berfungsi sebagai kolektor dan distributor barang dari dan ke Kawasan Timur Indonesia, termasuk provinsi Jawa Timur. Perusahaan ini memperkirakan pada 2014 mendatang, arus barang baik internasional maupun domestik akan melebihi kapasitas tampung. Menurut Kepala Humas PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), Edi Priyanto, arus barang di Pelabuhan Tanjung Perak terus mengalami kenaikan. Bila pada 2010 arus petikemas yang masuk baru mencapai 2,407 juta TEU’s, maka pada 2012 telah mencapai 2,849 juta TEU’s. Diperkirakan pada 2014, arus barang internasional yang melalui Tanjung Perak akan mencapai 1,82 juta TEU’s. Sedangkan untuk arus petikemas domestik diperkirakan mencapai 2,04 juta TEU’s, padahal kapasitas terminal petikemas domestik hanya 1,57 TEU’s, atau ada kelebihan sekitar 472.102 TEU’s.6 Selain itu, adanya perubahan praktek industri logistik dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, menyebabkan kecenderungan global mendorong ekspansi pasar perdagangan internasional hampir terjadi pada semua wilayah terutama di AsiaPasifik. Kompetisi global dalam pasar produk dan jasa mendorong keragaman produk untuk memenuhi kebutuhan segmen pasar yang juga beragam, standar kualitas produk tinggi, penyerahan barang tepat waktu yang sangat tergantung ketersediaan dan kondisi infrastruktur publik yang disediakan pemerintah suatu negara. Akibatnya, tuntutan efisiensi dalam kegiatan logistik semakin tinggi, termasuk tingkatan kualitas keamanan, keselamatan dan pelayanannya.
6
Bongkar Muat di Tanjung Perak akan Lebihi Kapasitas, di http://acehimage.com/bongkar-muat-di-tanjung-perak-akan-lebihi-kapasitas/
akses
dari
:
13
Indonesia dalam menghadapi persaingan pasar global tersebut, juga dituntut menentukan cara untuk tetap terus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan kata lain, kegiatan kepelabuhan turut menentukan tinggi rendahnya biaya logistik nasional, dimana sektor logistik terus berupaya menekan biaya logistik hingga 10 persen pada tahun 2015 mendatang.7 Seperti diketahui bahwa lebih dari 70 persen produk dan komoditas Indonesia harus diekspor melewati Singapura. Secara ekonomi, kondisi yang sudah berlangsung lama tersebut sangat merugikan Indonesia dimana biaya logistik nasional akan semakin tinggi dan daya saing semakin turun. Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia, Benny Soetrisno, biaya jasa yang dikeluarkan Pemerintah dan swasta sangat besar untuk membayar pemakaian pelabuhan di Singapura. Tentunya kondisi itu sangat menguntungkan Singapura terlebih tarifnya sangat tinggi. Untuk itu, Indonesia perlu membangun pelabuhan kargo yang refresentatif agar bisa melakukan ekspor dan impor secara langsung ke berbagai negara tanpa melewati Singapura. 8 Saat ini, masih banyak pengguna jasa yang mengeluhkan tentang biaya logistik Indonesia yang dinilai paling tinggi di kawasan ASEAN. Persoalan infrastruktur, pungutan liar atau
7
8
Transformasi Pelindo menuju pelabuhan modern, di akses dari : http://Transformasi%20PELINDO%20Menuju%20Pelabuhan%20Modern%20_%20Indonesia% 20Shipping%20Times.htm Ironis, Ekspor Indonesia Harus Lewat Singapura Harga Jadi Mahal Dan Daya Saing Turun, di akses dari : http://www.neraca.co.id/harian/article/28114/Ironis.Ekspor.Indonesia.Harus.Lewat.Singapura
14
pungutan tidak resmi dan hingga keterbatasan sarana dan prasarana pelabuhan menjadi penyebabnya.9 Kondisi tersebut cukup menjadi alasan untuk melakukan beberapa tindakan dan terus melakukan transformasi bisnis meskipun dalam situasi yang statis, apalagi peran pelabuhan dalam perekonomian terus berkembang. Oleh karena aliran kargo dunia terus meningkat selama dekade terakhir, upaya untuk mereformasi dan mengembangkan sektor pelabuhan Indonesia menjadi semakin mendesak. Saat ini, Pemerintah Indonesia dan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) memandang fasilitasi perdagangan sebagai salah satu komponen utama dalam roda perekonomian Indonesia. Dimana fasilitasi perdagangan merupakan salah satu faktor kunci pembangunan ekonomi dari suatu negara dan melibatkan bagaimana prosedur yang mengatur pergerakan barang internasional dapat ditingkatkan sehingga lebih efisiensi. Hal ini tergantung pada pengurangan biaya umum perdagangan, yang mempertimbangkan biaya transaksi, tarif, transportasi dan waktu. Adopsi fasilitasi perdagangan secara signifikan nantinya akan berdampak pada peningkatan volume perdagangan dunia.10 Untuk itu, upaya pembenahan di sektor pelabuhan oleh PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) sudah dirintis sejak sekarang. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Direktur Utama PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) Djarwo Surjanto, terdiri dari lima program berbasis modernisasi, revitalisasi dan peningkatan kapasitas pelabuhan yang dilakukan di Pelabuhan Tanjung Perak 9
Transformasi Pelindo menuju pelabuhan modern, di akses dari : http://Transformasi%20PELINDO%20Menuju%20Pelabuhan%20Modern%20_%20Indonesia% 20Shipping%20Times.htm 10 Asian Development Bank ,2009
15
Surabaya. Pertama, pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong (TMTL) yang akan beroperasi awal tahun 2014. Kedua, Tanjung Perak menjadi dedicated terminal berfungsi khusus. Ketiga, revitalisasi Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) bertujuan untuk melakukan pendalaman dan memperlebar alur termasuk nantinya mengelola kanal APBS melalui konsep pelayaran tol fee system. Keempat, pengadaan peralatan untuk layanan bongkar muat guna meningkatkan kapasitas produksi dan kinerja bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Perak. Kelima, pembangunan terminal penumpang modern yang dilengkapi garbarata untuk peningkatan pelayanan dan kenyamanan penumpang kapal laut.11 Melalui penerapan fasilitasi perdagangan juga nantinya dapat memberikan perubahan di dalam bidang transportasi yang dipengaruhi oleh tingginya kompetisi dan tumbuhnya kesadaran beberapa kepentingan perusahaan untuk berinvestasi lebih luas lagi agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dalam pasar domestik dan internasional. Mengingat besarnya investasi yang diperlukan, suatu visi bersama tentang cara untuk maju menjadi sangat penting. Tanpa fasilitasi perdagangan diyakini bahwa pelabuhan-pelabuhan di Indonesia akan tetap lemah dalam hal memfasilitasi perdagangan. Di dalam pembangunan dan pengelolaan pelabuhan, Pemerintah khususnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah memainkan peranan kritis dalam mewujudkan pelabuhan Indonesia khususnya PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) dalam mendukung fasilitasi perdagangan menuju pelabuhan internasional.
