INVENTARISASI SPESIES KUTU PUTIH (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA BUAH LENGKENG ASAL THAILAND MELALUI PELABUHAN TANJUNG PERAK
ARIF HERMAWAN YULIANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Inventarisasi Spesies Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) pada Buah Lengkeng asal Thailand melalui Pelabuhan Tanjung Perak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor Mei 2015 Arif Hermawan Yulianto NIM A351130354
RINGKASAN ARIF HERMAWAN YULIANTO. Inventarisasi Spesies Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) pada Buah Lengkeng asal Thailand melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Dibimbing oleh RULY ANWAR dan DADAN HINDAYANA. Buah Lengkeng (Dimocarpus longan Lour.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang disukai masyarakat Indonesia karena memiliki rasa yang manis serta bermanfaat bagi kesehatan. Kebutuhan Indonesia akan buah lengkeng sebagian besar diimpor dari negara lain. Menurut data BBKP Surabaya (2014) impor buah lengkeng melalui Pelabuhan Tanjung Perak pada tahun 2013 sebesar 19 100.797 ton. Impor buah lengkeng memiliki dampak negatif yaitu masuknya Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) dari negara lain. Salah satu OPTK yang bisa masuk melalui impor buah lengkeng adalah kutu putih (Hemiptera: Pseudococcidae). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman spesies kutu putih pada buah lengkeng impor. Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya pada bulan September 2014 sampai dengan Januari 2015. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 8 spesies kutu putih yang terbawa oleh buah lengkeng impor asal Thailand yaitu Ferrisia virgata Cockerell, Maconellicoccus hirsutus Green, Maconellicoccus ramchensis Williams, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, Planococcus lilacinus Cockerell, Planococcus minor Maskell, Pseudococcus comstocki Kuwana, dan Pseudococcus longispinus Targioni Tozzetti. Terdapat 2 spesies kutu putih yang belum pernah dilaporkan terdapat di Indonesia yaitu M. ramchensis dan P. comstocki serta 2 spesies kutu putih yang termasuk kedalam OPTK kategori A2 yaitu P. lilacinus dan P. marginatus yang terbawa oleh buah lengkeng impor. Kata kunci: buah lengkeng, kutu putih, identifikasi
SUMMARY ARIF HERMAWAN YULIANTO. Inventory of mealybugs species (Hemiptera: Pseudococcidae) on longan fruit from Thailand at Tanjung Perak Port. Supervised by RULY ANWAR and DADAN HINDAYANA. Longan (Dimocarpus longan Lour.) has been considered as one of the most popular fruits in Indonesia. The longan has been known as one of the sweet and healthy fruits. In Indonesia, the longan supply has been mostly imported from other countries such as Thailand and Vietnam. In 2013, volume of Imported longan from Thailand at the Tanjung Perak Port was 19 100.797 tons. However, the importation of agricultural products, including the longan, could bring invasive species from other countries. One of those pests is mealybugs (Hemiptera: Pseudococcidae). The objective of this study was to identify mealybug species which were found from imported longan. This study was conducted at the Laboratory of BBKP Surabaya from September 2014 until January 2015. The identification results showed that there were 8 species of mealybugs found in imported longan i.e. Ferrisia virgata Cockerell, Maconellicoccus hirsutus Green, Maconellicoccus ramchensis Williams, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, Planococcus lilacinus Cockerell, Planococcus minor Maskell, Pseudococcus comstocki Kuwana, and Pseudococcus longispinus Targioni Tozzetti. Two of those species which are M. ramchensis and P. comstocki have not been reported found in Indonesia. Meanwhile, P. lilacinus and P. marginatus have been found in Indonesia, but at limited area (A2 Quarantine Pests). Keywords: Longan, mealybugs, identification
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
INVENTARISASI SPESIES KUTU PUTIH (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA BUAH LENGKENG ASAL THAILAND MELALUI PELABUHAN TANJUNG PERAK
ARIF HERMAWAN YULIANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Purnama Hidayat, MSc
Judul Tesis : Inventarisasi Spesies Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) pada Buah Lengkeng asal Thailand melalui Pelabuhan Tanjung Perak Nama : Arif Hermawan Yulianto NIM : A351130354
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Ruly Anwar, MSi Ketua
Dr Ir Dadan Hindayana Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Entomologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Pudjianto, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 14 April 2015
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian tesis yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui spesies-spesies kutu putih yang terbawa oleh buah lengkeng impor dari negara Thailand. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih penulis kepada: 1. Dr Ir Ruly Anwar, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir Dadan Hindayana sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang senantiasa mencurahkan ilmu, bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis selama penelitian sampai dengan selesainya penulisan tesis ini. 2. Dr Ir Pudjianto, MSi selaku Ketua Program Studi Entomologi, dan Prof Dr Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc selaku Ketua Program Studi Fitopatologi yang telah memberikan arahan serta bimbingan selama perkuliahan. 3. Dr Ir Purnama Hidayat, MSc selaku penguji luar komisi dalam ujian tesis yang telah memberikan saran, kritik dan bimbingan untuk perbaikan tesis. 4. Dra Dewi Sartiami, MS yang telah membantu dalam memverifikasi identifikasi kutu putih. 5. Ir Banun Harpini, MSc, drh Mulyanto, MM, Dr Ir Antarjo Dikin, MSc, Dr Ir Arifin Tasrif, MSc, drh Surjarwanto, MM, dan Dr Ir Elisa Suryati Rusli, MSc selaku Pimpinan Pusat Badan Karantina Pertanian beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. 6. Ir Abidin, MSi selaku Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak beserta segenap staf yang yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan motivasi selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. 7. Pimpinan beserta staf Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya yang telah memberikan bantuan sarana serta prasarana selama penelitian. 8. John Keall, Pranish Prasad, Terry Eberhardt, dan Graeme Page dari AsureQuality Lab, New Zealand yang telah membantu alat, bahan serta ilmu dalam identifikasi kutu putih. 9. Ibunda serta kakak-kakakku yang senantiasa memberikan dukungan moril, spiritual dan materil selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. 10. Seluruh staf pengajar yang telah yang telah mencurahkan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. 11. Sahabat-sahabatku mahasiswa kelas khusus Karantina Pertanian angkatan tiga, yang telah memberikan dukungan, semangat dan motivasi. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015 Arif Hermawan Yulianto
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
x xi 1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Lengkeng (Dimorcapus longan Lour) Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) Spesies Kutu Putih Sebagai OPTK METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metodologi HASIL DAN PEMBAHASAN Impor Buah di Pelabuhan Tanjung Perak Prosedur Tindakan Karantina Buah Impor di Pelabuhan Tanjung Perak Keragaman Spesies Kutu Putih pada buah Lengkeng Impor Deskripsi Karakter Morfologi Kutu Putih pada Buah Lengkeng Impor Status OPT Kutu Putih Hasil Identifikasi di Indonesia Pembahasan Umum KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
3 3 3 5 9 9 9 9 11 11 12 13 14 43 44 47 47 47 48 52
DAFTAR GAMBAR
1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Morfologi imago betina kutu putih secara umum Tindakan Karantina Tumbuhan terhadap buah lengkeng impor (a) Pemeriksaan fisik barang di container, (b) Pengambilan sampel buah lengkeng, dan (c) Pemeriksaan kesehatan di laboratorium Letak kutu putih pada buah lengkeng impor (a) tangkai buah, (b) kulit buah, dan (c) antara tangkai dan buah Dorsal duct pada abdomen genus Ferrisia Serari genus Ferrisia yang terletak pada bagian dorsal di lobus anal Morfologi tubuh imago betina F. virgata dalam awetan preparat mikroskop Antena F. virgata yang terdiri dari 8 segmen Lempeng porus multilokular pada abdomen segmen VI F. virgata Dorsal duct pada abdomen F. virgata Antena genus Maconellicoccus yang terdiri dari 9 segmen Letak serari pada abdomen genus Maconellicoccus Morfologi tubuh imago betina M. hirsutus dalam awetan preparat mikroskop Oral collar tubular duct pada bagian dorsal M. hirsutus Morfologi tubuh imago betina M. ramchensis dalam awetan preparat mikroskop Oral collar tubular duct pada bagian ventral M. ramchensis Anal lobe bar pada genus Paracoccus Oral rim tubular duct pada bagian dorsal genus Paracoccus Morfologi tubuh imago betina P. marginatus dalam awetan preparat mikroskop Antena P. marginatus yang terdiri dari 8 segmen Oral rim tubular duct pada bagian margin dorsal P. marginatus Anal lobe bar pada genus Planococcus Lempeng porus multilokular pada ventral abdomen Planococcus Morfologi tubuh imago betina P. lilacinus dalam awetan preparat mikroskop Antena P. lilacinus yang terdiri dari 8 segmen Seta flagel pada bagian dorsal P. lilacinus Cisanal setae P. lilacinus Oral collar tubular duct pada bagian ventral lateral margin P. lilacinus
8
12 13 16 17 17 18 18 19 21 22 22 23 23 24 26 26 27 27 28 31 31 32 32 33 33 34
xi
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Morfologi tubuh imago betina P. minor dalam awetan preparat mikroskop Circulus P. minor Lempeng porus multilokular pada abdomen segmen VI P. minor Oral collar tubular duct pada bagian margin abdomen P. minor Morfologi tubuh imago betina P. comstocki dalam awetan preparat mikroskop Lempeng porus multilokular pada abdomen P. comstocki Oral collar tubular duct pada bagian dorsal sekitar segmen abdomen P. comstocki Oral rim tubular duct pada bagian dorsal P. comstocki Porus translusen pada koksa tungkai belakang P. comstocki Morfologi tubuh imago betina P. longispinus dalam awetan preparat mikroskop Oral collar tubular duct pada bagian ventral P. longispinus Kelompok oral rim tubular duct pada bagian marginal dorsal P. longispinus Tungkai belakang P. longispinus Peta distribusi buah lengkeng impor di Indonesia
34 35 35 36 39 39 40 40 41 41 42 42 43 46
DAFTAR TABEL 1 2 3
Impor buah lengkeng melalui Pelabuhan Tanjung Perak Tahun 2011-2013 Hasil intersepsi kutu putih pada buah lengkeng impor asal Thailand Status spesies kutu putih yang ditemukan pada buah lengkeng impor
11 14 43
PENDAHULUAN Latar Belakang Buah Lengkeng (Dimocarpus longan Lour.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang disukai masyarakat Indonesia untuk dikonsumsi karena memiliki rasa yang manis serta bermanfaat bagi kesehatan. Manfaat buah Lengkeng bagi kesehatan adalah memperkuat limpa, meningkatkan produksi darah merah, menambah selera makan, menyehatkan usus, memperbaiki proses penyerapan makanan, melancarkan buang air kecil, mengatasi cacingan, menyehatkan mata, mengobati sakit kepala, keputihan, dan hernia serta menambah tenaga. Buah Lengkeng baik untuk dikonsumsi saat proses pemulihan stamina, sehingga kondisi kesehatan berangsur membaik. Buah lengkeng juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber minuman penguat, karena bersifat sebagai tonik (Kusmayana 2010). Buah lengkeng di Indonesia saat ini lebih banyak diimpor dari negara lain seperti Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, India, Thailand, Vietnam, dan Cina. Impor dilakukan untuk mencukupi kebutuhan buah lengkeng di Indonesia. Menurut Kusmayana (2010) kebutuhan buah lengkeng di Indonesia pada tahun 2005 mencapai ± 25 000 ton, sedangkan produksi buah lengkeng lokal di daerah Temanggung (sentra produksi buah lengkeng di Jawa Tengah) pada tahun yang sama hanya mencapai 2 691.10 ton. Menurut data Barantan (2014), impor buah Lengkeng ke Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 50 105.956 ton dan masuk melalui Pelabuhan Belawan, Batam, Tanjung Priok, Tanjung Emas, dan Tanjung Perak. Impor buah Lengkeng melalui Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2013 sebanyak 19 100.797 ton dan berasal dari negara Cina, Vietnam serta Thailand (BBKP Surabaya 2014). Impor buah lengkeng jika tidak dilakukan sesuai dengan standar prosedur impor yang baik dapat menimbulkan masalah, salah satunya adalah masuknya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari negara lain. Kejadian tersebut perlu diwaspadai karena sampai saat ini Indonesia masih terbebas dari beberapa jenis OPTK. Menurut Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 93 Tahun 2011, saat ini terdapat 669 spesies OPTK yang belum ada di Indonesia, salah satunya yang perlu dicegah untuk masuk ke wilayah Indonesia adalah kutu putih (Kementan 2011). Seperti diketahui bahwa sampai saat ini menurut Permentan 93 Tahun 2011, Indonesia masih terbebas dari 3 spesies kutu putih yaitu Planococcus kenyae, Planococcus njalensis, dan Pseudococcus calceolariae. Hasil intersepsi OPT yang dilakukan oleh laboratorium BBKP Surabaya pada bulan April 2014 diketahui bahwa ditemukan adanya kutu putih pada buah lengkeng asal Thailand yang masuk melalui Pelabuhan Tnjung Perak (BBKP Surabaya 2014). Hal ini menunjukkan bahwa buah lengkeng yang diimpor dari negara lain berpotensi menjadi media pembawa kutu putih. Kutu putih (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan salah satu serangga yang banyak menyerang berbagai jenis tanaman termasuk tanaman buah-buahan. Berbagai spesies dari famili Pseudococcidae menyerang banyak komoditas penting seperti jeruk, nanas, apel, mangga dan beberapa tanaman buah lainnya (Williams & Granara de Willink 1992). Kutu putih dapat menimbulkan kerusakan
2
baik langsung maupun tidak langsung. Gejala kerusakan langsung pada tanaman yang disebabkan oleh hama ini berupa bercak-bercak klorosis, daun layu dan mengeriting, burik pada buah, tanaman tumbuh kerdil hingga kematian tanaman. Secara tidak langsung, hama ini dapat merusak tanaman karena mampu menjadi vektor beberapa pathogen penyebab penyakit tanaman. Selain itu, keberadaan kutu putih pada tanaman buah-buahan mengundang cendawan embun jelaga pada daun yang menggunakan eksresi embun madu oleh kutu putih sebagai subtrat. Buah Lengkeng yang diimpor dapat berpotensi menjadi media pembawa bagi masuk dan tersebarnya kutu putih ke dalam Wilayah Republik Indonesia. Identifikasi spesies kutu putih pada buah lengkeng impor hingga saat ini belum pernah dilaksanakan. Oleh karena itu perlu dilakukan inventarisasi serta identifikasi untuk mengetahui keragaman spesies kutu putih pada buah lengkeng impor. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies kutu putih yang ikut terbawa oleh buah lengkeng yang diimpor dari Thailand. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang spesiesspesies kutu putih yang terbawa oleh buah lengkeng impor sehingga dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam penyusunan kebijakan terhadap pemasukan buah lengkeng dari negara lain.
