PEMERINTAH KOTA PAREPARE Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan Kota Parepare
INVENTARISASI POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
Kelurahan Lakessi - Kota Parepare
Laporan Akhir Disiapkan oleh:
CV. Aquamarine
PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR (PMP) COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT PROJECT INTERNATIONAL FUND FOR AGRICULTURAL DEVELOPMENT (CCD - IFAD)
2013
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kelurahan Lakessi Kota Parepare
iii
KATA PENGANTAR Laporan ini berisikan data dasar dari hasil desk studi dan observasi lapangan kemudian dilakukan analisis kuantitatif dan kualitatif serta dideskripsikan berdasarkan karakteristik data. Beberapa aspek yang menjadi fokus kegiatan ini antara lain; aspek biogeofisik lingkungan mencakup karaktersitik wilayah pesisir Kelurahan Lakessi, kondisi geologi dan geomorfologi secara umum, kondisi oseanografi dan kualitas perairan, ekosistem wilayah pesisir (padang lamun, mangrove dan terumbu karang) serta kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya masyarakat (Mata pencaharian dan sumber-sumber pendapatan masyarakat nelayan). Beberapa hambatan dalam penyusunan dan pelaporan dapat diatasi berkat kerjasama yang kooperatif dari dinas PKPK, BAPPEDA, BPS,Penyuluh, Tokoh Masyarakat dan masyarakat kelurahan Lakessi, meskipun demikian data yang diperoleh dari hasil penelusuran dan observasi belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang ada dilapangan, namun setidaknya dapat memberikan gambaran yang lebih jelas. Parepare, Desember 2013
CV. Aquamarine
iv
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
DAFTAR ISI Kata Pengantar iii Daftar Isi iv Daftar Tabel v Daftar Lampiran vi PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Kegiatan 2 1.3 Ruang Lingkup Kegiatan 2 1.4 Sasaran 2 1.5 Keluaran (output) 2 1.6 Hasil (outcome) 2 METODOLOGI 5 2.1 Waktu dan Lokasi 5 2.2 Metode Penelitian 5 GAMBARAN UMUM KELURAHAN 3.1 Letak Geografis dan Administrasi 3.2 Kondisi Biogeofisik Lingkungaan Pesisir 3.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir
13 13 24
REKOMENDASI 53 REFERENSI 59
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
v
DAFTAR TABEL Tabel 2-1 Tabel 2-2 Tabel 3-1 Tabel 3-2 Tabel 3-3 Tabel 3-4 Tabel 3-5 Tabel 3-6 Tabel 3-7 Tabel 3-8 Tabel 3-9 Tabel 3-10 Tabel 3-11 Tabel 4-1
Kategori Pengamatan Karang 7 Kriteria dampak gangguan terhadap ekosistem mangrove 9 Pengukuran kecepatan arus di perairan Lakessi 16 Pengukuran suhu di perairan Lakessi 17 Pengukuran salinitas di perairan Lakessi 18 Pengukuran Kecerahan perairan di perairan Lakessi 18 Jenis-jenis Lamun yang Ditemukan pada Setiap Stasiun Penelitian di Perairan Lakessi 21 Nilai indeks Keanekaragaman, Dominansi, Keseragaman Ekosistem Lamun di perairan Lakessi 22 Kondisi dasar perairan di Kelurahan Lakessi 23 Komposisi penduduk Kelurahan Lakessi menurut pekerjaan 28 Harga rata-rata Ikan Baronang, Layang dan Katamba dalam transaksi antara nelayan dengan pengepul di Pasar Lakessi 34 Distribusi Penduduk Kelurahan Lakessi menurut Tingkat Pendidikan 44 Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kelurahan Lakessi 44 Matriks SWOT Pengembangan Kegiatan Ekonomi Pesisir Kelurahan Lakessi 41
DAFTAR GAMBAR Gambar 2-1 Tahapan pelaksanaan kegiatan 6 Gambar 2-2 Transek kuadrat yang digunakan dilokasi kegiatan 8 Gambar 3-1 Peta Batas Administrasi Kelurahan Lakessi 12 Gambar 3-2 Grafik Tipe Pasang Surut Perairan Teluk Parepare 14 Gambar 3-3 Grafik Prediksi Pasang Surut perairan Teluk Parepare 15 Gambar 3-4 Kepadatan Lamun di Stasiun 1 Kelurahan Lakessi 19 Gambar 3-5 Kepadatan Lamun di Stasiun 2 Kelurahan Lakessi 20 Gambar 3-6 Kondisi Ekosistem Padang Lamun di Kelurahan Lakessi 21 Gambar 3-7 Kondisi dasar perairan di Kelurahan Lakessi 23 Gambar 3-8 Atas: Pasar Sentral Lakessi. Bawah: Instalasi Pelabuhan Minyak Depot Pertamina Parepare 24 Gambar 3-9 Atas dan Tengah: Bangunan Bank dan Pertokoan di Jalan Lasinrang. Bawah: Salah satu Toko Alat Pertanian dan Nelayan di Jalan Lasinrang 25 Gambar 3-10 (a) Salah satu bidang jalan bagian Kota (sekitar kantor Kelurahan). (b) dan (c) beberapa titik daerah pantai kelurahan Lakessi. 27 Gambar 3-11 Komposisi penduduk menurut pekerjaan 28 Gambar 3-12 Komposisi nelayan menurut jenis kegiatan 29 Gambar 3-13 Variasi perahu operasional nelayan Lakessi. 30 Gambar 3-14 Ilustrasi cara kerja Jaring Insang Tetap 30 Gambar 3-15 Ilustrasi intensitas kegiatan tangkap nelayan Lakessi menurut bulan 31 Gambar 3-16 (a): Suasana di pasar Lakessi di blok Ikan dan Daging pada siang hari. (b): Suasana lapak-lapak penjualan ikan di pasar Senggol pada siang hari. Pasar Senggol mulai buka sekitar jam 4 sore. (c): Suasana blok Ikan di sekitar Gerbang Belakang Pasar Lakessi 32 Gambar 3-17 Nilai pendapatan nelayan per menurut bidang kegiatan 34
vi
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Gambar 3-18 Pabrik es di kompleks PPI Cempae di kelurahan Watang Soreang 35 Gambar 3-19 Stasiun Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN) dalam kompleks PPI Cempae 36 Gambar 3-20 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum “Ujung Bulu” 36 Gambar 3-21 Atas: Pabrik Es “Rismadi” di jalan Lasinrang, kelurahan Lakessi. Bawah: Salah seorang penjual ikan eceran di pasar sentral Lakessi baru saja membeli es di pabrik es Bang Li. 37 Gambar 3-22 Kondisi pasar Sentral Lakessi yang baru selesai direnovasi. Atas dan Tengah: Fasilitas di bangunan utama pasar. Bawah: Fasilitas untuk penjual ikan 38 Gambar 3-23 Salah satu talam pengeringan ikan milik warga Watang Soreang di pasar Lakessi 39 Gambar 3-24 Suasana blok penjual ikan di pasar Senggol 40 Gambar 3-25 Dermaga dan Stasiun Registrasi Ikan di PPI Cempae 41 Gambar 3-26 Alur Pemasaran Ikan di Kelurahan Lakessi 42 Gambar 3-27 Atas: Bangunan Toko “Sejahtera” di jalan Bau Massepe. Bawah: Pajangan Abon Daging Sapi “Roas” di Toko Cahaya Ujung. Produk abon (produksi di Makassar) ini adalah satu-satunya produk abon di toko Cahaya Ujung 43 Gambar 3-28 Papan Fasilitas Layanan di Puskesmas Lakessi 45 Gambar 3-29 Atas: Bangunan mesjid “Taqwa” di jalan Lasinrang. Bawah: Bangunan Gereja Toraja, terletak berhadapan dengan kantor Kelurahan Lakessi 46 Gambar 3-30 Kantor Kelurahan Lakessi 47 Gambar 3-31 Atas: Bangunan Puskesmas Lakessi tampak depan. Tengah: Bangunan Puskesmas Lakessi tampak dari belakang. Bawah: Ruang tunggu periksa Puskesmas Lakessi. 48 Gambar3-32 Perahu-perahu dari program PUMP 50
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
vii
sekitar 60 % penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, menjadikanya wilayah ini sebagai pusat kegiatan perekonomian
viii
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Kesatu
Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang
Wilayah pesisir dengan potensinya yang sangat besar, meliput potensi perikanan (perikanan tangkap, budidaya) ekosistem (mangrove, terumbu karang, padang lamun), jasa-jasa lingkungan (pariwisata, perhubungan dan kepelabuhanan.
Dari Sumberdaya Manusia, maka sekitar 60
% penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, menjadikanya wilayah ini sebagai pusat kegiatan perekonomian. Potensi penduduk yang berada menyebar di pulau-pulau merupakan aset yang strategis untuk peningkatan aktivitas ekonomi antar pulau sekaligus pertahanan keamanan Negara (Kusumastanto Tridoyo,2001). Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir (nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya,pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan). Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya. (Nikijuluw, V., 2001) Coastal Community Development International Fund for Agricultural Development (CCD-IFAD) atau disebut Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) merupakan kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan IFAD berdasarkan Financing Agreement antara Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan dengan President IFAD yang ditandatangani pada tanggal 23 Oktober 2012. Proyek tersebut sebagai respon langsung terhadap kebijakan dan prakarsa Pemerintah Indonesia, yang mencerminkan kebijakan pemerintah, khususnya KKP untuk pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan yang berkelanjutan (propoor, pro-job, pro-growth and pro-sustainability) yang sejalan dengan kebijakan dan program IFAD. Secara Adminstrasi Kota Parepare yang terbagi atas empat (4) kecamatan dimana tiga merupakan wilayah pesisir yaitu kecamatan Soreang, Kecamatan Ujung dan Kecamatan Bacukiki Barat sedangkan Kecamatan Bacukiki yang terletak disebelah timur kota Parepare merupakan daerah perbukitan. Kecamatan Soreang khususnya kelurahan Lakessi salah satu dari beberapa kelurahan peisisir yang menjadi sasaran program. Invetarisasi potensi sumberdaya dan kondisi sosial mayarakat kelurahan Lakessi bertujuan mengetahui kondisi dan potensi sumberdaya yang ada saat ini.
1
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
1
1.2. Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan adalah; a. Mengidentifikasi kondisi sumberdaya pesisir kelurahan Lakessi di Kota Parepare. b. Mengetahui potensi pengembangan usaha berbasis sumberdaya lokal pada kelurahankelurahan pesisir di Kota Parepare. c. Mengetahui kondisi ekologi (keadaan lingkungan hidup, kondisi ekosistem); kondisi sosial ekonomi masyarakat (keadaan kesejahteraan masyarakat pesisir, sumber-sumber pendapatan dan mata pencaharian, sarana dan prasarana pendukung perekonomian masyarakat nelayan penangkap dan pembudidaya, dan masyarakat perikanan dalam arti luas seperti pengolah, penjual dan pemasar/ pengecer hasil-hasil perikanan); serta kondisi sosial budaya (adat-istiadat kebiasaan masyarakat setempat, termasuk kelembagaan masyarakat dan kelembagaan nelayan serta kelembagaan kaum perempuan).
1.3. Ruang Lingkup Lingkup kegiatan kegiatan meliputi : 1) Perumusan strategi pendekatan dan metodologi survei secara tepat, termasuk melakukan pengumpulan, kompilasi, pengolahan dan analisis data agar dapat diperoleh informasi secara cepat, tepat, akurat, lengkap di wilayah kerja. 2) Merencanakan dan mengorganisasikan sumberdaya manusia dalam kegiatan resource inventory ini (tim dalam hal ini termasuk team leader, tenaga ahli, analyst, penyusun laporan, pengolah data, pengambil data, enumerator), menyiapkan materi, alat dan bahan, guna melaksanakan identifikasi kondisi sumberdaya biofisik, sosial ekonomi dan sosial budaya di kelurahan Lakessi. 3) Mempresentasikan rencana kegiatan termasuk strategi pendekatan, pengorganisasian tim kerja dan metodologi pengambilan/pengumpulan serta analisis dan pembahasan data. 4) Melaksanakan pengumpulan data melalui teknik survei cepat (rapid assessment : field observation & resource assessment) dalam kerangka identifikasi potensi kondisi
2
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
biofisik/ekosistem, kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya, kompilasi dan klasifikasi/ pengelompokan data, validasi, klarifikasi dan verifikasi data, pengolahan dan analisis data guna disusun menjadi bahan penyusunan laporan profil sumberdaya Kelurahan Lakessi. 5) Menyusun dan menyerahkan laporan hasil survei (termasuk data dasar, peta-peta partisipatif, dan kompilasi tabulasi dalam format database) yang dilengkapi dengan hasil analisis dan pembahasan dan rekomendasi pengelolaannya ke depan.