11
Solusi Ancaman Kongesti itu adalah Teluk Lamong, di akses dari : http://www.antarajatim.com/lihat/berita/103517/solusi-ancaman-kongesti-itu-adalah-teluklamong
16
Dari beberapa uraian di atas, jelas bahwa Pemerintah dan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) berupaya untuk mereformasi dan mengembangkan sektor pelabuhan Indonesia dalam hal fasilitasi perdagangan. Adopsi adanya fasilitasi perdagangan tersebut adanya peningkatan arus barang baik internasional maupun domestik yang melebihi kapasitas tampung serta adanya perubahan praktek industri logistik global. Pemerintah juga memainkan peranan kritis dalam mewujudkan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) menuju pelabuhan internasional. Namun, dalam menuju pelabuhan internasional tersebut tentunya PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) dihadapkan dengan tantangan berat baik dalam konteks domestik maupun internasional. Oleh karenanya, tesis ini ingin melihat bagaimana dinamika dan tantangan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) menuju pelabuhan internasional.
1.2. Pernyataan penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut: “Apa tantangan domestik dan internasional yang dihadapi PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) menuju pelabuhan internasional?”
1.3. Tujuan penelitian Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
17
1. Menjelaskan dinamika PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) sebagai aktor Fasilitasi Perdagangan. 2. Menjelaskan tantangan domestik dan internasional terhadap fasilitasi perdagangan dalam upaya menuju pelabuhan internasional.
1.4. Tinjauan literatur Penelitian yang terkait tentang fasilitasi perdagangan pernah dilakukan oleh Radius dengan mengambil judul “Analisis Strategi Pemasaran Jasa Freight Forwarding Pada PT. Silkargo Indonesia Dalam Perspektif Fasilitasi Perdagangan Asean”. Dalam penelitian ini, Radius membahas secara keseluruhan mengenai strategi pemasaran jasa freight forwarding yang digunakan oleh PT. SILkargo Indonesia dalam perspektif fasilitasi perdagangan di ASEAN. Pemilihan strategi pemasaran SILkargo dalam perspektif fasilitasi perdagangan di ASEAN terdiri atas faktor fasilitasi perdagangan, tujuan perusahaan dan alternatif strategi pemasaran. Radius (2010) mengidentifikasi bahwa Indonesia saat ini memasuki era pasar global dimana hambatan perdagangan semakin menurun dan tingkat persaingan meningkat. Salah satu bentuk dari upaya menurunkan hambatan perdagangan adalah dengan fasilitasi perdagangan. Namun, dengan adanya fasilitasi perdagangan, terjadi peningkatan arus perdagangan di Asia Tenggara. Dengan semakin terbukanya pasar internasional dan meningkatnya arus perdagangan antar negara, maka semakin banyak perusahaan yang menyediakan jasa freight forwarding.
18
Melalui penelitian ini, kemudian Radius melakukan analisa menggunakan faktor fasilitasi perdagangan dengan menentukan faktor yang paling berpengaruh terhadap besarnya volume arus barang yang diekspor dan diimpor di Asia Tenggara terdiri atas bea cukai, efisiensi pelabuhan, regulasi dan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut Radius alasan PT. SILkargo Indonesia mnerapkan strategi dengan menggunakan perspektif fasilitasi perdagangan dinilai memberi
dampak
besar
terhadap
efisiensi
perdagangan
internasional.
