Laporan Akhir
INVE NTARISASI POT E NSI
PEMERINTAH KOTA PAREPARE DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KOTA PAREPARE
SUMBERDAYA ALAM DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KELURAHAN KAMPUNG PISANG KOTA PAREPARE
Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT PROJECT INTERNATIONAL FUND FOR AGRICULTURAL DEVELOPMENT (CCDP - IFAD)
2013
LAPORAN AKHIR Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
ii
KELURAHAN KAMPUNG PISANG
iii
INVENTARISASI POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KELURAHAN KAMPUNG PISANG KOTA PAREPARE
LAPORAN AKHIR Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
iv
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
KELURAHAN KAMPUNG PISANG
Kata Pengantar Inventarisasi Potensi Sumberdaya dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kelurahan Kampung
Pisang, Kota Parepare merupakan kerjasama kerjasama antara CV Agromarine dengan Dinas Pertanian Kehutanan Kelautan Perikanan Kota Parepare melalui Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (Coastal Community Development Project) CCDP-IFAD.
Kelurahan Kampung Pisang merupakan salah satu dari sasaran program CCDP-IFAD yang
diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada dilokasi, dari kondisi yang ada saat ini menjadi kondisi yang lebih baik kedepannya.
Laporan ini berisikan data dasar dari hasil desk studi dan observasi lapangan kemudian dilakukan analisis kuantitatif dan kualitatif serta dideskripsikan berdasarkan karakteristik data.
Beberapa aspek yang menjadi fokus kegiatan ini antara lain; aspek biogeofisik lingkungan mencakup
karaktersitik wilayah pesisir kelurahan Kampung Pisang, kondisi geologi dan geomorpfologi secara umum, kondisi oseanografi dan kualitas perairan, ekosistem wilayah peisir (padang lamun,
mangrove dan terumbu karang) serta kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya masyarakat (Mata pencaharian dan sumber-sumber pendapatan masyarakat nelayan,
Beberapa hambatan dalam penyusunan dan pelaporan dapat diatasi berkat kerjasama yang
kooperatif dari dinas PKKP, BAPPEDA, BPS,Penyuluh, Tokoh Masyarakat dan masyarakat kelurahan Kampung Pisang, meskipun demikian data yang diperoleh dari hasil penelusuran dan
observasi belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang ada dilapangan, namun setidaknya dapat memberikan gambaran yang lebih jelas. Semoga Parepare, Desember 2013
CV. Agro Marine
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
v
LAPORAN AKHIR Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Daftar isi KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL vi BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Kegiatan 2 1.3. Ruang Lingkup Kegiatan 3 1.4. Sasaran 3 1.5. Keluaran (output) 3 1.6. Hasil (outcome) 3 BAB II. METODOLOGI 5 2.1 Waktu dan Lokasi 5 2.2 Metode Penelitian 5 BAB III. GAMBARAN UMUM KELURAHAN 11 3.1. Letak Geografis dan Administrasi 11 3.2. Kondisi Biogeofisik Lingkungaan Pesisir 12 3.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir 20
vi
BAB IV. ARAHAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN 51 BAB V. PENUTUP 53 5.1 Rekomendasi 53 5.2 Saran Solusi Bidang Perikanan Tangkap 53 5.3 Saran Solusi Bidang Usaha Perempuan 56 DAFTAR PUSTAKA 58
Daftar tabel Tabel 2-1 Kategori Pengamatan Karang 8 Tabel 2-2 Kriteria dampak gangguan terhadap ekosistem mangrove 9 Tabel 3-1 Kecepatan arus di perairan Kampung Pisang 15 Tabel 3-2 Suhu di perairan Kampung Pisang 16 Tabel 3-3 Salinitas di perairan Kampung Pisang 16 Tabel 3-4 Kecerahan perairan di perairan Kampung Pisang 17 Tabel 3-5 Jenis-jenis Lamun setiap stasiun di perairan Kampung 18 Tabel 3-6 Nilai indeks Keanekaragaman, Dominansi, Keseragaman Ekosistem Lamun di perairan Kampung Pisang 19 Tabel 3-7 Kondisi Substrat dasar perairan di perairan Kampung Pisang 19 Tabel 3-8 Komposisi penduduk Kelurahan Kampung Pisang menurut pekerjaan 22 Tabel 3-9 Bidang pekerjaan dan jumlah warga per bidang pekerjaan 22 Tabel 3-10 Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan 45 Tabel 5-1 Matriks SWOT Pengembangan Kegiatan Ekonomi Pesisir bidang Perikanan Tangkap 54 Tabel 5-2 Matriks SWOT Pengembangan Kegiatan Ekonomi Pesisir Kelurahan Kampung Pisang bidang Usaha Perempuan 56
KELURAHAN KAMPUNG PISANG
Daftar gambar Gambar 2-1 Diagram alir kegiatan 6 Gambar 3-1 Peta Batas Administrasi Kelurahan Kampung Pisang 12 Gambar 3-2 Grafik Pasang Surut Perairan Teluk Parepare 14 Gambar 3-3 Grafik Prediksi Pasang Surut Perairan Teluk Parepare 14 Gambar 3-4 Kepadatan Lamun di Stasiun 1 Kelurahan Kampung Pisang 17 Gambar 3-5 Kepadatan Lamun di Stasiun 2 Kelurahan Kampung Pisang 17 Gambar 3-6. Kepadatan Lamun di Stasiun 3 Kelurahan Kampung Pisang 18 Gambar 3-7 Kondisi Ekosistem Padang Lamun di Kelurahan Kampung Pisang 18 Gambar 3-8 Kondisi dasar perairan di Kelurahan Kampung Pisang 18 Gambar 3-9 Beberapa titik daerah pemukiman penduduk Kelurahan Kampung Pisang 20 Gambar 3-10 Perahu-perahu nelayan di pantai Kampung Pisang 21 Gambar 3-11 Seorang penjual ikan eceran di pasar Lakessi. 25 Gambar 3-12 Suasana lapak-lapak penjualan ikan di pasar Senggol pada siang hari. Pasar Senggol mulai buka sekitar jam 4 sore 25 Gambar 3-13 Aminah, salah satu warga yang biasa membuat abon ikan 26 Gambar 3-14 Produk Abon Ikan yang dijual di salah satu kios 27 Gambar 3-15 Nilai pendapatan nelayan Kampung Pisang per bidang kegiatan 28 Gambar 3-16 Denah Pangkalan Pendaratan Ikan Cempae Kecematan Soreang Kota Parepare 30 Gambar 3-17 Bangunan TPI dan Lods Penjualan ikan dalam Kompleks PPI Cempae 31 Gambar 3-18 Atas: SPDN Cempae di kompleks PPI Cempae. Bawah: SPBU Ujung Bulu 32 Gambar 3-19 (a) Papan penunjuk lokasi pabrik Es “Rismadi”. (b) Pabrik Es PPI Cempae. (c) Pabrik Es “Bang Li” 33 Gambar 3-20 (a) Pasar Lakessi. (b) Pasar Senggol 34 Gambar 3-21 Salah satu kantor bank di Jalan Lasinrang, kelurahan Lakessi 35 Gambar 3-22 Toko-toko nelayan di sekitar Kelurahan Lakessi. (a) Pajangan di toko “Nelayan”. (b) dan (c) Toko Sumber tani dan UD. Cakrawala. 36 Gambar 3-23 Pasar Sentral Lakessi tampak depan dan blok penjual ikan yang baru. 38 Gambar 3-24 Suasana di blok Penjual ikan di Pasar Senggol pada saat buka. 39 Gambar 3-25 Dermaga PPI Cempae. 39 Gambar 3-26 Struktur dan alur pemasaran ikan kelurahan Kampung Pisang 40 Gambar 3-27 Suasana Pelabuhan Nusantara Parepare 41 Gambar 3-28 Produk makanan ringan (jejeran rak tengah) produksi usaha RT terpajang di toko Sejahtera Parepare 42 Gambar 3-29 Salah satu outlet toko Alfamart di Kota Parepare. Foto inzet: suasana di dalam toko Cahaya Ujung di Jl. Bau Massepe 42 Gambar 3-30 Gedung Posko Kesehatan di Kampung Pisang 45 Gambar 3-31 Gedung Puskesmas Perawatan Lakessi 46 Gambar 3-32 Beberapa Fasum dan Fasos yang biasa digunakan oleh masyarakat 47 Gambar 3-33 (a) dan (b) Perempuan Penjual Ikan di Pasar Lakessi. 49 Gambar 3-34 Salah satu perahu dari program PUMP yang diterima oleh anggota kelompok Ajatappareng 49
vii
LAPORAN AKHIR Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
viii
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP- IFAD)
Pendahuluan
Bab 1. 1
Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
W
ilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh prosesproses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001). Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/ kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota. Sedangkan menurut Undangundang No 20 tahun 2007 wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan didarat dan laut.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Wilayah pesisir dan laut memiliki potensi
Kementerian Keuangan dengan President
budidaya) ekosistem (mangrove, terumbu
langsung terhadap kebijakan dan prakarsa
yang
sangat
besar,
diantaranya
potensi
sumberdaya perikanan (perikanan tangkap,
karang, padang lamun), jasa-jasa lingkungan
(pariwisata, perhubungan dan kepelabuhanan. Sedangkan potensi dari sisi sumberdaya
manusia (SDM) bahwa sekitar 60 % penduduk Indonesia sehingga
bermukim
pusat
di
kegiatan
wilayah
pesisir,
perekonomian
seperti: Perdagangan, Perikanan tangkap, Perikanan
Budidaya,
Pertambangan,
Transportasi laut, dan Pariwisata bahari.
Potensi penduduk yang berada menyebar di
pulau-pulau merupakan aset yang strategis untuk peningkatan aktivitas ekonomi antar
pulau sekaligus pertahanan keamanan Negara (Kusumastanto
2
Tridoyo,2001).
Masyarakat
perekonomiannya
bergantung
pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang
yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan
secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya
laut dan pesisir ( nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut
lainnya,pedagang ikan, pengolah ikan, supplier
faktor sarana produksi perikanan). Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa
terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya. (Nikijuluw Victor, 2001)
Coastal CommunityDevelopmentInternational
Fund for Agricultural Development (CCDIFAD) atau disebut Proyek Pembangunan Masyarakat kerjasama Perikanan Financing
Pesisir
(PMP)
merupakan
antara
Pemerintah
Kementerian
Kelautan
dan
denganIFADberdasarkan
Agreement
Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
IFAD yang ditandatangani pada tanggal 23
Oktober 2012. Proyek tersebut sebagai respon Pemerintah Indonesia, yang mencerminkan kebijakan
pemerintah,
khususnya
KKP
untuk pengentasan kemiskinan, penyerapan
tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan yang berkelanjutan (pro-poor,
pro-job, pro-growth and pro-sustainability) yang sejalan dengan kebijakan dan program IFAD.
Secara
Adminstrasi
Kota
Parepare
yang
terbagi atas empat (4) kecamatan dimana tiga merupakan wilayah pesisir yaitu kecamatan Soreang, Kecamatan Ujung dan Kecamatan
Bacukiki Barat sedangkan Kecamatan Bacukiki
yang terletak disebelah timur kota Parepare merupakan daerah perbukitan. Kecamatan Soreang
khususnya
kelurahan
Kampung
Pisang salah satu dari beberapa kelurahan peisisir
yang
menjadi
sasaran
program.
Invetarisasi potensi sumberdaya dan kondisi sosial mayarakat kelurahan Kampung Pisang
bertujuan mengetahui kondisi dan potensi sumberdaya yang ada saat ini.
1.2 Tujuan kegiatan Kegiatan
pengumpulan
data,
survey,
analysis dan kompilasi data melalui kegiatan Inventariasasi Potensi Sumberdaya Alam dan
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Kota Parepare bertujuan untuk menghasilkan profil kelurahan Kampung Pisang di kecamatan
soreang sebagai bahan dalam pembuatan profil wilayah pesisir kota Parepare
Pendahuluan
pesisir di Kampung Pisang Kota Parepare
1.3 Ruang Lingkup Kegiatan ini meliputi pengumpulan data dan survey lapangan wilayah kelurahan kampung pisang kecamatan sorang kota Parepare: a). Pengumpulan data Pengumpulan
data
dimaksudkan
untuk
pemasaran dan kelembagaan serta
isu-isu
mengidentifikasi potensi sumberdaya alam laut, pemanfaatan, habitat, aspek pendapatan, masyarakat pesisir yang ada. b). Surey lapangan Kegiatan
survey
lapangan
dimaksudkan
untuk indentifikasi konsdisi sumberdaya laut, wawancara dan pengumpulan data lainnya c). Kompilasi data dan analisis informasi
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengolah data dan informasi yang telah diperoleh
dari kegiatan pengumpulan data dan survey lapangan di lokasi kegiatan.
1.4 Sasaran Sasaran dari kegiatan ini yaitu masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir kelurahan
Kampung Pisang dan terlibat langsung dalam
mendukung program (CCD-IFAD) atau disebut Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP).
1.5 Keluaran Keluaran (output) yang diharapkan dari
adalah
Laporan
Profil
Wilayah
Pesisir
Kelurahan Soreang Kota Parepare, di mana
mencakup tersedianya data dan informasi mengenai kondisi : a. Aspek
biofisik
pesisir
:
sumberdaya
alam / lingkungan hidup /ekosistem pesisir (khususnya informasi mengenai sumberdaya perikanan pesisir)
b. Aspek sosial ekonomi masyarakat pesisir : informasi mengenai tingkat pendapatan rata-rata
dan
sumber
pendapatan,
mata pencaharian masyarakat pesisir; aspek pasar dan pemasaran hasil-hasil produk masyarakat nelayan dan kegiatan
perekonomian pesisir lainnya; informasi mengenai industri pengolahan hasil-hasil perikanan yang dilakukan oleh masyarakat
nelayan, perempuan pesisir dan kelompokkelompok usaha bersama masyarakat di kelurahan pesisir; informasi kelembagaan
ekonomi dan pendukung sosial ekonomi pesisir
lainnya;
kondisi
infrastruktur
termasuk kondisi sarana dan prasarana pendukung perekonomian.
c. Aspek sosial budaya masyarakat pesisir.
