JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
1
2
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
D A F T A R
I S I
edisi Juni 2016
7
Modernisasi Armed Guna Mewujudkan Pembangunan Kekuatan Pertahanan Matra Darat Yang Handal Brigjen TNI Yudi Satriyono, S.H.
15
Interoperabilitas dan Modernisasi Alutsista Kecabangan TNI AD Untuk Menghadapi Kemungkinan Ancaman Militer Brigjen TNI D. Thoni Damanik, S.I.P., M.Si.
25
Modernisasi Alutsista TNI AD Dalam Konsep Pembangunan Pertahanan Matra Darat Brigjen TNI D. Doetoyo
34
Pengintai Udara dan Pembunuh Tank, Helikopter Serang AH-64 Apache TNI AD Brigjen TNI Benny Susianto, S.I.P.
39
Mengenal Istilah “Milspek” Dalam Alkom TNI Angkatan Darat Brigjen TNI Budi Prijono, S.T, M.M.
44
Strategi Modernisasi Alutsista Arhanud Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Kekuatan Pertahanan Matra Darat Kolonel Arh Candra Wijaya, M.A.
51
Simulator Multi Ranpur Pusdikkav Pussenkav Letkol Kav Setiawan Arismunandar, S.I.P.
57
“Medium Girder Bridge” Jembatan Taktis Dalam Zeni Tempur TNI AD Mayor Czi Wanda Indra Dhanu Abidin
63
EIMOS - EXPAL, Mortir Infanteri Mobilitas Tinggi Mayor Inf Benny Lesmana
64
Meriam 155 mm GS CAESAR, Alutsista Baru Andalan TNI AD Mayor Arm Dian Akhmad Arifandi, S.E.
65
TECHFIRE EXPAL Mayor Arm Adietya Yuni Nurtono, S.H.
66
Hostile Artillery Locator (HALO), Alutsista Pencari & Penemu Sasaran Mayor Arm Rico R. Sirait, B.S., M.MDS
67
UAR-80 & SKYFIRE-70, Roket Helikopter Serang Mayor Cpn Rhino Charles Tuwo, M.Sc., MPM.
69
Remote Controlled Weapon Station (RCWS) deFNder Medium, Meningkatkan Daya Tembak Infanteri Mekanis Mayor Inf Winaryo
70
MBT Leopard, Penggempur Kavaleri TNI AD Dispenad
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
3
P
PROLOG
embaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, pada edisi Juni 2016 kali ini kami kembali menjumpai para pembaca sekalian, semoga aktivitas dan etos kerja kita selama ini masih tetap terjaga dan mendapat ridho dari Tuhan yang Maha Kuasa. Dalam Jurnal Yudhagama Volume 36 Nomor 2 edisi Juni 2016, redaksi menampilkan tulisan yang sangat menarik karena terkait dengan perkembangan Alutsista dalam rangka mendukung tugas pokok TNI Angkatan Darat saat ini dan di masa mendatang. Beberapa tulisan yang kami sajikan antara lain tulisan Komandan Pusat Kesenjataan Artileri Medan Kodiklat TNI Angkatan Darat Brigjen TNI Yudi Satriyono, S.H. dengan judul tulisan Modernisasi Armed Guna Mewujudkan Pembangunan Kekuatan Pertahanan Matra Darat yang Andal. Dikatakannya bahwa pembangunan kekuatan pertahanan oleh TNI AD mutlak harus dilaksanakan agar mampu melaksanakan tugas pokok yang diembannya. Dalam realisasinya pembangunan tersebut termasuk didalamnya modernisasi Alutsista Armed diarahkan guna tercapainya kekuatan pokok MEF dan mampu menjamin kepentingan strategis bangsa. Tulisan lain yang kami sajikan pada kesempatan edisi bulan Juni ini adalah tulisan dari Kepala Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Darat Brigjen TNI Deliaman Thoni Damanik, S.I.P., M.Si., dengan judul tulisan Interoperabilitas dan Modernisasi Alutsista Kecabangan TNI AD Untuk Menghadapi Kemungkinan Ancaman Militer. Tentunya hal itu telah menempatkan TNI AD sebagai salah satu kekuatan militer darat di dunia yang diperhitungkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan prajurit TNI AD terhadap teknologi persenjataan. Untuk mewujudkan kemampuan tempur TNI AD menghadapi ancaman militer dan cara bertindaknya di wilayah darat NKRI, maka diperlukan interoperabilitas dan sinergitas kecabangan TNI AD. Berikutnya kami sajikan tulisan dari Direktur Peralatan Angkatan Darat Brigjen TNI D. Doetoyo dengan judul tulisan Modernisasi Alutsista TNI AD dalam Konsep Pembangunan Pertahanan Matra Darat. Dikatakannya bahwa dalam pemenuhan kebutuhan materiil/Alutsista sampai dengan tahun 2029 dihadapkan kepada kemampuan dukungan anggaran negara yang sangat terbatas untuk membeli Alutsista baru yang sesuai dengan kemajuan teknologi, maka untuk membangun Alutsista jajaran TNI AD dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu Rematerialisasi terhadap Alutsista yang ada saat ini dan pengadaan baru untuk kebutuhan yang sangat mendesak. Selanjutnya tulisan dari Komandan Pusat Penerbangan Angkatan Darat Brigjen TNI Benny Susianto, S.I.P. dengan judul tulisan Pengintai Udara dan Pembunuh Tank: Helikopter Serang AH-64 Apache TNI AD. Menurut Danpuspenerbad bahwa Penerbangan Angkatan Darat, selaku operator helikopter Apache, memiliki fungsi Manuver Mobil Udara, Bantuan Tembakan Penerbad, Pengintaian Udara, Dukungan Kodal, dan Angkutan Udara lainnya. Dengan dimilikinya helikopter Apache, maka fungsi Manuver Mobil Udara, Bantuan Tembakan Penerbad, Pengintaian Udara, dan Dukungan Kodal Pertempuran meningkat secara signifikan.
4
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
Jurnal
YUDHAGAMA
Pelindung Kepala Staf TNI Angkatan Darat Pembina Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat Staf Ahli Irjenad, Aspam Kasad, Asops Kasad, Aspers Kasad, Aslog Kasad, Aster Kasad,Asrena Kasad, Kasahli Kasad Pemimpin Redaksi Brigjen TNI MS. Fadhilah Wakil Pimpinan Redaksi Kolonel Arm Suko Purwantoro, S.I.P., M.M., M.Sc. Dewan Redaksi Kolonel Arh Elman Nawendro. Kolonel Arh Hamim Tohari, M.A. Kolonel Inf Benny Bintoro Kolonel Inf Fadjar Tjahyono Kolonel Kav Aloysius Nugroho Santoso, S.E., M.Si. Ketua Tim Editor Kolonel Inf Efran Gunawan Sekretaris Tim Editor Letkol Inf Drs. N. Ertoto, M.Si. Anggota Tim Editor Letkol Caj James W. Sondakh Mayor Inf Dodi Fahrurozi, S.Sos. Mayor Inf Chandra Purnama, S.H. Kapten Cku M Hasyim Distribusi Kapten Inf Hartono Desain Grafis Serma Enjang Tata Usaha Serma Sumarlin PNS Bambang Sutiono PNS Listin Redaktur Foto Letda Inf Moch Holil Alamat Redaksi Dinas Penerangan Angkatan Darat Jl. Veteran No. 5 Jakarta Pusat Telp. (021) 3456838, 3811260 Fax. (021) 3848300 Alamat Email
[email protected] Website http://www.tniad.mil.id Blackberry Messenger http://pin.bbm.com/C002D3F2B Facebook https://www.facebook.com/AngkatanDaratTNI Twitter https://twitter.com/TNI_AD_Official Instagram https://www.instagram.com/tni_angkatan_darat
Helikopter serang dengan sistem senjatanya merupakan unsur yang efektif dalam meningkatkan keberhasilan operasi darat. Masih berkaitan dengan Alutsista, Direktur Perhubungan Angkatan Darat Brigjen TNI Budi Prijono. S.T., M.M. menyajikan tulisannya dengan judul Mengenal Istilah “Milspek” Dalam Alkom TNI Angkatan Darat. Disampaikannya bahwa berdasarkan kuantitasnya, alat komunikasi (Alkom) merupakan kelompok yang paling banyak dalam komoditi materiil perhubungan. Alkom ini berada secara tersebar di seluruh satuan jajaran TNI Angkatan Darat, baik Satuan Tempur/Banpur maupun Satuan non Tempur. Banyak yang mengatakan bahwa Alkom yang berada di Satuan Tempur/Banpur adalah Alkom “Milspek”, sedangkan selainnya akan dinyatakan sebagai “bukan Milspek”. Selain tulisan di atas, redaksi juga mengetengahkan beberapa tulisan lain yang sangat informatif untuk dibaca oleh segenap prajurit TNI Angkatan Darat antara lain tulisan dari Dirbinsen Pussenarhanud Kolonel Arh Candra Wijaya, M.A. dengan judul tulisan Strategi Modernisasi Alutsista Arhanud dalam Rangka Mendukung Pembangunan Kekuatan Pertahanan Matra Darat. Tulisan dari Wadan Pusdikkav Kodiklat TNI AD Letkol Kav Setiawan Arismunandar, S.I.P. dengan judul tulisan Simulator Multi Ranpur Pusdikkav Pussenkav. Dilanjutkan tulisan dari Kasi Trakor Bagsisdur & Trakor Ditziad Mayor Czi Wanda Indra Dhanu Abidin, dengan judul tulisan “Medium Girder Bridge” Jembatan Taktis Andalan Zeni
Tempur TNI AD. Dibagian akhir, terdapat tujuh ulasan terkait modernisasi Alutsista TNI AD, Eimos-Expal Mortir Infanteri Mobilitas Tinggi oleh Mayor Inf Benny Lesmana, Kasi Anev Listrasat Subdislisstra Dispenad. Meriam 155 mm GS Caesar Alutsista Baru Andalan TNI AD oleh Mayor Arm Dian Akhmad Arifandi, S.E. Kasi Binmatsus Bagbinsat Sdirbinsen Pussenarmed. Techfire Expal oleh Mayor Arm Adietya Yuni Nurtono, S.H. Kabag Binman Sdirbinsen Pussenarmed. Hostile Artilery Locator (HALO) Alutsista Pencari dan Penemu Sasaran oleh Mayor Arm Rico R Sirait, B.S., M.MDS. Kabag Listrasat Subdislisstra Dispenad. UAR-80 dan Skyfire-70 Roket Helikopter Serang oleh Mayor Cpn Rhino Charles Tuwo, M.Sc., M.PM Kabag Dokturjuk Sdirbincab Puspenerbad. Remote Controlled Weapon Station deFNder Medium Meningkatkan Daya Tembak Infanteri Mekanis oleh Mayor Inf Winaryo Kabag Lisstraum Subdislisstra Dispenad. MBT Leopard Penggempur Kavaleri TNI AD oleh Redkasi Jurnal Yudhagama Dispenad. Pembaca setia Jurnal Yudhagama, semoga tulisan yang kami sajikan ini dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan serta pengetahuan bagi pembaca sekalian. Oleh karena itu, untuk memperkaya tulisan pada Jurnal Yudhagama kedepan, kami sangat terbuka untuk menerima tulisan/artikel dari pembaca khususnya prajurit TNI Angkatan Darat. Selamat Membaca ! Redaksi
Jurnal Yudhagama sebagai media komunikasi internal TNI Angkatan Darat, mengemban misi:
1 2 3
Menyebarluaskan kebijakan Pimpinan TNI Angkatan Darat kepada seluruh prajurit di jajaran TNI Angkatan Darat. Memberikan wadah untuk pemikiran-pemikiran yang konstruktif dalam pembinaan TNI Angkatan Darat dan fungsi teknis pembinaan satuan, sesuai tugas pokok TNI Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan negara matra darat. Menyediakan sarana komunikasi untuk penjabaran Kemanunggalan TNI-Rakyat.
Tulisan yang dimuat dalam Jurnal Yudhagama ini merupakan pandangan pribadi penulisnya dan bukan pandangan resmi TNI Angkatan Darat. Redaksi berhak mengubah tulisan (rewrite) tanpa menghilangkan substansinya untuk disesuaikan dengan misi yang diemban Jurnal Yudhagama dan kebijakan Pimpinan TNI Angkatan Darat. Redaksi menerima tulisan dari dalam dan luar lingkungan TNI AD sesuai kebutuhan Jurnal Yudhagama, dengan panjang tulisan maksimal 10 halaman kertas folio, jarak satu setengah spasi. JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
5
Hampir semua Kepala Negara berlomba-lomba memajukan teknologi pertahanannya. Oleh karena itu, postur pertahanan TNI harus semakin kokoh, lengkap dan modern.
Presiden Joko Widodo 3 Desember 2015
6
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
MODERNISASI
ARMED
GUNA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN KEKUATAN PERTAHANAN MATRA DARAT YANG ANDAL
“PEMBANGUNAN KEKUATAN PERTAHANAN OLEH TNI AD MUTLAK HARUS DILAKSANAKAN AGAR MAMPU MELAKSANAKAN TUGAS POKOK YANG DIEMBANNYA. DALAM REALISASINYA, PEMBANGUNAN TERSEBUT TERMASUK DIDALAMNYA MODERNISASI ALUTSISTA ARMED DIARAHKAN GUNA TERCAPAINYA KEKUATAN POKOK MEF DAN MAMPU MENJAMIN KEPENTINGAN STRATEGIS BANGSA.”
P
LATAR BELAKANG embangunan kekuatan TNI AD dilaksanakan atas dasar konsep pertahanan berbasis kemampuan (based defence capabilities), kekuatan dan gelar satuan dengan mengutamakan kemampuan melaksanakan tugas pokoknya dalam menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah darat dan menyelamatkan segenap Bangsa Indonesia. Pembangunan kekuatan tersebut diarahkan untuk tercapainya kekuatan pokok Minimum Essential Force (MEF), terhadap ancaman yang timbul dan tuntutan tugas pokok dengan sasaran tingkat kekuatan yang mampu menjamin kepentingan strategis pertahanan aspek darat. Fokus tercapainya MEF dengan menitikberatkan pembangunan dan modernisasi Alutsista beserta teknologinya dalam menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point. Diantaranya, permasalahan perbatasan wilayah negara, terorisme, separatisme, pengelolaan pulau
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
7
Y U D I S AT R I Y O N O , S . H .
terluar serta keinginan negara lain dalam penguasaan sumber energi Indonesia. Kesuksesan pembangunan kekuatan pada Renstra II (2015 – 2019) akan membuat postur pertahanan Indonesia mandiri setara dengan negara lain dan semakin berwibawa. Salah satu upaya yang dilakukan oleh TNI AD guna tercapainya kemampuan tersebut adalah dengan memodernisasi Alutsista termasuk didalamnya Satuan Armed. Memperhatikan kondisi Alutsista yang dimiliki
Satuan Armed saat ini dalam menjawab tuntutan tugas pokok memerlukan sentuhan teknologi modern dalam rangka memodernisasikan dan gelar satuan dengan pembentukan satuan baru khususnya di wilayah perbatasan darat dengan negara tetangga, daerah rawan konflik dan pulau-pulau terluar. Kehadiran Satuan Armed dengan Alutsista yang modern tentunya akan mampu mendukung semua operasi yang dilakukan oleh TNI AD dan juga memberikan deterrent effect.
POKOK MASALAH Pertama, trend perkembangan perang Sifat dan karakeristik perang saat ini telah bergeser seiring dengan perkembangan teknologi, perebutan sumber energi dan tuntutan kepentingan kelompok tertentu telah menciptakan perang dengan berbagai modus operasi, diantaranya perang Asimetris, perang Hibrida dan perang Proxy. Perang Asimetris sering disebut sebagai perang generasi keempat yang diilhami dari perjuangan gerilyawan dengan menggunakan taktik teror, karena ketidakmampuannya menghadapi persenjataan yang lebih canggih. Contoh perebutan hegemoni di Timur Tengah. Perang Hibrida merupakan perang yang menggabungkan teknik perang konvensional, perang Asimetris dan perang informasi untuk mendapatkan kemenangan atas pihak lawan. Perang ini juga menjadi sebuah strategi militer yang memadukan antara perang konvensional, perang tidak teratur dan ancaman Cyber Warfare baik berupa serangan nuklir, senjata kimia, alat peledak improvisasi dan perang informasi. Perang Proxy merupakan sebuah konfrontasi antar dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan untuk mengurangi resiko konflik langsung pada kehancuran fatal. Kedua, kondisi geografis dan gelar Satuan Armed Pelaksanaan modernisasi Alutsista juga dipengaruhi oleh: 1. Kondisi geografis. Bila memperhatikan kondisi geografis Indonesia yang meliputi 17.504 pulau dan 10 perbatasan dengan negara lain (7 perbatasan laut dan 3 perbatasan daratan), maka hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap stabilitas keamanan negara. Belum lagi letak Indonesia berada pada posisi strategis dan jalur perekonomian/perdagangan antar negara, akan membutuhkan keberadaan satuan-
8
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
satuan pengamanan yang lebih besar dalam melindungi kepentingan negara. 2. Gelar Satuan Armed. Kondisi gelar Satuan Armed dinilai belum ideal dalam mendukung kemampuan kesiapan operasional dan kesiapsiagaan yang optimal dihadapkan pada dislokasi Satuan Armed saat ini. Hal tersebut dilihat dari dislokasi Satuan Armed apabila dikelompokkan dalam tiga wilayah Indonesia, gelar Satuan Armed saat ini masih belum merata tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sebagian besar terpusat di wilayah Indonesia bagian barat, kemudian wilayah tengah dan di wilayah timur belum tergelar Satuan Armed. Ketiga, kemampuan Alutsista Armed saat ini Kemampuan Alutsista yang dimiliki Satuan Armed cukup memadai dalam memberikan bantuan tembakan. Kondisi Alutsista yang dimiliki masih menggunakan sistem manual dan membutuhkan sentuhan teknologi persenjataan yang ada, seperti peningkatan jarak capai meriam, peningkatan kecepatan penembakan, peningkatan akurasi penembakan, peningkatan daya hancur sasaran dan mobilitasnya. Bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, Alutsista Satuan Armed perlu dimodernisasi dan pengadaan senjata yang memiliki seperti kemampuan di atas. Persenjataan Satuan Armed masih menggunakan meriam kaliber ringan seperti meriam 76 mm/Gun dan meriam 105 mm/ Tarik dan meriam 105 mm/GS. Keempat, perkembangan Alutsista negara tetangga Perkembangan teknologi persenjataan di kawasan regional serta menguatnya kemampuan militer negara tetangga yang secara signifikan melebihi kemampuan pertahanan militer Negara Indonesia telah melemahkan
Y U D I S AT R I Y O N O , S . H .
KONDISI GELAR SATUAN ARMED DINILAI BELUM IDEAL DALAM MENDUKUNG KEMAMPUAN KESIAPAN OPERASIONAL DAN KESIAPSIAGAAN YANG OPTIMAL DIHADAPKAN PADA DISLOKASI SATUAN ARMED SAAT INI
posisi tawar dalam ajang diplomasi internasional. Sebagai perbandingan, kekuatan Alutsista Armed negara-negara tetangga antara lain: Malaysia. Satuan Armed Negara Malaysia menggunakan meriam kaliber 105 dan 155 mm, diantaranya: 130 pucuk meriam 105 mm M-56 Pack, 32 pucuk meriam 155 mm sebagai Bantem taktis. Sedangkan kekuatan Bantem strategis Tentara Diraja Malaysia berupa Roket Astros II 18 pucuk dengan jarak capai lebih dari 200 km. Singapura. Satuan Armed Negara Singapura dilengkapi dengan Bantem taktis berupa meriam kaliber 105 mm 37 pucuk dan 160 pucuk meriam 155 mm dengan berbagai jenis. Sedangkan Bantem strategisnya berupa 18 unit MLRS M142 (HIMARS) kaliber 227 mm yang dilengkapi 32 unit XM31 Unitary HE GMLRS Pod dengan kemampuan jarak capai maksimal 70.000 meter dan daya hancur massal di atas radius 10.000 m². Thailand. Satuan Armed Negara Thailand menggunakan meriam kaliber 105 mm 321 pucuk dengan berbagai jenis meriam, 15 pucuk kaliber 130 mm dan 211 pucuk kaliber 155 mm dengan berbagai jenis serta MRL 130 mm sebagai Bantem taktisnya. Saat ini, sedang mengembangkan MBRL (Multi Barel Rocket Launchers) DTI1. Australia. Australia menggunakan meriam kaliber 105 mm 234 pucuk berbagai jenis dan 36 pucuk meriam 155 mm M-198. Saat ini, menggelar sistem pertahanan peluru kendali di Pine Gap meliputi rudal Joint Air to Surface Stand off Missile (JASSM) dengan jarak capai 400 km mampu menembak ke wilayah Indonesia, Rudal jelajah jenis KEPD dengan jarak capai 350 km dan Rudal anti kapal selam SLAM-ER dengan jarak capai 250 km sebagai Bantem strategisnya. Tiongkok. Negara ini menggunakan meriam GUN 120 mm 200 pucuk berbagai jenis, 14.000 pucuk yang terdiri dari meriam Towed berbagai jenis dan tipe. Self Propelled 1200 pucuk dengan berbagai jenis dan tipe sebagai Bantem taktis. Sedangkan Bantem strategis menggunakan Rudal Balistik DF-5A Nuklir 260 pucuk, MLRS 2.400 pucuk dan Artileri mobile 6.246 pucuk.
ANALISA MASALAH Dari uraian pokok masalah di atas, konsep memodernisasi Alutsista Satuan Armed dalam mewujudkan pembangunan kekuatan pertahanan yang andal harus dibangun secara profesional dalam bidangnya. Menurut TB Silalahi bahwa militer profesional adalah well organized, well managed, well equiped well paid (diorganisir, diatur, dilengkapi dan dibiayai dengan baik) sehingga terbentuknya prajurit Armed yang profesional, efektif, efisien dan modern. Sebagai jati diri TNI untuk menjadi tentara profesional harus dilengkapi dengan peralatan militer secara baik. Demikian pula dengan Korps Armed sebagai salah satu kecabangan TNI AD, agar dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan optimal serta diharapkan dapat memberikan deterrent effect kepada negara lain maka Satuan Armed juga perlu memodernisasi Alutsistanya. Dengan tetap mengacu kepada trend perkembangan perang, kondisi geografis dan gelar Satuan Armed, kemampuan Alutsista Armed saat ini dan perkembangan Alutsista negara tetangga, maka dimungkinkan modernisasi yang dilakukan mampu mendukung kelancaran tuntutan tugas pokok. Disisi lain, dapat menjadikan sebuah power/kekuatan bagi Indonesia dalam hal ini TNI AD dalam menjaga “stabilitas keamanan” di kawasan. Berkaitan dengan latar belakang dan pokok masalah di atas, perlu adanya pembahasan rumusan permasalahan untuk melaksanakan modernisasi Alutsista Armed guna mewujudkan pembangunan kekuatan pertahanan matra darat yang andal yaitu: bagaimana pengadaan Alutsista skala prioritas?, bagaimana perimbangan Alutsista sendiri dihadapkan dengan perkembangan Alutsista negara tetangga?, bagaimana penataan gelar serta operasionalnya dihadapkan dengan kondisi ancaman?, dan bagaimana peningkatan pembangunan teknologi Alutsista Armed . PERTIMBANGAN MODERNISASI ALUTSISTA ARMED Teknologi Alutsista Armed diarahkan untuk mempermudah, mempercepat dan menambah akurasi pemberian bantuan tembakan terhadap berbagai bentuk dan kekuatan sasaran. Selaras dengan hal tersebut, maka pembangunan Satuan Armed yang modern harus memenuhi kriteria pertimbangan sebagai berikut: pertama, peningkatan kemampuan jarak capai meriam (extended range). Faktor kemampuan jarak capai merupakan faktor utama dalam penentuan kemampuan meriam Armed. Semakin jauh jarak capainya, maka akan JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
9
Y U D I S AT R I Y O N O , S . H .
semakin tinggi nilai kemampuan meriam tersebut. Kedua, peningkatan akurasi (high precision). Tujuannya untuk meminimalisasi kerugian non tempur (collateral damage) dengan Alutsista meriam yang memiliki CEP (Circular Error Probability) kecil. Ketiga, peningkatan persentase daya hancur terhadap sasaran dengan berbagai jenis dan karakteristik proyektil. Persentase daya hancur yang tinggi berpengaruh besar terhadap efektivitas penggunaan sarana Bantem. Keempat, peningkatan mobilitas deployment memudahkan dalam kegiatan taktis, operasional maupun strategis (tactical, operational and strategic mobility). Dengan daya gerak yang tinggi maka pelaksanaan taktik hit and run yang memungkinkan satuan-satuan Armed menembak dengan cepat dan berpindah kedudukan untuk menghindari counter attack musuh. Kelima, peningkatan interoperability Alutsista Armed dengan satuan manuver lainnya. Interoperabilitas antar kecabangan dan angkatan mempengaruhi jalannya pertempuran. Keenam, berkembangnya dimensi peperangan menuntut semua persenjataan dapat beradaptasi dengan medan pertempuran yang mungkin akan dihadapi. Dapatnya pelibatan dan penggunaan Alutsista Armed untuk pertempuran di wilayah pemukiman/perkotaan (urban) maupun pertempuran jarak dekat seperti Operasi Lawan Insurjensi maupun pertempuran kota.
