Pengaruh Leader Member Exchange dan Nilai Kerja yang Dilihat dari Sudut Pandang Bawahan Terhadap Penilaian Kinerja Bawahan : Studi kasus PT. Melia Sehat Sejahtera Jakarta
Ishak, Riani Rachmawati Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Email :
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh positif leader member exchange bawahan dan nilai kerja bawahan terhadap penilaian kinerja bawahan. Penelitian ini menggunakan kuesioner penilaian kinerja subjektif untuk mengukur kinerja bawahan, kuesioner LMX 7 item untuk mengukur hubungan kerja, dan kuesioner organizational culture profile untuk melihat nilai kerja bawahan. Data penelitian dikumpulkan dari 120 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa leader member exchange bawahan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan. Dan nilai kerja bawahan tidak signifikan berpengaruh terhadap penilaian kinerja bawahan. Leader dapat meningkatkan kinerja bawahannya dengan membangun hubungan kerja yang baik dan memberikan dukungan positif kepada bawahannya.
Effect of Leader Member Exchange and Work Values from Subordinate View On Appraisal of Subordinate’s Performance : Case Study PT. Melia Sehat Sejahtera, Cabang Jakarta
Abstract The Objective of this research is to analyse the positive effect of leader member exchange and work values from subordinate view on subordinate’s performance appraisal. This research used perceived performance appraisal questionnaire to measure subordinate’s performance, LMX 7 item questionnaire to measure exchange relationship, and organizational culture profile questionnaire to measure work values. Data we’re collected from 120 respondents. The result of this research found that leader member exchange from subordinate view have positive effect on subordinate’s performances appraisal. And work values from subordinate view not impact significantly on subordinate’s performance appraisal. Leaders can improve subordinate’s performance with build a good working relationship and give positive support.
Keywords : Leader member exchange, perceived performance appraisal, work values, member of PT. Melia Sehat Sejahtera
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
2
Pendahuluan Faktor penting yang menentukan kinerja karyawan dan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan lingkungan menurut Bass et al. (2003), Locander et al. (2002) dan Yamarino at al. (1993) adalah kepemimpinan. Salah satu teori kepemimpinan yang berhubungan dengan kinerja adalah Leader Member Exchange (LMX), bagaimana seorang leader membangun jaringan pemasaran di PT. Melia Sehat Sejahtera akan sangat terkait dengan teori leader member exchange. Kualitas hubungan kerja yang tinggi berpengaruh positif terhadap (1) perceptual / subjective performance ratings menurut Bauer et al. (2006). Selain itu ada faktor lain yang mempengaruhi kinerja, yaitu nilai kerja. Tidak adanya kontrak kerja dan rendahnya kinerja adalah masalah serius bagi PT. MSS, untuk itu dengan mengetahui dampak positif dukungan seorang leader terhadap bawahannya, maka leader dapat meningkatkan kinerja bawahannya dengan membangun hubungan kerja yang lebih baik. Dengan tingkat kinerja yang tinggi dan terus meningkat, maka tujuan organisasi akan dapat terealisasi sesuai harapan, untuk itu penelitian ini perlu dilakukan. Tinjauan Pustaka 1. Kinerja Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1998). Menurut Dessler (2009) kinerja karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan berdasarkan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Penilaian juga dapat dilihat dengan membandingkan kinerja karyawan dengan karyawan lainnya. Casimir (2006) mendefinisikan kinerja sebagai nilai total yang diharapkan oleh perusahaan dari pekerjaan yang dilakukan seseorang selama periode waktu tertentu. Berdasarkan definisi kinerja di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah penilaian terhadap aktivitas kerja yang dilakukan oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu dan dibandingkan dengan standar kerja yang diharapkan. 2. Penilaian Kinerja Siagian (2002) menjelaskan bahwa bagi individu, penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan, dan potensinya yang
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
3
pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana, dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, perekrutan, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Dalam penjelasan Noe et al. (2000) menyatakan bahwa dengan adanya umpan balik, karyawan dapat melakukan penyesuaian kinerja mereka dengan sasaran organisasi. Karyawan dapat melakukan penyesuaian kinerja mereka dengan sasaran organisasi, jika mereka telah mengetahui seberapa baik kinerja mereka dibanding dengan standar atau sasaran organisasi. Jika digunakan secara efektif, penilaian kinerja dapat meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan. Sebaliknya, jika digunakan secara tidak tepat dapat mempunyai dampak yang merugikan bagi perusahaan. 3. Subjek yang Memberikan Penilaian Kinerja Menurut Dessler (2009), subjek yang melakukan penilaian kinerja adalah atasan langsung, rekan Kerja (peer), rating Committees, dirinya sendiri (self-evaluation), bawahan, dan 360 Degree Feedback. 4. Cara Pengukuran Kinerja Noe, et al. (2000) mengemukakan sejumlah pendekatan untuk mengukur kinerja yang didasarkan pada atribut, perilaku, dan hasil kerja karyawan serta perbandingan secara menyeluruh diantara kinerja karyawan, memiliki beberapa pendekatan, yaitu pendekatan komparatif, pendekatan atribut, dan pendekatan keperilakuan. 5. Leader Member Exchange (LMX) Salah satu konsep LMX mencerminkan pandangan tentang seberapa banyak dukungan yang diberikan oleh atasan kepada bawahannya (Schriesheim, et al., 1999). Sebagai timbal balik atas dukungan positif atasannya, bawahan akan memberikan kinerja yang lebih baik atau meningkatkan kinerjanya (Densereau, 1995). 6. Definisi Leader Member Exchange (LMX) LMX adalah konsep peran yang dikembangkan. Dansereau et al. (1975) menjelaskan bahwa LMX merupakan sebuah alternatif pendekatan untuk memahami pengaruh kepemimpinan