1.6.Hasil (outcome)
Hasil dari kegiatan ini merupakan data awal potensi sumberdaya yang ada di kelurahan dan
dapat dijadikan sebagai pedoman pengelolaan
sumberdaya pada tingkat kelurahan, serta sebagai bahan dalam penyusunan rencana pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
inventarisasi potensi sumberdaya alam dan kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
3
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
4
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Metodologi
Bab 2. 5
Metodologi 2.1. Waktu dan Lokasi
I
nvetarisasasi potensi potensi sumberdaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di kelurahan Kampung Pisang kota parepare dilaksanakan di kelurhan Kampung Pisang, kecamatan soreang kota Parepare selama 40 hari kalender dimulai dari tanggal 4 November 2013 sampai dengan 14 Desember 2013
2.2. Metode Penelitian 2.2.1. Pendekatan
Berdasarkan pemahaman dan pengetahuan karakteristik sumberdaya laut, aspek sosial ekonomi dan budaya masyarkat pesisir serta
tujuan pengambilan data maka pendekatan yang
digunakan
keterwakilan
keterpaduan.
adalah
(populasi
dan
Pendekatan
pendekatan
lokasi)
dan
keterwakilan
populasi dan lokasi berari bahwa setiap polulasi dalam suatu lokasi memiliki wakil dalam data studi, dengan demikian dapat
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
dipastikan bahwa proses analisis benar telah
internal dengan tim dan diskusi dengan
memandang bahwa keberadaan sumberdaya
kegiatan
mewakili keseluruhan populasi pada wilayah
kerja. Pendekatan Keterpaduan, pendekatan ini
laut tidak berdiri sendiri melainkan terait satu sama lain, demikian halnya dengan sistem
sosial
masyarakat
pesisir
dan
kelembagaan masyarakat pesisir, untuk itu
sebelum pelaksanaan pengumpulan data dan survey lapangan terlebih dahulu diperlukan pengenalan awal tentang kondisi lokasi. 2.2.2. Tahap Persiapan
Kegiatan pada Tahap Persiapan ini pada
prinsipnya terbagi menjadi tahapan sebagai berikut:
6
• Persiapan
melengkapi
Administrasi;
yaitu
administrasi
tahap
untuk
pengumpulan data, penentuan peralatan yang
dibutuhkan
dilapangan,
diskusi
pemberi pekerjaan mengenai rencana kerja dan gambaran awal karaktersitik lokasi • Tahapan Pengambilan data; yaitu tahap
mengumpulkan data langsung ke lokasi, melakukan wawancara dengan sample yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk
pengumplan data sekunder dilakukan
penelusuran data pada sumber-sumber yang relevan dengan keberadaan data.
• Tahapan Penyusunan dan Pengolahan data; yaitu tahap penysunan data (tabulasi)
sesuai kriteria data dan pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak komputer.
• Tahapan
Analisa
data;
Analisa
dilakukan sesuai karakteristik data.
data
• Tahapan Pelaporan; Data yang telah dihasilkan
dinarasikan
dalam
bentuk
laporan, sehingga lebih informatif dan mudah dipahami.
Persiapan
Persiapan Adminstrasi Konsultasi dengan pemberi pekerjaan
Konsultasi internal
Pelaksanaan
Kajian data sekunder Pembagian kerja
Survei lapangan Penyusunan dan pengolahan data Analisa data
Pelaporan Konsultasi Pembuatan laporan Gambar 2-1 Diagram alir kegiatan
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Metodologi
2.2.3. Metode Kerja
Resources Assesment dan Point Intercept
Transect,. Metode tersebut sangat tergantung
a. Pengumpulan data sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait
seperti Bappeda, Dinas Pertanian Kehutanan Kelautan Perikanan, BPS, data Kelurahan dan
lainnya yang relevan. Bentuknya dapat berupa
laporan hasil studi, buku referensi dan lain sebagainya.
b. Pengumpulan data primer/Survey lapangan b.1. Parameter Perairan Suhu
Pengukuran
suhu
perairan
dengan
menggunakan termometer ataupun depth gauge yang tersedia pada konsul penyelam. Salinitas
Secara insitu pengukuran salinitas dapat
dilakukan dengan menggunakan salinometer, pengukuran
dilakukan
pada
stasiun
pengamatan yang telah ditetapkan diwilayah observasi. Arus
Pengukuran arus laut dilakukan dengan menggunakan
layang-layang
menentukan
kecepatan
pengamatan
disesuaikan
dan
arus
arah
untuk
arus.
Pengukuran dilakukan pada titik stasiun yang
telah ditetapkan (offshore), penentuan titik dengan
oseanografi lokal didaerah observasi.
kondisi
Kecerahan
Pengukuran kecerahan perairan dilakukan dengan menggunakan seichi disk. b.2. Ekositem Terumbu Karang
pada kondisi ekosistem yang ada.
- Rapid Reef Resources Assesment (RRA),
merupakan metode pengamatan terumbu
karang secara cepat untuk mendapatkan gambaran awal dari kondisi terumbu pada suatu lokasi. Prosedur pengamatan dengan
RRA dilakukan peneliti/pengamat dengan
cara berenang ke lokasi terumbu karang, mencatat
gambaran
umum
terumbu
kemudian plot lokasi dengan menggunakan gps. Untuk pengamatan yang lebih detail
kondisi terumbu dilakukan dengan metode PIT.
- Point Intercept Transect (PIT). Salah
satu metode yang dikembangkan untuk
memantau kondisi karang hidup dan biota pendukung lainnya di suatu lokasi terumbu karang dengan cara yang mudah dan
dalam waktu yang cepat (Hill & Wilkinson 2004 dalam LIPI, 2009) dan dalam waktu yang cepat (Hill & Wilkinson 2004 dalam
LIPI, 2009). Teknik pengambilan data
perkategori dilakukan dengan menentukan posisi
dengan
menggunakan
GPS.
Selanjutnya transek dipasang sepanjang 25
meter, dibentangkan sejajar dengan garis pantai/daratan berada di sebelah kiri. Tiap koloni karang, biota maupun substrat yang
berada di bawah tali transek dicatat berapa kali jumlah kehadirannya per titik. Dimulai
dari titik 1 sampai titik 50, jarak dari satu titik ke titik berikutnya adalah 50 cm. Kategori yang harus dicatat dapat dilihat pada tabel berikut ini,
Pengambilan data ekosistem terumbu karang dapat dilakukan dengan metode Rapid Reef
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
7
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Tabel 2-1 Kategori Pengamatan Karang
diambil contoh dengan menggunakan bingkai
Kode
Kategori
Keterangan
DC
Death Coral
Karang mati masih berwarna putih
AC
NA
DCA SC FS
Acropora
Non-Acropora
Soft Coral
Fleshy Seaweed Rubble
S
Sand
Si
Karang Non Acropora
Death Coral Algae Karang mati yang warnanya berubah karena ditumbuhi alga filamen
R
RK
Karang Acropora
Rock Silt
8
Jenis – jenis karang lunak
Jenis – jenis makro alga : Sargassum, Turbinaria, Halimeda, dll Patahan karang bercabang (mati)
Substrat dasar yang keras (cadas) Pasir
Pasir lumpuran yang halus
padang lamun adalah Metode Transek Kwadrat linear. Pada tiap kwadran (1 x 1 m atau 10 x
10 cm) dicatat jenis dan jumlah tutupan dari
masing-masing jenis. Garis transek ditarik dari pantai menuju ke arah tubir pada ekosistem lamun secara tegak lurus. Pada setiap stasiun garis transek berurutan dengan
jarak satu garis transek dengan garis transek berikutnya kurang lebih 30 m. Tiap garis
transek terdiri dari 5 titik. Jarak titik satu dengan yang lain pada satu transek kurang Untuk
pengamatan
kerapatan
jenis
dan
penutupan jenis lamun dilakukan dengan
metode pengambilan contoh acak sistematik yaitu pengambilan contoh pada transek-
transek yang telah ditetapkan. Pada setiap titik Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
(1988) serta Fortes (1990). b.4. Ekosistem Mangrove
Pengamatan Ekosistem Mangrove dilakukan dengan metode transek garis dengan plot 10x10
meter
persegi,
adapun
prosedur
pengamatan mangrove sebagai berikut:
- Pada setiap stasiun pengamatan, tetapkan transek-transek garis dari arah laut kearah darat (tegak lurus dengan garis pantai
sepanjang kawasan mangrove yang terjadi) di daerah intertidal.
- Pada setiap kawasan hutan mangrove yang
secara acak petak-petak contoh (plot)
Metoda yang digunakan untuk mengamati
lebih 10 m.
lamun berpedoman pada Phillips dan Menez
berada disepanjang transek garis, letakkan
b.3. Ekosistem Padang Lamun
dibuat
besi (kuadran) ukuran 0,5 x 0,5 m2. Identifikasi
berbentuk bujur sangkar dengan ukuran
10 m x 10 m sebanyak paling kurang tiga petak contoh (plot)
- Pengambilan
menggunakan
data
dilakukan
metode
jalur
dengan
berpetak
atau “nested sampling”, yaitu kombinasi antara cara jalur dan garis berpetak. Untuk
tingkat pohon dilakukan dengan cara jalur, sedangkan untuk tingkat semai dan pancang dilakukan dengan garis berpetak, dimana
dalam petak yang besar terdapat petak
yang kecil. Selain menggunakan metode
jalur berpetak, untuk mengetahui kondisi hutan mangrove dapat pula dilakukan inventarisasi dengan cara koleksi bebas di beberapa tempat sesuai kebutuhan data.
Mengamati dampak kegiatan manusia (Bengen, 2001). Pengamatan dampak dilakukan untuk
bahan analisis interaksi negativ akibat aktifitas
Metodologi
manusia
sebagai
bagian
dari
ekosistem
mangrove. Metode pengamatannya meliputi:
- Pengamatan visual dampak yang terjadi seperti
adanya
sampah,
penebangan,
limbah minyak, dan dampak lainnya pada
tiap titik pengukuran dilakukan pada
setiap transek yang diletakkan pada semua stasiun pengukuran.
- Pengamatan dampak dilakukan dengan
pemberian bobot dengan skala 0 sampai 4
Tabel 2-2 Kriteria dampak gangguan terhadap ekosistem mangrove
untuk masing-masing kondisi dampak yang ada. Kriteria secara visual ini dilakukan
dengan pertimbangan tingkat intensitas (keseringan)
serta
dampak
langsung
berupa kematian mangrove, terhambatnya
pertumbuhan ataupun kerusakan secara
fisik pada pohon mangrove misalnya ranting, batang atau daun.
- Pencatatan koordinat posisi
dilakukan
pada setiap stasiun dengan menggunakan GPS
Nilai
Kondisi Visual
Kriteria Dampak
1
Ada limbah/sampah dalam jumlah kecil, jalur perahu atau ada aktifitas manusia disekitarnya seperti ada pemasangan jaring atau tambak
Ringan
0 2 3 4
Tidak ada bahan pencemar, penebangan dan gangguan langsung terhadap mangrove Indikasi bahan pencemar masuk keperairan seperti solar
Ada limbah dalam jumlah besar, ada aktifitas yang mangrove seperti penambatan perahu, pemasangan alat tangkap permanent
Ada penebangan dalam jumlah besar (konversi atau pengambilan rutin) untuk kerperluan tertentu, Banyak limbah organik dan anorganik
b.5. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Metode yang digunakan dalam kegiatan inventarisasi Potensi Smberdaya dan Kondisi Sosial Masyarakat antara lain:
a. Desk Studi (Studi Pendahuluan)
Tujuan desk studi adalah pengambilan dan
pengumpulan data sekunder yang sudah tersedia, serta dipelajari guna mendapatkan gambaran
sementara
untuk
perencanaan
pengambilan dan verifikasi data di lapangan. Data yang dikumpulkan dan dipelajari adalah data-data yang bersifat khusus ataupun yang
bersifat umum. Adapun data-data sekunder yang dicari pada kegiatan desk studi meliputi
kondisi geografis, kondisi Sosial-Ekonomi masyarakat,
serta
kondisi
Institusi
dan
Tidak Ada Sedang Berat
Sangat Berat
Kelembagaan pada lokasi survey. b. Document Review
Melalui metode ini ditargetkan dua data, yakni;
(1) data kuantitatif mengenai kondisi existing lokasi dan, (2) data mengenai programprogram atau kebijakan yang pernah dan
sedang dijalankan di lokasi target. Jika datadata dalam dokumen cukup lengkap, yakni
memuat data kuantitatif, maka akan dilakukan
pula pembacaan terhadap trend kondisi sumberdaya secara kuantitatif. Data tertulis mengenai program-program yang pernah
dijalankan akan dielaborasi dengan keterangan lisan dari para responden wawancara.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
9
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
c. Observasi
d. FGD dan Indepth Interview
dari wilayah/lokasi yang akan dijadikan sebagai
Discussion (FGD; Diskusi Kelompok Terarah)
Tujuan observasi adalah mengenal rona awal objek penelitian (Inventori Sumberdaya Desa Berbasis Masyarakat). Pada kegiatan observasi
juga diharapkan sudah diketahui sumbersumber informasi, baik sumber informasi secara personal maupun sumber informasi secara
institusi/kelompok.
Observasi
dilakukan agar pada saat pelaksanaan kegiatan,
semua tim bisa langsung melakukan tugasnya masing-masing dilapangan secara detail dan tersistematis.
Metode yang dipakai adalah Focus Group dan
Wawancara
Mendalam
(indepth
interview). Kedua metode ini, sebab samasama bersifat kualitatif, memungkinkan untuk
dijalankan bersamaan ataupun dipertukaran. Untuk
mengefektif
dan
mengefisienkan
proses pengambilan data di lapangan, maka
dalam kegiatan ini akan dijalankan metode kedua, indepth interview. Dalam hal ini indepth interview akan dilaksanakan secara lebih intensif dan ekstensif yakni dengan
memperdalam wawancara dan memperluas
subjek interview. Melalui metode inilah gambaran keadaan
tentang
kondisi
sumberdaya
lokasi,
menurut
peta
persepsi
warga/responden, serta harapan warga akan diperoleh.
10
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
Bab 3. Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang 3.1 Letak Geografis dan Administratif
K
ecamatan Watang Soreang secara administrasi terbagi dalam 7 kelurahan dengan luas wilayah 8,33 Km2 atau 8,39% dari luas wilayah kota Parepare. Kelurahan yang meiliki wilayah terluas
di kecamatan soreang adalah kelurahan bukit harapan (5,56 Km2) dan terkecil adalah kelurahan
kampung pisang (0,12 Km2) atau 0,12% dari luas wilayah kota Parepare,. Secara administrasi kelurahan Kampung Pisang berbatasan dengan:
Sebelah utara: Berbatasan dengan kabupaten Pinrang
Sebelah Timur: Kelurahan Bukit Harapan dan Bukit indah Sebelah selatan: Kelurahan Lakessi
Sebelah Barat: Selat Makassar (teluk Parepare) Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
11
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
12
Gambar 3-1 Peta Batas Administrasi Kelurahan Kampung Pisang
3.2 Kondisi Biogeofisik Lingkungan Pesisir
K
ondisi iklim dan cuaca Kota Parepare
Curah hujan tertinggi adalah 556 mm/tahun
Ferguson) yaitu jumlah bulan basah 5 - 6 bulan,
Kota Parepare sekitar 28,5 OC dengan suhu
berdasarkan catatan Stasiun Klimatologi
menunjukkan
tipe
iklim
C2
(Schmidt-
jumlah bulan kering 2 - 3 bulan. Yang termasuk zona iklim tersebut menempati wilayah bagian
barat sampai pesisir pantai seluas ± 60% dari luas Kota Parepare. Tipe iklim D2 (Oldeman) yaitu jumlah bulan basah 3 - 4 bulan, jumlah
bulan kering 2 - 3 bulan. Zona iklim tersebut menempati
wilayah
bagian
timur
Kota
Parepare seluas kurang 40% dari luas wilayah Kota Parepare.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
dan yang terendah menunjukan angka 0 mm/ tahun pada bulan Agustus. Rata-rata temperatur
minimum 25,6 oC dan suhu maksimum 31,5 oC, rata-rata kecepatan angin berkisar antara
2,5 - 5,8 m/detik yang bertiup dari arah barat ke timur selama bulan November sampai April.
Kota Parepare mempunyai dua jenis musim yaitu musim hujan umumnya terjadi pada
bulan November - April dan musim kemarau
umumnya terjadi pada bulan Mei - Oktober setiap tahunnya, dimana kondisi tersebut juga terjadi pada daerah lain di Indonesia.
