BAB IV HASIL PENELITIAN A.
Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Klero 02 merupakan sekolah negeri yang pada awalnya berdiri pada tahun 1977. Sekolah ini mulai menyelenggarakan program inklusi sejak tahun
pelajaran
2010.
SD
Negeri
Klero
02
beralamat di Jalan Salatiga - Solo Km. 09 Klero Kecamatan
Tengaran
Kabupaten
Semarang
Jumlah peserta didik di sekolah di SD Negeri Klero 02 adalah 197 siswa. Sekolah ini menempati area seluas 1500 m2 dan telah terakreditasi A. Sekolah ini memiliki 6 rombongan belajar. Adapun pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah ini terdiri dari 1 orang kepala sekolah, 6 orang guru kelas, 5 orang guru bidang studi, 1 orang guru pembimbing khusus dan 1 orang tenaga perpustakaan. Kualifikasi pendidikan dari para pegawai meliputi 11 orang berpendidikan S1, 2 orang lulusan DII, dan 1 orang lulusan SMA. Visinya menciptakan
SD
Negeri
generasi
yang
Klero
02
bertaqwa,
yaitu cakap,
handal, percaya diri, dan madani (BERCAHAYA). Misinya adalah (1) Melaksanakan pembelajaran PAIKEM;
(2)
Meningkatkan 43
prestasi
bidang
akademik, bidang olah raga, seni budaya, dan unggul dalam berbagai lomba; (3) Mengembangkan KTSP sebagai acuan belajar yang kreatif dan inovatif; (4) Mewujudkan lingkungan sekolah yang nyaman bersih, indah, aman, dan kondusif untuk belajar; (5) Menggali, memupuk, memfasilitasi bakat minat siswa agar menjadi anak berdaya saing unggul; (6) Mengintegrasikan karakter budi pekerti
terhadap
semua
mata
pelajaran;
(7).
Meningkatkan personal tenaga pendidikan agar lebih bersikap kritis, selektif dalam menghadapi era globalisasi. Tujuan sekolah adalah (1) Mempersiapkan siswa
menjadi
berakhlak menjadi
manusia
mulia; manusia
Mempersiapkan
(2)
yang
Mempersiapkan
trampil
siswa
bertaqwa
dan
menjadi
dan siswa
mandiri; manusia
(3) yang
berbudi pekerti luhur; (4) Mempersipkan siswa menjadi manusia yang teguh ulet dan berdaya saing yang sehat; (5). Memumbuhkan semangat kesetiakawanan yang berjiwa sosial, demokrasi dan bertanggung jawab. B. Hasil Penelitian Pada hasil penelitian akan dibahas tentang deskriptif tentang penelitian yang telah dilakukan di
SD
Negeri
Klero 44
02.
Penelitian
yang
dilaksanakan di SD Negeri Klero 02 ini melibatkan berbagai
pihak
sebagai
responden
penelitian,
dimana responden tersebut melibatkan kepala sekolah, guru, dan komite sekolah. Hasil evaluasi pelaksanaan program inklusi diperoleh
melalui
wawancara,
observasi
dan
dokumentasi. Hasil wawancara dengan guru di validasi dengan hasil wawancara kepala sekolah dan
komite
wawancara
sekolah. akan
Selanjutnya
dibandingkan
dari
hasil
dengan
hasil
observasi dan dokumentasi sehingga data yang diperoleh benar-benar valid. Dari
hasil
wawancara,
observasi,
dan
dokumentasi yang telah dilakukan, peneliti telah menggunakan model evaluasi CIPP agar penelitian berjalan sesuai dengan prosedur model evaluasi CIPP sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: a. Konteks Dalam dilakukan
aspek
konteks
meliputi
latar
evaluasi
belakang,
yang tujuan
pelaksanaan program, izin pelaksanaan program, pedoman pelaksanaan program, kerjasama dengan instansi yang mendukung pelaksanaan program, dan peserta didik. Pendidikan inklusi merupakan salah satu model
pelaksanaan
pendidikan
bagi
anak
berkebutuhan khusus. Anak berkelainan atau 45
anak berkebutuhan khusus yang selanjutnya akan disebut dengan ABK. Pendidikan sebagai hak untuk semua anak termasuk anak penyandang cacat yang sangat rentan untuk terpinggirkan. Berkaitan dengan praktek pendidikan, pendidikan inklusi
dipandang
salah
satu
cara
untuk
meningkatkan mutu sekolah khususnya untuk ABK. Sekolah yang menyelenggarakan program inklusi pada dasarnya ada sekolah umum yang ditunjuk
oleh
dinas
untuk
menyelenggarakan
pendidikan inklusi. SD
Negeri
Klero
02
menyelenggarakan
program inklusi sejak tahun 2010. Sekolah ini ditunjuk
oleh
dinas
pendidikan
untuk
melaksanakan program sekolah inklusi. Adanya anak-anak di sekitar sekolah yang masuk dalam kategori
ABK
amun
orang
tuanya
belum
mempunyai kesadaran menyekolahkan di SLB. Selanjutnya sekolah mengajukan proposal kepada Dinas Pendidikan agar dapat menjadi sekolah penyelenggara program inklusi. Sejak saat itu sekolah
menyelenggarakan
program
inklusi
sampai dengan saat ini. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala sekolah SD Negeri 02 Klero bahwa, Sekolah ini sudah pendidikan inklusi sejak 46
melaksanakan tahun 2010.
Karena saya kepala sekolah baru sehingga saya tidak tau pasti awalnya kenapa sekolah ini menyelenggarakan pendidikan inklusi, tetapi setahu saya karena ditunjuk oleh dinas.
Pendapat
tersebut
diperkuat
oleh
guru
olahraga sebagai berikut Salah satunya ada tawaran dari dinas lalu disini ada siswa yang ABK. Akhirnya mengajukan untuk menyelenggarakan sekolah inklusi.
Selain itu pendapat dari komite sekolah juga menjelaskan sebagai berikut Bapak Kepala Sekolahnya matur karena ditunjuk oleh dinas sehingga menyelenggarakan sekolah inklusi
Hasil validitas data dengan wawancara dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program sekolah inklusi dilatar belakangi adanya tawaran dari dinas pendidikan untuk menyelengarakan program inklusi. Selain itu di lingkungan sekitar sekolah ada beberapa anak yang berkebutuhan khusus yang belum bersekolah. Orang tua belum mempunyai
kesadaran
untuk
menyekolahkan
anaknya yang berkebutuhan khusus ke SLB. Serta letak SLB yang jauh dari tempat tinggal, dan faktor ekonomi orang tua sehingga anak yang berkebutuhan
khusus
belum
mempunyai
kesempatan bersekolah. Program inklusi di SD Negeri Klero 02 dapat ikut andil dalam penyetaraan hak pendidikan 47
anak, dimana anak yang berkebutuhan khusus dapat bersekolah dengan anak normal lain yang seusianya.
