IV. PROFIL LINGKUNGAN PERUSAHAAN
4.1
Sejarah Perusahaan Perkebunan teh Kayu Aro merupakan perkebunan teh tertua di Indonesia.
Kebun Kayu Aro dibuka pada tahun 1925 sampai dengan 1928 oleh perusahaan Belanda yaitu Namlodse Venotchaaf Handle Veriniging Amsterdam (NV HVA). Penanaman teh pertama dimulai pada tahun 1929 dengan varietas spesifik asli dari biji teh. Pada tahun 1932 dibangun pabrik teh di Bedeng VIII Kayu Aro dengan kapasitas produksi 90 ton pucuk teh per hari dan kapasitas terpasang 100 ton, teh yang dihasilkan adalah jenis teh hitam (ortodox). Pada tahun 1959, melalui PP No. 19 Tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan milik Belanda yang dikenakan nasionalisasi diambil alih pemerintah Republik Indonesia. Sejak itu berturut-turut Kebun Kayu Aro mengalami peruabahan status/organisasi dan manajemen sesuai dengan keadaan yang berlaku. Tahun 1959 sampai dengan 1962 Kebun Kayu Aro menjadi unit produksi dari PT Aneka Tanaman VI, tahun 1963 sampai dengan 1973 bagian dari PNP Wilayah I Sumatera Utara, dan mulai tanggal 1 Agustus 1974 menjadi salah satu kebun dari PT. Perkebunan VIII yang berkedudukan di Jalan Kartini No. 23 Medan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11/1996 tanggal 14 Februari 1996 dan
Surat
Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.
165/KMK.016/1996 tanggal 11 Maret 1996,PTP VIII termasuk Kayu Aro dan PTP lainnya yang ada di Sumatera Barat/Jambi dikonsilidasi menjadi PT Perkebunan Nusantara VI (Persero). Maka terhitung mulai tanggal 11 Maret
43
1996, Kebun Kayu Aro telah menjadi salah satu unit kebun dari PTP Nusantara VI (Persero) yang berkantor pusat di Jalan Zainir Haviz No. 1 Kota Baru Jambi. Kebun teh Kayu Aro menyimpan sejarah bangsa Indonesia. Untuk membuka perkebunan teh ini, perusahaan Belanda mendatangkan ribuan pekerja dari pulau Jawa. Secara umum anak dan cucu pekerja itulah yang kini hidup relatif makmur mendiami desa-desa enclave dan sekitar perkebunan teh tersebut. Di samping bekerja di perkebunan, mereka memiliki kebun kayu manis (casiavera), memelihara ternak, berladang sayuran (kentang, kol, dan wortel).
4.2
Konteks Lokasi Perusahaan Kebun Kayu Aro terletak di Desa Bedeng VIII Kecamatan Kayu Aro
Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Adapun jaraknya sebagai berikut: a) ± 37 Km dari Ibu kota kabupaten (Sungai Penuh) b) ± 452 Km dari Ibu kota propinsi (Jambi) c) ± 325 Km dari Pelabuhan Teluk Bayur Padang (via Pesisir Selatan) d) ± 237 Km dari Pelabuhan Teluk Bayur Padang (via Muara Labuh) Kebun Kayu Aro secara geografis terletak pada posisi 1 0 46, 978 0 Lintang Selatan (LS) dan 101 0 16,856 0 Bujur Timur (BT). Elevasi pabrik terletak 1.430 m. Dpl, elevasi kebun terendah terletak 1.401 m. Dpl, dan elevasi kebun tertinggi terletak 1.715 m. Dpl. Kebun Kayu Aro terletak di daerah dataran tinggi dengan jenis tanah yang dominan adalah jenis andosol. Luas areal Hak Guna Usaha (HGU) Kebun Kayu Aro adalah 3.014,60 Ha dengan perincian penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:
44
Tabel 2. Jumlah Luas Lahan Berdasarkan Sertifikat HGU No 2 tanggal 8 Mei 2002, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Penggunaan Lahan
Luas Lahan (Ha)
1. Lahan yang ditanami •
Tanaman menghasilkan (RKAP 2009)
•
Tanaman non produktif
•
Rencana tanaman ulang /compacting
114,00
•
Tanaman Belum Mengasilkan (TBM)
78,00
Jumlah areal teh
2.338,65 94,04
2.624,69
2. Luas lahan yang belum ditanami •
Emplasment/bangunan
105,77
•
Jurang/kuburan/hutan
227,21
•
Jalan/jembatan
Jumlah
56,93 389,91
3. Luas Hak Guna Lahan (1+2)
3.014,60
Sumber: Profil Perusahaan Unit Usaha Kayu Aro 2009 Kebun Kayu Aro memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Curah hujan rata-rata setahun adalah 2.000 mm dengan jumlah 200 hari hujan dalam setahun. Sinar matahari rata-rata setahun adalah 6 jam per hari. Suhu udara di Kebun Kayu Aro antara 17 0 - 23 0 C dan suhu minimum 5 0 C dengan kelembaban nisbi/RH antara 70 – 95%.
4.3
Sarana dan Prasarana Perusahaan PTPN Kebun Kayu Aro memiliki 636 rumah yang digunakan
sebagai perumahan bagi staf dan karyawan. Perumahan tersebut terdiri dari 5 golongan yaitu rumah staf sebanyak 23 rumah dengan daya tampung 20 orang, rumah G1 sebanyak 73 rumah dengan daya tampung 73 orang, rumah G2 sebanyak 511 rumah dengan daya tampung 1.006 orang, rumah G3 sebanyak 22
45
rumah dengan daya tampung 66 orang, dan rumag G4 sebanyak 7 rumah dengan daya tampung 28 orang. Peruasahaan menyediakan Rumah Sakit Kebun Kayu Aro sebagai tempat perawatan kesehatan dan pengobatan karyawan. Di Perusahaan juga terdapat tempat ibadah yaitu sebuah mesjid dan sebuah gereja. Untuk pembinaan olahraga perusahaan menyediakan sarana olahraga yaitu lapangan tenis, sepak bola, bulu tangkis, volly, dan tersedia fasilitas untuk tenis meja, catur dan lainnya. Sarana pendidikan yang terdapat di sekitar PTPN VI Kebun Kayu Aro antara lain SD di emplasment dan setiap afdeling, SMP, MTS, SMK di emplasment, SMA di afdeling F Kersik Tua, SMA IT di Bedeng VIII, dan untuk pendidikan anak-anak pra sekolah, perkebunan mengelola Sekolah Taman KanakKanak dengan bantuan seorang guru negeri dan Tempat Pengasuhan Anak (TPA) di setiap afdeling.
4.4
Struktur Organisasi dan Kultur Perusahaan Perkebunan PTPN VI Kebun Kayu Aro merupakan perusahaan persero yang dipimpin
oleh seorang administrator/manajer yang bernama Ir. Zainal Prayitno. Terdapat 2 orang kepala dinas, 2 orang asisten kepala wilayah, 1 orang Asisten TUK, 1 orang asisten SDM, 2 orang asisten pengolahan, 1 orang asisten tehnik, 8 orang asisten afdeling, dan 1 orang perwira pengamanan. Struktur organisasi perusahaan secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.