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
3.2.1 Kondisi Geologi dan Geomorfologi Pesisir
Ditinjau dari aspek topografi wilayah, lebih dari 85% wilayah Kota Parepare merupakan areal
yang bergelombang (15-40%) dengan luas
keseluruhan 5.621 Ha, berbukit-bukit sampai bergunung (>40%) dengan luas 3.215,04 Ha,
serta tanah alluvial yaitu tanah endapan yang memiliki horizon yang lengkap karena
kerap kali tercuci akibat erosi pada daerah kemiringan.
sehingga untuk pengembangan fisik kota akan
3.2.2 Kondisi Oseanografi dan Kualitas Perairan Pesisir
kota mendekat ke arah pantai dengan jarak
a. Pasang Surut
sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi ini. Formasi perbukitan ini pada bagian selatan
terdekat 400 meter, sedangkan jarak terjauh berada di pusat kota yaitu sekitar 1,2 km.
Dengan kondisi topografi seperti ini, maka wilayah yang rata atau landai terdapat pada
bagian barat dengan luas keseluruhan + 1.097, 04 Ha, dimana areal ini merupakan pusat kegiatan penduduk dan kegiatan perkotaan lainnya.
Berdasarkan
ketinggian
dari
permukaan
laut, Kota Parepare dengan wilayah yang
bergelombang sampai bergunung, maka 87% dari luas wilayahnya terletak pada ketinggian diatas 25 meter dpl, bahkan sampai mencapai ketinggian 500 meter dpl. Daerah dengan
ketinggian 0 – 25 meter dpl, berada dekat dengan pesisir pantai yang merupakan pusat kegiatan dan pemukiman penduduk.
Formasi geologi yang terdapat di Kota Parepare sebagai pembentuk struktur batuan di wilayah Kota Parepare antara lain: endapan
alluvial dan pantai, kerikil, pasir, lempung dan
batu gamping koral, selain itu terdapat juga batu gunung api di Kota Parepare seperti tufu, breksi, konglomerat dan lava.
Secara umum kondisi pasang surut pada perairan
Kampung
Pisang
diasumsikan
mewakili perairan Teluk Parepare. Selanjutnya analisis yang dilakukan (sumber) menggunakan
metode
Doodson
memperoleh
karakteristik
Berdasarkan
tabel
pasang
dengan
untuk
surut
wilayah tersebut. Adapun hasil yang diperoleh tersaji dalam gambar 3-2.
konstanta
harmonik
pasang surut, diperoleh nilai formzhal yaitu
0,781 termasuk pada kisaran 0,25 – 1,5 maka pasang surut di lokasi penelitian ini termasuk pada tipe campuran yang condong ke ganda.
Mengalami dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya namun terjadi perbedaan
tinggi dan periode dalam satu hari siklus, demikian hal dengan kondisi surutnya. Dari hasil perhitungan metoda harmonis Admiralty
didapat kedudukan muka air laut rata-rata
(mean sea level) sebesar 159,09 cm yang
selanjutnya akan digunakan untuk koreksi batimetri.
Jenis tanah yang terdapat antara lain: tanah
regosol adalah tanah yang memiliki tekstur kasar dengan tanah kadar pasir yang lebih dari 60% dan memiliki solum yang dangkal
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
13
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
200
DTS
pasut (cm)
180 160
Elevasi (cm)
140 120 100 80 60 40 20
18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 00.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
0
23/12/2007
24/12/2007
25/12/2007
Waktu pengamatan
Gambar 3-2 Grafik Pasang Surut Perairan Teluk Parepare
250 200 Elevasi muka air (cm)
14
150
100 50
Pasut (cm)
Waktu (jam)
Mean sea level
5.00
16.00
7.00
18.00
9.00
20.00
22.00
0.00
11.00
2.00
13.00
4.00
15.00
6.00
17.00
8.00
19.00
21.00
10.00
23.00
1.00
12.00
3.00
14.00
5.00
16.00
7.00
18.00
9.00
20.00
22.00
0.00
11.00
0
Tinggi air maksimu Tinggi air minimum
Gambar 3-3 Grafik Prediksi Pasang Surut Perairan Teluk Parepare
b. Arus
Arus air laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horisontal sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia (Hutabarat
dan Evans, 1986). Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang (Nontji,1987). Pergerakan
arus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan
densitas air, gaya Coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng , downwelling.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
Selain angin, arus dipengaruhi oleh paling tidak
2. Berdasarkan Kedalaman
1. Bentuk Topografi dasar lautan dan pulau
meter dari permukaan, bergerak dengan arah
tiga faktor, yaitu (Sahala Hutabarat,1986) :
– pulau yang ada di sekitarnya : Beberapa
sistem lautan utama di dunia dibatasi oleh
massa daratan dari tiga sisi dan pula oleh arus equatorial counter di sisi yang keempat. Batas – batas ini menghasilkan sistem aliran yang
hampir tertutup dan cenderung membuat aliran mengarah dalam suatu bentuk bulatan.
2. Gaya Coriollis dan arus ekman : Gaya Corriolis memengaruhi aliran massa air, di mana gaya ini akan membelokkan arah mereka dari arah yang
lurus. Gaya corriolis juga yangmenyebabkan
timbulnya perubahan – perubahan arah arus yang kompleks susunannya yang terjadi sesuai dengan semakin dalamnya kedalaman suatu perairan.
3. Perbedaan Densitas serta upwelling dan sinking : Perbedaan densitas menyebabkan
timbulnya aliran massa air dari laut yang
dalam di daerah kutub selatan dan kutub utara ke arah daerah tropik.
Adapun jenis – jenis arus dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Berdasarkan penyebab terjadinya
Arus ekman : Arus yang dipengaruhi oleh angin.
Arus termohaline : Arus yang dipengaruhi oleh densitas dan gravitasi.
Arus pasut : Arus yang dipengaruhi oleh pasut.
Arus geostropik : Arus yang dipengaruhi oleh gradien tekanan mendatar dan gaya coriolis.
Wind driven current : Arus yang dipengaruhi oleh pola pergerakan angin dan terjadi pada lapisan permukaan.
Arus permukaan : Terjadi pada beberapa ratus
horizontal dan dipengaruhi oleh pola sebaran angin.
Arus dalam : Terjadi jauh di dasar kolom perairan, arah pergerakannya tidak dipengaruhi
oleh pola sebaran angin dan mambawa massa air dari daerah kutub ke daerah ekuator.
Kondisi arus di kelurahan kampung pisang
dari hasil pengukuran lapangan di 3 stasiun berkisar
0,014-0,113
m/dtk.
Kecepatan
arus dilokasi pengamatan dapat dikatakan lambat, sehingga akan mempengaruhi proses sedimentasi yang berlangsung cepat pada
musim tertentu yang tentunya mengakibatkan kondisi perairan akan menjadi keruh dan
banyak mengandung partikel-partikel sedimen serta endapan sedimen pada substrat perairan. Tabel 3-1 Kecepatan arus di perairan Kampung Pisang
Kec. Arus (m/dt) Stasiun 1 0.014
Stasiun 2 0.021
Stasiun 3 0.113
c. Gelombang Gelombang merupakan faktor yang sangat
penting memberi pengaruh terjadinya abrasi dan sedimentasi pantai, utamanya tinggi dan panjang gelombang. Semakin tinggi gelombang yang sampai pada suatu pantai maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap dinamika pantai tersebut.
Secara umum gelombang
laut di perairan Kampung Pisang tidak besar, hal ini disebabkan karena wilayah perairan
berbentuk teluk sehingga mampu meredam gelombang besar. Triatmodjo
(1999),
menyatakan
bahwa
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
15
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
semakin lama dan kuat angin yang berhembus,
Kampung Pisang umumnya berkisar antara 29
permukaan air akan memindahkan energinya
Tabel 3-2. Suhu di perairan Kampung Pisang
maka
semakin
besar
gelombang
yang
terbentuk karena angin yang berhembus diatas ke air. Selain itu, tingginya gelombang juga disebabkan karena tidak adanya penghalang
seperti pulau atau pemecah ombak sehingga gelombang laut dalam yang bergerak dengan
arah datang gelombang dari barat daya
biota maupun ekosistem. Stasiun 1 27
Suhu (0C)
Stasiun 2 29
Stasiun 3 29
terus menjalar mencapai badan pantai tanpa
e. Salinitas Perairan Permukaan Perairan
Kecilnya gelombang yang terjadi pada stasiun
Kampung Pisang di setiap stasiun diperoleh
mengalami refleksi.
ini terjadi karena gelombang yang datang dari laut dalam terlebih dulu telah mengalami
refleksi akibat adanya barrier yang berada
di depan pantai. Barrier tersebut berfungsi sebagai penghalang gelombang yang datang
16
– 30 0C masuk dalam kategori normal untuk
dari laut dalam. Gelombang yang sampai ke
pantai adalah hasil kerja dari proses difraksi. Triatmodjo (1999) menyatakan perairan yang
berada di belakang rintangan akan tenang jika penjalaran gelombang tidak mengalami
difraksi, karena pengaruh gelombang datang maka transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan terjadinya gelombang, meskipun tidak sebesar gelombang di laut dalam.
Hasil pengukuran salinitas pada perairan
kisaran 27 o/oo – 29 o/oo. Nilai ini adalah kisaran salinitas normal untuk daerah tropis yang masih bisa ditolerir oleh spesies lamun.
Sesuai dengan yang dikatakan oleh Dahuri dkk
(2004) bahwa lamun sebagian besar memiliki kisaran toleransi yang lebar terhadap salinitas yaitu antara 10 – 40 o/oo . Nilai optimum
toleransi terhadap salinitas di air laut adalah 35o/oo, penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis spesies.
Tabel 3-3 Pengukuran salinitas di perairan Kampung Pisang
Stasiun 1 27
Salinitas(0/00) Stasiun 2 29
Stasiun 3 31
d. Suhu Permukaan Perairan
f. Kecerahan
Suhu sangat penting bagi kehidupan organisme
Umumnya kecerahan perairan di Kampung
di perairan, karena suhu mempengaruhi baik
aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam
jenis organisme terdapat di berbagai tempat yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Berdasarkan hasil pengukuran pada 3
stasiun disekitar perairan Kampung Pisang didapat suhu air laut permukaan di perairan Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Pisang tergolong kurang baik.
Hal ini
disebabkan beberapa faktor misalnya tipe perairan yang tertutup, dekat muara sungai,
arus, sedimentasi, reklamasi pantai dan sebagainya. Hal ini bisa berdampak terhadap ekosistem yang ada didalamnya. Berdasarkan
hasil pengukuran kecerahan perairan berkisar antara 2 – 3 meter.
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
lamun dijumpai pada hampir seluruh area pasang surut di Kelurahan Kampung Pisang.
Kerapatan jenis pada Stasiun 1 untuk jenis
Tabel 3-4. Pengukuran Kecerahan perairan di perairan Kampung Pisang
Stasiun 1
Stasiun 2
3
jenis Thalassia hemprichii sebesar 5 Tegakan/
Stasiun 3
3
m2. (gambar 3-4).
2
60
3.2.3. Kondisi Ekosistem Pesisir a. Padang Lamun
Peran dan manfaat padang lamun bagi produktifitas
biologi
wilayah
53
50
estuaria,
laguna dan pantai sudah lama diketahui.
Beberapa fungsi yang penting bagi ekosistem wilayah pesisir antara lain ialah untuk
Tegakan/m2
Kecerahan perairan (meter)
Enhalus acoroides sebesar 53 Tegakan/m2 dan
40 30 20
5
10 0
Enhallus acoroides
Thallasia hempricii
mempertahankan stabilitas substrat atau
Gambar 3-4 Kepadatan Lamun di Stasiun 1 Kelurahan Kampung Pisang
kimia lainnya antara sedimen dasar dan badan
sebesar 41 Tegakan/m2 dan jenis Thalassia
sedimen dengan mengurangi kecepatan arus,
mempercepat pertukaran nutrient dan zat air. Beberapa sungai besar dan anak sungai kecil yang bermuara di Kelurahan Kampung
Pisang menyebabkan kondisi perairannya relatif keruh dan dangkal. Morfologi perairan
pantainya landai, pantai lumpur-berpasir
Pada Stasiun 2 untuk jenis Enhalus acoroides hemprichii sebesar 10 Tegakan/m2
untuk jenis Enhalus acoroides sebesar 47
Tegakan/m2 dan jenis Thalassia hemprichii 41 Tegakan/m2 pada Stasiun 3.
dan pantai muara (estuary). Keberagaman sungai
sebagai
sumber
material
dapat
membentuk pola sebaran dan karakteristik habitat pertumbuhan ekosistem yang berbeda
beda. Karakteristik sebaran lamun di perairan daratan besar tentu akan berbeda dengan
sebaran lamun yang berada di pulau-pulau di lepas pantai (off-shore).
Kondisi pertumbuhan lamun di Kelurahan Kampung Pisang berada pada lingkungan
45 40
41
35 Tegakan/m2
morfologi perairan, topografi wilayah, aliran
serta
30 25 20
10
15 10 5 0
Enhallus acoroides
Thallasia hempricii
Gambar 3-5 Kepadatan Lamun di Stasiun 2 Kelurahan Kampung Pisang
perairan dengan kedalaman 0.5 meter sampai
2 meter pada saat air laut pasang. Jumlah jenis yang ditemukan ada 2 jenis yaitu Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides. Padang
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
17
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
dapat diduga karena kondisi lingkungan
47
47
perairan yang keruh dan banyaknya aktifitas
46
masyarakat di sekitar kelurahan, serta tingginya
Tegakan/m2
45
lalu lalang perahu dapat berdampak negatif
44 43
terhadap keberadaan padang lamun. Ancaman
41
42 41
yang paling besar bagi keberadaan padang
40 39 38
Enhallus acoroides
Thallasia hempricii
Gambar 3-6. Kepadatan Lamun di Stasiun 3 Kelurahan Kampung Pisang
Relatif sedikitnya jenis lamun yang ditemukan di Kelurahan Kampung Pisang secara ekologis
lamun yaitu faktor lingkungan seperti limbah
berasal dari aktifitas manusia. Sedimentasi dan sedimen terlarut juga merupakan penyebab
terjadinya kekeruhan, sehingga berdampak besar terhadap keberadaan padang lamun.
18
Gambar 3-7 Kondisi Ekosistem Padang Lamun di Kelurahan Kampung Pisang Tabel 3-5 Jenis-jenis Lamun setiap stasiun di perairan Kampung Pisang
No 1 2
Jenis Lamun
Enhalus acoroides
Sta.1 +
Thalassia hemprichii +
Keterangan: (+) = Ditemukan
Indeks
Sta.2 + +
(-) = Tidak Ditemukan
keanekaragaman
Sta.3 + +
keseragaman
dan dominansi merupakan indeks ekologi Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
yang banyak digunakan dalam melakukan
penilaian kondisi suatu lingkungan. Indeks ini sangat dipengaruhi oleh jumlah jenis yang hidup dan kemerataan individu dalam
setiap jenis tersebut (Odum, 1983). Nilai
indeks keanekaragaman lamun pada stasiun
pengamatan pada kelurahan Kampung Pisang termasuk kategori rendah (berada pada
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
kisaran 0.1 – 0.3), hal ini menunjukkan bahwa
Parepare merupakan muara dari beberapa
jenisnya juga rendah, ditunjukkan dengan nilai
kabupaten pinrang, disamping itu perairan
keanekaragaman jenis lamun tidak terlalu
tinggi dengan kemerataan individu pada setiap indeks keseragaman dan tidak ada jenis yang mendominasi (Tabel 3-6).
