43
V. POTENSI SUMBERDAYA ALAM TAHURA BUKIT SOEHARTO
Taman Hutan Raya Bukit Soeharto merupakan kawasan pelestarian alam yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur, membentang di sepanjang jalan raya Balikpapan-Samarinda (km 38 km 69) dan menjorok ke arah timur sampai pantai tanah merah di Desa Tanjung Harapan serta ke arah barat berbatasan dengan Desa Semoi Dua dan Sidomulyo, dengan luas 61.850 ha ini ditunjuk sebagai kawasan taman hutan raya berdasarkan : 1. Keputusan Menteri Kehutanan No. 270/Kpts-II/1991 tanggal 20 Mei 1991, telah ditetapkan Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Soeharto seluas ± 61.850 hektar. 2. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK.419/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004, tentang Perubahan fungsi Taman Wisata Alam Bukit Soeharto seluas ± 61.850 hektar yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur menjadi Taman Hutan Raya. Tujuan Penunjukan wilayah ini adalah untuk melindungi, menjaga kelestarian dan menjamin pemanfaatan potensi kawasan dan berfungsi sebagai wilayah untuk koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli yang dapat dipergunakan untuk kepentingan penelitian, pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Oleh karena itu kondisi Eksisting Potensi Tahura Bukit Soeharto saat ini perlu untuk diketahui sangat penting sebagai keterbaharuan informasi. Namun kenyataanya seluas 24.740 hektar dari 61.850 hektar kawasan Tahura Bukit Soeharto di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara mengalami kerusakan yang disebabkan oleh perladangan, pemukiman, pertambangan, illegal logging, pembangunan fasilitas umum dan pembangunan rumah makan. 5.1. Potensi Flora Hutan alam hujan tropik dataran rendah tanah kering merupakan hutan alam dengan karakteristik tegakan yang khas, yaitu memiliki keragaman jenis pohon yang tinggi, tingkat perkembangan pohon yang beragam, dan keragaman dimensi pohon yang tinggi. Sebagian besar areal hutan alam saat ini merupakan areal hutan bekas tebangan atau hutan terdegradasi lainnya. Kondisi struktur tegakan hutan bekas tebangan diduga berbeda dengan kondisi struktur tegakan di hutan
44
primer. Informasi tentang struktur tegakan ini dipandang penting karena ditinjau dari faktor ekonomi, struktur tegakan dapat menunjukkan potensi tegakan (timber standing stock) minimal yang harus tersedia sehingga layak dikelola, sedangkan ditinjau dari faktor ekologi, struktur tegakan dapat memberikan gambaran tentang kemampuan regenerasi tegakan (Suhendang 1994). Untuk itu maka diperlukam survey potensi sumberdaya alam dimana tujuannya adalah untuk mengetahui data perkiraan potensi dan penyebaran Keanekaragaman Hayati (khususnya flora) dalam rangka perencanaan
Hutan. Berdasarkan hal tersebut maka hasil survey potensi
Keanekaragaman Hayati di Tahura Bukit Soeharto yang dilakukan pada empat tempat, yaitu Hutan Sekunder Muda (Transek 1) dan Hutan Sekunder Tua (Transek 2) sebagai pengganti Hutan Primer yang tidak terdapat dalam kawasan, Kawasan Semak belukar (Transek 3), Hutan Pantai (Transek 4) diperoleh hasil sebagaimana pada Lampiran 1. Survey potensi flora dilakukan dengan pengukuran terhadap berbagai parameter keragaman hayati, yaitu jenis-jenis tumbuhan untuk tingkat pohon, tiang, pancang, anakan dan vegetasi bawah melalui analisis vegetasi, hasil dari analisis adalah sebagai berikut : Nilai NPJ tertinggi pada hutan sekunder tua untuk tingkat pohon sebagaimana pada tabel Lampiran 1 adalah jenis Shorea leavis sebesar 53,51%. Hal ini menunjukkan bahwa hutan sekunder tua telah didominasi oleh jenis Shorea leavis, dimana jenis ini merupakan salah satu jenis tegakan pada hutan primer, dan boleh dikatakan bahwa hutan sekunder tua ini sudah menuju pada tahap ke hutan primer. Sedangkan nilai NPJ tertinggi pada hutan sekunder muda adalah jenis Acacia mangium sebesar 97,15%. Jenis Acacia mangium merupakan jenis tumbuhan invasive, dimana jenis ini kemungkinan ditanam atau karena penyebaran yang dilakukan oleh binatang atau angin. Nilai indeks keanekaragaman tingkat pohon pada hutan sekunder tua sebesar 2,83, sedangkan pada hutan sekunder muda sebesar 2,10. Hal ini menunjukkan bahwa pada hutan sekunder
tua memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi dibanding hutan
sekunder muda. Sedangkan nilai indeks dominansi tingkat pohon pada hutan sekunder tua sebesar 0,09 dan pada hutan sekunder muda sebesar 0,19. Untuk indeks kemerataan pada hutan sekunder tua sebesar 0,84 dan pada hutan sekunder muda sebesar 0,71. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penyebaran kemerataan pada hutan sekunder tua lebih tinggi dibandingkan pada hutan sekunder muda.
