HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan sangat berpengaruh dalam memenuhi kehidupan ternak baik untuk hidup pokok, produksi serta reproduksi dari ternak. Konsumsi pakan anak domba pra sapih dicantumkan pada Tabel 8. Tabel 8. KonsumsiPakan Anak Domba Pra Sapih Peubah Konsumsi Bahan Kering MR ** (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Hijauan (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Konsentrat (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Total (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Konsumsi Protein MR ** (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Hijauan (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Konsentrat (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Total (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Konsumsi Energi MR ** (kal/g/ekor/hari) (kal/g/kg BB0.75/hari) Hijauan (kal/g/ekor/hari) (kal/g/kg BB0.75/hari) Konsentrat (kal/g/ekor/hari) (kal/g/kg BB0.75/hari) Total (kal/g/ekor/hari) (kal/g/kg BB0.75/hari)
14-20 hari
P2* 21-40 hari
41-60 hari
83,86 27,97 19,48 6,67 21,53 7,50 124,87 42,14
121,98 34,75 34,95 10,03 31,61 9,09 188,54 53,87
96,71 24,03 41,25 10,33 41,17 10,38 179,13 44,74
100,85±25,36 28,92±6,67 31,89±12,62 9,01±2,90 31,43±11,24 8,99±3,08 164,18±31,25 47,05±6,40
22,03 7,35 1,69 0,58 4,13 1,44 27,86 9,37
32,05 9,13 3,04 0,87 6,07 1,74 41,15 11,75
25,41 6,31 3,59 0,90 7,90 1,99 36,9 9,25
26,49±6,66 7,59±1,75 2,55±1,1 0,78±0,25 6,46±2,16 1,73±0,59 35,30±6,82 10,10±1,55
3.089,50 1.030,48 836,45 286,33 1.010,45 352,05 4.936,40 1.668,85
4.493,90 1.280,30 1.500,90 430,63 1.483,30 424,67 7.478,10 2.137,61
3.562,92 885,28 1.771,15 443,52 1.932,13 487,33 7.266,20 1.816,12
3.715,44±934,29 1.065,35±245,85 1.369,50±541,95 386,83±124,39 1.475,29±527,35 422,01±144,58 6.560,23±1265,96 1.874,19±258,5
Keterangan : *) P2 : sumber susu berasal dari Milk Replacer **) MR : milk replacer
Rata-rata±SD
Sumber nutrien domba yang baru lahir sampai pra sapih sebagian besar berasal dari susu dan mulai sedikit tambahan asupan nutrien yang berasal dari mengkonsumsi konsentrat dan hijauan. Hal tersebut dikarenakan rumen domba belum dapat berfungsi dengan sempurna sampai domba berusia ± 4 minggu (Tiesnamurti et al., 2002). Konsumsi anak pra sapih hanya dapat diperoleh dari anak domba yang dipisahkan dari induknya dan mengkonsumsi milk replacer, sedangkan konsumsi anak pra sapih pada anak domba yang tetap dikandangkan bersama induknya (P1) tidak dapat dihitung karena anak mengkonsumsi susu yang berasal dari induknya dan mengkonsumsi hijauan dan konsentrat bersamaan dengan induknya. Konsumsi Bahan Kering Sebelum disapih anak domba mengkonsumsi susu sebagai pakan utamanya. Pada penelitian ini rataan konsumsi BK milk replacer dari ketiga domba adalah 100,85 g/ekor/hari. Konsumsi milk replacer pada usia 14-20 hari lebih rendah dibandingkan konsumsi pada usia 21-40 dan 40-60 hari, dan konsumsi tertinggi yaitu pada usia 21-40 hari, hal tersebut dikarenakan pada usia 14-20 hari anak domba masih beradabtasi dengan milk replacer yang diberikan, sedangkan pada usia 40-60 hari, anak domba mulai beralih ke pakan padat sehingga konsumsi milk replacer akan menurun. Nilai konsumsi milk replacer pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil yang diperoleh Chiou dan Jordan (1973) yang melakukan penelitian dengan memberikan milk replacer dengan kandungan lemak berbeda dengan rataan 180 g/ekor/hari. Hal tersebut dapat disebabkan kualitas milk replacer yang digunakan berbeda. Frekuensi pemberian juga sangat mempengaruhi. Pada penelitian yang dilakukan Chiou dan Jordan (1973) milk replacer diberikan secara ad libitum sedangkan pada penelitian ini milk replacer hanya diberikan tiga kali dalam sehari. Konsumsi BK pada anak domba yang mengkonsumsi susu induk (P1) tidak dapat dihitung dengan pasti. Estimasi hanya dapat dilakukan dengan melihat pertambahan bobot badan anak. Dove (1988) menyatakan bahwa untuk menghasilkan 1 kg pertambahan bobot badan anak, anak domba perlu mengkonsumsi susu sebanyak 6 kg. Dengan menggunakan persamaan tersebut maka konsumsi susu domba P1 adalah sebesar 118,45 g/ekor/hari. Jika dibandingkan dengan konsumsi 21