Tabel 3-6 Nilai indeks Keanekaragaman, Dominansi, Keseragaman Ekosistem Lamun di perairan Kampung Pisang
Indeks
Keanekaragaman Dominansi
Keseragaman
Stasiun 1
2
3
0.4237
0.7140
0.9966
0.1275 0.4286
0.2149 2.2149
0.3000 0.3000
Dari hasil observasi lapangan, tidak ditemukan adanya terumbu karang pada wilayah kelurahan
Kampung Pisang. Komposisi penutupan dasar perairan yang terdiri dari 70% substrat pasir dan 30% adalah subsrat berlumpur.
Tabel 3-7 Kondisi Substrat dasar perairan di perairan Kampung Pisang
Karang (%) Pasir (%)
Lumpur (%)
maupun
sungai
yang
berada
diwilayah
teluk cenderung memiliki arus yang lemah sehinga sirkulasi air yang mengangkut nutrient yang penting bagi pertumbuhan karang akan mempengaruhi pertumbuhan karang. Faktor
lainnya
yang
pertumbuhan
karang
menghambat
proses
adalah
sedimetasi
mempengaruhi
adalah
yang
keberadan
mengakibatkan
kekeruhan diilayah perairan. Sediment dapat fhotosinthesis
dari
hewan karang, apabila polip karang tertupi sediment maka proses ini terhambat sehingga
b. Terumbu Karang
Substrat
sungai baik yang berada diwilayah Parepare
Stasiun 1
2
3
30
20
25
0
70
0
80
hewan karang akan mati lemas diawali dengan proses bleaching. Kondisi ini memperlihatkan kemungkinan hewan karang untuk tumbuh
dan berkembang sangat sulit, disamping itu adanya aktifitas nelayan pada wilayah perairan
pesisir yang memberikan tekanan dan dampak akan keberadaan terumbu karang.
0
75
Dari hasil observasi lapangan, tidak ditemukan adanya terumbu karang pada wilayah kelurahan
Kampung Pisang. Komposisi penutupan dasar perairan yang terdiri dari 70% substrat pasir dan 30% adalah subsrat berlumpur.
Gambar 3-8 Kondisi dasar perairan di Kelurahan Kampung Pisang
Hewan karang yang ditemukan berkoloni sangat sedikit dengan kondisi yang memprihatinkan, jenis karang massive yang biasanya mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim hampir tidak ada dijumpai. Perairan teluk
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
19
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
3.3. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir 3.3.1 Kondisi Lingkungan
T
erletak di antara Kelurahan Watang
Soreang, Kelurahan Lakessi dan Kelurahan
Ujung
Sabbang,
lingkungan
Kelurahan
Kampung Pisang didominasi oleh lingkungan padat penduduk. Sebahagian pemukiman
warga tersebar di antara kiri-kanan jalan raya, sebagian lagi, yakni di sekitar kompleks
pasar Sentral Lakessi, berjejer memadat dan membentuk gang-gang sempit. Rumah-rumah
warga yang berada di sisi jalan raya umumnya
berjenis rumah-toko (ruko), sedangkan yang
berada di sekitar pasar Lakessi adalah rumahrumah
semi-permanen
yang
berselang-
seling dengan ruko. Di sekitar pasar Lakessi, pemukiman warga yang berada terlihat kumuh dengan jalan penghubung yang becek pada
saat musim hujan. Sampah terlihat menumpuk di beberapa tempat.
20
Foto: Dokumentasi Survei
Gambar 3-9 Beberapa titik daerah pemukiman penduduk Kelurahan Kampung Pisang
Di bagian yang dilalui oleh jalan raya, lingkungan Kelurahan Lakessi sepenuhnya adalah
lingkungan
perkotaan.
Bangunan
bengkel, rumah, salon kecantikan dan gudang berjejer
sebelah-menyebelah.
Di
bagian
ini, dengan dominasi beton dan aspal jalan,
lingkungan penduduk tampak cukup bersih dan tertata.
Wilayah laut atau pantai (yang merupakan Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
batas
Timur
kelurahan
ini)
kelurahan
Kampung Pisang relatif bersih dibanding pantai kelurahan tentangganya, kelurahan
Lakessi. Berbeda dengan kondisi di sejumlah titik pantai kelurahan Lakessi, tidak terlihat tumpukan
sampah
di
pantai
kelurahan
ini. Hal ini tampaknya disebabkan kontur
pantai kelurahan ini yang tidak cenderung memerangkap sampah seperti di pantai kelurahan Lakessi.
Satu-dua
perahu
nelayan
kadang-kadang
terparkir di pantai kelurahan ini. Nelayan
Kampung Pisang lebih senang memarkir perahunya di sekitar kompleks PPI Cempae yang berada di Kelurahan Watang Soreang,
sekitar 4 kilometer di Utara Kampung Pisang,
tepat di Utara kelurahan Lakessi. Kontur pantai kelurahan Kampung Pisang yang curam
dan keras karena bertanggul menyebabkan nelayan-nelayan di kelurahan ini jarang
memarkir perahu mereka di pantai kelurahan ini.
21
Gambar 3-10 Perahu-perahu nelayan di pantai Kampung Pisang
Foto: Dokumentasi Survei
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Di kelurahan ini tidak terdapat ruang terbuka
Kelompok Usia
lainnya.
46-50 tahun 100
hijau ataupun tanah lapang. Semuanya terisi oleh rumah penduduk, kios, ruko dan bangunan 3.3.2. Demografi (Jumlah, Kepadatan, Komposisi Penduduk dan Rumah Tangga) Jumlah
penduduk
Kelurahan
Kampung
Pisang pada tahun 2012 (Kota Parepare dalam Angka,2013) adalah 3.510 jiwa dengan
penduduk laki-laki sebanyak 1.647 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 1.862 jiwa. Pada tahun yang sama, tercatat jumlah keluarga
di kelurahan ini sebanyak 896 KK, atau tiap keluarga rata-rata terdiri atas 3 orang anggota
keluarga. Dengan luas wilayahnya yang seluas
22
0,12 km2, kepadatan penduduk di kelurahan ini adalah 29.250 jiwa/km2.
Menurut kelompok usia, warga kelurahan
Kampung Pisang didominasi oleh kelompok usia 25-36 tahun. Jumlah warga dalam rentang usia ini sebanyak 654 orang. Disusul kelompok
usia 19-25 tahun sebanyak 410 orang dan
kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 210 orang.
Tabel 3-8 Komposisi penduduk Kelurahan Kampung Pisang menurut pekerjaan.
Kelompok Usia
0-12 bulan
13 bulan-4 tahun 3-6 tahun
7-12 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki 13
124 78
204
13-15 tahun 80 16-18 tahun 81
19-25 tahun 191 26-35 tahun 305
Perempuan 15
106 70
183 86 75
219 349
Jumlah 28
229 148 287 166 156 410 654
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Jenis Kelamin
Laki-laki
36-45 tahun 244 51-60 tahun 158 61-75 tahun 114 ≥76 tahun
39
1736
1680
Perempuan 261 76
107
Jumlah 310 176 265
102
216
32
71
3416
Sumber: Papan Profil Kelurahan Kampung Pisang, 2013
Berdasar
kategori
tingkat
kesejahteraan,
menurut data Parepare dalam Angka (2013) jumlah keluarga di kelurahan Kampung Pisang didominasi oleh kategori Sejahtera III, yakni
sebanyak 448 keluarga atau 50% dari jumlah
total keluarga. Angka tersebut disusul kategori Sejahtera I, sebanyak 361 keluarga (39%), dan kategori Sejahtera III-plus sebanyak 55 keluarga (6%). Lalu kategori Sejahtera II sebanyak 19 keluarga (2%) dan kategori Prasejahtera sebanyak 13 keluarga (1%).
3.3.3. Mata Pencaharian Masyarakat di Pesisir
Berdasar data Profil Kelurahan (tahun 2013) kelurahan ini, warga kelurahan ini paling
banyak bekerja sebagai buruh industri, yakni
sebanyak 185 orang. Tempat kedua ditempati
oleh profesi PNS dan TNI yakni sebanyak 157 orang.
Tabel 3-9 Bidang pekerjaan dan jumlah warga per bidang pekerjaan di Kelurahan Kampung Pisang
Pekerjaan
Jumlah (orang)
Dokter
6
PNS dan TNI Perawat
Pensiunan PNS/TNI Pegawai Swasta
Pegawai BUMN/BUMD Pensiunan Swasta Tukang Batu
157 15 97 98 34 21 39
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
Pekerjaan
Jumlah (orang)
seluruhnya adalah ibu-ibu/perempuan. Uraian
Pekerja Salon Kecantikan
11
a. Nelayan Tangkap
Tukang Kayu Tukang Jahit
Buruh Industri Guru
Nelayan
21 51
185 37
TOTAL 822
di
kelurahan
Kampung
dirinci sebagai berikut:
Aktivitas penangkapan nelayan di kelurahan
50
Sumber: Diolah hasil wawancara dan Profil Kelurahan Kampung Pisang 2013
Nelayan
mengenai ke-empat sumbermata pencaharian
Pisang,
berdasar wawancara yang dilakukan dengan
Amiruddin, 38, nelayan-tangkap, dan Tahir, 60, ketua kelompok nelayan Ajatappareng, berjumlah 50 orang (1,4% dari total jumlah
penduduk). Ke-50 orang tersebut terdiri atas 20 orang nelayan-tangkap, 26 orang penjual ikan eceran dan 4 orang bos/pengepul.
Selain ke-50 orang nelayan tersebut, seperti
penuturan Aminah, 37, ibu rumah tangga yang biasa membuat abon ikan, di kelurahan
ini terdapat 16 orang perempuan yang biasa melakukan pembuatan abon ikan. Ke-16 perempuan/ibu-ibu ini tergabung dalam usaha
pembuatan abon ikan yang dikoordinir oleh
seorang perempuan bernama Hj. Oma dengan nama kelompok “Sejatera”.
3.3.3.1. Sumber-sumber pendapatan dan Mata pencaharian warga kelurahan pesisir
Mata pencaharian masyakarat pesisir di kelurahan Kampung Pisang terdiri atas (1) penangkapan ikan (nelayan tangkap), (2) penjual ikan eceran, (3) pengepul ikan dan (4)
pembuatan abon ikan (perempuan pengolah). Jumlah pelaku kegiatan tersebut berturut-
turut adalah 20 orang, 26 orang, 4 orang dan 16 orang. Ke-26 orang penjual ikan eceran terdiri
atas laki-laki dan perempuan, sedang ke-16 orang pelaku kegiatan pembuatan abon ikan
ini sangat bergantung pada kondisi musim. Kegiatan penangkapan memuncak di bulan Mei hingga Juni karena pada masa ini kondisi cuaca
mendukung. Pada bulan-bulan tersebut para
nelayan biasa menangkap hingga ke perairan kabupaten Barru. Sebaliknya, pada bulan
Desember sampai Maret, karena cuaca buruk,
daerah operasi terjauh nelayan biasanya hanya di kawasan Ujung Lero, kabupaten Pinrang,
atau bahkan tidak melaut sama sekali. Kondisi ini menyebabkan tidak tetapnya pendapatan nelayan.
Ke-20 orang nelayan tangkap di kelurahan
ini adalah nelayan pancing. Alat pancing yang
dipakai adalah pancing biasa dan pancing rawai dasar. Selain dipakai secara bergantian, kedua alat ini biasa juga dipakai bersamaan.
Sebagai moda kegiatan penangkapan, ke-20 orang nelayan tersebut juga memakai perahu
yang sama; berkuran panjang 8-9 meter dan lebar 1 meter dengan mesin penggerak
berdaya 5,5 hingga 12 PK. Ikan tangkapan
uatama nelayan Kampung Pisang adalah ikan-
ikan pelagis seperti Kakap dan Baronang. Jenis
ikan ini dipilih sebab memiliki nilai ekonomi tinggi disamping sesuai dengan kemampuan peralatan yang mampu nelayan miliki.
Selain intensitas kegiatan penangkapan yang
sama-sama memuncak di sekitar bulan Mei hingga Juni, para nelayan di kelurahan ini
juga beroperasi di jadwal harian yang sama.
Berangkat pada saat pagi, pulang pada saat sore. Namun, jika sedang memasuki musim-
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
23
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
musim cerah di antara bulan tersebut, para
ikan di lapak-lapak pasar. Dapat dikatakan
tangkapan mereka berada di tempat yang jauh.
eceran di Kampung Pisang menjadi lebih
nelayan biasa pula bermalam 1-2 malam di
lokasi tangkapan mereka, terlebih jika lokasi Pada waktu-waktu tersebut, nelayan biasa pula
menangkap ikan jenis lain selain Kakap atau Baronang. Sesekali mereka juga memangkap udang dengan jaring, alat tangkap tambahan
yang biasa mereka bawa pada saat musim cerah.
Pola ini sudah berlangsung selama berpuluh tahun. Nelayan di kelurahan ini sejak dulu adalah nelayan dengan perahu kecil. Selain
perahu mereka yang kini dilengkapi mesin
sebagai penggerak, tidak ada yang mengalami perubahan berarti dalam metode penangkapan
24
nelayan. Yang cukup banyak berubah adalah
para nelayan Bagang, baik itu bagang Tancap maupun
bagang
Perahu
(dalam
istilah
setempat; Bagang Loloq). Saat ini tidak ada lagi nelayan bagang di kelurahan ini. Hanya sejumlah nelayan di kelurahan Watang Soreang yang tetap bertahan sebagai nelayan bagang.
bahwa keberadaan para pengepul-lah yang
menyebabkan pelaku profesi penjual ikan banyak. Tidak
hanya
berdagang
ikan,
pengepul
juga berfungsi sebagai semacam ayah-asuh atau patron bagi para nelayan. Jika nelayan butuh tambahan modal mereka meminjam
ke pengepul. Piutang pengepul kemudian diangsur oleh nelayan dari hasil penjualan ikan
ke pengepul bersangkutan. Inilah sebabnya
mengapa para pengepul disebut juga ‘bos’ oleh para nelayan. Dari wawancara yang dilakukan, seperti dikemukakan di bagian 3.3.3.1., di kelurahan Kampung Pisang terdapat 4 (empat)
orang pengepul. Tiap pengepul fokus pada satu jenis ikan. Pengepul A misalnya hanya membeli ikan Layang, pengepul B khusus
membeli ikan Bandeng, dan hanya pengepul C yang membeli campuran jenis ikan. Di antara
keempat pengepul, pengepul bernama H. Azis paling populer di antara nelayan dan penjual ikan eceran di Kampung Pisang.