Pengambilan keputusan strategi dilakukan dengan menggunakan AHP melalui 2 (dua) jenis perspektif yaitu pengolahan secara horizontal dan secara vertikal. Pengolahan secara horizontal menunjukkan prioritas elemen dalam suatu tingkat terhadap elemen kriteria di atasnya. Sedangkan pengolahan secara vertikal menunjukkan prioritas setiap elemen dalam suatu tingkat terhadap tujuan utama. Hasil pengolahan vertikal faktor fasilitasi perdagangan terhadap pemilihan strategi perusahaan memiliki implikasi bahwa efisiensi pelabuhan merupakan hal yang penting dalam kegiatan jasa freight forwarding. Sebuah pelabuhan berefisiensi tinggi akan menjadi simpul perdagangan dan pusat kegiatan freight forwarding internasional. Hal ini terkait dengan regulasi yang mengatur tentang pelabuhan dan teknologi yang diterapkan. Lebih lanjut, perlu secepatnya dilakukan tindakan oleh PT. SILkargo Indonesia terutama untuk dapat fokus kepada peningkatan efisiensi proses freight forwarding di pelabuhan seperti membuat kerjasama dengan perusahaan pergudangan dan perusahaan pelayaran. 12
12
Radius “Analisis Strategi Pemasaran Jasa Freight Forwarding Pada PT. Silkargo Indonesia Dalam Perspektif Fasilitasi Perdagangan Asean”, IPB, 2010
19
Peneliti lain yang pernah melakukan penelitian fasilitasi perdagangan yaitu John S. Wilson, Catherine L. Mann, dan Tsunehiro Otsuki yang mengambil judul Trade Facilitation and Economic Development : Measuring the Impact. Maskus, Wilson, dan Otsuki (2001) membahas beberapa metode penting dalam mengukur keuntungan yang diperoleh dari fasilitasi perdagangan. Dalam penelitian ini fasilitasi perdagangan diukur melalui 4 (empat) indikator, yaitu (a) efisiensi pelabuhan, dirancang untuk mengukur kualitas infrastruktur laut dan udara; (b) bea cukai, dirancang untuk mengukur biaya langsung yang menyangkut transparansi administrasi kepabeanan, dan penyeberangan perbatasan; (c) regulasi, dirancang untuk mengukur pendekatan ekonomi dan peraturan; serta (d) penggunaan e-bisnis, dirancang untuk mengukur sejauh mana suatu perekonomian memiliki infrastruktur dalam negeri yang diperlukan (seperti telekomunikasi, perantara keuangan, dan logistik perusahaan) serta menggunakan jaringan informasi untuk meningkatkan efisiensi dan kegiatan ekonomi. 13 Berdasarkan 4 (empat) indikator tersebut kemudian Wilson menganalisis melalui perhitungan the econometric model, yaitu dengan the gravity model analysis, dalam model ini yang digunakan variabel ekonomi utama dari model gravitasi seperti Gross National Produk (GNP) dan jarak geografis antara negara pengimpor dan negara pengekspor (negara anggota APEC). Melalui analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih besar tentang langkahlangkah dalam pelaksanaan fasilitasi perdagangan, baik untuk ekonomi negara tertentu atau untuk seluruh wilayah APEC. (Maskus, Wilson dan Otsuki 2001). 13
John S. Wilson, Catherine L. Mann, dan Tsunehiro Otsuki “Trade Facilitation and Economic Development : Measuring the Impact”,UK,2003,hlm:4-6
20
Penelitian Wilson dengan menggunakan pendekatan model gravitasi ini dimungkinkan untuk mempertimbangkan berapa banyak perdagangan yang terjadi di wilayah APEC. Selain itu, untuk mengetahui sinkronisai yang berfokus pada peningkatan efisiensi pelabuhan, peningkatan bea cukai, penggunaan e-bisnis ditingkatkan, dan harmonisasi peraturan. Alasan lain yaitu untuk membantu menginformasikan kebijakan yang inisiatif dalam fasilitasi perdagangan sehingga memiliki potensi besar untuk meningkatkan perdagangan dan kesejahteraan ekonomi. Wilson juga mengukur dampak fasilitasi perdagangan terhadap perdagangan di APEC dan membandingkannya dengan skenario penurunan tarif. Penurunan rata-rata tarif di APEC sebesar 6,5 persen dimana akan meningkatkan total perdagangan APEC sebesar US$27,8 miliar yang sebanding dengan perbaikan efisiensi pelabuhan sebesar 0,55 persen, perbaikan lingkungan bea cukai sebesar 5,5 persen, atau peningkatan pemakaian teknologi informasi sebesar 3,7 persen. 14 Peneliti lain yang melakukan penelitian terhadap fasilitasi perdagangan yaitu Perdana Rahardhan, Adi Kusumaningrum, Fuad Aulia Rahman mengambil judul “Pengaruh Asean Trade Facilitation Terhadap Volume Perdagangan Produk Unggulan Jawa Timur”. Penelitian ini mengemukakan dengan jelas pengaruh fasilitasi perdagangan ASEAN terhadap volume perdagangan produk unggulan Jawa Timur di pasar ASEAN. Seperti diketahui bahwa penerapan fasilitasi perdagangan dimaksudkan untuk memberikan berbagai kemudahan perdagangan
14
Radius “Analisis Strategi Pemasaran Jasa Freight Forwarding Pada PT. Silkargo Indonesia Dalam Perspektif Fasilitasi Perdagangan Asean”, IPB, 2010
21
