12
Jakarta V. Yang diteliti oleh peneliti tersebut adalah pembentukan dan optimalisasi lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pasca berakhirnya masa tugas Badan Penyehatan Perbankan Nasional dalam menyelesaikan utang debitur kepada Negara dan mekanisme penyelesaian utangnya. Adapun hasil kesimpulan dari penelitian tersebut adalah lembagalembaga pengganti BPPN seperti Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah (UP3), Tim Pemberesan BPPN (TP-BPPN), PT. Perusahaan Pengelolaan Aset (PT. PPA) dan Tim Koordinasi Penyelesaian Penanganan Tugas-tugas TPBPPN (TKPPT-TPBPPN) serta ditunjuknya Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang hingga saat ini belum dapat secara optimal memenuhi pengembalian uang negara dan pembuatan kesepakatan berupa perjanjian kesepakatan perdamaian yang dilakukan TKPPT-TPBPPN merupakan mekanisme penyelesaian utang debitur tetap dipertahankan dalam rangka mempercepat pengembalian keuangan negara serta dapat mengurangi penumpukan perkara di lembaga peradilan. 2.
Peneliti Saudara I Dewa Made Nefo Dwi Artha dalam Program Studi Magister Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2007 dengan judul tesis “Kajian Hukum Atas Pemberian Pembebasan Tuntutan Pidana Dan Surat Keterangan Pelunasan Hutang Dalam Perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham Di Badan Penyehatan Perbankan Nasional”. Tesis tersebut membahas mengenai aspek hukum perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dan pemberian pembebasan tuntutan
13
pidana dan keterangan pelunasan hutang kepada pemegang saham kepada negara. Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut adalah perjanjian PKPS telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sehingga sah menurut hukum. Demikian pula mengenai pemberian surat keterangan lunas atas kewajiban pemegang saham yang telah dilunasi adalah sah dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, pencantuman klausul pembebasan tuntutan pidana dalam perjanjian PKPS adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum. 3.
Peneliti Saudara Tony Aries dalam Program Studi Magister Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010 dengan judul penelitian “Perlindungan Hukum Penerima Release And Discharge (Studi Kasus Sugar Group Melawan Salim Group)”. Tesis tersebut membahas dasar hukum berlakunya release and discharge sebenarnya adalah perjanjian antara BPPN dengan para konglomerat yang menjadi obligor dan perlindungan hukum terhadap obligor penerima release and discharge dikemudian hari apabila ada pihak-pihak yang berkeberatan atas pemberian release and discharge tersebut. Dengan telah dikeluarkannya Surat Keterangan Lunas (Release and Discharge) oleh BPPN sebagai wakil Pemerintah Republik Indonesia kepada Salim Group. 3 judul penelitian tersebut di atas berbeda dengan penelitian yang akan penulis
lakukan. Dalam tesis ini, penulis akan meneliti mengenai permasalahan sebagaimana diuraikan pada permasalahan diatas yang secara khusus terhadap penyelesaian utang obligor.
14
Atas dasar penelusuran literatur penelitian tersebut, penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang akan dilakukan bukan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Namun demikian, apabila diketahui ternyata pernah dilaksanakan penelitian yang sama, maka diharapkan penelitian ini dapat lebih melengkapi hasil penelitian yang telah ada.
E.
Manfaat Penelitian
Bangsa Indonesia yang telah mengalami krisis ekonomi sebagai
krisis
ekonomi global 1997 kini mulai bangkit berupaya mengejar ketertinggalan dalam bidang ekonomi. Upaya tersebut membutuhkan peranserta semua kekuatan ekonomi termasuk didalamnya adalah para pengusaha/pelaku bisnis yang salah satunya adalah obligor eks. Pemegang Saham PT. Bank Putra Multikarsa yaitu Bapak Marimutu Sinivasan. Proses penyelesaian utang obligor tersebut di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V sangat membutuhkan ketepatan dan kecepatan agar adanya kepastian hukum dalam penyelesaian pelunasan utang. Harapan Penulis didalam penelitian ini agar memberikan manfaat sebagai berikut :
15
1. Aspek Teoritis -
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan landasan hukum kepada pemerintah yang dalam hal ini adalah Departemen Keuangan Republik Indonesia Cq. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V dalam upaya menarik kembali uang negara berupa utang yang harus dibayar oleh obligor melalui pelelangan asset obligor.
-
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V dalam melakukan kewenangannya tidak semata-mata menggunakan principle of legalitiy akan tetapi diberlakukan konsep dasar principle of justice.
2. Aspek Praktis Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V dapat melakukan penarikan kembali uang negara berupa piutang kepada obligor sehingga kerugian negara dapat dihindari dan menjamin hak-hak obligor dalam proses pelunasan utang.
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kedudukan dan Tugas Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V (KPKNL Jakarta V)
1.