Mekanisme pasar yang berlaku di antara
b. Pengepul Ikan
pengepul dan nelayan adalah pengepul membeli
Para pengepul ikan dapat pula disebut
harga ikan. Potongan sebesar 10-20% tersebut
sebagai juragan ikan. Kegiatan mereka adalah
berdagang ikan dengan posisi yang mirip perusahaan grosir dalam rantai pasar. Pengepul
membeli ikan-ikan tangkapan nelayan-nelayan
setempat; dari Watang Soreang, Lakessi maupun Kampung Pisang, untuk dijual kembali. Dalam proses penjualan-kembali ini pengepul mempekerjakan beberapa orang sebagai karyawan yang tugasnya menunggui Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
ikan nelayan dengan cara memborongnya
dengan memotong 10 sampai 20% dari taksiran adalah nilai keuntungan pengepul. Namun,
tidak tertutup kemungkinan bahwa harga jualkembali ikan menjadi lebih tinggi dari harga
pembelian pertama tersebut, terlebih jika ikanikan tersebut dikirim ke daerah-daerah di luar Kota Parepare, atau dengan kata lain terjadi
pelipat-gandaan keuntungan di pihak bos. Namun demikian, sampai sejauh ini, potongan
tersebut tetap dirasa normal oleh para nelayan. Demikian pula pelipat-gandaan keuntungan
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
tersebut dianggap wajar oleh nelayan.
para
c. Penjual Ikan Eceran
jual. Selain di pasar Lakessi, para penjual ikan
Para penjual ikan eceran adalah anak buah para bos atau pengepul ikan. Mereka berjualan
di lapak-lapak yang ada di pasar Lakessi yang letaknya berbatasan langsung dengan kelurahan Kampung Pisang. Para penjual
eceran bertugas menyalurkan ikan milik
bos/pengepul.
Mereka
memperoleh
pendapatan melalui sistem komisi (persenan) menurut jumlah ikan yang berhasil mereka eceran juga berjulan di pasar Senggol yang
letaknya 3-7 menit dengan sepeda motor dari
Kampung Pisang. Pada pagi hingga siang hari mereka berjualan di pasar Lakessi, pada sore
hingga malam hari mereka berjualan di pasar Senggol.
25
Gambar 3-11 Seorang penjual ikan eceran di pasar Lakessi.
Foto: Dokumentasi Survei
Foto: Dokumentasi Survei
Gambar 3-12 Suasana lapak-lapak penjualan ikan di pasar Senggol pada siang hari. Pasar Senggol mulai buka sekitar jam 4 sore Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Lapak atau kios yang ditempati oleh para
penjual eceran bukan lapak yang mereka sewa sendiri dari pengelola pasar, tetapi disewa
oleh para bos. Kadang-kadang para pengecer mengecer ikannya bukan di lapak tetapi di meja-meja yang ditaruh di pinggir jalan.
Seorang bos, seperti diterangkan Amiruddin dan Tahir bisa memiliki sampai 20 buah lapak di pasar Lakessi.
Kondisi di pasar Senggol tampak sedikit berbeda. Pasar ini adalah ruas jalan pantai
yang sudah lama dijadikan pasar oleh warga. Dari Selatan ke Utara, di pasar ini berjejer blok penjual pakaian bekas (‘cakar’ dalam istilah setempat), penjual aneka perkakas dan alat
elektronik, penjual pakaian baru, dan penjual
bahan makanan. Karena menempati daerah
26
yang sesungguhnya adalah ruas jalan pantai,
pasar ini tampak relatif tertata meski cukup padat pengunjung dan becek di beberapa
tempat. Bentuknya hanya lurus memanjang. Nama pasar ini, ‘Senggol’, seperti dituturkan warga, berasal dari padatnya pengunjung
di pasar ini. Begitu padatnya pengunjung
sehingga mereka saling ‘senggol’ pada saat berada dalam pasar. Selain terkenal dengan
jualan pakaian bekasnya, pasar ini adalah salah satu tempat utama transaksi ikan di Kota Parepare.
d. Perempuan Pengolah Perempuan pengolah adalah profesi yang dijalankan oleh ibu-ibu istri nelayan. Kegiatan
mereka adalah mengolah ikan menjadi abon. Ibu-ibu ini, seperti dikemukakan pada bagian
3.3.3.1., biasa membuat abon di rumah seorang perempuan bernama Hj. Oma.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Foto: Dokumentasi Survei
Gambar 3-13 Aminah, salah satu warga yang biasa membuat abon ikan
Target pemasaran ibu-ibu ini adalah teman atau
keluarga, kios-kios, serta pedagang asongan di pelabuhan Lakessi. Namun demikian, kegiatan produksi yang ada masih berskala
kecil dan belum rutin. Pelaku kegiatan ini baru berjumlah 16 orang, itupun dalam posisi sebagai karyawan atau buruh dalam kegiatan produksi. Ke-16 orang ibu-ibu tersebut adalah karyawan Hj. Oma.
Karena itu maka wajar jika pasaran Abon Ikan
di kelurahan ini masih diisi oleh produk dari
luar. Seperti terlihat di salah satu kios, abon ikan yang ada berasal dari salah satu rumah produksi abon di kelurahan Watang Soreang. “Ibu-ibu di sini ada yang biasa bikin abon ikan. Tapi itu cuma anak buah Hj. Oma. Yang lain
belum tau caranya. Termasuk saya,” ungkap Sahrah (42), salah seorang istri nelayan.
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
27 Foto: Dokumentasi Survei
Gambar 3-14 Produk Abon Ikan yang dijual di salah satu kios
Meski semuanya ingin punya kegiatan usaha
Parepare pada umumnya. Hal ini tampak saat
sifatnya sangat mendasar, yakni ketiadaan
berada di Kota Parepare, yakni toko waralaba
sendiri, seperti diungkapkan Sahrah, keinginan ibu-ibu di kelurahan ini terkendala faktor yang
keterampilan. Dan seturut dengan hal itu,
kalaupun keterampilan itu dimiliki, seperti juga diungkapkan oleh Aminah, modal untuk
memulai usaha belum tentu dimiliki. Sementara
itu, baik Sahrah maupun Aminah yakin bahwa
ibu-ibu rumah tangga di kelurahan mereka punya keinginan untuk memiliki kegiatan usaha atau pendapatan sendiri.
Gejala akan masih sangat kecilnya kegiatan
produksi olahan perikanan di kelurahan ini,
tidak hanya terjadi di kelurahan ini tetapi dapat dikatakan merupakan gejala di Kota
dilakukan survei ke beberapa toko retail yang
ada di kota ini. Dua toko retail yang sudah lama
“Sejahtera” dan toko Cahaya Ujung justru tidak
menjual produk olahan ikan yang berasal dari Parepare. Baik toko Sejahtera maupun toko Cahaya Ujung, sam-sama menjual produk olahan ikan yang berasal dari Makassar.
3.3.3.2. Nilai Rata-rata Pendapatan Nelayan
Dari empat kegiatan pesisir di atas, hanya diperoleh informasi mengenai nilai pendapatan
nelayan tangkap dan penjual ikan. Informasi tentang nilai pendapatan pembuat abon juga diperoleh tetapi sebagai perkiraan.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Informasi tentang nilai pendapatan para pengepul
tidak
dapat
diperoleh
sebab
para pengepul tidak bersedia memberikan keterangan. Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh para responden nelayan (yang juga anak
buah para pengepul) ketika dimintai perkiraan
tentang nilai pendapatan bos mereka. Nilai pendapatan pengepul oleh responden nelayan hanya disebut “besar” dan hal ini tampaknya penyebab sikap tertutup tersebut.
Untuk pembuat abon ikan, nilai rata-rata
pendapatan mereka sukar mereka ratakan. Hal ini dikarenakan masih kecil dan belum
rutinnya kegiatan usaha yang mereka jalankan. “Susah
dirata-ratakan.
Kan
masih
kecil-
kecilan. Bikinnya (kegiatan produksinya—
red) juga cuma kadang-kadang,” kata Aminah,
28
perempuan yang biasa membuat abon ikan.
Ketika ditanya apakah pendapatannya dari membuat abon ikan mencapai misalnya Rp 1
juta dalam sebulan, Aminah mengatakan nilai itu terlalu tinggi. Juga ketika disodorkan angka
Rp 500.000,-
Jika didekati menurut harga abon ikan di pasaran, maka informasi yang diberikan
Aminah tidak meleset. Bahkan nilai Rp 500.000,- per bulan memang terlalu tinggi untuk kelompok yang belum melakukan
kegiatan produksi secara rutin. Dengan dasar perhitungan harga abon ikan di pasaran Rp
20.000,-/200 gram abon, dengan asumsi
bahwa dalam Rp 20.000,- tersebut terdapat keuntungan sebesar Rp 5.000,- maka untuk
sebuah kelompok yang beranggotakan 10 orang diperlukan produksi abon ikan sebanyak 200 kg dalam sebulan untuk bisa membagikan keuntungan sebesar Rp 500.000 kepada tiap anggotanya.
Untuk nelayan-tangkap, diperoleh informasi nilai
rata-rata
pendapatan
Rp
1.000.000,- sampai 1.500.000,- per bulan. Rataan tersebut juga berlaku untuk penjual pengecer.
24%
6% Nelayan dan Pengecer (<500 ribu) Pengumpul (unknown) Pembuat abon (Rp. 1-1,5 juta)
Gambar 3-15 Nilai pendapatan nelayan Kampung Pisang per bidang kegiatan Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
berkisar
70%
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
Rataan
pendapatan
nelayan
tersebut,
fluktuatif menurut musim atau kondisi cuaca. Pendapatan nelayan justru biasa pula anjlok
pada saat memasuki musim cuaca cerah (Mei hingga Juli). Hal ini dikarenakan jumlah tangkapan nelayan melimpah pada musim tersebut. Melimpahnya tangkapan berdampak kelimpahan ikan di pasaran. Kelimpahan ikan
berarti —sejalan dengan hukum ‘permintaanpenawaran’— jatuhnya harga ikan (‘banjir ikan’
dalam istilah nelayan setempat). Rataan Rp 1 s.d 1,5 juta diperoleh menurut perhitungan pendapatan di luar musim cuaca cerah dan cuaca buruk.
Sebab belayan menempati posisi hulu dalam rantai pemasaran ikan, maka fluktuasi jumlah tangkapan
ikan
berpengaruh
langsung
terhadap jumlah pendapatan pengepul dan anak penjual ikan eceran.
3.3.3.3. Sarana dan Prasarana Pendukung Perekonomian Masyarakat Nelayan
Secara umum, sarana dan prasarana yang
dibutuhkan untuk kegiatan perekonomian kenelayanan tersedia di kelurahan Kampung Pisang.
Keadaan
tersebut
dimungkinkan
sebab kelurahan ini adalah bagian dari Kota Parepare yang merupakan kota niaga dan jasa. Prasarana umum seperti listrik, akses jalan,
air bersih (PDAM) dan jaringan komunikasi dan informasi tersedia memadai di kelurahan
ini. Sarana-sarana pendukung tersebut tidak terletak di dalam wilayah Kampung Pisang, tapi berada di lokasi yang cukup dekat dari kelurahan ini. Sarana
dan
pra-sarana
pendukung
perekonomian masyarakat nelayan kelurahan Kampung Pisang secara lebih rinci adalah sebagai berikut.
1. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tidak jauh dari kelurahan Kampung Pisang, yakni di kelurahan Watang Soreang yang
berjarak hanya sekitar 5 menit (hanya diperantarai oleh satu kelurahan; Kelurahan Lakessi)
terdapat
kompleks
Pangkalan
Pendaratan Ikan. Kompleks ini berdiri di atas
lahan seluas 1,5 Ha dan dilengkapi berbagai fasilitas. Di antara fasilitas itu adalah dermaga
pendaratan ikan (seluas 5 x 80 meter),
bangunan pendaratan ikan (seluas 200 m2) dan lahan parkir. Satu unit rumah produksi/
pengolahan ikan dan stasiun Solar Packed Dealer (SPDN) juga ada dalam kompleks ini.
Fasilitas ini merupakan tempat 85% ikan tangkapan nelayan Kota Parepare didaratkan. 15% selebihnya didaratkan para nelayan langsung ke para pengepul, umumnya oleh nelayan-nelayan di kelurahan yang letak
tempat tinggalnya cukup jauh dari kompleks ini. Pada tahun 2011 tercatat 1.771 buah kapal
mendaratkan ikan di fasilitas ini. Kapal-kapal yang mendaratkan ikan di fasilitas ini bukan
hanya kapal-kapal nelayan Parepare tetapi
juga kapal-kapal dari luar Kota Parepare.
Dalah sehari, jumlah ikan yang didaratkan di kompleks ini rata-rata berkisar 6-8 ton (data Studi Kelayakan Pengembangan PPI Cempae, 2011).
6 hingga 8 ton ikan tersebut tidak pernah tinggal sampai hitungan jam di kompleks ini.
Begitu dibongkar, ikan-ikan yang didaratkan langsung dipindahkan ke mobil-mobil pickup yang siap mengakut ikan-ikan tersebut ke pasar-pasar Kota Parepare dan ke berbagai
daerah di luar Kota Parepare; Enrekang, Tana
Toraja, Wajo, hingga Luwu, yang jaraknya 100200 kilometer dari Kota Parepare.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
29
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
12
11
14
13
6 7
15
8
14
3
19
4 5
9
5
16
2 18
17
Keterangan : 1.Pos jaga 2.Kios/toko 3.Aula/gedung pertemuan nelayan 4.Musholla 5.Parkiran 6.SPBU 7.Los penjualan 8.TPI 9.MCK 10.Pasar/penjual bekal melaut nelayan
11
11. Gudang 12. Pabrik es 13. Rumah genset 14. Menara air 15. Ruang bengkel 16. Kantor Pengelola PPI 17 parkiran kantor 18. koperasi 19. Kantor TPI 20. Penjemuran ikan
Gambar 3-16. Denah Pangkalan Pendaratan Ikan Cempae Kecematan Soreang Kota Parepare
30 Foto: Dokumentasi Survei
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
31
Foto: Dokumentasi Survei
Gambar 3-17 Bangunan TPI dan Lods Penjualan ikan dalam Kompleks PPI Cempae. Kedua bangunan ini hampir tidak pernah benar-benar berfungsi dengan begitu cepatnya proses transaksi ikan di kompleks ini. Ikan-ikan yang didaratkan di dermaga (tepat di sebelah kiri bangunan TPI) langsung dijemput, dikemas dan dipindahkan oleh para pengepul ke mobil-mobil angkutan mereka. Tidak jarang proses bongkarmuat terjadi pada malam hingga subuh hari.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
2. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Berdasar informasi yang diperoleh mengenai kebiasaan para nelayan mendapatkan bahan
bakar, nelayan Kelurahan Kampung Pisang
didukung oleh dua unit stasiun pengisian bahan bakar minyak. Kedua stasiun ini terletak
tidak jauh dari kelurahan ini. Kedua unit
stasiun tersebut adalah Stasiun Solar Packed
Dealer untuk Nelayan (SPDN) yang berada di kompleks PPI Cempae di kelurahan Watang
Soreang, dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) “Ujung Bulu” milik Pertamina yang berada di kelurahan Ujung Bulu. Jarak rata-rata
kedua fasilitas ini dari kelurahan Kampung
Pisang sekitar 5-10 menit dengan berkendara sepeda motor.
32
Foto: Dokumentasi Survei
Gambar 3-18 Atas: SPDN Cempae di kompleks PPI Cempae. Bawah: SPBU Ujung Bulu Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
Stasiun SPDN dalam kompleks PPI Cempae
di kelurahan Watang Soreang dan Lakessi.
SPDN ini belum mendapat pengesahan dari
Cempae. Pabrik ini belum berfungsi. Pabrik
sampai saat ini belum beroperasi. Fasilitas ini terkendala masalah administrasi. Stasiun
pemerintah pusat setelah hampir dua tahun rampung dibangun. Sedangkan SPBU Ujung Bulu sudah cukup lama melayani kebutuhan BBM nelayan Kampung Pisang.