MLRS Astros II MK6
10
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
MODERNISASI ALUTSISTA ARMED YANG DIHARAPKAN Satuan Armed diharapkan memiliki kapasitas untuk melaksanakan tugas secara optimal dengan didukung Alutsista yang berkemampuan teknologi persenjataan saat ini, sehingga mampu dioperasionalkan untuk segala medan di Indonesia maupun medan tugas dibawah naungan bendera PBB. Diantaranya: PERTAMA, MODERNISASI ALAT UTAMA Modernisasi alat utama diharapkan mampu menjawab ancaman kedepan dan menjamin perimbangan di kawasan. Alat utama Armed tersebut adalah: 1. Teknologi Multiple Launcher Rocket System (MLRS). Merupakan tipe peluncur rudal/roket yang berbentuk Ranpur dengan jumlah laras yang banyak dan kaliber yang beragam, mudah mobilisasi dan dapat menembakkan roket bersamaan sehingga dampak kehancuran (Lethal impact) lebih besar. Dapat menembak secara independen (tidak tergantung sistem Armed pada peninjau-Pibak-pucuk) serta mampu bergerak dan menentukan posisi tidak tergantung pada tim Pengukuran medan (Kurmed). Melalui teknologi ini dengan memiliki daya jangkau yang jauh serta daya hancur yang begitu dahsyat membuat MLRS begitu spesial dikarenakan setiap
Y U D I S AT R I Y O N O , S . H .
roketnya terisi Improve Submunition yang mampu menghancurkan daerah seluas sampai dengan 5,2 Ha dengan waktu yang cukup singkat. 2. Teknologi meriam Armed GS (Self Propelled Artillery). Teknologi meriam GS dengan roda ban yang cepat dalam perpindahan dan mampu melayani permintaan tembakan ketika bergerak serta memiliki adaptabilitas terhadap cuaca dan medan geografis Indonesia. Meriam dengan teknologi modern ini memiliki jarak capai tembakan sampai dengan 40 km. 3. Light Gun teknologi. Memiliki bobot ringan dan berteknologi tinggi sehingga dapat diangkut mengunakan helikopter dan pesawat udara untuk mendukung Operasi Mobud dan Operasi Linud. KEDUA, MODERNISASI SISTEM SENJATA Suatu sistem senjata yang mendukung alat utama yaitu meriam menjadi suatu sistem yang tidak bisa dipisahkan. Modernisasi unsur sistem senjata diharapkan dapat memenuhi tuntutan tugas dan perkembangan jaman serta prediksi ancaman kedepan adalah: 1. Pencari dan penemu sasaran. Modernisasi alat peninjauan sudah selayaknya menyertai penggantian meriam. Penggunaan teknologi LRF, GPS dan UAV sehingga memperoleh data-data tentang sasaran secara akurat meliputi disposisi, komposisi dan kekuatan serta kegiatan. 2. Pengendalian dan pengorganisasian tembakan. Perubahan terhadap proses pengendalian dan pengorganisasian tembakan, yang meliputi: a. Pusat pimpinan penembakan (Puspibak). Puspibak sebagai otak dalam proses penembakan mampu mengolah data menjadi data siap tembak dengan cepat dan akurat. b. Koordinasi bantuan tembakan (Korbantem). Dalam Badan Korbantem, seluruh unsur yang ada baik antar kecabangan maupun antar angkatan memiliki kesamaan terminologi dalam menentukan data tembak untuk mempermudah dan mempercepat proses dalam pengolahan data tembak. c. Pengukuran medan (Kurmed) dilengkapi dengan peralatan yang modern berupa GPS yang menggunakan satelit sendiri sehingga akurasi dan kerahasiaan akan lebih terjamin. d. Meteorologi. Sistem observasi menggunakan radiosonde/radiowind dan pilot balon. Dilengkapi dengan radar cuaca (weather radars) untuk mendapatkan data meteorologi di permukaan
e.
f.
g.
h. i.
j.
dan sipnotik udara atas yang lebih detail untuk mendukung informasi dalam skala dan waktu sesuai yang dibutuhkan dalam pertempuran. Komunikasi. Alkom memiliki kemampuan enscripted radio communication dan networking communication agar dapat bertahan dari perang elektronika yang dilancarkan musuh dan memperlancar komando dan pengendalian unsurunsur penembakan. Angkutan. Memiliki teknologi meriam Armed GS (Self Propelled Artillery) dan Teknologi High-Mobility Artillery Rocket System (HIMARS). Logistik. Memiliki sistem logistik yang responsif, kesederhanaan, fleksibilitas, ekonomis, daya dukung dan ketahanan logistik. Munisi. Memiliki daya hancur lebih luas, jarak capai lebih jauh serta ketepatan yang akurat. Organisasi. Memiliki persyaratan organisasi yang modern berbasis kemampuan/kapabilitas, memiliki kecepatan dalam pelaksanaan tugas, profesional, fleksibel serta ramping. Taktik. Taktik Armed harus menjamin selalu tersedianya bantuan tembakan yang responsif dan efektif bagi satuan manuver.
LANGKAH-LANGKAH MODERNISASI ALUTSISTA ARMED Modernisasi Alutsista Armed saat ini sangat mendesak dihadapkan ancaman dan kondisi geografis agar Satuan Armed mampu mendukung optimal semua operasi yang dilakukan oleh TNI AD sebagai upaya mewujudkan kekuatan pertahanan negara. Langkahlangkah modernisasi Alutsista Satuan Armed yang harus dilakukan, sebagai berikut: Pertama, pengadaan Alutsista. Keberadaan Satgas pengamanan perbatasan belum mampu mengamankan seluruh wilayah Indonesia sehingga perlu pengadaan Alutsista Satuan Armed yang ditempatkan di daerah flash point. Dengan demikian pengadaan Alutsista Armed dengan mempertimbangkan sebagai berikut; 1) Pengadaan Alutsista skala prioritas. Dihadapkan kondisi anggaran pertahanan yang terbatas maka pengadaan Alutsista menggunakan skala prioritas di daerah rawan/ perbatasan dikaitkan dengan kemungkinan ancaman dan kondisi geografis Indonesia sehingga efektif dan efisien memberikan daya tangkal. 2) Mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Pengadaan Alutsista Armed hendaknya dengan mempertimbangkan kondisi geografis wilayah Indonesia dan kemungkinan ancaman yang
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
11
Y U D I S AT R I Y O N O , S . H .
12
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
Y U D I S AT R I Y O N O , S . H .
dihadapi. Disamping itu juga mempertimbangkan track record dari Alutsista yang dibeli atau dengan istilah pengalaman perang dari negara yang menggunakan. Sebagai contoh Negara Brazil dalam penggunaan Roketnya guna melaksanakan pertahanan dan Negara Perancis dalam penggunaan meriam kaliber 155 mm GS di Lebanon guna melindungi pasukan manuver dan menetralisir serangan roket Katyusha. Kedua, perimbangan Alutsista di kawasan. Kondisi persenjataan dan postur kekuatan militer negara tetangga yang ada di kawasan seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Tiongkok dan Australia, memiliki kemampuan Alutsista dari jenis meriam kaliber ringan sampai dengan berat bahkan memiliki roket maupun rudal. Dalam hal ini modernisasi Alutsista Armed perlu mempertimbangkan kondisi Alutsista negara kawasan baik dari segi kualitas, kemampuan, jarak capai maupun teknologi. Penambahan Alutsista Armed jenis Roket akan memberikan daya tangkal di kawasan, karena memiliki daya hancur dan jarak tembak hingga 300 km. Ketiga, penataan gelar Satuan Armed. Penataan gelar dihadapkan dengan kondisi ancaman dan kondisi geografis dimana penataan gelar Satuan Armed saat ini masih belum merata. Gelar Satuan Armed perlu penataan kembali agar mampu melaksanakan tugas dengan optimal, mampu memberikan bantuan secepat mungkin dan diharapkan mampu memberikan deterrent effect kepada negara tetangga, maka gelar Satuan Armed
sebagai berikut: 1) gelar Satuan Armed terpusat. Gelar Satuan Armed secara terpusat ini dibawah komando Kostrad yang memiliki jenis kaliber varian setingkat Batalyon yaitu kaliber 76 mm/105 mm, kaliber 155 mm GS dan Roket. 2) Gelar Satuan Armed tersebar. Penataan gelar Satuan Armed tersebar di Kotama memiliki kaliber campuran/komposit yaitu kaliber 105 mm dan 155 mm sehingga perlu adanya validasi dan pembentukan satuan Armed baru. 3) Gelar Satuan Armed di daerah rawan dan pulau terluar. Penataan gelar disini lebih baik menggunakan Alutsista Armed yang mempunyai jarak capai jauh, daya hancur dan mobilitas tinggi, seperti jenis Roket. Keempat, pengoperasionalan Alutsista. Dalam pengoperasionalan Satuan Armed harus disesuaikan dengan ancaman/sasaran dan tuntutan tugas yang dihadapi. Pelibatan dalam membantu satuan manuver, Satuan Armed tidak hanya dioperasionalkan mulai tingkat Resimen sampai dengan Baterai namun dapat dioperasionalkan setingkat seksi bahkan 1 pucuk dapat dioperasionalkan dengan tetap berpedoman kesisteman persenjataan Armed tergantung dari tugas yang dihadapi. Dihadapkan dengan trend perang saat ini bahwa musuh yang dihadapi bukan saja dalam jumlah yang besar namun bisa kelompok kecil yang mempunyai nilai strategis. Pengoperasionalan Satbak terkecil lebih efektif dalam melaksanakan operasi tersebut. Disisi lain dalam pengoperasionalan Satuan Armed dikelompokkan
Meriam Caesar 155/52 calibre, buatan Perancis
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
13
Y U D I S AT R I Y O N O , S . H .
menjadi empat sebagai berikut: 1) Meriam ringan adalah meriam yang memiliki kaliber 76 dan 105 mm. 2) Meriam sedang merupakan meriam yang memiliki kaliber 155 mm. 3) Meriam berat merupakan meriam yang memiliki kaliber 210 mm. 4) Roket merupakan meriam yang menggunakan roket. Kelima, pembangunan teknologi Alutsista. Peningkatan pembangunan Alutista ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama Militer-sipil dalam penelitian dan pengembangan teknologi Alutsista Armed dengan melibatkan kalangan akademisi dan kalangan Industri pertahanan untuk dapat bekerjasama dengan TNI AD. Peningkatan kerja sama tersebut dalam modernisasi Alutsista Armed berupa: Pengalih GPS, Hologram stelling tipuan, modifikasi meriam di atas kendaraan khususnya meriam 76 mm, rancang bangun alat pengendali
tembakan dan alat peninjau multirotor. PENUTUP Pembangunan kekuatan pertahanan oleh TNI AD mutlak harus dilaksanakan agar mampu melaksanakan tugas pokok yang diembannya. Dalam realisasinya pembangunan tersebut termasuk didalamnya modernisasi Alutsista Armed diarahkan guna tercapainya kekuatan pokok MEF dan mampu menjamin kepentingan strategis bangsa. Dengan demikian modernisasi Alutsista Armed yang dilakukan nantinya mampu menjawab tuntutan tugas dan mampu melindungi seluruh wilayah Indonesia terutama daerah perbatasan/pulau-pulau terluar dalam mewujudkan kekuatan pertahanan matra darat yang andal.
_________________________________________Endnotes_________________________________________ 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Mabesad, 2014, Pembangunan Kekuatan Minimum (MEF) TNI AD Tahun 2010-2024 (Revisi III), Jakarta. Darwanto, H, 2015, Perang Asimetris, hlm 3. http://jaringnews.com/politik-peristiwa/umum/34704/ panglima-tni-waspadai-perang-hibrida. Dadan, S, 2012, On Proxy War. https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_di_Indonesia. 2010, Military Balance. 2004, UU RI Nomor 34 tentang TNI, hlm. 6. Pussenarmed, Konsep Strategi Transformasi Armed dalam rangka penyesuaian Transformasi TNI AD, hlm 29. Ibid, hlm 31-37.Cupionc revidees, nocchus etissil iamdius nos ad faus perissu ltorum intimus igit, eo,
BIODATA PENULIS
14
Brigjen TNI Yudi Satriyono, S.H. lahir di Surabaya, Jawa Timur pada tahun 1959 merupakan Alumni Akademi Militer 1983. Mulai meniti karier di satuan Yonarmed 6/76 sebagai Pajau, Danrai dan Staf. Jabatan yang pernah diemban adalah Dirbinsen Pussenarmed, Sekretaris Pussenarmed, Wadan Pussenarmed, Paban Sahli bidang Ilpengmil pok Sahli bidang Ilpengtek dan LH Sahli Kasad. Karirnya terus berkembang sejak 10 September 2015 mengemban amanah sebagai Danpussenarmed Kodiklat TNI AD menggantikan Brigjen TNI Sonhadji, S.I.P., M.M. Pendidikan umum terakhir S1 tahun 2001 dan pendidikan militer terakhir Sesko TNI tahun 2008. Pendidikan pengembangan spesialisasi yang pernah diikuti mulai Sussar Para tahun 1982, Suspa Jasmil tahun 1984, Suspa Tihmer 105 mm tahun 1984, Suspa Pers Inti Mer 105 mm tahun 1985, Sus Danrai tahun 1987, Sus bahasa Inggris tahun 1992 dan Sus Opsgab TNI tahun 2006.
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
INTEROPERABILITAS DAN MODERNISASI ALUTSISTA KECABANGAN TNI AD UNTUK MENGHADAPI KEMUNGKINAN ANCAMAN MILITER
KEBERADAAN ALUTSISTA MODERN PENGADAAN TERBARU DAN PENGADAAN LAMA HASIL UP GRADE TELAH MEMPERBESAR KEMAMPUAN DAYA TEMPUR KECABANGAN TNI AD. JUGA MENEMPATKAN TNI AD SEBAGAI SALAH SATU KEKUATAN MILITER DARAT DI DUNIA YANG DIPERHITUNGKAN DAN MENINGKATKAN ILMU PENGETAHUAN DAN WAWASAN PRAJURIT TNI AD TERHADAP TEKNOLOGI PERSENJATAAN.
K
LATAR BELAKANG ecabangan TNI AD sebelum dimodernisasi memiliki Alutsista buatan antara tahun 1940 s.d 1986, sehingga modernisasi Alutsista yang sedang dilaksanakan merupakan suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan TNI AD, agar memiliki kemampuan tempur yang menentukan di wilayah darat Indonesia. Penyiapan dan modernisasi Alutsista dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu dengan membeli atau mengimpor dari negara lain; melakukan up grade berupa repowering, retrofitting dan modifikasi; serta membuat sendiri dengan memberdayakan industri pertahanan dalam negeri. Khusus Alutsista dari negara produsen, mengutamakan adanya alih teknologi (Transfer of Technology/ToT) dan alih ilmu pengetahuan (Transfer of Knowledge/ToK), hingga saatnya nanti Alutsista yang dibutuhkan dapat diproduksi secara mandiri oleh industri pertahanan dalam negeri. Modernisasi Alutsista sesuai kebutuhan ditujukan untuk meniadakan kemungkinan risiko akibat kesenjangan antara perkiraan ancaman militer dan Alutsista Kecabangan TNI AD. Kebutuhan modernisasi mo odeern nissas asii Alutsista Allut utssiistta juga mempertimbangkan bentuk dan sifat utsi peperangan yaitu peperangan generasi keempat p pe pe pera era r ng ngan n kekinian, kek (4GW) (4GW (4 GW W) se sepe seperti epe p peperangan asimetris (asymmetric warfare) dan daan peperangan pepe pe p raan non-linier (abstract war) yang menggunakan ssarana sa ra prasarana yang tersedia maupun menggunakan sistem senjata teknologi tinggi. m Sasaran peperangan asimetris (asymmetric S Sa warfare) wa w a dan peperangan non-linier (abstract JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
15
D E L I A M A N T H O N I D A M A N I K , S . I . P. , M . S i
war) meliputi seluruh aspek kehidupan dan non-kombatan dapat dibedakan dengan “Perang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, jelas. Peperangan generasi kedua (2GW) militer dan keamanan (Ipoleksosbudmilkam) merupakan pengembangan teknologi senjata bukanlah dilaksanakan jauh sebelum ancaman invasi (senapan dan meriam) yang memiliki jarak ungkapan militer asing ke wilayah NKRI. Kondisi tembak lebih jauh dan efektif serta taktik kehendak yang yang digunakan merupakan kombinasi Ipoleksosbudmilkam, apabila tidak dikelola dibidikkan dengan baik dapat menimbulkan ancaman tembakan dan gerakan, sudah menggunakan separatisme bersenjata, pemberontakan kepada benda teknik perkuatan medan dan parit bersenjata, terorisme dan lain-lain. Seluruh perlindungan, kawat berduri, dan ranjau mati, seperti ancaman tersebut dihadapi dengan Operasi serta perhitungan antara pasukan penyerang dalam seni Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi dengan yang bertahan 3:1. Militer Selain Perang (OMSP) untuk Peperangan generasi ketiga (3GW), mekanis, membantu tugas-tugas TNI menegakkan dikenal dengan konsep Revolution in Military Melainkan, kedaulatan, dan menjaga keutuhan NKRI (RMA), yang berciri precision strike, perang adalah Affair serta melindungi segenap Bangsa Indonesia. information warfare, dominating maneuvres, dan ungkapan Keberadaan Alutsista modern pengadaan space warfare, bertujuan untuk meningkatkan terbaru dan pengadaan lama hasil up grade kehendak yang daya hancur, meningkatkan pengendalian telah mem perbesar kemampuan daya dibidikkan pada peperangan, mengurangi kasus salah tempur kecabangan TNI AD. Disamping antar kawan maupun masyarakat. satuan hidup tembak juga menempatkan TNI AD sebagai salah Peperangan generasi keempat (4GW) adalah yang bereaksi.“ peperangan asimetris (asymmetric warfare) satu kekuatan militer darat di dunia yang diperhitungkan serta meningkatkan ilmu dan peperangan non-linier (abstract war) (Carl von Clausewitz) pengetahuan dan wawasan prajurit TNI yang menggunakan seluruh sarana prasarana 1780-1830 AD terhadap teknologi persenjataan. Untuk yang dimiliki, maupun dengan sistem senjata mewujudkan kemampuan tempur TNI AD teknologi tinggi untuk menaklukkan negara menghadapi ancaman militer dan cara bertindaknya di lain yang sasarannya tidak hanya pasukan militer wilayah darat NKRI, maka diperlukan interoperabilitas negara yang dijadikan musuh, tetapi juga sasaran dan sinergitas kecabangan TNI AD. Penulisan ini vital lainnya yang dapat memengaruhi kemampuan bertujuan sebagai sharing knowledge dengan pokok negara sasaran dalam memberikan perlawanan atau pembahasan: bagaimana kebutuhan modernisasi menghancurkan kemauan bertempur musuh. Alutsista TNI AD dihadapkan pada kemungkinan ancaman militer dan cara bertindaknya di wilayah darat ANCAMAN PADA MASA DAMAI DAN INVASI MILITER ASING NKRI, bagaimana mewujudkan interoperabilitas dan sinergitas kecabangan TNI AD, serta kesimpulan. Tidak ada satu orang pun ahli strategi di dunia yang dapat menentukan kapan ancaman invasi militer dari suatu negara ke negara lain akan terjadi. Sehingga BENTUK DAN SIFAT PEPERANGAN Bentuk dan sifat perang pada era saat ini telah ada pendapat yang secara ekstrim menyatakan bahwa mengalami kemajuan seiring dengan perkembangan penyiapan dan modernisasi Alutsista TNI/TNI AD, Ilpengtek. Menurut pakar perang terdapat empat belum perlu dilakukan karena ancaman militer penggolongan peperangan yang disebut Generation Warfare (GW). Peperangan generasi pertama (1GW) ditandai dengan peperangan jarak dekat, musuh saling berhadapan dan mengandalkan kekuatan manusia, senjata yang digunakan laras licin atau belum beralur, dengan taktik bersyaf dan berbanjar, sedangkan antara pasukan kombatan
Perang konvensional pada PD I & PD II
16
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
D E L I A M A N T H O N I D A M A N I K , S . I . P. , M . S i
asing kecil kemungkinannya ke wilayah NKRI untuk 10 s.d 20 tahun kedepan. Hal ini diperkuat akan peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan reaksi masyarakat negara-negara di dunia yang menginginkan penyelesaian setiap konflik antar negara mengedepankan diplomasi. Mencermati hal ini maka kemungkinan ancaman invasi militer ke wilayah NKRI kecil kemungkinan terjadi. Hal ini sesuai prinsip Bangsa Indonesia yang “cinta perdamaian tetapi lebih cinta kemerdekaan” dan perang dilakukan bila terpaksa dan seluruh upaya diplomasi sudah mengalami kebuntuan. Pendapat ekstrim di atas bertentangan dengan pendapat Sun Tzu, dalam bukunya The art of war “Jangan terlalu yakin bahwa musuh tidak akan datang; lebih baik bersiap-siap menyambutnya”. Hal ini diperkuat dengan pendapat “bila ingin damai maka bersiaplah untuk perang” atau “civis pacem parabellum.” Kedua pendapat di atas bila dihadapkan pada tujuan pokok keberadaan militer di suatu negara, untuk memenangkan pertempuran atau peperangan guna mempertahankan dan, memelihara eksistensi negara dan sebagai simbol kekuatan negara. Maka penyiapan dan modernisasi Alutsista merupakan keharusan serta tidak dipengaruhi ada atau tidak ada ancaman militer dari negara lain dalam waktu dekat. Tetapi penyiapan dan modernisasi Alutsista perlu direncanakan dengan cermat, bertahap dan berkelanjutan untuk menghadapi kemungkinan ancaman dan cara bertindaknya sesuai peperangan generasi ke empat (4GW). Peperangan generasi keempat (4GW) yaitu
peperangan asimetris (asymmetric warfare) atau peperangan non-linier (abstract war) dilakukan oleh negara ataupun aktor non negara dengan berbagai cara bertindak, dilaksanakan pada waktu masa damai atau jauh sebelum invasi militer asing dilakukan. Sasarannya untuk melemahkan atau menguasai Ipoleksosbudmilkam yang dapat menimbulkan ancaman separatisme bersenjata, ancaman pemberontakan bersenjata dan ancaman terorisme. Aspek-aspek Ipoleksosbudmilkam ini perlu dikelola dengan baik agar masyarakat memiliki ketahanan dan tidak menimbulkan ancaman terhadap pertahanan dan keamanan NKRI. Hal ini sejalan dengan pengertian ketahanan nasional yaitu kondisi dinamis suatu bangsa yang meliputi Ipoleksosbudmilkam untuk menghadapi berbagai kemungkinan ancaman yang datang dari dalam dan luar negeri. Peperangan generasi keempat (4GW) dengan menggunakan sistem senjata teknologi tinggi yaitu Invasi militer asing ke wilayah NKRI. Bila hal ini terjadi maka kemungkinan cara bertindak yang pertama akan mengerahkan berbagai pesawat tempur dan Alutsista tembakan jarak jauh yang dimilikinya. Untuk menghancurkan Obvitnas, kekuatan militer, mengacaukan komunikasi dan perbekalan di berbagai wilayah dengan Jakarta sebagai Center of Strategic sebagai sasaran utama. Bertujuan untuk melemahkan kemampuan perlawanan TNI/TNI AD maupun masyarakat terhadap kemungkinan cara bertindak ancaman dengan sistim senjata teknologi tinggi. Hal ini sesuai pendapat Guilio Douchet berkebangsaan Italia bahwa pesawat tempur dapat
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
17
D E L I A M A N T H O N I D A M A N I K , S . I . P. , M . S i
mengubah cara berperang secara radikal. Perkiraan ancaman ini mencermati perkembangan Alutsista negara-negara kawasan seperti pesawat tempur dan rudal tembakan jarak jauh yang dapat menjangkau sebagian wilayah NKRI. Setelah cara bertindak yang pertama berhasil dilanjutkan dengan cara bertindak kedua yaitu pemindahan pasukannya ke wilayah Indonesia melalui udara dan laut untuk menguasai tempat-tempat strategis di wilayah NKRI. ANCAMAN SEPARATISME, PEMBERONTAKAN BERSENJATA DAN TERORISME Hasil dari peperangan asimetris maupun peperangan nonlinier yang dilakukan oleh aktor negara maupun non negara asing adalah timbulnya ancaman separatisme bersenjata; ancaman pemberontakan bersenjata dan ancaman terorisme di wilayah NKRI, yang mengakibatkan melemahnya sendi kehidupan Ipoleksosbudmilkam; adanya krisis kepercayaan masyarakat daerah terhadap pemerintah pusat; adanya krisis kepercayaan
terhadap kebijakan Presiden RI; dan adanya keinginan sekelompok masyarakat untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain di wilayah NKRI. Digolongkan sebagai ancaman separatisme bersenjata apabila pergerakannya menggunakan senjata, dapat menguasai atau mempertahankan wilayah tertentu dan dapat melakukan perlawanan secara terus menerus seperti melakukan serangan terhadap pos-pos aparat keamanan dan memiliki organisasi perlawanan serta memiliki pemimpin tertinggi untuk mengendalikan operasinya untuk memisahkan diri dari wilayah NKRI. Sedangkan pemberontakan bersenjata merupakan perang revolusioner untuk menggulingkan pemerintahan yang sah secara illegal dengan bersenjata. Adapun ancaman terorisme bersenjata untuk memaksakan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain dengan cara menimbulkan kepanikan dan ketakutan masyarakat melalui aksi-aksi teror bom, penculikan dan sabotase, bertujuan untuk memaksakan ideologinya di wilayah NKRI. Kemungkinan cara bertindak separatis bersenjata, pemberontakan bersenjata dan terorisme pada umumnya hampir sama. Diawali dengan membentuk kelompok diskusi-diskusi di masyarakat seperti
18
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
di lingkungan masyarakat, mahasiswa, ormas dan lain-lain, tujuan diskusi untuk membentuk opini negatif dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah pusat dan ideologi negara. Adapun tema diskusi pada umumnya tentang Ipoleksosbudmilkam dan kebijakan pemerintah dengan cara memutarbalikkan fakta yang sebenarnya. Melakukan kegiatan-kegiatan sosial untuk menarik simpati masyarakat dan merekrut serta memperbanyak kader-kader perjuangannya. Selanjutnya menginfiltrasikan kader-kader militannya ke berbagai kelompok masyarakat hingga ke pemerintahan yang bertujuan untuk memperluas ketidakpuasan masya rakat terhadap pemerintah pusat maupun ideologi Pancasila. Melakukan aksiaksi unjuk rasa sebagai test case kekuatan yang sudah terhimpun dan pada saat unjuk rasa berupaya membenturkannya dengan aparat keamanan. Selanjutnya melakukan aksi teror, penculikan, pembunuhan dan intimidasi terhadap masyarakat yang menentang perjuangannya, melakukan sabotase terhadap objek-objek nasional dan perlawanan/ pemberontakan melalui tindakan operasi penghadangan, penyerangan pos aparat keamanan untuk memperoleh senjata. PENYIAPAN DAN MODERNISASI ALUTSISTA Satuan TNI AD terdiri dari satuan terpusat dan satuan kewilayahan yang penggelarannya belum menjangkau seluruh wilayah NKRI. Satuan kewilayahan berperan sebagai penangkal awal terhadap setiap ancaman di wilayahnya dan melakukan kegiatan teritorial untuk meningkatkan kemanunggalan TNI dan Rakyat serta membentuk Ruang, Alat dan Kondisi (RAK) Juang. Modernisasi Alutsista satuan terpusat agar dapat dimobilisasi dengan cepat ke seluruh wilayah NKRI guna menghadapi atau membantu satuan kewilayahan menghancurkan setiap ancaman di wilayah. Walaupun ancaman invasi militer asing dan cara bertindaknya di wilayah NKRI kecil kemungkinannya terjadi dalam waktu dekat, atau baru akan terjadi apabila berbagai upaya diplomasi mengalami kebuntuan. Tetapi penyiapan dan modernisasi Alutsista TNI AD dilaksanakan sedini mungkin tanpa
dipengaruhi ada atau tidak adanya ancaman dalam waktu dekat. Agar penyiapan dan modernisasi Alutsista sesuai kebutuhan maka satuan kewilayahan dalam hal ini Kodam, perlu merumuskan kemungkinan ancaman militer atau kontinjensi dan cara bertindak musuh di wilayah, Dari konsep kemungkinan ancaman atau kontinjensi dirumuskan kebutuhan Alutsista yang diperlukan untuk menghadapinya. Konsep tersebut menjadi dasar penyiapan dan modernisasi pusat kecabangan TNI AD maupun TNI AD. Dengan demikian, penyiapan dan modernisasi Alutsista tidak sekedar mengganti yang lama dengan yang baru, tetapi sesuai kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan tempur satuan. Dalam rangka Operasi Militer Perang (OMP), penyiapan dan modernisasi Alutsista di kecabangan TNI AD untuk menghancurkan cara bertindak ancaman dari udara dan tembakan jarak jauhnya. Untuk menghadapinya diperlukan Alutsista radar darat untuk deteksi dini kemungkinan ancaman dari udara ke darat di wilayahnya. Kebutuhan Alutsista senjata Arhanud untuk menghancurkan kemungkinan serangan udara musuh dan melindungi objekobjek nasional maupun objek strategis yang akan menjadi sasaran serangan udara. Sedangkan penyiapan dan modernisasi Alutsista Armed ditujukan untuk menghancurkan senjata dan tembakan jarak jauh musuh di wilayahnya. Apabila musuh memindahkan satuan militernya dengan transportasi udara atau laut kewilayahnya maka penyiapan dan modernisasi Alutsista yang dibutuhkan satuan kecabangan di wilayah maupun di satuan terpusat adalah Alutsista yang dapat menjangkau kemungkinan pendaratannya dari laut atau kemungkinan daerah penerjunan musuh. Demikian halnya bila musuh telah berada di wilayahnya maka satuan wilayah perlu membuat perkiraan daerah yang akan diduduki musuh atau objek vital nasional yang akan dikuasai dan kemungkinan cara bertindak musuh.