45
Nilai NPJ tertinggi pada hutan sekunder tua untuk tingkat pancang sebagaimana pada tabel lampiran 2 adalah jenis Macaranga gigantea sebesar 42,09%. Hal ini menunjukkan bahwa hutan sekunder tua telah didominasi oleh jenis Macaranga gigantea. Sedangkan nilai NPJ tertinggi pada hutan sekunder muda adalah jenis Fordia splendidisima sebesar 95,30%. Nilai indeks keanekaragaman tingkat pancang pada hutan sekunder tua sebesar 2,684, sedangkan pada hutan sekunder muda sebesar 1,72. Hal ini menunjukkan bahwa pada hutan sekunder tua memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi dibanding hutan sekunder muda. Sedangkan nilai indeks dominansi tingkat pancang pada hutan sekunder tua sebesar 0,09 dan pada hutan sekunder muda sebesar 0,262. Untuk indeks kemerataan pada hutan sekunder tua sebesar 0,91 dan pada hutan sekunder muda sebesar 0,67. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penyebaran kemerataan pada hutan sekunder tua lebih tinggi dibandingkan pada hutan sekunder muda. Nilai SDR tertinggi pada tingkat semai adalah jenis Sizygium sp dengan nilai sebesar 83,72. Sedangkan pada herba adalah jenis Costus speciosus sebesar 88,47, dan untuk jenis liana adalah jenis tumbuhan merambat yang belum diketahui namanya sebesar 46,29. Nilai indeks kesamaan pada hutan sekunder tua dan hutan sekunder muda untuk tingkat pohon sebesar 41,17%, tingkat tiang 33,33% dan semai 33,33%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tegakan pada hutan sekunder muda masih sangat jauh dengan hutan sekunder tua, dan masih memerlukan proses lama untuk menuju pada formasi tegakan yang lebih baik untuk itu diperlukan suatu program pengayaan ataupun penanaman jenis tanaman diareal tersebut terutama jenis-jenis tanaman endemik. Potensi pada kawasan hutan semak belukar hanya didominasi oleh tumbuhan dari jenis tumbuhan karamunting, rumput-rumputan dan alang-alang, yang belum di ketahui jenisnya sehingga dalam penelitian ini diabaikan namun lahan tersebut masih tetap tercatat dalam satu kawasan Tahura Bukit Soeharto. Namun areal ini sering sekali mengalami kebakaran apabila musim kemarau tiba karena tumbuhan yang ada pada saat itu dalam kondisi kering dan mudah terbakar. Untuk hutan pantai dalam melakukan survey tidak dilakukan dengan transek tetapi dengan menggunakan peninjauan lapangan secara langsung karena vegetasi relative lebih homogen dan tidak memiliki variasi jenis yang mencolok dimana vegetasi lebih didominasi oleh tumbuhan Pinus (Pinus mercusii) dan Kelapa (Cocos nucifera).