Anak
yang
berkebutuhan
khusus
dapat memperoleh pendidikan dengan baik tanpa ada diskriminasi. Pelaksanaan
pendidikan
inklusi
di
SD
Negeri Klero 02 bertujuan untuk anak yang berkebutuhan khusus yang ada di sekitar sekolah agar dapat bersekolah dengan teman seusianya serta memberi kemudahan kepada masyarakat di sekitar Kecamatan Tengaran yang mempunyai ABK
agar
sebagaimana
dapat
bersekolah.
yang
Hal
disampaikan
tersebut
oleh
Bapak
Kepala Sekolah SD Negeri Klero 02 bahwa, Tujuan utamanya yaitu membantu anak-anak ABK yang ada didaerah sekitar sini agar bisa mengenyam pendidikan, karena daerah sini jauh dari SLB. Selain itu membantu orang tua yang mempunyai anak ABK yang tidak mampu menyekolahkan di Sekolah Luar Biasa karena tempatnya jauh.
Hal senada disampaikan oleh Bapak Komite Sekolah menjelaskan sebagai berikut Adanya program inklusi dapat memberi kemudahan masyarakat sekitar Kecamatan Tengaran yang mempunyai anak berkebutuhan khusus agar bersekolah dekat dengan rumah.
Selain
itu
pendapat
menjelaskan sebagai berikut 48
dari
Ibu
Y
juga
Supaya ABK di lingkungan Kec.Tengaran bisa sekolah disini karena sekolah yang mau menerima ABK jauh dan bisa sekolah secara gratis.
Dari hasil validasi data dengan wawancara didapat, adanya program pendidikan inklusi di SD Negeri Klero 02 bertujuan untuk menampung anak yang berkebutuhan khusus di sekitar Kecamatan Tengaran agar dapat bersekolah dekat dengan tempat tinggal. Melalui pendidikan inklusi, anak yang
berkebutuhan
bersama-sama
khusus
anak
lainnya
dapat
di
(normal)
didik untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu ABK perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. Sekolah
ini
telah
menyelenggarakan
pendidikan inklusi selama 6 tahun. Sekolah telah diberikan izin oleh dinas untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi, namun sampai saat ini belum ada Surat Keputusan dari Dinas Pendidikan yang menyatakan bahwa SD Negeri Klero 02 sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Sekolah telah
berupaya
untuk
mengusulkan
agar
mendapatkan surat keputusan namun sampai saat
ini
belum
menerima
49
surat
keputusan
tersebut.
Hal
tersebut
sebagaimana
yang
disampaikan oleh Bapak Kepala Sekolah bahwa, Ijin menyelenggarakan inklusi sudah karena SD kami ditunjuk oleh dinas untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi tetapi belum mendapatkan SK secara resmi dari dinas. Kami sudah berulang kali mengusulkan agar mendapatkan SK namun sampai saat ini belum kami terima SK itu.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Bapak P sebagai berikut SK belum ada tapi ijin menyelenggarakan sudah karena kami diakui oleh dinas penyelenggara sekolah inklusi. Kami juga sudah mengajukan untuk diberi SK tapi sampai saat ini belum ada tanggapan dari dinas terkait dengan itu.
Begitu juga pendapat bapak T menyatakan sebagai berikut: Belum ada SK akan tetapi SD ini diakui oleh dinas menyelenggarakan pendidikan inklusi.
Dari diperoleh
validasi
data
pernyataan
dengan
bahwa
ijin
wawancara pelaksanaan
program inklusi sudah dimiliki. Namun sekolah sampai saat ini belum menerim SK secara resmi. Sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi
telah
mempunyai
pedoman
dalam
menyelenggarakan pendidikan inklusi. Sekolah mendapatkan
pedoman 50
pelaksanaan
sekolah
inklusi
dari
dinas
pendidikan.
Hal
tersebut
sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak BG bahwa Ada juknisnya, diberi pada saat mengikuti diklat. Dari dinas juga diberikan buku pedoman tentang pendidikan inklusi.
Hal tersebut di atas juga didukung hasil wawancara dengan kepala sekolah sebagai berikut Ada,dari dinas diberi buku pedoman tentang pendidikan inklusi.
Hasil dengan
validitas
kepala
sekolah
data
sekolah
mempunyai
dengan
wawancara
menunjukkan pedoman
bahwa
pelaksanaan
pendidikan inklusi bahkan guru menambahkan adanya juknis pelaksanaan pendidikan inklusi. Untuk inklusi
menyelenggarakan
dengan
dukungan
baik
dari
sekolah
berbagai
pendidikan membutuhkan
pihak.
Sekolah
melakukan kerjasama dengan lembaga ataupun instansi lainnya untuk mendukung terlaksananya program pendidikan inklusi. Sekolah bekerjasama dengan SLB di Salatiga untuk mendampingi guru dalam mengajar ABK. Ada satu guru SLB yang datang
ke
memberikan
sekolah
untuk
pelayanan
mendampingi
terhadap
anak
saat yang
berkebutuhan khusus. Hal tersebut sebagaimana 51
yang disampaikan oleh guru pendamping khusus SD Negeri Klero 02 bahwa, Belum secara resmi namun saya sudah sering kali mencari informasi sendiri ke SLB di Salatiga dan meskipun belum rutin guru SLB juga datang membantu saya.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Bapak P sebagai guru olah raga sebagai berikut: Kami selama ini bekerjasama dengan Bina Petra Ambarawa tapi kerjasama secara tertulisnya belum ada, kami hanya berkonsultasi jika ada masalah tentang pelaksanaan inklusi.
Pendapat
lain
yang
mendukung
dari
pernyataan diatas adalah Ibu PJ yang menuturkan sebagai berikut Sebagai komite yang saya tahu sekolah telah bekerjasama dengan SLB di Salatiga dan di Ambarawa. ada guru SLB yang suka membantu tapi bentuk kerjasamanya sudah tertulis apa belum kurang tahu.
Dari hasil validitas melalui wawancara diatas dan didukung dengan studi dokumentasi bahwa sekolah bekerjasama dengan SLB Salatiga dan Bina Petra Ambarawa untuk berkonsultasi jika ada masalah tentang pelaksanaan pendidikan inklusi. Sekolah lembaga
sudah
melakukan
lainnya
kerjasama
dalam
dengan
memperlancar
pelaksanaan pendidikan inklusi, namun sekolah dalam melakukan kerjasama dengan lembaga lain 52
belum ada perjanjian secara tertulis atau MOU kerjasama dengan lembaga tersebut. Sasaran dari adanya program pendidikan inklusi
ini
adalah
anak
yang
berkebutuhan
khusus dan anak usia sekolah yang ada disekitar SD Negeri Klero Tengaran.
Semua
02 dan sekitar Kecamatan anak
yang
berkebutuhan
khusus dan anak usia sekolah setingkat SD dapat bersekolah di sekolah ini. Dalam proses penerimaan peserta didik baru sekolah tidak menerapkan seleksi. Semua anak usia Sekolah Dasar dapat bersekolah di SD Negeri Klero 02 tanpa pengecualian anak yang berkebutuhan
khusus,
jadi
anak
yang
berkebutuhan khusus dapat bersekolah tanpa ada diskriminasi.
Namun
untuk
anak
yang
berkebutuhan khusus yang kategori berat tidak bisa dilayani di SD ini karena keterbatasan kemampuan guru dalam melayani anak yang berkebutuhan
khusus.