Selanjutnya menentukan kebutuhan Alutsista yang diperlukan dan rencana interoperabilitas satuan kecabangan yang ada di wilayahnya untuk menghancurkan ancaman yang berhasil masuk ke wilayah Indonesia. Kebijakan pimpinan TNI menyiapkan beberapa pulau sebagai kapal induk dan pembentukan satuan cakra TNI AD yang diperlengkapi berbagai Alutsista merupakan langkah strategis untuk memudahkan mobilisasi dan meningkatkan kemampuan daya tempur TNI AD. Peperangan asimetris (asymmetric warfare) dan peperangan non-linier (abstract war), terjadi pada situasi masa damai atau jauh sebelum invasi militer asing dilaksanakan dengan sasaran Ipoleksosbudmilkam. Tujuannya untuk menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah, keinginan mengganti ideologi Pancasila, ketidakpuasan terhadap ekonomi dan lain-lain. Kondisi di atas pada akhirnya dapat menimbulkan ancaman separatis, pemberontakan bersenjata dan terorisme. Seperti adanya tuntutan pelanggaran HAM oleh PKI dan tuntutan permintaan maaf pemerintah Indonesia terhadap PKI diperkirakan bertujuan untuk menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan TNI/TNI AD. Hal
Proses pembuatan Alutsista TNI AD
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
19
D E L I A M A N T H O N I D A M A N I K , S . I . P. , M . S i
ini merupakan kondisi terkini peperangan asimetris (asymmetric warfare) dan peperangan non-linier (abstract war). Peperangan asimetris (asymmetric warfare) dan peperangan non-linier (abstract war), yang menggunakan seluruh sarana prasarana yang dimiliki dapat dikatagorikan sebagai perang berlarut. Dalam hal ini, pemerintah maupun masyarakat Indonesia, setiap saat dan terus menerus serta dalam waktu lama akan terus menghadapi berbagai kelompok kepentingan dalam negeri yang bekerja sama dengan sponsor baik state maupun non state untuk merongrong seluruh aspek kehidupan masyarakat dan kewibawaan pemerintah RI. Menghadapi kondisi ini TNI AD perlu melakukan pembinaan teritorial secara terencana dan terukur untuk memantapkan kemanunggalan rakyat dengan TNI/ TNI AD dan melakukan pembinaan ruang atau geografi, SDM, SDA, SDB, pembinaan kondisi lingkungan yang keseluruhannya dapat diberdayakan untuk menghadapi peperangan asimetris (asymmetric warfare) dan peperangan non-linier (abstract war) yang diorganisir dalam sistem senjata sosial. INTEROPERABILITAS KECABANGAN TNI AD Interoperabilitas bertujuan untuk mewujudkan berbagai ragam sistem dapat bekerja sama dalam sebuah sistem atau digunakan oleh sistem lain. Penambahan beberapa Alutsista modern dan Alutsista pengadaan lama di kecabangan TNI AD telah memperbesar kemampuan tempurnya. Tetapi kecabangan TNI AD tidak dapat memenangkan peperangan atau
20
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
tidak dapat melakukan peperangan yang menentukan bila dilakukan sendirian. Sehingga perlu dilakukan interoperabilitas agar berbagai kemampuan Alutsista kecabangan TNI AD dapat diberdayakan dalam sistem operasi darat. Kerja sama antar kemampuan dan Alutsista tersebut akan menghasilkan daya gerak, daya tembak dan daya gempur yang menentukan untuk menghancurkan setiap ancaman militer dan cara bertindaknya. Interoperabilitas juga memastikan bahwa setiap kecabangan TNI AD dapat berkomunikasi, berlatih dan melaksanakan operasi dalam rangka tugas pokok TNI AD dan tugas-tugas lainnya dalam sistem operasi darat serta memastikan dukungan logistik dapat bekerja secara efektif dan efisien. Salah satu upaya untuk mewujudkan interoperabilitas dengan cara latihan antar kecabangan dalam operasi darat, untuk menghadapi sifat dan bentuk pertempuran terkini yaitu peperangan generasi keempat (4GW), ancaman menggunakan sistem senjata teknologi tinggi. Sehingga taktik peperangan generasi ke dua (2GW) sudah tidak relevan untuk dilatihkan yaitu taktik pertempuran berhadap-hadapan dengan tembakan dan gerakan yang mengacu pada perbandingan kekuatan 3: 1 atau taktik dengan menggunakan perkubuan. Penyempurnaan taktik pertempuran antar kecabangan dalam operasi darat ditujukan untuk melatih interoperabilitas berbagai kemampuan Alutsista untuk menghasilkan pendadakan dan daya hancur yang tinggi terhadap ancaman. Diantaranya dengan memadukan kemampuan raider dan Alutsita kecabangan
Infanteri untuk mencari, menemukan, menghancurkan musuh serta merebut dan menduduki daerah yang dikuasai musuh, dengan daya gerak, daya tembak dan daya gempur kecabangan Kavaleri maupun dengan kemampuan bantuan tembakan jarak jauh kecabangan Armed. Menghadapi ancaman peperangan asimetris (asymmetric warfare) atau peperangan non-linier (abstract war) dengan mengerahkan sarana prasarana yang tersedia, mengandung arti mengerahkan seluruh kemampuan non Alutsista negara lain untuk melemahkan dan menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat meliputi Ipoleksosbudmilkam. Akibatnya timbul ancaman separatisme bersenjata, pemberontakan bersenjata dan terorisme di wilayah darat NKRI. Oleh
D E L I A M A N T H O N I D A M A N I K , S . I . P. , M . S i
deteksi dini dan kewaspadaan dini serta meningkatkan koordinasi dengan aparat Pemda di setiap strata. SINERGITAS KECABANGAN TNI AD Sinergitas adalah kerjasama antar orang, alat atau organisasi yang diwujudkan dengan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi yang hasil keseluruhannya lebih besar dari pada jumlah hasil yang dicapai jika masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Dalam konteks kerjasama interoperabilitas berupa sinergitas. Untuk mewujudkan sinergitas itu diperlukan berfikir komprehensif, organisasi yang dapat direkonfigurasi, memiliki sumber daya manusia yang kompeten, doktrin yang adaptif, dan komunikasi.
karena itu, konsep interoperabilitas berbagai kecabangan TNI AD dengan kemampuan Alutsistanya di wilayah, dengan sistem senjata sosial yang ada di wilayah, bertujuan untuk melaksanakan deteksi dini, mencegah dan menangkal ancaman separatisme bersenjata, pemberontakan bersenjata dan terorisme di wilayah. Pada hakikatnya, konsep interoperabilitas ini untuk memberdayakan kemampuan satuan kecabangan di wilayah dengan Ruang Alat dan Kondisi (RAK) juang yang telah dibentuk, dengan tujuan membatasi meluasnya pengaruh ancaman dan menangkal separatisme bersenjata, pemberontakan bersenjata serta terorisme di wilayah. Adapun upaya yang dapat dilakukan dengan melakukan show of force, membentuk posko-posko pelaporan dalam rangka
BERFIKIR KOMPREHENSIF Berfikir komprehensif atau utuh, lengkap adalah mencakup semua hal yang diperlukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Seperti penguasaan terhadap kemampuan manuver dan kemampuan Alutsista serta keterbatasan setiap kecabangan TNI AD. Berfikir komprehensif pada umumnya sejalan dengan sikap dan tindakan seseorang, atau sikap dan tindakan seseorang dipengaruhi oleh pemahamannya terhadap sesuatu. Dalam konteks interoperabilitas dan sinergitas harus disertai saling menghargai perbedaan manuver dan kemampuan setiap kecabangan, ide dan pendapat dan tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri. Artinya mengerahkan kecabangan TNI AD diluar kemampuannya tidak akan menghasilan daya
tempur yang menentukan, sebaliknya akan dapat merugikan personel dan Alutsista tersebut. Berfikir komprehensif dimulai dari perencanaan, penetapan tujuan pertempuran serta pelaksanaan pertempuran-pertempuran untuk menghadapi kemungkinan cara bertindak ancaman. Hambatan cara berpikir komprehensif disebabkan adanya kekakuan kekuasaan, kekakuan terhadap aturan dan kurangnya pemahaman tentang kecabangan lain. Kondisi ini berakibat pada kecenderungan cara berfikir yang hanya fokus pada kepentingan sendiri tanpa mempedulikan dampaknya terhadap kecabangan lain. ORGANISASI YANG DIREKONFIGURASI Keberadaan Alutsista hasil up grade dan Alutsista modern pengadaan baru memerlukan validasi organisasi serta menempatkan personel yang kompeten untuk mengawakinya. Untuk menghadapi ancaman dan cara bertindaknya, diperlukan organisasi yang direkonfigurasi yaitu organisasi yang tepat untuk melaksanakan taktik pertempuran yang tepat guna menghadapi cara bertindak musuh dan menjamin kelangsungan dukungan. Organisasi yang direnkonfigurasi dalam konteks operasi darat memudahkan setiap kecabangan TNI AD untuk bersinergi, yaitu melakukan koordinasi manuver dan tembakan untuk mencegah kesalahan, mengintegrasikan berbagai kemampuan manuver dan tembakan serta melakukan sinkronisasi gerakan maupun tembakan untuk menghancurkan kemampuan cara bertindak musuh. Hambatan pada organisasi
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
21
D E L I A M A N T H O N I D A M A N I K , S . I . P. , M . S i
yang direkonfigurasi adalah adanya budaya organisasi kecabangan yang sudah tertanam dalam pikiran maupun tindakan. Guna mewujudkan interoperabilitas dan sinergitas pada organisasi yang direkonfigurasi adalah memahami kemampuan dan kelemahan serta pengerahan setiap kecabangan. Selain itu, dilakukan latihan bersama untuk meningkatkan profesionalisme dan memantapkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar kecabangan TNI AD. Kegagalan membangun kerjasama pada organisasi yang direkonfigurasi, akan berpengaruh terhadap interoperabilitas dan sinergitas kecabangan TNI AD. SUMBER DAYA MANUSIA YANG KOMPETEN Sumber Daya Manusia yang kompeten adalah sumber daya yang profesional dalam melaksanakan tugasnya. Tuntutan profesional sangat penting, terutama untuk mengawaki Alutsista baru di kecabangan TNI AD yang mengutamakan ketelitian dan kecepatan. Sumber daya yang kompeten selain didukung dengan Alutsista modern, juga sumber daya manusia yang berdisplin, loyalitas dan memiliki moral yang baik, yang bermuara pada motivasi tinggi dalam melaksanakan tugas masingmasing. Motivasi tinggi disertai dengan koordinasi, intergrasi dan sinkronisasi antar kecabangan TNI AD untuk mencapai tujuan yang sama, menghasilkan pertempuran yang menentukan. Pada umumnya personel yang profesional dan
memiliki motivasi tinggi disertai moral yang baik, sanggup membuat mukjizat dalam setiap tugas, sanggup mengatasi setiap pengaruh yang kurang baik terhadap diri dan satuannya, serta mampu mengatasi setiap keterbatasaan yang dihadapi untuk keberhasilan tugas. Diperlukan pembinaan fisik maupun non fisik yang terencana dan terukur untuk mewujudkan sumber daya yang kompeten dalam rangka sinergitas antar kecabangan TNI AD. Sebaliknya, tanpa adanya sumber daya yang kompeten maka akan berpengaruh pada sinergitas. DOKTRIN YANG ADAPTIF Doktrin bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah, doktrin adalah sesuatu yang diyakini sebagai cara terbaik untuk melakukan sesuatu. Doktrin merupakan hasil pengkajian dan interpretasi dari bukti-bukti yang ada, adapun hasil interpretasi bisa berubah apabila diketahui bukti-bukti baru. Doktrin yang adaptif terhadap perubahan untuk mencegah sikap kaku prajurit (rigidity) karena kekakuan biasanya kurang efisien dihadapkan pada situasi yang menuntut tindakan inisiatif. Doktrin yang adaptif juga ditujukan untuk mencegah terjadinya internal rivalry (keributan internal) yaitu mencegah perdebatan dalam tindakan karena perdebatan pada akhirnya berkibat terhadap pelaksanaan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan pertempuran. Doktrin yang adaptif mencegah terjadinya Silos
Salah satu Alutsista TNI AD pendukung keberhasilan tugas pokok
22
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
D E L I A M A N T H O N I D A M A N I K , S . I . P. , M . S i
Working atau hanya fokus pada kecabangannya masing-masing tanpa peduli apa dampaknya terhadap kecabangan lain. Dengan demikian doktrin yang adaptif akan menunjang interoperabilitas dan sinergitas antar kecabangan TNI AD. Doktrin yang adaptif tidak menimbulkan culture problems (permasalahan kultur) yang mengarah pada primordialisme sempit. Sebaliknya doktrin yang adaptif, menuntun organisasi maupun personel adaptif terhadap perkembangan situasi dan mendukung sinergi antar kecabangan TNI AD. KOMUNIKASI Perkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi yang meliputi komputer, internet dan penginderaan jarak jauh telah mempengaruhi pelaksanaan pertempuran. Melalui komu nikasi Satuan Infanteri yang melaksanakan manuver jauh di daerah yang dikuasai musuh dapat dibantu dengan tembakan atau mengarahkan ketepatan tembakan jarak jauh Armed terhadap ancaman. Komunikasi juga merupakan hal penting untuk mewujudkan interoperabilitas dan sinergitas, standarisasi komunikasi dan bahasa yang sama. Hal ini akan membantu semua jaringan komunikasi yang berada dalam satu sistem komunikasi dalam konteks kerja sama antar kecabangan TNI AD sehingga dapat melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam sistem operasi darat. Komunikasi yang distandardisasi mendukung sistem manajemen pertempuran (battlefield management system/BMS) dengan komputer, internet dan penginderaan jarak jauh, dengan mengintegrasikan alat komunikasi yang ada di berbagai kecabangan untuk merekam dan melihat secara langsung (real time) setiap tindakan pertempuran yang dilakukan satuan kecabangan
TNI AD. Hal ini sekaligus membantu Komando dan pengendalian untuk merubah taktik pertempuran sesuai kondisi yang dihadapi, mengerahkan ketepatan tembakan dan penyebaran informasi maupun perintah terhadap seluruh satuan-satuan yang terlibat dalam pertempuran.
Latihan bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme prajurit TNI AD
KESIMPULAN Penyiapan Alutsista dan modernisasi kecabangan TNI AD, tidak dipengaruhi ada atau tidak adanya ancaman dalam waktu dekat ke wilayah NKRI. Sebagaimana pendapat Sun Tzu dalam bukunya The Art of War “Jangan terlalu yakin bahwa musuh tidak akan datang; lebih baik bersiap-siap menyambutnya”, yang diperkuat dengan pendapat “bila ingin damai maka persiaplah untuk perang” atau “civis pacem parabellum”. Penyiapan dan modernisasi Alutsista harus sesuai kebutuhan sehingga dilaksanakan terencana, bertahap serta berkelanjutan untuk menghadapi kemungkinan ancaman militer atau kontinjensi dan cara bertindaknya di wilayah NKRI. Beberapa Alutsista modern pengadaan baru dan pengadaan lama hasil up grade perlu dilakukan upaya interoperabilitas yaitu kerja sama antara
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
23
D E L I A M A N T H O N I D A M A N I K , S . I . P. , M . S i
kemampuan Alutsista kecabangan TNI AD guna menghasilkan daya gerak, daya tembak dan daya hancur, yang menentukan terhadap setiap ancaman di wilayah NKRI. Interoperabilitas dalam konteks kerja sama berupa sinergitas dan sinergitas, yang terdiri dari koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. Peperangan kekinian yaitu peperangan generasi ke empat (4GW) dengan menggunakan sistem sejata teknologi tinggi. Maka interoperabilitas dan sinergitas antar kecabangan
TNI AD ditujukan untuk memperoleh pendadakan dan penghancuran, dengan daya gerak, daya tembak dan daya hancur yang menentukan terhadap cara bertindak musuh. Sedangkan interoperabilitas dan sinergitas kemampuan dan Alutsista kecabangan TNI AD dengan sistem senjata sosial, ditujukan untuk deteksi dini, penangkalan dan penghancuran terhadap akibat dari peperangan asimetris (asymmetric warfare) atau peperangan non-linier (abstract war).
_________________________________________Endnotes_________________________________________ 1. Undang-undang nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI 2. 33 strategi Perang oleh Robert Greene 3. Menyusun Strategi oleh Kolonel Dennis M.Drew & Dr. Donald M.snow diterjemahkan oleh Marsda TNI (Purn) Koesnadi Kardi, M.Sc, RCDS 4. Re-Code oleh Rhenaldi Kasali, PhD 5. Perang dan Manajemen oleh Sun Tzu 6. Si Vis Pacem Para Bellum oleh Sayidiman Suryohadiprojo
BIODATA PENULIS
24
Brigjen TNI Deliaman Thoni Damanik, S.I.P., M.Si, lahir di Medan tahun 1958, merupakan alumni Akademi Militer 1984. Karier militer yang dilalui dimulai Komandan Peleton Senapan Yonif 320/BP, Kasi Ops Yonif 320/BP, kemudian jabatan lain yang pernah diemban adalah Danyonif 144/Jy, Dandim 0423/Bengkulu Utara, Pabandya Spamad, Dosen Seskoad, Asintel Kasdam II/Swj, Pabut C4, A3,A1,G2,F-2 Bais TNI dan Direktur C Bais TNI, Kasdam XVII/Cenderawasih dan sejak bulan Juli 2015 menjabat sebagai Kadislitbangad. Pendidikan umum terakhir S2 tahun 2009 dan pendidikan militer terakhir Sesko TNI tahun 2004. Pendidikan pengembangan spesialisasi yang pernah diikuti mulai Sussar Para tahun 1983, Penataran Pelatih SJM tahun 1998, Suspa Intel tahun 1990, Sus Bahasa Jepang tahun 1993 dan Sus Danyonif tahun 2000.