milk replacer, maka tentu saja konsumsi susu induk lebih banyak dibandingkan milk replacer. Faktor yang mempengaruhi konsumsi tersebut antara lain palatabilitas susu, keadaan di dalam kandang serta lingkungannya, frekuensi menyusu dan kandungan nutrien dalam susu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999) yang menyatakan bahwa konsumsi pakan sangat tergantung pada ternak yang bersangkutan, makanan yang diberikan, dan lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara (Parakkasi, 1999). Anak yang tetap dikandangkan bersama induknya akan lebih merasa nyaman sehingga tidak menimbulkan stres yang mengakibatkan turunnya konsumsi pakan. Faktor lain juga dapat disebabkan frekuensi pemberian yang berbeda, anak yang mengkonsumsi susu induknya (P1) dapat kapan saja menyusu sedangkan tidak demikian dengan anak yang diberi milk replacer, namun nilai tersebut belum dapat dibandingkan dengan perlakuan karena konsumsi pakan lain seperti hijauan dan konsentrat tidak dapat dihitung. Anak mulai belajar mengkonsumsi konsentrat dan hijauan setelah berusia 3-4 minggu. Konsumsi konsentrat dan hijauan pada anak yang dikandangkan bersama induknya tidak dapat dihitung, karena anak menkonsumsi pakan induknya. Untuk anak yang di beri milk replacer rata-rata konsumsi konsentrat dan hijauannya yaitu 63,32 g/ekor/hari, dengan konsumsi hijauan sebesar 31,89 g/ekor/hari dan konsumsi konsentrat sebesar 31,43 g/ekor/hari. Konsumsi tersebut lebih rendah dibandingkan konsumsi pakan yang diperoleh oleh Widaningsih dan Nurdiani (2000) yang memperoleh hasil konsumsi pakan pada anak domba umur 5 minggu dan 10 minggu masing-masing berturut-turut sebesar 50 g/ekor/hari dan 350 g/ekor/hari. Konsumsi hijauan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan konsumsi konsentrat, namun pada usia 14-20 hari konsumsi konsentrat lebih tinggi dibandingkan konsumsi hijauan, yaitu masing-masing berturut-turut sebesar 21,53 g/ekor/hari dan 19,48 g/ekor/hari. Hal tersebut dapat disebabkan karena belum berfungsi dengan sempurnanya rumen domba pada usia 14-20 hari, sehingga anak akan lebih senang mengkonsumsi konsentrat karena lebih mudah dicerna. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999) yang menyatakan konsentrat untuk domba memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna. Konsumsi hijauan dan konsentrat pra sapih sangat berguna untuk merangsang perkembangan saluran pencernaan agar segera mampu mengkonsumsi pakan dalam 22
jumlah banyak sebagaimana layaknya ternak ruminansia. Pemberian konsentrat akan memacu pertumbuhan bobot badan lebih tinggi, sehingga dapat disapih pada usia lebih dini saat telah mencapai bobot sapih (Ginting, 2009). Konsumsi Protein Kasar Konsumsi protein kasar milk replacer pada penelitian ini adalah 26,49 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi protein kasar pakan tambahan berupa konsentrat dan hijauan pada anak domba usia 14-60 hari adalah 9,04 g/ekor/hari. Konsumsi protein tertinggi berasal dari milk replacer. Hal tersebut karena konsumsi BK milk replacer yang lebih tinggi dibandingkan konsumsi BK konsentrat dan hijauan. Konsumsi BK pakan berkorelasi positif