INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI LAPORAN P[ENELITIAN KELOMPOK
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PADA PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh: Drs. Chobib Soleh, MM Jatnika Dwi Asri, SE, M.M Anindita Primastuti, ME
Jatinangor 2012
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap badan usaha atau organisasi memiliki tujuan agar pekerjaan yang dilakukan menjadi jelas, terarah, dan terukur. Begitu juga dengan instansi Pemerintah Daerah baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pemerintah ini pun memiliki tujuan yang dituangkan dalam rencana kerja strategis (Renstra) untuk jangka waktu yang sudah ditentukan. Dengan adanya rencana strategis inilah maka keberhasilan atau kinerja suatu Pemerintah Daerah dapat diukur. Untuk membiayai pelaksanaan rencana kerja tersebut maka dibuatlah suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seorang Kepala Daerah memiliki tugas dan fungsi tak ubahnya seperti seorang manajer, yaitu: melakukan perencanaan, pengarahan dan pengendalian. Fungsi pengendalian dilakukan oleh seorang Kepala Daerah selaku top management, melalui suatu Sistem Pengendalian Intern. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 134 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pengendalian tersebut dilaksanakan dalam rangka peningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Selain itu, Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan; pengendalian juga merupakan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai kepada stakeholders mengenai pencapaian tujuan Pemerintah Daerah. Ini tercermin dari: keandalan laporan keuangan, pengamanan aset, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan. Dalam Peraturan MENPAN No: PER/03/M.PAN/02/2006 tentang Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah tahun 2006, disebutkan; Sistem
2
Pengendalian Intern, atau yang selama ini dikenal dengan istilah pengawasan melekat (waskat), memiliki arti penting bagi Kepala Daerah atau manajemen, karena Sistem Pengendalian Intern merupakan lapisan pengawasan terdepan yang menjadi benteng pertahanan terhadap setiap upaya penyimpangan dan hambatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selaku pemeriksa ekstern, memperoleh pemahaman yang memadai tentang Sistem Pengendalian Intern yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah adalah sebagai dasar perencanaan audit, penentuaan saat dan luasnya pengujian-pengujian yang harus dilakukan. Karena dengan adanya data yang dapat dipercaya akan mengurangi resiko kesalahan audit dan hasil auditnya bisa lebih dipercaya. Selain itu, efektivitas Sistem Pengendalian Intern juga menjadi suatu hal yang dinilai oleh BPK dalam memberikan opini terhadap hasil pemeriksaan laporan keuangan dan kinerja pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah. Sistem Pengendalian Intern dikatakan efektif apabila sistem tersebut telah dirancang dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan, sehingga tujuan Pemerintah Daerah tercapai. Sistem Pengendalian Intern dikatakan sudah dirancang dengan baik bila telah disesuaikan dengan besar atau luasnya organisasi Pemerintah Daerah, sifat dan keanekaragaman kegiatan Pemerintah Daerah, metode pemrosesan data dan karakteristik organisasi Pemerintah Daerah. Meskipun Kepala Daerah telah menetapkan tujuan, mekanisme pengendalian, monitoring dan melakukan evaluasi. Tetapi untuk menjamin semua itu bisa dilaksanakan dengan baik semua personil Pemerintah Daerah tetap memegang peranan penting. Semua Sistem Pengendalian Intern mengandung keterbatasan yang melekat. Salah satu keterbatasan tersebut adalah faktor manusia yang ada pada prosedur pengendalian (HS Munawir, 2001:227). Efektivitas tertentu dapat hilang karena karyawan salah paham terhadap instruksi-
3
instruksi, ketidaktelitian, kelelahan, ketidakhadiran dan adanya kolusi antar pegawai pemerintah maupun pegawai pemerintah dengan pihak luar. Keterbatasan kedua yaitu bahwa Sistem Pengendalian Intern berada di lingkungan yang dinamis, bukan statis. Sehingga perubahan seperti; pergantian Kepala Daerah, perubahan
Peraturan
perundang-undangan,
dan/atau
digunakannya
komputer
akan
mempengaruhi dan diperlukan modifikasi terhadap Sistem Pengendalian Intern yang tentu saja memiliki konsekuensi lebih lanjut. Dalam pasal 313 ayat 3 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa pengendalian internal sendiri dalam pelaksanaannya sekurang-kurangnya harus memenuhi kriteria berikut; (i). terciptanya lingkungan pengendalian yang sehat; (ii). Terselenggaranya penilaian resiko (penaksiran resiko); (iii). terselenggaranya aktivitas pengendalian; (iv). terselenggaranya sistem informasi dan komunikasi dan (v). terselenggaranya kegiatan pemantauan pengendalian. Apabila kelima kriteria tersebut telah terpenuhi, maka Sistem Pengendalian Intern pada suatu organisasi akan mampu memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu organisasi tersebut akan dapat dicapai. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung Barat, selaku instansi pemerintah daerah juga memiliki Sistem Pengendalian Intern. Sistem Pengendalian Intern yang ada sudah disesuaikan dengan besar atau luasnya organisasi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, sifat dan keanekaragaman kegiatan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, metode pemrosesan data dan karakteristik organisasi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Hal ini terlihat dari tujuan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang tergambar dalam visi, misi dan RENSTRA Kabupaten Bandung Barat, struktur organisasi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang sudah disesuaikan dengan TUPOKSI, dan kebijakan yang dibuat oleh Bupati
4
Bandung Barat berkaitan dengan pengawasan terhadap sikap dan perilaku karyawan maupun terhadap pengamanan Aset. Sistem pengendalian intern Pemerintah Kabupaten Bandung Barat terkait dengan laporan keuangan merupakan suatu proses yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai atas keandalan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. BPK-RI mengamanatkan pengendalian intern meliputi berbagai kebijakan dan prosedur yang: (i) terkait dengan catatan keuangan; (ii) memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan tersebut telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan serta penerimaan dan pengeluaran telah sesuai dengan otorisasi yang diberikan; (iii) memberikan keyakinan yang memadai atas keamanan aset yang berdampak material pada laporan keuangan. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat bertanggung jawab untuk mengatur dan menyelenggarakan pengendalian tersebut. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan keuangan BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, untuk tahun anggaran 2011, BPK memberikan opini "wajar dengan pengecualian" (http://www.bandungbaratkab.go.id). HS Munawir dalam bukunya Auditing Modern (2001:47) menjelaskan bahwa pendapat “wajar dengan pengecualian” diberikan apabila Auditor menaruh keberatan atau pengecualian yang bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar kecuali untuk hal-hal tertentu yang karena akibat faktor-faktor tertentu, misalnya ada satu akun atau lebih yang tidak wajar yang menyebabkan kualifikasi pendapat tidak berhasil untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa keseluruhan laporan keuangan disajikan secara wajar. Pengecualian tersebut tentunya sangat berkaitan dengan Sistem Pengendalian Internal yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, sehingga perlu dilakukan
5
evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.
1.2 Permasalahan 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa permasalahan yang bisa diidentifikasi terkait Sistem Pengendalian Intern di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat adalah: 1. Sistem
Pengendalian
Intern memiliki
keterbatasan
yang sifatnya
melekat.
Keterbatasan ini bisa menjadi salah satu kendala yang menyebabkan Sistem Pengendalian Intern tidak dapat berjalan efektif. 2. Laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat memberikan opini wajar dengan pengecualian yang menunjukkan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Kabupaten Bandung Barat belum efektif. 1.2.2 Pembatasan Masalah Pada penelitian ini penulis membatasi masalah pada penilaian terhadap efektivitas Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Selain aset tetap memiliki porsi terbesar, jika ada kesalahan dalam pengelolaannya maka akan sangat mempengaruhi laporan keuangan daerah yang dihasilkan (materiil). Pengelolaan aset tetap juga salah satu ukuran yang menggambarkan kemampuan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam mengatur dan mengolah kekayaan potensial wilayahnya yang berimbas pada pencapaian tujuan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dari adanya Sistem Pengendalian Intern yaitu pengamanan asset.
6
1.2.3 Rumusan Masalah Sedangkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah; 1.
Bagaimanakah pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat?
2.
Kendala-kendala apa yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam melaksanakan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan tujuan dari penelitian ini antara lain untuk: 1.
Menilai efektivitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintahn pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.
2.
Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam melaksanakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan.
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam konteks sebagai beikut: 1.4.1 Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah: 1.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu khususnya mengenai pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap, sehingga diperoleh gambaran tentang kesesuaian antara fakta dan teori.
2.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk pendalaman penilaian selanjutnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern.
7
1.4.2 Kegunaan Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna: 1.
Bagi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dapat mengukur apakah Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap yang selama ini dilakukan sudah berjalan dengan efektif. Bila diketahui Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap Pemerintah Kabupaten Bandung Barat belum efektif dilaksanakan, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat menemukan hal-hal yang menjadi penyebabnya dan memberikan saran-saran perbaikannya sehingga pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap Pemerintah Kabupaten Bandung Barat bisa berjalan dengan efektif. Sistem Pengendalian Intern yang efektif pada akhirnya akan meningkatkan kinerja Pemerintah Kabupaten Bandung Barat secara keseluruhan.
2.
Bagi penulis dapat mengetahui realisasi antara teori dan praktek, untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman tentang pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern, khususnya di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.
8
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian dan Tujuan Sistem Pengendalian Internal Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (1992:29), “Sistem Pengendalian intern meliputi organisasi semua metode dan ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta miliknya, mengecek kecermatan dan kehandalan data akuntansi, meningkatnya efisiensi usaha dan medorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan”. Indra Bastian dalam bukunya Audit Sektor Publik (2007:7) menyatakan bahwa sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh eksekutif (kepala daerah, instansi/dinas, dan segenap personel) yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan yang terdiri atas: (1). Keandalan laporan keuangan, (2). Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, (3). Efektivitas dan efisiensi operasi. Sementara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah mendefinisikan Sistem Pengendalian Intern sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Cangemi (2003:65-66) memiliki definisi yang lebih lengkap mengenai sistem pengendalian intern sebagai: “Internal control system is the policies, practices, and procedures, anf tools designed to: (1) safeguarding assets, (2) ensure accuracy and
9
reliability of data captured and information products, (3) promote efficiency, (4) measure compliance with corporate policies, (5) measure compliance with regulations, and (6) manage the negative events and effects from fraud, crime, and deleterious activities”. Dalam pengertian aset, termasuk aset sistem informasi: mencakup fisik (mesin, infrastruktur) dan non fisik/logical assets (software, data dan aplikasi). Makin tinggi tingkat ketergantungan organisasi terhadap system informasi/teknologi informasi, maka makin tinggi nilainya. Bahkan dalam pengertian safeguarding of corporate asets termasuk menjaga data dan systems availability bagi organisasi. Dari beberapa pengertian diatas mengenai sistem pengendalian intern, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang dituangkan dalam suatu kebijakan, dan atau prosedur sebagai suatu alat untuk menjamin tercapainya tujuan suatu entitas melalui terselenggaranya kegiatan operasional yang efektif dan efisien, tersajinya laporan keuangan yang akuntabel dan andal, dipatuhinya peraturan perundangundangan dan untuk pengamanan asset. Semua itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya resiko yang timbul karena adanya kecurangan, penipuan, ketidaktahuan dan keteledoran karyawan. Sistem pengendalian internal yang kuat (efektif) tidak hanya berkaitan dengan akuntansi (financial audits dan reliable financial reports). Sistem pengendalian internal juga terkait dengan corporate strategies, dan member peluang audit intern untuk memberi sumbangan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Tersedianya informasi yang relevan, reliable, dan tepat waktu memberikan pengetahuan dalam rangka pengambilan keputusan yang efektif. Tujuan pertama dirancangnya pengendalian dari segi pandang manajemen ialah untuk dapat diperolehnya data yang dapat dipercaya, yaitu jika: data lengkap, akurat, unik (tiap satuan dapat dikenali), beralasan, dan kesalahankesalahan data di deteksi. Suatu data yang dapat dipercaya sangat diperlukan oleh manajemen karena data tersebut akan digunakan sebagai sumber informasi dalam mengambil
10
keputusan yang penting. Jika data tersebut tidak dapat dipercaya maka manajer akan ragu dalam mengambil keputusan dan berisiko mengambil keputusan yang salah. Mengingat bahwa berbagai jenis informasi dipergunakan untuk mengambil keputusan sangat penting artinya, karena itu suatu mekanisme atau sistem yang dapat mendukung penyajian informasi yang akurat sangat diperlukan oleh pimpinan perusahaan. Tujuan berikutnya adalah dipatuhinya kebijakan akuntansi, yang akan dicapai jika: data diolah tepat waktu, penilaian, klasifikasi dan pisah-batas waktu terjadinya transaksi akuntansi tepat, sehingga tersaji laporan keuangan yang akuntabel dan andal. Tersedianya informasi yang relevan, reliable, dan tepat waktu memberikan pengetahuan dalam rangka pengambilan keputusan yang efektif. Tujuan selanjutnya ialah pengamanan asset, yaitu dengan: adanya otorisasi, distribusi output, data valid dan diolah seta disimpan secara aman. Pengamanan atas berbagai harta benda (termasuk catatan pembukuan/file/database menjadi semakin penting dengan adanya computer. Data/informasi yang begitu banyaknya yang disimpan di dalam media computer (mis: disket, USB, dll) yang dapat rusak apabila tidak diperhatikan pengamanannya. Dalam meningkatkan efektivitas, dan efisiensi operasional. Pengawasan dalam suatu organisasi merupakan alat untuk mencegah penyimpangan tujuan/rencana organisasi, mencegah penghamburan usaha, menghindarkan pemborosan dalam setiap segi dunia usaha dan mengurangi setiap jenis penggunaan sumber-sumber yang ada secara tidak efsien. Demi mendorong pelaksanaan kebijaksanan dan ketentuan yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem Pengendalian Intern berarti memberikan jaminan yang layak bahwa kesemuanya itu telah dilaksanakan oleh karyawan perusahaan. (Sanyoto Gondodiyoto, Henny Hendarti, Ariefa:144).
