IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 – 8,41±0,40 gram (Gambar 2). Pola pertambuhan bobot yang dihasilkan pada masing – masing perlakuan memiliki pola yang sama yaitu pada 20 hari pertama masa pemeliharaan pertambahan bobot ikan berjalan lambat. Pada 10 hari berikutnya, pertambahan bobot berjalan secara cepat dan pada 10 hari yang terakhir pertambahan bobot kembali berjalan secara lambat kecuali pada perlakuan 0,1 l/detik. Berat rata - rata ikan patin yang diberi debit 0,03 L/detik dan 0,05 L/detik berbeda nyata dengan
Berat Rata-rata (g)
berat rata – rata ikan patin yang diberi perlakuan debit 0,1 L/detik
9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
8,42 g 6,90 g 6,52 g
0
10
0,03 L/det
20 Hari Ke0,05 L/det
30
40
0,1 L/det
Gambar 2. Bobot rata – rata benih ikan patin (Pangasius hypophthalmus) setiap perlakuan yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan debit air yang berbeda Laju pertumbuhan harian ikan patin pada awal hingga akhir pemeliharaan cenderung berfluktuasi pada tiga perlakuan dan berkisar antara 7,93±0,22 – 8,62±0,12 % (Gambar 3). Laju pertumbuhan harian pada ketiga perlakuan cenderung memiliki pola yang sama yaitu pada 10 hari pertama pertumbuhan berjalan lambat lalu pada 10 hari selanjutnya pertumbuhan berjalan cepat dan
pada 10 hari terakhir pertumbuhan kembali melambat. Laju pertumbuhan harian ikan patin yang diberi debit 0,03 l/detik dan 0,05 l/detik berbeda nyata dengan laju pertumbuhan harian ikan patin yang diberi perlakuan debit 0,1 l/detik. Antara perlakuan debit 0,03 l/detik dan 0,05 l/detik tidak menunjukan perbedaan yang nyata (Lampiran 3). Berikut data Laju pertumbuhan harian per sampling; Tabel 1. Data laju petrumbuhan harian ikan patin per sampling Debit L/detik
H10
H20
H30
H40
8.82 % 8.37 % 9.58 % 7.93 % 8.34 % 9.39 % 10.01 % 8.08 % 8.74 % 9.21 % 10.32 % 8.62 %
0,03 0,05 0,1 Laju Pertumbuhan Harian (%)
12.00 10.00
8,62%
8.00
8,08% 7,93%
6.00 4.00 2.00 0.00 H10
H20
H30
H40
Axis Title 0,03 L/det
0,05 L/det
0,1 L/det
Gambar 3. Laju pertumbuhan bobot benih ikan patin (Pangasius hypophthalmus) setiap perlakuan yang dipelihara pada sistem resirkulasi dengan debit yang berbeda 4.1.1.2 Panjang Panjang total ikan patin selama pemeliharaan cenderung bertambah pada ketiga perlakuan dan berkisar antara 7,71±0,09 – 8,64±0,26 cm (Gambar 4). Panjang total ikan patin yang diberi debit 0,03 l/detik berbeda nyata dengan panjang total ikan patin yang diberi perlakuan debit 0,1 l/detik. Antara perlakuan debit 0,03 l/detik dan 0,05 l/detik tidak menunjukan perbedaan yang nyata, begitu pula antara perlakuan 0,05 l/detik dan 0,1 l/detik tidak menunjukan perbedaan yang nyata (Lampiran 6).
16
Panjang Total (cm)
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
8,46 cm 8,07 cm 7,71 cm
0
10
20
30
40
Hari Ke0,03 L/det
0,05 L/det
0,1 L/det
Gambar 4. Panjang benih ikan patin (Pangasius hypophthalmus) setiap perlakuan yang dipelihara pada sistem resirkulasi dengan debit yang berbeda Pertumbuhan panjang mutlak ikan patin selama pemeliharaan cenderung bertambah berkisar antara 5,03±0,09 – 5,39±0,28 cm (Gambar 5). Pertumbuhan panjang mutlak ikan patin yang diberi debit 0,03 l/detik berbeda nyata dengan perlakuan debit 0,1 L/detik. Antara perlakuan debit 0,03 l/detik dan 0,05 l/detik tidak menunjukan perbedaan yang nyata, begitu pula antara perlakuan 0,05 l/detik
Pertambahan Panjang Mutlak (cm)
dan 0,1 L/detik tidakmenunjukan perbedaan yang nyata (Lampiran 8). 7 5.39 6
5.96
5.03
5 4 3 2 1
a
ab
b
0,03 L/det
0,05 L/det
0,1 L/det
0
Debit Air (L/det)
Gambar 5. Pertambahan panjang mutlak benih ikan patin (Pangasius hypophthalmus) setiap perlakuan yang dipelihara pada sistem resirkulasi dengan debit yang berbeda
17
4.1.2 Efisiensi pakan Efisiensi pakan ikan patin selama pemeliharaan cenderung bervariasi pada ketiga perlakuan dan berkisar antara 78,90±11,76 – 85,65±5,17 % (Gambar 6).