dengan konsumsi protein pakan, semakin tinggi konsumsi BK pakan maka semakin tinggi pula konsumsi protein pakan (Sudarman et al., 2008), selain itu kandungan protein kasar dalam pakan juga mempengaruhi konsumsi protein, semakin tinggi kandungan protein dalam pakan maka konsumsi protein akan semakin tinggi (Boorman, 1980). Konsumsi Energi Energi yang diperoleh anak domba pra sapih berasal dari milk replacer dan pakan tambahan berupa hijauan dan konsentrat. Konsumsi gross energi anak domba usia 14-60 hari adalah 6.560,23 kal/g/ekor/hari. Sumber energi terbanyak yang diperoleh oleh anak domba pra sapih berasal dari milk replacer, hal tersebut karena pakan anak pra sapih masih sangat bergantung pada susu, energi yang diperoleh anak domba pra sapih tentu saja sebagian besar berasal dari susu dan sedikit tambahan energi yang diperoleh dari pakan tambahan berupa konsentrat dan hijauan. Faktorfaktor yang mempengaruhi konsumsi energi pada ternak ruminansia adalah umur, bangsa, ukuran tubuh, aktivitas, laju pertumbuhan, metabolisme, suhu lingkungan (Ensminger, 1990), pertambahan bobot hidup dan konsumsi pakan (Soeparno, 1998).
23
Konsumsi Pakan Pasca Sapih Penyapihan pada anak domba dilakukan setelah memasuki usia 60 hari. Aaron et al. (1997) melaporkan bahwa penyapihan domba anak pada umur60 hari tidak mengganggu pertumbuhan anakselanjutnya. Setelah disapih, anak domba akan mengkonsumsi pakan padat berupa konsentrat dan hijauan untuk memenuhi kebutuhan nutriennya. Konsumsi bahan kering, protein kasar, dan energi anak domba pasca sapih dicantumkan pada Tabel 9. Tabel 9. Konsumsi Pakan Anak Domba Pasca Sapih Perlakuan*
Peubah
P1
P2
104,83±11,77a
87,9±7,78b
20,33±2,68 96,22±8,10
19,32±0,96 80,71±3,69
18,66±1,99 201,04±19,86a
17,78±1,22 168,61±10,20b
38,98±4,66
37,10±1,68
9,12±1,02a
7,65±0,68b
(g/kg BB0.75/hari)
1,77±0,23
1,68±0,08
Konsentrat (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Total (g/ekor/hari)
18,47±1,56 3,58±0,38 27,59±2,58
16,63±0,76 3,41±0,23 23,14±1,21
(g/kg BB0.75/hari) Konsumsi Energi Hijauan (kal/g/ekor/hari)
5,35±0,61
5,10±0,26
4501,26±505,54
3774,43±334,02
/hari)
872,82±115,16
829,56±41,06
Konsentrat (kal/g/ekor/hari) (kal/g/kg BB0.75/hari)
4515,45±380,40 875,48±93,19
3787,56±173,20 834,59±57,06
9.016,71±885,14a 1.748,304±207,92
7.561,99±449,36b 1.664,15±76,25
Konsumsi Bahan Kering Hijauan (g/ekor/hari) (g/kg BB0.75/hari) Konsentrat (g/ekor/hari) Total
(g/kg BB0.75/hari) (g/ekor/hari)
(g/kg BB0.75/hari) Konsumsi Protein Hijauan (g/ekor/hari)
0.75
(kal/g/kg BB
Total
(kal/g/ekor/hari) (kal/g/kg BB0.75/hari)
Keterangan : *) P1: Susu Induk; P2: Milk Replacer **) Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)
24
Konsumsi Bahan Kering Anak domba disapih setelah memasuki usia 60 hari. Domba yang dikandangkan bersama induknya dipindahkan ke kandang individu dan mulai mengkonsumsi hijauan dan konsentrat 100%, sedangkan domba yang diberi milk replacer tidak diberikan susu lagi dan mulai mengkonsumsi konsentrat dan hijauan 100%. Konsumsi BK pakan pada anak domba usia 60-90 hari memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) untuk kedua perlakuan (Tabel 9). Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan bobot sapih anak domba untuk kedua perlakuan sehingga anak domba yang memiliki bobot badan lebih tinggi akan memperoleh pakan yang lebih banyak, namun konsumsi yang dihitung berdasarkan bobot badan metabolisme menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) untuk kedua perlakuan (Tabel 9). Hal tersebut dikarenakan seluruh domba mendapatkan pakan yang sama sehingga nutrien yang diperoleh dari pakan juga sama. Ternak akan mengkonsumsi jumlah tertentu sesuai dengan konsentrasi nutrisi dalam pakannya terutama kandungan energinya. Konsumsi pakan akan berkorelasi positif dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkan. Konsumsi ternak sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, umur, kesehatan, tingkat produksi, bentuk pakan, dan palatabilitas (Tobing, 2010), selain itu domba masih beradaptasi dengan perubahan pakan, sehingga anak domba baik yang memperoleh susu dari induknya maupun yang diberikan milk replacer sama-sama mengalami penurunan konsumsi pada awal penyapihan dikarenakan masih mengalami stres pasca penyapihan. Konsumsi BK pada penelitian ini adalah 168,61-201,04 g/ekor/hari atau jika dihitung berdasarkan bobot badan metabolisme adalah 37,10-38,98 g/kg BB0.75. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan hasil yang diperoleh pada penelitian Hidajati et al. (2002) yang mendapatkan konsumsi bahan kering pada domba persilangan yang lepas sapih adalah 510,88-516,43 g/ekor/hari. Perbedaan nilai tersebut dikarenakan domba yang digunakan pada penelitian Hidajati et al. (2002) memiliki bobot badan yang lebih tinggi yaitu rata-rata 12,05 kg/ekor, sedangkan domba yang digunakan pada penelitian ini hanya memiliki bobot badan 6,80-9,87 kg. Penelitian ini juga hanya melihat performa domba setelah satu bulan pasca sapih, sehingga penurunan 25
konsumsi pakan yang terjadi akibat stres pasca penyapihan akan sangat mempengaruhi konsumsi pakan. Konsumsi Protein Kasar Konsumsi protein anak domba usia 60-90 hari tidak memiliki perbedaan yang nyata (P>0,05) untuk kedua perlakuan (Tabel 9), begitu pula pada konsumsi protein kasar berdasarkan bobot metabolisme. Konsumsi yang tidak berbeda tersebut dikarenakan pakan yang diberikan sama, sehingga konsumsi BK kedua perlakuanpun sama. Konsumsi energi yang hampir sama pada kedua perlakuan juga mempengaruhi konsumsi protein. Semakin tinggi konsumsi energi maka konsumsi protein juga akan semakin tinggi, hal tersebut dikarenakan pemanfaatan protein untuk diubah menjadi protein tubuh memerlukan ketersediaan energi yang cukup (Chowdhury dan Orskov, 1997). Konsumsi protein pakan pada penelitian ini berkisar 23,14-27,59 g/hari. Konsumsi PK pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil yang diperoleh pada penelitian Mahesti (2009) yaitu sebesar 32,55-57,92 g/hari. Hal tersebut dikarenakan penelitian ini hanya dilakukan sampai satu bulan pasca sapih. Waktu tersebut adalah waktu dimana anak domba masih mengalami stres pasca penyapihan, sehingga konsumsi pakan rendah. Bobot badan domba yang digunakan juga sangat mempengaruhi. Bobot badan domba yang digunakan pada penelitian ini adalah 6,89,87 kg, sedangkan bobot badan domba yang digunakan pada penelitian Mahesti (2009) adalah 10-18 kg. Konsumsi Energi Konsumsi energi pada domba usia 60-90 hari memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) pada kedua perlakuan (Tabel 9), hal tersebut dikarenakan bobot badan anak domba saat disapih memiliki perbedaan yang cukup jauh, sehingga pemberian bahan kering pada domba kontrol lebih banyak dibandingkan domba yang diberi milk replacer. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soeparno (1998) bahwa konsumsi energi akan sangat dipengaruhi oleh pertambahan bobot hidup dan konsumsi pakan. Namun pada konsumsi energi berdasarkan bobot metabolisme konsumsi tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) untuk kedua perlakuan (Tabel 9). Hal tersebut menandakan kedua domba 26