Hal
tersebut
sesuai
dengan apa yang disampaikan guru pendamping khusus bahwa Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan anak-anak pada umumnya yang usianya sudah memasuki jenjang SD.
53
Hal ini sesuai yang diungkapkan Bapak P sebagai berikut Semua anak yang berkebutuhan khusus dan anak usia sekolah setingkat SD. Pada penerimaan siswa baru hanya ditanya kekurangan dan kelebihan anak yang berkebutuhan khusus kepada orang tuanya tetapi jika ada yang berkebutuhan khususnya parah seperti bisu kita sarankan untuk sekolah di SLB.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh ibu Y sebagai guru kelas sebagai berikut Anak-anak yang berkebutuhan khusus tetapi yang masih ringan contohnya lamban belajar. Kalau seleksi tes tidak ada tetapi yang diseleksi adalah anak-anak yang berkebutuhan khusus yang berat tidak bisa dilayani di SD ini.
Hasil validitas data dengan wawancara dan studi dokumentasi dengan guru menunjukkan bahwa dalam PPDB semua ABK dan anak usia sekolah dapat diterima di SD Negeri Klero 02 namun
yang
masih
dalam
kategori
ringan
ketunaannya. Dalam menerima ABK, sekolah biasanya melakukan
pengamatan
ketika
peserta
didik
mendaftar sekolah. Pada saat itu guru mengamati dari
fisik
dan
tingkah
laku
anak
tersebut.
Kemudian juga informasi yang diperoleh dari guru yang mengajar di pendidikan sebelumnya. Selain itu guru melakukan wawancara kepada orang tua 54
tentang keadaan anak tersebut, dengan informasi yang didapat dan pengamatan kemudian guru menggolongkan
anak
tersebut
sesuai
dengan
buku petunjuk tentang ABK. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan guru pendamping khusus bahwa Orang tua, fisik anak, dan karena saya merangkap ngajar di PAUD dan TK yang lokasinya sama dengan SD maka saya tau anak yang ABK yang sebelumnya sekolah di tempat saya.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Ibu Y sebagai guru kelas sebagai berikut Dari fisik bisa terlihat mbak, dari laporan orang tua siswa, dan dari laporan guru TK yang siswa yang berkebutuhan khusus dari TK.
Dari hasil validitas data dengan wawancara guru menunjukkan bahwa ABK yang masuk di SD Negeri Klero 02 dilihat dari fisik serta laporan orang tua serta pendidikan sebelumnya. Sekolah
secara
mandiri
berdasarkan
pedoman buku yang ada menggolongkan ABK sesuai kategorinya tanpa adanya saran dari tenaga ahli. Dari temuan studi dokumentasi yang telah dilakukan bahwa ABK yang dilayani ada 12 anak yang tersebar dari kelas I sampai keas V. ABK yang ada terdiri dari 5 anak tuna Grahita, 3 anak autis,
55
2 anak lamban belajar, 1 anak tuna laras, dan 1 anak tuna daksa. b. Input Demi terselenggaranya pendidikan inklusi yang optimal maka diperlukan berbagai komponen pendukung.
Ketersediaan
sarana
prasarana
sangat penting untuk menunjang agar dapat berjalan dengan baik pendidikan inklusi. Sarana prasarana
yang
baik
dipergunakan
untuk
menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusi pada satuan pendidikan tertentu. Pada hakikatnya sarana dan prasarana pendidikan
pada
dipergunakan inklusi,
dalam
tetapi
pembelajaran kelancaran
satuan
pelaksanaan
untuk perlu
pendidikan
pendidikan
mengoptimalkan dilengkapi
mobilisasi
ABK,
dapat
fasilitas serta
proses bagi media
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan ABK. Keberadaan sarana prasarana untuk anakanak berkebutuhan khusus seringkali menjadi persoalan. Pemerintah telah memberikan bantuan dana blockgrant melalui APBD kepada sekolahsekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Kenyataannya di SD Negeri Klero 02 masih sedikit sarana prasarana yang dimiliki. Sekolah pernah mendapatkan bantuan dari dinas berupa 56
alat-alat keterampilan peserta didik seperti mesin jahit,
setrika,
alat
masak,
alat
musik,
dan
drumband. Alat-alat tersebut digunakan untuk melatih
peserta
didik
untuk
lebih
mandiri
terutama kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus. Sarana prasarana yang dimiliki sekolah belum
memenuhi
kebutuhan
anak
yang
berkebutuhan khusus. Karena alat-alat yang ada belum
sesuai
dengan
kebutuhan
anak
yang
berkebutuhan khusus yang ada disekolah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu SN bahwa, Belum sama sekali karena kebanyakan dari mereka lamban belajar dan butuh alat peraga seperti kartu huruf, alat hitung gitu tapi belum ada bantuan dari pemerintah. Sedangkan untuk beli belum disediakan alokasi khusus dana untuk menyelenggarakan inklusi.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh guru pendamping khusus sebagai berikut Belum, soale alat-alat itu kurang bisa kami manfaatkanS secara maksimal. Disini kebanyakan yang ABK jenisnya lamban belajar jadi kami malah butuh alat peraga calistung. SD ini pernah diberi bantuan alat-alat seperti mesin jahit, setlika, alat masak, alat musik, alat pertukangan, timbangan hanya itu mbak.
Dari
validasi
data
dengan
studi
dokumentasi dan wawancara dapat disimpulkan 57
bahwa sarana prasarana yang ada masih jauh dari kata memadai, sehingga membuat peserta didik tidak dapat belajar dengan maksimal. Kurikulum
yang
digunakan
dalam
pendidikan inklusi tidak jauh berbeda dengan kurikulum
yang
digunakan
dengan
sekolah
lainnya. Namun dalam kurikulum pendidikan inklusi mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan ABK yang ada. Berikut pernyataan Bapak Sup selaku ketua komite Karena kurikulum nasional pakai KTSP ya pakai itu juga tapi mungkin guruguru disana menggabungkan kurikulum yang lain biar mempermudah ABK menerima materi.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh guru pendamping khusus sebagai berikut KTSP dan yang jelas kurikulumnya saya gabung dengan kurikulum SLB jadi disesuaikan dengan kemampuan anaknya saja.
Begitu juga pendapat Bapak P sebagai guru olahraga yang menyatakan sebagai berikut Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum KTSP dan dimodifikasi sesuai dengan kemampuan anak-anak tersebut.
Dari validasi data melalui wawancara dan studi
dokumentasi
kurikulum
yang
58
menunjukkan
bahwa
digunakan
dalam
menyelenggarakan
pendidikan
inklusi
adalah
KTSP yang dimodifikasi sesuai kemampuan ABK. Dalam memodifikasi kurikulum, sekolah mengacu juga terhadap kurikulum SLB. Sekolah melakukan modifikasi kurikulum dengan cara melakukan penyesuaian di berbagai komponen sesuai dengan karakteristik peserta didiknya. Modifikasi mulai dari materi pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi serta penilaian. Hal
tersebut
diwujudkan
mulai
dari
perencanaan pembelajaran yang dibuat bagi siswa ABK disesuaikan dengan kemampuannya. Materi pembelajaran dibuat lebih mudah untuk ABK. Layanan tambahan bagi ABK juga dilakukan mulai dari jam tambahan belajar, remedial, atau bimbingan khusus lainya diluar jam belajar. Begitu juga dengan penetapan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang dibuat lebih rendah dari anak normal. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi seyogyanya
mempunyai
pendidik
dan
tenaga
pendidikan yang memenuhi standar kualifikasi. Guru telah mengikuti beberapa pelatihan tentang pendidikan
inklusi.