Kedudukan hukum KPKNL Jakarta V
Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, serta merujuk pada Surat Edaran Sekertaris Jenderal Departemen Keuangan Republik Indonesia Nomor SE-11 MK.1/2010 tentang Perubahan Nomenklatur Departemen Keuangan menjadi Kementerian Keuangan, maka sejak tahun 2009 Departemen Keuangan secara resmi berubah menjadi Kementerian Keuangan. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V (KPKNL Jakarta V) sebelumnya bernama Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Jakarta V merupakan lembaga yang berada didalam struktur organisasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang diubah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008
17
ditetapkan pada tanggal 11 Juli 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V adalah Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah VII Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara adalah suatu Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembentukan DJKN tidak lepas dari tugas dan peran Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam mengurus dan menyelesaikan piutang negara serta permasalahan piutang negara yang semakin kompleks baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sejarah pembentukan lembaga ini diawali dengan dibentuknya Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976. Dalam Keputusan Presiden tersebut untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pengurusan, bentuk, susunan organisasi dan tata kerja Panitia Pengurusan Piutang Negara diperkokoh dan ditambah dengan pembentukan Badan Urusan Piutang Negara.5
5
S. Mantaybobir, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa, Medan, 2002, hal. 30.
18
Dalam perkembangannya piutang negara yang macet yang harus ditangani oleh BUPN semakin lama semakin meningkat serta permasalahan piutang negara juga semakin kompleks. Tanpa diimbangi dengan perkembangan organisasi dalam mengurus piutang negara, sangat dirasakan belum memadai sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut dan untuk lebih meningkatkan pelayanan dalam pengurusan dan penyelesaian piutang negara serta untuk lebih mempermudah BUPN dalam menjalankan eksekusi lelang karena pada umumnya terhadap penanggung utang yang nakal, BUPN dalam menyelesaikan piutang negara yang macet dilakukan melalui pelelangan barang jaminan piutang negara dan/atau harta kekayaan lainnya dari penanggung utang atau penjamin utang6 Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 lembaga BUPN lebih disempurnakan menjadi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) yang mempunyai IX kantor wilayah di seluru Indonesia dengan kantor operasional Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan Kantor Lelang Negara (KLN). Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen Keuangan juncto Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan juncto Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata
6
S. Mantaybobir, Pengurusan Piutang Negara pada PUPN/BUPLN (Suatu Kajian Teori dan Praktik), Pustaka Bangsa, Medan, 2001.
19
Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) dan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) sebagai kantor operasional dalam melaksanakan pengurusan dan penyelesaian piutang negara. KP2LN merupakan penggabungan dari Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan Kantor Lelang Negara (KLN). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, telah dilakukan penyempurnaan dan perubahan dari Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), sedangkan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) dilakukan perubahan menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagai instansi vertikal didalam kelembagaan DJKN yang berada dibawah tanggungjawab Kantor Wilayah. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V berada dibawah Kantor Wilayah VII Jakarta.
20
BAGAN ORGANISASI KENTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG
KEPALA KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG
SUB BAGIAN UMUM
SEKSI PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA
SEKSI PELAYANAN PENILAIAN
SEKSI PIUTANG NEGARA
SEKSI PELAYANAN LELANG
SEKSI HUKUM DAN INFORMASI
KELOMPOK JABATAN FUNSIONAL
Ada dua lembaga yang mengurusi masalah piutang negara yaitu Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Tugas, kewenangan, dan dasar hukum PUPN diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, sedangkan DJKN merupakan lembaga berupa direktorat yang berada didalam struktur organisasi Kementerian Keuangan.
21
Panitia
Urusan
Piutang
Negara
(PUPN)
adalah
suatu
panitia
interdepartemental yang bertugas mengurus piutang negara yang telah diserahkan pengurusannya oleh pemerintah atau oleh badan-badan yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara. Landasan hukum PUPN mengurus piutang negara adalah Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor
49 Prp. Tahun 1960
menyebutkan, bahwa PUPN bertugas mengurus piutang negara yang besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi penanggung utang tidak melunasi utangnya. Pasal 8 jo pasal 12 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 disebutkan bahwa instansi pemerintah dan badan negara yang langsung atau tidak langsung dikuasai negara wajib menyerahkan pengurusan piutang negara yang besarnya telah pasti menurut hukum kepada PUPN. Setelah pengurusan piutang negara diserahkan dan diterima oleh PUPN, maka akan dibuatkan Surat Penerimaan Pengurusan Putang Negara ( SP3N) yang ditandatangani oleh ketua PUPN. Selanjutnya Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) akan menetapkan adanya dan besarnya piutang negara, penanggung utang, dan pihak-pihak yang mengikatkan diri sebagai penjamin utang berdasarkan hasil penelitian data/dokuman yang diserahkan oleh BUPLN terhadap penanggung utang. Apabila penangggung utang datang memenuhi panggilan, maka akan dilakukan wawancara dan hasilnya akan dituangkan didalam Pernyataan Bersama yang berisi pengakuan jumlah hutang oleh penanggung utang dan syarat-syarat penyelesaiannya berdasarkan hasil perundingan antara penanggung utang dengan Ketua BUPN.