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
MODERNISASI ALUTSISTA TNI AD
Dalam Konsep Pembangunan Pertahanan Matra Darat JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
25
D. DOETOYO
MLRS Astros II MK6
26
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
D. DOETOYO
N
PENDAHULUAN egara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan (archipellagic state) dengan jumlah pulau besar dan kecil lebih kurang 17.508 pulau. Letaknya secara geografis sangat strategis, karena berada pada posisi silang, yakni diantara Benua Asia dan Benua Australia serta diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Terdiri dari gugusan kepulauan sepanjang 5.110 km dan lebar 1.888 km, luas perairan sekitar 5.877.879 km2, luas laut teritorial sekitar 297.570 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 695.422 km2, pantai sepanjang 79.610 km yang dua pertiganya adalah laut dan luas daratannya 2.001.044 km2. Indonesia juga berbatasan dengan banyak negara tetangga, baik di darat maupun laut. Indonesia berbatasan langsung di daratan dengan tiga negara tetangga yaitu Malaysia (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan Serawak dan Sabah sepanjang 2004 km), Provinsi Papua dengan Papua New Guinea dan Nusa Tenggara Timur dengan Repulic Demokratic Timor Leste. Di wilayah laut, berbatasan dengan sepuluh negara tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Papua New Guinea, Australia dan Republic Demokratic Timor Leste. Dengan wilayah yang sangat luas serta terdiri atas pulau-pulau, menuntut adanya strategi pertahanan negara yang tepat untuk mengamankan wiayah tersebut. Tugas untuk melindungi dan mengamankan Indonesia dengan karakteristik yang demikian, mengisyaratkan tantangan yang kompleks dan berimplikasi pada tuntutan pembangunan dan pengelolaan sistem pertahanan negara untuk menghasilkan daya tangkal yang andal. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap bangsa tidak terlepas
dari kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan suatu bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan, integritas dan eksistensi kedaulatan negara, stabilitas keamanan, ketertiban dan rasa aman bagi warga masyarakatnya, merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan, agar segala kegiatan dalam penyelenggaraan negara dapat berjalan tertib, aman dan lancar. Dalam upaya memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan Angkatan Bersenjata yang mampu mengatasi segala bentuk ancaman maupun gangguan pertahanan yang dapat terjadi setiap saat di wilayah daratan. Dengan ciri wilayah yang masing-masing memiliki karakteristik relatif berbeda, kekuatan darat sebagai tugas pengabdian militer merupakan kekuatan yang sangat diperlukan untuk menjamin kemerdekaan dan kedaulatan negara. Pembangunan Postur TNI AD yang mencakup tingkat kekuatan, kemampuan dan pola gelar kekuatan, pada hakikatnya diorientasikan pada pencapaian tugastugas TNI AD dalam rangka menunjang kepentingan nasional. Tugas-tugas TNI AD di masa mendatang masih akan dihadapkan pada keterbatasan anggaran pertahanan. Disisi lain, cepatnya perubahan lingkungan strategis akan menambah semakin kompleksnya permasalahan dalam menegakkan kedaulatan negara. Sebagai komponen utama pertahanan di darat sesuai dengan amanat Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004, pembangunan Postur TNI AD tidak hanya mengacu kepada ketersediaan anggaran (budget based planning) atau ancaman saja (threat based planning) namun juga diorientasikan untuk mencapai kemampuan tertentu (capability based planning). Sasaran pembangunan Postur TNI AD adalah terwujudnya kekuatan pertahanan negara pada suatu standar penangkalan (standard deterence). JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
27
D. DOETOYO
Dengan mempertimbangkan kompleksitas penilaian spektrum ancaman dan kondisi keterbatasan anggaran pertahanan, maka pembangunan pertahanan negara terutama TNI AD perlu diarahkan pada sasaran yang prioritas dan mendesak. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah penyiapan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF). Dalam penyiapan, pembinaan maupun penggunaan kekuatan dalam rangka pertahanan negara, pembangunan kekuatan TNI AD mengedepankan keterpaduan TNI sebagai prinsip dasar yang diwujudkan dalam kerangka Trimatra Terpadu guna mensinergikan kekuatan ketiga matra secara optimal, efektif, efisien dan berdaya guna. Konsep tersebut mengedepankan penyusunan kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum disertai dengan kemampuan penangkal melalui diplomasi dan kerja sama internasional. Pembangunan TNI AD dalam dua Renstra mendatang (2015-2019 dan 2020-2024) diproyeksikan pada pencapaian Kekuatan Pokok Minimum yang mencakup organisasi, personel dan Alutsisita serta pengadaan, sesuai dengan kemampuan anggaran pertahanan. Alutsista baru merupakan sistem per senjataan baru yang telah dipilih melalui proses yang panjang dan berkesinambungan, yang telah dipertimbangkan dari berbagai aspek dan kepentingan antara lain faktor politis, ekonomi, teknologi dan kemampuan dukungan industri dalam negeri serta memilki efek tangkal (deterrent effect), guna memenuhi kebutuhan Minimum Essential Force Alutsista jajaran satuan TNI AD. Alutsista modern memiliki teknologi dan daya tangkal tinggi (High technology and deterrent effect), merupakan basic Operational Requirement (Opreq) Alutsista yang harus dimiliki oleh jajaran satuan TNI AD. KONDISI ALUTSISTA TNI AD SAAT INI Kondisi pertahanan suatu negara salah satunya dapat dilihat dari kondisi alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Angkatan Bersenjatanya, dimana semakin kuat, canggih, modern, efektif dan efisien Alutsista suatu negara, menunjukan semakin kuat pula pertahanannya.
28
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
Alutsista sebuah negara akan sangat berpengaruh terhadap pertahanan suatu negara, untuk melindungi wilayah negara diperlukan sistem persenjataan yang memadai untuk mencakup seluruh wilayah negara tersebut. Alutsista bahkan bisa berpengaruh terhadap kedudukan suatu negara dalam percaturan politik global. Modernisasi dipandang sudah sangat mendesak, karena dengan meningkatnya intensitas dan eskalasi ancaman, akibat perkembangan lingkungan strategis, menuntut profesionalisme TNI AD dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk dapat meningkatkan profesionalitas itu antara lain dengan melaksanakan modernisasi Alutsista. Lembaga peneliti kekuatan militer negara di dunia, Global Firepower menempatkan kekuatan militer Indonesia pada tahun 2015 berada pada posisi ke-12. Hal ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2011, dimana kekuatan militer Indonesia berada pada posisi ke-18 dunia. Ditingkat ASEAN, kekuatan militer Indonesia menempati urutan pertama, sedangkan di tingkat Asia Pasifik kekuatan militer Indonesia menempati urutan ke-8 dibawah Pakistan, diikuti Vietnam (ke-9), Thailand, (ke-11), Australia (ke-12), Myanmar (ke-14) Malaysia (ke-15), Philipina (ke-17) dan Singapura (ke-21). Dalam RPJMN 20102014, program percepatan p e m b a n g u n a n Minimum Essential Forces menjadi salah satu prioritas pemerintah. Pada 2013, pemerintah menargetkan peningkatan Alutsista, khusus untuk Matra Darat meningkat menjadi 37%. Pemerintah dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat memperbesar porsi pinjaman dalam negeri untuk mendukung pendanaan pengadaan Alutsista. Pada 2013 Kementerian Pertahanan telah mengadakan kontrak pembelian Main Battle Tank Leopard 2A4 dan Leopard Revolution serta Infantry Fighting Vehicle Marder 1A3 dari Jerman. Untuk Artileri Medan saat ini TNI AD telah menerima Meriam 155 mm Caesar buatan Nexter Perancis, Meriam KH 179 buatan Korea dan Multi Launcher Roket System (MLRS) Astros Mk II buatan Brasil. Sedangkan untuk Artileri Pertahanan
D. DOETOYO
Kebutuhan materiil dalam rangka modernisasi Alutsista sesuai buku Perkasad nomor 50.c tahun 2014 tentang Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force) TNI AD tahun 2010-2029
Senjata a. Senjata ringan: senjata Infanteri, senjata Kavaleri/perlengkapan MBT, Senjata Tipologi, Gatling Gun, PSU (The Spade Grip) dan lain- lain. b. Senjata berat: Ū Senjata Armed: Meriam kaliber 155 mm, 105 mm, 105 mm GS, Roket MLRS dan lain- lain Ū Rudal Arhanud: MCP, MPCV, Atlas, MMS, LML, Sikra, Rudal, Miclic, Rudal jarak menengah, Rudal jarak pendek, Meriam jarak pendek dan lain- lain Ū Upgrade Meriam kaliber 57 mm dengan AKT.
Kendaraan a. Kendaraan Tempur 1. Kendaraan tempur Satuan Mekanis: Panser Yon Mekanis, IFV Tracked, Panser Komodo, Panser Badak, Tank Yon Mekanis/Tank APC dan RCWS. 2. Kendaraan tempur CAMB: MBT, IFV, Ranpur Amb, Mortir, Meteo, Intai, Komob, Recovery, IFV Rec, AVLB, AVMC, Micic dan lain- lain. 3. Kendaraan tempur Kavaleri: Ū Panser: Panser Komando, Kanon, APC, Intai, Ambulan, Logistik, Recovery, AVLB Ū Tank: Tank medium, Tank MBT, Tank Ambulance, Logistik, Recovery, AVLB, AEV/mines destruction dan lain- lain. Ū Retrofit Panser V-150, b. Kendaraan taktis, Kendaraan administrasi dan Kendaraan khusus.
Munisi a. Munisi Kaliber Kecil (MKK): munisi kaliber 5,56 mm hingga kaliber 12,7 mm dan munisi isyarat. b. Munisi kaliber besar (MKB): munisi GLM, GMO, SPG, kaliber 23 mm, 40 mm, 57 mm, Rudal Mistral, Starstreak, TD-2000 dan lain- lain. c. Munisi Artileri Medan (Armed): munisi kaliber 105 mm, 76 mm, 105 mm GS, kal 155 mm Tarik dan GS, kal 155 Caesar, Misil Avibras dan lain- lain. d. Munisi Kavaleri: munisi kal 40 mm AGL, kal 105 mm L-44, kal 90 mm Scorpion, kal 90 mm Tarantula, kal 120 mm MBT dan lain- lain. e. Munisi ATGM: munisi Milan ER, Javelin, NLAW dan lain- lain. f. Munisi Khusus: Granat tangan, TNT, Detonator dan lain- lain. g. Munisi pesawat terbang: Roket 8,8 Kom, FFAR, Hellfire dan lain- lain.
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
29
D. DOETOYO
Tank Marder 1A3 sedang bermanuver di area latihan
30
Udara TNI AD telah menerima Rudal Mistral, Starstreak, TD-2000 dan Sista Hanud Atlas. Seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang makin membaik, maka alokasi anggaran khususnya untuk TNI AD pelan tapi pasti mengalami peningkatan walaupun masih kecil bila dibandingkan negara-negara ASEAN lain dalam hal belanja modal persenjataan. Kondisi Alutsista yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat saat ini diluar dari pengadaan tahun 2010, pada umumnya sebagian besar adalah pengadaan lama, yang dibuat antara Tahun 1940 s.d 1986. Sebagian besar Alutsista ini suku cadangnya relatif sulit didapat di pasaran. Kendaraan tempur yang dimiliki yang meliputi Tank AMX-13, Tank Scorpion, Panser VAB NG, Panser Saracen, Saladin, Ferret, Rudal Rapier, Meriam Howitzer 105 mm dan Meriam 76 mm/ Gunung merupakan contoh aset lama TNI AD yang membutuhkan dukungan suku cadang dan biaya pemeliharaan agar dapat berfungsi optimal. Secara umum kesiapan operasional kendaraan tempur di Satuan TNI AD jika dirata-rata berada pada angka ± 84%. Kesiapan operasional senjata yang meliputi senjata ringan sekitar ± 79%
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
dan senjata berat ± 90. Sedangkan kesiapan operasional munisi berada pada kondisi 100%. RENCANA MODERNISASI ALUTSISTA TNI AD Pembangunan kekuatan TNI AD utamanya diarahkan agar dapat melaksanakan tugas pokok yang sinergis melalui pembangunan Integrated Armed Forces, berangkat dari pemikiran demikian yang mendasari lahirnya kebijakan Kekuatan Pokok Minimum/MEF (Minimum Essential Force). Pada prinsipnya pembangunan MEF dapat menunjang tercapainya pembangunan kekuatan, kemampuan dan gelar yang selaras dengan Renstra, sedangkan dalam prakteknya MEF akan fokus pada upaya modernisasi Alutsista, melakukan restrukturisasi berdasarkan kebijakan right sizing dengan menggunakan dua parameter yang saling berkaitan yaitu Postur TNI AD dan Evaluasi Kemantapan serta Kesiapan Operasional (EKKO). Pembangunan kekuatan TNI AD dilaksanakan atas dasar konsep pertahanan berbasis kemampuan (based defence capabilities), kekuatan dan gelar satuan sehingga pembangunan
D. DOETOYO
kekuatan TNI AD utamanya diarahkan agar dapat melaksanakan tugas pokoknya yaitu menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah darat dan menyelamatkan segenap Bangsa Indonesia yang dalam pelaksanaannya diarahkan kepada tercapainya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force), dengan sasaran tingkat kekuatan yang cukup mampu menjamin kepentingan strategis pertahanan aspek darat. Adapun modernisasi Alutsista yang diharapkan secara bertahap dilaksanakan penggantian dan pengadaan Alutsista baru sesuai dengan perkembangan teknologi dan melaksanakan pembentukan satuan baru di setiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya wilayah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan konflik, pulau-pulau terluar serta daerah terpencil sebagai Center of Gravity (CoG) negara Indonesia. Menilai kondisi Alutsista (Senjata/Munisi, Ranpur, Pesawat terbang dan Alang Air) dan non Alutsista (Ranmor, Ransus, Alberzi, Alzihandak, Alnubika, Alkapsatlap, Almount, Alpal, Alhub, Alkapsus dan Matsus lainnya) yang dimiliki oleh TNI AD saat ini haruslah ditinjau dari dua aspek yaitu aspek kuantitas dan aspek kualitas. Sehingga dalam pemenuhan kebutuhan materiil/Alutsista sampai dengan tahun 2029 dihadapkan kepada kemampuan dukungan anggaran negara yang sangat terbatas untuk membeli Alutsista baru yang sesuai dengan kemajuan teknologi, maka untuk membangun Alutsista jajaran TNI AD dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu rematerialisasi terhadap Alutsista yang ada saat ini dan pengadaan baru untuk kebutuhan yang sangat mendesak dan lain-lain. Modernisasi dipandang sudah sangat mendesak, karena dengan meningkatnya intensitas dan eskalasi ancaman, akibat perkembangan lingkungan strategis, menuntut profesionalisme TNI AD dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk dapat meningkatkan profesionalitas itu, prioritas kita antara lain adalah memenuhi dan melengkapi Alutsista TNI dengan peralatan modern, bukan dengan Alutsista yang sudah tua maupun bekas. DAMPAK MODERNISASI ALUTSISTA Memasuki periode 2000, terjadi eskalasi ketegangan di Kawasan Asia Pasifik yang disebabkan oleh munculnya kekuatan baru yaitu Tiongkok baik secara ekonomi, politik, dan militer. Modernisasi
militer yang dilakukan Tiongkok dengan visi blue water navy mengancam eksistensi Amerika Serikat dan sekutunya yaitu Australia, Jepang, dan Korea Selatan. Kemunculan Tiongkok sebagai kekuatan baru direspon cepat oleh Amerika Serikat. Pada tahun 2011, Obama secara tegas menjadikan kawasan Asia Pasifik sebagai fokus utama kekuatan militer Amerika Serikat. Dalam dua puluh tahun kedepan, 2/3 kekuatan Amerika Serikat akan dikonsentrasikan di kawasan Asia Pasifik. Amerika Serikat mengambil langkah cepat dengan membuat pangkalan-pangkalan militer baru di Darwin dan Pulau Cocos, Australia. Selain persaingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, terdapat India yang juga membangun kekuatan militer di kawasan barat Indonesia serta fakta kerja sama Five Power Defence Arangement antara Singapura, Malaysia, Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Melihat konstelasi kekuatan militer yang terdapat di Kawasan Asia Pasifik dan potensi konflik di Laut China Selatan, Indonesia seperti terjebak di antara kekuatan besar. Jika Indonesia tidak mempersiapkan pembangunan kekuatan militer dengan matang, maka besar kemungkinan Indonesia akan menjadi arena konflik diantara kekuatankekuatan besar. Untuk menghindari hal tersebut, Indonesia wajib meningkatkan kapasitas pertahanan dengan melakukan modernisasi Alutsista dan memaksimalkan strategi pertahanan semesta. Namun pembangunan kapasitas pertahanan Indonesia harus dapat meyakinkan negara-negara di sekitarnya agar tidak menimbulkan kecurigaan dari negara-negara Kawasan Asia Pasifik. Kondisi pertahanan suatu negara dapat dilihat dari kondisi Alutsistanya. Dengan Alutsista yang kuat, canggih, modern, efektif dan efisien Alutsista suatu negara, menunjukkan kondisi pertahanan suatu negara yang kuat pula. Dampak dari modernisasi khususnya Alutsista TNI AD memberikan pengaruh yang signifikan baik kedalam maupun keluar antara lain, Pertama, dengan modernisasi Alutsista maka kekuatan militer Indonesia semakin kuat dan disegani di kawasan ASEAN dan Asia Pasifik. Kedua, dengan militer yang kuat, kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dapat dilindungi dari segala bentuk ancaman (milter dan non militer). Ketiga, Alutsista berpengaruh terhadap kedudukan suatu negara dalam politik internasional. Indonesia akan memiliki posisi tawar (bargaining position ) yang baik dalam di kawasan Asia Tenggara dan
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
31
D. DOETOYO
Internasional. Keempat, dengan Modernisasi Alutsista maka dapat diwujudkan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara yang memiliki perbandingan daya tempur strategis, baik dalam skala teknologi militer maupun skala penangkalan. Kelima, militer yang kuat merupakan suatu perimbangan kekuatan strategis suatu negara yang memiliki prasyarat kekuatan politikekonomi dan pertahanan militer. Keenam, modernisasi Alutsista merupakan realisasi Revolution in Military Affairs (RMA) bagi suatu negara termasuk lndonesia untuk mewujudkan kekuatan minimal (MEF) sebagai instrumen negara untuk melaksanakan fungsi negara berdasarkan keputusan politik. PERAN INDUSTRI STRATEGIS DALAM MODERNISASI ALUTSISTA Industri pertahanan merupakan salah satu komponen vital dari kemampuan pertahanan. Industri pertahanan yang kuat mempunyai dua efek utama, yakni efek langsung terhadap pembangunan kemampuan pertahanan, dan efek terhadap pembangunan ekonomi dan teknologi nasional. Dalam bidang pembangunan kemampuan pertahanan, industri pertahanan yang kuat menjamin pasokan kebutuhan Alutsista dan sarana pertahanan secara berkelanjutan. Ketersediaan pasokan Alutsista secara berkelanjutan menjadi prasyarat mutlak bagi keleluasaan dan kepastian untuk menyusun rencana pembangunan kemampuan pertahanan dalam jangka panjang, tanpa adanya kekhawatiran akan faktor-faktor politik dan ekonomi seperti embargo. Industri pertahanan dapat memberi efek pertumbuhan ekonomi dan industri nasional, yakni ikut menggairahkan pertumbuhan industri nasional yang berskala internasional, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan, transfer teknologi yang dapat menggairahkan sektor penelitian dan pengembangan (research and development) sekaligus memenuhi kebutuhan sektor pendidikan nasional di bidang sains dan teknologi. Indonesia saat ini memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap luar negeri dibidang teknologi pertahanan, sehingga penyusunan rencana pembangunan pertahanan jangka panjang belum dapat dilaksanakan dengan baik, karena sangat rentan terhadap faktor-faktor politik seperti embargo.
32
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
Keputusan Presiden Nomor 59 tahun 1983, merupakan langkah awal pembangunan industri strategis termasuk industri pertahanan. Keppres tersebut melahirkan PT. IPTN (yang saat ini menjadi PT. DI) yang kemudian membidangi industri pertahanan bidang kedirgantaraan, PT. PAL yang membidangi industri kemaritiman, PT. PINDAD yang membidangi persenjataan dan amunisi, PT. DAHANA yang membidangi bahan peledak, dan PT. LEN yang membidangi alat-alat elektronika dan komunikasi pertahanan. Sejauh ini industri strategis tersebut telah menghasilkan berbagai produk Alutsista bagi pembangunan kemampuan pertahanan. PT. Pindad telah memproduksi senjata ringan, senjata berat, amunisi kaliber kecil, amunisi kaliber besar, amunisi khusus bahkan mampu memproduksi kendaraan tempur. Disamping industri pertahanan yang lahir dari Kepres Nomor 59 tahun 1983, saat ini banyak bermunculan industri swasta yang dapat memproduksi peralatan militer untuk TNI AD antara lain Sentra Surya Ekajaya (SSE) yang memproduksi Ranpur dan Rantis P6 ATAV, PT. Indopulley yang dapat memproduksi padshoe, trackshoe, bogiewheel untuk berbagai jenis tank, PT. T&E Simulation yang dapat membuat simulator untuk Tank, Aviator dan UAV indo yang dapat membuat drone dan multirotor dan industri-industri pendukung lainnya. Ini bukan saja membanggakan, tapi sangat potensial untuk dikembangkan yang apabila ada sinergitas dengan industri pertahanan yang telah mapan dapat memberikan kekuatan dan dukungan dalam rangka menciptakan kemandirian, sekaligus memperkecil ketergantungan dibidang pertahanan terhadap negara lain. PENUTUP Demikian ulasan singkat tentang Modernisasi Alutsista TNI AD Dalam Konsep Pembangunan Pertahanan Matra Darat. Modernisasi Alutsista TNI AD yang bertahap dan berkelanjutan sudah sangat mendesak dan mutlak diperlukan dalam rangka mendukung sistem pertahanan negara yang kuat. Peran industri pertahanan dalam negeri juga dapat memberikan andil yang sangat besar bagi rangka modernisasi Alutsista TNI AD dalam rangka menghadapi kemungkinan ancaman bagi kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D. DOETOYO
_______________________________________________________________Endnotes_____________________________________________________________ 1. Website Ū http://id.wikipedia.org/wiki/Pertahanan_negara. Diakses pada 18 April 2016 Ū Author. 2012. Menanti Kebangkitan Militer Indonesia Di Tahun 2012. Diperoleh 18 April 2016, dari http: // pelayaran.net / menanti – kebangkitan – militer -indonesia-di-tahun-2012/. Diakses pada 18 April 2016 Ū http://militer-review.blogspot.com/2012/08/ tahun-2013-anggaran-belanja-alutsista.html. Diakses pada 19 April 2016. Ū http://beritahankam.blogspot.com/2010/05/ pemeliharaan-alutsista-dengan-bujet.html. Diakses pada 19 April 2016. Ū http://id.wikipedia.org/wiki/Pertahanan_negara. Diakses pada 19 April 2016 Ū http://www.scribd.com/doc/30461717/ MAKALAH-PERTAHANAN-ALUTSISTA-TNI. Diakses pada 20 April 2016 Ū Kristanti, Aryani. 2012. Kementerian Pertahanan Dapat Anggaran Paling Besar. Diakses pada 20 April 2016 Ū http://www.tempo.co/read/ news/2012/08/18/078424276/ KementerianPertahanan-Dapat-Anggaran-Paling-Besar. Diakses pada 20 April 2016 Ū Militer, dunia ketiga. Indonesia Negara Eksportir Alutsista. Ū http://www.facebook.com/chevrevolver/ posts/259116460809595. Diakses pada 20 April 2016 Ū https://www.google.com/l?sa=t&rct=j &q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad =rja&uact= 8&ved=0ahUKEwi6iObD 05fMAhVEE5QKHbcCBSIQFggdMAA& url=http%3A%2F%2Fwww.
BIODATA PENULIS
firepowercom%2F&usg=AFQj CNFLTfFeu5SlX6HG9SKFZJItnf1DHA&sig2= Ū YD0Zds8g1mMM1b5IkpqnFg. Diakses pada 20 April 2016 Ū http://www.globalfirepower.com/countrymilitary-strengthetail. asp?country_id =indonesia. Diakses pada 20 April 2016. 2. Peraturan Perundang-Undangan Ū (Pussurta TNI, 2001) Ū Perkasad Nomor 50.c tahun 2014 tentang Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force) TNI AD Tahun 2010-2029, Revisi III. Ū Perkasad Nomor 50.c tahun 2014 tentang Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force) TNI AD Tahun 2010-2029, Revisi III. Ū Kebijakan Umum Pertahanan Negara 2010-2014 pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2010. hal. 6-7 Ū Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama Ū Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2015 Ū Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara Ū Departemen Pertahanan Republik Indonesia. 2008. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008. Jakarta: Dephan RI. Ū Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama.
Brigjen TNI D. Doetoyo, lahir di Surabaya pada tahun 1961 merupakan Alumni Akademi Militer 1986. Mulai meniti karier sebagai Pama Paldam II/Swj, Kabengjat Benglap “A” Paldam II/Swj, Kabengjatri/Optik Paldam II/Swj, Kaurminbek Gudpalrah Paldam II/Swj, Kabenglap “B” 02-32-01 Dam II/Swj, Ps. Kasi Alhanik Paldam II/Swj, Ps. Waka Bengrah “A” Paldam VII/Wrb, Waka Bengrah “A” Paldam VII/Wrb, Kasi Ran Paldam VII/Wrb, Kasi Alhanik Paldam VII/Wrb, Dandenpal 05-12-02 Mojokerto, Dandenpal 05-12-01, Pabandya Mat Slogdam V/Brw, Waka Paldam IX/Udayana, Kapaldam V/Brw, Pamen Ahli Gol. IV Ditpalad Bid. Ran, Kabengpuspal Ditpalad dan sejak bulan April 2015 menjabat sebagai Direktur Peralatan Angkatan Darat. Pendidikan pengembangan umum yang pernah dilaluinya antara lain Sussarcabpal 1986, Suslapa I tahun 1992, Suslapa II tahun 1996 dan Seskoad tahun 2008. Selain itu pendidikan pengembangan spesialisasi yang pernah diikuti mulai Suspajat 1990, Tarbagpam 1991 dan Sus Widya Iswara tahun 1998.
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
33
Pengintai Udara & Pembunuh Tank HELIKOPTER SERANG
AH-64 APACHE TNI AD BERDASARKAN PERTIMBANGAN YANG MATANG, TNI AD DALAM PROGRAM “MODERNISASI PERSENJATAANNYA MEMILIH MEMBELI HELIKOPTER SERANG APACHE DIOPERASIKAN OLEH SATUAN PENERBANGAN ANGKATAN DARAT. MELALUI MEKANISME FMS (FOREIGN MILITARY SALE), PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT DAN REPUBLIK INDONESIA MENGADAKAN PERJANJIAN KERJA SAMA PEMBELIAN HELIKOPTER APACHE VARIAN TERBARU (AH-64E LONGBOW) YANG DIJADWALKAN TIBA PADA AWAL 2017.
’’
34
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
B E N N Y S U S I A N T O , S . I . P.