Hasil
wawancara
dengan
kepala sekolah menyatakan Ada yang sudah, tetapi kalau pelatihan tentang mengajar khusus anak inklusi 59
belum. Tapi kalau pelatihan yang sifatnya umum tentang penanganan dan cara memperlakukan anak inklusi sudah.
Begitu
juga
pendapat
guru
pendamping
khusus yang menyatakan sebagai berikut Belum semua, saya belum pernah, saya hanya mencari informasi sendiri bagaimana cara mengajari mereka lewat internet, guru SLB dan baca-baca buku sendiri.
Hasil dengan
validasi
Bapak
data
Kepala
melalui
Sekolah
wawancara
menunjukkan
bahwa belum semua guru mengikuti pelatihan bahkan tentang mengajar anak inklusi hanya sekedar
pelatihan
secara
umum.
tentang Guru
pendidikan
pendamping
inklusi khusus
menambahkan bahwa informasi cara mengajar di dapatkan dari internet, guru SLB dan membaca buku. Hanya ada beberapa guru yang sudah mendapatkan
pelatihan
tentang
pendidikan
inklusi. Pelatihan yang pernah diikuti sifatnya umum
tentang
penanganan
dan
cara
memperlakukan anak ABK. Pelaksanaan sekolah inklusi perlu memiliki guru
pembimbing
khusus
(GPK),
yang
berlatarbelakang S1 PLB dan guru yang telah mengikuti
Diklat
Pendidikan
Inklusi.
Sejak
pelaksanaan program pendidikan inklusi pada tahun 2010 hingga saat ini, SD Negeri Klero 02 60
belum
memiliki
kompetensinya.
GPK
sesuai
Sehingga
dengan
sekolah
berinisiatif
mengangkat seorang guru umum menjadi GPK. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Kepala
Sekolah
dalam
wawancaranya
yang
menyatakan, Ada, tetapi latar belakang pendidikannya masih umum. Itu saja kebijakan dari kami mengangkat guru menjadi guru pendamping anak ABK. Tetapi belum ada guru pendamping khusus yang datang.
Pendapat tersebut sama diungkapkan oleh Bapak BG sebagai guru kelas sebagai berikut Guru pendamping khusus yang benarbenar ahli belum ada tapi sekolah kami mengangkat salah satu guru wiyata untuk menjadi guru pendamping khusus bagi ABK disini.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Ibu ENH sebagai berikut Disini kalau GPK belum ada tapi sama Bapak Kepala Sekolah saya yang diberi tugas mendampingi ABK yang mengajari mereka mbak.
Dari hasil validasi data dengan wawancara dan
dokumentasi
dengan
kepala
sekolah
menyimpulkan bahwa sekolah sudah mempunyai GPK dengan mengangkat salah satu guru wiyata untuk
mendampingi
ABK
namun
dari
latar
belakang pendidikan umum. Guru serta GPK 61
menyatakan belum adanya GPK yang benar-benar ahli disekolah. Sekolah hanya mengangkat salah satu
guru
untuk
mendampingi
ABK
pembelajaran
di
dalam
pembelajaran. c. Proses (Proces) Pelaksanaan inklusi
guru
dituntut
mampu
perencanaan
pembelajaran
karakteristik
peserta
membuat
sesuai
didik.
sekolah dengan
Perencanaan
pembelajaran yang telah dibuat telah dimodifikasi di berbagai aspek disesuaikan dengan anak yang berkebutuhan khusus dikelasnya. Namun tidak semua guru melakukan modifikasi perecanaan pembelajaran. Berikut pernyataan kepala sekolah bahwa Kalau guru kelas tidak karena kami sudah menunjuk guru pendamping khusus yang kami percaya untuk mengajari anak ABK.
Pendapat tersebut sama diungkapkan oleh Bapak P sebagai guru olahraga sebagai berikut RPP yang saya buat adalah RPP untuk siswa normal karena anak yang ABK disini jarang yang mau ikut pelajaran olah raga tetapi untuk guru yang lain sudah membuat tapi belum sepenuhnya biasanya kami menggabungkan kurikulum biasa dengan kurikulum SDLB dalam membuat RPP.
Pendapat tersebut diperkuat oleh ibu ENH sebagai GPK sebagai berikut: 62
Saya membuatnya RPP yang saya buat sesuai dengan kemampuan ABK nya dan RPP itu tak pakai lama soale anak-anak ini kan gampang lupa.
Hasil validasi data dengan wawancara dan didukung dengan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa
guru
dalam
membuat
perencanaan
pembelajaran terdapat sedikit modifikasi. Namun belum
semua
guru
membuat
RPP
yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Pada guru
pelaksanaan
melakukan
Biasanya
anak
pembelajaran
pengaturan yang
dikelas
tempat
duduk.
berkebutuhan
khusus
ditempatkan didepan. Hal itu dilakukan agar anak ABK lebih mudah mendapat perhatian guru. Dalam pembelajaran sekolah inklusi, guru pembimbing
khusus
mengimplementasikan
dituntut
mampu
prinsip-prinsip
khusus
terhadap peserta didik berkebutuhan khusus sesuai dengan tingkat kekhususan peserta didik tersebut. Pada prakteknya, guru pembimbing khusus telah melakukan proses pembelajaran dan menjalankan
tugasnya
sebagai
pendamping
peserta didik berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dalam memberikan pembelajaran GPK harus memahami karakteristik ABK.
63
Guru
pembimbing
khusus
memberikan
pembelajaran dikelas umum dan juga dilakukan dikelas khusus berbeda dengan peserta didik yang normal. Untuk anak yang mengalami tuna daksa diberikan
bimbingan
mengucap
dan
menulis
sedangkan untuk anak slow leaner diberikan bimbingan khusus
pengembangan
model
PPI
diri.
(Program
Bimbingan
Pembelajaran
Individual) diberikan kepada ABK dalam kategori tuna laras. Dengan memberikan
pembelajaran peluang
mengaktualisasikan
yang
terhadap
potensinya
baik
akan
ABK
untuk
sesuai
dengan
bakat, kemampuannya serta perbedaan yang ada pada setiap anak. Berikut pernyataan Bapak kepala sekolah bahwa Ada, perhatian khusus ke ABK pada saat mengerjakan tugas tetapi pendampingan khusus saat pembelajaran saya rasa kurang karena guru kelas harus menangani anak yang jumlahnya banyak.
Keterangan
kepala
sekolah
tersebut
diperkuat oleh Ibu ENH sebagai GPK sebagai berikut: Pastinya ada, apalagi pas mengerjakan soal-soal jika tidak didampingi mereka pasti gak bisa.