Efesiensi Pakan (%)
Efesiensi pakan pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata (Lampiran 10). 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
78.90
79.52
85.65
a
a
0,05 L/det
0,1 L/det
a
0,03 L/det
Debit Air (L/det)
Gambar 6. Efisiensi pakan benih ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang dipelihara pada sistem resirkulasi dengan debit yang berbeda 4.1.3 Koefisien Keragaman Koefisien keragaman ikan patin selama pemeliharaan cenderung bertambah pada ketiga perlakuan dan berkisar antara 8,82±1,58 – 11,61±2,37 % (Gambar 7). Koefisien keragaman pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata. (Lampiran 11)
Koefisien Keragaman (%)
16 14 12
10.22
11.61
8.82
10 8 6 4 2
a
a
a
0,05 L/det
0,1 L/det
0 0,03 L/det
Debit Air (L/det)
Gambar 7. Koefisien keragaman(Pangasius hypophthalmus) yang dipelihara pada sistem resirkulasi dengan debit yang berbeda
18
4.1.2 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup ikan patin selama pemeliharaan didapat pada ketiga perlakuan masing – masing pada perlakuan 0,03 l/detik (70,99±8,95%) pada perlakuan 0,05 l/detik (76,32±3,36%), dan pada perlakuan 0,0 l/detik adalah (90,51±3,93%) (Gambar 8). Jumlah kematian tertinggi terjadi pada antara hari ke20 dan 40. Ciri-ciri ikan yang akan mati biasanya terlebih dahulu ikan mengalami stress sehingga nafsu makan menurun dan ikan bergerak lambat atau tidak agresif dan biasanya berdiam di dasar akuarium. Derajat kelangsungan hidup pada setiap
Kelangsungan hidup %
perlakuan berbeda nyata mengikuti pertambahan debit. (lampiran 13) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
100,00% 90,51% 76,32% 70,99%
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 Hari ke0,03 L/det
0,05 L/det
0,1 L/det
Gambar 8. Derajat kelangsungan hidup benih ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang dipelihara pada sistem resirkulasi dengan debit yang berbeda 4.1.5 Fisika kimia air Pada penelitian ini suhu air dibuat selalu berada pada kisaran 28-29oC menggunakan alat yang disebut termostat. Nilai kisaran pH pada setiap perlakuan A (0,01 l/detik), B (0,05 l/detik), dan C (0,1 l/detik) cenderung relatif stabil dan berkisar masing- masing antara (7,8-5,37), (7,8-5,39), dan (7,8-5,48). Pada D (talang inlet), E (outlet akuarium total), F (tandon akhir), dan G (outlet lamella separator) juga cenderung menurun sampai akhir perlakuan. Nilai pH D. E, F, G, masing-masing berkisar antara (7,8-6,8), (7,8-6,71), (7,8-6,87), dan (7,8-6,2). (Gambar 9).
19
pH
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
10
20
30
40
Hari KeA
B
C
D
E
F
G
Keterangan: A.
0,03 l/detik
D. Inlet
B.
0,05 l/detik
E. Outlet akuarium total
C.
0,1 l/detik
F. Tandon akhir
G. Outlet lamella separator
Gambar 9. Nilai pH pada sistem resirkulasi penelitian kinerja produksi benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 3 inchi dengan debit air yang berbeda. Konsentrasi nilai oksigen terlarut pada akuaruim perlakuan A (0,01 l/detik), B (0,05 l/detik), dan C (0,1 l/detik) cenderung menurun hingga akhir penelitian. masing-masing berkisar antara (7,53-2,51), (7,53-4,88), dan (7,53-6,47) mg/l. Pada D (talang inlet), E (outlet akuarium total), F (tandon akhir), dan G (outlet lamella separator) juga cenderung menurun sampai akhir perlakuan. Nilai DO D. E, F, G, masing-masing berkisar antara (7,53-7,21), (7,63-3,5), (7,53-6,8), dan (7,53-5,8). (Gambar 10).