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
4
dalam mengefektifkan karyawan yang berfokus pada hubungan kelompok (diad) antara pemimpin dan tiap-tiap karyawan. Yukl (1989) menyebutkan bahwa LMX menjelaskan bagaimana pemimpin dan bawahan mengembangkan hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain dan menegosiasikan peran bawahan di dalam suatu organisasi. LMX juga tidak hanya melihat sikap dan perilaku pemimpin dan pengikutnya tetapi juga melihat kualitas hubungan yang terbentuk. Graen dan Cashman (1975) juga mengatakan bahwa teori LMX berkaitan dengan sifat hubungan antara pemimpin dan bawahan, bentuk dalil dasar teori ini adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan yang terlibat dalam proses-proses perundingan bersama dan akhirnya mereka telah menentukan peran yang harus diisi oleh masing-masing pihak dan terus berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Lebih lanjut lagi, Graen dan Cashman (1975) menjelaskan bahwa para pemimpin didalam menghadapi pekerjaan yang memiliki keterbatasan waktu, maka pemimpin tersebut akan mengembangkan hubungan dengan hanya ke beberapa karyawan yang dimiliki oleh atasan tersebut. 7. Cara Pengukuran LMX Di kalangan para peneliti, sebenarnya masih terdapat kontroversi dalam mengukur LMX, mengenai pertanyaan untuk mengukur LMX dan dimensinya. Selama beberapa tahun, pertanyaan untuk mengukur LMX banyak mengalami perubahan, misalnya sebagai contoh 2item (Dansereau, et al., 1975), 4-item (Graen & Schiemann, 1978; Liden & Graen, 1980), 5item (Graen, Liden, & Hoel, 1982), 7-item (Graen, Novak, & Sommerkamp, 1982; Seers & Graen, 1984), 10-item (Ridolphi & Seers, 1984), 12-item (Wakabayashi & Graen, 1984), and 16-item (Wakabayashi, Graen, & Uhl-Bien, 1990; Uhl-Bien, et al., 1990) LMX scale. Walaupun item LMX ditambahkan ke dalam dimensi yang memungkinkan, akan tetapi pengukuran LMX tersebut jika dibandingkan dengan 7-item LMX menghasilkan efek yang sama. Oleh karena itu, LMX 7-item adalah ukuran yang paling tepat dan direkomendasikan untuk mengukur LMX. Cara pengukuran LMX yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan 7-item LMX yang dilihat dari sudut pandang bawahan. Salah satu contoh pertanyaannya adalah “Terlepas dari berapa banyak kewenangan formal atasan anda pada posisinya, seberapa besar kemungkinan atasan anda akan menggunakan kekuatanya untuk membantu anda memecahkan masalah dalam pekerjaan anda”.
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
5
8. Hubungan LMX dengan Kinerja Leader member exchange mempunyai hubungan yang positif dengan berbagai tingkat outcomes individu. Para peneliti teori ini mengatakan bahwa kualitas hubungan kerja yang tinggi berpengaruh positif terhadap (1) perceptual / subjective performance ratings menurut Bauer et al. (2006) dan (2) objective performances rating (Duarte, Goodson, & Klich, 1994). Objective performance rating merupakan penilaian kinerja yang diukur berdasarkan objektivitas kerja yang sesuai dengan tujuan organisasi, sedangkan subjective performance ratings adalah penilaian kinerja yang diukur berdasarkan subjek yang memberikan penilaian kinerja dengan kriteria tertentu. Literatur meta analisis LMX (Gerstner & Day, 1997) menunjukan bahwa kinerja bawahan berhubungan kuat dengan LMX dan afektif outcomes lainnya, seperti komitmen, turnover intention, dan kepuasan kerja. Leader mempunyai peran utama dalam menentukan kinerja bawahan yang diharapkan. LMX bisa menjadi transaksional ketika LMX rendah, juga bisa sesuai harapan ketika LMX tinggi (Liden et al., 1993). Pandangan positif atasan mengenai LMX dapat meningkatkan tingkat kepuasan kerja bawahan, dan membuat kinerjanya menjadi lebih baik (Liden, Sparrowe, & Wayne, 1997). LMX dengan kualitas yang lebih tinggi menghasilkan kinerja bawahan yang lebih tinggi, daripada LMX dengan kualitas rendah (Densereau, 1995; Schriesheim et al., 2001; Yammarino et al., 2005). Dansereau et al. (1975) menemukan bahwa LMX kualitas tinggi ditandai dengan meningkatnya perhatian dan dukungan dari pemimpin. Karyawan dalam LMX kualitas tinggi juga menginvestasikan lebih banyak waktu dalam pekerjaan dan sikap yang baik terhadap pekerjaan dari karyawan dengan LMX kualitas rendah. Setton et al. (1996) menemukan bahwa kualitas LMX berhubungan positif baik terhadap perilaku in-role dan extra-role. Selain itu, Wayne et al. (1997) juga menemukan bahwa pengukuran kualitas LMX karyawan berhubungan signifikan antara evaluasi pemimpin dengan kinerja bawahan. Penelitian yang lain juga menjelaskan bahwa kulitas LMX terkait dengan kinerja karyawan. Berdasarkan penjabaran teori LMX dan pengaruhnya terhadap penilaian kinerja bawahan, sehingga : H1: LMX yang dilihat dari sudut pandang bawahan memiliki pengaruh yang positif terhadap penilaian kinerja bawahan.
