun tersebut, 42,58 persennya atau sekitar 1,4 juta orang berada di perdesaan. Pengangguran terbuka masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan sekolah menengah pertama ke bawah. pada Agustus 2007 proporsi penganggur dengan pendidikan sekolah
menengah pertama ke bawah mencapai sekitar 5,0 juta orang atau 49,71 persen, bahkan 2,7 juta dari mereka atau 27,10 persen hanyalah lulusan SD ke bawah. Penciptaan lapangan kerja bagi penduduk berlatar pendidikan relatif rendah, miskin dan tidak terampil telah diupayakan oleh Pemerintah. Berbagai program perluasan kesempatan kerja yang dibiayai oleh APBN, termasuk revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan dan perdesaan, telah mulai dikembangkan dan dikonsolidasikan agar tenaga kerja yang dicakup semakin banyak dan merata. Secara sektoral, pada tahun 2007 pertumbuhan sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai sebesar 3,5 persen, lebih tinggi dari target yang direncanakan sebesar 2,7 persen. Target ini terlampaui karena adanya peningkatan produksi pertanian hingga melebihi sasaran yang telah dicanangkan antara lain produksi padi/beras yang mencapai sebesar 57,05 juta ton GKG yang merupakan angka pertumbuhan tertinggi selama 10 tahun terakhir atau meningkat 4,77 persen dibanding tahun 2006. Demikian juga untuk produksi jagung meningkat 14,44 persen dibanding tahun sebelumnya dari 11,61 juta ton menjadi 13,29 juta ton. Sebaliknya pada tahun tersebut produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 20,76 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi sekitar 592,4 ribu ton. Penurunan tersebut terjadi karena berkurangnya luas panen sekitar 121,7 ribu ha atau 21 persen dibanding tahun sebelumnya, meskipun produktivitas mengalami kenaikan 0,03 kuintal per hektar atau 0,23 persen. Pertumbuhan sektor pertanian menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2007 PDB pertanian (diluar perikanan dan kehutanan) meningkat 4,62 persen, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sub sektor tanaman bahan makanan sekitar 5,86 persen, perkebunan sekitar 2,44 persen dan peternakan sekitar 2,14 persen. Demikian pula PDB perikanan pada tahun 2007 kontribusinya naik menjadi sebesar 2,32 persen terhadap PDB Nasional atau naik sebesar 7,6 persen dibandingkan tahun 2006. Sebaliknya pertumbuhan sub sektor kehutanan mengalami penurunan karena masih banyaknya illegal logging yang mengakibatkan kerusakan hutan, sehingga berakibat pada menurunnya produksi kayu dari hutan alam yang belum dapat digantikan dengan produksi hasil hutan tanaman industri dan non kayu lainnya. Hal tersebut telah menyebabkan banyaknya industri hasil hutan yang tutup. Dalam rangka pelaksanaan revitalisasi, kegiatan di bidang perikanan difokuskan pada peningkatan produksi dan pengembangan tiga komoditas penting, yaitu udang, ikan tuna, dan rumput laut, dengan tetap melakukan upaya peningkatan mutu dan kegiatan optimalisasi pengelolaan perikanan sejak dari penangkapan ikan (on farm) hingga pemasaran. Untuk mendukung peningkatan produksi perikanan tangkap, pemerintah telah melakukan rehabilitasi, pembangunan, peningkatan fasilitas pendukung berupa Pelabuhan Perikanan Samudra, Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pelabuhan Perikanan Pantai, dan beberapa Pangkalan Pendaratan Ikan. Selain
itu, dilaksanakan juga rehabilitasi dan pengembangan Pelabuhan Pendaratan Ikan di 33 provinsi. Pada sub sektor kehutanan, upaya revitalisasi masih terus dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu antara lain melalui kegiatan-kegiatan: (i) Pengembangan pemanfaatan hutan alam dengan meningkatkan manajemen Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHK); (ii) Penertiban peredaran hasil hutan dalam rangka mengoptimalkan PNBP dan Dana Reboisasi (DR); (iii) Pembangunan kesatuan pengelolaan hutan (KPH); (iv) Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR); (v) Pengelolaan Hutan Produksi yang tidak dibebani hak/ijin pemanfaatan; dan (vi) Restrukturisasi industri primer kehutanan. Di bidang infrastruktur, upaya peningkatan pelayanan infrastruktur sesuai standar pelayanan minimum pada tahun 2008 telah diwujudkan melalui pembangunan saluran air baku dengan kapasitas terpasang 1,00 m3 / detik, rehabilitasi sarana/ prasarana pengendali banjir di 62 lokasi pembangunan, pemeliharaan prasarana pengaman pantai sepanjang 20 km, prasarana air tanah untuk air minum di daerah terpencil/perbatasan seluas 688 ha, kondisi jalan nasional telah mencapai 81 persen mantap dari panjang jalan nasional dengan peningkatan pelayanan prasarana jalan menjadi 45 km per jam; pembangunan jalan di pulau-pulau terpencil dan pulau terluar sepanjang 100 km; pembangunan jalan di kawasan perbatasan sepanjang 110 km., pemberian subsidi operasi perintis angkutan jalan pada 153 lintas, pengadaan bus perintis sebanyak 340 unit, pelayanan pelayaran perintis untuk 62 trayek, subsidi operasi lintas penyeberangan perintis pada 80 lintasan, pelayanan penerbangan perintis untuk 90 rote, penyediaan Public Service Obligation (PSO) untuk pelayanan angkutan penumpang KA kelas ekonomi sebanyak 70 KA dan angkutan laut kelas ekonomi pada 22 trayek, rehabilitasi dan pembangunan jalan poros desa melalui (DAK) sepanjang 88.205 km dan pengadaan sarana angkutan perdesaan; pengembangan energi perdesaan, peningkatan aksesibilitas energi perdesaan, tersosialisasikannya pemanfaatan Biofuel di sektor industri dan bangunan, pengembangan pulau kecil terluar melalui pemanfaatan energi terbarukan non listrik, pengembangan desa wisata energi, terlaksananya Program integrated micro hydro development and application program (IMIDAP), pembangunan listrik di perdesaan yaitu: PLTS 50 Wp sebanyak 59,000 unit, PLT bayu 80 kW sebanyak 14 Unit; PLTMH sebanyak 1,270 kW, Gardu Distribusi sebanyak 930 Buah/ 44,950 kVA, JTM sebanyak 1,803 kms, JTR sebanyak 1,453 kms; penyediaan PSO pos untuk 2.350 kantor pos cabang luar kota; pembangunan rumah susun sederhana sewa beserta prasarana dan sarana dasarnya sebanyak 15.448 unit/30 kawasan, pengembangan Desa-desa Pusat Pertumbuhan di 146 kawasan di 32 provinsi, penyediaan prasarana dan sarana dasar untuk rumah sederhana sehat (RSH) dan rumah susun sebanyak 28.000 unit, pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat di 1800 desa, Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Limbah Percontohan Skala Komunitas (SANIMAS) di 100 lokasi, peningkatan pengelolaan TPA/Sanitary Landfill/Sistem Regional di 35 kab/kota.
Dalam rangka peningkatan daya saing sektor riil, pada program pembangunan bidang infrastruktur telah dilakukan rehabilitasi jaringan irigasi seluas 210,73 ribu ha dan rawa seluas 207,67 ribu hektar; pembangunan 7 waduk dan 35 embung, pembangunan sarana/prasarana pengendali banjir sepanjang 145 km, pembangunan sarana/prasarana pengaman pantai sepanjang 71,1 km, tanggap darurat bencana di daerah industri dan pusat-pusat perekonomian, rehabilitasi jalan nasional sepanjang 4.000 km, pembangunan Jalan Lintas Pantai Selatan Jawa sepanjang 70 km, pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan strategis sepanjang 150 km, rehabilitasi/peningkatan jalan provinsi/kabupaten/kota sepanjang 418.346 km melalui DAK, peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan Lintas sepanjang 4.410 km, pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan strategis sepanjang 150 km pengadaan sarana KA Kelas Ekonomi, Kereta Rel Listrik, dan Kereta Rel Diesel/Kereta Rel Diesel Electric/Kereta Diesel Kelas 3 sebanyak 45 unit, rehabilitasi Dermaga Penyeberangan pada 36 Dermaga, pembangunan dermaga Sungai, Danau dan Penyeberangan pada 129 Dermaga, pengadaan kapal perintis dan bus air sejumlah 84 Buah, rehabilitasi landasan dan fasilitasnya 450.000 m2; pengembangan Energi Alternatif dan Teknologi Energi Baru Terbarukan, pengembangan wilayah distribusi gas bumi untuk rumah tangga, industri kecil, dan transportasi (gas kota) , pemberian insentif penyediaan energi alternatif, Land Mark penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (Koordinasi Pengembangan dan Pemanfaatan Biofuel), pengembangan teknologi pembangkit listrik lampu hemat energi; pembangunan fasilitas ketenagalistrikan yang dilakukan BUMN PT. PLN baik untuk pembangunan pembangkit listrik yang baru ataupun rehabilitasi dan repowering pembangkit listrik berbahan bakar batubara, gas dan energi terbarukan hidro dan panas bumi, serta untuk pembangunan jaringan penyaluran transmisi dan distribusinya, pengembangan regulasi dan pengawasan dalam rangka meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri serta meningkatkan pembinaan industri penunjang ketenagalistrikan dalam negeri melalui pembinaan usaha serta pengembangan standarisasi dan sertifikasi; pembahasan RUU Pos pengganti UU No. 6 Tahun 1984 tentang Pos, penyusunan RUU Telekomunikasi pengganti UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pengembangan Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) dalam rangka pengamanan dan pengawasan jaringart internet di Indonesia, pembangunan prototipe produk telekomunikasi radio Broadband Wireless Access, penyediaan infrastruktur TIK melalui program Community Access Point (CAP) dan warung masyarakat informasi, penyediaan sarana dan prasarana air limbah sistem terpusat di 26 kawasan/kota, pembangunan sarana dan prasarana air minum pada 69 kawasan strategis, dan pengembangan sistem drainase di 11 kabupaten/kota. Seiring dengan kebijakan Pemerintah untuk mempercepat penyediaan infrastruktur melalui kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, hingga tahun 2006 telah dilaksanakan persiapan perlaksanaan Public-Private Partnership (PPP) untuk Penyediaan Air Baku Industri; persiapan pelaksanaan pembangunan jalan tol dan Bandara Kuala Namu di Sumatera Utara; pemberian hak khusus pembangunan
jaringan pipa gas dari Kalimantan Timur ke Jawa Tengah; penerbitan peraturan tentang penetapan tarif berbasis biaya melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Awal dan Tarif Perubahan Jasa Teleponi Dasar melalui Jaringan Tetap dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 12 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Perubahan Jasa Teleponi Dasar Jaringan Bergerak Selular; dan penetapan anggota Komite Regulasi Telekomunikasi Indonesia. Terkait fenomena global mengenai perubahan iklim, kebijakan pemerintah mengenai peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dan sekaligus dalam rangka pengurangan risiko bencana telah diselesaikan, antara lain: pembangunan prasarana pengendali banjir seluas 500 ha dan panjang 954 km; pemeliharaan prasarana pengendali banjir sepanjang 1,387 km; pembangunan sarana/prasarana pengaman pantai sepanjang 70 km; pemeliharaan prasarana pengaman pantai sepanjang 20 km; kegiatan tanggap darurat bencana di daerah industri dan pusat-pusat perekonomian; upaya penanganan banjir di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur) secara terpadu dengan penanganan daerah hulu dan hilir sungai. Sementara itu, setelah empat tahun pasca bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Kepulauan Nias, serta hampir tiga tahun pelaksanaan tugas dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara (BRR NAD-Nias), lembaga tersebut akan segera mengakhiri masa tugasnya pada bulan April 2009 yang akan datang. Dengan berakhirnya tugas dari BRR NAD-Nias tersebut, maka pada tahun 2009 penyelesaian dan keberlanjutan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias akan dilanjutkan oleh kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan di Provinsi Sumatera Utara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pada tahun 2007, pencapaian dari program rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias yang telah dilaksanakan oleh BRR NAD-Nias mencakup beberapa kegiatan pokok yaitu: penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan, sarana dan prasarana wilayah, prasarana lingkungan permukiman, air bersih dan sanitasi, pemulihan perekonomian masyarakat, peningkatan kesejahteraan sosial, pemulihan fasilitas pendukung kehidupan sosial kemasyarakatan seperti pendidikan dan kesehatan, serta pemulihan kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat. pada tahun 2008 pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias difokuskan pada peningkatan kualitas infrastruktur, penyelesaian perumahan dan permukiman bagi korban bencana, pengelolaan lingkungan hidup, dan penyelesaian masalah pertanahan dan penataan ruang wilayah. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan melalui proses legalisasi peraturan daerah, peningkatkan SDM, pemenuhan pelayanan dasar, dan pengarusutamaan gender, dengan memperkuat landasan perekonomian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,
memperkuat kapasitas kelembagaan, meningkatkan koordinasi antar pelaku pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, serta meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan pengembangan wilayah. Selain di wilayah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana juga dilakukan selama hampir dua tahun terakhir ini di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Provinsi Jawa Tengah, pasca kejadian gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006 yang lalu. Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 9 tahun 2006, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah pasca bencana gempa bumi 27 Mei 2006, dijadwalkan dapat diselesaikan pada bulan Juni 2008. Pelaksanaan pemulihan pasca bencana melalui pendanaan APBN sejak tahun 2006 hingga 2008, menunjukkan bahwa pemulihan perumahan korban bencana telah diselesaikan melalui pendanaan sebesar Rp 5,74 triliun; sementara untuk pemulihan prasarana publik telah dialokasikan sebesar Rp 1,2 triliun; dan untuk pemulihan perekonomian masyarakat dan daerah telah dialokasikan sebesar Rp 430,4 miliar. Namun demikian, masih banyak tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2009 dalam pembangunan daerah pasca rehabilitasi dan rekonstruksi, diantaranya: (1) penataan ruang permukiman dan pengembangan lahan skala besar yang memenuhi tata lingkungan yang baik dengan pendekatan pengurangan risiko bencana; (2) masih diperlukan perhatian untuk meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat, terutama bagi kelompok rentan; (3) masih diperlukannya dukungan yang difokuskan bagi pengembangan usaha kecil dan menengah serta pemulihan infrastruktur perekonomian lokal; serta (4) dukungan bagi perumusan kebijakan dan peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pengurangan risiko bencana. Dalam Rencana Kerja Pemerintah 2008, telah ditetapkan program dan fokus kegiatan pengurangan risiko bencana melalui pendayagunaan rencana tata ruang wilayah sebagai salah satu instrumen utama untuk mengurangi resiko bencana dan peningkatan kualitas informasi, data maupun peta wilayah rawan bencana yang memadai bagi analisa pola pemanfaatan ruang sekaligus menguatkan kelembagaan di tingkat daerah dalam pengendalian pemanfaatan rencana tata ruang wilayah. Di bidang kesehatan, status kesehatan masyarakat terus menunjukkan perbaikan, hal ini antara lain dapat dinilai melalui perbaikan berbagai indikator kesehatan seperti penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 334 (SDKI 1997) menjadi 307 per 100,000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003). Namun demikian untuk mencapai sasaran penurunan AKI pada tahun 2009 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup, diperlukan upaya yang lebih keras. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang saat ini baru mencapai 71,9 persen (Susenas 2007). Upaya penurunan AKI juga perlu didukung dengan perbaikan keadaan gizi ibu hamil, pendidikan ibu, peran perempuan, penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan sarana prasarana transportasi.
Demikian pula dengan status gizi anak balita mengalami perbaikan yang ditandai dengan menurunnya persentase balita yang mengalami kekurangan gizi dari 34,4% pada tahun 1999 menjadi 28,02% pada tahun 2005 (Susenas 2007). Namun demikian untuk mencapai target sebesar 20% pada tahun 2009, perlu upaya yang lebih intensif dengan meningkatkan ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, memperbaiki pola asuh, dan meningkatkan pelayanan kesehatan dasar. Flu burung telah menjadi isu global dan nasional karena memiliki dampak besar pada kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa manusia. Jumlah kasus kematian ternak unggas akibat flu burung sangat tinggi dan tersebar di seluruh provinsi. Sementara jumlah kasus flu burung pada manusia juga cenderung terus meningkat. Sampai akhir Februari 2008 kasus flu burung pada manusia mencapai 129 kasus dan 105 diantaranya meninggal. Dengan kondisi ini, pencegahan dan pengendalian flu burung memerlukan upaya menyeluruh dan terintegrasi dari segi tata laksana kesehatan hewan dan kesehatan manusia, termasuk upaya dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi pandemi. Rencana Strategis Nasional (Renstranas) Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Pandemi Influenza 2006-2008 menjadi acuan kebijakan pelaksanaan upaya pengendalian flu burung dan saat ini Renstranas tersebut sedang dalam proses perumusan kembali. Upaya pencegahan dan penanggulangan di bidang kesehatan manusia yang telah dilaksanakan mencakup penatalaksanaan kasus di rumah sakit, penyernaan ruang isolasi perawatan di 100 rumah sakit rujukan, penguatan laboratorium pengujian, penyediaan obat Oseltamivir, surveilans epidemiologi, perlindungan bagi petugas yang berisiko tinggi, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, serta melakukan kaji tindak. Cakupan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan kurang mampu melalui program jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin (JPK-MM)/Askeskin terus meningkat yaitu dari 36,4 juta orang (2005) menjadi 76,4 juta orang (2007). Untuk itu pada tahun 2009 Askeskin perlu terus dilanjutkan dengan jaminan kesehatan pada masyarakat (jamkesmas) untuk meningkatkan akses penduduk miskin dan kurang mampu di kelas III RS dan peiayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk di Puskesmas dan jaringannya. Selain itu, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar terutama di daerah tertinggal, terpencil, daerah perbatasan, dan daerah bencana perlu ditingkatkan. Sehubungan dengan pembangunan keluarga kecil berkualitas, pengendalian kuantitas penduduk merupakan salah satu aspek penting untuk menjamin tercapainya penduduk tumbuh seimbang dan pembangunan berkelanjutan di masa yang akan datang. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat meskipun laju pertumbuhannya terus menurun. Pada tahun 2000 penduduk Indonesia berjumlah 205 juta jiwa, tahun 2008 menjadi 228 juta jiwa, dan hingga satu dekade ke depan diperkirakan bertambah sekitar 3 juta jiwa per tahun. Penurunan angka kelahiran dan kematian bayi yang terjadi selama ini telah merubah struktur umur
penduduk yaitu persentase penduduk usia produktif terus meningkat sementara persentase penduduk usia non-produktif, khususnya penduduk muda (0-14 tahun) semakin menurun. Keadaan ini di satu sisi mengindikasikan telah terjadi penurunan persentase penduduk sebagai beban pembangunan (dependenry ratio) sementara di sisi lain juga merupakan keuntungan ekonomi (Bonus Demografi/BD). Penurunan persentase penduduk muda mengurangi besarnya biaya untuk pemenuhan kebutuhannya sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk membiayai pembangunan bidang lainnya. Diperkirakan, BD akan terentang hingga sekitar tahun 2020. Rasio beban ketergantungan yang sebesar 48,9 persen (tahun 2006) diperkirakan turun menjadi 47,2 persen (tahun 2008) dan terus menurun hingga mencapai titik terendah 44,5 persen pada tahun 2017. Pada waktu rasio beban ketergantungan mencapai angka terendah ini terbukalah jendela kesempatan (the window of opportunity) untuk Indonesia. Namun demikian kesempatan yang menguntungkan pembangunan itu tidak akan pernah tercapai bahkan akan merugikan bila laju pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dan kualitas penduduk tidak ditingkatkan secara terus menerus dan konsisten, antara lain melalui kegiatan Keluarga Berencana (KB). Sementara itu, Pemerintah secara terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan. Kesungguhan Pemerintah tersebut tercermin oleh hasil yang cukup menggembirakan seperti yang terlihat dari peningkatan angka partisipasi pendidikan pada semua jenjang. Pada tahun 2007, angka partisipasi murni (APM) pada jenjang SD/MI dan yang sederajat mencapai 94,90 persen. Sedangkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pada jenjang SMP/MTs dan yang sederajat serta SMA/SMK/MA/SMALB/Paket C masing-masing mencapai 92,52 persen dan 60,51 persen. Sementara itu, APK pada jenjang pendidikan tinggi (PT) yang mencakup pula perguruan tinggi agama (PTA), dan Universitas Terbuka (UT) adalah sebesar 17,25 persen. Adapun angka partisipasi sekolah (APS) atau persentase penduduk yang mengikuti pendidikan formal untuk kelompok umur 7-12 tahun tercatat sebesar 97,4 persen, kelompok umur 13-15 tahun sebesar 84,1 persen, dan kelompok umur 16-18 tahun sebesar 53,9 persen. Perkembangan yang cukup menggembirakan terjadi dalam peningkatan kuantitas fasilitas layanan pendidikan. Rasio murid per ruang kelas sebesar 26 untuk SD/MI dan 40 untuk SMP/MTs. Pada saat yang sama, rasio murid per guru adalah 21 untuk SD/MI dan 13 untuk SMP/MTs. Dalam hal perbaikan pengelolaan sumber daya hutan berbagai upaya untuk telah banyak dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 2007 pelaksanaan kegiatan yang dilakukan telah menghasilkan berbagai pencapaian. Dalam pengamanan kawasan hutan telah dilaksanakan antara lain: (1) operasi pengamanan fungsional dan operasi khusus melalui kerja sama dengan POLRI, Kejaksaan, TNI AL, BIN, PPATK di 10 provinsi rawan illegal logging; dan (2) penguatan kapasitas kelembagaan Pengamanan Hutan (Pamhut) dan pembentukan Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di 10 lokasi. Sementara itu, upaya penertiban peredaran hasil hutan telah
mencapai hasil antara lain: (1) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kayu meningkat sebesar 8 persen dari tahun 2006; (2) uji coba Sistem Informasi-Penata Usahaan Hasil Hutan (SI-PUHH) dan penatausahaan Provisl Sumber Daya Hutan/Dana Reboisasi (PSDH/DR) berbasis Teknologi Informasi (TI) di 3 Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP); (3) implementasi penatausahaan SI-PUHH dan PSDH/DR berbasis TI (on-line) di 11 BP2HP; (4) dilakukannya monev illegal logging dan monev hasil lelang basil hutan ilegal; dan (5) pengembangan sertifikasi dan pengujian hasil hutan. Selanjutnya, pembangunan bidang energi dan sumber daya mineral, selama tahun 2007 telah dilakukan beberapa kegiatan, antara lain: penyelesaian blueprint peningkatan kapasitas nasional bidang minyak dan gas bumi (migas) sebagai upaya peningkatan kapasitas nasional dalam industri migas, perumusan kebijakan dan regulasi usaha penunjang migas beserta keberpihakannya, penawaran 30 wilayah kerja migas, baik secara penawaran langsung ataupun penawaran melalui tender (regular dan direct offer), penandatanganan 26 kontrak kerja sama (KKS) dengan komitmen investasi untuk 3 tahun mendatang sebesar US$ 640,31 juta dan bonus tanda tangan sebesar US$ 50,53 juta. Sejak berlakunya UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas, kegiatan pengusahaan migas terus meningkat secara berturut-turut, tahun 2005 terlaksana 28 kegiatan usaha, tahun 2006 terlaksana 32 kegiatan usaha dan tahun 2007 terlaksana 35 kegiatan usaha. Kegiatan-kegiatan ini terutama berkaitan dengan kegiatan-kegiatan keniagaan migas termasuk niaga umum BBM, LPG, hasil olahan dan lain sebagainya. Sementara itu, pembangunan bidang lingkungan hidup tetap dilaksanakan dengan menitikberatkan pada pengendalian penggunaan sumber dara alam secara berkelanjutan serta pengendalian praktek perusakan/penurunan kualitas lingkungan. Hingga tahun 2007, telah dilaksanakan kegiatan Adipura, program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER), program kali bersih, program langit biru, pembinaan tim penilai AMDAL, program menuju Indonesia hijau, program Debt for Nature Swap dengan Pemerintah Jerman, program pembangunan bersih yang dikoordinasi oleh Komnas Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB), program energi efisiensi di industri kecil dan menengah, penegakan hukum lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang terus akan dilakukan untuk memperluas cakupannya. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia juga telah melaksanakan kegiatan di bidang perlindungan lapisan ozon melalui penghapusan pemakaian bahan perusak ozon (BPO) di berbagai mesin pendingin (chiller) dan memasyarakatkan penggunaan metered dosed inhaler (MDl). Untuk meningkatkan kapasitas daerah di bidang lingkungan hidup, pada tahun 2007, telah disalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Lingkungan Hidup kepada Pemerintah Daerah, terutama Pemerintah Kabupaten/Kota untuk pemantauan kualitas air, pengendalian pencemaran air serta perlindungan sumber daya air. Hal-hal tersebut di atas terus dilanjutkan pada tahun 2008 termasuk membangun fasilitas dan infrastruktur lingkungan, serta
kebijakan nasional mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim. A.2. MASALAH DAN TANTANGAN POKOK TAHUN 2009 Dengan berbagai kemajuan yang dicapai pada tahun 2007 dan perkiraan pada tahun 2008, dari 3 (tiga) agenda pembangunan yang ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009, hasil pelaksanaan agenda pembangunan aman dan damai serta agenda pembangunan adil dan demokratis telah mengarah kepada keadaan yang diinginkan. Sementara itu, hasil pelaksanaan agenda peningkatan kesejahteraan masyarakat terus menunjukkan kemajuan. Namun demikian, masih banyak permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Masalah dan tantangan utama yang dihadapi pada tahun 2009 diantaranya adalah sebagai berikut. MEMBANGUN DAN MENYEMPURNAKAN SISTEM PERLINDUNGAN SOSIAL KHUSUSNYA BAGI MASYARAKAT MISKIN. Terkait dengan upaya penurunan jumlah penduduk miskin, upaya pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial masih merupakan masalah dan tantangan tersendiri yang harus dipecahkan. Akses masyarakat terutama masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan serta air bersih dan sanitasi dasar masih terbatas. Selain itu, jwnlah penduduk yang rentan untuk jatuh miskin karena guncangan ekonomi maupun karena bencana alam masih cukup besar. Saat ini terdapat 3,8 juta jiwa korban bencana alam, 2,5 juta jiwa orang cacat, 2,8 juta anak telantar, 145 ribu anak jalanan dan 1,5 juta penduduk lanjut usia, 64 ribu gelandangan dan pengemis, serta 66 ribu tuna susila yang membutuhkan bantuan dan jaminan sosial. Selain itu, kondisi kemiskinan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga-harga kebutuhan pokok dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang pada akhirnya akan mempengaruhi daya beli masyarakat miskin. Kesemuanya ini merupakan masalah dan tantangan yang harus ditangani agar efektifitas penurunan jumlah penduduk miskin dapat ditingkatkan. MENYEMPURNAKAN DAN MEMPERLUAS CAKUPAN PROGRAM PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dan pertumbuhan ekonomi secara bertahap terus meningkat, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan masih besar dan penurunannya berjalan lambat. Persentase penduduk miskin pada Triwulan I Tahun 2008 sebesar 15,4 persen dan desa miskin/tertinggal mencapai lebih dari 46 persen. Masalah pokok yang dihadapi dalam menurunkan jumlah penduduk miskin antara lain adalah sebagai berikut: Pertama, upaya pembangunan yang dilakukan masih belum merata dan belum mencapai seluruh masyarakat, khususnya bagi yang berada di perdesaan dan luar Jawa. Padahal sebesar 63,5 persen dari jumlah penduduk miskin tinggal di perdesaan, dan persentase kemiskinan di luar Pulau Jawa terutama Nusa Tenggara, Maluku dan Papua juga lebih tinggi dibanding di Pulau Jawa. Kedua, pelaksanaan program pembangunan masih bersifat parsial dan belum terfokus. Ketiga, kemandirian masyarakat dalam proses pembangunan berbasis masyarakat masih sangat terbatas. Oleh sebab itu tantangan yang harus dihadapi adalah menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan
berbasis masyarakat. MEMPERKUAT USAHA MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH. Tingkat pendapatan masyarakat sangat bergantung pada ketersediaan dukungan bagi perkembangan usaha mereka. Dukungan yang dibutuhkan terkait dengan jaminan lokasi usaha, prasarana dan sarana fisik perekonomian yang memadai, akses terhadap sumberdaya, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengembangkan dan mengelola usaha. Dukungan usaha masyarakat yang terbatas menimbulkan permasalahan berupa tingkat pendapatan yang rendah, akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi dan politik yang terbatas, kewirausahaan dan kapasitas pengelolaan usaha yang rendah. serta arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang masih berorientasi pada "inward looking" sehingga menghambat berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Keterbatasan dukungan akses terhadap sumberdaya, khususnya pembiayaan, merupakan masalah yang paling mendesak untuk ditangani. Hal ini terutama dirasakan oleh masyarakat miskin, hampir miskin dan tidak mampu yang memiliki kegiatan usaha produktif yang tersebar di berbagai lapangan usaha dan lokasi. Kelompok masyarakat berpendapatan rendah tersebut pada umumnya tidak memiliki jaminan yang cukup untuk mengakses kredit/pembiayaan perbankan, meskipun mereka memiliki usaha yang layak secara ekonomi untuk dibiayai. Kondisi tersebut mendorong dikeluarkannya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu percepatan penyaluran kredit/pembiayaan yang berasal dari sumber dana perbankan dengan dukungan penjaminan untuk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi (Inpres 06/2007). KUR diberikan kepada UMKM dan koperasi yang memiliki usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, kemitraan dan/atau klaster yang layak untuk dibiayai namun belum menjadi nasabah bank. Besarnya kredit/pembiayaan kepada UMKM dan koperasi menjangkau kebutuhan kelompok masyarakat berpendapatan rendah (kredit/pembiayaan di bawah Rp 5 juta) dan kebutuhan kelompok masyarakat yang usahanya terus berkembang (kredit/pembiayaan Rp 5 juta - Rp 500 juta). Program KUR juga dilengkapi dengan pendampingan mulai dari penyiapan proposal kredit sampai dengan penggunaan kredit (pengelolaan keuangan). Efektivitas penyaluran KUR dan pendampingannya merupakan tantangan yang harus ditangani secara tepat untuk mendukung upaya perkuatan usaha dan peningkatan pendapatan masyarakat. MENINGKATKAN AKSES DAN KUALITAS PENDIDlKAN. Salah satu unsur pelayanan dasar yang diperlukan masyarakat adalah pendidikan. Permasalahan utama yang dihadapi bidang pendidikan adalah masih diperlukannya peningkatan akses, pemerataan, dan kualitas pendidikan terutama pada jenjang pendidikan dasar. Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang masih membutuhkan upaya keras untuk mencapai target RPJMN 2004-2009. Upaya keras ini perlu dilakukan terutama untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) SMP/MTs/Sederajat yang baru mencapai 92,52 persen pada tahun 2007. Di samping itu, masih ditemui adanya kesenjangan pencapaian APK yang cukup tinggi antar daerah, antarkota dan desa, serta antarpenduduk kaya dan miskin.