memiliki konsumsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan energi tubuhnya. Hal tersebut dikarenakan domba memiliki kondisi yang hampir sama yaitu mengalami stres akibat penyapihan. Konsumsi energi pada penelitian ini berkisar 756,20-901,67 Kal/hari. Konsumsi tersebut lebih rendah dari hasil yang diperoleh pada penelitian Tondok (2011) yang mendapatkan konsumsi energi sebesar 1984-2137,19 Kal/hari. Perbedaan tersebut dikarenakan bobot badan domba yang digunakan pada penelitian Tondok (2011) lebih tinggi yaitu 13 kg dibandingkan bobot badan domba pada penelitian ini yaitu 6,8-9,87 kg. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan Bobot Badan Pra Sapih Pertambahan Bobot Badan antara domba yang diberikan susu induk dengan domba yang diberikan milk replacer menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) (Tabel 10). Pertambahan bobot badan anak domba yang mendapatkan asupan susu yang berasal dari induknya memiliki pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan domba anak yang diberikan milk replacer. Penyebab dari rendahnya PBB anak yang diberikan milk replacer salah satunya adalah lebih rendahnya kualitas dari milk replacer jika dibandingkan dengan susu induk. Hal tersebut dapat dilihat pada kandungan protein dan lemak milk replacer yang lebih rendah dibandingkan susu induk (Tabel 6). Faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah stres yang dialami karena dipisahkan lebih awal dengan induknya. Anak juga cenderung mengikuti pola makan induknya, sehingga anak yang dikandangkan bersama induknya akan cenderung lebih banyak mengkonsumsi konsentrat dan hijauan dibandingkan anak yang dipisahkan dengan induknya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hidajati et al. (2002) yang menyatakan bahwa ternak yang dikandangkan pada kandang individu akan mengalami stres yang lebih tinggi dibandingkan ternak yang dikandangkan pada kandang kelompok sehingga akan mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badannya. Anak yang diberi milk replacer dikandangkan secara individu sejak usia dua minggu, sedangkan anak yang mengkonsumsi susu induknya dikandangkan sekelompok dengan induknya sehingga tidak mengalami stres yang berlebihan. 27
Tabel 10. Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Anak Domba Pra Sapih Peubah BB hari ke-14 (kg/ekor) BB hari ke-60 (kg/ekor) PBB hari ke 14-60 (g/ekor/hari)
Perlakuan* P1
P2
3,6±0,2 8,27±0,70
4,06±0,6 a
115,66±17,68a
6,80±0,53b 61,53±13,00b
Keterangan : *) P1: susu induk; P2: milk replacer **) Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)
Inounu et al. (1996) melaporkan pada hasil penelitiannya bahwa pertambahan bobot badan harian anak domba kembar dua yang dipelihara selama 0-3 bulan adalah 96,00 g, sedangkan pada domba Garut Inounu et al. (2003) melaporkan pertambahan bobot badan harian anak domba kembar dua adalah 91,76 g. Angka tersebut lebih rendah dari pertambahan bobot badan pada anak domba yang mengkonsumsi susu induknya pada penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan produksi susu induk domba yang tinggi akibat melahirkan anak kembar hanya dikonsumsi oleh satu anak saja setelah anak yang lainnya dipisah. Induk yang melahirkan anak kembar dua memiliki produksi susu 10% lebih tinggi dibandingkan induk yang melahirkan anak tunggal (Tiesnamurti et al., 2002). Di sisi lain, nilai yang diperoleh Inounu et al. (1996) dan Inounu et al. (2003) lebih tinggi dari pertambahan bobot badan harian pada domba yang diberi milk replacer. Penyebab hal tersebut terjadi salah satunya dikarenakan frekuensi pemberian milk replacer yang hanya tiga kali dalam sehari. Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2006), pertambahan bobot badan harian domba kembar sebesar 66,40 g. Nilai tersebut hampir sama dengan pertambahan bobot badan harian pada anak domba yang diberikan milk replacer, oleh sebab itu meskipun pertambahan bobot badan harian anak domba yang diberi milk replacer rendah, nilai tersebut masih dapat dikategorikan normal. Bobot Sapih Bobot sapih diperoleh setelah domba berusia dua bulan atau lebih. Penyapihan dapat dilakukan setelah anak domba tidak terlalu menggantungkan konsumsinya hanya pada susu, dan telah mengkonsumsi pakan padat dengan cukup