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
6
9. Nilai Kerja Menurut Rokeach, 1973; Schall, 1983; Schein, 1992 sehubungan dengan budaya, nilai-nilai kerja dapat di definisikan sebagai keyakinan tentang bagaimana ia harus bersikap di dalam organisasi. Sedangkan menurut Andrew Brown (1998) nilai kerja merupakan bagian dari substruktur budaya organisasi. Nilai kerja erat hubungannya dengan kode moral dan etika, serta menentukan apa yang harus dilakukan seseorang. Selain itu, menurut Henderson dan Thomson (2003) mendefinisikan nilai sebagai keseluruhan dari preferensi dan prioritas kita, yang dimaksud dengan preferensi dan prioritas adalah preferensi menunjukkan apa yang kita ingin miliki dalam hidup, sedangkan prioritas menunjukkan betapa pentingnya setiap preferensi dalam kaitannya dengan yang lain. 10. Cara Pengukuran Nilai Kerja Nilai kerja diukur dengan organizational culture profile (OCP) versi modifikasi oleh O’Reilly et al. (1991). OCP adalah alat ukur ipsative, yaitu alat ukur yang seolah-olah memaksa responden untuk memilih, sedangkan individu akan peduli untuk mencari karakteristik dirinya sendiri ketika mereka dipaksa untuk membuat pilihan. Dengan demikian, alat ukur ipsative (OCP) adalah metode terbaik untuk mengukur nilai kerja (Judge & Cable, 1997). Ukuran nilai kerja interpersonal digunakan untuk menentukan peringkat persepsi responden terhadap pernyataan nilai kritis. Pernyataan telah dikembangkan oleh Chatman (1991) dan digunakan secara luas dalam literatur (Judge & Cable, 1997). Nilai kerja diukur dengan menggunakan 54 item OCP yang dikategorikan ke dalam 9 rating scale. Mulai dari yang paling tidak diinginkan sampai dengan yang paling diinginkan. 11. Hubungan Nilai Kerja dengan Kinerja Memperluas hipotesis di atas, ada faktor-faktor penting yang mempengaruhi tingkat peningkatan kinerja bawahan yang diperoleh dari LMX berkualitas tinggi. Sebagai contoh, Deluga (1998) menyelidiki peran kesamaan dari kesadaran berpengaruh dalam hubungan antara LMX dan peringkat efektivitas. Nilai kerja merupakan norma-norma budaya yang penting di dalam hubungan pemimpin-anggota berkembang, dan mereka dapat berfungsi penting dalam batas kondisi untuk proses perkembangan LMX. Bukti untuk hubungan positif antara keselarasan nilai dengan LMX dapat dilihat dari dampak keselarasan kerja terhadap kinerja, keselarasan nilai yang tinggi ditambah dengan LMX yang tinggi mungkin memiliki dampak positif pada kinerja (Camarillo, 2003; Jung & Avolio, 2000).
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
7
Cable & Judge (1997, 1996); Judge & Bretz (1992) dan Lee & Mowday (1987) menjelaskan bahwa hasil menunjukkan bahwa keselarasan nilai memiliki hubungan positif dengan hasil pekerjaan tertentu. Peneliti telah menyimpulkan bahwa keberhasilan pelaksanaan sangat tergantung pada nilai kerja, khususnya pada karyawan yang memiliki keinginan untuk berfikir dan bertindak dengan cara yang menambah nilai (Davy, Putih, Merritt & Gritzmacher, 1992; Delbridge, Lowe & Oliver, 2000; Shadur, Rodwell & Bamber, 1995; Taira, 1996). Berdasarkan penjabaran teori nilai kerja dan pengaruhnya terhadap penilaian kinerja bawahan, sehingga : H2 : Nilai kerja yang dilihat dari sudut pandang bawahan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan. Metode Penelitian Di dalam penelitian ini, peneliti melihat pengaruh dari leader member exchange dan nilai kerja yang dilihat dari sudut pandang bawahan terhadap penilaian kinerja bawahan. Apabila digambarkan, maka model dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Subjek penelitian ini adalah anggota (bawahan) yang berada di jaringan pemasaran PT. Melia Sehat Sejahtera, cabang Jakarta. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability sampling. Peneliti mendapatkan data primer dengan kuesioner, sedangkan data sekunder peneliti dapatkan dari dari studi kepustakaan lain, literatur-literatur, data lainnya dari internet yang membahas topik yang sejenis. Metode analisis data yang akan digunakan adalah distribusi frekuensi, uji validitas dan reliabilitas, analisis faktor, uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda dengan SPSS for Windows 22.
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
8
Hasil Penelitian Peneliti menyebarkan 200 kuesioner kepada anggota sebuah perusahaan multi level marketing (MLM), yaitu PT. Melia Sehat Sejahtera. Multi level marketing (MLM) merupakan sebuah bisnis dengan sistem efisiensi pada jalur distribusi dan promosi. Keuntungan dari pemangkasan jalur distribusi dan promosi akan menjadi keuntungan perusahaan MLM dan bagi anggota yang mengkonsumsi ataupun memakai produk, sekaligus juga mempromosikan dan mendsitribusikan produk. Keuntungan dari pemangkasan jalur distribusi dan promosi tersebut akan dibayarkan oleh perusahaan kepada anggota dalam bentuk bonus-bonus sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dari 200 kuesioner tersebut hanya 120 kuesioner yang dikembalikan responden. Setelah peneliti mendapatkan data dari 120 responden. Selanjutnya peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas didapatkan bahwa semua variabel pertanyaan kuesioner memiliki nilai KMO dan MSA lebih besar dari 0.5. Di dalam nilai Factor Loading terdapat beberapa variabel kuesioner OCP yang memiliki nilai di bawah 0.5, yaitu pada item O1, O11, O17, 026, O34, O36, O38, O39, O40, O46, 047, O48, O51, dan O53. Oleh karena itu, item-item tersebut dieliminasi karena nilai-nilai kerja tersebut kurang sesuai dengan nilai–nilai kerja yang dianut dan diajarkan di PT. Melia Sehat Sejahtera, sehingga nilai-nilai kerja tersebut tidak dapat mewakilkan nilai-nilai kerja dari organisasi yang diteliti. Selain itu dari uji reliabilitas, semua variabel menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha yang lebih besar dari 0.6, kecuali variabel leader member exchange bawahan untuk pertanyaan yang ke empat (L4), maka pertanyaan tersebut dieliminasi dari kuesioner. Pertanyaan tersebut dihapus karena jawaban dari pertanyaan tersebut sudah dapat dipastikan bahwa responden akan menjawab “sangat setuju”. Hal ini sebabkan karena pada PT. Melia Sehat Sejahtera seorang leader diwajibkan untuk membantu seluruh bawahannya. Jadi, pertanyaan tersebut tidak perlu ditanyakan pada penelitian ini. Setelah mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid dan reliabel, maka dapat disimpulkan bahwa tujuh indikator penilaian kinerja, enam indikator leader member exchange, dan empat puluh indikator organizational culture profile memiliki kehandalan sebagai alat ukur dan dapat dijadikan pertanyaan yang valid dan reliabel yang dapat digunakan dalam penelitian.
