NUGRAHA ET AL.: V ALIDITAS METODE DAYA BERKECAMBAH BENIH P ADI
Evaluasi Validitas Metode Pengujian Daya Berkecambah Benih Padi Udin S. Nugraha, Rasam, dan Sri Wahyuni Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi
ABSTRACT. Evaluation of Validity of Rice Seed Germination Test Method. Seed germination test that is carried out in an ambient condition by using substandard substrate paper as commonly practiced by seed laboratories will be a potential source of variation that make the results of the test not reproducible. This method can not be used for testing seed lots moving in trade or in a certification program. A laboratory experiment has been carried out to evaluate the validity of germination testing method currently practiced by seed testing laboratories. The treatment consisted of five laboratories according to ISO’s definition, three levels of seed vigor, and two types of substrate papers. Seeds of IR64 harvested in April (dry season) 1999 were used for the experiment. Randomization was made in accord to a randomized block design in a 5 x 3 x 2 factorial experiment with 3 replicates. Observations were made on the percentage of normal seedlings and number of fresh seeds. Verification of fresh seed viability was done by using tetrazolium test or by extending the duration of germination test for seven days at maximum. Temperature and relative humidity of the air inside germinator were measured by thermohygrometer and recorded everyday during the testing period at 8 a.m. and 12 at noon. The experimental data revealed that the results of germination test significantly varied among laboratories and among substrate types. It means that the method of germination test is not valid or reproducible enough to be used for determining seed viability in a seed certification program. The variabilities of germination test results among laboratories and among substrate types were not affected by vigor level of seeds. Determination of fresh seed merely based on visual criteria was not an accurate method. It was proved that most of fresh seed determined visually were not viable (dead). Key words: Rice, seed, testing method, viability, germination percentage. ABSTRAK. Metode pengujian daya berkecambah yang dilakukan dalam suhu kamar dengan menggunakan substrat yang beragam sangat berpotensi untuk menimbulkan keragaman hasil uji antarlaboratorium yang melampaui batas toleransi. Metode uji seperti ini tidak dapat diandalkan untuk mendukung perdagangan dan sertifikasi benih. Percobaan laboratorium telah dilakukan pada tahun 1999 dengan tujuan untuk mengevaluasi validitas metode pengujian daya berkecambah benih padi yang diterapkan di laboratorium benih. Perlakuan terdiri atas lima laboratorium pengujian benih berdasarkan kriteria ISO 5725, tiga tingkat vigor benih, dan dua jenis kertas substrat. Benih yang digunakan adalah benih padi IR64 hasil panen bulan April 1999. Randomisasi dilakukan sesuai dengan rancangan acak kelompok dalam pola faktorial 5 x 3 x 2 dengan tiga ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap persentase kecambah normal dan jumlah BSTT (benih segar tidak tumbuh). Verifikasi viabilitas BSTT dilakukan dengan TZ-tes atau dengan memperpanjang periode pengujian selama maksimum 7 hari. Suhu dan kelembaban ruangan germinator diukur dengan menggunakan thermohygrometer dan dicatat pada pukul 08:00 dan pukul 12:00 setiap hari selama periode pengujian. Penelitian menunjukkan bahwa daya berkecambah beragam antarlaboratorium dan antarkertas substrat yang digunakan. Artinya, validitas metode pengujian daya berkecambah yang digunakan untuk mendukung sertifikasi dan perdagangan benih masih perlu dipertanyakan. Hasil pengujian daya berkecambah oleh setiap laboratorium pada setiap jenis substrat tidak dipengaruhi oleh tingkat
vigor benih. Pengelompokan benih padi dalam pengujian daya berkecambah ke dalam BSTT berdasarkan kriteria visual (benih keras dan tidak busuk) bukan merupakan cara pengelompokan yang akurat karena tidak didukung oleh informasi mengenai status viabilitasnya. Kata kunci: Padi, benih, metode uji, viabilitas, daya berkecambah.