11
2.1.2 Model Pengendalian Internal Ditinjau dari sifatnya, Sistem Pengendalian Intern dapat dibedakan dalam berbagai segi-pandang pengelompokan: a) Pengendalian intern digolongkan dalam preventive, detection, corrective. • Preventive controls, yaitu pengendalian intern yang dirancang dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan atau mencegah/menjaga jangan sampai terjadi kesalahan (kekeliruan, kelalaian, error) maupun penyalahgunaan (kecurangan,fraud). Contoh jenis pengendalian ini ialah misalnya desain formulir yang baik, itemnya lengkap, mudah diisi, serta user-training atau pelatihan kepada orang-orang yang berkaitan dengan input sistem, sehingga mereka tidak melakukan kesalahan. • Detection controls, adalah pengendalian yang didesain dengan tujuan agar apabila data direkam (di-entry)/ dikonversi dari media sumber (media input) untuk ditransfer ke sistem komputer dapat dideteksi bila terjadi kesalahan (Maksudnya tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan). Contoh jenis pengendalian ini ialah misalnya jika seseorang mengambil uang di ATM, maka seharusnya program komputer mendeteksi jika dana tidak cukup, atau saldo minimal tidak mencukupi, atau mlebihi jumlah maksimal yang diijinkan untuk pengambilan tiap harinya. • Corrective controls, ialah pengendalian yang sifatnya jika terdapat data yang sebenarnya error tatapi tidak terdeteksi oleh detection controls, atau data yang error yang terdeteksi oleh program validasi, harus ada prosedur yang jelas tentang bagaimana melakukan pembetulan terhadap data yang salah dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan kerugian jika kesalahan/ penyalahgunaan tersebut sudah benar-benar terjadi. Sistem pengendalian intern berbasis komputer tidak mungkin didesain secara umum dan berlaku untuk semua keadaan. Sistem pengendalian yang bagus untuk perusahaan besar mungkin tidak praktis bila diterapkan unutk perusahaan yang ukuran bisnisnya kecil.
12
Sistem pengendalian intern untuk instalasi mainframe mungkin tidak cocok bagi kantor yang menggunakan komputer mikro, atau sistem web-based. Demikian pula jika data diolah pihak ketiga (pengolahan data atau pelaksanaan operasional komputerisasinya dioutsource-kan). Pertimbangan lingkungan sistem berbsis komputer dapat bervariasi bergantung dari berbagai ciri-ciri/karakteristik, termasuk tingkat akses yang dapat dilakukan oleh pihak lain tersebut. Sistem pengendalian intern sesungguhnya adalah juga suatu sistem. Untuk dapat mendesai sistem yang baik perlu dilakukan perencanaan, analisis, desain/rancangan, pengujian, penerapan, dan evaluasi unutk perbaikan. Sistem yang baik adalah harus yang telah dikaji dan teruji kelayakannya: ekonomi, operasional, teknis dan sebgainya. Sistem yang canggih tetapi dengan biaya (uang, waktu, tenaga, konsekuansi) yang sangat besar belum tentu sistem yang terbaik. Metodologi pembangunan sistem pengendalian intern dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Metodologi Perancangan Kontrol Internal General Exposures result from error/ irregularities
Management control objective
System Controls Objectives
Application Controls Controls
Berdasarkan metodologi yang digambarkan dalam diagram tersebut jelas bahwa di dalam mendesain sistem pengendalian intern komputerisasi, langkah yang perlu dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Pertama-tama ialah bahwa pengalaman yang lalu mengenai kejadian-kejadian kesalahan atau hal-hal yang abnormal sebagai dasar penentapan resiko yang perlu ditanggulangi (risk assessment). 13
2. Langkah berikutnya adalah pertimbangan manajemen, seberapa jauh pihak pimpinan peduli (concern), keinginan dan tujuan yang akan dicapai. 3. Selanjutnya menetapkan tujuan dari sistem pengendalian intern itu sendiri, sejauh mana pertimbangan resiko-kontrol yang hendak diinginkan. 4. Akhirnya menetapkan sistem pengendalian intern yang bersifat umum maupun yang khusus berlaku untuk unit/fungsi/subsistem tertentu. Jadi dengan demikian kontrol didesain dengan adanya resiko, dan tingkat resiko itulah yang menentukan sistem pengendalian intern.
2.1.3 Pihak Yang Berkepentingan Terhadap SPI Banyak pihak yang terkait atau berkepentingan terhadap sistem pengendalian intern yaitu: a. Manajemen perusahaan Pihak manajemen/organisasi perusahaan berkepentingan terhadap sistem pengendalian intern, karena struktrur pengendalian intern suatu perusahaan pada dasarnya adalah tanggungjawab manajemen puncak (top management, dalam sistem Amrika Serikat yang menganut one board system disebut Board of Directors, sering disebut the Board saja. Pada Two Board system yang dianut di Indonesia, terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris perusahaan). Sistem pengendalian intern membantu the Board of Directors dalam: • Menyediakan data handal untuk pengelolaan /pengurusan perusahaan • Pengamanan aset dan catatan akuntansi/ perusahaan • Mendorong peningkatan efisiensi operasional • Mendorong ketaatan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan • Merupakan aturan umum yang harus diajalankan perusahaan
14
b. Dewan komisaris, auditor intern dan sebagainya c. Para karyawan perusahaan itu sendiri, kerena sistem pengendalian intern berfungsi sebagai: • Merupakan aturan umum yang harus dijalankan perusahaan • Merupakan pedoman kerja (apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan) d. Regulatory Body (Badan pengatur/pemerintahan atau ikatan profesi) e. Auditor ekstern independen Bagi auditor, pemahaman terhadap pengendalian intern mempunyai manfaat: • Untuk mempermudah dalam melakukan studi terhadap sistem informasi dari klien yang diaudit • Untuk menetapkan resiko yang diahadapi sebagai auditor • Sebagi indikator untuk menentukan pendapatnya terhadap keterandalan sistem yang diaudit. Salah satu konsep yang diterima secara luas dalam teori dan praktek auditing ialah pentingnya pemahanan auditor terhadap sistem informasi dari klien (auditee) termasuk sistem pengendalian internnya (internal controls). Pengendalian intern merupakan keseluruhan mekanisme yang merupakan bagian integral dari sistem dan prosedur kerja suatu organisasi, dan disusun sedimikian rupa untuk menjamin bahwa pelaksanaan kegiatan organisasi sudah sesuai dengan seharusnya. Jika auditor yakin bahwa klien telah menjalankan sistem dan struktur pengendalian intern yang baik, dan sistem tersebut dijalankan dengan konsisten, maka auditor akan memperoleh keyakinan lebih besar akan kehandalan organisasi tersebut. Dalam hal ini, bukti-bukti untuk pengujian substantif yang perlu dikumpulkan untuk auditing tidak perlu banyak. Sebaliknya jika sistem dan prosedur kerja suatu organisasi dan pengendalian internnya kurang memadai, bahkan jika perlengkapan dan dokumentasi serta pengelolaan berkasnya tidak baik, maka kegiatan auditing maki sukar untuk dilaksanakan. Langkah awal yang biasanya dilakukan
15
oleh auditor ialah menetapkan “bagaimana auditee melakukan kegiatan”. Ini dilakukan dengan meninjau struktur organisasi, uraian tugas, dan pemahaman prosedur/pedoman kerja perusahaan. Pemahan diperoleh dengan melakukan diskusi-diskusi dengan staf auditee, maupun dengan memakai daftar-daftar pertanyaan (kuesioner) terhadap organisasi, studi (pinjam) okumentasi mengenai sistem/prosedur perusahaan serta pengendalian internnya.
2.1.4 Prinsip Dasar Pengendalian Internal Ada beberapa asumsi dasar yang perlu dipahami mengenai pengendalian intern bagi suatu entitas organisasi atau perusahaan yaitu: a. Sistem pengendalian intern merupakan tanggung jawab manajemen. Bahwa sesungguhnya yang paling berkepentingan terhadap sistem pengendalian intern suatu entitas organisasi/perusahaan
adalah
manajemen
(lebih
tegasnya
lagi
ialah
top
management/direksi), karena dengan sistem pengendalian intern yang baik itulah top management dapat mengharapkan kebijakannya dipatuhi, aktiva atau harta perusahaan dilindungi, dan penyelenggaraan pencatatan berjalan baik. Top manegement bertanggung jawab menyusun sistem pengendalian intern, tentu saja dilaksanakn oleh para stafnya. Dalam penyusunan team yang akan ditugaskan untuk merancang sistem pengendalian intern, harus dipilih anggotanya dari para ahli/kompeten, termasuk yang berkaitan dengan TI. b. Sistem pengendalian intern seharusnya bersifat generik, mendasar dan dapat diterapkan pada tiap perusahaan pada umumnya (tidak boleh jika hanya berlaku untuk suatu perusahaan tertentu saja, melainkan harus ada hal-hal yang bersifat mendasar yang berlaku umum). Jadi asumsinya kontrol intern adalah independen dari metoda proses datanya, artinya: tujuan pengendalian harus didesain tanpa dikaitkan secara khusus dengan jenis sistem pengolahan datanya. Control objectives tertentu mungkin khas (spesifik) bagi
16
teknologi tertentu, tetapi hakekatnya tujuan kontrol intern adalah sama (tidak peduli teknologi apapun yang digunakan). c. Sifat sistem pengendalian intern adalah reasonable assurance, artinya tingkat rancangan yang kita desain adalah yang paling optimal. Sistem pengendalian yang baik ialah bukan yang paling maksimal, apalagi harus dipertimbangkan keseimbangan cost benefitnya. Asumsi ini menyatakan bahwa “there is no a perfect internal control system”. Pengendalian selalu dikompromikan dengan situasi dan kondisi tertentu, dan dikaitkan dengan konsep cost-benefit. Internal control tidak menjamin sepenuhnya bahwa entitas akan dapat mencapai tujuan, melainkan hanya memberi reasonable assurance (keyakinan memadai) yang mendorong tercapinya tujuan manajemen/ perusahaan. d. Sistem pengendalian intern memiliki keterbatasan-keterbatasan (constraint). Misalnya, sebaik-baiknya kontrol tetapi kalau pegawai yang melaksanakannya tidak cakap atau kolusi, maka tujuan pengendalian itu mungkin tidak tercapai. Contoh lain adalah, selalu ada kesalahan yang tidak dapat terdeteksi atau memang tidak diperkirakan sebelumnya, atau adanya talented attacher, adanya kemungkinan management override of controls. Yang paling penting adalah bahwa kondisi berubah. Dengan adanya perubahan, effective controls mungkin menjadi obsolete atau tidak efektif lagi, oleh karena itu perlu selalu dilakukan re-evaluasi. e. Sistem pengendalian intern harus selalu dan terus-menerus diealuasi, diperbaiki, disesuaikan dengan perkebangan kondisi dan teknologi.
2.1.5 Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan.
17
Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Karena output yang dihasilkan organisasi sektor publik lebih banyak bersifat output tak berwujud (intangible) yang tidak mudah dikuantifikasi, maka pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran efektivitas tersebut adalah karena pencapaian hasil (outcome) sering tidak bisa diketahui dalam jangka pendek, akan tetapi jangka panjang setelah program berakhir, sehingga ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja (judgment) (Mahmudi;92). Sedangkan menurut Munawir dalam bukunya Auditing Modern (2001), Sistem pengendalian Intern dikatakan efektif apabila Sistem pengendalian tersebut telah dirancang dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem Pengendalian Intern akan efektif apabila tujuan dari Sistem Pengendalian Intern telah tercapai. Untuk mengetahui efektivitas dari suatu Sistem pengendalian Intern maka dilakukan suatu penilaian terhadap Sistem Pengendalian Intern tersebut melalui: • Flowcharting. Flowcharting adalah teknik untuk menjelaskan suatu Sistem pengendalian Internal dengan menggunakan symbol-simbol yang disajikan secara diagram. Suatu flowchart yang lengkap menunjukkan urut-urutan proses atau aliran dokumen dan pencatatan dalam suatu struktur. Disamping itu, dalam flowchart memungkinkan untuk menunjukkan pemisahan tugas, otorisasi, pengesahan dan verifikasi intern yang ada dam struktur tersebut. • Daftar Pertanyaan (kuisioner). Metode ini biasa digunakan untuk menjelaskan pelaksanaan Sistem pengendalian Intern dengan cara mengisi daftar pertanyaan yang sudah distandardisir, dalam arti pertanyaan yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu mengenai ada tidaknya unsur pengendalian inten di dalam entitas.
18
• Uraian tertulis. Uraian tertulis biasanya menerangkan tentang substruktur atau prosedur akuntansi yang diperiksanya, identifikasi karyawan yang melakukan berbagai macam tugas, pembuatan dokumen dan tugas-tugas atau kewajiban utama masing-masing bagian (Munawir:2001).