22
Adanya pengakuan jumlah utang oleh penanggung utang yang disepakati bersama dengan Ketua BUPN mengakibatkan jumlah utang telah pasti. Menurut pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor : 49 Prp tahun 1960, Pernyataan Bersama dapat diberi irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Secara hukum Pernyataan Bersama yang mempunyai irah-irah demikian maka kekuatannya sama dengan kekuatan pelaksanaan putusan perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dapat terjadi, penanggung utang tidak bersedia menandatangani Pernyataan Bersama, atau tidak datang memenuhi panggilan PUPN yang mengakibatkan Pernyataan Bersama tidak dapat dibuat. Apabila hal itu terjadi, maka PUPN akan menetapkan jumlah piutang negara yang harus dilunasi debitur atau penanggung. Selanjutnya penagihan akan dilakukan sekaligus bersamaan dengan surat paksa yang berisi perintah kepada penanggung utang untuk membayar lunas utang kepada negara. Surat paksa tersebut berbentuk keputusan Kepala BUPN yang mempunyai irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut pasal 11 ayat (3) dan (2) Undang-undang Nomor 19 tahun 1959, surat paksa mempunyai kekuatan yang sama seperti grosse akta atau putusan hakim perdata dan tidak dapat dimintakan banding. Setelah adanya Pernyataan Bersama atau surat paksa, akan tetapi tetap belum dipenuhi oleh penanggung utang, maka akan dilakukan sita eksekutorial dan penjualan secara lelang yang hasilnya akan dipergunakan sebagai pembayaran utang kepada negara.
23
Hubungan antara PUPN dan DJKN dalam konteks pelaksanaan tugas dan kewenangan dapat dibandingkan sebagai berikut : a.
wilayah kerja PUPN adalah meliputi wilayah kerja DJKN.
b.
kantor tempat dimana PUPN berada sama dengan kantor DJKN.
c.
Direktur Jenderal pada DJKN karena jabatannya adalah Ketua PUPN Pusat.
d.
Sekertaris DJKN karena jabatannya adalah Sekertaris PUPN Pusat.
e.
anggaran PUPN dalam pelaksanaan tugas melakukan pengurusan piutang negara berasal dari anggaran yang dibebankan pada anggaran DJKN.
f.
pelaksanaan
keputusan
mengenai
piutang
negara
yang
merupakan
kewenangan PUPN dilaksanakan oleh DJKN. g.
tugas DJKN adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan standarisasi teknis dibidang piutang negara dan lelang baik yang berasal dari penyelenggaraan tugas PUPN meupun berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Kemteri Keuangan dan peraturan yang berlaku.
h.
juru sita negara yang melakukan penyampaian surat paksa, penyitaan asset berupa barang jaminan, dan/atau asset Penjamin Utang seluruhnya adalah pegawai DJKN. Dengan demikian, KPKNL merupakan lembaga vertikal yang berada dibawah
DJKN adalah pelaksana dari keputusan piutang negara yang dihasilkan oleh PUPN.
24
2.
Tugas KPKNL Jakarta V
Berasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 yang diubah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V dipimpin oleh seorang Kepala dengan tugas pokok melaksanakan pelayanan dibidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Dalam melaksanakan tugas tersebut Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta V menyelenggarakan fungsi : a.
inventarisasi, pengadministrasian, penyalahgunaan, pengamanan kekayaan negara.
b.
registrasi, verifikasi dan analisa pertimbangan permohonan pengalihan serta penghapusan kekayaan negara.
c.
registrasi penerimaan berkas, penetapan, penagihan, pengelolaan barang jaminan,
eksekusi,
pemeriksaan
harta
kekayaan
milik
penanggung
utang/penjamin utang. d.
penyiapan bahan pertimbangan atas permohonan keringanan jangka waktu, dan/atau jumlah utang, usul pencegahan dan penyandraan penanggung utang dan/atau penjamin utang, serta penyiapan data usul penghapusan piutang negara.
25
e.
pelaksanaan pelayanan penilaian.
f.
pelaksanaan pelayanan lelang.
g.
penyajian informasi dibidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang.
h.
pelaksanaan penetapan dan penagihan utang negara serta pemeriksaan kemampuan penanggung utang atau penjamin utang dan eksekusi barang jaminan.
i.
pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung utang atau penjamin utang serta harta kekayaan lain.
j.
pelaksanaan bimbingan kepada Pejabat Lelang.
k.
inventarisasi, pengamanan, dan pendayagunaan barang jaminan.
l.
pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan piutang negara dan lelang.
m.
verifikasi dan pembukuan penerimaan pembayaran piutang negara dan hasil lelang.
n.
pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
B.
Tinjauan Umum Tentang Utang