I
nformasi yang benar tentang mutu benih sangat diperlukan oleh produsen, pedagang, dan pengguna benih. Untuk memperoleh informasi yang benar, pengujian mutu benih seperti pengujian daya berkecambah harus dilakukan dengan menggunakan metode yang memiliki reproduksibilitas yang tinggi. Artinya, lot benih yang sama bila diuji di laboratorium manapun dengan menggunakan metode tersebut akan memberikan hasil uji yang sama. Daya berkecambah, yang merupakan salah satu variabel mutu utama, menggambarkan tentang kemampuan suatu lot benih untuk menghasilkan kecambah normal pada kondisi perkecambahan optimum dalam periode waktu tertentu (AOSA 1989, dan ISTA 1985). Pedoman pengujian mutu benih yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan (1986) sesungguhnya telah mengadopsi metode baku dari ISTA yang telah terbukti memiliki reproduksibilitas tinggi. Namun demikian, khusus untuk pengujian daya berkecambah, metode baku tersebut belum mampu diterapkan oleh laboratorium penguji benih karena peralatan (germinator) dan substrat standar tidak tersedia. Metode yang digunakan umumnya adalah metode yang telah dimodifikasi sendiri (inhouse method) dan belum teruji validitasnya. Keragaman suhu inkubasi, jenis kertas susbtrat (kertas merang, kertas koran, kertas saring), dan periode pengujian (penentuan final count pada hari ke-7, 11, atau 14 setelah tabur) dapat menyebabkan keragaman hasil pengujian daya berkecambah yang melampaui batas toleransi. Satu lot benih yang sama bila diuji oleh laboratorium yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda. Penggunaan metode pengujian seperti ini tidak mungkin dapat diharapkan untuk mendukung industri dan perdagangan benih yang menuntut reproduksibilitas tinggi. Melalui kerja sama antara Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) dengan BPSB-TPH Jawa Barat telah dilakukan penelitian untuk mengevaluasi validitas metode pengujian daya berkecambah benih padi yang
71
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003
digunakan di laboratorium benih saat ini. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian standardisasi metode pengujian mutu benih padi yang sedang dilaksanakan oleh Balitpa.
BAHAN DAN METODE Benih yang digunakan adalah benih padi varietas IR64 yang berasal dari satu lot, diperoleh dari PT SHS Sukamandi, hasil panen bulan April 1999. Perlakuan terdiri atas tiga faktor: (a) lima laboratorium pengujian benih berdasarkan batasan ISO 5725-2 (ISO 1994) yaitu dua laboratorium Balitpa, dua laboratorium BPSB Sukamandi, dan satu laboratorium BPSB Bandung; (b) tiga taraf vigor benih (tinggi, sedang, rendah); dan (c) dua jenis kertas substrat (kertas merang dan kertas koran). Laboratorium untuk penelitian ini didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari operator (analis benih), peralatan dan lokasi (ISO 1994), sehingga satu lokasi laboratorium dapat membentuk beberapa "laboratorium" menurut definisi ini bila pengujian dilakukan oleh analis dan peralatan yang berbeda. Pada saat penelitian dilakukan, belum ada satu pun dari laboratorium tersebut yang telah terakreditasi oleh ISTA atau KAN (Komite Akreditasi Nasional). Namun demikian, kondisi kelima laboratorium tersebut dapat dianggap representatif karena mencerminkan kondisi umum laboratorium penguji benih di Indonesia. Pemilahan tingkat vigor benih ditentukan sebelum percobaan berdasarkan prinsip AAT (Accelerated Ageing Test) yang dianjurkan AOSA (1983). Benih padi didera (diinkubasi) dalam inkubator dengan kondisi o suhu tinggi (42 C) dan kelembaban tinggi (R.H. > 90%) selama 72 jam sebelum diuji viabilitasnya. Benih yang setelah didera menghasilkan kecambah normal > 85% dikelompokkan sebagai benih vigor tinggi, 80-85% vigor sedang, dan < 80 % vigor rendah. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 5 x 3 x 2 dengan tiga ulangan. Pengujian daya berkecambah dilakukan di masing-masing laboratorium mulai akhir Agustus sampai awal Oktober 1999 dengan metode "kertas digulung" (rolled paper) (ISTA 1985). Setiap unit percobaan terdiri atas 200 butir benih yang ditabur dalam dua atau empat gulung kertas substrat, yaitu kertas merang dan kertas koran, sesuai dengan perlakuan. Selama 14 hari periode pengujian, inkubasi dilakukan dalam suhu kamar dan pengamatan terhadap kecambah normal dilakukan tiap hari mulai hari ke-4 sampai ke-14 setelah tabur. Pengamatan kecambah abnormal dan benih mati dilakukan pada hari ke-14. Normalitas kecambah ditentukan berdasarkan kriteria ISTA (1985) dan AOSA (1989). 72
Benih yang tidak berkecambah pada hari ke-14 tetapi tidak busuk diidentifikasi sebagai BSTT (benih segar tidak tumbuh). Verifikasi viabilitas BSTT dilakukan dengan TZ-tes (tetrazolium test) atau dengan memperpanjang periode pengujian selama maksimum 7 hari (ISTA 1985, Ellis et al. 1985). Suhu dan kelembaban germinator diukur dengan menggunakan thermohygrometer dan dicatat pada pukul 08:00 dan pukul 12:00 setiap hari selama periode pengujian. Untuk mendukung perdagangan benih, metode pengujian daya berkecambah yang diharapkan adalah metode yang mampu memberikan hasil yang sama (tidak berbeda nyata) antar-laboratorium (reproducible). Dalam pengujian benih di laboratorium, uji keragaman varians merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengevaluasi homogenitas populasi (Banyai and Barabas 2000, ISTA 1999, Thompson and Wood 1993). Dalam penelitian ini, analisis varians digunakan untuk menganalisis data karena merupakan salah satu recommended procedures untuk menguji homogenitas contoh dalam uji profisiensi (Thompson and Wood 1993). Penggunaan metode ini memungkinkan untuk menganalisa pengaruh substrat dan vigor benih terhadap keragaman hasil pengujian daya berkecambah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Kecambah Normal Data pada Tabel 1 dan 2 memperlihatkan bahwa semua faktor perlakuan secara independen mempengaruhi kecambah normal, dan interaksi antara dua atau lebih perlakuan tidak nyata. Daya berkecambah benih beragam antarlaboratorium. Artinya, validitas (reproducibility) metode pengujian daya berkecambah untuk mendukung sertifikasi dan perdagangan benih masih merupakan masalah (Nugraha 1999) sehingga masih perlu dipertanyakan (questionable). Perbedaan kelembaban dan suhu kamar selama periode inkubasi diduga merupakan penyebab utama timbulnya keragaman tersebut. Suhu dan kelembahan termasuk faktor yang sangat mempengaruhi perkecambahan benih (Copeland and Mc. Donald 1985, ISTA 1985). Telah umum diketahui bahwa suhu dan kelembaban dalam kondisi kamar (ambient condition) beragam antarlokasi dan antarwaktu. Tabel 3 menunjukkan keragaman suhu dan kelembaban antarlokasi yang beragam dan sangat berbeda dengan kondisi baku rekomendasi ISTA untuk pengujian daya berkecambah benih padi, yaitu suhu
NUGRAHA ET AL.: V ALIDITAS METODE DAYA BERKECAMBAH BENIH P ADI Tabel 1. Analisis varians daya berkecambah benih IR64 yang dinyatakan dalam persentase kecambah normal pada hari ke-14 setelah transformasi Arcsine √x. Sumber keragaman
DB
Ulangan Lab uji (A) Vigor benih (B) Interaksi AxB Substrat (C) Interaksi AxC Interaksi BxC Interaksi AxBxC Galat
2 4 2 8 1 4 2 8 58
JK
KT
18,51 475,60 1894,00 36,54 40,00 19,14 4,32 35,63 455,30
9,25 118,90 947,00 4,57 40,00 4,78 2,16 4,45 7,85
F-hitung
Nilai-P
15,15 120,60 0,58 5,09 0,61 0,27 0,57
0,0000** 0,0000** 0,7898 0,0278* 0,6606 0,7643 0,8012
Koefisien keragaman (K.K.) = 3,21%.