1.4. Sasaran
Sasaran kegiatan adalah masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir Kelurahan Lakessi dan terlibat langsung dalam mendukung program (CCD-IFAD) atau disebut Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP).
1.5. Keluaran/Output Keluaran yang diharapkan adalah Laporan Profil Wilayah Pesisir Kelurahan Soreang Kota Parepare, menyajikan ;
a. Aspek biofisik pesisir: SDA/lingkungan hidup/ekosistem pesisir (khususnya sumberdaya perikanan pesisir) b. Aspek sosial ekonomi masyarakat pesisir: Tingkat pendapatan rata-rata dan sumber pendapatan, mata pencaharian masyarakat pesisir; aspek pasar dan pemasaran hasilhasil produk masyarakat nelayan dan kegiatan perekonomian pesisir lainnya; Industri pengolahan hasil-hasil perikanan oleh masyarakat nelayan, perempuan pesisir dan kelompok-kelompok usaha bersama masyarakat di kelurahan pesisir; informasi kelembagaan ekonomi dan pendukung sosial ekonomi pesisir lainnya; kondisi infrastruktur termasuk kondisi sarana dan prasarana pendukung perekonomian. c. Aspek sosial budaya masyarakat pesisir.
1.6. Hasil (outcome) Hasil dari kegiatan ini merupakan data awal potensi sumberdaya yang ada di kelurahan dan dapat dijadikan sebagai pedoman pengelolaan sumberdaya pada tingkat kelurahan, serta sebagai bahan dalam penyusunan rencana pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
3
4
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Kedua
Metodologi 2.1. Waktu dan Lokasi Invetarisasasi potensi potensi sumberdaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di kelurahan Lakessi Kota Parepare dilaksanakan di Kelurahan Lakessi, Kecamatan Soreang selama 40 hari kalender dimulai dari tanggal 4 November 2013 sampai dengan 14 Desember 2013.
2.2. Metode Penelitian 2.2.1. Tahap Persiapan Kegiatan persiapan meliputi; •
Persiapan Administrasi -
tahap melengkapi administrasi untuk pengumpulan data,
penentuan peralatan yang dibutuhkan dilapangan, melakukan diskusi internal dengan tim dan diskusi dengan pemberi pekerjaan mengenai rencana kerja dan gambaran awal karaktersitik lokasi kegiatan, •
Pengambilan data; - tahap mengumpulkan data langsung di lokasi, melakukan wawancara dengan sample yang telah ditentukan sebelumnya. Di samping data sekunder melakukan penelusuran data ke sumber-sumber terkait dengan bahasan,
•
Penyusunan dan Pengolahan data - melakukan tabulasi data sesuai kriteria data dan mengolahnya dengan bantuan perangkat lunak komputer,
•
Analisis data - proses analisa sesuai karakteristik data, dan
•
Pelaporan - menarasikan data dan informasi dan menyajikan dalam bentuk laporan yang lebih informatif dan mudah dimengerti.
5
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
5
Persiapan
Pelaksanaan
Pelaporan
Persiapan Adminstrasi Konsultasi dengan Pemberi Kerja
Survei lapangan
Konsultasi internal
Penyusunan dan Pengolahan data
Kajian data sekunder
Pembuatan laporan
Analisa data
Pembagian kerja
Gambar 2-1. Tahapan pelaksanaan kegiatan
2.2.2. Metode Kerja a. Pengumpulan data sekunder Data sekunder diperoleh dari instansi terkait (Bappeda, Dinas Pertanian Kehutanan Kelautan Perikanan, BPS, data Kelurahan dan lainnya yang relevan(). Bentuknya dapat berupa laporan hasil studi, buku referensi dan lain sebagainya. b. Pengumpulan data primer/survey lapangan Parameter Perairan: Suhu Pengukuran suhu perairan dengan menggunakan termometer ataupun depth gauge yang tersedia pada konsul penyelam. Salinitas Secara insitu pengukuran salinitas dapat dilakukan dengan menggunakan salinometer, pengukuran dilakukan pada stasiun pengamatan yang telah ditetapkan diwilayah observasi.
6
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Arus Pengukuran dilakukan menggunakan layang-layang arus untuk menentukan kecepatan dan arah pada titik stasiun yang telah ditetapkan (offshore), penentuannya disesuaikan dengan kondisi oseanografi lokal di daerah observasi. Kecerahan Pengukuran kecerahan perairan dilakukan dengan menggunakan seichi disk.
Ekosistem Terumbu Karang Pengambilan data ekosistem terumbu karang dapat dilakukan dengan metode Rapid Reef Resources Assesment dan Point Intercept Transect,. Metode tersebut sangat tergantung pada kondisi ekosistem yang ada. - Rapid Reef Resources Assesment (RRA) - metode pengamatan terumbu karang secara cepat untuk mendapatkan gambaran awal dari kondisi terumbu pada suatu lokasi. Prosedur pengamatan dengan RRA dilakukan peneliti/pengamat dengan cara berenang ke lokasi terumbu karang, mencatat gambaran umum terumbu kemudian plot lokasi dengan menggunakan gps. Untuk pengamatan yang lebih detail kondisi terumbu dilakukan dengan metode PIT. - Point Intercept Transect (PIT) - salah satu metode untuk memantau kondisi karang hidup dan biota pendukung lainnya di suatu lokasi terumbu karang dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang cepat (Hill & Wilkinson 2004 dalam LIPI, 2009). Teknik pengambilan data perkategori dilakukan dengan menentukan posisi dengan menggunakan GPS. Selanjutnya transek dipasang sepanjang 25 meter, dibentangkan sejajar dengan garis pantai/ daratan berada di sebelah kiri. Tiap koloni karang, biota maupun substrat di bawah tali transek dicatat berapa kali jumlah kehadirannya per titik. Dimulai dari titik 1 sampai titik 50, jarak dari satu titik ke titik berikutnya adalah 50 cm. Kategori yang harus dicatat dapat dilihat pada tabel berikut, Tabel 2-1 Kategori Pengamatan Karang Kode
Kategori
Keterangan
AC
Acropora
Karang Acropora
NA
Non-Acropora
Karang Non Acropora
DC
Death Coral
Karang mati masih berwarna putih
DCA
Death Coral Algae
Karang mati yang warnanya berubah karena ditumbuhi alga filamen
SC
Soft Coral
Jenis – jenis karang lunak
FS
Fleshy Seaweed
Jenis – jenis makro alga : Sargassum, Turbinaria, Halimeda, dll
R
Rubble
Patahan karang bercabang (mati)
RK
Rock
Substrat dasar yang keras (cadas)
S
Sand
Pasir
Si
Silt
Pasir lumpuran yang halus
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
7
Ekosistem Padang Lamun Metoda yang digunakan untuk mengamati padang lamun adalah Metode Transek Kwadrat linear. Pada tiap kwadran (1 x 1 m atau 10 x 10 cm) dicatat jenis dan jumlah tutupan dari masing-masing jenis. Garis transek ditarik dari pantai menuju ke arah tubir pada ekosistem lamun secara tegak lurus. Pada setiap stasiun dibuat garis transek berurutan dengan jarak satu garis transek dengan garis transek berikutnya kurang lebih 30 m. Tiap garis transek terdiri dari 5 titik. Jarak titik satu dengan yang lain pada satu transek kurang lebih 10 m. Untuk pengamatan kerapatan jenis dan penutupan jenis lamun dilakukan dengan metode pengambilan contoh acak sistematik yaitu pengambilan contoh pada transek-transek yang telah ditetapkan. Pada setiap titik diambil contoh dengan menggunakan bingkai besi (kuadran) ukuran 0,5 x 0,5 m2. Identifikasi lamun berpedoman pada Phillips dan Menez (1988) serta Fortes (1990).
Gambar 2-2 Transek kuadrat yang digunakan dilokasi kegiatan
Ekosistem Mangrove Pengamatan Ekosistem Mangrove dilakukan dengan metode transek garis dengan plot 10x10 meter persegi, adapun prosedur pengamatan mangrove sebagai berikut: - Pada setiap stasiun pengamatan, ditetapkan transek-transek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus dengan garis pantai sepanjang kawasan mangrove yang terjadi) di daerah intertidal.
8
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
- Pada setiap kawasan hutan mangrove yang berada di sepanjang transek garis, diletakkan secara acak petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar berukuran 10m x 10m minimal tiga petak plot. - Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak atau “nested sampling”, yaitu kombinasi antara cara jalur dan garis berpetak. Untuk tingkat pohon dilakukan dengan cara jalur, sedangkan untuk tingkat semai dan pancang dilakukan dengan garis berpetak, dimana dalam petak yang besar terdapat petak yang kecil. Selain menggunakan metode jalur berpetak, untuk mengetahui kondisi hutan mangrove dapat pula dilakukan inventarisasi dengan cara koleksi bebas di beberapa tempat sesuai kebutuhan data. Mengamati dampak kegiatan manusia (Bengen, 2001). Pengamatan dampak dilakukan untuk bahan analisis interaksi negativ akibat aktifitas manusia sebagai bagian dari ekosistem mangrove. Adapun metode pengamatannya meliputi: - Mengamati secara visual dampak yang terjadi seperti adanya sampah, penebangan, limbah minyak, dan dampak lainnya pada tiap titik pengukuran dilakukan pada setiap transek yang diletakkan pada semua stasiun pengukuran. - Pengamatan dampak dilakukan dengan pemberian bobot dengan skala 0 sampai 4 untuk masing-masing kondisi dampak yang ada.
Kriteria secara visual ini dilakukan dengan
pertimbangan tingkat intensitas (keseringan) serta dampak langsung berupa kematian mangrove, terhambatnya pertumbuhan ataupun kerusakan secara fisik pada pohon mangrove misalnya ranting, batang atau daun. -
Pencatatan koordinat posisi dilakukan pada setiap stasiun dengan menggunakan alat GPS
Tabel 2-2 Kriteria dampak gangguan terhadap ekosistem mangrove Nilai
Kondisi Visual
Kriteria Dampak
0
Tidak ada bahan pencemar, penebangan dan gangguan langsung Tidak Ada terhadap mangrove
1
Ada limbah/sampah dalam jumlah kecil, jalur perahu atau ada Ringan aktifitas manusia disekitarnya seperti ada pemasangan jaring atau tambak
2
Indikasi bahan pencemar masuk keperairan seperti solar
3
Ada limbah dalam jumlah besar, ada aktifitas yang mangrove seperti Berat penambatan perahu, pemasangan alat tangkap permanent
4
Ada penebangan dalam jumlah besar (konversi atau pengambilan Sangat Berat rutin) untuk kerperluan tertentu, Banyak limbah organik dan anorganik
Sedang
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
9
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Metode yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain: a. Studi Pendahuluan Penelusuran data sekunder yang sudah tersedia, serta dipelajari guna mendapatkan gambaran sementara untuk perencanaan pengambilan dan verifikasi data di lapangan. Data tersebut dapat bersifat khusus ataupun yang bersifat umum. Data sekunder yang dicari pada studi pendahuluan ini meliputi; Kondisi geografis, Kondisi sosial-ekonomi masyarakat, serta Kondisi institusi dan Kelembagaan.
b. Tinjauan dokumen Melalui tinjauan dokumen ditargetkan dua data, yakni; (1) data kuantitatif mengenai kondisi existing lokasi dan, (2) data mengenai program-program atau kebijakan yang pernah dan sedang dijalankan di lokasi target. Jika data dalam dokumen cukup lengkap, yakni memuat data kuantitatif, maka akan dilakukan pula pembacaan terhadap trend kondisi sumberdaya secara kuantitatif. Data tertulis mengenai program-program yang pernah dijalankan akan dielaborasi dengan keterangan lisan dari para responden wawancara.
c. Observasi Tujuan observasi adalah mengenal rona awal dari wilayah/lokasi yang akan dijadikan sebagai objek penelitian (Inventori Sumberdaya Desa Berbasis Masyarakat). Pada kegiatan observasi juga diharapkan sudah diketahui sumber-sumber informasi, baik sumber informasi secara personal maupun sumber informasi secara institusi/kelompok. Observasi dilakukan agar pada saat pelaksanaan kegiatan, semua tim bisa langsung melakukan tugasnya masing-masing dilapangan secara detail dan tersistematis.