TINJAUAN PUSTAKA Lengkeng (Dimocarpus longan Lour) Deskripsi Lengkeng merupakan tanaman buah subtropis yang masuk ke dalam Kelas Magnoliopsida, Ordo Sapindales dan Famili Sapindaceae (Menzel et al 1989). Lengkeng berasal dari daerah Cina Selatan dan pemanfaatannya lebih kepada khasiatnya sebagai obat, bukan sebagai buah meja (Triwinata 2006), buah ini dikenal sebagai Dragon Eye (Menzel et al 1989). Lengkengdi Indonesia tumbuh baik di daerah dengan ketinggian tempat antara 300-900 meter di atas permukaan laut (mdpl) (Rahardja 1983). Lengkeng memerlukan suhu yang dingin untuk memacu pembungaan yaitu antara 5-22°C (Verheij dan Coronel 1992). Syarat tumbuh lengkeng yang seperti itu menyebabkan pengembangan lengkeng di Indonesia terbatas hanya di daerah tertentu saja. Selain itu, umumnya lengkeng dataran tinggi mempunyai masa awal produksi yang lama yaitu antara 58 tahun sehingga pengembangannya ke daerah lain agak lambat. Buah lengkeng berukuran kecil, berbentuk bulat sebesar kelereng. Buah lengkeng bergerombol pada pucuk tangkainya. Kulit buah berwarna kuning kecoklatan sampai coklat muda, bahkan hingga coklat kehitaman dengan permukaan tidak merata atau berbintil-bintil. Daging buah berwarna bening-putih berair mengandung karbohidrat, sedikit minyak, dan saponin. Daging buah berasa manis dengan aroma khas (Hatta 1990). Hama dan Penyakit Hama yang biasa menyerang tanaman lengkeng adalah serangga pengisap buah (Tessaratoma javanica). Hama lain yang sering merusak buah lengkeng yang matang adalah Kelelawar. Buah Lengkeng sangat rentan terhadap penyakit pascapanen yang disebabkan oleh bakteri dan cendawan. Bakteri yang sering menyerang pada buah lengkeng adalah Enterobacter srtohrnrd serta Acinetobacter sp (Lu et al 1992), sedangkan cendawan yang sering menyerang buah lengkeng adalah Botrydiplodia sp. (Jiang 1997); Penicillium sp., Rhizopus sp., Alternaria sp.,Aspergillus sp., Fusarium spp., Lasiodiplodia theobromae (Lu et al 1992 & Sardsud et al 1994); Pestalotiopsis sp., Cladosporium spp. (Sardsud et al 1994) Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) Taksonomi dan Biologi Kutu putih termasuk ke dalam superfamili Coccoidea, famili Pseudococcidae dan ordo Hemiptera. Pada saat ini sebagian besar ahli membagi family Pseudococcidae ke dalam empat subfamili yaitu: Trabutininae, Rhizoecinae, Sphaerococcinae dan Pseudococcinae. Imago betina kutu putih biasanya tidak aktif bergerak dan tidak memiliki ovipositor, sebagai gantinya imago betina kutu putih mengeluarkan keturunan melalui vulva (Borror et al. 1996). Kutu putih mempunyai alat mulut bertipe menusuk-mengisap yang terdiri dari: sebuah rostrum, sepasang stilet mandibel, sepasang stilet maksila dan sebuah
4
labrum kecil. Serangga ini disebut kutu putih karena hampir seluruh tubuhnya dilapisi lilin yang berwarna putih, lilin tersebut dikeluarkan dari porus trilokular pada kutikula melalui proses ekskresi (Williams dan Granara de Willink 1992). Morfologi Imago Betina Identifikasi kutu putih didasarkan pada morfologi tubuh imago betina, karena imago jantan kutu putih jarang ditemukan di alam (McKenzie 1967). Menurut Williams (2004) imago betina kutu putih Pseudococcidae memiliki morfologi tubuh yang sangat khas (Gambar 1). Kutu putih memiliki bentuk tubuh memanjang, oval, atau bulat. Tubuh kutu putih ini sering menjadi berubah bentuk setelah dibuat preparat. Bagian-bagian tubuh kutu putih dapat dijadikan pembeda untuk setiap spesies, antara lain : Antena. Sebagian besar antena terdiri dari 6-9 segmen, tetapi kadangkadang tereduksi menjadi 2, 4, atau 5 segmen. Umumnya segmen terakhir lebih lebar dan lebih panjang daripada segmen II dari belakang. Tungkai. Pseudococcidae memiliki tungkai yang berkembang dengan baik. Genus Planococcus tidak memiliki dentikel pada kuku tarsus, namun memiliki porus translusen di permukaan anterior koksa, femur atau tibia pada tungkai belakang. Porus translusen jarang pada tungkai bagian trokanter. Ostiol. Pseudococcidae biasanya memiliki dua pasang ostiol, sepasang pada anterior dan sepasang pada posterior tubuh, contohnya genus Planococcus dan Pseudococcus. Ostiol kadang-kadang tidak dimiliki oleh kutu putih, atau ada tetapi hanya sepasang pada bagian posterior seperti halnya Rastrococcus iceryodes. Bentuk ostiol berupa belahan yang terdiri dari beberapa seta dan porus trilokular. Organ ini berfungsi sebagai alat pertahanan. Cincin Anal. Organ ini terletak pada ujung abdomen bagian dorsal. Cincin ini berfungsi untuk mengeluarkan embun madu yang merupakan limbah dari pencernaan kutu ini. Porus. Umumnya famili ini memiliki 4 jenis porus yaitu: porus trilokular, lempeng porus multilokular, porus quinquelokular dan porus diskoidal. Porus trilokular terdapat pada tubuh bagian ventral dan dorsal, berbentuk segitiga, dan bentuknya akan sama pada setiap spesies yang sama, Porus ini berfungsi untuk menghasilkan lilin. Lempeng porus multilokular terdapat di sekitar vulva atau kadang-kadang terdapat pada tubuh bagian dorsal hingga bagian anterior, berfungsi untuk membuat kantung telur atau untuk melindungi telur-telur yang diletakkan oleh imago betina. Spesies yang memiliki sedikit porus ini biasanya bersifat vivipar. Porus quinquelokular berbentuk segi lima dan dimiliki oleh genus Planococcus dan Rastrococcus dan beberapa spesies dari Phenacoccus. Porus diskoidal memiliki bentuk berupa lingkaran sederhana dan menyebar diseluruh permukaan tubuh, kadang-kadang sebesar porus trilokular dan berbentuk cembung pada segmen posterior, dorsal, dan mata. Beberapa kutu putih yang memiliki porus diskoidal di sekitar mata yaitu Dysmicoccus brevipes, Hordeolicoccus eugeniae dan beberapa spesies dari genus Pseudococcus. Tubular Duct. Organ ini terdiri dari dua bentuk yang berbeda yaitu: oral collar tubular duct dan oral rim tubular duct. Oral collar tubular duct menghasilkan lilin untuk membentuk kantung telur dan terdapat pada bagian ventral. Oral rim tubular duct umumnya sering ditemukan pada kutu putih yang
5
bersifat ovipar (bertelur), umumnya bentuknya lebih besar daripada oral collar tubular duct. Seta. Bentuk seta pada famili ini bisa berbentuk kerucut, lanseolat, atau truncate (ujungnya terpotong). Biasanya bentuk dan jumlah seta ini digunakan untuk mengidentifikasi spesies. Genus Rastrococcus memiliki seta serari berbentuk truncate. Vulva. Organ ini hanya dimiliki oleh kutu putih yang telah mencapai fase imago, dan terletak pada bagian ventral antara segmen VII dan VIII. Lobus Anal. Organ ini berbentuk bulat dan agak menonjol, terletak di sisi cincin anal dan masing-masing lobus anal memiliki seta apikal. Serari. Organ ini hanya dimiliki oleh famili Pseudococcidae dan biasanya berjumlah 1-18 pasang serari, dan terletak di bagian sisi tubuhnya yang berfungsi sebagai penghasil tonjolan lilin lateral. Pada bagian posterior terdapat dua pasang serari, yaitu serari lobus anal dan serari penultimate. Pada bagian anterior terdapat tiga pasang serari yang disebut dengan frontal (C1), preokular (C2), dan ocular (C3) (Williams dan Watson 1988; Williams & Granara de Willink 1992; Williams 2004). Spesies Kutu Putih Sebagai OPTK Planococcus kenyae Morfologi. Tubuh imago betina berbentuk oval, berwarna kuning dan tertutupi oleh lapisan lilin, berukuran panjang 2.5 mm dan lebar 1.5 mm, memiliki 8 ruas antena, tungkai tersembunyi di balik tubuhnya. Bentuk tubuh nimfa mirip dengan imago, tetapi lapisan lilin di tubuhnya lebih sedikit. Telur P. kenyae berbentuk oval, berwarna kuning. Imago jantan memiliki dua buah sayap yang panjangnya sekitar 1 mm dan tertutupi oleh tepung lilin, memiliki 10 ruas antena, dan dibagian ujung abdomennya terdapat dua seta panjang yang tertutupi oleh lilin (Barantan 2011). Biologi. Imago betina P. kenyae dapat menghasilkan sekitar 50-200 telur. Telur tersebut menetas dalam waktu 2-3 hari. Nimfa instar I (crawler) berpindah dalam jarak dekat (biasanya tidak terlalu jauh dari tempat telur-telur) sampai menemukan tempat yang cocok untuk makan. Fase nimfa instar I dan II masingmasing berlangsung selama 6-10 hari dan 10-14 hari. Setelah melewati fase nimfa instar ke-2, P. kenyae jantan akan bergerak menuju ke bagian bawah tanaman dan menyelubungi tubuhnya dengan kokon untuk memasuki fase prapupa (terdapat bakal sayap) dan pupa (bakal sayap sudak terbentuk dengan jelas). Fase pupa berlangsung selama 10-14 hari. Imago jantan berkembang selama 33 hari (pada kondisi di laboratorium). Untuk serangga betina P. kenyae setelah fase nimfa instar II selanjutnya berganti kulit menjadi nimfa instar akhir (instar III). Bentuk dan warna tubuh nimfa instar III mirip dengan instar II, hanya berbeda dari ukuran tubuh (lebih besar daripada instar II) dan jumlah lilin yang disekresikan (lebih banyak daripada instar II). Pada kondisi di laboratorium, perkembangan imago betina berlangsung selama 36 hari (Barantan 2011). Inang. Menurut Permentan 93 tahun 2011, inang dari P.kenyae adalah Cajanus cajan, Citrus spp., Coffea spp., Dioscorea sp., Ipomoea batatas, Passiflora spp., Saccharum officinarum, Theobroma cacao, Acacia spp., Gossypium
6
barbadens, Indigofera spp., Impatiens spp., Pueraria lobata, Sesbania grandiflora (Kementan 2011). Daerah sebar. Menurut Permentan 93 tahun 2011, daerah sebar dari P.kenyae adalah Burundi, RD Kongo, Kongo, Pantai Gading, Ghana, Kenya, Malawi, Nigeria, Rwanda, Siera Leone, Sudan, Tanzania, Togo, Uganda, Zimbabwe (Kementan 2011). Planococcus njalensis Morfologi. Telur berukuran sangat kecil dan diletakkan secara tunggal. Tetapi saat ini telur P. njalensis sangat sulit dilihat ketika spesies ini menjadi bersifat ovovivivar. Nimfa P. njalensis memiliki tubuh yang mirip dengan imagonya, hanya berbeda dari ukuran dan ada tidaknya lilin di tubuhnya. Imago betina P. njalensis memiliki tubuh yang halus, beruas-ruas, berbentuk oval, dan tidak bersayap. Bagian dorsal tubuh tertutupi oleh lapisan lilin yang dihasilkannya. Secara umum, tubuhnya berwarna merah muda, tetapi ada pula yang berwarna cokelat atau pun cokelat tua kemerahan. Imago jantan berukuran kecil, memiliki sepasang antena (10 ruas), sepasang sayap, alat mulutnya tereduksi. Tubuhnya berukuran panjang 604.17-975.08 µm (rata-rata 784.46 µm). Bagian kepala berkembang dengan baik. Sayap depan terbentuk dengan baik, sedangkan sayap belakang tereduksi menjadi hamolohalter (berbentuk seperti seta). Tungkai depan (446.26 µm) berukuran lebih pendek daripada tungkai belakang (534.3 µm) (Barantan 2011). Biologi. Peletakan telur P. njalensis berlangsung selama 15-20 menit, dan 45 menit, nimfa instar pertama akan keluar dari telur (bersifat ovoviviar). Imago betina akan mati setelah meletakkan telur. Fase nimfa berlangsung selama lebih dari 20 hari, sedangkan lama hidup imago betina adalah 10-14 hari. Nimfa yang baru keluar dari telur biasanya berada (makan) sejauh beberapa milimeter dari induknya. Lama perkembangan serangga P. njalensis adalah sebagai berikut: nimfa instar I = 7 hari (kisaran 4-13 hari); nimfa instar II = 5 hari (kisaran 3-10 hari), nimfa instar III = 7 hari (kisaran 5-9 hari); fase imago hingga oviposisi = 23 hari (kisaran 18-23 hari). Lama perkembangan P. njalensis sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi tanaman inangnya. Nimfa jantan biasanya berhenti makan pada saat instar ke-2. Selanjutnya akan membetuk kokon untuk berpupa selama 12 hari. Imago jantan hanya hidup selama 5-6 hari, karena alat mulutnya tereduksi sehingga tidak makan (Barantan 2011). Inang. Menurut Permentan 93 tahun 2011 inang dari P. njalensis adalah Theobroma cacao (kakao), Persea americana (alpokat), Ananas comosus (nanas), Coffea spp. (kopi), Cola acuminata, Mangifera indica (mangga) (Kementan 2011). Daerah sebar. Menurut Permentan 93 tahun 2011 daerah sebar dari P. njalensis adalah Benin, Kamerun, RD Kongo, Kongo, Pantai Gading, Ghana, Guinea, Liberia, Nigeria, Sao Tome & Principe, Senegal, Sierra Leone, Togo (Kementan 2011). Pseudococcus calceolariae Karakter Lapangan. Tubuh berbentuk oval, sedikit membulat pada tampak lateral, berwarna gelap, dan bila diremas keluar cairan merah. Lilin bertepung menutupi tubuh, biasanya cukup tebal untuk menyembunyikan warna
7
tubuh kecuali pada garis intersegmental, memiliki garis memanjang pada bagian punggung yang dibentuk oleh daerah kosong terjadi di daerah submedial dan submarginal. Ovisac terletak pada bagian abdomen. Memiliki 17 filamen lilin lateral, relatif paling pendek, lurus kecuali pasangan posterior yang mungkin sedikit melengkung, pasangan posterior terpanjang, sekitar 1/4 panjang tubuh. Telur kuning atau oranye dengan permukaan filamen lateral kasar (Barantan 2011). Inang. Menurut Permentan 93 tahun 2011 inang dari P. calceoloriae adalah Abutilon, Arachis hypogaea (kacang tanah), Brachychyton, Brassica, Ceanothus, Chenopodium, Citrus medica, Conium maculatum , Crataegus, Cynodia oblonga, Daucus carota (wortel), Dodonaea viscosa, Eugenia, Ficus, Fragaria (stroberi), Geranium, Hedera helix, Helianthus spp., Heliotropium arborescens, Hibiscus, Juglans regia, Laburnum anargyroides, Ligustrum, Lolium spp., Malus domestica (apel), Malus sylvestris, Malva, Musa paradisiaca (pisang kepok, Nerium oleander, Pelargonium, Pinus radiata, Pisum sativum, Pittosporum, Polyscias, Prunus, Pyrus communis (pir), Rheum hybridum, Rhododendron, Ribes sanguineum, Rosa (mawar), Rubus (blackberry, raspberry) Schinus molle, Sechium edulle, Solanum tuberosum (kentang), Theobroma cacao (kakao), Vitis vinifera (anggur), Saccharum officinarum (tebu) (Kementan 2011). Daerah sebar. Menurut Permentan 93 tahun 2011 daerah sebar dari P. njalensis adalah Republik Ceko, Perancis, Italia, Belanda, Portugal, Rusia, Slovakia, Spanyol, Ukraina, Inggris, China, Georgia, Ghana, Madagascar, Maroko, Namibia, Afrika Selatan, Meksiko, Amerika Serikat, Chili, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Australia, Selandia Baru (Kementan 2011).
8
Gambar 1 Morfologi imago betina kutu putih secara umum (Williams & Watson 1988) (Terjemahan Sartiami 1999)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 di Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, buah lengkeng impor, object glass, cover glass, chloroform, larutan Essig’s, larutan asam fuchsin, dan larutan HEINZ Mounting Media. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikoroskop compound, mikroskop stereo, botol fial, kuas, forcep, cawan sirakus, hot plate, jarum serangga dan pipet. Metodologi Pengambilan Sampel Buah Lengkeng Buah Lengkeng yang diambil sebagai sampel adalah buah lengkeng impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak dan dilakukan pada saat kontainer pertama kali dibuka. Kontainer yang digunakan untuk mengangkut buah lengkeng dari Thailand adalah reefer container berukuran 40 feet. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematis. Sampel buah diambil dari 5 titik di dalam kontainer. Titik pengambilan sampel di kontainer dilakukan pada bagian pojok depan bagian atas, pojok depan bagian bawah, bagian tengah, pojok belakang bagian atas serta pojok belakang bagian bawah. Setiap titik pengambilan sampel diambil sebanyak 1 kg. Sampel buah yang diambil kemudian dicampur menjadi satu dan diambil sebanyak 1 kg yang kemudian dibawa ke laboratorium untuk pengujian lebih lanjut. Pengoleksian Kutu Putih Pengoleksian kutu putih dilakukan dengan cara mengambil semua kutu putih yang terbawa oleh buah lengkeng baik nimfa maupun imago, dengan menggunakan forcep maupun kuas. Kutu putih yang terambil kemudian dimasukkan ke dalam botol berukuran 15 ml yang berisi alkohol 70%. Pembuatan Preparat Mikroskop Pembuatan preparat mikroskop mengacu pada metode yang dilakukan oleh Krantz & Walter (2009); Lynch (1981); Upton (1991); Walker & Crosby (1988). Kutu putih hasil koleksi dimasukkan ke dalam cawan sirakus yang berisi 6-8 ml larutan Essig’s dan kemudian ditetesi kloroform sebanyak 1 tetes untuk menghilangkan lapisan lilin. Serangga dilubangi pada bagian ventral antara tungkai kedua dan ketiga dan ditetesi asam fuchsin sebanyak 1-2 tetes. Kutu putih kemudian dipanaskan pada hot plate dengan suhu 60-70 ˚C selama 15-30 menit. Sampel didinginkan hingga cawan sirakus menjadi hangat. Isi perut kutu putih dikeluarkan secara perlahan-lahan dengan menggunakan kuas hingga bersih. Kutu
10
putih dipindah ke cawan sirakus lain yang berisi cairan Essig’s dan ditetesi kloroform sebanyak 1 tetes serta sisa-sisa isi perut kutu putih dikeluarkan hingga kutu putih terlihat transparan. Kutu putih dikeluarkan dari cawan sirakus dan diletakkan pada tengah-tengah object glass yang telah ditetesi HEINZ Mounting Media. Kutu putih pada object glass ditata dengan rapi dimana diletakkan secara dorso ventral dengan bagian tungkai terlihat jelas lalu ditutup dengan cover glass dan dikeringkan di atas hot plate agar media mounting cepat kering dan posisi spesimen tidak bergeser. Identifikasi Kutu Putih Kutu putih yang ditemukan dan telah dibuat preparat mikroskop diamati menggunakan mikroskop compound OLYMPUS CX31 dan diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi Williams dan Watson (1988), Williams & Granara de Willink (1992) serta Williams (2004). Setiap bagian-bagian karakter morfologi lalat buah difoto dengan menggunakan mikroskop kamera Hierox KH8700 dan OLYMPUS CX31 untuk dijadikan dasar dalam penelurusuran identifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Impor Buah di Pelabuhan Tanjung Perak Berdasarkan data Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya, antara tahun 2011-2013 terdapat sekitar 19 jenis buah impor dari berbagai negara yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Buah impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak adalah anggur, apel, jeruk, pear, lengkeng, durian, buah naga, kiwi, leci, kurma, plum, mangga, kesemek, pisang, delima, strawberry, sawo, melon, dan chana. Salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya komoditas buah impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak adalah kebijakan pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Pertanian nomor 42 tahun 2012 yang membatasi tempat pemasukan buah impor hanya melalui 4 tempat pemasukan yaitu Bandar Udara Soekarno-Hatta, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Makasar dan Pelabuhan Tanjung Perak. Buah lengkeng merupakan salah satu komoditas buah impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Menurut data BBKP Surabaya, buah lengkeng impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak antara tahun 2011-2013 sebanyak 59 691.2 ton dengan frekuensi pemasukan sebanyak 2 012 kali pemasukan. Buah lengkeng tersebut berasal dari negara China, Thailand, dan Vietnam (Tabel 1). Tabel 1 Impor buah lengkeng melalui Pelabuhan Tanjung Perak Tahun 2011-2013 Tahun 2011 Tahun 2012 Frek Vol (ton) Frek Vol (ton) China 0 0 0 0 Thailand 698 17 589.5 730 22 970.9 Vietnam 1 5 1 25 (Sumber : BBKP Surabaya 2012; 2013; 2014) Negara Asal
Tahun 2013 Frek Vol (ton) 2 50.9 580 19 049.8 0 0
Buah lengkeng yang diimpor juga disertai dengan tangkai dan dikemas dalam keranjang plastik. Buah lengkeng yang diimpor diangkut menggunakan container berpendingin (reefer container) dengan suhu 2º C sampai dengan 5º C. Perlakuan suhu dingin dalam container dilakukan untuk menjaga kualitas buah selama dalam perjalanan. Menurut Shi (1990), buah lengkeng yang disimpan pada suhu 5º C sampai 7º C dengan kelembaban 90% mampu bertahan selama 5 minggu serta menjaga kualitas buah Lengkeng dari dehidrasi, kehilangan warna maupun busuk. Impor buah lengkeng yang cukup tinggi dapat menimbulkan potensi terintroduksinya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari negara lain. Impor buah lengkeng yang disertai tangkai juga memperbesar peluang terbawanya OPT/OPTK dari negara lain ke Indonesia. Hal ini dikarenakan tangkai buah merupakan salah satu media pembawa OPT/OPTK. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 14 tahun 2002 menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam media pembawa OPTK adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya termasuk juga tangkai buah.