Kesenjangan antar daerah tersebut terlihat dari masih adanya 75 kabupaten/kota yang variasi pencapaian APK SMP/MTs/Sederajat kurang dari 75 persen, dan 121 kabupaten/kota yang APK-nya sekitar 75-90 persen. Selain tantangan untuk meningkatkan angka partisipasi kasar, permasalahan dan tantangan lain yang dihadapi di bidang pendidikan adalah besarnya jumlah lulusan SMP/MTs yang karena alasan ekonomi tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, misalnya dengan alasan ingin membantu meringankan beban ekonomi keluarga, sehingga mereka lebih memilih bekeja dibandingkan melanjutkan ke jenjang sekolah menengah. Permasalahan dan tantangan lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah memperkecil kesenjangan antara sasaran dan pencapaian angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas yang mencapai 2,2 persen. Secara persentase angka tersebut memang tidak terlalu besar, namun mengingat proporsi buta aksara terjadi pada penduduk usia 45 tahun ke atas yang umumnya memiliki minat belajar yang rendah, maka upaya yang dilakukan harus lebih besar. Dalam hal ini peran pendidikan nonformal menjadi sangat diperlukan dan harus dapat dimanfaatkan. Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan juga merupakan masalah dan tantangan yang harus diselesaikan. Hal ini disebabkan karena lembaga pendidikan dinilai belum sepenuhnya mampu memenuhi tuntutan masyarakat akibat ketersediaan pendidik berkualitas belum memadai, persebarannya belum merata, dan kesejahteraannya yang masih terbatas; serta ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran yang belum mencukupi. MENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN. Selain pendidikan, kesehatan juga merupakan unsur penting yang menjadi indikator dan sekaligus merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Meskipun pembangunan kesehatan telah dilakukan secara terus menerus, namun masih terdapat permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dalam bidang kesehatan. Beberapa permasalahan dan tantangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, kesehatan ibu dan anak masih perlu ditingkatkan, yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian anak balita. Kedua, masalah gizi utama masih memerlukan penanganan intensif seperti kurang energi protein pada ibu hamil, bayi, dan balita, serta berbagai masalah gizi lain seperti anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A dan kurang zat gizi mikro lainnya. Ketiga, penyakit menular masih cukup tinggi antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya jumlah penderita malaria, penderita TB, kejadian demam berdarah dan kejadian luar biasa diare, kasus penyakit flu burung pada manusia, dan jumlah kumulatif kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan. Keempat, akses terhadap pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan penduduk daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan daerah bencana masih
perlu ditingkatkan. Kelima, jumlah dan distribusi tenaga kesehatan masih terbatas khususnya di daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan. Keenam, ketersediaan obat dan pemanfaatan obat generik serta pengawasan terhadap obat, makanan dan keamanan pangan masih perlu ditingkatkan. Ketujuh, perlu disusun peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelayanan kesehatan seperti peraturan perundang-undangan tentang Rumah Sakit, obat, psikotropika, dan SDM kesehatan. MENGENDALIKAN PERTUMBUHAN PENDUDUK. Hasil Supas 2005 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan Total Fertility Rate (TFR) di beberapa daerah baik di daerah yang TFRnya masih di atas rata-rata nasional (Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo) maupun di beberapa daerah yang TFR-nya sudah berada pada tingkat replacement level yaitu TFR kurang dari 2,1 (DKI Jakarta, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali). Disamping itu, berdasarkan distribusi kelompok pengeluaran keluarga, TFR pada kelompok termiskin sekitar 3,0 lebih tinggi daripada kelompok terkaya yang besarnya 2,2. Pola serupa juga ditunjukkan oleh rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup pada perempuan yang pernah menikah yaitu pada kelompok termiskin sebanyak 3,3 orang, dibandingkan dengan kelompok terkaya sebanyak 2,7 orang. MENINGKATKAN PELAYANAN INFRASTRUKTUR DI DESA SESUAI STANDAR PELAYANAN MINIMUM (SPM). Kesejahteraan masyarakat dan kegiatan perekonomian hanya akan dapat ditingkatkan apabila tersedia pelayanan infrastruktur yang memadai. Meskipun upaya peningkatan pelayanan infrastruktur perdesaan telah dilakukan, namun masih diperlukan berbagai upaya lanjutan dalam rangka meningkatkan pelayanan infrastruktur perdesaan sesuai dengan standar pelayanan minimum. Di bidang sumber daya air masalah pokok yang dihadapi antara lain adalah belum optimalnya fungsi sarana dan prasarana sumber daya air dalam memenuhi kebutuhan air irigasi dan air baku perdesaan serta pengendalian daya rusak air. Adapun tantangannya adalah ketersediaan air dalam jumlah yang cukup dan waktu yang tepat untuk seluruh wilayah Indonesia. Di bidang transportasi masalah pokok dan tantangan yang dihadapi antara lain; (1) rendahnya akses terhadap pelayanan transportasi khususnya untuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan, pedalaman, perbatasan, dan pulau-pulau kecil; (2) kurangnya keselamatan dan keamanan pelayanan transportasi sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal dan standar internasional; (3) kurangnya aksesibilitas masyarakat terhadap infrastruktur transportasi terutama di daerah perdesaan, pedalaman, perbatasan, dan pulau-pulau kecil melalui pelayanan angkutan yang murah dan terjangkau untuk masyarakat miskin dan masyatakat yang tinggal di wilayah terpencil dan pedalaman. pokok
Sementara di bidang energi dan ketenagalistrikan, masalah yang dihadapi, adalah rendahnya tingkat aksesibilitas
masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana dan prasarana energi dan belum memadainya fasilitas sistem ketenagalistrikan. Upaya untuk mengatasi permasalahan ini memang tidak mudah karena kondisi demografis dan geografis yang bervariasi dengan persebaran penduduk tidak merata dan potensi energi yang sangat bervariasi. Untuk itu tantangannya adalah mengembangkan sumber energi dan kelistrikan yang disesuaikan dengan kondisi demografis dan geografis dengan layak secara finansial, ekonomis dan sosial budaya. Di bidang pos dan telematika, masalah pokok dan tantangan yang dihadapi adalah rendahnya jumlah akses, kualitas, dan jangkauan layanan pos dan telematika di perdesaan, menurunnya wilayah jangkauan penyiaran. Terkait dengan telekomunikasi tantangan utamanya adalah perluasan layanan telekomunikasi dan jangkauan penyiaran serta pos hingga ke seluruh pelosok tanah air. Di bidang perumahan dan permukiman masalah dan tantangan yang dihadapi adalah peningkatan kebutuhan perumahan dan prasarana-sarana permukiman seperti jaringan air minum, jaringan air limbah, persampahan, dan jaringan drainage. Selain itu, rendahnya kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah serta harga rumah yang terus meningkat karena meningkatnya harga lahan serta masih adanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy) dalam perijinan pembangunan perumahan, merupakan tantangan yang dihadapi dalam perumahan. MENINGKATKAN AKSES MASYARAKAT PERDESAAN PADA LAHAN. Masalah dan tantangan lain yang dihadapi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap lahan, terutama masyarakat perdesaan. pada kenyataannya masih terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T). Disamping itu masih maraknya sengketa dan konflik pertanahan turut menghambat akses masyarakat perdesaan pada lahan. Keterbatsan akses masyarakat terhadap lahan lebih lanjut menyebabkan keterbatasan akses terhadap sumber permodalan. MEMPERKUAT LEMBAGA MASYARAKAT DAN PEMANFAATAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DESA. Permasalahan pokok yang dihadapi dalam upaya penguatan lembaga masyarakat dan pemanfaatan kelembagaan pemerintah daerah antara lain sebagai berikut. Pertama, masih lemahnya kelembagaan ekonomi dan organisasi perdesaan yang berbasis masyarakat untuk menggerakan sistem perekonomian dan memperkuat modal sosial. Kedua, masih lemahnya pelaksanaan prinsip-prinsip good governance oleh pemerintah desa khususnya dalam menciptakan inisiatif-inisiatif pengembangan perekonomian desa dan pelayanan masyarakat. MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI YANG STABIL, BERDAYA TAHAN, DAN BERKUALITAS. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan ketersediaan kebutuhan dasar dan pengembangan perdesaaan perlu didukung oleh perekonomian yang lebih maju yang diantaranya ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang terus
meningkat secara berkelanjutan, perekonomian yang berkualitas, dan perekonomian yang stabil dan tahan menghadapi berbagai gejolak dan tekanan. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan perekonomian semakin baik, namun kondisi tersebut masih perlu ditingkatkan. Sejalan dengan perbaikan tersebut, investasi dan ekspor harus dapat ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi harus didukung oleh kemajuan sektor-sektor utamanya seperti industri dan pertanian. Pertumbuhan ekonomi harus dapat diarahkan pada pertumbuhan yang berkualitas yang dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan mengurangi jumlah penduduk miskin. Upaya untuk mendorong kemajuan perekonomian juga harus mempertimbangkan ketersediaan pangan. Perkembangan ekonomi juga harus didukung peningkatan daya saing sektor riil yang didukung oleh ketersediaan infrastruktur, termasuk didukung oleh UKM yang memiliki produktifitas yang tinggi dengan lebih membuka aksesnya terhadap sumberdaya yang produktif. MENINGKATKAN DAYA TARIK INVESTASI, EKSPOR NONMIGAS, SERTA PARIWISATA. Walaupun perkembangan investasi menunjukkan kecenderungan yang meningkat namun upaya peningkatan investasi masih menghadapi permasalahan dan tantangan yang an tara lain: (i) perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengurusan perijinan; (ii) perlunya peningkatan jumlah dan kualitas infrastruktur; (iii) perlunya peningkatan ketersediaan energi; (iv) perlunya penyediaan berbagai skema insentif fiskal dan non fiskal guna meningkatkan daya saing usaha nasional; (v) perlu dilengkapinya peraturan pelaksanaan UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal sehingga memberi kejelasan arahan bagi pelaku usaha; (vi) masih diperlukannya optimalisasi penyederhanaan administrasi perpajakan dan kepabeanan; (vii) perlu ditingkatkannya kualitas dan produktivitas tenaga kerja; (viii) masih perlunya peningkatan koordinasi program peningkatan iklim investasi antar pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah; (ix) ditingkatkannya kualitas promosi di dalam dan luar negeri; dan (x) masih perlunya pengembangan potensi investasi di daerah. Dari sisi ekspor, meskipun kinerja ekspor nonmigas Indonesia selama beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, berbagai permasalahan dan tantangan pokok masih harus dihadapi. Untuk menjaga pertumbuhan ekspor secara berkelanjutan, tantangan adalah meningkatkan diversifikasi pasar ekspor nonmigas, agar tidak bertumpu pada empat pasar ekspor tradisional (Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan Uni Eropa) yang pangsanya sekarang masih sebesar sekitar 50 persen. Dengan mengatasi tantangan ini, tingkat ketergantungan ekspor nonmigas terhadap pasar tradisional akan berkurang, sehingga ekspor nonmigas Indonesia akan lebih tangguh terhadap perubahan kondisi perekonomian global dan gejolak permintaan di keempat pasar ekspor tersebut. Masalah dan tantangan pokok lainnya adalah masih perlunya upaya untuk meningkatkan diversifikasi produk ekspor, agar pertumbuhan utama ekspor nonmigas Indonesia tidak hanya ditopang oleh ekspor komoditas primer yang relatif bernilai tambah lebih rendah dan harganya cenderung lebih berfluktuasi; masih
perlu disempurnakannya proses penyederhanaan prosedur ekspor agar dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi dan mempercepat waktu penyelesaian dokumen ekspor-impor; masih besarnya hambatan non tarif di pasar ekspor baik tradisional maupun non tradisional; serta masih terbatasnya ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang mendukung kelancaran arus barang ekspor. Dari sisi pariwisata, untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan, berbagai masalah dan tantangan yang masih harus dihadapi adalah: (i) belum optimalnya kesiapan destinasi pariwisata yang disebabkan terutama oleh pembangunan pariwisata terutama antara kawasan Barat dan Timur yang belum merata dan kurangnya kenyamanan dalam berwisata karena antara lain sarana dan prasarana menuju destinasi pariwisata belum sepenuhnya memadai; (ii) belum optimalnya pemasaran pariwisata yang disebabkan terutama oleh pemanfaatan media massa dalam dan luar negeri baik elektronik maupun cetak serta teknologi informasi sebagai sarana promosi belum maksimal, dan belum seluruh pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten mendukung promosi daerahnya sebagai destinasi wisata dan masih adanya berbagai peraturan daerah yang menghambat pengembangan pariwisata; (iii) belum mapannya kemitraan antar pelaku pariwisata yang disebabkan terutama oleh kerja sama pelaku ekonomi-sosial-budaya dengan pelaku pariwisata dan masyarakat belum berlangsung secara optimal, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi intralembaga dan interlembaga maupun pusat dan daerah dalam pengembangan destinasi dan promosi pariwisata belum maksimal, serta rendahnya daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) pariwisata. Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut diharapkan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pariwisata terutama dalam upaya peningkatan kontribusi devisa terhadap perolehan devisa dapat diatasi. MENINGKATKAN MENDORONG KEMAJUAN SEKTOR INDUSTRI. Sektor industri diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian. Namun demikian sektor industri masih menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang cukup berat. Permasalahan yang dihadapi sektor industri dan sekaligus merupakan tantangan yang harus diatasi antara lain ketergantungan yang tinggi terhadap impor baik berupa bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi dan komponen; keterkaitan antara sektor industri hulu dan sektor industri hilir dengan sektor ekonomi lainnya yang relatif masih lemah; struktur industri hanya didominasi beberapa cabang yang tahapan proses industri dan penciptaan nilai tambahnya pendek; ekspor produk industri didominasi oleh hanya beberapa cabang industri; lebih dari 60% kegiatan sektor industri berada di Jawa; dan masih lemahnya peranan kelompok industri kecil dan menengah sebagai industri pendukung. Di samping itu kondisi permesinan di beberapa kelompok industri perlu diperbaharui agar tetap kompetitif di pasar internasional. MEMPERLUAS KESEMPATAN KERJA. Meskipun jumlah lapangan kerja yang tercipta antara Februari 2007-Februari 2008 sangat tinggi yaitu sekitar 4,5 juta lapangan kerja baru, namun secara absolut jumlah pengangguran terbuka pada Februari 2008 masih tinggi yaitu
mencapai 9,4 juta atau 8,46 persen dari angkatan kerja. Kondisi di atas menunjukkan bahwa tantangan pertama yang dihadapi adalah menciptakan kesempatan kerja terutama lapangan kerja formal-seluas-luasnya. Tantangan ini tidak mudah karena beberapa tahun terakhir, daya serap tenaga kerja yang mulai meningkat masih diserap oleh lapangan kerja informal. Di sisi lain, tenaga kerja formal diharapkan memiliki produktivitas tinggi serta memiliki kualifikasi dan kompetensi seuai dengan permintaan pasar kerja. Peningkatan kualifikasi dan kompetensi dapat dilaksanakan antara lain dengan pelatihan berbasis kompetensi dan pelatihan melalui pemagangan di tempat kerja. Tantangan kedua adalah mendorong perpindahan pekerja dari pekerjaan yang memiliki produktivitas rendah ke pekerjaan yang memiliki produktivitas tinggi. Tantangan ini berkaitan dengan upaya memberikan kemudahan yang memungkinkan pekerja untuk pindah antar perusahaan, antarindustri, antarsektor dan antar daerah. Tantangan ketiga adalah meningkatkan kesejahteraan para pekerja informal yang mencakup 70 persen dari seluruh pekerja untuk memperkecil kesenjangan tingkat kesejahteraan antara pekerja informal dengan pekerja formal. Tantangan ini diikuti dengan pentingnya pemberdayaan UMKM yang banyak menyerap tenaga kerja informal; pengembangan program pemberdayaan masyarakat yang banyak menyerap tenaga kerja informal; serta peningkatan kualitas pelayanan TKI yang akan bekerja di luar negeri. MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS DAN AKSES UKM KEPADA SUMBERDAYA PRODUKTIF. Permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi oleh UKM saat ini adalah produktivitas UKM yang meningkat sangat lambat sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan yang masih lebar antar pelaku UKM dengan pelaku usaha besar. Padahal UKM menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar. Sebagai gambaran pada tahun 2006, meskipun UKM memberikan kontribusi yang cukup besar dalam PDB, namun produktivitas UKM per tenaga kerja hanya sebesar Rp. 12,1 juta, sangat kecil dibandingkan dengan produktivitas usaha besar yang mencapai sebesar Rp. 240,3 juta. Masih rendahnya tingkat produktivitas UKM ini selain disebabkan oleh rendahnya kualitas dan kompetensi kewirausahaan sumber daya manusia, juga disebabkan karena masih besarnya biaya transaksi dalam kegiatan usaha, dan keterbatasan kepada akses sumber permodalan, produksi, teknologi dan pemasaran. Keadaan ini menjadi penghambat kemajuan UKM dalam meningkatkan kapasitas dan daya saing produk. Sementara itu, persaingan dalam memperoleh berbagai sumberdaya produktif juga semakin meningkat yang diiringi dengan pesatnya mobilitas sumberdaya tersebut serta upaya untuk menumbuhkan wirausaha yang berbasis pengetahuan dan teknologi, meningkatkan kreativitas dan inovasi menjadi tantangan yang perlu untuk diatasi dalam mempercepat pertumbuhan UKM. PENGAMANAN PASOKAN BAHAN POKOK. Dalam tahun 2007 dan awal tahun 2008, beberapa bahan kebutuhan pokok masyarakat di beberapa daerah, cukup sulit diperoleh dan harganya meningkat tajam, yang cukup memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah. Permasalahan dan tantangannya adalah meningkatkan penyediaan bahan pokok kebutuhan masyarakat dengan meningkatkan produksi, meningkatkan
impor apabila diperlukan dan menyempurnakan sistem distribusi bahan pokok, baik yang didukung oleh sistem transportasi darat, laut maupun udara. Perkembangan harga bahan pokok yang cepat ini memerlukan pemantauan intensif dan evaluasi seksama, termasuk terhadap sistem distribusi dan stok bahan pokok Pemerintah dan dunia usaha yang tersebar di berbagai daerah serta belum terdata dan terpantau dengan baik. Tersedianya basis data tentang pusat-pusat produksi, stok beserta matarantai distribusinya dan sistem pemantauan yang baik dapat menjaga kelancaran pasokan dan meredam terjadinya lonjakan harga bahan pokok secara berarti serta dapat menghindari terjadinya penimbunan dan penyelewengan distribusi yang mengurangi ketersediaannya. Selanjutnya, upaya stabilisasi harga bahan pokok memerlukan koordinasi kebijakan ekonomi makro seperti sasaran inflasi, kebijakan tarif ekspor dan impor, kebijakan subsidi khususnya BBM, TDL, pertanian dan suku bunga. Di samping itu, relatifnya tingginya harga bahan pokok di berbagai daerah yang sulit dijangkau dapat diatasi dengan mempercepat pembangunan dan meningkatkan pemeliharaan infrastruktur yang telah dibangun. PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL. Ketahanan Pangan dalam negeri dinilai masih rentan karena pertumbuhan produksi pangan khususnya beras masih belum stabil, bahkan pada beberapa tahun terakhir rata-rata pertumbuhan produksinya masih lebih rendah dari pertumbuhan penduduk. Selain itu, ketahanan pangan masyarakat masih belum didukung dengan meningkatnya akses rumah tangga terhadap pangan. Meskipun akhir-akhir ini produksi pangan sudah meningkat secara signifikan, tetapi permasalahan pangan khususnya masalah distribusi pangan di beberapa lokasi yang terisolir masih saja terjadi. Untuk itu, maka upaya untuk mendorong swasembada pangan pokok yang sangat rentan terhadap lonjakan harga dan ketersediaan dalam negeri perlu terus ditingkatkan. Akses pangan bagi rumah tangga relatif meningkat yang diindikasikan dengan semakin menurunnya kasus rawan pangan di tingkat rumah tangga, tetapi peningkatan akses pangan di tingkat rumah tangga masih perlu terus dilakukan agar kasus rawan pangan di tingkat rumah tangga semakin jarang terjadi. Dengan permasalahan pokok tersebut, penguatan kemampuan produksi pangan dalam negeri, perbaikan sistem distribusi dan tataniaga pangan, pengembangan sistem insentif yang mampu mempertahankan lahan-lahan produktif dalam memproduksi bahan pangan, serta perbaikan diversifikasi pola konsumsi pangan masyarakat merupakan tantangan utama yang dihadapi untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. MENINGKATKAN KUALITAS PERTUMBUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN. Erat kaitannya dengan ketahanan pangan, upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan masih perlu ditingkatkan. Masih rendahnya penguasaan teknologi pengolahan produk pertanian berakibat pada rendahnya nilai tambah produk pertanian. Selain penguasaan teknologi, pemanfaatan industri hasil pertanian juga relatif belum optimal, yang ditunjukkan oleh tingkat utilisasi industri hasil pertanian yang masih sangat rendah. Akibatnya, meskipun produksi komoditas pertanian dan perikanan tetap
meningkat namun belum memberikan nilai tambah yang memadai untuk masyarakat petani dan nelayan karena kurang berkembangnya industri pertanian, perikanan dan kehutanan dalam negeri yang menyebabkan ekspor komoditas pertanian, perikanan, dan kehutanan masih didominasi oleh komoditas bahan baku industri. Semenrara itu, peningkatan produksi perikanan masih mengalami beberapa kendala yang disebabkan oleh belum kondusifnya iklim usaha perikanan yang terkait dengan permodalan dan investasi, baik di pusat maupun di tingkat daerah, serta belum memadainya kegiatan penyuluhan, pendampingan teknologi, kelembagaan, dan lemahnya pengawasan. Permasalahan lain yang dihadapi adalah sarana dan prasarana pengolahan dan pemasaran perikanan terutama yang berada di daerah masih belum memadai, dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tinggi yang berakibat pada frekwensi operasi nelayan melaut, peningkatan biaya input pembudidaya ikan/udang, serta peningkatan biaya pengadaan sarana dan prasarana perikanan baru. Selanjutnya, di sisi lain terjadi pula penurunan kuantitas dan kualitas perikanan tangkap. Penurunan kuantitas dan kualitas ini sebagai akibat dari: (1) kegiatan ilegal fishing yang dilakukan oleh kapal asing dan kapal yang tidak memiliki ijin penangkapan; (2) praktek penangkapan dan budidaya ikan yang tidak menggunakan kaidah keberlanjutan masih sering terjadi; serta (3) kerusakan sumber daya pesisir terutama terumbu karang, hutan bakau, padang lamun, estuaria, dan pulau-pulau kecil akibat pengaruh limbah yang berasal dari daratan dan eksploitasi manusia yang berlebih juga belum dapat secara optimal ditangani. Dari sisi kehutanan, kebutuhan akan produk hasil hutan terutama kayu dari tahun ke tahun semakin meningkat akan tetapi hal tersebut tidak diimbangi oleh kemampuan menghasilkan sumber bahan baku yang dibutuhkan, sehingga terdapat kesenjangan yang cukup besar antara kapasitas industri yang ada dengan kemampuan penyediaan bahan baku. Oleh karena itu sumber-sumber alternative bahan baku kayu bulat untuk industri harus dapat dikembangkan diantaranya melalui pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI), hutan Tanaman Rakyat (HTR), hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan. Saat ini perspektif optimalisasi nilai manfaat hutan masih cenderung kepada pemanfaatan hasil hutan kayu yang merupakan sebagian kecil dari nilai manfaat hutan, sedangkan manfaat hutan lainya seperti hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan dengan fungsi sebagai penyedia udara bersih, penyerap karbon, keanekaragaman hayati, dan penyedia air bersih belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan harus dapat dikembangkan diantaranya melalui peningkatan partisipasi masyarakat di dalam pengembangan hasil hutan bukan kayu pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam serta pengembangan taman nasional model. Degradasi hutan yang terus menerus terjadi yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan pembalakan liar berdampak buruk terhadap kualitas lingkungan secara umum. Beberapa tahun terakhir ini
sering terjadi bencana banjir dan tanah longsor yang cukup parah di hampir sebagian besar wilayah. Saat ini laju degradasi hutan telah mencapai 1,08 juta ha/tahun sementara itu upaya rehabilitasinya sangat kecil yaitu sekitar 500 - 700 ribu ha/pertahun, ketimpangan tersebut menyebabkan semakin cepatnya kerusakan hutan dan lahan yang ada. Untuk itu, tantangan yang dihadapi adalah mengupayakan rehabilitasi hutan dan lahan secara terus menerus dengan memaksimalkan sumber daya dan dana yang ada, meningkatkan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mencegah dan mengendalikan kebakaran serta meningkatkan kelembagaan, mengendalikan pembalakan liar dengan penegakan hukum terhadap pelaku dan peningkatan kemampuan polisi hutan. MENINGKATAN KAPASITAS MITIGAS DAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM GLOBAL. Erat kaitannya dengan ketahanan pangan, sumber daya air dan energi, perubahan iklim global menyebabkan terjadinya bencana alam seperti banjir dan kekeringan, perubahan musim tanam, peningkatan suhu dan pasang air laut yang ekstrem yang menyebabkan ketidakpastian nelayan untuk melaut. Tantangan yang dihadapi untuk mengatasi masalah ini diantaranya adalah: (i) melengkapi dan lebih mengakuratkan pendataan dan permodelan iklim regional untuk Indonesia untuk memudahkan para perencana pembangunan dan pelaksana pembangunan mengantisipasi dampak terjadinya perubahan iklim; (ii) memperbaiki pengintegrasikan tindakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim temasuk pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah; (iii) meningkatkan dan menseragamkan kepedulian dan pemahaman masyarakat dan aparat pemerintah yang masih rendah dan tidak seragam sehingga pembangunan sejalan dengan tujuan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pengurangan risiko bencana; serta (iv) meningkatkan koordinasi antar lembaga dalam menangani perubahan iklim pengurangan risiko bencana dengan memanfaatkan struktur institusi yang telah ada. DUKUNGAN PENINGKATAN DAYA SAING SEKTOR RIlL. Sektor rill merupakan motor penggerak dalam perekonomian. Oleh sebab itu, meskipun tidak mudah, kemampuan dan daya saing sektor rill perlu senantiasa ditingkatkan. Permasalahan pokok yang dihadapi pada peningkatan daya saing sektor riil antara lain sebagai berikut. Di bidang sumber daya air permasalahan dan tantangan pokoknya adalah mengoptimalkan fungsi sarana dan prasarana sumber daya air dalam memenuhi kebutuhan air irigasi dan industri serta pengendalian daya rusak air, serta meningkatan kinerja jaringan irigasi guna memenuhi kebutuhan air usaha tani terutama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Di bidang transportasi masalah dan tantangan pokok yang dihadapi adalah: (1) meningkatkan jaminan keselamatan dan keamanan transportasi yang antara lain disebabkan oleh lemahnya regulasi dan kelembagaan, sumber daya manusia (SDM) dan budaya keselamatan, kelaikan prasarana dan sarana, serta manajemen transportasi; (2) menciptakan kondisi agar keselamatan dan keamanan pelayanan transportasi dapat memenuhi standar keselamatan dan keamanan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal dan standar internasional; (3) menciptakan kondisi yang mendorong dunia swasta
mau berinvestasi dalam penyelenggaraan melalui restrukturisasi perundang-undangan dan peraturan di bidang transportasi serta perbaikan iklim investasi sehingga tidak ada lagi monopoli dalam pelayanan transportasi. Terkait dengan bidang energi masalah dan tantangan yang dihadapi adalah. (1) meningkatkan pemanfaatan energi primer non-BBM untuk kepentingan domestik seperri gas bumi, panas bumi dan batubara serta energi baru terbarukan yang masih rendah; (2) meningkatkan kapasitas fasilitas pengolahan, jaringan transmisi dan distribusi yang masih rendah; (3) Harga energi konvensional/BBM yang belum mencerminkan keekonomiannya, sehingga pengembangan energi alternatif (gas bumi, panas bumi, batubara dan terbarukan) terhambat karena besarnya subsidi BBM; (4) meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi yang masih rendah; (5) Reguiasi yang masih dalam transisi (pembatalan UU Ketenagalistrikan dan penyempurnaan UU Migas); serta (6) meningkatkan investasi migas, batubara, dan pengembangan energi termasuk infrastruktur energi. Dari sisi ketenagalistrikan, krisis listrik belum dapat teratasi. Krisis ini terutama terjadi karena selain masih belum ada sistem ketenagalistrikan nasional untuk menopang peningkatan pembangunan ekonomi secara memadai, juga karena kurang efisiennya sistem dan pengelolaannya, serta tingkat konsumsi BBM yang masih cukup tinggi. Oleh sebab itu tantangannya adalah mempercepat pembangunan pembangkit listrik non BBM serta mengembangkan jaringan penyalurannya secara tepat waktu. Hal ini tidak mudah karena upaya ini akan dihadapkan pada tantangan tersediri yaitu: (1) sulitnya mencari ketersediaan energi primer yang dibutuhkan seperti batubara dan gas, mengingat terbatasnya ketersediaan produksi dalam negeri serta infrastruktur transportasinya; (2) sulitnya melakukan pembebasan lahan dan upaya mencapai titik temu kompensasi lahan yang terkena dampak pembangunan fasilitas ketenagalistrikan juga menjadi tantangan yang setiap tahun terus berlanjut; serta (3) keterbatasan dalam pendanaan karena kepercayaan perbankan internasional dalam menyalurkan pendanaannya dalam investasi pembangkit listrik swasta di Indonesia. masih belum mengalami perkembangan yang berarti. Dari sisi pos dan telekomunikasi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan tingkat pemanfaatan infrastruktur dan layanan pos dan telematika yang masih rendah dalam menciptakan peluang ekonomi, serta menggeser pola penggunaan layanan pos dan telematika, yaitu dari hanya sebagai alat komunikasi (konsumtif) menjadi pencipta peluang usaha (produktif), tingkat pemanfaatan infrastruktur dan layanan pos dan telematika ini disebabkan oleh terbatasnya infrastruktur pos dan telematika yang memadai, rendahnya e-literasi, tingginya ketergantungan kepada teknologi proprietary, terbatasnya pengembangan aplikasi dan konten Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lokal, dan kurangnya dukungan dari industri dalam negeri. Selanjutnya, di sisi perumahan dan permukiman masalah dan tantangan yang dihadapi adalah masih kurangnya dukungan prasarana-sarana dasar permukiman yang menunjang sektor industri,
perdagangan, kawasan pariwisata, dan pusat pertumbuhan ekonomi menjadi tantangan dalam mendukung peningkatan daya saing dalam sektor riil. MENINDAK DAN MENCEGAH TINDAK PIDANA KORUPSI. Di samping berbagai permasalahan dan tantangan pokok yang secara langsung terkait dengan kesejahteraan masyarakat, dalam tahun 2009 masih harus dihadapi berbagai permasalahan dan tantangan pokok yang terkait dengan hal-hal yang tidak secara langsung terkait dengan kesejahteraan rakyat. Permasalahan dan tantangan pokok tersebut diantaranya adalah masih perlunya berbagai upaya untuk menekan tindak pidana korupsi, keterbatasan ketersediaan pelayanan publik, serta masih perlunya penyempurnaan iklim demokrasi. Permasalahan dan tantangan yang yang dihadapi dalam rangka pemberantasan korupsi khususnya dalam upaya penindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi adalah mengoptimalkan penanganan kasus korupsi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya kesan tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi. Banyaknya praktek korupsi yang terjadi hampir pada semua bidang, menyebabkan penanganannyapun memerlukan kerja keras dari aparat penegak hukum, baik itu yang berada di KPK maupun Kejaksaan. Oleh karena keterbatasan sumber daya yang tersedia, maka penanganan kasus korupsi dilakukan dengan melalui penentuan prioritas khususnya kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat. Keadaan inilah yang antara lain menyebabkan adanya kesan tebang pilih dalam hal penanganan kasus korupsi yang ada pada saat ini. Oleh sebab itu, untuk menghindari adanya kesan diskriminasi dalam hal penanganan kasus korupsi maka perlu dilakukan upaya penentuan prioritas kasus yang ditangani dengan lebih akuntabel. MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI. Pemberantasan korupsi harus mengikutsertakan semua lapisan masyarakat yang ada. Keberhasilan pemberantasan korupsi tidak hanya tergantung dalam hal penanganan kasus korupsi oleh aparat penegak hukum saja akan tetapi juga perlu adanya dukungan dari masyarakat luas dalam mendorong upaya pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu budaya permisif dari masyarakat terhadap perilaku korupsi harus dapat dihilangkan agar fungsi pengawasan dari masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dapat terlaksana dengan baik. Dalam upaya untuk mempercepat pemberantasan korupsi, telah dikeluarkan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang kemudian diimplementasikan dalam Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) 2004-2009 sebagai Living Document yang disusun oleh 92 instansi Pemerintah, LSM dan Perguruan Tinggi. Masing-masing kementrian/lembaga diharapkan dapat segera menyusun Rencana Aksi Instansi (RAI) PK dan level pemerintah daerah dapat segera ditetapkan Rencana Aksi Daerah (RAD) PK. Namun demikian pelaksanaan RAN PK pada ringkat kementrian/lembaga maupun RAD PK pada beberapa daerah belum dilaksanakan secara efektif. Oleh sebab itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan pelaksanaan RAN PK baik pada level pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, terutama untuk beberapa isu yang menjadi perhatian dalam penyusunan RAN PK dan RAD PK seperti perijinan di bidang investasi, pertanahan, penyelenggaraan pelayanan system administrasi manunggal satu atap (samsat), pengadaan barang dan jasa, serta pajak. MENYEMPURNAKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK MENDORONG UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI. Peraturan perundang-undangan untuk mendorong pemberantasan korupsi di Indnonesia masih sangat terbatas dan perlu disempurnakan. Meskipun Indonesia telah meratifikasi UNCAC (United Nation Convention Against Corruption) melalui Undang-undang No. 7 Tahun 2006, namun langkah-langkah tindak lanjut dan ratifikasi tersebut belum dilakukan secara optimal. Selain itu, dalam kaitannya dengan perlindungan saksi dan korban dan keterbukaan informasi publik, beberapa peraturan pelaksanaan dalam undang-undang nasional belum lengkap sehingga menyebabkan masih adanya hambatan keterlibatan masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai mekanisme yang transparan dalam pengembalian aset negara yang dikorupsi serta lembaga yang menanganinya juga menghambat pengembalian aset negara yang dikorupsi. Oleh sebab itu upaya untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan harus dapat dilakukan. Sebagai upaya tindak lanjut keanggotaan Indonesia dalam UNCAC tersebut, maka pemerintah harus melakukan penyesuaian hukum nasional dengan prinsip-prinsip UNCAC. MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK. Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi diperlukan langkah-langkah yang secara bertahap semakin memantapkan peran institusi birokrasi pemerintah agar mampu berkontribusi dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional khususnya turut menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bidang lainnya, serta memberikan dukungan pada peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan publik. Namun demikian, dalam pelaksanaan reformasi birokrasi masih dihadapi berbagai permasalahan yang sekaligus menjadi tantangan yang harus dapat diatasi untuk memantapkan peran institusi pemerintah. Beberapa permasalahan yang dihadapi di bidang pelayanan publik, diantaranya: (1) belum selesainya proses pembahasan RUU Pelayanan Publik yang merupakan landasan hukum dan kebijakan pelayanan publik secara lebih komprehensif; (2) masih belum optimalnya pelayanan publik di bidang investasi, perpajakan dan kepabeanan dan pengadaan barang dan jasa publik/pemerintah; (3) belum dikembangkannya secara maksimal sistem pelayanan informasi dan perizinan penanaman modal terpadu satu pintu secara on line di daerah (provinsi dan kabupaten/kota); (4) belum efektif dan efisiennya pelayanan publik kepada masyarakat karena belum adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang sudah disahkan, sebagai penjabaran PP No 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM dan Permendagri No. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal, serta Permendagri No. 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Pencapaian SPM; (5) masih belum memadainya kompetensi aparat pemerintah di daerah dalam penerapan SPM; (6) masih rendahnya kapasitas pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik untuk pelayanan penduduk perkotaan akibat pesatnya pertambahan penduduk yang harus dilayani; (7) belum meratanya penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik pada instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah; dan (8) belum terintegrasinya sistem koneksi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan sistem informasi Kementerian/Lembaga karena masih terbatasnya dukungan dana dari pemerintah promosi dan kabupaten/kota dalam penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan masih perlu ditingkatkannya keakuratan atau validitas data kependudukan nasional. Dengan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka tantangan bagi pemerintah adalah menentukan langkah-langkah kebijakan yang efektif dan terfokus. Dalam rangka mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik, tantangan pokok yang dihadapi, diantaranya adalah: (1) disahkannya UU Pelayanan Publik dan dilanjutkan dengan sosialisasi secara luas kepada masyarakat dan penyusunan peraturan pelaksanaannnya, (2) menyempurnakan dan mengembangkan manajemen pelayanan publik khususnya di bidang investasi, perpajakan dan kepabeanan, pengadaan barang dan jasa, transportasi, termasuk membangun Unit Pelayanan Investasi Terpadu di daerah dan mengimplementasikan National Single Window (NSW), serta mengembangkan sistem pelayanan informasi dan perizinan penanaman modal terpadu satu pintu secara on-line di daerah; (3) menyusun dan menerapkan standar pelayanan minimal (SPM) untuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memantapkan pelaksanaan pendelegasian kewenangan urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah; (4) meningkatkan kapasitas aparat pemerintahan daerah dalam penerapan standar pelayanan minimal (SPM); (5) meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik melalui penyusunan standar pelayanan perkotaan (SPP); (6) melakukan optimalisasi dan perluasan penggunaan teknologi informasi dalam pemberian pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan; dan (7) mengintegrasikan sistem koneksi nomor induk kependudukan antar instansi terkait sebagai basis data pelayanan publik khususnya pelayanan administrasi kependudukan. MENINGKATAN KINERJA DAN KESEJAHTERAAN PNS. Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan ujung tombak dalam menyediakan pelayanan pada masyarakat yang perlu ditingkatkan kinerja dan kesejahteraannya. Dalam upaya peningkatan kinerja dan kesejahteraan aparatur negara khususnya PNS, permasalahan yang dihadapi antara lain : (1) sistem pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi PNS, baik diklat struktural maupun fungsional, dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan profesionalisme PNS dan peningkatan kinerja birokrasi pemerintah, khususnya dari sisi kurikulum dan strategi pembelajarannya; (2) kenaikan remunerasi bagi PNS termasuk anggota TNI dan POLRI selama ini masih terbatas pada penambahan penghasilan, belum mempertimbangkan penyempurnaan struktur penggajian secara adil,
layak dan berbasis kinerja, (3) UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian perlu disempurnakan sejalan dengan perkembangan kebijakan di bidang penyelenggaraan negara dan tuntutan penataan sumber daya manusia aparatur secara lebih terpadu. Oleh sebab itu, dalam rangka peningkatan kinerja dan kesejahteraan PNS, tantangan yang dihadapi pada tahun 2009 adalah (i) menyempurnakan sistem diklat, kurikulum dan pengembangan strategi pembelajaran untuk mendorong peningkatan kualitas kinerja dan profesionalisme PNS; (ii) mengembangkan sistem remunerasi pegawai negeri sipil termasuk juga bagi TNI dan POLRI, yang mencerminkan sistem reward and punishment yang adil, layak dan berbasis kinerja, dan (iii) melakukan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kepegawaian khususnya UU No 43/1999. MENINGKATKAN PENATAAN KELEMBAGAAN, KETATALAKSANAAN DAN PENGAWASAN APARATUR NEGARA. Di sisi kelembagaan, ketatalaksanaan, dan pengawasan aparatur negara masih perlu dioptimalkan untuk mendukung pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan di berbagai bidang secara efektif dan efisien. Secara lebih rinci, beberapa permasalahan yang masih dihadapi di bidang ini, antara lain: (1) pelaksanaan reformasi birokrasi pada instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah, belum didasarkan atas road map atau grand design yang sifatnya komprehensif, sehingga menimbulkan penilaian publik bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi masih bersifat parsial, terbatas dan belum fokus; (2) masih perlu ditingkatkannya pemahaman aparat pemerintah tentang pelaksanaan sistem manajemen kinerja instansi pemerintah, sebagai pedoman bagi peningkatan kinerja dan profesionalisme birokrasi pemerintah; (3) kelembagaan dan ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah masih ditandai tumpang tindih kewenangan, kedudukan dan fungsi, sehingga berpotensi pada in-efisiensi penyelenggaraan pemerintahan; (4) perlunya diupayakannya sinergistas pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan di lingkungan instansi pemerintah, agar lebih efektif dan mendukung fungsi-fungsi pemerintahan dan pembangunan. Oleh sebab itu, tantangan dalam penataan kelembagaan, ketatalaksanaan dan pengawasan aparatur negara adalah memperluas pelaksanaan reformasi birokrasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah, dengan berpedoman pada rencana induk (grand design) reformasi birokrasi dan pedoman-pedoman terkait lainnya. Dalam hal ini secara terperinci tantangan yang dihadapi diantaranya adalah sebagai berikut : (1) menerapkan manajemen berbasis kinerja pada lingkungan instansi pemerintah guna meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi, kinerja program dan individu pegawai, sejalan dengan adanya kewajiban setiap instansi pemerintah harus memiliki key performance indicator (KPI)/Indikator Kinerja Utama (IKU); dan (2) mengurangi tumpang tindih fungsi lembaga quasi birokrasi/lembaga non struktural menuju terwujudnya efektifitas dan efisiensi kinerja birokrasi; dan (3) mengembangkan sistem pengawasan nasional untuk mensinergikan pengawasan internal, eksternal, dan masyarakat guna menjamin kualitas dan kinerja penyelenggaraan kepemerintahan.
MEMPERKUAT LEMBAGA PENYELENGGARAAN PEMILU DAN MENINGKATKAN PARTISIPASI AKTIF MASYARAKAT DALAM PEMILU 2009. Pemantapan demokrasi pada tahun 2009 diperkirakan masih menghadapi sejumlah permasalahan dan tantangan. Di satu pihak masyarakat sangat mengharapkan terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sehingga dapat mencerminkan secara jernih aspirasi politik rakyat. Di lain pihak tantangan KPU untuk memenuhi jadwal pelaksanaan pemilu dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pemilu juga tidak kecil, mengingat waktu yang tersisa menjelang pelaksanaan pemilu cukup terbatas. Oleh karena itulah kapasitas, transparansi dan akuntabilitas kelembagaan penyelenggara pemilu perlu diingkatkan agar mampu bekerja secara lebih profesional, bersih dan efisien. Pada Pemilu 2009 partisipasi politik diharapkan makin aktif berdasarkan kesadaran politik warga yang lebih tinggi, tidak berdasarkan mobilisasi kelompok masyarakat. MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PEMILU 2009. Permasalahan dalam mendukung efektifitas pemilu terkait dengan keterbatasan waktu mempersiapkan berbagai proses tahapan akhir penyelenggaraan Pemilu 2009. Oleh karena itu, tantangan bagi pemerintah adalah meningkatkan efektifitas koordinasi antar lembaga untuk memastikan keseluruhan persiapan dukungan Pemilu 2009 dapat dilaksanakan tepat waktu. Tantangan lain adalah bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mendukung ketersediaan dan distribusi logistik pemilu tepat waktu dan tepat lokasi, serta dukungan sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan pemilu. MEMANTAPKAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN DALAM NEGERI. TNI sebagai kekuatan utama kemampuan pertahanan dan Polri sebagai komponen dasar keamanan dan ketertiban masyarakat, saat ini dihadapkan pada masalah mendasar, yaitu jumlah peralatan pertahanan terutama alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan alat utama (alut) Polri yang tidak mencukupi dengan kondisi mayoritas peralatan yang usang secara umur dan teknologi. Kemampuan pertahanan nasional belum dapat memberikan efek detterence/penangkal, bahkan belum mampu memenuhi kekuatan dan gelar minimum essential forces. Kondisi tersebut diperburuk oleh kesiapan alutsista yang secara rata-rata hanya mencapai 45 persen dari yang dimiliki. Keadaan yang tidak memadai pun terjadi pada alat utama Polri. Kekurangan jumlah dan ketidaksiapan alutsista TNI dan Alut Polri ini selain berakibat pada melemahnya efek penggentar (deterent effect) yang merupakan pendukung upaya diplomasi, juga berakibat pada kapabilitas TNI dan Polri dalam melaksanakan kegiatan tanggap darurat akibat bencana alam. Tindak kejahatan transnasional di wilayah yurisdiksi laut dan wilayah-wilayah perbatasan masih cukup tinggi seperti narkoba, ilegal logging, ilegal fishing, penyeludupan manusia atau senjata. Di samping itu, belum tuntasnya penanganan pelaku dan jaringan terorisme yang beroperasi di Indonesia serta belum meredanya aksi-aksi terorisme skala regional maupun global berpeluang meningkatkan aksi-aksi terorisme di dalam negeri terutama dalam menghadapi Pemilu 2009.