di kawasan ASEAN, yang diharapkan dapat meningkatkan volume perdagangan antar negara-negara ASEAN. Analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan model gravitasi (gravity model) yang merupakan suatu model untuk mengukur laju perdagangan antar daerah atau negara secara makroekonomik. Hasil penelitian tersebut secara statistik menunjukkan bahwa fasilitasi perdagangan ASEAN, sebagai salah satu variabel pembentuk arus perdagangan memberikan kontribusi besar dalam peningkatan nilai arus perdagangan internasional. Secara bersama-sama variabelvariabel seperti GDP per kapita negara Indonesia yang dihasilkan Jawa Timur, GDP per kapita negara tujuan ekspor dan jarak geografis antar negara serta fasilitasi perdagangan ASEAN, mempengaruhi besarnya arus perdagangan internasional produk Jawa Timur. Hal ini ditunjukkan dengan besaran nilai F (Di stribusi Fisher) adalah sebesar 12,2078. Sedangkan secara parsial, kontribusi atau pengaruh dari GDP per kapita Indonesia yang dihasilkan Jawa Timur, semakin meningkat saat fasilitasi perdagangan diterapkan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai statistik t (distribusi student), yaitu sebesar 7.283015 atau 7,3 dan memberikan kontribusi untuk menggandakan nilai arus perdagangan sebesar 0,99. Oleh karena itu, dengan adanya fasilitasi perdagangan ASEAN, arus perdagangan internasional produk Jawa Timur akan naik sebesar 0,99 US Dollar. Perdana dkk, kemudian juga memberikan rekomendasi berkaitan dengan kebijakan ASEAN dalam penyediaan fasilitasi perdagangan, perlu dilakukan peningkatan upaya pemerintah dalam hal penghapusan hambatan tarif, penghapusan hambatan non-tarif, kerjasama kepabeanan. Selain kebijakan-
22
kebijakan tersebut diatas berkaitan dengan fasilitasi perdagangan ASEAN, dalam hal ini Pemerintah juga dapat menetapkan kebijakan yang bersifat mendorong terjadinya kemitraan. Kebijakan tersebut dapat memuat reward yang bisa mendorong minat bermitra bagi industri besar dan minat untuk mengembangkan diri bagi industri kecil. 15 Penelitian-penelitian yang telah dibahas tersebut, masih membahas mengenai indikator fasilitasi perdagangan, pengaruh fasilitasi perdagangan, serta strategi penggunaan fasilitasi perdagangan. Sedangkan analisis yang digunakan berdasarkan penghitungan statistik melalui pendekatan gravity model untuk mengukur arus perdagangan. Dalam tesis ini penulis hendak menganalisa tantangan yang dihadapi PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) dalam pelaksanaan fasilitasi perdagangan guna pencapaian tujuan sebagai pelabuhan internasional.
1.5. Kerangka teori 1.5.1. Fasilitasi perdagangan Seiring dengan perkembangan ekonomi global, salah satu faktor penting yang menentukan peningkatan ekonomi suatu negara dan volume perdagangan adalah fasilitasi perdagangan. Salah satu bentuk dari fasilitasi perdagangan yaitu pembangunan infrastruktur berupa pelabuhan untuk menghubungkan dan memperlancar arus perdagangan internasional. Di Indonesia, terdapat pelabuhan yang memiliki dampak yang cukup signifikan bagi arus perdagangan baik domestik maupun internasional yaitu PT. 15
Perdana Rahardhan, Adi Kusumaningrum, dan Fuad Aulia Rahman, “Pengaruh Asean Trade Facilitation Terhadap Volume Perdagangan Produk Unggulan Jawa Timur”
23
Pelabuhan Indonesia III (Persero). Maka dari itu, PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dalam melakukan pengelolaan dan pembangunan, guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi menuju pencapaian target pelabuhan internasional. Penggunaan fasilitasi perdagangan akan mendorong sebuah roadmap bagaimana investasi di bidang infrastruktur ini diperbesar, yang tentunya akan diarahkan untuk kepentingan nasional. European Commission (Taxation and Customs Union) menyikapi lima hal penting yang menjadi fokus utama dalam fasilitasi perdagangan dan Bea Cukai dalam hubungannya dengan negara-negara lain yaitu mencakup, (i) penyederhanaan persyaratan dan formalitas sehubungan dengan clearance barang, kolaborasi pada pengembangan prosedur yang memungkinkan pengajuan data impor atau ekspor ke agen tunggal, (ii) perbaikan metode kerja dan memastikan transparansi dan efisiensi operasi bea cukai, (iii) pengurangan, penyederhanaan dan standarisasi data dalam dokumentasi yang diperlukan oleh bea cukai, (iv) penerapan teknik kepabeanan modern, termasuk penilaian risiko, prosedur yang disederhanakan untuk keluar masuk barang, posting kontrol rilis, dan metode audit perusahaan, (v) ketentuan yang memfasilitasi impor barang melalui penyederhanaan penggunaan prosedur kepabeanan sebelum kedatangan dan pada saat di proses. Nicolleti et al (2003) menyimpulkan bahwa “Telecommunications infrastructure is also especially important for trade in service, where the
24