Hasil
validasi
data
dengan
wawancara
dengan kepala sekolah menunjukkan ABK diberi 64
pendampingan khusus saat pembelajaran namun kurang
maksimal
karena
dikelas
harus
menangani banyak anak. GPK membenarkan hal itu dan menambahkan jika tidak didampingi anak ABK
akan
mengalami
kesulitan
dalam
mengerjakan soal-soal. Evaluasi
dilakukan
untuk
mengetahui
tingkat kemampuan atau prestasi yang dicapai oleh peserta didik berkebutuhan khusus setelah menjalani proses pembelajaran. Penilaian yang dilakukan
oleh
GPK
terhadap
peserta
didik
berkebutuhan khusus adalah GPK melakukan modifikasi sistem evaluasi terhadap peserta didik berkebutuhan
khusus
dengan
bantuan
guru
kelas. Berikut pernyataan kepala sekolah tentang alat penilaian bahwa Penilaiannya menggunakan sistem sendiri, KKM dibedakan dan anak inklusi sesuai petunjuk dari dinas pada saat pelatihan.
Keterangan
kepala
sekolah
tersebut
diperkuat oleh ibu ENH sebagai GPK sebagai berikut: Iya pasti, KKM yang jelas kami bedakan, tingkat kesulitan soal dan penilaian ABK lebih kepada prosesnya bukan hasil akhirnya yang kami nilai perilaku mereka.
65
Begitu juga pendapat dari bapak T guru kelas yang menyatakan sebagai berikut Tetep pakai penilaian khusus, ABK KKM nya berbeda dengan anak normal, soal yang diberikan kepada yang ABK juga lebih mudah.
Dari hasil validasi data dengan wawancara tersebut di atas dapat disimpulkan untuk KKM siswa ABK dibuat tidak sama dengan anak-anak normal. KKM dibuat lebih rendah bagi anak ABK. Dalam
membuat
soal
evaluasi
juga
berbeda
tingkat kesulitannya. Dalam pelaksanaan program inklusi di SD Negeri Klero 02, sumber dana khusus untuk melayani dan membantu ABK belum ada yang diterima dari dinas terkait. Sejauh ini, sekolah mengambil dan menggunakan dana BOS untuk memenuhi
kebutuhan
dalam
melayani
ABK
sebagai mana penjelasan kepala sekolah sebagai berikut. Masih ikut BOS, tidak ada dana tersendiri untuk menyelenggaran program inklusi. Jadi segala kebutuhan dalam program ini dibebankan dengan dana BOS.
Keterangan
kepala
sekolah
tersebut
diperkuat oleh ibu ENH sebagai GPK sebagai berikut: Memakai dana BOS belum ada dana khusus untuk menyelenggarakan program ini. 66
Selain itu pendapat dari Bapak P sebagai guru olahraga juga menjelaskan sebagai berikut Tidak ada pembiayaan khusus buat program inklusi. pembiayaan masih didanai oleh dana BOS.
Hasil validasi data dengan wawancara dapat disimpulkan bahwa pendanaan dalam program inklusi di SD Negeri Klero 02 sepenuhnya didanai oleh dana BOS. Selama ini belum ada dana alokasi khusus untuk penyelenggarakan program inklusi di sekolah ini. Di
samping
itu,
kendala
lain
yang
ditemukan adalah tidak ada monitoring dari dinas terkait pelaksanaan program pendidikan inklusi di sekolah. Padahal dari pihak sekolah sangat membutuhkan
adanya
monitoring
dan
pendampingan terhadap pelaksanaan program inklusi ini. Hal itu juga disampaikan oleh komite sekolah bahwa, Program itu sangat bagus menurutku akan tetapi terkadang pemerintah hanya membuat program saja tanpa ada tindak lanjut sehingga kadang pihak sekolah gersulo dengan adanya program ini karena dampaknya bagi nilai rata-rata sekolah yang menurun karena adanya anak-anak ini karena keterbatasan personil yang dimiliki sekolah tersebut jadi seharusnya pemerintah membantu memberikan guru pendamping, pakar atau apalah namanya biar sekolah tetep berjalan dengan baik.
67
Pendapat tersebut diperkuat oleh Kepala sekolah sebagai berikut: Belum ada monitoring ke sekolah, jujur kami butuh ada monitoring tetapi juga dibarengi dengan pendampingan terhadap pelaksanaan program ini.
Dari hasil validasi data dengan wawancara dengan
komite
sekolah
menunjukkan
sekolah
mendukung adanya program inklusi namun harus diberi
tindak
lanjut
dengan
memberi
guru
pendamping agar program berjalan dengan baik karena berdampak pada nilai rata-rata sekolah. Kepala
sekolah
menambahkan monitoring
membenarkan bahwa
dari
pendampingan
selama
dinas
dalam
dan
hal ini
itu
belum
tidak
pelaksanaan
dan ada
adanya program.
Dengan adanya program ini mereka berharap anak yang berkebutuhan dapat bersekolah selayaknya anak normal seusianya. d. Produk Perkembangan atau prestasi dari bidang akademik maupun non akademik ABK merupakan dampak penerapan program pendidikan inklusi. Hal ini menunjukkan keberhasilan dari program yang dijalankan. Sejak SDN Klero 02 menerima ABK pada tahun 2010, maka sudah ada ABK dengan
perkembangan
bervariasi. 68
dan
prestasi
yang
Berhubungan
dengan
jenis
ABK
yang
diterima di sekolah ini tidak dalam kategori berat dan
masih
Perkembangan
bisa atau
mengikuti prestasi
pelajaran.
akademik
ABK
tersebut belum mencapai rerata atau standar KKM. ABK bisa naik kelas ketika sudah memenuhi KKM. pada umumnya perkembangan akademik ABK dalam
kategori
cukup.
Sebagai
mana
yang
disampaikan oleh kepala sekolah sebagai berikut Prestasi mereka ya biasa saja. Yang pasti mereka dibawah anak normal tetapi sudah ada kemajuan meskipun sedikit.
Begitu juga pendapat ibu ENH sebagai guru GPK yang menyatakan Jelas prestasi akademiknya kurang tapi sudah lumayan mereka yang sudah ada perkembangannya meskipun lambat.
Pendapat lain yang mendukung keterangan dari GPK yaitu dari ibu SN menuturkan Prestasinya ya berkembang meskipun sedikit anak-anak ini sekarang sudah bisa menggabungkan kata meskipun baru sedikit.
Dari hasil validasi data melalui wawancara dan studi dokumentasi dapat disimpulkan bahwa perkembangan ABK dari segi akademik masih kurang. Namun ABK dapat berkembang meskipun perkembangannya belum signifikan.
69
Program tersebut tidak hanya berdampak pada perkembangan dan prestasi ABK di bidang akademik saja, namun juga berdampak pada perkembangan dan prestasi ABK di bidang non akademik. Guru kelas menyampaikan bahwa ABK memiliki perkembangan non akademik yang cukup baik. Namun prestasi bidang non akademik dari ABK juga tidak nampak begitu signifikan atau bisa dikatakan masih rata-rata saja. Hal ini serupa disampaikan
oleh
Kepala
Sekolah
dalam
wawancara sebagai berikut: Perkembangan non akademik ada, ada anak yang berbakat dibidang musik dan menggambar meskipun belum berprestasi.