2.1.6 Peraturan Perundangan Mengenai Sistem Pengendalian Internal Dulu pemerintah di Indonesia menggunakan istilah pengawasan melekat (WASKAT) untuk pengendalian internal. Beberapa peraturan perundangundangan juga sudah dibuat terkait dengan waskat. Namun istilah pengendalian internal baru dipergunakan pada UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun undang-undang tersebut belum secara detail membahas tentang tata cara pelaksanaan pengendalian internal. Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) baru disahkan pada tahun 2008. PP ini membahas secara detail mengenai SPIP yang harus dilakukan oleh setiap instansi pemerintah. Permendagri No 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 313 menyatakan bahwa Pengendalian internal sendiri dalam pelaksanaannya sekurangkurangnya harus memenuhi kriteria berikut; 1. Terciptanya lingkungan pengendalian yang sehat. 2. Terselenggaranya penilaian resiko (penaksiran resiko). 3. Terselenggaranya aktivitas pengendalian. 4. Terselenggaranya sistem informasi dan komunikasi dan 5. Terselenggaranya kegiatan pemantauan pengendalian. Sedangkan menurut Permendagri No 4 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, penilaian terhadap Sistem Pengendalian Intern dilakukan dengan:
19
• Memahami sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah. • Melakukan observasi dan/atau wawancara dengan pihak terkait di setiap prosedur yang ada. • Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah kesimpulan tentang kemungkinan terjadinya salah saji material dalam laporan keuangan. • Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah kesimpulan tentang langkah-langkah pelaksanaan reviu. Berkaitan dengan pemerintah daerah, dalam pasal 134 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Gubernur/Bupati/Walikota mengatur dan menyelenggarakan SPI di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya. Untuk itu, perlu dirancang suatu sistem yang mengatur proses pengklasifikasian, pengukuran, dan pengungkapan seluruh transaksi keuangan, sehingga dapat disusun menjadi laporan keuangan. Selanjutnya laporan keuangan tersebut diserahkan kepada BPK untuk dilakukan reviu. BPK sendiri melakukan penilaian terhadap sistem pengendalian internal untuk bisa memberikan opini terhadap kinerja keuangan suatu pemda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menyatakan definisi Sistem Pengendalian Interna Pemerintah sebagai Sistem pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Inti dasar dari PP 60/2008 adalah terciptanya suatu sistem pengendalian intern pemerintah yang dapat mewujudkan suatu praktik-praktik good governance. Langkah pertama yang diamanahkan di dalam PP ini adalah memahami terlebih dahulu konsep dasar pengendalian intern. PP 60/2008 tentang SPIP ini. SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara, keandalan
20
pelaporan keuagan, pengamanan asset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. SPIP terdiri atas unsur: 1. Lingkungan Pengendalian. Pimpinan
instansi
Pemerintah wajib menciptakan dan
memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui: a. Penegakan integritas dan nilai etika b. Komitmen terhadap kompetensi c. Kepemimpinan yang kondusif d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan e. Pendelegasian wewenang dan tanggungjawab yang tepat f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. 2. Penilaian Resiko, yang terdiri atas: a. Identifikasi resiko b. Analisis rsiko. Dalam rangka penilaian resiko pimpinan Instansi pemerintah menetapkan: a. Tujuan Instansi pemerintah dan b. Tujuan pada peningkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan. 3. Kegiatan Pengendalian. Pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi
21
Pemerintah yang bersangkutan. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sekurangkurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah b. Kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian resiko c. Kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah d. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis e. Prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis f. Kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. Kegiatan Pengendalian terdiri atas: a. Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan b. Pembinaan sumber daya manusia c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi d. Pengendalian fisik atas asset e. Penetapan dan reviu atas indicator dan ukuran kinerja f. Pemisahan fungsi g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian penting h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian i. Pembatasan akses atas sumberdaya dan pencatatannya j. Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. 4. Informasi dan Komunikasi. Pimpinan instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Hal ini dilakukan dengan menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana
22
komunikasi. Dan mengelola, mengembangkan dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus. 5. Pemantauan. Pemantauan dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
2.1.7 Aset Tetap Menurut PP no 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Theodorus M. Tuanakotta:2000): 1. Aset ini merupakan barang-barang fisik yang diadakan oleh perusahaan untuk melaksanakan atau membantu produksi barang-barang lain atau pemberian jasa pada perusahaan atau pelanggannya dalam usaha bisnis yang normal. 2. Aset ini mempunyai umur terbatas, dan pada akhir hidup mereka harus dibuang atau diganti. Umur ini tergantung dari keausan (wear and tear) dan pemeliharaan atau perawatan aset tersebut. 3. Nilai aset ini berasal dari kemampuan untuk melaksanakan tersingkirnya fihak lain untuk memperoleh hak penggunaan atas aset tersebut secara sah (berdasarkan hukum) dan bukannya dengan pemaksaan berdasarkan kontrak. 4. Aset ini bersifat non monetary. Manfaat aset ini timbul dari penggunaannya atau penjualan jasa-jasa yang dihasilkannya dan bukan dari pengkorvesian aset ini kedalam sejumlah uang tertentu. 5. Umumnya jasa-jasa yang diberikan aset ini meliputi periode yang baik dari satu tahun atau satu daur usaha (operating cycle). Tentunya ada pengecualian terhadap hali ini, misalnya peralatan kecil (tools) yang mempunyai umur kurang dari satu tahun. Begitu juga dengan
23
gedung yang mempunyai umur kurang dari satu tahun, tidak di reklasifikasikan sebagai current aset. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah: 1. Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas dan kontraktor. 2. Hak atas tanah. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan perlengkapan (supplies). Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan: a. Tanah b. Peralatan dan Mesin c. Jalan, irigasi dan jaringan d. Aset tetap lainnya e. Konstruksi dalam pengerjaan Aset militer serta aset berwujud warisan budaya (heritage), seperti gedung bersejarah, candi, benteng, senjata, kraton, barang koleksi museum dan sebagainya pada dasarnya juga merupakan aset tetap tetapi tidak diwajibkan untuk dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Kebanyakan pemerintahan di dunia juga tidak melaporkan aset jenis ini dalam laporan keuangannya namun, meskipun tidak dilaporkan dalam laporan keuangan, aset-aset militer dan budaya tetap ada laporannya meskipun tidak disebutkan nilai moneternya. Aset-aset tersebut dilaporkan dalam neraca daerah bukan neraca pemerintah daerah.
24
2.1.8 Aspek Penting Dalam Pelaporan Aset Salah satu masalah utama dalam pelaporan keuangan adalah menentukan jenis pengeluaran atau belanja apa yang dikategorikan sebagai aset. Di pemerintah daerah, secara sederhana semua belanja modal akan diakui sebagai penambah aset dalam neraca. Untuk belanja modal tidaklah menimbulkan perdebatan lagi bahwa semua belanja modal akan diakui sebagai aset, baik aset tetap maupun aset tak berwujud. Namun untuk belanja non modal, yaitu biaya operasional hanya ada beberapa jenis belanja operasional yang akan mempengaruhi pos neraca, yaitu beberapa objek belanja barang, misalnya belanja untuk persediaaan dan belanja dibayar dimuka. Sebagian besar belanja operasional yang sifatnya tunai tidak akan mempengaruhi neraca, hanya mempengaruhi laporan realisasi anggaran, misalnya belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan social, belanja tak terduga dan belanja transfer. Namun jika belanja operasional tersebut terutang, maka juga akan mempengaruhi pos kewajiban di neraca. Selain belanja modal dan sebagian obyek belanja barang, penambahan atau pengurangan aset pemerintah daerah juga dipengaruhi dari transaksi pembiayaan. Transaksi pembiayaan yang mempengaruhi aset pemerintah daerah terkait dengan pembentukan dan penggunaan dana cadangan, penyertaan modal pemerintah daerah, pengeluaran untuk investasi, pemberian pinjaman, dan penjualan aset. Pengakuan dan pencatatan transaksi pengeluaran atau belanja yang menambah aset dalam neraca dikenal dengan istilah “KAPITALISASI”. Jadi apabila kita mendengar istilah pengeluaran tertentu di kapitalisasi maksudnya adalah pengeluaran itu akan diakui di neraca sebagai penambah aset. Permasalahan yang mungkin dialami pemerintah daerah dalam pelaporan aset terkait dengan: 1. Kepemilikan aset yang tidak pasti. Hal ini bisa terjadi karena ketidakjelasan status kepemilikan serta tidak adanya bukti kepemilikan yang sah.
25
2. Manfaat ekonomi dimasa depan tidak pasti atau sulit diukur. Hal ini bisa terjadi pada pengakuan aset tidak berwujud, misalnya; aset pajak tangguhan, citra daerah, paten dan hak karya intelektual. 3. Terjadi perubahan nilai aset. Hal ini karena pencatatan aset dilakukan berdasarkan nilai historis, sedangkan nilai pasar selalu berubah. Akibatnya nilai aset yang dilaporkan di neraca bisa jadi tidak mencerminkan nilai pasar atau nilai wajarnya lagi, bisa lebih tinggi atau lebih rendah.
2.2 Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern yang efektif adalah suatu keharusan, karena akan berpengaruh terhadap tercapainya tujuan organisasi. Jika pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern belum efektif dilaksanakan, maka tujuan organisasi yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, pengamanan asset, efisiensi dan efektivitas, pelaksanaan program dan kegiatan, serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan akan sangat mungkin tidak tercapai. Seperti yang terjadi pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dimana hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2011 mendapatkan Opini “wajar dengan pengecualian”. Hal ini menunjukkan belum andalnya laporan keuangan tersebut. Belum andalnya laporan keuangan tersebut mengindikasikan belum efektifnya pelaksanaan sistem pengendalian intern pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, hal ini perlu diteliti lebih lanjut agar dapat pula diketahui kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern tersebut, sehingga bisa diberikan saran yang memadai demi perbaikannya. Selanjutnya diharapkan mampu membantu Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam membuat laporan keuangan yang andal dan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian. Konsep berpikir tersebut dituangkan dalam gambar berikut:
26
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Efektivitas Sistem Pengendalian Internal (SPI) Dalam Pengelolaan Aset Tetap Pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat Latar Belakang
Fakta: BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian terhadap Laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat pada tahun anggaran 2011 salah satu sebabnya karena BPK tidak memperoleh keyakinan memadai mengenai nilai asset tetap pada Pemerintah Kabupaten. Hal ini mengindikasikan bahwa SPI pengelolaan asset tetap pada Pemkab Bandung Barat masih lemah dan belum efektif.
Harapan: SPI pengelolaan asset pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sudah efektif dan nilai asset tetap bisa ditentukan dengan jelas sehingga kinerja pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Bandung Barat secara keseluruhan menjadi lebih baik dan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat bisa mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Mengapa pelaksanaan SPI pengelolaan asset tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat masih lemah?
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Penilaian efektivitas pengelolaan asset tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat Menemukan permasalahan dalam pelaksanaan SPI pengelolaan asset tetap Penilaian efektifitas Pelaksanaan SPI menurut karyawan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat
Test of Control (pengujian pengendalian) & Compliance Test (uji kepatuhan) terhadap peraturan perundangan
Pemahaman lebih dalam mengenai SPI pengelolaan asset Pemerintah Kabupaten Bandung Barat
Penyebaran kuesioner
Pengujian dokumen pengadaan barang (asset tetap) difokuskan pada SPM dan SP2D
Wawancara dan Observasi
Skoring menggunakan Rating scale
Analisa dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran
27
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian (Moh. Nazir, 2005:84). Sementara menurut Jonathan Sarwono (2006:27) menyatakan bahwa desain penelitian bagaikan alat penuntun bagi peneliti dalam melakukan proses penentuan instrument pengambilan data, penentuan sampel, koleksi data dan analisisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desain penelitian adalah keseluruhan proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian, sehingga pertanyaan-pertanyaan yang ada dapat dijawab. Dalam ilmu-ilmu sosial penelitian terdiri dari penelitian penjajakan (explorative), penelitian penjelasan (explanatory), dan penelitian deskriptif (descriptive). Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan pendekatan induktif. Menurut Uma Sekaran (2006: 158) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan karakteristik variabel yang akan diteliti dalam suatu situasi. Rianse & Abdi (2008: 30) menerangkan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan/memecahkan masalah secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai faktafakta dan sifat-sifat populasi. Didalamya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada. Sedangkan menurut Sugiyono (2008 :11), penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menggabungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain.
28
Dari uraian diatas, diketahui bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar gejala yang diselidiki dari semua fakta atau kenyataan yang diperoleh dalam pelaksanaan penelitian. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan induktif. Menurut Said Kelana Asnawi (2006: 3) pendekatan ini berpatokan dari cara melihat bukti untuk kemudian dijadikan sebagai kesimpulan umum. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode penelitian dengan pendekatan induktif adalah suatu penuangan penelitian yang sifatnya memaparkan dan melaporkan suatu keadaan, objek, atau peristiwa berdasarkan realitas atau fakta empirik dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Penelitian ini disusun berdasarkan adanya fakta bahwa hasil audit yang dilakukan oleh BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tahun anggaran 2011 diberikan opini wajar dengan pengecualian. Pemberian opini tersebut dikarenakan BPK tidak bisa mendapatkan keyakinan yang memadai terhadap nilai aset tetap Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Hal ini bisa menjadi suatu indikasi bahwa pelaksanaan sistem pengendalian intern pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat belum efektif. Padahal suatu sistem pengendalian intern yang baik menjadi tuntutan demi akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Maka dari itu, penelitian ini juga salah satu bentuk Policy Research atau Riset Kebijakan, yang bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan yang pernah Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam melaksanakan Sistem Pengendalian Intern sehingga dapat memberikan rekomendasi demi perbaikan dimasa yang akan datang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas sistem pengendalian internal dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Diharapkan pula penelitian ini bisa menemukan hal-hal yang mungkin menjadi kendala
29
dalam pelaksanaan pengendalian internal tersebut. Penilaian efektivitas sistem pengendalian internal dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat akan dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan menyebarkan kuisioner yang berkaitan dangan unsur-unsur pengandalian internal, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan opini dari karyawan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang memiliki tupoksi berkaitan dengan pengelolaan aset tetap (bidang pendapatan, bidang anggaran dan perbendaharaaan, bidang akuntansi, dan bidang asset daerah) mengenai pengendalian internal yang selama ini berlangsung. Setelah jawaban kuisioner terkumpul maka penilaian efektivitas akan dilakukan menggunakan rating scale. Cara yang kedua adalah dengan melakukan pengujian pengendalian (Test of control). Cara ini ditempuh untuk mendapatkan kepastian terhadap pelaksanaan pengendalian internal dengan melakukan kroscek pada kegiatan pengadaan barang (aset tetap) yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dengan prosedur yang berlaku berdasarkan peraturan perundangundangan. Kroscek dilakukan menggunakan dokumen pengadaan barang seperti SPP (Surat Permintaan Pembayaran), SPM (Surat Perintah Membayar) dan SP2D (Surat Perintah Pencairan
Dana).
Untuk
memperdalam
pengetahuan
mengenai
efektivitas
sistem
pengendalian internal dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, dan menggali permasalahan dalam pengelolaan aset, maka dilakukan observasi dan wawancara.