main services traded (banking and business services, communications, and so on) are highly dependent on well- developed infrastructure both in the exporting and importing countries, and linking the two.”. Nicolleti et al melihat fasilitasi perdagangan sebagai suatu hal yang bukan hanya berhubungan dengan kepabeanan tetapi juga lebih menekankan kepada infrastruktur yang dibangun dalam pelayanan guna memfasilitasi arus perdagangan terutama yang menyangkut perbankan, bisnis, komunikasi, dan sebagainya. 16 Asian Development Bank dalam buku Designing and Implementing Trade Facilitation in Asia and The Pacific (2009 : 3), menjelaskan bahwa definisi fasilitasi perdagangan berfokus pada transparansi dan efisiensi pelaksanaan dan peraturan perdagangan. Dalam arti sempit, didefinisikan sebagai rasionalisasi sistematis kepabeanan dan dokumen. Dalam arti luas, mencakup semua langkah-langkah yang mempengaruhi pergerakan barang antara pembeli dan penjual, sepanjang rantai pasokan internasional.17 Definisi lain fasilitasi perdagangan menurut Dee et al dalam buku karangan Douglas H. Brooks and Susan F. Stone “Trade Facilitation and Regional Cooperation in Asia” (2008 : 16) yaitu, “include in the scope of trade facilitation all factors affecting the time and money cost of moving goods across international borders”.18 Dalam memaknai definisi yang
Nicolleti et al, From Douglas H. Brooks and Susan F. Stone “Trade Facilitation and Regional Cooperation in Asia”,UK,2008,hlm:18 17 Asian Development Bank ,2009 18 Dee et al, From Douglas H. Brooks and Susan F. Stone “Trade Facilitation and Regional Cooperation in Asia”,UK,2008,hlm:16 16
25
diungkapkan oleh Dee et al, fasilitasi perdagangan dipandang sebagai suatu hal yang mempengaruhi waktu dan banyak biaya. Secara
garis
besar,
fasilitasi
perdagangan
menurut
lembaga
Internasional dan Regional dapat diklasifikasikan kedalam beberapa pengertian, sebagaimana yang dikemukakan Asian Development Bank dalam buku Designing and Implementing Trade Facilitation in Asia and The Pacific, (2009 : 3) fasilitasi perdagangan pada hakekatnya adalah : Tabel 1.1 Definisi Fasilitasi Perdagangan Menurut Lembaga Internasional dan Regional Lembaga Internasional Definisi Fasilitasi Perdagangan dan Regional World Trade “The simplification and harmonization of Organization (WTO) international trade procedures, where trade procedures are the activities, practices, and formalities involved in collecting, presenting, communicating, and processing data and other information required for the movement of goods in international trade.” World Customs Organization (WCO)
”The avoidance of unnecessary trade restrictiveness. This can be achieved by applying modern techniques and technologies, while improving the quality of controls in an internationally harmonized manner.”
United Nations Centre for Trade Facilitation and Electronic Business (UN/CEFACT)
“The simplification, standardization, and harmonization of procedures and associated information flows required to move goods from seller to buyer and to make payments.”
International Chamber of Commerce (ICC)
“Improve the efficiency of the processes associated with trading in goods across national borders.”
Organisation for Economic Co-operation and
“The simplification and standardization of procedures and associated information flows required to move goods internationally from
26
Development (OECD)
seller to buyer and to pass payments in the other direction.”
“The simplification and rationalization of customs and other administrative procedures that delay or increase the cost of moving goods across international borders.” Sumber : Asian Development Bank, 2009 Asia–Pacific Economic Cooperation (APEC)
Definisi WCO mengenai fasilitasi perdagangan dikaitkan dengan misinya, yaitu untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi bea dan cukai dengan harmonisasi dan penyederhanaan prosedur. Sementara definisi APEC berfokus pada proses waktu dalam perbatasan dan prosedur. Hal ini meliputi langkah-langkah fasilitasi yang berkaitan dengan persiapan dokumen
kepabeanan
dan
perdagangan,
pengurusan
kepabeanan,
pengawasan perbatasan, dan rilis barang. Definisi WTO pada dasarnya mengacu pada proses administrasi di perbatasan, yang merupakan fokus dari negosiasi perdagangan di WTO (Dee, Findlay, dan bawal, 2008). Definisi yang digunakan oleh UN/CEFACT dan OECD mencerminkan pendekatan yang lebih luas dalam fasilitasi perdagangan, meliputi prosedur perdagangan internasional dan arus informasi, serta prosedur pembayaran. Hal ini termasuk beberapa langkah-langkah seperti standar produk, fasilitasi bisnis, e-commerce, trade finance, dan logistik. Sebagaimana kita ketahui bahwa eksistensi institusi kepabeanan sangat penting disetiap negara. Institusi kepabeanan selain mempunyai fungsi budgeter, juga memiliki fungsi-fungsi pengaturan (regularent). Fungsi-fungsi tersebut berguna untuk melindungi kepentingan dalam negeri negara yang bersangkutan. Di Indonesia, standar internasional kepabeanan
27
yang digunakan lebih mengacu kepada standar internasional yang ditetapkan oleh WTO dan WCO. Lebih lanjut, WTO menjadi acuan dikarenakan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkannya berkaitan erat dengan permasalahan dan tugas-tugas kepabeanan, dimana permasalahan tersebut dalam proses penyelesaian formalitas pabean akan dapat mempengaruhi
kelancaran
perdagangan
internasional.