28
baik (Tiesnamurti et al., 2002). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapang, maka anak domba telah dapat disapih pada usia 60 hari, hal tersebut terlihat dari semakin berkurangnya frekuensi menyusui pada anak domba yang dikandangkan bersama induknya. Penyapihan dilakukan pada usia 60 hari juga dikarenakan pada penelitian ini terbukti bahwa anak domba dapat dipisahkan sejak memasuki usia 14 hari (Gambar 2). Anak domba P2 yang dipisahkan dengan induknya sejak usia 14 hari, terbukti dapat bertahan hidup dengan bobot badan yang selalu bertambah setiap minggunya meskipun pertambahan bobot badannya tidak sebaik anak domba P1. Hal tersebut semakin menguatkan bahwa penyapihan dini tidak memberikan efek buruk selama anak domba memperoleh pakan yang berkualitas baik dan mampu memenuhi kebutuhan nutrient tubuhnya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan kedua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap bobot sapih anak domba (Tabel 10). Hal tersebut dikarenakan pertambahan bobot badan anak yang diberikan milk replacer lebih rendah dibandingkan pertambahan bobot badan anak domba yang mengkonsumsi susu induk. Bobot sapih berkorelasi positif terhadap laju pertumbuhan, bobot lahir dan bobot hidup ternak (Wijono et al., 2006). Tiesnamurti et al. (2002) juga menyatakan bahwa bobot sapih sangat dipengaruhi oleh bobot lahir, kemampuan induk menyediakan susu, dan agresivitas anak menyusu. Meskipun bobot lahir anak yang diberikan milk replacer lebih tinggi dari bobot lahir anak domba kontrol, namun agresivitas anak dalam menyusu pada induknya pasti akan lebih tinggi dibandingkan anak yang diberi milk replacer. Hal tersebut tentu karena anak domba kontrol akan merasa lebih nyaman dan tidak diperlukannya masa adaptasi sehingga tidak terjadi masa stres sebelum penyapihan. Masing-masing anak domba yang diberi milk replacer juga menunjukkan adanya perbedaan agresivitas dalam mengkonsumsi milk replacer. Tipe kelahiran juga mempengaruhi agresivitas anak dalam menyusui, anak yang lahir kembar akan memiliki agresivitas menyusui yang lebih rendah dibandingkan anak tunggal (Tiesnamurti et al., 2002). Bobot sapih pada penelitian ini berkisar 6,80-8,27 kg. Inounu et al. (1996) melaporkan bahwa bobot sapih anak domba kembar yang dipelihara selama 0-3 bulan adalah 10,5 kg. Nilai tersebut kurang dapat dibandingkan dengan hasil penelitian karena waktu penelitian yang berbeda. Hanya jika dikonversi menjadi 3 29
bulan pemeliharaan maka nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan bobot sapih yang didapatkan pada domba yang disusui dengan induknya yaitu 9,9 kg, namun bobot sapih pada penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan bobot sapih yang diperoleh pada penelitian Handiwirawan et al. (1996) untuk domba lokal yang dipelihara secara tradisional di pedesaan Kabupaten Lebak yang memdapatkan bobot sapih 7,58 kg. Hal tersebut dikarenakan adanya kemungkinan perbedaan faktor manajemen pemeliharaan, lingkungan dan genetik. Pertambahan Bobot Badan Pasca Sapih Pertambahan bobot badan pada anak domba yang telah disapih menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) antara kedua perlakuan (Tabel 11). Pertambahan bobot badan anak domba lepas sapih yang diberikan milk replacer hingga berumur dua bulan lebih tinggi dibandingkan