46
5.2. Potensi Fauna Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain : Staf Akademik (Dosen) dan Mahasiswa dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman; Peneliti dari kerjasama Ditjen.Dikti/Universitas Mulawarman pada PAU-Pusrehut UNMUL dengan JICA; Peneliti dari LIPI dan lembaga-lembaga penelitian lainnya, baik dalam dan luar negeri, dinyatakan bahwa kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto memiliki kekayaan fauna yang potensial. Jenis fauna yang terdapat di kawasan Bukit Soeharto antara lain adalah: Beruang madu (Helarctos malayanus), Banteng (Bos javanicus), Macan dahan (Neofelis nebulosa), Landak (Hystrix brachyura), Owa-owa (Hylobates), Burung enggang (Barenicarnus comatus), Kera (Macaca fascicularis), Trenggiling (Manis javanica), Rusa sambar (Cervus unicolor), Kuau besar (Lophura spp), Biawak (Varanus salvator), Tupai (Gallasciurus notatus), Musang (Cynogale sp), Babi hutan (Sus barbatus), Burung cucak rawa (Pynonotus zeylanicus), dan lainnya. Pada Tabel 5.1. berikut menyajikan jenis fauna secara lebih rinci yang terdapat dalam kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto. Tabel 5.1. Jenis Fauna yang terdapat dalam kawasan Tahura Bukit Soeharto No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis Fauna Nama Daerah Beruang madu Banteng Macan dahan Landak Owa-owa Burung enggang Kera Trenggiling Rusa sambar Kuau besar Biawak Tupai Musang Babi hutan Burung cucak rawa Burung lainnya Aneka Reptil
Nama Latin Helarctos malayanus Bos javanicus Neofelis nebulosa Hystrix brachyuran Hylobates Barenicarnus comatus Macaca fascicularis Manis javanica Cervus unicolor Lophura spp Varanus salvator Gallasciurus notatus Cynogale sp Sus sp Pynonotus zeylanicus -
Keterangan Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi -
Sumber : Rencana Pengelolaan HPPBS-PPHT Universitas Mulawarman dalam Rencana Pengelelolaan Tahura Bukit Soeharto 2009 Potensi Fauna yang ada di Tahura Bukit Soeharto semakin hari semakin berkurang. Menurut Rustam (2010) menyatakan kerusakan Tahura Bukit Soeharto
47
mengakibatkan setidaknya 20 spesies satwa punah dan pada kawasan tersebut tidak bisa lagi dijumpai landak, musang, dan rangkong (burung besar). Penelusuran penelitian yang dilakukan oleh Universitas Mulawarman mengemukakan bahwa macan dahan yang merupakan predator utama di rantai makanan di Kalimantan cuma tinggal 10 ekor di Tahura Bukit Soeharto. Rusaknya Tahura Bukit Soeharto disebabkan oleh okupasi lahan oleh tambang batubara, illegal logging, perladangan masyarakat sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Selain itu juga berkurangnya fauna akibat sering terjadinya perburuan oleh masyarakat serta sering terjadinya kebakaran hutan baik secara alami maupun disengaja oleh masyarakat, dimana sebenarnya keberadaan satwa sebagai indikator bahwa kawasan tersebut masih memiliki potensi yang baik semisal Owa-owa hanya hidup pada pohon-pohon tinggi dan juga Burung Enggang. Perlindungan keanekaragaman hayati di Indonesia, termasuk satwa liar, memperoleh perhatian besar pemerintah, sebagaimana tertuang dalam UU no. 5 Th 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta PP No. 13 Th 1994 tentang Perburuan Satwa Buru, yang berkaitan dengan perlindungan, perdagangan marga satwa langka. Namun, kehadiran berbagai kebijakan tersebut belum menjamin perlindungan atas satwa
liar yang dimaksudkan. Perdagangan illegal
satwa
liar, baik yang
dilindungi ataupun tidak dilindungi baik untuk perdagangan di dalam negeri maupun perdagangan internasional, termasuk diekspor ke beberapa kota besar di Asia Tenggara masih sering terjadi. Dalam sorotan media massa, sumber masalah peredaran illegal satwa liar dikupas dari berbagai segi, antara lain kebanggaan (prestigious) sebagai pemelihara satwa langka atau kolektor satwa awetan bagi kalangan mampu, keleluasaan melakukan perburuan dan perdagangan tidak sah, keterlibatan oknum aparat pemerintah, keterbatasan kemampuan petugas untuk melakukan pengawasan, serta ancaman terhadap kelestarian dan rapuhnya perlindungan atas kekayaan alam. Menurut analisis yang dilakukan oleh TRAFFIC Southeast Asia yang diterbitkan tahun 2005, satwa langka orangutan dan owa, masih marak diperdagangkan di pulau Jawa, Bali, dan Kalimantan. Hasil pemantauan perdagangan satwa liar oleh WWF–Indonesia mengindikasikan bahwa perdagangan illegal satwa liar memiliki jaringan yang luas, hingga ke luar negeri, serta melibatkan banyak pihak, serta jumlah uang yang sangat besar.