Selain
itu,
kesepakatan dalam perjanjian perdagangan antar negara di WTO, implementasinya juga akan menyentuh kepabeanan. Sebagai suatu organisasi kepabeanan dunia yang mengatur dan menerapkan perjanjian multilateral dibidang kepabeanan, WCO juga memiliki peranan penting dalam membantu negara-negara anggota untuk melakukan komunikasi dan kerja sama dalam masalah-masalah kepabeanan. Oleh karena itu, tidak dapat dipisahkan dengan WTO dalam bidang kepabeanan. Fasilitasi perdagangan oleh karenanya meliputi penyederhanaan transaksi perdagangan, transparansi dan profesionalisme bea cukai serta pengaturan lingkungan sebagaimana harmonisasi dari standarisasi dapat dikonversikan terhadap peraturan internasional atau peraturan regional, sehingga memperoleh “kenyamanan” pada proses perpindahan barang dalam perdagangan internasional. 1.5.2. Kebijakan publik Kebijakan publik merupakan analisis yang digunakan untuk lebih memahami proses pembuatan kebijakan dan untuk mengetahui para pengambil keputusan kebijakan yang berpengaruh didalamnya. Lowi and
28
Ginsburg (1996 : 607), menjelaskan bahwa kebijakan publik merupakan “an officially expressed intention backed by a sanction, which can be a reward or a punishment.”.19 Dalam memaknai definisi yang diungkapkan oleh Lowi and Ginsburg, kebijakan publik dipandang sebagai suatu hal yang dapat diambil dari bentuk hukum, aturan, undang-undang, dekrit, peraturan atau perintah. Definisi lain kebijakan publik menurut Wil A. H. Thissen and Warren E. Walker dalam buku International Series in Operations Research & Management Science (2013 : 3), menjelaskan bahwa analisis kebijakan publik menggambarkan tentang pendekatan yang berdasarkan pada ide bahwa hasil sistematis dari analisis ini adalah ilmu pengetahuan. Dimana membantu para pembuat kebijakan dalam memilih tindakan yang terbaik untuk mencapai tujuan mereka. Fokusnya terhadap substansi kebijakan dan cara meningkatkan hasil yang mengarah pada sejauh mana informasi disediakan melalui ilmu pengetahuan, value-free, dan ketepatan waktu. 20 Howlett dan Ramesh mengatakan bahwa proses pembuatan kebijakan lebih mudah dimengerti karena dari hal yang sebenarnya kompleks bisa dipilah-pilah menjadi beberapa tahapan. Selain itu, proses pembuatan kebijakan juga tidak hanya dilakukan pemerintah (meskipun secara legal formal), tetapi juga aktor-aktor lain yang berada di luar pemerintah.
Frank Fischer, Gerald J. Miller and Mara S. Sidney “International Handbook of Public Policy Analysis Theory, Politics, and Methods”, New York, 2007, hlm : xix 20 Wil A. H. Thissen and Warren E. Walker, “International Series in Operations Research & Management Science”, New York, 2013, hlm : 3 19
29
William Jenkins menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang saling terkait yang diambil oleh aktor politik atau kelompok aktor berkaitan dengan seleksi dari tujuan-tujuan dan alat untuk mencapai tujuan dalam situasi yang spesifik dimana keputusan-keputusan itu secara prinsip berada diantara kekuasaan aktor-aktor tersebut untuk dicapai (Jenkins, 1978). Definisi Jenkins ini menyiratkan bahwa kebijakan publik adalah proses yang melibatkan aktor pembuat kebijakan dan serangkaian tujuan yang hendak dicapai untuk kepentingan kekuasaannya dalam memilih keputusan-keputusan yang dibuat untuk mencapai tujuan mereka. Menurut Twaalfhoven dalam buku International Series in Operations Research & Management Science (2013 : 3), aktor yang berbeda dalam proses kebijakan, memiliki pandangan yang berbeda juga tentang apa yang dihasilkan dari kebijakan, dan apakah hasil dari analisis kebijakan tersebut memiliki kontribusi untuk mencapai hasil yang lebih baik (Twaalfhoven 1999). Beberapa pendekatan analisis kebijakan baru (argumentatif dan partisipatif) mengakui bahwa karakter dari multi-aktor terhadap masalah dan proses kebijakan mencakup tujuan yang berkaitan dengan perbaikan proses kebijakan, seperti transparansi, karakter demokratis, dan efisiensi. Secara umum, kualitas dari proses kebijakan dan hasil-hasil kebijakan terdiri dari beberapa atribut yaitu tidak hanya efisiensi dan efektivitas, tetapi
30
juga legitimasi, karakter demokrasi, keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan nilai-nilai lain. 21 Di Indonesia, faktor pemerintah dalam menghasilkan kebijakan akan mempengaruhi sinergi penggunaan fasilitasi perdagangan. Pengambilan kebijakan dipengaruhi juga oleh peran kelompok kepentingan yang berada di sekitar pembuat kebijakan. Dari sudut pandang politik, kebijakan publik dinilai sebagai salah satu hasil dari perdebatan panjang yang terjadi di ranah negara dengan aktor-aktor yang mempunyai berbagai macam kepentingan. Kebijakan publik tidak hanya dipelajari sebagai proses pembuatan kebijakan, tetapi juga dinamika yang terjadi ketika kebijakan tersebut dibuat dan diimplementasikan. Oleh karenanya, kebijakan publik dalam penelitian ini meliputi aktor yang terlibat dalam proses kebijakan, pandangan tentang apa yang dihasilkan dari kebijakan, serta kontribusi dari analisis kebijakan tersebut dalam pencapaian hasil yang lebih baik. 1.4.3. Supply chain management Logistik secara sederhana, dapat didefinisikan sebagai penyediaan suatu barang yang pengadaannya dapat dilakukan langsung oleh pihak yang membutuhkan atau dilakukan oleh pihak lain. Dalam perkembangannya, persepsi tentang logistik mengalami perubahan, logistik dipersepsikan bukan lagi suatu barang yang dibutuhkan tetapi proses mengadakan barang kebutuhan tersebut dipersepsikan sebagai logistik. Selain itu, logistik dapat didefinisikan juga sebagai kerangka kerja perencanaan bisnis dalam hal Wil A. H. Thissen and Warren E. Walker, “International Series in Operations Research & Management Science”, New York, 2013, hlm : 3-4 21
31