12
Prosedur Tindakan Karantina Buah Impor di Pelabuhan Tanjung Perak Impor buah melalui Pelabuhan Tanjung Perak harus melalui prosedur serta persyaratan yang ditetapkan oleh Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya. Menurut BBKP Surabaya (2014), buah impor termasuk lengkeng yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak harus memenuhi ketentuan yaitu : a. Dilengkapi dengan dokumen yang telah dipersyaratkan antara lain Phytosanitary Certificate (PC) dari negara asal atau PC Re-ekspor dari negara transit sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 42 Tahun 2012, sertifikat perlakuan/treatment dari negara asal/transit dari negara yang endemis lalat buah, Prior Notice, serta dokumen keamanan pangan seperti Certificate of Analysis (CoA) atau Health Certificate (HC) b. Mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yaitu : - Pengguna jasa memasukkan Permohonan Pemeriksaan Karantina (PPK) secara on-line/manual dan menyerahkan kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan - Penerimaan dokumen PPK diverifikasi oleh petugas - Jika dokumen persyaratan lengkap dan sah dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya dan apabila dokumen tidak lengkap/sah maka dilanjutkan ke proses pemeriksaan oleh bidang pengawasan dan penindakan - Penerbitan Surat Tugas kepada petugas karantina untuk melaksanakan tindakan karantina tumbuhan (TKT) dan penerbitan dokumen KT-2 (Persetujuan Pelaksanaan TKT di Instalasi yang ditunjuk) serta di submit ke portal Indonesia National Single Window (INSW) - Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan (TKT) di Instalasi Karantina Tumbuhan - Jika hasil TKT (OPTK dan keamanan pangan) negatif, dilakukan tindakan pembebasan c. Membayar biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai ketentuan yang berlaku. Buah lengkeng impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak harus bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) serta memenuhi standar keamanan pangan. Menurut Permentan 93 Tahun 2011, target OPTK pada buah lengkeng yang di cegah masuk ke wilayah Indonesia adalah lalat buah Bactrocera tryoni. Sedangkan menurut Permentan 88 Tahun 2011, buah lengkeng yang masuk ke dalam wilayah Indonesia harus bebas dari residu pestisida berbahan aktif Cipermethrins dan bebas dari Formalin.
a
b
c
Gambar 2. Tindakan Karantina Tumbuhan terhadap buah Lengkeng Impor (a) Pemeriksaan fisik barang di container, (b) Pengambilan sampel buah Lengkeng, dan (c) Pemeriksaan kesehatan di Laboratorium
13
Prosedur pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan terhadap buah lengkeng impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, dimana prosedur pemasukan media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 1992 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan; Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2002 tentang karantina tumbuhan serta Permentan nomor 09 tahun 2009 tentang persyaratan dan tatacara tindakan karantina tumbuhan terhadap pemasukan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Dalam peraturan-peraturan tersebut dijelaskan bahwa setiap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, wajib: a. dilengkapi sertifikat kesehatan tumbuhan dari negara asal dan/atau negara transit bagi tumbuhan dan bagian-bagiannya, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain; b. melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; dan c. dilaporkan dan diserahkan kepada Petugas Karantina Tumbuhan di tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina. Selain itu, impor buah ke dalam wilayah Republik Indonesia juga harus memenuhi ketentuan yang ada dalam Permentan nomor 42 tahun 2012 tentang tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buah segar dan sayuran buah segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia serta Permentan nomor 88 tahun 2011 tentang pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar asal tumbuhan. Keragaman Spesies Kutu Putih pada Buah Lengkeng Impor Hasil pemeriksaan terhadap sampel buah lengkeng impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak diketahui bahwa terdapat kutu putih yang ikut terbawa bersama dengan buah lengkeng dari negara asalnya. Kutu putih yang ditemukan berukuran sangat kecil sehingga diperlukan bantuan mikroskop stereo untuk mengetahuinya. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop stereo menunjukkan bahwa kutu putih tersebut terdapat pada tangkai buah, kulit buah, dan pada bagian pertemuan antara tangkai dengan buah (Gambar 3).
a b c . . Gambar 3 Letak kutu putih pada buah lengkeng impor (a). tangkai buah, (b) kulit . buah, dan (c) antara tangkai dengan buah
Hasil identifikasi dari sampel kutu putih pada buah lengkeng impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menunjukkan bahwa kutu putih yang ditemukan terdiri dari 5 genus. Genus kutu putih yang ditemukan adalah Ferrisia, Maconellicoccus, Paracoccus, Planococcus, dan Pseudococcus.
14
Hasil identifikasi lebih lanjut menunjukkan bahwa kutu putih pada buah lengkeng impor termasuk ke dalam 8 spesies. Spesies kutu putih yang ditemukan adalah Ferrisia virgata Cockerell, Maconellicoccus hirsutus Green, Maconellicoccus ramchensis Williams, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, Planococcus lilacinus Cockerell, Planococcus minor Maskell, Pseudococcus comstocki Kuwana, dan Pseudococcus longispinus Targioni Tozzetti (Tabel 2). Tabel 2 Hasil intersepsi kutu putih pada buah lengkeng impor asal Thailand No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Tanggal 16/09/2014 16/09/2014 18/09/2014 29/09/2014 01/10/2014 01/10/2014 01/10/2014 07/10/2014 14/10/2014 16/10/2014 17/10/2014 12/11/2014 02/12/2014 02/12/2014 09/12/2014 09/12/2014 19/12/2014 24/12/2014 31/12/2014
Kode Sampel 492/IX 498/IX 567/IX 826/IX 28/X 29/X 30/X 104/X 234/X 264/X 284/X 179/XI 9/XII 10/XII 143/XII 144/XII 381/XII 473/XII 658/XII
Spesies yang ditemukan M. hirsutus M. hirsutus M. ramchensis, P. marginatus F. virgata, M. ramchensis F. virgata, M. ramchensis, P. longispinus M. ramchensis, P. minor M. hirsutus P. comstocki, M. hirsutus P.lilacinus, P. minor M. ramchensis, F. virgata M. hirsutus M. ramchensis P. comstocki M. hirsutus, M. ramchensis P. minor, M. hirsutus M. ramchensis P. marginatus M. hirsutus F. virgata
Deskripsi Karakter Morfologi Kutu Putih pada Buah Lengkeng Impor Genus Ferrisia Kutu putih yang termasuk ke dalam genus Ferrisia menurut Williams (2004) memiliki ciri khusus yaitu adanya saluran pipa besar pada dorsal tubuh (dorsal duct), dimana masing-masing tepi muara dikelilingi area tersklerotisasi dengan 1 atau lebih seta yang terletak baik di batas atau mendekati area tersklerotisasi dan hanya memiliki 1 pasang serari yang terletak di lobus anal. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop compound menunjukkan adanya dorsal duct pada specimen yang ditemukan (Gambar 4) dan juga hanya terdapat 1 pasang serari pada lobus anal (Gambar 5). Hal ini menujukkan bahwa terdapat specimen kutu putih yang ditemukan pada buah lengkeng impor yang termasuk dalam genus Ferrisia. Spesies kutu putih yang ditemukan pada buah lengkeng impor yang masuk ke dalam genus Ferrisia adalah Ferrisia virgata Cockerrel.
15
Ferrisia virgata Cockerrel Hasil pengamatan preparat kutu putih menggunakan mikroskop compound terlihat bahwa F. virgata mempunyai antena yang terdiri dari 8 segmen (Gambar 7). Hasil pengamatan juga menunjukkan ciri khusus yang dimiliki oleh F. virgata yaitu memiliki lempeng porus multilokular yang terdapat pada abdomen segmen VI (Gambar 8) serta dorsal duct dengan bingkai yang lebih besar dari lempeng porus multilokular dimana terdapat seta dalam bingkai tersebut (Gambar 9). Menurut Williams (2004) F. virgata memiliki ciri-ciri bentuk tubuh oval memanjang dengan panjang hingga 5 mm. Abdomen kadang-kadang lonjong. Lobus anal terbentuk dengan baik, setiap permukaan ventral dengan satu seta apical dengan panjang sekitar 280 µm, dan sebuah struktur seperti garis kecil. Masing-masing antenna memiliki panjang 490-560 µm, dengan 8 segmen. Tungkai terbentuk dengan baik, ramping, claw stout. Porus translusen terdapat pada koksa, femur dan tibia tungkai belakang dengan jumlah moderat. Terdapat circulus, terbagi oleh garis intersegmental. Cincin anal dengan 6 seta, panjang setiap seta sekitar 600 µm. Serari hanya terdapat di lobus anal, setiap serari dengan 2 atau 3 conical setae, auxiliary setae dan porus trilokular, semuanya tergabung dalam daerah kecil tersklerotisasi. Williams (2004) juga menjelaskan bahwa permukaan dorsal terdapat seta yang ramping, masing-masing blunt setae atau slightly knobbed pada apex. Tubular ducts panjang dan ramping, masing-masing dengan lubang dikelilingi oleh daerah tersklerotisasi melingkar dengan 2-4 blunt setae dan 1 atau 2 porus discoidal oval dekat margin tapi tanpa batas; terdapat dalam kelompok yang terdiri 2 atau 3 disekitar margin, kecuali pada abdomen segmen VII, biasanya 8 di setiap kelompok; submedial ducts juga terdapat pada kebanyakan segmen dan lainnya terdapat beberapa di bagian sub marjinal thoraks dan anterior segmen abdomen. Pada bagian permukaan ventral menurut Williams (2004) terdapat blunt setae, biasanya lebih panjang dibandingkan dengan dorsal. Lempeng porus multilokular terdapat pada posterior sampai vulva, dan di dalam satu atau dua baris pada bagian sub medial pada tepi posterior dari abdomen segmen VI dan VII. Terdapat porus trilokular yang tersebar merata. Oral colar tubular duct kecil dan ramping, terdapat di sekitar abdomen segmen V dan posterior segmen dan dalam kelompok kecil marjinal pada segmen abdomen posterior; terdapat juga 1 atau 2 pada marjin di setiap anterior segmen mulai lobus anal sampai kepala. Kutu putih ini merupakan salah satu spesies yang telah menyebar hampir ke seluruh dunia. Serangga ini dilaporkan sudah berada di negara-negara Asia seperti Bangladesh, Brunei, Myanmar, Kamboja, India, Indonesia, Maladewa, Malaysia, Pakistan, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam (Williams 2004). Menurut Williams dan Watson (1988), spesies ini berada di negara-negara Pasifik seperti Cook Island, Fiji, French Polynesia, Kiribati, New Caledonia, Papua Nugini, Solomon Island, Tonga, Tuvualu, Vanuatu dan Western Samoa. Williams dan de Wiliink (1992) melaporkan bahwa spesies ini juga berada di kawasan Amerika Tengah dan Selatan seperti Argentina, Bahama, Barbados, Belize, Bolivia, Brazil, Cayman Island, Kolombia, Kosta Rika, Kuba, Dominika, Ekuador, Kepulauan Galapagos, Guatemala, Guyana, Honduras, Jamaika, Meksiko, Nevis, Nikaragua, Panama, Paraguay,Peru, Puerto Rico, St. Kitts, Suriname, Tobago, Trinidad, Venezuela, dan Virgin Islands.
16
Serangga ini memiliki kisaran inang yang luas. Menurut Williams (2004), Williams dan de Willink (1992), Williams dan Watson (1988), inang dari F. virgata sekitar 68 famili tanaman antara lain yaitu Acacia sp., Citrus sp., C. paradise, Glycine max, Acalypha sp, Croton sp., Gossypium sp., Hibiscus rosasinensis, Terminalia sp., Lycopersicum esculentum, Nerium indicum, Cocos nucifera, Erythroxylum tortuosum, Gochnatia pulchra, Manihot esculenta, dan Theobroma cacao. Inang F. virgata di Indonesia menurut laporan Williams (2004) adalah Zingiber officinale, Ficus sp., Gossypium sp., Azadirachta indica, Durio kutejensis, Ipomoea sp., Gossypium sp., dan Indigofera sp. Sartiami et al (1999), F. virgata di Indonesia ditemukan pada Jambu mete, mangga, sirsak, srikaya, nanas, pepaya, semangka, pepino, alpukat, buah delima, sukun, pisang, jambu biji, jeruk asam, zaitun, lemon, Citrus paradisi, leci, dan anggur. Hasil penelitian Nasution (2012) F. virgate ditemukan pada Jambu mete, mangga, srikaya, murbei, pisang, jambu biji, apel, jeruk pomelo, lemon, rambutan, durian dan sawo. Hasil penelitian Sarpiyah (2012) menyatakan bahwa F. virgata ditemukan pada tanaman hias seperti Batavia, puring, kuping gajah, dan kamboja. Keberadaan kutu putih ini pada lengkeng pernah dilaporkan di Cina tahun 2011. Kutu putih ini diketahui merupakan vektor Cocoa Swollen Shoot Virus (CSSV) di Afrika Barat dan Cocoa Trinidad Virus (CTV) di Trinidad (Thorold 1975). Schmutterer (1969) menyatakan bahwa F. virgata adalah hama utama pohon jambu di Sudan. F. virgata di Tanzania merupakan hama jambu mete dan di beberapa bagian dunia merupakan hama kapas (Williams 1996). F. virgata juga merupakan hama pada tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus) dan mesta (H. sabdariffa) di Bangladesh (Jalil 1971), Leucaena leucocephala di Taiwan (Chang dan Sun 1985).