Pada suatu malam yang gelap pekat di padang gurun Irak, satu kompi helikopter serang dari Batalyon Penerbangan 3-1 terbang melintasi Brigade Kavaleri 1-1 tanpa lampu sama sekali. Mereka dapat melihat tank Bradley dengan jelas melalui kamera FLIR (Forward Looking Infra-red). Komandan Kompi Helikopter Serang yang melintas memastikan tidak ada pasukan kawan di depan mereka. Beberapa saat kemudian, mereka mendeteksi sejumlah titik panas pada kamera FLIR yang berada beberapa kilometer di depan formasi tank Bradley dari Brigade 1-1 tersebut. Komandan Kompi Helikopter Serang segera memerintahkan kompinya mengambil posisi bertempur dengan terbang hover 50 kaki di atas permukaan tanah dengan separasi antar helikopter 100 – 150 meter. Mereka kemudian menembaki sasaran yang tidak terlihat oleh mata telanjang yang berada lebih dari 5 km di depan mereka. Setelah 45 menit menembaki sasaran, Kompi tersebut kembali ke titik bekal ulang depan (FARP = Forward Arming and Refueling Point) dan digantikan oleh Kompi C 3-1. di pihak musuh, mereka masih tidak menyadari apa yang menembaki dan menyebabkan kerusakan pada kendaraan tempur dan tank mereka. Aksi ini berlanjut sampai dengan pukul tiga pagi. Serangan ini dapat melindungi Brigade Kavaleri 1-1 dan menyebabkan kehancuran Brigade Tank (T-72) Divisi Adnan dari Garda Republik Irak dalam satu malam. Hal ini pertama kalinya satu brigade dihancurkan dengan mengerahkan hanya unsur Helikopter Serang. Tetapi bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Helikopter Serang jenis apakah yang digunakan?
B
atalyon Penerbangan 3-1 merupakan satuan yang dilengkapi dengan alutsista helikopter serang jenis AH-64 Apache. Helikopter serang Apache ini dilengkapi dengan berbagai teknologi sistem senjata yang modern sehingga dapat mengidentifikasi musuh (terutama tank) pada jarak yang jauh tanpa terdeteksi oleh musuh. Persenjataan dan peluru kendali yang diusungnya pun memiliki daya jangkau yang jauh melebihi daya jangkau tembakan tank musuh (T72). Berdasarkan pertimbangan yang matang, TNI
AD dalam program modernisasi persenjataannya memilih untuk membeli helikopter serang Apache untuk dioperasikan oleh Satuan Penerbangan Angkatan Darat. Melalui mekanisme FMS (Foreign Military Sale), Pemerintah Amerika Serikat dan Republik Indonesia mengadakan perjanjian kerjasama pembelian helikopter Apache varian terbaru (AH-64E Longbow) yang dijadwalkan tiba pada awal 2017. Tulisan ini akan mengupas fitur andalan helikopter serang Apache serta aplikasinya dalam taktik bertempur TNI AD.
Alutsista Heli Apache yang akan melengkapi Satuan Penerbad
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
35
B E N N Y S U S I A N T O , S . I . P.
FITUR ANDALAN HELIKOPTER SERANG APACHE Helikopter Serang adalah helikopter yang dirancang dan dibuat secara khusus serta dilengkapi dengan sistem persenjataan sehingga mampu menyerang, mengikat dan menghancurkan musuh atau sasaran di darat. Helikopter AH-64E Apache adalah helikopter yang berfungsi sepenuhnya sebagai Helikopter Serang (Attack Helicopter), dengan kemampuan sesuai peruntukannya. Helikopter ini memiliki daya angkut yang besar untuk mengusung berbagai macam persenjataan dengan teknologi mutakhir. Persenjataan yang mampu diusungnya yaitu Kanon M230, Roket Hydra 70 (FFAR), peluru kendali AGM-114 Hellfire, AIM-92 Stinger dan AIM-9 Sidewinder. Selain itu, Helikopter Apache telah menggunakan teknologi Avionics yang termutakhir seperti Radar Longbow dan MTADS.
Radar Longbow. Radar Longbow adalah sistem radar yang dipasang di atas baling-baling utama helikopter Apache yang terdiri dari perangkat AN/APG-78 Fire Control Radar (Radar Kendali Tembak) dan AN/APR48 Radar Frequency Inferometer (Radar Identifikasi Frekuensi). Kedua perangkat tersebut akan memberikan masukan bagi sistem MTADS dalam memberikan informasi tentang sasaran dan pasukan kawan. Selain itu, perangkat ini dilengkapi dengan pendeteksi infra merah dari sumber luar untuk menghindari ancaman tembakan rudal darat-udara dan udara-udara. Kemampuan deteksi radar ini dapat mencapai 10 km pada kondisi yang cerah. Radar akan mendeteksi pesawat terbang, helikopter, senjata Arhanud, rudal darat-udara, tank, AFV, truk, dan kendaraan lainnya.
1
MTADS atau Multi-Target Acquisition and Designation System adalah bagian dari sistem senjata yang bertugas mencari dan mengenali sasaran serta memberikan informasi untuk pilot di kokpit. Selanjutnya sistem tersebut akan menentukan sasaran yang paling berbahaya atau yang mengancam helikopter untuk ditembak terlebih dahulu. Sistem ini dapat memberikan informasi sampai dengan 20 target yang ditampilkan pada layar multi-fungsi di kokpit. Sistem ini sangat membantu pilot dalam mendeteksi ancaman serta mengurangi beban kerja di kokpit. Informasi yang diperoleh oleh helikopter yang dilengkapi dengan radar longbow dan MTADS ini dapat juga disebarkan kepada pasukan kawan (tank, infanteri, artileri, posko) secara instan.
2
AGM-114 Hellfire adalah peluru kendali yang bekerja berdasarkan homing laser semi aktif. Hellfire didesain untuk menghancurkan sasaran bergerak seperti tank dan ranpur infanteri (IFV). Rudal ini dapat menghancurkan sasaran yang terletak sampai dengan 8 kilometer dari helikopter. Dengan demikian rudal ini memberikan tingkat perlindungan yang tinggi bagi helikopter serang yang terbang mendekati sasaran.
3
36
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
FLIR atau Forward Looking Infrared yaitu perangkat elektrooptik yang dapat melihat objek pada kondisi gelap dengan menggunakan kemampuan pendeteksi infra merah. Kamera tersebut mampu melihat jauh dengan jelas serta memberikan informasi tentang objek yang dilihat berupa arah dan jarak, kecepatan bergerak, serta koordinat. Dengan demikian, praktis tidak ada yang tersembunyi dari kemampuan deteksi helikopter Apache ini.
4
Senapan mesin yang dikendalikan dari helm pilot. Helm yang dipakai pilot telah didesain sedemikian rupa sehingga pergerakan kepala pilot akan serta merta diikuti oleh moncong laras senapan mesin M230 kaliber 30 mm. Dengan demikian tanpa mengubah arah helikopter, pilot dapat menembaki sasaran yang dilihatnya secara cepat. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh helikopter serang manapun di dunia. Angkatan Bersenjata dari berbagai negara telah menggunakan helikopter Apache sebagai unsur helikopter serang mereka karena berbagai fitur andalan di atas serta kiprahnya dalam pertempuran di Afganistan, Irak, dan Kosovo. Negara-negara pengguna antara lain United States Army, Israel Air Force, Royal Netherlands Air Force, Japan Ground SelfDefense Force, Yunani, Kuwait, Arab Saudi, Singapura, Uni Emirat Arab, Mesir dan AD Inggris.
5
B E N N Y S U S I A N T O , S . I . P.
PERANAN DALAM TAKTIK BERTEMPUR Penerbangan Angkatan Darat, selaku operator helikopter Apache, memiliki fungsi Manuver Mobil Udara, Bantuan Tembakan Penerbad, Pengintaian Udara, Dukungan Kodal, dan Angkutan Udara lainnya. Dengan dimilikinya helikopter Apache, maka fungsi Manuver Mobil Udara, Bantuan Tembakan Penerbad, Pengintaian Udara, dan Dukungan Kodal Pertempuran meningkat secara signifikan. Helikopter serang dengan sistem senjatanya merupakan unsur yang efektif dalam meningkatkan keberhasilan operasi darat. Manuver Mobil Udara. Peran helikopter serang dalam manuver mobil udara adalah sebagai unsur kawal Mobud dan pelindung. Sebagai kawal Mobud, helikopter Apache akan memberikan tingkat kewaspadaan situasi yang lebih tinggi karena bantuan radar Longbow dan MTADS yang dimiikinya. Helikopter Apache dapat mendeteksi pergerakan musuh terutama ancaman senjata Hanud dan Ranpur/Rantis musuh lebih awal. Saat meninggalkan Titik Sebar (TS) dan menembaki sasaran untuk pendaratan unsur Helikopter Serbu, Helikopter Apache dapat melihat dan mendeteksi perubahan situasi di sasaran dan merespon lebih cepat karena teknologi dan MTADS tersebut. Helikopter Serang tidak perlu lagi terbang berputar untuk mendeteksi musuh secara visual melainkan melalui FLIR yang terpasang. Disaat yang bersamaan, informasi tersebut disebar melalui jaring komunikasi data ke Dansatgas Mobud serta Posko Utama. Bantuan Tembakan Penerbad. Bantuan tembakan Penerbad yang terkoordinir di Puskorbantem akan lebih meningkat dari sisi pengenalan sasaran dan penunjukan sasaran. Melalu teknologi Laser Range Finder yang terintegrasi dalam FLIR, helikopter Apache dapat menunjukkan sasaran yang perlu ditembak oleh Satuan Artileri. Selain itu, pasukan darat dapat menunjukkan sasaran dengan perangkat laser yang dimilikinya yang selanjutnya ditembak dari helikopter. Dengan demikian, prinsip bantuan tembakan yaitu “cepat” dan “tepat” dapat tercapai dengan pelibatan helikopter Apache di sistem bantuan tembakan terkoordinir. Pengintaian Udara. Fungsi pengintaian udara yang selama ini mengandalkan kemampuan visual dan optik terbatas akan meningkat secara signifikan
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
37
B E N N Y S U S I A N T O , S . I . P.
dengan penggunaan helikopter Apache. Helikopter Apache yang dilengkapi dengan FLIR dan Longbow dapat dengan segera mengirimkan data tentang CUMEMU kepada Posko Utama guna menyempurnakan rencana operasi. Sebelumnya, seluruh data baru akan diolah jika helikopter pengintai telah kembali dan menyerahkan informasi yang didapat. Selain itu, seringkali operasi menjadi gagal karena pengintaian dilaksanakan dengan terbang ke atas atau mendekati sasaran agar dapat terlihat. Dengan menggunakan teknologi FLIR, maka helikopter tidak perlu terbang dekat sasaran karena dari jarak 10 km sasaran sudah dapat terlihat jelas. Dukungan Kodal. Teknologi MTADS dan FLIR yang terintegrasi serta komunikasi data dengan Pos Komando meningkatkan dukungan Kodal bagi pasukan darat. Informasi tentang musuh yang secara riil ditangkap oleh sensor helikopter Apache akan berguna untuk keputusan yang diambil oleh Komandan satuan yang memerlukan. Pengembangan Taktik Bertempur. Peran helikopter serang yang tidak bisa diabaikan seperti yang diceritakan dalam pendahuluan tulisan ini membuka cara berpikir kita tentang taktik kerja sama tank dan Penerbad. Dalam konteks perang terkini, helikopter serang merupakan pembunuh tank yang efektif. Pergerakan Batalyon atau Kompi Tank Tempur Utama dan Infanteri Mekanis,
BIODATA PENULIS
38
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
sebaiknya selalu bersama dengan unsur Helikopter Serang. Helikopter Serang yang dilengkapi dengan FLIR akan mendeteksi musuh lebih dini sehingga Komandan dapat segera mengambil keputusan yang tepat. Saat ini, Doktrin Penerbad belum memasukkan Penerbad sebagai pasukan pengaman. Dengan semakin bertambahnya unsur Helikopter Serang yang dilengkapi dengan sistem senjata termutakhirnya, maka fungsi Penerbad dapat berkembang menjadi unsur manuver darat dan pengaman (security force). Penerbad dengan kemampuan helikopter serangnya bukan hanya sebagai unsur bantuan tembakan, akan tetapi dapat berperan sebagai unsur pengaman yang dapat menembak arah langsung jika musuh terlihat. PENUTUP Helikopter AH-64E Apache yang akan segera dioperasikan oleh Penerbangan Angkatan Darat merupakan suatu force multiplier bagi TNI AD. Alutsista yang pada teknologi tersebut akan memaksa satuan Penerbad khususnya dan TNI AD secara keseluruhan untuk lebih maju dan berubah ke arah yang lebih baik. Walaupun ada kelemahan dalam sistem pemeliharaan helikopter Apache ini, akan tetapi secara operaisional helikopter tersebut akan memberikan dampak yang lebih positif.
Brigjen TNI Benny Susianto, S.I.P. lahir di Jakarta tahun 1963, merupakan Alumni Akademi Militer 1987. Karier militer yang dilalui dimulai Komandan Peleton II C Yonif 432/Kostrad, Kasi Ops Yonif L-305/Kostrad, Kasi Intel Brigif 17/Kostrad, Kasi Ops Brigif 17/Kostrad kemudian jabatan lain yang pernah diemban adalah Wadanyonif L-305/Kostrad, Danyonif 202/TM Brigif-1, Dandim 0507/Bekasi, Kasbrigif L-18/2 Kostrad, Danbrigif-1/PIK/JS Dam Jaya dan sejak bulan Januari 2014 menjabat sebagai Danpuspenerbad. Pendidikan umum terakhir S1 tahun 1997 dan pendidikan militer terakhir Seskoad tahun 2001 dan Lemhanas RI tahun 2013. Pendidikan pengembangan spesialisasi yang pernah diikuti mulai Latsar Para tahun 1990, Sus Pandu Udara tahun 1992, Sus Bahasa Cina tahun 1994, Sus Pa Intel tahun 1997, Sus Dandim tahun 2004 dan Sus Pa Ops Gab tahun 2008.
Mengenal Istilah “MILSPEK” Dalam Alkom TNI Angkatan Darat
P
PENDAHULUAN erhubungan TNI Angkatan Darat memiliki salah satu fungsi utama diantaranya adalah komunikasi. Fungsi ini diselenggarakan tidak hanya sebatas prosedural komunikasinya saja, namun juga berikut dengan pembinaan materil perhubungan yang digunakan untuk komunikasi. Penjabaran fungsi ini dilaksanakan dengan sedemikian rupa terkait dengan seluruh materil yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab dari korps perhubungan. Berdasarkan kuantitasnya, Alat komunikasi (Alkom) merupakan kelompok yang paling banyak dalam komoditi materil perhubungan. Alkom ini berada secara tersebar di seluruh satuan jajaran TNI Angkatan Darat, baik Satuan Tempur/Banpur maupun Satuan non Tempur. Banyak yang mengatakan bahwa Alkom yang berada di satuan tempur/banpur adalah Alkom “Milspek”, sedangkan selainnya akan dinyatakan sebagai “bukan Milspek”. Permasalahannya sekarang adalah apakah yang dimaksud dengan Alkom “Milspek” itu?
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
39
B U D I P R I J O N O , S . T, M . M .
APAKAH MILSPEK ITU? Tidak diketahui secara jelas, kapan istilah ini diadopsi oleh TNI Angkatan Darat dan kemudian dibukukan dalam berbagai naskah formal kedinasan. Namun jika ditilik dari penggunaan kata-katanya maka diduga istilah ini diambil dari luar Indonesia. Dilihat dari asal katanya maka “Milspek” kemungkinan besar berasal dari singkatan yang berbunyi sama yaitu “mil-spec”, yang jika diuraikan terdiri dari dua buah kata yaitu “military specification”. Sedangkan dalam dokumen yang ada di TNI AD, pencantuman Alkom “Milspek” akan selalu diikuti dengan kata–kata “MIL-STD 810”, sehingga pembahasan selanjutnya akan fokus kepada satu standar tersebut saja. Berikut dibawah ini beberapa uraian yang dirasakan paling mendekati mengenai arti dari “Milspek”. Rujukan dokumen Amerika Serikat Amerika Serikat kerap menggunakan istilah standar bidang pertahanan dengan menyebutkannya sebagai “military standard”, “mil-std”, “mil-spec” atau kerap disebut secara informal sebagai “milspecs”. Penggunaan istilah ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian bahwa alat peralatan yang digunakan dibidang pertahanan memiliki standar khusus yang berbeda dengan alat peralatan yang beredar umum di pasaran. Standar yang cukup dikenal adalah MIL-STD 810. MIL-STD 810 merupakan suatu standar yang ditetapkan oleh Kementerian Pertahanan Amerika Serikat yang berisi tentang pertimbangan hal–hal yang memengaruhi penentuan alat terkait pengadaannya. Buku ini menjelaskan tentang standar metode pengujian dihadapkan dengan pertimbangan perekayasaan dan pengujian laboratorium. Penting untuk diketahui bahwa standar ini tidaklah menentukan desain maupun spesifikasi teknis suatu alat. Tujuan ditetapkannya standar ini adalah terkait tiga hal yaitu: untuk menentukan jenis materil (bahan baku) sesuai dengan lingkungan operasi; untuk membantu kegiatan desain dan teknik alat sehingga mencapai usia pakai yang dikehendaki; untuk kepentingan pengujian dan analisa evaluasi terkait desain yang telah dilakukan. MIL-STD 810 pertama kali dirilis pada tahun 1962, bersumber kepada dokumen sebelumnya yaitu “AAF Specification 41065, Equipment – General Specification for Environmental Test of” yang dimaksudkan untuk menentukan jenis material dihadapkan pada pengujian lingkungan yang mensimulasikan kondisi daratan dan udara. Dokumen MIL-STD 810 ini kemudian
40
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
terus berevolusi selama bertahun-tahun mengikuti perkembangan teknologi maupun lapangan. Hingga yang terbaru kini adalah MIL-STD 810G, yang dikeluarkan pada tanggal 31 Oktober 2008. Dengan demikian, versi MIL-STD 810 yang dibedakan dengan kode huruf ini tidak diterjemahkan bahwa standar yang satu adalah lebih tinggi dari sebelumnya, namun penentuan kode huruf tersebut merujuk kepada versi rilis sebagaimana dinamika situasi terkini. Rujukan dokumen NATO Dalam naskah milik North Atlantic Treaty Organization (NATO) khususnya Standardization Agreement (STANAG) 4370, tidak menyebutkan kata “Milspek”. Secara umum, dokumen STANAG ini menjelaskan tentang proses, prosedur, persyaratan maupun kondisi bagi peralatan militer maupun prosedur teknis peralatan bagi negara anggota NATO. STANAG 4370 menjelaskan tentang prosedur pengujian terkait kondisi lingkungan. Berdasarkan kontennya, dokumen ini relevan dengan naskah MILSTD 810 tersebut. STANAG 4370 terdiri dari lima buah naskah yaitu: Allied Environmental Conditions and Test Publications (AECTP) 100 – Environmental Guidelines for Defence Material; AECTP 200 – Environmental Conditions; AECTP 300 – Climatic Environmental Tests; AECTP 400 – Mechanical Environmental Tests; dan AECTP 500 – Electromagnetic Environmental Effects Test and Verification; Naskah TNI AD Sedangkan dalam dokumen TNI Angkatan Darat, istilah Alkom “Milspek” hanya dapat dijumpai pada naskah “standardisasi alat komunikasi”. Dokumen lain yang juga menggunakan istilah ini adalah “Ketentuan Standar Umum/KSU” (Petunjuk Teknis tentang Ketentuan Standar Umum materiil/bekal TNI AD). Namun sangat disayangkan kedua dokumen tersebut tidak memberikan keterangan jelas tentang apa yang dimaksud dengan kata “Milspek” tersebut. Kedua gambar di bawah ini merupakan cuplikan dari kedua naskah tersebut.
B U D I P R I J O N O , S . T, M . M .
*Dicuplik dari Naskah Standarisasi Alat Komunikasi TNI AD dan Ketentuan Standarisasi Umum mat/bekal TNI AD.
Terlihat bahwa istilah “Milspek” memang dicantumkan dengan jelas dalam kedua naskah TNI AD tersebut, akan tetapi pencantuman istilah hanya sebatas penempatan syarat saja (ditulis sebagaimana kedua gambar di atas). Sedangkan definisi dari istilah tersebut tidak pernah dicantumkan maupun dijelaskan. DEFINISI “MILSPEK” UNTUK TNI AD Kiranya penting bagi TNI AD untuk menentukan terminologi “Milspek” ini. Uraian pada bagian sebelumnya menunjukkan bahwa Alkom “Milspek” yang dianut oleh TNI AD selama ini hanya merujuk kepada MIL-STD 810 semata. Padahal dalam kenyataannya, MIL-STD yang berhubungan dengan alat komunikasi tidak hanya MIL-STD 810 saja, masih banyak lagi standar militer lainnya yang digunakan terkait komunikasi. a. Pandangan umum Pada dasarnya, alat peralatan yang digunakan untuk lingkungan militer diharapkan memiliki standar tertentu maupun khusus sehingga andal dan tetap dapat digunakan meski dalam harsh condition. Standar ini ditentukan sesuai dengan kebutuhan unik yang dimiliki militer mulai dari proses, prosedur, praktik maupun metode, yang secara substansial terkait dengan kegiatan dan aktivitas militer. Menurut Crowe (2013), suatu alat disebut “rugged” atau “ruggedized” jika memiliki ketahanan sekurang-kurangnya memenuhi 8 item dalam MIL-STD 810G. Crowe mengatakan bahwa item pengujian tersebut adalah temperatur tinggi, temperatur rendah, hujan,
kelembaban, pasir dan debu, rendaman, getaran dan kejut. Sedangkan Kin (1996) menjelaskan dengan sangat baik tentang “what is environmental testing?”. Dalam ketiga tulisannya, Kin mengulas tentang item-item yang terdapat pada metoda pengujian MILSTD 810E kemudian mengelompokkannya kedalam beberapa kategori: pengujian mekanik, pengujian iklim dan kombinasi keduanya. Selanjutnya Kin menjelaskan maksud kategori pengujian tersebut dihadapkan dalam tiga keadaan: saat pengangkutan (shipping/transportation), saat penyimpanan (storage/logistic supply) dan saat dipergunakan (mission/sortie use). Gambaran Kin ini menjelaskan alasan mengapa itemitem pengujian pada standar tadi harus dilakukan. Kin juga mencantumkan standar lain yang relevan dengan MIL-STD 810 khususnya dalam komoditi elektronika antara lain: MIL-STD-883E/Test method standard microcircuits; MIL-STD-202G/Test method standard test methods for semiconductor devices; dan MIL-STD-750F/Test method standard microcircuits. b. Penentuan “Milspek” Setelah diuraikan di atas, kini muncul permasalahan lain yaitu sejauh mana batasan terhadap produk yang mengklaim tentang MIL-STD 810 ini? Bagaimana menentukan bahwa suatu produk dikatakan “Milspek” atau bukan? Saat ini sudah sangat banyak produk-produk yang juga mencantumkan standar pengujian ini. Apakah semua produk yang mencantumkannya berarti juga merupakan Alkom kelas “Milspek”? Dilihat secara fisik, pada umumnya Alkom yang hingga kini dianggap “Milspek” akan memiliki kemasan dan tampilan yang berkesan tangguh, sedangkan selainnya ber yang tidak memiliki kesan tersebut akan yan dianggap “non-Milspek”. Namun demikian, dian terdapatnya persepsi seperti ini kerap terd membuat banyak keraguan dan kerancuan. mem Sebagai contoh adalah Motorola GP-338 Seb (diklaim sebagai “Milspek”), produk ini (dik mencantumkan 810 C, D dan E. Apakah hal men
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
41
B U D I P R I J O N O , S . T, M . M .
ini berarti produk tersebut betul-betul tahan pengujian seluruhnya atau hanya terbatas beberapa item tertentu saja? Sedangkan Icom IC-4167 mencantumkan 810 F dengan jumlah item pengujian sebanyak 16, akan tetapi kenyataannya banyak kalangan yang mengatakan bahwa tipe ini bukanlah Alkom “Milspek”. Bagaimana pendapat anda tentang perbedaan pendapat ini? Diluar dari kasus tersebut, masih banyak lagi kasus lain yang memunculkan pertanyaan ambigu selanjutnya, berapakah item minimal yang harus dimiliki oleh suatu produk supaya dapat digolongkan sebagai “Milspek”? Lantas bagaimana dengan PRC 77, dimana Alkom ini pertama kali muncul sebagai PRC 25 pada tahun 1965, apakah ada yang mengetahui berapa jumlah standar pengujian yang dimilikinya sehingga hingga saat ini diklaim sebagai “Milspek”? Bagaimana pula dengan PRC 1077 buatan Bengpushub, apakah Alkom ini juga dapat disebut “Milspek”? Bengpushub memang memiliki laboratorium uji untuk membuktikan ketahanan, namun apakah parameternya sudah sesuai dengan sebagaimana yang disyaratkan pada MIL-STD 810? c. “Milspek” yang seharusnya untuk TNI AD Pada dasarnya, penulis setuju bahwa Alkom yang disebut “Milspek” harus memiliki standar MIL-STD 810, namun demikian tetap perlu ada penentuan kriteria minimumnya. Jumlah minimal standar yang dimiliki sebuah produk Alkom perlu ditentukan, maupun item-item pengujian apa saja yang harus dimiliki agar jangan lagi terjadi multi tafsir dan kerancuan dalam penetapannya. Istilah “Milspek” sebaiknya tidak disimpulkan dengan pandangan sempit sehingga hanya berpedoman pada MIL-STD 810 semata. Pada kenyataannya, kebutuhan penentuan tidak hanya pada standar ketahanan tersebut saja, masih ada lagi standar yang harus ditetapkan. Sebagai contoh yaitu kebutuhan interoperabilitas, baik pada intra-matra (antar kecabangan), inter-matra (antar angkatan) hingga inter-organisasi (TNI dengan pihak selain TNI). Untuk mengakomodir kebutuhan
42
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
interoperabilitas ini maka TNI AD dapat pula merujuk kepada MIL-STD 188 (berikut seluruh seri terkaitnya) maupun dokumen NATO yang relevan dengan standar tersebut. Hal ini tentu saja dapat diberdayakan sebagai kemudahan dalam melakukan pengembangan sistem selanjutnya. Salah satu manfaat dari penentuan standar yang diikuti ini adalah melakukan intelijen komlek secara tidak langsung. Dengan mempelajari standar-standar tersebut, maka setidaknya prajurit kita akan tahu bagaimana sistem komunikasi yang dimiliki oleh negara lain yang juga menggunakan standar yang sama. Sehingga kita bisa mempelajari apa yang harus dilakukan dan bagaimana tindakan antisipatifnya manakala negara lain tadi melakukan aktivitasnya dalam konteks kerjasama militer atau bahkan “terlibat konflik”. Hal ini tentunya sama dengan melakukan intelijen bidang Komlek secara tidak langsung. Namun demikian, hal ini juga secara otomatis memberikan konsekuensi resiko yaitu negara lain pun akan berbuat intelijen yang sama terhadap bidang Komlek kita. KESIMPULAN Belum ada pengertian dan penjelasan tentang Alkom “Milspek” dalam naskah TNI Angkatan Darat. Istilah “Milspek” hanya dicantumkan dalam sebentuk kata, yang selanjutnya diikuti dengan kata-kata “MIL-STD 810”. Pencantuman tanpa penjelasan ini berpotensi menimbulkan multitafsir hingga kerancuan, bahkan kerap diterjemahkan secara sempit bahwa “Milspek” hanya terdiri dari satu standar saja yaitu MIL-STD 810. Dengan demikian maka perlu dirumuskannya terminologi lain untuk menggantikan kata “Milspek” berikut pengertiannya, bila perlu ditambahkan pula dengan penjelasan dari pengertian tersebut. Hal ini sangat penting dan strategis untuk dilakukan dalam hal mengakomodir pengelompokan Alkom “Milspek” dan “non-Milspek” yang selalu dipakai hingga saat ini. Selain itu penetapan “Milspek” dalam lingkungan TNI AD
B U D I P R I J O N O , S . T, M . M .
tidak hanya sebatas istilah saja, namun juga harus seiring dengan kapabilitas satuan pemeliharaan dalam menjaga dan mempertahankan kemampuan “Milspek” yang dimiliki suatu Alkom agar tidak lantas berkurang bahkan hilang saat diperbaiki.