46
Manager
Askep Wil. A
Askep Wil. B
Asist Afdeling
KDP
Asist Pengolahan
KDT
Asist Teknik
Asist TUK
Asist SDM
Dok ter
Papam bun
Keterangan: : garis komando : garis koordinsi Gambar 2. Struktur Organisasi PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009
Sistem organisasi yang dipakai oleh perusahaan adalah sistem organisasi garis dan staf yaitu setiap atasan memimpin bawahan tertentu. Sistem organisasi garis dan staf digunakan oleh perusahaan untuk memudahkan koordinasi perusahaan yang terbilang luas. Manajemen di PTPN VI Kebun Kayu Aro menggunakan Laporan Manajemen (LM) dan Laporan Peristiwa Masalah Umum (LPMU). Laporan ini merupakan laporan rutin yang dibuat setiap bulan untuk diserahkan kepada pimpinan. Laporan ini menggambarkan data dan usaha baik keuangan, fisik, SDM atau hasil seluruh kegiatan secara berkala. PTPN VI Kebun Kayu Aro melakukan manajemen yang saling terkait antar masing-masing unit/afdeling secara berurutan mulai dari mandor, asisten, buku pucuk dan neraca percobaan. Struktur organisasi di PTPN VI Kebun Kayu Aro yang terdiri dari staf, pegawai bulanan, karyawan harian tetap dan karyawan harian lepas. Staf/Pegawai terdiri dari pegawai administrator, asisten kepala, asisten pabrik dan kepala tata
47
usaha. Pegawai Bulanan adalah pegawai yang diangkat oleh administrator dengan persetujuan direksi. Karyawan Harian Tetap merupakan tenaga kerja yang digaji berdasarkan banyak hari kerja yang diangkat administrator. Karyawan Harian Lepas ( KHL) merupakan karyawan yang dibayar berdasarkan hari kerja, hanya tidak mendapat fasilitas dari perusahaan dan tidak berlaku untuknya kesempatan kerja sama. Adapun uraian tugas struktur organisasi unit usaha Kebun Kayu Aro adalah sebagai berikut: 1. Manajer/administrator mempunyai fungsi utama yaitu bertugas membantu direksi dalam mengelola unit usaha di kebun, dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan bertanggung jawab pada direksi yang membawahi asisten afdeling, kepala pabrik, asisten pengawasan mutu, asisten pabrik dan asisten teknik, kepala tata usaha, petugas umum serta pegawai/karyawan kebun. 2. Asisten Kepala bertugas mempunyai fungsi utama yaitu bertugas membantu manajer/administrator dalam mengelola produksi di kebun dalam upaya mengoptimalkan potensi tanaman sesuai dengan kualitas yang telah ditentukan serta pengendalian biaya untuk mencapai tujuan perusahaan. 3. Kepala Tata Usaha mempunyai fungsi utama yaitu bertugas membantu manajer/administrator dalam mengelola aktivitas kegiatan keuangan dan administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencapai tujuan perusahaan. 4. Kepala Dinas Pengolahan (KDP) mempunyai fungsi utama yaitu bertugas membantu administrator dalam mengelola proses pengolahan hasil produksi
48
kebun sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang telah ditentukan, serta pengendalian biaya akhir untuk mencapai tujuan perusahaan. 5. Asisten Afdeling mempunyai fungsi utama yaitu bertugas membantu asisten kepala dalam upaya mengoptimalkan potensi tanaman sesuai dengan kualitas yang telah ditentukan serta pengendalian biaya untuk mencapai tujuan perusahaan. 6. Asisten Pengelola mempunyai fungsi utama yaitu bertugas membantu administrator dalam mengelola proses pengolahan hasil produksi kebun sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang telah ditentukan, serta pengendalian biaya untuk mencapai tujuan perusahaan. 7. Asisten teknik mempunyai fungsi utama yaitu bertanggung jawab kepada pabrik dan membawahi karyawan/pegawai pabrik. 8. Mandor 1 (First Mandor) mempunyai fungsi utama yaitu bertanggung jawab kepada asisten afdeling dalam seluruh kegiatan operasional dan mengatur tenaga kerja di lapangan setiap harinya. 9. Mandor Lapangan (Field Mandor) mempunyai fungsi utama yaitu bertanggung jawab kepada asisten afdeling dan mandor 1 dalam melaksanakan kegiatan kerja karyawan di lapangan. 10. Krani Afdeling dan Krani Lapangan mempunyai fungsi utama yaitu bertanggung jawab kepada asisten Afdling dalam mencatat absen karyawan, kegiatan operasional di lapangan, administrasi afdeling dan membuat buku permintaan barang yang diperlukan di lapangan dan diteruskan ke kantor pusat sedangkan Krani Lapangan bertanggung jawab kepada Krani Afdeling dalam mencatat absen karyawan di lapangan.
49
11. Papambun mempunyai fungsi utama yaitu bertanggung jawab kepada Sumber Daya Manusia (SDM) terhadap keamanan kebun, membuat laporan keamanan kepada asisten untuk diteruskan kepada administrator. 12. Tidak terdapat istilah Buruh di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro. Istilah tersebut diganti dengan sebutan karyawan. Karyawan mempunyai fungsi utama yaitu bertugas melaksanakan kegiatan di lapangan dan di kantor, di pabrik sesuai dengan instruksi atasannya. Hubungan sesama karyawan baik di pabrik maupun di kebun adalah dekat. Karyawan di pabrik telah dibagi dalam bidang-bidang pekerjaan mulai dari daun basah sampai pengepakan. Masing-masing bidang memiliki hubungan yang akrab. Sama halnya dengan di kebun, walaupun tempat mereka memetik pucuk atau melakukan boyan (pemeliharaan kebun) berdekatan tapi mereka telah mengetahui wilayah kerja masing-masing. Ancak (blok) masing-masing karyawan sudah jelas sehingga tidak terdapat kesalahan ancak (blok) panen pucuk atau boyan (pemeliharaan kebun). Sesama karyawan juga saling memberikan bantuan apabila terdapat karyawan yang belum menyelesaikan tugasnya. Hubungan yang tidak dekat terjadi karena adanya konflik yang terjadi pada beberapa karyawan. Hubungan kedekatan sesama karyawan terlihat di luar pekerjaan terjalin dengan baik. Terlihat setiap bulannya diadakan pengajian dan arisan uang antar karyawan dalam dua kali dalam sebulan yang dikumpulkan oleh wakilnya. Sebagian besar hubungan atasan dan bawahan umumnya tidak dekat. Hubungan yang tidak dekat karena adanya jarak antar karyawan dengan staf. Akan tetapi hubungan dengan mandor cukup dekat kecuali saat bekerja langsung di lapangan mandor tidak memberikan toleransi dalam bentuk apapun kepada
50
karyawan karena mandor bertanggung jawab pula dengan atasannya. Hubungan kerja antar atasan dan bawahan adalah hubungan yang vertikal.
4.5
Sumber Daya Manusia (SDM) di Perusahaan Berdasarkan data terakhir Februari 2009 jumlah tenaga kerja di PTPN VI
Kebun Kayu Aro adalah 2.052 orang yang terdiri dari 19 orang karyawan pimpinan, 1 orang perwira pengamanan. Untuk jumlah karyawan pelaksana terdiri dari 859 orang karyawan golongan IB sampai IID, dan 1.173 orang karyawan golongan IA dengan jumlah tanggungan adalah 1.712 orang. Jumlah pensiunan perusahaan adalah 1.189 orang dan jumlah tanggungan karyawan adalah 1.712 orang. Perincian tenaga kerja di PTPN VI Kebun Kayu Aro menurut lokasi, golongan dan tanggungan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.
51
Tabel 3. Jumlah Tenaga kerja Berdasarkan Lokasi Kerja, Golongan Karir, dan Tanggungan. No.