Gambar 4 Dorsal duct pada abdomen genus Ferrisia
17
Gambar 5 Serari pada genus Ferrisia yang terletak pada bagian dorsal di lobus anal
500 µm
Gambar 6 Morfologi tubuh imago betina F. virgata dalam awetan preparat mikroskop
18
antenna
Gambar 7 Antena F. virgata yang terdiri dari 8 segmen
Gambar 8 Lempeng porus multilokular pada abdomen segmen VI F. virgata
19
Gambar 9 Dorsal duct pada abdomen F. virgata
Genus Maconellicoccus Kutu putih yang termasuk dalam genus Maconellicoccus menurut Williams (2004) memiliki ciri khusus yaitu masing-masing antenna umumnya memiliki 9 segmen. Selain itu kutu putih ini memiliki serari berjumlah 4-6 pasang yang terletak pada abdomen segmen posterior. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop compound menunjukkan bahwa specimen yang ditemukan memiliki antenna 9 segmen (Gambar 10) dan juga hanya 5 pasang serari pada bagian abdomen (Gambar 11). Hal ini menujukkan bahwa terdapat specimen kutu putih yang ditemukan pada buah lengkeng impor yang termasuk dalam genus Maconellicoccus. Pada buah lengkeng impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak ditemukan 2 spesies kutu putih yang termasuk ke dalam genus Maconellicoccus yaitu Maconellicoccus hirsutus Green dan Maconellicoccus ramchensis Williams. Maconellicoccus hirsutus Green Hasil pengamatan preparat kutu putih menggunakan mikroskop compound terlihat bahwa M. hirsutus mempunyai antena yang terdiri dari 9 segmen dan memiliki jumlah serari antara 5-6 pasang pada bagian abdomen. Ciri khusus dari M. hirsutus yang ditemukan pada waktu pengamatan adalah adanya oral collar tubular duct pada bagian dorsal (Gambar 13). Tubuh betina dewasa M. hirsutus pada preparat mikroskop berbentuk oval. Antena dengan 9 segmen. Terdapat circulus yang berbentuk kuadrat sampai oval,
20
panjang 85-140 µm, kadang-kadang terbagi oleh garis intersegmental. Serari biasanya berjumlah 4-6 pasang, kadang juga 7 pasang. Seta dorsal dan ventral berbentuk flagel, seta ventral biasanya lebih panjang dari dorsal. Lempeng porus trilokular tersebar merata pada dorsal dan ventral. Oral rim tubular duct, masingmasing dengan panjang 7.5-8.5 µm dan lebar 3.75-5.00 µm, diameter rim 10 µm. Lempeng porus multilokular terdapat pada ventral (Williams 2004). Serangga ini memiliki daerah sebar yang cukup luas. Menurut Williams (2004), daerah sebar M. hirsutus di kawasan Asia berada di negara-negara seperti Bangladesh, Brunei, Kamboja, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Maldewa, Pakistan, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Penyebaran M. hirsutus di kawasan negara-negara Pasifik berada di negara Papua Nugini, Tonga dan Tuvalu. Kutu putih ini memiliki kisaran inang yang cukup luas. Tanaman inang dari M. hirsutus menurut Williams (2004) serta Williams dan Watson (1988) terdiri dari beberapa family tanaman seperti Rutaceae, Moraceae, Myrtaceae, Mimosaceae, Malvaceae, Annonaceae, Vitaceae, Fabaceae, Rubiceae, Achariacheae, Asteraceae, Lythraceae, Verbenaceae, Rhamnaceae, Casuarinaceae, Caesalpiniaceae, Sapindaceae, Bromeliaceae, Sterculiaceae, Boraginaceae, Meliaceae, Orchidaceae, Acanthaceae, Euphorbiaceae, Bombacaceae, Sterculiaceae, dan Oxalidaceae. Di Indonesia, inang M. hirsutus menurut Kalshoven (1981) adalah tanaman buah. Selain itu inang M. hirsutus di Indonesia menurut Nasution (2012) adalah Jambu Biji. Menurut Williams (2004) M. hirsutus di Indonesia ditemukan pada Hibiscus manihot, Nephelium lappaceum, Erythrina lithosperma, Hibiscus rosa-sinensis, Hibiscus tiliaceus Hibiscus sabdarifa, Glycine max, dan Annona muricata. Kebeeradaan kutu putih ini pada lengkeng merupakan temuan baru, karena belum pernah dilaporkan di Indonesia maupun negara lain. Serangga ini menyerang sejumlah besar spesies tanaman, termasuk tanaman hortikultura dan pertanian penting seperti kopi, jambu, jeruk, anggur, kacang-kacangan, kelapa, jagung, tebu, sirsak, kedelai, kapas, dan tanaman serat lainnya (Ranjan 2006). M. hirsutus menyebabkan malformasi tunas dan daun yang disebabkan oleh suntikan air liur beracun (Kairo et al. 2000). Selain mengurangi estetika tanaman, deformasi ini juga dapat mengakibatkan penurunan hasil panen dan kematian tanaman jika infestasi berat (Kairo et al. 2000; Chong et al. 2008). Adanya lilin dalam jumlah besar akibat infestasi M. hirsutus, juga mengurangi nilai estetika tanaman hias (Kairo et al. 2000). Biaya tahunan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat untuk pengendalian akibat kerusakan oleh M. hirsutus diperkirakan sekitar US $ 700 juta, dengan perkiraan global sekitar US $ 5 miliar (Ranjan 2006). Maconellicoccus ramchensis Williams Hasil pengamatan preparat kutu putih menggunakan mikroskop compound terlihat bahwa M. ramchensis mempunyai antena dengan 9 segmen dan jumlah serari 5-6 pasang pada bagian abdomen. Ciri khusus M. ramchensis yang ditemukan pada waktu pengamatan adalah oral collar tubular duct yang terdapat pada bagian ventral (Gambar 15). Tubuh betina dewasa M. ramchensis berbentuk oval. Antena dengan 9 segmen. Terdapat circulus yang berbentuk lateral menyempit terbagi oleh garis
21
intersegmental, panjang 150-190 µm. Serari biasanya berjumlah 4 pasang. Seta dorsal dan ventral berbentuk flagel, seta ventral biasanya lebih panjang dari dorsal. Porus trilokular tersebar merata pada dorsal dan ventral. Oral rim tubular duct, masing-masing dengan panjang 12.50 µm dan lebar 6.25-7.50 µm, diameter rim 12.50 µm. Oral collar tubular duct hanya terdapat pada ventral. Lempeng porus multilokular terdapat pada posterior hingga vulva dan pada baris tunggal sampai ganda diseberang ujung posterior dari segmen abdomen depan sampai abdomen segmen V, kadang-kadang juga terdapat juga pada abdomen segmen IV,dan selain itu terdapat pada ujung anterior dari abdomen segmen V-VII dan bagian medial kepala dan toraks (Williams 2004). Serangga ini merupakan spesies kutu putih yang belum banyak dilaporkan daerah penyebaran serta inangnya. Spesies kutu putih ini menurut Williams (2004) pertama kali dilaporkan ada di Nepal tahun 1975 oleh S. Takagi pada undetermined plant. M. ramchensis dilaporkan juga oleh R.M. Freeman tahun 2000 terintersepsi pada Durio sp. asal Thailand yang masuk ke Amerika Serikat. M. ramchensis hingga saat ini belumpernah dilaporkan terdapat di Indonesia. Keberadaan kutu putih M. ramchensis juga belum pernah dilaporkan terdapat pada lengkeng. Kerusakan maupun kerugian yang ditimbulkan oleh M. ramchensis hingga saat ini belum diketahui. Hal ini dikarenakan hingga saat ini belum terdapat laporan mengenai dampak yang ditimbulkan akibat serangan M. ramchensis.
Antenna
Gambar 10 Antena genus Maconellicoccus yang terdiri dari 9 segmen
22
Gambar 11 Letak serari pada abdomen genus Maconellicoccus
Gambar 12 Morfologi tubuh imago betina M. hirsutus dalam awetan preparat mikroskop
23
Gambar 13 Oral collar tubular duct pada bagian dorsal M. hirsutus
Gambar 14 Morfologi tubuh imago betina M. ramchensis dalam awetan preparat mikroskop
24
Gambar 15 Oral collar tubular duct pada bagian ventral M. ramchensis Genus Paracoccus Kutu putih yang termasuk dalam genus Paracoccus menurut Williams (2004) memiliki ciri khusus yaitu adanya anal lobe bar pada bagian ventral lobus anal. Paracoccus juga memiliki serari berjumlah 9-18 pasang serta memiliki oral rim tubular duct pada bagian dorsal dan kadang-kadang pada bagian ventral. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop compound menunjukkan adanya anal lobe bar pada specimen yang ditemukan (Gambar 16) dan juga terdapat oral rim tubular duct pada bagian dorsal (Gambar 17). Hal ini menujukkan bahwa terdapat specimen kutu putih yang ditemukan pada buah lengkeng impor yang termasuk dalam genus Paracoccus. Hasil identifikasi kutu putih pada buah lengkeng impor ditemukan 1 spesies yang termasuk dalam genus Paracoccus yaitu Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink. Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink Hasil pengamatan preparat kutu putih menggunakan mikroskop compound terlihat bahwa P. marginatus mempunyai antena yang terdiri dari 8 segmen (Gambar 19). Terdapat 8 pasang serari pada bagian abdomen. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat ciri khusus yang dimiliki oleh P. marginatus yaitu oral rim tubular duct hanya terdapat pada bagian marjin dorsal (Gambar 20). Menurut Miller dan Miller (2002), P. marginatus memiliki dua karakteristik penting yang membedakan dengan spesies Paracoccus lainnya yaitu, adanya oral-rim tubular duct bagian dorsal yang terbatas pada tepi tubuh, dan porus tranlusen tidak terdapat pada tibia tungkai belakang. Spesimen
25
P.marginatus akan berubah menjadi berwarna hitam kebiruan saat dilakukan penyimpanan pada alkohol. Kutu putih ini merupakan serangga eksotik yang berasal dari Amerika Tengah. Daerah sebar P. Marginatus menurut Williams dan de Willink (1992) berada di negara Meksiko, Belize, Kosta rika dan Guatemala. Hasil penelitan Muniapan et al. (2009), menunjukkan bahwa P. marginatus telah menyebar ke negara-negara di Asia Tenggara yaitu Bangladesh, Kamboja, Indonesia, Filipina, dan Thailand serta di negara-negara Afrika Barat yaitu Benin, Ghana, dan Togo. Serangga ini pertama kali dilaporkan masuk ke Indonesia pada tahun 2008. P. marginatus ditemukan pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor (Muniappan et al. 2008). Hasil penelitian Sartiami (2009) P. marginatus telah menyebar ke daerah-daerah sekitar kota Bogor yaitu kabupaten Bogor, kabupaten Cianjur, kabupaten Sukabumi, kabupaten Tangerang dan DKI Jakarta. Menurut Permentan 93 tahun 2011 menyatakan P. marginatus sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia kecuali Papua. P. marginatus termasuk dalam Organisme Pengganggu Karantina (OPTK) kategori A2 yang harus dicegah penyebarannya di wilayah Indonesia. Inang dari P. marginatus menurut Williams dan de Willink (1992) adalah Manihot esculenta, Carica papaya, Manihot chloristica, Sida sp., Hibiscus sp., Parthenium hysterophorus, Ambrosia cumanensis, Mimosa pigra, Papaya sp., dan Acalypha sp. Di Indonesia, inang P. marginatus menurut Sartiami et. al (2009) terdiri dari beberapa family seperti Caricaceae, Fabaceae, Solanaceae, Euphorbiaceae, Araceae, Cucurbitaceae, Malvaceae, Convolvulaceae, Myrtaceae, Moraceae, Rubiaceae, dan Apocynaceae. Hasil penelitian Nasution (2012) menunjukkan bahwa inang P. marginatus di Indonesia adalah Pepaya. Keberadaan P. marginatus pada lengkeng merupakan temuan baru, karena belum pernah dilaporkan di Indonesia maupun negara lain. Kutu putih ini menghisap cairan tanaman dengan memasukkan stylets ke dalam epidermis daun, serta ke dalam buah dan batang. Ketika melakukannya, kutu putih ini menyuntikkan zat beracun ke dalam daun yang berakibat daun menjadi klorosis, tanaman kerdil, deformasi daun, daun dan buah gugur lebih awal, penumpukan embun madu, dan kematian. Infestasi berat mampu menyebabkan rendering buah karena penumpukan lilin (Walker et al. 2003). Hasil penelitian Ivakdalam (2010) menunjukkan bahwa serangan P. marginatus pada tanaman papaya di daerah Bogor menyebabkan peningkatan biaya produksi sebesar 84% dan menurunkan hasil panen sebesar 58%.
26
Gambar 16 Anal lobe bar pada genus Paracoccus
Gambar 17 Oral rim tubular duct pada bagian dorsal genus Paracoccus
27
Gambar 18 Morfologi tubuh imago betina P. marginatus dalam awetan preparat mikroskop
antena
Gambar 19 Antena P. marginatus yang terdiri dari 8 segmen
28
Gambar 20 Oral rim tubular duct pada bagian margin dorsal P. marginatus Genus Planococcus Kutu putih yang termasuk Genus Planococcus menurut Williams (2004) memiliki ciri khusus yaitu memiliki 18 pasang serari dimana setiap serari terdapat 2 conical setae atau seta flagel, kadang-kadang 3-5 seta pada serari di kepala, tidak memiliki auxiliary setae kecuali pada serari lobus anal, tidak memiliki oral rim tubular duct, memiliki anal lobe bar dan lempeng porus multilokular selalu terdapat pada bagian ventral abdomen. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop compound menunjukkan adanya anal lobe bar pada specimen yang ditemukan (Gambar 21) dan juga terdapat adanya lempeng porus multilokular pada bagian ventral abdomen (Gambar 22). Hal ini menujukkan bahwa terdapat specimen kutu putih yang ditemukan pada buah lengkeng impor yang termasuk dalam genus Planococcus. Hasil pengamatan kutu putih pada buah Lengkeng impor ditemukan 2 spesies yang termasuk ke dalam genus Planococcus yaitu Planococcus lilacinus Cockerell dan Planococcus minor Maskell. Planococcus lilacinus Cockerell Hasil pengamatan preparat kutu putih menggunakan mikroskop compound terlihat bahwa P. lilacinus yang ditemukan mempunyai antena yang terdiri dari 8 segmen (Gambar 24) dan memiliki 18 pasang serari. Hasil pengamatan terhadap P. lilacinus ditemukan ciri khusus yaitu seta flagel yang terdapat pada bagian dorsal (Gambar 25), cisanal setae lebih panjang daripada anal ring setae (Gambar 26), serta terdapat oral collar tubular duct pada bagian ventral disekitar lateral margin (Gambar 27). Betina dewasa P. lilacinus memiliki bentuk tubuh oval. Memiliki kaki kekar dan antenna 8 segmen. Serari berjumlah 18 pasang. Dorsal memiliki seta
29
flagel panjang. Cisanal setae lebih panjang dari seta cincin anal. Lempeng porus multilokular terdapat di bagian ventral pada daerah medial abdomen, biasanya dalam baris tunggal maupun ganda. Oral collar tubular duct pada ventral terdapat disekitar margin lateral (Williams 2004). Kutu putih ini menurut Williams (2004) memiliki daerah sebar di negara Bangladesh, Bhutan, Brunei, Myanmar, India, Indonesia, Malaysia, Maladewa, Filipina, Sri Lanka, Thauland, dan Vietnam. P. lilacinus juga terdapat di negara Republik Dominika, El Salvador, Guyana, dan Haiti (Williams dan de Willink 1992). Selain itu P. lilacinus menurut Williams dan Watson (1988) juga terdapat di negara Papua Nugini. Serangga ini di Indonesia menurut Williams (2004) berada di pulau Jawa, Bali dan Sumatra. Berdasarkan Permentan 93 tahun 2011, P. lilacinus merupakan sinonim dari Planococcus deceptor. P. deceptor merupakan OPTK kategori A2 yang daerah sebarnya masih terbatas di Jawa bagian timur dan Kalimantan bagian barat. Inang P. lilacinus menurut Williams (2004) serta Williams dan Watson (1988) terdiri dari berbagai famili tanaman seperti Rhamnaceae, Rutaceae, Annonaceae, Myrtaceae, Zingiberaceae, Sterculiaceae, Apiaceae, Dipterocarpaceae, Rhizoporaceae, Rubiaceae, Sapotaceae, Lythraceae, Solanaceae, Lecythidaceae, Cannaceae, Vitaceae, Iridaceae, Mimosaceae, Fabaceae, Musaceae, Simaroubaceae, Asteraceae, Caesalpiniaceae, Sapindaceae, Moraceae, Bombacaceae, Crypteroniaceae, Verbenaceae, Agavaceae, Euphorbiaceae, Pandanaceae, Combretaceae, Orchidaceae, Malvaceae, dan Guttiferae. P. lilacinus di Indonesia menurut Williams (2004) terdapat pada Annona sp., Kakao, A. muricata, Ficus sp., Durian, Syzigium jambos, Rambutan, Ceiba pentandra, Tephrosia candida, Erythrina lithospermum, Neonauclea sp., dan Crypteronia griiffithii. Keberadaan P.lilacinus pada lengkeng (Dimocarpus longan Lour) sudah pernah dilaporkan di Thailand (Williams 2004). Kutu putih ini menurut Williams dan de Willink (1992) merupakan hama pada banyak tanaman terutama pada kopi, kakao dan jeruk. Sekhar (1964) melaporkan bahwa pada tanaman kopi di India, infestasi pada jaringan akar yang baru berkembang menyebabkan daun menjadi klorotik, dan pada beberapa kasus terjadi defoliasi. Planococcus minor Maskell Hasil pengamatan di bawah mikroskop compound menunjukkan bahwa P. minor memiliki antenna 8 segmen serta 18 pasang serari. Hasil pengamatan menunjukkan ciri khusus dari P. minor adalah memiliki sirkulus berbentuk persegi (Gambar 29), terdapat double row lempeng porus multilokular pada bagian abdomen segmen VI (Gambar 30), dan memiliki oral collar tubular duct pada bagian margin abdomen (Gambar 31). Menurut Cox (1989), P. minor memiliki ciri-ciri tubuh oval denga panjang 1.3 mm-3.2 mm dan lebar 0.8 mm-1.9 mm. Memiliki 18 pasang serari dimana masing-masing serari dengan 2 conical setae kecuali bagian preokular. Porus translusen terlihat jelas pada koksa dan tibia tungkai belakang. Cisanal setae biasanya lebih pendek daripada seta cincin anal dan lobus anal terletak di daerah yang tersklerotisasi.