3.2 Variabel Penelitian Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah unsur-unsur atau komponen dari Sistem Pengendalian Internal berdasarkan PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang terdiri dari:
30
Tabel 3.1 Variabel-variabel Penelitian No. 1
Unsur SPI
Pokok Pertanyaan
Lingkungan
• Struktur organisasi
Pengendalian
• Pembagian wewenang dan
(LP)
pembebanan
tanggung
jawab • Komitmen terhadap kompetensi • Kebijakan dan praktek sumber daya manusia • Nilai integritas dan etika • Filosofi dan gaya operasi manajemen • Dewan komisaris dan komite audit
2
3
Penaksiran
• Proses perencanaan
Resiko
• Identifikasi resiko
(PR)
• Analisis resiko
Aktivitas
• Kegiatan
Pengendalian (AP)
pengendalian
diutamakan pada kegiatan
pokok Instansi Pemerintah • Prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis • Proses pengelolaan,
pengamanan
dan pengendalian
fisik atas aset • Pencatatan atas setiap transaksi yang terjadi 4
Informasi dan Komunikasi (IK)
• Proses identifikasi, pencatatan dan pengkomunikasian informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat • Penyediaan dan pemanfaatan berbagai bentuk dan sarana komunikasi • Pengelolaan, dan pengembangan sistem informasi
31
5
Pemantauan (P)
• Kegiatan Pemantauan • Proses evaluasi
3.3 Sumber Data Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan menggunakan data kuantitatif dan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) tanpa membuat suatu perbandingan, atau menghubungkan antara variable satu dengan variable yang lain (Sugiyono, 2008:11). Sesuai dengan Struktur Organisasi Pemerintah
Kabupaten Bandung Barat
Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah, pengelolaan asset daerah Kabupaten Bandung Barat dikelola oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam hal ini dilakukan oleh Bidang Aset Daerah. Bidang Aset Daerah tersebut membawahi Seksi Analisa Kebutuhan serta Seksi Inventarisasi dan Penghapusan. Gambaran umum mengenai pelaksanaan Sistem pengendalian Intern akan didasarkan pada persepsi para karyawan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat melalui penyebaran kuisioner atau disebut juga Internal Control Questionnaires (ICQ) pada Bidang Pendapatan, Bidang Anggaran dan Perbendaharaaan, Bidang Akuntansi, dan Bidang Aset Daerah. Metode ini biasa digunakan untuk menjelaskan pelaksanaan Sistem pengendalian Intern dengan cara mengisi daftar pertanyaan yang sudah distandarisasi (HS Munawir, 2001:243). Pertanyaan pada kuisioner diambil dari Standar Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah berdasarkan PP No 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa daftar uji pengendalian intern pemerintah dimaksudkan untuk membantu pimpinan instansi pemerintah dan evaluator dalam menentukan sampai berapa jauh SPI suatau instansi pemerintah
32
dirancang dan berfungsi serta, jika perlu untuk membantu menentukan apa, bagian mana dan bagaimana penyempurnaan dilakukan. Selanjutnya, pengukuran efektivitas sistem pengendalian intern dilakukan dengan menggunakan Rating Scale. Dalam skala model rating scale, responden tidak akan menjawab salah satu jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu dari jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karena itu rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain (Sugiyono, 2008:114). Karena fleksibilitas yang dimiliknya, penggunaan rating scale pada kuisioner SPI mampu memberikan gambaran mengenai efektivitas pelaksanaan SPI berdasarkan persepsi para responden. Untuk mendapatkan gambaran lebih mendalam mengenai kesesuaian antara prosedur yang berlaku (peraturan perundangan) dengan kenyataan dilapangan, dilakukan test of control (pengujian pengendalian) pada kegiatan pengadaan barang (asset tetap). Dengan memeriksa dokumen-dokumen pengadaaan barang seperti SPD, SPP, SPM, SP2D dan proses otorisasinya. Pemeriksaan dokumen-dokumen tersebut juga dilakukan untuk melihat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku yang terkait dengan proses pengadaan barang. Wawancara dan observasi dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan asset tetap dan menggali permasalahan yang dialami Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam mengelola asetnya. Selain itu observasi juga dilakukan untuk menilai kepatuhan terhadap prosedur pengelolaan asset tetap, dengan membandingkan antara proses pengelolaan asset tetap di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dengan peraturan perundangan yang mengatur tentang pengelolaan barang milik negara/daerah.
33
Data sekunder didukung berupa laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tahun anggaran 2011 dan LAKIP Kabupaten Bandung Barat tahun 2011.
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian Sugiyono (2008:59) menjelaskan bahwa; “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan; sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Teknik pengembilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri pokok populasi (Bambang Prasetyo, 2007: 135). Dalam penelitian ini sampel diambil dari pegawai kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat dengan menggunakan rumus (Sugiyono, 2006:98): λ2 N P Q
S =
d 2 (N -1) + λ2 P Q dimana: s = jumlah sampel N = populasi P = Q = 0,5 34
(3.1)
d = 0,05 λ² dengan dk = 1, taraf kesalahan 5% Berdasarkan rumus diatas, dengan jumlah populasi 103 orang maka jumlah sampel yang digunakan sebagai reponden pada penelitian ini adalah 82 orang.
3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Data-data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dana primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui observasi langsung dan merupakan data mentah. Sedangkan data sekunder adalah data primer yang sudah diolah. Berikut adalah datadata yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: • Data primer yang diperoleh melalui penyebaran angket/kuisioner (questioner method) yang merupakan alat penelitian berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh keterangan dari sejumlah responden. (Sutrisno Hadi, 2001 : 165). Selanjutnya Sutrisno Hadi juga mengemukakan bahwa angapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode ini adalah sebagai berikut: a. Bahwa subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. b. Bahwa apa yang dikatakan oleh subyek kepada penyelidik adalah benar dan dapat dipercaya. c. Bahwa
interpretasi subyek
tentang pertanyaan-pertanyaan
yang
diajukan
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh penyelidikan. (Sutrisno Hadi, 2001: 157) Dalam penelitan ini digunakan teknik angket tertutup dimana responden diberikan alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Pertanyaan dalam kuisioner difokuskan pada unsur-unsur dalam sistem pengendalian intern yang terdiri dari lingkungan pengendalian, penaksiran resiko, informasi dan komunikasi dan pemantauan yang berkaitan
35
dengan kegiatan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Kuisioner tersebut disusun berdasarkan skala ordinal yang berpedoman pada Likert Skala. Cara lain yang digunakan untuk mendapatkan data primer pada penelitian ini adalah melalui wawancara. Wawancara/interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Dalam wawancara, pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal. Biasanya komunikasi ini dilakukan dalam keadaan temu muka, namun komunikasi dapat juga dilaksanakan lewat telepon. (Nasution, 1987 : 149). Adapun jenis wawancara yang digunakan adalah teknik interview-guide. Dalam hal ini Ratnawati (1991 :12) mengungkapkan : Interview guide adalah wawancara yang dilaksanakan dengan berpedoman pada sejumlah pertanyaan yang telah disiapkan. Interview guide atau pedoman untuk melakukan wawancara ini sudah harus tersusun terlebih dahulu sebelum menjaring informasi atau mengumpulkan data dan pewawancara harus mengerti sekali tentang isi serta maksud interview guide tersebut. Segala pertanyaan yang ditanyakan haruslah tidak menyimpang darinpedoman atau panduan yang telah digariskan dalam interview guide. Penulis menggunakan teknik wawancara untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai pelaksanaan sistem pengendalian intern di lingkungan sekretariat Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. • Pengumpulan data juga didukung oleh data sekunder berupa dokumen pengadaan barang/pembelian asset, laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tahun anggaran 2011 dan LAKIP Kabupaten Bandung Barat tahun 2011.
3.6 Uji Validitas dan Realibilitas Kuisioner sebagai instrumen pengumpulan data merupakan penjabaran dari indikator variabel. Sebelum digunakan untuk pengumpuan data dilapangan, kuisioner yang akan
36
digunakan, terlebih dahulu harus diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Menurut Said Kelana (2006: 28), uji reliabilitas berkenaan dengan akurasi dalam pengukuran, dan diharapkan memberikan hasil yang konsisten untuk sepanjang waktu dan pada berbagai item instrument. Validitas menunjukkan sejauh mana instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur, sedangkan reliabilitas menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur dapat dipercaya atau diandalkan (Sugiyono, 2008 : 271) 1. Pengujian Validitas Validitas menunjukkan ukuran yang benar-benar mengukur apa yang akan diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat test, maka alat test tersebut makin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila test tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya test tersebut. Jika peneliti menggunakan kuisioner didalam pengumpulan data penelitian, maka butir-butir pernyataan yang disusun pada kuisioner tersebut merupakan alat test yang harus mengukur apa yang menjadi tujuan penelitian. Dalam penelitian ini digunakan metode pengujian validitas pada setiap butir pertanyaan. Hasil r hitung dibandingkan dengan r tabel, dimana df=n-2 (sig 5%, n=jumlah sampel). Apabila r tabel < r hitung, data valid, sedangkan apabila r tabel > r hitung, data tidak valid. Untuk menghitung angka korelasi (r) antar masing-masing pernyataan dengan skor total menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut: r=
N (Σ XY) – (ΣX.ΣY) [NΣX2 – (ΣX) 2 ] [ NΣY2 – (ΣY) 2 ]
Dimana: r = koefisien korelasi X= skor pada item n
37
(3.2)
Y= skor total item N= banyaknya item
2.
Pengujian reliabilitas Reliabilitas artinya adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran
yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang. Uji yang sering digunakan dalam penelitian adalah menggunakan metode Alpha (Conbach’s). Berdasarkan skala pengukuran dari butir pernyataan maka teknik perhitungan koefisien reabilitas Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut:
(3.3) Dimana: α
= alpha cronbach
k
= banyaknya butir pertanyaan
Si ²
= varians dari skor butir pertanyaan ke-
S ²total = varians dari total skor keseluruhan butir pertanyaan Sedangkan rumus varians yang digunakan adalah:
(3.4)
38
Dimana: S² = varian n = banyaknya responden xi = skor yang diperoleh responden ke-i x = rata-rata (Natsir, 2005 : 453) Metode Alpha sangat cocok digunakan pada skor berbentuk skala (1-5), skor rentangan (0-20, 0-50), dan skor dikotomi (0 dan 1). Uji signifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0,05, artinya instrumen dapat dikatakan reliable bila nilai alpha lebih besar dari r kritis product moment. Sujarweni (2007), realibilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik.
3.7 Teknik Analisis Data 3.7.1 Skala Pengukuran Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitaif. (Sugiyono: 2008:105)
Pengukuran
efektivitas
sistem
pengendalian
intern
dilakukan
dengan
menggunakan Rating Scale. Dalam skala model rating scale, responden tidak akan menjawab salah satu jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu dari jawaban kuantitaif yang telah disediakan. Oleh karena itu rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas utnuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain (Sugiyono, 2008:114). Karena fleksibilitas yang dimiliknya, penggunaan rating scale pada kuisioner SPI mampu memberikan gambaran mengenai efektivitas pelaksanaan SPI berdasarkan persepsi para responden. Agar penilaian efektivitas pelaksanaan sistem pengendalian internal ini tidak bias dan dapat dinilai dengan pasti maka pilihan jawaban “netral” pada kuesioner dihilangkan 39
(Forced Choice). Forced Chice merupakan modifikasi skala pengukuran menjadi empat level pilihan jawaban dengan menghilangkan nilai tengah/netral agar responden dapat memberikan jawaban positif atau negative mengenai suatu pernyataan (www.socialreaserchmethods.net). Masing-masing pertanyaan/pernyataan pada kuisioner memiliki kategori: - Jawaban 4 bila pelaksanaan SPI baik sekali - Jawaban 3 bila pelaksanaan SPI baik - Jawaban 2 bila pelaksanaan SPI kurang - Jawaban 1 bila pelaksanaan SPI kurang sekali Untuk keperluan interpretasi data, digunakan ukuran persentase menurut Nazir (2005: 419) dinyatakan sebagai berikut: (3.8) dimana: f = Frekuensi banyaknya jawaban yang diperoleh responden terhadap satu jenis jawaban n = Banyaknya kuesioner yang disebarkan kepada responden.
3.7.2 Pengujian Pengendalian Untuk melakukan pengujian terhadap pengendalian internal digunakan Compliance Audit atau yang disebut juga audit kepatuhan. Audit kepatuhan didesain untuk memastikan bahwa pengandalian internal yang digunakan atau diandalkan oleh auditor pada praktiknya dapat berfungsi dengan baik dan sesuai sistem, prosedur, dan peraturan keuangan yang telah ditetapkan. Secara esensial, pengujian ini meliputi pengecekan atas implementasi prosedur transaksi sebagai bukti kepatuhan. Berikut adalah gambar proses audit kepatuhan proses belanja aset sebagai berikut:
40
Gambar 3.1 Proses Audit Kepatuhan Proses Belanja Aset Mulai
1. Periksa Nota Debit
2. Periksa Dokumen SP2D dan Registernya
3. Periksa Peruntukkan dana dan Kesesuaian Kelengkapan Dokumen SPM
4. Telusuri Dokumen SPP dan Kelengkapannya
5. Telusuri Persetujuan Penerbitan SPD ke DPA SKPD dan Anggaran Kas SKPD
Sesuai
Tidak Sesuai
Rekomendasi
Selesai
41
Perlu dicatat bahwa yang diuji adalah pengendaliannya (test of control) dan bukan transaksinya. Untuk alasan ini, auditor mencatat dan memeriksa semua perkecualian yang didapat selama pengujian pengendalian tanpa memandang jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi tersebut. Perkecualian adalah kejadian dimana prosedur pengendalian belum dilakukan dengan baik, tanpa melihat ada tidaknya kesalahan (error) secara kuantitatif. Pengujian pengendalian dan audit kepatuhan pada penelitian ini akan dilakukan dengan membandingkan antara prosedur belanja aset yang diambil dari PERMENDAGRI No 13/2006 dan Perubahannya No. 59/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dengan proses belanja aset yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Selain itu audit kepatuhan juga dilakukan dengan membandingkan antara prosedur pengelolaan aset yang bersumber dari PP Nomor 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan proses pengelolaan asset yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.