Saat ini pemahaman politik masyarakat sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan masa Pemilu tahun 2004. Namun hal ini dapat menjadi hal yang kontraproduktif terhadap stabilitas keamanan dalam negeri dan jalannya proses Pemilu tahun 2009, apabila kurang disertai oleh kedewasaan sikap politik masyarakat, Oleh karena itu, tantangan mewujudkan Pemilu tahun 2009 yang berkualitas, jujur dan demokratis adalah tercapainya stabilitas umum keamanaan dalam negeri dan terpenuhinya upaya-upaya khusus dalam mengamankan seluruh rangkaian proses pemilu dari masa persiapan, kampanye, proses pemungutan dan perhitungan suara, hingga selesainya seluruh rangkaian kegiatan Pemilu tahun 2009. Dengan demikian tantangan yang dihadapi untuk memecahkan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas adalah: mewujudkan kapasitas alutsista pertahanan dan keamanan skala minimum essential force guna mampu menghadapi ancaman pertahanan dan keamanan termasuk dalam hal memberikan dukungan pencegahan dan penanggulangan terorisme; mencegah tindak kejahatan lintas negara khususnya di wilayah yurisdiksi laut dan wilayah-wilayah perbatasan yang relatif masih cukup tinggi termasuk mencegah terjadinya demand dan supply narkoba; meningkatkan upaya penangkapan pelaku utama dan jaringan terorisme di Indonesia; dan mengupayakan pengamanan rangkaian proses pemilu 2009. B.
TEMA PEMBANGUNAN TAHUN 2009 DAN PENGARUSUTAMAAN PEMBANGUNAN
Berdasarkan kemajuan yang dicapai dalam tahun 2007 dan perkiraan 2008, serta tantangan yang dihadapi tahun 2008, tema pembangunan pada tahun 2009 adalah: "PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENGURANGAN KEMISKINAN" Di dalam melaksanakan pembangunan yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah ini, terdapat 6 (enam) prinsip-prinsip pengarusutamaan menjadi landasan operasional bagi seluruh, aparatur negara, yaitu: .Pengarusutamaan partisipasi masyarakat. Pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan harus mempertimbangkan partisipasi masyarakat dalam arti luas. Para jajaran pengelola kegiatan pembangunan dituntut peka terhadap aspirasi masyarakat, Dengan demikian akan tumbuh rasa memiliki yang pada gilirannya mendorong masyarakat berpartisipasi aktif, .Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan Berkelanjutan adalah proses pembangunan yang bermanfaat tidak hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga dapat mendukung keberlanjutan pembangunan generasi berikutnya. Prinsip pembangunan berkelanjutan mencakup tiga tiang utama pembangunan yaitu ekonomi, sosial, dalam lingkungan yang saling menunjang dan terkait. Lingkungan hidup yang lestari merupakan modal dasir pembangunan untuk mencapai kesejahteraan dan kualitas hidup yang tinggi bagi masyarakat. Pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berlanjut mutlak harus mempertimbangkan upaya pelestarian
sumber daya alam dan daya dukung lingkungannya. Pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan tidak memperhitungkan dampak terhadap lingkungan, serta eksploitasi sumber daya alam yang melebihi daya dukung lingkungan akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat saat ini dan generasi yang akan datang. Untuk itu pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan pada kegiatan-kegiatan pembangunan, termasuk upaya yang mendukung terhadap antisipasi mitigasi dan adaptasi terhadap perobahan iklim dan pengurangan risiko bencana perlu diintegrasikan kedalam kegiatan prioritas pembangunan nasional terutama pada sektor-sektor pembangunan yang langsung terkait. .Pengarusutamaan gender. Pada dasarnya hak asasi manusia tidak membedakan perempuan dan laki-laki. Strategi pengarusutamaan gender, ditujukan untuk mengurangi kesenjangan gender di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Perempuan dan laki-laki menjadi mitra sejajar, dan memiliki akses, kesempatan, dan kontrol, serta memperoleh manfaat dari pembangunan yang adil dan setara. .Pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance). Tata kepemerintahan yang baik melibatkan tiga pilar yaitu penyelenggara negara termasuk pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga unsur tersebut harus bersinergi untuk membangun tata kepemerintahan yang baik di lembaga-lembaga penyelenggara negara (good public governance), dunia usaha (good corporate governance) dan berbagai kegiatan masyarakat. Penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik secara konsisten dan berkelanjutan akan menyelesaikan berbagai masalah secara efisien dan efektif serta mendorong percepatan keberhasilan pembangunan di berbagai bidang. Tata kepemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan negara mencakup lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Terbangunnya tata kepemerintahan yang baik tercermin dari berkurangnya tingkat korupsi, makin banyaknya keberhasilan pembangunan di berbagai bidang, dan terbentuknya birokrasi pemerintahan yang professional dan berkinerja tinggi. Pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi perlu terus dilanjutkan secara konsisten. .Pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antarwilayah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Pelaksanaan kegiatan pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia secara merata. Oleh karena masih signifikannya perbedaan pembangunan antara daerah yang sudah relatif maju dengan daerah lainnya yang relatif masih tertinggal, maka diperlukan pemihakan dalam berbagai aspek pembangunan oleh seluruh sektor terkait secara terpadu untuk percepatan pembangunan daerah-daerah tertinggal termasuk kawasan perbatasan, yang sekaligus dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah. .Pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah. Mengingat kegiatan pembangunan lebih banyak dilakukan di tingkat daerah, maka peran Pemerintah Daerah perlu terus semakin ditingkatkan. Sejalan dengan itu, maka kegiatan pembangunan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna melalui pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah termasuk pendesentralisasian pelayanan-pelayanan kementerian/lembaga yang sebenarnya sudah dapat dan layak dikelola oleh daerah, guna lebih mendekatkan pelayanan dan hasil-hasil pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. .Pengarusutamaan padat karya. Program padat karya produktif dimaksudkan untuk mengatasi masalah pengangguran, setengah penganggur, dan masalah kemiskinan sementara (transient poverty). Sasaran pemanfaatan program ini adalah penduduk miskin yang untuk sementara waktu sedang menganggur atau setengah menganggur. Melalui program ini mereka dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang memberikan penghasilan (income generating). Lapangan pekerjaan produktif dalam skema ini adalah pekerjaan manual di bidang pembangunan prasarana seperti jalan, jembatan, fasilitas air bersih, fasilitas sanitasi, dan lain-lain. Penetapan kelompok sasaran, jumlah, jenis kegiatan, dan lokasi yang dipilih, serta penentuan upah dalam pekerjaan yang dirancang di bawah upah minimum yang berlaku di daerah tersebut. Mekanisme sistem penyaluran dan dari pengelolaannya akan dilakukan secara transparan, dan secara teknis dan administrasi kegiatan ini harus dapat dipertanggungjawabkan. C.
PRIORITAS PEMBANGUNAN TAHUN 2009
Berdasarkan sasaran yang harus dicapai dalam RPJM Tahun 2004 -2009, kemajuan yang dicapai dalam tahun 2007 dan perkiraan tahun 2008. serta berbagai masalah dan tantangan pokok yang harus dipecahkan dan dihadapi pada tahun 2009, maka prioritas pembangunan nasional pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1.PENINGKATAN PELAYANAN DASAR DAN PEMBANGUNAN PERDESAAN. 2.PERCEPATAN PERTUMBUHAN YANG BERKUALITAS DENGAN MEMPERKUAT DAYA TAHAN EKONOMI YANG DI DUKUNG OLEH PEMBANGUNAN PERTANIAN, INFRASTRUKTUR, DAN ENERGI. 3.PENINGKATAN UPAYA ANTI KORUPSI, REFORMASI BIROKRASI, SERTA PEMANTAPAN DEMOKRASI, PERTAHANAN DAN KEAMANAN DALAM NEGERI. Prioritas pembangunan tahun 2009 ini ditempuh fokus dan kegiatan prioritas sebagai berikut.
dengan
sasaran,
I.PENINGKATAN PELAYANAN DASAR DAN PEMBANGUNAN PERDESAAN SASARAN Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Peningkatan Pelayanan Dasar dan Pembangunan Perdesaan pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: Kemiskinan 1.Meningkatnya kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, sehingga diharapkan angka kemiskinan dapat diturunkan menjadi 12-14 persen. 2.Terlaksananya program penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat, PNPM Mandiri: (i) mencakup seluruh kecamatan baik di perdesaan maupun di perkotaan; (ii)
meningkatnya harmonisasi program PNPM Penguatan ke dalam PNPM Mandiri. 3.Meningkatnya perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. 4.Tersedianya subsidi beras bagi masyarakat miskin (Raskin). 5.Tersedianya Bantuan Langsung Tunai (BLT) Ekonomi Usaha Rakyat 1.Terselenggaranya penguatan kelembagaan ekonomi; 2.Meningkatnya pengembangan agroindustri perdesaan; 3.Meningkatnya pemberdayaan ekonomi, sosial dan budaya pelaku usaha perikanan dan masyarakat pesisir. Pendidikan 1.Meningkatnya partisipasi jenjang pendidikan dasar yang diukur dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) jenjang SD termasuk SDLB/MI/Paket A setara SD menjadi 115,76 persen dan 95,00 persen; meningkatnya APK jenjang SMP/MTs/Paket B setara SMP menjadi 98,09 persen; meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun menjadi 99,57 persen; dan meningkatnya APS penduduk usia 13-15 tahun menjadi 96,64 persen; 2.Meningkatnya partisipasi jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi yang diukur dengan meningkatnya APK jenjang SMA/SMK/MA/Paket C setara SMA menjadi 69,34 persen; dan meningkatnya APK jenjang pendidikan tinggi menjadi 18,00 persen; 3.Meningkatnya proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi pendidikan dan standar kompetensi yang disyaratkan, serta meningkatnya kesejahteraan pendidik; 4.Menurunnya angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 5,00 persen, bersamaan dengan makin berkembangnya budaya baca; 5.Meningkatnya keadilan dan kesetaraan pendidikan antarkelompok masyarakat termasuk antara perkotaan dan perdesaan, antara daerah maju dan daerah tertinggal, antara penduduk kaya dan penduduk miskin, serta antara penduduk laki-laki dan perempuan; Kesehatan 1.Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 87 persen; 2.Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal (K4) menjadi 90 persen; dan cakupan kunjungan neonatus (KN) menjadi 87 persen dan cakupan kunjungan bayi menjadi 87 persen; 3.Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di kelas III Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk di puskesmas dan jaringannya menjadi 100 persen; 4.Meningkatnya persentase rumah sakit yang memiliki pelayanan gawat darurat yang memenuhi standar mutu menjadi 90 persen; persentase rumah sakit yang melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) menjadi 75 persen; meningkatnya persentase rumah sakit yang terakreditasi menjadi 75 persen; 5.Tersedianya jumlah tenaga kesehatan dan kader kesehatan di 26.000 desa siaga;
6.Tersedianyan dokter spesialis yang dididik sebanyak 1.740 orang dan 300 orang senior residen yang didayagunakan; 7.Meningkatnya persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) menjadi 98 persen; 8.Meningkatnya Case Detection Rate TB mencakup > 70 persen; 9.Meningkatnya angka penemuan Acute Flaccid Paralysis menjadi  2 per 100 ribu anak usia kurang dari 15 tahun; 10.Meningkatnya persentase penderita demam berdarah (DBD) yang ditemukan dan ditangani menjadi 100 persen; 11.Meningkatnya persentase penderita malaria yang ditemukan dan diobati menjadi 100 persen; 12.Menurunnya Case Fatality Rate diare saat KLB mencakup < 1,2 persen; 13.Meningkatnya persentase orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang ditemukan dan mendapat pertolongan Anti Retroviral Treatment (ART) menjadi 100 persen; 14.Meningkatnya persentase penderita flu burung yang ditemukan dan ditangani menjadi 100 persen; 15.Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita; 16.Meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapat tablet Fe menjadi 90 persen; 17.Meningkatnya persentase bayi yang mendapat ASI Eksklusif menjadi 80 persen; 18.Merungkatnya persentase balita yang mendapatkan Vitamin A mencapai 80 persen; 19.Terlaksananya pengujian sampel obat dan makanan sebanyak 97 ribu sampel; 20.Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dalam rangka cara pembuatan obat yang baik (CPOB) menjadi 45 persen. Keluarga Berencana 1.Menurunnya Total Fertility Rate (TFR) menjadi sekitar 2,16 per wanita; 2.Meningkatnya jumlah peserta KB Aktif (PA) menjadi sekitar 30,1 juta peserta; 3.Terlayaninya peserta KB Baru (PB) sekitar 6,0 juta peserta; 4.Terlayaninya peserta KB baru dari keluarga miskin Keluarga Pra Sejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera I/KS 1) sekitar 2,9 juta peserta; 5.Terbinanya peserta KB aktif miskin (KPS dan KSI) sekitar 12,9 juta; 6.Menurunnya unmet-need menjadi sekitar 6,4 persen dari seluruh Pasangan Usia Subur (PUS); 7.Meningkatnya peserta KB Pria menjadi sekitar 3,6 persen dari peserta KB aktif; 8.Meningkatnya usia kawin pertama perempuan menjadi sekitar 21 tahun; 9.Meningkatnya keluarga balita yang aktif melakukan pembinaan tumbuh kembang anak melalui kelompok Bina Keluarga Balita (BKB) menjadi 2,5 juta; 10.Meningkatnya jumlah keluarga remaja yang aktif mengikuti kegiatan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) menjadi 1,1 juta; 11.Meningkatnya jumlah keluarga lansia yang aktif mengikuti
kegiatan kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL) menjadi 1,0 juta; dan 12.Meningkatnya jumlah keluarga pra-sejahtera dan KS I anggota Usaha Penigkatatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang aktif berusaha menjadi sekitar 1,3 juta keluarga Sumber Daya Air 1.Terbangunnya pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembawa untuk air baku 2. Terbangunnya tampungan untuk air baku 3.Optimalnya fungsi tampungan, prasarana pengambilan dan saluran pembawa untuk air baku 4.Terbangunnya dan optimalnya prasarana air tanah untuk air minum di daerah terpencil/perbatasan 5.Optimalnya fungsi sarana/prasarana pengendali banjir dan prasarana pengaman pantai Transportasi 1.Meningkatnya aksesibilitas pelayanan transportasi yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat melalui pembangunan prasarana dan penyediaan sarana angkutan transportasi di wilayah perkotaan, perdesaan, daerah terpencil, pedalaman dan kawasan perbatasan, serta pulau-pulau kecil dan pulau terluar dalam rangka mempertahankan kedaulatan NKRI dan mendukung upaya peningkatan ketahanan pangan nasional, termasuk penyediaan angkutan massal, pemberian subsidi operasi keperintisan dan penyediaan kompensasi untuk public service obligation (PSO); Energi 1.Pemenuhan kebutuhan energi terutama di perdesaan dan pulau-pulau terpencil untuk masa datang dalam jumlah yang memadai dan berkesinambungan, melalui peningkatan pemanfaatan sumber energi setempat yang terbarukan (mikro hidro, angin, surya, dan bahan bakar nabati) beserta kelembagaannya untuk menjamin keberlanjutan pembangunan. Ketenagalistrikan 1.Meningkatnya rasio elektrifikasi menjadi sebesar 65 persen dan rasio elektrifikasi perdesaan menjadi sebesar 94 persen 2.Berkembangnya partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat di berbagai wilayah dalam pengembangan ketenagalistrikan di daerah khususnya untuk pengembangan listrik perdesaan. 3.Meningkatnya penggunaan produksi listrik di wilayah perdesaan yang menggunakan energi terbarukan setempat. 4.Meningkatnya kemampuan swadaya masyarakat dalam mengelola sistem ketenagalistrikan didaerahnya. Pos dan Telematika 1.Tersedianya layanan pos di 93% kantor pos cabang luar kota, layanan telekomunikasi di 100% wilayah USO, siaran televisi di 19 provinsi wilayah blank spot dan perbatasan. Perumahan dan Permukiman 1.Meningkatkan penyediaan hunian sewa/milik yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui pembangunan rumah susun sederhana sewa beserta prasarana dan sarana dasarnya, penyediaan prasarana dan sarana dasar untuk rumah susun sederhana (RSH) dan rumah susun, fasilitasi pembangunan dan perbaikan perumahan swadaya, fasilitasi dan stimulasi
pembangunan baru, perbaikan rumah, dan penyediaan prasarana-sarana dasar di permukiman kumuh, desa tradisional, desa nelayan, dan desa eks-transmigrasi, serta peningkatan kualitas lingkungan perumahan; 2.Meningkatnya cakupan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan (air limbah, persampahan dan drainage) melalui pembangunan sistem penyediaan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat; serta 3.Meningkatnya pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan untuk menunjang kawasan ekonomi dan pariwisata melalui pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan pada kawasan strategis, skala regional dan sistem terpusat. Pertanahan 1.Meningkatnya kepastian hukum hak atas tanah masyarakat melalui percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah terutama untuk membuka akses masyarakat miskin terhadap pemilikan sertifikat; 2.Tertatanya struktur penguasaan tanah yang adil dan mendukung perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) yang berkeadilan dan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah. Kelembagaan Masyarakat dan Pemerintah Desa 1.Meningkatnya kapasitas aparatur Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam pembangunan kawasan perdesaan; 2.Terfasilitasinya penguatan kelembagaan dan pemantauan unit pengaduan masyarakat,: 3.Meningkatnya kelembagaan pemerintah desa dalam pengelolaan pembangunan; 4.Meningkatnya pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat desa; ARAH KEBIJAKAN, FOKUS, DAN KEGIATAN PRIORITAS Dalam rangka mencapai sasaran tersebut ditempuh arah kebijakan yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu: perlindungan sosial dan keberpihakan terhadap masyarakat ,miskin, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi usaha rakyat, yang didukung dengan peningkatan pelayanan dan infrastruktur dasar. Arah kebijakan untuk mencapai sasaran di atas ditempuh melalui berbagai program pembangunan dengan fokus dan kegiatan prioritas sebagai berikut: Fokus 1.Pembangunan dan Penyempurnaan Sistem Perlindungan Sosial Khususnya Bagi Masyarakat Miskin a)Penyempurnaan Pelaksanaan Pemberian Bantuan Sosial dengan target bantuan kepada korban bencana alam 5,25 juta jiwa; korban bencana sosial 350.000 jiwa dan Bahan Bangunan Rumah (BRR) 12.000 KK di 33 provinsi; b)Penyempurnaan Pelaksanaan Bantuan Tunai Bagi Rumah Tangga Sangat Miskin yang Memenuhi Persyaratan dengan target 750.000 RTSM di 13 provinsi; c)Peningkatan Pelayanan Sosial Dasar Bagi Anak, Lanjut Usia dan Penyandang Cacat dengan target layanan terhadap 50.000 anak; 14.500 lanjut usia terlantar; 11.060 tuna sosial; 3.320 korban napza; dan 5.086 penyandang cacat di 33 Provinsi;
d)Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Anak (PUA) dengan target PUG di 18 K/L, 10 provinsi & 50 kab/kota; e)Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan/ Anak (P2TP2A) dengan target terlaksananya fasilitasi pembentukan P2TP2A di 40 kab/kota; t)Penyediaan Beasiswa bagi siswa miskin jenjang SMP dengan target 998.200 siswa; g)Penyediaan Beasiswa bagi siswa miskin jenjang SD dengan target 1.796.800 siswa; h)Beasiswa untuk Siswa Miskin MI dengan target 640.000 siswa; i)Beasiswa untuk Siswa Miskin MTs dengan target 540.000 siswa; j)Beasiswa untuk siswa miskin SMA dengan target 387.922 siswa; k)Beasiswa untuk siswa miskin SMK dengan target 512.078 siswa; 1)Beasiswa untuk Siswa Miskin MA dengan target 320.000 siswa; m)Penyediaan Beasiswa Untuk Mahasiswa Miskin dan Peningkatan Prestasi Akademik, Serta Bantuan Belajar dan Daerah Konflik dan Bencana dengan target 249.231 mahasiswa; n)Beasiswa untuk Mahasiswa Miskin di Perguran Tinggi Agama dengan target 65 ribu orang; o)Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin di kelas III Rumah sakit dengan target 76,4 juta penduduk miskin; p)Pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya dengan target seluruh penduduk yang mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya; q)Pembiayaan jaminan kesehatan dengan target 100 persen klaim pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin terverifikasi; r)Jaminan Pelayanan KB Berkualitas Bagi Rakyat Miskin dengan target tersedianya Alokon dan pelayanan Kontap gratis bagi 916.900 PB Miskin (Implant, IUD, MOP/MOW) dan 9.589.700 PA Miskin (suntik, pil, kondom), serta ayoman melalui perluasan akses dan peningkatan kualitas pelayanan KB; s)Penyediaan Subsidi Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin) dengan target penyediaan beras untuk 19,1 juta masyarakat miskin, sebanyak 20 kg per RTM selama 12 bulan; t)Penyediaan Bantuan Langsung Tunai dengan target rumah tangga sasaran yang mencakup Rumah Tangga Sangat Miskin, Rumah Tangga Miskin, dan Rumah Tangga Hampir Miskin di 33 provinsi. Fokus 2.Penyempurnaan dan Perluasan Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat a)Peningkatan Keberdayaan Masyarakat dan PNPM Perdesaan dengan Kecamatan Grant (PNPM Perdesaan) dengan target pemberdayaan di 2.886 kecamatan (BLM & T/A); b)Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (PNPM Perkotaan) dengan target pemberdayaan di 1.072 kecamatan; c)Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (RISE. PNPM) dengan target pemberdayaan di 237 kecamatan; d)Peningkatan Infrastruktur Pedesaan Skala Komunitas (PPIP /RIS-PNPM) dengan target pemberdayaan di 3.200 desa; e)Peningkatan Kualitas Lingkungan Perumahan Perkotaan dengan target 285 kelurahan di 32 kab/kota; f)Penanganan Rehab dan Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa Bumi di
Provinsi DIY & Jateng dengan target terlaksananya Penanganan Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Provinsi Yogyakarta dan Jateng; g)Penyediaan dan Perbaikan Infrastruktur Pertanian dengan target JITUT 70.000 ha, JIDES 40.000 ha, TAM 20.000 ha, Balai Subak 20 unit, Irigasi air permukaan 205 unit, Sumur resapan 450 unit, pompa hydram 8 unit, embung 200 unit, irigasi tanah dangkal 400 unit, irr tanah dalam 50 unit, irr bertekanan 135 unit, JUT 470 km, jalan produksi 300 km, Optimalisasi lahan 21.000 ha, Konservasi lahan 500 ha, Reklamasi lahan 4.500 ha, PLTB di lahan rawa 500 ha, Konservasi DAS 15.000 ha, fasilitasi sertifikasi lahan petani 25.000 bdg, Pengembangan SRI 50 paket, pengembangan dampak SRI 50 unit, cetak sawah 25.000 ha, pendampingan cetak sawah 25 kab, pembukaan lahan kering 2.500 ha, peral horti 3.500 ha, peral bun 4.500 ha, pengembangan HMT 3.000 ha, padang pengembalaan 500 ha, PHLN (WISMP, PISP, NTB-WRMP, IDB, POST TSUNAMI, DRIP IRRIGATION) 6 paket; h)Penguatan Kelembagaan Ekonomi Pedesaan Melalui LM3 dengan target tersalurkannya bantuan permodalan kepada 200 lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat (LM3); terselenggaranya pengembangan hortikultura melalui LM3 dan bantuan sosial pada 32 kawasan dan sentra produksi hortikultura potensial lainnya di 33 provinsi; pengembangan LM3 Peternakan 340 klp, LM3 kambing/domba 53 klp dan SDM 250 klp; dan fasilitasi 150 LM3 pengolahan dan pemasaran hasil; i)Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) dengan target fasilitasi dan pengembangan PUAP di 10.000 desa; j)Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus dengan target pemberdayaan masyarakat di 32 kabupaten tertinggal, bantuan sosial ke 1.044 desa tertinggal di 186 kecamatan; 2 paket pelatihan @ 16 orang/kab (2.448 peserta); k)Percepatan Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (P2IPDT) dengan target penyediaan prasarana perdesaan di 800 desa tertinggal di 148 kabupaten, 29.850 unit PLTS di 952 desa tertinggal; l)Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah Tertinggal (P2SEDT) dengan target 14.800 kader penggerak pembangunan, 1.480 kelompok masyarakat, 148 kabupaten; m)Pemberdayaan keluarga, fakir miskin melalui keterampilan usaha dan pemberdayaan KAT dengan target 101.234 KK fakir miskin; 3.300 keluarga rentan sosial ekonomi; 6.565 keluarga muda mandiri di 33 provinsi, 12.150 KK komunitas adat terpencil, dan pemberdayaan sosial melalui bantuan modal usaha KUBE. Fokus 3. Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil a) Penjaminan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR); b)Penyediaan Skim Penjaminan Kredit UMKM termasuk untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan target tersedianya pendampingan kepada 3.500 UKM oleh 500 BDS; c)Penyediaan Dana Bergulir Untuk kegiatan Produktif Skala Usaha Mikro Dengan Pola Bagi Hasil/Syariah dan Konvensional Termasuk Perempuan Pengusaha dengan target 75.000 UMi/3.000 Koperasi/LKM; d)Bimbingan Teknis/Pendampingan dan Pelatihan Pengelola LKM/KSP
dengan target 2.800 Koperasi/LKM; e)Pelatihan Fasilitator Budaya/Motivasi Usaha dan Teknis Manajeman Usaha Mikro Melalui Koperasi dengan target 1.000 koperasi; f)Pembinaan Sentra-Sentra Produksi UMKM di Daerah Terisolir dan Tertinggal/Perbatasan dengan target 60 sentra/1.700 UMI; g)Fasilitasi Pengembangan Pemasaran Usaha Mikro Melalui Koperasi dengan target 4.300 UMI; h)Penyediaan Dana Melalui Koperasi Untuk Pengadaan Sarana Produksi Bersama Anggota dengan target 125 koperasi; i)Pemberdayaan Ekonomi, Sosial dan Budaya Pelaku Usaha Perikanan dan Masyarakat Pesisir dengan target Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir di 100 kab/kota, berkembangnya usaha perikanan budidaya di 200 kab/kota, penyediaan sarana perikanan tangkap di 33 provinsi dan meningkatnya akses permodalan di 5 lokasi, serta pemberdayaan perempuan pesisir /lembaga adat; j)Pengembangan Agroindustri Terpadu dengan target peningkatan daya saing komoditas hortikultura melalui pembenahan SCM di 62 kab/kota di 22 provinsi; peningkatan pelayanan investasi hortikultura melalui PATIH (Fasilitasi Investasi) terpadu di 32 kawasan daerah sentra produksi potensial lainnya pada 33 provinsi; pembukaan ULIB Baru 300 unit, Integrasi Tanaman-ternak sapi/kerbau 22 klp, UPJA Penetas Unggas dan Pengolah Pakan 25 klp, Industri pengolahan berbasis tepung lokal 29 kab, pengolahan hasil horti di 50 kab, Pengolahan hasil bun di 40 kab, pengolahan hasil ternak di 15 kab. Pengolahan pakan temak di 15 Kab; k)Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Wilayah Perbatasan dengan: target 1 paket; l)Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Wilayah Tertinggal dengan target 2 paket; m)Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh dengan target 2 paket; n)Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT) dengan target berkembangnya kawasan produksi pada 120 kabupaten (termasuk kabupaten NAD-Nias ex. BRR) melalui 1.440 kelompok masyarakat di 360 desa tertinggal; o)Percepatan Pembangunan Pusat Pertumbuhan Daerah Tertinggal (P4DT) dengan target berkembangnya pusat pertumbuhan berbasis lokal pada 44 kabupaten melalui 816 kelompok masyarakat di 204 desa tertinggal; p)Pengembangan Prasarana dan Sarana Desa Agropolitan dengan target terlaksananya pengembangan di 55 kawasan agropolitan (lanjutan). Fokus
4.Pemantapan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang Berkualitas Khususnya Bagi Daerah yang Kinerja Pendidikannya Masih Tertinggal a)Melanjutkan Penyediaan BOS SD unruk 27.130.955 siswa; b)Melanjutkan Penyediaan BOS SMP untuk 9.465.822 siswa; c)Penyediaan Bas Jenjang Pendidikan Dasar (MI/MTs) dengan target 6.142.751 siswa; d)Penyediaan Buku Pelajaran SD dengan target 19.657.292 siswa; e)Penyediaan Buku Pelajaran SMP dengan target 6.700.417 siswa;
f)Penyediaan Buku Pelajaran jenjang Pendidikan Dasar (Bos Buku) MI dan MTs dengan target 6.142.751 siswa; g)Rehabilitasi Sarana dan Prasarana SMP dengan target 5.100 ruang; h)Rehabilitasi ruang kelas MI dan MTs dengan target 1.900 unit; i)Pembangunan SD-SMP satu atap dengan target 750 unit; j)Pembangunan USB SMP dengan target 350 unit; k)Pembangunan RKB SMP dengan target 8.000 ruang; l)Bantuan Pembangunan MI melalui MEDP (ADB) dengan target 205 MI; m)Bantuan Pembangunan MTs melalui MEDP (ADB) dengan target 237 MTs; n)Penyediaan Peralatan Lab SMP dengan target 3.548 sekolah; o)Pembangunan Laboratorium IPA dan Perpustakaan SMP dengan target 3.750 ruang; p)Pembangunan Pusat Sumber Belajar SMP dengan target 3.500 ruang; q)Pembangunan Perpustakaan dan Pusat Sumber Belajar SD dengan target 6.396 sekolah; r)Penyelenggaraan Paket A setara SD dengan target 90.000 orang; s)Penyelenggaraan Paket B setara SMP dengan target 410.000 orang; t)Penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus dengan target 84.693 siswa; u)Penyelenggaraan UASBN (Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional) SD dengan target 5.059.139 siswa; v)Penyelenggaraan UN SMP dengan target 3.727.773 siswa; w)Akreditasi Sekolah Jenjang SD dengan target 32.500 sekolah; x)Akreditasi Sekolah Jenjang SMP dengan target 8.000 sekolah; y)Penyusunan/Pengembangan kurikulum/Bahan ajar/model pembelajaran dengan target 461 Kab/Kota. Foktus 5.Peningkatan Mutu Dan Relevansi Pendidikan Menengah, Tinggi, Dan Non Formal a) Rehabilitasi Ruang Kelas SMA dengan target 970 paket; b)Rehabilitasi Ruang Kelas SMK dengan target 1.200 paket; c)Rehabilitasi ruang ke1as MA dengan target 850 unit; d)Pembangunan USB SMA dengan target 50 paket; e)Pembangunan USB SMK dengan target 225 lokasi; f) Pembangunan RKB SMA dengan target 1.000 paket; g)Pembangunan RKB SMK dengan target 5.000 ruang; h)Bantuan Pembangunan MA me1alui MEDP (ADB) dengan target 549 unit; i)Pembangunan Perpustakaan, Laboratorium dan Workshop SMA dengan target 499 PKT; j)Pembangunan Perpustakaan, Laboratorium dan Workshop SMK dengan target 225 PKT; k)Pembangunan Pusat Sumber Belajar SMA dengan target 50 paket; l)Pembangunan Pusat Sumber Belajar SMK dengan target 50 PKT; m)Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) SMA (Sekolah) dengan target 1.700 PKT; n)Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) SMK [siswa] dengan target 2.786.854 Siswa; o)Akreditasi Sekolah jenjang pendidikan Menengah dengan target 5.900 sekolah; p)Penyelenggaraan UN Jenjang Pendidikan Menengah dengan target 3.618.559 siswa; q)Pengembangan bidang keilmuan (Rumah Sakit Pendidikan) PTN dengan target 13 PT;
r)Pelaksanaan penelitian di Perguruan Tinggi (yang menghasilkan Patent, Jurnal Internasional, Teknologi Tepat Guna, Rekayasa Sosial, Kebijakan Publik, Metodologi, Karya Seni dan Buku Ajar) dengan target 445 Judul; s)Pengadaan Peralatan Laboratorium PT dengan target 164 paket; t)Pembangunan gedung dan lab baru PT dengan target 175.000 m2; u)Pendirian dan Peningkatan Kapasitas Politeknik dengan target 41 politeknik; v)Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Fungsional dengan target 900.000 orang; w)Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan (paket C) dengan target 35.000 orang; x)Penyelenggaraan Kursus dan Magang dengan target 200.000 ORG; y)Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini Melalui Pembangunan Lembaga PAUD dan Penyediaan Bahan Ajar dan Alat Permainan Edukasi dengan target 9.000 lembaga; z)Perluasan akses dan mutu TK (subsidi TK-SD satu atap) dengan target 596 TK; aa)Penyediaan Fasilitas, Koleksi dan Layanan Perpustakaan dengan target terlaksananya pembangunan gedung layanan perpustakaan terbuka Jl. Merdeka Selatan tahap I; Pengadaan 1 perangkat e-library untuk 32 provinsi; 50.000 eksemplar bahan bacaan; bb)Bantuan Fasilitasi Perpustakaan Keliling kepada Perpustakaan Umum Kab/Kota dengan target terlaksananya fasilitasi 60 unit perpustakaan keliling di 60 kabupaten/kota. Fokus 6.Peningkatan Kualitas dan Kesejahteraan Pendidik a)Percepatan Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik (dikedas) dengan target 270.000 orang; b)Percepatan Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik (menengah) dengan target 10.143 orang; c)Peningkatan kualifikasi akademik dosen PT (DN) dengan target 17.389 dosen dengan rincian lanjutan 11.389 dosen dan baru 6.000 dosen; d)Bantuan Peningkatan Kualifikasi Guru Program S2 dengan target 2.000 orang; e)Bantuan Peningkatan Kualifikasi Guru Program S1 dengan target 2.900 orang; f)Peningkatan kualifikasi akademik dosen PT (LN) dengan target 2.500 orang dengan rincian lanjutan 1.000 dosen dan baru 1.500 dosen; g)Peningkatan Mutu dan Profesionalisme guru dengan target 11.267 KK; h)Pengembangan Kemitraan Antara Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Dengan Sekolah Untuk Mendukung Wajib Belajar 9 Tahun dengan target 11.790 orang; i)Percepatan Sertifikasi Akademik Bagi Guru dalam jabatan melalui sistem portfolio dengan target 200.000 ORG; j)Percepatan Sertifikasi Guru Madrasah dengan target 90.000 orang; k)Percepatan Sertifikasi Dosen (PTA) dengan target 2.0000 dosen; l)Subsidi Tunjangan Fungsional Guru Non PNS (Jenjang Pendidikan Dasar) dengan target 341.465 guru; m)Subsidi Tunjangan Fungsional Guru Non PNS (Jenjang Pendidikan Menengah) dengan target 196.348 orang;