Lokasi
Golongan IBIID
IA
Jumlah
Tanggung an IA-IID
Jumlah (e+f)
Pensiun an
Jumlah (g+h)
a
b
c
d
e
f
g
h
i
1
Afd. A
64
133
197
145
342
107
449
2
Afd. B
21
135
156
105
261
115
376
3
Afd. C
116
85
201
154
355
143
498
4
Afd. D
121
98
219
143
362
186
548
5
Afd. E
79
113
192
72
264
131
395
6
Afd. F
108
119
227
143
370
90
460
7
Afd. G
30
188
218
129
347
124
471
8
Afd. H
61
131
192
90
282
154
436
9
Kantor
65
7
72
137
209
23
232
10
Pabrik
69
147
216
300
516
47
563
11
RSKA
46
3
49
42
91
21
112
12
Tehnik
79
14
93
199
292
41
333
859
1173
2032
1659
3691
1182
4873
Jumlah
Sumber Profil Perusahaan Unit Usaha Kayu Aro 2009
V. KONDISI KERJA KARYAWAN DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) VI KEBUN KAYU ARO Sejak dibukanya Perkebunan teh Kayu Aro pada tahun 1925 sampai dengan 1928 dan dibangunya pabrik teh pada tahun 1932 di Bedeng VIII Kayu Aro, perusahaan Belanda mendatangkan ribuan pekerja (buruh) dari pulau Jawa. Mulai saat itu pekerja dari pulau Jawa mensosialisasikan pekerjaan perkebunan kepada anak mereka sejak usia dini. Bagi orang tua hal ini dijadikan sebagai cara mendidik anak agar terbiasa mengelola tanaman teh, sedangkan gagi anak, sosialisasi ini penting untuk modal masa depannya. Orang tua membawa anaknya sejak kecil bekerja di perkebunan agar anak terbiasa dengan pekerjaan tersebut dan saat sudah dewasa mereka dapat bekerja sebagai pekerja di perkebunan teh. Anak dan cucu pekerja dari pulau Jawa itulah yang kini banyak bekerja mendiami desa di sekitar perkebunan teh dan menjadi karyawan di PTPN VI Kebun kayu Aro. Seperti yang diungkapkan oleh karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro sebagai berikut: “Sejak kecil saya sering diajak ibu ke kebun teh, saya cuma lihat-lihat saja ibu yang sedang bekerja dari tempat yang teduh, ibu saya membawa saya sembunyi-sembunyi agar tidak terlihat mandor, setelah saya agak besar saya diajari ibu cara memetik dan sayapun ikut menolong ibu memetik pucuk teh.” (Ibu Ytn, 42 tahun, Karyawan PTPN) “Karyawan yang bekerja disini kebanyakan orang tuanya dahulu juga kerja disini. Kami keturunan Jawa yang lahir di Kayu aro, setiap hari kami menggunakan bahasa Jawa tapikebanyakan kami tidak tau kampung kami di Jawa ada dimana, saya pun sampai sekarang belum pernah ke Jawa, kalau ditanya saya orang mana, saya selalu jawab orang Kayu Aro.” (Bapak Sky, 52 tahun, Karyawan PTPN)
53
Proses sosialisasi dari orang tua mereka menjadikan anak dan cucu mereka saat ini pada umumnya menggantungkan hidup sepenuhnya pada perkebunan. Keterbatasan pendidikan, tidak adanya tanah yang dimiliki dan adanya keterkaitan dengan perkebunan membuat mereka kini menjadi karyawan di perkebunan. Selain itu kondisi kerja yang diberikan PTPN VI Kebun Kayu Aro yang dirasakan jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi kerja di luar perkebunan sehingga mereka tetap memilih untuk bekerja di perkebunan. Bahkan saat ini banyak sekali angkatan kerja yang ingin bekerja menjadi karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro akan tetapi perusahaan belum membuka kesempatan bagi mereka karena kondisi perusahaan yang saat ini kelebihan tenaga kerja sehingga karyawan yang pensiun tidak diimbangi dengan perekrutan karyawan baru. Dari hasil wawancara dengan salah satu karyawan yang bekerja di PTPN VI Kebun Kayu Aro diketahui bahwa perekrutan tenaga kerja terakhir yaitu sekitar tahun 1996. Kondisi kerja karyawan adalah perlakuan perusahaan perkebunan yang diterima oleh karyawan yang meliputi golongan karir, pendapatan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga. Kondisi ini adalah kondisi yang dialami oleh reponden ketika bekerja di perusahaan perkebunan. PTPN VI Kebun Kayu Aro berupaya untuk selalu menjaga kondisi kerja di perkebunan sehingga sebagian besar karyawan mendapatkan kondisi kerja yang baik walaupun terdapat sebagian karyawan yang masih mendapatkan kondisi kerja yang kurang baik. Kondisi kerja karyawan laki-laki dan karyawan perempuan secara umum di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro digambarkan pada Tabel 4 di bawah ini:
54
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kondisi Kerja dan Jenis Kelamin, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Kondisi Kerja
Jenis Kelamin Laki-Laki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
25
83,33
13
43,33
Kurang Baik
5
16,67
17
56,67
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Berdasarkan Tabel 4 di atas karyawan laki-laki menerima perlakuan yang baik dari perusahaan perkebunan yaitu 83,33 persen dari jumlah responden lakilaki mengalami kondisi kerja yang baik, dibandingkan dengan responden perempuan yang hanya 43,33 persen. Karyawan perempuan masih banyak yang mendapatkan kondisi kerja yang kurang baik yaitu 56,67 persen. Persentase tersebut mengambarkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kondisi kerja. Hasil penghitungan secara statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kondisi kerja dengan nilai signifikansi 0.001 dengan α sebesar 0,10. Hubungan antara jenis kelamin dengan kondisi kerja dapat dijelaskan secara rinci pada sub bab berikut.
5.1
Golongan Karir Karyawan Golongan karir adalah pembedaan karyawan yang dilihat dari tingkatan
karir karyawan di perusahaan. Golongan karir yang dimiliki responden adalah golongan karir paling bawah di dalam perusahaan. Golongan karir tersebut dibagi menjadi dua yaitu golongan karir sedang dan golongan karir tinggi. Di PTPN VI Kebun Kayu Aro, karyawan laki-laki dan karyawan perempuan sebagian besar
55
telah menempati golongan karir yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini:
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Karir dan Jenis Kelamin, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Golongan Karir
Jenis Kelamin Laki-Laki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Tinggi
23
76,67
18
60,00
Rendah
7
23,33
12
40,00
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Berdasarkan Tabel 5 dapat dibuktikan bahwa karyawan laki-laki lebih banyak berada pada golongan karir yang tinggi yaitu 76,67 persen dibandingkan karyawan perempuan yaitu 60,00 persen. Persentase tersebut menunjukkan bahwa tampak perbedaan antara karyawan laki-laki dan karyawan perempuan akan tetapi perbedaan itu tidak begitu besar. Hasil penghitungan secara statistik menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kondisi kerja dengan nilai signifikansi 0.165 dengan α sebesar 0,10. PTPN VI Kayu Aro membuat peraturan yaitu karyawan laki-laki dan karyawan perempuan mempunyai hak yang sama dalam golongan karir. Golongan karir ditentukan oleh prestasi kerja karyawan. Prestasi kerja dinilai dari tiga hal yaitu: penilaian khusus oleh asisten atau kepala dinas, penilaian terhadap kesehatan karyawan, dan penilaian terhadap kehadiran dan kepribadian karyawan. Akan tetapi pada kenyataannya laki-laki lebih mudah naik golongan dibandingkan perempuan. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan perempuan PTPN VI Kebun Kayu Aro sebagai berikut:
56
“Perusahaan memberi hak yang sama pada laki-laki dan perempuan untuk naik golongan, akan tetapi peluang untuk naik golongan karyawan laki-laki lebih besar daripada perempuan. Setiap tahun ada saja laki-laki yang naik golongan, namun tidak demikian pada perempuan. Kalaupun perempuan naik golongan dalam satu tahun hanya boleh 1 tingkatan sementara laki-laki dalam satu atahu bisa lebih dari satu tingkatan.” (Ibu Ald, 52 tahun, Karyawan PTPN) Golongan karir karyawan dapat turun ketingkat yang lebih rendah apabila karyawan melakukan kesalahan misalnya tidak disiplin, sedangkan bagi karyawan yang melakukan tindakan kriminal langsung dikeluarkan dari perusahaan.