Tabel 2. Keragaman persentase kecambah normal antarlaboratorium, antarvigor benih, dan antarsubstrat. Antarlaboratorium
Antarvigor benih*)
Lab 1 Lab 2 Lab 3 Lab 4 Lab 5
Tinggi 91,12 b Sedang 90,10 b Rendah 80,92 a
89,78 b 88,94 b 88,94 b 84,14 a 85,08 a
Tabel 3. Suhu dan R.H. pada saat pengujian (Agustus-Oktober 1999). Lokasi
Antarsubstrat Kertas merang 88,04 b Kertas koran 86,71 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 LSD. Persentase kecambah normal yang dihasilkan setelah penderaan dalam suhu 42oC dari R.H. >90% selama 72 jam adalah 86, 82, dan 76%, masing-masing untuk kelompok vigor benih tinggi, sedang, dan rendah.
BPSB Bandung BPSB Sukamandi Balitpa Sukamandi
Suhu (°C)
Kelembaban (%)
25 - 30 22 - 30 23 - 31*
73 - 90 40 - 79 58 - 80*
* Data hasil pengamatan pada penelitian terdahulu dengan menggunakan thermohygrograph.
*)
berganti 20/30ºC atau konstan 25ºC dengan R.H. >90% (ISTA 1985, AOSA 1989). Nilai kecambah normal lima laboratorium uji menunjukkan bahwa laboratorium 1, 2 dan 3 memiliki angka yang lebih tinggi daripada laboratorium 4 dan 5 (Tabel 2). Mengingat salah satu panduan (guiding principles) dalam pengujian daya berkecambah adalah optimisasi (optimization) kondisi pengujian (AOSA 1983), maka hasil pengujian laboratorium 1, 2, dan 3 dinilai lebih akurat karena menghasilkan nilai yang lebih tinggi atau lebih mendekati prinsip optimisasi. Reproduksibilitas dari hasil pengujian daya berkecambah yang dilakukan oleh lima laboratorium menggunakan kedua jenis substrat tidak dipengaruhi oleh level vigor benih. Interaksi antara vigor benih dengan laboratorium dan substrat tidak nyata (Tabel 1). Artinya, keragaman hasil uji daya berkecambah antarlaboratorium akan tetap terjadi pada setiap tingkat vigor benih yang diuji. Pengaruh utama (main effect) vigor terhadap daya berkecambah telah umum diketahui sehingga tidak perlu diuji lagi. Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya, pengaruh keragaman vigor terhadap daya berkecambah tidak dibahas. Perbedaan kertas substrat menyebabkan perbedaan hasil pengujian (Tabel 1 dan 2). Kedua jenis kertas tersebut bukan merupakan substrat baku untuk
pengujian daya berkecambah, namun banyak digunakan di laboratorium penguji benih di Indonesia. Perbedaan hasil pengujian terjadi karena antara lain perbedaan daya serap air (water capillary rise) dan water holding capacity antara kertas merang dengan kertas koran (Tabel 4 dan 5). Daya serap air dan water holding capacity dari kertas merang jauh lebih baik daripada kertas koran. Karaterisitik demikian membuat kertas merang mampu memberikan kondisi perkecambahan yang lebih optimum daripada kertas koran, sehingga menghasilkan daya berkecambah benih lebih tinggi. Hasil ini dianggap lebih akurat karena lebih selaras dengan salah satu guiding principles dalam pengujian daya berkecambah, yaitu optimisasi kondisi perkecambahan. Dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis sifatsifat fisikokimiawi kertas substrat secara lengkap, sehingga kelemahan-kelemahan lain dari kedua kertas tersebut belum diketahui. Dari hasil analisis terhadap kecambah normal diketahui bahwa metode pengujian yang diterapkan di lima laboratorium, yaitu menggunakan substrat tidak baku (kertas merang dan kertas koran) dan inkubasi dalam suhu kamar, belum memberikan hasil yang reproducible sebagai salah satu persyaratan yang diperlukan untuk mendukung industri dan perdagangan benih. Solusi jangka pendek untuk meningkatkan reproducibility hasil pengujian dapat ditempuh dengan melakukan pengujian dalam kondisi suhu konstan, misalnya dalam ruangan ber-AC dengan suhu 25 o ± 1o C, 73
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003 Tabel 4. Kecepatan peresapan air secara kapiler ke dalam kertas substrat.