3.8 Lokasi dan Jadwal Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang berlokasi di Komplek Pemda, Jl. Raya Batujajar Km. 3,5 Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan proses penelitian secara keseluruhan berlangsung selama 8 (delapan) bulan, mulai bulan Maret sampai bulan Oktober 2012. Secara rinci kegiatan dan waktu yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.3 sebagai berikut:
42
Tabel 3.3 Rangkaian Kegiatan dan Jadwal Waktu Kegiatan Penelitian Jenis Kegiatan Persiapan Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data Penulisan Laporan Penelitian
3
4
Bulan Ke6 7
5
43
8
9
10
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Barat 4.1.1 Visi Kabupaten Bandung Barat Visi pembangunan jangka panjang Kabupaten Bandung Barat, adalah ”Bandung Barat Cermat” Bersama Membangun Masyarakat yang Cerdas, Rasional, Maju, Agamis, dan Sehat Berbasis pada Pengembangan Kawasan Agroindustri dan Wisata Ramah Lingkungan. Penjabaran makna dari Visi Kabupaten Bandung Barat, adalah sebagai berikut: CERDAS: Mengandung pengertian seluruh komponen sumber daya manusia di Kabupaten Bandung Barat baik sumber daya aparatur maupun masyarakat harus berpendidikan, berahlak mulia dan memiliki integritas dan berdaya saing; RASIONAL: Mengandung pengertian di dalam melaksanakan pembangunan haruslah disesuaikan dengan realitas yang ada termasuk didalamnya pemanfaatan potensi lokal dan kemampuan sumber daya serta harus memiliki indikator capaian kinerja yang terukur; MAJU: Mengandung pengertian seiring dengan bertambahnya waktu maka Kabupaten Bandung Barat harus terus maju kedepan, mengalami peningkatan dan bertambah baik di semua aspek kehidupan; AGAMIS: Mengandung pengertian bahwa keyakinan beragama menjadi landasan pengikat kebersamaan dalam seluruh aspek penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; SEHAT: Mengandung pengertian di setiap komponen kehidupan bermasyarakat baik sumber daya manusia, penyelenggaraan pemerintahan, maupun alam dan lingkungannya haruslah terawat, bersih, nyaman dan senantiasa berada dalam keadaan yang baik;
44
AGROINDUSTRI: Mengandung pengertian terwujudnya peningkatan nilai ekonomis hasil produksi pertanian di Kabupaten Bandung Barat melalui diversifikasi hasil – hasil pertanian; WISATA RAMAH LINGKUNGAN: Mengandung pengertian terwujudnya pengembangan kawasan wisata alam berdasarkan potensi dan kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan 4.1.2 Misi Kabupaten Bandung Barat Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, maka perlu dirumuskan Misi Kabupaten Bandung Barat, yang di dalamnya mengandung gambaran tujuan serta sasaran yang ingin dicapai. Keenam misi tersebut antara lain: 1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang amanah, professional, efektif, efisien, dan ekonomis yang berbasis pada sistem penganggaran yang pro-publik. 2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berakhlak, cerdas, sehat dan berdaya saing. 3. Memberdayakan perekonomian daerah berbasis ekonomi kerakyatan yang berorientasi pada pengembangan sektor agribisnis dan agro wisata dalam upaya pengentasan kemiskinan. 4. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. 5. Meningkatkan kualitas derajat kehidupan masyarakat yang berkeadilan. 6. Modernisasi desa melalui peningkatan kapasitas pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. 4.1.3 Terbentuknya Kabupaten Bandung Barat Sebelum terbitnya Undang-Undang Otonomi Daerah, pemekaran Kabupaten Bandung sudah menjadi wacana. Saat itu Gubernur Jawa Barat telah mengeluarkan surat kepada Bupati Bandung untuk mengkaji rencana pembentukan kabupaten baru. Usulan gubernur waktu
itu adalah pembentukan
45
Kabupaten Padalarang
yang mencakup
Bandung Barat dan Kota Administratif Cimahi. Lahirnya Kabupaten Bandung Barat melalui pertimbangan dan proses yang panjang disamping memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Aspirasi dan keinginan masyarakat itu dituangkan secara formal dalam Surat Keputusan DPRD Kabupaten Bandung Nomor 11 Tahun 2004 tanggal 20 Agustus 2004 tentang Persetujuan DPRD Kabupaten Bandung terhadap Pembentukan Kabupaten Bandung Barat. Di tingkat provinsi, lahir Surat Keputusan DPRD Propinsi Jawa Barat Nomor 135/Kep.DPRD-7/2005 tentang persetujuan DPRD terhadap pembentukkan Kabupaten Bandung Barat. Kemudian disusul dengan
surat
Gubernur
Jawa
Barat
kepada
Menteri
Dalam
Negeri
bernomor
135.1/1197/Desen tertanggal 11 April 2005 perihal Usul Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat. Penetapan Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten termuda ke 26 yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukkan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat dengan pusat pemerintahan di Kecamatan Ngamprah yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Januari 2007. 4.1.4 Kondisi Aset Kabupaten Bandung Barat Kondisi Aset Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada neraca dalam lampiran penelitian ini. Dari neraca Pemerintah Kabupaten Bandung Barat per 31 Desember 2011 diketahui bahwa jumlah aset tetap sebesar Rp. 1.292.629.252.270,00 sedangkan jumlah total asetnya sebesar Rp. 1.578.256.476.699,90. Sehingga dapat diketahui bahwa dari semua asset yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, asset tetap memiliki porsi yang paling besar yaitu sekitar 81,90% dari jumlah total asset. Hal ini menunjukkan apabila Pemerintah Kabupaten Bandung Barat melakukan kesalahan terhadap pengelolaan atau pencatatan asset tetap maka akan berdampak materiil terhadap laporan keuangan yang dihasilkan.
46
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Analisis Validitas dan Realibilitas Kuesioner Uji validitas digunkan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam penelitian ini terdapat 34 butir pertanyaan. Adapun tingkat validitas untuk ke-34 pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Kuisioner Pertanyaan
r hitung
r tabel
Keterangan
LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 LP7 LP8 LP9 LP10 PR1 PR2 PR3 PR4 PR5 AP1 AP2 AP3 AP4 AP5 AP6 AP7 AP8 AP9 IK1 IK2 IK3 IK4
0.334921 0.241937 0.391774 0.643616 0.807814 0.373471 0.380745 0.611359 0.36287 0.574872 0.714799 0.46316 0.709511 0.690292 0.437251
0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0.560877 0.786886 0.612956 0.54129 0.486653 0.718306 0.730706 0.557998 0.556703 0.558545 0.354373 0.634592 0.466592
47
Pertanyaan
r hitung
r tabel
Keterangan
IK5 LP1 LP2 LP3 LP4 LP5
0.373647 0.463087 0.625224 0.557405 0.61927 0.649704
0,183 0,183 0,183 0,183 0,183 0,183
Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Hasil uji validitas dengan program computer menunjukkan, dari 34 butir pertanyaan mengenai pelaksanaan unsur-unsur sistem pengendalian internal yang terdapat pada kuisioner ternyata semua pertanyaan hasilnya valid (r tabel < r hitung) dengan skor item mencapai korelasi diatas r tabel (Df=80, 5%) = 0,183. Hal ini menunjukkan bahwa semua pertanyaan tersebut dapat digunakan untuk mengukur efektivitas pelaksanaan sistem pengendalian intern. Sementara itu, hasil uji realibilitas dapat dilihat pada nilai Cronbach’sAlpha sebesar 0,964 > 0,6, maka data reliable (lihat tabel 4.2). Hal ini menunjukkan instrumen (kuisioner) yang digunakan sebagai alat ukur dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang. Tabel 4.2 Hasil Uji Realibilitas
Cronbach's Alpha
N of Items
0.963676864
34
4.2.2 Responden Penelitian Responden penelitian yang diambil adalah karyawan kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kabupaten Bandung Barat pada Bidang Pendapatan, Bidang Anggaran dan Perbendaharaan, Bidang Akuntansi, dan Bidang Aset Daerah. Dengan pertimbangan bahwa TUPOKSI ketiga bagian tersebut terkait dengan
48
pengelolaan asset. Jumlah keseluruhan staf beserta pejabat strukturalnya adalah 103 orang. Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus: λ2 N P Q
S =
d 2 (N -1) + λ2 P Q
(4.1)
dimana: s = jumlah sampel N = populasi P = Q = 0,5 d = 0,05 λ² dengan dk = 1, taraf kesalahan 5% Berdasarkan rumus diatas, dengan jumlah populasi 103 orang maka jumlah sampel yang digunakan sebagai reponden pada penelitian ini adalah 82 orang. Karakteristik responden penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Penelitian No 1
2
3
URAIAN
JUMLAH
PERSENTASE
Jenis Kelamin:
82
100%
a. Pria
54
65,85%
b. Wanita
28
34,15%
82
100%
a. Kurang dari 30 tahun
16
19,51%
b. 30 – 40 tahun
27
32,93%
c. 41 – 50 tahun
31
37,80%
d. Lebih dari 50 tahun
8
9,76%
82
100%
a. SMA/Sederajat
8
9,76%
b. D-3
6
7,32%
c. S-1
40
48,78%
d. S-2
28
34,15%
Usia:
Pendidikan:
49
4
5
6
Masa Kerja:
82
100%
a. 1 – 5 tahun
20
24,39%
b. 6 – 10 tahun
20
24,39%
c. 11 – 15 tahun
8
9,76%
d. >15 tahun
34
41,46%
82
100%
a. Bidang Pendapatan
30
36,59%
b. Bidang Anggaran dan Perbendaharaan
32
39,02%
c. Bidang Akuntansi
12
14,63%
d. Bidang Aset Daerah
8
9,76%
82
100%
a. Staf
48
58,54%
b. Kasubbag.
31
37,80%
c. Kabag.
3
3,66%
Unit Kerja:
Jabatan:
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden terbanyak berjenis kelamin pria, jika berdasarkan umur responden terbanyak antara 41 dan 50 tahun, jika berdasarkan pendidikan terakhir memiliki ijazah Strata 1, jika berdasarkan masa kerja memiliki masa kerja di atas 15 tahun. Selain itu responden terbanyak memiliki jabatan sebagai staf yaitu sebanyak 48 orang dan responden terbanyak bekerja pada Bidang Anggaran yaitu sebanyak 32 orang.
4.3 Pembahasan Penelitian 4.3.1 Efektivitas Pelaksanaan SPI Menurut Para Karyawan Dinas PPKAD Kabupaten Bandung Barat Bila dilakukan analisa secara keseluruhan terhadap hasil jawaban kuisioner dengan menggunakan skor kriterium, dan jika setiap butir pertanyaan mendapatkan skor tertinggi yaitu 4, maka nilai maksimum yang didapat adalah 4 x 34 pertanyaan x 82 responden = 11.152. Berdasarkan tabel 4.4, jumlah total skor dari masing-masing unsur adalah 2346 + 1167 + 2976 + 1167 + 1167 = 8823. 50
Maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas sistem pengendalian intern menurut persepsi 82 responden pelaksanaannya adalah 8823:11.152 = 79,12% dari kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut:
2788
Kurang Sekali
5576
8364 8823
Kurang
11.152
Baik
Baik Sekali
Nilai 8823 termasuk dalam kategori interval “baik” dan “baik sekali”. Tetapi lebih mendekati baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut para responden, pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan aset tetap pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah sudah baik namun masih belum maksimal dan perlu ditingkatkan lagi.
Tabel 4.4 Presentase Jawaban Kuesioner JAWABAN UNSUR SPI
PERTANYAAN
Lingkungan Pengendalian
LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 LP7 LP8 LP9 LP10 Total (Skor x Responde)
4 (BS) 9 6 15 2 4 5 7 0 8 4 240
51
3 (B) 73 74 65 60 50 47 65 47 51 63 1785
2 (K) 0 2 2 16 25 30 10 35 21 15 312
1 (KS) 0 0 0 4 3 0 0 0 2 0 9
JML 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82 2346
JAWABAN UNSUR SPI
Penaksiran Resiko
Aktivitas Pengendalian
Informasi dan Komunikasi
Pemantauan
PERTANYAAN PR1 PR2 PR3 PR4 PR5 Total (Skor x Responde) AP1 AP2 AP3 AP4 AP5 AP6 AP7 AP8 AP9 Total (Skor x Responde) IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Total (Skor x Responde) P1 P2 P3 P4 P5 Total (Skor x Responde)
4 (BS)
JML
7 7 9 4 3 120
3 (B) 61 60 53 49 64 861
2 (K) 14 15 20 29 15 186
1 (KS) 0 0 0 0 0 0
7 6 5 2 0 2 8 5 2 148
69 55 50 59 53 64 65 57 54 1578
6 21 27 21 29 16 9 20 26 350
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
82 82 82 82 82 82 82 82 82 2076
4 6 4 4 2 80
67 72 72 52 57 960
11 4 6 26 23 140
0 0 0 0 0 0
82 82 82 82 82 1167
8 6 4 6 6 120
66 48 63 69 69 945
8 28 15 7 7 130
0 0 0 0 0 0
82 82 82 82 82 1167
52
82 82 82 82 82 1167
4.3.2 Analisa Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Pada Dinas PPKAD Kabupaten Bandung Barat 4.3.2.1 Lingkungan Pengendalian Dibawah ini digambarkan jawaban responden terhadap lingkungan pengendalian berdasarkan persentase. Tabel 4.5 Jawaban Responden Terhadap Lingkungan Pengendalian JAWABAN UNSUR SPI
PERTANYAAN
Lingkungan Pengendalian
LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 LP7 LP8 LP9 LP10
4 (BS) 11,0% 7,3% 18,3% 2,4% 4,9% 6,1% 8,5% 0,0% 9,8% 4,9%
3 (B) 89,0% 90,3% 79,3% 73,2% 61,0% 57,3% 79,3% 57,3% 62,2% 63
2 (K) 0,0% 2,4% 2,4% 19,5% 30,4% 36,6% 12,2% 42,7% 25,6% 18,3%
1 (KS) 0,0% 0,0% 0,0% 4,9% 3,7% 0,0% 0,0% 0,0% 2,4% 0,0%
JML 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Berdasarkan persentase jawaban di atas, diketahui dari 10 butir pertanyaan mengenai unsur Lingkungan Pengendalian ada 3 butir pertanyaan yang memiliki jawaban “kurang sekali”. Persentase tertinggi terdapat pada pertanyaan LP4 yaitu sebesar 4,9%. Jawaban “kurang sekali” diberikan oleh para responden terkait dengan pertanyaan mengenai unsur Lingkungan Pengendalian, yang menunjukkan bahwa: 1. Masih ada tumpang tindih antara uraian tugas yang telah dibuat baik antar unit kerja sendiri maupun antar SKPD (LP4). Adanya tumpang tindih tersebut merupakan efek dari kurang sempurnanya struktur organisasi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dan belum jelasnya uraian tugas dan wewenang dari fungsi-fungsi yang ada. 2. Keberadaan auditor internal dalam menjalankan fungsi audit belum optimal (LP5) karena masih adanya tumpang tindih uraian tugas auditor internal dengan unit kerja 53
lain. Sehingga diperlukan uraian tugas dan wewenang yang jelas dari auditor internal pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. 3. Promosi, remunerasi, dan pemindahan pegawai belum didasarkan pada penilaian kinerja (LP9). Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kabupaten Bandung Barat memiliki kebijakan tersendiri dalam melakukan pengendalian terhadap kedisiplinan karyawannya. Bentuk pengendalian tersebut adalah melalui catatan presensi kehadiran. Jika presensi kehadiran kurang dari 100%, atau ada karyawan yang pulang kerja sebelum jam kerja selesai maka bagi pegawai tersebut dikenakan sanksi dan tidak memperoleh remunerasi. Sedangkan mengenai mekanisme promosi pegawai dan perputaran pegawai, keputusan tersebut diserahkan pada Bupati Bandung Barat. Para pegawai Dinas PPKAD tidak mengetahui pertimbangan Bupati Bandung Barat dalam memberikan promosi atau melakukan perputaran pegawai. Jumlah skor kriterium (bila setiap butir pertanyaan mendapat skor tertinggi) adalah 4 x 10 butir pertanyaan x 82 responden = 3280. Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah skor yang dicapai untuk pertanyaan mengenai Lingkungan Pengendalian adalah 2346. Dengan demikian Lingkungan Pengendalian yang ada pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kabupaten Bandung Barat demi menunjang efektivitas sistem pengendalian intern menurut persepsi 82 responden pelaksanaannya adalah 2346 : 3280 = 71.52% dari kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat ketegori sebagai berikut: 820
1640
Kurang Sekali
Kurang
2346 2460
Baik
54
3280
Baik Sekali
Nilai 2346 termasuk dalam kategori interval “kurang” dan “baik” mendekati baik. Hal ini menunjukkan belum terciptanya atmosfer (iklim) yang kondusif bagi para karyawan agar memiliki kesadaran pentingnya pengendalian internal. Atmosfer tersebut perlu dibangun sehingga dapat menciptakan suasana yang dapat membuat karyawan mampu menjalankan tugas kontrol dan tanggung jawabnya masing-masing. Lingkungan pengendalian merupakan hal dasar (fondasi) bagi komponen pengendalian intern yang lain.