48
Meskipun perdagangan atau pemilikan illegal satwa liar, termasuk satwa yang dilindungi merupakan perbuatan melawan hukum, namun belum terlalu banyak kasus di proses secara hukum dan banyak para pelaku yang dengan mudah dapat meloloskan diri dari jerat hukum. Sejumlah kasus yang sempat berlanjut ke proses peradilan umumnya ditutup dengan vonis ringan yang relatif tidak sebanding dengan nilai kerusakan ekologi yang diakibatkan. Salah satu penyebab belum optimalnya upaya penegakan hukum terhadap kasus perdagangan illegal satwa liar, adalah terbatasnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap masalah perdagangan illegal tersebut, termasuk perundangan-undangan yang relevan yang dapat digunakan dalam proses peradilan. Dalam kaitan ini, diperlukan dukungan keahlian dan pertukaran informasi antara lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang konservasi dengan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang peradilan dan penegakan hukum. 5.3. Potensi Batubara Tahura Bukit Soeharto sangat kaya akan sumberdaya alam termasuk sumberdaya alam tambang batubara yang menurut Sumaatmadja dan Pujobroto (2000) terdapat 122.168.118 ton batubara. Daerah sebaran batubara secara administrasi mencakup 4 (empat) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Loajanan, Loakulu dan Samboja, Kabupaten Kutai dan Kecamatan Sepaku, Kabupaten Pasir, Propinsi Kalimantan Timur. Secara geografis berada pada koordinat 0°35’00”-01°05’00” Lintang Selatan dan 116°40’00” 117°10’00” Bujur Timur seluas ± 5.250 Ha. Tabel. 5.2. Sumberdaya batubara di Kawasan Hutan Wisata Bukit Suharto dan sekitarnya, Kutai dan Pasir, Propinsi Kaltim Blok Jembayang Batuah Tanahmerah Sungaimerdeka Semoi Mentawir Samboja JUMLAH
Kampung Baru
Balikpapan
Pulubalang
28.291.253 84.500 15.850.841 5.982.340 1.154.400 51.363.334
933.400 26.081.061 4.905.615 1.048.450 29.529.713 5.651.610 68.149.849
2.646.085 103.350 2.749.435
Sumberdaya Batubara (Ton) 933.400 54.372.314 7.551.700 16.889.291 19.633.063 5.982.340 6.806.010 112.168.118
Sumber : Pemetaan Sebaran Batubara di Kawasan Tahura Bukit Soeharto 2000
49
Gambar 5.1. Peta Geologi dan Sebaran Batubara di Kawasan Hutan Wisata Bukit Suharto dan sekitarnya, Propinsi Kalimantan Timur. (Sumber : Pemetaan Sebaran Batubara Di Kawasan Tahura Bukit Soeharto 2000) 4 9
50
Tabel. 5.3. Lapisan batubara atas tiap-tiap blok di Kawasan Bukit Suharto dan sekitarnya Blok Jembayang Batuah
Tanahmerah
Sungai merdeka Semoi Mentawir Samboja
Jumlah Singkapan 2 1 95 30 13 15 9 18 54 3 52 4 33 31 4
Formasi Balikpapan Pulubalang Balikpapan Kampung baru sayap timur Kampung baru sayap barat Pulubalang Balikpapan Kampung baru Balikpapan Kampung baru Pulubalang Balikpapan Balikpapan Kampung baru Balikpapan Kampung baru
Jml Lapisan 2 1 21 10 4 4 5 5 3 17 2 15 2 12 9 4
Tebal (m)
Kemiringan
> 1,00-5,00 0,40 0,20≥11,00 0,50 ≥ 9,00 >0,50-9,00 >0,50-5,30 0,50-5,50 0,10-1,00 0,30-2,30 0,20-6,00 0,50->1,50 0,50-5,00 1,00->1,00 0,15->3,00 0,30->6,00 0,60->1,20
22º - 28º 68º 9º- 88º 11º-75º 11º-17º 14º-85º 14º-47º 20º- 57º 39º-87º 14º-87º 25º-70º 5º-70º 23º-30º 14º-70º 5º-71º 5º-40º
Sumber : Pemetaan Sebaran Batubara di Kawasan Tahura Bukit Soeharto 2000.