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
9
Setelah didapatkan alat ukur yang valid dan reliabel, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji analisis regresi linier berganda. Setelah didapatkan hasil dari uji analisis regresi linier berganda, maka uji hipotesis dapat dilakukan, berikut ini adalah hasil dari uji hipotesis penelitian :
Tabel 1 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Hipotesis
Pernyataan Hipotesis
Sig.
Kesimpulan
Uji Hipotesis
H1
Leader member exchange yang dilihat
0.000
Signifikan
Hipotesis diterima
0.495
Tidak signifikan
Hipotesis ditolak
dari sudut pandang bawahan berpengaruh positif
terhadap
penilaian
kinerja
bawahan. H2
Nilai kerja yang dilihat dari sudut pandang bawahan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Leader member exchange yang dilihat dari sudut pandang bawahan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan (sig. < 0.05, yaitu 0.000). 2.
Nilai kerja yang dilihat dari sudut pandang bawahan tidak signifikan berpengaruh terhadap penilaian kinerja bawahan (sig. > 0.05, yaitu 0.000).
Pembahasan H1 : Leader member exchange yang dilihat dari sudut pandang bawahan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan. Berdasarkan nilai sig. yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa H1 diterima, nilai sig. untuk H1 < 0.05, yaitu 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa leader member exchange yang dilihat dari sudut pandang bawahan signifikan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh “Bauer, Erdogan. Liden, & Wayne, (2006); Dunegan, Uhl-Bien & Duchon, (2002); Janssen & Van Yperen, (2004); Kacmar, Witt, Zivnyska & Gully, (2003); Liden. Wayne & Stillwell, (1993); Schriesgheim, Neider, & Scandura, (1998); Wang, Law, Hackett, Wang, & Chen, (2005), yang menunjukkan bahwa hubungan atasan bawahan yang baik berpengaruh positif terhadap
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
10
penilaian kinerja bawahan. Disebutkan bahwa pengaruh dari leader member exchange adalah positif, jadi semakin baik hubungan antara atasan dan bawahan yang ditandai dengan meningkatnya perhatian, dan dukungan dari atasan, maka hal tersebut membuat bawahan menginvestasikan lebih banyak waktu dalam pekerjaan dan sikap yang lebih baik terhadap pekerjaan, sehingga kinerja dari bawahan akan semakin meningkat. Salah satu hal yang menyebabkan adanya pengaruh positif adalah aktivitas coaching dan homesharing yang difasilitasi oleh leader secara rutin. Dalam pertemuan ini, bawahan akan menyampaikan kendala-kendala yang terjadi di lapangan, seperti kesulitan dalam mengundang calon anggota ke pertemuan, meyakinkan undangan agar mau bergabung, sampai mengarahkan bawahan agar mau mengikuti training, serta masalah-masalah lainnya yang terjadi di lapangan, setelah itu leader akan memberikan solusi-solusi praktis yang bisa diaplikasikan oleh bawahan di dalam pekerjaan. Dengan demikian, bawahan dapat mengatasi kendala-kendala yang terjadi di lapangan, sehingga pekerjaan bawahan dapat diselesaikan secara lebih efektif dan efisien. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan adanya pengaruh positif adalah aktivitas home prospek dan OPP yang difasilitasi oleh leader untuk bawahannya. Dengan adanya aktivitas tersebut, maka bawahan akan sangat terbantu dalam melakukan prospek kepada calon anggota baru karena yang melakukan presentasi adalah leader-leader yang sudah berpengalaman, sehingga bawahan akan memanfaatkan aktivitas tersebut sebaik mungkin. H2 : Nilai kerja yang dilihat dari sudut pandang bawahan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan Berdasarkan nilai sig. yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa H2 ditolak karena nilai sig. untuk H2 > 0.05, yaitu 0.495. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kerja yang dilihat dari sudut pandang bawahan tidak signifikan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cable & Judge (1997, 1996); Judge & Bretz (1992) dan Lee & Mowday (1987), menjelaskan bahwa hasil menunjukkan bahwa keselarasan nilai memiliki hubungan positif dengan hasil pekerjaan tertentu. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan bahwa nilai kerja bawahan tidak berpengaruh langsung terhadap penilaian kinerja bawahan, melainkan melalui variabel mediatornya. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut dengan melihat korelasi antar variabel LMX bawahan, variabel nilai kerja bawahan, dan penilaian kinerja bawahan. Maka, Uji korelasi pearson perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel nilai kerja bawahan terhadap