5.2
Pendapatan Karyawan Pendapatan yang diperoleh karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro
berasal dari upah bulanan. Upah bulanan terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap,dan bantuan RALT/Transpor yang diberikan berdasarkan golongan karyawan, ditambah dengan 15 Kg beras perbulan. Sementara itu juga diberikan premi kepada karyawan berdasarkan perhitungan kerja mereka setiap harinya. Untuk karyawan petik diberikan premi yaitu Rp. 250,- per kilogram teh yang dipetik di luar basis petikan wajib yaitu 32 Kg. Sementara karyawan lainnya diberikan premi lembur yang dihitung perjam setelah jam wajib kerja yaitu 7 jam. Pada kondisi tertentu perusahaan memberikan bonus pada karyawan. Pada umumnya karyawan selalu mendapatkan premi, akan tetapi masih terdapat karyawan yang mendapatkan upah kurang atau sama dengan upah minimum perusahaan sebab dipotong oleh cicilan hutang dan iuran wajib Jamsostek,
57
pensiun. Seperti yang diungkapkan oleh karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro berikut ini: “Upah dari perusahaan sebenarnya lumayan sudah sesuai dengan upah minimum yang seharusnya, tapi upah itu hanya ada di dalam kertas perinciannya, sedangkan upah yang saya dan karyawan lainnya terima setiap bulan seringkali lebih sedikit dari pada upah minimum itu karena dipotong dengan cicilan hutang koperasi bagi yang berhutang dan iuran-iuran yang harus dibayar, tapi cukuplah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.” (Bapak Mk, 44 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro)
Pendapatan di PTPN VI Kebun Kayu Aro ditentukan berdasarkan golongan karir dan premi. Perbedaan pendapatan antara karyawan laki-laki dan karyawan perempuan disebabkan oleh lebih tingginya golongan karir yang dimiliki karyawan laki-laki dibandingkan karyawan perempuan. Perbedaan pendapatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini:
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendapatan dan Jenis Kelamin, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Pengupahan
Jenis Kelamin Laki-Laki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Tinggi
23
76,67
15
50,00
Sedang
7
23,33
15
50,00
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Berdasarkan Tabel 6 di atas, diketahui bahwa pendapatan karyawan lakilaki berada pada tingkatan tinggi yaitu melebihi dari UMP PTPN VI Kebun Kayu Aro yaitu 76,67 persen, sedangkan karyawan perempuan sebanyak masing-masing 50,00 persen mendapatkan pendapatan tinggi dan rendah. Persentase tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan pendapatan. Hal
58
ini didukung dengan hasil pengujian statustik yang menunjukkan nilai signifikansi 0,032 dengan α sebesar 0,10. Perbedaan pendapatan itu terjadi sebab selain ditentukan oleh golongan karir, pendapatan juga ditentukan oleh premi. Karyawan laki-laki lebih banyak mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan perempuan sebab karyawan laki-laki mendapat premi yang lebih besar karena karyawan laki-laki dalam waktu satu bulan tidak mendapat libur sedangkan karyawan perempuan mendapatkan libur cuti haid selama dua hari setiap bulan sehingga karyawan perempuan tidak mendapat premi pada libur cuti haid tersebut. Selain itu untuk karyawan yang bekerja di kebun tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah pucuk yang dapat dipetik oleh karyawan laki-laki dalam setiap harinya memang lebih besar dibandingkan dengan karyawan perempuan, sedangkan untuk karyawan pabrik jam kerja lembur pada malam hari hanya diperbolehkan untuk karyawan laki-laki. Sementara yang menjadi sumber premi adalah kelebihan jam kerja (kerja lembur) dan kelebihan jumlah pucuk yang dapat dipetik. Seperti yang diungkapkan oleh karyawan perempuan PTPN VI Kebun Kayu Aro: “Perusahaan memberi keuntungan buat karyawan perempuan, perempuan dikasih libur dua hari untuk cuti haid jadi ibu-ibu disini bias istirahat. Karena libur perempuan tidak dapat premi hari itu tapi kami lebih memilih dapat libur dari pada premi.” (Ibu Ald, 52 tahun, Karyawan PTPN) 5.3
Jaminan Kerja Karyawan Jaminan kerja di PTPN VI Kebun Kayu Aro dilihat dari perolehan jaminan
kesehatan dan jaminan keselamatan dan fasilitas kerja. Jaminan kesehatan yaitu mendapatkan libur/cuti jika sakit, menstruasi, dan melahirkan, mendapatkan biaya
59
penggantian bila sakit, mendapatkan biaya pengobatan rawat jalan bila sakit, mendapatkan biaya pengobatan rawat inap bila sakit, mendapatkan asuransi kesehatan penduduk miskin, mendapatkan hak beristirahat, dan mendapatkan hak beribadah. Jaminan keselamatan dan fasilitas kerja yaitu mendapatkan asuransi keselamatan kerja, medapatkan kompensasi apabila cacat akibat kecelakaan kerja, dan mendapatkan fasilitas kerja dan keselamatan kerja (sepatu, topi/penepis panas, karung, dll). Perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro memberikan jaminan kerja yang cukup baik untuk karyawan yaitu jaminan kesehatan maupun jaminan keselamatan dan fasilitas kerja. Seperti yang diungkapkan oleh karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro berikut: “Saya betah di perusahaan ini walaupun saya karyawan rendahan, karena kalau bekerja di sini saya mendapat banyak keuntungan seperti bisa berobat gratis di Rumah Sakit Kayu Aro (RSKA), pokoknya kesehatan saya terjagalah, kalau RSKA tidak bisa mengobati saya dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar di Sungai Penuh. Waktu saya terluka saat kerja, saya diberi pengobatan. Perusahaan juga pernah memberikan alat-alat untuk kerja, tapi itu jarang dan tidak selalu ada, terakhir sudah lama sekali, saya tidak ingat. Jadi alat untuk bekerja ya saya beli sendiri dengan uang saya. (Bapak Sky, 52 tahun, Karyawan PTPN Kebun Kayu Aro)” Akan tetapi karyawan laki-laki dan karyawan perempuan mendapatkan jumlah jaminan yang berbeda. Karyawan laki-laki mendapatkan jaminan yang lebih banyak dibandingkan karyawan perempuan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:
60
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jaminan Kerja dan Jenis Kelamin, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Jaminan Kerja
Jenis Kelamin Laki-Laki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
23
76,67
16
53,33
Kurang Baik
7
23,33
14
46,67
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa jaminan kerja karyawan laki-laki jauh lebih baik yaitu 76,67 persen, dibandingkan dengan karyawan perempuan yang mendapatkan jaminan kerja baik yaitu 53,33 persen. Hasil penghitungan secara statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan jaminan kerja dengan nilai signifikansi 0,058 dengan α sebesar 0,1. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro memberikan jaminan kerja yang sama untuk karyawan laki-laki dan karyawan perempuan. Perbedaan persentase banyaknya jaminan kerja yang diperoleh karyawan laki-laki dan karyawan perempuan disebabkan kurangnya pengetahuan karyawan perempuan tentang jaminan keselamatan kerja yang diberikan oleh perusahaan. Jaminan kerja karyawan laki-laki lebih banyak dibandingkan jaminan kerja karyawan perempuan sebab aktivitas kerja karyawan laki-laki yang lebih rentan mengalami kecelakaan tidak dialami oleh karyawan perempuan sehingga karyawan laki-laki yang pernah mengalami atau melihat rekan sesama karyawan laki-laki mengalami kecelakaan saat bekerja mengetahui bahwa mereka mendapatkan jaminan keselamatan kerja sedangkan karyawan perempuan yang belum pernah mengalami atau melihat rekan sesama karyawan perempuan
61
mengalami kecelakaan saat bekerja sebagian tidak mengatahui bahwa mereka mendapat jaminan keselamatan kerja. Seperti yang diungkapkan oleh karyawan perempuan PTPN VI Kebun Kayu Aro berikut: “Selama saya bekerja di Kebun, Alhamdulillah saya belum pernah terluka, saya juga belum melihat ada teman saya yang terluka parah, paling kalau terluka cuma diobati sendiri di rumah dan itu tidak diberi biaya untuk berobat dari perusahaan. Tapi Pak TL dulu pernah luka lumayan parah saat mengangkut pucuk di Pabrik dan dia diberi pengobatan oleh perusahaan. Mungkin laki-laki diberi biaya atau yang diberi obat hanya untuk yang luka parah, saya juga kurang tahu.” (Ibu Wyt, 43 tahun, Karyawan PTPN)
5.4
Jaminan Keluarga Karyawan Jaminan keluarga adalah jaminan dan fasilitias kesejahteraan untuk