n)Tunjangan Fungsional Guru Non PNS RA/MI/MTs/MA dengan target 501.831 orang; o)Tunjangan profesi guru dengan target 307.101 orang; p)Tunjangan profesi guru menengah dengan target 63.349 orang; q)Tunjangan Profesi Guru (Madrasah) NonPNS dengan target 46.445 orang; r)Tunjangan profesi dosen dengan target 12.500 dosen; Fokus 7.Percepatan Penurunan Kematian Ibu dan Anak, Kekurangan Gizi dan Pemberantasan Penyakit Menular; a)Pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak (KIA) dengan target cakupan pelayanan antenatal (K4) 90%, kunjungan neonatus (KN) 87%, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 87%, dan cakupan kunjungan bayi 87%; b)Pemenuhan kebutuhan dokter spesialis dengan target terlaksananya pendidikan 1.740 orang dokter spesialis dan dan 340 mitra dokter spesialis, dan 200 bidan komunitas; c)Penanganan Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada ibu hamil dan menyusui, bayi dan anak balita dengan target penanganan gizi kurang dan gizi buruk (500 ribu anak 6-24 bulan), pemberian vitamin A (80%), pemberian Fe (90%), pencegahan GAKY diukur dengan keluarga yang mengkonsumsi garam beryodium yang cukup (80%); d)Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit (penanggulangan Penyakit Menular) dengan target 100% penderita DBD, Malaria, 100% HIV/AIDS yang ditemukan dan mendapat pengobatan, 80% angka kesembuhan TB dan 95% UCI desa, serta terlaksananya pelayanan kesehatan haji; e)Penanggulangan penyakit flu burung dan kesiapsiagaan pandemi influenza dengan target 100% penderita flu burung yang ditemukan tertangani, terlaksananya pelayanan penanggulangan flu burung di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI); f)Pengembangan UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat) desa siaga dengan target terlatihnya 52.000 kader di desa siaga. Fokus 8.Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan a)Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan Dasar termasuk biaya operasional dengan target tersedianya biaya operasional di 8.114 Puskesmas dan jaringannya; b)Penanggulangan Krisis dengan target tertanggulanginya masalah kesehatan di daerah bencana; c)Pembiayaan Jaminan Kesehatan dengan target 100% klaim pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin terverifikasi; d)Pemenuhan dan Peningkatan Fasilitas Sarana dan Prasarana dengan target tersedianya 4 RS World Class, 330 RS Rujukan PONEK, 75 RS rujukan Unit Gawat Darurat (UGD), 33 RS Rujukan Unit Tranfusi Darah UID), dan 20 RS Lapangan di daerah terpencil dan perbatasan. Fokus 9.Peningkatan Pemanfaatan obat, Pengawasan obat dan Makanan, dan Penyediaan Tenaga Kesehatan a)Penyediaan dan pengolahan obat dan vaksin dengan target penyediaan obat generik esensial (buffer stock), obat flu
burung, obat bencana, obat haji, obat program, dan vaksin; b)Pengujian laboratorium Sampel obat, obat Tradisional, Produk Komplemen, Makanan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dengan target 97 ribu sampel; c)Peningkatan Sarana dan Prasarana termasuk peningkatan kapasitas SDM dengan target tersedianya 35 paket peralatan laboratorium, 11 sarana fisik gedung, terselenggaranya 12 jenis diklat, dan terlatihnya 7.500 orang; d)Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya, serta RS kab/kota terutama di daerah terpencil dan bencana dengan target tersedia dan terlatihnya 12 ribu bidan, terselenggaranya pendidikan 44 ribu calon tenaga kesehatan, tugas belajar 2.580 peserta, terlatihnya 29.728 bidan di desa siaga, 47 ribu kader kesehatan, serta ditempatkannya 300 residen senior. Fokus 10. Pemantapan Revitalisasi Program KB a)Peningkatan Jejaring Pelayanan KB Pemerintah dan Swasta/Non Pemerintah dengan target 70.000 tempat pelayanan KB memberikan promosi dan konseling, dan terciptanya sistem jaminan ketersediaan alat kontrasepsi (JKK) dan pembiayaan program KB terutama bagi rakyat miskin; b)Pembentukan, Pengembangan, Pengelolaan dan Pelayanan KB Pemerintah dengan target (1) 4.850 kecamatan memiliki PIK-KRR yang aktif dan berkualitas; dan (2) terlaksananya sosialisasi dan KIE KRR di 450 Kab/kota dan 33 prov; pengembangan center of exellent di 6 provinsi; c)Peningkatan Akses Informasi dan Pelayanan Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga dengan target (1) 2,5 juta keluarga menjadi anggota BKB aktif, 1,1 juta keluarga menjadi anggota BKR aktif, 1 juta keluarga menjadi anggota BKL aktif, dan 1,3 juta KPS dan KS I anggota UPPKS aktif berusaha; d)Penguatan Jejaring Operasional Lini Lapangan Yang Berbasis Masyarakat dengan target (1) terselenggaranya pembinaan operasional lini lapangan bagi sekitar 25.871 penggerak KB di desa; dan (2) terselenggaranya Advokasi dan KIE Program KBN melalui forum kerjasama LSM dan swasta di Pusat, Prov dan Kab/Kota; e)Pendataan Keluarga dan Individu Dalam Keluarga dengan target (1) seluruh desa/kelurahan menggunakan hasil pendataan keluarga sebagai basis/dasar untuk pembinaan pengelolaan operasional program KB lini lapangan; dan (2) terselenggaranya sistem informasi dan monitoring manajemen Program KB Nasional di pusat, provinsi dan kabupaten/kota; f)Intensifikasi Advokasi dan KIE Program KB Nasional dengan target (1) Toga/Toma tingkat desa berpartisipasi dalam kegiatan advokasi di 17.800 desa/kelurahan; dan (2) terselenggaranya KIE program KB dan KS melalui media massa dan media luar ruang di pusat, provinsi dan kabupaten/kota; g)Peningkatan Kompetensi Petugas dan Pengelola Program KB dengan target (1) terlaksananya pelatihan dasar umum/LDU, refreshing dan pelatihan teknis bagi 25.871 PLKB/PKB serta pengelola KB agar memenuhi standar kompetensi; dan (2) terselengaranya
pendidikan jangka panjang/pendek bagi 580 orang; h)Pembangunan/Pengadaan/Peningkatan Sarana dan Prasarana dengan target pengembangan sistem informasi program KB berbasis IT di Pusat dan 33 Propinsi, dan pengembangan sarana dan prasarana termasuk melanjutkan sarana dan prasarana di wilayah pemekaran. Fokus 11.Peningkatan Pelayanan Infrastruktur Sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) A. Bidang Sumber Daya Air a)Pembangunan Prasarana Pengambilan dan Saluran Pembawa Air Baku dengan target terlaksananya pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembawa untuk air baku dengan debit layanan 4,14 m3/det; b)Pembangunan Tampungan Untuk Air Baku dengan target terlaksananya pembangunan tampungan untuk air baku sebanyak 35 buah; c)Rehabilitasi Tampungan Untuk Air Baku dengan target terlaksananya rehabilitasi tampungan untuk air baku sebanyak 20 buah; d)Rehabilitasi Prasarana Pengambilan dan Saluran Pembawa Air Baku dengan target terlaksananya rehabilitasi prasarana pengambilan dan saluran pembawa untuk air baku sebanyak 4 buah; e)Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengambilan dan Saluran Pembawa Air Baku dengan target terpeliharanya prasarana pengambilan dan saluran pembawa untuk air baku di 5 titik; f)Operasi dan Pemeliharaan Tampungan Untuk Air Baku dengan target terpeliharanya tampungan untuk air baku di 34 lokasi; g)Pembangunan/Peningkatan Prasarana Air Tanah Untuk Air Minum Daerah Terpencil/Perbatasan dengan target terlaksananya pembangunan prasarana air tanah untuk air minum di daerah terpencil/perbatasan di 12 lokasi; h)Rehabilitasi Sarana/Prasarana Pengendali Banjir dengan target terlaksananya rehabilitasi sarana/prasarana pengendali banjir di 49 lokasi; i)Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengendalian Banjir dengan target terpeliharanya prasarana pengendali banjir di alur sungai sepanjang 240 km. B. Bidang Energi a)Pengembangan dan Pemanfaatan Energi dengan target terkoordinirnya pengembangan energi perdesaan, terlaksananya peningkatan aksesibilitas energi perdesaan kerjasama Indonesia, Belanda dan GTZ), tersosialisasinya pemanfaatan biofuel di sektor transportasi terwujudnya pengembangan energi terbarukan non listrik di pulau kecil terluar. terwujudnya peralatan kegiatan produktif desa mandiri energi berbasis BBN dan non BBN, terlaksananya program IMIDAP, terlaksananya pendampingan kegiatan PWS (kerjasama dengan ADB) dan kegiatan pengembangan biogas untuk rumah tangga (kerjasama dengan Belanda). C. Bidang Ketenagalistrikan a)Listrik Perdesaan dengan target rasio desa berlistrik 94% yang dicapai melalui pembangunan listrik perdesaan; 74.565 unit pembangkit listrik tenaga (PLT) surya berkekuatan 5O WP; 15
unit PLT bayu berkekuatan 80 KW; 2 unit PLT mikro hidro (PLTMH) dengan kekuatan 1.806 KW; Gardu Distribusi sebanyak 1.100 buah/53.100 KVA; jaringan tegangan menengah (JTM) sepanjang 2.750 KMS; dan jaringan tegangan rendah (JTR) sepanjang 2.150 KMS. D. Bidang Pos dan Telematika a)Penyediaan Infrastruktur Pos dan Telematika di Daerah Non Ekonomis dengan target jasa layanan pos di 2.350 kantor pos cabang luar kota sebagai pelaksanaan program PSO pos, jasa akses telekomunikasi di 38.471 desa dan internet di 500 desa, dan infrastruktur pemancar televisi di daerah blank spot dan perbatasan di 19 provinsi (pelaksanaan PHLN Improvement of TV Transmitting Station Phrase-I). E. Bidang Permukiman dan Perumahan a)Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Baru dan Perbaikan Rumah di Permukiman Kumuh, Desa Tradisional, Desa Nelayan, dan Desa Eks-Transmigrasi dengan target tersedianya Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Baru dan Perbaikan Rumah di Permukiman Kumuh, Desa Tradisional, Desa Nelayan, dan Desa EksTransmigrasi sebanyak 10.000 unit; b)Fasilitasi dan Stimulasi Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar di Permukiman Kumuh, Desa Tradisional, Desa Nelayan, dan Desa Eks-Transmigrasi dengan target tersedianya Fasilitasi dan Stimulasi Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar di Permukiman Kumuh, Desa Tradisional, Desa Nelayan, dan Desa Eks-Transmigrasi sebanyak 10.000 unit c)Bantuan Pembangunan dan Perbaikan Rumah di Kawasan Perbatasan dan Bencana dengan target terlaksananya Bantuan Pembangunan dan Perbaikan Rumah di Kawasan Perbatasan dan Bencana sebanyak 1000 unit; d)Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat dengan target terlaksananya Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat di 1.669 desa; e)Pembangunan sistem penyediaan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan target terlaksananya Pembangunan sistem penyediaan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah di 41 kawasan; f)Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Swadaya dengan target tersedianya fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Swadaya sebanyak 10.750 unit; g)Penyediaan Salafia dan Prasarana Permukiman di Pulau Kecil/Terpencil dengan target tersedianya sarana dan prasarana permukiman di pulau kecil/terpencil di 32 kawasan. F. Bidang Transportasi a)Pembangunan Jalan di Kawasan Perbatasan dengan target terlaksananya Pembangunan Jalan di Kawasan Perbatasan di 146 km; b)Pembangunan Jalan di Pulau-Pulau Terpencil dan Pulau Terluar dengan target terlaksananya Pembangunan Jalan di Pulau-Pulau Terpencil dan Pulau Terluar sepanjang 52km; c)Pengadaan Bus Perintis dengan target terlaksananya Pengadaan Bus Perintis sebanyak 70 unit; d)Subsidi Operasi Perintis Angkutan Jalan dengan target tesedianya
Subsidi Operasi Perintis Angkutan Jalan di 153 lintas di 21 provinsi; e)Pemberian Subsidi PSO PT KAI untuk pelayanan angkutan KA kelas ekonomi; f)Subsidi Pelayaran Perintis dengan target tersedianya Pelayanan Pelayaran Perintis di 62 trayek; g) Pemberian subsidi PT. Pelni Rp 850 M; h)Subsidi Operasi Lintas Penyeberangan Perintis dengan target tersedianya Subsidi Operasi Lintas Penyeberangan Perintis di 70 lintasan, antar provinsi 8 lintasan untuk 36 buah; i)Subsidi Angkutan Udara Perintis dan Angkutan BBM Penerbangan Perintis dengan target tersebar di 15 provinsi: NAD, Sumut, Sumbar, Kaltim, Kalteng, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sultra, Sulteng, NTT, Maluku, Malut, Papua, dan Papua Barat; j)Peningkatan Infrastruktur Perdesaan Skala Komunitas (PPIP /RIS-PNPM) dengan target 3.200 desa. G. Penanggulangan Lumpur Sidoarjo a)Pembangunan Jalan Nasional dengan target terlaksananya relokasi jalan arteri tara Porong sepanjang kurang lebih 7,2 km terdiri atas 5 paket pekerjaan yaitu: 4 pekerjaan paket jasa konstroksi dan 1 paket jasa konsultasi supervisi/manajemen konstruksi serta pembangunan/pemasangan pipa air bersih sepanjang kurang lebih 7,2 km sebanyak 1 paket jasa konstruksi; b)Pembangunan Sarana dan Prasarana Pengendali Banjir dengan target Terlaksananya 4 paket pekerjaan yaitu 3 paket jasa konstruksi dan 1 paket jasa konsultan; c)Penyelenggaraan, Penelitian, dan Pengembangan dengan target terlaksananya 1 kegiatan swakelola pemantauan dan penanganan dampak deformasi geologi; d)Bantuan Penanggulangan Bencana Alam dan Kerusuhan dengan target terlaksananya 4 kegiatan (pelatihan, bantuan sosial, studi masalah sosial, dan proses verifikasi pembayaran tanah di 3 desa: Kedung-Cangkring, Pejarakan, dan Besuki). H. Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias a)Pembangunan Jalan baru dan Peningkatan Jalan Strategis dengan target 119,8 km di NAD dan Nias, serta Pengembangan Sistem Drainase di 4 kab/kota di NAD; b)Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut dengan target: (1) terlaksananya lanjutan Pembangunan dermaga dan Trestel Pelabuhan Malahayati di Aceh Besar; (2) terlaksananya lanjutan Pembangunan pelabuhan Lhokseumawe di Lhokseumawe; (3) terlaksananya lanjutan Pembangunan dermaga dan Trestel di Kuala Langsa di Langsa; (4) terlaksananya lanjutan Pembangunan Pelabuhan Calang di Aceh Jaya; serta Rehabilitasi Fasilitas Terminal untuk Pelabuhan Udara Sultan Iskandar Muda; c)Fasilitasi Pembangunan Wilayah Tertinggal dengan target: (1) rehabilitasi dan rekonstruksi Kecamatan di NAD-Nias melalui pembangunan 5.000 unit rumah, 200 unit sekolah dan infrastruktur publik; dan (2) melalui IDB-Simeulue Reconstruction Project untuk perbaikan 15 unit sekolah, Puskesmas Pembantu (pustu) 20 unit, perbaikan jalan 37 km, jembatan 140 m, TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dan pasar,
pengadaan peralatan dan mebel air untuk sekolah, rumah sakit, dan pustu, serta perbaikan infrastruktur lainnya (cold storage, gedung serba guna, packing room, ruang generator, jalan dan parkir, rumah operator); d)Pembangunan Gedung Pendidikan Tinggi Agama melalui IDB dengan target terselesaikannya rehabilitasi rekonstruksi IAIN Ar-Raniry; e)Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah tertinggal (P2KPDT) dengan target melanjutkan Proyek SPADA, EDFF-Aceh, dan LED Nias; sehingga terbangunnya infrastruktur ekonomi untuk menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatnya akses pelayanan sosial dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah di 17 Kabupaten di Prov.NAD dan 2 Kab di Nias; f)Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Melanjutkan dengan target terlaksananya Reconstruction of Aceh Land Administration System Project (RALAS) dengan rincian: (1) terlaksananya sertifikasi RALAS 140.000 bidang di Provinsi NAD; dan (2) terlaksananya sertifikasi RALAS 10.000 bidang di Kep. Nias-Provinsi Sumut). g)Peningkatan kehidupan masyarakat dan pengembangan wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Pasca Bencana dengan target Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Kabupaten/Propinsi dan Infrastruktur lainnya, Transisi Pembangunan Ekonomi, Sosial Kemasyarakatan, dan Kelembagaan di 6 wilayah, 25 Kab/Kota. Fokus 12. Reformasi Agraria a)Pengaturan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah, termasuk di dalamnya Redistribusi dan Konsolidasi Tanah dengan target 310.000 bidang, Neraca PGT 100 Kab/Kota, Inventarisasi P4T 1 juta bidang; b)Pengendalian dan Pemberdayaan Kepemilikan Tanah dengan target penertiban tanah terlantar 128 SF; Inventarisasi tanah bekas hak/kritis 120 SP; POKMASDAR TIBNAH 408 kelompok; c)Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah dengan target 1.228.710 Bidang (FRONA dan LMPDP sebanyak 1.065.000 bidang dan RALAS 150.000 bidang), Pertanian 8.065 bidang, Nelayan 2.419 bidang, Transmigrasi 3.226 bidang; 500.000 Ha; 3.072 Titik; d)Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dengan target 2.600 perkara, mencakup operasi tuntas 900 kasus, operasi sidik 100 kasus, pengkajian 1.000 kasus, penanganan perkara dan non-perkara 600 kasus. Fokus 13.Penguatan Lembaga Masyarakat dan Pemanfaatan Kelembagaan Pemerintah Desa a)Pemberdayaan Lembaga dan Organisasi Masyarakat Perdesaan dengan target Bimtek (12 angkatan); Orientasi (7 angkatan); Pelatihan Masyarakat kerjasama dengan Balai Pemberdayaan Masyarakat Malang, Yogyakarta, dan Lampung; b)Pemantapan kelembagaan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan dengan target pengangkatan sekdes menjadi PNS (22.000 Orang); Bintek Administrasi (1.320 Orang); Fasilitasi sosialisasi peraturan (1.980 Orang); Bimtek Keuangan (600 Orang); Penataan Sarpras (680 Orang); Pilot Project PDT (17 Desa); Penyediaan Air Minum dan Sanimas/Pamsimas (15 Provinsi);
c)Peningkatan Kapasitas Aparat Pemda dan Masyarakat dalam Pembangunan Kawasan Perdesaan dengan target terlaksananya pilot project pembangunan kawasan perdesaan berbasis masyarakat di 3 desa, fasilitasi pengembangan lembaga, aparatur dan kader dalam pembangunan perdesaan berbasis masyarakat, pelatihan pengelolaan sampah RT berbasis masyarakat di 15 kabupaten; fasilitasi penyusunan Perda tentang pembangunan kawasan perdesaan berbasis masyarakat; modul pelatihan Sumber Daya Pesisir Beb basis Masyarakat di 33 provinsi. Kegiatan PISEW/RISE di 9 provinsi; 24 kab. II.PERCEPATAN PERTUMBUHAN YANG BERKUALITAS DENGAN MEMPERKUAT DAYA TAHAN EKONOMI YANG DIDUKUNG OLEH PEMBANGUNAN PERTANIAN, INFRASTRUKTUR, DAN ENERGI SASARAN Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Percepatan Pertumbuhan yang Berkualitas dengan Memperkuat Daya Tahan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur, dan Energi pada tahun 2009 adalah sebagai berikut. 1.Meningkatnya investasi dalam bentuk pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 12,1 persen. 2.Meningkatnya ekspor non-migas sekitar 13,5 persen. 3.Meningkatnya jumlah perolehan devisa dari sektor pariwisata menjadi sekitar USD 8 miliar dan meningkatnya wisatawan nusantara menjadi sekitar 226 juta perjalanan. 4.Tumbuhnya pertanian, perikanan, dan kehutanan sebesar 3,7 persen yang terdiri dari pertumbuhan tanaman bahan pangan sebesar 4,9 persen, perkebunan sebesar 4,4 persen, peternakan dan hasilnya sebesar 4,9 persen, dan perikanan sebesar 5 persen. 5.Tumbuhnya industri pengolahan non-migas sebesar 6,0 persen. 6.Menurunya tingkat pengangguran terbuka menjadi 7-8 persen dari angkatan kerja ARAH KEBIJAKAN, FOKUS, Dalam rangka mencapai kebijakan sebagaimana 22, Bab 31 dan Bab 32 sebagai berikut
DAN KEGIATAN PRIORITAS sasaran pembangunan tersebut ditempuh arah dalam Bab 16, Bab 17, Bab 18, Bab 19, Bab Buku II dengan fokus dan kegiatan prioritas
EKONOMI-dengan fokus pertumbuhan Fokus 1. Meningkatkan Daya Tarik Investasi a)Penyederhanaan prosedur, peningkatan pelayanan dan pemberian fasilitas penanaman modal dengan target Terwujudnya peningkatan pelaksanaan pelayanan penanaman modal dan operasional kelembagaan 3 UPIT (Unit Pelayanan Investasi Terpadu) di Pekanbaru, Manado, dan Kendal, dan penyediaan sarana dan prasarana 3 UPIT; b)Pembangunan/Pengadaan/Peningkatan Sarana dan Prasarana Investasi dengan target terbangunnya satu sistem pelayanan informasi & perizinan investasi secara elektronik (SPIPISE) secara bertahap di 33 Prov & 50 Kabupaten/Kota dan 16 Instansi Terkait; c)Strategi kebijakan percepatan pengembangan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dengan target terlaksananya koordinasi perumusan kebijakan yang antara lain dalam bentuk PP Penetapan Wilayah KEK, PP Kelembagaan dalam pelaksanaan KEK, PP Fasilitas insentif pengembangan KEK; d)Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Investasi (KEKI) dengan target Penyusunan 4 Peraturan Pemerintah dan sosialisasi UU KEK di 12 provinsi dan 4 negara; e)Peningkatan promosi investasi di dalam negeri dengan target Indonesia Investment Expo sebanyak 15 kali, seminar 8 kali di dalam negeri, talk show 3 kali di dalam negeri, publikasi melalui inflight magazine penerbangan nasional, koran nasional (bilingual), information kit dalam 5 bahasa (Inggris, Mandarin, Arab, Jepang, dan Indonesia); f)Peningkatan promosi investasi terintegrasi di luar negeri dengan target Marketing Intelligence (MI) di 12 negara ; Pemberdayaan Kantor Investasi Luar Negeri (KILN) di 7 negara ;Marketing Investasi Indonesia (MII) di 5 negara, promosi investasi nasional Indonesia melalui media cetak internasional; g)Modernisasi Administrasi Kepabeanan dan Cukai dengan target terbentuknya 2 kantor KPU dan penerapan National Single Window (NSW), peningkatan kinerja kepabeanan dan cukai, pembangunan dermaga; h)Pemantapan Koordinasi Penegakan Hukum di Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dengan target tersusunnya 24 laporan hasil pengawasan/pemeriksaan/penyidikan dan pengenaan sanksi atas pelanggaran hukum di bidang pasar modal dan lembaga keuangan; serta tersusunnya 38 pedoman/manual/peraturan yang melandasi pengawasan, pemeriksaan penyidikan dan pengenaan sanksi atas pelanggaran hukum, termasuk pengaturan terhadap lembaga pembiayaan seperti Indonesia Infrastructure Fund. Fokus 2.Peningkatan Ekspor Bernilai Tambah Tinggi dan Diversifikasi Pasar a)Penyelenggaraan Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC) dengan target meningkatnya kapasitas kelembagaan 14 ITPC dalam rangka penetrasi pasar ekspor tradisional dan non tradisional, serta berdirinya 6 ITPC baru; b)Pengembangan promosi dagang dengan target partisipasi pada 33 pameran dagang internasional di dalam dan luar negeri, 3 kegiatan Indonesian week dan misi dagang di 7 negara potensial; c)Penyelenggaraan dan Pengembangan Pusat Promosi Terpadu (Indonesian Promotion Office/IPO) Bidang Pariwisata, Perdagangan dan Investasi dengan target penyelenggaraan 1 IPO yang ada dan pendirian 1 IPO baru; d)Peningkatan Kualitas dan Design Produk Ekspor, Dalam Rangka Indonesian Design Power dengan target Meningkatnya kualitas 150 produk; terbentuknya 7 lokasi/daerah yang dapat melayani peningkatan pengemasan produk pangan UKM; dan terdaftarnya 1000 merek/produk; e)Pembentukan dan Pengembangan Nasional Single Window (NSW) dan Asean Single Window (ASW) dengan target pengembangan sistem perijinan ekspor dan impor secara elektronik dalam rangka pelaksanaan National Single Window (NSW) dan ASEAN Single
Window (ASW) untuk mendukung pasar tunggal ASEAN (77 perijinan online); dan terlaksananya pilot project NSW di 3 (tiga) pelabuhan utama; f)Koordinasi Pelaksanaan Tim National Single Window (NSW) dengan target 5 lap hasil peninjauan lapangan di negara maju, 5 lap raker, 5 rekomendasi rapat, 2 lap monitoring, 3 konsep per UU; g)Peningkatan Partisipasi Aktif dalam Perundingan di Berbagai Fora Internasional dengan target partisipasi aktif dalam 175 sidang internasional (termasuk penyelenggaraan sidang) baik yang bersifat bilateral regional, dan multilateral; h)Fasilitasi Pengembangan Destinasi pariwisata unggulan berbasis alam, sejarah, budaya, dan olahraga dengan target terselenggaranya 90 kegiatan dukungan pengembangan kepariwisataan di 15 destinasi unggulan pariwisata; i)Peningkatan Kegiatan Meeting, Incentives, Conferences and Exhibitions (MICE) dengan target terselenggaranya 15 kegiatan fasilitasi penyelenggaraan MICE di dalam negeri dan di luar negeri; j)Pengembangan sarana dan prasarana promosi pariwisata dengan target terselenggaranya 100 kegiatan promosi melalui media cetak dan elektronik yang digunakan dalam pemasaran pariwisata Indonesia; k)Pendukungan pengembangan kebijakan pemasaran dan promosi pariwisata daerah dengan target terselenggaranya 48 kegiatan dukungan promosi pariwisata dalam rangka partisipasi event di 33 provinsi; l)Pengembangan kebijakan SDM kebudayaan dan pariwisata nasional dengan target terselenggaranya diklat peningkatan kompetensi untuk 1.000 pelaku kepariwisataan di 15 destinasi pariwisata unggulan; m)Pendukungan pengembangan kapasitas pengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan dengan target terselenggaranya diklat aparatur pemerintah daerah untuk 990 peserta bidang kebudayaan dan kepariwisataan di 33 provinsi. Fokus 3. Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional a)Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Pertanian dan Pengembangan Kawasan dengan target (1) Terlaksananya pengawalan peningkatan produksi & produktivitas komoditas serealia dan kabi di 33 provinsi, (2) Pengembangan kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar di 100 kab, (3) Pengembangan tanaman pangan unggulan lokal (shorgum, gandum, tal; (1) Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura melalui penerapan GAP di 33 provinsi, (2) berkembangnya 32 komoditas hortikultura di 29 provinsi, 90 kab /kota, (3) terselenggaranya manajeman pengembangan hortikultura di 33 provinsi; Produksi dan distribusi 3 juta ds semen beku, Pengadaan 1829 ekor pejantan dan fasilitasi 2 Balai inseminasi buatan, serta POPT inseminator; b)Bantuan Benih/Bibit Sarana Produksi Pertanian dan Perbaikan Mekanisme Subsidi Pupuk dengan target: Pertama, tersalurkannya bantuan benih untuk SL-PTT: (1) padi non hibrida 25.000 ton (1 juta ha); (2) Padi hibrida 750 ton (50 ribu ha), (3) jagung hibrida 1.125 ton (75.000 ha), (4)
kedelai 4.000 ton, (5) koordinasi dan pengawalan di 32 provinsi; Kedua, terselenggaranya kegiatan operasional dalam rangka pengembangan perbenihan (operasi BBPPM.BTPH, 29 BPSBTPH, 60 BBI, pembinaan 1000 penangkar (5.000 ha), pembinaan & pengembangan perbenihan di pusat dan 33 provinsi; Ketiga, perbanyakan benih hortikultura dan operasionalisasi BBh di 32 provinsi, operasional lab kultur jaringan di 20 provinsi dan penguatan kelembagaan BPSB TPH di 30 provinsi ditambah dengan BPMB TPH cimanggis, Bantuan benih kepada penangkar hortikultura di 23 propinsi, 90 kab/kota, terselenggaranya pembayaran BOP Pengawsan benih (522 orang), terselenggaranya operasional kelembagaan perbenihan; Keempat, pembangunan Kebun Bibit Tebu 1.200 ha, Bongkar Ratoon Tebu 3.000 Ha, KTG 1.760 Ha, Perluasan Areal Tebu 500 ha, rekrutmen dan operasional Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) dan Petugas Lapang Pembantu TKP (PL-PTKP) 224 orang; c)Peningkatan Penanganan Pasca Panen dan Pemasarana Komoditas Pertanian dengan target revitalisasi penggilingan padi kecil 1.500 unit, Gudang pengering padi 139 kab, Operasionalisasi Silo Jagung 56 unit, Revitalisasi Silo 18 unit, Cold Room 24 lokasi, Lantai Jemur 138 Kab, Revitalisasi STA dan Kemitraan 50 unit, Operasionalisasi Pasar Tani 34 lokasi, Revitalisasi LDM 10 unit, Petugas informasi; pasar 300 petugas dan sistem informasi harga/pasar di 110 kab, Rehab pasar hewan 15 kab; d)Penyediaan Dana Subsidi Bunga Kredit Ketahanan Pangan dan Energi e)Penyediaan Dana Subsisi Pupuk dengan target produksi Urea sebanyak 4 juta ton, SP-36 sebanyak 700 ribu ton, ZA sebanyak 600 ribu ton, NPK sebanyak 1,5 juta ton, dan pupuk organik sebanyak 900 ribu ton t)Penyediaan Dana Subsidi Benih dengan target padi non hibrida 95.000 ton, jagung komposit 2.000 ton, jagung hibrida 3.000 ton dan kedelai 2.000 ton serta Cadangan benih nasional sebanyak 48.000 ton padi non hibrida, 6.800 ton jagung hibirda dan 12.300 ton kedelai; g)Penyediaan Dana Alokasi Khusus Untuk Mendukung Peningkatan Ketahanan Pangan dengan target sarana dan prasarana perbenihan tanaman Pangan, pengadaan pangan dan infrastruktur pangan; h)Pengembangan Desa Mandiri Pangan dan Penanganan Rawan Pangan dengan target meningkatnya kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah ketersediaan, distribusi dan rawan pangan, penguatan kelembagaan pangan di pedesaan, pengembangan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) pada 1103 desa mandiri pangan di 240 kab serta pemberdayaan lumbung pangan/tunda jual di 33 provinsi; pengembangan PIDRA di 14 kabupaten (3 provinsi); i)Diversifikasi Pangan dengan target terlaksananya gerakan pangan beragam, bergizi seimbang bersumber pangan lokal melalui peningkatan peran 412 UMKM pangan/usaha makanan tradisional, 201 SD/MI, ibu hamil, menyusui dan balita di 32 provinsi pada 201 Kab/Kota, dan Kampanye melalui berbagai media (cetak dan elekttonik); Peningkatan partisipasi mahasiswa/Perguruan Tinggi dalam percepatan diversifikasi pangan; j)Penyediaan cadangan beras pemerintah dengan target 500 ribu ton;
k)Pengembangan Pembibitan Sapi dengan target pengadaan 2.231 ekor Brahman eks-impor dan fasilitasi 8 UPT Pembibitan; l)Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), Penyakit Hewan, Karantina Dan Peningkatan Keamanan Pangan dengan target (1) Operasional BBPOPT-Jatisari, (2) Operasional BPMPT, (3) Operasionalisasi 29 BPTPH provinsi dengan lingkup ketia meliputi 429 kab, (4) penanggulangan OPT dan dampak fenomena iklim (brigade proteksi) di 33 provinsi, (5) pembinaan pengembangan perlindungan tanaman di pusat dan 33 provinsi, (6) pengawasan pestisida di 33 provinsi, (7) insentif 3.051 POPT/PHP, (8) kontrak 1.300 THK-POPT; m)Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung Pada Hewan dan Restrukturisasi Perunggasan dengan target vaksinasi AL 50 jt ds, Biosecuriti 600 rr ltr Depopulasi, Kompensasi 200rb ekor dan Penataan unggas di pemukiman di 40 lokasi; n)Pembangunan/Peningkatan Jaringan Irigasi dengan target seluas 68.900 ha; o)Rehabilitasi Jaringan Irigasi dengan target seluas 239.000 ha; p)Peningkatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif (WISMP) dengan target terlaksananya kegiatan di 15 Propinsi, 100 Kabupaten/Kota; q)Peningkatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif (PISP) dengan target terlaksananya kegiatan di 6 Propinsi, 25 Kabupaten/Kota; r)Pembangunan/Peningkatan Jaringan Rawa dengan target seluas 22.000 ha; s)Rehabilitasi Jaringan Rawa dengan target seluas 170.000 ha; t)Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi dengan target terpeliharanya jaringan irigasi seluas 2.100.000 ha; u)Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Rawa dengan target terpeliharanya jaringan rawa seluas 535.000 ha; v)Koordinasi, monitoring & evaluasi, stabilisasi harga bahan pokok, cadangan pangan dan penanganan pangan strategis dengan target 6 rumusan kebijakan stabilisasi harga bahan pokok cadangan pangan dan penanganan pangan strategis. Fokus 4.Peningkatan Kualitas Pertumbuhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan a)Peremajaan Tanaman Perkebunan Rakyat dan Pengembangan Perkebunan Komersial (Bahan Baku Energi) dengan target (1) Pengembangan Kapas Rakyat 25.000 ha, Rekrutmen dan Operasionalisasi TKP dan PLPTKP Kapas 164 Orang, Peremajaan Kelapa Rakyat 8.000 ha, Pengembangan Kako Non Revit, Karet, Jambu Mete, Kopi dan Tembakau seluas 10.000 ha, pengembangan teh 300 ha, Lada 800 ha, cengkeh 700 ha dan pala 400 ha, Pengembangan komoditi spesifik (gambit, nilam, akar wangi, wijen, jarak kepyar, panili) seluas 2.500 ha; Pengembangan Komoditi Potensial (Kina, Pinang, Aren, dan sagu) seluas 177 Ha; Pengawalan Revitalisasi Perkebunan (Karet, Kakao dan Kelapa sawit) seluas 529.000 ha, Rekruitmen dan Operasionalisasi TKP dan PLPTKP Revit (724 orang), Rehab Bangunan UPP 27 unit, Sepeda Motor 181 Unit; Penguatan Kelembagaan, Pembangunan kebun induk jarak pagar 409 ha dan Pengutuhan Tanaman jarak Pagar seluas 2.200 ha; Pengembangan sumber benih kakao 15 provinsi, karet 14 provinsi,
kopi 15 provinsi, lada 6 provinsi, jambu mete 7 provinsi dan kelapa 8 provinsi; (2) Meningkatnya kapasitas 183.935 TCD, mendorong terbangunnya 8 PG baru, meningkatnya overall recovery di atas 85%, areal tanam 275.000 ha, produksi hablur 2.300.000 ton, ha; Kelapa rakyat 30.000 ha; lada 800 ha. Kebun IP3; b)Penelitian dan Diseminasi Inovasi Pertanian (PRIMATANI dan Sekolah Lapang PTT) dengan target: Pertama, 12 formulasi kebijakan resposif pengembang tanaman pangan. 12 varietas baru ton pangan, 4 paket pengelolaan plasma nutfah, 8 paket data potensi SBL; 6 komponen teknologi pengolahan tanah dan pemupukan, 5 komponen teknologi informasi iklim, cuaca dan lingkungan pertanian; 4 kandidat padi, tomat, kentang, kapas, transgenik, sidik jari DNA 45 ton pangan, 1 paket rumusan kebiajakan biotek pertanian, 18 BPTP penguatan kelembagaan, metode diseminasi dan isu jalinan lokasi pengembangan perdesaan SUID di 209 lokasi/desa primatani berbasis tanaman pangan dan peternakan; Kedua, 24 paket teknologi sistem produksi sayuran, buah tropika dan tanaman hias; 74 inovasi sistem produksi letupan penyakit zoonis dan keamanan pangan; 5 paket teknologi pasca panen; 13 rekayasa alat mektan; 24 paket teknologi sistem produksi, pemuliaan, pengelolaan plasma nutfah sayuran, buah tropika, ton mas; 74 inovasi sistem produksi ton rempah-obat, biofarmaka, kelapa, tan serat, dan penerapan teknologi mutakhir kelapa sawit, karet, kopi, kakao, the, kina, tebu di 24 prop; 5 galur teroak unggul, 3 paket teknologi pakan ekonomis, 7 paket informasi antisipasi letupan penyakit zoonosis dan keamanan pangan, 5 paket teknologi pasca panen, 13 rekayasa alat mekamsasi pertaman, 13 paket rumusan kebijakan pengembangan agribisnis dan ekonomi pedesaan, 33 paket teknologi spesifik lokasi, terbentuknya AIP dan SUID di 222 desa & 5.000 unit replikasi PRIMATANI berbasis horti dan perkebunan; c)Penyediaan Subsidi Bunga Penyediaan Energi Nabati Dan Revitalisasi Perkebunan dengan target tersedianya subsidi bunga untuk pembangunan, rehabilitasi dan peremajaan kebun (komoditas kelapa sawit, kakao dan karet); d)Mekanisasi Pertanian Pra dan Pasca Panen Penyediaan dengan target tersalurkannya bantuan (1) pembelian traktor (R-2) 2.600 unit, (2) bantuan alat bengkel 250 paket, (3) terselenggaranya koordinasi & pengawalan di 32 provinsi; terselenggaranya alat dan mesin pertanian bagi pengembangan hortikultura di 16 kawasan hortikultura di 16 kawasan hortikultura potensial, 16 provinsi, 30 kabupaten/kota; pembangunan RPUSK. sebanyak 8 unit; kelembagaan pasca panen 45 kab, pengujian Mutu Alsintan, rehab RPH, RPU 30 kabupaten; e)Magang Sekolah Lapang dan Pelatihan Pendidikan Pertanian dan Kewirausahaan Agribisnis dengan target: Pertama, terselenggaranya: (a) SL-PTT -Padi 40 ribu kel, SL-PTT padi hibrida 5.000 kelompok, SL-PTT jagung hibrida 5.000 kelompok, SL-PTT kedelai 10.000 kelompok; (b) SLPHT 500 unit; (c) SL-Iklim 100 unit; (d) Pelatihan penagkar benih 25 unit; (e) Pelatihan UPJA dan bengkel alsin 20 unit; Kedua, terselenggaranya sekolah lapang (SL) penerapan GAP/SOP dan