dengan anak domba lepas sapih yang menyusui dengan induknya. Hal tersebut dikarenakan tingkat stres domba yang baru disapih dari induknya lebih tinggi daripada domba yang diberi milk replacer, sehingga waktu yang dibutuhkan domba yang diberikan susu induk untuk beradaptasi lebih lama dibandingkan anak domba yang diberi milk replacer. Hal tersebut juga ditandai dengan penurunan bobot badan pada anak domba kontrol pada minggu pertama setelah disapih (hari ke-68), sedangkan pada anak domba yang diberi milk replacer, meskipun mengalami stres karena adanya perubahan pemberian pakan, namun tidak terjadi penurunan bobot badan. Rataan bobot badan anak domba selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 11. Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Anak Domba Pasca Sapih Peubah
Perlakuan* P1
P2
BB hari ke-60 (kg/ekor)
8,27±0,70a
6,80±0,53b
BB hari ke-90 (kg/ekor)
9,87±1,55
8,68±1,13
57,12±31,10b
67,27±29,91a
PBB hari ke 60-90 (g/ekor/hari)
Keterangan : *) P1: susu induk; P2: milk replacer **) Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)
30
Umur disapih
Umur (hari) Gambar 2. Grafik Rataan Bobot Badan Anak Domba Selama Pemeliharaan Bobot badan anak domba kontrol pada hari ke-90 masih lebih tinggi dibandingkan bobot badan anak domba yang diberi perlakuan meskipun pertambahan bobot badan domba kontrol lebih rendah. Berdasarkan hasil analisis, tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) untuk bobot badan hari ke-90 pada kedua perlakuan (Tabel 11). Bobot badan pada hari ke-90 pada penelitian ini berkisar antara 8,68-9,87 kg. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan bobot badan pasca sapih yang diperoleh pada penelitian Subandriyo et al. (2000) yang melakukan penyapihan pada hari ke90, dan mendapatkan bobot badan pasca sapih pada minggu ke-16 atau hari ke-120 sebesar 9,04 kg pada anak domba dengan kelahiran kembar. Pemisahan yang dilakukan pada domba kembar terbukti dapat meningkatkan bobot badan baik pada domba yang tetap dikandangkan bersama induknya maupun domba yang diberi milk replacer. Penyapihan pada hari ke-60 terbukti tidak memberikan efek buruk pada pertumbuhan domba, bahkan pemisahan dengan induk dapat dilakukan pada usia 14 hari sehingga induk dapat segera dikawinkan kembali dan calving interval pada induk domba dapat diperpendek. Pemendekan calving interval merupakan salah satu 31
upaya dalam meningkatkan produktivitas ternak, dimana domba yang biasanya dapat beranak tiga kali dalam 2 tahun diharapkan dapat meningkat menjadi empat kali dalam dua tahun sehingga profit yang diperoleh peternak meningkat. Konversi Pakan Konversi Pakan Pra Sapih Nilai konversi pakan menunjukkan seberapa efisien pakan yang dikonsumsi untuk meningkatkan 1 kg bobot badan. Semakin kecil nilai konversi maka semakin efisienlah pakan yang dikonsumsi ternak tersebut, begitu juga sebaliknya. Konversi pakan pada anak domba usia 14-60 hanya dapat dihitung pada anak domba yang telah dipisah dengan induknya dan mengkonsumsi milk replacer. Konversi Pakan selama pemeliharaan dicantumkan pada Tabel 12. Tabel 12. Konversi Pakan Domba Anak Perlakuan*
Konversi Pakan Usia 14-60 Usia 60-90
P1 -
4,15±1,76
P2 2,75±0,49 2,83±1,09
)
Keterangan : * P1: susu induk; P2: milk replacer
