IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.L Saat Muncul Tunas (hari) Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis secara statistik menunjukkan pengaruh nyata (Lampiran 5). Data hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% disajikan pada label 1. label 1. Rerata saat muncul tunas eksplan panili pada pemberian berbagai konsentrasi Kinetin dan l A A secara in vitro. Perlakuan Saat muncul tunas (hari) ZPT4 22,41 a 22,77 a ZPT2 23,00 a ZPT5 23,44 a ZPT3 24,41 a ZPTl 29,05 ab ZPT6 29,94 be ZPT8 30,33 be ZPT9 32,33 c ZPT7 Angka-angka yang diikuti oleli notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan ZPT4 berbeda nyata terhadap ZPT8, ZPT9, ZPT7 sedangkan ZPT6 berbeda tidak nyata dengan ZPT8 dan ZPT9. Pemberian kombinasi Kinetin (0,2-0,4 ppm) dan l A A (1-3 ppm) peningkatan konsentrasi Kinetin menjadi 0,6 ppm yang dikombinasikan dengan lAA
(1-3 ppm) temyata memperlambat saat munculnya tunas. Hal ini
menunjukkan
bahwa
kombinasi
sitokinin
dan
auksin
eksogen
mampu
mempercepat mimculnya tunas eksplan panili Pernunculan tunas lebih cepat terdapat pada kombinasi ZPT4, hal ini menunjukkan peningkatan pemberian konsentrasi Kinetin (0,4 ppm) mampu mendorong
eksplan
untuk
mempercepat
terbentuknya
tunas,
sedangkan
konsentrasi yang lebih tinggi pada ZPT7 memperlihatkan semakin lambat
17
pernunculan tunas pada eksplan panili. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mariska dan Sukmadjaya (1987), yang menunjukkan bahwa tunas majemuk pada panili dapat muncul pada penambahan Kinetin 0,2 ppm dan 0,4 ppm. Kinetin memberikan respon terhadap diferensiasi tunas dan batang panili, semakin tinggi konsentrasi yang diberikan dapat memperlambat munculnya tunas. Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang diberikan dapat menjadi penghambat pertumbuhan tanaman. Selama berlangsungnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman panili, aktifitas fisiologis di dalam jaringan tanaman akan lebih baik jika dibantu oleh ZPT yang mendukung pertumbuhan tanaman. Pemberian l A A memberikan pengaruh yang baik terhadap munculnya tunas, hal ini disebabkan karena ZPT tersebut dapat juga meningkatkan rangsangan pada daerah meristematik sehingga dengan lAA akan lebih memperpendek waktu untuk pembentukan tunas. Menurut Wattimena (1991), apabila auksin yang terdapat pada daerah meristematik tanaman dirangsang lagi dengan auksin eksogen seperti l A A maka auksin yang terdapat pada tanaman akan terangsang lagi untuk memacu pertumbuhan tanaman. Auksin banyak terbentuk pada ujung-ujung meristem dan bagian tanaman yang sedang mengalami perkembangan. Pemberian auksin dapat membantu pola pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tanaman seperti pada tunas dan akar apabila sesuai dengan kebutuhan tanaman, karena salah satu peranan auksin adalah untuk merangsang pembentukan timas (Gardner, dkk. 1991). Diduga pemberian auksin sintetik ini tidak terlihat pengaruhnya pada satu indikator saja tetapi juga mempengaruhi pada indikator lainnya. Pengaruh sitokinin pada Kinetin yang memberikan hasil cenderung ke arah pembentukan tunas dan batang (Abidin, 1985).
18
4.1.2. Saat Muncul Akar (hari) Hasil pengamataii terhadap parameter saa,t muncul akar setelah dianalisis secara statistik menunjukkan pengaruh (Lampiran 5). Data hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rerata saat muncul akar eksplan panili pada pemberian berbagai konsentrasi Kinetin dan l A A secara in vitro. Perlakuan Saat muncul akar (hari) ZPT4 5,52 a ZPTl 5,66 a ZPT7 5,77 a ZPT8 8,77 b ZPT5 8,88 b ZPT2 9,83 b ZPT6 9,83 b ZPT3 10,11 b ZPT9 10,11 b Angka-angka yang diikuti oieli notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan ZPT4, ZPTl dan ZPT7 berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini menunjukkan l A A telah bekerja sinergis dengan peningkatan
Kinetin.