keluarga yang diterima oleh karyawan dari perusahaan perkebunan. Jaminan keluarga dilihat dari mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR), mendapat santunan menikah, mendapat santunan melahirkan, mendapat santunan anggota keluarga sakit, mendapat santunan anak khitan/sunatan, mendapat santunan pendidikan anak, mendapat santunan keluarga meninggal dunia, rumah/tempat tinggal, mendapat pinjaman/hutang, mendapat sembako bulanan, mendapat dana pensiun, dan mendapat pesangon bila di-PHK. Sama halnya seperti jaminan kerja, karyawan laki-laki mendapatkan jaminan keluarga lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Perbandingan perolehan jaminan keluarga dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini:
62
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jaminan Keluarga dan Jenis Kelamin, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Jaminan Keluarga
Jenis Kelamin Laki-Laki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
23
76,67
7
23,33
Kurang Baik
7
23,33
23
76,67
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa jaminan keluarga yang diperoleh karyawan laki-laki lebih baik daripada karyawan perempuan yaitu 76,67 persen dari karyawan laki-laki mendapatkan jaminan keluarga yang baik, sedangkan karyawan perempuan lebih banyak mendapatkan jaminan keluarga yang kurang baik yaitu 76,67 persen. Hasil penghitungan secara statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan jaminan keluarga 0,00 dengan nilai signifikansi 0,058 dengan α sebesar 0,10. Perbedaan jaminan keluarga yang diperoleh karyawan laki-laki dan karyawan perempuan disebabkan adanya kebijakan perusahaan yang menganggap bahwa karyawan laki-laki adalah kepala keluarga yang menopang kehidupan keluarganya sehingga jaminan keluarga yang diberikan kepada karyawan laki-laki lebih banyak dibandingkan karyawan perempuan. Untuk jenis jaminan keluarga tertentu seperti santunan keluarga sakit, santunan anak khitan/sunatan, santunan pendidikan anak, sembako bulanan, hanya diberikan kepada karyawan laki-laki saja. Jaminan yang diberikan perusahaan untuk karyawan laki-laki diberikan bagi dirinya dan keluarganya sedangkan untuk karyawan perempuan hanya untuk dirinya sendiri. Kurang baiknya jaminan keluarga yang diterima oleh karyawan
63
perempuan terungkap dari hasil wawancara dengan seorang karyawan perempuan PTPN VI Kebun Kayu Aro sebagai berikut: “Kalau laki-laki mendapat banyak pemberian dari perusahaan daripada perempuan. Seperti bantuan pendidikan anak dan kesehatan anak hanya didapatkan oleh karyawan laki-laki karena laki-laki adalah kepala keluarga. Untungnya suami saya juga bekerja di PTPN jadi anak saya kalau sakit bisa berobat gratis ke RSKA karena dia jadi tanggungan bapaknya. Kalau yang suaminya tidak bekerja di PTPN anaknya tidak bisa berobat gratis di RSKA cuma yang bekerja saja yang bisa. Untuk biaya pendidikan anak sebenarnya cuma sedikit Cuma buat pemondokan, kalau masih tinggal sama orang tua ya tidak dikasih bantuan.” (Ibu Ytn, 42 tahun, Karyawan PTPN) 5.5
Ikhtisar Pekerjaan perkebunan telah disosialisasikan oleh orang tua kepada anak-
anaknya dari usia dini sejak dibukanya Perkebunan teh Kayu Aro sampai dengan dibangunya pabrik teh di Bedeng VIII Kayu Aro. Hal ini membuat anak dan cucu mereka kini banyak bekerja dan tinggal di desa di sekitar perkebunan teh dan menjadi karyawan di PTPN VI Kebun kayu Aro. Kondisi kerja di PTPN VI Kebun Kayu Aro yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi kerja di luar perkebunan menyebabkan banyak angkatan kerja yang ingin menjadi karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro akan tetapi perusahaan belum membuka kesempatan bagi mereka karena kondisi perusahaan yang saat ini kelebihan tenaga kerja. Kondisi kerja karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro secara umum digambarkan sudah cukup baik. Akan tetapi terdapat perbedaan kondisi kerja karyawan karena perbedaan jenis kelamin. Karyawan laki-laki dan karyawan perempuan di PTPN VI Kebun Kayu Aro sebagian besar telah menempati golongan karir yang tinggi, namun masih tampak bahwa karyawan laki-laki lebih
64
banyak berada pada golongan karir yang tinggi dibandingkan karyawan perempuan. Pendapatan di PTPN VI Kebun Kayu Aro ditentukan berdasarkan golongan karir dan premi. Oleh karena itu, pendapatan karyawan laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan karyawan perempuan sebab karyawan laki-laki memiliki golongan karir yang lebih tinggi dan mendapatkan premi yang lebih besar dibandingkan karyawan perempuan. Jaminan kerja di Perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro telah cukup baik. Akan tetapi karyawan laki-laki mendapatkan jaminan yang lebih banyak dibandingkan karyawan perempuan. Perbedaan banyaknya jaminan kerja yang diperoleh karyawan laki-laki dan karyawan perempuan disebabkan kurangnya pengetahuan karyawan perempuan tentang jaminan keselamatan kerja yang diberikan oleh perusahaan. Sama halnya seperti jaminan kerja, karyawan laki-laki mendapatkan jaminan keluarga lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan adanya kebijakan perusahaan yang menganggap bahwa laki-laki adalah kepala keluarga yang menopang kehidupan keluarganya sedangkan perempuan yang bekerja hanya untuk tambahan nafkah dalam keluarga.
VI. FAKTOR-FAkTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONDISI KERJA KARYAWAN DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) VI KEBUN KAYU ARO Dari penjelasan pada Bab V diketahui bahwa kondisi kerja karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro digambarkan sudah cukup baik. Jenis kelamin merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi kerja karyawan perkebunan. Karyawan laki-laki cenderung mendapatkan kondisi kerja yang lebih baik dibandingkan dengan karyawan perempuan. Pada Bab VI ini akan dilihat bagaimana hubungan pendidikan, umur, dan lama bekerja dengan kondisi kerja karyawan perkebunan berdasarkan jenis kelamin yang berbeda.
6.1
Hubungan Pendidikan dengan Kondisi Kerja Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah
dilakukan karyawan. Pada PTPN VI Kebun Kayu Aro, pendidikan diduga akan mempengaruhi kondisi kerja karyawan perkebunan. Tabel 9 menunjukkan hubungan pendidikan dan kondisi kerja yang diperbandingkan antara karyawan laki-laki dan karyawan perempuan.
66
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan, Kondisi Kerja dan Jenis Kelamin, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Karyawan
Kondisi kerja
Pendidikan Tidak Lulus SD
Lulus SD
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
9
100,00
16
76,19
Kurang Baik
0
0,00
5
23,81
9
100,00
21
100,00
Baik
9
52,94
4
30,77
Kurang Baik
8
47,06
9
69,23
17
100,00
13
100,00
Laki-Laki Total Perempuan Total
Dapat dilihat pada Tabel 9 terdapat 100,00 persen karyawan laki-laki yang tidak lulus SD yang mendapat kondisi kerja yang sudah baik, sedangkan 76,19 persen karyawan laki-laki mempunyai pendidikan lulus SD mendapatkan kondisi kerja yang sudah baik. Berbeda halnya dengan karyawan perempuan, terdapat 52,94 persen karyawan perempuan yang tidak lulus SD mendapat kondisi kerja yang sudah baik, sedangkan 30,77 persen karyawan perempuan yang lulus SD mendapat kondisi kerja yang sudah baik. Data ini menunjukkan bahwa ternyata tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kondisi kerja karena pendidikan karyawan perkebunan pada umumnya tergolong rendah, hanya sampai pada tingkatan lulus SD. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh seorang karyawan perempuan PTPN VI Kebun Kayu Aro berikut ini: “Kerja disini tidak memandang pernah sekolah atau gak, apalagi untuk jadi karyawan rendahan. Saya lulus SD, bahkan pernah SMP tapi sama saja dengan teman saya yang tidak pernah sekolah, kami sama-sama golongan IB. Soal upah juga tidak karena pendidikan tapi karena golongan kita di perusahaan sama kerajinan kita disini, misalnya kalau metik banyak dapatnya banyak, kalau lembur dikasih tambahan upah. Kalau fasilitas sama jaminan kantor itu karena dia laki-laki atau perempuan.” (Ibu Try, 44 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro)
67
Tidak adanya hubungan antara pendidikan dengan kondisi kerja juga dibuktikan oleh pengujian statistik dengan nilai signifikansi 0.382 dengan α sebesar 0,10.