30
Pada bagian ventral, lempeng porus multilokular ganda terletak pada tepi ruas abdomen III-VI, lempeng porus multilokular tunggal terdapat pada tepi ruas abdomen V-VII atau ruas abdomen VI-VII. Porus trilokular menyebar merata pada tubuh bagian tengah. Serangga ini menurut Williams (2004) memiliki daerah sebar di negara Bangladesh, Brunei, Myanmar, Kamboja, India, Indonesia, Malaysia, Maladewa, Filipina, Singapoura, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam. P. minor juga terdapat di negara Argentina, Bermuda, Barbados, Brazil, Kolombia, Kosta Rika, Kuba, Republik Dominika, Granada, Guadeloupe,Guatemala, Guyana, Honduras, Jamaika, Meksiko, St. Lucia, Suriname, Trinidad, Virgin Islands dan Haiti (Williams dan de Willink 1992). Selain itu P. minor menurut Williams dan Watson (1988) juga terdapat di negara Papua Nugini. Kutu putih ini menurut Williams (2004) serta Williams dan Watson (1988) memiliki kisaran inang yang terdiri dari berbagai famili tanaman seperti Apocynaceae, Lamiaceae, Meliaceae, Melastomacea,Cucurbitaceae, Poaceae, Costaceae, Convolvucaceae, Loranthaceae, Ebenaceae, Araliaceae, Polyganaceae, Asparagaceae, Bromeliaceae Passifloraceae, Rosaceae, Anacardiaceae, Polygonaceae, Cannaceae, Geraniaceae, Nyctaginaceae, Araceae, Amaranthaceae, Piperaceae, Oxalidaceae, Malvaceae, Vitaceae, Rutaceae, Annonaceae, Loganiaceae, Cecropiaceae, Myrtaceae, Zingiberaceae, Sterculiaceae, Rubiaceae, Sapotaceae, Solanaceae, Fabaceae, Musaceae, Simaroubaceae, Asteraceae, Caesalpiniaceae, Sapindaceae, Moraceae, Bombacaceae, Crypteroniaceae, Verbenaceae, Agavaceae, Euphorbiaceae, Pandanaceae, dan Orchidaceae. P. minor di Indonesia menurut Williams (2004) terdapat pada Kopi, Lada, Annona muricata, Manilkara zapota, Neonauclea sp., Macaranga tenarius, Solanum grandiflorum, Hevea sp., Crypteronia griffithi, dan Leptospermum sp. Sartiami et al (1999) melaporkan P. minor di Indonesia ditemukan pada Jambu biji, pisang, dan rambutan. Hasil penelitian Nasution (2012) P. minor ditemukan pada Buah naga, jambu biji, pisang, rambutan, sirsak dan srikaya. Syaripah (2012) menemukan P. minor pada tanaman hias seperti Puring, batavia, adenium, soka, nusa indah, jodia, dan kemuning. Keberadaan P. minor pada lengkeng merupakan temuan baru, karena sampai saat ini belum pernah dilaporkan di Indonesia maupun di negara lain. Infestasi P. minor, menyebabkan pengurangan hasil, penurunan kualitas tanaman dan buah, pertumbuhan terhambat, perubahan warna dan kehilangan daun (Venette dan Davis 2004). Dapat juga terjadi kematian tanaman akibat penyakit oleh virus yang ditularkan oleh serangga ini (Cox 1989). Embun madu yang dikeluarkan oleh kutu putih dapat menimbulkan jelaga yang disebabkan oleh cendawan di daun, buah dan bagian tanaman lainnya, sehingga mengganggu kegiatan fotosintesis (Williams dan de Willink 1992).
31
Gambar 21 Anal lobe bar pada genus Planococcus
Gambar 22 Lempeng porus multilokular pada ventral abdomen Planococcus
32
Gambar 23 Morfologi tubuh imago betina P. lilacinus dalam awetan preparat mikroskop
antena
Gambar 24 Antena P. lilacinus yang terdiri dari 8 segmen
33
Gambar 25 Seta flagel pada bagian dorsal P. lilacinus
Gambar 26 Cisanal setae P. lilacinus
34
Gambar 27 Oral collar tubular duct pada bagian ventral lateral margin P. lilacinus
Gambar 28 Morfologi tubuh imago betina P. minor dalam awetan preparat mikroskop
35
Gambar 29 Circulus P. minor
Gambar 30 Lempeng porus multilokular pada abdomen segmen VI P. minor
36
Gambar 31 Oral collar tubular duct pada bagian margin abdomen P.minor Genus Pseudococcus Genus Pseudococcus menurut Williams (2004) memiliki ciri khusus yaitu memiliki serari 12-17 pasang, memiliki oral rim tubular duct terdapat pada bagian dorsal dan ventral, dan ventral masing-masing lobus anal dengan sklerotisasi berbentuk segitiga atau kuadrat. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop compound menunjukkan adanya sklerotasi berbentuk kuadrat pada lobus anal. Hal ini menujukkan bahwa terdapat specimen kutu putih yang ditemukan pada buah lengkeng impor yang termasuk dalam genus Pseudococcus. Hasil pengamatan kutu putih pada buah Lengkeng impor ditemukan 2 spesies kutu putih yang termasuk genus Pseudococcus yaitu Pseudococcus comstocki Kuwana dan Pseudococcus longispinus Targioni Tozzetti. Pseudococcus comstocki Kuwana Hasil pengamatan preparat kutu putih menggunakan mikroskop compound terlihat bahwa P. comstocki mempunyai antena yang terdiri dari 8 segmen dan memiliki 17 pasang serari. Ciri khusus yang dimiliki oleh P. comstocki adalah terdapat lempeng porus multilokular mulai anterior sampai abdomen segmen VI (Gambar 33), tidak memiliki porus diskoidal pada mata, terdapat oral collar tubular duct pada bagian dorsal disekitar segmen (Gambar 34), memiliki oral rim tubular duct pada daerah dorsal (Gambar 35), dan terdapat porus translusen pada coxa tungkai belakang (Gambar 36). P. comstocki menurut Williams (2004) tubuh betina dewasa berbentuk oval, kadang-kadang berukuran panjang 3.8 mm. Panjang antenna 420-520 µm dengan 8 segmen. Tungkai berkembang baik dimana porus translusen biasanya
37
berjumlah sedikit pada permukaan anterior koksa tungkai belakang, tetapi banayk terdapat pada permukaan posterior koksa, femur, dan tibia tungkai belakang. Permukaan dorsal memiliki seta flagel ramping, banyak dengan panjang 25-55 µm, paling panjang pada bagian abdomen segmen VI dan VII. Lempeng porus multilokular kadang-kadang terdapat pada 1 atau 2 pada abdomen segmen VII dan pada thoraks. Oral rim tubular duct memiliki panjang 17 µm dengan diameter 10 µm. Memiliki porus trilokular yang tersebar merata (Williams 2004). Permukaan ventral memiliki seta flagel ramping. Lempeng porus multilokular sangat banyak, terdistribusi pada daerah medial abdomen, posterior sampai vulva. Oral rim tubular duct berukuran lebih kecil dari dorsal. Kutu putih ini menurut Martin et al. (2012) merupakan spesies asli dari Jepang kemudian menyebar ke Amerika Serikat, Asia, Amerika Tengah dan Selatan, Eropa, dan juga Amerika Utara. Williams (2004) menyatakan bahwa P. comstocki sudah terdapat di negara Malaysia. P. comstocki juga terdapat di negara Argentina dan Meksiko (Williams dan de Willink 1992). Menurut data EPPO (2015), P. comstocki sudah tersebar di beberapa negara antara lain St. Helena, Kanada, Amerika Serikat, Kamboja, Cina, Jepang, Kazakhstan, Korea Selatan, Korea Utara, Kyrgistan, Malaysia, Tajikistan, Thailand, Turkmenistan, Uzbekistan, Armenia, Azerbaijan, Kroasia, Perancis, Georgia, Italia, Moldova, Portugal, Rusia, dan Ukraina. Menurut data Atlas Living of Australia (2012) spesies ini sudah terdapat di benua Australia. Hingga saat ini P. comstocki belum pernah dilaporkan terdapat di Indonesia. Inang P. comstocki menurut Williams (2004) adalah Rambutan. Sedangkan menurut Williams dan de Willink (1992) P. comstocki ditemukan juga pada Lonicera sp., Cydonia oblonga, Ficus carica dan Punica granatum. Menurut data EPPO (2015) iang dari P. comstocki adalah kopi, Ficus carica, Litchi chinensis, malus sp., Malus domestica, Morus alba, Musa paradisiaca, Populus sp., Prunus sp., Punica granatum, Pyrus sp., Vitis sp., dan Vitis vinifera. Menurut Martin et al. (2012) inang dari P. comstocki adalah Citrus limon, Musa spp., Buxus sempervirens, Fatsia spp., Jasmium officinale, Morus spp., Prunus persica, Pyrus communis, Punica granatum, Ligustrum spp., Catalpa spp. Data Atlas of Living Australia (2012) menunjukkan bahwa inang dari P. comstocki adalah stone fruit, lemon, kopi, apel, mulberry, pisang, pomegranate, pir, Prunus sp., leci, lengkeng, jeruk, apricot, ceri dan catalpa. Hasil penelitian Pellizzari et al. (2012) menunjukkan bahwa nimfa dan betina dewasa muda mengekskresikan embun madu dalam jumlah besar pada daun dan buah-buahan yang dapat menyebabkan berkembangnya cendawan jelaga. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas tanaman hias akibat daun berubah menjadi kotor kehitaman dan daun gugur lebih. Pada tanaman murbei, koloni kutu putih menyebabkan pembentukan gall pada ranting muda. Pada tanaman apel, nimfa instar 1 dapat menyerang kuncup bunga sehingga bunga layu dan menghasilkan buah muda yang cacat dan pertumbuhannya terhenti. Nimfa dan betina dewasa sering menyerang kelopak dan tangkai buah pada peach , apel dan buah pir. Pseudococcus longispinus Targioni Tozzetti Hasil pengamatan di bawah mikroskop compound menunjukkan bahwa P. longispinus memiliki antenna 8 segmen serta 17 pasang serari. Ciri khusus dari P.
38
longispinus adalah tidak memiliki porus multilokular dari anterior sampai dengan abdomen segmen VI, terdapat oral collar tubular duct setidaknya pada bagian ventral (Gambar 38) serta oral rim tubular duct pada bagian marginal dorsal berkelompok 2 sampai 3 dimana salah satu ukurannya lebih besar dibandingkan lainnya (Gambar 39). Tibia+tarsus tungkai belakang sama atau lebih panjang dibandingkan trokanter+femur (Gambar 40). Menurut Williams (2004) P. longispinus ketika hidup memiliki caudal wax fillaments yang panjang, seringkali panjangnya sama dengan panjang tubuh bahkan lebih panjang. Bentuk tubuh dalam preparat mikroskop berbetuk oval. Lobus anal terbentuk dengan baik, masing-masing permukaan ventral dengan seta apikal dengan panjang 115-155 µm dan daerah tersklerotisasi berbentuk oval pada lobus anal. Masing-masing antena terdapat 8 segmen dengan panjang 440-600 µm. Kaki berbentuk memanjang dimana pada koksa tungkai terakhir tidak terdapat porus translusen, akan tetapi pada posterior femur dan tibia tungkai belakang terdapat porus translusen. Serari berjumlah 17 pasang. Bagian dorsal P. longispinus menurut Williams (2004) bagian permukaannya dengan dorsal setae yang pendek, kebanyakan dengan panjang 7.5-35.0 µm. Memiliki porus trilokular. Oral rim tubular duct tersebar disekitar margin. Oral collar tubular duct biasanya tidak ada, tetapi kadang-kadang terdapat 1 atau 2 disekitar margin. Bagian ventral permukaannya memiliki seta flagel yang normal, cisanal dan obanal setae panjangnya 55 µm. Lempeng porus multilokular sedikit, terdapat hanya disekitar vulva. Memiliki porus trilokular yang menyebar. Oral rim tubular duct memiliki ukuran yang sama dengan bentuk kecil pada dorsal. Serangga ini menurut Williams (2004) sudah ada di negara Brunei, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Williams dan de Willink (1992) melaporkan bahwa spesies ini sudah terdapat di negara Antigua, Argentina, Bahama, Barbados, Bermuda, Brazil, Cili, Kolombia, Kosta Rika, Kuba, Dominika, Grenada, Guadeloupe, Guatemala, Guyana, Honduras, Jamaika, Martinique, Meksiko, Nevis, Panama, Peru, Puerto Riko, St. Kitts, St. Martin, St. Vincent Trinidad, Uruguay dan Venezuela. Sedangkan Williams dan Watson (1988) melaporkan bahwa spesies ini berada di negara Cook Islands, Easter Island, Fiji, French Polynesia, New Caledonia, Norfolk Island, Papua nugini, Solomon Island dan Vanuatu. Inang P. longisoinus menurut Williams (2004); Williams dan de Willink (1992); Williams dan Watson (1988) terdiri dari beberapa family tanaman antara lain Araceae, Piperaceae, Rosaceae, Pittosporaceae, Rutaceae, Rubiaceae, Orchidaceae, Pandanaceae, Sapindaceae, Dracanaceae, Pinaceae, Adiantaceae, Asclepediceae, Apocynaceae, Costaceae, Oleaceae, dan Guttiferae. Di Indonesia inang dari P. longispinus menurut Kalshoven (1981) adalah tanaman buah. Hasil penelitian Nasution (2012) inang dari P. longispinus adalah pisang, rambutan, sawo duren dan sirsak. Keberadaan P. longispinus pada lengkeng merupakan temuan baru, karena belum pernah adanya laporan di Indonesia maupun negara lain. Kutu putih ini memiliki alat mulut menusuk-menghisap. Bagian tanaman yang terserang menrut Tenbrink et al (2007) akan terdapat becak, mengeriting, atau layu, mengurangi vigor dan pertumbuhan daun tanaman serta mengurangi keindahan tanaman dan mempengaruhi harga jual. P. longispinus merupakan OPT
39
pada jeruk, anggur dan tanaman hias di Australia dan merupakan OPT sasaran untuk pengendalian biologi (Waterhouse dan Sands 2001). Pertanaman alpukat yang berdekatan dengan kebun kapas di Israel mendapat serangan berat P. longispinus, menyebabkan pengguguran daun dan mengurangi presentase buah akibat adanya embun madu (Swirski et al. 1980).