20
Konsentrasi DO (mg/l)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
10 A
20 Hari Ke-
B
C
30
D
E
40 F
G
Keterangan: A.
0,03 l/detik
D. Inlet
G. Outlet lamella separator
B.
0,05 l/detik
E. Outlet akuarium total
C.
0,1 l/detik
F. Tandon akhir
Amoniak mg/l
Gambar 10. Nilai DO pada sistem resirkulasi penelitian kinerja produksi benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 3 inchi dengan debit air yang berbeda. 0.002 0.0018 0.0016 0.0014 0.0012 0.001 0.0008 0.0006 0.0004 0.0002 0 H0
H10
H20
H30
H40
Hari KeA
B
C
D
E
F
G
Keterangan: A.
0,03 l/detik
D. Inlet
B.
0,05 l/detik
E. Outlet akuarium total
C.
0,1 l/detik
F. Tandon akhir
G. Outlet lamella separator
Gambar 11. Nilai amoniak penelitian kinerja produksi benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 3 inchi dengan debit air yang berbeda.
21
Konsentrasi alkalinitas dan kesadahan pada setiap wadah cenderung meningkat selama penelitian. Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Alkalinitas (mg/l)
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0
10 A
20 30 Hari Ke-
B
C
D
40 E
F
G
Keterangan: A.
0,03 l/detik
D. Inlet
G. Outlet lamella separator
B.
0,05 l/detik
E. Outlet akuarium total
C.
0,1 l/detik
F. Tandon akhir
Gambar 12. Nilai konsentrasi alkalinitas pada sistem resirkulasi penelitian kinerja produksi benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 3 inchi dengan debit air yang berbeda.
Kesadahan (mg/l)
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 0
10 A
B
20 Hari KeC D
30 E
40 F
G
Keterangan: A.
0,03 l/detik
D. Inlet
B.
0,05 l/detik
E. Outlet akuarium total
C.
0,1 l/detik
F. Tandon akhir
G. Outlet lamella separator
Gambar 13. Nilai konsentrasi kesadahan pada sistem resirkulasi penelitian kinerja produksi benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 3 inchi dengan debit air yang berbeda. 22
4.1.6 Efesiensi ekonomi Efesiensi ekonomi dihitung dalam jangka waktu 1 tahun. Analisis usaha pada tiap perlakuan ditunjukan pada Tabel 1 Asumsi yang digunakan dalam analisis usaha adalah sebagai berikut: a. Harga faktor produksi dianggap tetap selama siklus produksi. b. Pendederan menggunakan 9 akuarium berukuran masing-masing 80 cm x 40 cm x 50 cm. Dalam 1 akuarium memiliki volum 100 liter. c. Dalam 1 siklus produksi memerlukan waktu 50 hari. Dengan 10 hari persiapan dan 40 hari pemeliharaan. d. Satu tahun dilakukan 7 siklus produksi dengan pertimbangan terdapat 1 bulan masa tidak berproduksi karena ketersediaan benih menurun. e. Jumlah ikan yang ditebar pada perlakuan A, B, dan C sama banyak yaitu 625 ekor/akuarium atau 6 ekor/liter. f. Kelangsungan hidup pada Perlakuan A, B, dan C berturut – turut adalah 70,99%, 76,32%, dan 90,51%. g. Efesiensi pakan pada perlakuan A yaitu 78,90 %, pada perlakuan B 79,52 %, dan pada perlakuan C adalah 85,65 %. h. Presentase penyusutan akuarium sebesar 20%, rak akuarium sebesar 14%, sistem resirkulasi sebesar 20%, sistem aerasi sebesar 20% dan perlengkapan produksi sebesar 33% (Brigham dan Gapenski, 1991). i. Biaya tenaga kerja Rp. 20.000 per bulan dengan pertimbangan pengerjaan volume
efektif
10.000
liter
biaya
tenaga
kerja
adalah
Rp.