Tabel 5. Water holding capacity dari kertas substrat. Ulangan
Ulangan
Kertas merang (A)
Kertas koran (B)
Perbedaan (A -B)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tinggi minimum dari air kapiler (cm/15 menit) 9,3 3,4 5,9 8,5 4,8 3,7 7,7 3,8 3,9 8,0 5,0 3,0 9,2 5,0 4,2 7,8 3,9 3,9 9,1 3,9 5,2 8,8 3,9 4,9 8,7 4,1 4,6 7,8 4,5 3,3
Rata-rata
8,49
4,23
4,26**
** Berbeda nyata pada α 0,01 berdasarkan uji-t (t-hitung = 15,08). Koefisien keragaman (K.K.) = 8,36%.
dan menggunakan substrat kertas merang. Untuk jangka panjang adalah rekayasa alat (room germinator) untuk inkubasi benih dan rekayasa kertas substrat dengan menggunakan bahan baku lokal agar memiliki sifat-sifat fisikokimiawi yang lebih sesuai untuk pengujian. Hal ini merupakan solusi yang rasional dan practicable sebagai pengganti impor cabinet type germinator dan kertas towel atau blotters. Selain itu, m a s a l a h d a l a m reproducibility j u g a m e r u p a k a n justifikasi kuat tentang perlunya penyelenggaraan uji profisiensi melalui uji banding antarlaboratorium secara berkala untuk memantau mutu hasil pengujian benih, menganalisis penyebab rendahnya reproducibility, dan menentukan solusi yang efektif. Jumlah dan Viabilitas BSTT BSTT (benih segar tidak tumbuh) yang merupakan padanan dari fresh seeds didefinsikan sebagai benih hidup yang mengalami dormansi fisiologis, sehingga tidak mampu berkecambah dalam kondisi optimum walaupun mampu menyerap air (ISTA 1985). Dalam prosedur pengujian daya berkecambah terdapat keharusan untuk menerapkan perlakukan pematahan dormansi bila diduga dalam lot benih yang sedang diuji terdapat benih dorman. Jumlah benih dorman dalam suatu lot benih dipengaruhi antara lain oleh periode after-ripening. Efikasi metode pematahan dormansi dipengaruhi oleh intensitas (persentase) benih dorman dan lamanya periode after-ripening (Nugraha et al. 1999). Di lain pihak, dalam pengujian mutu benih padi di Indonesia, kategori BSTT tetapi benih tidak busuk terpisah dari benih dorman. Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa benih yang diidentifikasi sebagai BSTT hampir semuanya (97%) 74
Kertas Merang (A)
Kertas koran (B)
Perbedaan (A -B)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Volume air yang mampu "ditahan" (mg/95 cm2) 2419,7 674,5 1745,2 2150,8 737,0 1413,8 2699,4 687,7 2011,7 2204,3 715,2 1489,1 2715,7 769,4 1946,3 2242,4 898,1 1344,3 3154,1 766,4 2387,7 2110,9 797,0 1313,9 2359,1 756,8 1602,3 2027,5 793,7 1233,8
Rata-rata
2408,39
759,58
1649,0**
** Berbeda nyata pada α 0,01 berdasarkan uji-t (t-hitung = 14,07). Koefisien keragaman (K.K.) = 0,68%.
Tabel 6. Hasil verifikasi terhadap status viabilitas BSTT (benih segar tidak tumbuh). Laboratorium Benih segar tidak tumbuh pengujian benih BSTT/plot1) Total BSTT2) Lab 1 Lab 2 Lab 3 Lab 4 Lab 5
0 - 27 0 - 35 - 3) -
375 369 -
Status viabilitas BSTT Mati (%)
Dorman (%)
100 100 97 100 100
0 0 3 0 0
Verifikasi viabilitas dilakukan dengan TZ-test atau dengan memperpanjang 7 hari pengujian daya berkecambah (ISTA, 1985, Ellis et al., 1985). 1) Menunjukkan jumlah BSTT yang terdapat dalam setiap unit percobaan (200 butir benih yang ditabur dalam 2 atau 4 gulung). 2) Menunjukkan jumlah BSTT yang terdapat dalam seluruh percobaan (tiga ulangan) yang dikerjakan oleh tiap laboratorium. 3) Tidak ada data karena BSTT telah digabung dengan benih mati.