Potensi batubara yang ada di Tahura bukit soeharto sangat besar sehingga sangat menggiurkan para investor untuk dapat melakukan kegiatan eksplorasi di kawasan tersebut, namun mengingat kawasan tersebut merupakan kawasan hutan konservasi maka kegiatan penambanganpun tidak dapat dilakukan karena dilindungi oleh undangundang nomor. 41 tahun 1999 dan undang-undang No 32 tahun 2009. Namun pada kenyataanya masih terjadi penambangan oleh 8 (delapan) perusahaan tambang yang berijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara serta 3 (tiga) perusahaan tambang yang tidak ijin. Dimana akibat kegiatan pertambangan batubara menyisakan hamparan tanah yang acak-acakan dan kolam-kolam yang tentu isinya bukan ikan, melainkan air hujan yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat adanya proses pencemaran akibat bahan tambang. Terbitnya 11 pemegang KP mungkin terkait dengan tiga tipe peta Tahura Bukit Soeharto pada Gambar 4.2 yang merupakan lampiran SK Menhut No. 270/KptsII/1991, tgl 20 Mei 1991 Luas : 61.850 Ha yang saling berbeda sehingga bisa dijadikan celah untuk melanggar hukum. Ketiga tipe peta tersebut berbeda kemungkinan disebabkan perbedaan sistem penetapan koordinat yang dilakukan secara manual dan secara digital, hal ini terjadi karena pada saat melakukan tata batas awal Tahura dilakukan dengan manual menggunakan alat Theodolit yang memiliki tingkat akurasi atau error atau defiasi yang cukup besar hal ini belum disebabkan human error dan faktor alam.
51
Sedangkan saat-saat terakhir sistem penentuan koordinat dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) yang tingkat akurasi yang lebih baik dan defiasi sangat kecil. Namun disamping itu pula terdapat unsur politis dalam pemanfaatan sumberdaya batubara di Tahura Bukit Soeharto karena terkait dengan euforia otonomi daerah dalam usaha peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar dari sektor pertambangan ini walaupun menurut syaukani (2005) menyatakan konstrubusi kegiatan penembangan batubara relatif kecil (15,21%) dan memberikan dampak lingkungan yang besar dengan kerugian rata-rata per satuan luas Rp. 3.9 juta/ ha/tahun. Hal ini menunjukan bahwa memanf aatkan potensi tambang batubara bukan pilihan terbaik untuk obyek perolehan PAD apabila dilakukan pada kawasan Tahura Bukit Soeharto. 5.4. Fungsi Hidrologi Berdasarkan kondisi topografi dan fisiografi kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto, membentuk 3 (tiga) pola jaringan sungai (drainage network), yaitu : a). jaringan sungai di bagian Utara yang limpasan airnya (streamflow) menuju Sungai Mahakam; b). jaringan sungai di bagian Timur yang langsung bermuara ke Selat Makasar dan c). Jaringan sungai di bagian Selatan yang mengalir ke teluk Balikpapan. Dari jaringan sungai-sungai tersebut, kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto terbagi ke dalam 7 (tujuh) Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-DAS), yaitu : Sub-DAS Loa Haur, Sub-DAS Seluang, Sub-DAS Tiram, Sub-DAS Bangsal, SubDAS Serayu, Sub-DAS Semoi dan Sub-DAS Salok Cempedak. Selanjutnya Tabel 5.4 berikut menyajikan secara rinci tentang ketujuh Sub-DAS tersebut. Tabel 5.4. Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-DAS) di Kawasan Tahura Bukit Soeharto Luasan Keterangan (ha) (%) 01. Loa Haur 26.968 43,6 Bermuara ke S. Mahakam 02. Seluang 14.571 23,5 03. Tiram 6.794 11,0 04. Bangsal 6.240 10,1 Bermuara ke selat Makasar 05. Serayu 2.991 4,8 06. Salok Cempedak 1.790 3,0 07. Semoi 2.496 4,0 Bermuara ke teluk Balikpapan Jumlah 61.850 100,0 Sumber : Rencana Pengelolaan HPPBS-PPHT Universitas Mulawarman Tahun 2009 No.