Nilai konversi pakan pada domba yang diberikan milk replacer yaitu 2,75±0,49. Hal tersebut menunjukkan anak domba membutuhkan 2,75 kg pakan untuk meningkatkan 1 kg bobot badannya. Angka tersebut cukup tinggi yang menandakan bahwa milk replacer ternyata memiliki tingkat keefisienan yang cukup rendah. Bouchard dan Brisson (1970) melaporkan hasil konversi susu pada anak domba yang diberikan milk replacer berbahan lemak hewani dan minyak jagung berturut-turut adalah 1,04 dan 1,25. Nilai konversi tersebut lebih rendah dari nilai konversi susu pada anak domba yang mengkonsumsi milk replacer. Konversi pakan salah satunya sangat dipengaruhi oleh tingkat kecernaan pakan tersebut, semakin tinggi kecernaan pakan maka semakin banyak jumlah nutrisi pakan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ternak guna keperluan hidup pokok dan produksi (Bondi, 1987). Berdasarkan pendapat tersebut, terdapat kemungkinan rendahnya tingkat kecernaan pada milk replacer yang digunakan pada penelitian ini, sehingga milk replacer kurang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh ternak. 32
Konversi Pakan Pasca Sapih Perhitungan konversi pakan pasca sapih dilakukan dengan menghitung perbandingan konsumsi pakan padat berupa konsentrat dan hijauan dengan pertambahan bobot badan harian domba selama satu bulan pasca penyapihan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, kedua perlakuan diketahui tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap nilai konversi pakan usia 60-90 hari (Tabel 12). Nilai konversi pakan pasca sapih anak domba yang diberi milk replacer sebelum disapih lebih rendah dari anak domba yang mengkonsumsi susu induk sebelum di sapih. Hal tersebut menggambarkan bahwa domba yang mengkonsumsi milk replacer dapat mengkonsumsi pakan padat lebih efisien dibandingkan anak yang sebelum disapih dikandangkan bersama induknya (P1). Hal tersebut dikarenakan waktu yang dibutuhkan domba P2 untuk beradaptasi dengan pakan yang baru lebih baik dari P1. Hal lain yang menyebabkan tingginya konversi pakan pada P1 adalah terjadi penurunan bobot badan pada domba P1 pasca penyapihan yang disebabkan stres karena harus dipisahkan dari induknya, sehingga nilai konversi menjadi lebih tinggi. Efisiensi pakan antara lain dipengaruhi oleh bobot hidup ternak dan komposisi pakan yang dikonsumsi (Forbes, 1995). Nilai konversi pakan pasca sapih pada penelitian ini berkisar 2,83-4,15. Nilai tersebut tidak terlalu berbeda jauh dengan nilai konversi pakan yang ditetapkan oleh NRC (2006) pada domba lepas sapih dengan bobot bobot 10-20 kg sebesar 2,5-4. Nilai konversi pakan pada penelitian ini juga lebih rendah dibandingkan nilai konversi pakan yang diperoleh pada penelitian Yulistiani et al. (2000) yang melalukan penelitian pada domba komposit betina lepas sapih yang diberi suplementasi glisiridia dengan nilai konversi pakan sebesar 7,23. Hal tersebut tentu dikarenakan pakan yang diberikan pasca sapih pada penelitian ini memiliki kualitas yang baik sehingga dapat dimanfaatkan secara efisien oleh ternak dalam berproduksi. Mortalitas dan Kesehatan Ternak Mortalitas dan kesehatan ternak diketahui dari pengamatan selama penelitian berlangsung. Pada penelitian ini, mortalitas ketiga pasang domba adalah 0%, atau tidak ada kematian pada seluruh anak domba baik yang mengkonsumsi susu induk maupun yang mengonsumsi milk replacer. Tingkat mortalitas pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan yang dilaporkan oleh Adiati dan Subandriyo (2007) yang 33
menyatakan tingkat kematian anak domba kembar dua usia 0-3 hari sebesar 30% dan pada usia 90 hari sebesar 40%. Milk replacer yang diberikan terbukti tidak memberikan efek buruk pada anak domba. Anak domba juga tidak mengalami gangguan kecernaan seperti diare yang disebabkan milk replacer, selain itu tidak terdapat adanya gejala kurang nafsu makan dan lemas selama penelitian berlangsung. Anak domba juga tetap dapat berinteraksi dengan cukup baik. Bahkan, domba yang diberi milk replacer terbukti lebih interaktif karena telah mengalami pendekatan yang cukup kuat selama pemeliharaan.
34