konsentrasi
l A A mempengaruhi
pembentukan
l A A (2-3 ppm) cenderung
akar
dimana
rnemperlambat
saat
munculnya akar. George dan Sherrington (1984) menyatakan bahwa pemberian auksin dengan konsentrasi tinggi pada umumnya akan menekan pembentukan akar. Kombinasi l A A dan Kinetin dapat menentukan arah pertumbuhan tanaman. Pembesaran tanaman disebabkan adanya akumulasi vmsur hara yang diserap oleh tanaman melalui akar. Dengan pemberian l A A yang berperan mempercepat munculnya akar, meningkatkan jiamlah dan panjang akar maka unsur
hara
yang diserap
oleh tanaman
akan
semakin tinggi. Menurut
Dwidjosaputro (1995) bahwa akar merupakan daerah akumulasi pertumbuhan
19
tanaman khususnya pada tanaman yang masih muda sehingga dengan pemberian auksin
dapat
mendorong
pertumbuhan
vegetatif
tanaman
diantaranya
mempercepat munculnya akar. Kemampuan akar untuk menyerap unsur hara lebih berperan dalam pertumbuhan pucuk pada umunmya untuk pembentukan daun muda. Akar dianggap
sebagai
mempengaruhi
sumber
utama
pertumbuhan
dan
pengatur
pertumbuhan
perkembangan
tanaman
secara
karena
keseluruhan
(Gardner, dkk. 1985). Hal ini menunjukkan bahwa diperlnkan Kinetin yang dikombinasikan dengan l A A untuk pertumbuhan akar pada pertumbuhan eksplan panili. Ujung akar pada eksplan tanaman panili tumbuh terus di dalam media, terlihat
kokoh
dan
panjang,
diduga karena
pengaruh
pemberian l A A .
Raharja (1988) menyatakan bahwa auksin adalah senyawa yang mampu menyebabkan pemanjangan sel pada jaringan tanaman muda, pertumbuhan buah dan pembentukan akar, diantaranya adalah IBA, N A A dan l A A . Menurut Simatupang (1992) pengaruh penambahan l A A mendorong pertumbuhan akar terhadap pertumbuhan ercis (Pisum sativum). Ujung akar yang terus tumbuh akan memperluas permukaan kontak antara akar dan media, juga memperluas wilayah penjelajahan akar di dalam media (Lakitan, 1996). Akar yang tumbuh pada panili umiamnya mimcul untuk mendukung pertumbuhan eksplan. Pada tanaman ini sering terdapat akar yang muncul sebagai akar adventif, akar ini tidak masuk ke media tetapi pemanjangannya berada di atas media, kadang juga akar ini disebut dengan akar gantung.
20
Konsentrasi yang dibutuhkan masing-masing senyawa dapat beraneka ragam
tergantung pada jenis tanaman yang dikulturkan, keadaan lingkungan
kultur dan jenis senyawa yang dipakai (Gunawan, 1995). George dan Sherrington (1984) mengemukakan bahwa kombinasi auksin dan sitokinin tidak selalu memberikan hasil yang sama, yaitu pemberian auksin dengan konsentrasi yang relatif lebih tinggi dari pada sitokinin, maka diferensiasi tunas cenderung akan membentuk primordial akar.
4.1.3. Jumlah Ruas Batang (ruas) Hasil pengamatan terhadap parameter jumlah ruas batang setelah dianalisis secara statistik menunjukkan pengaruh tidak nyata (Lampiran 5). Data hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rerata jumlah ruas batang eksplan panili pada pemberian berbagai konsentrasi Kinetin dan l A A secara in vitro. Perlakuan Jumlah ruas batang (ruas) 3,36 a ZPTl 3,44 a ZPT7 3,55 a ZPT2 3,44 a ZPT3 3,61 a ZPT8 ZPT4 3,75 ab 3,77 ab ZPT9 4,02 ab ZPT6 4,33 b ZPT5 Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan ZPTl berbeda tidak nyata terhadap semua perlakuan tetapi berbeda nyata terhadap ZPT5. Hal ini memperlihatkan bahwa konsentrasi l A A dan Kinetin berbeda yang diberikan belum memacu dan mendukung diferensiasi ruas batang, sehingga pertambahan
21
jumlah ruas tanaman panili belum meningkat sedangkan dengan ZPT5 ruas batang tanaman panili meningkat. Perlakuan ZPT5 adalah yang tcrb::;Ic dibandingkan dengan lainnya, karena terdapat jumlah ruas batang eksplan terbanyak, yaitu ratarata 4,33 ruas/batang. Pertambahan jumlah ruas batang eksplan dipengaruhi oleh Kinetin yang memberikan respon positif terhadap jumlah ruas batang. Pemberian kinetin akan meningkatkan kemampuan eksplan berdiferensiasi. Sesuai dengan pendapat Suryowinoto (2000) menyatakan bahwa Kinetin merupakan hormon tumbuhan yang berperan dalam pembelahan sel dan diferensiasi sel, sehingga dengan pemberian Kinetin akan memacu kemampuan tanaman untuk berdiferensiasi. Konsentrasi 0,4 ppm Kinetin yang dikombinasikan dengan 1 ppm l A A memperlihatkan jumlah ruas lebih banyak. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi Kinetin telah mampu merangsang pembelahan sel, memecah dormansi sel dan perpanjangan sel. Kinetin adalah golongan sitokinin yang merupakan turunan dari adenin
yang
berfungsi
mendorong
pembelahan
sel,
morfogenesis
dan
memperlambat degradasi klorofil (Krishnamoorty, 1981). Pemberian 2 ppm l A A membantu memacu pembelahan sel sehingga mampu meningkatkan jumlah ruas pada tanaman, mendorong pembesaran sel-sel pada koleoptil dan ruas-ruas tanaman. Pembesaran sel terutama terjadi diikuti dengan bertambahnya berat dan volume sel, selanjutnya juga akan bertambahnya berat dan ukuran tanaman itu sendiri (Wattimena, 1991). Semakin banyak jumlah ruas berpengaruh terhadap perbanyakan panili, semakin banyak ruas tentunya akan mempercepat dan mempermudah perbanyakan panili.