10
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
d. FGD dan Indepth Interview Metode yang dipakai adalah FGD (Focussed Group Discussion) dan In-depth Interview (Wawancara Mendalam). Keduanya bersifat kualitatif memungkinkan dijalankan bersamaan ataupun dipertukaran. Untuk mengefektif dan mengefisienkan proses pengambilan data di lapangan, maka dalam kegiatan ini dijalankan metode kedua, in-depth interview. Dalam hal ini in-depth interview dilaksanakan secara lebih intensif dan ekstensif yakni dengan memperdalam wawancara dan memperluas subyek interview. Melalui metode ini, diperoleh gambaran kondisi lokasi, peta keadaan sumberdaya menurut persepsi warga/responden, serta harapan warga.
Melalui metode In-depth interview, diperoleh gambaran kondisi lokasi, peta keadaan sumberdaya menurut persepsi warga/responden, serta harapan warga. Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
11
Gambar 3-1 Peta Batas Administrasi Kelurahan Lakessi
12
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Ketiga
Gambaran Umum Kelurahan Lakessi 3.1 Letak Geografis dan Administratif Kecamatan Watang Soreang secara administrasi terbagi dalam 7 kelurahan dengan luas wilayah 8,33 Km2 atau 8,39% dari luas wilayah kota Parepare. Kelurahan yang meiliki wilayah terluas di kecamatan soreang adalah kelurahan bukit harapan (5,56 Km2) dan terkecil adalah kelurahan kampung pisang (0,12 Km2), sedangkan kelurahan Lakessi memiliki luas 0,15 Km2 atau 0,15% dari total luas wilayah kota Parepare (Kota Parepare dalam angka 2013). Secara administrasi kelurahan Lakessi berbatasan dengan: Sebelah utara : Teluk parepare dan Kelurahan Watang Soreang Sebelah Timur : Kelurahan Ujung Lare Sebelah selatan : Kelurahan Ujung Sabbang Sebelah Barat : Kelurahan Kampung Pisang
i3.2 Kondisi Biogeofisik Lingkungan Pesisir Tipe iklim Kota Parepare menunjukkan tipe iklim C2 (Schmidt-Ferguson) yaitu jumlah bulan basah 5 - 6 bulan, jumlah bulan kering 2 - 3 bulan. Zona iklim tersebut menempati wilayah bagian barat sampai pesisir pantai seluas ± 60% dari luas Kota Parepare. Tipe iklim D2 (Oldeman) yaitu jumlah bulan basah 3 - 4 bulan, jumlah bulan kering 2 - 3 bulan. Zona iklim tersebut menempati wilayah bagian timur Kota Parepare seluas kurang 40% dari luas wilayah Kota Parepare (Catatan Stasiun Klimatologi). Curah hujan tertinggi adalah 556 mm/tahun dan yang terendah menunjukan angka 0 mm/tahun pada bulan Agustus. Rata-rata temperatur Kota Parepare sekitar 28,5 OC dengan suhu minimum 25,6 oC dan suhu maksimum 31,5 oC, rata-rata kecepatan angin berkisar antara 2,5 - 5,8 m/ detik yang bertiup dari arah barat ke timur selama bulan November sampai April. Kota Parepare mempunyai dua jenis musim yaitu musim hujan umumnya terjadi pada bulan November - April dan musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Mei - Oktober setiap tahunnya, dimana kondisi tersebut juga terjadi pada daerah lain di Indonesia.
13
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
13
Waktu yang digunakan di Kota Parepare adalah WITA yakni 1 jam lebih cepat dari waktu ibukota negara Jakarta dan 8 jam lebih cepat dari Greenwich Meridian Time (GMT).
3.2.1. Kondisi Geologi dan Geomorfologi Pesisir Topografi wilayah - lebih dari 85% wilayah Kota Parepare merupakan areal bergelombang (1540%) dengan luas keseluruhan 5.621 Ha, berbukit-bukit sampai bergunung (>40%) dengan luas 3.215,04 Ha, sehingga untuk pengembangan fisik kota akan sangat dipengaruhi oleh kondisi topografinya. Formasi perbukitan pada bagian selatan kota mendekat ke arah pantai dengan jarak terdekat 400 meter, sedangkan jarak terjauh berada di pusat kota yaitu sekitar 1,2 km. Dengan kondisi topografi seperti ini, maka wilayah yang rata atau landai terdapat pada bagian barat dengan luas keseluruhan + 1.097, 04 Ha, dimana areal ini merupakan pusat kegiatan penduduk dan kegiatan perkotaan lainnya. Ketinggian wilayah - Kota Parepare dengan wilayah yang bergelombang sampai bergunung, maka 87% dari luas wilayahnya terletak pada ketinggian di atas 25 meter dpl, bahkan mencapai ketinggian 500 meter dpl. Daerah dengan ketinggian 0 – 25 meter dpl, berada dekat dengan pesisir pantai yang merupakan pusat kegiatan dan pemukiman penduduk. Formasi geologi - Pembentuk struktur batuan di wilayah Kota Parepare antara lain: endapan
“Tipe campuran condong ke ganda (2 kali pasang dan 2 kali surut setiap harinya)“
200 180
pasut (cm)
DTS
160 140 100 80 60 40 20 0
18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 00.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
Elevasi (cm)
120
23/12/2007
24/12/2007
Waktu pengamatan Gambar 3-2 Grafik Tipe Pasang Surut Perairan Teluk Parepare
14
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
25/12/2007
alluvial dan pantai, kerikil, pasir, lempung dan batu gamping koral, selain itu terdapat juga batu gunung api seperti tufu, breksi, konglomerat dan lava. Jenis tanah - Jenis tanah terdiri atas;: tanah regosol adalah tanah yang memiliki tekstur kasar dengan tanah kadar pasir yang lebih dari 60% dan memiliki solum yang dangkal serta tanah alluvial yaitu tanah endapan yang memiliki horizon yang lengkap karena kerap kali tercuci akibat erosi pada daerah kemiringan.
3.2.2. Kondisi Oseanografi dan Kualitas Perairan Pesisir Pasang Surut Secara Umum kondisi pasang surut pada perairan Lakessi diasumsikan mewakili perairan Teluk Parepare. Selanjutnya analisis yang dilakukan (sumber) dengan menggunakan metode Doodson untuk memperoleh karakteristik pasang surut wilayah tersebut. Adapun hasil yang diperoleh tersaji dalam gambar 3-2 dan 3-3 berikut :
250
Elevasi muka air (cm)
200
150
100 50
5.00
16.00
7.00
18.00
9.00
20.00
22.00
0.00
11.00
2.00
13.00
4.00
15.00
6.00
17.00
8.00
19.00
21.00
10.00
23.00
1.00
12.00
3.00
14.00
5.00
16.00
7.00
18.00
9.00
20.00
22.00
0.00
11.00
0
Waktu (jam) Pasut (cm)
Tinggi air maks
Tinggi air min
Mean sea level
Gambar 3-3 Grafik Prediksi Pasang Surut perairan Teluk Parepare
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
15
Berdasarkan tabel konstanta harmonik pasang surut, diperoleh nilai formzhal yaitu 0,781 termasuk pada kisaran 0,25 – 1,5 maka pasang surut di lokasi penelitian ini termasuk pada tipe campuran yang condong ke ganda. Mengalami dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya namun terjadi perbedaan tinggi dan periode dalam satu hari siklus, demikian hal dengan kondisi surutnya. Dari hasil perhitungan metoda harmonis Admiralty didapat kedudukan muka air laut rata-rata (mean sea level) sebesar 159,09 cm yang selanjutnya akan digunakan untuk koreksi batimetri.
Arus permukaan perairan Hasil pengukuran arus pada 2 stasiun pengamatan didapatkan kecepatan arusnya berkisar antara 0,014 -0,021 m/dt. Hal ini sangat dipengaruhi arus pasang surut. Arus pasut merupakan pergerakan horisontal air laut yang mengikuti kondisi pasut dan gerakannya merupakan gerakan yang periodik, akibat perubahan elevasi muka laut. Fase antara air surut dan air pasang, massa air mengalir masuk menuju pantai sampai ke dalam teluk, sebaliknya pada saat fase antara air pasang dan air surut massa air mengalir ke luar teluk hingga ke laut lepas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Komar (1976) bahwa arus pasang surut merupakan arus yang mendatar yang disebabkan atau dibangkitkan oleh pasang surut. Pada waktu pasang naik arus akan mengalir kearah pantai menyebabkan tertutupnya pantai oleh air laut atau yang disebut flood tide. Sebaliknya pada saat surut terjadi kejadian yang sebaliknya yang disebut webb tide.
Tabel 3-1 Pengukuran kecepatan arus di perairan Lakessi Kec. Arus (m/dt) Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
0.014
0.021
0.119
Umumnya kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh tipe pasang surut dan daerah perairan misalnya teluk, perairan tertutup, daerah dangkal dan muara sungai. Berdasarkan hasil pengukuran pada 3 stasiun didapatkan kecepatan arus berkisar antara 0,014 – 0,021 m/dt.
Gelombang Gelombang merupakan faktor yang sangat penting memberi pengaruh terjadinya abrasi dan sedimentasi pantai, utamanya tinggi dan panjang gelombang. Semakin tinggi gelombang yang sampai pada suatu pantai maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap dinamika pantai tersebut. Secara umum gelombang laut di perairan Lakessi tidak besar, hal ini disebabkan karena wilayah perairan berbentuk teluk sehingga mampu meredam gelombang besar. Triatmodjo (1999), menyatakan bahwa semakin lama dan kuat angin yang berhembus, maka semakin besar gelombang yang terbentuk karena angin yang berhembus diatas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Selain itu, tingginya gelombang juga disebabkan karena
16
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
tidak adanya penghalang seperti pulau atau pemecah ombak sehingga gelombang laut dalam yang bergerak dengan arah datang gelombang dari barat daya terus menjalar mencapai badan pantai tanpa mengalami refleksi. Kecilnya gelombang yang terjadi pada stasiun ini terjadi karena gelombang yang datang dari laut dalam terlebih dulu telah mengalami refleksi akibat adanya barrier yang berada di depan pantai. Barrier tersebut berfungsi sebagai penghalang gelombang yang datang dari laut dalam. Gelombang yang sampai ke pantai adalah hasil kerja dari proses difraksi. Triatmodjo (1999) menyatakan perairan yang berada di belakang rintangan akan tenang jika penjalaran gelombang tidak mengalami difraksi, karena pengaruh gelombang datang maka transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan terjadinya gelombang, meskipun tidak sebesar gelombang di laut dalam.