Nama DAS/Sub-DAS
52
Gambar 5.2. Peta Pemanfaatan Lahan oleh Perusahaan Tambang Batubara (Sumber : Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto UPTD Pembinaan dan Pelestarian Alam Tahun 2009) 5 2
53
Sesuai dengan sebutannya taman hutan raya Bukit Soeharto adalah kawasan pelestarian alam tempat berlindung tumbuhan dan satwa yang hanya boleh dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan dan penelitian, budaya, pariwisata, serta rekreasi. Kawasan ini semestinya bebas dari kegiatan penebangan, apalagi penambangan, inilah potret suram Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, kawasan 61.850 hektare yang menjadi lahan resapan air dimana dikawasan ini terdapat daerah aliran sub-Sungai Mahakam, yaitu Sungai Bangsal, Loa Haur, Solok Cempedak, Seluang, Semoi, Serayu, dan Sungai Tiram. Sungai-sungai ini merupakan sumber air bagi kota-kota di pesisir timur, seperti Samarinda dan Balikpapan. Selain penebangan liar dan perambahan oleh warga sekitar, ada sejumlah perusahaan tambang yang beraktivitas tidak sesuai dengan prosedur penambangan sehingga menyebabkan kerusakan hutan. Bekas-bekas galian ditutup asal-asalan dan material asam bekas galian mencemari sungai sebagaimana menurut Syaukani (2005) kerusakan hutan yang ada menyebabkan banjir dan erosi hingga mencapai 45 ton/ha/thn yang telah melewati ambang batas yang diperbolehkan yaitu 15 ton/ha/thn. Hal akan menjadi sedimentasi akibat erosi dan juga penurunan kualitas dan kuantitas air sungai hingga ke hilir yaitu sungai mahakam dan teluk balikpapan yang merupakan penyedia sumber bahan baku air bersih dari PDAM. Kerusakan daerah aliran sungai di Bukit Soeharto akan mengakibatkan banjir di musim hujan karena tak ada hutan penyerap air dan terjadinya kekeringan di musim kemarau. Seperti yang terjadi pada Desa Loa Duri Ulu Dusun Messaping yang mengalami banjir setiap musim penghujan dalam lima tahun terakhir karena meluapnya sungai Loa Haur. Disamping itu banjir menyebabkan peternak ikan keramba merugi karena banyak ikan yang mati karena keracunan yang disebabkan adanya air masam tambang yang masuk aliran sungai. Sebaliknya bila musim kemarau tiba sungai surut sehingga kapal/perahu tidak dapat mencapai dusun karena kandas karena sungai yang surut akibat banyak endapan tanah atau sedimentasi sehingga mengganggu aktifitas masyarakat dan pergerakan ekonomi yang ada. Hal ini semestinya tidak terjadi apabila kondisi Tahura Bukit Soeharto sebagai hulu sungai tetap terjaga keberadaannya. Pada Gambar 5.4 berikut menyajikan sebaran Sub-DAS yang ada di Tahura Bukit Soeharto.
54
Gambar 5.3. DAS dan Sub Das di Tahura Bukit Soeharto (Sumber : Rencana Pengelolaan HPPBS-PPHT Universitas Mulawarman Tahun 2009)
5 4
55
5.5. Fungsi Sosial Ekonomi Kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto dengan luasan 61.850 ha, secara administratif pemerintahan sebagian besar (53.572 ha: 86,6%) terletak dalam wilayah Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara meliputi 4 (empat) Kecamatan, yaitu : Samboja, Muara Jawa, Loa Janan dan Loa Kulu. Sedangkan sisanya yaitu seluas 8.278 ha (13,4%) termasuk dalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), yaitu Kecamatan Sepaku. Tabel 5.5 menyajikan rincian posisi kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto dalam wilayah administrasi pemerintahan. Tabel 5.5. Rincian Letak Kawasan Tahura Bukit Soeharto dalam Administrasi Pemerintahan. No.