pengendalian hama terpadu (PHT) Pada 33 provinsi; Ketiga, terselenggaranya magang pada 125 kelompok SL-PHT Perkebunan; Keempat, terdidik dan terlatihnya 10.000 petugas, petani/calon petani di bidang pertanian dan kewirausahaan agribisnis; f)Peningkatan Sistem Penyuluhan dan Sumberdaya Manusia Pertanian serta Pengembangan Kelompok Tani dengan target (1) Biaya operasional 31.379 orang penyuluh PNS dan 26.000 penyuluh kontrak; Fasilitasi pembangunan/renovasi BPP dan kegiatan penyuluhan melalui Farmer Empowerent Through Agricultural Technology and Information (FEATI) di 71 kabupaten/18 provinsi. Pembinaan 100.000 Poktan dan 3.200 Gapoktan; (2) Pemberdayaan Kel. Tani 50 paket, Sekolah Lapang 50 paket, PIP 50 paket; g)Pembinaan dan pengembangan sistem usaha perikanan dengan target terbinanya dan berkembangnya sistem usaha perikanan di 33 provinsi; pelayanan usaha penangkapan di 21 UPT pelabuhan perikanan; 10 klaster industri perikanan; 6 lokasi buffer stock rumput laut; serta sertifikasi 1.500 persil lahan nelayan; h)Peningkatan mutu dan pengembangan pengolahan hasil perikanan dengan target pengembangan sistem rantai dingin di 33 provinsi, penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PPMT) di 33 provinsi, pengembangan sentra pengolahan hasil perikanan di 10 lokasi, meningkatnya kompetensi dan kapasitas 39 Laboratorium Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) dan tersusunnya 20 SNI.; i)Pengembangan dan penyelengggaraan karantina perikanan dan sistem pengelolaan kesehatan ikan dengan target terselenggaranya sistem pengelolaan kesehatan ikan di 33 provinsi dan berkembangnya 43 UPT Karantina Perikanan; j)Penyelenggaraan revitalisasi perikanan dengan target penerapan sertifikasi cara budidaya ikan yang baik di 350 kab/kota, intensifikasi usaha budidaya perikanan 871.000 ha, introduksi benih unggul, peningkatan tenaga pendamping teknologi, pengembangan seaweed center di Lombok, verifikasi unit pengolahan ikan di 33 provinsi, penanggulangan penggunaan bahan kimia berbahaya di 21 lokasi, terbentuknya otorita kompeten tingkat provinsi di 6 lokasi, berkembangnya sarpras pengolahan dan pemasaran di 6 pelabuhan perikanan.; k)Penyediaan subsidi pupuk dan benih ikan dengan target tersalurkannya subsidi (pengganti selisih harga) benih udang, nila, rumput laut, patin, kakap, lele, ikan mas, dan gurame di 33 Provinsi; l)Penyediaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kelautan dan Perikanan dengan target meningkatnya sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap dan budidaya, peningkatan mutu, pengolahan, pemasaran hasil perikanan, pengawasan, serta pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; m)Pengelolaan sumber daya perikanan secara bertanggung-jawab dan berkelanjutan dengan target terkelolanya sumberdaya ikan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan di 10 lokasi Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP); n)Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana perikanan
serta input produksi lainnya dengan target pengembangan/ rehabilitasi dan bantuan operasionalisasi 21 UPT Pelabuhan Perikanan, dan 25 pengkalan pendaratan ikan (PPI); serta beroperasinya syahbandar di 41 lokasi, 53 balai benih ikan dan balai benih udang; o)Penguatan dan pengembangan pemasaran da1am negeri dan ekspor hasil perikanan dengan target terfasilitasinya kerjasama antar lembaga pemasaran, berkembangnya sarpras pemasaran di 25 lokasi, terselenggaranya promosi dan diplomasi pemasaran di 3 kawasan pasar ekspor, terse1enggaranya sosialisasi gemar makan ikan di 33 provinsi, dan terselenggaranya pembinaan eksportir; p)Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan dan Peningkatan Sistem Penyuiuhan dengan target berkembangnya SDM kelautan dan perikanan melalui 12 Sekolah/Akademi/Sekolah Tinggi dan 6 Ba1ai pelatihan, serta perkuatan sistem penyuluhan perikanan dan pengembangan 3.000 orang penyuluh, operasional 10 unit perahu penyuluh dan 1 unit kapal latih; q)Pengembangan rekayasa teknologi terapan perikanan dengan target dihasilkannya 8 paket teknologi terapan penangkapan ikan, 12 teknologi terapan budidaya perikanan dan 26 teknologi produk bernilai tambah tinggi; r)Pengembangan Sistem Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan dengan target terselenggaranya 180 hari operasi terpadu, operasional 23 kapal pengawas, terbentuknya 88 POKMASWAS, terselenggaranya pentaatan & penegakan hukum, pengembangan 5 UPT, tersedianya sarana dan prasarana pengawasan; s)Pengembangan Pengelolaan Pemanfaatan Hutan Alam dengan target 30 Unit IUPHHK bersertifikat PHPL mandatory; 50 unit HPH me1aksanakan sistem silvikultur intensif; t)Pengelolaan Hutan Produksi yang tidak Dibebani Hak/Ijin Pemanfaatan dengan target Terbentuknya HPH, HTI, dan HTR seluas 3,2 juta ha pada kawasan yang belum dibebani hak/ijin dalam bentuk IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, HTR dan IUPHHBK.; u)Pengembangan Hutan Tanaman dan Hutan Tanaman Rakyat dengan target pembangunan HTI seluas 300.000 ha, dan HTR seluas 300.000 ha; v)Pengembangan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat dengan target pengembangan HTI se1uas 1,3 juta ha; dan terselenggaranya pengembangan HTI dan HTR melalui skema BLU; w)Perencanaan dan Pengembangan Hutan Kemasyarakatan dengan target terfasilitasinya perijinan seluas 400.000 ha di 25 provinsi; x)Restrukturisasi Industri Primer Kehutanan dengan target peningkatan produksi industri pengolahan dan pemasaran hasil hutan sebesar 5%; diversifikasi produk olahan; y)Pengembangan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dengan target terbentuknya sentra HHBK (bambu seluas 2.605 ha di 12 provinsi, sutera alam seluas 160 ha, sentra rotan seluas 250 ha, sentra gaharu 800 ha, sentra madu 12 unit) serta sentra HHBK unggulan seluas 250 ha.; z)Pengembangan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam dengan target meningkatnya pengembangan hutan kota, meningkatnya produk tumbuhan dan satwa liar (TSL) dan jasa lingkungan 2% dari
tahun 2008, dan meningkatnya budidaya dan penangkaran TSL; aa)Perencanaan, Pembangunan, dan Kelembagaan Hutan Rakyat dengan target terselesaikannya pengembangan model rehabilitasi DAS; Terlaksananya monitoring dan evaluasi daerah rawan bencana (banjir, longsor, biofisik, sosek). Fokus
5.Peningkatan Kapasitas Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Global a)Integrasi Tanaman-Ternak, Kompos, dan Biogas dengan target: Pertama, tersalurkannya bantuan untuk pembuatan pupuk organik di 300 kelompok tani; (2) 150 unit rumah kompos; (3) terselenggaranya koordinasi dan pengawalan dalam pengembangan pupuk organik di 33 provinsi; Kedua, pengembangan Integrasi Kelapa Sawit Ternak 12 Paket, Kakao ternak 4 paket dan Kopi ternak 3 paket; Ketiga, Batamas sapi potong/perah 200 klp dan Denplot 30 klp; b)Pengembangan Pertanian. Organik dan Pertanian Berkelanjutan dengan target: (1) Berkembangnya hortikultura organik di 6 provinsi, penanganan daerah rawan longsor di 15 kab/kota pada 5 provinsi; (2) Diterbitkannya sertiftkasi 30 produk pertanian, pembinaan mutu 33 provinsi, Operasionalisasi OKKPD, OKPO, Berkembangnya usaha pengolahan kompos dan biogas di 100 kab; c)Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dengan target Terlaksananya kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di 7 wilayah pesisir (pantai Barat Sumatera, Pantai Utara Jawa, Sulawesi, Maluku, Bali, NTB, dan NTT); d)Peningkatan Pengelolaan TPA/Sanitary Landfill/Sistem Regional dengan target terlaksananya peningkatan pengelolaan TPA/sanitary landfill/sistem regional di 86 kabupaten/kota; e)Pengembangan pengelolaan konservasi laut dan perairan dengan target berkembangnya pengelolaan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) di 26 lokasi dan 2 UPT konservasi; f)Pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang, mangrove, padang lamun, estuari dan teluk dengan target terkelolanya dan terehabilitasinya terumbukarang di 15 kab /kota dan 8 provo serta 16 Kab /kota; g)Pengelolaan Taman Nasional Model dengan target terwujudnya kelembagaan pengelolaan kolaboratif di 21 taman nasional model, terlaksananya pengembangan 3 TN dalam rangka DNS; h)Rehabilitasi Lahan Kritis dan Prioritas dengan target perencanaan Gerhan seluas 1,3 juta ha di lahan kritis , DAS prioritas tahun sebelumnya. i)Perencanaan dan Pembinaan Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial dengan target terbangunnya sumber benih seluas 1.500 ha di 12 provinsi, terselenggaranya RHL sebagai pengendali banjir di Jabodetabekjur; serta terselenggaranya rehabilitasi lahan gambut di Provinsi Kalimantan Tengah; j)Pengendalian kebakaran hutan dan lahan dengan target: (a) terlaksananya pencegahan dan pengendalian kebakaran di 10 provinsi rawan 314 daops; dan (b) menurunnya hot spot 0-10% dari tahun 2006; k)Pengamanan Hutan dengan target operasi pengamanan hutan di 10 provinsi; penyelesaian kasus hukum kejahatan kehutanan 50 %
dari kasus yang ditangani Dephut; l)Pengendalian Pencemaran Lingkungan dengan target menurunnya beban pencemaran lingkungan dari berbagai sumber pencemaran terkait perubahan iklim, terutama meningkatnya status ketaatan 650 industri terhadap pengendalian pencemaran lingkungan, pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di 16 kota, pemantauan Udara Ambien Kontinyu (AQMS) di 10 kota dan Passive Sampler di 30 kota, pengendalian pencemaran air, serta reduksi timbunan sampah melalui pelaksanaan 3R (reduce, reuse, recycle); m)Pengendalian Kerusakan Lingkungan dengan target meningkatnya kapasitas dalam meningkatkan upaya pengendalian dampak perubahan iklim di pusat dan daerah, serta pengendalian kerusakan lingkungan daerah berbagai kegiatan, termasuk pengawasan dan sistem insentif melalui Program Menuju Indonesia Hijau (MIH), serta terlaksananya penghapusan 30 metrik ton BPO di sektor chiller dan metered dose inbealer (MDI); n)Penyedian Dana Alokasi Khusus untuk Mendukung Pengendalian Pencemaran Lingkungan dengan target tersedianya sarana dan prasarana kelembagaan dan sistem informasi pemantauan, pengendalian pencemaran lingkungan, dan perlindungan sumber daya air di 434 kab/kota; o)Pengembangan Sistem Observasi dan Telekomunikasi dengan target terbangunnya sistem observasi dan telekomunikasi serta instrumentasi dan kalibrasi, 3 paket; p)Pengembangan Sistem Data dan Informasi Klimatologi, Meteorologi dan Geofisika dengan target terbangunnya sistem data dan informasi meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika, 3 paket; q)Pengembangan Penelitian Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dengan target tersusunnya laporan deteksi dan skenario perubahan iklim serta dampaknya di 33 provinsi dan model prakiraan trayektori polutan udara, di 6 kota besar, serta terlaksananya validasi AWS 7 sensor dalam rangka uji model numerik cuaca skala nasional dan provinsi; r)Meteorological Early Warning System (MEWS) dengan target terbangunnya sistem peralatan MEWS yang meliputi 2 unit radar cuaca dan ground satelite receiver di 3 takagi, AWS 33 lokasi dan automatic rain gauge di 11 lokasi serta 1 set sistem komunikasi dan integrasi; s)Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Koordinasi Penataan Ruang Dalam Rangka Mendukung Upaya Pengendalian Penataan Ruang dengan'target tersedianya tenaga yang memiliki pemahaman dan pengetahuan untuk mengelola penataan ruang di Provinsi dan kab/kota, terciptanya hubungan dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dalam proses penataan ruang; t)Penguatan Koordinasi Dalam Rangka Mendukung Upaya Pengendalian Penataan Ruang di Pusat dan Daerah dengan target meningkatkan koordinasi penataan ruang dan pemantapan kelembagaan BKTRN dan BKPRD; u)Operasionalisasi RTR Pulau, RTRWN, RTRWP, RTR Kab/Kota dengan target terselenggaranya operasionalisasi RTRWN, RTR Pulau, RTRWP, RTR kab/kota serta terselenggaranya forum lintas
pelaku penataan ruang; v)Pembinaan Manajemen Penyelenggaraan Penataan Ruang dengan target terselenggaranya pembinaan manajemen penyelenggaraan penataan ruang dalam rangka mendukung turbinlakwas penataan ruang; w)Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang dengan target tersedianya peta dasar rupabumi 1 :50 K Papua dan Pantai Barat Sumatera; x)Pembangunan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) dengan target dukungan kegiatan JBIC Loan, data utilisasi, networking, PMO, IGTE dan kerjasama ASEAN; Kegiatan Konsultan service I, Konsultan Service II Networking, Data Akuisisi dan Produksi; y)Pemetaan Batas Wilayah dengan target terselenggaranya kajian dan pemetaan Batas Internasional, dokumen submisi klaim LKI diluar 200 nm, kajian dan pemetaan geopolitik perbatasan nasional, regional dan global; Kajian dan pemetaan batas maritime Indonesia dengan 10 negara tetangga; Survei, demarkasi dan pemetaan darat dengan PNG, RDTL, dan Malaysia serta pemeliharaan tanda batas negara dan pemetaan etnik perbatasan, fasilitasi dan penyediaan peta batas dan wilayah pemerintahan daerah serta kajian penyelesaian konflik batas antar daerah; z)Pengembangan Sistem Manajemen Penanganan Bencana dengan target 7 paket; aa)Penanggulangan Pasca Bencana dan Kerusuhan Sosial dengan target 2 paket; Fokus 6.Revitalisasi Industri Manufaktur a)Peningkatan Iklim Usaha Industri dengan target fasilitasi pemerintah terhadap 30 klaster industri dan pengembangan kompetensi inti industri daerah di 70 kabupaten/kota; b)Restrukturisasi Permesinan Industri Restrukturisasi dengan target restrukturisasi teknologi process dan teknologi energi bagi 90 perusahaan termasuk revitalisasi industri gula; c)Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri dengan target tersedianya data Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) bagi 300 produk serta 1 kali Pameran Produksi Indonesia Tingkat Nasional; d)Fasilitasi Pengembangan Kawasan Industri dengan target 8 kawasan dan 4 paket penyiapan pengembangan kawasan; e)Pengembangan IKM Unggulan Daerah dengan target pembinaan IKM dengan metoda OVOP di 33 propinsi, 80 kabupaten/kota; f)Revitalisasi Sentra-sentra IKM dan Fasilitasi Layanan UPT dengan target 20 sentra IKM dan operasi layanan di 40 UPT g)Pengembangan Industri Bahan Bakar Nabati dengan target 20 unit pabrik pengolahan; h)Pengembangan Standardisasi Industri dengan target penyusunan 152 Rancangan SNI; i)Pembinaan dan Pemanfaatan Teknologi Industri dengan target pengembangan 10 produk substitusi pangan; j)Pengembangan Teknologi Baru dan Aplikasi ke Industri dengan target 4 teknologi baru; k)Penerapan Standardisasi, Akreditasi, dan Peningkatan Mutu dengan target perapan SNI di 100 perusahaan. Fokus 7.Meningkatkan Produktivitas dan Akses UKM Kepada Sumberdaya Produktif
a)Penyusunan/Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Koperasi dan UMKM dengan target 5 paket; b)Koordinasi dan Sinkronisasi Pelaksanaan Penyusunan Kebijakan Pemberdayaan UMKM dengan target 2 rekomendasi kebijakan, 5 laporan koordinasi kebijakan pemberdayaan UMKM; c)Fasilitasi Pengembangan UKM Berbasis Teknologi dengan target 59 koperasi; d)Koordinasi Fasilitasi Pengembangan UKM Berbasis Teknologi dengan target tersusunnya paket rekomendasi kebijakan mengenai pengembangan UMKM berbasis teknologi didaerah-daerah; e)Pengembangan Inovasi UMKM berbasis Teknologi dengan target 3 paket kegiatan UMKM inovatif; f)Pengembangan Pemasaran Produk dan Jaringan Usaha KUKM dengan target 5.000 KUKM; g)Pengembangan Jaringan Antar LKM/KSP dengan target 25 jaringan; h)Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah dengan target 47.500 bidang tanah UKM; i)Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan dengan target berkembangnya wilayah perbatasan melalui 56 kelompok masyarakat di 25 kabupaten. Fokus 8.Perluasan Kesempatan Kerja dan Pengembangan Kompetensi Tenaga Kerja a)Peningkatan Fungsi dan Revitalisasi BLK Menjadi Lembaga Pelatihan Berbasis Kompetensi dengan target terwujudnya 11 BLK (UPTP) percontohan dan fasilitasi pelatihan berbasis kompetensi di 33 BLK (UPTD); b)Percepatan Pengakuan/Rekognisi Sertifikasi Kompetensi Tenaga Kerja dengan target terlaksananya sertifikasi melalui uji kompetensi bagi 50.000 tenaga kerja; c)Penyelenggaraan Pelatihan Pemagangan Dalam Negeri dan Luar Negeri (penyelenggaraan Pelatihan Pemagangan Penganggur) Usia Muda Terdidik dengan target terselenggaranya pemagangan bagi 10.000 orang tenaga kerja terdidik; d)Pemberian Dorongan dan Penyempurnaan Pelaksanaan Negosiasi Bipartit dengan target terwujudnya proses negosiasi upah, kondisi kerja dan syarat kerja; e)Penyelenggaraan Padat Karya Produktif dengan target di 45 kabupaten/kota di Pulau Jawa; f)Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan target berkurangnya angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di sektor industri; g)Konsolidasi Program-Program Perluasan Kesempatan Kerja dengan target terlaksananya sinergi program APBN untuk memperluas kesempatan kerja di 33 provinsi; h)Fasilitasi Pendukung Pasar Kerja, Melalui Peningkatan Kelembagaan, Peningkatan Informasi, Penyelenggaraan Bursa Kerja dengan target tersedianya infonnasi pasar kerja di 146 kabupaten/kota; i)Peningkatan Pelayanan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri dengan target terfasilitasinya 500.000 TKI yang bekerja di luar negeri di 20 provinsi; j)Penguatan Kelembagaan Badan Penyelenggara Tenaga Kerja Indonesia dengan target terselenggaranya proses rekrutmen calon TKI di 15 provinsi.
EKONOMI - dengan fokus stabilisasi Fokus 9.Stabilitas Harga dan Pengamanan Pasokan Bahan Pokok a)Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengelolaan energi termasuk energi alternatif dengan target 6 laporan kegiatan, 6 rumusan kebijakan pengelolaan energi termasuk energi alternatif; b)Pengembangan Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) dengan target pemberdayaan Gapoktan di daerah sentra produksi pangan dalam rangka peningkatan ketahanan pangan (gabah 38 ribu ton dan jagung 20 ribu ton); c)Pembangunan dan pengembangan sarana distribusi dengan target pembangunan satu paket sistem informasi pasokan dan permintaan serta harga bahan pokok nasional; Pengembangan pasar Percontohan yang bersih dan nyaman sebanyak 10 unit; dan partisipasi dalam pembangunan pasar turi; d)Peningkatan Pengawasan Barang Beredar dan Jasa dengan target operasionalisasi pengawasan barang beredar dan jasa untuk 3 kelompok komoditi; Pengembangan SDM PPBJ dan PPNS PK sejumlah 300 orang. Fokus 10.Sinkronisasi Kebijakan Fiskal dan Moneter a)Penyusunan & Evaluasi Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal dan Kerangka Ekonomi Makro dengan target tersusunnya 14 laporan evaluasi pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; b)Penyusunan/Penyempurnaan Peraturan Perundang di Sektor Keuangan dengan target tersedianya 8 RUU dan 38 peraturan yang menjamin kepastian hukum, perlindungan terhadap nasabah/investor/pelaku pasar, kelembagaan yang efisien dan pruden, serta harmonisasi peraturan dengan standar internasional termasuk Arsitektur Keuangan Indonesia (ASKI) serta pengembangan Sistem Peringatan Dini Sektor Keuangan; c)Peningkatan koordinasi stabilisasi ekonomi makro dan keuangan baik di pusat maupun di daerah dengan target 16 laporan koordinasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan stabilisasi ekonomi dan keuangan. Fokus 11. Pengamanan APBN a)Pengelolaan Risiko Fiskal dengan target tersedianya laporan tentang pengelolaan resiko fiskal; b)Pemantapan Modernisasi Administrasi Perpajakan dengan sasaran (1) tersedianya Perangkat Teknologi Informasi Perpajakan, (2) terbentuknya 4 DPC (Data Processing Center), dan (3) tersedianya Sistem Informasi Pajak. INFRASTRUKTUR DAN ENERGI Fokus 12.Dukungan Infrastruktur Bagi Peningkatan Daya Saing Sektor Riil A. Bidang Sumber Daya Air a.)Pembangunan Waduk, Embung, Situ dan Bangunan Penampung Air Lainnya dengan target terlaksananya kegiatan pembangunan 6 waduk dan 17 embung; b)Rehabilitasi Waduk, Embung, Situ dan Bangunan Penampung Air Lainnya dengan target terlaksananya rehabilitasi 5 waduk, 20 embung, situ dan bangunan penampung air lainnya; c)Operasi dan Pemeliharaan Waduk, Embung, Situ dan Bangunan
Penampung Air Lainnya dengan target terpeliharanya 23 waduk, embung, situ dan bangunan penampung air lainnya; d)Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (WISMP) dengan target terlaksananya peningkatan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai di 15 UPT dan 54 UPTD; e)Pembangunan Sarana/Prasarana Pengendali Banjir dengan target terlaksananya kegiatan pembangunan sarana/prasarana pengendali banjir sepanjang alur sungai 237,37 km; f)Pembangunan Sarana/Prasarana Pengaman Pantai dengan target terlaksananya kegiatan pembangunan sarana/prasarana pengaman pantai sepanjang 47,25 km; g)Penanggulangan Bencana/Tanggap Darurat dengan target terlaksananya kegiatan tanggap darurat bencana di daerah industri dan pusat-pusat perekonomian; h)Pembangunan Sarana / Prasarana Pengendalian Lahar Gunung Berapi dengan target terlaksananya kegiatan pembangunan sarana/prasarana pengendali lahar gunung berapi sebanyak 12 unit; i)Rehabilitasi Sarana Prasarana Pengamanan Pantai dengan target sepanjang 4,45 km; j)Pemeliharaan Prasarana Pengamanan Pantai dengan target terpeliharanya prasarana pengamanan pantai sepanjang 1,5 km. B. Bidang Energi a)Pembangunan jaringan transmisi dan distribusi gas, penyusunan regulasi dan kebijakan pendukung dengan target terbangunnya jaringan transmisi dan distribusi gas bumii Jakarta; b)Pembinaan / Koordinasi / Pelaksanan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dengan target fasilitasi percepatan pengembangan Bahan Bakar Nabati. C. Bidang Ketenagalistrikan a)Pelayanan Usaha Ketenagalistrikan dengan target terwujudnya penyiapan bahan perizinan usaha penyediaan tenaga listrik, pembinaan dan pengawasan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik, monitoring dan evaluasi perkembangan pelaksanaan kegiatan PIUKU sementara, monitoring penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik oleh pemegang IUKU, penyusunan pedoman pola kerjasama pengawasan pemegang IUKU, dengan Perda dan Instansi Terkait, Penyusunan pedoman mekanisme perizinan usaha distribusi TL, terkoordinasinya pelaksanaan perizinan dengan Pemda; b)Penyiapan Informasi dan Bimbingan Teknis Ketenagalistrikan dengan target Terlaksananya rekonsiliasi informasi, analisa, dan evaluasi data ketenagalistrikan, tersedianya analisa dan evaluasi beban harian Jawa-Bali, terselenggaranya bimtek dan evaluasi terhadap program pembangunan ketenagalistrikan, tersosialisasi perencanaan program pembangunan ketenagalistrikan Lisdes, Ikitring dan Pemda; c)Penyelenggaraan Kerjasama Ketenagalistrikan dengan target terselenggaranya pertemuan internasional APEC EWG, Indonesia-Belanda, ASEAN SSN, Terwujudnya fasilitasi pertemuan bilateral antara Indonesia dg Belanda, Jepang (JICA) dan Korea (KOICA), Terwjudnya Fasilitasi pertemuan regional pada forum APEC, ACD, ASEM dan EAS, Terwujudnya fasilitasi kegiatan energi dan ketenagalistrikan pada sub
sector network dan working group ASEAN, Terfasilitasinya pertemuan SOME-AMEM ke 27, Terfasilitasinya pelaksanaan pertemuan ACE governing Cauncil, Terlaksananya review terhadap implementasi program kerjasama energi dan ketenagalistrikan, Tersusunnya program kerjasama pengelola pembangkit listrik non komersial; d)Pengaturan dan Pengawasan Usaha Ketenagalistrikan dengan target monitoring kesiapan dan kecukupan bahan bakar pembangkit tenaga listrik, monitoring dan review pelaksanaan aturan jaringan tenaga listrik sit. Jawa bali dan sumatra, peningkatan efisiensi pengusahaan dan pelayanan tenaga listrik TA.2009, tersusunnya aturan jaringan tenaga listrik Wilayah PT Cikarang Listrindo TA.2009, kajian pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik (power wheeling) dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, tersusunnya aturan jaringan tenaga listrik sistem kalimantan, tersusunnya aturan jaringan tenaga listrik wilayah PT PLN Batam TA 2009; e)Pembangunan Transmisi, Distribusi, Pembangkit Listrik dan memfasilitasi Pembangunan atau Pengembangan Fasilitas Ketenagalistrikan Yang Dilakukan Badan Usaha, Pemda dan Masyarakat dengan target fasilitasi percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000MW, pembangunan fasilitas ketenagalistrikan yang menggunakan dana pinjaman luar negeri yg diteruspinjamkan kepada PT. PLN, serta pembangunan listrik swasta (IPP); f)Penyiapan Program Ketenagalistrikan dengan target termonitornya pemanfaatan potensi sumber energi primer pembangkitan, termonitornya penanganan daerah krisis TL, termonitornya pengembangan jaringan tenaga listrik (TL) terkait program 10.000 MW, terupdatenya RUKN, terevaluasinya pembangunan TL jangka menengah/panjang, tersusunnya pola kebutuhan dan prioritas pembangunan JTM/JTR, tersusunnya investasi penyediaan TL, terkooordinirnya pelaksanaan pembangunan Power Transmission Improvement, tersusunnya harga satuan biaya khusus (HSBK) satker lisdes, terpantaunya pelaksanaan pendanaan pembanguna TL, terlaksananya Pembinaan dan Pengembangan Program Ketenagalistrikan; g)Induk Pembangkit dan Jaringan dengan target melanjutkan pembangunan jaringan transmisi dan distribusi meliputi 275 kV sepanjang 150 km; 175 kV sepanjang 150 km; 150 kV sepanjang 1450 km; gardu induk 18 lokasi, dan melanjutkan pembangunan beberapa pembangkit PLTU, di w11ayah distribusi Sumatera, Aceh, Sumbagsel, Jawa Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi (peningkatan ini ditujukan untuk mempercepat dan memenuhi penyelesaian pembangunan jaringan transmisi 10.000 MW guna menunjang iklim daya saing perekonomian nasional); h)Penyusunan Regulasi Perlindungan Konsumen Listrik dengan target fasilitasi pengaduan konsumen listrik/masyarakat TA 2009, pembinaan dan pengawasan tingkat mutu pelayanan penyedia tenaga listrik kepada masyarakat TA 2009 kepada masyarakat TA 2009; i)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Standardisasi Ketenagalistrikan dengan target tersusunnya rumusan rancangan SNI bidang ketenagalistrikan, terselenggaranya forum
konsensus rancangan SNI bidang ketenagalistrikan, terwujudnya kalibrasi alat ukur listrik dalam rangka SKB Peneraan, terwujudnya kerjasama internasional standardisasi ketenagalistrikan, terlaksananya pengukuran dan perhitungan losses teknis jaringan TL; j)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Kelaikan Teknik dan Keselamatan Ketenagalistrikan dengan target terlaksananya inspeksi ketenagalistrikan, terlaksananya sertifikasi baik operasi (SLO) , terfasilitasinya tim keandalan sistem TL, tersebarnya informasi keselamatan ketenagalistrikan, tersusunnya pedoman pengawasan SLO; k)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan dengan target tersusunnya rumusan standar kompetensi sektor ketenagalistrikan, tersusunnya pedoman kualifikasi standar kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan, terlaksananya pengawasan sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan, terwujudnya penetapan dan pemberlakuan standar kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan, terwujudnya forum konsensus standar kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan; l)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Usaha Penunjang Ketenagalistrikan dengan target terciptanya Lembaga dan Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik dalam negeri yang mampu mendukung kemandirian nasiona1 dalam pembangunan sektor ketenagalistrikan, tersusunnya pedoman tentang kriteria dan tata cara penilaian Barang dan Jasa Produksi Dalam Negeri (PDN) pada PLTA, PLTG, tersusunnya pedoman pemeriksaan dan pengujian pemanfaatan jaringan Tenaga Listrik untuk kepentingan Telematika, tersusunnya Pedoman Sertifikasi dan Regristrasi Badan Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (BUJPTL), terlaksananya Konvensi Hasil Penyusunan Pedoman Sertifikasi dan Regristrasi Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik, tersedianya data dan daftar Badan Usaha Jasa Penunjang Ketenagalistrikan di Indonesia yang dapat diakses masyarakat; m)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Hubungan Komersial Ketenagalistrikan dengan target peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku usaha dalam Bisnis Tenaga Listrik, koordinasi pelaksanaan penyidikan kasus tindak pidana pemakaian listrik ilegal, penelaahan aturan pelaksanaan hubungan komersial di bidang UPTL, fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam usaha penyediaan tenaga listrik; n)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Harga dan Subsidi Listrik dengan target penyusunan pedoman mekanisme verifikasi susut jaringan dan BPP dalam proses perhitungan subsidi listrik, penyusunan pedoman penetapan harga jual listnk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan energi terbarukan yang dijual kepada PKUK, penyusunan pola dan mekanisme penetapan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik antar negara, penyusunan mekanisme penetapan tarif dan database potensi daerah dalam rangka penerapan tarif listrik regional, monitoring dan eva1uasi penyelesaian tunggakan rekening listrik yang disediakan PKUK, pemantauan dan verifikasi usulan harga beli tenaga listrik dari IPP,
monitoring dan penghitungan BPP dan TDL-PLN. D.Bidang Pos Dan Telematika a)Penyusunan/Pembaharuan Kebijakan, Regulasi, Kelembagaan Industri Pos dan Telematika dengan target (1) RUU Pos, (2) Rancangan awal revisi UU Telekomunikasi, (3) Hasil penataan stasiun penyiaran berjaringan dan pemantauan perijinan penyiaran, (4) Peraturan pelaksana UU Informasi dan Transaksi Elektronik, (5) RUU Cyber Crime, dan (6) RUU Ratifikasi Convention on Cyber Crime. b)Peningkatan Standarisasi dan Sertifikasi Pelayanan, Keahlian SDM, Perangkat dan Sistem Pos dan Telematika dengan target (1) prototipe produk telekomunikasi radio Broadband Wireless Access dan (2) regulasi tentang Tingkat Kandungan Lokal Produk Telekomunikasi Dalam Negeri; c)Peningkatan Literasi Masyarakat terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (e-Literary) dengan target (1) perangkat TIK tahap 2 (komputer dan jaringan, internet, data center, instalasi) di Kota Jogja, Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul, (2) konsep rencana roll out sistem e-learning, (3) gedung beserta perangkat keras TIK (penyediaan, instalasi, dan pengintegrasian), perangkat lunak, dan sistem untuk ICT Training Center di UIN; d)Pengembangan dan Pemanfaatan Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan target (1) kebijakan migrasi, aplikasi dan infrastruktur open source; (2) Model Community Access Point (CAP) versi 2.0 kemitraan, (3) warung masyarakat informasi di 50 lokasi, (4) sistem dan prosedur pelaksanaan Certification of Authority, (5) aplikasi sistem early warning. e)Peningkatan Jangkauan, Kapasitas dan Kualitas Infrastruktur dan Layanan Pos dan Telematika dengan target: (1) hasil pemantauan pembangunan Jaringan Palapa Ring; (2) penyelenggara Broadband Wireless Access; (3) sarana laboratorium simulasi pengaman dan pengawasan jaringan internet; (4) gedung ICT Training Center di Jababeka; (5) jadwal migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital; (6) Dukungan ID SRITII dalam rangka pengamanan infrastruktur komunikasi data Pemilu 2009; dan (7) Pemancar televisi dan radio. E. Bidang Permukiman dan Perumahan a)Pembangunan Sarana dan Prasarana Pembuangan Air Limbah Sistem Terpusat dengan target terlaksananya Pembangunan Sarana dan Prasarana Pembuangan Air Limbah Sistem Terpusat di 30 kawasan dan 4 kota; b)Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum Pada Kawasan Strategis dengan target terlaksananya Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum Pada Kawasan Strategis di 168 kawasan dan 40 kab/kota; c)Pengembangan Sistem Drainase dengan target terlaksananya Pengembangan Sistem Drainase di 33 kab/kota; d)Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Limbah Percontohan Skala Komunitas (SANIMAS) dengan target terlaksananya Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Limbah Percontohan Skala Komunitas (SANIMAS) di 105 lokasi; e)Penyediaan Infrastruktur Primer Perkotaan bagi Kawasan RSH
dengan target terlaksananya Penyediaan Infrastruktur Primer Perkotaan bagi Kawasan RSH di 125 kawasan; f)Fasilitasi dan Stimulasi Pengembangan Kawasan dengan target Pengembangan Kawasan di 4 Kota dan 2 Kawasan; g)Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Beserta Prasarana dan Sarana dasarnya dengan target terlaksananya Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Beserta Prasarana dan Sarana Dasarnya Sebanyak 80 Twin Blok; h)Penyediaan prasarana dan sarana dasar untuk rumah sederhana sehat (RSH) dan rumah susun dengan target tersedianya penyediaan prasarana dan sarana dasar untuk rumah sederhana sehat (RSH) dan rumah susun sebanyak 16.275 unit; i)Perbaikan Lingkungan Permukiman dengan target terlaksananya Perbaikan Lingkungan Permukiman di 218 kawasan; j)Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dengan target terlaksananya pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa beserta prasarana dan sarana dasarnya sebanyak 70 Twin Blok; k)Penyediaan Kredit Program-KPRSH dan Rusunami dengan target tersedianya kredit program-KPRSH dan Rusunami sebanyak 240.736 unit RSH/Rusunami. F. Bidang Transportasi a)Pembangunan/Pengadaan/Peningkatan Sarana dan Prasarana dengan target pembangunan dan Pengadaan yang terdiri dari: (1) Pembangunan Rating School Sorong, (2) Pembangunan Maritime Education and Training Improvement (METI), (3) Pembangunan Rating School NAD, (4) Pembangunan Rating School Ambon, (5) pembangunan & pemasangan Simulator Pesawat Komersial sebagai Sarana Latih Diklat Penerbang, (6) Pembangunan Akademi Perkeretaapian Indonesia, (7) Pengembangan Kampus BP2IP Surabaya, (8) pembangunan fasilitas sistem telekomunikasi pelayaran tahap 4 yang tersebar di seluruh Indonesia, (9) pengadaan kapal navigasi (ATN Vessel) sebanyak 7 unit, (10) Indonesia Ship Reporting System untuk Selat Sunda dan Lombok, (11) Indonesian Coast Guard Patrol Boats Retrofit Project dengan target memperbaiki kondisi Kapal Patroli Kelas II, (12) Lanjutan Pembangunan kapal penumpang 2000 GT 5 unit, (13) Pengadaan kapal patroli Kelas II sebanyak 2 unit, Kelas III 7 unit, Kelas IV 33 unit, Kelas V 59 unit, serta lanjutan Pembangunan Kapal Patroli Kelas I sebanyak 1 unit, (14) Pembangunan VTS Selat Malaka Tahap I, dan (15) Pengadaan Sarana ASDP yang terdiri dari kapal perintis lanjutan 12 unit, bus air 30 unit, sped boat 12 unit; b)Pembangunan Gedung dengan target Pembangunan Gedung Simulator Pesawat Komersial (Tersedianya Prasarana Latih Diklat Penerbang 1 Paket); c)Pengadaan Peralatan Laboratorium dengan target Upgrading laboratorium STPI Curug (Tersedianya Lab. Diklat STPI Curug 10 Paket); d)Rehabilitasi Fasilitas Bangunan Operasional dengan target Rehabilitasi Fasilitas Bangunan (73.000 M2 tersebar di : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat); e)Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan LLAJ di 32 Provinsi dengan target Marka jalan sepanjang 2.923.500 M,