Untuk memenuhi kebutuhan BBM, nelayan biasanya membeli bensin atau solar eceran
yang biasa dijual di kios-kios setempat. Bensin dan solar eceran ini diperoleh oleh pemilik
kios dengan membelinya per drum atau per jerigen di SPBU. Selain itu, nelayan biasa pula
membeli solar atau bensin dengan langsung membelinya di SPBU. 3. Pabrik es
Di dalam wilayah kelurahan Kampung Pisang
Pabrik es di Watang Soreang adalah pabrik
milik pemerintah, terletak di kompleks PPI es di kelurahan Lakessi (terletak di antara kelurahan Watang Soreang dan Kampung
Pisang) adalah pabrik es milik perorangan/ swasta. Pabrik tersebut adalah Pabrik es “Bang
Li” dan pabrik es “Rismadi”. Jarak ketiga pabrik
tersebut dari kelurahan Kampung Pisang juga cukup dekat, yakni berjarak rata-rata 5-10 menit.
Dengan produksi es dari dua pabrik tersebut, kebutuhan es nelayan Kampung Pisang selalu
terpenuhi. Kedua pabrik ini bahkan termasuk melayani kebutuhan es kapal-kapal nelayan yang berasal dari luar Kota Parepare.
33
tidak ada fasilitas pabrik es. Pabrik es terdapat
(b)
(a)
(c)
Foto: Dokumentasi Survei
Gambar 3-19 (a) Papan penunjuk lokasi pabrik Es “Rismadi”. (b) Pabrik Es PPI Cempae. (c) Pabrik Es “Bang Li”
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
4. Pasar Masyarakat
kelurahan
Kampung
dengan kelurahan Kampung Pisang, sedang pasar Senggol terletak di kelurahan Ujung.
Pisang
Seluruh penjual ikan Kampung Pisang (yang
didukung oleh dua unit pasar, pasar Sentral
merupakan profesi berbasis pesisir dengan
Lakessi dan Pasar Senggol. Meski kedua pasar
jumlah terbesar di kelurahan ini) berjualan
ini tidak terletak di dalam kelurahan Kampung
di dua pasar ini. Demikian pula seluruh ikan
Pisang, kegiatan warga Kampung Pisang
tangkapan nelayan Kampung Pisang diserap
sangat terpengaruh atau bergantung pada
oleh dua pasar ini.
dua pasar ini. Pasar Sentral Lakessi terletak di kelurahan Lakessi yang berbatasan langsung
34
(a)
Gambar 3-20 (a) Pasar Lakessi. (b) Pasar Senggol Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
(b)
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
5. Kantor Bank dan Pegadaian Di dalam wilayah kelurahan Kampung Pisang
tidak terdapat bank ataupun kantor pegadaian. Kantor bank dan pegadaian hanya ada di sekitar wilayah kelurahan ini. Di
sekitar
kelurahan
Kampung
Pisang
terdapat setidaknya 3 kantor bank dan 2 kantor pegadaian. Dua unit kantor bank milik
pemerintah (BNI dan BRI) berada di jalan Lasinrang, wilayah kelurahan Lakessi. Kantor
bank juga terdapat di jalan Veteran—wilayah
kelurahan Ujung—, sekitar 5-10 menit dari kelurahan Kampung Pisang. Kantor ini adalah Kantor Pusat Cabang Pembantu BNI Parepare.
Kantor pegadaian terdapat di jalan Lasinrang
dan Jalan Andi Makassau, juga berjarak sekitar
5-10 menit dari kelurahan Kampung Pisang. Ketiga bank dan kantor pegadaian ini tidak hanya melayani keperluan transaksi keuangan
warga Kampung Pisang tetapi hampir seluruh warga Kota Parepare.
35
Gambar 3-21 Salah satu kantor bank di Jalan Lasinrang, kelurahan Lakessi
6. Toko Peralatan Nelayan Seperti halnya kelima fasilitas di atas, fasilitas toko peralatan nelayan juga tidak terdapat di wilayah kelurahan Kampung Pisang. Fasilitas ini berada di kelurahan Ujung dan kelurahan Lakessi, dengan letak yang juga hanya berjarak antara 5-10 menit dari Kampung Pisang. Toko-toko alat
pertanian dan nelayan di Kota Parepare termasuk melayani kebutuhan para petani dan nelayan dari kabupaten Pinrang dan Barru, satu hal yang mempertegas posisi Kota Parepare sebagai kota niaga dan jasa.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
(a)
36 (b)
(c) Gambar 3-22 Toko-toko nelayan di sekitar Kelurahan Lakessi. (a) Pajangan di toko “Nelayan”. (b) dan (c) Toko Sumber tani dan UD. Cakrawala.
Toko nelayan yang ada di sekitar Kelurahan Kampung Pisang, di antaranya adalah toko “Nelayan”,
toko “Sumber Tani” dan toko “Cakrawala”. Masing-masing terletak di jalan Sultan Hasanuddin (kelurahan Ujung), dan di bilangan jalan Lasinrang, kelurahan Lakessi. Toko “Nelayan” khusus
menjual alat tangkap seperti alat pancing, tali dan bahan jaring, sedang toko Sumber Tani dan Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
Cakrawala menjual berbagai jenis mesin
produk olahan, berdasar pada survei potensi
hand-tractor.
terbilang besar, namun potensi ini belum dapat
penggerak, generator set, dan berbagai jenis
alat-alat pertanian seperti alat penggiling dan 3.3.3.4. Pengolahan Hasil-hasil Perikanan oleh Masyarakat Nelayan, Perempuan Pesisir dan Kelompok-Kelompok Usaha Bersama
ruang pemasaran yang dilakukan. Potensi
pemasaran produk olahan di Kota Parepare
dimanfaatkan sebab kegiatan produksi produk olahan sendiri (input-pasar) masih sangat kecil.
1. Produk Ikan Segar
Informasi mengenai kegiatan pengolahan yang
Dari
pada bagian 3.3.3., sub “b”.
Kampung Pisang ditunjang oleh keberadaan
dilakukan oleh masyarakat nelayan perempuan dan kelompok usaha bersama telah dipaparkan Hanya ada satu kegiatan pengolahan ikan yang
dilakukan di kelurahan ini, yaitu pembuatan
abon ikan. Terdapat sejumlah warga yang melakukan
pengeringan/pengasinan
ikan,
tetapi dalam jumlah yang sangat kecil dan ditujukan untuk konsumsi sendiri. Bahkan,
menurut Tahir, ketua kelompok nelayan Ajatappareng, tidak ada yang membuat ikan kering di Kampung Pisang.
Dalam kegiatan pembuatan abon ikan, seperti dipaparkan pada bagian 3.3.3. bagian b
di
atas, kegiatan ini masih terbilang baru di kelurahan ini dan belum terlembaga. Kegiatan ini dilakukan oleh 16 orang ibu-ibu dan biasa
dilakukan di rumah seorang perempuan bernama Hj. Oma.
3.3.3.5. Aspek Pasar dan Pemasaran Hasilhasil Produk Masyarakat Nelayan dan Kegiatan Perekonomian Pesisir Lainnya
Produk perikanan di Kota Parepare ada dua
segi
infrastruktur,
sebagaimana
dipaparkan pada bagian 3.3.3.1 (bagian b),
pemasaran produk ikan segar kelurahan
tiga fasilitas: Pasar Sentral Lakessi, pasar Senggol dan dermaga PPI Cempae. Tidak hanya menunjang kegiatan ekonomi masyarakat
kelurahan Kampung Pisang, ketiga fasilitas ini menunjang seluruh masyarakat Kota Parepare.
Dengan skala yang dimiliki oleh ketiga fasilitas ini, nelayan Kampung Pisang hanyalah salah
satu unit kecil di dalamnya. Untuk PPI Cempae,
fasilitas ini bahkan menunjang kegiatan para nelayan dari di luar Kota Parepare; Barru,
Pinrang, hingga nelayan-nelayan dari provinsi Sulawesi Barat.
a. Pasar Sentral Lakessi. Pasar ini adalah pasar terbesar di Kota
Parepare, sekaligus tempat transaksi ikan
terbesar di kota ini selain dermaga PPI Cempae. Pasar ini melayani kebutuhan ikan sebahagian besar masyarakat Kota Parepare dan menjadi
salah satu terminal ikan bagi sejumlah kota di luar Kota Parepare.
jenis: 1) Produk ikan segar/beku dan 2) produk olahan. Kondisi eksisting pemasaran kedua
produk tersebut akan dipaparkan berikut. Dalam pemaparan berikut disertakan pula
potensi ruang pemasaran untuk produk kedua,
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
37
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
38
Gambar 3-23 Pasar Sentral Lakessi tampak depan dan blok penjual ikan yang baru. Pasar ini selesai direnovasi belum lama ini.
b. Pasar Senggol.
Pasar ini adalah salah-satu pasar utama di Kota Parepare, terutama melayani warga Kecamatan
Ujung dan Cappa Galung. Pasar ini buka pada saat sore hingga malam sekitar pukul 10.00. Dengan waktu buka yang berbeda dengan pasar Lakessi, pasar ini menjadi tempat alternatif bagi
para penjual ikan di pasar Lakessi setelah menjual di siang hari. Dengan adanya pasar ini maka memungkinkan bagi para penjual ikan di kelurahan Kampung Pisang dan Lakessi untuk menjual
ikan sepanjang hari (siang hingga malam). Mereka menjual di pasar Lakessi pada saat siang hari, dan menjual di Pasar Senggol pada sore hingga malam hari. Pasar ini cukup terkenal di kalangan Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
masyarakat Sulawesi Selatan sebagai pusat ‘cakar’ (pakaian bekas; rata-rata dikapalkan dari Malaysia atau Singapura).
Gambar 3-24 Suasana di blok Penjual ikan di Pasar Senggol pada saat buka.
c. Pangkalan Pendaratan Ikan Cempae.
PPI Cempae merupakan (sebagaimana dipaparkan pada bagian 3.3.2.3) tempat pendaratan 85% ikan tangkapan nelayan Kota Parepare. Fasilitas ini rata-rata menampung 6-8 ton ikan tangkapan
nelayan Parepare dan luar Parepare dalam sehari, sekaligus menjadi terminal ikan bagi sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan; Enrekang, Sidrap, Tana Toraja, Luwuk.
Gambar 3-25 Dermaga PPI Cempae.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
39
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Dari segi struktur pasar, pemasaran ikan
menutupi biaya pengiriman dan ongkos buruh
(1) Nelayan (Produsen), (2) Pengepul dan
bensin, gaji supir dan gaji buruh di kota tujuan.
segar kelurahan Kampung Pisang terdiri
atas setidaknya 3 (tiga) tingkatan pasar; Pengecer (Penyalur), dan (3) Pembeli. Tiga
tingkatan itu kemudian terbagi ke dalam 3 jalur; (1) jalur pengumpul-pengecer-pembeli, (2) pengumpul-‘pengecer-pedagang’-pembeli,
dan (3) pengumpul-pengecer-pembeli luar kota. Dalam diagram, struktur dan alur
pemasaran ikan di kelurahan Kampung Pisang adalah sebagai berikut.
Nelayan
saat melakukan pengiriman ikan ke luar kota. Biaya pengiriman itu di antaranya biaya
“Kalau misalnya kita sendiri yang mau ongkosi (pengiriman
ikan—pen),
dari itu,” kata Tahir. 2. Produk Olahan
Seperti yang dipaparkan pada bagian 3.3.3.1 (bagian d), pemasaran produk olahan ikan di Kelurahan Kampung Pisang masih sangat minim. Penyebabnya adalah faktor internal di
Pembeli
Pengecer-pedagang*
Kelurahan
Kampung Pisang sendiri,
Pengecer
hasilnya
(kenaikan harganya—pen) tidak jauh-jauh
Pengumpul 40
pasti
Pengecer luar kota
Pembeli
Pembeli
yakni
kegiatan produksi produk
olahan
masih
sangat
ikan di kelurahan
ini sendiri yang minim.
Dengan
minim
tersebut,
kegiatan produksi Gambar 3-26 Struktur dan alur pemasaran ikan kelurahan Kampung Pisang
yang masih sangat
Menurut informasi dari para nelayan, harga
jangkauan pemasaran produk olahan ikan oleh
pengepul menurut mereka masih dalam batas
anggota kelompok (kelompok produksi Hj.
ikan di pasaran selama ini baik-baik saja. Margin keuntungan yang ditarik oleh para
normal, termasuk tentang harga ikan yang bisa naik hingga 3 kali lipat saat dijual kembali oleh para pengepul ke luar kota. Menurut para
nelayan, kenaikan harga itu wajar terjadi sebab
para pengepul harus mengeluarkan modal
yang cukup banyak saat melakukan ekspedisi. Tahir, salah seorang nelayan, mengungkapkan
bahwa para bos (pengepul) setidaknya harus Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
ibu-ibu di kelurahan ini saat ini pun terbatas di kalangan teman atau kerabat pemilik dan
Oma). Kelompok ini juga kadang-kadang memasarkan produk mereka ke penumpang kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan
Nusantara, sekitar 4 kilometer dari kelurahan Kampung Pisang.
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
41
Gambar 3-27 Suasana Pelabuhan Nusantara Parepare
Sementara itu, potensi pemasaran produk olahan ikan di kelurahan ini terbilang cukup besar dengan banyaknya ruang pemasaran yang
potensial untuk dimanfaatkan. Ruang-ruang
potensial tersebut adalah toko-toko retail yang jumlahnya cukup banyak di Kota Parepare.
Saat ini terdapat 30 outlet perusahaan retail
di Kota Parepare. Jumlah tersebut adalah pertambahan sebanyak 3 kali lipat dari jumlah
pada tahun 2009 (Kota Parepare dalam Angka,
2013). Di kota ini terdapat outlet-outlet milik perusahaan
Alfamart,
Ujung dan Sejahtera. Pihak
pengelola
Indomaret,
Cayaha
perusahaan-perusahaan
retail sendiri mengaku siap bekerja sama dengan produsen-produsen lokal. “Sepanjang
produknya memenuhi standar, kenapa tidak (bekerja sama—pen)?” ujar ibu Hasanah (42),
Deputi Manager toko Sejahtera Parepare.
Hal serupa juga dikatakan oleh Hasnawati
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
(30), pengawas-pramuniaga di toko Cahaya
makanan adalah syarat-syarat standar untuk
lokal. Hal ini agar perusahaan mereka juga
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau
Ujung. Bagi perusahaan-perusahaan retail,
penting bagi mereka untuk menerima produk dapat berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat setempat.
Syarat yang diberlakukan oleh perusahaanperusahaan
retail
tersebut
bagi
produk
produk makanan. Yakni memiliki kemasan
yang baik, tanggal kadaluarsa, izin produk Departemen Kesehatan, berat produk dan
label produk. Sepanjang syarat-syarat tersebut
dipenuhi, maka perusahaan retail bersedia bekerja sama untuk memasarkan produk yang ada.
42
Gambar 3-28 Produk makanan ringan (jejeran rak tengah) produksi usaha rumah tangga yang terpajang di toko Sejahtera Parepare. Seluruh produk ini masih berasal dari luar Kota Parepare. Dalam gambar; ibu Hasanah, Deputi Manager toko Sejahtera Parepare.