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
11
variabel LMX bawahan. Jika didapatkan hasil bahwa variabel nilai kerja bawahan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan, maka bisa jadi akan ada model penelitian yang baru, yaitu nilai kerja akan berpengaruh terhadap penilaian kinerja bawahan melalui variabel moderatornya yaitu LMX bawahan. Setelah itu, model penelitian yang baru tersebut haruslah diuji dengan syarat-syarat tertentu yang dapat membuktikan bahwa suatu variabel dapat menjadi variabel moderator dari suatu model penelitian yang dikemukakan oleh Barron dan Kenny (1986). Di bawah ini adalah hasil dari uji korelasi Pearson : Tabel 2 Uji Korelasi Pearson
Pearson Penilaian kinerja
Correlation
bawahan
Sig. (2-tailed) N Pearson
LMX bawahan
Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson
Nilai kerja bawahan
Correlation Sig. (2-tailed) N
Penilaian kinerja
LMX
Nilai kerja
bawahan
bawahan
bawahan
1
0.394**
0.079
0.000
0.392
120
120
120
0.394**
1
0.339**
0.000
0.000
120
120
120
0.079
0.339**
1
0.392
0.000
120
120
120
Pada tabel 2, melalui hasil korelasi pearson, variabel LMX bawahan dan penilaian kinerja bawahan memperlihatkan hubungan yang positif dan siginifikan karena memiliki nilai sig.(2tailed) LMX bawahan dengan penilaian kinerja bawahan < 0.01, yaitu 0.000, serta pada baris pearson correlation didapat nilai koefisien sebesar 0.394. Karena koefisien mendekati 0, maka dapat disimpulkan bahwa antara LMX bawahan dengan penilaian kinerja bawahan memiliki hubungan yang rendah. Sedangkan, variabel nilai kerja bawahan dan penilaian kinerja bawahan memperlihatkan hubungan yang negatif dan tidak signifikan karena memiliki nilai sig.(2-tailed) nilai kerja bawahan dengan penilaian kinerja bawahan > 0.01, yaitu 0.392. Kemudian, variabel nilai kerja bawahan dan LMX bawahan memperlihatkan hubungan yang positif dan signifikan karena memiliki nilai sig. (2-tailed) nilai kerja bawahan dengan LMX
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
12
bawahan < 0.01, yaitu 0.000. Serta pada baris pearson correlations didapat nilai koefisien sebesar 0.339. Karena koefisien mendekati 0, maka dapat disimpulkan bahwa antara nilai kerja bawahan dengan LMX bawahan memiliki hubungan yang rendah. Berdasarkan hasil uji korelasi pearson variabel LMX bawahan, nilai kerja bawahan, dan penilaian kinerja bawahan dapat disimpulkan bahwa nilai kerja bawahan tidak memiliki pengaruh langsung terhadap penilaian kinerja bawahan. Akan tetapi, variabel LMX bawahan menjadi variabel mediator antara variabel nilai kerja bawahan dengan variabel penilaian kinerja bawahan. Maka, model yang memungkinkan hubungan dari ketiga variabel tersebut adalah sebagai berikut :
Berdasarkan gambar 4.2 dapat dilihat bahwa variabel LMX bawahan, dapat menjadi variabel moderator jika memenuhi asumsi dari Barron dan Kenny (1986), yaitu sebuah variabel dapat dikatakan menjadi variabel moderator jika memenuhi asumsi sebagai berikut : 1. Jalur c
: menunjukkan hasil regresi yang signifikan, dengan variabel nilai kerja
bawahan sebagai variabel independen dan penilaian kinerja bawahan sebagai variabel dependen. 2. Jalur a
: menunjukkan hasil regresi yang signifikan, dengan variabel nilai kerja
bawahan sebagai variabel independen dan variabel LMX bawahan sebagai variabel dependen. 3. Jalur b
: menunjukkan hasil regresi yang signifikan, dengan variabel LMX
bawahan sebagai variabel independen dan variabel penilaian kinerja bawahan sebagai variabel dependen.
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
13
4. Jalur c’
: menunjukkan hasil regresi yang tidak signifikan pada nilai kerja
bawahan sebagai independen variabel terhadap variabel penilaian kinerja bawahan sebagai dependen variabel, namun signifikan bagi variabel LMX bawahan sebagai independen variabel terhadap penilaian kinerja bawahan sebagai dependen variabel. Berdasarkan asumsi diatas, maka hasil uji regresi dari keempat jalur diatas adalah sebagai berikut : Tabel 3 Hasil Uji Model Variabel Mediator (Barron dan Kenny, 1986) Asumsi
Jalur
Regresi
Sig.