6.2
Hubungan Umur dengan Kondisi Kerja Umur merupakan salah satu faktor penentu kondisi kerja. Seperti yang
telah diketahui pekerjaan perkebunan merupakan pekerjaan yaang banyak menggunakan fisik dari pada hal lainnya, terbukti dari tidak berpengaruhnya faktor pendidikan dalam menentukan kondisi kerja. Karena pada kasus ini yang dibahas adalah karyawan pelaksana maka pekerjaan ini terkait dengan tenaga. sehingga sebaiknya dilakukan oleh kaum muda. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara umur dan karyawan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini:
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan umur, Kondisi Kerja dan Jenis Kelamin, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Karyawan
Kondisi kerja
Umur
≤ 45 Tahun
> 45 Tahun
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
8
66,67
17
94,44
Kurang Baik
4
33,33
1
5,56
12
100,00
18
100,00
Baik
2
15,38
11
64,71
Kurang Baik
11
84,62
6
35,29
13
100,00
17
100,00
Laki-Laki Total Perempuan Total
68
Tabel 10 di atas menunjukan terdapat 66,67 persen karyawan laki-laki yang berumur ≤ 45 tahun mendapat kondisi kerja yang sudah baik, sedangkan 94,44 persen karyawan laki-laki yang berumur > 45 tahun mendapatkan kondisi kerja yang sudah baik pula. Berbeda halnya dengan karyawan perempuan, terdapat 15,38 persen karyawan perempuan yang berumur ≤ 45 tahun mendapat kondisi kerja yang sudah baik, sedangkan 64,71 persen karyawan perempuan yang yang berumur > 45 tahun mendapat kondisi kerja yang sudah baik. Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan kondisi kerja karyawan dengan nilai signifikansi 0,002 dengan α sebesar 0,10. Nilai koefisien korelasinya sebesar 0,391, artinya semakin tua seseorang maka semakin baik kondisi kerja karyawan Dugaan
awal
seharusnya
karyawan
yang
berumur
lebih
muda
mendapatkan kondisi kerja yang lebih baik daripada karyawan yang berumur lebih tua. Pada kasus kondisi kerja di PT Perkebunan Nusantara VI Kebun Kayu Aro, ternyata baik pada karyawan laki-laki maupun karyawan perempuan, umur yang lebih tua mendapatkan kondisi kerja yang lebih baik. Pekerjaan di perkebunan tidak membutuhkan tenaga yang besar, yang lebih diutamakan adalah kecepatan dalam bekerja. Hal ini menyangkut pengalaman kerja yang biasanya dimiliki oleh karyawan yang sudah tua. Hal juga ini didukung oleh ungkapan dari seorang karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro: “Biasanya karyawan yang lebih tua labih baik daripada yang lebih muda, hal itu karena mereka lebih dulu bekerja di perusahaan sehingga golongan mereka jadi lebih tinggi. Mereka yang tua lebih berpengalaman sehingga bekerja lebih cepat. Mereka lebih akrab dengan atasan bahkan atasan yang lebih muda menghormati karyawan tersebut sehingga kebutuhan mereka di perusahaan lebih dipermudah.” (Bapak Aq, 39 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro)
69
6.3
Hubungan Lama Bekerja dengan Kondisi Kerja Lama bekerja adalah sejumlah waktu kerja karyawan di perkebunan mulai
dari awal bekerja sampai saat ini. Lama bekerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi kerja di perkebunan. semakin lama seorang karyawan bekerja maka semakin baik kondisi kerjanya di dalam perusahaan. Karyawan yang telah lama bekerja mempunyai golongan karir yang lebih baik sehingga upah dari golongan juga menjadi baik. Selain itu adanya pengalaman membuat orang yang lama bekerja menjadi lebih cepat dalam melaksanakan tugasnya sehingga mendapat tambahan premi yang lebih baik. Begitu pula halnya dengan jaminan kerja dan jaminan kesehatan misalnya jumlah cuti dalam satu tahun. Selain itu karyawan yang bekerja lebih dari 25 tahun akan mendapatkan bonus dari perusahaan berupa emas sebanyak 10 gram, uang sebanyak enam bulan gaji. Sedangkan untuk yang lebih dari 30 tahun akan mendapatkan uang dan piagam, begitu juga ketika karyawan bekerja sampai lebih dari 35 tahun. Untuk mengetahui hubungan lama bekerja dengan kondisi kerja yang diperbandingkan antara karyawan laki-laki dan karyawan perempuan dapat dilihat dari Tabel 11 berikut ini:
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Berkerja, Kondisi Kerja dan Jenis Kelamin, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Karyawan
Kondisi kerja
Lama Bekerja
≤ 25 Tahun
> 25 Tahun
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
11
68,75
14
100,00
Kurang Baik
5
31,25
0
0,00
16
100,00
14
100,00
Baik
6
33,33
7
58,33
Kurang Baik
12
66,67
5
41,67
18
100,00
12
100,00
Laki-Laki Total Perempuan Total
70
Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa terdapat 68,75 persen karyawan laki-laki yang bekerja selama ≤ 25 tahun mendapat kondisi kerja yang sudah baik, sedangkan 100,00 persen karyawan laki-laki yang bekerja selama lebih dari 25 tahun mendapatkan kondisi kerja yang sudah baik pula. Berbeda halnya dengan karyawan perempuan yang bekerja selama ≤ 25 tahun lebih banyak mendapat kondisi kerja yang kurang baik yaitu sebanyak 66,67 persen, sedangkan karyawan perempuan yang bekerja selama lebih dari 25 tahun mendapat kondisi kerja yang sudah baik sebanyak 58,33 persen. Data tersebut membuktikan bahwa lama bekerja berhubungan dengan kondisi kerja. Hal ini didukung oleh pengujian statistik yang menunjukan nilai signifikansi 0,054 dengan α sebesar 0,10. Nilai koefisien korelasinya sebesar 0,250 artinya semakin lama karyawan bekerja di PTPN VI Kebun Kayu Aro maka semakin baik kondisi kerjanya.
6.4
Ikhtisar Pada kasus di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro
ternyata tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kondisi kerja karena pendidikan karyawan perkebunan pada umumnya tergolong rendah, hanya sampai pada tingkatan lulus SD. Umur memiliki hubungan dengan kondisi kerja di perkebunan, semakin tua karyawan maka semakin baik kondisi kerja karyawan. Hal ini karena pekerjaan di perkebunan tidak membutuhkan tenaga yang besar, yang lebih diutamakan adalah kecepatan dalam bekerja yang biasanya dimiliki oleh karyawan yang sudah tua.
71
Lama bekerja mempunyai hubungan dengan kondisi kerja di perkebunan. semakin lama seorang karyawan bekerja maka semakin baik kondisi kerjanya di dalam perusahaan. Karyawan yang telah lama bekerja mempunyai golongan karir yang lebih baik sehingga upah dari golongan juga menjadi baik. Pengalaman membuat orang yang lama bekerja menjadi lebih cepat dalam melaksanakan tugasnya sehingga mendapat tambahan premi yang lebih baik.
VII. HUBUNGAN KONDISI KERJA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KARYAWAN DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) VI KEBUN KAYU ARO Pada Bab sebelumnya telah dijelaskan tentang kondisi kerja karyawan perkebunan dan faktor yang berhubungan dengan kondisi kerja karyawan tersebut. Pada bab ini akan dilihat bagaimana hubungan kondisi kerja karyawan terhadap kesejahteraan keluarga karyawan pada saat penelitian dilakukan. Kesejahteraan keluarga karyawan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan keluarga yang membuat sebuah keluarga merasa aman dan bahagia. Keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Ayu Aro secara umum sudah sejahtera. Kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari kesehatan, pendidikan anggota keluarga, pola konsumsi keluarga, dan perumahan. Variabel-variabel yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro adalah variabel pada kondisi kerja (golongan karir, pendapatan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga). Hasil pengujian statistik untuk hubungan antara kondisi kerja dengan kesejahteraan keluarga karyawan disajikan pada Tabel 12.