22
4.1.4. Persentase Keberhasilan (%) Hasil pengamatan terhadap parameter persentase keberhasilan setelah dianalisis secara statistik menunjukkan pengaruh tidak nyata (Lampiran 5). Data hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata persentase keberhasilan eksplan panili tunbuh pada pemberian berbagai konsentrasi Kinetin dan l A A secara in vitro. Perlakuan Persentase keberhasilan (%) 58,333 a ZPT5 ZPT2 66,667 a ZPT8 66,667 a ZPTl 75,000 a ZPT7 75,000 a ZPT3 75,000 a ZPT9 75,000 a ZPT4 83,333 a ZPT6 83,333 a Angka-angka yang diikuti oleii notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%
Data pada Tabel 4 menimjukkan bahwa semua pemberian kombinasi Kinetin dan l A A tidak berpengaruh nyata terhadap persentase keberhasilan tumbuh eksplan panili. Hal ini menunjukkan bahwa persentase keberhasilan pada penelitian ini lebih disebabkan oleh kontaminasi. Persentase tumbuh eksplan panili pada media MS mencapai 58,3 % - 83,3 %. Persentase tertinggi pada perlakuan ZPT4 dan ZPT6 sebanyak 83,3 % dan terendah yaitu ZPT5 sebanyak 58,3 %. Keberhasilan kultur jaringan juga dipengaruhi oleh bahan tanaman (eksplan) dan keadaan lingkungan kultur (Conger, 1981). Kontaminasi ekstemal bisa diatasi dengan teknik sterilisasi permukaan, sedangkan kontaminasi internal, sterilisasi permukaan tidak bisa diharapkan. Sesuai dengan pendapat Gunawan (1988) yang menyatakan bahwa kontaminasi internal sangat sulit diatasi, karena sterilisasi permukaan tidak menyelesaikan masalah.
23
Kontaminasi yang terjadi pada percobaan ini tergolong tinggi yaitu ratarata 26,88 %. Seluruh kontaminasi yang terjadi disebabkan oleh cendawan dan telah terlihat pada 4 hari hari setelah tanam. Beberapa cendawan yang menyerang eksplan panili yang ditanam secara in vitro dengan karakteristik, berwama putih, berserabut, terdapat pada eksplan yang akan menyebar keseluruh media, ada juga cendawan yang berwana jingga dengan serabut putih disekelilingnya, terdapat pada eksplan dan media serta cendawan yang berwama hitam, berserabut, menyerupai debu, menyebar pada seluruh media dan eksplan. Serangan
cendawan ini akan menghentikan
pertumbuhan dan morfogenesis eksplan. Eksplan yang mati selain diserang oleh cendawan juga karena pencoklatan (browning). Proses pencoklatan kultur dimulai sejak 7 hari setelah tanam. Bagian eksplan yang mengalami pelukaan mengeluarkan senyawa
fenolik
yang
menyebabkan timbulnya wama coklat pada eksplan. Diduga senyawa fenolik meracuni eksplan secara keseluruhan hingga akhimya mati. Kematian eksplan mempakan suatu proses fisiologi yang dipengaruhi fungsi sel. Jika fungsi normalnya terganggu struktur yang ada bembah secara meluas sehingga tidak terjadi pembentukan protoplas dan akhimya sel mati. Pierik (1987) menyatakan bahwa proses browning disebabkan oleh akti vitas enzim pengoksidasi seperti polifenol oksidase dari dalam eksplan yang terbentuk
pada saat jaringan atau eksplan dilukai, sehingga kematian karena
pencoklatan lebih sukar diatasi daripada kontaminasi.