Suhu permukaan perairan Suhu sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis organisme terdapat di berbagai tempat yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Berdasarkan hasil pengukuran pada 3 stasiun disekitar perairan Lakessi didapat suhu air laut permukaan di perairan Lakessi umumnya berkisar antara 29 – 30 0C. Suhu berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan, mulai dari telur, benih sampai ukuran dewasa. Suhu air akan berpengaruh terhadap proses penetasan telur dan perkembangan telur. Rentang toleransi serta suhu optimum tempat pemeliharaan ikan berbeda untuk setiap jenis/ spesies ikan, hingga stadia pertumbuhan yang berbeda. Terhadap ikan, suhu memberikan dampak sebagai berikut; a) mempengaruhi aktivitas b) meningkatkan aktivitas metabolisme ikan c) menurunkan gas (oksigen) terlarut d) merangsang proses reproduksi ikan, dan e) suhu ekstrim menyebabkan kematian ikan (Anonim, 2009. SITH ITB) Tabel 3-2 Pengukuran suhu di perairan Lakessi
Stasiun 1 29
Suhu (0C) Stasiun 2 29
Stasiun 3 30
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
17
Salinitas air laut Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut. Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas yaitu penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi. Hasil pengukuran salinitas pada perairan Lakessi di setiap stasiun diperoleh kisaran 27 o/oo – 29 o/oo. Nilai ini adalah kisaran salinitas normal untuk daerah tropis yang masih bisa ditolerir oleh spesies lamun. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Dahuri dkk (2004) bahwa lamun sebagian besar memiliki kisaran toleransi yang lebar terhadap salinitas yaitu antara 10 – 40 o/oo. Nilai optimum toleransi terhadap salinitas di air laut adalah 35o/oo, penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis spesies. Tabel 3-3 Pengukuran salinitas di perairan Lakessi
Salinitas(0/00) Stasiun 2 32
Stasiun 1 30
Stasiun 3 31
Kecerahan perairan Umumnya kecerahan di Perairan Lakessi tergolong kurang baik. Hal ini disebabkan oleh tipe perairan yang tertutup, dekat muara sungai, arus, sedimentasi, reklamasi pantai dan sebagainya. Hasil pengukuran kecerahan perairan berkisar antara 2 – 3 meter, sebagaimana ditunjukkan pada tabel di bawah ini, Tabel 3-4 Pengukuran Kecerahan perairan di perairan Lakessi Kecerahan perairan (meter)
18
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
3
3
2
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
3.2.3. Kondisi Ekosistem Pesisir Padang lamun Habitat lamun dipandang sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu padang lamun merupakan suatu kerangka struktural dengan tumbuhan dan binatang saling berhubungan. Lamun dapat hidup di perairan dangkal agak berpasir, sering juga dijumpai pada ekosistem terumbu karang. Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk padang yang luas dan lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh cahaya matahari dengan tingkat energi cahaya matahari yang masih memadai bagi pertumbuhannya. Pertumbuhan padang lamun memerlukan sirkulasi air yang baik. Air yang mengali inilah yang mengantarkan zat-zat nutrien dan oksigen serta mengangkut hasil metabolisme lamun seperti karbondioksida keluar daerah padang lamun. Keberadaan ekosistem lamun perairan
ini menunjukkan bahwa dahulu memiliki potensi
sumberdaya hayati yang cukup baik. Namun, seiring dengan adanya pembangunan wilayah perkotaan ekosistem padang lamun terus mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya. Aktifitas manusia yang tidak memperhatikan lingkungan merupakan salah satu penyebab utama kerusakan terhadap ekosistem ini. Hasil survey menunjukkan terdapat 2 jenis lamun di perairan ini, yaitu; Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides. Pada lokasi pengamatan 1 kerapatan spesies lamun jenis Enhalus acoroides sebesar 36 tegakan/m2, dan Thalassia hemprichii memiliki kerapatan sebesar 12 tegakan/m2.
36 40 35
Tegakan/m2
30 25
12
20 15 10 5 0
Enhallus acoroides
Thallasia hempricii
Gambar 3-4 Kepadatan Lamun di Stasiun 1 Kelurahan Lakessi
Pada lokasi pengamatan 2 kerapatan spesies lamun jenis Enhalus acoroides sebesar 43 tegakan/ m2, dan Thalassia hemprichii memiliki kerapatan sebesar 12 tegakan/m2. Rendahnya jumlah ini Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
19
kemungkinan disebabkan banyaknya aktifitas masyarakat sekitar seperti aliran sungai yang keruh yang membawa material sedimen yang menutupi lamun dan juga penimbunan untuk reklamasi pantai serta sampah.
43 50
Tegakan/m2
40
30
12 20
10
0
Enhallus acoroides
Thallasia hempricii
Gambar 3-5 Kepadatan Lamun di Stasiun 2 Kelurahan Lakessi
Nilai indeks ekologi dapat dilihat pada Tabel 3-6 menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman lamun di kelurahan lakessi berada pada kisaran 0.2442 - 0.2792. Hal ini berarti bahwa nilai indeks keanekaragaman pada setiap stasiun tergolong dalam kategori rendah. Nilai indeks keanekaragaman ini dipengaruhi oleh sedikitnya jumlah spesies yang ditemukan. Menurut Odum (1971) bahwa nilai keanekaragaman besar jika semua individu berasal dari jenis atau genera yang berbeda-beda dan akan mempunyai nilai kecil atau sama dengan nol jika individu hanya satu jenis. Semakin besar nilai suatu keanekaragaman berarti semakin banyak jenis yang didapatkan, meskipun nilai indeks keanekaragaman juga sangat tergantung dari jumlah total individu masingmasing jenis. Nilai indeks keseragaman (E) diperoleh kisaran 0.8113 - 0.9275. Hal ini berarti bahwa nilai keseragaman pada lokasi pengamatan tergolong stabil (0,75<E< 1,00), yang mengindikasikan bahwa sebaran individu antar jenis lamun cenderung seragam atau relatif sama. Besarnya nilai indeks keseragaman pada kategori stabil ini juga mengindikasikan bahwa tidak terjadi dominansi oleh jenis tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahuri (1996) bahwa indeks keseragaman berkisar 0 – 1. Bila indeks keseragaman mendekati 1 maka sebaran individu antar jenis relatif sama dan bila mendekati 0 maka diduga terdapat sekelompok jenis tertentu yang jumlahnya relatif berlimpah dibanding jenis lain. Sedangkan nilai indeks dominansi yang diperoleh berkisar 0.2442 - 0.2792 dan termasuk kategori
20
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
rendah karena berada pada kisaran (0,00
Gambar 3-6 Kondisi Ekosistem Padang Lamun di Kelurahan Lakessi
Tabel 3-5 Jenis-jenis Lamun menurut stasiun di Perairan Lakessi No.
Jenis Lamun
Sta.1
Sta.2
1
Enhalus acoroides
+
+
2
Thalassia hemprichii
+
+
Keterangan: (+) = Ditemukan
(-) = Tidak Ditemukan
Indeks keanekaragaman keseragaman dan dominansi merupakan indeks ekologi yang banyak digunakan dalam melakukan penilaian kondisi suatu lingkungan. Indeks ini sangat dipengaruhi oleh jumlah jenis yang hidup dan kemerataan individu dalam setiap jenis tersebut (Odum, 1983). Nilai indeks keanekaragaman lamun pada stasiun pengamatan pada kelurahan Lakessi termasuk kategori rendah (berada pada kisaran 0.1 – 0.3), hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
21
jenis lamun tidak terlalu tinggi dengan kemerataan individu pada setiap jenisnya juga rendah, ditunjukkan dengan nilai indeks keseragaman dan tidak ada jenis yang mendominasi (Tabel 8).
Tabel 3-6 Nilai indeks Keanekaragaman, Dominansi, Keseragaman Ekosistem Lamun di perairan Lakessi Lakessi
Indeks Stasiun 1
Stasiun 2
Keanekaragaman
0.2442
0.2792
Dominansi
0.2442
0.2792
Keseragaman
0.8113
0.8113
Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan satu dari ketiga ekosistem (padang lamun dan terumbu karang) didaerah pesisir yang meiliki produktifitas primer yang paling tinggi. Selain berfungsi sebagai tempat pengasuh bagi (nursery ground) biota kecil, kawasan hutan mangrove juga berperan sebagai pelindung alami pantai dari abrasi serta mampu meredam aksi gelombang. Dari hasil pengamatan di lapangan, tidak ditemukan pohon mangrove di kelurahan lakessi, hal ini karena kondisi pantai telah mengalami reklamasi disamping itu kondisi perairan yang tidak mendukung untuk pertumbuhan mangrove.
Kondisi pantai di Lakessi yang telah mengalami reklamasi tidak mendukung pertumbuhan mangrove.
Ekosistem Terumbu karang Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi. Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesiestumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui. Dari hasil observasi lapangan, tidak ditemukan adanya terumbu karang pada wilayah kelurahan Lakessi. Komposisi penutupan dasar perairan yang terdiri dari 75% substrat pasir dan 25%
22
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
adalah subsrat berlumpur untuk stasiun 1 dan stasiun 2 80% merupakan subsrat pasir dan 20% merupakan subsrat lumpur. Tabel 3-7 Kondisi Substrat dasar perairan di perairan Lakessi
Substrat Karang (%) Pasir (%) Lumpur (%)
Stasiun 1 0 75 25
Stasiun 2 0 80 20
Hewan karang yang ditemukan berkoloni sangat sedikit dengan kondisi yang memprihatinkan, jenis karang massive yang biasanya mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim hampir tidak ada dijumpai. Perairan teluk Parepare merupakan muara dari beberapa sungai baik yang berada diwilayah Parepare maupun sungai yang berada diwilayah kabupaten pinrang, disamping itu perairan teluk cenderung memiliki arus yang lemah sehinga sirkulasi air yang mengangkut nutrient yang penting bagi pertumbuhan karang akan mempengaruhi pertumbuhan karang. Faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan karang adalah keberadan adalah sedimetasi yang mengakibatkan kekeruhan diilayah perairan. Sediment dapat menghambat proses fhotosinthesis dari hewan karang, apabila polip karang tertupi sediment maka proses ini terhambat sehingga hewan karang akan mati lemas diawali dengan proses bleaching. Kondisi ini memperlihatkan kemungkinan hewan karang untuk tumbuh dan berkembang sangat sulit, disamping itu adanya aktifitas nelayan pada wilayah perairan pesisir yang memberikan tekanan dan dampak akan keberadaan terumbu karang.
Gambar 3-7 Kondisi dasar perairan di Kelurahan Lakessi
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
23
3.3.
Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir
3.3.1. Kondisi Lingkungan dan Demografi Kelurahan Lakessi adalah sebuah kelurahaan perkotaan. Kelurahan ini adalah salah satu wilayah terpadat di kota Pare-pare dan merupakan kelurahan dengan fasilitas jasa dan niaga terlengkap di kota ini. Di kelurahan misalnya terdapat pasar Sentral Lakessi yang merupakan pasar terbesar di kota Parepare, dan terbesar se-Sulsel di luar kota Makassar. Di kelurahan ini juga terdapat depot
Foto: Dokumentasi Survei
minyak milik Pertamina yang melayani distribusi BBM di wilayah Timur Indonesia.
Gambar 3-8 Atas: Pasar Sentral Lakessi. Bawah: Instalasi Pelabuhan Minyak Depot Pertamina Parepare
24
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Tidak hanya menjadi tempat dua fasilitas vital tersebut berada, kelurahan ini juga menjadi lokasi pusat pertokoan dan perbankan. Toko-toko peralatan pertanian dan nelayan berada di kelurahan ini, tepatnya di bilangan jalan Lasinrang yang juga merupakan tempat Pasar Sentral Lakessi berada. Toko-toko ini termasuk melayani para pembeli dari daerah sekitar Pare-pare seperti Pinrang dan
Foto: Dokumentasi Survei
Barru.