guardrail 106.360 M, Rambu Lalulintas 29.477 buah, Delineator 36.500 M, RPPJ 1200 Bh, Traffic Light 110 Unit, warning Light 50 unit, Cermin Tikungan 108 Bh; paku marka 15.500 buah, Prasarana BRT 8 Lokasi; 30 paket alat; f)Pembangunan Terminal dengan target dibangunnya terminal di 9 lokasi; g)Pembangunan Jembatan Timbang dengan target 6 paket; h)Rehabilitasi Peralatan Operasional Jembatan Timbang dengan target rehabilitasi Peralatan Operasional Jembatan Timbang (1 Paket peralatan operasional jembatan timbang dan prasarana fasilitas LLAJ dan alat PKB); i)Pengadaan Sarana KA Kelas Ekonomi, KRL, dan KRD/Krde/Kd3 dengan target 97 unit; j)Peningkatan Jalan dan Prasarana Kereta Api dengan target peningkatan jalan KA di Lintas; Sumatera bagian utara, selatan; Lintas Jawa-400 Km; k)Peningkatan Jembatan Ka dengan target 53 buah; l)Pembangunan Jalan Kereta Api dengan target pembangunan dan Pengadaan yang terdiri dan: (1) Pembangunan Perkeretaapian di NAD (1 Paket) , (2) Pembangunan Jalan KA Lintas Tanjung Priok-Pasoso (JICT-KOJA) 2,5 Km (1 Paket), (3) Pengadaan Track Machinery (1 Paket), (5) Pengadaan Rel dan Wesel UIC-54 -52 Km, (6) Pembangunan Jalur KA antara Gununggangsir-Sidoarjo -18,1 Km; m)Peningkatan dan Rehabilitasi Sistem Sinyal dan Telekomunikasi dengan target peningkatan Sintelis Gawa dan Sumatera)-(18 Paket); n)Pembangunan Double Track dan Double-Double Track dengan target pembangunan Jalur Ganda yang terdiri dari: (1) Pembangunan Jalur Ganda Serpong-Maja-Rangkasbitung (32 Km), (2) Pembangunan Jalur Ganda Tegal-Pekalongan (17 Km), (3) Pembangunan Jalur Ganda Cirebon-Kroya (24 Km), (4) Pembangunan Jalur Ganda Kroya-Kutoarjo (76 Km), (5) Lanjutan Pembangunan Doubel-double Track Manggarai-Cikarang (18 Km); o)Pengembangan Perkeretaapian dengan target pembangunan dan Modifikasi yang terdiri dari: (1) Modifikasi Stasiun Cirebon (1 Paket), (2) Pembangunan MRT Jakarta; p)Rehabilitasi Jalan Ka dengan target lintas Cikampek-Padalarang, Bandung-Banjar-Kroya, Semarang-Solo, Tj.Enim-Prabumulih-Tarahan, Telukbayur-Sawahlunto, Lubukalung-Naras, Ma.Kalaban-Pd.Sibusuk; q)Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dengan target pengadaan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) -Mensu: 42 Unit, Ramsu : 123 unit, Pelsu : 100 unit, Ramtun : 30 Unit (Seluruh Indonesia 25 Disnav); r)Pembangunan Kapal dengan target pembangunan dan Pengembangan industri Kapal yang terdiri dan: (1) Pembangunan Kapal Perintis (Lanjutan : 2 unit Kapal 900 DWT, 2 unit karat 750 DWT, 2 unit kapal 500 DWf, 2 unit kapal 350 DWT, (2) Lanjutan Pembangunan Kapal GT 2000 (5 unit); serta terlaksannya Public Ship Finance Program,' s)Pengadaan Peralatan Penunjang Keselamatan Transportasi Laut dengan target peningkatan, pengembangan dan pengadaan peralatan keselamatan yang terdiri dari: (1) Improvement and
Development of Indonesia Aids to Navigation (Meningkatkan keandalan SBNP), (2) Port Security System Improvement Plan di 9 Pelabuhan (Belawan, Dumai, Tg. Pinang, Tlk Bayur, Palembang, Pontianak, Benoa, Bitung, Makassar), pengadaan peralatan SAR 18 unit; t)Pembangunan Sarana dan Prasarana Pelabuhan dengan target Pembangunan Fasilitas Pelabuhan yang terdiri dari: Pembangunan fasilitas pelabuhan baru di 9 lokasi: Belawan (Sumut), Depare (papua), Kariangau (Kaltim), Tg. Batu dan Palaihari (Kalsel), Manada dan Bitung (Sulut), Bojanegara (Banten) , dan Teluk Batang (Kalbar); Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut di 16 Lokasi A. Yani (Malut), Anggrek (Gorontalo), Arar (papua Barat), Bau-Bau (Sultra) , Belang-belang (Sulbar), Garongkong (Sulsel), Lab. Amuk (Bali), Malarko (Kepri), Maloy (Kaltim), Rembang (Jateng), Sungai Nyamuk (Kaltim), Tg. Buton (Riau), Tlk. Tapang (Sumbar), Tarakan (Kaltim), Panajam Pasir (Kaltim), dan Manokwari (papua); u)Pengerukan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan Penyebrangan dengan target pengerukan alur pelayaran dan Kolam Pelabuhan (Lokasi : Kanpel Kalbut, Adpel Lhok Seumawe, Adpel Kuala Langsa, Adpel Jambi, Kanpel Manggar, Kanpel Seba, Kanpel Paloh/Sekura, Adpel Sampit, Kanpel Leok), Adpel Samarinda, Adpel Palembang; v)Pembangunan Dermaga Sungai, Danau dan Penyeberangan dengan target (1) dermaga lanjutan 65 dermaga, 5 dermaga penyeberangan, 8 dermaga sungai lanjutan dan 1 dermaga danau; w)Rehabilitasi Dermaga Penyeberangan dengan target dermaga penyeberangan 21 lokasi, sungai 12 lokasi, danau 9 lokasi; x)Pengerukan Alur dan Kolam pelabuhan Penyeberangan dengan target 7 lokasi; y)Pengadaan dan Pemasangan Fasilitas Keselamatan Penerbangan dengan target 17 paket tersebar di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat; z)Pembangunan Bandara Baru dengan target pembangunan Bandar Udara yang terdiri dari: (1) Pembangunan Bandar Udara Kualanamu sebagai pengganti Bandar Udara Polonia-Medan (1 paket di Kualanamu-Sumatera Utara), (2) Pembangunan Bandar Udara Hasanuddin-Makasar Sulawesi Selatan; aa)Pengembangan/Peningkatan Bandara dengan target (1) Pengembangan Bandar Udara Dobo, Saumlaki Baru, Seram Bagian Timur, Namniwel, Sam Ratulangi-Manado, Sulawesi Utara, Dumatubun-Langgur, Muara Bungo dan Waghete baru; (2) Pembangunan/peningkatan Bandara di daerah perbatasan, terpencil dan rawan bencana (11) lokasi di : Rembele, Silangit, Sibolga, Enggano, Rote, Ende, Naha, Manokwari, Melongguane, Nunukan, dan Haliwen); dan (3) Pembangunan/peningkatan Bandara di Ibukota Propinsi, lbukota Kabupaten dan Daerah Pemekaran (Tersebar di seluruh propinsi, Ibukota Kabupaten dan Daerah Pemekaran); bb)Rehabilitasi Fasilitas Landasan dengan target 425.000 M2 tersebar di : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat;
cc)Rehabilitasi Fasilitas Terminal dengan target 3.000 M2 tersebar di : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, NTT; Papua dan Papua Barat; dd)Rehabilitasi Fasilitas Keselamatan Penerbangan dan Penunjang Operasional dengan target rehabilitasi Peralatan Keselamatan Penerbangan dan Penunjang Operasional (8 paket tersebar di : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat); ee)Pengadaan Sarana dan Prasarana Penunjang Pencarian dan Penyelamatan dengan target tersedianya kelengkapan penunjang kegiatan SAR 1 Paket; ff)Pengembangan Pelabuhan Strategis Pengembangan Pelabuhan yang terdiri dari: (1) Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok (1 paket supervisi dan konstruksi), (2) Pengembangan Pelabuhan Bojonegara (1 Paket) , (3) Pengembangan Pelabuhan Belawan (Medan) (1 Paket), (4) Pengembangan Pelabuhan Manokwari (3 Lokasi Manokwari, Bitung, Manado); gg)Pengadaan dan Pemasangan Konverter Kit dengan target 2.000 unit; hh)Pengadaan dan Pemasangan SBNP dan Rambu Sungai Transportasi Penyeberangan dengan target tersedianya SBNP 34 buah rambu suar dan 2000 buah rambu; ii)Bantuan Penanggulangan Darurat Jalan dan Jembatan dengan target bantuan Penanggulangan Darurat Jalan dan Jembatan; jj)Rehabilitasi Jalan Nasional dengan target 1.880,8 km; kk)Pemeliharaan Jalan Nasional dengan target 32.163 km; ll)Rehabilitasi Jembatan Ruas Jalan Nasional dengan target 8.685 m; mm)Pemeliharaan Jembatan Ruas Jalan Nasional dengan target 34.701 m; nn)Pembangunan Fly-over dengan target 4.834,2 m; oo)Peningkatan Jalan dan Jembatan Nasional Lintas dengan target 2.469 km dan 3.720 m; pp)Peningkatan Jalan dan Jembatan Nasional Non Lintas dengan target 335,8 km dan 2.884 m; qq)Pembangunan Jembatan Suramadu dengan target 1 paket; rr)Pembangunan Jalan Lintas Pantai Selatan Jawa dengan target 63,9 km; ss)Pembangunan Jalan Akses dengan target 11,9 km; tt)Pembangunan Jalan Baru dan Peningkatan Jalan Strategis dengan target 60,5 km; uu)Pengusahaan Jalan Tol dengan target dibangunnya jalan tol Solo-Kertasono sepanjang 12 km. Fokus
13.Peningkatan Investasi Infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta a)Koordinasi Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur dengan target 3 rumusan kebijakan, 8 laporan koordinasi kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur; b)Pembebasan Lahan; c)Penyusunan Penyempurnaan Pengkajian Peraturan Perundangan dengan target 1 paket kerangka kebijakan dan pedoman operasional pengadaan tanah;
Fokus 14.Peningkatan Investasi Dan Produksi Migas, Batubara, Dan Mineral a)Perencanaan dan Pengembangan Wilayah dengan target Pelaksanaan harmonisasi wilayah kerja pertambangan minerbapabum, pengembangan statistik minerbapabum, penyiapan wilayah usaha pertambangan perumusan draft rancangan Kepres tentang perizinan serta penyiapan dan evaluasi usaha pertambangan, Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) dan Keputusan Presiden Pasca Tambang, Reklamasi, advokasi hukum, perijinan usaha; b)Pengelolaan, Penyiapan dan Penilaian Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi dengan target penawaran 20 wilayah kerja baru migas, seismic laut Flores sepanjang 1.500 km, synopsis geologi WK, interpretasi potensi migas di laut Sulawesi; c)Peningkatan pemanfaatan Pertambangan dengan target Perumusan Pedoman Perizinan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP Produksi Minerba, penetapan WKP panas bumi, kriteria wilayah usaha pengelolaan panas bumi di Lampung, perumusan regulasi panas bumi dan pemantauan sub sektor minerbapabum. Fokus 15.Percepatan Diversifikasi Energi, Efisiensi Distribusi dan Pemanfaatan BBM a)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Usaha Energi Baru Terbarukan dengan target terselenggaranya studi kelayakan PLTMH untuk interkoneksi dengan jaringan PLN, terpantaunya pengawasan kegiatan energi baru terbarukan untuk daerah terpencil, evaluasi usaha pembangkit listrik energi baru terbarukan skala kecil dan menengah, tersusunnya informasi teknologi energi baru terbarukan, terevaluasinya program pembinaan implementasi pembangkit listrik, terupdatenya database energi terbarukan dan konservasi energi; b)Pengkoordinasian/Penyelenggaraan Konservasi Energi dengan target terselenggaranya audit energi di sektor industri dan bangunan, termonitornya implementasi hasil audit energi, terevaluasinya pelaksanaan penghematan energi, pendamping kegiatan konservasi energi (kerjasama dengan Jepang dan Denmark), tersusunnya standar kompetensi untuk audit energi, tersusunnya pedoman persyaratan uji kinerja pada pemanfaatan TL untuk rumah tangga dalam rangka labelisasi tanda hemat energi, terlaksananya forum konsensus standar kompetensi auditor energi; c)Penyiapan Bimbingan Teknis Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dengan target terlaksananya pengembangan dearing house energi terbarukan dan konservasi energi, tersosialisasikannya pemanfaatan energi terbarukan dan konservasi energi, terselenggaranya kerjasama dalam rangka sosialisasi pemanfaatan energi terbarukan dan konservasi energi, terbitnya buletin energi hijau, terselenggaranya Bintek energi terbarukan dan konservasi energi; d)Penyusunan Kebijakan dan Regulasi Pemanfaatan Energi dengan target termonitornya implementasi kebijakan energi nasional, tersusunnya baseline faktor emisi sistem ketenagalistrikan Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan Papua untuk CDM, tersusunnya kebijakan energi, tersusunnya program pemanfaatan energi, terselenggaranya pengarusutamaan gender
di sektor energi, tersusunnya kajian penurunan emisi sektor energi nasional; e)Pembinaan Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan dengan target pelaksanaan evaluasi hasil pengawasan produksi, perubahan kepemilikan saham, pembinaan perijinan pengusahaan minerbapabum, pengawasan produksi penjualan, serta inventarisasi barang modal dan sarana dan prasarana; f)Pengembangan dan Pemanfaatan Energi dengan target terkoordinirnya pengembangan energy perdesaan, peningkatan aksesibilitas energy perdesaan, tersosialisasinya pemanfaatan biofuel di sektor industry dan bangunan, pengembangan pulau kecil terluar melalui pemanfaatan energi terbarukan non listrik; g)Pelayanan dan Pemantauan Usaha Gas Bumi dengan target penawaran 10 wilayah kerja CBM, penetapan harga gas bumi, pengusahaan CBM di daerah Sumatera. III.PENINGKATAN UPAYA ANTI KORUPSI, REFORMASI BIROKRASI, SERTA PEMANTAPAN DEMOKRASI, PERTAHANAN, DAN KEAMANAN DALAM NEGERI. SASARAN Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Peningkatan Upaya Anti Korupsi, Reformasi Birokrasi serta Pemantapan Demokrasi dan Keamanan Dalam Negeri pada tahun 2009 adalah sebagai berikut : 1.Menurunnya tindak pidana korupsi yang tercermin dari: a.Tumbuhnya ik1im takut korupsi; b.Meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang pada dasarnya dapat menjadi indikator meningkatnya kualitas pelayanan publik; c.Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi; d.Meningkatnya kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegakan hukum termasuk lembaga pemberantasan korupsi. 2.Makin meningkatnya kinerja birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional di berbagai bidang, yang antara lain ditandai dengan: a.Ditingkatkannya kualitas pelayanan publik, yang mencakup antara lain: terselenggaranya pelayanan publik yang tidak diskriminatif, cepat, murah dan manusiawi; diterapkannya standar pelayanan minimal (SPM); adanya dukungan kompetensi sumber daya manusia aparatur dibidang pelayanan dan penegak hukum; dan diterapkannya teknologi informasi dan komunikasi (e-gov dan e-services); b.Dilakukannya upaya peningkatan kinerja instansi pemerintah, kinerja unit kerja dan kinerja individu/pegawai; c.Dilakukannya perbaikan kesejahteraan aparatur negara yang adil, layak dan berbasis kinerja; d.Dilaksanakannya penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan yang menunjang fungsi-fungsi kepemerintahan, dan; e.Ditingkatkannya efektifitas pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan untuk mendukung kinerja instansi pemerintah dan pembangunan. 3.Terlaksananya Pemilu 2009 secara demokratis, jujur, adil, dan
aman. 4.Makin menguatnya kemampuan pertahanan dan mantapnya keamanan dalam negeri, yang tercermin dari : a.Tercapainya kapasitas alutsista pertahanan dan keamanan skala essential force dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pertahanan dan keamanan; b.Menurunnya secara signifikan tindak kejahatan lintas negara di wilayah yurisdiksi laut dan wilayah perbatasan khususnya illegal fishing, illegal logging, serta penyelundupan sumber daya negara; c.Tertangkapnya pelaku utama aksi-aksi terorisme dan terbongkarnya jaringan utama terorisme di Indonesia secara tuntas; d.Terputusnya jaringan demand dan supply penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia baik yang melibatkan jaringan dalam negeri maupun jaringan internasional; e.Terselenggaranya pengamanan proses pemilu dari masa persiapan, kampanye, proses pemungutan dan perhitungan suara, hingga selesainya seluruh rangkaian kegiatan Pemilu tahun 2009. ARAH KEBIJAKAN, FOKUS, DAN KEGIATAN PRIORITAS Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan tersebut ditempuh arah kebijakan sebagaimana dalam Bab 3, Bab 5, Bab 6, Bab 8, Bab 9, Bab 10, Bab 13, dan Bab 14 Buku II dengan Fokus dan Kegiatan prioritas sebagai berikut : Fokus 1.Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi a)Penanganan/Penyelidikan Kasus Intelejen dengan target 1.852 penanganan/penyelidikan kasus intelijen termasuk perkara korupsi; b)Penindakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi dengan target (1) penyelidikan 55 kasus, 50 perkara penyidikan, 40 perkara penuntutan, 35 perkara eksekusi keputusan inkracht; 15 orang perlindungan saksi; supervisi dan koordinasi penanganan TPK 40 kasus di 50 K/L; Pengumpulan bahan keterangan 1 paket; (2) penanganan terhadap 1.967 perkara korupsi; dan (3) Penyelidikan dan penyidikan terhadap subyek dan kasus tindak pidanan korupsi. c)Penanganan Perkara dengan target penanganan terhadap 250.000 perkara, termasuk di dalamnya penanganan perkara korupsi baik yang ditangani oleh pengadilan umum maupun pengadilan Tipikor; d)Pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 (Percepatan Pemberantasan Korupsi) dengan target: (1) tersusunnya laporan pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 di sebanyak 660 instansi (pusat dan daerah); dan (2) terlaksananya sosialisasi RAN-PK oleh K/L dan penyusunan RAD-PK oleh Pemda; dan (3) meningkatnya koordinasi pelaksanaan strategi nasional pemberantasan korupsi yang sejalan dengan KAK' 2003.
Fokus
2.Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi a)Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana dengan target terlaksananya sosialisasi UU perlindungan saksi dan korban dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan korupsi dengan sasaran 45.000 orang; b)Penyuluhan Hukum dengan target terlaksananya penyuluhan hukum terutama yang terkait dengan Sosialisasi UU Perlindungan Saksi dan Korban, serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan korupsi, Kejaksaan di 31 Kejaksaan Tinggi, 361 Kejaksaan Negeri, 99 Cabang Kejaksaan Negeri, dan 1 Kejaksaan Agung; c)Penyuluhan Hukum dan Koordinasi RANHAM dengan target penyelenggaraan penyuluhan hukum pada 33 Kanwil Dephukham, BPHN, dan Dirjen HAM. Fokus 3.Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan untuk Mendorong Upaya Pemberantasan Korupsi a)Penyusunan Naskah Perundang-undangan dengan target Pembahasan RUU 10 buah; Penyusunan 15 Naskah RUU; Penyusunan 18 Naskah RPP (termasuk peraturan pelaksanaan UU perlindungan sanksi dan korban serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan Peraturan pelaksanaan UU Penyitaan Aset, penyusunan UU pengadilan tindak pidana korupsi, revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi), pengkajian hukum 15 kegiatan, penelitian hukum 7 kegiatan, penyusunan naskah akademik 10 RUU. Fokus 4. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik a)Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan target (1) tersusunnya RPP untuk UU Pelayanan Publik dan sosialisasi UU Pelayanan Publik dan (2) meningkatnya kualitas pelayanan terpadu Samsat; b)Peningkatan/Pengkajian Kapasitas Kelembagaan dengan target tersusunnya 4 dokumen SPM dan Penerapan 2 SPM di 33 provinsi, untuk pelayanan kepada masyarakat di daerah; c)Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam penerapan standar pelayanan minimal (SPM) di daerah dengan target meningkatnya kapasitas 1.380 aparat pemerintah daerah di 10 propinsi masing-masing 5 kab/kota dalam penerapan SPM di daerah; d)Pasilitasi Pengelolaan Kawasan Perkotaan dengan target terlaksananya fasilitasi standar pelayanan perkotaan di 11 provinsi; kerjasama kota kembar (sister city); kerjasama perkotaan bertetangga di 3 kota metropolitan; evaluasi PSU (Fasus, Fasum) bermasalah di 10 provinsi; Rakor di 3 wilayah evaluasi 10 kawasan kumuh perkotaan di 10 provinsi; e)Pengembangan dan Pemanfaatan Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan target tersusunnya; (1) model implementasi e-local government, (2) peraturan tentang pelaksanaan e-government di instansi pemerintah; f)Penyempurnaan Sistem Koneksi (interphase) Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi antar instansi yang terkait dengan target penataan sistem koneksi NIK dengan
sistem informasi departemen/lembaga melalui pembangunan dan pengembangan data warehouse berbasis NIK Nasional; g)Pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) Terpadu dengan target terimplementasinya SAK di 457 kab/kota; h)Pilot Project Penerapan Identitas Tunggal untuk Pelayanan Publik dengan target terlaksananya ujicoba penerapan identitas tunggal untuk pelayanan publik di 3 lokasi (Jembrana, Sragen dan Balikpapan) dengan 3 instansi (pemda, Menpan, BKN). Fokus 5.Peningkatan Kinerja dan Kesejahteraan PNS a)Pengembangan Sistem Pendayagunaan SDM Aparatur Negara dengan target (1) tersusunnya Sistem Diklat Aparatur yang baru; (2) tersusunnya Kurikulum Diklat Aparatur yang baru; (3) tersusunnya Strategi Pembelajaran yang baru; (4) tersosialisasikannya sistem diklat aparatur yang baru; b)Penyempurnaan sistem manajemen pengelolaan SDM Aparatur sesuai Sistem Karir dan Remunerasi dengan target tersusunnya RPP Sistem Remunerasi PNS berbasis kinerja dan merit; c)Penyusunan/Penyempurnaan/Pengkajian Peraturan Perundang-undangan dengan target terlaksananya uji materi dan pembahasan RUU Kepegawaian Negara dengan legislatif. Fokus
6.Penataan Kelembagaan, Ketatalaksanaan dan Pengawasan Aparatur Negara a) Pelaksanaan Rencana Induk Reformasi Birokrasi. (Survey/Studi kelayakan/Penyusunan Master Plan/DED/SID) dengan target terlaksananya sosialisasi/asistensi/ monitoring, evaluasi atas pelaksanaan Rencana Induk Reformasi Birokrasi; b)Pengembangan Sistem dan Evaluasi Kinerja dengan target (1) tersusunnya rancangan kebijakan Penerapan Sistem Manajemen Kinerja untuk Instansi Pemerintah; dan (2) tersosialisasikannya Pedoman Implementasi Penerapan Sistem Manajemen Kinerja Instansi Pemerintah; c)Evaluasi Organisasi dan Tata Kerja Unit Departemen/ LPND/Lembaga Non Struktural dengan target tersususnnya RPP tentang Pedoman Penyusunan Kelembagaan Non-struktural (quasi birokrasi) dan basil evaluasi kelembagaan birokrasi (struktural); d)Penyusunan/Penyempurnaan/Pengkajian Peraturan Perundang-Undangan dengan target terlaksananya uji materi dan pembahasan RUU Sistem Pengawasan Nasional dan RUU Akuntabilitas Kinerja Penyelenggara Negara dengan legislatif. Fokus 7.Penguatan Lembaga Penyelenggaraan Pemilu dan Peningkatan Partisipasi Aktif Masyarakat dalam Pemilu 2009 a)Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu dan Pilkada dengan target (1) terakreditasinya dan terlaksananya bimbingan teknis bagi pemantau pemilu, serta tersedianya bahan tercetak dan instrumen bagi lembaga pemantau pemilu dari dalam negeri dan luar negeri. Kegiatan dilakukan di 33 provinsi dan 470 KPU kab/kota, 119 Kantor Perwakilan Luar Negeri, dan 1 Kadin di luar negeri; (2) terlaksananya seleksi, bimbingan teknis, dan supervisi untuk PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu Presiden/WK Presiden putaran 1 dan putaran 2. (KPU, 33 KPU provinsi, 470 KPU kab/kota,
6.575 PPK, 77.286 PPS, 120 PPLN, 611.636 KPPS, 1.780 KPPSLN); b)Peningkatan Pendidikan Politik Masyarakat (penyiapan Modul dan Memulai Voters Education and Information) dengan target (1) terlaksananya sosialisasi informasi pemilu, pendidikan pemilih di dalam dan luar negeri, serta bimbingan dan supervisi teknis kepada panitia ad hoc pelaksana pemilu; dan (2) terlaksananya fasilitasi voters information dan fasilitasi pelaksanaan kampanye di 119 kantor perwakilan RI di luar negeri; c)Fasilitasi Pelaksanaan Budaya Politik Demokratis dengan target terlaksananya pendidikan pemilih bagi masyarakat di 5 lokasi di daerah; d)Fasilitasi lembaga kemasyarakatan untuk melakukan pendidikan politik bagi masyarakat di daerah-daerah dengan target terlaksananya pendidikan politik mengenai kepemiluan oleh 500 ormas di kab/kota (khususnya untuk Pemilu Presiden). Fokus 8.Peningkatan Efektivitas Pelaksanaan Pemilu 2009 a)Fasilitasi Persiapan Pelaksanaan Pemilu 2009 dengan target terlaksananya koordinasi setiap tahapan dan jadwal kegiatan Pemilu 2009 (desk Pemilu); b)Penyediaan dan distribusi logistik pemilu dengan target tersedianya logistik pemilu tepat waktu dan tepat lokasi; c)Penguatan sarana dan prasarana pendukung Pelnilu 2009 dengan target tersedianya sarana dan prasarana gedung kantor KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota. Fokus 9.Pemantapan Pertahanan dan Keamanan Dalam Negeri a)Peningkatan kemampuan alutsista TNI dan Alut Polri dengan target (1) kesiapan alutsista integratif TNI menjadi 40 persen dari jumlah saat ini, kesiapan alutsista TNI AD menjadi 38 persen dari jumlah saat ini, kesiapan alutsista TNI AL menjadi 41 persen dari jumlah yang ada saat ini, kesiapan alutsista TNI AU menjadi 43 persen dari jumlah yang ada saat ini; (2) kesiapan peralatan Polri mencapai 70 persen dari kondisi yang ada saat ini; b)Pengembangan industri pertahanan nasional dengan target (1) ditetapkannya sejumlah : peraturan perundangan yang mengatur mekanisme pengembangan industri pertahanan; serta (2) pemanfaatan fasilitas pemeliharaan dan penyerapan secara signifikan produk industri pertahanan nasional dengan target meningkatnya jumlah dan jenis alutsista TNI dan alut Polri produk industri pertahanan nasional untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamanan. c)Pengembangan profesionalitas prajurit TNI dan anggota Polri dengan target terpeliharanya kekuatan dan kemampuan prajurit TNI dan anggota Polri; d)Pengamanan batas negara pada sekitar pulau-pulau kecil terluar dan wilayah-wilayah perbatasan dengan target (1) meningkatnya kualitas dan kuantitas pas-pas pertahanan dalam rangka pencegahan terjadinya pelanggaran wilayah dan kedaulatan; (2) meningkatnya operasional penjagaan dan pengawasan aktivitas aging di pulau-pulau terluar dan wilayah-wilayah perbatasan melalui penjagaan dan pengawasan aktivitas asing di
pulau-pulau terluar dan wilayah-wilayah perbatasan; (3) meningkatnya kerjasama bilateral pengamanan di wilayah-wilayah perbatasan; dan (4) meningkatnya kualitas dan kuantitas pas-pas keamanan dalam rangka pencegahan tindak kejahatan transnasional; e)Penanggulangan dan pencegahan gangguan keamanan laut dengan target (1) berkembangnya prasarana dan sarana termasuk early warning system dengan pengadaan kapal markas, pembentukan UPT di 6 provinsi, terbangunnya stasiun koordinasi keamanan laut, pengadaan early warning system; (2) terselenggaranya operasi bersama keamanan laut dan penegakan hukum di wilayah laut Indonesia dengan target meningkatnya intensifikasi operasi bersama keamanan laut; (3) berkembangnya sistem pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan melalui penyelenggaraan operasi terpadu selama 180 hari, operasionalisasi 21 kapal pengawas, pembentukan 132 kelompok masyarakat pengawas, penyelenggaraan pentaatan dan penegakan hukum di 5 unit kerja peradilan perikanan dan pengembangan 5 UPT pengawas; (4) penguatan sinkronisasi dan sinergi instansi-instansi pemangku Maritime Surveilance System dengan target tercapainya efektivitas dan efisiensi Maritime Surveilance System diantara instansi-instansi terkait guna mendukung kemampuan dukungan informasi dan data secara lebih akurat, tepat tempat, dan tepat waktu (real time); f)Penanggulangan dan pencegahan tindakan terorisme, dengan target (1) meningkatnya kelembagaan Badan Koordinasi Penanganan Terorisme melalui peningkatan koordinasi penanganan tindak kejahatan terorisme; (2) meningkatnya upaya pencarian, penangkapan dan pemrosesan tokoh-tokoh kunci operasional terorisme melalui peningkatan jumlah penangkapan dan proses hukum tokoh-tokoh kunci terorisme; (3) meningkatnya kerjasama bilateral dan regional dalam hal penanggulangan dan pencegahan aksi-aksi terorisme melalui peningkatan penanganan terorisme yang bersifat lintas negara serta menurunnya potensi aksi terorisme lintas negara; g)Penguatan institusi intelijen dan kontra intelijen, dengan target (1) meningkatnya sarana dan prasarana intelijen pusat dan daerah melalui peningkatan kemampuan lembaga dan SDM intelijen pusat dan daerah, meningkatnya kemampuan intelijen TNI, terbangun sistem informasi intelejen pertahanan, meningkatnya kemampuan intelijen Polri; (2) operasi dan koordinasi dalam hal deteksi dini untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan menanggulangi kriminalitas, mencegah dan menanggulangi konflik, separatisme, dan terorisme; (3) terselenggaranya pembangunan jaringan komunikasi sandi negara melalui pembangunan dan pengembangan SDM persandian, percepatan pembangunan jaringan komunikasi sandi nasional. h)Peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan target (1) meningkatnya kerjasama dalam negeri dan luar negeri di bidang narkoba melalui peningkatan koordinasi dan kerjasama serta sinergi antara BNN dan BNP/BNK/BNKot maupun lintas negara dalam upaya mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba; (2) meningkatnya kualitas penegakan hukum di bidang narkoba melalui peningkatan jumlah penyelesaian perkara kejahatan di bidang narkoba; (3) meningkatnya pelayanan terapi dan rehabilitasi kepada penyalahguna (korban) narkoba; (4) terselenggaranya kampanye nasional dan sosialisasi anti narkoba serta tersosialisasinya pencegahan penyalahgunaan narkoba di seluruh Indonesia; i)Pengamanan Pemilu 2009 dengan target (1) mantapnya kesiapan Polri dalam mengamankan proses pemilu dari masa persiapan, kampanye, proses pemungutan dan perhitungan suara, hingga selesainya seluruh rangkaian kegiatan Pemilu; (2) mantapnya kesiapan TNI dalam memberikan dukungan pengamanan dalam menciptakan suasana yang kondusif; serta (3) terselenggaranya operasi intelijen untuk mendeteksi dan mengeliminasi ancaman tantangan hambatan dan gangguan (ATHG) di dalam dan luar negeri, serta teredamnya potensi gangguan keamanan, ketertiban, kriminalitas, konflik, separatisme, dan terorisme. BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2007, perkiraan tahun 2008, sasaran-sasaran pokok tahun 2009, serta kebutuhan pembiayaan pembangunan yang diperlukan. Sasaran tahun 2009 tersebut dicapai melalui berbagai kegiatan dan kebijakan pembangunan sesuai dengan prioritas yang digariskan. A.KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2007 DAN PERKIRAAN TAHUN 2008 Kondisi ekonomi makro tahun 2007 dan perkiraannya tahun 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, momentum pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2007 dan triwulan 1/2008 tetap terjaga. Dalam tahun 2007, ekonomi tumbuh 6,3 persen, lebih tinggi dari tahun 2006 (5,5 persen) didorong oleh investasi yang meningkat, kemampuan ekspor barang dan jasa yang terjaga, serta daya beli masyarakat yang semakin baik. Sejak triwulan 111/2007, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto meningkat dua digit serta konsumsi masyarakat tumbuh lebih dari 5 persen. Dalam keseluruhan tahun 2007, penerimaan ekspor nonmigas meningkat 15,5 persen. Momentum pertumbuhan terns berlanjut pada triwulan 1/2008. Dalam triwulan 1/2008, ekonomi tumbuh 6,3 persen (y-o-y) didorong oleh ekspor barang dan jasa serta pembentukan modal tetap bruto yang meningkat 15,0 persen dan 13,3 persen serta ditopang oleh konsumsi masyarakat yang meningkat 5,5 persen (y-o-y). Pada triwulan 1/2008, penerimaan ekspor nonmigas meningkat 24,8 persen (y-o-y). Kedua, kualitas pertumbuhan ekonomi membaik. Pada bulan Maret 2007, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 37,1 juta orang (16,6 persen) atau berkurang 2,1 juta dibandingkan Maret 2006. Dalam
Agustus 2006-Agustus 2007 tercipta lapangan kerja baru bagi 4,5 juta orang sehingga pengangguran terbuka menurun dari 10,9 juta orang (10,3 persen) menjadi 10,0 juta orang (9,1 persen). Momentum pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga pada triwulan 1/2008 menurunkan lebih lanjut pengangguran terbuka. Dalam bulan Februari 2008, pengangguran terbuka menurun menjadi 9,4 juta orang (8,5 persen). Kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi penduduk miskin ditingkatkan pada tahun 2008. Ketiga, sejak paruh kedua tahun 2007, perekonomian Indonesia dihadapkan pada tiga gejolak eksternal yaitu meningkatnya harga minyak mentah dunia dan harga komoditi dunia lainnya, dampak dari krisis subprime mortgage di AS, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. Besarnya resiko dari gejolak eksternal tersebut menuntut langkah-langkah jangka pendek yang harus ditempuh serta penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan dalam rangka mengamankan pembangunan, termasuk APBN 2008 dengan perubahan yang dilakukan pada awal-awal tahun 2008. Dengan memperhitungkan resiko gejolak ekstemal yang cukup besar, sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dalam awal-awal tahun 2008 disesuaikan dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen. Meningkatnya harga minyak mentah dunia yang dalam keseluruhan tahun 2008 diperkirakan lebih tinggi dari sebelumnya serta tekanan inflasi yang besar berpotensi lebih memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dalam tahun 2008, ekonomi diperkirakan tumbuh 6,0 persen. Keempat, stabilitas ekonomi tetap terjaga dari tekanan eksternal yang meningkat. Dalam keseluruhan tahun 2007, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.140 per dolar AS atau menguat 0,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya; laju inflasi terjaga sebesar 6,6 persen, relatif sama dengan tahun 2006; serta cadangan devisa meningkat menjadi USD 56,9 miliar, atau bertambah USD 14,3 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam empat bulan pertama tahun 2008, harga komoditi dunia yang meningkat memberi tekanan yang cukup besar terhadap inflasi di dalam negeri. Pada bulan April 2008, laju inflasi setahun (y-o-y) mencapai 9,0 persen. Dengan program stabilisasi harga kebutuhan pokok didukung oleh kebijakan moneter yang berhati-hati, laju inflasi keseluruhan tahun 2008 diupayakan tetap terkendali. EKONOMI DUNIA Dalam keseluruhan tahun 2007, ekonomi dunia tumbuh 4,9 persen; sedikit lebih rendah dari tahun 2006 (5,0 persen). Ekonomi Asia tetap sebagai penggerak ekonomi dunia dengan tumbuh sekitar 9,6 persen; sedangkan negara-negara maju hanya tumbuh 2,6 persen. Dalam semester II/2007, ekonomi dunia dihadapkan pada tiga gejolak eksternal yaitu meningkatnya harga minyak mentah dunia dan komoditi dunia lainnya, krisis subprime mortgage di AS yang berpengaruh terhadap stabilitas keuangan dunia, serta melambatnya ekonomi AS. Ketiga resiko eksternal tersebut memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2008. Dalam bulan Juli 2007, stabilitas keuangan dunia mengalami gejolak dipicu oleh krisis subprime mortgage AS. Runtuhnya pasar sub-prime mortgage di Amerika Serikat pada pertengahan Juli 2007 telah menimbulkan gejolak yang luas terhadap pasar modal global.