Variabel nilai kerja bawahan (independen) 1
Jalur c
terhadap variabel penilaian kinerja
Hasil Regresi
Uji Asumsi
Tidak
Tidak
signifikan
terpenuhi
0.000
Signifikan
Terpenuhi
0.000
Signifikan
Terpenuhi
0.392
bawahan (dependen). Variabel nilai kerja bawahan (independen) 2
Jalur a
terhadap varibael LMX bawahan (dependen) Variabel LMX bawahan (independen)
3
Jalur b
terhadap variabel penilaian kinerja bawahan (dependen) Variabel nilai kerja bawahan (independen)
4
Jalur c’
dan variabel LMX bawahan (independen) terhadap variabel penilaian kinerja
0.495
Tidak signifikan
Terpenuhi
bawahan (dependen)
Berdasarkan hasil regresi dari keempat jalur diatas, hanya asumsi pertama yaitu jalur c yang tidak terpenuhi. Selain itu regresi jalur c’ menunjukkan hasil yang negatif, berlawanan dengan jalur ab (jalur tidak langsung) yang positif. Analisis ini sesuai dengan pernyataan dari MacKinnon, Fairchild, and Fritz (2007) yaitu jika jalur c’ berlawanan tanda dengan jalur ab (jalur tidak langsung), hal ini menandakan bahwa adanya inconsistent mediation, dan dalam kasus ini asumsi pertama (jalur c) tidak akan terpenuhi, tapi masih terdapat mediasi di dalam model penelitian. Salah satu contoh dari inconsistent mediation adalah adanya hubungan antara stres dan suasana hati yang dimediasi oleh penanganan stres. Efek langsung yang terjadi negatif, yaitu semakin banyak stres, maka akan semakin buruk suasana hati. Akan tetapi, efek stres pada penanganan stres adalah positif, artinya semakin tinggi tingkat stres,
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
14
maka akan semakin tinggi tingkat penanganan stres dan lebih banyak penanganan stres maka suasana hati semakin baik. Hal ini membuat efek tidak langsung adalah positif. Total pengaruh stres pada suasana hati cenderung sangat kecil karena efek langsung dan tidak langsung akan cenderung saling meniadakan. Hal ini menandakan bahwa variabel LMX bawahan adalah inconsistent mediation variable antara variabel nilai kerja bawahan dengan penilaian kinerja bawahan. Jadi, berdasarkan kesimpulan dari analisis model dengan LMX bawahan sebagai variabel moderator antara variabel nilai kerja bawahan dengan penilaian kinerja bawahan, didapatkan bahwa variabel LMX bawahan adalah inconsistent mediation variable. Artinya adalah efek langsung nilai kerja terhadap penilaian kinerja bawahan adalah negatif, sedangkan efek tidak langsung nilai kerja bawahan terhadap penilaian kinerja bawahan adalah positif. Hal tersebutlah yang menyebabkan nilai kerja tidak signifikan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Leader member exchange yang dilihat dari sudut pandang bawahan signifikan
berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan. Disebutkan bahwa pengaruh dari leader member exchange adalah positif, jadi semakin baik hubungan antara atasan dan bawahan yang ditandai dengan meningkatnya perhatian, dan dukungan dari atasan, maka hal tersebut membuat bawahan menginvestasikan lebih banyak waktu dalam pekerjaan dan sikap yang lebih baik terhadap pekerjaan, sehingga kinerja dari bawahan akan semakin meningkat. Salah satu hal yang menyebabkan adanya pengaruh positif adalah aktivitas coaching dan homesharing yang difasilitasi oleh leader secara rutin. Dalam pertemuan ini, bawahan akan menyampaikan kendala-kendala yang terjadi di lapangan, seperti kesulitan dalam mengundang calon anggota ke pertemuan, meyakinkan undangan agar mau bergabung, sampai mengarahkan bawahan agar mau mengikuti training, serta masalah-masalah lainnya yang terjadi di lapangan, setelah itu leader akan memberikan solusi-solusi praktis yang bisa diaplikasikan oleh bawahan di dalam pekerjaan. Dengan demikian, bawahan dapat mengatasi kendala-kendala yang terjadi di lapangan, sehingga pekerjaan bawahan dapat diselesaikan secara lebih efektif dan efisien. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan adanya pengaruh positif adalah aktivitas home prospek dan open plan presentation yang difasilitasi oleh leader untuk bawahannya. Dengan adanya aktivitas tersebut, maka bawahan akan sangat terbantu
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
15
dalam melakukan prospek kepada calon anggota baru, sehingga bawahan akan memanfaatkan aktivitas tersebut sebaik mungkin. 2.
Nilai kerja bawahan tidak signifikan berpengaruh terhadap penilaian kinerja bawahan.
Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan bahwa nilai kerja bawahan tidak berpengaruh langsung terhadap penilaian kinerja bawahan, melainkan melalui variabel mediatornya. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut dengan melihat korelasi antar variabel LMX bawahan, variabel nilai kerja bawahan, dan penilaian kinerja bawahan. Maka, Uji korelasi pearson perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel nilai kerja bawahan terhadap variabel LMX bawahan. Jika didapatkan hasil bahwa variabel nilai kerja bawahan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan, maka bisa jadi akan ada model penelitian yang baru, yaitu nilai kerja akan berpengaruh terhadap penilaian kinerja bawahan melalui variabel moderatornya yaitu LMX bawahan. Setelah itu, model penelitian yang baru tersebut haruslah diuji dengan syarat-syarat tertentu yang dapat membuktikan bahwa suatu variabel dapat menjadi variabel moderator dari suatu model penelitian yang dikemukakan oleh Barron dan Kenny (1986). Jadi, berdasarkan kesimpulan dari analisis model dengan LMX bawahan sebagai variabel moderator antara variabel nilai kerja bawahan dengan penilaian kinerja bawahan, didapatkan bahwa variabel LMX bawahan adalah inconsistent mediation variable. Artinya adalah efek langsung nilai kerja terhadap penilaian kinerja bawahan adalah negatif, sedangkan efek tidak langsung nilai kerja bawahan terhadap penilaian kinerja bawahan adalah positif. Hal tersebutlah yang menyebabkan nilai kerja tidak signifikan berpengaruh positif terhadap penilaian kinerja bawahan Saran Saran untuk Organisasi yang Diteliti : Hasil penelitian mengatakan bahwa leader member exchange memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja bawahan. Hal ini hendaknya menjadi perhatian bagi para leader agar hubungan kerja yang baik dengan para bawahan tetap dijaga dan terus ditingkatkan. Salah satu caranya adalah para leader harus turut membantu dan mendukung pekerjaan para bawahannya, caranya adalah memfasilitasi bawahan dengan membuat aktivitas pertemuan pembelajaran seperti coaching dan homesharing serta pertemuan omset yaitu home prospek dan open plan presentation. Dengan demikian, para bawahan dapat memanfaatkan fasilitasfasilitas pertemuan tersebut yang dapat membantunya dalam menyelesaikan pekerjaan, menghadapi kendala-kendala di lapangan, dan mengefisiensikan waktu kerja. Dengan
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
16
melakukan hal tersebut maka kinerja para bawahan dapat meningkat dan juga mereka dapat memenuhi tujuan–tujuan pribadi mereka, tentunya hal tersebut dapat menjadi motivasi yang lebih besar lagi bagi para anggota untuk meningkatkan kinerja mereka. Dan hal ini menjadi sangat penting karena para anggota di PT. Melia Sehat Sejahtera tidak memiliki kontrak kerja seperti karyawan pada umumnya yang bekerja di perusahaan lain. Jadi apabila kinerja para bawahan rendah yang disebabkan oleh hubungan kerja yang terjadi itu kurang baik, sehingga pertemuan pembelajaran dan pertemuan omset tidak berjalan dengan baik, maka hal tersebut mungkin saja menjadi penyebab terbesar turnover di dalam organisasi. Selain itu, para leader haruslah dapat memberikan solusi-solusi yang tepat bagi kendalakendala yang dihadapi oleh para bawahannya, agar para bawahannya dapat memperbaiki pekerjaannya sehingga lebih efektif dan efisien. Para leader juga harus mampu mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh bawahannya dengan cepat dan tepat, agar kendala-kendala tersebut tidak menjadi penyebab dari terciptanya hubungan kerja yang kurang baik antara atasan dan bawahan. Kemudian, pertemuan omset juga sangat penting dalam mendukung kinerja bawahan, maka pertemuan ini harus difasilitasi dengan baik, sistematis, dan terorganisir, sehingga fasilitas pertemuan ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para anggota PT. MSS dan menciptakan kinerja yang baik dan terus meningkat. Saran untuk Penelitian Selanjutnya : A.