Hal yang sama juga disampaikan oleh ibu SN dalam wawancara sebagai berikut: Dalam segi non akademik lumayan maju meskipun belum pernah juara tapi gambarnya bagus dan ada yang pernah maju lomba meskipun belum menang.
Begitu juga pendapat dari ibu ENH guru GPK yang menyatakan sebagai berikut Dari segi non akademik lebih menonjol mereka ada yang bisa menggambar bagus meskipun belum pernah menang lomba.
Dari hasil validasi data dengan wawancara tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi dari segi non akademik lebih menonjol. Dimana
70
ada ABK yang mempunyai beberapa bakat yang menonjol. Mengingat
bahwa
SDN
Klero
02
sudah
menerima ABK sejak tahun 2010 sekolah ini belum meluluskan ABK. Hal ini terjadi karena ABK sering tinggal kelas. Di samping itu, produk dari pelaksanaan program ini adalah adanya 12 ABK yang terlayani di sekolah. Ada
beberapa
faktor
pendukung
dalam
pelaksanaan inklusi di SD Negeri Klero 02. adanya antusias masyarakat sekitar sekolah yang memiliki ABK untuk menyekolahkan di SD Negeri Klero 02. Dengan
adanya
masyarakat
sekitar
yang
menyekolahkan anaknya yang ABK di SD Negeri Klero 02 dapat mendukung program inklusi di sekolah ini. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Kepala Sekolah sebagai berikut SD ini persis di pinggir jalan raya mbak jadi mudah untuk dijangkau oleh masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya kesini apalagi orang tua yang memiliki ABK mbk yang jauh dari SLB jadi menurutku itu salah satu faktor pendukung pelaksanaan inklusi disini.
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu SN selaku Guru Agama sebagai berikut Apa ya mbak, tapi yang jelas masyarakat daerah Tengaran sekarang 71
senang apalagi yang punya ABK mereka bisa menyekolahkan anaknya disini sebelumnya kan jauh harus ke Salatiga.
Dari hasil validasi data dengan wawancara dapat disimpulkan bahwa pendukung program inklusi disekolah ini adalah adanya dukungan dari masyarakat.
Dukungan
itu
berupa
antusias
masyarakat sekitar yang mempunyai ABK untuk menyekolahkan anaknya di SD Negeri Klero 02. Berdasarkan hasil wawancara bahwa masih ada hambatan dalam pelaksanaan program inklusi ini. SD Negeri Klero 02 sebagai salah satu dan satu-satunya sekolah di Kecamatan Tengaran yang melaksanakan program pendidikan inklusi masih menemukan dan menjumpai beberapa kendala yang menyebabkan sekolah ini belum maksimal dan
optimal
dalam
menjalankan
program.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang belum sesuai dengan jenis kebutuhan ABK, tidak adanya guru
pendamping
khusus
sesuai
dengan
kompetensinya, pendanaan yang masih dengan BOS
saja,
pemahaman
masyarakat
tentang
pendidikan inklusi dan keterbatasan pemahaman guru terhadap ABK. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Bapak
Kepala
wawancaranya bahwa,
72
Sekolah
dalam
Yang pertama belum adanya guru pendamping khusus yang benar-benar ahli menangani ABK, pemahaman masyarakat disini masih kurang tentang sekolah inklusi jadi anak-anak yang seharusnya masuk SLB sudah kami beri pengertian masih saja menyekolahkan anaknya disini sehingga kami merasa kesulitan, sarana dan prasarana kurang, butuh dana untuk menyelenggarakan program ini tetapi belum pernah diberikan, belum bisa maksimal menangani ABK karena keterbatasan pemahaman guru tentang ABK.
Begitu juga pendapat dari Ibu ENH guru GPK yang menyatakan sebagai berikut Belum ada guru pendamping yang profesional, saya yang ditunjuk sebagai pendamping belum pernah diikutkan pelatihan jadi pengetahuanku kurang, sarana prasarananya kurang.
Hasil
validasi
data
dengan
wawancara
kepala sekolah mengungkapkan bahwa hambatan yang dialami sekolah disebkan belum adanya GPK, pemahaman orang tua tentang ABK yang kurang, sarana dan prasarana yang kurang memadai serta pendanaan yang yang belum diberikan secara khusus. Hal senada diungkapkan oleh GPK serta menambahkan bahwa meskipun ditunjuk sebagai GPK belum pernah diikutkan pelatihan tentang menangani ABK. Dengan
adanya
progam
inklusi
ini
diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyukseskan wajib belajar 9 tahun. Dimana 73
anak pada usia sekolah dapat bersekolah seperti anak
seusianya
tanpa
terkecuali
anak
yang
berkebutuhan khusus. Dari kendala-kendala yang ada, pihak sekolah berharap agar kendala tersebut segera teratasi dan dinas terkait bisa melakukan perbaikan dan pembenahan. C.
Pembahasan Pada bagian ini merupakan pembahasan tentang hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya. Pembahasan terhadap hasil
penelitian
ini
merupakan
upaya
untuk
menjelaskan hasil analisis dan menjawab rumusan masalah evaluasi
yang
diajukan
terhadap
yaitu
context,
bagaimanakah
input, process
dan
product dari pelaksanaan program inklusi di SD Negeri Klero 02. a. Konteks Evaluasi
konteks
terhadap
pelaksanaan
program inklusif di SD Negeri Klero 02 meliputi unsur penilaian terhadap latar belakang, tujuan pendidikan inklusi, kerjasama terhadap instansi lain, dan penerimaan peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa SD Negeri Klero 02 melaksanakan progam inklusi karena adanya penunjukan dari dinas pendidikan kabupaten. Selain itu juga adanya 74
anak-anak di sekitar sekolah yang masuk dalam kategori
ABK
namun
orang
tuanya
belum
memunyai kesadaran menyekolahkan di SLB. SD Negeri Klero 02 ditunjuk dan dicanangkan sebagai sekolah pilot project pelaksana program pendidikan inklusi di Kecamatan Tengaran. Hasil temuan ini sudah sesuai dengan Permendiknas No. 70 Tahun 2009
pasal
4
ayat
1
dimana
“pemerintah
kabupaten/kota menunjuk minimal satu sekolah dasar, dan satu sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan satu satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi yang wajib menerima peserta didik” dengan kebutuhan khusus. Sekolah mendapat manfaat atas kepercayaan dan apresiasi dari masyarakat khususnya orang tua ABK. Tujuan dalam dalam pelaksanaan program inklusi di SD Negeri Klero 02 adalah pemerataan
akses pendidikan yang ramah dan adil tanpa diskriminatif bisa diwujudkan dengan baik. ABK yang berada dilingkungan sekitar agar mereka bisa bersekolah seperti anak-anak normal seusianya. Hal ini sesuai yang dengan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 3 ayat 1 dimana peserta didik dengan kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan inklusif 75
pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Izin pelaksanaan program inklusi disekolah ini sudah ada karena sekolah ditunjuk dinas untuk menyelenggarakan program inklusi. Namun sampai sekarang sekolah belum mendapatkan SK yang menerangkan sebagai sekolah penyelenggara program inklusi. Sekolah inklusi
dalam
berdasarkan
melaksanakan pedoman
yang
program diberikan
dinas. Untuk menunjang berjalannya program tersebut sekolah melakukan kerjasama dengan lembaga lain. Sekolah menjalin kerjasama dengan SLB
Salatiga.