Gambar 3-9 Atas dan Tengah: Bangunan Bank dan Pertokoan di Jalan Lasinrang. Bawah: Salah satu Toko Alat Pertanian dan Nelayan di Jalan Lasinrang
Pada tahun 2012 (Pare-pare Dalam Angka 2013), jumlah penduduk Kelurahan Lakessi sebesar 3.656 jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak 1.727 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1.930 jiwa. Pada tahun yang sama, tercatat jumlah keluarga di kelurahan ini sebanyak 775 KK, atau tiap keluarga rata-rata terdiri atas 5 orang anggota keluarga. Dengan luas daerah 0,15 km2, Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
25
tingkat kepadatan penduduk di kelurahan ini adalah sebesar 24373 jiwa per kilometer per segi. Berdasar kategori tingkat kesejahteraan, jumlah keluarga di kelurahan Lakessi didominasi oleh kategori Sejahtera III, yakni sebanyak 413 keluarga atau 53% dari jumlah total keluarga. Angka tersebut disusul kategori Sejahtera I sebanyak 203 keluarga (26%) dan kategori Sejahtera II sebanyak 125 keluarga (16%). Jumlah keluarga kategori Sejahtera III-plus di kelurahan ini lebih banyak daripada keluraga kategori pra-Sejahtera, yakni 23 (3%) berbanding 11 (1,5%). Kelurahan Lakessi terbagi atas 5 (lima) ORW. ORW Taqwa, ORW Sentral, ORW Pallakawe, ORW Jembatan Merah dan ORW Armada. Terletak di antara 0,004o LS-00,03489 menit dan 119 o BT37,6570 menit, kelurahan ini merupakan bagian dari kecamatan Soreang yang berpenduduk 10.020 jiwa. Wilayah pemukiman di kelurahan ini dapat dibagi dua wilayah menurut lokasinya, yakni wilayah kota dan wilayah pesisir. Kedua lokasi ini sama-sama padat. Namun, jika dilihat dari segi kondisi lingkungannya, kedua wilayah ini cukup berbeda. Kondisi lingkungan di wilayah kota relatif bersih dan terpelihara. Sedang di daerah pesisir/pantai, kondisi lingkungan terlihat cukup buruk. Terutama di daerah sekitar pasar Lakessi yang berbatasan langsung dengan laut, tumpukan sampah dan jalan becek terlihat di beberapa tempat. Tumpukan sampah terutama terlihat di lokasi tambatan perahu nelayan. Sampah ini terutama berasal dari pasar Lakessi. Selain masalah sampah yang menganggu kenyamanan lingkungan darat tersebut, lingkungan perairan Lakessi juga menghadapi masalah yang sama. Tidak hanya dicemari limbah sampah rumah tangga, perairan sekitar Lakessi juga terganggu oleh tumpahan minyak dari kapal minyak yang melakukan bongkar-muat minyak di pelabuhan yang ada di Kelurahan ini. Meski tumpahan minyak tersebut terbilang kecil jika dibandingkan dengan intensitas kegiatan di pelabuhan minyak milik Pertamina, input limbah tersebut tetap terasa mengganggu.
a
26
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Foto: Dokumentasi Survei
b
c
Gambar 3-10 (a) Salah satu bidang jalan bagian Kota (sekitar kantor Kelurahan). (b) dan (c) beberapa titik daerah pantai kelurahan Lakessi.
....Tidak hanya dicemari limbah sampah rumah tangga, perairan sekitar Lakessi juga terganggu oleh tumpahan minyak dari aktifitas bongkar-muat kapal minyak di pelabuhan Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
27
3.3.2. Mata Pencaharian Masyarakat di Pesisir Jenis mata pencaharian warga didominasi oleh warga yang bekerja sebagai wiraswasta. Warga berprofesi wiraswasta berjumlah 1500 orang atau menempati presentase 42% dari total penduduk produktif yang berjumlah 1804 orang (27% dari total jumlah penduduk). Selanjutnya, buruh 147 orang dan nelayan 135 orang. Tabel 3-8 Komposisi penduduk Kelurahan Lakessi menurut pekerjaan No.
Jenis Pekerjaan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Nelayan
120
15
135
2.
Wiraswasta
1500
-
1500
3.
Karyawan Swasta
4
2
6
4.
PNS
8
6
14
5.
Buruh
147
-
147
8.
Bengkel
2
-
2
TOTAL
1781
23
1804
Sumber: Diolah dari Profil Kelurahan Lakessi 2013
Dari proses pengambilan data, tim survei mengoreksi jumlah nelayan di atas menjadi 156. Jumlah nelayan masih lebih besar dari angka tersebut. Jika kelompok pengolah abon ikan (yang terdapat satu kelompok), kelompok pembudidaya ikan (juga terdapat satu kelompok) dan kelompok pengolah ikan kering (juga satu kelompok) dimasukkan dalam penjumlahan, maka jumlah total nelayan di kelurahan ini adalah 156 orang. Alasan penjumlahan ini adalah karena angka 135 (seperti yang tercantum dalam tabel) juga merupakan hasil penjumlahan, yakni penjumlahan atas Nelayan Penangkap dan Penjual Ikan. Dari angka 135 tersebut, dengan kata lain, implisit pengertian bahwa Nelayan adalah ‘siapa saja yang aktivitas pencahariannya berdomain sumberdaya laut/pesisir—bukan hanya ‘yang melakukan aktivitas penangkapan ikan.’ Olehnya maka, dengan pertimbangan konsistensi defenisi nelayan agar diperoleh konsistensi data, angka jumlah nelayan yang akan dipakai dalam dokumen ini adalah 156 orang. Dengan rincian; 45 orang nelayan tangkap, 80 orang penjual ikan, 11 orang pelaku usaha pengeringan ikan, 10 orang pembuat abon ikan dan 10 orang pembudidaya ikan. Komposisi penduduk Kelurahan Lakessi menurut pekerjaan adalah sebagai berikut, 8%
9%
1% 82%
Buruh Karyawan Nelayan Bengkel PNS Wiraswasta
Gambar 3-11 Komposisi penduduk menurut pekerjaan Sumber: Data hasil wawancara
28
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
3.3.2.1. Sumber-Sumber Pendapatan dan Mata Pencaharian Aktivitas mata pencaharian pesisir warga Lakessi terdiri atas (1) Nelayan-Tangkap, (2) Penjual Ikan Eceran, (3) Pembuat Ikan Kering/Asin, (4) Pembuatan Abon Ikan dan (5) Pembudidaya Ikan. Seluruhnya berjumlah 156 orang. Berturut-turut jumlah pelaku kegiatan tersebut adalah 45 orang, 80 orang, 11 orang, 10 orang dan 10 orang. Selain lima kegiatan tersebut, masih terdapat satu kegiatan yang biasa dilakukan di Kelurahan Lakessi, yakni pengepulan ikan. Terdapat 10 orang pengepul ikan di pasar Lakessi. Tetapi, ke-10 pengepul ini bukan warga Lakessi. Dari segi jumlah, di sektor pesisir, Kelurahan Lakessi adalah sebuah kelurahan jasa penjualan ikan. Dari 5 (lima) kegiatan pesisir, 51% warganya adalah penjual ikan. 6% 7%
29%
7%
51%
Pembudidaya ikan Pembuat abon ikan Pengeringan ikan Penjual ikan Nelayan tangkap
Gambar 3-12 Komposisi nelayan menurut jenis kegiatan Sumber: Wawancara dan data Profil Kelurahan Lakessi, 2013
Kecuali untuk kegiatan ke-5, berikut ini rincian kegiatan-kegiatan tersebut. Nelayan Tangkap Dari jumlah 45 orang nelayan tangkap di kelurahan lakessi adalah nelayan pancing dan jaring. Jumlahnya 38:7. 38 (tigapuluh delapan) orang memakai pancing dan 7 (tujuh) orang memakai jaring. Alat pancing yang dipakai adalah pancing biasa dan pancing rawai dasar. Keduanya oleh nelayan dipakai secara bergantian, kadang juga bersamaan. Sedang untuk jaring, jenis jaring yang dipakai adalah Jaring Insang Tetap (JIT). Jaring ini dipakai oleh ke-7 orang nelayan tersebut. Untuk jenis perahu, ke-45 orang nelayan tersebut juga memakai perahu yang sama, yakni berukuran panjang 8-9 meter, lebar 1 meter, dilengkapi mesin penggerak berdaya 5,5 hingga 12 PK.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
29
Gambar 3-13 Variasi perahu operasional nelayan Lakessi. Foto: Dokumentasi survei
Gambar 3-14 Ilustrasi cara kerja Jaring Insang Tetap Sumber: http://www.miseagrant.umich.edu/wp-content/blogs.dir/1/files/2012/07/gill-net-outline.jpg
Intensitas kegiatan penangkapan nelayan di kelurahan ini, baik pemancing maupun penjaring, bergantung pada kondisi musim. Kegiatan penangkapan memuncak di bulan Mei hingga Juni. Karena pada bulan-bulan itu kondisi cuaca mendukung, para nelayan biasa menangkap hingga ke perairan kabupaten Barru. Sebaliknya, pada bulan Desember sampai Maret, sebab cuaca buruk daerah operasi terjauh nelayan biasanya hanya di kawasan Ujung Lero, kabupaten Pinrang, atau bahkan tidak melaut sama sekali. Pada masa cuaca buruk dalam sebulan nelayan rata-rata hanya melaut 15 kali.
30
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
(hari) 30 25 20 15 10 5
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Gambar 3-15 Ilustrasi intensitas kegiatan tangkap nelayan Lakessi menurut bulan. Sumber: Diolah dari data hasil wawancara
Penjual ikan eceran Para penjual ikan eceran adalah anak buah para bos atau pengepul ikan. Mereka berjualan di lapaklapak yang ada di pasar Lakessi yang letaknya berbatasan langsung dengan kelurahan Lakessi. Para penjual eceran bertugas menyalurkan ikan milik para bos/pengumpul. Mereka memperoleh pendapatan melalui sistem komisi (persenan) menurut jumlah ikan yang terjual. Selain di pasar Lakessi, para penjual ikan eceran juga berjualan di pasar Senggol yang letaknya sekitar 5-10 menit dengan sepeda motor dari Lakessi. Pada pagi hingga siang hari mereka berjualan di pasar Lakessi, pada sore hingga malam hari mereka berjualan di pasar Senggol. Hasil wawancara dengan Yunus, petugas PPL Lakessi, diketahui bahwa pelaku kegiatan di kelurahan ini berjumlah 80 orang, mereka terdiri atas atas perempuan dan laki-laki. (Jumlah perempuan atau laki-laki di antara 80 orang tersebut tidak diketahui). Dengan jumlah tersebut profesi ini mendominasi jumlah nelayan di kelurahan ini; menempati 51% jumlah masyarakat pelaku kegiatan pesisir. Pengecer ikan di pasar Lakessi sendiri tidak hanya berasal dari warga Kelurahan Lakessi, tetapi juga dari Kelurahan Watang Soreang dan Kampung Pisang. Juga dari Ujung Lero (Kab. Pinrang). Pengecer dari tiga kelurahan yang berdekatan tersebut umumnya menjual ikan basah. Sedangkan yang dari Ujung Lero kebanyakan menjual ikan asap dan ikan kering.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
31
a
Foto: Dokumentasi Survei
b
c
Gambar 3-16 (a): Suasana di pasar Lakessi di blok Ikan dan Daging pada siang hari. (b): Suasana lapak-lapak penjualan ikan di pasar Senggol pada siang hari. Pasar Senggol mulai buka sekitar jam 4 sore. (c): Suasana Blok Ikan di sekitar Gerbang Belakang Pasar Lakessi
...Hasil wawancara dengan salah satu petugas PPL, diketahui bahwa penjual ikan eceran di Lakessi berjumlah 80 orang (perempuan/laki-laki) 32
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Lapak atau kios yang ditempati oleh para penjual eceran bukan lapak yang mereka sewa sendiri dari pengelola pasar, tetapi disewa oleh para pengepul. Kadang-kadang para pengecer menjajakan ikannya bukan di lapak pasar tetapi di atas meja yang dijejer di pinggir jalan. Pembuat Abon ikan Di kelurahan ini terdapat satu kelompok pembuat abon ikan, yakni kelompok Wanita Nelayan “Kartini”. Kelompok ini rata-rata memproduksi 60 kg abon ikan dalam satu bulan. Kelompok ini masih dalam tahap pemula. Pengepul ikan Para pengepul dapat pula disebut sebagai juragan ikan. Kegiatan mereka adalah berdagang ikan dengan posisi yang mirip perusahaan grosir dalam rantai pasar. Pengepul membeli ikan-ikan tangkapan nelayan-nelayan setempat, baik nelayan dari Watang Soreang, Lakessi maupun Kampung Pisang untuk dijual kembali. Dalam proses penjualan-kembali ini pengepul mempekerjakan beberapa orang sebagai karyawan yang tugasnya menunggui ikan di lapaklapak pasar. Dapat dikatakan bahwa keberadaan para pengepul-lah yang menyebabkan pelaku profesi penjual ikan eceran di Kampung Pisang menjadi lebih banyak. Tidak hanya berdagang ikan, pengepul juga berfungsi sebagai ‘ayah-asuh’ atau patron bagi para nelayan. Jika nelayan butuh tambahan modal, mereka meminjam ke pengepul. Piutang pengepul kemudian diangsur oleh nelayan dari hasil penjualan ikan ke pengepul bersangkutan. Inilah sebabnya mengapa para pengepul disebut juga ‘bos’ oleh para nelayan. Dari wawancara yang dilakukan, di kelurahan ini terdapat 10 orang pengepul. Tetapi, ke-10 pengepul ini bukan warga Lakessi. Mereka adalah orang-orang dari luar Lakessi yang melakukan aktivitas perdagangan di pasar Lakessi dan PPI Cempae dan mempekerjakan orang-orang dari kelurahan Watang Soreang, Kampung pisang dan Lakessi. Kontribusi mereka terhadap roda perekonomian perikanan di ketiga kelurahan cukup besar mengingat besarnya omzet usaha mereka yang bisa mencapai Rp 1 milyar pe orang dalam sebulan. Di antara para pengepul tercipta dengan sendirinya mekanisme bahwa setiap pengepul hanya fokus pada satu jenis ikan. Pengepul A misalnya hanya membeli ikan Layang, pengepul B khusus membeli ikan Bandeng, dan hanya pengepul C yang membeli campuran jenis ikan. Di antara keempat pengepul, pengepul bernama H. Azis dapat dikatakan paling populer di antara nelayan dan penjual ikan eceran di Kampung Pisang dan Lakessi. Pengepul membeli ikan nelayan dengan cara memborongnya dengan memotong 10 sampai 20% dari taksiran harga ikan. Harga jualkembali ikan bisa menjadi lebih tinggi dari harga pembelian pertama tersebut.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
33
Harga ikan yang berlaku umum di Pasar Lakessi, dalam jual-beli antara nelayan dan bos adalah sebagai berikut. Tabel 3-9 Harga rata-rata Ikan Baronang, Layang dan Katamba dalam transaksi antara nelayan dengan pengepul di Pasar Lakessi
No. 01. 02. 03. 04.