Gambar 3-29 Salah satu outlet toko Alfamart di Kota Parepare. Foto inzet: suasana di dalam toko Cahaya Ujung di Jl. Bau Massepe.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
3.3.3.6. Kondisi Sosial Budaya Nelayan
Merupakan kelurahan yang hampir seluruh warganya beretnis Bugis, dan seluruh warganelayannya beretnis Bugis, ada dua sistem
sosial yang dapat dipastikan berlaku di masyarakat nelayan di kelurahan ini. Sistem
patriarki dalam sistem-gender-nya, dan sistem punggawa-sawi dalam sistem atau organisasi kerja-nya. Masyarakat Bugis adalah masyarakat
dengan sistem patrilineal, dengan masyarakat
nelayan yang dikenal dengan sistem organisasi kerja berpola patron-klien yang khas; sistem ‘punggawa-sawi’. Kedua sistem ini, terutama yang pertama (sebagaimana dibahas pada bagian 3.3.6.), masih dapat ditemukan/diamati di masyarakat nelayan kelurahan ini. Pengutamaan
tersebut
diberikan
kepada
sistem yang pertama sebab sistem yang kedua,
‘punggawa-sawi’, telah mengalami pengaburan atau pergeseran. Nelayan-nelayan di kelurahan
ini dapat dikatakan masih menganut sistem punggawa-sawi tetapi dalam bentuk yang sama-sekali berbeda dari sistem punggawasawi tradisional.
Merujuk Sallatang (1982, dalam Yusran Nur Indar dan Nurliah Buhari, 2011) sistem punggawa-sawi tradisional dicirikan oleh kuatnya keterikatan antara Punggawa dengan
Sawi, baik itu dalam dimensi ekonomi, maupun dalam dimensi sosial:
In sociological terms, […] pointed out that in coastal community, especially South Sulawesi, Indonesia, there is existing a traditional institution that become the major vehicle to address the livelihood. This institution, known locally as Ponggawa-Sawi. This traditional institution has strong relationship between the patron and client both economic and social
dimensions (Yusran Nur Indar dan Nurliah Buhari “Rethinking Traditional Institution’s Participation
in
Coral
Reef
Resource
Management, 2011., hlm. 121)
Sejalan dengan hal tersebut, dalam laporan
Baseline Study oleh Oxfam GB di 16 desa pesisir di empat kabupaten Sulawesi Selatan; Barru, Pangkajene Kepulauan, Maros dan Takalar
(untuk program Restoring Coastal Livelihood, 2011)
disebutkan
bahwa
dalam
sistem
Punggawa-Sawi terdapat setidaknya lima poin perjanjian yang mengikat antara Punggawa
dan Sawi, terutama dalam hal ini mengikat
pihak Sawi. Kelima poin Sebagai bagian dari institusi yang sifatnya tidak formal, maka lima
poin tersebut adalah aturan yang tidak tertulis. Lima poin tersebut adalah:
1) bahwa Sawi adalah anak buah dari
Punggawa dan sebab itu Sawi berhak memperoleh gaji dari Punggawa
2) bahwa
Punggawa
bertanggung-jawab
menanggung semua kebutuhan hidup sehari-hari Sawi dan keluarganya selama Sawi bekerja untuk Punggawa
3) bahwa tanggungan (sebagaimana yang
dimaksud pada poin 2) terhitung sebagai utang Sawi
4) bahwa Sawi dapat membayar utang kepada Punggawa
dengan
cara
mengangsur
melalui potongan gaji yang Sawi peroleh selama bekerja
5) bahwa
Sawi
tidak
dapat
berpindah
ke Punggawa lain selama utangnya di Punggawa belum lunas.
Dan seperti diungkapkan oleh Yusran dan Nurliah di atas, kuatnya keterikatan antara
Punggawa dan Sawi tersebut tidak hanya dalam
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
43
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
dimensi ekonomi, tetapi juga dalam dimensi sosial. Mengenai hal ini, Yulidar Nalurita dalam papernya mengenai nelayan di desa Tanru
Sampe Timur, Kabupaten Jeneponto (2008), mengungkapkan penghidupan
bahwa
yang
berkat
diberikan
jaminan
Punggawa
tersebut, Sawi memiliki ketergantungan yang
tinggi kepada Punggawa. Berkat jaminan
itu, Sawi memiliki rasa hutang budi kepada Punggawa. Tulis Narulita:
44
......Hubungan ini sebenarnya dapat melahirkan ketergantungan sawi kepada punggawa. Apalagi ketika sawi mengalami masa-masa sulit maka yang akan didatangi adalah punggawa. Sebab hampir sebagian besar sawi tidak memiliki sampingan, hanya mengandalkan bantuan dari punggawa. Sehingga yang akan berlangsung berikutnya, punggawa sebagai yang diikuti dan sawi sebagai pengikutnya. […] Selain itu kenyataannya, hubungan patronklien ini terjadi secara tidak seimbang. Dimana sawi telah lebih dulu memiliki utang budi saat pertama kali diterima bekerja oleh punggawa. Ditambah lagi ketika hampir segala macam bentuk kebutuhan ekonomi sawi dipenuhi oleh punggawa, maka sawi hanya mampu membayarnya dengan tenaga, kepatuhan dan kesetiaan kepada punggawa. Namun pemenuhan kebutuhan tersebut sebenarnya merupakan salah satu cara untuk membuat sawi merasa memiliki keterikatan dengan punggawa. Sehingga kesetiaan dan keutuhan kelompok sawi tetap terjaga, meskipun punggawa harus mengeluarkan anggaran tersendiri untuk sawi yang membutuhkan bantuan. Tanpa disadari sawi juga tidak akan keberatan untuk setia dan patuh bahkan akan cenderung merasa senang karena segala bentuk resiko ekonomi akan ditanggulangi oleh punggawa (Yulidar Nalurita, “Strategi Mengatasi Masa Sulit Bagi Nelayan Pancing (Punggawa–Sawi)”, 2008) Seluruh situasi yang tergambar dalam laporan-
laporan ini, tidak lagi dijumpai di Kelurahan Kampung
Pisang.
Sistem
Punggawa-Sawi
dalam bentuk yang klasik-tradisional dapat
dikatakan telah hilang sama sekali di kelurahan
ini. Di kelurahan ini hanya terdapat satu sistem/organisasi yang dapat dihubungkan Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
dengan sistem Punggawa-Sawi tradisional, yakni hubungan utang-piutang antara nelayan. Saat
membutuhkan
modal
tambahan,
nelayan (juga penjual ikan eceran) biasanya
meminjam uang ke pengepul. Pinjaman ini tanpa proses administrasi dan syarat agunan,
melainkan hanya berdasar saling percaya antara nelayan (peminjam) dengan pengepul (pemilik modal). Dalam proses utang-piutang
inilah bentuk organisasi yang mirip dengan sistem
Punggawa-Sawi
terlihat.
Tepatnya
mirip dengan aturan poin 5 dalam laporan
Oxfam GB di atas. Aturannya adalah, selama seorang nelayan atau penjual ikan eceran
masih terikat hutang piutang dengan seorang
‘bos’ (pengepul), maka ia idak boleh berpindah ke ‘bos’ lain. Selama utangnya belum lunas,
seorang nelayan wajib menjual ikannya ke
bos tempat ia meminjam uang. Demikian halnya dengan penjual ikan eceran; ia tidak dapat menjual ikan milik pengepul lain selama utangnya belum lunas.
Dengan keterikatan yang hanya terbatas
pada urusan hutang-piutang, praktis pola keterikatan yang tampak dalam hubungan
Punggawa-Sawi tradisional sudah tidak ada lagi di antara nelayan-nelayan di kelurahan ini. 3.3.4. Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Pesisir
Dari segi tingkat pendidikan, kelurahan Kampung Pisang didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan terakhir SMA, disusul tamatan SMP dan tamatan SD. Jumlah
warga dengan pendidikan terakhir sarjana di kelurahan ini adalah sebanyak 162 orang yang
terdiri atas 32 orang lulusan Diploma dan total 130 orang jenjang Perguruan Tinggi.
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
Tabel 3-10 Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan
Jenjang Pendidikan
Jumlah
SMA/sederajat
731
SD/sederajat
SMP/sederajat
Diploma/Sarjana
Perguruan Tinggi Jumlah
247 688 32
130
1828
Sumber: Papan Profil Kelurahan, 2013
Mengenai tingkat atau indeks kesehatan
masyarakat kelurahan Kampung Pisang, tidak
diperoleh data. Papan Profil Kelurahan yang
menjadi sumber data sekunder survei ini tidak mencamtukan data tersebut.
Di bidang kesehatan, di kelurahan ini terdapat 6 orang dokter. 3 orang di antaranya adalah
dokter umum, 1 orang dokter THT dan 1 orang dokter gigi. Kelurahan ini juga ditunjang beberapa
fasilitas/infrastruktur
kesehatan
seperti Apotik, sebanyak 2 unit, Posyandu, 4 unit, dan Posko Layanan Kesehatan sebanyak 1 unit.
45
Gambar 3-30 Gedung Posko Kesehatan di Kampung Pisang
Selain itu, warga Kampung Pisang juga ditunjang oleh Puskesmas Lakessi yang berada hanya sekitar 4 kilometer dari kelurahan Kampung Pisang. Warga Kampung Pisang dapat berobat di Puskesmas ini jika mendapat surat pengantar rujukan dari Posko Kesehatan. Puskesmas Lakessi sendiri terbilang besar baik dari segi bangunan, kelengkapan peralatan dan jumlah tenaga medis.
Di Puskesmas ini tersedia layanan Unit Gawat Darurat 24 jam, Ambulance, dan 6 orang tenaga Dokter.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Gambar 3-31 Gedung Puskesmas Perawatan Lakessi
46
3.3.5. Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
Sebagai bagian dari Kota Parepare yang merupakan kota niaga dan jasa, dan terletak berbatasan
langsung
dengan
kecamatan
yang merupakan bagian pusat Kota Parepare,
Kecamatan Ujung, Fasilitas Umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos) di kelurahan
Kampung Pisang terbilang cukup lengkap. Selain ditunjang fasilitas yang ada di dalam
wilayah kelurahan Kampung Pisang sendiri, warga Kampung Pisang juga didukung oleh memanfaatkan fasilitas yang ada di kelurahan
lain yang terletak cukup dekat dari pemukiman mereka, khususnya di kelurahan Lakessi.
Fasilitas umum dasar seperti listrik, air bersih dan sarana komunikasi tersedia dengan baik di kelurahan ini. Demikian halnya untuk fasilitas
umum lain seperti sekolah, rumah ibadah, pasar dan jaringan jalan. Profil Kelurahan
Kampung Pisang tahun 2013 mencatat bahwa di kelurahan ini terdapat Masjid (1 buah), Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Wihara (1 buah), pelabuhan laut (1 buah), jaringan tv kabel, kendaraan umum roda empat (80 buah) dan dua koran langganan warga (Fajar dan Parepos). Di kelurahan ini
pula, menurut informasi salah seorang staf kelurahan, terdapat 4 Sekolah Dasar dan 1 TK.
Berikut ini beberapa Fasum dan Fasos yang
biasa digunakan oleh warga Kampung Pisang, baik yang berada dalam wilayah Kampung
Pisang sendiri maupun yang berada di luarnya,
dalam gambar. Sejumlah Fasum dan Fasos yang mendukung kegiatan warga kelurahan
Kampung Pisang. dapat dilihat kembali di
bagian lain dokumen ini (bagian 3.3.3.1., 3.3.3.3., 3.3.3.5., dan 3.3.4.).
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
(2)
(1)
(6)
(3)
(5)
47 (4)
(7)
Gambar 3-32 Beberapa Fasum dan Fasos yang biasa digunakan oleh masyarakat Kampung Pisang. (1) Mesjid “Tarbiyah” (Tampak depan: tiang penguat sinyal jaringan komunikasi seluler), (2) Pasar (Pasar Sentral Lakessi pada bagian gerbang belakang), (3) Bank (Bank BNI di jalan Lasinrang, kelurahan Lakessi); (4) Kantor Kelurahan; (5) Bangunan Sekolah (Sekolah Dasar 26 Parepare); (6) Jaringan Jalan; (7). Pangkalan Pendaratan Ikan (di Kelurahan Watang Soreang)
3.3.6. Peran Perempuan dalam Masyarakat Pesisir Sebagaimana
dapat
dilihat
pada
bagian
3.3.3.1. (bagian b), di bidang ekonomi, peran
perempuan pesisir di kelurahan ini masih sangat kecil. Hal sama juga berlaku di bidang lain; politik, sosial, dan budaya.
Secara umum, di ranah sosial dan budaya
posisi perempuan di kelurahan ini masih
sekunder jika dihubungkan dengan posisi
laki-laki. Pemahaman mengenai relasi gender bahwa laki-laki ‘superior’ atas perempuan
masih
berlaku
umum.
Hal
ini
mudah
diamati dalam unit rumah tangga. Di rumah
tangga, pembagian tugas dalam keluarga
bahwa laki-laki bertanggung jawab mencari nafkah (sektor produktif) dan perempuan bertanggung jawab di bidang urusan rumah
tangga (domestik) dapat ditemukan dengan mudah. Kendati beberapa responden
saat
diwawancara mengatakan bahwa perempuan sama saja posisinya dengan laki-laki, mereka
memiliki sikap berbeda saat dimintai pendapat
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
mengenai siapa yang bertanggung jawab dalam misalnya tugas memasak, mencuci piring atau
membersihkan rumah. Untuk tugas-tugas tersebut, para responden menjawab bahwa itu adalah tugas perempuan. Laki-laki bertugas mencari nafkah.
Lebih jauh mengenai isu peran perempuan atau isu gender, masyarakat kelurahan Kampung
Pisang dapat dikatakan menunjukkan ciri masyarakat yang sedang bergeser dari ciri masyarakat
feodal-tradisional
ke
bentuk
masyarakat yang lebih rasional-individual.
Di satu sisi nilai-nilai baru atau relasi sosial baru
yang
berciri
rasional-individualistis
terlihat. Tetapi pada saat yang sama, nilai-
nilai lama yang bertipe irrasional-komunal juga masih berlaku. Hal ini dapat dilihat
48
dari
sudah-banyaknya
perempuan
yang
menempati posisi-posisi tertentu di sektor-
sektor formal; menduduki jabatan tertentu di jawatan pemerintah atau misalnya, atau
setidaknya menjadi seorang PNS. Tetapi, pada saat yang sama, nilai-nilai lama semisal bahwa
perempuan bertanggung jawab di sektor domestik sebagaimana disebutkan di atas, juga
(a) Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
masih berlaku cukup kuat.
Di kalangan masyarakat pesisir, yang rata-rata
tidak berpendidikan tinggi, ciri masyarakat
tradisional tersebut tampak lebih jelas. Hal ini misalnya tergambar dalam komposisi pekerjaan di bidang kenelayanan seperti
dipaparkan di atas. Selain kecil dari segi jumlah, peran perempuan juga masih terbilang
minim jika dilihat secara kualitatif; berdasar peran atau posisinya dalam kegiatan mata-
pencaharian. Tidak terlibat langsung dalam kegiatan
penangkapan
ikan,
perempuan
hanya terlibat sebagai unit pendukung, yakni
terlibat dalam aktivitas pasca penangkapan
seperti mengeringkan ikan atau mengolah ikan menjadi abon.
Namun demikian, tidak sedikit pula perempuan yang terlibat langsung dalam kegiatan matapencaharian utama seperti menjadi penjual
ikan. Hal ini terlihat di pasar Lakessi. Tidak sedikit di antara penjual ikan di pasar ini adalah perempuan (dari Ujung Lero, Pinrang).
Dan bagi masyarakat Kampung Pisang hal ini adalah hal biasa.
Gambaran Umum Kelurahan Kampung Pisang
(b) Gambar 3-33 (a) dan (b) Perempuan Penjual Ikan di Pasar Lakessi.