2.000.000,00/bulan sehingga jika volume efektif 100 liter maka biaya tenaga kerja Rp. 20.000,00/bulan. (memelihara ikan, mengatur debit, penyiponan, memberi pakan,serta panen). j. Biaya listrik Rp. 300,00/KWH. k. Harga benih ikan patin ukuran 1 inchi Rp 100,00. l. Harga jual ikan patin ukuran 3 inchi adalah sebesar Rp 400,00. m. Setiap panen 1000 ekor maka dikeluarkan biaya panen Rp. 5000,00. n. Setiap 1000 ekor dikemas dalam kantong plastik, biaya kantong plastik Rp.500,00 dan gas sebesar Rp. 1000,00. o. Harga pakan crumble Rp.13000,00/kg dan pelet FF999 Rp. 12000,00/kg
23
Tabel 2. Analisis usaha produksi benih ikan patin Pangasius hypophthalmus dalam sistem resirkulasi dengan debit air yang berbeda URAIAN Investasi (Rp). Biaya tetap (Rp). Biaya variabel (Rp). Biaya total (Rp). Penerimaan (Rp). Keuntungan (Rp). R/C ratio BEP (rupiah) (Rp). BEP (ekor) PP (tahun)
0,03 4.196.600 6.905.220 2.558.336 9.463.556 11.178.720 1.715.164 1,18 8.954.533 22.386 2,4
Debit (l/detik) 0,05 4.246.600 6.955.220 3.184.331 10.139.551 12.020.400 1.880.849 1,18 9.461.733 23.654 2,2
0,1 4.346.600 7.055.220 3.808.369 10.863.616 14.238.000 3.374.384 1,32 9.631.426 24.078 1,2
Berdasarkan Tabel 1, perlakuan 0,03 l/detik memberikan keuntungan Rp. 1.715.164, R/C ratio 1,18, titik impas (Rp) Rp. 8.954.533 titik impas (unit) 22.386 dan pulang pokok 2,4 tahun. Perlakuan 0,05 l/detik memberikan keuntungan Rp. 1.880.849, R/C ratio 1,18, titik impas (Rp) Rp. 9.461.73333 titik impas (unit) 23.654 dan pulang pokok 2,2 tahun. Perlakuan 0,1 l/detik memberikan keuntungan Rp. 3.374.834, R/C ratio 1,32, titik impas (Rp) Rp. 9.631.426 titik impas (unit) 24.078 dan pulang pokok 1,2 tahun. Dari analisis usaha didapatkan bahwa perlakuan debit 0,1 l/detik merupakan perlakuan yang menghasilkan efisiensi ekonomi yang terbaik dengan keuntungan Rp. 3.374.834, R/C ratio 1,32, titik impas (Rp) Rp. 9.631.426 titik impas (unit) 24.078 dan pulang pokok 1,2 tahun.
Tabel 3. Hasil analisis statistik beberapa parameter pada kinerja produksi benih ikan patin Pangasius hypophthalmus dalam sistem resirkulasi dengan debit air yang berbeda Debit (l/detik) 0,03 0,05 0,1 l a ab Panjang (cm) 7,71±0,09 8,07±0,48 8,64±0,26c a a Bobot rata-rata (gram) 6,52±0.53 6,90±0,75 8,41±0,40b LPH (%) 7,93±0.22a 8,08±0,28a 8,62±0,12b a a Efesiensi pakan (%) 78,90±14,57 79,52±11,76 85,65±5,17a a a Koefisien keragaman (%) 8,82±1,58 10,22±2,73 11,61±2,37a 76,32±3,36a 90,51±3,93c Survival rate (%) 70,99±8,95a Ket: *) huruf superscipt yang sama menunjukan tidak ada perbedaan (P>0,05) PARAMETER
24
4.2 Pembahasan Berdasarkan Tabel 2, panjang ikan patin yang didederkan menggunakan perlakuan debit yang berbeda menunjukan bahwa perlakuan 0,03 l/detik dan 0,05 l/detik lalu antara 0,05 l/detik dan 0,1 l/detik tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Namun antara perlakuan 0,03 l/detik dan 0,1 l/detik menunjukan perbedaan yang nyata dimana perlakuan 0,1 l/detik merupakan perlakuan yang memiliki panjang terbaik. Hal ini menunjukan bahwa semakin meningkat debit air yang diberikan maka semakin meningkat pula panjang ikan yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari data laju pertumbuhan harian pada setiap perlakuan yang cenderung meningkat hingga akhir pemeliharaan, terlihat LPH tertinggi didapat pada perlakuan 0,1 l/detik yaitu 8,62±0,12 yang berbeda nyata dengan kedua perlakuan sebelumnya. Semakin besar debit air maka ikan akan semakin aktif bergerak