Apabila terdapat pihak yang ingin melanjutkan penelitian ini, disarankan agar
memperbesar ukuran sampel. Hal ini dimaksudkan agar tingkat keakuratan akan lebih terjamin. B.
Sampel penelitian yang dilakukan di dalam penelitian ini, sebagian besar adalah
member yang masa kerjanya kurang dari satu tahun. Untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang serupa, hendaknya dilakukan pada sampel penelitian yang masa kerjanya ditentukan atau dikhususkan pada anggota yang sudah bekerja di perusahaan lebih dari dua atau tiga tahun. Sehingga, fenomena hubungan kerja antara atasan dengan bawahan dapat terlihat dengan jelas. C.
Untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama, model penelitian dapat
dimodifikasi dengan variabel LMX bawahan menjadi variabel moderator antara variabel nilai kerja bawahan dengan variabel penilaian kinerja bawahan, sesuai dengan teori yang
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
17
kemukakan oleh Barron dan Kenny (1986). Hal tersebut dilakukan untuk dapat melihat pengaruh nilai kerja bawahan terhadap penilaian kinerja bawahan secara tidak langsung. Keterbatasan Penelitian : Dalam penelitian ini, penilaian kinerja bawahan yang diukur adalah penilaian kinerja secara subyektif yang mungkin memiliki kelemahan, yaitu penilaian kinerja yang dinilai terlalu tinggi ataupun dinilai terlalu rendah. Selain itu, dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja bawahan hanya dilihat dari LMX bawahan dan nilai kerja bawahan, padahal pengaruh dari LMX bawahan terhadap penilaian kinerja bawahan tidak terlalu besar, yaitu hanya 14.4%, yang artinya variabel LMX bawahan hanya mampu menjelaskan 14.4% variabel penilaian kinerja bawahan. Berarti terdapat 85.6% bahwa penilaian kinerja bawahan dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi penilaian kinerja bawahan adalah faktor eksternal dan karakteristik individu. Melihat dari cara kerja dan tuntutan kerja di dalam perusahaan MLM, karakteristik individu dari anggota PT. MSS mungkin menjadi salah satu faktor penentu di dalam kinerja seorang anggota perusahaan MLM. Karakteristik individu tersebut dapat berupa mental yang kuat, kemauan belajar yang tinggi, kemauan untuk bekerja keras, skill individu (misalnya, kemampuan berkomunikasi), dan kemampuan untuk menambah relasi baru. Sedangkan, faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi kinerja anggota perusahaan MLM dapat berupa, nama baik perusahaan di mata masyarakat, pandangan masyarakat mengenai profesi anggota MLM (sebagian masyarakat menganggap negatif mengenai pekerjaan ini), dan dukungan orang-orang disekitar diluar organisasi seperti keluarga, maupun teman-teman dekat. Kepustakaan Baron, R.M., & Kenny, D. A. (1986). The moderator-mediator variable distinction in social pshychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6), 1173-1182. Bass, B.M., BJ. Avolio, D.I. Jung & Y. Berson (2003), “Predicting unit performance by assessing transformational and transactional leadership”, Journal of Applied Psychology, Vol. 88, No. 2, pp. 207-218.
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
18
Bauer, T. N., Erdogan, B., Liden, R. C., & Wayne, S. J. (2006). A longitudinal study of the moderating role of extraversion: Leader–member exchange, performance, and turnover during new executive development. Journal of Applied Psychology, 91, 298−310. Brown, Andrew. (1998), Organisational Culture. 2th Edition. Great Britain: Prentice-Hall. Inc. Camarillo, R.A. (2003). Worker-supervisor value congruence and its effects on worker performance in a lean production system. Unpublished doctoral dissertation, University of Southern California. Casimir, G., Waldman, D., Bartram, T. and Yang, S. (2006), “Trust and the relationship between leadership and follower performance: opening the black box in Australia and China”, Journal of Leadership and Organizational Studies, Vol. 12, pp. 72-88. Couper, F. (2006). Mutuality. Strategic Direction, 22(2), 6. Dabos, G. E., & Rousseau, D. M. (2004). Mutuality and reciprocity in the psychological contracts of employees and employers. Journal of Applied Psychology, 89(1), 52−72. Dansereau, F. (1995). A dyadic approach to leadership: Creating and nurturing this approach under fire. Leadership Quarterly, 6, 479-490. Deluga, R. J. (1998). Leader–member exchange quality and effectiveness ratings: The role of subordinate–supervisor conscientiousness similarity. Group & Organization Management, 23, 189−216. Dessler, G. (2002), Human Resource Management. 8th. Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Inc. Dessler, G. (2008), Human Resources Management. 11 Hall.inc.