4.3.2.2 Penaksiran Resiko Dibawah ini digambarkan jawaban responden terhadap penaksiran resiko berdasarkan persentase. Tabel 4.6 Jawaban Responden Terhadap Penaksiran Resiko JAWABAN UNSUR SPI
PERTANYAAN
Penaksiran Resiko
PR1 PR2 PR3 PR4 PR5
4 (BS) 8,5% 8,5% 11,0% 4,9% 3,7%
3 (B) 74,4% 73,2% 64,5% 59,8% 78,0%
2 (K) 17,1% 18,3% 24,5% 35,3% 18,3%
1 (KS) 0% 0% 0% 0% 0%
JML 100% 100% 100% 100% 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 5 pertanyaan mengenai unsur penaksiran resiko tidak ada responden yang memberikan jawaban “kurang sekali”. Mayoritas responden memberikan penilaian baik pada unsur ini. Sedangkan jawaban “kurang” yang diberikan oleh para responden berkaitan dengan proses perencanaan pada Kabupaten Bandung Barat, menurut sebagian responden belum mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. Hal ini didukung dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa proses perencanaan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kabupaten Bandung Barat hanya mempertimbangkan perencanaan tahun-tahun sebelumnya. Perhitungan jumlah
55
anggaran hanya didasarkan pada anggaran pada tahun sebelumnya, tanpa menghitung ulang keseluruhan sumber daya yang dimiliki. Bila setiap butir pertanyaan mendapatkan skor tertinggi, maka nilai ktiterium yang didapat adalah 4 x 5 pertanyaan x 82 reponden = 1640. Berdasarkan hasil jawaban responden skor yang diperoleh adalah 1167 (lihat tabel 4.4). Maka dapat disimpulkan bahwa Penaksiran Resiko yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kabupaten Bandung Barat demi menunjang efektivitas sistem pengendalian intern menurut persepsi 82 responden pelaksanaannya adalah 1167 : 1640 = 71,16% dari kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat ketegori sebagai berikut:
410
820
Kurang Sekali
Kurang
1167 1230
Baik
1640
Baik Sekali
Nilai 1167 termasuk dalam kategori interval “kurang” dan “baik”. Tetapi lebih mendekati baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan Penaksiran Resiko masih belum maksimal dan banyak kekurangan. Kekurangan tersebut berkaitan dengan proses perencanaan yang belum sepenuhnya sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan Kabupaten Bandung Barat. Selain itu perencanaan yang dibuat tidak berdasarkan evaluasi kegiatan tahun-tahun sebelumnya (LAKIP). Dan proses identifikasi resiko yang belum baik. Kekurangan tersebut beresiko menghambat pencapaian tujuan Kabupaten Bandung Barat.
4.3.2.3 Aktivitas Pengendalian Dibawah ini digambarkan jawaban responden terhadap aktivitas pengendalian berdasarkan persentase.
56
Tabel 4.7 Jawaban Responden Terhadap Aktivitas Pengendalian JAWABAN UNSUR SPI
PERTANYAAN
Aktivitas Pengendalian
AP1 AP2 AP3 AP4 AP5 AP6 AP7 AP8 AP9
4 (BS) 8,5% 7,3% 6,0% 2,4% 0,0% 2,5% 9,8% 6,1% 2,4%
3 (B) 84,1% 67,1% 61,0% 72,0% 64,6% 78,0% 79,2% 69,5% 65,9%
2 (K) 7,4% 25,6% 33,0% 25,6% 35,4% 19,5% 11,0% 24,4% 31,7%
1 (KS) 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%
JML 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Berdasarkan persentase jawaban responden diketahui bahwa dari 9 butir pertanyaan mengenai unsur Aktivitas Pengendalian tidak ada responden yang memberikan jawaban “kurang sekali”. Mayoritas responden memberikan penilaian baik pada unsur ini. Sedangkan jawaban “kurang” diberikan oleh para responden berkaitan dengan pertanyaan mengenai unsur Aktivitas Pengendalian pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, yang menunjukkan bahwa: 1. Belum dilakukan evaluasi secara periodik terhadap struktur organisasi, tugas dan fungsi. Ini disebabkan karena meskipun struktur organisasi dan tupoksi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat ada perubahan dan di evaluasi tapi tidak dilakukan secara periodik. 2. Kebijakan dan prosedur pengamanan fisik belum ditetapkan, diimplementasikan, dan dikomunikasikan keseluruh pegawai. Menurut PP No 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pasal 34 ayat 2 huruf a, contoh kebijkan dan prosedur pengamanan fisik dan aset antara lain; (i) Aset yang beresiko hilang, dicuri, rusak, digunakan tanpa hak seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan dan peralatan, secara fisik diamankan dan akses ke aset tersebut dikendalikan. (ii) Akses 57
ke gedung dan fasilitas dikendalikan dengan pagar, penjaga, dan/atau pengendalian fisik lainnya. (iii) Akses ke fasilitas dibatasi dan dikendalikan diluar jam kerja. Persentase hasil jawaban kuisioner menunjukkan bahwa 64,6% responden memberikan jawaban "baik", dan 35,4% reponden memberikan jawaban "kurang". Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa meskipun kebijakan dan prosedur pengamanan fisik telah ditetapkan, namun untuk implementasinya masih terdapat kekurangan, dan prosedur pengamanan aset ini juga belum dikomunikasikan keseluruh pegawai melainkan hanya ke beberapa pegawai yang terkait dengan masalah pengamanan. 3. Aset seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan dan peralatan secara periodik belum dihitung dan dibandingkan dengan catatan pengendalian; setiap perbedaan belum diperiksa secara teliti. Artinya masih terdapat kekurangan dalam melakukan perhitungan aset dan pembandingan catatan. Hal ini juga belum dilakukan secara periodik. Padahal ini sangat penting untuk dilakukan karena dengan adanya perhitungan dan pembandingan aset dengan catatan pengendalian Pemerintah Daerah Bandung Barat akan mengetahui dengan pasti nilai aset yang dimilikinya. 4. Pencegahan kehilangan data dengan membuat back-up dan pemeliharaan perangkat keras belum dilakukan.Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa Dinas PPKAD Kabupaten Bandung Barat setiap tahunnya selalu menganggarkan dana untuk pemeliharaan perangkat keras. Namun nilainya masih kurang, belum sesuai dengan jumlah komputer yang dimiliki Dinas PPKAD Kabupaten Bandung Barat. Selain itu pembuatan back-up data belum dilakukan secara massal karena belum ada himbauan dari bupati. Sehingga pembuatan back-up data hanya diserahkan kepada kesadaran masing-masing individu.
58
Nilai kriterium tertinggi dari unsur sistem pengendalain intern untuk Aktivitas Pengendalian adalah 4 x 9 pertanyaan x 82 responden = 2952. Namun hasil jawaban kuisioner menunjukkan bahwa jumlah yang diperoleh adalah 2076 (lihat tabel 4.4). Hal ini menunjukkan bahwa Aktivitas Pengendalian yang ada pada Dinas PPKAD Kabupaten Bandung Barat demi menunjang efektivitas sistem pengendalian intern menurut persepsi 82 responden pelaksanaannya adalah 2076 : 2952 = 70,3% dari kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat ketegori sebagai berikut:
738
1476
Kurang Sekali
Kurang
2076 2214
Baik
2952
Baik Sekali
Nilai 2076 termasuk dalam kategori interval “kurang” dan “baik”. Dapat disimpulkan bahwa Aktivitas Pengendalian yang dilakukan masih belum maksimal dan masih terdapat kekurangan karena tidak mencapai kriteria “baik”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan dan prosedur yang dirancang oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sebagai bentuk aktivitas pengendalian belum optimal dilaksanakan.
4.3.2.4 Informasi dan Komunikasi Dibawah ini digambarkan jawaban responden terhadap informasi dan komunikasi berdasarkan persentase.
59
Tabel 4.8 Jawaban Responden Terhadap Informasi dan Komunikasi JAWABAN UNSUR SPI
Informasi dan Komunikasi
PERTANYAAN IK1 IK2 IK3 IK4 IK5
4 (BS) 4,9% 7,3% 4,9% 4,9% 2,4%
3 (B) 81,7% 87,8% 87,8% 63,4% 69,5%
2 (K) 13,4% 4,9% 7,3% 31,7% 28,0%
1 (KS) 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%
JML 100% 100% 100% 100% 100%
Berdasarkan persentase jawaban responden diketahui bahwa dari 5 butir pertanyaan mengenai unsur Informasi dan komunikasi tidak ada responden yang memberikan jawaban “kurang sekali”. Mayoritas responden memberikan penilaian baik pada unsur ini. Sedangkan jawaban “kurang” diberikan oleh para responden berkaitan dengan pertanyaan mengenai unsur mekanisme informasi dan komunikasi pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat,
yang menunjukkan bahwa belum terdapat mekanisme yang
memungkinkan informasi mengalir ke seluruh bagian dengan lancar. Hambatan informasi ini bisa memperlambat kinerja Dinas PPKAD Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, sehingga pelaksanaan program dan kegiatan bisa mundur dari jadwal yang sudah ditentukan. Kendala informasi terjadi bila informasi yang ingin disampaikan kepada bupati bersifat informal namun penting bagi organisasi Dinas PPKAD Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, seperti misalnya ketidakpuasan karyawan terhadap kebijakan bupati. Belum ada mekanisme yang bisa memfasilitasi informasi tersebut. Secara umum, hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung Barat belum memiliki sistem informasi yang terintegrasi dan menjamin kebutuhan terhadap kualitas data. Nilai kriterium maksimal yang akan didapat bila semua butir pertanyaan mengenai unsur Informasi dan komunikasi mendapatkan skor tertinggi adalah 4 x 5 butir pertanyaan x 82 = 1640. Setelah dilakukan penyebaran kuisioner, jumlah yang didapat adalah 1167 (lihat
60
tabel 4.4). Dapat disimpulkan bahwa arus Informasi dan Komunikasi yang ada pada Dinas PPKAD Pemerintah Kabupaten Bandung Barat demi menunjang efektivitas sistem pengendalian intern menurut persepsi 82 responden pelaksanaannya adalah 1167 : 1640 = 71,16% dari kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat ketegori sebagai berikut:
410
820
Kurang Sekali
Kurang
1167 1230
Baik
1640
Baik Sekali
Nilai 1167 termasuk dalam kategori interval “kurang” dan “baik”. Tetapi lebih mendekati baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arus Informasi dan Komunikasi yang ada pada Dinas PPKAD Kabupaten Bandung Barat masih belum maksimal dan masih terdapat kekurangan karena tidak mencapai kriteria “baik”. Beberapa kekurangan yang dimiliki dalam proses informasi dan komunikasi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat selain kekurangan di atas adalah bahwa terdapat hambatan dalam penyampaian informasi ke atas selain melalui atasan langsungnya. Hal ini disebabkan oleh alasan "etika birokrasi", dimana seorang staf tidak boleh melompati atasannya dalam menyampaikan informasi dan berkomunikasi dengan atasan dari atasannya. Jika dibiarkan berlarut larut hal ini bisa menghambat informasi yang diterima oleh Bupati Bandung Barat. Sehingga Bupati Bandung Barat tidak mengetahui aspirasi/masukan dari para staf .
4.3.2.5 Pemantauan Dibawah ini digambarkan jawaban responden terhadap pemantauan berdasarkan persentase.
61
Tabel 4.9 Jawaban Responden Terhadap Pemantauan JAWABAN UNSUR SPI
PERTANYAAN
Pemantauan
P1 P2 P3 P4 P5
4 (BS) 9,7% 7,4% 4,8% 7,3% 7,3%
3 (B) 80,6% 58,5% 76,8% 84,1% 84,1%
2 (K) 9,7% 34,1% 18,4% 8,6% 8,6%
1 (KS) 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%
JML 100% 100% 100% 100% 100%
Berdasarkan persentase jawaban responden diketahui bahwa dari 5 butir pertanyaan mengenai unsur Informasi dan komunikasi tidak ada responden yang memberikan jawaban “kurang sekali”. Mayoritas responden memberikan penilaian baik pada unsur ini. Bila setiap butir pertanyaan mendapatkan skor tertinggi, maka nilai kriterium yang didapat adalah 4 x 5 pertanyaan x 82 reponden = 1640. Berdasarkan hasil jawaban responden skor yang diperoleh adalah 1167 (lihat tabel 4.4). Maka dapat disimpulkan bahwa unsur Pemantauan yang ada pada Dinas PPKAD Pemerintah Kabupaten Bandung Barat demi menunjang efektivitas sistem pengendalian intern menurut persepsi 82 responden pelaksanaannya adalah 1167 : 1640 = 71,16% dari kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut:
410
820
Kurang Sekali
Kurang
1167 1230
Baik
1640
Baik Sekali
Nilai 1167 termasuk dalam kategori interval “kurang” dan “baik”. Tetapi lebih mendekati baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan pemantauan masih belum maksimal dan banyak kekurangan. Kekurangan tersebut terkait dengan proses evaluasi
62
terhadap kesalahan yang terjadi pada setiap kegiatan dimana setiap selesai pelaksanaan kegiatan karyawan dituntut untuk membuat laporan kegiatan. Pada kenyataannya, pembuatan laporan memang selalu dilakukan setiap pelaksanaan kegiatan selesai, namun laporan yang dibuat tidak memiliki standar baku. Sehingga bentuk laporan kegiatan yang dibuat oleh satu bagian bisa sangat berbeda formatnya dengan bentuk laporan dari bagian lain. Selain itu tidak semua laporan kegiatan yang dibuat memuat kekurangan dari kegiatan tersebut, maupun memberikan rekomendasi atas kekurangan yang terjadi. Hal ini dapat memicu berulangnya kesalahan yang terjadi untuk kegiatan berikutnya. Dari pembahasan diatas, dapat dilihat bahwa jumlah jawaban 3 (baik) dan 2 (kurang) cukup tinggi. Namun masih ada responden yang memilih jawaban 1 (kurang sekali). Bahkan dari 34 butir pertanyaan pada kuisioner ada 3 butir pertanyaan yang mendapatkan jawaban “kurang sekali”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut para karyawan Dinas PPKAD Pemerintah Kabupaten Bandung Barat pelaksanaan sistem pengendalian intern dalam pengelolaan aset tetap pada Dinas PPKAD Pemerintah Kabupaten Bandung Barat masih memiliki kelemahan dan kekurangan (belum efektif).