untuk melawan arus yang implikasinya membuat ikan itu sendiri mudah kehilangan energi sehingga nafsu makan ikan meningkat dan tumbuh dengan baik. Memiliki ukuran benih atau produksi yang seragam merupakan salah satu poin dari tujuan produksi. Semakin kecil nilai koefisien keragaman maka akan semakin seragam ukuran ikan yang dihasilkan. Secara umum yang digunakan saat ini di kalangan para pembudidaya, suatu populasi dianggap seragam jika nilai koefisien keragaman berada dibawah 20%. Nilai koefisien keragaman menunjukan variasi ukuran pada setiap perlakuan yang ada. Koefisien keragaman ikan patin selama pemeliharaan berkisar antara 8,82±1,58 – 11,61±2,37 % (Gambar 8). Hasil analisis ragam menunjukan bahwa debit air yang berbeda memberukan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil yang didapat menunjukan terjadinya peningkatan koefisien keragaman seiring dengan meningkatnya debit air. Arus air membuat pergerakan dari ikan pada wadah budidaya menjadi semakin agresif untuk melawan arus sehingga semakin besar arus air (debit) maka ikan akan mengeluarkan energi lebih untuk melawan arus tersebut. Bobot rata-rata ikan patin menunjukan bahwa perlakuan 0,03 l/detik dan 0,05 l/detik tidak menunjukan perbedaan yang nyata sedangkan pada perlakuan 0,1 l/detik menunjukan perbedaan yang nyata terhadap dua perlakuan sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa semakin meningkatnya debit air maka pertumbuhan
25
bobot ikan patin akan relatif lebih cepat. Pertumbuhan panjang dan bobot yang berbeda - beda pada tiap perlakuan diduga karena debit yang diberikan juga memberikan efek yang berbeda tergantung pada kecepatan air yang masuk ke akuaruim dan keluar. Hal ini berhubungan dengan data efesiensi pakan dimana pada efesiensi pakan antara perlakuan 0,03 l/detik , 0,05 l/detik, dan 0,1 l/detik selama pemeliharaan cenderung bervariasi pada ketiga perlakuan dan berkisar antara 78,90±14,57 – 85,65±5,17 % (Gambar 6). Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan debit tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap efesiensi pakan. Survival rate pada masing – masing perlakuan 0,03 l/detik , 0,05 l/detik, dan 0,1 l/detik menunjukan perbedaan yang nyata dengan nilai berturut – turut 70,99±8,95 %, 76,32±3,36 %, dan 90,51±3,93 %. Hal ini diduga karena semakin tinggi debit air maka kualitas air akan semakin baik sehingga ikan dengan perlakuan debit yang lebih tinggi akan dapat memiliki SR yang tinggi. Mclean et al. (1993) mengatakan bahwa pada sistem budidaya yang memanfatkan aliran air, deplesi (penurunan) kadar oksigen lebih sering menjadi faktor pembatas kepadatan (daya tampung) daripada akumulasi limbah budidaya. Menurut Wedenmeyer (1996), peningkatan padat penebaran (padat tebar yang tinggi) akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Dengan demikian nilai kelangsungan hidup yang tinggi yaitu 90,51% pada perlakuan 0,1 L/detik menunjukan bahwa fisiologis ikan sebenarnya belum terganggu. Dalam penelitian ini biomassa akhir adalah ±5 kg/100 liter dengan panjang 3 inchi artinya setiap 10 liter terdapat 500 gr ikan. Tingginya padat penebaran membuat ruang gerak ikan menjadi sempit sehingga diduga ikan akan mudah mengalami stress dan jika itu terjadi maka pertumbuhan tidak akan berjalan dengan normal. Pertumbuhan yang optimal juga memerlukan oksigen yang tinggi. sehingga penggunaan perlakuan debit yang tepat akan meningkatkan kelarutan oksigen di dalam air.