Kabupaten
Kecamatan
Luasan
01
Kutai Kartanegara
Samboja Muara Jawa Loa Janan Loa Kulu
(Ha) 17.228 6.136 26.902 3.306
02
Panajam Paser Utara
Sepaku
8.278
(%) 27,9 9,9 43,5 5,3 13,4
Jumlah 61.850 100,0 Sumber : Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2008.
Selanjutnya Tabel 5.6. di bawah ini menyajikan
luas wilayah, jumlah
penduduk dan tingkat kepadatannya dari masing-masing kecamatan. Tabel 5.6. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk 5 (lima) Kecamatan disekitar Tahura Bukit Soeharto Luas Jumlah Kepadatan Jumlah Wilayah Penduduk Penduduk Desa (Km2) (Jiwa) (Jiwa/km2) Kutai Kartanegara Samboja 1.045,90 34.523 9 / 19 33 Muara Jawa 754,50 19.575 1/7 25 Loa Janan 644,20 43.166 3/7 67 Loa Kulu 1.405,70 30,200 1/9 21 Penajam PaserUtara Sepaku 1.172,36 31.042 4 / 13 26 Jumlah 5.022,66 158.506 18 / 54 31 Sumber : Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2008. Kabupaten
Kecamatan
Tabel 5.6 menunjukkan ternyata bahwa dari 54 Desa/Kelurahan dalam wilayah 5 (lima) Kecamatan yang berada disekitar kawasan Tahura Bukit Soeharto, sepertiga jumlah Desa/Kelurahan (18 Desa/Kelurahan) tersebut berada disekitar kawasan konservasi tersebut.
56
Dengan perhitungan kasar saja dapat diperkirakan ± 50.000 jiwa penduduk dari kedelapan belas Desa yang berdekatan dengan kawasan konservasi tersebut memiliki peluang dan akses terhadap sumberdaya hutan dalam aktivitas hidupkehidupan dan aktivitas ekonomi usaha mereka. Tingkat aksesibilitas kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto oleh penduduk sangat dimungkinkan terutama dengan adanya jalan raya Samarinda- Balikpapan yang membelah kawasan hutan dan menghubungkan Desa Batuah (Kecamatan Loa Janan) dengan Desa Bukit Merdeka dan Desa Sungai Merdeka (Kecamatan Samboja). Intensitas aksesibilitas tersebut lebih ditingkatkan lagi dengan adanya bekas jalan angkutan kayu (logging road) dari IUPHHK yang pernah beroperasi di areal hutan ini dan ”bermuara pada jalan raya tersebut”. Dari sisi yang lain, aksesibilitas dan keterbukaan bagian Selatan kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto dimungkinkan dengan adanya jaluar jalan alternatif yang menghubungkan Samarinda – Penajam Paser Utara, melewati DesaDesa Semoi II, WonoSari dan Margomulyo dan Samarinda–Balikpapan lewat jalan pantai (coastal road) serta melewati Desa Wono Tirto (Kemacatan Samboja) ke arah lokasi Wisata Tanah Merah (Tanjung Harapan). Kedua jalan alternatif tersebut melintasi jalan raya Samarinda-Balikpapan pada Km-38 sampai KM-64.. Dengan ketersediaan infrastruktur tersebut di atas yang mengakibatkan tingkat aksesibilitas terhadap kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto relatif tinggi, sebagai konsekuensi lanjutannya adalah tingkat mobilitas masyarakatpenduduk juga sangat tinggi. Kondisi seperti ini, disatu sisi akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, tetapi disisi yang lain merupakan ancaman bagi kelestarian
keberadaan sumberdaya
hutan disekitarnya.