4.3.3. Analisa Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundangan 4.3.3.1. Audit Kepatuhan Terhadap Prosedur Transaksi Belanja Aset Audit kepatuhan bertujuan untuk memastikan bahwa pengendalian yang ada pada transaksi belanja pada prakteknya telah berjalan dan berfungsi dengan baik sesuai prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan. Audit kepatuhan adalah salah satu bentuk pengujian substantif yang diperlukan karena transaksi belanja aset secara individual memiliki pengaruh yang material terhadap laporan keuangan (Indra Bastian, 2007:125).
63
Pengujian kepatuhan terhadap prosedur transaksi belanja aset didasarkan pada implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 yang menggariskan bahwa prosedur pencairan dana untuk transaksi belanja adalah sebagai berikut: 1. Adanya permintaan pendanaan kegiatan sesuai dengan Dokumen Pelaksana Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (DPA SKPD); 2. Adanya pernyataan bahwa dana tersedia melalui Surat Penyediaan dana (SPD) dan sesuai dengan Anggaran Kas SKPD; 3. Dipenuhinya Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan kelengkapan dokumen lainnya yang dijadikan dasar untuk mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM); 4. Dipenuhinya SPM dan kelengkapan dokumen lainnya yang dijadikan dasar untuk mengeluarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D); 5. Dicairkannya uang kas yang dilampiri SP2D. Dalam melakukan audit kepatuhan terhadap kegiatan belanja aset yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat digunakan contoh pengadaan/belanja aset, berupa transaksi komputer PC Hadiah Lunas PBB yang merupakan kegiatan penyediaan peralatan dan perlengkapan kantor dengan nilai transaksi Rp. 68.700.000,00 dan cara pembayaran langsung (LS). Pihak ketiga yang ditunjuk untuk pengadaan komputer tersebut adalah CV Putriana Azzahra. Kelengkapan dokumen transaksi belanja disesuaikan dengan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan daerah. Berikut adalah langkah audit kepatuhan yang dilakukan:
64
Penilaian Kepatuhan Terhadap Prosedur Belanja Aset No
Proses Audit
Dokumen Pendukung
SPI Yang Harus Ada
1
Periksa Nota Debit
SP2D
Penyerahan Nota Debit dari Bank Jabar kepada BUD
2
Periksa Dokumen SP2D dan Registernya
Lembar koreksi kelengkapan pengajuan SP2D
a. Register SP2D b. SP2D yang diotorisasi oleh BUD
3
Periksa peruntukkan dana dan kesesuaian serta kelangkapan dokumen SPM
SPM
a. Register SPM b. SPM di otorisasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran 65
Penilaian BUD telah menerima Nota Debit dari Bank Jabar. Jumlah uang ditransfer oleh Bank Jabar kepada CV. Putriana Azzahra adalah sebesar Rp. 61.517.727. Jumlah tersebut sesuai dengan nilai transaksi komputer setelah dikurangi PPn dan PPh. a. SP2D telah memiliki nomor registrasi, dan proses registrasi telah disusun dengan rapih dan berurutan sesuai tanggal penerbitan SP2D, juga berdasarkan jenis pengeluarannya. Jumlah angka yang dicairkan sudah sesuai dengan jumlah yang diminta pada SPM-LS yaitu Rp. 68.700.000. Jumlah potongan PPN dan PPh yang disetorkan kepada negara juga sudah dicantumkan yaitu sebesar Rp. 7.182.273. Sehingga jumlah uang yang dibayarkan sebesar Rp. 61.517.727. b. SP2D telah diotorisasi oleh BUD a. Bunyi peruntukan dana yang tertera pada SPM sesuai dengan SPP dan SP2D b. SPM sudah diotorisasi oleh kuasa
c. Kelengkapan dokumen pendukung
4
5
Telusuri dokumen SPP dan kelangkapan-nya
a. Surat pengantar SPPLS
b. Ringkasan SPP-LS c. Rincian SPP-LS
a. Register SPP-LS b. SPP-LS diotorisasi oleh bendahara pengeluaran
Telusuri persetujuan penerbitan SPD ke DPA SKPD dan Anggaran Kas SKPD
SPD dan lampirannya
SPD diotorisasi oleh BUD
66
penggun anggaran, dalam hal ini Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Aset Daerah c. Dokumen pendukung SPM-LS untuk penerbitan SP2D mencakup surat pernyataan tanggungjawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dan bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap sesuai dengan kelengkapan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan sudah lengkap a. SPP-LS yang diterbitkan sudah memiliki nomor register b. Kelengkapan SPP-LS seperti surat pengantar, ringkasan dan rincian sudah lengkap dan sudah diotorisasi oleh PPTK, bendahara pengeluaran dan kepala dinas SPD sudah diotorisasi oleh BUD, lampiran SPD menunjukkan ketersediaan dana untuk transaksi belanja tersebut. Sehingga proses transaksi dapat dilanjutkan.
Berdasarkan hasil pengujian substantif terhadap prosedur transaksi belanja di atas, dapat disimpulkan bahwa Dinas PPKAD Kabupaten Bandung Barat telah mematuhi Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dokumendokumen sudah diotorisasi oleh pihak yang benar dan sudah disertai dengan kelengkapnnya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pengendalian pada prosedur belanja aset sudah berjalan dengan baik.
4.3.3.2. Analisa Kepatuhan Terhadap Prosedur Pengelolaan Aset Tetap Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, dapat diketahui beberapa masalah yang dihadapi oleh Dinas PPKAD Kabupaten Bandung Barat dalam melakukan pengelolaan aset tetap seperti masalah pelimpahan Aset Tetap dari kabupaten induk (Kabupaten Bandung). yang meningkat yang disebabkan beberapa faktor. Masalah pelimpahan Kabupaten Induk per 1 Juli 2010 tersebut seperti masih adanya aset daerah yang secara fisik di Kabupaten Bandung Barat ada tetapi tidak ada/tidak tercatat di SK pelimpahan dari bupati. Sebaliknya terdapat sejumlah Aset Tetap dengan nilai tertentu pada SK Bupati dan setelah dilakukan verifikasi ke masing-masing SKKPD ternyata Aset Tetap tersebut secara fisik tidak ada. Masalah ini dijelaskan oleh Bapak Aep Supriatna yang merupakan Kepala Bidang Aset Daerah pada wawancara tanggal 11 Juli tahun 2012: “.. masih ada aset daerah yang di SK Bupati nya ada tetapi barangnya tidak ada. Dan juga sebaliknya ada barang yang secara fisiknya ada tetapi di SK Bupati tidak ditemukan”.
Rekonsiliasi terhadap Aset Tetap pelimpahan dari kabupaten induk ke Kabupaten Bandung Barat harus segera diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, jika tidak maka akan selalu terjadi masalah dalam pencatatan Aset Tetap sehingga pengelolaan Aset Tetap oleh Kabupaten Bandung Barat menjadi terhambat. Rekonsiliasi terhadap Aset Tetap dapat dilakukan secara tim antara Pemerintah Kabupaten Bandung sebagai kabupaten 67
induk, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sebagai pihak yang diberi pelimpahan, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangungn (BPKP) sebagai pihak pengawas. Selain itu, Bidang Aset Daerah selaku pengelola aset pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat merasa perlu melakukan appraisal ulang terhadap Aset Tetap. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Sudibyo selaku Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Bandung Barat: “....pelimpahan dari induk ke Pemerintah Kabupaten Bandung Barat belum tuntas dilakukan karena masih ada aset daerah yang nilai perolehannya masih satu rupiah”.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan appraisal terhadap Aset Tetap Pemerintah Kabupaten Bandung Barat karena nilai tanah tersebut tidak berdasarkan pada nilai perolehan atau nilai wajar tanah pada saat diperoleh. Pengamanan dan pengendalian Aset Tetap berupa peralatan kantor seperti komputer, printer, lemari berkas, dan lain-lain oleh masing-masing SKKPD masih belum maksimal dilakukan dengan belum ditempelkannya bar code sebagai tanda bahwa aset tersebut sudah teregistrasi. Hal ini tentunya menimbulkan kerawanan terhadap kehilangan serta tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah pasal 32 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa: (1) Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya. (2) Pengamanan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum.
68
4.3.4. Keandalan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat Analisa laporan keuangan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai keandalan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Dari laporan keuangan akan tergambar kinerja Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam mengelola seluruh aktivitas keuangannya termasuk pengelolaan aset, utang, piutang dan ekuitas dananya. Berikut adalah laporan hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang telah diaudit oleh BPK:
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan undang-undang terkait lainnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa Neraca Pemerintah Kabupaten Bandung Barat per tanggal 31 Desember 2011, Laporan Realisasi Anggaran, laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan Keuangan adalah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Tanggung jawab BPK terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan. Kecuali seperti yang diuraikan dalam paragraph berikut ini. BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Standar tersebut mengharuskan BPK merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu pemeriksaan meliputi eksaminasi, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlahjumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. BPK yakin bahwa pemeriksaan tersebut memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat. Dalam Laporan BPK Nomor 42.A/LHP/XVIII.BDG/07/2011 tanggal 29 Juli 2011, BPK tidak menyatakan pendapat atas Neraca Pemerintah Kabupaten Bandung Barat per tanggal 31 Desember 2010, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010 karena masalah-masalah: (1) Selisih Kas pada Kas Daerah sebesar Rp. 994,69 juta antara Buku Kasa Umum (BKU) dan Rekening Koran tidak dapat dikoreksi; (2) Akun Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebesar Rp. 2,20 miliar tidak terdapat dalam Rekening (3) Koran; Penyajian Persediaan sebesar Rp. 3,9 miliar tidak berdasarkan Stock Opname secara menyeluruh; (4) Penyajian Piutang Pajak Tahun 2010 sebesar Rp. 281,68 juta belum dapat diyakini kewajarannya; (5) Pemotongan Pajak atas SP2D Gaji dan Belanja Langsung tidak disajikan dalam LAK; (6) Aset Tetap minimal sebesar Rp. 53,42 miliar yang tidak tercantum dalam SK penyerahan aset Kabupaten Bandung namun disajikan dalam Neraca per 31 Desember 2010 dan sebesar Rp. 14,37 miliar yang terdapat dalam SK penyerahan namun tidak diketahui keberadaannya. Selain itu dalam penatausahaan aset tetap yang dilaporkan 69
dalam Neraca per 31 Desember 2010 belum dilakukan dengan tertib antara lain: (a) Sebesar Rp. 239 juta langsung dihapuskan tanpa prosedur penghapusan; (b) Sebesar Rp. 160,99 juta nilai aset tetap dicatat oleh dua SKPD (dobel catat); (c) Sebesar Rp. 3,38 miliar sudah diserahkan ke masyarakat; (d) Sebesar Rp. 148,61 juta tidak diketahui keberadaannya; (e) Sebanyak 88 buah aset tetap tidak tercatat dalam Kartu Inventaris Barang; (f) Saldo yang dilaporkan belum mencakup aset tetap yang dianggarkan dari belanja barang dan jasa yang rinciannya tidak diketahui; dan (7) Penatausahaan bukti pertanggungjawaban belanja Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga sebesar Rp. 57,34 miliar tidak memadai. Pada tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat telah melakukan: (1) Pengecekan ulang dan koreksi terhadap selisih Kas di Kas Daerah dengan Rekening Koran per 31 Desember 2011; (2) Pengecekan ulang terhadap akun Lain-lain PAD yang sah, yang merupakan pengembalian sisa belanja dari enam SKPD; (3) Pencatatan nilai Piutang Pajak per 31 Desember 2011 yang sudah termasuk piutang tahung 2008 dan 2009; (4) Pencatatan atas rincian penerimaan dan penyetoran Perhitungan Pihak Ketiga (PFK); (5) Penyajian Persedian per 31 Desember telah didasarkan pada hasil stock opname SKPD kecuali Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga; (6) Penghapusan Aset Tetap telah diusulkan kepada Bupati oleh SKPD terkait, aset yang dobel dicatat dan telah diserahkan kepada masyarakat telah dikeluarkan dari Neraca Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, pencatatan aset pada Kartu Inventaris Barang, dan pengatribusian biaya umum yang merupakan bagian dari belanja barang dan jasa untuk dikapitalisasi sebagai aset tetap; dan (7) Pengumpulan bukti pertanggungjawaban kegiatan terkait pada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga. Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan 5.4.6 atas Laporan Keuangan, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat menyajikan nilai Aset Tetap per 31 Desember 2011 dan 2010 masing-masing sebesar Rp. 1,29 triliun. Dari nilai per 31 Desember 2011 tersebut, masih ditemukan permasalah: (1) Pada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga terdapat tanah pada minimal 197 lokasi seluas 6.221.151 m2 masih dicatat dengan harga satuan Rp. 1,00 dan tanah pada 13 lokasi dicatat dengan luas untuk masing-masing lokasi sebesar 1 m2 dengan nilai Rp. 1,59 miliar. Nilai tanah tersebut tidak berdasarkan pada nilai perolehan atau nilai wajar tanah pada saat diperoleh; (2) Aset Tetap yang tidak tercantum dalam SK Pelimpahan Aset dari Pemerintah Kabupaten Bandung kepada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sebesar Rp. 184,05 miliar, meningkat dari Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp. 53,42 miliar; (3) Aset Tetap sebesar Rp. 43,28 miliar yang terdapat dalam SK Penyerahan namun tidak diketahui keberadaannya karena tidak dikuasai oleh SKPD meningkat dari TA 2010 sebesar Rp. 14,37 miliar; (4) Aset Tetap senilai Rp. 12,43 miliar yang terdiri atas Tanah dan Jalan, Jaringan, dan Irigasi pada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga diakui sebagai aset milik Pemerintah Kabupaten Bandung Barat meskipun status kepememilikan aset tersebut adalah milik pihak lain. Catatan dan dokumen yang tersedia tidak memungkinkan BPK menerapkan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk meyakini nilai aset tetap tersebut. Menurut pendapat BPK, kecuali untuk dampak penyesuaian, yang mungkin perlu dilakukan jika Pemerintah Kabupaten Bandung Barat telah melakukan rekonsiliasi dengan Pemerintah Kabupaten Bandung atas Aset Tetap eks pelimpahan dari Kabupaten Bandung secara menyeluruh dan telah melakukan inventarisasi dan penilaian atas seluruh Aset sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, menyatikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat per 31 Desember 2011, realisasi anggaran, arus kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
70
Sebagai bagian dari pemerolehan keyakinan yang memadai atas kewajaran laporan keuangan tersebut, BPK melakukan pemeriksaan terhadap sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan disajikan dalam Laporan Nomor 21B/LHP/XVIII.BDG/06/2012 tanggal 8 juni 2012 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan ini.