Gambar 32 Morfologi tubuh imago betina P. comstocki dalam awetan preparat mikroskop
Gambar 33 Lempeng porus multilokular pada abdomen P. comstocki
40
Gambar 34 Oral collar tubular duct pada bagian dorsal sekitar segmen abdomen P. comstocki
Gambar 35 Oral rim tubular duct pada bagian dorsal P. comstocki
41
Gambar 36 Porus translusen pada koksa tungkai belakang P. comstocki
Gambar 37 Morfologi tubuh imago betina P. longispinus dalam awetan preparat mikroskop
42
Gambar 38 Oral collar tubular duct pada bagian ventral P. longispinus
Oral rim tubular duct
Gambar 39 Kelompok oral rim tubular duct pada bagian marginal dorsal P. longispinus
43
Gambar 40 Tungkai belakang P. longispinus Status OPT Kutu Putih Hasil Identifikasi di Indonesia Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa terdapat 2 spesies kutu putih yang merupakan OPTK kategori A2 dan 2 spesies kutu putih yang belum pernah dilaporkan terdapat di Indonesia (Tabel 3). Tabel 3 Status spesies kutu putih yang ditemukan pada buah lengkeng impor No Spesies Negara Status di Indonesia Asal 1. Ferrisia virgata Thailand Sudah terdapat di Indonesia 2. Maconellicoccus hirsutus Thailand Sudah terdapat di Indonesia 3. Maconellicoccus ramchensis Thailand Belum terdapat di Indonesia 4. Paracoccus marginatus Thailand OPTK A2 5. Planococcus lilacinus Thailand OPTK A2 6. Planococcus minor Thailand Sudah terdapat di Indonesia 7. Pseudococcus comstocki Thailand Belum terdapat di Indonesia 8. Pseudococcus longispinus Thailand Sudah terdapat di Indonesia (Sumber : Permentan 93 tahun 2011) Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 2 spesies kutu putih yang belum pernah dilaporkan terdapat di Indonesia yaitu Maconellicoccus ramchensis dan Pseudococcus comstocki. Menurut Williams (2004) Maconellicoccus
44
ramchensis dilaporkan oleh S. Takagi terdapat di Nepal pada tahun 1975 dan dilaporkan oleh R.M. Freeman pada tahun 2000, terbawa oleh buah durian dari Thailand yang masuk ke Amerika Serikat. Sedangkan Pseudococcus comstocki menurut Williams (2004) terdapat pada buah rambutan (Nephelium lappaceum) dari Malaysia yang masuk ke Amerika Serikat yang dilaporkan oleh D. Yamamoto pada tahun 1981. Hasil identifikasi juga menunjukkan bahwa terdapat 2 spesies yang sudah ada di Indonesia tetapi daerah sebarnya masih terbatas dan masuk kedalam daftar Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) kategori A2. Spesies kutu putih yang ditemukan dan masuk kedalam OPTK kategori A2 menurut Permentan 93 (2011) adalah Paracoccus marginatus dan Planococcus lilacinus. Berdasarkan Permentan 93 (2011) daerah sebar Paracoccus marginatus di Indonesia meliputi seluruh wilayah Indonesia kecuali Papua. Sedangkan daerah sebar Planococcus lilacinus di Indonesia masih terbatas di Jawa bagian Timur serta Kalimantan bagian Barat. Pembahasan Umum Potensi masuknya kutu putih yang terbawa oleh buah Lengkeng dari negara lain ke Indonesia sangat besar. Hal ini dikarenakan impor buah Lengkeng, selain buah juga disertakan tangkai buah. Tangkai buah yang terdapat pada buah Lengkeng impor dapat menjadi media pembawa OPT/OPTK termasuk kutu putih. Hasil penelitian Sudarto et al. (2014) menyatakan bahwa persentase berat tangkai Lengkeng terhadap berat bruto buah yang di impor sekitar 0.53%. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa kutu putih yang ditemukan pada buah Lengkeng impor terdapat pada kulit buah, tangkai buah, dan disela-sela antara tangkai dengan buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada buah Lengkeng impor yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak terdapat 8 spesies kutu putih yang ditemukan ikut terbawa oleh buah Lengkeng. Spesies-spesies kutu putih yang ditemukan yaitu Ferrisia virgata, Maconellicoccus hirsutus, Maconellicoccus ramchensis, Paracoccus marginatus, Planococcus lilacinus, Planococcus minor, Pseudococcus Comstocki dan Pseudococcus longispinus. Dari spesies-spesies kutu putih yang ditemukan diketahui bahwa terdapat spesies kutu putih yang belum pernah dilaporkan terdapat di Indonesia serta spesies kutu putih yang menurut Permentan 93 tahun 2011 merupakan OPTK kategori A2 yang persebarannya masih terbatas di Indonesia. Spesies kutu putih yang belum pernah dilaporkan terdapat di Indonesia adalah Maconellicoccus ramchensis dan Pseudococcus comstocki. M. ramchensis merupakan spesies kutu putih yang dilaporkan oleh Williams (2004) baru terdapat di Nepal dan Thailand. Hasil temuan adanya M. ramchensis pada buah Lengkeng asal Thailand dapat menjadi ancaman terhadap komoditas pertanian yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan menurut Williams (2004) M. ramchensis ditemukan pada buah Durian. Seperti diketahui bahwa Indonesia terdapat banyak sekali tanaman Durian dan menjadi buah unggulan. Temuan M. ramchensis pada buah Lengkeng juga dapat mengancam buah Lengkeng lokal serta buah-buahan lain di Indonesia yang masih satu family dengan Lengkeng yaitu Rambutan. Sedangkan P. comstocki merupakan spesies kutu putih yang dilaporkan sudah
45
terdapat di Australia, Argentina, Meksiko, St. Helena, Kanada, Amerika Serikat, Kamboja, Cina, Jepang, Kazakhstan, Korea Selatan, Korea Utara, Kyrgistan, Malaysia, Tajikistan, Thailand, Turkmenistan, Uzbekistan, Armenia, Azerbaijan, Kroasia, Perancis, Georgia, Italia, Moldova, Portugal, Rusia, dan Ukraina. Hasil temuan adanya P. comstocki pada buah Lengkeng asal Thailand dapat menjadi ancaman terhadap komoditas pertanian yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan P. comstocki memiliki kisaran inang yang sangat banyak. P.comstocki diketahui dapat menyerang beberapa tanaman buah-buahan yang ada di Indonesia seperti kopi, apel, pisang, lengkeng, dan jeruk. Temuan P. comstocki pada buah Lengkeng juga dapat mengancam buah-buahan lain di Indonesia yang masih satu family dengan Lengkeng yaitu Rambutan. Temuan adanya kutu putih yang belum pernah di laporkan terdapat di Indonesia harus mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia terutama Badan Karantina Pertanian. Hal ini dikarenakan spesies kutu putih yang belum pernah dilaporkan terdapat di Indonesia yaitu Maconellicoccus ramchensis dan Pseudococcus comstocki belum masuk dalam daftar OPTK yang tercantum pada Permentan 93 tahun 2011. Selain itu Badan Karantina Pertanian perlu melaksanakan Analisis Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT) terhadap buah Lengkeng impor serta AROPT terhadap kutu putih Maconellicoccus ramchensis dan Pseudococcus comstocki. Hal ini perlu dilakukan karena Indonesia menjadi negara pengimpor buah Lengkeng serta komoditas pertanian lain yang dapat menjadi media pembawa kutu putih Maconellicoccus ramchensis maupun Pseudococcus comstocki. Kutu putih pada buah Lengkeng yang diimpor dari negara lain harus mendapat perhatian yang serius agar tidak masuk dan menyebar ke wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan buah Lengkeng impor setelah dikeluarkan dari tempat pemasukan kemudian didistribusikan ke wilayah-wilayah lain di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara dengan importir maupun pemilik barang serta data komoditas yang dilalulintaskan antar area dari BBKP Surabaya diketahui bahwa buah Lengkeng impor yang dinyatakan bebas dari OPT/OPTK dan memenuhi standar keamanan pangan setelah dikeluarkan dari Pelabuhan Tanjung Perak kemudian di distribusikan ke wilayah-wilayah lain di Indonesia (Gambar 41). Penyebaran buah Lengkeng impor ke beberapa wilayah di Indonesia sangat berpotensi terhadap penyebaran kutu putih yang bisa terbawa oleh buah Lengkeng. Hal ini perlu diwaspadai karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa buah Lengkeng dapat menjadi media pembawa kutu putih dan beberapa kutu putih yang ditemukan termasuk kedalam daftar OPTK serta adanya kutu putih yang belum pernah di laporkan terdapat di Indonesia. Menurut Meyerdirk (1999) dan Rauf (2009) menyatakan bahwa kutu putih dapat menyebar dari suatu daerah ke daerah lain melalui terbawa angin, menempel pada burung maupun hewan, menempel pada pakaian dan terbawa oleh barang yang diperdagangkan.
46
Gambar 41 Peta distribusi buah lengkeng impor di Indonesia (Sumber : Barantan 2012; 2013; 2014) : tempat pemasukan buah lengkeng impor : wilayah distribusi buah lengkeng impor Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa buah Lengkeng merupakan inang baru terhadap beberapa spesies yang telah ditemukan. Lengkeng menjadi inang baru terhadap Maconellicoccus hirsutus, Maconellicoccus ramchensis, Paracoccus marginatus, Planococcus minor, dan Pseudococcus longispinus. Hasil temuan tersebut harus menjadi perhatian Badan Karantina Pertanian karena salah satu spesies kutu putih yaitu Paracoccus marginatus yang masuk dalam OPTK kategori A2, didalam keterangan yang terdapat pada Permentan 93 tahun 2011 belum mencantumkan buah Lengkeng sebagai salah satu media pembawa Paracoccus marginatus. Impor buah Lengkeng saat ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah terutama Badan Karantina Pertanian karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa buah Lengkeng bisa menjadi media pembawa OPT/OPTK yaitu kutu putih. Kutu putih yang ditemukan terdapat kutu putih yang belum pernah dilaporkan di Indonesia serta terdapat kutu putih yang masuk kedalam daftar OPTK kategori A2. Hasill temuan ini diharapkan menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah terutama Badan Karantina Pertanian agar mengeluarkan kebijakan untuk memperketat aturan terhadap pemasukan buah Lengkeng dari negara lain. Kebijakan maupun aturan tersebut diharapkan dapat mencegah masuk serta tersebarnya OPT/OPTK yang bisa terbawa oleh buah Lengkeng dari negara lain.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Buah Lengkeng impor dapat menjadi media pembawa OPT/OPTK yaitu kutu putih dari negara lain. Kutu putih yang ditemukan pada buah Lengkeng impor dari Thailand terdapat 8 spesies yaitu Ferrisia virgata Cockerell, Maconellicoccus hirsutus Green, Maconellicoccus ramchensis Williams, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, Planococcus lilacinus Cockerell, Planococcus minor Maskell, Pseudococcus comstocki Kuwana, dan Pseudococcus longispinus Targioni Tozzetti. Dari beberapa spesies yang ditemukan terdapat 2 spesies kutu putih yang belum pernah dilaporkan ada di Indonesia yaitu Maconellicoccus ramchensis Williams dan Pseudococcus comstocki Kuwana serta terdapat 2 spesies kutu putih yang termasuk kedalam OPTK kategori A2 yaitu Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink dan Planococcus lilacinus Cockerell. Saran Badan Karantina Pertanian perlu melakukan Analisis Resiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT) terhadap pemasukan buah Lengkeng dari negara lain serta AROPT terhadap kutu putih Maconellicoccus ramchensis Williams dan Pseudococcus comstocki Kuwana. Badan Karantina Pertanian juga diharapkan mengeluarkan kebijakan untuk memperketat aturan importasi buah Lengkeng untuk mencegah masuknya OPT/OPTK terutama kutu putih dari negara lain. Badan Karantina Pertanian perlu melakukan kegiatan surveillance untuk mengetahui status maupun daerah sebar kutu putih terutama Maconellicoccus ramchensis Williams dan Pseudococcus comstocki Kuwana.
DAFTAR PUSTAKA [Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2011. Basis Data Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina [internet]. [diunduh 2015 Feb 15]. Tersedia pada: http://karantina.pertanian.go.id/optk. [Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2012. Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian Tahun 2011. Jakarta (ID): Barantan. [Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2013. Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian Tahun 2012. Jakarta (ID): Barantan. [Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2014. Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian Tahun 2013. Jakarta (ID): Barantan. [BBKP Surabaya] Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. 2014. Laporan Tahunan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Tahun 2013. Surabaya (ID): BBKP Surabaya. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke-6. Soetiyono P., penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : An Introduction to The Study of Insect. Chang YC, Sun JC. 1985. Survey on insect pests of economic tree (or bamboo) species in Taiwan, VI. Insect pests of 'giant' Leucaena tree. Quarterly Journal of Chinese Forestry. 18: 65-77. Chong JH, Roda AL, Mannion CM. 2008. Life history of the mealybug, Maconellicoccus hirsutus (Hemiptera: Pseudococcidae), at constant temperatures. Environmental Entomology. 37(2): 323-332. Cox JM. 1989. The Mealybug genus Planococcus (Homoptera: Pseudococcidae). Bull. Br. Mus. Nat. Hist. (Ent) 58 (1): 1-78. [EPPO] European and Mediteranian Plant Protection Organization. 2015. EPPO Global Database. Pseudococcus Comstocki (PSECCO) [internet]. [diunduh 2015 Feb 17]. Tersedia pada: https://gd.eppo.int/taxon/PSECCO. Hatta S. 1990. Budidaya Lengkeng. Cetakan pertama. Yogyakarta (ID): Kanisius. Ivakdalam LM. 2010. Dampak ekonomi serangan hama asing invasif Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada usahatani pepaya di kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jalil AFMA, Kabir AKMF. 1971. Some studies on Pseudococcus virgatus Ckll. infesting mesta and kenaf in East Pakistan. Agriculture Pakistan. 22 (2): 237-240. Jiang YM. 1997. The Use of Microbial Metabolites against Post-Harvest Diseases of Longan Fruits. International Journal Food Sciences Technology. 32: 535-538. Kairo MTK, Pollard GV, Peterkin DD, Lopez VF. 2000. Biological control of the hibiscus mealybug, Maconellicoccus hirsutus Green (Hemiptera: Pseudococcidae) in the Caribbean. Integrated Pest Management Reviews. 5: 241–254. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
49
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Krantz GW, Walter DE. 2009. A Manual Acarology. Third Edition. Texas (US): Texas Tech University Press. Kusmayana A. 2010. Analisis Kelayakan Pengusahaan Lengkeng Diamond River (Dimocarpus longan Lour)[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lu RX, Zhan XJ, Wu JZ, Zhuang RF, Huang WN, Cai LX, Huang ZM. 1992. Studies on Storage of Longan Fruits. Subtrop. Plant Res Commun. 21: 917 Lynch S. 1981. Letter, Biology Department, P.I.C.L. London (UK): Slough Martin KW, Hodges AC, Leppla NC. 2012. Citrus Pests. Comstock Mealybug [internet]. [diunduh 2015 Feb 17]. Tersedia pada: http://idtools.org/id/citrus/pests/factsheet.php?name=Comstock+mealybug McKenzie HL. 1967. Mealybugs of California: With Taxonomy, Biology and Control of North American Species. Berkeley (US): University of California Press. Menzel C, Watson B, Simpson D. 1989. Longans-a place in Queensland’s Horticulture. Queensland Agriculture Journal. Septembre-October: 251265. Meyerdirk DE. 1999. Control of Papaya Mealybug, Paracoccus marginatus (Homoptera: Pseudococcidae). Environment Assessment, USDA, APHIS, PPQ. Miller DR, Miller GL. 2002. Redescription of Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Coccidae: Pseudococcidae), including descriptions of the immature stages and adult male. Proc. Entamol. Soc.wash. 104(1): 1-23. Muniappan P, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Sartiami D, Rauf A, Hammig MD. 2008. First report of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae), in Indonesia and India. J Agric Urban Entomol. 25(1): 37-40. Nasution BA. 2012. Keanekaragaman Spesies Kutu Putih (Hemiptera : Pseudococcidae) pada Tanaman Buah-buahan di Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pellizzari G, Duso C, Rainato A, Pozzebon A, Zanini G. 2012. Phenology, ethology and distribution of Pseudococcus comstocki, an invasive pest in northeastern Italy. Bulletin of Insectology 65(2): 209-215. Rahardja PC. 1983. Bertanam Lengkeng. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Ranjan R. 2006. Economic impacts of the pink hibiscus mealybug in Florida and the United States. Stochastic Environmental Research and Risk Assessment. 20: 353-362. Rauf A. 2009. Pest Risk Analysis: Paracoccus marginatus. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sardsud U, Sardsud V, Sittigul C, Chaiwangsri T.1994. Effects of Plant Extracts on the in vitro and in vivo Development of fruit Pathogens. In: Johnson GI, Highley E (Eds), Development of Post-harvest Handling Technology for Tropical Tree Fruits. Canberra (AU): ACIAR.