Indeks saham Dow Jones yang sebelumnya mencapai lebih dari 14.000 sempat merosot menjadi di bawah 12.000 dalam bulan Januari dan Maret 2008 dalam penutupan hariannya. Penurunan indeks saham tersebut selanjutnya berpengaruh terhadap indeks saham di berbagai negara. Dalam rangka mengurangi meluasnya dampak krisis subprime mortgage tersebut, bank sentral AS dan beberapa bank sentral di negara maju menempuh langkah pengamanan baik melalui bantuan likuiditas dan penurunan suku bunga. Terakhir, bantuan likuiditas sekitar USD 30 miliar diberikan untuk menyelamatkan Bear Sterns dari kerugian yang dialami. Rendahnya kualitas kredit perumahan di AS telah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi AS. Sejak triwulan II/2006, investasi residensial di AS terus tumbuh negatif hingga menurun menjadi 21,2 persen pada triwulan 1/2008, Dalam keseluruhan tahun 2007, ekonomi AS tumbuh 2,2 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata tiga tahun sebelumnya yang tumbuh 3,5 persen per tahun. Pada triwulan 1/2008, ekonomi AS tumbuh 2,5 persen (y-o-y) dengan kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga yang melambat serta penurunan investasi residensial yang makin pesat. Untuk mencegah ekonomi AS dari kemungkinan resesi pada tahun 2008, kebijakan ekonomi AS diarahkan pada dua langkah pokok yaitu mengamankan sektor keuangan termasuk perbankan dengan penurunan suku bunga serta memberi stimulus fiskal dalam rangka mendorong ekonomi. Dalam kaitan itu, suku bunga Fed Funds diturunkan secara bertahap dari 5,25 persen pada bulan Agustus 2007 hingga menjadi 2,00 persen pada akhir bulan April 2008 dan stimulus fiskal sebesar USD 162 miliar diberikan untuk menopang konsumsi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi sejak tahun 2004 meningkatkan permintaan terhadap komoditi dunia termasuk energi. Harga minyak mentah dunia dan komoditi dunia lainnya secara bertahap meningkat. Krisis subprime mortgage dan melemahnya nilai tukar dolar AS mengakibatkan likuiditas global yang berlebih beralih pada pasar komoditi, terutama minyak mentah, dan memberi tekanan spekulasi yang besar terhadap peningkatan harga komoditi dunia. Indeks harga komoditi dunia pada bulan April 2008 meningkat 46,8 persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2007 (y-o-y) [IMF, primary commodity price, Mei 2008]. Rata-rata harga spot minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) hingga empat bulan pertama tahun 2008 mencapai USD 101,7 per barel dan dalam paruh pertama bulan Mei 2008 mencapai USD 122,0 per barel. Dalam keseluruhan tahun 2008, harga minyak mentah WTI diperkirakan sekitar USD 110 per barel (EIA, Mei 2008). Kenaikan harga komoditi yang tinggi ini telah memberi tekanan inflasi global yang tinggi bagi semua negara. Dalam rangka mengendalikan tekanan inflasi ini, kebijakan moneter pada banyak negara mulai beralih ke arah yang ketat dengan menaikkan suku bunga. Ketiga gejolak eksternal tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2008. Dalam tahun 2008 ekonomi dunia diperkirakan hanya tumbuh 3,7 persen, lebih lambat dari tahun 2007 (4,9 persen) dengan ekonomi AS yang hanya tumbuh 0,5 persen (IMF, World Economic Oudook, April 2008). Poll of the Forecaster memperkirakan ekonomi AS dalam keseluruhan tahun 2008 tumbuh 1,1 persen (The Economist, Mei 2008).
MONETER, PERBANKAN, DAN PASAR MODAL. Tekanan eksternal berupa tingginya harga komoditi dunia dan meluasnya dampak krisis subprime mortgage di AS berpengaruh pada stabilitas ekonomi di dalam negeri. Dengan kebijakan moneter yang berhati-hati, program stabilisasi harga kebutuhan pokok, serta pengamanan sektor keuangan di dalam negeri, stabilitas ekonomi dapat dijaga. Sampai dengan lima bulan pertama tahun 2007, rata-rata harian nilai tukar rupiah relatif stabil pada rentang Rp 9.000-Rp 9.200 per dolar AS. Dalam bulan Mei 2007 terjadi penguatan nilai tukar rupiah terutama didorong oleh arus modal jangka pendek dalam bentuk investasi portfolio. Dalam bulan Juli 2007 hingga akhir tahun 2007, nilai tukar rupiah berfluktuasi oleh pengaruh rambatan krisis subprime mortgage di AS. Langkah-langkah untuk mengamankan sektor keuangan dan pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati dengan penurunan suku bunga Fed Funds yang terus berlanjut, mampu menjaga kembali stabilitas nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah kembali stabil pada rentang Rp 9.000-Rp 9.200 per USD dan dalam keseluruhan tahun 2007, rata-rata harian nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.140,- per dolar AS, atau menguat 0,3 persen dibandingkan tahun 2006. Dalam empat bulan pertama tahun 2008, rata-rata harian nilai tukar rupiah sebesar Rp. 9.246 dengan trend tetap terjaga pada rentang Rp 9.000-Rp 9.300 per USD. Nilai tukar rupiah yang relatif stabil hingga semester 1/2007 berperan dalam menjaga laju inflasi. Sampai pertengahan tahun 2007 laju inflasi terkendali dan dapat ditekan menjadi 5,8 persen (y-o-y) pada bulan Juni 2007. Meningkatnya harga komoditi dunia sejak pertengahan tahun 2007 mendorong kembali laju inflasi. Dalam tahun 2007, indeks harga komoditi pangan dunia meningkat sebesar 27,1 persen (IMF commodity price). Pada bulan Desember 2007, harga gandum, kedelai, minyak kelapa sawit, dan beras di pasar dunia meningkat berturut-turut sebesar 80,4 persen; 73,9 persen; 67,2 persen; dan 22,2 persen (y-o-y). Kenaikan ini terus berlanjut hingga empat bulan pertama tahun 2008. Dalam bulan April 2008, harga keempat komoditi tersebut meningkat berturut-turut 120,9 persen; 79,0 persen; 102,2 persen; dan 77,8 persen (y-o-y). Dalam bulan April 2008, harga gandum dan gandum. kedelai, dan minyak kelapa sawit melunak; sedangkan harga beras meningkat tinggi. Dalam keseluruhan tahun 2008, harga komoditi dunia, termasuk minyak mentah dunia, diperkirakan tetap tinggi. Dalam tekanan resiko eksternal yang meningkat sejak semester II/2007, laju inflasi tahun 2007 dapat dijaga sebesar 6,6 persen, relatif sama dengan tahun 2006. Meningkatnya harga komoditi dunia pada empat bulan pertama tahun 2008 memberi tekanan bagi inflasi di dalam negeri. Dalam bulan April 2008, laju inflasi tahun kalender (y-t-d) mencapai 4,0 persen dan laju inflasi setahun (y-o-y) meningkat menjadi 9,0 persen. Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan laju inflasi yang terkendali dalam tahun 2007 memberi ruang bagi penurunan suku bunga di dalam negeri. Secara bertahap suku bunga acuan (B1 rate) diturunkan sebesar 175 bps dari 9,75 persen pada akhir tahun 2006 menjadi 8,00 persen pada bulan Desember 2007. Meningkatnya tekanan inflasi sejak bulan Desember 2007 menuntut kebijakan moneter yang berhati-hati guna memandu penurunan ekspektasi inflasi. Suku bunga acuan yang tetap dipertahankan 8,00 persen sampai bulan April 2008
mulai ditingkatkan pada bulan Mei 2008 menjadi 8,25 persen. Dengan program stabilisasi harga kebutuhan pokok masyarakat didukung oleh kebijakan moneter yang berhati-hati, laju inflasi dalam keseluruhan tahun 2008 diupayakan tetap terkendali. Suku bunga deposito dan kredit mcngikuti suku bunga acuan. Pada bulan Desember 2007, suku bunga deposito 1 dan 3 bulan menurun menjadi 7,2 persen dan 7,4 persen dari 9,0 persen dan 9,7 persen pada bulan Desembcr 2006. Penurunan suku bunga kredit berjalan lebih lambat. Pada bulan Desember 2007, suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing menurun menjadi 13,0 persen; 13,0 persen; dan 16,1 persen dari 15,1 persen; 15,1 persen; dan 17,6 persen pada bulan Desember 2006. Menurunnya suku bunga dan membaiknya ekspektasi terhadap perekonomian mendorong penyaluran kredit perbankan. Dalam tahun 2007, penyaluran kredit perbankan mencapai Rp 995,1 triliun, bertambah Rp 208,0 triliun atau meningkat 26,4 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2006. Kenaikan kredit relatif berimbang antara kredit invetasi, modal kerja, dan konsumsi dengan peningkatan berturut-turut 23,4 persen, 28,3 persen, dan 24,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan ini terus berlanjut hingga triwulan 1/2008. Dalam bulan Maret 2008, posisi kredit perbankan mencapai Rp 1.029,2, triliun atau meningkat 29,5 persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2007 (y-o-y). Dengan perkembangan ini, loan-to-deposit ratio (I.DR) pada bulan Februari 2008 mencapai 67,9 persen. Meningkatnya penyaluran kredit perbankan diiringi oleh menurunnya non-peifonning loan. Pada bulan Desember 2007, NPL menurun menjadi Rp 40,0 triliun, atau berkurang Rp 7,5 triliun dan bulan Desember 2006. Selanjutnya dalam bulan Maret 2008, NPL menurun menjadi Rp 38,3 triliun (3,7 persen). Secara keseluruhan fungsi intermediasi perbankan berjalan lebih baik didukung oleh kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang kuat. Stabilitas ekonomi yang terjaga, perkembangan pasar modal global yang dinamis, dan ekspektasi yang baik. terhadap ekonomi dalam negeri telah mendorong kinerja bursa saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEl) menembus angka 2.000 pada bulan Mei 2007 dan terus meningkat hingga mencapai 2.348,7 pada akhir bulan Juli 2007. Gejolak bursa saham global berpengaruh terhadap Bursa Efek Indonesia. Langkah-langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi menguatkan kembali kepercayaan terhadap pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan di BEI pada akhir tahun 2007 mencapai 2.745,8 atau meningkat 52,1 persen dibandingkan akhir tahun sebelumnya, Dalam empat bulan pertama tahun 2008, gejolak bursa saham global masih berlanjut dan berdampak pada pasar modal di dalam negeri. Pada akhir bulan April 2008, IHSG di BEI mencapai 2.304,5 atau turun 16,1 persen dibandingkan akhir Desember 2007. NERACA PEMBAYARAN. Tingginya pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2007 dan meningkatnya harga komoditi dunia ikut berperan dalam mendorong penerimaan ekspor nasional. Pada tahun 2007, total penerimaan ekspor mencapai USD 118,0 miliar, atau naik 14,0 persen dibandingkan tahun 2006. Kenaikan tersebut didorong oleh ekspor migas dan nonmigas yang meningkat masing-masing sebesar 8,4 persen
dan 15,6 persen. Membaiknya kegiatan ekonomi dan pendapatan masyarakat meningkatkan kebutuhan impor. Dalam tahun 2007, impor meningkat menjadi USD 84,9 miliar, atau naik 15,O persen. Peningkatan ini didorong oleh impor migas dan nonmigas yang masing-masing naik sebesar 16,5 persen dan 14,5 persen. Dengan defisit jasa-jasa (termasuk income dan current transfer) yang meningkat menjadi USD 22,7 miliar, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2007 mencapai sekitar USD 10,4 miliar, relatif sama dengan tahun 2006 (USD 10,6 miliar). Dalam pada itu, investasi langsung asing (neto) mencapai surplus sebesar USD 1,7 miliar, lebih rendah dan tahun 2006 (USD 2,2 miliar), didorong oleh investasi langsung asing yang masuk sebesar USD 6,2 miliar. Arus masuk investasi portfolio yang meningkat hingga semester 1/2007 kemudian melambat oleh rambatan gejolak subprime mortgage sejak bulan Agustus 2007 yang berimbas pada pelepasan surat utang negara (SUN) dan surat berharga Bank Indonesia (SBI) pada semester II/2007. Secara keseluruhan tahun 2007, investasi porto folio neto mencapai USD 7,0 miliar dengan investasi porto folio yang masuk sebesar USD 10,0 miliar. Adapun arus modal lainnya pada tahun 2007 mengalami defisit sebesar USD 5,9 miliar didorong oleh investasi lainnya di luar negeri sebesar USD 5,6 miliar. Dengan perkembangan ini neraca modal dan finansial dalam keseluruhan tahun 2007 mengalami surplus USD 3,3 miliar dengan cadangan devisa mencapai USD 56,9 miliar atau cukup untuk membiayai kebutuhan 5,8 bulan impor. Pada tahun 2008, kondisi neraca pembayaran diperkirakan tetap terjaga dari perlambatan pertumbuhan dunia, kenaikan harga komoditi, serta dampak lanjutan subprime mortgage. Total nilai ekspor pada tahun 2008 diperkirakan mencapai USD 139,1 miliar, naik 17,9 persen, didorong oleh ekspor nonmigas yang meningkat sebesar 12,5 persen dan ekspor migas meningkat sebesar 38,0 persen. Pengeluaran impor diperkirakan mencapai USD 101,9 miliar atau 19,9 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 didorong oleh impor nonmigas dan migas yang masing-masing meningkat sebesar 16,0 persen 33,8 persen. Dengan defisit jasa-jasa yang meningkat menjadi USD 25,8 miliar; surplus neraca ttansaksi berjalan pada keseluruhan tahun 2008 diperkirakan mencapai USD 11,4 miliar; lebih tinggi dari tahun 2007. Neraca modal dan finansial pada tahun 2008 diperkirakan terjaga dengan meningkatnya investasi jangka panjang, terjaganya investasi jangka pendek, serta menurunnya defisit investasi lainnya. Investasi langsung aging (neto) diperkirakan mencapai surplus USD 2,5 miliar dengan meningkatnya iklim investasi di dalam negeri. Investasi portfolio pada tahun 2008 diperkirakan mengalami surplus USD 4,6 miliar dengan upaya mengurangi penerbitan SUN, SBT, dan obligasi internasional. Sedangkan investasi lainnya mengalami defisit USD 7,1 miliar. Dengan perkiraan tersebut, neraca modal dan finansial pada tahun 2008 diperkirakan mengalami surplus sebesar USD 0,2 miliar. Dalam keseluruhan tahun 2008, cadangan devisa diperkirakan mencapai USD 68,5 miliar atau cukup untuk memenuhi kebutuhan 6,0 bulan impor. KEUANGAN NEGARA. Dalam tahun 2007, kebijakan fiskal diarahkan untuk memberi dorongan pada perekonomian dengan tetap menjaga
terkendalinya defisit anggaran. Belanja negara yang terdiri dari belanja pcmerintah pusat dan belanja ke daerah meningkat menjadi Rp 757,2 triliun atau naik 13,5 persen dibandingkan tahun 2006. Kebijakan belanja pemerintah pusat diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk belanja pegawai dan barang, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan infrastruktur dasar, melindungi hajat hidup masyarakat dalam bentuk subsidi yang lebih terarah, memenuhi pembayaran utang baik dalam maupun luar negeri. Adapun kebijakan belanja ke daerah diarahkan untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan membiayai kegiatan-kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Penerimaan negara diarahkan terutama untuk menggali sumber penerimaan dalam negeri baik penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak. Pada tahun 2007, penerimaan pajak meningkat menjadi Rp 491,8 triliun atau naik 20,2 persen terutama didorong oleh pajak dalam negeri yang meningkat 18,9 persen. Adapun penerimaan bukan pajak turun sebesar 5,3 persen terutama didorong oleh rendahnya lifting minyak bumi dibandingkan target APBN-P. Dengan perkembangan ini, defisit anggaran pada tahun 2007 dapat dijaga sebesar Rp 48,8 triliun atau 1,3 persen PDB. Pada tahun 2008, kebijakan fiskal tetap diarahkan untuk memberi stimulus kepada perekonomian dengan menjaga ketahanan fiskal. Berbagai upaya untuk menjaga ketahanan dan kesinambungan fiskal dalam rangka pengamanan APBN Tahun 2008 dilakukan antara lain: (1) optimalisasi pendapatan negara yang bersumber dari sektor perpajakan, PNBP, maupun dividen BUMN; (2) penggunaan dana cadangan APBN (contingency policy measure); (3) penghematan dan penajaman prioritas belanja K/L; (4) perbaikan parameter produksi dan subsidi BBM dan listrik; (5) peningkatan efisiensi di Pertamina dan PLN; (6) pemanfaatan dana kelebihan (windfall) di daerah penghasil migas melalui instrumen utang; (7) penerbitan obligasi/SBN dan optimalisasi pinjaman program; (8) pengurangan beban pajak dan bea masuk atas komoditas pangan strategis; serta (9) penambahan subsidi pangan. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN Tahun 2008, APBN Tahun 2008 mendapat tekanan yang sangat berat baik internal maupun eksternal. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global sebagai akibat dari krisis sektor perumahan di Amerika Serikat, naiknya harga minyak mentah di pasar dunia dan harga komoditas pangan dunia, melemahnya mulai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, penurunan lifting minyak bumi menjadi 927 ribu barel per hari atau lebih rendah 107 ribu barel per hari dibandingkan target APBN 2008 (1.034 ribu barel perhari), menuntut dilakukannya perubahan APBN Tahun 2008 dan telah ditetapkan dalam bulan April 2008. Beratnya tekanan eksternal dan internal tersebut diatas, mendorong untuk dilakukannya perubahan dalam APBN tahun 2008. Perubahan tersebut diantaranya: (i) perubahan asumsi dasar untuk memberikan sinyal yang tepat kepada publik; (ii) sejalan dengan perubahan asumsi dasar tersebut mendorong perubahan besaran APBN; (iii) paket kebijakan stabilisasi harga (PKSH) untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak dan pangan dunia; (iv) dilakukannya pemotongan terhadap anggaran belanja
Kementerian/Lembaga sebesar rata-rata 10 persen; (v) penyewaan dana cadangan sebesar Rp 8,3 triliun untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak hingga ke USD 100 per barel dan volume konsumsi BBM bersubsidi. Apabila dana cadangan tcrsebut tidak mencukupi, Pemerintah diberi keleluasaan untuk mengambil langkah-langkah pengamanan APBN lebih lanjut. Sesuai dengan APBN-P Tahun 2008, pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp 895,0 triliun atau 20,0 persen PDB, lebih tinggi Rp 113,6 triliun dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp 781,4 triliun atau 17,4 persen PDB. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan penerimaan negara bukan pajak khususnya penerimaan minyak bumi dan gas alam serta peningkatan dividen BUMN. Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 989,5 triliun atau 22,1 persen PDB, lebih tinggi Rp 134,8 triliun dibandingkan dengan anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp 854,7 triliun atau 19,1 persen PDB. Peningkatan anggaran belanja yang cukup signifikan tersebut terutama disebabkan oleh beban belanja subsidi yang mencapai Rp 234,4 triliun atau 5,2 persen PDB, meningkat Rp 136,5 triliun atau 139,4 persen dari alokasi belanja subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2008 yang sebesar Rp 97,9 triliun atau 2,2 persen PDB. Perkembangan penerimaan dan belanja negara diatas, mendorong peningkatan defisit anggaran dalam APBN-P Tahun 2008 sebesar 0,4 persen PDB atau meningkat dan 1,7 persen PDB menjadi 2,1 persen PDB. Selanjutnya stok utang pemerintah diperkirakan sebesar 32-34 persen PDB. Setelah diundangkannya Undang-undang APBN Perubahan tahun 2008, harga minyak mentah di pasaran internasional terus mengalami kenaikan dan mencapai tingkat lebih dan USD 120 per barel pada paroh pertama bulan Mei 2008. Tingginya harga minyak mentah dunia tersebut dan adanya perbedaan harga BBM dalam negeri dengan luar negen yang semakin tinggi berpotensi memicu kenaikan konsumsi BBM bersubsidi. Keadaan ini akan meningkatkan beban subsidi energi yang selanjutnya berdampak terhadap kenaikan defisit anggaran. Dengan kecenderungan harga minyak mentah yang tinggi tersebut, Pemerintah telah menyusun rencana pengamanan pelaksanaan APBN-P 2008 untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, serta melindungi masyarakat miskin. Dengan berbagai langkah tersebut, gambaran penerimaan negara dan hibah pada tahun 2008 diperkirakan menjadi Rp 937,8 triliun (20,1 persen PDB) atau meningkat sebesar Rp 42,8 triliun. Peningkatan tersebut utamanya didorong oleh peningkatan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 35,2 triliun. Sementara itu, belanja negara diperkirakan sebesar Rp 1.020,1 triliun (21,9 persen PDB) atau meningkat sebesar Rp 30,6 triliun. Dengan demikian, defisit APBN pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 1,8 persen PDB. PERTUMBUHAN EKONOMI. Stabilitas ekonomi yang membaik dan gejolak tahun 2005 serta langkah-langkah yang ditempuh untuk mendorong kegiatan ekonomi mampu memulihkan kembali momentum pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2007 perekonomian tumbuh sebesar 6,3 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya (5,5 persen). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 terutama didorong oleh investasi berupa pembentukan modal tetap bruto
(PMTB) dan ekspor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh sebesar 9,2 persen dan 8,0 persen. Sejak semester II/2007, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto tumbuh dua digit dibandingkan semester II/2006. Sementara itu, konsultasi masyarakat tumbuh sebesar 5,0 persen dan konsumsi pemerintah meningkat sebesar 3,9 persen. Dan sisi produksi, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 terutama didorong oleh sektor industri pengolahan terutama nonmigas yang tumbuh sebesar 5,2 persen dan sektor tersier terutama pengangkutan dan telekomunikasi; listrik, gas dan air bersih; serta konsttuksi yang masing-masing tumbuh sebesar 14,4 persen; 10,4 persen, dan 8,6 persen. Adapun sektor pertanian serta pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 3,5 persen dan 2,0 persen. Dalam triwulan 1/2008, momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dengan pertumbuhan sebesar 6,3 persen (y-o-y). Dan sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi triwulan 1/2008 terutama didorong oleh pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa yang meningkat 13,3 persen dan 15,0 persen serta ditopang oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh 5,5 persen (y-o-y). Dan sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertanian dan sektor tersier yang tumbuh 6,0 persen dan 9,0 persen (y-o-y). Adapun sektor industri pengolahan terutama nonmigas tumbuh 4,6 persen serta sektor pertambangan dan penggalian tumbuh negatif 2,3 persen (y-o-y). Tekanan ekternal yang berat berupa harga komoditi termasuk minyak mentah yang meningkat tinggi, masih berlanjutnya pengaruh lanjutan dari subprime mortgage, dan perlambatan ekonomi AS menuntut perubahan sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dan 6,8 persen menjadi 6,4 persen yang kemudian disesuaikan lagi rnenjadi 6,0 persen. Dari sisi pengeluaran, investasi serta ekspor barang dan jasa tetap didorong sebagai penggerak perekonomian dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 11,4 persen dan 10,5 persen. Kegiatan ekonomi yang didukung oleh langkah-langkah untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok masyarakat diperkirakan meningkatkan konsumsi masyarakat dan pemerintah masing-masing sebesar 4,7 persen dan 4,5 persen. Sementara itu impor barang dan jasa diperkirakan meningkat 13,0 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi akan digerakan oleh industri pengolahan nonmigas yang diperkirakan tumbuh 5,5 persen seiring dengan perbaikan ik1im investasi dan meningkatnya ekspor; sektor pertanian yang meningkat 3,5 persen; serta sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh 2,9 persen. Sedangkan sektor tersier yang meliputi listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan telekomunikasi; keuangan, real estat, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa diperkirakan tumbuh berturut-turut sebesar 7,0 persen; 7,2 persen; 6,9 persen; 13,7 persen; 7,4 persen; serta 5,7 persen. PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN. Momentum pertumbuhan ekonomi yang terjaga pada tahun 2007 telah menciptakan lapangan kerja yang cukup besar dan sekaligus menurunkan pengangguran terbuka. Dalam bulan Agustus 2006 hingga Agustus 2007 telah tercipta lapangan kerja bagi 4,5 juta orang sehingga pengangguran terbuka menurun dari 10,9 juta orang (10,3 persen) menjadi 10,0 juta orang (9,1 persen). Dalam bulan Februari 2008, pengangguran terbuka menurun
menjadi 9,4 juta orang (8,5 persen). Kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi penduduk miskin yang masih berjumlah 37,2 juta jiwa (Maret 2007) ditingkatkan pada tahun 2008. B.
LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL TAHUN 2009
Kondisi ekonomi tahun 2009 akan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal yang diperkirakan lebih baik dari tahun 2008. Pertama, harga komoditi dunia termasuk minyak mentah diperkirakan akan melunak. Peningkatan produksi baik OPEC maupun non-OPEC, respon produksi komoditi dunia lainnya terhadap peningkatan harga yang tinggi, serta stabilitas keuangan global yang membaik akan mengurangi tekanan terhadap harga komoditi dunia pada tahun 2009. Pada tahun 2009, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) diperkirakan menurun menjadi sekitar USD 103 per barel (Energy Information Administration, EIA, Departemen Energi AS, Mei 2008). Resiko harga minyak yang lebih ringgi tetap ada apabila terjadi gangguan dalam produksi minyak mentah dunia dan memburuknya kondisi geo-politik di Timur Tengah dengan permintaan yang tetap tinggi dari China, India, dan negara Asia lainnya didorong oleh perekonomiannya yang tumbuh pesat. Kedua, gejolak keuangan global diperkirakan mereda. Langkah-langkah yang ditempuh oleh negara-negara maju diperkirakan mampu memulihkan kembali sektor keuangan global yang pada gilirannya akan meningkatkan stabilitas moneter internasional yang lebih baik dan menggerakkan kembali bursa saham global. Ketiga, perekonomian AS diperkirakan mulai meningkat secara bertahap, World Economic Outlook, IMF, April 2008 memperkirakan ekonomi AS pada tahun 2009 tumbuh 0,6 persen, relatif sama dengan tahun 2008 (0,5 persen); sedangkan Poll of Forecasters, The Economist, Mei 2008 memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2009 sebesar 1,7 persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan tahun 2008 (1,1 persen). Dengan perekonomian Asia yang diperkirakan tetap tumbuh tinggi, perekonomian dunia pada tahun 2009 diperkirakan tumbuh sedikit lebih tinggi yang pada gilirannya akan meningkatkan perdagangan dunia. Dalam tahun 2009, ekonomi dunia diperkirakan tumbuh 3,8 persen dengan ekonomi Asia yang tumbuh 8,4 persen (World Economic Outlook, April 2008). Volume perdagangan dunia pada tahun 2009 diperkirakan meningkat 5,8 persen, lebih tinggi dari peningkatan tahun 2008 (5,4 persen). Adapun lingkungan internal yang diperkirakan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia tahun 2009 adalah sebagai berikut. Pertama, stabilitas keamanan dan politik yang dijaga akan memberi ekspektasi yang positif bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi yang lebih baik. Kedua, langkah-langkah perbaikan investasi dan percepatan sektor riil yang terus dilanjutkan akan memberi dorongan lebih kuat bagi meningkatnya investasi, ekspor nonmigas, dan kegiatan sektor riil. C.
TANTANGAN POKOK
Dengan kemajuan yang dicapai pada tahun 2007 dan masalah yang diperkirakan masih dihadapi pada tahun 2008, tantangan pokok yang
dihadapi pada tahun 2009 adalah sebagai berikut : 1.MENDORONG PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI. Dorongan akan diberikan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas, serta daya saing ekspor. Dalam tahun 2007 investasi berupa pembentukan modal tetap bruto tumbuh sebesar 9,2 persen, lebih tinggi dari tahun 2006 (2,5 persen) namun masih lebih rendah dari tahun 2004 dan 2005 yang tumbuh sebesar 14,7 persen dan 10,9 persen. Pada tahun 2007, industri pengolahan nonmigas hanya tumbuh sebesar 5,2 persen, lebih rendah dari tahun 2004 yang meningkat 7,5 persen. Dalam tahun 2007, peningkatan nilai ekspor nonmigas lebih banyak didorong oleh kenaikan harga dunia dibandingkan dengan volume ekspor. Beberapa kendala di dalam negeri yang menghambat peningkatan investasi dan ekspor serta lemahnya sektor industri pengolahan akan ditangani secara sungguh-sungguh. 2.MEMPERCEPAT PENGURANGAN PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN. Meskipun pada tahun 2007 dan awal tahun 2008, jumlah pengangguran terbuka serta penduduk yang hidup di bawah yang kemiskinan mengalami penurunan, jumlahnya masih relatif besar. Pengangguran terbuka pada bulan Februari 2008 sebanyak 9,4 juta orang (8,5 persen); sedangkan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sekitar 37,2 juta orang miskin (16,6 persen). Percepatan pertumbuhan ekonomi akan didorong untuk menurunkan tingkat pengangguran yang mulai menurun dan mengurangi jumlah penduduk miskin yang masih besar dengan mendorong kualitas pertumbuhannya. 3.MENJAGA STABILITAS EKONOMI. Lambatnya pemulihan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, gangguan produksi pada komoditi energi dan pangan, serta tingginya likuiditas ekonomi dunia dapat menimbulkan potensi yang mengakibatkan gejolak ekternal yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi di dalam negeri. Selanjutnya tingginya inflasi di dalam negeri pada tahun 2008 menuntut kebijakan moneter yang berhati-hati untuk mengendalikan ekspektasi inflasi agar menurun pada tingkat yang memadai. D.
ARAH KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO
Sesuai dengan tema pembangunan tahun 2009, kebijakan ekonomi makro tahun 2009 diarahkan untuk PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENGURANGAN KEMISKINAN. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas diupayakan dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi serta dengan terjaganya stabilitas ekonomi. Pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan meningkatkan investasi, ekspor, dan pengeluaran pemerintah serta mendorong peningkatan sektor industri pengolahan, revitalisasi pertanian dan menggerakkan UKM. Peningkatan investasi dan ekspor didorong dengan meningkatkan daya tarik investasi baik di dalam maupun di luar negeri; mengurangi hambatan prosedur perijinan, administrasi perpajakan dan kepabeanan; meningkatkan kepastian hukum termasuk terhadap peraturan-peraturan daerah yang menghambat; serta meningkatkan diversifikasi pasar ekspor, mendorong komoditi
nonmigas yang bernilai tambah tinggi, dan penerimaan devisa dari pariwisata dan TKI. Perhatian juga diberikan pada upaya untuk meningkatkan investasi dalam kegiatan eksploitasi dan eksplorasi pertambangan. Daya saing industrl manufaktur ditingkatkan. antara lain dengan pengembangan kawasan industri khusus, fasilitasi industri hilir komoditi primer, restrukturisasi permesinan, serta penggunaan produksi dalam negeri: Investasi juga akan didorong dengan meningkatkan produktivitas dan akses UKM pada sumberdaya produktivitas. Dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi juga diberikan dengan mempercepat pembangunan infrastruktur dan penyediaan energi termasuk listrik. Kemampuan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan terus didorong. Perbaikan iklim ketenagakerjaan akan ditingkatkan dengan menyempurnakan peraturan ketenagakerjaan, mendorong pelaksanaan negosiasi bipatrit, serta penyusulan standar kompetensi. Perhatian juga diberikan pada penempatan, perlindungan, dan pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri. Pembangunan pertanian dan pembangunan perdesaan didorong melalui peningkatan produksi pangan, produktivitas pertanian secara luas, diversifikasi ekonomi pedesaan, pembahasan agraria nasional, serta pengembangan kota kecil dan menengah pendukung ekonomi perdesaan. Upaya untuk menurunkan jumlah penduduk miskin juga akan didorong oleh berbagai program yang diarahkan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi yang pro-rakyat miskin, memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Disamping itu, kebutuhan pokok utamanya beras yang berpengaruh bagi kesejahteraan masyarakat miskin akan dijamin ketersediaannya dengan akses dan harga yang terjangkau. Stabilitas ekonomi dijaga melalui pengamanan pasokan bahan makanan, sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter, dan ketahanan fiskal. Pasokan bahan makanan diupayakan dengan meningkatkan produksi bahan pokok dengan penyempurnaan sistem distribusi sehingga kebutuhan pokok rakyat dapat tersedia. Pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati serta pelaksanaan kebijakan fiskal yang mengarah pada kesinambungan fiskal dengan tetap memberi ruang gerak bagi peningkatan kegiatan ekonomi. Stabilitas ekonomi juga akan didukung dengan ketahanan sektor keuangan melalui penguatan dan pengaturan jasa keuangan, perlindungan dana masyarakat, serta peningkatan koordinasi dengan otoritas keuangan melalui jaring pengaman sistem keuangan. E.
SASARAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2009
Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan internal, sasaran ekonomi makro tahun 2009 adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 6,0 - 6,4 persen dan laju inflasi sebesar 5,8 - 6,5 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin akan menurun. Pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 7,0 - 8,0 persen dari angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin diperkirakan turun menjadi 12 - 14 persen pada tahun 2009.
1.
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBUTUHAN INVESTASI Pertumbuhan ekonomi didorong dengan meningkatkan investasi, menjaga ekspor nonmigas serta memberi stimulus fiskal dalam batas kemampuan keuangan negara untuk menggerakkan semua sektor produksi, terutama industri dan pertanian. Koordinasi antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil, ditingkatkan untuk mendorong peranan masyarakat dalam pembangunan ekonomi. Dalam tahun 2009, perekonomian diperkirakan tumbuh sebesar 6,0 - 6,4 persen. Dengan sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa didorong agar tumbuh masing-masing sebesar 12,1 persen dan 11,0 persen. Dengan meningkatnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan tumbuh 13,4 persen. Dalam keseluruhan tahun 2009, dengan terjaganya stabilitas ekonomi, daya beli masyarakat membaik dengan konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh 5,3 persen" sedangkan pengeluaran pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 5,4 persen. Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,7 persen dengan peningkatan yang lebih baik terutama, untuk produksi tanaman bahan makanan. Adapun industri pengolahan didorong tumbuh 1,3 persen dengan industri pengolahan nonmigas tumbuh 6,0 persen antara lain oleh perbaikan iklim investasi dan meningkatnya ekspor nonmigas. Sedangkan sektor tersier yang meliputi listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan telekomunikasi; keuangan, real estat, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa diperkirakan tumbuh berturut-turut sebesar 7,9 persen; 8,0 persen; 7,6 persen; 14,1 persen; 7,5 persen; serta 5,8 persen. Pertumbuhan PDB baik pada sisi pengeluaran maupun produksi dapat dilihat pada Tabel III.1. Untuk membiayai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen pada tahun 2009, dibutuhkan investasi sebesar Rp 1.410,6 triliun dengan peran serta masyarakat dan pemerintah masing-masing sebesar Rp 1.232,9 triliun dan Rp 177,7 triliun. Kebutuhan investasi 2009 dapat dilihat pada Tabel III.2. 2.
STABILITAS EKONOMI
Stabilitas ekonomi dalam tahun 2009 tetap dijaga, tercermin dari kondisi neraca pembayaran, moneter, dan keuangan negara. a.
NERACA PEMBAYARAN
Penerimaan ekspor tahun 2009 diperkirakan meningkat sebesar 9,3 persen, terutama didorong oleh ekspor nonmigas yang naik 13,5 persen; sedangkan ekspor migas diperkirakan turun 3,4 persen antara lain karena harga minyak dunia yang menurun dan program pengalihan ekspor gas untuk kebutuhan domestik. Sementara itu impor nonmigas diperkirakan tetap tumbuh tinggi sebesar 17,5 persen sedangkan impor migas menurun sebesar 1,1 persen. Dengan defisit sektor jasa-jasa yang masih tetap tinggi, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2009 diperkirakan menurun menjadi USD 10,9 miliar. Seiring dengan mulai membaiknya kondisi pasar uang dunia,
neraca modal dan finansial diperkirakan mengalami surplus sebesar USD 0,9 miliar didorong oleh meningkatnya investasi langsung asing (neto) sebesar USD 2,4 miliar, portfolio sebesar USD 6,2 miliar; sedangkan investasi lainnya (neto) defisit sebesar USD 7,6 miliar. Secara keseluruhan, surplus neraca pembayaran pada tahun 2009 diperkirakan mencapai USD 11,9 miliar dan cadangan devisa diperkirakan meningkat menjadi USD 80,4 miliar atau cukup untuk memenuhi 6,5 bulan impor. Gambaran neraca pembayaran tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel III.3. b.
MONETER
Stabilitas neraca pembayaran yang terjaga, ketersediaan cadangan devisa yang meningkat, serta efektivitas kebijakan moneter yang semakin baik akan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap rupiah. Dalam tahun 2009, stabilitas nilai tukar rupiah diperkirakan tetap terjaga. Dengan nilai tukar rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terjaga, laju inflasi pada tahun 2009 diperkirakan sebesar 6,0 persen. Dengan menurunnya laju inflasi dan stabilnya nilai tukar rupiah, suku bunga di dalam negeri diperkirakan menurun dan pada gilirannya akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat. c.