26
Kepadatan yang tinggi menyebabkan konsumsi oksigen juga meningkat. Untuk menghasilkan biomassa yang diinginkan diperlukan pakan yang cukup sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan dapat terpenuhi. Namun timbal balik dari banyaknya pakan akan menimbulkan buangan metabolik yang tinggi disebabkan oleh limbah metabolik dan sisa pakan yang tidak termakan. Menurut Hepher (1978) dalam Unisa (2000) dengan mengontrol temperatur air, pakan, oksigen terlarut dan buangan metabolit maka kepadatan akan mungkin ditingkatkan tanpa menurunkan laju pertumbuhan. Untuk memenuhi tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan sistem resirkulasi yang diharapkan dapat membuat kualitas air pada wadah pemeliharaan semakin optimal. Menurut Zonneveld (1991), budidaya dengan sistem resirkulasi memperlihatkan beberapa perbaikan karena sistem ini memungkinkan terjadinya dua proses ekologi yaitu konsumsi dan dekomposisi. Proses dekomposisi melibatkan proses bioteknologi, yaitu sedimentasi, filtrasi, biodegradasi dan aerasi. Dengan demikian kualitas air diharapkan akan selalu optimal bagi pertumbuhan ikan. Nafsu makan ikan tergantung pada lingkungan tempat organisme tersebut hidup. Pada penelitian ini, perlakuan debit air memberikan pengaruh positif bagi ikan yaitu kualitas air yang baik (optimum) bagi ikan tersebut. Salah satu parameter kualitas air yang berperan dalam meningkatnya dan menurunnya nafsu makan ikan adalah suhu. Semakin tinggi suhu maka laju metabolisme tubuh ikan akan semakin tinggi sehingga ikan akan memiliki nafsu makan yang tinggi, begitu pula sebaliknya, suhu yang rendah akan menurunkan laju metabolisme ikan sehingga nafsu makan ikan juga akan menurun. Untuk meningkatkan nafsu makan maka suhu wadah dibuat stagnan selama pemeliharaan menggunakan termostat (heater) yang diatur pada suhu 29 oC. Kualitas air dapat mempengaruhi produksi budidaya. Beberapa variabel yang menjadi kunci dalam kualitas air diantaranya adalah suhu, oksigen terlarut, pH, dan amonia. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan kualitas air seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Pada penelitian ini suhu wadah pemeliharaan dibuat stagnan menggunakan termostat (heater) dan diatur suhu berada pada 29 oC. Boyd (1990), menyatakan ikan tropis
27
dan subtropis tidak tumbuh dengan baik pada suhu dibawah 26 oC atau 28 oC dan saat temperatur berada dibawah 10 oC atau 15 oC akan menimbulkan kematian. Pada penelitian ini fluktuasi suhu sangat kecil sehingga tidak mengganggu proses metabolisme ikan. Menurut Effendie (2003), perubahan suhu melebihi 3-4 oC akan menyebabkan perubahan metabolisme yang mengakibatkan kejutan suhu. Meningkatkan toksisitas kontaminan yang terlarut, menurunkan DO, dan menyebabkan kematian pada ikan. Zonneveld et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan akan berlangsung dengan baik jika kadar oksigen optimum sebesar 3mg/l. Kisaran oksigen terlarut dapat dilihat pada gambar 10. Selain kadar oksigen terlarut yang menjadi faktor pembatas, padat penebaran yang tinggi juga menjadi hambatan karena akan menghasilkan amoniak dari limbah buangan metabolik dan sisa pakan yang tidak termakan. Faktor yang membatasi kualitas air kolam budidaya adalah pH, oksigen terlarut (DO), padatan terlarut (SS), sisa organik (BOD), alkalinitas, dan senyawa nitrogen (NH3 danNO2), harus dikurangi dalam rangka untuk mempertahankan lingkungan budidaya yang baik (Wickins, 1976; Boyd et al.,1979; Chiba, 1980). Maeda (1989) menyatakan kadar amoniak yang tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan menurun, ikan sakit, dan mati. Untuk tumbuh, ikan memerlukan pakan, ketersediaan oksigen dan kualitas air yang baik. Padat tebar yang tinggi diharapkan akan menghasilkan biomassa yang tinggi pula. Menurut Boyd (1982), kelarutan oksigen merupakan faktor pembatas dalam budidaya ikan intensif. Oksigen terlarut juga bergantung kepada suhu. Peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N dan sebagainya (Haslam, 1995). Selain itu, peningkatan suhu juga akan menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 oC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi.