PENUTUP Demikian tulisan tentang ulasan Alkom “Milspek”, semoga dapat menjadi tambahan wawasan dan pengetahuan khususnya dalam terus memajukan TNI Angkatan Darat yang kita cintai dan banggakan ini.
_________________________________________Endnotes_________________________________________ Ū Crowe, Greg. “The meaning of ‘rugged’: 8 tests behind MIL-STD ratings.” GCN, 8 May 2013. Web. 4 February 2016. Ū Kin, Yoshinori. “Understanding the technology: What is environmental testing?” Espec Technology Report No.1. 1996. Tabai Espec Corp. Ū Kin, Yoshinori & Sasaki, Yasuko. “Understanding the technology: What is environmental testing? Part 2.” Espec Technology Report No.2. 1996. Tabai Espec Corp. Ū Kin, Yoshinori & Izumi, Jyuro. “Understanding the technology: What is environmental testing? Part 3.” Espec Technology Report No.3. 1997. Tabai Espec Corp. Ū Wikipedia. “MIL-STD-810”. 18 January 2016. Wikipedia, The Free Encylopedia. Web. 4 February 2016. Ū Wikipedia. “MIL-STD-188”. 16 June 2015. Wikipedia, The Free Encylopedia. Web. 8 February 2016. Ū Departement of Defense. “MIL-STD-883E. Test method standard microcircuits.” 1996. US Departement of Defense.
BIODATA PENULIS
Ū Departement of Defense. “MIL-STD-202G. Test method standard test methods for semiconductor devices.” 2002. US Departement of Defense. Ū Departement of Defense. “MIL-STD-810G. Test method standard environmental engineering considerations and laboratory tests.” 2008. US Departement of Defense. Ū Departement of Defense. “MIL-STD-750F. Test method standard microcircuits.” 2012. US Departement of Defense. Ū Allied Environmental Conditions and Test Publications (AECTP) 300 (Edition 3). “Climatic Environmental Tests”. 2006. STANAG 4370. NATO Standardisation Agency (NSA). Ū Allied Environmental Conditions and Test Publications (AECTP) 400 (Edition 3). “Mechanical Environmental Tests”. 2006. STANAG 4370. NATO Standardisation Agency (NSA). Ū Standarisasi Alat Komunikasi TNI AD. 2009. Markas Besar Angkatan Darat. Ū Ketentuan Standarisasi Umum material/bekal TNI AD. 2015. Markas Besar Angkatan Darat.
Brigjen TNI Budi Prijono, S.T, M.M., lahir di Tulung Agung pada tahun 1966 merupakan Alumni Akademi Militer 1988. Mulai meniti karier sebagai Pama Akmil tahun 1988, Danton Bekhar, Dankihub Brigif VI/2 Kostrad, Gumil Golongan VI Teknika Pusdikhub Kodiklat TNI AD, Dandema Pusdikhub, Kabag Renkom Subditbinkom Dithubad, Pabandya-3/Dalprog Spaban V/ Srenad. Jabatan lain yang pernah diemban adalah sebagai Kahubdam IV/Diponegoro, Asrendam XVI/Pattimura, Paban I/Ren Slogad dan saat ini menjabat sebagai Dirhubad sejak tahun 2015. Pendidikan pengembangan umum yang pernah dilaluinya antara lain S2, Sesarcabhub 1988, Suslapa I 1993, Suslapa tahun 1999, Seskoad tahun 2003 dan Lemhanas RI tahun 2014. Selain itu pendidikan pengembangan spesialisasi yang pernah diikuti mulai Sus Dasar Para Suspajat 1990, Kibi angkatan LVIII 2002, United Nation Militery Observer Course (UNIMOC) dan Sus Pengadaan Luar Negeri (FMS) program USA 2006.
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
43
Strategi Modernisasi Alutsista Arhanud Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Kekuatan Pertahanan Matra Darat
44
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
C A N D R A W I J AYA , M . A .
“HAKIKAT PERTAHANAN NEGARA ADALAH SEGALA UPAYA PERTAHANAN BERSIFAT SEMESTA, YANG PENYELENGGARAANNYA DIDASARKAN PADA KESADARAN ATAS HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA SERTA KEYAKINAN PADA KEKUATAN SENDIRI”
Operasi @opera@ pengeboman reaktor nuklir Irak Oasirak menggunakan F-16 oleh Israel pada 7 Juni 1981 yang melegenda
P
ertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, Hak Asasi Manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara maritim. Melalui prinsip dasar tersebut, pertahanan negara diselenggarakan dengan tujuan menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keselamatan segenap bangsa. Dalam mencapai tujuan tersebut, fungsi pertahanan negara diselenggarakan guna mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan yang tangguh dalam menghadapi ancaman. Pengalaman konflik konvensional modern telah menempatkan kekuatan udara sebagai kekuatan pemukul dalam suatu perang konvensional. Keunggulan udara (air supremamacy, air dominance) merupakan tujuan awal dari setiap kampanye militer agar dapat melancarkan tahap operasi berikutnya yaitu serangan
darat. Untuk mencapai keunggulan udara, selain Angkatan Udara, semua pihak terkait ikut berperan termasuk Arhanud. Sehingga Arhanud harus memiliki kemampuan untuk mempercepat diraihnya keunggulan udara dan harus mampu mencegah musuh meraih keunggulan udara. Dikaitkan dengan potensi konflik di Indo-Pasifik, maka konflik laut China Selatan adalah potensi konflik yang terdekat bahkan bersinggungan langsung dengan Indonesia. Kebijakan pemerintah dalam mengembangkan poros maritim dunia juga menjadi kerawanan dalam pengamanan jalur pelayaran laut dan udara. Dengan besarnya tugas yang akan dihadapi, maka Arhanud yang modern dan memiliki kapabilitas tinggi mutlak dibutuhkan. PERKEMBANGAN SITUASI INDOPASIFIK TERMASUK AUSTRALIA Perkembangan situasi keamanan di kawasan Samudera Hindia dan Pasifik (Indo-Pasifik) termasuk Australia memicu banyak negara untuk memodernisir kemampuan militernya beriringan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Saat ini belanja militer di Asia menjadi lebih besar dibandingkan Eropa. Pada tahun 2014 belanja militer Asia meningkat lima persen, mencapai sekitar USD 439 miliar dibandingkan dengan Eropa yang hanya meningkat 0,6 persen yaitu sekitar USD 386 miliar. Negara yang memiliki pengaruh besar di kawasan Indo-Pasifik termasuk Australia masih didominasi oleh negara-negara maju yaitu Amerika Serikat, Inggris dan China. Amerika Serikat menancapkan pengaruhnya di kawasan ini melalui sekutu-sekutu tradisionalnya yaitu
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
45
C A N D R A W I J AYA , M . A .
Australia, Philipina, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Sedangkan Inggris melalui negara Commenwealth (negara bekas jajahan Inggris) yaitu Australia, Malaysia dan Singapura. Demikian menariknya kawasan Indo-Pasifik bagi negara barat hingga muncul beberapa organisasi keamanan yaitu Five Power Defence Arrangement (FPDA) yang berdiri tahun 1971 beranggotakan Inggris, Australia, Selandia Baru, Singapura dan Malaysia. Juga kerjasama intelijen yaitu Five Eyes yang beranggotakan Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris dan Amerika Serikat. China sebagai pemain regional Asia yang sedang berkembang pesat dengan istilah “the rise of China” berusaha meningkatkan pengaruhnya baik dengan soft power maupun hard power di berbagai bidang. Berkaitan dengan situasi di Laut China Selatan yang menjadi salah satu “hot issue” di kawasan IndoPasifik, enam negara yang terlibat saling klaim (China, Malaysia, Vietnam, Philipina, Brunei dan Taiwan) semakin memantapkan kehadiran militernya di kawasan sengketa. Dominasi China mendorong lima negara lainnya untuk memodernkan kemampuan militernya dan bersekutu dengan negara maju dalam rangka menciptakan Balance of Power di kawasan yang dapat menahan terjadinya perang terbuka yang sesuai dengan teori Hans Morgenthau dalambukunya “Truth and Power: Essays of a Decade, 1960–1970” (1970). Malaysia mendekati Inggris, Vietnam mendekati Rusia, Philipina dan Taiwan mendekati Amerika Serikat. Bahkan negara lain yang tidak terlibat namun bersinggungan langsung seperti Thailand dan Singapura turut melakukan hal yang sama. Thailand memiliki kedekatan diplomatik dengan Amerika Serikat sebagai warisan perang dingin dengan “pernah” adanya South East Asia Treaty Organization (SEATO) yang didirikan tanggal
Proyeksi anggaran militer beberapa negara pada tahun 2035
46
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
8 September 1954 di Manila, Filipina. Sedangkan Singapura memiliki kedekatan khusus dibidang militer dengan Amerika Serikat, terbukti dari pelayaran kapal induk Amerika Serikat USS John C. Stennis (CVN 74) ke Philipina dan Singapura pada 19 April 2016, yang akhirnya mendapat penolakan dari China saat hendak mengunjungi Hong Kong pada 26 April 2016 yang baru lalu. KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA Kebijakan Presiden RI Joko Widodo, mengukuhkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sebagai poros maritim dunia, Indonesia tentu berkepentingan untuk ikut menentukan masa depan kawasan Pasifik dan Samudera Hindia (the Pacific and Indian Ocean RegionPACINDO). Indonesia menginginkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik tetap damai dan aman bagi perdagangan dunia, bukan dijadikan ajang perebutan sumber daya alam, pertikaian wilayah dan supremasi maritim. Agenda pembangunan untuk mewujudkan visi ini memiliki lima pilar yaitu: Pertama, membangun kembali budaya maritim Indonesia, kedua, menjaga dan mengelola sumber daya laut, ketiga, memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, keempat, melalui diplomasi maritim, mengajak semua mitra-mitra Indonesia untuk bekerja sama dibidang kelautan dan kelima, sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera, Indonesia memiliki kewajiban untuk membangun kekuatan pertahanan maritim. Kebijakan pemerintah ini direspon dengan cepat oleh Panglima TNI dengan melakukan modernisasi Alutsista TNI untuk mengawal jalur laut dan udara nusantara. Disamping itu TNI juga akan membangun pangkalan militer di beberapa pulau terluar yaitu P. Natuna Besar di Wilayah Barat yang berbatasan langsung dengan
C A N D R A W I J AYA , M . A .
Pembangunan pangkalan militer di kepulauan Spratly oleh negara yang saling klaim kawasan Laut Cina Selatan
Laut China Selatan, P. Morotai di Utara, P. Biak di Timur yang langsung menghadap Samudera Pasifik dan P. Selaru di Wilayah Selatan. Pangkalan militer ini nantinya akan berfungsi selayaknya “kapal induk” yang memiliki landasan untuk operasional pesawat, dermaga kapal dan satuan TNI AD. PERAN ARHANUD TNI AD Untuk mendukung kebijakan Pemerintah yang diterjemahkan oleh Panglima TNI, menuntut derajat kesiapan operasional yang tinggi dari kesenjataan Arhanud. Penggunaan Alutsista modern tidak dapat ditawar lagi dalam rangka menghadapi potensi ancaman yang ada. Potensi konflik Laut China Selatan, mengawal kebijakan poros maritim dunia dengan memperkuat celah kosong pertahanan di Indonesia bagian Utara, Timur dan Selatan mutlak memerlukan perlindungan udara yang kuat. Di Laut China Selatan, radius operasi (terbang dan kembali pada pangkalan udara yang sama) F-16 TNI AU adalah 550 km (misi hi-lo-hi dengan membawa 4 x 450 kg bom), yang artinya apabila tinggal landas dari P. Natuna Besar belum dapat menjangkau kepulauan Spratly. Apabila di Natuna
nantinya akan digelar sistem Rudal Hanud jarak pendek seperti Starstreak yang memiliki jangkauan 7,2 km, maka pangkalan “kapal induk” yang akan dibangun tersebut menjadi terlindungi dari ancaman serangan udara berketinggian rendah. Posisi pangkalan udara Australia, Skadron/ jenis pesawat yang dioperasikan saat ini ditandai dengan kotak warna putih, untuk rematerialisasi yang sudah kontrak menggunakan warna kuning, sedangkan rencana pembelian yang belum kontrak menggunakan warna biru. Dapat dilihat bahwa sebagian besar pangkalan udara Australia berada di sebelah Tenggara sehingga memberikan waktu reaksi yang cukup lama apabila ada serangan udara terhadap Australia. Posisi P. Selaru sangat strategis dalam menghadapi potensi ancaman dari selatan (jarak P. Selaru dengan Tindal AFB adalah 750 km). Jarak ini juga masih di luar jangkauan operasional F-16 TNI AU. Penggelaran Rudal jarak pendek Arhanud di P. Selaru yang bersinggungan dengan Australia dinilai sangat penting sebagai pertahanan pangkalan dari ancaman serangan udara berketinggian rendah. Ancaman serangan udara merupakan tindakan musuh yang menggunakan wahana udara dan Alutsista udara berupa pesawat
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
47
C A N D R A W I J AYA , M . A .
Arhanud harus memiliki kemampuan untuk mempercepat diraihnya keunggulan udara dan harus mampu mencegah musuh meraih keunggulan udara terbang berawak maupun tanpa awak dan peluru kendali balistik yang berteknologi tinggi untuk menghancurkan objek-objek vital strategis maupun taktis. Alutsista udara saat ini terdiri dari berbagai jenis, yang dapat disingkat dengan istilah CUTER-FRUIT, meliputi Cruise Missile (CM), Unmanned Aerial Vehicle (UAV), Tactical Airto-Surface Missile (TASM), Electronic Warfare (peperangan elektronik), Rockets Artillery Mortar (RAM), Fixed Wing Aircraft (Pesawat Udara Bersayap Tetap), Rotary Wing Aircraft (Helikopter), Unmanned Combat Air Vehicles (UCAV), Intelligence, Surveillance, Target Acquisition, and Reconnaissance (ISTAR) dan Tactical/Theatre Ballistic Missiles (TBM). Untuk menghadapi kemungkinan ancaman tersebut, dalam Sistem Pertahanan Negara (Sishanneg) Indonesia terdapat Sistem Pertahanan Udara Nasional (Sishanudnas) yang didalamnya terdapat unsur Arhanud TNI AD sebagai salah satu kecabangan TNI AD dan sebagai kekuatan yang menjalankan fungsi tembakan dan perlindungan dalam rangka Pertahanan Udara (Hanud) di medan KASAD mendampingi Panglima TNI mengunjungi Natuna sebagai pulau terluar pada tanggal 13 April 2016
48
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
operasi maupun Hanudnas. Satuan Arhanud bertugas untuk melindungi objek vital dengan melaksanakan Hanud titik. Objek vital yang dilindungi dapat berupa satuan manuver maupun Obvitnas yang bersifat statis seperti pusat pemerintahan, instalasi militer maupun aset strategis lainnya (markas komando, pembangkit listrik, jembatan, lapangan terbang, pelabuhan), lokasi eksplorasi, produksi, terminal dan distribusi sektor ESDM. Arhanud TNI AD dalam melaksanakan tugas pokoknya menyelenggarakan 4 (empat) fungsi, meliputi pencarian dan penemuan (detection), pengenalan (identification), penjejakan (tracking) dan penghancuran (destruction). PEMBANGUNAN KEKUATAN DAN KEMAMPUAN ARHANUD UNTUK MENDUKUNG STRATEGI PENGEMBANGAN KEKUATAN TNI AD Sebagai sebuah subsistem yang merupakan bagian dari sistem pertahanan negara, maka pembangunan kekuatan Arhanud TNI AD juga tetap harus memprioritaskan pembangunan kemampuan melalui rematerialisasi Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang tidak layak operasional serta pengadaan Alutsista baru dan penataan kembali gelar satuan guna memperoleh daya tangkal pertahanan negara yang lebih optimal di seluruh wilayah NKRI. Gelar Satuan Arhanud TNI AD juga harus terintegrasi dengan sistem pertahanan udara dari Angkatan lain yang berada dalam sistem pertahanan udara nasional yang utuh dan saling mengisi. Sebagai lapis terakhir dari sistem pertahanan udara nasional, maka Arhanud TNI AD harus mampu beroperasi secara mandiri dan bisa mengisi celah-celah kosong (sebagai “gap filler”) dari sistem pertahanan udara lainnya sehingga tercipta fleksibilitas dan keberlanjutan dalam pertahanan udara.
C A N D R A W I J AYA , M . A .
Dihadapkan pada kondisi, kemampuan, kekuatan dan gelar Satuan Arhanud yang ada saat ini belum maksimal dalam melindungi objek vital terpilih dan menutup celah-celah kosong di wilayah yang rawan pelanggaran udara, maka sebenarnya secara kuantitatif masih diperlukan beberapa satuan setingkat Batalyon lagi yang harus dibangun di wilayah-wilayah yang memerlukan perlindungan udara. Namun apabila mengacu pada kebijakan “zero growth” dan “right sizing” yang menekankan pada tidak adanya penambahan jumlah personel TNI AD, maka kebutuhan pemenuhan gelar satuan di wilayahwilayah rawan tersebut dapat diatasi dengan penataan kembali gelar Satuan Arhanud. Rencana pengembangan kekuatan TNI di pulau-pulau terluar yang memiliki kerawanan lebih tinggi terhadap pelanggaran wilayah udara juga menjadi prioritas Pussenarhanud Kodiklat TNI AD dalam melakukan pengembangan satuan. Merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pelanggaran-pelanggaran wilayah udara nasional merupakan ancaman yang paling aktual dan potensial terhadap kedaulatan NKRI oleh negara lain. Ancaman tersebut terjadi salah satunya disebabkan oleh lemahnya daya tangkal kita di bidang pertahanan, sehingga mendorong negara lain berani melakukan tindakan provokatif di wilayah NKRI. Berkaitan dengan pengembangan kemampuan Arhanud TNI AD yang menjadi bagian dari konsep Minimum Essential Force (MEF), pengadaan Alutsista baru Arhanud pengganti Alutsista yang sudah tidak layak pakai serta modernisasi Alutsista lama yang masih bisa
digunakan merupakan solusi yang tidak mungkin dihindari. Upaya pengadaan Alutsista baru Arhanud ini merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan dalam menghadapi ancaman terhadap kedaulatan NKRI dalam bentuk serangan udara atau pelanggaran wilayah udara nasional. Rematerialisasi Alutsista Arhanud saat ini yang diperlukan adalah Rudal Hanud, karena memiliki teknologi tinggi serta dilengkapi dengan radar sehingga memiliki daya hancur dan akurasi yang maksimal untuk melaksanakan perlindungan objek vital dari ancaman udara. Maka selain analisa kebutuhan didasarkan pada capability based planning untuk meningkatkan kemampuan pertahanan udara, juga didasarkan pada threat based planning untuk mengantisipasi ancaman terpilih. Kehadiran Rudal Hanud dapat meningkatkan daya tangkal atau deterent effect dalam menjaga kedaulatan negara dari kemungkinan ancaman udara, khususnya terhadap objek vital (nasional dan militer), sumber energi dan objek lain yang menyangkut kepentingan nasional. Adapun Rudal Hanud yang akan segera dimiliki Arhanud TNI AD saat ini meliputi: a. Rudal Starstreak. Rudal Starstreak terdiri dari dua jenis yaitu Rudal Starstreak MMS (Multi Mission System)/Rapid Ranger dan Rudal Starstreak LML (Light weight Multiple Launcher)/ Rapid Rover dan didukung Radar SHIKRA. Daerah yang dilindungi (Coverage Area) Sista Hanud Rudal Starstreak dengan 12 unit peluncur rudal yang terdiri dari 4 unit MMS (Multi Mission System)/Rapid Ranger dan 8 unit LML (Lightweight Multiple
Peta Laut Cina Selatan, batas klaim negara yang terlibat dan radius operasi F-16 jika berpangkalan di P. Natuna Besar
Dislokasi pangkalan udara RAAF
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
49
C A N D R A W I J AYA , M . A .
Coverage area Sista Hanud Rudal Starstreak (kiri) dan Rudal Mistral (kanan)
Launcher)/Rapid Rover dapat melindungi wilayah seluas 373,063 km² sama dengan luas kota Surabaya (374,8 km²) atau separuh luas DKI Jakarta yang memiliki luas 740,3 km². b. Rudal Mistral. Rudal Mistral terdiri dari dua jenis yaitu Rudal Mistral ATLAS (Advanced Twin Launcher Anti-Air Strike) dan Rudal Mistral MPCV (Multi-Purpose Combat Vehicle) dan didukung Radar MCP (Mistral Coordination Post). Daerah yang dapat dilindungi (Coverage Area) Rudal Mistral dengan 9 unit peluncur rudal, dapat melindungi wilayah seluas 210 km². Luas Coverage area Rudal Mistral sama dengan seluas Kota Bekasi yang memiliki luas wilayah 210,49 km². Efektivitas pertahanan udara tergantung dari kualitas dan kuantitas Alutsista, integrasi, dukungan dan kemampuan operator. Sehingga diperlukan integrasi yang optimal antara komponen operasional, pendidikan dan latihan serta dukungan/pemeliharaan. Untuk itu, Pussenarhanud Kodiklat TNI AD terus
BIODATA PENULIS
50
berupaya mengoptimalkan komponen Diklat dengan memaksimalkan paket pelatihan dan alat instruksi dalam setiap program pengadaan Alutsista baru. Untuk komponen pemeliharaan selain berupaya mendapatkan jaminan pemeliharaan yang maksimal, Pussenarhanud Kodiklat TNI AD juga berupaya mendapatkan peralatan dan kemampuan pemeliharaan tingkat 0 hingga II dalam setiap program pengadaan Alutsista baru. Pemeliharaan tingkat II dilakukan dengan mengoptimalkan peran Dohar Sista Arhanud yang berada di Kota Batu, Jawa Timur sebagai satuan pemeliharaan bagi seluruh Alutsista Arhanud TNI AD. Dengan pemenuhan kebutuhan komponen satuan operasional, Diklat dan pemeliharaan secara optimal, diharapkan Arhanud TNI AD dapat melaksanakan tugas pokok yang dibebankan secara lebih optimal dan berkesinambungan. Demikian tulisan Pembangunan Kekuatan Pertahanan Darat Melalui Modernisasi Alutsista Arhanud TNI AD dibuat sehingga bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Kolonel Arh Candra Wijaya, M.A., lahir di Sidoarjo, Jawa Timur pada tahun 1969 merupakan Alumni Akademi Militer 1991. Saat ini menjabat sebagai Dirbinsen Pussenarhanud Kodikalat TNI Angkatan Darat. Jabatan strategis lainnya yang pernah diemban adalah Asisten Perencanaan Kodam I/Bukit Barisan, Koorspri Kasad dan Komandan Resimen Arhanud-1/F Kodam Jaya. Pendidikan umum terakhir S2 tahun 1999, dan pendidikan militer terakhir Sesko TNI tahun 2015. Pendidikan pengembangan spesialisasi yang pernah diikuti mulai Sus Bahasa Inggris tahun 1993, Sus Danrai tahun 1999, Sus Danyon tahun 2008, dan UN Staff Officer Course tahun 2009. Sedangkan penugasan operasi yang pernah diemban adalah Misi Perdamaian PBB di Kongo tahun 1994. Selain itu juga pernah melaksanakan penugasan di luar negeri, antara lain di Australia, Amerika Serikat, dan Monuc di Kongo dari tahun 2004 hingga tahun 2005.