KEUANGAN NEGARA
Kebijakan fiskal tahun 2009 diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian dengan tetap menjaga langkah-langkah konsolidasi fiskal yang telah dilakukan selama ini. Dalam tahun 2009, penerimaan negara dan hibah diperkirakan mencapai 19,5 - 19,8 persen PDB, terutama didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar 13,7 - 14,1 persen PDB dan penerimaan bukan pajak sebesar 5,7 - 5,8 persen PDB. Sementara itu, belanja negara diperkirakan sebesar 21,0 21,8 persen PDB. Dengan besarnya dorongan fiskal ke daerah, keselarasan program-program pembangunan di daerah dengan program prioritas nasional perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pencapaian sasaran nasional. Dengan perkiraan penerimaan dan pengeluaran tersebut, ketahanan fiskal tetap terjaga. Defisit APBN tahun 2009 diupayakan sekitar 1,5 - 2,0 persen PDB, ditutup oleh pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri. Ketahanan fiskal yang terjaga juga tercermin dari stok utang pemerintah yang menurun menjadi 32,0 34,0 persen PDB pada tahun 2009. 3.
PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN
Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, stabilitas ekonomi yang terjaga, serta berbagai kegiatan pembangunan yang diarahkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan pengangguran, jumlah penduduk miskin dan pengangguran terbuka menurun. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin diperkirakan turun menjadi 12 - 14 persen, sedangkan tingkat pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 6,5 - 7,5 persen dari angkatan kerja.
4.
KEBIJAKAN SUBSIDI
Sesuai amanat pasal 33 dan 34 Undang-undang Dasar 1945, pemerintah wajib menjamin kehidupan fakir-miskin, anak-anak terlantar, mengembangkan sistem jaringan sosial, serta memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dengan demikian pemerintah perlu menyediakan bantuan yang dibutuhkan antara lain transfer tunai, barang dan jasa seperti jaminan tersedianya kebutuhan pangan, kesehatan dan pendidikan, subsidi yang ditujukan untuk meringankan beban masyarakat dalam mencukupi kebutuhan dasarnya, serta subsidi untuk menjaga agar produsen mampu berproduksi, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga terjangkau. Dalam menjalankan amanat konstitusi tersebut, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi dengan proporsi yang cukup besar dalam keseluruhan belanja negara. Pada tahun 2007 realisasi rasio subsidi terhadap belanja negara mencapai 19,8 persen; atau 4,0 persen dari PDB. Sementara itu, pada APBN-P tahun 2008 rasio subsidi terhadap belanja negara diperkirakan sebesar 23,7 persen atau 5,2 persen dari PDB. Subsidi tersebut terbagi atas berbagai jenis, yaitu: a.Subsidi Pangan, dalam bentuk penyediaan dana untuk penerapan harga pembelian gabah dan beras oleh pemerintah (HPP) dan penyediaan beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin); b.Subsidi Pupuk, dalam bentuk penyediaan pupuk murah untuk petani; c.Subsidi BBM, dalam bentuk penyediaan BBM dengan harga lebih murah, baik untuk konsumen maupun produsen tertentu; d.Subsidi Listrik, dalam bentuk penyediaan listrik murah, baik untuk konsumen maupun produsen tertentu; e.Subsidi Bunga Kredit Program, dalam bentuk penyediaan bunga di bawah bunga pasar untuk menunjang pencapaian program tertentu, seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Koperasi Primer untuk Angota (KKPA), Kredit Koperasi, Kredit Kepemilikan Rumah Sederhana (KKRS), Kredit Kepemilikan Rumah Sangat Sederhana (KKRSS) dan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan; f.Subsidi Benih, dalam bentuk penyediaan benih unggul untuk padi, kedelai, jagung hibrida, jagung komposit dan ikan budidaya dengan harga di bawah harga pasar; serta g.Subsidi BUMN PSO, dalam bentuk penyediaan pelayanan oleh BUMN tertentu kepada masyarakat dengan harga di bawah harga pasar, seperti subsidi untuk Kereta Api Kelas Ekonomi, subsidi Pas, subsidi untuk PELNI dan sejenisnya. Mengingat bahwa belanja negara dalam bentuk pemberian subsidi cukup besar, dalam rangka meningkatkan efektifitas pengeluaran negara, pengusulan dan pemberian subsidi harus diatur lebih sistematis. Arah Kebijakan Subsidi Tahun 2009. Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dan sekaligus mendorong peningkatan perekonomian, subsidi yang sudah berjalan masih diperlukan atau belum berakhir jangka waktu pemberiannya akan terus dilanjutkan, namun pemberian subsidi tersebut akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran. Sementara itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan yang
penting dan mendesak, pengusulnan subsidi baru dimungkinkan dengan memperhatikan bahwa pemberian subsidi merupakan pilihan kebijakan terbaik yang perlu dilakukan, memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, serta dengan mempertimbangkan keterbatasan dana pemerintah. Kriteria Subsidi. Secara umum, pemberian subsidi dalam tahun 2009 diberikan untuk menghasilkan produk dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Kriteria pengusulan subsidi dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1.Produk yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak atau dalam rangka mendorong kemampuan produsen nasional dalam memproduksi komoditi tertentu; 2.Adanya kelompok sasaran penerima subsidi yang jelas, yang menjadi konsumen akhir dari komoditi yang disubsidi. Kelompok sasaran tersebut diutamakan masyarakat golongan berpendapatan rendah; dan/atau masyarakat di wilayah terpencil atau terisolir agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar. 3.Komoditi yang disubsidi agar dapat ikut menciptakan kestabilan harga; 4.Memiliki jangka waktu yang jelas. Dalam hal ini pemberian subsidi tidak dapat diberikan selamanya dan oleh sebab itu pengajuannya harus disertai dengan target waktu subsidi tersebut berakhir; 5.Pengajuan subsidi dalam harus kemampuan pembiayaan negara; 6.Pengusulan subsidi harus disertai dengan alasan dan dasar perhitungan yang jelas mengenai besarnya subsidi yang diajukan; 7.Adanya mekanisme (delivery) yang jelas hingga komoditi tersebut dapat dipastikan sampai pada masyarakat yang layak menerima; 8.Adanya pembenahan struktural yang menyertai pelaksanaan subsidi tersebut agar penyalahgunaan subsidi semaksimal mungkin dapat dihindarkan. Mekanisme Pengajuan/Pemberian Subsidi. Subsidi diajukan oleh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan komoditi dalam bentuk barang dan jasa, atau yang ketersediaannya menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga yang bersangkutan. Pengajuan tersebut dilakukan bersamaan dengan pengajuan kegiatan kementerian/lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian, kegiatan atau pengajuan subsidi secara lebih terperinci diuraikan pada kegiatan prioritas, dan/atau dalam kegiatan kementerian/Lembaga. 5.
PENDANAAN MELALUI TRANSFER KE DAERAH
Pendanaan pembangunan melalui transfer ke daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendanaan pembangunan secara nasional dengan arah kebijakan Transfer ke daerah tahun 2009, (i) terus melaksanakan desentralisasi fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah secara konsisten, (ii) mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah pusat dengan daerah dan antar daerah, (iii) mengurangi kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik di daerah, (iv) pengalihan anggaran kementerian/lembaga yang digunakan untuk mendanai kegiatan yang sudah menjadi urusan
daerah ke DAK. Sehubungan dengan itu, kebijakan pengalokasian transfer ke daerah dalam tahun 2009 tetap diarahkan untuk mendukung program/kegiatan prioritas nasional dan menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dengan tujuan: *Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; *Mendukung kegiatan prioritas pembangunan nasional yang juga merupakan urusan daerah *Meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah; *Mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antardaerah; *Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; *Mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro; dan *Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional. DANA PERIMBANGAN Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis dana perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi dalam mendukung kebijakan desentralisasi fiskal guna memperbaiki kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (Vertical Fiscal Imbalance) serta antar daerah (Horizontal Fiscal Imbalance). Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Langkah-langkah untuk penyempurnaan proses penghitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran DBH akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam rangka mempercepat penyelesaian dokumen transfer yang diperlukan untuk penyaluran DBH ke daerah dan meningkatkan akuntabilitas/tanggung gugat dan efektivitas penggunaannya. Disamping itu juga melaksanakan sosialissi penggunaan DBH migas 0,5 persen sebagai tambahan anggaran pendidikan dasar. Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Sebagai acuan utama dalam penetapan kebijakan DAU Tahun 2009 adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah dan PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan di atas, hal-hal sebagai berikut menjadi perhatian dalam pengalokasian DAU Tahun 2009 : a.Pengalokasian DAU kepada masing-masing daerah menggunakan formula DAU dihitung atas dasar Celah Fiskal (CF) dan Alokasi Dasar (AD). CF suatu daerah merupakan selisih kebutuhan fiskal (Kbf) dengan Kapasitas fiskal (Kpf) sedangkan AD dihitung berdasarkan jumlah gaji PNSD. b.Variabel Kebutuhan Fiskal Daerah yaitu: (i) jumlah penduduk, (ii) luas wilayah, (iii) Indeks Kemahalan Konstruksi, (iv) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Variabel Kapasitas Fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil SDA. c.Penyedia dan jenis data yang digunakan dalam perhitungan DAU diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain dari daerah dan Departemen Keuangan untuk Belanja PNSD, dan PAD, BPS untuk data Jumlah Penduduk, IKK, IPM dan PDRB per kapita, Depdagri dan Bakosurtanal untuk data luas wilayah darat dan laut, sedangkan untuk data DBH Pajak dan DBH SDA dari Departemen Keuangan. d.Proporsi pembagian DAU adalah sebesar 10% untuk semua Provinsi dan sebesar 90% untuk semua Kabupaten/Kota dari besaran DAU nasional. e.Dalam hal realisasi harga minyak bumi melebihi 130% dari asumsi dasar minyak bumi dalam APBN tahun berjalan, kelebihan DBH-nya dibagikan kepada daerah sebagai DAU Tambahan, menggunakan formula DAU atas dasar Celah Fiskal. Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk membantu daerah tertentu dalam mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional. Penetapan kebijakan DAK Tahun 2009 mengacu pada UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah dan PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Dalam proses perhitungan alokasi DAK kepada masing-masing daerah akan disempurnakan antara lain melalui peningkatan transparansi dan penyempurnaan metode penghitungan, serta peningkatan akurasi data yang ditujukan untuk menghindari terjadinya ketidaksesuaian antara alokasi DAK yang merupakan prioritas nasional dengan kebutuhan daerah. Pada tahun 2009, dalam pengalokasian diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah,
dalam rangka mendorong pencapaian standar pelayanan minimal kepada masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat. Selain itu, alokasi juga dapat diberikan kepada seluruh daerah yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK. Secara umum, arah kebijakan DAK tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1.Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana jalan, irigasi, air minum dan penyehatan lingkungan di kabupaten daerah tertingga1 yang terdiri dari: daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah pasca bencana, serta daerah yang termasuk kategori daerah ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. 2.Menunjang penguatan sistem distribusi nasional, terutama untuk memperlancar arus barang antarwilayah yang dapat meningkatkan ketersediaan bahan pokok di daerah perdesaan, daerah tertinggal/terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah pulau-pulau kecil terluar, dan daerah rawan bencana, melalui kegiatan khusus di bidang sarana dan prasarana perdagangan, serta sarana dan prasarana perdesaan. 3.Mendorong peningkatan produktivitas, perluasan kesempatan kerja, angkutan barang dan kebutuhan pokok, serta pembangunan perdesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, perikanan dan kelautan, infrastruktur, perdagangan, serta pembangunan perdesaan. 4.Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar, sarana dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, infrastruktur, serta sarana dan prasarana perdesaan daerah tertinggal. 5.Menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi resiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, dan kehutanan. 6.Menyediakan serta meningkatkan cakupan, kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar, kualitas pe1ayanan terutama keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur jalan. 7.Mendukung penyediaan prasarana pemerintahan di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintahan kabupaten/kota dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan. 8.Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran kementerian/lembaga serta kegiatan yang didanai dari APBD, melalui peningkatan koordinasi pengelolaan DAK di pusat dan daerah. 9.Melanjutkan pengalihan secara bertahap anggaran kementenan/lembaga yang digunakan untuk melaksanakan urusan daerah ke DAK, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penggunaan DAK Tahun 2009 diarahkan pada kegiatan-kegiatan di 11 bidang atau program DAK tahun 2008, yaitu dalam rangka
penyelesaian RPJMN 2004-2009, serta 2 bidang atau program baru yang sebagian atau seluruh dananya berasal dari pengalihan anggaran kementerian/lembaga ke DAK. Dengan demikian, bidang atau program yang didanai oleh DAK tahun 2009 meliputi: a.Pendidikan, dengan arah kebijakan untuk menunjang pelaksanaan program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 tahun yang bermutu, yang diperuntukkan bagi SD/SDLB, MI/Salafiyah Ula, termasuk sekolah-sekolah setara SD berbasis keagamaan lainnya, baik negeri maupun swasta; yang diprioritaskan pada daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perbatasan, daerah rawan bencana, dan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. b.Kesehatan, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB); meningkatkan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin serta masyarakat di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan, melalui peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya untuk pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan jaringannya termasuk poskesdes, dan rumah sakit provinsi/kabupaten/kota untuk pelayanan kesehatan rujukan, serta penyediaan sarana/ prasarana penunjang pelayanan kesehatan di kabupaten/kota. c.Keluarga Berencana (KB), dengan arah kebijakan untuk meningkatkan daya jangkau dan kualitas pelayanan tenaga lini lapangan Program KB, sarana dan prasarana pelayanan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KJE)/advokasi Program KB; sarana dan prasarana pelayanan di klinik KB; dan sarana pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak dalam rangka menurunkan angka kelahiran dan laju pertumbuhan penduduk, serta meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga. d.Infrastruktur jalan dan jembatan, dengan arah kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten, dan kota dalam rangka memperlancar distribusi penumpang, barang dan jasa, serta hasil produksi yang diprioritaskan untuk mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional. e.Infrastruktur irigasi, dengan arah kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana sistem irigasi termasuk jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi urusan kabupaten/kota dan provinsi khususnya di daerah lumbung pangan nasional dan daerah tertinggal dalam rangka mendukung program peningkatan ketahanan pangan. f.Infrastruktur air minum dan penyehatan lingkungan, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan air minum dan meningkatkan cakupan
dan kehandalan pelayanan penyehatan lingkungan (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. g.Pertanian, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pertanian di tingkat usaha tani dalam rangka meningkatkan produksi guna mendukung ketahanan pangan nasional. h.Kelautan dan perikanan, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, dan pengawasan serta penyediaan sarana dan prasarana pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. i.Prasarana pemerinta.han daerah, yang diarahkan untuk meningkatkan kinelja daerah dalam menyelenggarakan pembangunan dan pelayanan publik di daerah pemekaran, dan diprioritaskan untuk daerah yang terkena dampak pemekaran tahun 2007-2008, serta digunakan untuk pembangunan/ perluasan/rehabilitasi total gedung kantor/bupati/walikota, dan pembangunan/perluasan/rehabilitasi total gedung kantor DPRD, dengan tetap memperhatikan kriteria perhitungan alokasi DAK. j.Lingkungan hidup, dengan arah kebijakan untUk meningkatkan kinerja daerah dalam menyelenggarakan pembangunan di bidang lingkungan hidup melalui peningkatan penyediaan sarana dan prasarana kelembagaan dan sistem informasi pemantauan kualitas air, pengendalian pencemaran air, serta perlindungan sumberdaya air di luar kawasan hutan. k.Kehutanan, dengan arab kebijakan untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS), meningkatkan fungsi hutan mangrove dan hutan pantai, pemantapan fungsi hutan lindung, Taman Hutan Raya (TAHURA), hutan kota, serta pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan termasuk operasional kegiatan penyuluhan kehutanan. l.Pembangunan perdesaan daerah tertinggal, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan prasarana dan sarana dasar untuk memperlancar arus angkutan penumpang, bahan pokok, dan produk pertanian lainnya dari daerah pusat-pusat produksi di perdesaan ke daerah pemasaran. m.Perdagangan, dengan arah kebijakan untuk menunjang penguatan sistem distribusi nasional melalui pembangunan sarana dan prasarana perdagangan yang terutama berupa pasar tradisional di daerah perbatasan, daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah tertinggal/terpencil, serta daerah pasca bencana. 10.Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10 persen dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, daerah dengan kemampuan keuangan tertentu tidak diwajibkan menganggarkan dana pendamping. 11.Alokasi DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
*Kriteria Umum. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil daerah. Kemampuan keuangan daerah tersebut dihitung berdasarkan indeks fiskal netto (IFN) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. *Kriteria Khusus. Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus, dan karakteristik daerah, yaitu: a.Peraturan perundangan: *Daerah-daerah yang menurut ketentuan peraturan perundangan diberi status otonomi khusus, diprioritaskan mendapat alokasi DAK *Seluruh daerah tertinggal diprioritaskan mendapat alokasi DAK b.Karakteristik daerah : daerah pesisir dan Kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, serta daerah yang termasuk Kategori daerah ketahanan pangan, daerah rawan bencana, dan daerah pariwisata. c.Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. *Kriteria Teknis. Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, kinerja pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, dan insentif bagi daerah yang mengalokasikan dana daerah diluar DAK untuk membiayai kegiatan serupa sesuai bidang DAK. Kriteria teknis dirumuskan berdasarkan indeks teknis yang ditetapkan oleh menteri/ kepala lembaga teknis terkait. Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Otonomi Khusus. Sebagai wujud pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, serta dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dialokasikan Dana Otonomi Khusus. Penggunaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diutamakan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara, dengan 2 (dua) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat tersebut diperuntukkan bagi Kabupaten, Kota, dan Provinsi di Provinsi Papua dan Papua Barat, dengan dasar pembagian menggunakan basis perhitungan jumlah kampung secara proporsional. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku. Dana Otonomi Khusus NAD diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan
pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional. Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua dan Papua Barat diberikan dalam rangka otonomi khusus yang diutamakan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur, sesuai dengan Pasal 34 ayat (3) huruf f Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Tabel III.l. GAMBARAN EKONOMI MAKRO ----------------------------------------------------------------Realisasi Sasaran -------------------------------------------------2004 2005 2006 2007 2008 2009 ----------------------------------------------------------------PERTUMBUHAN EKONOMI (%)
5,0
5,7
5,5
6,3
6,0
6,0 -6,4 1)
PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN (%) Konsumsi Masyarakat 5,0 Konsumsi Pemerintah 4,0 Investasi 14,7 Ekspor Barang dan 13,5 Jasa Impor Barang dan 26,7 Jasa
4,0 6,6 10,9 16,6
3,2 9,6 2,5 9,4
5,0 3,9 9,2 8,0
4,7 4,5 11,4 10,5
5,3 5,4 12,1 11,0
17,8
8,6
8,9
13,0
13,4 2)
PERTUMBUHANPDB PRODUKSI (%) Pertanian, 2,8 2,7 3,4 3,5 3,5 3,7 2) Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan -4,5 3,2 1,7 2,0 2,9 2,9 Penggalian Industri Pengolahan 6,4 4,6 4,6 4,7 5,0 5,3 Industri Bukan Migas 7,5 5,9 5,3 5,2 5,5 6,0 Listrik, Gas dan 5,3 6,3 5,8 10,4 7,0 7,9 Air Bersih Konstruksi 7,5 7,5 8,3 8,6 7,2 8,0 2)
2) 2) 2) 2)
2) 2) 2) 2)
Perdagangan, Hotel, 5,7 dan Restoran Pengangkutan dan 13,4 Telekomunikasi Keuangan, Real 7,7 Estat, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa 5,4
8,3
6,4
8,5
6,9
7,6 2)
12,8
14,4
14,4
13,7
14,1 2)
6,7
5,5
8,0
7,4
7,5 2)
5,2
6,2
6,6
5,7
5,8 2)
LAJU INFLASI (%) 6,4 17,1 6,6 6,6 11,2 5,8-6,5 1) KEUANGAN NEGARA Defisit APBN/PDB (%) 1,3 0,5 0,9 1,3 3) 1,8 1,5 - 2,0 Penerimaan Pajak/ 12,2 12,5 12,3 12,4 3) 13,2 13,7 - 14,1 PDB (%) Stok Utang 56,6 47,2 39,0 33,7 3) 33,5 32,0 - 34,0 Pemerintah/PDB (%) ----------------------------------------------------------------1)Berdasarkan Hasil Pembahasan RKP Tahun 2009 dan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN TA 2009, 16019 Juni 2008 2)Angka Pertumbuhan PDB menurut Pengeluaran dan Produksi merupakan rincian dari sasaran Pertumbuhan sebesar 6,4% 3)Berdasarkan perkiraan Realisasi Terakhir (Versi ke-4) Tabel III.2 KEBUTUHAN INVESTASI (Rp triliun) ----------------------------------------------------------------Realisasi Proyeksi -------------------------------------------------2004 2005 2006 2007 2008 2009 *) ----------------------------------------------------------------Kebutuhan 515,4 657,6 805,5 983,8 1.191,5 1.410,6 Investasi (Rp triliun) Pemerintah 76,4 90,2 108,2 125,4 146,0 177,7 (% PDB) 3,3 3,3 3,2 3,2 3,1 3,3 Masyarakat 438,9 567,4 697,2 858,5 1.045,5 1.232,9 (% PDB) 19,1 20,5 20,9 21,7 22,4 23,4 ----------------------------------------------------------------*)Dihitung berdasarkan sasaran pertumbuhan sebesar 6,4% Tabel III.3. PERKIRAAN NERACA PEMBAYARAN (USD miliar) ----------------------------------------------------------------Realisasi Proyeksi -------------------------------------------------2004 2005 2006 2007 2008 2009 -----------------------------------------------------------------
Neraca Transaksi 1,6 0,3 10,6 10,4 11,4 10,9 Berjalan Ekspor 70,8 87,0 103,5 118,0 139,1 152,1 Migas 16,3 20,2 22,9 24,9 34,3 33,1 Nonmigas 54,5 66,8 80,6 93,1 104,8 118,9 Impor -50,6 -69,5 -73,9 -84,9 -101,9 -115,0 Migas -11,2 -16,0 -16,2 -18,8 -25,2 -24,9 Nonmigas -39,5 -53,4 -57,7 -66,1 -76,7 -90,1 Jasa-jasa -18,6 -17,3 -19,0 -22,7 -25,8 -26,2 Pembayaran Bunga -2,8 -2,7 -2,6 -2,2 -2,1 -2,4 Pinjaman Neraca Modal dan 1,9 0,3 1,9 3,3 0,2 0,9 Finansial Neraca Modal 0,0 0,3 0,4 0,5 0,2 0,0 Neraca Finansial 1,9 0,0 1,5 2,7 0,0 0,9 Investasi -1,5 5,3 2,2 1,7 2,5 2,4 Langsung Arus Masuk 1,9 8,3 4,9 6,2 6,3 6,5 Arus Keluar -3,4 -3,1 -2,7 -4,5 -3,8 -4,1 Portfolio 4,4 4,2 4,1 7,0 4,6 6,2 Aset Swasta 0,4 -1,1 -1,9 -3,0 -3,2 -2,3 Liabilities 4,1 5,3 6,1 10,0 7,8 8,5 Pemerintah 2,3 4,8 4,5 5,3 4,8 5,1 dan BI Swasta 1,8 0,4 1,6 4,7 3,0 3,4 Lainnya -1,0 -9,4 -4,8 -5,9 -7,1 -7,6 Aset Swasta 1,0 -8,6 -2,6 -5,6 -6,9 -6,8 Liabilities -2,0 -0,8 -2,2 -0,3 -0,2 -0,8 Pemerintah -2,7 -0,8 -2,5 -2,4 -1,0 -1,3 dan BI Swasta 0,7 0,0 0,3 2,1 0,8 0,5 Total 3,4 0,6 Selisih Perhitungan -3,1 Neraca Keseluruhan 0,3 Cadangan Devisa 36,3 34,7 Dalam bulan impor 6,1 Memorandum Item Exceptional Financing IMF Neto -1,0 Penjadwalan Hutang 0,0 Pertumbuhan Ekspor 11,5 Nonmigas (%) Pertumbuhan Impor 24,4 Nonmigas (%)
12,5 13,7 11,6 11,9 -0,2 2,0 -1,1 0,0 0,0 0,4 14,5 12,5 11,6 11,9 42,6 56,9 68,5 80,4 4,3 4,5 5,8 6,0 6,5 -1,1 2,7 22,5
-7,6 0,0 20,7
0,0 0,0 15,6
0,0 0,0 12,5
0,0 0,0 13,5
36,0
8,0
14,5
16,0
17,5
---------------------------------------------------------------LAMPIRAN BAB 3 PEMUTAKHIRAN GAMBARAN EKONOMI MAKRO 2009
Sejalan dengan perubahan ekonomi nasional dan gejolak ekonomi global, maka gambaran ekonomi makro yang diuraikan dalam Perpres No 28 Tahun 2008 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 mengalami beberapa kali perubahan. Berdasarkan Pembicaraan Pendahuluan antara Pemerintah dan DPR-RI, disepakati hal-hal sebagai berikut. Sasaran laju pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 6,0 persen hingga 6,4 persen. Tingkat inflasi diperkirakan sekitar 5,8 persen hingga 6,5 persen. Nilai tukar rupiah diperkirakan pada kisaran Rp 9.000 hingga Rp 9.200 per dolar Amerika Serikat. Suku bunga diperkirakan berkisar antara 7,5 persen hingga 8,5 persen. Harga minyak mentah (ICP) diperkirakan berkisar antara US$ 95 hingga US$ 120 per barel. Rasio defisit anggaran APBN adalah sekitar 1,5-2,0 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 yang merupakan lampiran dari UU APBN Tahun 2009 ini, sasaran ekonomi makro yang dicantumkan adalah sasaran ekonomi makro yang merupakan kesepakatan Pembicaraan Pendahuluan tersebut di atas. Pembicaraan pendahuluan dilanjutkan dengan penyusunan RAPBN 2009. Pada saat penyusunan RAPBN 2009, perekonomian diwarnai berbagai gejolak eksternal yang penuh ketidakpastian dan sulit diprediksi. Ketidakpastian ini berawal dari krisis subprime mortgage, dan pada saat yang bersamaan harga-harga komoditi dunia mulai dari minyak bumi, minyak sawit, gandum, dan kedelai mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Dengan gejolak eksternal yang diperkirakan berimbas kepada ekonomi domestik tersebut, pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2009 diperkirakan sebesar 6,2 persen, inflasi diperkirakan sebesar 6,5 persen, dan suku bunga diperkirakan akan mencapai 8,5 persen. Dengan perkiraan akan terjadi pelemahan US$ dan pengelolaan cadangan devisa yang baik, maka nilai tukar rupiah diperkirakan akan menguat dan mencapai Rp 9.100,0/US$. Selanjutnya, sehubungan dengan ketidakpastian politik internasional, terutama yang berkaitan dengan ketegangan di kawasan Timur Tengah, telah menyebabkan relatif tingginya harga minyak mentah internasional sehingga asumsi rata-rata minyak mentah indonesia (ICP) diperkirakan akan meningkat menjadi $130. Dengan besaran ekonomi makro sedemikian dan dalam rangka terus memberikan stimulus fiskal bagi pembangunan, maka defisit APBN dinaikkan menjadi 1,9 persen terhadap PDB. Besaran ekonomi makro ini selanjutnya dibicarakan dalam pembahsan RUU tentang APBN Tahun 2009 beserta Nota Keuangan. Dalam kesepakatan Pembicaraan Tingkat I, disepakati hal-hal sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2009 disepakati sebesar 6,3 persen. Pertumbuhan tersebut akan didukung oleh peningkatan pertumbuhan investasi yang terus meningkat, serta konsumsi rumah tangga dan ekspor barang dan jasa yang masih kuat. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi 2009 akan didukung dari bidang pertaman, pertambangan, manufaktur, serta bidang jasa lainnya seperti transportasi dan telekomunikasi. Inflasi dalam tahun 2009 disepakati sebesar 6,2 persen. Perkiraan tingkat inflasi tersebut didukung oleh kebijakan administered price yang minimal, dan terjaganya pasokan dan arus distribusi barang. Nilai tukar rupiah
dalam tahun 2009 disepakati sebesar Rp 9.150,0/US$. Perkiraan tersebut disebabkan karena pilihan kebijakan moneter dan suku bunga untuk mencapai inflasi rendah dan upaya mendorong sektor riil. Suku Bunga SBI-3 bulan dalam tahun 2009 diperkirakan pada kisaran 8,0 persen, sejalan dengan menurunnya ekspektasi inflasi dan upaya mendorong sektor riil. Harga minyak mentah dalam tahun 2009 disepakati sebesar US$ 95,0 per barel mengikuti kecenderungan harga minyak yang menurun. Defisit APBN turun menjadi 1,7 persen terhadap PDB. Dalam perkembangannya, sampai saat-saat terakhir pembahasan suasana ketidakpastian dalam perekonomian terus berlanjut. Pada akhirnya, sejalan dengan krisis keuangan Amerika yang semakin menjalar keseluruh dunia, termasuk indonesia, maka Pemerintah dan DPR kembali merevisi angka ekonomi makro pada tanggal 13-15 Oktober 2008 dengan kesepakatan sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2009 sebesar 6,0 persen. Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut telah mempertimbangkan perlambatan laju pertumbuhan perekonomian dunia serta mempertahankan prioritas program pembangunan yang telah direncanakan di RKP tahun 2009. Inflasi dalam tahun 2009 disepakati sebesar 6,2 persen. Perkiraan tingkat inflasi tersebut didukung oleh kecenderungan penurunan harga minyak dan komoditi. Namun demikian, masih ada potensi risiko akibat kenaikan inflasi yang disebabkan oleh imported inflation dari nilai tukar. Nilai tukar rupiah dalam tahun 2009 disepakati sebesar Rp 9.400,0/US$ setelah mempertimbangkan koreksi nilai tukar yang tejadi akibat kelangkaan likuiditas ekonomi dunia. Suku Bunga SBI-3 bulan dalam tahun 2009 diperkirakan pada kisaran 7,5 persen menurun dari 8,5 persen, sejalan dengan menurunnya ekspektasi inflasi dan upaya mendorong sektor riil. Harga minyak dalam tahun 2009 disepakati sebesar US$ 80,0 per barel dengan melihat perkembangan harga minyak terkini serta prospek harga future. Dengan demikian, defisit APBN menjadi 1 persen. Perubahan Kerangka Ekonomi Makro 2009 -------------------------------------------------------------------------PEMBICARAAN RAPBN PEMBICARAAN TK I UU APBN PENDAHULUAN 2009 RUU APBN & TAHUN 2008 KERANGKA RKP PENYUSUNAN NOTA KEUANGAN EKONOMI 2009 RAPBN 2009 2009 MAKRO 16-19 Agustus 3-19 Oktober Juni 2008 2008 September 2008 2008 -------------------------------------------------------------------------Penumbuhan 6,4 6,0 - 6,4 6,2 Ekonomi (%) Inflasl (%) 6 5,8 - 6,5 6,5 Defisit 1,5-2,0 1,5 - 2,0 1,9 APBN/PDB(%) Nilai Tukar 9.000 - 9.200 (Rp US$)
6,3 6,2 9.100
6,0 6,2
1,7 9.150
1,0 9.400
Suku Bunga SBI (%) Harga Minyak ICP (US$/br)
-
7,5 - 8,5
8,5
8,0
7,5
-
95 - 120
130
95
80
-------------------------------------------------------------------------
BAB 4 KAIDAH PELAKSANAAN Dalam melaksanakan program dan kegiatan untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009, Kementerian, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah wajib menerapkan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Pelaksanaan kegiatan, baik dalam kerangka regulasi maupun dalam kerangka investasi pemerintah dan pelayanan umum, mensyaratkan keterpaduan dan sinkronisasi antar kegiatan, baik di antara-kegiatan dalam satu program maupun kegiatan antar program, dalam satu instansi dan antar instansi, dengan tetap memperhatikan tugas pokok dan fungsi yang melekat pada masing-masing lembaga serta pembagian urusan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka mewujudkan keterpaduan dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan yang telah diprogramkan, telah dilaksanakan proses musyawarah antar pelaku pembangunan melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan atau Musrenbang, seperti Musrenbang Daerah Kabupaten/Kota, Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus), Musrenbang Provinsi, dan Musrenbang Nasional (Musrenbangnas). RKP Tahun 2009 merupakan acuan bagi Kementerian, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah maupun masyarakat termasuk dunia usaha sehingga tercapai sinergi dalam pelaksanaan program pembangunan. Sehubungan dengan itu, ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan RKP 2009 sebagai berikut: 1.Lembaga Negara, Kementerian, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Pemerintah Daerah, serta masyarakat termasuk dunia usaha berkewajiban untuk melaksanakan program-program RKP Tahun 2009 dengan sebaik-baiknya; 2.RKP Tahun 2009 menjadi acuan dan pedoman bagi Lembaga Negara, Kementerian, dan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dalam menyusun kebijakan publik, baik yang berupa kerangka regulasi maupun kerangka investasi pemerintah dan pelayanan umum, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2009. Untuk mengupayakan keterpaduan, sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program dalam rangka koordinasi
perencanaan, maka masing-masing instansi pemerintah (kementerian/lembaga), setelah menerima pagu sementara Tahun 2009, periu menyesuaikan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL) menjadi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/lembaga (RKA-KL) sebagai berikut: a.Uraian penggunaan APBN Tahun Anggaran 2009, yang merupakan kegiatan untuk mencapai prioritas pembangunan nasional yang berupa kerangka regulasi sesuai dengan kewenangannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (perpres), atau Peraturan Menteri/Kepala Lembaga; b.Uraian rencana penggunaan APBN Tahun Anggaran 2009, yang merupakan kegiatan untuk mencapai prioritas pembangunan nasional yang berupa kerangka investasi pemerintah dan pelayanan umum sesuai dengan kewenangannya; c.Uraian sebagaimana yang dimaksud butir (b) di atas perlu menguraikan kewenangan pengguna anggaran yang bersangkutan, dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintah pusat, tugas dekonsentrasi, tugas pembantuan, atau sudah menjadi kewenangan daerah; d.Pemerintah wajib menyampaikan rancangan APBN Tahun Anggaran 2009 dari masing-masing lembaga negara, departemen, dan lembaga pemerintah non-departemen, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat, yang dilaksanakan melalui asas dekonsentrasi, ataupun yang dilaksanakan melalui tugas pembantuan. 3.Bagi Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten/kota), RKP Tahun 2009 menjadi acuan dan pedoman dalam menyusun kebijakan publik, baik berupa kerangka regulasi maupun kerangka investasi pemerintah dan pelayanan umum dalam Aggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2009. Untuk mengupayakan keterpaduan, sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan setiap program dalam rangka koordinasi perencanaan, masing-masing instansi daerah perlu menyempurnakan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) Tahun 2009 sebagai berikut: a.Uraian penggunaan APBD Tahun Anggaran 2009, yang merupakan kegiatan untuk mencapai prioritas pembangunan nasional/daerah yang berupa kerangka regulasi sesuai dengan kewenangannya dalam bentuk Peraturan Daerah (perda) dan Peraturan Gubernur/Bupati/Wali Kota; b.Uraian rencana penggunaan APBD Tahun Anggaran 2009, yang merupakan kegiatan untuk mencapai prioritas pembangunan nasional/daerah, yang berupa kerangka investasi pemerintah dan pelayanan umum sesuai dengan kewenangannya; c.Uraian sebagaimana yang dimaksud butir (b) diatas, perlu juga menguraikan kewenangan pengguna anggaran yang bersangkutan, dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintah daerah, tugas dekonsentrasi yang diterima pemerintah provinsi dari pemerintah pusat, atau tugas pembantuan yang diterima pemerintah kabupaten/kota dari pemerintah pusat; d.Pemerintah daerah wajib menyampaikan rancangan APBD Tahun
Anggaran 2009 dari masing-masing instansi daerah, yang dilaksanakan langsung sebagai kewenangan daerah. 4.Pemerintah Pusat, di bawah koordinasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dengan mendapatkan masukan dari seluruh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, merumuskan matriks rencana tindak pada setiap bidang pembangunan (matriks rencana tindak menjadi lampiran dari setiap bidang pembangunan) menjadi dokumen RKP Tahun 2009; 5.Masyarakat luas dapat berperanserta seluas-luasnya dalam perancangan dan perumusan kebijakan yang nantinya dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan pendanaan pembangunan, masyarakat luas dan dunia usaha dapat berperanserta dalam pelaksanaan program-program pembangunan berdasarkan rancangan peran serta masyarakat dalam kegiatan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat luas juga dapat berperanserta dalam pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan kegiatan dalam program-program pembangunan; 6.Pada akhir tahun anggaran 2009, setiap instansi pemerintah wajib melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang meliputi evaluasi terhadap pencapaian sasaran kegiatan yang ditetapkan, kesesuaiannya dengan rencana alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN/APBD, serta kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan APBN/APBD dan peraturan-peraturan lainnya; 7.Untuk menjaga efektivitas pelaksanaan program, setiap Kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Departemen dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pemantauan pelaksanaan kegiatan, melakukan tindakan koreksi yang diperlukan, dan melaporkan hasil-hasil pemantauan secara berkala 3 (tiga) bulanan kepada Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.