Bandung, 8 Juni 2012 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perwakilan Provinsi Jawa Barat Penanggung Jawab Pemeriksaan,
Slamet Kurniawan, M. Sc., Ak. Akuntan, Register Negara D-14.825
Berdasarkan hasil laporan diatas dapat dilihat bahwa opini yang diberikan oleh BPK berdasarkan hasil audit terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat adalah “wajar dengan pengecualian”. Pendapat ini diberikan apabila Auditor menaruh keberatan atau pengecualian yang bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar kecuali untuk hal-hal tertentu yang karena akibat faktor-faktor tertentu yang menyebabkan kualifikasi pendapat (ada satu akun atau lebih yang tidak wajar). Artinya masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki dan atau dilengkapi seperti pada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga terdapat tanah pada minimal 197 lokasi seluas 6.221.151 m2 masih dicatat dengan harga satuan Rp. 1,00 dan tanah pada 13 lokasi dicatat dengan luas untuk masing-masing lokasi sebesar 1 m2 dengan nilai Rp. 1,59 miliar. Nilai tanah tersebut tidak berdasarkan pada nilai perolehan atau nilai wajar tanah pada saat diperoleh Selain itu Aset Tetap yang tidak tercantum dalam SK Pelimpahan Aset dari Pemerintah Kabupaten Bandung kepada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sebesar Rp. 184,05 miliar, meningkat dari Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp. 53,42 miliar. Masalah aset lainnya adalah Aset Tetap sebesar Rp. 43,28 miliar yang terdapat dalam SK Penyerahan 71
namun tidak diketahui keberadaannya karena tidak dikuasai oleh SKPD meningkat dari TA 2010 sebesar Rp. 14,37 miliar serta Aset Tetap senilai Rp. 12,43 miliar yang terdiri atas Tanah dan Jalan, Jaringan, dan Irigasi pada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga diakui sebagai aset milik Pemerintah Kabupaten Bandung Barat meskipun status kepememilikan aset tersebut adalah milik pihak lain. Masalah di atas terjadi karena Pemerintah Kabupaten Bandung Barat belum melakukan rekonsiliasi antara catatan Aset Tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dan pada Pemerintah Kabupaten Bandung (induk). Selain itu perlu dilakukan appraisal ulang terhadap Aset Tetap yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sehingga masalah-masalah di atas dapat diselesaikan.
72
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari analisis atas hasil penelitian pada bab sebelumnya untuk pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern terhadap pengelolaan Aset Tetap pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat periode 2011, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penggunaan kuisioner dilakukan untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan SPI secara umum dan secara khusus dalam pengelolaan aset (termasuk pengamananya). Berdasarkan hasil kuisioner, dengan menggunakan Rating Scale didapati bahwa secara umum pelaksanaan SPI pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Bandung Barat menurut persepsi 82 responden pelaksanaannya baru 79,12% dari kriteria yang ditetapkan. Angka tersebut secara kontinum masuk kedalam kategori interval "baik" – "baik sekali". Hal ini menunjukkan pelaksanaan SPI secara umum sudah baik namun belum efektif karena masih memiliki kekurangan dan belum mencapai kategori baik sekali. 2. Hasil kuisioner terhadap tiap-tiap unsur SPI juga menunjukkan persentase yang berbeda. Unsur Lingkungan Pengendalian pelaksanaannya adalah 71,52%, unsur Penaksiran Resiko pelaksanaannya 71,16%, unsure Aktivitas Pengendalian 70,3%, unsur Informasi dan Komunikasi 71,16% dan unsur Pemantauan 71,16%. Dari kelima unsur SPI, unsur Lingkungan Pengendalian adalah unsur yang pelaksanaannya lebih baik daripada unsur lain. 3. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, diketahui beberapa permasalahan yang dialami Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam pengelolaan asetnya. Permasalahan tersebut antara lain: masih adanya aset daerah yang secara fisik di Kabupaten Bandung
73
Barat ada tetapi tidak ada/tidak tercatat di SK pelimpahan dari bupati (juga sebaliknya), nilai appraisal yang tidak berdasarkan pada nilai perolehan atau nilai wajar tanah pada saat diperoleh, dan lemahnya pengamanan dan pengendalian Aset Tetap berupa peralatan kantor yang menimbulkan kerawanan kehilangan. Kondisi tersebut menunjukkan belum dipatuhinya PP Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
5.2 Saran Dalam rangka perbaikan pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI) pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat melalui Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (PPKAD), beberapa saran yang dapat diberikan adalah: 1. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat melalui Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah harus segera melakukan rekonsiliasi, appraisal (penilaian), serta pengamanan dan pengendalian terhadap Aset Tetap secara berkala. Hal ini dilakukan agar Dinas PPKAD Bandung Barat dapat mengetahui kondisi asetnya dan nilai aset tersebut dengan pasti. 2. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat harus mengoptimalkan SIMBADA (Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah) dengan melakukan registrasi terhadap seluruh asetnya. Jika seluruh aset tersebut telah teregister maka akan mudah untuk melacak keberadaan aset yang dimilikinya. 3. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sebaiknya berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, terutama dalam bidang keuangan/akuntansi pemerintahan. Hal ini perlu dilakukan agar di masa yang akan datang, penatausahaan keuangan dan pembuatan Laporan Keuangan bisa lebih baik dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
74
4. Bupati Bandung Barat sebaiknya membuat perencanaan yang baik agar pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dapat berjalan efektif. Perencanaan SPI sebaiknya dituangkan dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati.
75
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif (Teori dan Aplikasi). Edisi 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Bastian, Indra. (2007). Audit Sektor Publik. Edisi ke 2. Salemba Empat. BPK-RI. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2011. Cangemi & Singleton. 2003. SysAdmin, Audit, Network, Security (SANS). Prentice Hall. Gondodiyoto, Sanyoto Gondodiyoto & Hendarti, Henny & Ariefah. 2007. Pengelolaan Fungsi Audit Sistem Informasi + Contoh Audit Charter.Mitra Wacana Media. http://www.bandungbaratkab.go.id Jonathan Sarwono.2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:Penerbit Graha Ilmu. LAKIP Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Tahun Anggaran 2011. Munawir, H.S. 2001. Auditing Modern. BPFE Yogyakarta. Nazir. Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia. Said Kelana Asnawi dan Chandra Wijaya. 2006. Metodologi Penelitian Keuangan: Prosedur, Ide dan Kontrol. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sekaran, Uma.2006. Metode Penelitian untuk Bisnis. Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Administrasi Dengan Metode R&D. Alfabeta. 2008 Sutrisno Hadi, 2001. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi. Theodorus M Tuanakotta, 2000. Teori Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat. Usman Rianse dan Abdi. 2008. Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi: Teknik dan Aplikasi. Bandung:Alfabeta. www.socialreaserchmethods.net Peraturan Perundangan: Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan 76
Permendagri No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan perubahannya No 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan MENPAN No: PER/03/M.PAN/02/2006 tentang Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah tahun 2006.
77
LAMPIRAN
78
KUESIONER PENELITIAN Profil Responden 1. Jenis Kelamin
: a. Pria b. Wanita
2. Usia
: a. Kurang dari 30 tahun b. 30 – 40 tahun c. 41 – 50 tahun d. Lebih dari 50 tahun
3. Pendidikan Terakhir: a. SMA/sederajat b. Diploma Tiga (D-3) c. Strata Satu (S-1) d. Strata Dua (S-2)
4. Masa Kerja
: a. 1 – 5 tahun b. 6 – 10 tahun c. 11 – 15 tahun d. lebih dari 15 tahun
5. Unit Kerja
: a. Bidang Pendapatan b. Bidang Anggaran dan Perbendaharaan c. Bidang Akuntansi d. Bidang Aset Daerah
6. Jabatan
: a. Staf b. Kasub Bagian c. Kepala Bagian
Tanda tangan …………………………………………
79
A. Lingkungan Pengendalian 1. Tugas dan fungsi organisasi sesuai dengan cakupan kewenangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
2. Struktur organisasi telah menampung semua tugas dan fungsi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
3. Telah dibuat uraian tugas dan wewenang dari unit kerja/satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang bersangkutan (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
4. Uraian tugas yang telah dibuat tidak ada yang tumpang tindih baik antar unit kerja sendiri maupun antar SKPD (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
5. Keberadaan auditor internal dalam menjalankan fungsi audit (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
6. Terdapat program pelatihan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pegawai (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
7. Pimpinan Pemkab Bandung Barat memiliki keahlian manajemen yang diperlukan untuk memberikan bimbingan yang efektif bagi peningkatan kinerja (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
8. Perlindungan atas asset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
9. Promosi, remunerasi, dan pemindahan pegawai didasarkan pada penilaian kinerja (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
80
(1) Kurang Sekali
10. Upaya memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan (good governance) tugas dan fungsi Pemkab Bandung Barat (4) Baik Sekali (3) Baik (2) Kurang (1) Kurang Sekali
B. Penaksiran Resiko 1. Perencanaan yang dibuat sudah berdasarkan Visi, Misi dan Tujuan Organisasi (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
2. Penyusunan perencanaan telah berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan tahun-tahun sebelumnya (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
3. Perencanaan telah disusun dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
4. Identifikasi resiko dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
5. Resiko yang timbul dari perubahan kebutuhan atau harapan badan legislatif, Bupati Bandung Barat, dan masyarakat sudah dipertimbangkan (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
C. Aktivitas Pengendalian 1. Struktur organisasi, tugas dan fungsi telah dilakukan evaluasi secara periodik (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
2. Catatan inventaris yang lengkap untuk seluruh aset tetap (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
3. Pengawasan terhadap penggunaan aset tetap (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
81
(1) Kurang Sekali
4. Pencatatan pertukaran aset tetap atau menerima donasi aset dalam laporan keuangan (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
5. Kebijakan dan prosedur pengamanan fisik telah ditetapkan, diimplementasikan, dan dikomunikasikan keseluruh pegawai (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
6. Aset seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persedian dan peralatan secara periodik dihitung dan dibandingkan dengan catatan pengendalian ; setiap perbedaan diperiksa secara teliti (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
7. Setiap kegiatan/transaksi telah dicatat dan setiap pencatatan dilakukan berdasarkan bukti yang cukup (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
8. Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
9. Pencegahan kehilangan data dengan membuat back-up dan pemeliharaan perangkat keras (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
D. Informasi dan Komunikasi 1. Uraian tugas yang dibuat telah dikomunikasikan dan telah dipahami oleh para pejabat/staf. (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
2. Informasi dari sumber internal dan eksternal didapat dan disampaikan kepada Bupaati Bandung Barat tepat waktu dalam rangka peningkatan kinerja (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
3. Informasi sudah disiapkan dalam bentuk rincian yang tepat sesuai dengan tingkatan pimpinan pada kantor Bupati Bandung Barat
82
(4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
4. Pegawai memiliki saluran komunikasi informasi ke atas selain melalui atasan langsungnya (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
5. Adanya mekanisme yang memungkinkan informasi mengalir ke seluruh bagian dengan lancar (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
E. Pemantauan 1. Sudah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan (triwulan, semester, tahunan). (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
2. Kelemahan yang ditemukan selama evaluasi terpisah segera diselesaikan (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
3. Dilakukan supervisi terhadap tiap tugas dan fungsi oleh atasan langsung (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
4. Pembuatan laporan untuk setiap pelaksanaan kegiatan (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
(1) Kurang Sekali
5. Aparat pengawasan intern secara organisasi independen dan melapor langsung ke Bupati Bandung Barat (4) Baik Sekali
(3) Baik
(2) Kurang
83
(1) Kurang Sekali
Pedoman Wawancara Responden: Bidang Aset Daerah 1. Apakah Saudara/i mengenal istilah Sistem Pengendalian Internal (SPI)? 2. Apakah Pemkab. Bandung Barat memiliki aturan tertulis tentang tata cara pengendalian internal? 3. Apakah pimpinan secara nyata memberi paham, dukungan dan member contoh tentang pentingnya pengendalian? 4. Apakah Pemkab Bandung Barat sudah mempunyai uraian tugas tertulis bagi para karyawan? apakah sudah dikomunikasikan keseluruh karyawan dengan baik? 5. Apakah sistem rekrutmen pegawai baru benar-benar obyektif? 6. Apakah pemegang jabatan penting benar-benar diangkat berdasarkan prestasi? 7. Seberapa sering perputaran/mutasi karyawan dilakukan? 8. Apakah seluruh asset telah diinventarisir dengan baik? 9. Apakah ada prosedur tertulis tentang tata cara pengelolaan asset? Misal pencatatan, pengadaan, distribusi dan perhitungan penyusutannya? 10. Bagaimana sikap pimpinan terhadap pegelolaan asset? 11. Masalah/kesulitan apa saja yang dialami dalam pengelolaan asset? 12. Apakah ada prosedur tertulis tentang tata cara pengamanan asset? misal ijin penggunaan dan pencegahan dari maling? 13. Apakah menurut saudara/i pengendalian internal terhadap pengelolaan asset di Pemkab Bandung Barat sudah berjalan dengan baik?
84
Responden: Bidang Akuntansi 1. Apakah Saudara/i mengenal istilah Sistem Pengendalian Internal (SPI)? 2. Apakah Pemkab Bandung Barat memiliki aturan tertulis tentang tata cara pengendalian internal? 3. Apakah pimpinan secara nyata memberi paham, dukungan dan member contoh tentang pentingnya pengendalian? 4. Apakah Pemkab Bandung Barat sudah mempunyai uraian tugas tertulis bagi para karyawan? apakah sudah dikomunikasikan keseluruh karyawan dengan baik? 5. Apakah sistem rekrutmen pegawai baru benar-benar obyektif? 6. Apakah pemegang jabatan penting benar-benar diangkat berdasarkan prestasi? 7. Seberapa sering perputaran/mutasi karyawan dilakukan? 8. Bagaimana prosedur pengadaan barang dan jasa? 9. Apakah Setda Bandung Barat juga melakukan belanja untuk dinas-dinas? 10. Apakah setiap penambahan asset sudah tercatat di bag keuangan? 11. Apakah bagian keuangan memperhitungkan penyusutan aset? 12. Apakah ada fungsi audit internal? 13. Sikap pimpinan terhadap pengelolaan keuangan? adakah kebijakan khusus? 14. Apakah menurut saudara/i pengendalian internal terhadap pengelolaan asset di Pemkab Bandung Barat sudah berjalan dengan baik? 15. Bagaimanakah proses penerbitan SPM dan SP2D?
85