50
Sartiami D, Dadang, Anwar R, Harahap IS. 2009. Persebaran Hama Baru Paracoccus marginatus di Provinsi Jawa Barat,Banten dan DKI Jakarta. Seminar Nasional Perlindungan Tanaman. 2009 Aug 5-6; Bogor (ID) Sartiami D, Sosromarsono S, Buchori D, Suryobroto B. 1999. Keragaman spesies kutu putih pada tanaman buah-buahan di daerah Bogor. Peranan Entomologi dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI); 1999 Feb 16; Bogor. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi Indonesia. Sartiami D. 2014. Kunci Identifikasi Genus dalam Famili Pseudococcidae (Insecta: Hemiptera), Diterjemahkan dari: Mealybugs of Southern Asia karangan DJ. Williams. Training in Accreditable Mealybug Diagnostics Modules One. Auckland (NZ): AsureQuality Lab. Schmutterer H. 1969. Pests of crops of Northeast and Central Africa. Stuttgart (DE): Gustav Fischer Verlag. Sekhar PS. 1964. Pests of coffee. Pant NC, editor, Entomology in India ["A special number of the Indian Journal of Entomology"]. New Delhi (IN): The Entomological Society of India. Shi Q. 1990. Studies on Postharvest Physiology and Handling of Longan Fruit. Fujian Fruits 18: 1-4. Sudarto J, Farizal, Kusnendar S, Suyatman, Kalsum CU, Hertiningsih N, Suherman, Washudi. 2014. Kajian Terhadap Hasil Pemeriksaan pada Tangkai Lengkeng (Dimorcapus longan Lour.) asal Thailand. Jakarta (ID): BBKP Tanjung Priok. Swirski E, Izhar Y, Wysoki M, Gurevitz E, Greenberg S. 1980. Integrated control of the long tailed mealybug, Pseudococcus longispinus [Hom.: Pseudococcidae] in avocado plantations in Israel. Entomophaga 25(4): 415-426. Syaripah. 2012. Spesies Kutu Tanaman (Subordo: Sternorrhyncha) pada Tanaman Hias di Bogor dan Sekitarnya [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tenbrink VL, Hara AH, Diez JM. 2007. Pseudococcus longispinus (TargioniTozzetti) [internet]. [diunduh 2015 Feb 17]. Tersedia pada: http://www.extento.hawaii.edu/kbase/crop/type/p_longis.htm The Atlas of Living Australia. 2012. Pseudococcus comstocki (Kuwana, 1902). Comstock Mealybug [internet]. [diunduh 2015 Feb 17]. Tersedia pada; http://bie.ala.org.au/species/urn:lsid:catalogueoflife.org:taxon:eaf14f9a29c1-102b-9a4a-00304854f820:col20120124 Thorold CA. 1975. Diseases of cocoa. Oxford (GB): Oxford Press. Triwinata MR. 2006. Pengenalan dan Pengembangan Lengkeng Dataran Rendah di Indonesia. Makalah Workshop Lengkeng [November 23 2006]. Jakarta (ID). Upton MS. 1991. Methods for Collecting, Preserving and Studying Insects, and allied forms. Australian Entomological Society, Miscellaneous Publication No. 3. Brisbane (AU): Australian Entomological Society. Venette RC, Davis EE. 2004. Mini risk assessment, passionvine mealybug: Planococcus minor (Maskell) (Pseudococcidae: Hemiptera). National Cooperative Agricultural Pest Survey (CAPS) Target Pests CAPS PRA: Planococcus minor [internet]. [diunduh 2015 Mar 10]. Tersedia pada:
51
http://www.aphis.usda.gov/plant_health/plant_pest_info/pest_detection/do wnloads/ pra/pminorpra.pdf Verheij EWM, Coronel RE. 1992. Edible Fruit and Nuts. Plant Resources of South East Asia 2. Bogor (ID): 146-151 Walker AK, Crosby TK. 1988. The Preparation and Curation of Insects. DSIR Information Series 163, SIPC, DSIR. Wellington (NZ): DSIR. Walker A, Hoy M, Meyerdirk D. 2003. Papaya mealybug (Paracoccus marginatus) Williams and Granada de Willink (Insecta: Hemiptera: Pseudococcidae). Featured creatures. Institut of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Waterhouse DF, Sands, DPA. 2001. Classical Biological Control of Arthropods in Australia. CSIRO Entomology. Canberra (AU): Australian Centre for International Agricultural Research. Williams DJ, Watson GW. 1988. The Scale Insect of The Tropical South Pasific Region. London (UK): CAB International Institute of Entomology. Williams DJ, Granara de Willink MC. 1992. Mealybugs of Central and South America. Wallingford (UK): CAB International. Williams DJ. 1996. A synoptic account of the mealybug genus Ferrisia Fullaway (Hem. Pseudococcidae). Entomologist's Monthly Magazine. 132(3):1-10. Williams DJ. 2004. Mealybugs of Southern Asia. London (UK): The Natural History Museum.
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1 Kunci identifikasi genus kutu putih (Sartiami 2014) 1.
Tungkai ada, kadang-kadang sangat kecil dibandingkan ukuran tubuh.............................................................................................................5
−
Tungkai tidak ada……………………………………..…...........................2
2.
Pori bentuk piringan ada pada abdomen ventral, dalam satu kelompok pada submedian mulai posterior sampai ke masing-masing spirakel ke-2, atau bervariasi jumlah pada posterior dan submedian; kadang-kadang ada di area submedian sekeliling abdomen. Pori bentuk pipa tidak ada. Cincin anal terletak pada pangkal saluran anus, umumnya dengan 6 seta, jarang tanpa seta ....................................................................... Antonina Signoret
−
Pori bentuk piringan tidak ada. Pori pipa ada pada ventral dalam satu kelompok mulai posterior sampai spirakel ke-2. Cincin anal terletak umumnya pada permukaan atau pada pangkal saluran anus yang sangat pendek, memiliki setidaknya 6 seta ............................................................ 3
3.
Pori bentuk pipa ada dalam satu kelompok, mulai posterior hanya sampai spirakel ke-2. Cincin anal biasanya bentuk melingkar terletak pada permukaan dorsal. Tanpa tungkai .............................................................. 4
−
Pori bentuk pipa ada dalam satu kelompok, mulai posterior sampai spirakel ke-1 dan ke 2. Cincin anal bentuk huruf U biasanya terletak pada permukaan ventral. Kadang-kadang tungkai ada, tapi sangat mudah patah ...................................................................sebagian Pseudoantonina Green
4.
Abdomen biasanya menyempit secara bertahap, dengan tepi abdomen lateral terlihat jelas. Dorsal dengan sedikit seta dorsal saja. Cincin anal dengan 6 seta. Saluran seperti pipa berkerah biasanya ada .................................................................................. Chaetococcus Maskell
−
Abdomen berbentuk bulat, dengan tepi abdomen lateral tidak terlihat jelas. Dorsal tengah dengan seta flagel panjang yang tersusun rapat. Cincin anal dengan 24-26 seta. Saluran pipa berkerah tidak ada .......................................................................................Kermicus Newstead
5.
Trokanter dengan 3 sensila campaniform. Telapak kuku tarsus dengan sepasang tonjolan. Tubuh umumnya besar, dengan 18 pasang serari, masing-masing pada area tersklerotisasi..................................Puto Signoret
-
Trokanter dengan 2 sensila campaniform. Telapak kuku tarsus tanpa sepasang tonjolan. Ukuran tubuh bervariasi, serari tidak ada atau jumlah bervariasi pada area tersklerotisasi ataupun pada area membran.......................................................................................................6
54
Lampiran 1 (lanjutan) 6.
Ostiol anterior dan posterior selalu ada, bibir tersklerotisasi, dalam sediaan preparat mikroskop terletak pada tubuh bagian tepi; kadang-kadang pasangan ostiol anterior terletak pada tepi tubuh ventral ketika pasangan ostiol posterior berbentuk lembaran. Panjang tungkai dan antena kadangkadang sama dengan panjang tubuh. Digitula masing-masing kuku tarsus melebar, mulai proksimal ataupun mendekati ujung distal..........................7
−
Ostiol ada atau tidak ada, ataupun hanya ada pasangan posterior, selalu terletak pada dorsal submarginal atau submedian, tidak pernah pada bagian tepi tubuh. Tungkai dan antenna biarpun panjang tidak berukuran sama panjang dengan tubuh. Digitula kuku tarsus memiliki bulu atau sedikit melebar.......................................................................................................17
7.
Antena masing-masing 8 ruas..................... Archeomyrmococcus Williams
−
Antena masing-masing 6 ruas...................................................................... 8
8.
Antena hanya dengan sedikit seta pada tiap ruas........................................ 9
−
Antena dengan seta jumlah banyak dan tidak teratur, berbentuk ramping pada semua ruas atau paling tidak hanya pada ruas ke-3 sampai ke-6 ................................................................................................................... 10
9.
Seta apikal dan beberapa seta tepi paling tidak berukuran panjang 1.0 mm. Pada umumnya seta tubuh terletak teratur. Cincin anal tanpa seta ............ ...........................................................................Doryphorococcus Williams
−
Seta apikal dan seta tepi pada umumnya berukuran panjang 150 μm. Pada umumnya seta tubuh terletak tidak teratur. Cincin anal dengan 6 seta .... ..........................................................................Thaimyrmococcus Williams
10.
Kepala tersklerotisasi di bagian ujung, paling tidak di ventral. Terdapat penggentingan di antara kepala dan toraks. Bibir posterior dari ostiol anterior lebih besar dari bibir bagian anterior. Biasanya agak melingkar dan seperti lembaran, seringkali dilengkapi seta pendek .................................................................................Malaicoccus Takahashi
−
Ventral kepala bertekstur membran, kecuali kadang-kadang di area sekeliling pangkal antena terjadi sklerotisasi. Tidak terdapat penggentingan di antara kepala dan toraks. Bibir posterior pada ostiol anterior sama besar dengan bibir bagian anterior, tidak berbentuk melingkar dan tidak berbentuk lembaran tanpa seta ................................ 11
11.
Masing-masing lobus anal memiliki paling tidak 1 pasang seta flagel panjang sekitar 1.0 mm, kadang-kadanng sama panjang dengan tubuh ................................................................................................................... 12
55
Lampiran 1 (lanjutan) −
Masing-masing lobus anal memiliki 1 pasang seta pendek, seta sensor yang kokoh, pada umumnya berukuran panjang sekitar 130 μm ................ ........................................................................Paramyrmococcus Takahashi
12.
Beberapa seta tubuh dan tungkai berbentuk kapitat atau dengan ujung seperti spatula............................................................................................ 13
−
Seluruh seta tubuh dan tungkai berbentuk flagel, kecuali pada digitula tarsus berbentuk kapitat atau kadang-kadang 1 sampai 2 buah seta pada area dekat digitula tarsus........................................................................... 14
13
Abdomen posterior berbentuk seperti garpu, lobus anal menonjol dan memanjang............................................................ Dicranococcus Williams
−
Abdomen posterior lancip, lobus anal tidak menonjol, sedikit berkembang, dapat dikenali dari keberadaan seta apikal ......................................................................................Hippeococcus Reyne
14.
Lobus anal berkembang, menonjol, membentuk lekukan di tubuh posterior. Abdomen menyempit. Seta panjang dan kokoh hanya terdapat pada lobus anal............................................... Allomyrmococcus Takahashi
−
Lobus anal sedikit berkembang atau tidak berkembang, tidak membentuk lekukan di tubuh posterior. Abdomen melebar, membulat ataupun menyempit. Seta flagel yang panjang dan kokoh terdapat pada segmen anterior bahkan sampai ke lobus anal........................................................ 15
15.
Ujung tubuh posterior melebar, membulat dan bertekstur membrane. Tubuh dorsal dan ventral memiliki banyak seta flagel yang panjang dan kokoh, paling tidak pada abdomen segmen V dan semua segmen posterior. Masing-masing digitula kuku tarsus melebar di setengah bagian distalnya ...........................................................................Promyrmococcus Williams Ujung tubuh posterior menyempit dengan beberapa area pada tepi tubuh tersklerotisasi. Seta flagel panjang dan kokoh umumnya terbatas pada segmen abdomen posterior sampai segmen abdomen VI; jika ada pada abdomen segmen V maka hanya ada 1 pasang saja. Masing-masing digitula kuku tarsus melebar melebihi setengah panjangnya ................... 16
−
16.
Ostiol posterior terletak setengah kalinya dari jarak antara tepi ujung abdomen dan sirkulus............................................. Borneococcus Williams
−
Ostiol posterior terletak seperempat kalinya dari jarak antara tepi ujung abdomen dan sirkulus............................................... Bolbococcus Williams
17.
Lobus anal menonjol, mengerucut, sangat tersklerotisasi, setiap lobus anal memiliki seta apical seperti duri .......................................Geococcus Green
56
Lampiran 1 (lanjutan) −
Lobus anal, bila sangat tersklerotisasi, maka akan hanya sedikit berkembang atau membulat; seta apikal berbentuk flagel bila ada………18
18.
Tubuh dengan sefalotoraks yang sangat melebar. Tanpa pori trilokular. Ostiol dorsal selalu tidak ada. Sirkulus, bila ada berbentuk cawan ditengahnya, biarpun tipis..........................................................................19
−
Tubuh biasanya memanjang-oval atau oval melebar, tidak dengan sefalotoraks yang melebar. Pori trilokular ada, seringkali dalam jumlah banyak, bila hanya sedikit, ada pada serari lobus anal atau dekat dengan alat mulut, atau kadang-kadang di dekat bukaan spirakel saja. Ostiol dorsal umumnya hanya pada abdomen. Sikulus, bila ada tidak berbentuk cawan di tengahnya, tiap sirkulus dengan permukaan distal yang datar atau seperti kubah ………….............................................................................20
19.
Antena pendek, dengan 2-4 ruas, kadang-kadang hanya 4 ruas, tanpa artikulasi yang berkembang antara ruas 1 dan 2. Seta sangat kecil berujung lancip, sangat banyak terdapat baik pada dorsal maupun ventral abdomen, kadang-kadang seta itu berbentuk sabit. Seta kalvat sensori kadang-kadang ada pada toraks dan kepala ..................................Eumyrmococcus Silvestri
−
Antena panjang, hampir sama panjang dengan tubuh, masing-masing 4 ruas, ada artikulasi antara ruas 1 dan 2; pada ujung proksimal ruas ke-2 terdapat 2 buah titik kecil yang terlekat pada lekukan di ujung distal ruas ke-1. Seta sangat kecil berujung lancip, sangat banyak terdapat pada dorsal namun tidak ada pada ventral abdomen; seta abdomen ventral umumnya panjang dan kokoh. Bila seta berbentuk sabit terdapat pada dorsal abdomen, maka hanya ada dalam kelompok kecil di area toraks saja. Seta kalvat sensori tidak ada............................................... Xenococcus Silvestri
20.
Saluran pipa besar pada dorsal tubuh, masing-masing tepi muara dikelilingi area tersklerotisasi dengan 1 atau lebih seta, terletak baik di batas atau mendekati area sklerotisasi..............................Ferrisia Cockerell
−
Saluran pipa pada dorsal, bila ada, tidak dengan karakter seperti di atas..21
21.
Setiap muara saluran pipa dengan tuberkel yang menonjol. Saluran seringkali dengan ukuran yang berbeda-beda; saluran berukuran besar biasanya memiliki seta laseolat yang sangat kecil pada dasar tuberkel……. ...........................................................................................Heliococcus Sulc
−
Saluran pipa, bila ada, bukan dengan tipe di atas......................................22
22.
Tungkai sangat kecil, tidak terlalu tampak. Kelompok pori mirip pipa ada pada mesotoraks dan metatoraks, di sekeliling mesokoksa dan metakoksa.. ...........................................................sebagian genus Pseudantonina Green
57
Lampiran 1 (lanjutan) −
Tungkai selalu berkembang dengan baik, biarpun kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh. Kelompok pori mirip pipa selalu tidak ada di sekeliling mesokoksa; kadang-kadang pori sangat kecil ada, di sekeliling metakoksa (namun biasanya tidak ada)......................................................23
23.
Serari selalu tampak jelas, masing-masing memiliki seta kerucut yang terpotong, setiap seta serari dengan ujung yang datar...Rastrococcus Ferris
−
Serari, bila ada, pada umumnya memiliki seta lancip, kerucut, lanseolat atau seta flagel, tidak pernah kerucut terpotong………………………….24
24.
Serari tidak ada………………………………...................................……25
−
Serari terlihat jelas, ada, kadang-kandang hanya ada pada lobus anal…...30
25.
Cincin anal berbentuk oval atau segitiga, terletak di ventral dengan jarak yang dekat dari ujung abdomen. Sefalotoraks melebar. Ostiol dorsal hanya ada pada abdomen posterior................................. Leptorhizoecus Williams
−
Cincin anal berbentuk lingkaran, jarang bentuk V, terletak di dorsal tubuh. Sefalotoraks melebar. Ostiol dorsal dan anterior ada, meskipun tidak terlalu berkembang ................................................................................... 26
26.
Cincin anal biasanya tidak lengkap, oval membulat atau bentuk V. Kelompok pori diskoidal ukuran besar ada pada anterior cincin anal. Tubuh hitam. Meskipun serari lobus anal kadang-kadang ada, seta serarinya tidak dapat dibedakan dari seta dorsal lainnya............................................................................ Trabutina Marchal
−
Cincin anal lengkap, melingkar. Kelompok pori diskoidal ukuran besar tidak ada di anterior cincin anal. Tubuh tidak hitam. Serari lobus cicin anal ada ............................................................................................................ 27
27.
Garis lobus anal ada, berkembang baik............ sebagian Crisicoccus Ferris
−
Garis lobus anal tidak ada......................................................................... 28
28.
Antena dan tungkai ramping, berukuran pendek dibandingkan tubuh. Seta tepi dorsal kaku, umumnya kerucut; seta dorsal lainnya mirip namun lebih ramping. Sirkulus besar, bentuk jam pasir............. Adelosoma Borchsenius
−
Tungkai dan antena normal, berkembang baik. Seta dorsal berbentuk flagel. Sirkulus bila ada, bulat sampai oval............................................... 29
58
Lampiran 1 (lanjutan) 29.
Cincin anal ada dengan sel-sel yang besar, tungkai belakang tanpa pori translusen. Kuku tarsus panjang dan ramping. Seroris bitubular atau tritubular biasanya ada............................... Rhizoecus Kunckel d’Herculais
−
Cincin anal dengan sel-sel yang sangat kecil ada. Tungkai belakang dengan pori translusen. Kuku tarsus kokoh. Seroris bitubular dan tritubular selalu tidak ada................................................. sebagian Eurycoccus Ferris
30.
Tepi kepala sangat berlekuk. Pori lempeng multilokular dan saluran pipa tidak ada. Serari ada pada sekeliling tepi tubuh pada spesimen fase pradewasa. Pada spesimen dewasa, permukaan dorsal pipih; beberapa serari tampak seolah dari tepi dorsal pada saat ventral tumpang tindih dengan dorsal .....................................................................Crenicoccus gen
−
Tepi kepala umumnya tidak berlekuk, bila berlekuk, maka pori lempeng multilokular ada. Serari ada pada sekeliling tepi dorsal. Pada specimen dewasa, permukaan dorsal menunjukkan adanya perbedaan perkembangan. Tidak sepenuhnya pipih. (Catatan: Paraputo humboltiae memiliki serari menonjol pada tepi ventral disebabkan tubuh bagian dorsal sangat mengembang hingga tumpang tindih ke ventral; demikian pula pada pradewasa).........................................................................................31
31.