28
Dalam penelitian ini, nilai kisaran pH pada setiap perlakuan 0,01 l/detik, 0,05 l/detik, dan 0,1 l/detik cenderung relatif stabil dan berkisar masing- masing antara (7,8-5,37), (7,8-5,39), dan (7,8-5,48). Pada D (talang inlet), E (outlet akuarium total), F (tandon akhir), dan G (outlet lamella separator) juga cenderung menurun sampai akhir perlakuan. Nilai pH D. E, F, G, masing-masing berkisar antara (7,8-6,8), (7,8-6,71), (7,8-6,87), dan (7,8-6,2). (Gambar 9). Menurut Arifin dan Tupang (1983) dalam Nurhamidah (2007), pH yang cocok untuk kehidupan ikan patin siam berkisar antara 6,5-8,0. Selama pemeliharaan terjadi penurunan pH hingga hari ke-40 yaitu 5,37. Tingkat respirasi yang tinggi menghasilkan CO2 yang tinggi pula sehingga dapat menurunkan pH. Menurut Zonneveld (1991), dalam suatu larutan, karbon dioksida menunjukan reaksi sebagai berikut: CO2+ + H2O
H2CO3- + H+
CO3- + H+
Berdasarkan hasil penelitian konsentrasi nilai oksigen terlarut pada akuaruim perlakuan 0,01 l/detik, 0,05 l/detik, dan 0,1 l/detik cenderung menurun hingga akhir penelitian. masing-masing berkisar antara (7,53-2,51), (7,53-4,88), dan (7,53-6,47) mg/l. Pada D (talang inlet), E (outlet akuarium total), F (tandon akhir), dan G (outlet lamella separator) juga cenderung menurun sampai akhir perlakuan. Nilai DO D. E, F, G, masing-masing berkisar antara (7,53-7,21), (7,633,5), (7,53-6,8), dan (7,53-5,8). (Gambar 10). Oksigen terlarut menjadi faktor yang sangat penting pada penelitian ini. Hal ini terlihat pada perlakuan yang memiliki debit yang lebih kecil yaitu perlakuan 0,03 dan 0,05 l/detik derajat kelangsungan hidup memiliki angka yang lebih rendah daripada perlakuan 0.1 l/detik. Konsentrasi amoniak pada setiap perlakuan 0,01 l/detik, 0,05 l/detik, dan 0,1 l/detik cenderung relatif stabil dan berkisar masing- masing antara (0,00090,00071) mg/l, (0,0009-0,00046) mg/l, dan (0,0009-0,00047) mg/l. Pada D (talang inlet), E (outlet akuarium total), F (tandon akhir), dan G (outlet lamella separator) juga cenderung menurun sampai akhir perlakuan. Nilai amonia D. E, F, G, masing-masing berkisar antara (0,0009-0,00083) mg/l, (0,0009-0,00092) mg/l, (0,0009-0,00132) mg/l, dan (0,0009-0,00002) mg/l. Menurut The European Inland Fisheries Adfisory Commission (1937) dalam Boyd (1990), konsentrasi beracun amoniak terhadap ikan air tawar berkisar antara 0,7-2,4 mg/l, sedangkan pada
29
chanel catfish amonia bersifat racun pada konsentrasi 0,5-0,2 mg/l sebagai NH3N3 (Tucker dan Hargreaves, 2004). Adapun toleransi maksimum ikan terhadap konsentrasi amonia adalah 0,1 mg/l (Tiews, 1981 dalam Pillay, 1993). Dengan demikian kisaran amonia dalam penelitian ini masih optimal bagi pertumbuhan ikan. Zonneveld (1991), kesetimbangan reaksi kimia amonia dalam air adalah: NH3 + H2O
NH4+ + OH-
Dari persamaan diatas, bentuk yang tidak terionosasi dari konsentrasi total amonia (NH3 + NH4+) bergantung pada nilai pH. Nilai pH yang rendah yaitu dibawah 7 maka amonia akan terionisasi atau sangat kecil. Dalam penelitian ini nilai pH berkisar antara 7,8–5,37 sehingga nilai amonia sangat kecil yaitu 0,0009 mg/l – 0,00132 mg/l. Amoniak merupakan hasil akhir metabolisme protein. Dalam kolom perairan amoniak terdekomposisi oleh bakteri aerob menjadi nitrit (NO2-) yang kemudian diubah menjadi nitrat (NO3-). Untuk menjalani proses dekomposisi tersebut maka dibutuhkan oksigen dengan kata lain konsumsi oksigen akan meningkat. Kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya masih berkisar antara 7.53 mg/l-3,53 mg/l yang mencukupi untuk proses dekomposisi bahan organik dan respirasi ikan. Filtrasi kimia juga menentukan rendahnya nilai amonia. Menurut Spotte (1997), bagian lain dalam proses pengolahan limbah adalah filtrasi kimia. Filtrasi kimia berupa pembersihan molekul-molekul bahan organik terlarut melalui proses oksidatif atau penyerapan langsung. Filtrasi kimia dalam penelitian ini menggunakan zeolit. Zeolit sebanyak 1 gram dapat menurunkan TAN sebesar 0.107 mg/l hingga mencapai 0 mg/l dalam waktu 295 detikik (Ghozali, 2007). Zeolit menukar ion-ion NH4+ dengan ion-ion Ca2+ atau Na+ yang terkandung dalam zeolit tersebut, dengan reaksi: Zeolit Na+ + NH4+
Zeolit NH4+ + Na+ (Boyd, 1990)
Karbonat CO3- dalam mekanisme diatas melambangkan alkalinitas air sedangkan H+ menunjukan sumber keasaman.