th
Edition. New Jersey: Prentice-
Dienesch, R. M., & Liden, R. C. (1986). Leader–member exchange model of leadership: A critique and further development. Academy of Management Review, 11, 618−634. Dunegan, K. J., Uhl-Bien, M., & Duchon, D. (2002). LMX and subordinate performance: The moderating effects of task characteristics. Journal of Business and Psychology, 17, 275−285. Gerstner, C. R., & Day. (1997). Meta-analytic review of leader-member exchange theory: Correlagtes and construct issues. Journal of Applied Psychology, 82(6), 827-844. Graen, G. B., & Scandura, T. A. (1987). Toward a psychology of dyadic organizing. Research in Organizational Behavior, 9, 175−208. Graen, G. B., & Uhl-Bien, M. (1995). Relationship-based approach to leadership: Development of leader–member exchange (LMX) theory of leadership over 25 years: Applying a multi-level multi-domain perspective. Leadership Quarterly, 6, 219−247.
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
19
Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E., & Tatham, R.L. (2006). Multivariate data analysis. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education Inc. Henderson, M. and Thomson, D. (2003). Values at work: the invisible threads between people, performance and profit, Harper Collins Publishers, Auckland. Istijanto. (2006). Riset sumber daya manusia: Cara praktis mendeteksi dimensi-dimensi kerja karyawan. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. Janssen, O., & Van Yperen, N. W. (2004). Employees' goal orientations, the quality of leader–member exchange, and the outcomes of job performance and job satisfaction. Academy of Management Journal, 47, 368-384. Jung, D. I., & Avolio, B. J. (2000). Opening the black box: An experimental investigation of the mediating effects of trust and value congruence on transformational and transactional leadership. Journal of Organizational Behavior, 21, 949−964. Kacmar, K. M., Witt, L. A., Zivnuska, S., & Gully, S. M. (2003). The interactive effect of leader–member exchange and communication frequency on performance ratings. Journal of Applied Psychology, 88, 764−772. Liden, R. C., Wayne, S.J., & Stiwell, D. (1993). A longitudinal study on the early development of leader-member ecshange. Journal of Applied Psychology, 78: 662-674. Liden, R. C., Sparrowe, R. T., & Wayne, S. J. (1997). Leader–member exchange theory: The past and potential for the future. Research in Personnel and Human Resource Management, 15, 47−119. MacKinnon, D. P., Fairchild, A. J., & Fritz, M. S. (2007). Mediation analysis. Annual Review of Psychology, 58, 593-614. Malhotra, N. K. (2010). Marketing research an applied orientation. (5th ed.). New York: Prentice Hall. Markham, S.E., Yamarino, F.J., Murry, W.D., & Palanski, M. E., (2010). Leader-member exchange, shared value, and performance: Agreement and level of analysis do matter. Journal of leader member exchange, 21, 469-480. Noe, R.A. et al. (2000). Human Resource Management. USA: Mc. Graw Hill. Priyatno, Duwi. (2009). SPSS untuk analisis korelasi, regresi, dan multivariate. Yogyakarta: Gava Media. Priyatno, Duwi. (2011). Buku saku SPSS analisis statistik data. Yogyakarta: Mediakom. Priyatno, Duwi. (2014). SPSS 22 Pengolah Data Terpraktis. Yogyakarta : ANDI. Roscoe, J. T., 1975, Fundamental Research Statistics for the Behavioral Sciences. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia
20
Santoso, Singgih. (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo. Santoso, Singgih. (2002). Buku latihan SPSS multivariat. Jakarta: Elex Media Komputindo. Santoso, Singgih. (2010). Statistik parametrik, konsep dan aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo Santoso, Singgih. (2011). Mastering SPSS Versi 19. Jakarta: Elex Media Komputindo. Schriesheim, C. A., Neider, L. L., & Scandura, T. A. (1998). Delegation and leader–member exchange: Main effects, moderators, and measurement issues. Academy of Management Journal, 41, 298−318. Schriesheim, C. A., Castro, S. L., & Cogliser, C. C. (1999). Leader–member exchange (LMX) research: A comprehensive review of theory, measurement, and data analytic practices. Leadership Quarterly, 10, 63−113. Sekaran, Uma. (2006), Metode Penelitian untuk Bisnis. Jilid 1. Edisi 4. Salemba Empat, Jakarta. Sekaran, Uma. (2006), Metode Penelitian untuk Bisnis. Jilid 2. Edisi 4. Salemba Empat, Jakarta. Siagian, Sondang. (2002). Manajemen SDM. Jakarta : Bumi Aksara. Sihombing, Umberto. (2004), Pengaruh Keterlibatan Dalam Pengambilan Keputusan, Penilaian pada Lingkungan Kerja dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kepuasan Kerja Pamong Praja. Jakarta. Sufren, Natanael., Yonathan. (2014). Belajar Otodidak SPSS Pasti Bisa. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Trihendradi, Cornelius. (2013). Step by Step IBM SPSS 21 : Analisis Data Statistik. Yogyakarta: ANDI. Wang, H., Law, K. S., Hackett, R. D., Wang, D., & Chen, Z. X. (2005). Leader–member exchange as a mediator of the relationship between transformational leadership and followers' performance and organizational citizenship behavior. Academy of Management Journal, 48, 420−432. Yammarino, FJ., WD. Spangler & B.M. Bass (1993), “Transformational leadership and performance: A longitudinal investigation”, Leadership Quarterly, Vol 4, No. 1, pp. 81-102. Yammarino, F. J., Dionne, S. D., Chun, J. U., & Dansereau, F. (2005). Leadership and levels of analysis: A state-of-the-science review. Leadership Quarterly, 16, 879-919.
Pengaruh Leader..., Ishak, FE UI, 2014
Universitas Indonesia