manajemen material, jasa, informasi dan arus modal, mencakup peningkatan kompleksitas sistem informasi, komunikasi dan pengendalian yang dikehendaki lingkungan bisnis saat ini (Logistics World, Logistix Parteners OY, Helsinki Fl,1996). Evolusi pemikiran tentang logistik didasarkan atas bagaimana melakukan pengelolaan yang paling efektif dan efisien atas pendistribusian barang dari produsen sampai ke konsumen akhir, dengan perkembangan orientasi (a) 1950an, berupa workplace logistics, (b) 1960an, facility logistics, (c) 1970an, corporate logistics, (d) 1980an, supply chain logistics, dan (e) 1990an, global logistics (Frazelle, 2002). 22 Secara konseptual, pengertian logistik menurut Bowersox (1984) adalah “The process of planning, implementing and controlling the efficient, cost effective flow and storage of raw materials in process inventory, finished goods and related information flow from point of origin to point of consumption for the purpose to customer requirement”. Bowersox menyimpulkan bahwa proses logistik merupakan pelaksanaan yang efisien dan efektif dari titik asal ke titik konsumsi untuk kebutuhan pelanggan.23 Definisi lain logistik menurut Alan E. Branch dalam buku “Global Supply Chain Management and International Logistics” (2008 : 1) yaitu, “Logistics can be broadly defined as the time-related positioning of resources ensuring that material, people, operational capacity and information are in the right place at the right time in the right quantity and at the right quality and cost. This embraces the ultimate objective of global 22 23
Cetak Biru Logistik Indonesia ,2008, hlm : 6 Cetak Biru Logistik Indonesia ,2008, hlm : 6
32
supply management, which is to link the marketplace, the distribution network,
the
manufacturing/processing/assembly
process
and
the
procurement activity in such a way that customers are serviced at a higher level and yet lower cost.”.
24
Dalam memaknai definisi yang diungkapkan
oleh Alan E. Branch, logistik dipandang sebagai suatu hal yang berhubungan dengan sumber daya memastikan bahwa informasi atau proses operasional berada di tempat, waktu, jumlah dan kualitas yang tepat. Tetapi tetap fokus terhadap tujuan utama dari manajemen logistik global yaitu untuk menghubungkan pasar, jaringan distribusi, manufaktur (pengolahan atau proses) sehingga pelanggan dapat berada di tingkat yang lebih tinggi dan menekan biaya lebih rendah. Sedangkan
menurut
Council
of
Supply
Chain
Management
Professional (CSCMP), “Logistics management is that part of supply chain management that plans, implements, and controls the efficient, effective forward and reverse flow and storage of goods, services and related information between the point of origin and the point of consumption in order to meet customers' requirements”. Fungsi dan aktivitas manajemen logistik pada dasarnya mencakup “Location, transportation and logistics, inventory and forecasting, marketing and channel restructuring, sourcing and
supplier
management,
information
and
electronic
mediated
environments, product design and new product introduction, service and after sales support, reverse logistics and green issues, outsourcing and Alan E. Branch “Global Supply Chain Management and International Logistics”, UK, 2008, hlm:1 24
33
strategic alliances, metrics and incentives, global issues” (Ganeshan et al, 1999; Johnson and Pyke, 2000a).25 Analisis lingkungan logistik dalam penelitian ini juga mendasarkan pada kerangka analisis yang diperkenalkan oleh Michael E Porter dalam konsep atau model value chain, mayoritas dari kegiatan utama (primary) dalam model tersebut adalah kegiatan logistik. Michael E Porter menyatakan bahwa “The productivity of a country is ultimately set by the productivity of its companies. An economy cannot be competitive unless companies operating there are competitive, whether they are domestic firms or subsidiaries of foreign companies”, atau “Tingkat produktifitas suatu negara ditentukan oleh produktifitas dari perusahaan-perusahaannya. Suatu negara tidak dapat bersaing bila perusahaan yang beroperasi di negara tersebut tidak punya daya saing yang baik, baik itu perusahaan lokal maupun perusahaan asing yang beroperasi di negara itu”. Dalam dunia bisnis, sebuah value chain atau sebuah entitas bisnis (perusahaan) harus mampu bersaing untuk dapat terus hidup dan berkembang. Kinerja yang baik dalam kegiatan logistik sebuah entitas akan mendukung kinerja daya saing entitas tersebut secara keseluruhan. Logistik juga merupakan kegiatan atau eksekusi yang terjadi dalam rantai suplai, dan karena semakin terlihat peran rantai suplai dalam persaingan bisnis, banyak ahli yang menyebutkan bahwa bisnis saat ini tidak lagi merupakan
25
Cetak Biru Logistik Indonesia ,2008, hlm : 7
34
persaingan antar merek, tetapi telah menjadi persaingan antar rantai suplai ”today is the era of supply chain competition”. 26 Menurut David J. Closs, Profesor Michigan State University, menjelaskan bahwa semakin panjang rantai suplai, semakin banyak juga kooperasi dan koordinasi yang dibutuhkan seperti antara bagian produksi, pemasaran,
pembelian
dan
kelompok
pengelola
logistik.
Dengan
memusatkan produksi global pada titik-titik yang terbatas maka akan menurunkan biaya barang per unit, dan secara serentak mengurangi basis aset perusahaan.27 Oleh karenanya supply chain atau logistik meliputi elemen-elemen penting dalam peningkatan daya saing yang dalam pelaksanaan logistik dapat berjalan lebih efisien dan efektif mulai dari titik asal ke titik konsumsi. Dimana tetap fokus terhadap tujuan utama dari manajemen logistik global yaitu untuk menghubungkan pasar, jaringan distribusi, manufaktur (pengolahan atau proses) sehingga pelanggan dapat berada di tingkat yang lebih tinggi dan menekan biaya lebih rendah dalam waktu serta jumlah yang tepat yang difasilitasi oleh penyedia jasa.