Antara
lain akan
mendorong terjadi dan meningkatnya kegiatan-kegiatan destruktif (perambahan hutan, pembalakan liar) yang mengakibatkan kerusakan hutan. Komposisi penduduk yang tinggal di desa-desa tersebut di atas, terdiri dari berbagai etnis, yaitu : Kutai, Banjar, Jawa, Sunda, Madura dan Bali. Khususnya penduduk yang tinggal paling berdekatan atau bahkan di dalam kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto adalah etnis Bugis yang sebagaian besar sebagai petani lada. Sedang etnis Jawa dan Sunda pada umumnya mereka datang ke Kalimantan Timur melalui program transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun secara swakarsa. Dengan adanya arus migrasi dari luar daerah tersebut mengakibatkan
57
pertumbuhan jumlah penduduk di sekitar kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto rataan mencapai 2,58% per tahun, bahkan di Kecamatan Loa Janan sebagai daerah berkembang dapat mencapai angka 20,64% (tahun 2000 - 2008). Mata pencaharian penduduk di dalam dan sekitar kawasan Tahura Bukit Soeharto beranekaragam antara lain petani, buruh tani, pedagang, pertukangan, PNS, TNI/Polisi, dan swasta. Namun mata pencaharian yang paling dominan penduduk yang tinggal di desa-desa sekitar kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto adalah sebagai petani (tanaman pangan dan perkebunan). Pada Tabel 5.7 menyajikan luas lahan pertanian, jumlah KK dan rasio luas lahan per KK dari desa-desa disekitar Tahura Bukit Soeharto. Tabel 5.7. Luas Lahan Pertanian, Jumlah KK dan Rasio Luas Lahan per KK di Desa-Desa sekitar Tahura Bukit-Soeharto. Kabupaten
Kecamatan
Luas Wilayah (Ha)
Luas Lahan Pertanian (Ha)
Jumlah KK
% luas lahan pertanian
Rasio luas lahan pertanian (Ha/KK)
Kutai Kartanegara
Samboja Muara Jawa Loa Janan Loa Kulu
104,59 7554 64,42 40,57
6.375 3.332 5.544 16.584
10.247 4.267 12.592 8.157
6,10 4,42 8,61 11,80
0,02 0,78 0,44 2,01
Penajam Paser Utara
Sepaku
117,24
3.548
8.336
3,02
0,43
Jumlah 402,36 35.384 43.036 33,950 4,280 Sumber : Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2008.
Dari Tabel 5.7 di atas dapat dilihat bahwa kepemilikan lahan pertanian dari penduduk/masyarakat yang tinggal disekitar kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto relatif kecil. Disisi lain tingkat kesuburan lahan pertanian di Kalimantan Timur pada umumnya rendah (bersifat asam), dengan demikian produktivitasnya juga rendah. Secara lebih luas lagi, dari tabel yang
sama persentasi lahan pertanian
terhadap luas wilayah kecamatan juga kecil, yaitu rataannya di bawah 10%. Sebagai konsekuensi dari kondisi tersebut, masyarakat yang mempunyai mata pencaharian pokok adalah bertani, maka mengakibatkan mereka ”dalam kondisi lapar lahan garapan”. Salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut adalah peluang pemanfaatan lahan hutan yang ”tersedia” disekitarnya, yaitu kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto. Dengan perkataan lain kondisi usaha pertanian masyarakat sekitar kawasan Tahura Bukit Soeharto, merupakan tekanan sosial ekonomi masyarakat terhadap kelestarian keberadaan kawasan Tahura Bukit Soeharto.
58
Dikarenakan adanya desa dan aktifitas masyarakat di dalam kawasan tersebut maka sering terjadi penggunaan kawasan di luar kepentingan konservasi seperti bangunan jalan penghubung antar desa, sekolah dasar,
kantor kepala desa,
tiang/tower/menara/BTS telekomunikasi, papan reklame/baliho, tempat ibadah, rumah makan, POM Bensin, penginapan bahkan pada areal sepanjang jalan poros (Km 69) antara Balikpapan-Samarinda yang pernah dirancang untuk tujuan kepentingan wisata, sekarang diokupasi secara permanen dengan membangun rumah-rumah makan kecil oleh para pedagang dan pemberhentian tidak resmi banyak kendaraan besar.