Jenis Ikan Baronang Katamba Layang Kakap
Satuan per 25 kilogram per kilogram per ekor per ekor
Harga (Rp) 15-25 ribu 35 ribu 300-400 ribu 15-35 ribu
Sumber: Wawancara survei
3.3.2.2. Nilai Rata-rata Pendapatan Nelayan Dari kelima bidang kegiatan di atas, dari survei/wawancara yang dilakukan hanya diperoleh data pasti tentang rata-rata pendapatan pada dua bidang kegiatan pertama; Nelayan Tangkap dan Penjual Ikan Eceran. Untuk pembuat abon ikan hanya diperoleh perkiraan Rp 200.000,- per bulan dengan mengacu pada harga abon ikan di pasaran. Sedang untuk nilai pendapatan Pembuat Ikan Kering dan Pembudidaya Ikan sama sekali tidak diperoleh informasi. Untuk pekerjaan pengepul ikan, di samping bahwa juga tidak diperoleh informasi mengenai nilai penghasilan mereka sebab sikap terutup mereka tentang hal ini, nilai pendapatan mereka akan diabaikan dalam rataan berikut karena ke-10 pengepul di pasar Lakessi bukan warga Lakessi. Untuk nelayan-tangkap, diperoleh informasi nilai rata-rata pendapatan berkisar Rp 1.000.000,sampai 1.500.000,- per bulan. Rataan tersebut juga berlaku untuk penjual pengecer. Berikut ini adalah komposisi pendapatan warga pesisir Lakessi, 6% 7% 7%
Gambar 3-17 Nilai pendapatan nelayan menurut bidang kegiatan
80%
Sumber: Diolah dari hasil wawancara
Pembudidaya ikan (unknown) Pembuat abon ikan (Rp.200 rb) Pembuat ikan kering (unknown) Nelayan tangkap dan Penjual ikan (Rp. 1-1,5 jt)
34
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
3.3.2.3. Sarana dan Prasarana Pendukung Perekonomian Masyarakat Nelayan Secara umum, sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan kenelayanan, tersedia dengan baik di kelurahan Lakessi. Keadaan tersebut dimungkinkan sebab kelurahan ini adalah bagian dari kota Pare-pare yang merupakan kota niaga dan jasa. Sementara itu, kelurahan Lakessi sendiri dapat dikatakan sebagai kelurahan dengan fasilitas niaga dan jasa terlengkap di Parepare. Prasarana umum seperti listrik, akses jalan, air bersih (PDAM) dan jaringan komunikasi dan informasi tersedia memadai di kelurahan ini. Kelurahan ini salah-satunya dilintasi oleh jalan pantai
Foto: Dokumentasi Survei
selebar 6 meter dengan pengerasan aspal dan beton.
Gambar 3-18 Pabrik es di kompleks PPI Cempae di kelurahan Watang Soreang
Selain sarana tersebut, nelayan di kelurahan ini juga didukung sarana bangunan pasar, pabrik es dan fasilitas Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN). Di kelurahan ini terdapat Pasar Sentral Lakessi, sejumlah bank, dan beberapa buah toko alat pertanian dan nelayan yang bahkan melayani kebutuhan para nelayan dari kabupaten Barru dan Pinrang.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
35
Foto: Dokumentasi Survei
Gambar 3-19 Stasiun Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN) dalam kompleks PPI Cempae
Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, sebab SPDN di PPI Cempae sampai saat ini belum beroperasi, nelayan Lakessi masih mengandalkan SPBU sebagai tempat pengambilan bahan bakar. Selain membeli BBM yang dijual eceran di kios-kios, nelayan Lakessi biasanya membeli
Foto: Dokumentasi Survei
langsung di SPBU “Ujung Bulu’” yang terletak sekitar 10 menit berkendara dari Lakessi.
Gambar 3-20 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum “Ujung Bulu”
36
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Untuk pabrik es, Terdapat dua buah pabrik es di kelurahan ini. Keduanya adalah milik perorangan, yakni pabrik es milik Bang Li, dan pabrik es “Rismadi”. Pabrik es Bang Li terletak di samping kantor kelurahan Labukkang, dan pabrik es Rismadi terletak di Jalan Lasinrang. Nelayan di kelurahan Lakessi dengan demikian sangat berkecukupan es. Mereka didukung oleh tiga unit pabrik es.
Foto: Dokumentasi Survei
Pabrik es yang terdapat di kompleks PPI Cempae dan dua pabrik es tersebut.
Gambar 3-21 Atas: Pabrik Es “Rismadi” di jalan Lasinrang, kelurahan Lakessi. Bawah: Salah seorang penjual ikan eceran di pasar sentral Lakessi baru saja membeli es di pabrik es Bang Li.
Sedangkan untuk pasar, di kelurahan ini terdapat Pasar Sentral Lakessi, pasar terbesar di kota Pare-pare. Pasar ini merupakan pasar tujuan utama hasil perikanan di kota Parepare. Tidak hanya
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
37
memenuhi kebutuhan ikan warga kota Pare-pare, pasar ini juga (selain dermaga PPI Cempae) menjadi terminal pengiriman ikan tangkapan nelayan Pare-pare ke daerah di luar Pare-pare seperti kabupaten Sidendereng Rappang, Enrekang, Wajo dan Toraja. Dari wawacara yang dilakukan, di pasar ini terdapat sekurangnya 10 orang pengepul ikan, di mana empat di antaranya secara rutin mengirim ikan kepulannya ke kabupaten-kabupaten tersebut. Saat ini bangunan pasar Lakessi
Foto: Dokumentasi Survei
baru ditempati kembali setelah direnovasi.
Gambar 3-22 Kondisi pasar Sentral Lakessi yang baru selesai direnovasi. Atas dan Tengah: Fasilitas di bangunan utama pasar. Bawah: Fasilitas untuk penjual ikan
38
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Selain pabrik es dan bangunan pasar, nelayan Lakessi juga didukung oleh beberapa kantor bank dan pegadaian. Namun, berdasar hasil wawancara, sampai saat ini para nelayan Lakessi lebih suka meminjam uang ke para pengepul. Hal ini disebabkan mudahnya proses peminjaman ke pengepul dibanding ke bank atau menggadaikan barang di pegadaian. Meminjam uang ke pengepul hanya bermodal kepercayaan; tidak butuh agunan atau barang yang harus digadaikan. Juga tidak ada proses administrasi yang harus dilalui lebih dulu. 3.3.2.4. Pengolahan Hasil-hasil Perikanan Di kelurahan ini terdapat dua jenis kegiatan pengolahan ikan, yakni pembuatan ikan kering dan pembuatan abon ikan. Pelaku kegiatan ini adalah, terutama yang kedua, para ibu-ibu/perempuan. Kegiatan membuat ikan kering di kelurahan ini dapat dikatakan sudah menjadi tradisi. Setiap istri nelayan melakukannya, terutama ketika ada sisa ikan tangkapan suami yang tidak terjual. Kegiatan ini kemudian perlahan-lahan berkembang menjadi kegiatan ekonomi, atau bergeser dari sekedar dibuat untuk kebutuhan rumah tangga, menjadi ‘diproduksi’. Tetapi untuk ukuran produksi, untuk kalangan warga Lakessi sendiri kegiatan pembuatan ikan kering masih terbilang kecil. Produksi dalam skala besar dilakukan oleh para pengepul. Petakpetak penjemuran ikan yang mudah dijumpai di pasar Lakessi adalah milik para punggawa yang tidak satupun di antaranya warga Kelurahan Lakessi. Demikian pula ikan-ikan kering yang dijual di lapak-lapak pasar Lakessi, jika bukan milik penggawa/pengepul, maka kemungkinan besar
Foto: Dokumentasi Survei
berasal dari Ujung Lero, Kabupaten Pinrang.
Gambar 3-23 Salah satu talam pengeringan ikan milik warga Watang Soreang di pasar Lakessi
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
39
Sedang untuk kegiatan pembuatan abon ikan, di kelurahan ini baru terdapat satu kelompok pembuat abon ikan, yakni kelompok Wanita Nelayan “Kartini”. Produktivitas kelompok ini belum terbilang besar, yakni rata-rata hanya memproduksi 60 kg abon ikan dalam satu bulan. Dari wawancara yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa ibu-ibu rumah tangga di kelurahan ini sesungguhnya ingin punya usaha. Hanya saja mereka tidak memiliki keterampilan dan terutama tidak memiliki modal usaha.
3.3.2.5. Aspek Pasar dan Pemasaran Hasil-hasil Produk dan Kegiatan Perekonomian Pesisir Lainnya Di kelurahan Lakessi terdapat salah satu pasar terbesar di Kota Parepare, Pasar Sentral Lakessi, baik dari dari segi besaran transaksi maupun ukuran bangunannya. Pasar ini sekaligus menjadi pasar ikan utama. Pasar ini menjadi pusat distribusi ikan-ikan dari Parepare ke kabupaten lain seperti Enrekang dan Tana Toraja dikirim. Di pasar ini terdapat 10 orang pengepul yang membeli ikanikan tangkapan nelayan setiap hari, baik yang berasal dari Lakessi dan sekitarnya atau dari dalam kota Pare-pare maupun yang berasal dari luar Parepare. Selain Pasar Lakessi, terdapat satu lagi pasar yang menyerap ikan-ikan tangkapan yakni Pasar Senggol yang berjarak sekitar 5-10 menit dari Lakessi. Pasar ini buka pada sore hari dan tutup sekitar pukul 10 malam. Sumber ikan di pasar ini sama dengan sumber ikan di pasar Lakessi, yakni berasal dari para pengepul yang membeli ikan di dermaga PPI Cempae dan di pasar Lakessi. Para penjual ikan di pasar ini adalah anak buah para pengepul yang juga menjual di pasar Lakessi. Setelah pasar Lakessi tutup, sebagian pengecer melanjutkan menjual ikan dengan berpindah ke
Foto: Dokumentasi Survei
lapak-lapak di pasar Senggol.