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
SIMULATOR Multi Ranpur Pusdikkav Pussenkav
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
51
S E T I AWA N A R I S M U N A N DA R , S . I . P
TNI AD SEBAGAI KEKUATAN DARAT “ INDONESIA MEMPUNYAI TUGAS POKOK DIANTARANYA ADALAH SEBAGAI PENEGAK KEDAULATAN DAN HUKUM DI WILAYAH DARAT NASIONAL INDONESIA. TUGAS PENEGAKAN KEDAULATAN DAN HUKUM DI DARATAN NASIONAL INI MENJADI SANGAT PENTING (CRUCIAL) DALAM SITUASI KERAWANAN PERTAHANAN DARAT NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI) SAAT INI DAN MENDATANG
’’
52
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
D
alam rangka pelaksanaan tugas pokok ini mutlak diperlukan Kesiapan Tempur (Combat Readiness) dan Kemampuan Tempur (Combat Capability) yang tinggi. Kemampuan Tempur sangat bergantung pada Kesiapan Tempur yang ditentukan oleh lima elemen yakni personel (man), Alat Utama Sistem Senjata Darat (equipment), pemeliharaan (maintenance), pelatihan (training) khususnya dalam penyiapan pelatihan memerlukan sarana yang sangat menunjang dalam menghasilkan kemampuan dari sumber daya yang disiapkan dan Keselamatan dalam pelaksanaan latihan dan kerja (safety) dengan penekanan pada elemen-elemen yang terlibat langsung pada suatu pertempuran darat
S E T I AWA N A R I S M U N A N DA R , S . I . P
Ruang Simulator
Panel cabin petembak
yang dalam konteks naskah ini adalah profesional para Prajurit Satuan Kavaleri TNI AD. Modernisasi merupakan proses transformasi dari masyarakat tradisional atau terbelakang ke masyarakat modern. Modernisasi merupakan proses perubahan terhadap sistem ekonomi, sosial dan politik yang berkembang dari abad ke -17 sampai ke-19. Perubahan tersebut fokus pada cara masyarakat pramodern menjadi modern melalui proses pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur sosial, politik dan budaya begitu juga alat pelatihan perang seperti Simulator Multi Ranpur yang dari masa ke masa mengalami perubahan yang sangat tinggi, meliputi sistem perangkat lunaknya, motion system (sistem penggerak), dan sistem komunikasinya.
Cabin Pengemudi
Pemenuhan kebutuhan Alat Utama Sistem Senjata TNI AD khususnya Simulator Kendaraan Tempur Satuan Kavaleri merupakan salah satu langkah upaya modernisasi dan penggantian (pengadaan) Alutsista yang dibutuhkan disesuaikan dengan kebutuhan operasional Satuan Kavaleri. Simulator Multi Ranpur adalah salah satu Alutsista pelatihan yang berada di Pusdikkav Pussenkav. Simulator ini memiliki kemampuan software yang andal dan karakteristik teknologi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan operasi tempur di wilayah negara Indonesia, dengan beberapa macam jenis varian ranpur tank yang dapat dilatihkan seperti Tank jenis AMX-13, Stormer dan Scorpion. Program pembangunan simulator ini dimaksudkan untuk menyediakan suatu sarana pelatihan yang efektif JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
53
S E T I AWA N A R I S M U N A N DA R , S . I . P
dan ekonomis serta memadai baik dalam kuantitas maupun kualitas, yang dapat dipergunakan oleh setiap anggota pasukan untuk mengasah kemampuan dan agar selalu dalam kondisi siap tempur. Karena Korps Kavaleri menggunakan sistem senjata yang berat, kompleks dan mahal, maka untuk sebuah sistem simulator yang
yang lain (semisal helikopter simulator) untuk melakukan latihan operasi gabungan. • Menilai kemampuan. Simulator memiliki kelengkapan control monitoring dan sarana penilaian.
akan dibangun ini dapat memenuhi kebutuhan latihan tersebut sesuai perkembangan jaman. Dari hasil penelaahan kebutuhan di lapangan termasuk simulator yang sudah ada dan ketersediaan teknologi terkini, maka kami memiliki sebuah sistem Simulator Multi Ranpur (SMR) untuk keperluan: • Sebagai sarana pelatihan • Melatih para awak tank baik pemula maupun pengguna lanjut dengan situasi operasi yang beragam dengan lebih dari satu macam tipe tank. • Mengasah kemampuan individu maupun tim yang mencakup kerjasama dan koordinasi awak tank hingga level peleton/kompi. • Mengasah kemampuan dibidang otomotif, persenjataan, komunikasi, dan sistem-sistem lain didalam tank yang disimulasikan. • Dapat dipergunakan dalam konfigurasi latihan bersama/terhubung dengan sistem simulator
Dalam program Simulator Multi Ranpur, akan diwujudkan basis simulator yang dirancang untuk dapat menampung tank ringan sampai dengan MBT. Program pembangunan Simulator Multi Ranpur (SMR) ini akan mencakup pembangunan fisik komponen simulator sebagai berikut: • Satu ton tank dengan konfigurasi 3 set simulator tank (3 kabin driver dan 3 kabin turret) sebagai tank canon serta 1 set simulator tank (1 kabin driver dan 1 kabin turret ) sebagai tank support. Simulator tank dilengkapi dengan motion system • Instrumen. • IOS (Instructor Operating Station) • Infra struktur untuk Debrief • Gedung • Sarana dan Prasarana yang diperlukan • Training untuk operator SMR Simulator Multi Ranpur pada ini akan mempunyai
54
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
S E T I AWA N A R I S M U N A N DA R , S . I . P
kemampuan dimana dapat dilakukan simulasi baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama (terkoordinasi). Kemampuan tersebut akan mencakup fungsi-fungsi sebagai berikut: • Fungsi Mengemudi • Fungsi Menembak • Fungsi Komandan Kendaraan dan Komandan Peleton • Fungsi Untuk Sarana Instruktur Selain untuk fungsi mengemudi, simulator ini dapat dipakai untuk tahap-tahap pemula, lanjutan maupun penyegaran kembali. Aspek-aspek mengemudi yang dapat dilatih antara lain : familiarisasi prosedur, familiarisasi instrumentasi permesinan, peralatan komunikasi, dan kontrol mengemudi dengan kondisi yang bervariasi dari sisi: • tekstur permukaan, • visibility, • hambatan alam dan buatan Untuk fungsi menembak, simulator ini dapat dipakai untuk latihan pemula dan lanjutan untuk personel penembak dalam hal loading amunisi, identifikasi target, aiming, dan penembakan itu sendiri. Selain itu alat ini dapat dipakai untuk berlatih menembak baik untuk kondisi statik maupun kondisi bergerak, baik dalam kondisi normal (tidak ada kerusakan) maupun kondisi malfunction. Senjata yang digunakan adalah yang sesuai dengan kendaraan yang dinaiki baik berupa canon, senapan-senapan mesin tertentu maupun pelontar granat. untuk fungsi komandan, simulator ini dapat mendukung latihan pemula dan lanjutan dalam hal : team work dan koordinasi kemampuan taktis, pengambilan keputusan dan perencanaan, komunikasi seta penggunaan sistem penunjang lainnya. Jadi dengan simulator ini diharapkan para komandan dan awak tank dapat meningkatkan kemampuanya baik sebagai individu maupun sebagai sebuah tim dalam sebuah operasi pertempuran. Fungsi untuk sarana instruktur adalah menunjang fungsi-fungsi di atas, diperlukan sarana instruktur (Instructor Operating Station) yang memadai. Simulator terpadu ini menyediakan sarana yang mudah digunakan untuk melakukan monitoring dengan map 3D View, Variable dan status sistem-sistem kabin (menggunakan kamera). Komunikasi dengan peserta training menggunakan interkom. Dalam sarana ini 2D dan 3D mapping akan disediakan untuk melihat situasi entitas simulasi secara keseluruhan baik kawan maupun lawan. melalui sarana ini instuktur antara lain juga dapat: • Memberikan efek lingkungan (misalnya hujan,
kabut) • Memonitor situasi internal kabin pengemudi maupun kabin turret • Memberikan malfunction kepada sistem-sistem tank tertentu • Berkomunikasi dengan siswa dengan interkom • Selain itu, fungsi-fungsi berikut yang dapat ditambahkan antara lain: • Edit skenario dan kontrol latihan • Monitoring dan penilaian performa siswa • Monitoring driver/gunner/commander view • Simulasi komunikasi dengan radio • Record replay Validasi Simulator Multi Ranpur akan dilakukan pada tahap akhir proses pengembangan simulator. Validasi ini dilakukan sebagai syarat mutlak yang menentukan keakuratan unjuk kerja simulator. Data sumber validasi akan diperoleh dari kendaraan tempur yang sebenarnya, baik dari dokumen teknis kendaraan tempur maupun dari hasil uji tes kendaraan tempur. Data hasil validasi yang didapat dari hasil tes (unjuk kerja) simulator akan dievaluasi bersama-sama oleh PT. T&ES dan Pussenkav agar didapatkan unjuk kerja simulator yang dapat mendukung fungsi simulator sebagai sarana pelatihan. Secara umum, aspek-aspek pekerjaan yang tercakup dalam pembuatan produk dan layanan produk dilaksanakan untuk memenuhi spesifikasi umum yang meliputi: 1. Dapat meningkatkan keterampilan pelayanan peralatan sebenarnya. 2. Memiliki beragam persoalan dengan tingkat kesulitan yang bertahap sesuai kebutuhan. 3. Memiliki program yang sesuai dengan kebutuhan taktis terutama kondisi medan dan cuaca di Indonesia. Lokasi daerah yang tercakup akan sesuai dengan permintaan TNI-AD. Kondisi medan yang dihadapi misalnya dapat mencakup perkotaan/urban, pedesaan, sungai/pantai dan pegunungan. Simulator ini dapat memfasilitasi doktrin operasi Satuan Kavaleri TNI AD baik yang bersifat ofensif maupun defensive dan dirancang agar berfungsi mendekati peralatan sebenarnya sehingga sedapat mungkin menggunakan komponen yang terdapat di pasaran bebas. Kemudian semua perangkat hardware terutama sistem komputer merupakan hasil pilihan yang branded dan well proven juga sederhana dalam pemeliharaan dan perbaikan. Simulator ini memiliki Konfigurasi Umum untuk memenuhi spesifikasi tersebut di atas, maka JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
55
S E T I AWA N A R I S M U N A N DA R , S . I . P
produk yang dibuat dirancang dengan konfigurasi umum sebagai berikut: 1. Multi Ranpur 2. Terpisah 3. Pintu tertutup 4. Modular 5. Terintegrasi dalam jaringan 6. Dapat dihubungkan dengan simulator lain Simulator ini bersifat terpisah agar bisa dilakukan latihan yang intensif dibidang masing-masing tanpa tergantung pada yang lain, maka setiap tank simulator dibagi menjadi dua unit simulator yang terpisah. Satu unit simulator ditujukan khusus untuk pengemudi (driver), sementara satu unit yang lain ditujukan untuk simulasi komandan kendaraan dan penembak (turret) (lihat gambar di bawah). Dengan demikian pengemudi dapat berlatih sendiri di suatu medan latihan sedangkan penembak dan komandan berlatih sebagai kendaraan berbeda. Jika berlatih secara terintegrasi maka 2 unit simulator ini akan berfungsi sebagai sebuah tank seutuhnya. Interaksi antara penembak, komandan dan pengemudi dapat dilakukan dengan menggunakan sistem komunikasi, seperti tampak pada gambar di atas unit simulator pengemudi dilengkapi dengan sistem pembangkit gerak (motion system). Unit yang lain (turret, untuk komandan dan penembak) juga dilengkapi sistem pembangkit gerak, sehingga efek kemudi dan penggunaan senjata dapat dirasakan oleh semua crew tank bila berlatih dalam kondisi terintegrasi. Selain itu, sistem terpisah ini dimaksudkan juga untuk dapat melakukan penghematan listrik dan komponen. Karena tidak selamanya awak yang mempelajari sistem-
sistem tank didalam turret simulator memerlukan gerakan-gerakan tank. Penghematan listrik juga dapat dilakukan lebih jauh karena motion sistem untuk driversimulator akan lebih kecil. Kedepannya simulator ini dikembangkan secara modular secara bertahap modul demi modul. Dengan system modular ini sebagai konfigurasi awal dapat dipadukan 3 set simulator tank canon dan 1 set simulator tank support untuk mewakili satu peleton. Dengan sistem modular simulator akan lebih fleksibel dan mudah untuk ditingkatkan kemampuannya di masa mendatang. Untuk pengembangan lebih lanjut dapat ditambahkan lagi beberapa unit tank/kabin-kabin simulator dengan menggunakan arsitektur simulator yang sudah ada. Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disarankan kepada Komando Atas agar pengadaan Simulator Ranpur kedepannya lebih mengutamakan kelengkapan part tambahan dalam hal ini UPS (Uninterruptible Power Supply), yang berguna untuk menyimpan aliran listrik cadangan apabila terjadi pemutusan arus listrik secara tiba-tiba pada saat kegiatan latihan dilaksanakan. Mengingat sistem komputerisasi setiap simulator ini sangat rumit maka perlu adanya penambahan waktu dalam pelaksanaan penataran operator tersebut khususnya dalam pengoperasionalan sistem komputerisasi simulator (Instructur Operator Station) dan yang terakhir menyarankan untuk mendapatkan program pemeliharaan secara berkelanjutan dari pihak pembangun. Demikian tulisan ini dibuat semoga bermanfaat sebagai informasi terbaru tentang Alutsista Simulator Multi Ranpur yang dimiliki oleh Satuan Kavaleri TNI AD.
Letkol Kav Setiawan Arismunandar, S.I.P, lahir di Purbalingga tahun 1971, merupakan Alumni Akademi Militer tahun 1995. Mulai meniti karirnya sebaga Pama di Yonkav 1/1 Kostrad, Kasipamops Set Pussenkav, Wadanyonkav 9 Brigif 1/PIK Dam Jaya, Dankikavtai 1/1 Kostrad, Kabaglitbang Insani Sdirlitbang Pussenkav, Danyonkav 6/Serbu Dam I/BB, Dandim 0201/BS Dam I/BB dan saat ini menjabat sebagai Wadan Pusdikkav Pussenkav Kodiklat TNI AD. Pendidikan pengembangan umum yang dilalui antara lain Sus Dankikav 1999, Selapa Kav, Seskoad 2010, Sus Danyon tahun 2012 dan Sus Dandim 2013. BIODATA PENULIS
56
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
“Medium Girder Bridge” Jembatan Taktis Dalam Zeni Tempur TNI AD “Manuver dan kecepatan bergerak menjadi salah satu aspek
keberhasilan tugas operasi, kondisi alam dan ingkungan di daerah penugasan turut memberi pengaruh pada mobilitas pasukan seperti sungai, ceruk tanah, dan jembatan rusak. Dalam gelaran operasi militer, laju gerak Ranpur dan Rantis kerap membutuhkan dukungan dari Satuan Zeni, maka solusinya adalah keberadaan jembatan darurat atau kerap disebut jembatan taktis militer.’’
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
57
WA N DA I N D R A D H A N U A B I D I N
B
oleh jadi, Satuan Kavaleri dapat mengatasi rintangan dengan hadirnya tank jembatan yang melekat secara mandiri di tingkat batalyon. Tanpa harus mendapat dukungan dari Satuan Zeni, Satuan Tank dan Panser dapat melintasi medan cerukan yang dalam dengan wahana berjenis AVLB (Armored Vehicle Launched Bridge), dalam bahasa lain sering disebut tank bridge layer, atau tank penggelar jembatan. Sejak generasi tank ringan AMX-13, TNI AD sudah mengenal yang namanya tank jembatan, sebut saja AMX-13 AVLB, Stormer AVLB, dan yang akan datang Leopard 2A4 AVLB. Meski dapat digelar cepat dan praktis, tapi jembatan yang dapat digelar memiliki keterbatasan, terutama pada panjang bentang jembatan. Ambil contoh, dalam tempo 5 menit, Stormer AVLB bisa menggelar jembatan sepanjang 15 meter. Sementara Leopard 2A4 AVLB bentang jembatannya mencapai 22 meter. Persoalannya, bagaimana bila yang dibutuhkan jembatan dengan panjang lebih dari kemampuan AVLB?
Jembatan Pontoon
58
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
WA N DA I N D R A D H A N U A B I D I N
AVLB
(ARMORED VEHICLE LAUNCHED BRIDGE) Agar operasi dapat mencapai target diperlukan dukungan dari Satuan Zeni. Untuk urusan yang satu ini, korps Zeni mengandalkan dua tipe jembatan darurat, yaitu Jembatan Pontoon (pontoon bridge) dan Jembatan Bailley (bailley bridge). Jembatan pontoon merupakan penggabungan dari wahana apung yang dideretkan membentuk jalur yang bisa dilewati manusia maupun kendaraan dengan bobot maksimum tertentu. Wahana tersebut bisa berupa perahu, tongkang atau drum/silider yang kedap air. Di kedua ujung sistem ponton, wahana apung terakhir
ditambatkan dengan penambat sehingga keseluruhan badan jembatan tidak bergeser akibat arus sungai. Satunya lagi adalah Jembatan Bailley, tidak lain adalah jembatan darurat tipe rangka (tuss bridge) seperti banyak dijumpai pada umumnya. Bedanya Jembatan Bailley mampu diangkut ke lokasi yang membutuhkan serta bisa digelar dengan cepat, bahkan lebih cepat ketimbang Jembatan Pontoon. Namun minusnya, lebar Jembatan Bailley cenderung terbatas, biasanya hanya memuat satu jalur untuk kendaraan.
Jembatan Bailley
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
59
WA N DA I N D R A D H A N U A B I D I N
MGB
(MEDIUM GIRDER BRIDGE)
Dalam pengembangan teknologi jembatan darurat, pada tahun 1971 Inggris memperkenalkan yang namanya Medium Girder Bridge (MGB). MGB merupakan jembatan taktis militer pabrikan WFEL Inggris yang berfungsi untuk menyeberangkan material maupun dukungan logistik yang pemasangannya sangat praktis dan mempunyai daya dukung yang besar dan mampu menahan beban yang melintas diatasnya dengan kapasitas sekitar 60 ton sesuai kelas jembatan. Selain daya sanggah yang besar, MGB dikenal mudah dalam perawatan serta konstruksinya mudah dibongkar pasang. Fleksibilitas dan daya tahan yang kuat menjadi keunggulan MGB. MGB dapat dirakit baik secara manual oleh Prajurit TNI AD maupun dengan bantuan alat berat Zeni sesuai kelas MGB. Jembatan MGB sudah banyak dipakai oleh angkatan bersenjata di seluruh dunia seperti Inggris,
Fleksibilitas dan daya tahan yang kuat menjadi keunggulan MGB
60
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
Amerika Serikat dan sekutu-sekutu NATO lainnya. Total 38 negara telah menggunakan MGB, termasuk Indonesia yang mengoperasikan MGB sebagai elemen kekuatanYonzipur (Batalyon Zeni Tempur) 9 Kostrad.Yonzipur 9 Kostrad yang bermarkas di Ujung Berung, Jawa Barat ini pernah menampilkan MGB dalam Pameran Alutsista TNI AD 2013 di Lapangan Monas. Saat itu MGB Single Storey ‘dinaiki’ satu unit tank ringan AMX-13. Unit MGB lebih ringan ketimbang Jembatan Bailley dan pastinya lebih mudah diangkut dan bisa beradaptasi. Hebatnya lagi, MGB dapat dipasang oleh satu peleton Satuan Zeni. MGB tidak memerlukan pembatas yang permanen sehingga dapat mengakomodasi kendaraan yang mengangkut barang yang lebih lebar dari pada kendaraan itu sendiri, dan apabila dibutuhkan dapat dipasang jembatan lagi berdampingan di samping jembatan yang sudah ada.
WA N DA I N D R A D H A N U A B I D I N
Spesifikasi Teknis MGB Single Storey bentang sampai 9.8 meter beban 70 ton MGB Double Storey bentang sampai 31.1 meter beban 70 ton 2 atau 3 Multi-Span, Double Storey a. 2 bentang sampai 51.5 meter beban 70 ton b. 3 bentang sampai 76 meter beban 70 ton
Keunggulan MGB
MGB punya batang-batang penyusun yang dibuat secara prefabrikasi, dalam arti telah dibuat sebelumnya. Setiap batang dibuat standar yaitu hanya beberapa tipe ukuran saja. Jembatan ini memanfaatkan pembagian/distribusi gaya akibat beban yang dipikul melalui batang-batang baja yang disusun beraturan yang hasil akhirnya secara keseluruhan membentuk semacam kerangka (frame) saling tersambung dengan baut. MGB memiliki kerapatan antar batang penyusun rangka yang cukup rapat. Lebar jembatannya pun tidak bisa terlalu lebar, umumnya cukup untuk sejalur kendaraan berat atau tank. Berkat sifatnya yang modular dan prefebrikasi, MGB mampu disusun cepat. Bagian-bagian jembatan mampu digotong beberapa prajurit saja. Kalaupun diperlukan Derek untuk mengangkat bagian yang cukup berat, crane lapangan seperti tersedia pada beberapa tipe CEV (combat engineer vehicle) sudah cukup memadai. Seluruh komponen jembatan menggunakan bahan berkualitas terbaik terbuat dari high tensile steel pins yang dibuat dari metal aerospace aluminium-zincmagnesium alloy sesuai dengan standar NATO. Dalam gelaran MGB, ada beberapa opsi yang digunakan Zeni TNI AD, diantaranya:
MGB Double Storey Link Reinforced Set bentang sampai 49.4 meter beban 60 ton Lebar keseluruhan : 4 meter Lebar Deck unit : 2,76 meter Berat material : 36,2 ton
1. MGB Single Storey Ini merupakan MGB dengan satu tingkat, menggunakan satu panel bagian atas (top). Single Storey punya bentang maksimum hingga 9,8 meter. MGB Single Storey dapat menahan beban hingga 70 ton. Jembatan ini dapat dibangun oleh 9 hingga 17 prajurit Zeni.
2. MGB Double Storey Ini merupakan MGB dengan dua tingkat plat, menggunakan top dan bottom panel. Dari segi daya, beban yang bisa ditahan hingga 70 ton. Namun, karena memakai dua panel plat, bentang maksimumnya lebih jauh dari Single Storey, yaitu hingga 31,1 meter. Normalnya MGB Double Storey dapat disiapkan oleh 25 prajurit. Jembatan MBG sangat efektif pada operasi penanggulangan bantuan bencana alam (Disaster Relief Operation)
3. MGB Double Storey dengan Link Reinforcement Set (LRS) Serupa dengan MGB Double Storey, namun ditambahkan rangka penguat pada bagian bawah. Karena rancangan dan strukturnya lebih rumit, maka untuk membangun jembatan ini membutuhkan 34 prajurit. MGB Double Storey LRS punya bentang hingga 49,4 meter. Dengan bentang yang lebih
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
61
WA N DA I N D R A D H A N U A B I D I N
Jembatan Double Storey
panjang dari Single Storey dan Double Storey, kapasitas bebannya menurun jadi 60 ton. Dengan spesifikasi di atas, maka tak ada kesulitan bagi MGB untuk dilintasi aneka tank ringan milik TNI AD dan TNI AL. Tapi yang jadi perhatian adalah saat MGB nantinya dilintasi MBT (Main Battle Tank) Leopard 2A4. Dari lebar jembatan yang 4 meter, masih dirasa oke. Tapi dari segi daya tahan harus jadi perhatian, MGB Single dan Double Storey masih aman dilintasi Leopard 2A4 yang bobotnya diatas 62 ton. MGB dapat diangkut melalui air dengan
BIODATA PENULIS
62
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
menggunakan Plat bed Truck yang dimobilisasi dengan Ferry Bridge Pontoon, dan melalui udara dengan heli angkut berat sekelas Chinooks. Untuk jalur darat, komponen MGB bisa dibawa dengan truk. Pameran Alutsista TNI AD turut menampilkan truk pengangkut material MGB, yaitu dari jenis Iveco ADN380T38H. Truk buatan Italia yang dirakit di Spanyol ini memiliki kapasitas mesin 13.000 cc dengan bobot keseluruhan 38 ton. Untuk memudahkan loading dan unloading material, truk ini juga dilengkapi dengan perangkat crane.