1.6. Argumen utama Fasilitasi perdagangan muncul sebagai salah satu kebijakan perdagangan yang sangat penting dalam lingkungan internasional dengan dicirikan melalui
26
Cetak Biru Logistik Indonesia ,2008, hlm : 11 Industri Logistik: Di Asean, Indonesia Di http://www.inaport1.co.id/?p=2967 (19 Mei 2014) 27
Level
Bawah,
di
akses
dari
:
35
penurunan tarif dan penghapusan quota. Hal ini tentu menciptakan serangkaian kelebihan, baik di tingkat nasional maupun regional yang diharapkan mampu mengurangi ketidakpastian transaksi perdagangan dan melibatkan partisipasi lebih inklusif dari sektor swasta dalam perdagangan internasional. Saat ini, PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) memandang fasilitasi perdagangan sebagai salah satu komponen utama dalam roda perekonomian Indonesia. Di dalam pembangunan dan pengelolaan pelabuhan, Pemerintah memainkan peranan kritis dalam mewujudkan pelabuhan Indonesia khususnya PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)
dalam
mendukung
fasilitasi
perdagangan
menuju
pelabuhan
internasional. Namun, dalam menuju pelabuhan internasional PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) dihadapkan dengan tantangan baik dalam konteks domestik maupun internasional. Melihat hal tersebut maka penulis berargumen bahwa terdapat tantangan baik dalam konteks domestik maupun internasional yang dihadapi oleh PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Tantangan domestik dalam mewujudan visi Indonesia dan visi logistik nasional dihadapkan adanya tekanan komitmen di tingkat regional maupun global; perubahan peta pasar; persaingan; peraturan tentang transportasi multi-modal; perkembangan teknologi informasi; keamanan dan kesenjangan antara kapasitas infrastruktur dengan pertumbuhan volume barang; serta kecenderungan global dan ekonomi regional. Kedua, tantangan internasional terkait dengan kebijakan WTO yang dihadapi berupa isu pertanian; perumusan fasilitas perdagangan dimana beberapa negara masih bersikukuh dengan kepentingannya masing-masing, isu mengenai
36
dana pengembangan infrastruktur untuk penerapan sistem fasilitasi perdagangan, dan bagaimana pelaksanaan sistem fasilitasi perdagangan sehingga nantinya dapat menciptakan harmonisasi antara satu negara dengan negara lainnya; dalam hal kepabeanan masih ada negara yang menginginkan penggunaan perantara kepabeanan.
1.7. Metode penelitian Penelitian ini bertempat di PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), Subdit Perencanaan dan Pengembangan SDM, serta Terminal Multipurpose Teluk Lamong (TMTL) Gresik yang telah berlangsung selama 2 bulan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, ditujukan untuk memperoleh pandangan komprehensif fasilitasi perdagangan di instansi terkait. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur, jurnal, majalah, dokumen perusahaan serta wawancara secara lebih mendalam melalui narasumber. Narasumber tersebut berasal dari instansi terkait antara lain Basori (Kepala Biro Subdit Perencanaan dan Pengembangan SDM), Annaz Azwar (Staff Subdit Perencanaan dan Pengembangan SDM), serta Anto (Manager Teknik Terminal Multipurpose Teluk Lamong). Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini, mencakup dokumen dari laporan tahunan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), dan dari berbagai kelompok kepentingan yang dimuat dalam internet seperti berita daerah, republika, antara news, berita satu, kabar bisnis, kompas, majalah dermaga, inaport, berdikari online dan lensa Indonesia.
37
1.8. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu BAB I, pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan review, landasan konseptual, argumen utama, metodologi penelitian serta sistematika penulisan. BAB II, menjelaskan dinamika historis PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) sebagai aktor fasilitasi perdagangan. Hal ini menelaah mengenai profil PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) sebagai aktor fasilitasi perdagangan, pergeseran peran perusahaan dari regulator ke terminal operator, perluasan pangsa pasar dari domestik ke internasional, target pasar, kerjasama perusahaan yang relevan. Selain itu, bab ini juga berisi strategi, sasaran dan rencana strategis perusahaan menuju pelabuhan internasional. Selanjutnya, BAB III memaparkan tantangan yang dihadapi PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) di ranah domestik serta tindakan yang dilakukan melalui penentuan pengaturan sistem kepelabuhan nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Selain itu, berisi tentang kepentingan domestik fasilitasi perdagangan yang dilihat melalui visi Indonesia dan visi logistik nasional, pembahasan lain mengenai langkah strategis Pelindo III dalam meningkatkan daya saing perusahaan melalui pelaksanaan GCG (Good Corporate Governance), hubungan intra industri, pengelolaan infrastruktur serta hubungan dengan Pemerintah. BAB IV memaparkan tantangan dalam ranah internasional terkait dengan kebijakan WTO mengenai fasilitasi perdagangan internasional, rezim ekonomi internasional, perubahan di sektor logistik global, pergeseran ekonomi
38
dunia, serta dinamika persaingan global. Terakhir pada BAB V merupakan hasil kesimpulan berupa penjelasan hasil akhir penelitian serta pembelajaran yang diambil dalam penelitian ini.
39