merupakan benih mati, sehingga kriteria BSTT tidak selaras lagi dengan definisi fresh seeds. Untuk benih padi, benih mati tidak selalu menunjukkan gejala busuk (lunak, keluar eksudat, berubah warna) pada akhir periode pengujian. Benih dorman dapat terlihat sebagai BSTT bila prosedur pematahan dormansi tidak diterapkan, atau bila diterapkan tidak sepenuhnya efektif. Oleh karena itu, metode pematahan dormansi yang efektif dan aman bagi benih sangat diperlukan untuk mendukung pengujian daya berkecambah dengan benar. Pengelompokan benih padi yang tidak tumbuh tetapi tidak busuk pada akhir pengujian ke dalam BSTT akan menurunkan validitas hasil pengujian daya berkecambah, karena status viabilitasnya tidak didukung data. Pengelompokan yang lebih tepat adalah dengan memilah BSTT secara lugas menjadi benih mati atau benih dorman. Verifikasi viabilitas dapat dilakukan dengan TZ-tes atau memperpanjang periode pengujian
NUGRAHA ET AL.: V ALIDITAS METODE DAYA BERKECAMBAH BENIH P ADI
100
Persentase kecambah normal
90 80 70 60
Lab 1 Lab 2 Lab 3 Lab 4 Lab 5
50 40 30 20 10 0 4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Hari pengamatan kecamabah normal (hari setelah tabur)
Gambar 1. Persentase kecambah normal dari sampel benih padi IR64 pada hari penghitungan berbeda yang diuji oleh lima laboratorium.
selama maksimum 7 hari (ISTA 1985). Penerapan perlakuan pematahan dormansi yang efektif juga dapat berperan sebagai verifikasi viabilitas BSTT. Setelah pengujian yang disertai dengan penerapan metode pematahan dormansi yang aman dan efektif, semua benih yang tidak tumbuh pada akhir periode pengujian dapat dikelompokkan sebagai benih mati. Persentase Kecambah Normal pada Tiap Hari Pengamatan Dari definisi baku tentang daya berkecambah (ISTA 1985, OSA 1989) dapat disimpulkan bahwa persentase kecambah normal mencapai nilai maksimum pada hari penghitungan terakhir (final count), yaitu hari ke-14 untuk benih padi yang diuji dengan metode baku. Namun dalam pengujian pada suhu kamar (metode substandar), periode pengujian selama 14 hari dianggap terlalu lama, karena benih yang viable umumnya mampu tumbuh menjadi kecambah normal sejak hari ke-4 atau ke-5 setelah tabur. Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase kecambah normal maksimum dalam pengujian daya berkecambah pada suhu kamar dicapai pada hari ke-11 atau lebih. Pada hari ke-7, persentase kecambah normal belum mencapai maksimum, kecuali untuk pengujian di laboratorium Balitpa Sukamandi (dataran o rendah, suhu kamar antara 23-31 C). Perbedaan persentase kecambah normal pada hari ke-4 sampai ke-11 antara hasil uji di Sukamandi dengan hasil uji di Bandung diduga disebabkan oleh perbedaan suhu ruangan (Tabel 3). Artinya, hasil pengujian daya berkecambah dalam suhu kamar yang diakhiri pada hari ke-7, seperti yang biasa dilakukan di sebagian laboratorium penguji benih, dapat menimbulkan keragaman antarlaboratorium dan tidak selalu mencerminkan viabilitas benih aktual. Hari ke-7 bukan merupakan
final count yang tepat untuk pengujian daya berkecambah benih padi dalam suhu kamar. Hari ke-11 sampai ke-14 tampaknya merupakan alternatif final count yang lebih baik. Hasil uji daya berkecambah menunjukkan keragaman yang tinggi antarlaboratorium dan antarsubstrat. Artinya, satu lot benih yang diuji oleh beberapa laboratorium sangat berpotensi untuk memberikan hasil uji yang beragam. Kondisi seperti ini tentu akan menimbulkan masalah dalam perdagangan benih. Oleh karena itu, standardisasi metode pengujian dan evaluasi kompetensi laboratorium merupakan suatu tuntutan yang harus segera dipenuhi untuk memperoleh metode pengujian yang reproducible s e h i n g g a m e m e n u h i s y a r a t u n t u k mendukung perdagangan benih.