Gambar 3-24 Suasana blok penjual ikan di pasar Senggol
40
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Dari sisi daya serap pasar, berdasar survei yang dilakukan, untuk produk ikan segar, produk perikanan nelayan Lakessi dapat dikatakan selalu terserap habis oleh pasar. Kesepuluh pengepul yang melakukan transaksi dagang di pasar Lakessi dan dermaga PPI Cempae bahkan tidak hanya membeli ikan-ikan tangkapan dari nelayan setempat (nelayan dari Soreang dan Lakessi), tetapi juga membeli ikan-ikan yang berasal dari kapal-kapal luar. Daya serap produk perikanan di kelurahan Lakessi, dengan demikian, berarti melampaui volume produksi perikanan para nelayan
Foto: Dokumentasi Survei
setempat. Daya serap pasar lebih besar dari produksi lokal.
Gambar 3-25 Dermaga dan Stasiun Registrasi Ikan di PPI Cempae
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
41
Dan jika ditinjau dari segi harga, kondisi pemasaran ikan di kelurahan Lakessi juga terbilang baik. Sebagaimana keterangan yajg diperoleh dari para responden, tidak ada selisih harga yang dirasa mencolok di antara tingkatan-tingkatan pasar dalam pemasaran produk perikanan di kelurahan Lakessi, baik itu untuk ikan segar maupun ikan kering. Secara umum, ada empat komponen pelaku pemasaran yang terkait dalam pemasaran produk perikanan di kelurahan Lakessi. Nelayan-tangkap, pengepul dan penjual ikan eceran. Ketiga komponen ini secara alamiah membentuk struktur dan mekanismenya sendiri, tanpa intervensi negara (pemerintah) atau korporasi besar. Proses perdagangannya adalah, (1) nelayan-nelayan menjual ikannya ke pengepul. Selanjutnya, (2) pengepul membagikan ikannya ke anak buahnya, yakni para penjual ikan eceran. Penjual ikan eceran sendiri terbagi ke dalam dua jenis. Penjual ikan eceran yang merupakan anak buah para pengepul dan penjual ikan eceran mandiri, yakni penjual ikan yang membeli ikan dari pengepul dan menjualnya kembali. Selanjutnya, (3), interaksi antara penjual ikan eceran dengan para pembeli setempat.
Pembeli
1= Pasar lokal; pengecer anak buah pengepul 2= Pasar lokal; pengecer mandiri/perseorangan 3= Pasar luar kota
Pengumpul
1
Pengecer
2 Pengecer
3 Pengecer
Pembeli
Pembeli
Pembeli
Gambar 3-26 Alur Pemasaran Ikan di Kelurahan Lakessi Sumber: Hasil wawancara
Selain di dukung oleh fasilitas pemasaran yang ada di kelurahan Lakessi sendiri, untuk produk olahan abon ikan, produk perikanan kelurahan Lakessi juga didukung oleh fasilitas pemasaran yang tersedia cukup banyak di kelurahan lain di kota Pare-pare, yakni toko-toko dan outlet toko
42
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
retail. Di jalan Bau Massepe, bagian kelurahan Labukkang, terdapat dua outlet toko retail yang menjadi tempat belanja favorit warga kota Pare-pare yakni toko “Sejahtera” dan toko “Cahaya Ujung”. Sampai saat ini kedua toko tersebut belum menerima suplai barang dari usahawan atau produsen lokal. Padahal, seperti dituturkan oleh sales manager toko Cahaya Ujung, toko ini menerima produk makanan lokal, selama produk tersebut memenuhi syarat-syarat standar produk makanan seperti memiliki izin dari Departemen Kesehatan, memiliki kemasan dan label
Foto: Dokumentasi Survei
yang memenuhi standar.
Gambar 3-27 Atas: Bangunan Toko “Sejahtera” di jalan Bau Massepe. Bawah: Pajangan Abon Daging Sapi “Roas” di Toko Cahaya Ujung. Produk abon ini adalah satu-satunya produk abon di toko Cahaya Ujung. Produk ini diproduksi di Makassar.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
43
3.3.3. Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Dari segi tingkat pendidikan, komposisi warga kelurahan Lakessi didominasi oleh tamatan SMA. Kemudian disusul tamatan SD, dan SMP. Jumlah warga yang tidak tamat SD di kelurahan ini cukup tinggi, yakni sebanyak 225 orang atau 19,9% dari jumlah penduduk. Tabel 3-10 Distribusi Penduduk Kelurahan Lakessi menurut Tingkat Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
01
Tidak tamat SD
255
02
Tamat SD/Sederajat
297
03
Tamat SMP/Sederajat
147
04
Tamat SMA/Sederajat
332
05
Diploma
35
06
Sarjana
5
07
Pendidikan Keterampilan
86
TOTAL
1157
Sumber: Profil Kelurahan Lakessi 2013
Dari pengumpulan data yang dilakukan, tidak diperoleh data mengenai tingkat kesehatan warga kelurahan Lakessi. Hanya diperoleh data tentang ketersediaan layanan medis di kelurahan ini; jumlah sarana kesehatan, dokter dan tenaga medis lainnya. Di kelurahan ini terdapat 3 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 3 dukun bayi terlatih, 10 orang bidan, 1 unit rumah sakit bersalin dan 1 unit puskesmas. Tabel 3-11 Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kelurahan Lakessi No.
Fasilitas dan Tenaga Kesehatan
Jumlah
01.
Rumah Sakit Bersalin
1
02.
Puskesmas
1
03.
Tempat Praktek Dokter
1
04.
Tempat Praktek Bidan
1
05.
Posyandu
1
06.
Apotik
1
07.
Pelayanan KB
1
08.
Dokter
3
09.
Dokter Gigi
1
10.
Bidan
10
11.
Petugas Sanitasi
1
12.
Dukun Bayi Terlatih
3
Sumber: Profil Kelurahan Lakessi 2013
Data dari Profil Kelurahan tersebut sedikit berbeda dengan data yang diperoleh dari survei di Puskemas Lakessi. Jika merujuk keterangan salah seorang petugas administrasi di Puskemas ini, dokter di Lakessi sedikitnya berjumlah 6 orang. Ke-6 orang dokter tersebut adalah jumlah dokter yang bertugas di Puskemas ini. Saat ini, dari ke-6 dokter tersebut, hanya 2 di antaranya yang aktif berdinas. “4 yang lain sedang sekolah. Ambil spesialis,” tutur petugas administrasi tersebut.
44
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Foto: Dokumentasi Survei
Gambar 3-28 Papan Fasilitas Layanan di Puskesmas Lakessi
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
45
3.3.4. Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial Secara umum, Fasilitas Umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos) tersedia cukup lengkap di kelurahan ini. Untuk Fasilitas Umum (seperti disebutkan pada bagian b.3.), baik prasarana jalan, listrik, air bersih (PDAM) maupun prasarana komunikasi dan informasi tersedia di kelurahan ini. Demikian pula untuk Fasos seperti puskemas, sekolah, tempat ibadah dan tempat perbelanjaan. Kelurahan Lakessi (seperti dipaparkan pada bagian a) adalah sebuah kelurahaan perkotaan. Kelurahan ini adalah salah satu wilayah terpadat di kota Pare-pare dan merupakan kelurahan dengan fasilitas jasa dan niaga terlengkap di kota ini. Untuk fasilitas peribadatan, selain sejumlah mesjid, di kelurahan ini terdapat satu buah gereja. Dalam kompleks gereja ini juga terdapat bangunan sekolah TK, SD, dan SMP yang dikelola oleh yayasan pengurus gereja. Fasilitas serupa juga disediakan oleh salah satu mesjid di kelurahan ini, Mesjid Taqwa. Yayasan pengurus Mesjid Taqwa juga membina sekolah dalam berbagai tingkatan. Di antaranya adalah madrasah Aliyah (SMA), Tsanawiyah (SMP), Ibtidaiyah (SMA) dan Diniyah (pendidikan luar sekolah setara SD).
Gambar 3-29 Atas: Bangunan mesjid “Taqwa” di jalan Lasinrang. Bawah: Bangunan Gereja Toraja, terletak berhadapan dengan kantor Kelurahan Lakessi.
46
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Untuk urusan administrasi pemerintahan, kelurahan ini ditunjang oleh fasilitas kantor kelurahan. Bangunan kantor kelurahan di kelurahan ini terletak di tengah-tengah kelurahan Lakessi, tepat bersebelahan dengan bangunan Puskesmas dan berhadapan dengan sebuah bagunan gereja. Bangunan kantor kelurahan Lakessi berdiri dengan luas sekitar 2000 m2 dengan dua lantai. Saat ini bangunan kantor kelurahan ini masih dalam tahap perampuangan tetapi sudah ditempati. Sedang untuk fasilitas umum terkait aktivitas perekonomianini terdapat pasar yang merupakan pasar terbesar di kota Pare-pare, beberapa buah bank, kantor pegadaian, serta toko-toko alat
Foto: Dokumentasi Survei
pertanian dan nelayan terlengkap di kota Pare-pare.
Gambar 3-30 Kantor Kelurahan Lakessi
Dan untuk fasilitas kesehatan, di kelurahan ini terdapat satu unit puskesmas dengan fasilitas yang cukup lengkap. Puskesmas ini di antaranya menyediakan layanan Ambulance, Unit Gawat Dadurat, Rawat Inap, Klinik Umum dan Gigi, dan Persalinan. Bangunan Puskemas ini sendiri cukup besar, yakni berlantai dua dengan luas kurang lebih 6000 m2 di atas lahan seluas kurang-lebih 8000 m2.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
47
Gambar 3-31 Atas: Bangunan Puskesmas Lakessi tampak depan. Tengah: Bangunan Puskesmas Lakessi tampak dari belakang. Bawah: Ruang tunggu periksa Puskesmas Lakessi.
48
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
3.3.5. Peran Perempuan dalam Masyarakat Peran perempuan di kelurahan Lakessi terbilang masih minim. Di sektor ekonomi atau mata pencaharian, perempuan hanya terlibat di satu bidang pekerjaan dari empat bidang pekerjaan berdomain pesisir yang ada. Itupun dalam jumlah yang kecil, dan dalam rasio pendapatan (dibanding pendapatan suami) yang juga masih sangat kecil. Hal serupa tampak pula di ranah bidang sosial-budaya dan politik. Di ranah sosial-budaya, perempuan di kelurahan ini masih berperan pada posisi sekunder dalam hubungannya dengan peran laki-laki. Hal ini misalnya sangat terlihat di tingkatan rumah tangga. Di rumah tangga, pembagian tugas antara sektor produktif dan bidang domestik (bahwa laki-laki bertanggung jawab di sektor produktif dan perempuan/istri bertanggung jawab di sektor domestik), dapat dikatakan masih berlaku sepenuhnya. Demikian pula, berdasar wawancara dengan beberapa responden, pandangan bahwa perempuan berada di posisi ‘sekunder’ dalam hubungannya dengan peran laki-laki masih berlaku umum. Di ranah politik, tingkat partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan di kelurahan masih terbilang kecil. Proses pengambilan keputusan masih didominasi oleh laki-laki. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh salah seorang staf kelurahan. Menurut staf tersebut, peserta rapat Musrenbang misalnya masih didominasi oleh laki-laki. Demikian pula program-program yang sifatnya sensitive-gender masih terbilang sangat minim, untuk tidak mengatakannya belum ada. Lebih jauh mengenai peran perempuan di ranah politik, peran atau partisipasi perempuan dapat dikatakan mengalami gejala split. Di satu sisi, tidak sedikit posisi penting diisi oleh perempuan, seperti tampak misalnya dalam rasio jumlah PNS Laki-laki dan Perempuan. Tetapi, di saat yang sama partisipasi perempuan dalam mengambil keputusan (seperti terlihat dari keterangan mengenai rapat Musrenbang tersebut), masih terbilang rendah. Berlaku gejala bahwa di lapisan masyarakat yang relatif berpendidikan baik, relasi antara perempuan dan laki-laki berlangsung relatif seimbang, sementara di lapisan yang tingkat pendidikannya belum baik relasi antara perempuan dan laki-laki masih condong pada pola lama. Gejala split tersebut dipertegas oleh sikap responden pada umumnya. Yakni bersifat permisif terhadap kemungkinan bertambahnya peran perempuan di berbagai ranah, tidak kecuali di ranah politik. Tetapi, bersama dengan itu pula, tugas-tugas domestik dipandang sebagai tetap merupakan tugas perempuan.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
49
3.3.6. Program-program Pemerintahan dan Kegiatan Masyarakat di Bidang Kelautan dan Perikanan Hanya ada satu program di bidang kelautan dan pesisir yang pernah masuk di kelurahan ini, yakni program PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan). Tahun ini program ini menyalurkan bantuan peralatan tangkap dan perahu kepada 11 orang nelayan anggota kelompok “Kuda Laut”. Peralatan yang diadakan untuk nelayan dalam program ini, berdasar wawancara dengan anggotaanggota kelompok ini, adalah 1 unit Genset berkapasitas 1200 watt, 11 unit perahu dengan panjang 8 meter dan lebar 1 meter; 7 unit mesin kapasitas 9 PK, 1 unit 5 PK, 1 unit 7 PK dan 2 unit 12 PK. Kelompok ini juga menerima 9 unit gabus/box ikan, 9 buah jangkar perahu, 9 utas tali 3 kg dan 9 unit Termos kapasitas 20 liter.