Saluran pipa dengan muara berbingkai lingkaran, masing-masing dengan bingkai yang berkembang baik..................................................................32
−
Saluran pipa dengan muara berbingkai lingkaran tidak ada......................38
32.
Beberapa serari abdomen masing-masing denga seta kerucut berjumlah banyak...........................................................................Moystonia Williams
−
Semua serari abdomen masing-masing pada umumnya dengan 2 seta kerucut........................................................................................................33
33.
Serari berjumlah tidak lebih dari 6 pasang, hanya ada pada abdomen, kecuali serari frontal kadang-kadang ada...................................................34
−
Serari berjumlah 9-18 pasang; terdapat pada abdomen atau paling tidak pada toraks……………………………………………………………….36
34.
Antena pada umumnya masing-masing dengan 9 ruas. Memiliki banyak saluran pipa dengan muara berbingkai. Ada pada pita yang lebar sepanjang segmen dorsal. Serari berjumlah 4-6 pasang, selalu terletak pada abdomen segmen posterior (pasangan frontal tidak ada)……Maconellicoccus Ezzat
−
Antena masing-masing dengan 6-8 segmen. Saluran pipa dengan muara berbingkai berjumlah lebih sedikit, hanya ada satu baris sepanjang dorsal
59
Lampiran 1 (lanjutan) segmen, kadang-kadang ada pada abdomen, saluran pipa hanya ada pada bagian tepi saja. Jumlah serari 1-5 pasang, termasuk pasangan frontal….35 35.
Saluran pipa dengan muara berkerah ada pada segmen dorsal dalam bentuk barisan atau kelompok, biasanya berjumlah banyak..... Vryburgia De Lotto
−
Saluran pipa dengan muara berkerah tidak ada pada semua bagian dorsal atau ada pada sekeliling tepi tubuh saja, kadang-kadang ada pada segmen abdomen posterior............................................... Chorizococcus McKenzie
36.
Tungkai lebih panjang dari biasanya dan ramping, memanjang melebihi tepi tubuh; kuku tarsus jelas panjang, lancip dan ramping, biasanya lurus. Bingkai lingkaran pada muara saluran pipa, biarpun berkembang dengan baik, berbentuk pipih…………………………………..Leptococcus Reyne
−
Tungkai berukuran seperti pada umumnya, jarang memanjang melebihi tepi tubuh. Kuku tarsus kuat dan melengkung. Bingkai lingkaran pada muara pada saluran pipa lebih tinggi dari integumen, bila diperhatikan bentuknya………………………………………………………………...37
37.
Ventral masing-masing lobus anal memiliki garis, terdapat mengarah ke depan baik mulai dari seta apikal atau hanya dari seta garis. Serari berjumlah 9-18 pasang, serari okular (C2) kadang-kadang ada, seta auksilari ada pada serari lobus anal saja...Paracoccus Ezzat & Mc Connell
−
Ventral masing-masing lobus anal dengan sklerotisasi berbentuk segitiga atau kuadrat memenuhi seluruh lobus, jarang hanya dengan garis lobus anal saja. Serari berjumlah 12-17 pasang, serari okular (C2) selalu tidak ada, seta auksilari ada pada serari lobus anal dan paling tidak ada pada serari penultimate (C17)…………………….......Pseudococcus Westwood
38.
Cincin anal hanya dengan 1 baris sel saja; seta cincin anal sangat kecil................................................................................Humococcus Ferris
−
Cincin anal paling tidak dengan 2 baris sel. Seta anal sama panjang dengan diameter cincin anal……………………………………………………...39
39.
Pori quinquelokular ada paling tidak pada ventral; bila hanya sedikit, maka terletak hanya di dekat alat mulut saja ......................................................40
−
Pori quinquelokular tidak ada……………………………………………44
40.
Jumlah serari paling tidak 1 pasang, terletak pada lobus anal ................ .............................................................................................Brevennia Goux
60
Lampiran 1 (lanjutan) −
Jumlah serari lebih dari 1 pasang; bila ada beberapa di abdomen, maka akan ada juga serari di area kepala............................................................ 41
41.
Serari, termasuk serari dorsal, masing-masing terdiri atas banyak seta lanseolat dengan sklerotisasi yang menonjol........Coccidohystrix Lindinger
−
Serari, dan dorsal serari bila ada, masing-masing dengan 2 atau lebih seta lanseolat atau seta kerucut, tidak terletak pada sklerotisasi yang menonjol; bila serari pada area tersklerotisasi maka hanya pipih...............................42
42.
Serari dan dorsal serari, masing-masing dengan 2 seta kerucut dan hanya 1 atau 2 pori trilokular, terletak pada area tersklerotisasi bulat atau oval. Saluran pipa dorsal ada, lebar, setiap saluran dengan beberapa porus diskoidal yang oval mengelilingi dekat muara saluran.................................. ...........................................................................Synacanthococcus Morison
−
Serari dan dorsal serari bila ada, dengan 2 seta lanseolat yang ramping. Saluran pipa dorsal bila ada, lebar, tanpa pori diskoidal yang oval mengelilingi dekat muara saluran...............................................................43
43.
Kebanyakan serari terletak pada area yang berukuran lebih besar dari cincin anal, sangat tersklerotisasi, Masing-masing serari terdiri atas banyak seta. Kelompok seta serari yang terdapat pada bagian tengah serari lebih kecil dari seta serari lainnya. Porus lempeng multilokular tidak ada............. ...................................................................................Lankacoccus Williams
−
Serari keci, masing-masing terletak pada area yang membrane, seringkali terdiri atas 2 seta lanseolat; bila serari terdiri atas banyak seta, dan terletak pada area tersklerotisasi, maka area ini lebih lecil dari cincin anal. Porus lempeng multilokular ada, paling tidak ada pada ventral tubuh.................... ........................................................sebagian genus Phenacoccus Cockerell
44.
Serari lobus anal besar, masing-masing terdiri seta serari yang banyak, tersebar diseluruh area yang tersklerotisasi hampir menutupi lobus dan kadang-kadang melebar sampai setengah segmen abdomen VIII. Semua seta dorsal, paling tidak pada abdomen, tebal, kerucut atau lanseolat...…45
−
Serari lobus anal, masing-masing terdiri 2 atau lebih seta serari, baik pada area membrane ataupun tersklerotisasi; bila pada area sklerotisasi, maka seta serari akan menempati tepi area tiap lobus anal atau area dekat tengah, tidak menempati seluruh lobus. Semua seta dorsal mungkin ramping atau kerucut……………………………………………………………………47
45.
Jumlah serari 18 pasang, pasangan preokular ada, biarpun kecil dari lainnya; setiap serari terdiri dari seta yang banyak dan menonjol................. ..................................................................................Exilipedronia Williams
61
Lampiran 1 (lanjutan) −
Jumlah serari kurang dari 18 pasang; bila pada sklerotisasi area, maka tidak menonjol............................................................................................46
46.
Serari lobus anal melebar ke arah tengah tubuh sejauh tepi anterior cincin anal. Kelompok seta dorsal di area median tubuh, pada abdomen posterior, terletak pada area tersklerotisasi. Seta dorsal pada kepala dan toraks ramping .................................................................................Erioides Green
−
Serari lobus anal tidak melebar ke arah tengah tubuh sejauh tepi anterior cincin anal, hanya pada area lobus anal saja. kelompok seta dorsal di area median tubuh, pada abdomen posterior, terletak tidak pada area tersklerotisasi. Semua seta dorsal tebal sama dengan seta serari................... .........................................................................................Lanceococcus gen
47.
Masing-masing lobus anal ventral tersklerotisasi, dengan tepi dalam bagian tersklerotisasi lebih tebal, terdapat seperti garis, memanjang arah anterior bagian tengah tubuh; struktur sepert garis itu tidak terhubung dengan seta apikal atau seta garis. Jumlah serari 16-18 pasang, tiap serari terdiri seta berjumlah banyak; serari preokular (C2) selalu ada…………… …………………………………………………............Exallomochlus gen
−
Masing-masing lobus anal terletak pada area membran atau tersklerotisasi, tidak seperti di atas. Jumlah serari 1-18 pasang, tiap serari terdiri seta dengan jumlah bervariasi; serari preokular (C2) ada atau tidak ada…….48
48.
Garis lobus anal ada, selalu dengan seta garis, setiap garis merupakan garis lengkap dari seta apikal ataupun hanya mulai dari seta garis saja (catatan: kadang-kadang spesimen Formicococcus lingnani Ferris boleh jadi tanpa garis lobus anal).........................................................................................49
−
Garis lobus anal tidak ada. Lobus anal ada pada area membran atau ketebalan sklerotisasi yang bervariasi……………………………………52
49.
Serari dan serari dorsal terdiri atas seta kerucut dan lanseolat yang besar, semua terletak pada lempengan yang tersklerotisasi dengan jelas…………. ..............................................................................................Pedronia Green
−
Serari, biarpun tersklerotisasi, tidak terletak pada lempengan yang jelas; bila seta dorsal besar, sebesar seta serari, maka tidak pada area tersklerotisasi……………………………………………………………..50
50.
Semua serari abdomen masing-masing terdiri atas 2 seta serari…………51
−
Beberapa atau semua serari abdomen masing-masing terdiri atas 2 atau lebih seta serari (catatan: kadang-kadang specimen Formicococcus
62
Lampiran 1 (lanjutan) lingnani Ferris boleh jadi tanpa garis anal lobus)…..................................... .............................................................................Formicococcus Takahashi 51.
Serari berjumlah 18 pasang…………………………….Planococcus Ferris
−
Serari berjumlah 1-17 pasang; pasangan preokular (C2) tidak ada………. ...........................................................................sebagian Crisicoccus Ferris
52.
Pori diskoidal ada dekat mata, sangat jelas, kadang-kadang sebesar pori lempeng multilokular, seringkali dalam kelompok terletak pada area membran atau area tersklerotisasi yang menonjol; seringkali pori diskoidal yang serupa ada, tersebar, paling tidak pada bagian ventral. Serari selalu berjumlah 18 pasang ....................................................Hordeolicoccus gen.
−
Pori diskoidal biasanya tidak ada di dekat mata; bilapun ada, pori ini sangat kecil, tidak tampak jelas. Serari berjumlah kurang dari 18 pasang.........................................................................................................53
53.
Pori trilokular hanya terdapat pada dorsal dan ventral bagian tengah tubuh saja. Serari berjumlah 1 pasang, terletak pada lobus anal. Lebar saluran pipa lebih lebar dari panjangnya dengan lapisan berkerah terlipat menutupi sepanjang saluran ..............................................Kiritshenkella Borchsenius
−
Pori trilokular tidak terkonsentrasi pada dorsal dan ventral tengah tubuh. Serari berjumlah 1-18 pasang. Panjang saluran pipa berukuran normal, lebih panjang dari lebarnya; bila lebarnya lebih panjang dari panjangnya, maka tiap saluran tidak ditutupi dengan lapisan berkerah yang terlipat ....................................................................................................................54
54.
Beberapa atau hampir pada umumnya seta dorsal membesar, kerucut atau lanseolat, berukuran sama dengan seta serari.............................................55
−
Seta dorsal flagel atau kerucut atau lanseolat, semua jelas ramping dari seta serari ...................................................................................................56
55.
Pori trilokular terkonsentrasi di sekitar seta berkerah pada serari dan seta dorsal yang membesar, lebih kecil dari pori trilokular manapun di tubuh .......................................................................................Pedrococcus Mamet
−
Pori trilokular seluruhnya berukuran sama...................... Nipaecoccus Sulc
56.
Jumlah serari kurang dari 6 pasang........................................................... 57 − Jumlah serari lebih dari 6 pasang.............................................................. 62
63
Lampiran 1 (lanjutan) 57.
Masing-masing serari terdiri lebih dari 2 seta kerucut................................... .................................................................... ..................Aemulantonina gen
−
Masing-masing serari terdiri atas 2 seta kerucut....................................... 58
58.
Sirkulus berbentuk seperti jam pasir. Pori lempeng sangat kecil ada pada integumen di sekeliling masing-masing koksa belakang, dalam suatu area yang mencapai spirakel ke-2; pori pipa yang sangat kecil tidak ada pada area ini ...................................................................... Saccharicoccus Ferris
−
Sirkulus bila ada, bulat sampai oval, tidak berbentuk jam pasir. Lempeng pori yang sangat kecil pada umumnya tidak ada di sekitar area integumen dekat koksa tungkai belakang; bila ada, maka tidak akan mencapai spirakel ke-2. Pori seperti saluran yang sangat kecil kadang-kadang ada di sekitar tungkai belakang ........................................................................................59
59.
Saluran pipa seperti drum, lebih lebar dari pori lempeng multilokular ................................................................................. Tympanococcus Ferris
−
Saluran pipa tidak seperti drum, lebih sempit dari pori lempeng multilokular ...............................................................................................60
60.
Spirakel terletak pada tepi lateral..................... sebagian Eurycoccus Ferris − Spirakel terletak di tengah tubuh............................................................... 61
61.
Pori mirip saluran berukuran sangat kecil, sangat banyak terdapat pada integumen dekat koksa; pori lempeng tidak ada pada area tersebut.........................................................sebagian Palmicultor Williams
−
Pori mirip saluran berukuran sangat kecil tidak ada pada integumen dekat koksa; tetapi lempeng pori kadang-kadang ada di area tersebut..................................................................sebagian Tryonimus Berg
62.
Pori mirip saluran berukuran sangat kecil, sangat banyak terdapat pada integument dekat koksa............................... sebagian Palmicultor Williams
−
Pori mirip saluran berukuran sangat kecil tidak ada pada integumen dekat koksa.......................................................................................................... 63
63.
Tungkai dan spirakel terletak di tepi lateral tubuh. Masing-masing serari abdomen posterior terletak di area tersklerotisasi yang menonjol dari tepi tubuh, terdiri atas 2 seta kerucut tetapi tanpa pori trilokula ..........................................................................................Extanticoccus gen
64
Lampiran 1 (lanjutan) −
Tungkai dan spirakel terletak di garis tengah tubuh tidak di tepi lateral. Masing-masing serari abdomen posterior pada umumnya tidak terletak di area tersklerotisasi yang menonjol dari tepi tubuh. Bila beberapa serari menonjol dari tepi tubuh maka tonjolan itu membran dan pori trilokular ada............................................................................................................. 64
64.
Kuku tarsus memiliki dentikel..................sebagian Phenacoccus Cockerell
−
Kuku tarsus tanpa dentikel........................................................................ 65
65.
Jumlah serari 8-17 pasang, selalu jelas, tidak pernah ada serari intermediate; serari preokular (C2) selalu tidak ada. Serari abdomen masing-masing seringkali dengan 2 seta kerucut; tepi ventral segmen abdomen penultimate tidak pernah tersklerotisasi. Tibia + tarsus lebih panjang dari trokanter + femur. Cincin anal biasanya terletak di ujung abdomen atau dekat dengan ujung abdomen................. Dysmicoccus Ferris
−
Jumlah serari 5-18 pasang, selalu jelas, serari intermediate seringkali ada atau serari yang saling menyambung sepanjang zona tepi tubuh; bila dengan 18 pasang, maka serari preokular (C2) ada. Serari abdomen masing-masing seringkali dengan lebih dari 2 seta kerucut; bila hanya dengan 2 seta kerucut maka maka masing-masing tepi ventral segmen abdomen penultimate tersklerotisasi. Tibia+tarsus selalu lebih pendek dari trokanter+ femur. Cincin anal biasanya terpisah dari ujung abdomen paling sejauh ukuran diameternya.........................................................................66
66.
Serari ada berupa serari yang saling menyambung di tepi tubuh. Pori diskoidal yang sangat tersklerotisasi dan berukuran besar, masing-masing dengan retikulasi pada permukaan, ada dalam kelompok pada daerah submedian dan median tubuh dengan jelas, tersebar pada ventral .........................................................................Stricklandina Matile-Ferrero
−
Serari ada berupa serari yang saling menyambung di tepi tubuh, atau terpisah secara jelas (berjumlah 17 atau 18 pasang pada spesimen dari Asia selatan, berjumlah 5-18 pasang untuk spesimen dari daerah lainnya). Bila pori diskoidal ada, maka tersebar dan tanpa sklerotisasi yang kuat maupun retikulasi pada permukaan, juga tidak membentuk kelompok di submedian dan median tubuh dorsal dengan jelas...............Paraputo Laing
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1982 di Banyuwangi, Jawa Timur. Penulis merupakan anak keempat dari pasangan Bapak Bedjo Hadisumarto dan Ibu Sri Wahjuni. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas si SMU Negeri 1 Giri Banyuwangi pada tahun 2000. Tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan lulus tahun 2006. Sejak tahun 2008, penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil di Badan Karantina Pertanian dan ditempatkan di Unit Pelaksana Teknis Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak. Pada tahun 2013, penulis memperoleh beasiswa pendidikan Pasca Sarjana dari Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian pada Program Studi Entomologi, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.