Effendi (2003), menyatakan
perairan mengandung alkalinitas selama masa pemeliharaan =20 ppm menunjukan bahwa perairan tersebut relatif sabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa relatif stabil. Dalam penelitian ini, nilai kisaran alkalinitas pada setiap perlakuan 0,01 l/detik, 0,05 l/detik, dan 0,1 l/detik cenderung relatif stabil dan berkisar masing- masing antara (16-25) mg/L CaCO3,
30
(16-24) mg/L CaCO3, dan (16-20) mg/L CaCO3. Pada D (talang inlet), E (outlet akuarium total), F (tandon akhir), dan G (outlet lamella separator) juga cenderung menurun sampai akhir perlakuan. Nilai alkalinitas D. E, F, G, masing-masing berkisar antara (16-22) mg/L CaCO3, (16-16) mg/L CaCO3, (16-22) mg/L CaCO3, dan (16-24) mg/L CaCO3 . Nilai alkalinitas yang relatif stabil ini menunjukan kapasitas buffer yang stabil. Dengan kata lain reaksi kesetimbangan berjalan dengan stabil. Dari Tabel 1 diketahui keuntungan tertinggi didapat pada perlakuan debit 0,1 l/detik yaitu Rp. 3.374.384 sedangkan pada perlakuan 0,05 l/detik memiliki keuntungan Rp. 1.880.849. Pada perlakuan 0,03 l/detik yaitu Rp. 1.715.164. Hal ini menunjukan bahwa debit 0,1 l/detik memiliki produktivitas yang tinggi disertai dengan pertumbuhan yang ikan yang tinggi pula. Sehingga akan dicapai nilai keuntungan tertinggi. Menurut Effendi (1997), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran yang tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Hepher dan pruginin (1981), menyatakan bahwa hasil panen persatuan lias (yield) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan. Padat penebaran yang tinggi harus didukung dengan debit air yang cukup sehingga kebutuhan opksigen dapat dapat terpenuhi. Dengan demikian produksi akan menjadi meningkat. Analisis R/C bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan. Kriteria nilai R/C adalah harus lebih dari 1. Nilai R/C tertinggi dalam percobaan didapat pada perlakuan debit 0,1 l/detik yaitu 1,32 artinya setiap 1 rupiah yang kita keluarkan akan memberikan penerimaan sebesar 1,32 rupiah. Pada perlakuan 0,05 l/detik dan 0,03 l/detrik memiliki R/C 1,18 yang artinya setiap 1 rupiah yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan sebesar 1,18 rupiah. Dari perhitungan mengenai R/C maka dapat diketahui dengan peningkatan debit maka akan meningkatkan nilai R/C. Nilai BEP (Rp) pada perlakuan 0,1 l/detik yaitu Rp. 9.631.426 dan BEP (unit) 24078 ekor artinya titik impas pada perlakuan 0,1 l/detik dicapai pada saat penjualan mencapai Rp. 9.631.426 dengan produksi ikan patin sebanyak 24078 ekor. Pada perlakuan 0,05 l/detik memiliki BEP (Rp) Rp. 9.461.733 dan BEP
31
(unit) 23654 ekor. Sedangkan pada perlakuan 0,03 l/detik memiliki BEP (Rp) Rp. 8.954.533 dan BEP (unit) 22386 ekor. Analisa pulang pokok (payback period) digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi. Nilai PP pada perlakuan 0,1 l/detik menunjukan nilai terendah yaitu 1,2 tahun sehingga nilai ini memiliki arti bahwa biaya investasi akan tertutupi dalam waktu 1,2 tahun. Pada perlakuan 0,05 l/detik memiliki PP 2,2 tahun dan pada perlakuan 0,03 l/detik memiliki PP 2.4 tahun. Dari hasil analisis efisiensi ekonomi didapat bahwa pendederan benih patin ukuran 3 inchi yang memberikan efisiensi ekonomi tertinggi adalah perlakuan 0,1 l/detik. Pada perlakuan 0,1 l/detik didapat keuntungan Rp. 3.374.384, nilai R/C 1,32, nilai BEP (Rp) Rp. 9.631.426, BEP (unit) 24078 dan payback period 1,2 tahun. Meskipun nilai BEP (rupiah) dan BEP (unit) merupakan nilai tertinggi namun melihat R/C rasio yang tinggi, keuntungan lebih besar, dan PP lebih singkat maka perlakuan 0,1 l/detik adalah perlakuan yang paling efisien.
32