Mayor Czi Wanda Indra Dhanu Abidin, lahir di Samarinda tahun 1981 merupakan Alumni Akademi Militer tahun 2004. Mulai meniti kariernya sebagai Pama Denzipur 9/YKR, Danton Bantuan 9/YKR, Danton Jihandak 9/YKR, Danton Markas 9/YKR, Pasi Pers/Log 9/YKR, Pasi Intel/Ops 9/YKR, Wadandenzipur 9/ YKR, Dankima Yonzipur 18/YKR, dan sejak tahun 2015 menjabat sebagai Kasi Trakor Bagsisdur & Trakor Ditziad. Pendidikan militer terakhir Diklapa II LN (USA) TNI tahun 2014. Pendidikan pengembangan spesialisasi yang pernah diikuti: Combat Intel 2005, Suspa Perusakan 2007, Suspa Intel Pur 2011, Tar Dirac 2011 dan Sus IPMB 2013.
Penulis:
Mayor Inf Benny Lesmana Kasi Anev Lisstrasat Subdislisstra Dispenad
MORTIR INFANTERI MOBILITAS TINGGI
S
atuan Infanteri di dalam melaksanakan tugas pokoknya sangat membutuhkan bantuan tembakan lintas lengkung baik dari meriam satuan Armed maupun dari Mortir yang dimilikinya. EIMOS merupakan integrasi antara sistem Mortir 60 ataupun Mortir 81 yang terpadu dengan Rantis 4x4 guna memperoleh mobilitas yang tinggi, peningkatan daya tembak (360° penuh) dan jarak capai lebih dari 6 Km. EIMOS mempunyai rak penyimpanan amunisi sendiri sehingga memberikan otonomi saat tugas dan mampu diintegrasikan ke dalam struktur perencanaan eselon di atasnya dan pusat koordinasi tembakan bantuan. Dukungan dari sistem Techfire, membuat EIMOS memiliki kemampuan otomatis untuk menentukan kedudukan senjata, elevasi dan azimuth yang dibutuhkan sesuai dengan sasaran yang diminta oleh peninjau.
Keunggulan EIMOS dibanding senjata Mortir 60/81 mm manual milik Kompi Bantuan Yonif yaitu EIMOS diciptakan dengan mobilitas gerak yang tinggi, tembakan yang mematikan dan cepat memberikan bantuan tembakan. Selain itu Mortir EIMOS sifatnya ringan, daya jangkauan jauh, mudah digunakan dan digerakkan, cepat berpindah kedudukan, akurasi tinggi dan minim perawatan. Satuan Infanteri akan memiliki keunggulan tambahan bila memiliki Mortir EIMOS ini, dan akan lebih mudah dalam pencapaian tugas pokok penyelesaian pertempuran. Bantuan tembakan dari senjata ini sangat berguna bagi pasukan infanteri yang berada di garis depan, serta meminimalkan permintaan bantuan tembakan dari satuan Armed.
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
63
Penulis:
Mayor Arm Dian Akhmad Arifandi, S.E.
MERIAM 155 MM
Kasibinmatsus Bagbinsat Sdirbinsen Pussenarmed
GS CAESAR d Baru Andalan TNI AD
Alutsista Arme
M
enghadapi era globalisasi dan tantangan tugas kedepan, Korps Armed TNI AD saat ini terusmenerus membenahi diri terutama pada sektor kemampuan Alutsistanya. Diharapkan dengan memiliki Alutsista yang lebih modern, satuan Armed dapat menembak lebih banyak dan lebih cepat (peningkatan Rate of Fire), dengan jarak yang lebih jauh (peningkatan Range of Fire), dengan ketepatan yang akurat (peningkatan Hit Precision) serta dengan menggunakan munisi yang lebih efisien (peningkatan Logistic Efficiency). Selain MLRS Astros II MK-6, Meriam 155 mm GS CAESAR merupakan salah satu Alutsista baru di jajaran Korps Armed TNI AD yang memiliki kemampuan yang andal sehingga keberadaannya memperkuat kedaulatan NKRI. Meriam 155 mm GS CAESAR (Camion Equipé d’un Système d’Artillerie) atau Meriam yang diangkut oleh truk dibuat oleh perusahaan Nexter System, Perancis. Meriam CAESAR termasuk meriam Armed GS (Gerak Sendiri) yang memiliki kemampuan beroperasi di segala bentuk medan di Indonesia baik di daerah pantai, perbukitan maupun perkotaan. Meriam ini dapat berpindah kedudukan secara cepat dalam memberikan bantuan tembakan kepada satuan yang dibantu atau menghancurkan sasaran-sasaran yang ditentukan. Meriam Caesar dengan bobot sekitar 18 ton ini mampu melaksanakan masuk steling dalam waktu 51 detik serta bongkar steling dengan waktu 36 detik, bergerak dengan kecepatan hingga 80 km/jam di medan datar serta memiliki daya jelajah dalam segala medan (off road) hingga 600 km tanpa isi ulang BBM. Disamping itu juga mampu melintasi air sampai dengan kedalaman 1,2 m, serta dapat diangkut dengan menggunakan LST atau pesawat C-130 (Hercules). Dari segi kemampuan tembakan, Meriam 155 mm GS CAESAR tidak perlu diragukan lagi. Meriam tersebut mampu menembak dengan jarak capai + 40 Km secara tepat dengan kecepatan tembakan yang cukup tinggi yaitu sebanyak 6 butir peluru per menit. Selain itu meriam ini juga sanggup menembak sasaran dengan
64
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
arah langsung pada jarak 1 hingga 4,5 km secara akurat. Peralatan pengendali tembakan pada Meriam CAESAR telah menggunakan sistem komputerisasi digital yang didukung dengan data GPS dan data meteorologi yang menjamin kecepatan dan keakuratan tembakan. Sejak tahun 2015, meriam 155 mm GS CAESAR telah dioperasionalkan di satuan Yonarmed 9/2/1 Kostrad Purwakarta, serta Yonarmed 12/1/2 Kostrad di Ngawi. Penempatan Meriam CAESAR di bawah Kostrad memberikan fleksibelitas yang tinggi dalam pengerahannya ke seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, dengan tingkat akurasi tembakan yang sangat tinggi, Meriam 155 mm GS CAESAR sangat andal untuk dilibatkan di setiap jenis pertempuran seperti perang di gunung, hutan, termasuk juga di perkotaan atau wilayah yang padat penduduknya dalam rangka menghindari kerusakan dan jatuhnya korban yang tidak perlu (Collateral damage). Meriam 155 mm GS secara taktis dan strategis merupakan Alutsista baru yang disiapkan untuk mengawal ibu Pertiwi.
Penulis:
Mayor Arm Adietya Yuni Nurtono, S.H. Kabag Binman Sdirbinsen Pussenarmed
S
ejalan dengan perkembangan zaman yang pesat, perkembangan teknologi perang juga telah semakin sangat luar biasa. Hal tersebut juga berlaku bagi perkembangan teknologi di bidang militer, salah satunya adalah Aldalbak (alat pengendali tembakan) Techfire. Techfire merupakan Aldalbak khusus yang didesain untuk senjata mortir dan Meriam Armed, yang di dalamnya berisi sistem informasi bantuan tembakan yang dapat bekerja secara otomatis, serta mempercepat seluruh tugas yang berkaitan dengan tembakan lintas lengkung. Alat ini dapat diterapkan pada satu buah atau sekelompok senjata yang fungsinya untuk meningkatkan keakuratan tembakan serta dapat mengendalikan proses bantuan tembakan dengan baik. Aldalbak Techfire terdiri dari beberapa bagian yang membentuk satu sistem pengendalian tembakan, di mana perangkat yang ada di dalam sistem tersebut saling terhubung untuk dapat menampilkan data akurat yang digunakan dalam bantuan tembakan. Bagian yang terhubung tersebut antara lain adalah Komputer Balistik (Ballistic Computer), Komputer Peninjau (Forward Observer Computer) dan Komputer Pimpinan Tembakan atau Komandan Peleton (Platoon Control Computer) . D a l a m pengoperasionalannya dapat bekerja secara terpisah dari 3 Subsistem yang ada (BC, FOC, PCC) tanpa tergantung dengan Subsistem yang lain.
Komputer yang terdapat di dalam sistem Techfire memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan Buku Tabel Tembak (firing tables) Meriam serta interoperable dengan berbagai macam jenis peta (UTM, LCO, MGRS, Lat/ Long). Disamping itu, Techfire dapat diintegrasikan dengan berbagai macam radio komunikasi dengan berbagai pilihan bahasa. Sehingga dengan tampilan layar yang interaktif ini akan memudahkan dalam penggunaannya. Selanjutnya Aldalbak Techfire yang memiliki dimensi 200 x 94 x 36 mm untuk peninjau (FOC) dan berdimensi 310 x 236 x 42 mm untuk Pokko dan Satbak (PCC dan BC) sangat mudah dibawa kemanamana untuk kepentingan taktis. Disisi lain, terdapat satu kelebihan tambahan Aldalbak Techfire yaitu tersedianya UFO-UAV (Unmanned Forward Observer) yang dapat digunakan oleh kelompok peninjau tembakan dalam rangka mencari dan menemukan sasaran. UFO-UAV merupakan pesawat udara Nirawak yang sangat ringan (+3Kg) berbentuk burung dengan ukuran 86 x 60 x 31 cm, yang dapat terbang hingga jarak 5-10 km dalam kurun waktu 50 menit. Dengan dilengkapi oleh video kamera yang berfungsi dengan baik pada siang dan malam hari, UAV ini dapat menentukan letak sasaran dengan ketelitian yang tinggi. Kehadiran UFO-UAV ini dapat membantu kelompok peninjau dalam melaporkan kedudukan sasaran, koreksi penembakan dan prosentase kehancuran sasaran. JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
65
Penulis:
Mayor Arm Rico R. Sirait, B.S., M.MDS Kabag Lisstrasat Subdislisstra Dispenad
HOSTILE ARTILLERY LOCATOR (HALO) Alutsista Pencari & Penemu Sasaran
D
alam rangka menyelenggarakan bantuan tembakan secara continue dan terus menerus kepada satuan manuver, satuan Artileri Medan (Armed) membutuhkan Alutsista pencari dan penemu sasaran sehingga tugas pokok menetralisir dan menghancurkan sasaran dapat berjalan secara efektif dan tepat sasaran. Satuan Observasi Artileri Medan (Armed) merupakan “panca indera” dari korps Armed yang berfungsi untuk mencari dan menentukan posisi letak sasaran serta memperoleh data-data Meteorologi yang dibutuhkan sehingga satuan Armed dapat melaksanakan penembakan secara teliti. Untuk menjalankan fungsi tersebut, satuan observasi Armed memiliki beberapa alat utama yaitu peninjauan visual, deteksi suara, deteksi elektromagnet dan pencitraan udara. Dengan perkembangan teknologi yang ada sekarang, kemampuan “panca indera” ini memiliki daya deteksi yang lebih jauh, lebih cepat dan lebih teliti dalam menemukan sasaran yang harus ditembaki. Kemampuan mencari dan menemukan sasaran dari tiaptiap alat utama observasi Armed bersifat saling melengkapi namun dapat juga digunakan secara mandiri. Sebagai contoh Alut deteksi suara (Acoustic Signal) dapat digunakan secara simultan untuk mendeteksi enam sumber
66
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
suara tembakan per detik, sehingga diperoleh kedudukan stelling meriam, mortir ataupun roket dengan batas ketelitian 1% pada jarak 15 km. Alut deteksi suara yang dikenal dengan nama HALO (Hostile Artillery Locator) telah digunakan oleh Tentara Inggris dan berhasil menghancurkan Meriam 155 mm G-45 milik tentara Saddam Hussein pada jarak 56 km dalam Operation Iraqi Freedom di tahun 2003. Sedangkan contoh lain Alut Observasi adalah peninjauan visual ataupun pencitraan udara (Satelit maupun Pesawat Udara Nirawak) yang berfungsi selain mencari dan menentukan kedudukan sasaran, juga dapat digunakan untuk mengkoreksi jatuhnya munisi serta memperkirakan prosentase kehancuran sasaran. Selanjutnya, Alut deteksi elektromagnet yang berupa Radar lawan Baterai memiliki kemampuan untuk mendeteksi lintasan peluru (trajectory) guna mengidentifikasi kedudukan sarana Bantem musuh yang melaksanakan penembakan. Dalam perang Artileri lawan Artileri, kehadiran Alut Observasi sangat menentukan jalannya pertempuran. Secara khusus, Alut Radar dan deteksi suara merupakan komponen utama dalam penggunaan taktik pemberantasan Mortir dan Artileri musuh. Radar lawan Baterai dapat bersifat aktif karena memancarkan gelombang elektromagnet untuk mendeteksi lintasan peluru Bantem
Penulis:
Mayor Cpn Rhino Charles Tuwo, M.Sc., MPM. Kabag Dokturjuk Sdirbincab Puspenerbad
UAR-80 & SKYFIRE-70 musuh. Hal ini menimbulkan kerawanan karena gelombang elektromagnet tersebut dapat dideteksi oleh Radar musuh. Disamping itu, luas cakupan daerah yang dideteksi radar tidak bisa seluas Alut deteksi suara yang mampu mendeteksi suara tembakan/ ledakan dengan cakupan 360. Keterbatasan Alut radar yang sangat dipengaruhi oleh kondisi medan yang berbukit-bukit dapat mengurangi kemampuan deteksi radar akibat terhalang oleh permukaan maupun kontur medan. Disisi lain, Alut deteksi suara juga sangat tergantung kepada kondisi cuaca yang mempengaruhi ketelitian dan jarak capai deteksi sumber suara ledakan. Oleh karenanya, dalam penggunaan Alut Observasi Armed seringkali digunakan secara bersamaan (komplementer) dengan tujuan untuk menutupi kelemahan ataupun keterbatasan dari masing-masing Alutsista.
ROKET HELIKOPTER SERANG
P
enerbangan Angkatan Darat (Penerbad) adalah salah satu kecabangan di TNI AD yang bertugas pokok menyelenggarakan fungsi teknis militer dibidang penerbangan guna memperbesar mobilitas dan daya tembak pasukan darat. Salah satu fungsi Penerbad adalah Bantuan Tembakan (Bantem) Penerbad yaitu dengan mengerahkan unsur helikopter serang yang dilengkapi dengan berbagai persenjataan terkini. Karakteristik dari Bantem Penerbad ini masih tergolong dalam tembakan arah langsung yang dekat dengan pasukan sendiri maupun pasukan lawan dalam operasi, sehingga jarak tembak efektif yang jauh akan memberikan keamanan bagi helikopter serang. Helikopter Serang Penerbad memerlukan Roket udara-darat dan senapan mesin yang memiliki jarak efektif yang cukup jauh agar
terhindar dari tembakan musuh dan tetap dapat mendukung pasukan darat yang beroperasi. Roket udaradarat yang digunakan Penerbad saat ini yaitu Roket FFAR 2,75 inchi (70 mm) untuk helikopter serang jenis BO-105 dan Roket S8KOM untuk helikopter serang jenis Mi-35P. Roket S8KOM produksi Rusia yang berkaliber 80 mm memiliki jarak efektif 1,3 – 4 km. Jarak capai ini sangat cukup untuk menghindari tembakan lawan. Sistem senjata Roket S8KOM terdiri dari peluncur
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
67
Instalasi Sista Roket Skyfire pada Helikopter Bell 212/412
Roket B8V20 berkapasitas 20 butir dan B8V7 berkapasitas 7 butir, Motor Roket, dan hulu ledak (warhead). Roket S8KOM didesain untuk menghancurkan sasaran darat berupa tank, APC (armoured personel carrier), perkubuan, peluncur Roket/rudal gerak sendiri (self propelled artillery) dan sasaran lunak lainnya. Varian lain dari Roket S8KOM yang menggunakan peluncur Roket B8V20 adalah Roket UAR-80. Dengan kemungkinan peyimpangan kurang dari 10 persen, Roket UAR-80 juga dapat menembus baja sampai dengan 400 mm. Dengan kecepatan 600 m/detik, Roket UAR-80 dapat mengenai sasaran dalam hitungan 6 detik pada jarak efektifnya. Satu helikopter Mi-35P dapat membawa 40 butir Roket, sehingga dalam satu shorty bantuan tembakan satu Flite Heliserang Mi-35P dapat menembakkan 240 butir Roket. Disamping itu, pemilihan hulu ledak dapat disesuaikan dengan macam sasaran yang akan dihancurkan. Salah satu alternatif Roket udara-darat yang dapat memberikan jarak efektif yang jauh (stand-off distance) adalah Roket Skyfire-70 produksi Avibras, Brazil, yang memiliki jarak efektif 4.700 meter. Sistem senjata Roket Skyfire yang berdiameter 2,75 inchi (70 mm) dapat dipasangkan pada helikopter Bell UH-1H, Bell 212 dan Squirrel/Fennec. Helikopter Fennec/Squirrel merupakan Alutsista helikopter serang terbaru yang dioperasikan oleh Penerbad. Sistem senjata Roket Skyfire terdiri dari Peluncur Roket, Motor Roket, dan hulu ledak (warhead).
68
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
Peluncur Roket yang digunakan yaitu AV-LM 70/7 dan AV-LM 70/19 yang masing-masing memuat 7 dan 19 butir Roket. Setiap helikopter serang menggendong sepasang Peluncur Roket sehingga jenis helikopter serang ringan tersebut dapat memberikan bantuan tembakan sebanyak 14 butir Roket atau 38 butir Roket. Jika satu Flite Heliserang yang dilengkapi sepasang peluncur AV-LM 70/7, maka dapat memberikan bantuan tembakan sebanyak 112 butir Roket. Disamping itu, jika hulu ledak yang digunakan adalah anti tank, maka Flite Heliserang tersebut dapat melumpuhkan 112 tank dari jarak 4,7 km di luar jarak efektif senjata penangkis serangan udara tank lawan. Efektifitas bantuan tembakan Penerbad sangat bergantung pada jenis Roket, hulu ledak, berat Roket perbutir dan jarak tembak efektif Roket. Adapun pertimbangan jenis Roket yang menentukan adalah Roket yang dikendalikan atau tidak dikendalikan. Kedua jenis Roket S8KOM dan Skyfire termasuk dalam kategori tidak dikendalikan, sehingga sangat bergantung pada keahlian membidik dari penerbangnya. Disamping itu, kemampuan daya angkut helikopter serang juga membatasi jumlah Roket S8KOM/UAR-80 (11,3 kg) dan Roket Skyfire (10,8 kg) yang dapat diangkut dalam operasi. Varian hulu ledak (warhead) udara-darat yang digunakan memberikan fleksibilitas daya hancur sasaran yang ditembaki, seperti penggunaan warhead anti-personel, anti perkubuan, anti tank, cahaya maupun asap. Jika radius kerusakan per Roket sebesar 35-40 m, maka kemampuan bantuan tembakan 1 Flite Heliserang Penerbad dalam operasi mendukung pasukan pasu pa suka kan n ma manu manuver nuve verr da dara darat ratt me meni meningkat ning ngka katt se seca secara cara ra ssignifi igni ig nifi fikan. kan ka n.
Instalasi Sista Roket Skyfire pada Helikopter Fennec/Squirrel
Penulis:
REMOTE CONTROLLED WEAPON STATION (RCWS) deFNder MEDIUM
Mayor Inf Winaryo Kabaglisstraum Subdislisstra Dispenad
Meningkatkan Daya Tembak Infanteri Mekanis
K
emampuan mobilitas Infanteri mekanis dengan kendaraan lapis baja saat ini mampu menjawab tantangan tugas pasukan “jalan kaki” dalam mencari, mendekati dan menghancurkan sasaran yang ada di depannya. Namun kemampuan ini dapat ditingkatkan secara signifikan dengan penambahan Remote Controlled Weapon Station (RCWS) yang mengoptimalkan kemampuan daya tembak satuan Infanteri serta memberikan proteksi yang lebih maksimal kepada para awaknya. Kehadiran teknologi RCWS bagi satuan Infanteri merupakan jawaban atas kemungkinan pengerahan infanteri dalam pertempuran di daerah perkotaan atau pemukiman maupun dalam pelaksanaan tugas patroli di daerah perbatasan. Salah satu sistem RCWS yang dapat ditempatkan pada Ranpur Mekanis satuan Infanteri adalah deFNder Medium buatan FN Herstal Belgia. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan senjata-senjata yang memang sudah
dioperasionalkan oleh prajurit TNI AD seperti FN Minimi 5.56 Mk3, sampai dengan senapan mesin FN M3R 12.7x99 mm atau .50 caliber yang berdaya hancur tinggi. Bahkan sistem ini dapat diintegrasikan dengan senjata pelontar granat 40mm AGL. Ketika RCWS ini ditempatkan pada Ranpur, senjata ini dapat meng-cover 360 dengan elevasi +73 s.d. -42 sesuai dengan tipe senjata yang terpasang. Kemampuan daya putar RCWS adalah 90 per detik, sedangkan untuk elevasinya adalah 60/detik. RCWS deFNder Medium menyediakan fitur InfraRed thermal camera dan target tracking yang sangat membantu dalam pencarian dan deteksi sasaran. Fitur ini sangat
membantu dalam pertempuran kota ataupun pertempuran di malam hari, khususnya untuk menemukan kedudukan musuh yang berlindung di dalam bangunan ataupun kurangnya intensitas cahaya di daerah operasi. Dengan dilindungi oleh modular ballistic protection STANAG 4569 sampai dengan level 2, sistem ini terlindung dari tembakan senapan kaliber 7,62 mm maupun ledakan ranjau 6kg. Sehingga dengan penambahan RCWS ini, dapat dipastikan menambah kemampuan satuan infanteri mekanis dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya untuk mencarimendekati-menghancurkan sasaran. JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
69
Penulis:
Redaksi Jurnal Yudhagama
MBT LEOPARD
Penggempur Kavaleri TNI AD
D
alam upaya perkembangan doktrin, pembangunan kekuatan dan modernisasi TNI, pembangunan kekuatan dan modernisasi TNI dilaksanakan secara lebih konseptual dengan time line yang dipercepat karena memiliki urgensi yang tinggi, maka pengadaan Main Battle Tank (MBT) jenis Tank Leopard 2 A6 menjadi suatu kebutuhan. Kebutuhan MBT menjadi suatu kebutuhan dikarenakan saat ini TNI AD belum memiliki Tank untuk melaksanakan fungsi penggempur. Tank-Tank yang ada saat ini sebagian besar merupakan kelas ringan dan belum memiliki kemampuan Tank MBT. Secara umum Tank MBT memiliki persyaratan mampu menghancurkan Tank MBT lain dan hanya dapat dihancurkan oleh Tank MBT. Bila ditinjau dari syarat pertama bahwa Tank MBT harus mampu menghancurkan Tank MBT lain, maka Tank Leopard sudah memenuhi persyaratan ini. Tank Leopard 2 A6 yang dibeli oleh TNI AD telah mampu menembakkan munisi APFSDS, yaitu jenis munisi mengandalkan energi kinetik untuk menghancurkan lawan. Dengan laras senjata 120 mm L44 smooth-bore, Tank
70
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
Leopard 2 A6 mampu menembakkan munisi armour-piercing finstabilized projectile (KE) dan fin-stabilized multi-purpose projectile (MZ). Tnk ini telah dilengkapi dengan Sistem Kendali Tembak (Fire Control System) yang dilengkapi dengan panoramik periskop yang digunakan untuk komandan dan Penembak. Dengan kemampuan jumlah munisi yang dapat dibawa sejumlah 42 Butir termasuk 15 butir yang berada di turret, senjata Tank Leopard 2 A6 dapat berputar 3600 dengan maksimum elevasi -80 s.d. +200. Bila ditinjau dari persyaratan kedua, bahwa MBT hanya dapat dihancurkan oleh MBT juga, maka berkaitan dengan perlindungan yang memadai. Munisi konvensional yang menggunakan warhead (Hulu ledak) kurang efektif digunakan untuk menghancurkan Tank MBT. Dengan demikian maka untuk dapat memberikan perlindungan yang optimal, Tank Leopard 2 A6 dilengkapi dengan perlindungan utama Body Ranpur dari Munisi Kaliber Besar dengan sudut + 200 dari arah depan. Selain itu, Ranpur ini juga memberikan perlindungan dari munisi Missiles dan ATGM dengan sudut + 300 dari arah depan serta Senjata Lawan Tank perorangan dengan sudut + 900 dari arah depan. Ranpur ini juga dilengkapi dengan perlindungan tambahan yaitu dilengkapi dengan tempat penyimpanan munisi di dalam Ranpur, materil khusus untuk melindungi Tanki bahan bakar bila terjadi penetrasi, serta pemadam kebakaran otomatis di mesin yang bekerja secara otomatis pada saat terjadi kebakaran di ruang mesin. Selain itu Ranpur ini juga memberikan perlindungan bagi kru Ranpur dari senjata NUBIKA berupa sistem perlindungan terhadap NUBIKA terhadap kemungkinan kontaminasi udara di dalam Ranpur.
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016
71
72
JURNAL YUDHAGAMA Volume 36 | No. 2 | Edisi Juni 2016