3.3.7. Program-program Pemerintahan dan Kegiatan Masyarakat di Bidang Kelautan dan Perikanan
Usaha Mina Pedesaan). Tahun ini program
dan pesisir yang pernah masuk di kelurahan
disalurkan 10 unit perahu, 10 box ikan, tali
Hanya ada satu program di bidang kelautan
ini, yakni program PUMP (Pengembangan
ini menyalurkan bantuan peralatan tangkap
dan perahu kepada 10 orang nelayan anggota
kelompok “Ajatappareng”. Dalam program ini
nilon, jaring, dan 10 unit mesin penggerak berdaya 5,5 dan 12 PK.
Gambar 3-34 Salah satu perahu dari program PUMP yang diterima oleh anggota kelompok Ajatappareng Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
49
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
50
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Arahan Pengelolaan Pemanfaatan Wilayah Pesisir
Bab 4. Arahan Pengelolaan Pemanfaatan Wilayah Pesisir
D
ari bab sebelumnya mengenai isu dan permasalahan dapat disederhanakan sebagai isu ‘perempuan dan ekonomi’. Penyederhanaan ini dimaksudkan untuk
sebuah program yang pelaksanaannya dapat menjawab dua hal sekaligus:
menjawab isu peran perempuan sekaligus menjawa masalah pendapatan (nelayan) yang
fluktuatif. Mengenai peran perempuan, dasar pemikiran dari penyederhanaan ini adalah
bahwa keberdayaan perempuan secara ekonomi, sebagaimana demikian sering disebutkan dalam program atau gerakan gender, akan mendorong keberdayaan perempuan pada aspek-aspek yang lain; sosial, politik, budaya dan seterusnya
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
51
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Dengan pertimbangan tersebut disarankan Program
pemberdayaan
ekonomi
bagi
perempuan, dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Pendampingan perluasan ruang pemasaran (akses pasar)
akan berarti apa jika tidak tersedia ruang pemasaran yang cukup untuk menampung
produk tersebut. Atau sebaliknya; adanya ruang pasar atau akses ke ruang pasar dengan
sendirinya akan membuat para pelaku usaha
mengisi peluang itu. Untuk usaha pengolahan maraknya
52
perempuan
Labukkang,
perusahaan-perusahaan
retail
di Sulawesi Selatan (misal Alfamart atau
Indomaret) dalam beberapa tahun terakhir adalah salah satu ruang pasar yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai penyerap produk kelompok.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
pendampingan
adalah
sesuatu
yang mutlak dilakukan bagi berkembangnya
perintisan. Langkah ini juga merupakan
produktivitas sebuah kelompok usaha tidak
dilakukan
Kegiatan
kelompok usaha yang masih dalam tahap
Kegiatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa
yang
2. Pendampingan manajemen usaha
pasangan dari kegiatan 1 di atas. Untuk
kegiatan ini terdapat setidaknya empat subkegiatan
yang
dapat
diimplementasikan
yakni (1) pelatihan manajemen usaha, (2) peningkatan keterampilan pengolahan produk,
dan (3) evaluasi berkala atas perkembangan kelompok.
3. Stimulasi Modal Bantuan modal diperlukan oleh kelompok “Bersahaja”. Bantuan modal berfungsi sebagai stimulan pengembangan usaha.
Penutup
Bab 5. 53
Penutup 5.1 Rekomendasi
B
erdasar temuan-temuan (findings) yang dipaparkan dalam bab sebelumnya maka
isu dan permasalahan di Kelurahan Kampung Pisang dalam matriks SWOT adalah
sebagai berikut. Isu dan permasalahan yang ditemukan dibagi ke dalam dua
bidang menurut aktivitas yang ada, yakni bidang nelayan (penangkapan dan penjualan ikan) dan bidang kegiatan pengolahan hasil perikanan.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Tabel #. Matriks SWOT Pengembangan Kegiatan Ekonomi Pesisir Kelurahan Kampung Pisang bidang Perikanan Tangkap
Komponen
Kekuatan
Sumber Daya Manusia Adanya keinginan untuk maju
54
Kelemahan
Keterampilan operasional yang terbatas (metode penangkapan yang seragam dan berskala kecil)
Sumber Daya Alam
Sumber daya perikanan (stok ikan di alam) masih dirasa tersedia cukup melimpah
Prasarana dan sarana pendukung
Prasarana pendukung (air bersih, jaringan jalan, suplai BBM, dan energi listrik, fasum/ fasos) tersedia memadai
1. Aksesibiltas ke fasum/fasos, terutama fasilitas kesehatan, belum merata di semua level masyarakat sebab nilai pendapatan yang berbeda
Infrastruktur pemasaran yang memadai dan pangsa pasar masih terbuka luas
1. Sistem pemasaran yang masih sangat bertumpu pada lembaga tradisional (pengepul)
Aspek Pemasaran
Sistem sosial
Masyarakat telah lebih berciri rasional/individualistis/ mandiri (i.e: sistem patron-klien telah ditinggalkan)
Jumlah tangkapan yang naik-turun mengikuti musim sebab titik lokasi dan pola pergerakan ikan belum diketahui dengan baik
2. Kemampuan/kemandirian nelayan untuk mengakses program bantuan pengadaan peratalan pendukung masih minim 2. Harga ikan fluktuatif sebab volume penangkapan yang sangat dipengaruhi musim
Transisi ke masyarakat rasional tidak dibarengi dengan pertambahan skill usaha yang memadai
5.2 Saran Solusi Bidang Perikanan Tangkap
1. Menerapkan metode penangkapan lain/baru kepada nelayan (sekurang-kurangnya menjajaki kemungkinan penerapan metode baru tersebut) 2. Menyediakan basis data bagi belayan mengenai lokasi-lokasi yang potensial menjadi lokasi penangkapan (fishing ground) baru 3. Penambahan jumlah rumpon dengan penentuan posisi yang berbasis survey/saintifik
4. Mengenalkan prinsip Fishing Spawning Aggregation dan Maximum Sustainable Yield kepada nelayan untuk membuka kemungkinan yang lebih luas bagi berjalannya pola penangkapan yang efisien dan berkelanjutan
5. Membentuk atau merevitalisasi koperasi nelayan sebagai lembaga alternatif pemasaran selain jalur pemasaran tradisional (selain melalui pengepul) 6. Melakukan pelatihan mengenai tata-kelola organisasi kepada para nelayan Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Penutup
Peluang
Ancaman
Adanya berbagai pihak yang dapat memberikan pengetahuan mengenai metode penangkapan ikan
Persaingan dengan nelayan dari kelurahan dan kota/daerah lain
1. Masih terdapat area yang potensial untuk dieksplorasi sebagai fishing ground baru
2. Ragam ikan tangkapan masih memungkinkan untuk ditambah (dilakukan diversifikasi tangkapan)
Menurunnya stok ikan karena tidakadanya manajemen penangkapan (misal penerapan prinsip FSA atau MSY)
3. Input teknologi untuk mengefektifkan stok sumberdaya
Prasarana dan sarana pendukung berpeluang besar 1. Kenaikan harga atau tarif retribusi untuk terus mengalami pertambahan mengingat mengakses fasum/fasos (dalam hal ini posisi kelurahan Lakessi bagi Kota Parepare rumah sakit) dan prasarana air, listrik dan BBM dapat mengalami kenaikan kapan saja 2. Intransparansi penyaluran bantuan
Dimungkinkannya pembentukan koperasi nelayan atau revitalisasi koperasi nelayan sebagai lembaga alternatif pemasaran selain jalur pemasaran tradisional (melalui pengepul)
Ketidakmampuan nelayan untuk mengadopsi sistem pemasaran baru yang mandiri
Pengembangan kapasitas per orangan lebih dimungkinkan untuk dilakukan
Ketidaksiapan menjalankan usaha secara mandiri
7. Memberikan pelatihan kepada nelayan mengenai pembuatan proposal permintaan bantuan perlatan, dana, dan sebagainya 8. Menjajaki kemungkinan penambahan jenis ikan target tangkapan
9. Menjajaki kemungkinan pengembangan pemasaran ikan melalui penerapan konsep comanagement dengan melibatkan/mengadopsi lembaga yang sudah ada (pengepul) 10. Mengembangkan sistem stocking ikan untuk menjaga stabilitas harga di pasaran, termasuk membangun infrastruktur pendukungnya
11. Pengenalan model kesehatan alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada metode pengobatan medis/moderen (misalnya pengenalan teknik akupressur dan penyelenggaraan program apotik hijau) 12. Pengenalan mengenai konsep kesehatan prefentif kepada keluarga-keluarga nelayan
13. Melakukan intervensi langsung terhadap isu kesehatan dan lingkungan nelayan (misalnya melalui pembuatan jamban dan pembenahan sistem sanitasi lingkungan) Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
55
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Tabel #. Matriks SWOT Pengembangan Kegiatan Ekonomi Pesisir Kelurahan Kampung Pisang bidang Usaha Perempuan
Komponen
Kekuatan
Kelemahan
Infrastruktur pendukung
Prasarana pendukung (air bersih, jaringan jalan, suplai BBM, dan energi listrik, fasum/fasos) tersedia memadai
1. Sarana pendukung usaha (alat-alat kegiatan produksi) masih sangat minim atau belum ada sama sekali
Sumber Daya Manusia
Aspek Pasar
Kelembagaan Usaha Permodalan
56
Adanya keinginan untuk maju
Akses transportasi yang lancar untuk menjangkau ruang-ruang pemasaran
Dukungan prasarana pemasaran yang baik Adanya kemauan untuk bekerja secara berkelompok
Adanya keinginan untuk mengumpulkan modal sendiri (misalnya melalui menabung atau urunan kelompok)
Penguasaan skill/keterampilan berusaha yang masih sangat minim (di semua aspek; [1] manajemen organisasi/kelompok, [2] keterampilan pembuatan produk, [3] manajemen keuangan, [4] prosedur pengurusan izin produk, [5] keterampilan pemasaran, [6] higienitas produk dan kemasan produk)
2. Bahan baku kegiatan usaha (ikan tuna) masih didatangkan dari luar dan belum ada kepastian stok Jangkauan ke ruang pasar masih sangat lemah (baik karena daya jangkau maupun karena rendahnya input produk)
Masih sangat kurangnya pengetahuan berorganisasi Lemahnya pengetahuan untuk mengakses sumber modal dan/atau memperoleh bantuan modal
5.3 Saran Solusi Bidang Usaha Perempuan 1. Melakukan pembentukan kelompok usaha perempuan
2. Mengadakan pelatihan keterampilan usaha kepada kelompok sasaran yang mencakup aspek- aspek; (2. 1) manajemen organisasi/kelompok, (2.2) keterampilan pembuatan
produk, (2.3) manajemen keuangan, (2.4) prosedur pengurusan izin produk, (2.5) keterampilan pemasaran, (2.6) higienitas produk dan kemasan produk.
3. Melakukan pendampingan pengembangan usaha yang mencakup semua aspek yang
disebutkan pada poin 1 sebagai tindak-lanjut dari kegiatan pelatihan dan untuk memastikan berjalannya kegiatan usaha.
4. Melakukan pendampingan kepada kelompok untuk memperoleh peralatan usaha yang dibutuhkan
5. Melakukan pelatihan khusus mengenai pembuatan proposal
6. Memberikan insentif modal ke kelompok yang baru dibentuk dalam rupa pemberian dana bergulir (revolving fund) untuk menstimulasi jalannya kegiatan produksi
7. Melakukan kegiatan pendampingan pemasaran dan akses pasar Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Penutup
Peluang
Ancaman
Adanya berbagai pihak yang memungkinkan untuk membantu penyelesaian masalah minimnya sarana usaha
Kenaikan tarif prasarana dan kenaikan harga alat-alat produksi
Ruang pemasaran produk cukup prospektif/terbukalebar
Persaingan dengan produk yang sama
Adanya berbagai pihak yang dapat membantu pengembangan kelompok
Persaingan dengan kelompok lain
Adanya berbagai pihak yang dapat menjadi narasumber peningkatan kapasitas SDM
Banyaknya pihak dan lembaga sumber modal serta adanya pihak yang dapat memberikan bantuan modal
Komitmen/mental berusaha yang belum teruji
Kenaikan tarif prasarana dan kenaikan harga barang
Belum adanya kemampuan untuk mengelola keuangan secara berkelompok.
8. Melakukan upaya perluasan jangkuan pemasaran seluas mungkin untuk memberi ruang bagi volume produksi yang sebesar-besarnya
9. Melakukan pendampingan dalam bentuk monitoring dan evaluasi berkala terhadap perkembangan kelompok
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
57
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Daftar Pustaka Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi
pdf, diakses 11 Juli 2010).
Bengen, Dietriech. 2002. Pengenalan dan
Chaniago dan Shingeyuki Baba. 2003. Buku
dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisus
Pengelolaan Ekosistem Mangrove. IPB: Bogor Ezwardi, Ivan. 2009. Struktur Vegetasi Dan
Mintakat Hutan Mangrove Di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. (online) (http://dydear. multiply.com/journal/item/15/Analisa_ Vegetasi. diakses 17 Juni 2010).
Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode
Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara
58
Fauziah, Yuslim., Nursal dan Supriyanti. 2004. Struktur Dan Penyebaran Vegetasi Strata
Sampling Di Kawasan Hutan Mangrove Pulau Bengkalis Provinsi Riau. Jurnal Biogenesis (Online) Jilid I No. I. (http://biologi-fkip.
unri.ac.id/karya_tulis/yuslim.pdf diakses 10 september 2013).
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk
Pengolahan Kawasaaan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat,
Provinsi Maluku. Tesis Program Studi Ilmu Kehutatan, Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian. (Online), (http://miftahhurrahman.
googlepages.com/Analisa_vegetasi_ diseram.
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)
Kitamura, Shozo., Chairil Anwar, Amalyos
Panduan Manggrove Di Indonesia. Denpasar: Jaya Abadi
Latifah, Siti. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. (Online) http://library. usu.ac.id/
download/fp/hutan-siti12.pdf diakses 17 Juni 2010).
Ledheng, ludgardis., IPG. Ardhana dan I
Ketut Sundra . 2009. Komposisi dan Struktur Vegetasi Mangrove Di Pantai Tanjung
Bastiankabupaten Timor Tengah Utara
Provinsi Nusa Tenggara Timur. (Online), Jilid 4 No.2. (http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/02_ ludgardis_edit.pdf diakses 12 September 2013).
Lover, Nature. 2009. Analisis Vegetasi.
(Online) (http://smadapala999. blogspot.
com/2009/10/analisis-vegetasi-anveg.html. diakses 20 september 2013).
Munawar. 2010. Geologi Ilmu Tanah (Online) (http://munawar-indonesiaraya. blogspot. com/2010/03/geologi-ilmu-tana.html, diakses 16 Juni 2010).
Noor, Yus Rusila,. M. Khazali dan IN. N.
Suryadipura. 2006. Panduan Pengenalan Manggrove Di Indonesia. Bogor. WI-IP.
Daftar Pustaka
59
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCD - IFAD)
Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
60
s c i m o n o c ioe
Soc
PEMERINTAH KOTA PAREPARE DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KOTA PAREPARE
Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) COASTAL COMMUNITY DEVELOPMENT PROJECT INTERNATIONAL FUND FOR AGRICULTURAL DEVELOPMENT (CCDP - IFAD)
Coastal Community Development Project International Fund For Agricultural Development (CCDP - IFAD)