Kerjasama
dilakukan
untuk
memberikan bimbingan dalam pelayanan terhadap ABK. Temuan ini sudah sesuai dengan Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan Dasar Tahun 2012 dan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 11 ayat 1-5. Sasaran program inklusi di SD Negeri Klero 02 yaitu anak usia sekolah yang terdapat disekitar sekolah. Dalam penerimaan peserta didik baru sekolah tidak melakukan proses seleksi. ABK yang diterima secara umum masih bisa mengikuti pelajaran atau arahan guru, mandiri, percaya diri, dan bisa mengikuti proses pembelajaran dengan anak normal. ABK yang dilayani ada 12 anak yang 76
tersebar dari kelas I sampai keas V. ABK yang ada terdiri dari 5 anak tuna Grahita, 3 anak autis, 2 anak lamban belajar, 1 anak tuna laras, dan 1 anak tuna daksa. Pada proses penerimaan peserta didik baru sekolah biasanya melakukan pengamatan ketika peserta
didik
mendaftar
sekolah.
Sekolah
menerima ABK dengan menyesuaikan pada jenis kebutuhan atau kelainan yaitu kategori ringan, dan dimana ABK berdomisili dekat lingkungan sekolah.
Hasil
temuan
ini
sesuai
dengan
Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 5 ayat 1 sekolah menerima peserta didik dengan kelainan dan/atau
potensi
kecerdasan
dan/atau
bakat
istimewa atas pertimbangan terhadap sumber daya yang dimiliki sekolah tersebut. b. Input Evaluasi
input
terhadap
pelaksanaan
program pendidikan inklusi di SD Negeri Klero 02 meliputi
sarana
prasarana,
kurikulum,
dan
sumber daya manusia. Sekolah ini masih mengandalkan sarana prasarana yang sudah ada sebelumnya. Sarpras ini umumnya digunakan secara merata baik siswa reguler maupun ABK. Hal ini sesuai dengan Direktorat Pembinaan SLB (2007) dimana sarana dan prasarana umum yang dibutuhkan sekolah 77
penyelenggara
program
pendidikan
inklusi
cenderung sama dengan sekolah reguler pada umumnya. Ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di sekolah masih terbatas. Selama ini sekolah telah mendapatkan bantuan sarana berupa alat musik, alat memasak, drum band, alat menjahit, dan berbagai alat lainnya yang menunjang untuk mengembangkan
keterampilan
siswa.
Bantuan
tersebut diberikan oleh Pemerintah provinsi pada tahun 2010 sebesar Rp. 50.000.000,00. Selain itu, sekolah belum didukung dengan prasarana yang memadai seperti ruang atau kelas khusus guna melayani ABK. Kurikulum kurikulum
yang
nasional
dan
digunakan
adalah
dimodifikasi
sesuai
dengan ABK yang ada. Sekolah juga mengacu pada kurikulum SLB dengan melakukan penyesuaian di berbagai komponen sesuai karakteristik peserta didik. Sekolah melakukan modifikasi mulai dari materi
pembelajaran,
media
pelayanan
tambahan
penilaian,
pembelajaran, jam
belajar,
remedial, atau pembimbingan khusus diluar jam sekolah. Hal ini diperkuat dalam Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 7 bahwa kurikulum yang digunakan
adalah
kurikulum 78
tingkat
satuan
pendisdikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan
ABK
sesuai
bakat,
minat
dan
potensinya. Sebagian guru di sekolah belum pernah mendapatkan
workshop,
diklat,
sosialisasi
dan/atau pelatihan khusus untuk meningkatkan kompetensi. Temuan ini tidak sesuai dengan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 pasal 10 ayat 3,
yang
menjelaskan
bahwa
“pemerintah
kabupaten/kota wajib meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif”. Maka dari itu, pemerataan dalam keikutsertaan atau keterlibatan guru dalam workshop, diklat, sosialisasi/pelatihan khusus perlu ditingkatkan karena berpengaruh terhadap kompetensi guru dalam menangani ABK. Sementara dalam hal sumber daya manusia (SDM) yaitu guru pendamping khusus (GPK), SD Negeri Klero 02 belum memiliki GPK yang berlatar belakang pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa. Sekolah mengangkat guru umum untuk menjadi GPK. Temuan ini tidak sesuai dengan Permendiknas No. 70 tahun 2009 pasal 10 ayat 1 dimana
“pemerintah
kabupaten/kota
wajib
menyediakan paling sedikit satu orang GPK pada 79
satuan
pendidikan
yang
menyelenggarakan
ditunjuk
pendidikan
untuk inklusif”.
Penanganan ABK ditangani oleh guru kelas. Hasil temuan ini belum sesuai karena idealnya selain guru kelas dan guru mata pelajaran, sekolah harus memiliki guru pendidikan khusus yang memiliki kompetensi sesuai keahlian dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Direktorat Pembinaan SLB 2007). c. Proses Evaluasi
Proses
terhadap
pelaksanaan
program pendidikan inklusif di SD Negeri Klero 02 meliputi
pembelajaran,
pelayanan
ABK,
pembiayaan, dan monitoring. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, menunjukkan
bahwa
guru
telah
memiliki
kompetensi yang cukup memadai. Hal ini terbukti dari penyusunan RPP, pemberian materi dan bahan ajar kepada ABK dengan menggunakan kurikulum dan materi/bahan ajar yang sama atau reguler. Guru tidak membedakan kurikulum dan materi/bahan ajar secara terstruktur. Selain itu, guru menggunakan RPP reguler yang diberikan secara merata kepada semua siswa. Hasil temuan ini sesuai Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan 80
Dasar (2012) kurikulum yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif pada dasarnya adalah kurikulum standar nasional yang berlaku di sekolah umum. Akan tetapi karena ragam hambatan ABK sangat bervariasi, maka dalam implementasinya harus ada modifikasi kurikulum tingkat satuan pendidikan yang sesuai dengan standar nasional dan kebutuhan ABK. Hasil
temuan
melakukan
penyesuaian
meringankan pelayanan
menunjukkan
materi,
tambahan
(modifikasi)
dan
pemberian
terhadap
ABK.
sekolah dengan atau Dalam
penggunaan kurikulum dan pemberian soal latihan tetap sama tapi penyesuaian dilakukan secara individu dalam hal evaluasi dan pelayanan lainnya. Bagi ABK biasanya standar nilai dibedakan dan disesuaikan yaitu diturunkan dari standar KKM siswa normal pada umumnya. Hasil temuan sudah sesuai dengan hasil penelitaian
Hartanti
(2013),
penelitiannya
menyimpulkan sekolah yang ditunjuk mengadakan layanan pendidikan inklusi berhak melakukan berbagai modifikasi atau penyesuaian, baik dalam hal kurikulum, sarana dan prasarana, tenaga pendidikan,
sistem
pembelajaran
penilaiannya.