KESIMPULAN Hasil pengujian daya berkecambah benih padi beragam antarlaboratorium dan antarkertas substrat yang digunakan. Laboratorium 1, 2 dan 3, serta penggunaan kertas merang sebagai substrat pengujian menghasilkan daya berkecambah lebih tinggi. Dalam kondisi seperti ini, kompetensi laboratorium 1, 2, dan 3, serta penggunaan kertas merang merupakan pilihan terbaik untuk pengujian daya berkecambah karena lebih selaras dengan prinsip optimisasi kondisi perkecambahan benih. Dalam pengamatan kecambah (seedling evaluation), pengelompokan benih ke dalam BSTT berdasarkan kriteria visual (benih keras dan tidak busuk) bukan merupakan cara pengelompokan yang akurat karena tidak selaras dengan status viabilitasnya. Benih dengan kategori BSTT yang semestinya merupakan benih dorman ternyata sebagian besar merupakan benih mati. Periode pengujian daya berkecambah dalam suhu kamar untuk benih padi seyogianya tidak dibatasi hanya 7 hari, karena hasilnya tidak selalu mencerminkan viabilitas benih aktual. Memperpanjang periode pengujian sampai hari ke-11 atau ke-12 akan lebih meningkatkan akurasi hasil pengujian daya berkecambah benih padi.
PENGHARGAAN Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Kepala Balitpa, Kepala BPSB-TPH Jawa Barat, serta Koordinator dan Analis Benih Laboratorium BPSB Bandung dan Sukamandi, atas segala bantuan dan fasilitas yang telah diberikan selama penelitian. 75
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003
PUSTAKA AOSA. 1983. Seed vigor testing handbook. Contribution No. 32 to the handbook on seed testing. Association of Official Seed Analysts. 88 p. AOSA. 1989. Rules for testing seeds. Association of official seed analysts. Revised ed., Journal of Seed Technology, 12(3):1-109. Banyai, J. and J. Barabas. 2000. Handbook on statistics in seed testing. International Seed Testing Association. Zurich, Switzerkand. 80p. Copeland, L. O. and M. B. McDonald. 1985. Principles of seed science and technology. 2nd edition. Burgess Publishing Company. Minneapolis, MN. Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan. 1986. Pedoman pengujian laboratoris. Edisi Cetak Ulang. 80 p. Ellis, R. H., T. D. Hong and E. H. Roberts. 1985. Handbook of seed technology for genebanks. Volume I: Principles and methodology. International Board for Plant Genetic Resources. Rome. ISO. 1994. Accuracy (trueness and precision) of measurement methods and results - part 2: Basic method for determination of repeatability and reproducibility of a standard measurement
76
method. ISO 5725-2:1994(E). International Organization for Standardization, Switzerland. ISTA. 1985. International rules for seed testing 1985. Seed Science and Technology, 13(2):299-513. International Seed Testing Association. Zurich, Switzerland. ISTA. 1999. International rules for seed testing 1999. Seed science and technology, 27, Supplement: 333 p + vii. International Seed Testing Association. Zurich, Switzerkand. Nugraha, U. S. 1999. Standardisasi pengujian daya berkecambah: Konsepsi, masalah, dan solusi untuk mendukung program sertifikasi dan industri benih. Makalah disampaikan dalam Seminar Komunikasi Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. BPTP Jawa Tengah dan Universitas Semarang. Ungaran, 23 Oktober 1999. Nugraha, U. S., S. Wahyuni, dan Soejadi. 1999. Karakterisasi dormansi benih beberapa galur padi. Makalah disampaikan dalam Seminar Komunikasi Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. BPTP Jawa Tengah dan Universitas Semarang. Ungaran, 23 Oktober 1999. Thompson, M. and R. Wood. 1993. International harmonized protocol for proficiency testing of (chemical) analytical laboratories. Journal of AOAC International, 76(4):926-940.