73
Tabel 12. Hasil Pengujian Hubungan antara Kondisi Kerja dengan Kesejahteraan Keluarga Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro Kondisi Kerja
Kesejahteraan Keluarga Kesehatan
Pendidikan
Koefisien
p-
Koefisien
(x )
2
value
0,230
Pendapatan Jaminan
Golongan
Pola Konsumsi
Perumahan
p-
Koefisien
p-
Koefisien
p-
(x )
value
(x )
2
value
(x )
2
value
0,077
-0,134
0,307
0,067
0,613
0,077
0,560
0,77
0,560
-,296
0,022
-0,199
0,128
0,067
0,611
0,184
0,160
-0,161
0,219
0,119
0,365
0,132
0,314
0,234
0,072
0,076
0,562
0,352
0,006
-0,033
0,076
2
Karir
Kerja Jaminan Keluarga
Hipotesis penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan antara kondisi kerja dengan kesejahteraan keluarga, namun berdasarkan hasil pengujian statistik membuktikan bahwa tidak hubungan antara kondisi kerja dengan kesejahteraan keluarga karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro. Secara umum kondisi kerja tidak berhubungan dengan kesejahteraan keluarga karyawan, baik terhadap kesehatan, pendidikan, pola konsumsi, maupun perumahan. Artinya tidak ada perbedaan dalam hal kesehatan, pendidikan, pola konsumsi, dan perumahan diantara keluarga karyawan yang memiliki perbedaan golongan karir, pendapatan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga. Namun ada beberapa variable kondisi kerja yang memiliki hubungan dengan kesejahteraan keluarga yaitu golongan karir dengan kesehatan keluarga, pendapatan dengan pendidikan, jaminan keluarga dengan kesehatan, pola konsumsi, dan perumahan. Secara umum kesejahteraan Karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro sudah baik. Tidak adanya hubungan kondisi kerja dengan keluarga karyawan berdasarkan pengujian statistik disebabkan terdapat faktor lain yang berhubungan
74
dengan kesejahteraan keluarga yaitu jumlah anak yang menjadi tanggungan keluarga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga karyawan, pendapatan keluarga di luar pendapatan karyawan yang bersumber dari perusahaan perkebunan, dan sumbangan atau subsidi yang diperoleh keluarga yang tidak bersumber dari perusahaan perkebunan. Logikanya, semakin banyak jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh sebuah keluarga, maka semakin banyak pula kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi sedangkan apa yang dimiliki sebuah keluarga tetap sama. Namun, dari hasil penelitian ternyata pada kasus keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro ternyata tidak ada hubungan antara jumlah anak yang menjadi tanggungan keluarga dengan kesejahteraan keluarga. Usia karyawan yang secara umum sudah tua menyebabkan anak mereka tidak lagi menjadi tanggungan keluarga dan keberhasilan pihak perusahaan yang mengadakan program Keluarga Berencana (KB) untuk karyawannya melalui pemberian pengarahan secara terprogram oleh petugas kesehatan Rumah Sakit Kayu Aro menyebabkan jumlah anak karyawan menjadi sedikit. Tidak adanya hubungan antara kondisi kerja dengan kesejaahteraan keluarga juga disebabkan banyaknya keluarga karyawan yang memiliki pendapatan yang tidak hanya bersumber dari pendapatan karyawan yang bekerja di perkebunan seperti bersumber dari pekerjaan lain atau hasil pendapatan anggota keluarga yang lain serta adanya sumbangan atau subsidi lain yang bukan dari perusahaan seperti subsidi pemerintah. Kesejahteraan keluarga karyawan dapat dijelaskan secara rinci pada sub bab berikut:
75
7.1
Kesehatan Keluarga Karyawan Kesehatan keluarga adalah kondisi status kesehatan dan taraf gizi
keluarga. Kesehatan merupakan variabel untuk melihat kesejahteraan keluarga. Status kesehatan dilihat dari angka kondisi sakit, jenis pengobatan yang dilakukan. Status kesehatan karyawan dapat dilihat dalam Tabel 13 berikut:
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Kesehatan dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Status Kesehatan
Keluarga Karyawan Laki-Laki
Karyawan Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
21
70,00
17
56,67
Kurang Baik
9
30,00
13
43,33
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Dilihat dari Tabel 13 di atas kesehatan keluarga karyawan sudah baik karena lebih dari 50,00 persen keluarga karyawan baik laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan memiliki status kesehatan yang baik. Itu artinya lebih dari 50,00 persen karyawan yang menjadi responden sakit ≤ 2 kali sakit dalam satu tahun pada tahun lalu dan jenis pengobatan yang dilakukan adalah dengan pergi ke dokter atau rumah sakit. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro telah menyediakan sarana pengobatan yang diberikan perusahaan yaitu Rumah Sakit Kayu Aro (RSKA) yang dapat diakses oleh karyawan laki-laki dan termasuk istri dan anakanaknya dengan gratis. Namun demikian, kesehatan keluarga karyawan perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan keluarga karyawan laki-laki. Sedikitnya perbedaan antara keluarga karyawan laki-laki dan keluarga karyawan
76
perempuan disebabkan banyaknya karyawan perempuan yang menjadi responden memiliki suami yang juga bekerja di PTPN sehingga anggota keluarganya dapat mengakses RSKA dengan gratis, tetapi untuk karyawan perempuan yang suaminnya tidak bekerja atau bukan karyawan di PTPN VI Kebun Kayu Aro, anak dari karyawan perempuan tersebut tidak dapat mengakses RSKA dengan gratis sehingga kesehatan keluarga karyawan perempuan lebih rendah daripada keluarga karyawan laki-laki.. Untuk mengetahui kondisi kesehatan keluarga karyawan selain melalui status kesehatan, dilihat pula dari taraf gizi. Taraf gizi diukur dari dua hal yaitu frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh keluarga karyawan. Taraf gizi karyawan dapat dilihat dalam Tabel 14 berikut:
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Taraf Gizi dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Taraf Gizi
Keluarga Karyawan Laki-Laki
Karyawan Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
24
80,00
19
63,33
Kurang Baik
6
20,00
11
36,67
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Berdasarkan Tabel 14 atas, dapat dilihat bahwa taraf gizi keluarga yang diperoleh karyawan laki-laki lebih baik daripada keluarga karyawan perempuan yaitu 80,00 persen dari keluaraga karyawan laki-laki mempunyai taraf gizi yang baik, sedangkan taraf gizi keluarga karyawan perempuan kurang baik dibandingkan kaluarga karyawan laki-laki yaitu 63,33 persen.
77
Di luar hal tersebut taraf gizi keluarga karyawan laki-laki dan keluarga karyawan perempuan sudah baik karena lebih dari 50,00 persen keluarga karyawan baik laki-laki maupun perempuan yang menjadi sampel makan > 2 kali dalam satu hari dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden sudah mencukupi kebutuhan gizi yaitu kebutuhan karbohidrat dan protein sudah terpenuhi bahkan zat gizi lain seperti lemak, vitamin, dan lainnya juga sudah dipenuhi.
7.2
Pendidikan Keluarga Karyawan Pendidikan keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga karyawan
yang Drop Out atau tidak melanjutkan sekolah. Pendidikan keluarga dapat memberikan gambaran kesejahteraan keluarga yang terlihat dari keberhasilan menyekolahkan
anak
karyawan
perusahaan
perkebunan.
Keberhasilan
menyekolahkan anak dapat dilihat dari Tabel 15 berikut:
Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Pendidikan Keluarga
Keluarga Karyawan Laki-Laki
Karyawan Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
17
56,67
15
50,00
Kurang Baik
13
43,33
15
50,00
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Berdasarkan Tabel 15 di atas dapat dilihat bahwa keluarga karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan belum sepenuhnya berhasil menyekolahkan anak mereka.
78
Terlihat dari persentase pendidikan keluarga karyawan laki-laki (43,33 persen) dan keluarga karyawan perempuan (50,00 persen) yang masih kurang baik. Akan tetapi banyak alasan yang menyebabkan kurang baiknya tingkat pendidikan keluarga karyawan, selain kurangnya biaya ternyata tidak adanya kemauan anak untuk melanjutkan sekolah menjadi alasan utama kurang baiknya pendidikan keluarga. Hal ini terungkap dari hasil wawancara dengan karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro: “Saya sudah berusaha bilang pada anak saya untuk melanjutkan sekolah saja agar nanti tidak menjadi karyawan rendahan seperti saya, tapi anak saya tetap tidak mau, katanya buat apa sekolah cuma bikin capek dan mengahabiskan uang, lebih baik bekerja saja.” (Ibu Try, 44 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro) “Anak saya sudah punya skire (pacar) jadi dia tidak mau melanjutkan sekolah, dia mau menikah saja dengan pacaranya padahal saya ikhlas hidup susah asalkan anak saya mau sekolah tapi anaknya gak mau ya mau diapakan lagi, apalagi bapaknya tidak mendukung saya, malah mendukung keinginan anaknya, katanya anak perempuan gak perlu sekolah tingi-tinggi karena akhirnya juga ngurusin dapur sama kasur.” (Ibu Wyt, 43 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro) Hal tersebut menunjukkan bahwa bukan salah perusahaan perkebunan yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan keluarga karyawan perkebunan sebab perusahaan telah menyediakan sarana pendidikan mulai dari pendidikan untuk pra sekolah sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) bahkan perusahaan juga memberikan santunan pendidikan untuk anak karyawan, akan tetapi hal ini terjadi karena rendahnya pendidikan orang tua sehingga tidak mampu memberi motivasi kepada anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah atau meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, tidak pula terdapat contoh orang yang berpendidikan yang berhasil di kalangan mereka.