Nelayan anggota kelompok “Kuda Laut” sedang menunggui perahu mereka 50
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Gambar3-32 Perahu-perahu dari program PUMP
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
51
52
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Keempat
Rekomendasi Berdasarkan uraian dalam bab sebelumnya diketahui beberapa peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki masyarakat nelayan kelurahan Lakessi. Dengan demikian isu strategis yang dihadapi oleh masyarakat nelayan kelurahan Lakessi juga dapat dilihat berdasarkan matriks analisis SWOT dengan model Kearns sebagaimana berikut. Tabel 4-1 Matriks SWOT Pengembangan Kegiatan Ekonomi Pesisir Kelurahan Lakessi
Faktor Internal
KEKUATAN (Strength-S) 1. Adanya keinginan masyarakat untuk maju/ berkembang 2. Fasilitas penunjang (sarana dan pra-sarana) kegiatan perekonomian tersedia lengkap 3. Sistem Sosial masyarakat (termasuk organisasi kerja dan
KELEMAHAN (Weaknesses-W) 1. Pendapatan Nelayan (kepala keluarga nelayan) fluktuatif 2. Nelayan belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai cara mengakses modal atau bantuan 3. Posisi tawar nelayan yang lemah dalam struktur pasar
sistem gender) sudah lebih terbuka/setara 4. Partisipasi perempuan di bidang ekonomi masih rendah 5. Skill/keterampilan usaha perempuan masih sangat rendah 6. Pengembangan usaha perempuan terkendala modal dan peralatan 7. Perempuan kekurangan pengetahuan untuk mengakses sumber modal atau sumber bantuan 8. Ruang pasar yang ada belum
Faktor Eksternal
dimanfaatkan (belum ada keterampilan pemasaran)
53
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
53
PELUANG (OPORTUNITY) 1 Adanya berbagai pihak yang dapat memberikan input keterampilan untuk berbagai bidang keterampilan usaha 2. Ruang pemasaran produk terbuka lebar 3. Dukungan pemerintah
STRATEGI SO 1 Pelatihan menyeluruh
STRATEGI WO 1 Mendorong peningkatan peran
mengenai keterampilan
perempuan di sektor ekonomi
usaha bagi para perempuan,
untuk menutupi fluktuasi
yakni meliputi (i) pelatihan
pendapatan suami/nelayan.
keterampilan pengelolaan produk, (ii) pelatihan
2 Mengajukan proposal bantuan
manajemen kelompok, (iii)
kepada pemerintah dan
manajemen keuangan, (iv)
pihak-pihak terkait untuk
pelatihan keterampilan
mendapatkan bantuan modal
pemasaran, (v) prosedur
dan peralatan.
4. Ada sumber-sumber
pengurusan izin produk, (vi)
modal yang dapat
pelatihan mengenai standar
diakses/dimanfaatkan
higienitas produk, dan (vii)
(peningkatan skill) usaha, baik
pelatihan pengemasan
untuk para nelayan maupun
produk dan penyadaran
para perempuan.
3 Pelatihan keterampilan
mengenai pentingnya kemasan yang baik 2 Pembentukan kelompok usaha Perempuan 3 Pendampingan usaha kelompok perempuan, utamanya pendampingan pemasaran dan manajemen kelompok
4 Pembentukan koperasi nelayan serta pendampingan pemasaran dan manajemen organisasi untuk membuka alternatif jalur pemasaran (selain melalui. punggawa/ pengepul) 5 Pelatihan mengenai cara/ prosedur dan pendampingan peng-akses-an modal.
54
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
ANCAMAN (Threats) 1. Persaingan dengan produk
STRATEGI ST STRATEGI WT 1. Ketidakpastian suplai bahan 1. Melakukan perluasan
yang sama dari tempat lain 2. Adanya kemungkinan
baku
jaringan suplai bahan baku produk dengan
2. Melakukan diversifikasi
ketidakberlanjutan kegiatan
produk dan perluasan ruang
usaha/produksi
pemasaran
3. Bahan baku produk olahan
3. Pendampingan pemasaran
(untuk abon ikan) yang
untuk memastikan ruang
berada di luar Kota Parepare
dan jalur pemasaran bagi produk kelompok
membangun komunikasi dengan berbagai pihak 2. Membuka ruang pemasaran yang belum dijangkau oleh produsen yang lain 3. Menjajaki kemungkinan adanya suplai bahan baku dari sumber lokal 4. Membuat sistem stocking untuk bahan baku
Dari tabulasi di atas, isu-isu dan permasalahan kegiatan ekonomi pesisir masyarakat Lakessi dapat diringkas ke dalam 2 (dua) isu utama sebagai berikut. 1. Pendapatan nelayan-tangkap yang tidak menentu Pendapatan nelayan tidak menentu sepanjang tahun. Faktor penyebabnya adalah kondisi cuaca. Cuaca cerah dapat berarti berarti baik sekaligus buruk bagi nelayan. Cuaca cerah memungkinkan nelayan untuk melaut lebih lama dan lebih sering dan dengan demikian mereka dapat memperoleh jumlah tangkapan yang besar. Tetapi jumlah tangkapan besar juga dapat berarti jatuhnya harga ikan dipasaran sebab besarnya penawaran (demand).
2. Masih minimnya peran perempuan Pendapatan perempuan masih sangat minim, sementara perempuan memiliki potensi yang cukup besar untuk produktif secara ekonomi. Minimnya peran perempuan, secara lebih spesifik terdiri atas faktor-faktor berikut: - Masih sangat minimnya keterampilan berusaha. Minimnya keterampilan tersebut baik itu keterampilan dari segi (2.1.1) pengolahan produk, (2.1.2) pemasaran, (2.1.3) pembuatan kemasan, (2.1.4) tata-kelola organisasi/kelompok, (2.1.5) cara pembukuan dan pengelolaan keuangan. - Belum adanya infrastruktur pendukung usaha perempuan, terutama alat-alat kegiatan usaha/produksi. - Belum adanya modal usaha.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
55
Desain Strategi Dari temuan tersebut, sebagai strategi penyelesaian masalah disarankan program Pemberdayaan Ekonomi bagi Perempuan. Outcome dari program tersebut adalah masalah pendapatan nelayan yang fluktuatif dapat diatasi, sekaligus mengurangi tingkat ketergantungan-langsung masyarakat terhadap sumberdaya alam (yang merupakan ciri masyarakat perdesaan). Demikian pula, keberdayaan perempuan secara ekonomi diharapkan tidak hanya meningkatkan income rumah tangga nelayan, tetapi juga diharapkan dapat menstabilkan income tersebut serta mendorong keberdayaan perempuan pada sektor-sektor yang lain; ekonomi, politik, sosial dan budaya. Program pemberdayaan ekonomi bagi perempuan dijalankan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Pembentukan kelompok usaha dan pelatihan wirausaha perempuan Setelah kelompok usaha dibentuk, pelatihan yang dilakukan sekurang-kurangnya mencakup aspek-aspek yang disebutkan pada poin 2 di atas, yakni (1) Pelatihan pengolahan produk, (2) Pelatihan pemasaran, (3) Pelatihan pembuatan kemasan, (4) Pelatihan tata-kelola organisasi/ kelompok, (5) Pelatihan pembukuan dan pengelolaan keuangan.
2. Kegiatan pendampingan perluasan ruang pemasaran (akses pasar) Kegiatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa produktivitas sebuah kelompok usaha tidak akan berarti apa jika tidak tersedia ruang pemasaran yang cukup untuk menampung produk tersebut, atau sebaliknya; adanya ruang pasar atau akses ke ruang pasar dengan sendirinya akan membuat para pelaku usaha mengisi peluang tersebut.
3. Pendampingan manajemen usaha Kegiatan pendampingan adalah sesuatu yang mutlak dilakukan bagi berkembangnya kelompok usaha yang masih dalam tahap perintisan. Langkah ini juga merupakan pasangan dari kegiatan 1 di atas. Untuk kegiatan ini terdapat setidaknya empat sub-kegiatan yang dapat diimplementasikan yakni (1) pelatihan manajemen usaha, (2) peningkatan keterampilan pengolahan produk, dan (3) evaluasi berkala atas perkembangan kelompok.
4. Pelatihan dan Pendampingan akses modal Mengingat bahwa terdapat beberapa sumber modal yang potensial untuk diakses, baik itu institusi pemerintah (pemda, bank, dsb) maupun non pemerintah (perusahaan-perusahaan), maka kepada kelompok usaha yang dibentuk perlu pula dilakukan pelatihan dan pendampingan
56
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
mengenai cara mengakses sumber-sumber potensial tersebut. Hal dimaksudkan bagi kemandirian kelompok ke depan.
5. Stimulasi Modal Sebagai kelompok usaha yang sama sekali baru, maka bantuan modal dalam bentuk cash grant diperlukan untuk memulai kegiatan usaha.
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
57
58
Laporan Akhir | Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi
Referensi Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisus Bengen, Dietriech. 2002. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. IPB: Bogor Ezwardi, Ivan. 2009. Struktur Vegetasi Dan Mintakat Hutan Mangrove Di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. (online) (http://dydear.multiply.com/journal/ item/15/Analisa_Vegetasi. diakses 17 Juni 2010). Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara Fauziah, Yuslim., Nursal dan Supriyanti. 2004. Struktur Dan Penyebaran Vegetasi Strata Sampling Di Kawasan Hutan Mangrove Pulau Bengkalis Provinsi Riau. Jurnal Biogenesis (Online) Jilid I No. I. (http://biologi-fkip.unri.ac.id/karya_tulis/yuslim.pdf diakses 10 september 2013). Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengolahan Kawasaaan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis Program Studi Ilmu Kehutatan, Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian. (Online), (http://miftahhurrahman.googlepages.com/Analisa_vegetasi_ diseram.pdf, diakses 11 Juli 2010). Kitamura, Shozo., Chairil Anwar, Amalyos Chaniago dan Shingeyuki Baba. 2003. Buku Panduan Manggrove Di Indonesia. Denpasar: Jaya Abadi Latifah, Siti. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. (Online) http://library. usu.ac.id/download/fp/ hutan-siti12.pdf diakses 17 Juni 2010). Ledheng, ludgardis., IPG. Ardhana dan I Ketut Sundra . 2009. Komposisi dan Struktur Vegetasi Mangrove Di Pantai Tanjung Bastiankabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. (Online), Jilid 4 No.2. (http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/02_ludgardis_edit.pdf diakses 12 September 2013). Lover, Nature. 2009. Analisis Vegetasi. (Online) (http://smadapala999. blogspot. com/2009/10/ analisis-vegetasi-anveg.html. diakses 20 september 2013). Munawar. 2010. Geologi Ilmu Tanah (Online) (http://munawar-indonesiaraya. blogspot. com/2010/03/geologi-ilmu-tana.html, diakses 16 Juni 2010). Noor, Yus Rusila,. M. Khazali dan IN. N. Suryadipura. 2006. Panduan Pengenalan Manggrove Di Indonesia. Bogor. WI-IP.
59
Kelurahan Lakessi, Kota Parepare
59
2013
PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR (PMP) COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT PROJECT INTERNATIONAL FUND FOR AGRICULTURAL DEVELOPMENT (CCD - IFAD)