81
serta
sistem
ABK akan mendapatkan pelayanan lebih apabila dianggap perlu untuk remedi baik di saat jam istirahat maupun di luar jam sekolah. Hasil temuan ini sesuai menurut Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan Dasar (2012) tentang salah satu prinsip pembelajaran sekolah inklusif yaitu prinsip individual,
dimana
“guru
perlu
mengenal
kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam menyerap materi
pelajaran,
kecepatan
maupun
kelambatannya dalam belajar, dan perilakunya, sehingga setiap kegiatan pembelajaran masingmasing anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai”. Pada pelaksanaan pembelajaran dikelas guru melakukan pengaturan tempat duduk. Biasanya anak yang berkebutuhan khusus ditempatkan didepan. Hal itu dilakukan agar guru mudah memberikan
perhatian
pada
anak
ABK.
Pendampingan pembelajaran dilakukan terhadap ABK pada saat pembelajaran berlangsung namun belum
sepenuhnya
kemampuan
guru
dan
karena belum
keterbatasan adanya
guru
pendamping khusus. Pendampingan pembelajaran dilakukan diluar pelajaran disaat jam tambahan.
82
Evaluasi
dilakukan
untuk
mengetahui
tingkat kemampuan atau prestasi yang dicapai oleh peserta didik berkebutuhan khusus setelah menjalani proses pembelajaran. Penilaian yang dilakukan
oleh
GPK
terhadap
peserta
didik
berkebutuhan khusus. GPK melakukan modifikasi sistem
evaluasi
berkebutuhan
terhadap
khusus
peserta
dengan
didik
bekerja
sama
dengan guru kelas. Dalam
pelaksanaan
program
pendidikan
inklusi di SD Negeri Klero 02, sumber dana khusus untuk melayani dan membantu ABK belum ada yang diterima dari pemerintah. Sejauh ini, sekolah mengambil dan menggunakan dana BOS untuk memenuhi
kebutuhan
dalam
penyelenggaran
program inklusi. Hal tersebut tidak sesuai PP nomor 48 Tahun 2008 Bab V pasal 51 ayat 2 menegaskan
bahwa
seharusnya
pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat memberikan kontribusi
terhadap
pembiayaan
pendidikan
inklusi agar lebih efektif. Dalam pelaksanaan program inklusi di SD Negeri Klero 02 belum ada monitoring langsung dari dinas. Padahal dari pihak sekolah sangat membutuhkan pendampingan inklusi ini.
adanya terhadap
monitoring pelaksanaan
Temuan ini tidak 83
dan program
sesuai dengan
Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 12 dimana “pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
melakukan
pembinaan
dan
pengawasan pendidikan inklusif sesuai dengan kewenangannya”. Sekolah SD Negeri Klero 02 sangat mendukung pelaksanaan program inklusi ini
namun
harus
dibarengi
dengan
adanya
dukungan dari berbagai pihak terkait. d. Produk Evaluasi
produk
terhadap
pelaksanaan
program pendidikan inklusi di SD Negeri Klero 02 berupaya untuk melakukan penilaian terhadap dampak prestasi peserta didik, dan hambatan pelaksanaan program inklusi. Sehubungan dengan penerimaan ABK yang sudah berjalan cukup lama sejak 2010, maka dampak penerapan program tersebut dapat dilihat khususnya dari perkembangan maupun prestasi ABK. Sebagian besar ABK memiliki perkembangan akademik dibawah rerata atau standar. Dalam hal ini ABK belum mampu mencapai nilai standar sesuai KKMnya sehingga ada yang tidak naik kelas. Sementara
perkembangan
non
akademik
ABK cukup baik atau rata-rata. Terdapat peserta
84
didik
ABK
walaupun
yang
pandai
belum
perlombaan.
dalam
pernah
Dapat
menggambar
menang
disimpulkan
dalam bahwa
perkembangan atau prestasi ABK secara garis besar cukup baik dan rata-rata prestasi baik akademik maupun akademiknya cukup mengalami perkembangan. Hasil temuan ini sesuai dengan Mudjito
(2012)
yang
menjelaskan
bahwa
setidaknya ada 4 ranah pendidikan yang harus diberikan dalam proses belajar mengajar yang mencakup
ranah
kognitif
(pembentukan
kemampuan ilmu atau daya nalar), psikomotorik (pembentukan
bakat
keterampilan),
(pembentukan
intrapersonality,
soft skills
interpersonality,
karakter pribadi untuk dirinya, sosial dan dengan sang Pencipta), dan karakter (pembentukan hard skills dan soft skills). Pendukung program inklusi disekolah ini adalah
adanya
dukungan
dari
masyarakat.
Dukungan itu berupa antusias masyarakat sekitar yang
mempunyai
ABK
untuk
menyekolahkan
anaknya di SD Negeri Klero 02. Dengan adanya dukungam
masyarakat
tersebut
diharapkan
membantu pelaksanaan program inklusi agar lebih baik.
85
Terdapat
berbagai
hambatan
dalam
pelaksanaan program inklusi ini. Sekolah belum mempunyai guru pendamping khusus yang benarbenar ahli dalam menangai anak ABK. Sarana prasarana disekolah yang ada belum mampu melayani kebutuhan anak ABK. Pendanaan dalam pelaksaaan program inklusi hanya mengandalkan dari dana BOS saja. Keterbatasan guru dalam menangani anak ABK juga menambah deretan hambatan yang ada. Terkait
dengan
hambatan
yang
dialami,
sekolah telah melakukan beberapa usaha untuk menanggulanginya. Sekolah mengangkat seorang guru umum untuk menjadi seorang guru GPK. Sekolah juga melakukan kerjasama dengan instasi atau lembaga untuk menangani ABK. Dengan adanya program inklusi di SD Negeri Klero 02 berharap sekolah dapat ikut andil dalam menyukseskan wajib belajar 9 tahun untuk semua anak
pada
perhatian
usia
sekolah.
pemerintah
dan
Selain
itu
adanya
menindak
lanjuti
dengan memberikan tenaga GPK, dana, sarana dan prasarana yang memadai merupakan harapan terbesar yang dinanti oleh pihak sekolah. Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat bagi pengembangan program yang ada di 86
SD Negeri Klero 02 yang telah menyelenggarakan program selama 6 tahun. Sesuai dengan pendapat Arikunto (2010: 22) menyebutkan bahwa kegiatan evaluasi program dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program
yang
telah
dilaksanakan.
Hasil
dari
penelitian ini bagi guru dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka memecahkan masalah yang selama ini dihadapi dalam pelaksanaan program inklusi. Manfaat bagi kepala sekolah dengan hasil penelitian
ini
diperoleh
gambaran
tentang
pelaksanaan program inklusi yang selama ini telah berjalan sehingga dapat mengambil keputusan untuk meningkatkan program pendidikan inklusi. Bagi dinas pendidikan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka pembinaan dan peningkatan kualitas program pendidikan inklusi. Penelitian manfaat
bagi
Kecamatan
ini
diharapkan
pelaksana
Tengaran
dan
memberikan
program
inklusi
di
sekolah
lainnya
di
seluruh Indonesia. Manfaat yang bisa diperoleh dari
penelitian
ini
adalah
sekolah
pelaksana
program inklusi dapat mengetahui kekurangan dalam pelaksanaan program. Untuk itu perlu 87
adanya perbaikan demi keberlanjutan program yang lebih baik.
88