79
7.3
Pola Konsumsi Keluarga Karyawan Pola konsumsi adalah tingkat pengalokasian uang dalam keluarga
untuk kebutuhan akan konsumsi makanan dibandingkan dengan konsumsi non-makanan. Pola konsumsi adalah salah satu kondisi karyawan yang menggambarkan kesejahteraan keluarganya. Kondisi pola konsumsi dapat dilihat dari Tabel 16 berikut ini:
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pola Konsumsi dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Pola Konsumsi
Keluarga Karyawan Laki-Laki
Karyawan Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
18
60,00
7
23,33
Kurang Baik
12
40,00
23
76,67
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Tabel 16 di atas menggambarkan bahwa pola konsumsi keluarga karyawan laki-laki lebih baik yaitu 60,00 persen, dibandingkan dengan pola konsumsi keluarga karyawan perempuan yaitu 23,33 persen. Pola konsumsi keluarga karyawan perempuan dapat dikatakan kurang baik karena sebagian besar yaitu 76,67 dari sampel keluarga karyawan perempuan pola konsumsinya kurang baik. Pola konsumsi keluarga karyawan yang menjadi sampel pada umumnya lebih banyak pada konsumsi makanan daripada konsumsi non makanan. Hal ini dikarenakan mereka lebih mengutamakan kebutuhan pokok makanan daripada kebutuhan lainnya. Hal ini di dukung kondisi mereka yang setiap hari bekerja sehingga tidak banyak hal yang lebih penting daripada makanan untuk menjaga
80
kesehatan mereka. Hal ini terungkap dari seorang karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro yaitu: “Yang terpenting untuk karyawan seperti saya dan teman-teman cuma makanan, asal perut kenyang sudah cukup, badan juga jadi sehat. Mau beli baju baru juga gak tau mau dipeke kemana, paling waktu lebaran saja beli baju, itu juga buat anak-anak, kalau sudah tua baju ya gak guna, kan saya sudah punya istri. Maunya saya punya rumah mewah tapi gak cukup juga. Upah saya ya digunakan untuk makan, anak saya juga tidak sekolah jadi gak ada uang keluar untuk biaya sekolah anak.” (Bapak Sd, 51 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro) Waktu yang banyak dihabiskan oleh karyawan perkebunan untuk bekerja di perusahaan membuat karyawan jarang sekali melakukan aktivitas di luar bekerja seperti rekreasi atau berpergian sehingga biaya untuk hal tersebut jarang ada. Biaya untuk keperluan pakaian, sepatu, sandal, dan assesoris hanya dikeluarkan pada saat hari raya dan itupun biasanya lebih diprioritaskan untuk anak mereka karena mereka beranggapan benda-benda tersebut tidak terlalu penting untuk mereka yang sudah tua dan mereka tidak ada waktu dan tujuan menggunakan benda-benda tersebut karena untuk bekerja mereka cukup memakai pakaian lama yang sudah jelak. Seperti yang diungkapkan oleh seorang karyawan perempuan PTPN VI Kebun Kayu Aro berikut ini: “Saya dan suami tidak pernah beli baju baru atau sandal yang bagus, paling saat hari raya Idul Fitri, itu juga tidak setiap tahun karena nanti baju dan sandal yang bagus tidak bias dipakai lagi. Kan sayang kalau dipakai untuk ke kebun. Tapi untuk anak baju lebaran selalu dibeli, kalu tidak dia akan iba hati.” (Ibu Try, 44 tahun, Karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro)
81
7.4
Perumahan Keluarga Karyawan Perumahan adalah tingkatan keadaan infastruktur rumah karyawan yang
menunjukkan tingkat kesejahteraan keluarga. Hal dapat terlihat dari status rumah, keadaan rumah, keadaan MCK, alat penerangan, fasilitas komunikasi. Pada prinsipnya perusahaan sudah berusaha untuk memberikan fasilitas perumahan untuk setiap karyawan, namun sebagian besar karyawan telah mampu untuk memiliki rumah pribadi sehingga kebanyakan dari keluarga karyawan tinggak di rumah-rumah pribadi di daerah sekitar perusahaan perkebunan. Rumah yang disediakan oleh perusahaan adalah rumah peninggalan jaman Belanda yang masih dalam kondisi baik dan layak untuk dihuni berupa bangunan semi permanen. Lingkungan membuat karyawan mendirikan rumag pribadi mereka dengan bentuk yang hampir serupa yaitu bangunan yang semi permanen, sepertiga bagian bawah rumah terbuat dari beton dan sisanya terbuat dari papan. Selain mengikuti model yang mereka inginkan, hal ini bertujuan agar suhu di dalam rumah tidak terlalu dingin karena daerah Kayu Aro adalah daerah pegunungan yang suhunya sangat dingin. Rumah yang disediakan oleh perusahaan telah memiliki MCK, begitupula dengan rumah pribadi yang dimiliki oleh keluarga karyawan, walaupun sebagian kecil dari rumah karyawan masih ada yang memiliki dua diantara tiga macam MCK. Untuk penerangan di rumah-rumah karyawan sebagian menggunakan jasa PLN, sedangkan yang belum menggunakan PLN penerangannya dikelola oleh Koperasi Karyawan Aroma Pecco dengan mendapat subsidi dari perusahaan. Perkembangan teknologi yang kini telah merambah ke pelosok daerah-daerah membuat keluarga karyawan yang tinggal di sekitar perusahaan telah memiliki
82
fasilitas komunikasi yaitu handphone, bagi mereka yang tidak memiliki handphone mereka dapat menggunakan jasa warung telepon yang ada di Kayu Aro. Adapun perumahan yang dimiliki keluarga karyawan keluarga laki-laki dan keluarga karyawan perempuan dapat dilihat dari Tabel 17 di bawah ini:
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Perumahan dan Keluarga Karyawan, PTPN VI Kebun Kayu Aro 2009 Perumahan
Keluarga Karyawan Laki-Laki
Karyawan Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Baik
19
63,33
19
63,33
Kurang Baik
11
36,67
11
36,67
Jumlah
30
100,00
30
100,00
Berdasarkan Tabel 17 di atas dapat diketahui bahwa perumahan keluarga karyawan laki-laki dan keluarga karyawan perempuan telah baik. Baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan (63,33 persen) telah memiliki keadaan infastruktur rumah yang baik. Namun, 36,67 persen dari karyawan laki-laki dan perempuan masih memiliki keadaan infastruktur rumah yang kurang baik. Keadaan infrastruktur rumah perempuan yang kurang baik dikarenakan terdapat karyawan perempuan yang tidak memiliki suami sehingga pendapatan hanya bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan karyawan laki-laki jarang sekali yang tidak memiliki istri, bahkan dari semua karyawan semuanya memiliki istri.
83
7.5
Ikhtisar Keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Ayu
Aro secara umum sudah sejahtera. Kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari kesehatan, pendidikan anggota keluarga, pola konsumsi keluarga, dan perumahan. Kesehatan keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI
Kebun Kayu Aro sudah baik karena baik keluarga laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan memiliki status kesehatan yang baik yaitu hanya ≤ 2 kali sakit dalam satu tahun pada tahun lalu dan jenis pengobatan yang dilakukan adalah dengan pergi ke dokter atau rumah sakit karena perusahaan menyediakan sarana pengobatan yaitu Rumah Sakit Kayu Aro (RSKA). Namun demikian, kesehatan keluarga karyawan perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan keluarga karyawan laki-laki karena untuk karyawan laki-laki RSKA dapat diakses oleh dirinya, istri dan anak-anaknya, sementara untuk karyawan perempuan hanya untuk dirinya sendiri. Taraf gizi keluarga karyawan laki-laki dan keluarga karyawan perempuan sudah baik karena baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan yang menjadi sampel makan > 2 kali dalam satu hari dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden sudah mencukupi kebutuhan gizi yaitu kebutuhan karbohidrat dan protein sudah terpenuhi bahkan zat gizi lain seperti lemak, vitamin, dan lainnya juga sudah dipenuhi. Keluarga karyawan PTPN VI Kebun Kayu Aro baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan belum sepenuhnya berhasil menyekolahkan anak mereka. Kurang baiknya tingkat pendidikan keluarga karyawan, selain karena kurangnya biaya ternyata tidak adanya kemauan anak
84
untuk melanjutkan sekolah menjadi alasan utama kurang baiknya pendidikan keluarga. Hal tersebut bukan salah perusahaan perkebunan, akan tetapi karena rendahnya pendidikan orang tua sehingga tidak mampu memberi motivasi kepada anak-anaknya dan tidak terdapat contoh orang yang berpendidikan yang berhasil di kalangan mereka. Pola konsumsi keluarga karyawan yang menjadi sampel pada umumnya lebih banyak pada konsumsi makanan daripada konsumsi non makanan karena mereka lebih mengutamakan kebutuhan pokok makanan daripada kebutuhan lainnya. Kondisi mereka yang setiap hari bekerja sehingga tidak banyak hal yang lebih penting daripada makanan untuk menjaga kesehatan mereka. Perumahan karyawan laki-laki dan karyawan perempuan telah baik. Baik keluarga karyawan laki-laki maupun keluarga karyawan perempuan telah memiliki keadaan infastruktur rumah yang baik. Walaupun sebagian kecil keluarga karyawan perempuan masih memiliki keadaan infastruktur rumah yang kurang baik. Pada kasus keluarga karyawan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro ternyata tidak ada hubungan antara jumlah anak yang menjadi tanggungan keluarga dengan kesejahteraan keluarga. Hal ini karena kebanyakan dari keluarga karyawan memiliki jumlah anak yang sedikit karena adanya program KB dari perusahaan dan usia karyawan yang kebanyakan sudah tua sehingga anak mereka sudah tidak menjadi tanggungannya. Perbedaan kesejahteraan keluarga karyawan juga disebakan oleh pendapatan keluarga karyawan di luar pendapatan karyawan yang bersumber dari perusahaan.